PENGGUNAAN MINYAK KELAPA DALAM KONSENTRAT
ADI RAKHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Fries Holland dengan Manajemen Waktu Pemberian Pakan dan Penggunaan Minyak Kelapa dalam Konsentrat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2012
fed with three levels of TDN of concentrate containing coconut oil. Supervised by BAGUS P PURWANTO and IDAT G PERMANA.
One of the greatest challenges to production facing dairy farmers in Indonesia is heat stress. Climatic conditions in Indonesia are such that the warm (or hot) is all year, there is intense solar radiant for an extended period of time, and there is generally the presence of high relative humidity. Thus heat stress is chronic in nature, there is often little relief from the heat during the evening hours, and intense bursts of combined high ambient temperature and humidity further depress performance. Some researchs have been done in Indonesia showed that physical modification of the environment (shading, cooling) and improved nutritional management practices are management strategies to minimize the effects of heat stress. However, the management strategies to minimizing of the heat stress have not been fully examined. The objective of the present study is to evaluate physiological responses of dairy heifer to feeding time when fed concentrate differences in TDN content. Six dairy heifers were randomly allocated to 1 of 6 treatments: two feeding times (5 am/6 pm or 8 am/4 pm) of concentrate with 70% or 75% of concentrate unsupplemented or supplemented with 3.5% coconut oil, in each of 6 periods of 14 d each in a 6 x6 Latin square design. The environmental conditions (air temperature, relative humidity, temperature humidity index, radiation, and wind velocity) and animals responses (heart rate, respiration rate, body temperature, rectal temperature, and skin temperature, feed consumption rate, chewing rate, and average daily gain) were then measured. The environmental condition were measured daily at 1 h intervals from 5 am to 8 pm. The animals responses were measured at the 4th, 8th, 12nd, 14th
Keyword: physiological responses, coconut oil, feeding time, TDN
Manajemen Waktu Pemberian Pakan dan Penggunaan Minyak Kelapa dalam Konsentrat. Dibimbing oleh BAGUS P PURWANTO dan IDAT G PERMANA.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh para peternak sapi perah di Indonesia adalah stres panas. Kondisi iklim di Indonesia bersifat panas sepanjang tahun yang disebabkan oleh radiasi sinar matahari dan kelembaban udara yang sangat intensif. Stres panas di alam bersifat kronis, cuaca panas hanya sedikit berkurang pada malam hari, dan terjadi peningkatan yang sangat besar akibat kombinasi suhu dan kelembaban udara yang dapat menurunkan performa produksi ternak. Beberapa penelitian telah dilakukan di Indonesia seperti modifikasi lingkungan fisik (naungan dan pendingin) dan peningkatan manajemen nutrisi untuk meminimalkan efek dari stress panas. Akan tetapi, strategi manajemen untuk meminimalkan stress panas belum dilakukan secara menyeluruh.
Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian IPT Perah, Fapet, IPB pada bulan Maret hingga Juni 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi respon fisiologis sapi dara pada waktu pemberian pakan berbeda yang diberi konsentrat dengan kandungan TDN yang berbeda pula. Enam ekor ternak peranakan FH dara digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakuan yang digunakan merupakan kombinasi dari waktu pemberian pakan (pukul 5.00 & 18.00 dan pukul 8.00 & 16.00) dan level TDN konsentrat (70%, 75%, 75% mengandung minyak kelapa 3.5%). Ternak diberi pakan dua kali sehari dengan rumput gajah dan konsentrat. Penelitian dilakukan selama enam periode dan setiap periode selama 14 hari. Pengambilan data dilakukan setiap jam pada hari ke 4, 8, 12, 14 dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00. Parameter yang diukur meliputi parameter unsur cuaca (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, radiasi matahari), parameter respon fisiologis (denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal, suhu tubuh, suhu kulit), kecepatan konsumsi pakan, kecepatan mengunyah, dan pertambahan bobot badan. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Bujur Sangkar Latin 6 x 6. Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui korelasi antara cuaca lingkungan dengan respon fisiologis. Analisis lanjut menggunakan Uji Tukey dan Analisis Kontras Orthogonal.
Hasil penelitian didapatkan bahwa ternak yang mengkonsumsi pakan pada pukul 05.00 dan 18.00 cenderung memiliki rataan respon fisiologis yang lebih rendah saat ada cekaman panas siang hari dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibanding ternak yang mengkonsumsi pakan pada pukul 08.00 dan 16.00. Ternak yang mengkonsumsi konsentrat mengandung minyak kelapa 3.5% dengan kadar TDN 75% memiliki respon fisiologis yang lebih rendah saat ada cekaman panas lingkungan dan memiliki frekuensi mengunyah dan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dibanding ternak yang mengkonsumsi konsentrat tanpa minyak kelapa dengan kadar TDN yang sama. Kesimpulan dari penelitian ini adalah beban cekaman panas dari sapi perah dara dapat diatasi dengan pengaturan waktu pemberian pakan dan pemberian pakan dengan energi yang mudah dicerna.
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
ADI RAKHMAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Kelapa dalam Konsentrat
Nama : Adi Rakhman
NIM : D151090091
Program Studi/Mayor : Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Agr.
Ketua Anggota
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr
Diketahui
Ketua Program Studi/Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA.
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian: 30 Januari 2012 Tanggal Lulus:
(tanggal pelaksanaan ujian tesis) (tanggal penandatanganan tesis
rahmatNya penulis dapat menyusun karya ilmiah yang berjudul “Respon Fisiologis Sapi
Dara Peranakan Fries Holland dengan Manajemen Waktu Pemberian Pakan dan
Penggunaan Minyak Kelapa dalam Konsentrat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Bagus P.
Purwanto, M.Agr. dan Dr. Ir. Idat G. Permana, M.Sc.Agr. Shalawat dan salam
diperuntukkan kepada Rasulullah SAW dan para keluarga, sahabat, serta umat yang selalu
meneladaninya.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keinginan penulis untuk mengetahui dan
meneliti metode budidaya sapi peranakan Fries Holland (FH) di daerah tropis dengan
tepat. Sapi peranakan Fries Holland yang berasal dari Belanda, memerlukan metode
budidaya khusus bila dilakukan di Indonesia, karena sapi FH harus menyesuaikan dengan
iklim yang berbeda. Pada proses adaptasi, energi yang diperlukan tubuh lebih besar, karena
selain digunakan untuk hidup pokok dan produksi, energi juga diperlukan untuk
menyesuaikan diri dengan cuaca yang berbeda dengan tempat asalnya. Berdasarkan hal
tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan merancang suatu metode sederhana
mengenai budidaya sapi peranakan FH untuk dapat hidup dan berproduksi dengan optimal
di daerah tropis melalui pendekatan perlakuan manajemen cuaca lingkungan dan kualitas
pakan.
Pada prinsipnya, penelitian budidaya ternak telah dimulai sejak manusia
berinteraksi dengan ternak dan semestinya penelitian terus dilakukan selama interaksi
antara manusia dan ternak tersebut masih ada. Penulis berharap penelitian dan atau aplikasi
metode budidaya ternak dengan memperhatikan keseimbangan alam terus dilakukan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyusun karya ilmiah ini baik berupa materi maupun non materi. Kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan sebagai bahan pelajaran penulis maupun
rekan yang lainnya untuk kegiatan dan atau penelitian selanjutnya.
Bogor, Februari 2012
pertama dari Almarhumah Ibu Sosgayah Haeriningsih dan Bapak Purwanto, S.T. Penulis juga memiliki ibu bernama Ibu Dr. Wiwiek Sulistyaningsih, Psi. dan enam adik bernama
Emil Rakhman, Evan Rakhman, Dhania Larasati Barus, Dhika Kusumasari Barus, Dina
Kusumawati Barus, dan Arif Rakhman.
Pendidikan formal dimulai di TK Wijaya Kusuma Pratama (1989-1992), setelah itu
di Yayasan yang sama penulis menempuh pendidikan dasar hingga lulus pada tahun 1998.
Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMPN 19 Jakarta
dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMAN 47 Jakarta.
Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi
Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB). Saat menempuh pendidikan sarjana, penulis aktif di organisasi
kemahasiswaan, diantaranya BEM KM dan Himaproter IPB.
Setelah menjadi sarjana pada tahun 2008, penulis bekerja di peternakan ayam Cipta
Mitra Sejahtera wilayah Bogor dan Sukabumi. Penulis juga pernah menjadi Guru SMP dan
pengajar Program Kejar Paket B di Yayasan Nurul Fajar. Pada Tahun 2009, mengikuti
pendidikan Akta Mengajar IV di Universitas Ibn Khaldun dan pada tahun yang sama
memulai kuliah magister sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Peternakan di IPB.
Saat menempuh pendidikan magister, penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa
Pascasarjana Peternakan IPB pada periode 2009-2010.
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR SINGKATAN... xviii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Unsur Cuaca dan Lingkungan Hidup Sapi Fries Holland ... 4
Pemanfaatan Pakan dan Ruminasi ... 6
Pemanfaatan Pakan pada Berbagai Kondisi Fisiologis ... 7
Pemanfaatan Pakan saat Cekaman Panas ... 7
Pemanfaatan Pakan pada Berbagai Aktivitas ... 9
Minyak Kelapa ... 8
Ruminasi ... 9
Produksi Panas ... 10
Termoregulasi ... 12
Respon Termoregulasi ... 14
Denyut Jantung ... 14
Respirasi ... 15
MATERI DAN METODE ... 17
Suhu Rektal ... 16
Waktu dan Tempat ... 17
Materi Penelitian ... 17
Kandang dan Peralatan... 18
Parameter Penelitian ... 19
Metode Pengukuran Parameter ... 19
Rancangan Percobaan ... 20
Pengaruh Perlakuan terhadap Denyut Jantung ... 25
Pengaruh Perlakuan terhadap Frekuensi Respirasi ... 30
Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Tubuh ... 34
Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Rektal ... 36
Pengaruh Perlakuan terhadap Suhu Kulit ... 38
Korelasi Unsur Cuaca terhadap Respon Fisiologis ... 40
Kecepatan Konsumsi Konsentrat dan Mengunyah ... 41
Pertambahan Bobot Badan (PBB) ... 43
PEMBAHASAN UMUM ... 47
KESIMPULAN DAN SARAN ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN ... 57
1. Indeks suhu dan kelembaban lingkungan (THI)... 5
2. Produksi panas sapi perah pada berbagai suhu lingkungan (bb: 454.5 kg) ... 11
3. Komposisi dan kandungan pakan penelitian (% as feed) ... 18
4. Rancangan bujur sangkar latin ... 21
5. Rataan suhu udara, kelembaban udara, THI, radiasi matahari, dan kecepatan angin selama Maret-Juni 2011 pada pagi, siang, dan sore... 22
6. Rataan denyut jantung ternak pada siang hari (kali/menit) ... 26
7. Nilai P (probabilitas) untuk analisis kontras ortogonal pukul 12.00 WIB 28 8. Rataan frekuensi respirasi ternak pada siang hari (kali/menit) ... 32
9. Rataan suhu tubuh ternak pada siang hari (o 10. Rataan suhu rektal ternak pada siang hari ( C) ... 35
o 11. Rataan suhu kulit ternak pada siang hari ( C) ... 37
o 12. Korelasi unsur cuaca dengan respon fisiologis pukul 12.00 WIB... 41
C) ... 39
13. Rataan kecepatan konsumsi pakan (gr/menit) ... 42
14. Rataan kecepatan mengunyah (kali/menit) ... 43
1. Termoregulasi temperatur pada mamalia, dengan dua efektor penyesuai
secara otonom dan tingkahlaku ... 13
2. Suhu tubuh sebagai keseimbangan antara pelepasan dengan penerimaan panas ... 14
3. Lokasi pengukuran suhu permukaan kulit (o
4. Fluktuasi suhu udara, kelembaban udara, THI, radiasi matahari, dan
C) ... 20
kecepatan angin selama Maret-Juni 2011 ... 24
5. Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1
6. Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi perlakuan pakan
/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2/ ) ... 25
pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2
3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% (R
/ ), perlakuan penggunaan minyak 3
penganginan dan penyiraman () pada siang hari (Ismail 2006)... 26 /Δ), dan perlakuan
7. Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi konsentrat TDN 75% tanpa minyak kelapa (R2
75% mengandung minyak kelapa (R
/) dengan yang diberi konsentrat TDN 3
8. Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi konsentrat dengan
/Δ). ... 28
kadar TDN 70% (R1/ ), TDN 75% (R2 minyak kelapa 3.5% (R
/), TDN 75% dengan 3
9. Fluktuasi rataan frekuensi respirasi ternak yang diberi pakan pada
/Δ) ... 29
pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2 10. Fluktuasi rataan frekuensi respirasi ternak yang diberi perlakuan
/ ) ... 30
pemberian pakan pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2
penggunaan minyak kelapa 3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% / ), perlakuan
(R3
siang hari (Ismail 2006) ... 31 /Δ), dan perlakuan penganginan dan penyiraman () pada
11. Fluktuasi rataan frekuensi respirasi ternak yang diberi konsentrat TDN 75% tanpa minyak kelapa (R2
75% mengandung minyak kelapa (R
/) dengan yang diberi konsentrat TDN 3
12. Fluktuasi rataan suhu tubuh ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00
/Δ) ... 33
& 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2
13. Fluktuasi rataan suhu rektal ternak yang diberi pakan pukul 08.00 &
/ ) ... 34
16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2
14. Fluktuasi rataan suhu rektal ternak yang diberi perlakuan pemberian
/ ) ... 36
pakan pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2
minyak 3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% (R
/ ), perlakuan penggunaan
3
perlakuan penganginan dan penyiraman () pada siang hari ... 38 /Δ) dan
15. Fluktuasi rataan suhu rektal ternak yang diberi perlakuan pakan pukul
17. Perbedaan rataan PBB antara yang mengkonsumsi pakan pukul 08.00
1. Kandang penelitian ... 58
2. Pemberian hijauan (pagi/sore) setiap periode berdasarkan perlakuan ... 59
3. Pemberian konsentrat (pagi/sore) setiap periode berdasarkan perlakuan 59
4. Rataan unsur cuaca kandang selama 6 periode ... 60
5. Rataan denyut jantung tiap jam selama enam periode (kali/menit) ... 60
6. Rataan frekuensi respirasi tiap jam selama enam periode (kali/menit) ... 61
7. Rataan suhu tubuh tiap jam selama enam periode (o
8. Rataan suhu rektal tiap jam selama enam periode (
C) ... 61
o
9. Rataan suhu kulit tiap jam selama enam periode (
C) ... 62
o
10. Rataan denyut jantung tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00
C) ... 62
selama enam periode berdasarkan waktu pemberian pakan (kali/menit) 63
11. Rataan frekuensi respirasi tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama enam periode berdasarkan waktu pemberian pakan (kali/menit) 63
12. Rataan suhu tubuh tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama enam periode berdasarkan waktu pemberian pakan (o
12. Rataan suhu rektal tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama C) ... 64
enam periode berdasarkan waktu pemberian pakan (o
13. Rataan suhu kulit tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama
C) ... 64
enam periode berdasarkan waktu pemberian pakan (o
14. Rataan denyut jantung tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00
C) ... 65
selama enam periode berdasarkan kandungan konsentrat (kali/menit) ... 65
15. Rataan frekuensi respirasi tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama enam periode berdasarkan kandungan konsentrat (kali/menit) ... 66
16. Rataan suhu tubuh tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama enam periode berdasarkan kandungan konsentrat (kali/menit) ... 66
17. Rataan suhu rektal tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama enam periode berdasarkan kandungan konsentrat (kali/menit) ... 67
18. Rataan suhu kulit tiap jam dari pukul 05.00 hingga pukul 20.00 selama
BK Bahan kering
bT Body temperature / suhu tubuh (oC) C Pertukaran panas dengan konveksi DP Dew point / titik embun
DBT Dry bulb thermometer/suhu bola kering (oC) DE Digestible energy (Mcal/kg)
E Pertukaran panas dengan evaporasi Hr Heart rate / denyut jantung (kali/menit) HI Heat increament
K Pertukaran panas dengan konduksi Kcal Kilo kalori
LK Lemak kasar
M Produksi panas metabolis NDF Neutral Detergent Fibre NRC National Research Council PK Protein kasar
PBB Pertambahan bobot badan (kg) PFH Peranakan Fries Holland RBD Refined, bleached, deodorized
RH Relative Humidity / kelembaban relative (%) rR Respiration rate / frekuensi respirasi (kali/menit) Rad Radiation / radiasi matahari (Lux)
bT Body temperature / suhu tubuh (oC) SK Serat kasar
TDN Total Digestible Nutrient (kg) THI Temperature Humidity Index
Tdb Dry bulb temperature / suhu lingkungan (o rT Rectal temperature / suhu rektal (
C)
VFA Volatile fatty acid / asam lemak terbang Vs Versus / lawan
PENDAHULUAN
Latar BelakangHabitat asal sapi bangsa Fries Holland adalah daerah yang relatif sejuk
(10oC). Pada daerah tersebut, ternak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan
potensi genetik dan manajemen peternakan yang diterapkan. Pada saat ternak hidup
di habitat yang berbeda, seperti di daerah tropis (Bogor) dengan rataan suhu udara
pada siang hari 30.8o
Manajemen cuaca lingkungan yang dapat diterapkan adalah dengan mengatur
waktu pemberian pakan yang tepat berdasarkan cuaca lingkungan yang sesuai.
Manajemen pakan yang dapat diterapkan adalah dengan mengatur komposisi pakan
yang tepat. Manajemen pakan dan cuaca lingkungan berfungsi agar produksi dan
pelepasan panas tubuh seimbang. Keseimbangan panas tersebut adalah suatu syarat
untuk mencapai kondisi fisiologis dan produktivitas ternak yang optimal.
Keseimbangan panas tubuh dapat dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal
tubuh. Kondisi eksternal yang mempengaruhi tubuh yaitu suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan angin, dan radiasi sinar matahari. Kondisi internal tubuh adalah
proses-proses fisiologis di dalam tubuh, termasuk proses metabolisme pakan.
C, performa hidup seekor ternak akan berbeda pula. Pengaruh
lingkungan lebih besar pada stres panas dibanding pengaruh dari genetik (Boonkum
et al. 2011). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan manajemen yang sesuai dengan kebutuhan hidup ternak, sehingga performa ternak dapat optimal meskipun tidak
sama persis dengan di habitat asalnya. Peningkatan performa hidup ternak agar dapat
sesuai dengan kondisi lingkungan yang mencekam dapat dilakukan dengan
manajemen dan seleksi (Nardone et al. 2010). Manajemen cuaca lingkungan dan pakan yang tepat diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengatasi cekaman cuaca
panas pada tubuh ternak.
Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan memberi pakan berkadar
energi tinggi agar kebutuhan energi ternak tetap terpenuhi dan kondisi fisiologis tetap
normal walaupun cuaca lingkungan mencekam dan konsumsi pakan menurun.
Penelitian tersebut dengan metode memberi konsentrat berkadar energi cukup tinggi
(TDN sebesar 70%). Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terjadi cekaman
panas saat suhu udara mencapai maksimal. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan
optimal agar kondisi eksternal dan internal tubuh dapat mendukung keseimbangan
panas tubuh ternak.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh modifikasi waktu
pemberian pakan dalam mengurangi beban panas ganda/double stress (beban panas hasil metabolisme pakan terjadi bersamaan dengan beban panas dari lingkungan).
Hasil penelitian Purwanto et al. (1993) menunjukan bahwa, produksi panas tubuh mencapai maksimal dan frekuensi denyut jantung tertinggi terjadi saat tiga jam
setelah pemberian pakan. Modifikasi waktu pemberian pakan yang dilakukan yaitu
dengan cara memberi pakan tiga jam lebih awal dari waktu yang biasa dilakukan,
agar tidak terjadi double stress.
Selain mengatur waktu pemberian pakan, usaha mengurangi beban panas
pada ternak juga dapat dilakukan dengan mengatur komposisi pakan. Pengaturan
komposisi pakan adalah cara yang efektif untuk mengurangi hilangnya nutrisi pakan
ke lingkungan (Van Der Stelt et al. 2008). Minyak kelapa dapat digunakan sebagai sumber energi pakan ternak yang cukup baik pada lingkungan yang berpotensi
memberikan cekaman panas. Peranan minyak atau lemak pada pakan adalah sebagai
sumber energi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis
lemak menjadi VFA.
Energi per gram lemak hasil metabolisme lebih tinggi dibanding karbohidrat
dan protein, sedangkan energi panas yang terbuangnya (heat increament) relatif lebih rendah. Nilai kalori yang tinggi dari lemak sangat sesuai digunakan sebagai pakan
untuk meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah peningkatan
panas hasil fermentasi sistem pencernaan (Wang et al. 2010). Pada penelitian ini dilakukan pengujian metode untuk mengurangi beban panas tubuh ternak saat ada
cekaman panas dengan memberi pakan konsentrat berkadar energi tinggi yang
mengandung minyak kelapa sebagai salah satu sumber energinya. Kombinasi
penggunaan minyak kelapa dan manajemen waktu pemberian pakan diharapkan
dapat membantu tubuh ternak tetap normal pada lingkungan yang berpotensi
memberikan cekaman panas.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui fluktuasi unsur-unsur cuaca dan pengaruhnya terhadap respon
2. Mengetahui pengaruh waktu pemberian pakan dan penambahan minyak kelapa
dalam konsentrat berenergi tinggi terhadap respon fisiologis dan produktivitas
ternak.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai waktu pemberian pakan dan penambahan minyak
kelapa dalam konsentrat berenergi tinggi dapat diterapkan untuk mengatasi cekaman
panas tubuh dan meningkatkan produktivitas ternak yang dibudidayakan pada daerah
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur Cuaca dan Lingkungan Hidup Sapi Fries Holland
Lingkungan hidup hewan adalah total kondisi eksternal yang mempengaruhi
perkembangan, respon, dan pertumbuhan hewan tersebut. Terdapat tiga faktor dalam
lingkungan yaitu sosial, fisik, dan panas. Faktor panas adalah suhu udara,
kelembaban relatif, kecepatan angin, dan radiasi (Esmay 1982). Suhu udara
(Tdb/Drybulb temperature) didefinisikan dengan temperatur gas atau campuran gas yang diindikasikan oleh termometer yang terlindungi dari radiasi. Hasil Pengukuran
suhu udara biasa digunakan untuk mendeskripsikan panas lingkungan (Yousef 1984).
Ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum untuk kehidupan dan
produksinya (McDowell 1974). Penampilan produksi terbaik sapi perah peranakan
Fries Holland akan dicapai pada suhu lingkungan 18.3o
Kelembaban adalah uap air di udara. Kelembaban relatif adalah perbandingan
uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air dalam kondisi jenuh. Intensitas
panas lingkungan tergantung pada suhu udaradan kelembaban relatif (Yousef 1984). C dengan kelembaban 55%
(Sutardi 1981).
Kelembaban adalah faktor pembatas stres panas pada iklim lembab, sedangkan suhu
udara kering adalah faktor pembatas stres panas pada iklim kering (Bohmanova
2007).
Indeks yang baik untuk mengukur panas lingkungan dan efeknya telah
dikembangkan untuk sapi yang disebut temperature-humidity index atau THI (Yousef 1984). Klasifikasi THI yang mengacu pada Pennington dan Van Devender
(2004) yaitu, klasifikasi THI dibagi menjadi tiga kategori diantaranya cekaman
ringan (nilai THI = 72 – 79), cekaman sedang (nilai THI = 80 – 89), dan cekaman
berat (nilai THI = 90 – 98). Bentuk keeratan hubungan antara nilai THI dengan
performa fisiologis ternak tampak pada peubah produksi susu, konsumsi hay, dan
suhu rektal. Sapi FH dapat menghasilkan susu secara maksimal apabila lingkungan
hidupnya berada pada kisaran angka THI antara 35 – 72 (Johnson 1984).
Peningkatan satu angka THI memiliki pengaruh berupa penurunan 0.26 kg produksi
susu, penurunan 0.23 kg konsumsi hay, dan peningkatan 0.12oC suhu rektal (Johnson 1984). Sapi perah yang terkena cekaman panas memiliki gejala yang sangat jelas,
Pertanda umum yang tampak pada saat sapi perah tercekam pada suhu sekitar 26.6oC
hingga 32.2o
Peningkatan radiasi sinar matahari juga dapat menyebabkan cekaman panas
pada ternak selain oleh suhu dan kelembaban udara. Radiasi matahari dalam suatu
lingkungan berasal dari dua sumber utama, yaitu temperatur matahari yang tinggi
dan radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir (Yousef 1984). Pindah panas
secara radiasi dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan
angin, dan suhu lingkungan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suhu
lingkungan mikro (sekitar kandang) sebesar 5
C dan kelembaban udara berkisar antara 50 hingga 90%, yaitu laju
respirasi yang cepat, berkeringat sebanyak-banyaknya, dan penurunan kira-kira 10%
pada produksi susu dan konsumsi pakan (Pennington & VanDevender 2004).
o
Tabel 1 Indeks suhu dan kelembaban lingkungan
C dapat meningkatkan produksi susu
Sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman 2005).
Cekaman panas lingkungan ternak dapat teratasi bila ada angin yang cukup.
Angin dapat digunakan untuk mereduksi cekaman panas pada ternak.
Pemanfaatan Pakan dan Ruminasi
Transfer panas
dengan konveksi dan evaporasi antara ternak dengan lingkungan dipengaruhi oleh
kecepatan angin sebanyak 25%. Hadi (1995) menyampaikan hasil pengamatannya
yaitu, terjadi perubahan suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh, dan frekuensi pernafasan
pada Sapi FH akibat pemberian kecepatan angin (1.125 m/det) yang dilakukan pada
siang hari (pukul 11.00 – 13.00 WIB) dan malam hari (pukul 19.00–21.00 WIB).
Kecepatan angin di bawah 4 m/s tergolong rendah dan cara mengukur kecepatan
angin adalah setinggi tubuh ternak (Gebremedhin 1984).
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak (baik
berupa bahan organik maupun anorganik) yang sebagian atau seluruhnya dapat
dicerna tanpa mengganggu kesehatan ternak. Palatabilitas memiliki pengaruh besar
terhadap konsumsi pakan pada ruminansia dan sensor terhadap rasa sangat
berkembang pada ternak sapi (Albright 1992). Konsentrat yang manis, dengan kadar
karbohidrat larut air yang sama (198 g/kg bk), dikonsumsi ternak lebih cepat
dibanding konsentrat yang asin dan pahit tanpa bahan aditif lain (Chiy & Phillips
1999). Fungsi fisiologis dari pakan adalah menyediakan bahan-bahan untuk
membangun dan memperbaharui jaringan tubuh yang aus atau terpakai, mengatur
kelestarian proses-proses dalam tubuh dan kondisi lingkungan dalam tubuh, dan
menyediakan energi untuk melangsungkan berbagai proses dalam tubuh.
Proses-proses tersebut termasuk transportasi aktif ion melewati membrane sel (seperti ion
kalsium dan natrium), siklus protein dan substrat lainnya.
Hasil metabolisme dapat digunakan oleh hewan untuk reproduksi, produksi
wol dan serat, dan susu pada saat laktasi, dan produksi telur pada ayam betina
(Lawrence & Fowler 2002). Energi dibutuhkan untuk mendukung fungsi normal
tubuh ternak seperti respirasi, pencernaan, dan metabolisme untuk pertumbuhan dan
produksi susu. Sapi dara yang sedang tumbuh memerlukan ekstra energi untuk
jaringan tubuhnya selama pertumbuhan dari anak hingga menjadi ternak dewasa
Kebutuhan pakan pada makhluk hidup berbeda-beda sesuai dengan karakter
fisiologisnya, diantaranya bergantung pada tingkat stres terhadap cekaman panas dan
fase pertumbuhan. Pada ruminan dewasa, hasil fermentasi karbohidrat berupa VFA
(volatile fatty acid) diserap langsung melalui dinding rumen, hanya sedikit bagian dari VFA yang termetabolisme dalam dinding rumen (Parakkasi 1995). VFA
merupakan sumber energi utama pada ruminansia. Lemak pakan dalam rumen
ruminansia dewasa mengalami proses hidrolisis, fermentasi gliserol dan galaktosa,
dan hidrogenasi asam lemak tak jenuh oleh mikroorganisme rumen. Hidrolisis lemak
pada anak sapi sangat terbatas kesanggupannya sehingga banyak di antara lemak
tersebut harus diserap secara langsung masuk ke dalam saluran limfe (Parakkasi
1995). Karbohidrat pun tidak semuanya dapat dicerna oleh anak sapi, karena belum
berkembangnya enzim-enzim pencerna karbohidrat tersebut.
Pemanfaatan Pakan pada Berbagai Kondisi Fisiologis
Zat pakan yang dapat berfungsi baik bagi tubuh sebagai sumber energi adalah
karbohidrat, protein, dan lemak. Bahan-bahan pakan tersebut memiliki karakter
nutrisi dan efek yang berbeda-beda terhadap kondisi fisiologis ternak. Makanan yang
berserat menghasilkan panas yang paling tinggi dalam proses pencernaannya,
kemudian diikuti oleh protein, karbohidrat dan disusul oleh lemak. Satu gram
karbohidrat, lemak, dan protein menghasilkan berturut-turut 5.6 kcal/gram, 9.4
kcal/gram, dan 4.1 kcal/gram. Lemak memiliki kadar energi yang paling tinggi, akan
tetapi, lemak menghasilkan panas terbuang/heat increament yang relatif lebih rendah dibanding protein dan karbohidrat (Parakkasi 1995). Penambahan lemak dalam
ransum dapat meningkatkan konsumsi energi. Zat pakan yang memiliki kandungan
kalori tinggi dan heat increament rendah seperti lemak sangat sesuai diberikan bila ada cekaman panas.
Kandungan energi pakan harus dimodifikasi selama suhu tinggi. Konsentrasi
energi harus ditingkatkan 10% selama stress panas, sedangkan konsentrasi nutrisi
lain juga ditingkatkan 25% (Rao et al. 2002). Peranan lemak pakan adalah sebagai sumber energi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis
lemak menjadi VFA. Konsentrasi energi (DE atau TDN) yang sesuai/baik lebih
tinggi pada pakan yang disuplementasi lemak dibanding yang tidak (P<0.05). Ternak
sapi yang diberi pakan dengan suplementasi lemak sebanyak rata-rata 1.2 Mkal/hari,
energinya lebih banyak yang tercerna dibandingkan yang tidak disuplementasi lemak
(Weiss & Wyatt 2004).
Penambahan 10% kadar lemak pada konsentrat atau 3% dari seluruh ransum
tidak memberikan efek yang relatif besar pada konsumsi bahan kering atau
kecernaan dan yang terbaik adalah pada penambahan lemak dengan kadar maksimal
5% dan telah direkomendasikan untuk sapi perah di Swedia (Spőrndly 2003). Hasil
penelitian lainnya menunjukkan bahwa, ternak ruminansia mampu mentoleransi
kandungan lemak pakan hingga 10% tanpa mengalami gangguan pencernaan.
Penambahan lemak dalam pakan sapi perah memiliki keuntungan lain yaitu:
1. Meningkatkan densitas kalori dari ransum, terutama jika konsumsi pakan terbatas
oleh bahan pakan pengisi perut seperti rumput atau jerami padi.
2. Membatasi kebutuhan konsentrat yang mengandung karbohidrat kaya energi.
Konsentrat seperti ini umumnya diberikan pada sapi perah dalam stadium awal
laktasi dimana sapi perah dalam kondisi keseimbangan energi negatif.
3. Lemak atau minyak dengan lebih banyak asam lemak jenuh lebih disukai untuk
iklim panas lembab.
4. Konsumsi meningkat di atas 17% pada penambahan 5% lemak pada unggas yang
mengalami stres panas karena lemak memperbaiki palatabilitas (Rao et al. 2002). 5. Lemak dapat meningkatkan palatabilitas pakan dan mampu memberikan rasa
kenyang lebih lama.
6. Membantu absorbsi vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Piliang &
Djojosoebagio 2006).
Minyak Kelapa
Minyak kelapa murni adalah minyak kelapa yang dibuat dari bahan baku
sekali dan tanpa bahan kimia dan RBD (refined, bleached, dan deodorized). Minyak kelapa penting bagi metabolisme tubuh karena mengandung vitamin-vitamin yang
larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K serta provitamin A (karoten).
Minyak kelapa juga mengandung sejumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak
jenuh. Komposisi asam-asam lemak yang dianalisis dari kopra yang didapat dari
asam kaprilat 8.78-11.10%, asam kaprat 6.38-8.08%, asam palmitat 6.48-7.95%,
asam oleat 4.27-5.26%, asam stearat 1.76-2.54%, dan asam linoleat 1.44-1.66%.
Hasil analisis minyak kelapa murni/vco tersebut diperoleh rata-rata asam lemak rantai sedang 56-57% dengan kadar asam laurat 43%. Asam lemak rantai sedang
lainnya yang mempunyai khasiat untuk kesehatan adalah asam kaprat, asam oleat
(Omega-9), dan asam linoleat (Omega-6).
Efisiensi penggunaan bahan kering ransum tertinggi dicapai pada pemberian
minyak kelapa 200 gr/ekor/hari yang setara dengan penambahan 3.73% lemak dari
baban kering ransum (Anggarawati 1980). Kandungan energi tercerna minyak kelapa
sebesar 0.8 kcal/kg dan koefisien cerna protein dan ether extract lebih besar saat
pakan mengandung minyak kelapa sebanyak 10% (Creswell & Brooks 1971). Hasil
penelitian Sitoresmi (2009) menunjukkan, pemberian minyak kelapa paling besar
pengaruhnya terhadap penurunan jumlah protozoa dan produksi metan. Penambahan
minyak hingga level 5% mampu menurunkan produksi metan hingga 15.80% tanpa
berefek negatif terhadap kadar NH3, kadar VFA, aktivitas CMC-ase, dan kadar
protein mikrobia. Nilai kalori yang tinggi dari lemak sangat sesuai digunakan sebagai
pakan untuk meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah
peningkatan panas hasil fermentasi sistem pencernaan (Wang et al. 2010).
Pemanfaatan Pakan pada Berbagai Aktivitas
Energi metabolis sesuai dengan karakter metabolisme hewan dan juga
bergantung pada panas, aktivitas, dan pertumbuhan (Lawrence & Fowler 2002).
Aktivitas dapat meningkatkan panas tubuh metabolis. Pada kasus yang sederhana
seperti aktivitas berdiri dari posisi duduk, dapat meningkatkan produksi panas
metabolis dari 40% menjadi 45% berdasarkan pengukuran menggunakan
kalorimeter. Hasil studi pada burung unta menunjukan, terdapat perbedaan panas
tubuh metabolis pada saat burung diam hingga berlari. Produksi panas metabolis
pada saat istirahat (diam), lebih rendah, karena terjadi perubahan poetur saat berlari,
perubahan pada pelepasan panas sensibel, dan atau peningkatan suhu tubuh karena
berlari (Yousef 1985).
Ruminasi dipengaruhi oleh faktor-faktor nutrisi seperti kecernaan pakan,
konsumsi NDF, komposisi pakan, dan kualitas bahan baku. Peningkatan jumlah
lemak jenuh yang melintasi duodenum, dapat meningkatkan waktu ruminasi harian (Harvatine & Allen 2005). Peningkatan efisiensi mengunyah saat ruminasi adalah
salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya konsumsi/cerna setelah ternak
disapih dan bersamaan dengan meningkatnya fungsi-fungsi rumen yang lain (Hooper
& Welch 1983). Peningkatan mengunyah pada saat ruminasi seiring dengan
meningkatnya konsumsi hay (Bae et al. 1979). Peningkatan ruminasi pada sapi perah berpengaruh terhadap peningkatan produksi saliva dan peningkatan kesehatan rumen.
Berdasarkan hasil observasi menggunakan Hi-Tag rumination monitoring system,
waktu yang diperlukan untuk ruminasi selama 35.1 ± 3.2 menit, waktu tersebut
hampir sama dengan pengamatan langsung yaitu selama 34.7 ± 20.3 menit
(Schirmann 2009).
Produksi Panas
Panas yang dihasilkan dari dalam tubuh dikenal sebagai produksi panas.
Menurut Ganong (1983), produksi panas ini merupakan hasil aktivitas metabolisme
basal "Specific Dynamic Action" dari makanan dan kegiatan otot. Produksi panas metabolis dihasilkan dari energi kimia bahan makanan yang ditransfer menjadi
energi panas. Pada berbagai tahapan reaksi biokimia tubuh, karbon dioksidasi
menghasilkan CO2
Peningkatan beban panas yang disebabkan oleh kombinasi suhu udara,
kelembaban relatif, pergerakan angin, dan radiasi matahari dapat meningkatkan suhu
tubuh dan frekuensi respirasi serta mengurangi konsumsi pakan dan produksi susu
(Hahn 1999, Ominski et al. 2002, West 2003). Ternak yang terekspos pada panas
secara tiba-tiba dapat menyebabkan peningkatan produksi panas, tetapi bila terekspos
dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penurunan produksi panas. Penurunan
konsumsi pakan saat ternak terekspos panas menyebabkan penurunan fungsi-fungsi
fisiologis termasuk produksi panas basal. Bila tidak terjadi penurunan konsumsi
pakan saat ternak terekspos panas lingkungan sebesar 125 dan 300 kal/jam, maka
terjadi penurunan produksi panas. Penurunan produksi panas basal lebih dipengaruhi
, hidrogen menjadi air, dan energi potential dirubah menjadi
bentuk energi yang lain, yakni, thermal, kimia, listrik, dan mekanik yang menghasilkan energi panas. Jadi, produksi panas adalah suatu pengukuran dari
oleh panas langsung dari lingkungan dibanding oleh penurunan konsumsi pakan
(Yousef 1984).
Produksi panas juga dipengaruhi oleh pertumbuhan. Fase pertumbuhan
mempengaruhi besarnya konsumsi pakan dan metabolisme energi metabolisme.
Sebagian besar molekul pakan dikonversi menjadi molekul pertumbuhan dan
sebagian kecil dioksidasi menjadi karbondioksida dan air. Penggunaan energi dari
hasil metabolisme pakan sebesar 40% adalah untuk jaringan, dan merupakan bagian
yang terbesar dalam penggunaan energi hasil metabolisme pakan. Proporsi tersebut
dapat berkurang, bergantung pada kondisi jaringan tertentu. Energi metabolis adalah
penjumlahan dari energi yang digunakan oleh jaringan dan energi total yang
dilepaskan oleh tubuh. Produksi panas selalu ada selama hewan hidup dan
berhubungan dengan deposisi protein atau lemak atau dengan sisa energi yang
berguna bagi hewan (Lawrence & Fowler 2002).
Hasil penelitian menunjukan bahwa, produksi panas pada sapi perah laktasi
dan kering kandang (tidak memproduksi susu) ini akan mencapai titik maksimumnya
sekitar tiga jam setelah makan. Besarnya produksi panas ini dipengaruhi pula oleh
tingkah laku (Purwanto et al. 1993), jumlah konsumsi pakan, suhu lingkungan, laktasi, pertumbuhan, dan kebuntingan. Produksi panas metabolis ternak sapi sebesar
0.08 Mcal/kg bb0.75 (NRC 2001). Produksi panas harian selama 24 jam pada Sapi Hereford jantan muda sebesar 536 ± 9kJ kg/bb0.75
Tabel 2 Produksi panas sapi perah pada berbagai suhu lingkungan (bb: 454.5 kg)
/hari (Derno et al. 2005). Ternak sapi akan berusaha mempertahankan panas tubuhnya sesuai dengan keadaan suhu
lingkungannya.
Suhu (oC) Panas Laten (W) Panas Sensibel (W) Total Panas (W)
4.44 278.4 766.6 1055
10 322.4 674.0 996
15,56 392.7 556.8 949
21.11 410.3 498.2 908
26.67 556.8 293.1 849
Sumber : Esmay dan Dixon 1986.
Produksi panas minimum pada ternak sehat dicapai pada saat ternak tidak
diberi pakan dan pada kondisi lingkungan thermoneutral juga pada saat aktivitas ternak minimum (Lawrence & Fowler 2002). Panas tubuh berasal dari reaksi
daerah dingin, panas tersebut dapat digunakan untuk pemeliharaan temperatur tubuh,
sedangkan pada daerah panas harus dikeluarkan dari tubuh dengan jalan disipasi dan
atau konveksi ke udara lingkungan, merupakan problem di daerah panas dan lembab.
Produksi HI (heat increament) tergantung pada sistem pencernaan dan produk yang dihasilkan (Parakkasi 1995). Pada kondisi cuaca panas, pemberian lemak akan dapat
membantu mengurangi stres panas tubuh pada sapi laktasi. Nilai kalori yang tinggi
dari lemak (minyak nabati/hewani) sangat cocok digunakan sebagai pakan untuk
meningkatkan rasio densitas energi pakan tanpa terlalu menambah peningkatan panas
hasil fermentasi sistem pencernaan (Wang et al. 2010).
Produksi panas tubuh juga bergantung pada pelepasan panas tubuh ke
lingkungan. Proses pelepasan panas tubuh ke lingkungan dapat terjadi melalui proses
evaporasi, konduksi, konveksi, dan radiasi. Permukaan kulit hewan dapat berfungsi
untuk melepas panas dengan proses konveksi, radiasi, dan evaporasi (Berman 2003).
Pertukaran panas dengan konduksi adalah pertukaran panas dari kulit ke lingkungan
dan melalui proses difusi. Kehilangan panas melalui konveksi berupa perpindahan
uap air di sekitar kulit ternak dan pergantian temperatur adalah hasil dari konduksi
panas dari kulit dengan uap air tersebut. Transfer panas melalui radiasi adalah
transfer panas dengan pertukaran gelombang elektromagnetik. Evaporasi adalah
proses pelepasan panas melalui hilangnya uap air dari saluran respirasi atau dari kulit
(Yousef 1984).
Termoregulasi
Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada
produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan
(Esmay 1982). Panas adalah sebuah bentuk energi yang ditransmisikan dari suatu
tubuh ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperatur. Temperatur mengacu
pada kemampuan tubuh untuk menyerap panas. Energi didefinisikan sebagai
kapasitas untuk melakukan kerja (Esmay 1982). Energi dibutuhkan untuk
mendukung fungsi normal tubuh ternak seperti respirasi, pencernaan, dan
metabolisme untuk pertumbuhan dan produksi susu (Etgen 1987).
Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuh, hewan
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homeoterm. Hewan
berubahnya suhu lingkungan. Hewan homeoterm adalah hewan yang suhu tubuhnya
selalu konstan/tidak berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah.
Mengacu pada Bligh (1984), pada regulasi temperatur mamalia, terdapat dua sensor
suhu di dalam tubuh, yaitu sensor panas dan sensor dingin, yang terdapat pada
jaringan syaraf tepi dan syaraf pusat. Terdapat banyak efektor untuk menyesuaikan
panas, diantaranya secara otonom dan yang lain dengan adaptasi tingkahlaku, yang
keduanya berbeda dalam produksi panas dan pelepasan panas ke lingkungan.
Sumber: Ismail (2006).
Gambar 1 Termoregulasi temperatur pada mamalia, dengan dua efektor penyesuai secara otonom dan tingkahlaku.
Berdasarkan hukum termodinamika pertama, simpanan energi panas
sebanding dengan perubahan energi metabolis dikurangi panas yang hilang sebagai
heat increament
M = ± K ± C ± R ± E
. Tubuh berada dalam kesetimbangan energi panas, bila yang
disimpan nol. Robertshaw (1984) mengemukakan, homeotermi mensyaratkan
produksi atau penyerapan panas dari lingkungan harus sama dengan pelepasan panas
ke lingkungan, sebagaimana diindikasikan dengan persamaan:
Keterangan :
M : Produksi panas metabolis C : Pertukaran Panas dengan Konveksi
K : Pertukaran panas dengan konduksi R : Pertukaran Panas dengan Radiasi
Sumber: Ismail (2006).
Gambar 2
Adanya kontinuitas produksi panas oleh tubuh, maka keseimbangan hanya
mungkin jika ada kontinuitas aliran panas pada perbedaan temperatur antara tubuh
dan lingkungan (Hensel 1981). Keseimbangan panas mengacu pada Williamson dan
Payne (1993) dipengaruhi oleh produksi panas metabolik (produksi panas basal,
panas dari pencernaan, panas dari aktivitas ternak, naiknya metabolisme untuk proses
produksi), panas yang hilang atau didapat dari makanan atau minuman, konduksi,
konveksi, radiasi, dan panas yang hilang melalui evaporasi (kulit dan pernafasan).
Suhu tubuh sebagai keseimbangan antara pelepasan dengan penerimaan panas.
Denyut Jantung
Respon Termoregulasi
Jantung adalah struktur otot (muscular) berongga yang bentuknya menyerupai kerucut dan siklus jantung adalah urutan peristiwa yang terjadi selama
suatu denyut lengkap. Faktor fisiologis yang mempengaruhi denyut jantung pada
hewan normal adalah spesies, ukuran, umur, kondisi fisik, jenis kelamin, tahap
kebuntingan, parturition, rangsangan, tahap laktasi, rangsangan, olah raga, posisi tubuh, aktivitas sistem pencernaan, ruminasi, temperatur lingkungan. Jantung
(Frandson 1992). Denyut jantung normal pada sapi dewasa adalah 55 - 80 kali/menit,
sedangkan pada pedet 100-120 kali/menit. Cara untuk mendeteksi denyut jantung
adalah dengan meraba arteri menggunakan jari hingga denyutan terasa. Pada sapi,
jika dalam kondisi tenang denyut jantung dapat dideteksi dari arteri pada rahang
bawah, arteri median, arteri koksigeal bagian tengah pada ekor, ±10 cm di bawah
anus (Kelly 1984).
Peningkatan denyut jantung merupakan respons dari tubuh ternak untuk
menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin. Ternak
yang terekspos temperatur lingkungan yang sangat tinggi atau sangat rendah dapat
menyebabkan peningkatan denyut jantung. Mekanismenya adalah peningkatan suhu
darah yang secara langsung mempengaruhi jantung, yang juga dipengaruhi oleh
penurunan tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral. Proses terakhir
adalah peningkatan jumlah adrenalin dan noradrenalin yang disekresikan untuk
pembentukan energi, dengan disertai sekresi hormon lainnya dari kelenjar endokrin,
sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung (Frandson 1992).
Respirasi
Dua fungsi utama dari sistem respirasi adalah menyediakan oksigen untuk
darah dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Fungsi-fungsi yang bersifat
sekunder meliputi membantu dalam regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam
tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air, dan pembentukan suara. Sistem
respirasi (pada alveolus) dapat mengatur kelembaban dan temperatur udara yang
masuk (dingin atau panas) agar sesuai dengan suhu tubuh (Ganong 1983). Sistem
respirasi terdiri dari paru dan saluran-saluran yang memungkinkan udara dapat
mencapai dan meninggalkan paru (Frandson 1992). Pusat respirasi pada burung dan
mamalia adalah di medula yang sensitif terhadap perubahan pH, temperatur darah,
dan faktor-faktor lain (Duke 1977). Medula adalah perpanjangan dari otak yang terletak sepanjang ruas tulang belakang. Bagian medula juga sensitif terhadap CO2
Aktivitas respirasi ditandai dengan pergerakan tulang rusuk, tulang dada, dan
perut (merespon kontraksi paru-paru dan pergerakan diafragma). Observasi aktivitas
respirasi lebih diutamakan saat ternak dalam posisi berdiri, karena posisi berbaring pada tekanan darah. Tekanan darah yang meningkat sedikit, menyebabkan
akan mempengaruhi respirasi, terlebih lagi pada ternak yang sedang sakit.
Pengontrolan frekuensi respirasi dengan cara berdiri pada salah satu sisi ternak, lalu
mengamati daerah dada dan perut, serta disarankan untuk mengobservasi ternak dari
kedua sisi, untuk mengetahui similaritas pergerakan kedua sisi. Kegiatan frekuensi
respirasi normal pada ternak sapi dewasa adalah 10-30 kali /menit, sedangkan pada
pedet sebanyak 15-40 kali/menit. Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada
peningkatan permintaan oksigen yaitu setelah olah raga, terekspos oleh suhu
lingkungan dan kelembaban relatif yang tinggi, dan kegemukan (Kelly 1984).
Suhu Rektal
Suhu tubuh menunjukkan kemampuan tubuh untuk melepas dan menerima
panas (Esmay 1982). Suhu tubuh atau suhu inti (core temperature) dapat dihitung pada beberapa lokasi pada tubuh. Lokasi yang biasa digunakan adalah rektal, karena
cukup mewakilkan dan kondisinya stabil. Suhu inti mendominasi penentuan suhu
tubuh (Robertshaw 1984). Temperatur rektal dan kulit saat siang hari meningkat
akibat dehidrasi, dan frekuensi respirasi dan temperatur tubuh berfluktuasi lebih
besar saat dehidrasi (Weeth et al. 2008). Perbaikan normothermis pada suhu inti tubuh bergantung pada konduksi panas dari inti tubuh ke kulit. Berkurangnya
intensitas vasokontriksi pheripheral dapat meningkatkan konduksi panas dari inti
tubuh ke kulit (terjadi perbaikan normotermis) dan mengurangi terjadinya
hyperthermia (Berman 2010).
Pengukuran suhu tubuh pada dasarnya sulit dilakukan, karena pengukuran
suhu tubuh merupakan resultan dari berbagai pengukur an di berbagai bagian tubuh
(Schmidt-Nielsen 1997). Suhu tubuh yang diukur dengan termometer klinis bukan
indikasi dari jumlah total yang diproduksi, tetapi hanya merefleksikan keseimbangan
antara suhu yang diproduksi dengan suhu yang dilepaskan. Walaupun temperatur
rektal tidak mengindikasikan temperatur tubuh pada hewan, tetapi rektal adalah
tempat yang tepat untuk menginformasikan temperatur tubuh. Suhu rektal ternak sapi
berumur di atas satu tahun berkisar 37.8-39.2oC dan ternak dibawah satu tahun
berkisar 38.6-39.8oC. Temperatur bagian dalam mungkin berubah seiring pertukaran
energi panas internal antara bagian dalam dan bagian luar tanpa penyimpanan atau
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada 11 Maret hingga 5 Juni 2011. Waktu penelitan
dibagi menjadi enam periode, setiap periode perlakuan dilaksanakan selama 14 hari.
Penelitian dilaksanakan di Kandang Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Kampus IPB Dramaga.
Materi Penelitian
Ternak dan Pakan
Ternak yang digunakan yaitu sapi dara Peranakan Fries Holland (PFH)
sebanyak enam ekor. Bobot badan pada awal penelitian antara 170-276 kg, dengan
nilai rataan sebesar 194±40 kg. Pemandian sapi dilakukan pada akhir setiap periode
perlakuan. Pakan yang digunakan terdiri atas hijauan dan konsentrat dengan rasio
60:40. Jenis hijauan yang digunakan sebagian besar adalah rumput gajah. Waktu
pemberian pakan terdiri atas dua jenis waktu, yaitu pemberian pakan pada pukul
08.00 dan 16.00 WIB (P1) dan pukul 05.00 dan 18.00 WIB (P2). Konsentrat terdiri
dari tiga jenis yaitu, konsentrat dengan TDN 70% (R1), TDN 75% (R2), dan TDN
75% (R3
Terdapat enam perlakuan yang diteliti, perlakuan merupakan kombinasi dari
perlakuan waktu pemberian pakan (P) dan perlakuan jenis konsentrat (R). Berikut
adalah enam kombinasi antara waktu pemberian pakan dengan jenis konsentrat : ) yang mengandung minyak kelapa 3.5% (% as feed). Pemberian bahan kering pakan sebanyak 2.5% dari bobot hidup dan penghitungan kebutuhan gizi
pakan mengacu pada petunjuk NRC (2001). Jumlah pakan yang diberikan pada
ternak setiap periode dapat dilihat pada Lampiran 2.
R1P1
R
: Perlakuan pemberian konsentrat TDN 70% dengan waktu pemberian pagi
pukul 08.00-08.20 WIB dan sore pukul 16.00-16.20 WIB.
2P1
R
: Perlakuan pemberian konsentrat TDN 75% dengan waktu pemberian pagi
pukul 08.00-08.20 WIB dan sore pukul 16.00-16.20 WIB.
3P1: Perlakuan pemberian konsentrat TDN 75% yang mengandung minyak kelapa
3.5%, dengan waktu pemberian pagi pukul 08.00-08.20 WIB dan sore pukul
R1P2
R
: Perlakuan pemberian konsentrat TDN 70%, dengan waktu pemberian pagi
pukul 05.00-05.30 WIB dan sore pukul 17.45-18.20 WIB.
2P2
R
: Perlakuan pemberian konsentrat TDN 75%, dengan waktu pemberian pagi
pukul 05.00-05.30 WIB dan sore pukul 17.45-18.20 WIB.
3P2
Tabel 3 Komposisi dan kandungan pakan penelitian (% as feed) : Perlakuan pemberian konsentrat TDN 75% yang mengandung minyak kelapa
3.5%, dengan waktu pemberian pagi pukul 05.00-05.30 WIB dan sore pukul
17.45-18.20 WIB.
Ket: Formulasi menggunakan software WinFeed 2.8.
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan berbentuk monitor dengan setiap individu sapi
menempati tiap petak kandang dengan ukuran 1 x 1.8 m, serta tinggi kandang 4 m,
tinggi ke monitor kandang 5 m, dengan atap asbes. Tempat air minum dan pakan
disediakan bersebelahan. Peralatan penelitian yang digunakan yaitu termometer
rektal (SAFETY, Japan), termometer bola kering dan bola basah (Dry-wet, Shanghai), termometer pengukur suhu permukaan kulit digital (Anritsu HI-2000,
(TAYLOR-Roschest, New York), pita ukur (RONDO), timbangan kapasitas 100 kilogram untuk hijauan, dan timbangan digital kapasitas 5 kg untuk konsentrat.
Parameter Penelitian
Parameter yang diamati terdiri atas unsur cuaca, respon fisiologis ternak,
kecepatan konsumsi pakan, kecepatan mengunyah, dan pertambahan bobot badan
(PBB). Faktor unsur cuaca yang diukur adalah suhu udara (Tdb), kelembaban udara
(RH), radiasi sinar matahari (Rad), dan kecepatan angin (Va). Temperature humidity
index (THI) juga diteliti dalam penelitian ini. Respon fisiologis ternak sapi yang diukur adalah denyut jantung (Hr), frekuensi pernafasan (Rr), suhu tubuh (bT), suhu
rektal (rT), suhu kulit (s
Pengukuran unsur cuaca, respon fisiologis, kecepatan konsumsi pakan, dan
kecepatan mengunyah dilakukan pada hari ke 4, 8, 12, dan 14. Pengukuran respon
fisiologis dilakukan setiap jam dari pukul 04.50-20.30 WIB. Pengukuran kecepatan
konsumsi pakan dilakukan saat pemberian pakan pagi dan sore. Pengukuran
kecepatan mengunyah dilakukan beberapa saat setelah ternak mengkonsumsi pakan
pagi (siang hari). PBB diukur pada setiap awal dan akhir periode perlakuan. T).
Metode Pengukuran Parameter
1. Pengukuran suhu dan kelembaban udara di dalam kandang dengan menggunakan
termometer bola basah dan bola kering.
2. Indeks suhu kelembaban (THI) mengacu pada Yousef (1984) yaitu: THI= Tdb +
0.36Td + 41.2; Tdb= suhu bola kering (oC) dan Td= dew point/titik embun (o 3. Kecepatan angin diukur menggunakan anemometer digital yang diletakkan di sisi
tempat ventilasi kandang. Kecepatan angin diukur selama 3 menit kemudian
dibaca kecepatan rata-rata per detiknya dengan satuan adalah m/s.
C).
4. Radiasi matahari diukur dengan lux meter. Satuan pengukurannya Lux.
5. Denyut jantung diukur dengan menempelkan stetoskop di dekat tulang axilla
sebelah kiri (dada sebelah kiri) selama dua puluh detik, kemudian dikonversi
menjadi denyut jantung per menit.
6. Frekuensi respirasi diukur setelah pengukuran denyut jantung dengan cara
pernafasan selama dua puluh detik, kemudian dikonversi menjadi respirasi per
menit.
7. Suhu kulit (sT) diukur di empat titik lokasi pengukuran yaitu punggung (A), dada
(B), tungkai atas (C), dan tungkai bawah (D). Rataan suhu permukaan kulit
dihitung berdasarkan rumus Mc Lean et al. (1983); sT = 0.25 (A+B) + 0.32 C + 0.18 D.
Gambar 3 Lokasi pengukuran suhu permukaan kulit (o
8. Suhu rektal (rT) diukur dengan memasukkan termometer klinis ke dalam rektal
sedalam ±10 cm selama 1.5 menit.
C).
9. Suhu tubuh (bT), dihitung dari suhu permukaan kulit (sT) dan menjumlahkan
dengan suhu rektal (rT) menurut McLean et al. (1983). Suhu tubuh (bT) dihitung dengan rumus : bT = 0.86 rT + 0.14 sT.
10.Kecepatan konsumsi pakan dihitung dengan menghitung waktu yang diperlukan
untuk mengkonsumsi pakan, lalu dikonversi menjadi gram per menit.
11.Kecepatan mengunyah dihitung beberapa jam setelah ternak mengkonsumsi
pakan pagi (pada siang hari). Penghitungan dilakukan selama satu menit dengan
satuan penghitungan adalah jumlah mengunyah per menit.
12.Pertambahan bobot badan (PBB) diukur setiap periode perlakuan dengan cara
mengurangkan bobot badan pada akhir tiap periode dengan bobot badan awal
setiap periode yang sama.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (BSL).
Susunan hasil pengacakan perlakuan pada penelitian ini dengan menggunakan
metode bujur sangkar latin (6 x 6) sebagai berikut :
Tabel 4 Rancangan Bujur Sangkar Latin
Model matematik pada rancangan percobaan mengacu pada Matjik dan
Sumertajaya (2006) :
: pengamatan dari sapi ke-i, periode ke-j, dan perlakuan ke-k
αi β
: pengaruh aditif dari kondisi sapi (efek kolom)
j τ
: pengaruh aditif dari kondisi periode (efek baris)
k ε
: pengaruh aditif dari perlakuan
ijk
Analisis Data
: galat percobaan pada sapi ke-i, periode ke-j, dan perlakuan ke-k.
Data unsur cuaca, respon fisiologis ternak, kecepatan konsumsi pakan,
frekuensi memamah biak, dan PBB dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan
nilai rataan, standar deviasi, dan grafik fluktuasinya. Analisis respon fisiologis ternak
penelitian berdasarkan pada data hari kedua belas dan empat belas. Analisis
difokuskan pada saat cuaca berpotensi mencekam kondisi fisiologis ternak, dengan
menggunakan Analisis Deskriptif dan Bujur Sangkar Latin. Uji lanjut antar
perlakuan menggunakan Uji Tukey dan Analisis Kontras Ortogonal. Analisis
korelasi juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara respon fisiologis dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Unsur Cuaca Kandang Penelitian
Kisaran suhu udara harian di lingkungan penelitian antara 23-32oC,
kelembaban udara antara 61-89 %, radiasi matahari antara 31-796 Lux, kecepatan
angin antara 0-0.5 m/s, dan nilai THI antara 72-82 (Tabel 5). Cuaca lingkungan yang
optimal mungkin terjadi bila seluruh unsur cuaca berada pada kisaran normal sebagai
salah satu faktornya. Berdasarkan nilai suhu dan kelembaban udara tersebut, maka
lingkungan ternak berpotensi memberikan cekaman fisiologis pada sapi peranakan
Fries Holland (FH). Zona termonetral ternak berada pada suhu udara antara 13-25oC
dan kelembaban udara antara 50-60% (McNeilly 2001). Penampilan produksi terbaik
sapi perah peranakan FH akan dicapai pada suhu lingkungan 18.3o
Tabel 5 Rataan suhu udara, kelembaban udara, THI, radiasi matahari, dan kecepatan angin selama Maret-Juni 2011 pada pagi, siang, dan sore
C dan kelembaban
55% (Sutardi 1981). Perubahan-perubahan pada panas lingkungan sangat tergantung
pada kondisi udara lingkungan (suhu udara, kecepatan angin, kelembaban udara,
panas radiasi, kepadatan kandang) dan juga pada karakter pelepasan panas metabolis
tubuh ternak (Berman 2008).
Pada pagi hari suhu udara relatif sesuai untuk ternak, akan tetapi kelembaban
kurang sesuai, karena berada di atas kisaran normal. Suhu udara, THI, dan radiasi
matahari meningkat saat menjelang siang hari, akan tetapi kelembaban udara
menurun. Penurunan nilai kelembaban tersebut tetap pada nilai yang berpotensi
memberikan cekaman panas pada ternak.
Kondisi cuaca pada sore hari relatif sama dengan pagi hari, yaitu cekaman
udara lebih disebabkan oleh kelembaban udara. Rataan nilai THI pada sore hari
sebesar 75 (cekaman ringan). Suhu udara dan radiasi sinar matahari pada sore hari
menurun, sedangkan kelembaban udara meningkat. Peningkatan kecepatan angin
pada sore hari relatif belum cukup untuk mengurangi beban panas tubuh ternak.
Kelembaban udara tersebut dapat menjadi faktor penghambat proses konveksi dan
evaporasi ternak. Kelembaban adalah faktor pembatas stres panas pada iklim lembab,
sedangkan
Pada pukul 12.00, nilai rataan THI adalah yang tertinggi di lokasi penelitian,
yaitu sebesar 82. Berdasarkan klasifikasi Pennington dan VanDevender (2004), nilai
THI pada pukul 12.00 tersebut mengindikasikan adanya cekaman panas sedang pada
ternak. Cekaman panas menengah (sedang) ditandai dengan terjadinya pelepasan
panas tubuh sebanyak 50% melalui proses respirasi (Berman 2005). Peningkatan
pemahaman efek cuaca pada siang hari menuntut peternak untuk memaksimalkan
efek positif dan meminimalkan efek negatifnya (Collier et al. 2006). Pemberian pakan lebih awal/hari gelap dan pemberian pakan yang memiliki heat increament
relatif rendah disarankan untuk dilakukan bila pada siang hari ada cekaman cuaca
panas di lokasi peternakan.
suhu udara kering adalah faktor pembatas stres panas pada iklim kering
(Bohmanova 2007).
Kecepatan angin meningkat pada siang dan sore hari. Lee dan Keala (2005)
menyatakan bahwa pemberian kecepatan angin 1.12-1.30 m/s akan membantu sapi
FH mengatasi cekaman panas. Angin dapat berfungsi mengalirkan udara yang
bersuhu lebih tinggi di sekitar ternak ke tempat yang lain. Angin juga dapat
membantu proses konveksi dan evaporasi panas dari tubuh ternak ke lingkungan.
Transfer panas dengan konveksi dan evaporasi antara ternak dengan lingkungan
dipengaruhi oleh kecepatan angin sebanyak 25%. Angin dapat digunakan untuk
angin pada siang dan sore hari di lokasi penelitian masih relatif rendah, yaitu sebesar
0.4 m/s. Pada siang hari, kecepatan angin meningkat seiring meningkatnya suhu
udara dan radiasi matahari, sehingga peningkatan kecepatan angin tersebut belum
banyak berpengaruh pada penurunan cekaman panas tubuh ternak.
Pengaruh Manajemen Waktu Pemberian dan Kualitas Pakan terhadap Respon Fisiologis Ternak
Pengaruh Perlakuan terhadap Denyut Jantung
Kisaran denyut jantung harian ternak antara 62-88 kali/menit. Kisaran
tersebut sebagian masih dalam kisaran normal. Kisaran denyut jantung normal yaitu
antara 50-80 kali/menit (Kelly 1984). Pada pagi hari, peningkatan denyut jantung
terjadi satu jam setelah ternak mengkonsumsi pakan (Gambar 5). Peningkatan pada
ternak yang diberi pakan pukul 05.00 masih terjadi hingga empat jam setelah ternak
mengkonsumsi pakan. Konsumsi energi pada sapi menyebabkan peningkatan
produksi panas (Brosh et al. 1998). Kadar energi yang lebih tinggi menyebabkan produksi panas metabolis lebih tinggi dan selanjutnya dapat memicu peningkatan
respon fisiologis termasuk denyut jantung.
Gambar 5 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi pakan pada pukul 08.00 & 16.00 WIB (P1/) dan 05.00 & 18.00 WIB (P2
Pada siang hari, cuaca kandang berpotensi memberikan cekaman cuaca
panas. Pada kondisi tersebut ternak cenderung berbaring sehingga nilai denyut
jantung cenderung menurun. Puncak cekaman cuaca panas terjadi pada pukul 12.00
(siang) dengan suhu udara sebesar 32
/ ).
o
C, kelembaban udara 63%, dan nilai THI
sebesar 82 (cekaman sedang). Pada penelitian ini, denyut jantung ternak pada siang
hari masih pada kisaran normal yaitu antara 62-77 kali/menit. Saat cekaman panas
tertinggi (pukul 12.00), rataan denyut jantung ternak penelitian juga masih normal,
berkisar antara 63-71 kali/menit. Kisaran normal denyut jantung yaitu antara 50-80
kali/menit (Kelly 1984) dan pada saat ada cekaman suhu udara (32o
Tabel 6 Rataan denyut jantung ternak pada siang hari (kali/menit) C), denyut
jantung mencapai 79 kali/menit (Schütz et al. 2009). Ternak yang diberi pakan pagi lebih awal (pukul 05.00), cenderung mempunyai denyut jantungnya lebih rendah
dibanding denyut jantung ternak yang diberi pakan pagi pukul 08.00.
Pukul Perlakuan Ket: R1P1: Konsentrat TDN 70% pukul 08.00 & 16.00; R2P1: Konsentrat TDN 75% pukul 08.00 &
16.00; R3P1: Konsentrat TDN 75% dengan minyak kelapa 3.5% pada pukul 08.00 & 16.00; R1P2: Konsentrat TDN 70% pada pukul 05.00 & 18.00; R2P2: Konsentrat TDN 75% pada pukul 05.00 & 18.00; R3P2
Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (P>0.05).
: Konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa 3.5% pada pukul 05.00 & 18.00.
Gambar 6 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi perlakuan pemberian pakan pada pukul 05.00 & 18.00 WIB (P2/ ), perlakuan penggunaan minyak 3.5% dalam konsentrat dengan TDN 75% (R3/ ), dan perlakuan penganginan dan penyiraman () pada siang hari (Ismail 2006).
Hasil penelitian Ismail (2006) menunjukkan bahwa, perlakuan kombinasi
penganginan dan penyiraman saat ada cekaman cuaca panas berpotensi menurunkan
frekuensi denyut jantung. Penganginan dan penyiraman dapat mempermudah
pelepasan panas tubuh ke lingkungan, sehingga berpotensi menjaga kestabilan
denyut jantung saat ada cekaman cuaca panas. Berdasarkan hasil penelitian Stewart
et al. (2010), usaha menjaga kestabilan denyut jantung juga dapat dilakukan secara hormonal, yaitu dengan memberikan hormone epinephrine. Saat infuse hormon epinephrine, konsentrasi norepinephrine pada plasma menurun setengah dan denyut
jantung menurun hingga 9.3±3.3 kali/menit.
Pada penelitian ini, perlakuan pemberian pakan pada hari gelap (pukul 05.00
dan 18.00 WIB), berpotensi memberi efek terhadap denyut jantung menjadi lebih
rendah dibanding perlakuan pemberian minyak kelapa dalam konsentrat dan
kombinasi penganginan dan penyiraman saat ada cekaman cuaca panas (Gambar 6).
Pemberian pakan lebih awal dapat mencegah terjadinya stres ganda. Stres ganda
yang dimaksud adalah adanya peningkatan denyut jantung dan respon-respon
fisiologis lainnya yang diakibatkan oleh adanya cekaman cuaca panas lingkungan
yang bersamaan dengan puncak produksi panas tubuh hasil metabolisme pakan.
Tekanan darah dan denyut jantung berfluktuasi secara kontinyu setiap saat di bawah
beberapa mekanisme pengaturan, seperti aktivitas syaraf otonom, faktor-faktor
hormonal, dan respirasi untuk menjaga homeostasis kardiovaskuler (Yoshimoto et al.
2011).
Mekanisme peningkatan denyut jantung yaitu, terjadi peningkatan suhu darah
yang secara langsung mempengaruhi jantung dan juga adanya pengaruh penurunan
tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral. Perbedaan waktu pemberian
pakan memberikan efek yang berbeda terhadap kesesuaian nutrisi bagian peripheral
(Nikkhah et al. 2008). Proses terakhir adalah peningkatan jumlah adrenalin dan noradrenalin yang disekresikan untuk pembentukan energi, dengan disertai sekresi
hormon lainnya dari kelenjar endokrin, sehingga menyebabkan peningkatan denyut
jantung (Frandson 1992).
Pada siang hari, rataan denyut jantung cenderung lebih rendah pada ternak
yang pakan konsentratnya mengandung minyak kelapa dibanding yang tidak pada
pukul 12.00, ternak yang pakan konsentratnya mengandung 3.5% minyak kelapa
memiliki rataan denyut jantung yang lebih rendah (P<0.05) dibanding ternak yang
pakan konsentratnya tanpa minyak kelapa dengan kadar TDN yang sama (Tabel 6 &
7). Pada kondisi cuaca panas, pemberian minyak/lemak akan dapat membantu
mengurangi stres panas tubuh pada sapi laktasi (Soetanto 2002). Pemberian minyak
kelapa berpengaruh paling efektif terhadap proses metabolisme (Dänicke et al.
2001). Peranan minyak/lemak pada pakan adalah sebagai sumber energi melalui
konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis lemak menjadi VFA.
Gambar 7 Fluktuasi rataan denyut jantung ternak yang diberi konsentrat TDN 75% tanpa minyak kelapa (R2/) dengan yang diberi konsentrat TDN 75% mengandung minyak kelapa (R3/
Frekuensi Respirasi 0.048* 0.12 0.31
Suhu Rektal < 0.0001** 0.4 0.73
Suhu Kulit 0.41 0.5 0.04*
Suhu Tubuh 0.0002** 0.33 0.32
Ket: P1= konsumsi pukul 08.00 & 16.00; P2= konsumsi pukul 05.00 & 18.00; R1= konsentrat TDN 70%; R2 = konsentrat TDN 75%; R3