• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Persepsi Mutu Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus Coca Cola, Pepsi, Dan Big Cola Di Kota Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek Terhadap Persepsi Mutu Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus Coca Cola, Pepsi, Dan Big Cola Di Kota Bogor)"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KESADARAN DAN CITRA MEREK

TERHADAP PERSEPSI MUTU DAN MINAT BELI KONSUMEN

(Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)

NAUFAL IZA ABERDEEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Kesadaran Dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu Dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

NAUFAL IZA ABERDEEN. Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor). Dibimbing oleh MUHAMMAD SYAMSUN dan MUKHAMAD NAJIB.

Saat ini, terjadi perubahan persaingan pemasaran, yang lebih bersifat persaingan persepsi konsumen daripada persepsi produk. Hal ini dapat dibangun dengan cara memahami sudut pandang konsumen terhadap merek. Penelitian ini berupaya mengkaji kinerja kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen Bogor. Pada penelitian ini, merek minuman bersoda Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola menjadi bahan kajian, karena produk ini mampu menggambarkan salah satu persaingan merek yang ketat di pasar. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi karakteristik responden penelitian yang merupakan konsumen minuman bersoda; (2) menganalisis tingkat kesadaran dan asosiasi masing-masing merek di dalam benak konsumen minuman bersoda di kota Bogor; dan (3) menguji pengaruh antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2014 yang meliputi pengumpulan, pengolahan, dan analisis data. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode convenience sampling. Jumlah responden sebanyak 109 responden yang merupakan pengunjung Giant – Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. Sebanyak data 109 responden tersebut dipergunakan untuk mengetahui tingkat kesadaran konsumen dan penempatan asosiasi merek dalam benak konsumen. Kemudian, khusus 100 persepsi responden yang pernah mengkonsumsi objek merek ditelaah dengan bantuan Smart PLS 3 mengenai variabel kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen.

Coca Cola, Fanta, dan Sprite, menjadi merek pemuncak pikiran bagi responden. Merek Sprite, Fanta, dan Pepsi berturut-turut menjadi tahap ingatan merek bagi responden. Mayoritas responden mengingat merek Big Cola di tahap pengenalan merek. Pengujian menghasilkan asosiasi berbeda-beda bagi masing-masing merek yang diujikan. Asosiasi dari merek Coca Cola adalah minuman menyegarkan, mudah diperoleh, dan produk dengan iklan menarik. Asosiasi dari merek Pepsi hanya ada dua saja, yaitu minuman yang menyegarkan dan halal. Big Cola memiliki asosiasi sebagai minuman menyegarkan, halal, memiliki harga terjangkau, mudah diperoleh, dan mempunyai volume yang memuaskan.

(6)

SUMMARY

NAUFAL IZA ABERDEEN. The Effect of Brand Awareness and Image on Consumer Perceived Quality and Purchase Intension (Case Studies of Coca Cola, Pepsi, and Big Cola at Bogor City). Supervised by MUHAMMAD SYAMSUN and MUKHAMAD NAJIB.

Marketing competition has changed from product perception into consumer perception. Consumer percecption can be built by understanding consumer’s point of view about a product. This research is intended to study the performance of brand awareness and image towards consumer perceived quality and purchase intention in Bogor. Three carbonated drink brands were investigated in this research; Coca cola, Pepsi, and Big Cola. Those brands represented high marketing competition. This research goal are (1) to identify the carbonated drink consumer’s characteristic in Indonesia; (2) to analyze customer’s brand awareness level and brand association from each brand in Bogor City; and (3) to test the affect between brand awareness, brand image, perceived quality, and purchase intention based on Coca Cola, Pepsi, and Big Cola customer.

The research began from June to August 2014, including data collection, data processing, and data analyzing. Convenience sampling was used as the research sampling method of 109 respondents, which was conducted at Giant – Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. As much as 109 respondents’ perception data was used to identify consumer’s awareness level and brand association’s positioning. Specifically, 100 respondents’ perception that have been consuming Coca Cola, Pepsi, and Big Cola, was calculated with Smart PLS 3 to analyze the relationship between brand awareness, brand image, perceived quality, and consumer’s purchase intention.

The result shown that Coca Cola, Fanta, and Sprite were the top of mind brand due to respondents. Sprite, Fanta, and Pepsi consecutively have become respondents’ brand recall. Majority of respondents’ recollection considered Big Cola as a brand recognition. Associations of Coca Cola were refreshing drink product, easy to purchase, and interesting advertisement. Associations of Pepsi were refreshing and halal drink product. Associations of Big Cola were refreshing, halal, affordable, easy to purchase, and large product volume.

The result for Coca Cola and Pepsi shown that brand awareness affects brand image, brand image affects perceived quality, and perceived quality significantly affects consumer purchase intention. However, there were different results for Big Cola brand in which brand awareness directly affects perceived quality, and brand image directly affects consumer purchase intention.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Progam Studi Ilmu Manajemen

NAUFAL IZA ABERDEEN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)

Judul Tesis : Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)

Nama : Naufal Iza Aberdeen NIM : H251120454

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Ujian: 28 September 2016 Tanggal Lulus: Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M. Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc

Ketua

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen (Studi Kasus: Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola di Kota Bogor)” dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas akhir pada Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Proses penyusunan tesis ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2014 dengan berbagai hambatan yang dihadapi oleh penulis. Namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc dan Bapak Dr. Mukhamad Najib, S.TP, MM selaku komisi pembimbing. Ungkapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Dr Ir Jono M. Munandar, M.Sc dan Dr. Heti Mulyati, S.TP, MT selaku penguji yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua (Bapak Dadang Mulyana dan Ibu Verina Mulyana), adik saya (Buhaira Iza Muhammad), pendamping saya (Misshelly Frestica).

2. Kongkouw Coffee House, dan rekan-rekan kerja atas doa, dukungan dan semangatnya.

3. Teman-teman Magister Ilmu Manajemen khususnya angkatan 2012 atas kebersamaan dan bantuan selama perkuliahan.

4. Bapak/Ibu dosen pengajar dan staf karyawan Pasca Sarjana Ilmu Manajemen, Institut Pertanian Bogor atas bantuan selama perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN ii

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Ruang Lingkup 4

Manfaat Penelitian 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 5

Merek 5

Sudut Pandang Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan 6

Kesadaran dan Citra Merek 6

Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen 7

Penelitian Terdahulu 9

3. METODOLOGI 11

Kerangka Pemikiran Penelitian 11

Variabel dan Indikator Penelitian 13

Pengumpulan dan Analisis Data 15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Karakteristik Responden 17

Merek Minuman Bersoda di Benak Konsumen 17

Media Pemasaran Merek 19

Asosiasi Merek Minuman Bersoda menurut Konsumen 20 Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap 24 Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen

Implikasi Manajerial 34

5. SIMPULAN DAN SARAN 36

Simpulan 36

Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

LAMPIRAN 40

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di 3 Indonesia

Tabel 2 Definisi operasional variabel penelitian 14

Tabel 3 Karakteristik responden 17

Tabel 4 Merek pemuncak pikiran konsumen menurut responden 18

Tabel 5 Ingatan merek menurut responden 19

Tabel 6 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola 21 Tabel 7 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Pepsi 22 Tabel 8 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Big Cola 23 Tabel 9 Fungsi dan standar setiap aspek analisis outer dan inner model 24

Tabel 10 Penerimaan hipotesis analisis SEM 33

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia 2

Gambar 2 Tingkatan kesadaran merek 7

Gambar 3 Kerangka pemikiran 12

Gambar 4 Model analisis keterkaitan variabel laten 13

Gambar 5 Model path akhir merek Coca Cola 25

Gambar 6 Model bootstraping direct effect merek Coca Cola 27

Gambar 7 Model path akhir merek Pepsi 28

Gambar 8 Model bootstraping direct effect merek Pepsi 30

Gambar 9 Model path akhir merek Big Cola 31

Gambar 10 Model bootstraping direct effect merek Big Cola 33 Gambar 11 Pengaruh antar variabel laten model merek Coca Cola 34 dan Pepsi

Gambar 12 Pengaruh antar variabel laten model merek Big Cola 34 Gambar 13 Alternatif pertama hasil analisis jalur pengaruh antar 35 variabel

Gambar 14 Alternatif kedua hasil analisis jalur pengaruh antar 35 variabel

Gambar 15 Alternatif ketiga hasil analisis jalur pengaruh antar 35 variabel

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Wawancara Pendahuluan I 40

Lampiran 2 Wawancara Pendahuluan II 44

Lampiran 3 Wawancara Pendahuluan III 47

Lampiran 4 Kuesioner 50

(16)
(17)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Merek merupakan sebuah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau kombinasi dari seluruhnya, yang bertujuan untuk mengidentifikasi barang-barang maupun jasa dari suatu kelompok penjual dan untuk membedakan produk mereka dari para pesaing (Kotler dan Keller 2009). Fungsi merek sebagai pembeda ini pun menjadikan konsumen lebih percaya terhadap satu merek daripada merek lain. Selain itu, merek akan mempermudah konsumen untuk menentukan pembelian produk, jika memasuki suatu toko yang penuh dengan beragam produk sejenis.

Saat ini, pengembangan kekuatan merek telah menjadi fokus utama dalam manajemen pemasaran. Upaya ini dilakukan oleh berbagai perusahaan untuk memenangkan persaingan pasar yang semakin ketat. Merek yang kuat merupakan merek yang tertanam di dalam benak konsumen, sehingga preferensi konsumen diharapkan akan terpengaruhi secara positif.

Rastiardi, dosen Sekolah Tinggi Desain Interstudi (STDI) Jakarta, dalam wawancara pendahuluan (Agustus 2014) menyatakan bahwa perkembangan penggunaan merek tidak dapat dikembangkan begitu saja tanpa keterkaitan dengan formula, fitur, dan manfaat produk. Pengembangan dan penggunaan merek akan menjadi dominan, ketika pengembangan formula sudah optimal dan ruang untuk peningkatan ulang produk sudah sempit (Lampiran 1).

Salah satu tayangan di saluran televisi BBC Knowledge, Secrets of The Superbrands (2011), memaparkan fakta unik mengenai merek. Secrets of The Superbrands melakukan penelitian sederhana menggunakan produk kacang polong kalengan Heinz. Penelitian dilakukan dengan memberikan sampel produk kacang polong Heinz kepada pejalan kaki di satu kota di Eropa. Pemberian sampel tersebut menggunakan dua kemasan yang berbeda, yaitu kaleng bermerek Heinz dan kaleng bermerek lain. Mayoritas responden menyatakan kacang polong dalam kaleng Heinz memiliki mutu yang lebih baik daripada kacang polong di dalam kaleng lain. Hasil pengujian sederhana tersebut mengejutkan, mengingat semua sampel kacang polong yang digunakan adalah produk kacang polong Heinz yang sama persis. Hasil ini menunjukkan bahwa kekuatan merek dapat mempengaruhi persepsi mutu dan preferensi konsumen terhadap pilihan merek yang ada.

Kasus di atas mempertegas kebutuhan kekuatan merek di dalam pemasaran suatu produk. Kemudian, berbagai fakta yang ada juga memunculkan indikasi bahwa terdapat pergeseran fokus utama persaingan terkini. Fokus persaingan telah bergeser dari pengembangan produk kepada pengembangan merek dan persepsi konsumen.

Kenyataan ini diperkuat oleh pendapat Aaker (1997). Aaker berpendapat bahwa telah terjadi perubahan persaingan pemasaran, yang lebih bersifat persaingan persepsi konsumen daripada persaingan produk. Persepsi konsumen dapat dibangun dengan cara memahami perilaku konsumen terhadap merek. Semakin suatu merek dianggap bergengsi oleh konsumen, maka semakin tinggi ekuitas merek tersebut. Kekuatan merek akan menarik minat konsumen untuk mengkonsumsi produk tertentu.

(18)

mulai peduli kepada pengembangan merek, seperti Sari Wangi dan Sosro. Mayoritas produsen yang betul-betul sudah mengembangkan merek adalah produk luar negeri yang diproduksi di Indonesia, seperti Intel, Coca Cola, dan lain-lain. Jadi, belum ada produsen dalam negeri yang memperhatikan pengembangan merek secara baik (Lampiran 2).

Berikutnya, hasil wawancara pendahuluan lain (Agustus 2014) dengan dosen desain grafis dari Universitas Tarumanegara, Sumpena, mengutarakan bahwa merek dalam negeri Indonesia belum mampu bersaing secara baik. Merek dalam negeri sering lebih mampu bersaing secara lokal atau regional saja. Mayoritas produsen Indonesia lebih menyenangi penjualan komoditi atau barang setengah jadi yang lebih mudah dijual dalam jumlah besar. Merek Indonesia tidak direncanakan sesuai dengan keinginan pasar dan bersifat jangka pendek (Lampiran 3).

Beberapa gambaran pemerekan di atas menimbulkan kebutuhan referensi penelitian yang mampu meningkatkan perhatian terhadap pengembangan merek di Indonesia. Penelitian tersebut harus bisa menjelaskan pengaruh aspek-aspek pengetahuan merek terhadap respon konsumen.

Salah satu jenis produk yang mengalami persaingan ketat di Indonesia adalah produk minuman bersoda. Gambar 1 memperlihatkan minuman bersoda sebagai salah satu produk dengan pangsa pasar besar, yaitu 8%, peringkat ke-5 dari total keseluruhan pasar minuman dalam kemasan di Indonesia (Cekindo.com, 2010).

Gambar 1 Pangsa pasar minuman dalam kemasan di Indonesia sumber : www.cekindo.com (2010)

(19)

produk minuman bersoda diperkirakan mencapai 747 000 000 liter. Jumlah ini membuat minuman bersoda menjadi salah satu Minuman Dalam Kemasan (MDK) dengan penjualan nasional tertinggi. Tabel 1 menerangkan perkembangan dan perkiraan penjualan minuman ringan di Indonesia.

Tabel 1 Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di Indonesia Tahun

Sumber : *) Data perkiraan penjualan minuman ringan dalam Foodreview Indonesia (2011)

**) Diolah dengan menggunakan rumus laju pertumbuhan majemuk tahunan(LPMT)dalam

TIBCO (2016)

Meskipun mengalami pertumbuhan positif, kenaikan jumlah penjualan minuman bersoda masih belum secepat produk teh dan air dalam kemasan. Berdasarkan data di atas, minuman bersoda mempunyai laju pertumbuhan majemuk tahunan (LPMT) dari penjualan sebesar 2.46% per tahun. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penjualan jenis produk teh dan produk air dalam kemasan, yang masing-masing memiliki kenaikan senilai 7.44% dan 7.31% per tahun. Data di atas mencerminkan bahwa minuman bersoda memiliki permasalahan dalam mengejar persaingan pasar, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kinerja aspek merek minuman bersoda.

Salah satu bagian penting dari pemasaran produk adalah pendayagunaan pengetahuan merek (kesadaran dan citra merek) dalam pembentukan persepsi mutu dan minat beli konsumen (Keller 2008). Jumlah penelitian tentang efek pengetahuan merek pada persepsi mutu dan minat beli di Indonesia pun sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk memahami persoalan tersebut.

(20)

Penelitian ini tidak langsung mengkaji merek lokal sebagai objek, tetapi memperhitungkan merek multi nasional terlebih dahulu sebagai contoh kinerja merek dalam pemasaran minuman bersoda di Indonesia. Penelitian ini diawali dengan penelaahan tingkat kesadaran dan asosiasi merek yang ada dan dilanjutkan kepada perbandingan kinerja pengaruh kesadaran dan citra merek lama, menengah dan baru, terhadap persepsi mutu dan minat beli. Merek yang mewakili masing-masing usia pemasaran adalah Coca Cola, Pepsi Cola, dan Big Cola. Secara khusus, penelitian ini menguji keterkaitan antara kesadaran dan citra merek dengan persepsi mutu serta minat beli konsumen minuman bersoda di Kota Bogor.

Rumusan Masalah

Latar belakang membuat penulis berupaya untuk menjawab beberapa pertanyaan dari rumusan masalah berikut.

1. Bagaimana karakteristik konsumen minuman bersoda di kota Bogor?

2. Bagaimana tingkat kesadaran dan asosiasi di dalam benak konsumen terhadap minuman bersoda di kota Bogor?

3. Apa pengaruh yang terjadi antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola?

Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi karakteristik responden penelitian yang merupakan konsumen minuman bersoda.

2. Menganalisis tingkat kesadaran dan asosiasi masing-masing merek di dalam benak konsumen minuman bersoda di kota Bogor.

3. Menguji pengaruh antara aspek kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola.

Ruang Lingkup

Penelitian ini secara khusus dilaksanakan untuk mengkaji hubungan yang ada antara kesadaran dan citra merek dengan persepsi mutu dan minat beli konsumen. Konsumen yang menjadi sampel diambil dari beberapa toko swalayan di kota Bogor (dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3). Merek yang dijadikan bahan uji kuisioner mengenai persepsi mutu dan minat beli konsumen adalah jenis produk minuman bersoda. Penelitian ini menggunakan tiga merek produk dengan lama dagang yang berbeda, Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Tingkat kekuatan merek masing-masing bahan uji tidak secara rinci dengan menggunakan elemen ekuitas merek, melainkan hanya diasumsikan berdasarkan observasi sederhana.

Manfaat Penelitian

(21)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Merek

Keller (2008) menerangkan bahwa istilah merek telah ada selama berabad-abad yang digunakan sebagai pembeda barang dari satu produsen dengan produsen yang lain. Merek, dalam bahasa inggris brand, berasal dari kata “brandr” dalam bahasa Old Norse yang berarti “membakar”. Makna kata ini mendasari makna merek yang pada awalnya memang merupakan istilah penandaan kepemilikan hewan oleh peternak.

American Marketing Association dalam Kotler dan Keller (2009), menjelaskan bahwa merek adalah nama, tanda, istilah, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang berfungsi untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing.

Secara khusus, merek berperan dalam mengidentifikasi sumber atau pembuat produk dan memungkinkan konsumen untuk menuntut tanggung jawab atas kinerja produk kepada produsen atau distributor. Merek pun menyederhanakan kerja perusahaan dalam penanganan dan penelusuran produk, mengatur catatan persediaan dan akuntansi, menawarkan perlindungan hukum untuk fitur atau aspek unik produk, serta menyediakan keamanan investasi dalam merek dan mendapatkan keuntungan dari sebuah aset yang berharga. Kemudian, merek menandakan tingkat mutu tertentu, sehingga pembeli yang puas dapat dengan mudah memilih produk kembali. Merek menciptakan penghalang yang mempersulit perusahaan lain untuk memasuki pasar dan mengamankan keunggulan kompetitif. Merek juga menjaga tingkat harga premium suatu produk (Kotler dan Keller 2009).

Fungsi merek sebagai alat pembeda dan pengidentifikasi produk telah berkembang menjadi alat pemasaran utama di tengah persaingan pasar dunia. Saat ini, globalisasi telah mengubah dunia dengan cara yang tidak terbayangkan berabad-abad sebelumnya. Beberapa perusahaan telah mengoperasikan bisnis di lebih dari 100 negara, menjual produk di dua kali lipat jumlah negara tempat operasinya, dan menghasilkan pemasukan global yang lebih besar daripada Produk Domestik Bruto (PDB) dari banyak negara. Melalui eksploitasi kemajuan teknologi komunikasi, perusahaan global modern dapat bergerak secara cepat, gesit, dan efektif ketika timbul kebutuhan pasar (Gregory dan Wiechmann 2001).

Kotabe dan Helsen (2010) menggambarkan bahwa perkembangan persaingan merek di dunia telah semakin ketat. Hal ini mengakibatkan perusahaan berupaya semaksimal mungkin dalam penyeragaman merek di seluruh dunia. Semakin seragam formulasi produk, manfaat inti dan penawaran nilai, serta penempatan produk, maka akan semakin mudah bagi perusahaan untuk memperoleh skala ekonomis yang tinggi. Akan tetapi, upaya perusahaan tersebut menghadapi halangan berupa perbedaan budaya dan keinginan konsumen di setiap negara, sehingga perusahaan menyediakan beberapa produk dengan merek berdesain lokal untuk menjaga janji merek.

(22)

tinjauan dilanjutkan kepada definisi persepsi konsumen yang akan menghasilkan kekuatan merek.

Sudut Pandang Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan

Kotler dan Keller (2009) mendefinisikan ekuitas merek sebagai nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, serta harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.

Keller (2008) menjelaskan lebih lanjut mengenai salah satu sudut pandang ekuitas merek, yaitu ekuitas merek berbasis pelanggan. Ekuitas merek berbasis pelanggan adalah pengaruh diferensial yang dimiliki pengetahuan merek pada respon konsumen terhadap upaya pemasaran dari suatu merek. Sebuah merek mempunyai ekuitas merek berbasis pelanggan positif, jika konsumen bereaksi lebih baik pada satu produk dan caranya dipasarkan ketika mereknya teridentifikasi daripada tidak. Terdapat tiga inti ekuitas merek berbasis pelanggan, antara lain pengaruh diferensial, pengetahuan merek, dan respon konsumen terhadap pemasaran. Pertama, ekuitas merek timbul dari perbedaan respon konsumen. Nama merek sebuah produk dapat dikatakan sebagai komoditi atau produk versi generik, apabila tidak mempunyai perbedaan respon konsumen. Kedua, perbedaan tersebut dihasilkan oleh pengetahuan konsumen mengenai merek. Proses pembelajaran, perasaan, pengelihatan dan pendengaran konsumen mengenai merek menjadi pengalaman konsumen. Inti ketiga adalah respon konsumen itu sendiri terhadap merek, yang dicerminkan oleh persepsi, preferensi, dan perilaku berkaitan dengan seluruh aspek pemasaran merek.

Kesadaran dan Citra Merek

Pengaruh merek hanya akan terjadi pada saat merek telah berdiam di dalam benak dan perasaan pelanggan dan pemangku kepentingan lain. Jika tidak ada yang sadar tentang suatu merek, maka merek tersebut dapat dikatakan tidak mempunyai nilai. Hal ini dikarenakan oleh ketidakmampuan merek tersebut dalam memberikan dampak bagi keputusan pembelian pelanggan. Tentu pada umumnya, konsumen akhir tidak terlalu peduli mengenai merek beberapa produk dasar, seperti sapu, susu, atau korek api. Akan tetapi, pihak menengah seperti pengecer akan sangat memperhatikan seluruh merek produk sebelum membeli dan menjual kembali produk tersebut di toko (Duncan 2005).

Selanjutnya, bagian lain dalam penciptaan pengetahuan merek adalah pembentukan citra merek positif di pikiran konsumen. Pemasar sering menerapkan strategi penurunan harga agar menarik lebih banyak penjualan. Strategi ini menghasilkan hasil baik di satu titik, tetapi penerapan yang terlalu lama akan merusak kepercayaan konsumen terhadap merek. Konsumen akan berpikir bahwa produk tersebut adalah produk bermasalah, sehingga dijual dengan harga rendah. Oleh karena itu, cara pengenalan atau penjualan yang tidak tepat pun beresiko menurunkan citra merek (Tuckwell 2008).

(23)

Keller (2008) memberikan ilustrasi sederhana mengenai kesadaran dan citra merek dengan model jaringan memori asosiatif. Kesadaran merek dianalogikan sebagai kekuatan node atau jejak merek dalam memori konsumen, yang menandakan kemampuan konsumen untuk mengidentifikasi merek di bawah kondisi berbeda. Citra merek dilambangkan sebagai jalur atau rantai asosiasi merek di memori konsumen. Kesadaran merek terdiri atas dua komponen, yaitu pengenalan dan ingatan merek. Dua komponen tersebut pun menjadi indikator yang menentukan seberapa besar kesadaran konsumen kepada suatu merek.

Durianto et.al. (2004) mengilustrasikan beberapa tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek ke dalam empat tingkatan. Gambar 2 menerangkan keempat tingkatan tersebut.

Gambar 2 Tingkatan kesadaran merek

Ketidaksadaran merek adalah tingkat kesadaran merek yang paling rendah di dalam benak konsumen. Pengenalan merek menjadi tingkat awal bagi benak konsumen untuk mengenal suatu merek. Kemudian, kemampuan pengenalan merek meningkat setelah konsumen mampu mengingat suatu merek atau berada pada tingkat ingatan merek. Tingkat kesadaran merek paling tinggi berada pada puncak pikiran konsumen.

Citra merek tersusun oleh tiga komponen, yaitu tingkat kesukaan, kekuatan, dan keunikan merek bagi konsumen. Kesadaran dan citra merek bersama-sama menjadi sumber pengetahuan merek yang akan menghasilkan ekuitas merek. Tirtasuwanda (2003) menerangkan lima indikator pembentuk suatu citra merek minuman bersoda, yaitu keterkenalan merek, kemenarikan iklan merek, kemudahan memperoleh produk bermerek tertentu, kehalalan produk, dan keterjangkauan harga.

Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen

Persepsi merupakan tiga tahap awal dalam proses pengolahan informasi, yaitu pemaparan, perhatian, dan pemahaman. Tahap pemaparan stimulus menyebabkan

Ketidaksadaran merek Pengenalan merek

(24)

konsumen menyadari stimulus melalui panca indra. Tahap perhatian adalah saat konsumen mengalokasikan kapasitas pengolahan untuk stimulus yang datang. Tahap pemahaman konsumen menimbulkan interpretasi pribadi konsumen terhadap stimulus (Sumarwan 2011).

Pendapat ini diperkuat oleh Mowen (1998) dalam Sumarwan (2011) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan proses dimana individu terpapar suatu informasi, memperhatikan informasi tersebut, dan memahaminya. Kemudian, Schiffman dan Kanuk (2010) dalam Sumarwan (2011) pun menerangkan bahwa persepsi dapat didefinisikan sebagai proses dimana individu memilih, mengatur, dan menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang bermakna, dan koheren tentang dunia.

Tuckwell (2008) menjelaskan bahwa persepsi mengacu pada cara seseorang menerima dan menginterpretasikan pesan. Berdasarkan konsep yang berlaku mengenai perilaku manusia, konsumen cenderung akan menerima pesan yang sesuai dengan kebutuhannya, kepribadian, konsep diri, dan sikap, serta mengacuhkan atau menolak pesan yang tidak sesuai. Teori mengatakan bahwa manusia bersifat selektif mengenai pesan yang diterima dan terdapat tiga tingkatan dari selektivitas.

1. Paparan selektif, mata dan pikiran konsumen hanya menyadari informasi menarik.

2. Persepsi selektif, konsumen menyaring pesan yang bertentangan dengan sikapnya.

3. Penyimpanan selektif, konsumen hanya mengingat hal yang diinginkan.

Hellier et.al. (2003) dalam Ranjbarian et.al. (2012) menerangkan bahwa persepsi mutu konsumen adalah penilaian keseluruhan pelanggan atas proses standar dari penerimaan layanan pelanggan. Kemudian, Zeithaml (1988) dalam Aghdaie (2012) menjelaskan mutu yang dirasakan konsumen sebagai proses penilaian konsumen terhadap kesempurnaan atau keunggulan keseluruhan produk. Mutu yang dipersepsikan konsumen berbeda dengan mutu aktual.

Menurut Keller (2008), persepsi mutu produk sebetulnya didasari oleh atas penilaian beberapa dimensi sebagai berikut.

1. Performa, tingkatan dimana karakteristik primer produk bekerja.

2. Fitur, elemen sekunder dari produk yang melengkapi karakteristik primer. 3. Kesesuaian mutu, derajat spesifikasi produk dan bebas kecacatan.

4. Keandalan, konsistensi performa sepanjang waktu dari pembelian ke pembelian. 5. Ketahanan, Ekspektasi umur ekonomis produk.

6. Kemampuan layanan, kemudahan penggunaan produk. 7. Gaya dan desain, penampilan atau perasaan dari mutu.

Tirtasuwanda (2003) memaparkan beberapa hal yang menjadi indikator persepsi mutu merek minuman bersoda. Indikator tersebut adalah kebaikan mutu rasa produk, kemudahan memperoleh produk, tingkat harga, keamanan produk bagi tubuh, dan kemampuan produk untuk melepas rasa haus.

(25)

Yoo et.al. (2000) dalam Rizkalla dan Suzanawaty (2012) juga berpendapat hal yang sama. Minat beli merupakan kemungkinan konsumen untuk membeli produk tertentu di masa yang akan datang. Minat beli mengacu pada kelanjutan dari pembelian konsumen terhadap suatu produk secara reguler dan penolakan terhadap pergantian dengan produk lain.

Berdasarkan definisi yang ada, minat beli dapat diartikan sebagai kemauan konsumen untuk membeli suatu merek secara rutin dan keengganan pergantian merek. Haubl (1996) menggunakan beberapa indikator reflektif mengenai minat beli konsumen, antara lain tingkat pencarian informasi tentang merek, kemauan untuk memahami produk, keinginan mencoba produk, dan kunjungan ke tempat yang menjual merek tersebut.

Penelitian Terdahulu

Pelaksanaan penelitian akan berlangsung lebih baik, jika telah dilakukan kajian penelitian terdahulu sebagai acuan tambahan. Wu, Yeh, dan Hsiao (2010) telah melakukan penelitian yang mengkaji enam variabel, antara lain citra toko, mutu layanan, citra private label brand (PLB), persepsi resiko, kesadaran harga, dan minat beli, dengan metode analisis structural equation modeling (SEM). Hasil penelitian ini menyatakan citra toko berdampak langsung terhadap minat beli dan mutu layanan berpengaruh langsung pada citra PLB secara positif. Selain itu, persepsi resiko produk PLB hanya bersifat menengahi di antara citra merek dan minat beli konsumen.

Penelitian Hananto dan Taryadi (2011) membahas hubungan antara status merek pionir dan sikap konsumen terhadap sebuah merek. Penelitian ini menggunakan metode analisis model sikap Fishbein dan mengungkapkan hasil bahwa konsumen mempersepsikan Yamaha sebagai merek motor transmisi otomatis pionir serta konsumen dengan persepsi tersebut memiliki sikap positif lebih tinggi terhadap Yamaha daripada Honda.

Penelitian Rizkalla dan Suzanawaty (2012) menelaah pengaruh citra toko dan mutu layanan kepada citra PLB serta minat beli. Dengan menggunakan metode SEM, penelitian ini menemukan empat jalur pengaruh signifikan, yaitu mutu layanan terhadap citra PLB, mutu layanan terhadap minat beli, citra PLB terhadap persepsi resiko, dan persepsi resiko terhadap minat beli. Oleh karena itu, mutu layanan merupakan pengaruh utama dalam studi kasus ini.

Berikutnya, penelitian terdahulu lain mengkaji kaitan antara variabel citra merek korporat, persepsi mutu dan kepuasan terhadap kesetiaan konsumen menggunakan metode deskriptif dan analisis SEM. Penelitian ini menghasilkan tiga kesimpulan, yang pertama adalah citra merek korporat berpengaruh signifikan kepada persepsi mutu, kepuasan, dan kesetiaan konsumen. Kedua, persepsi mutu berpengaruh kuat kepada kepuasan dan kepuasan konsumen. Terakhir, kepuasan konsumen berpengaruh signifikan terhadap kesetiaan konsumen. Penelitian ini dilakukan oleh Tu, Li, dan Chih pada tahun 2013.

(26)

terjadi ketika konsumen Indonesia melakukan pembelian, contohnya adalah konsumen lebih cenderung membeli produk impor jika harga murah atau dipersepsikan bermutu lebih baik daripada produk lokal. Ketiga, konsumen Indonesia adalah konsumen yang terpengaruh country of origin (COO) stereotype. Keempat, konsumen Indonesia mudah terpengaruh untuk membeli produk bermerek luar negeri, meskipun diproduksi di Indonesia daripada produk bermerek Indonesia. Kemudian yang kelima, pemberian nama merek bersifat luar negeri memberikan keberhasilan bagi penjualan produk dalam negeri.

Aghdaie, Dolatabadi, dan Aliabadi (2012) meneliti tentang kredibilitas merek A dan B, evaluasi konsumen tentang kredibilitas brand, persepsi mutu produk co-branded, persepsi harga produk co-branded, serta minat beli produk co-branded. Penelitian dengan metode analisis regresi berganda ini menemukan tiga hasil. Pertama, kredibilitas merek konstituen berpengaruh positif kepada kredibilitas co-brand, persepsi harga produk co-branded, dan minat beli. Kedua, persepsi mutu merek konstituen mempengaruhi persepsi mutu produk co-branded dan persepsi harga. Ketiga, hanya persepsi mutu merek B yang berpengaruh positif kepada minat beli produk co-branded, sedangkan merek konstituen lain tidak berpengaruh apapun.

Pada tahun 2012, Rahayu meneliti tentang variabel citra produk suatu negara, budaya, bauran pemasaran, dan mutu produk. Melalui metode SEM, ditemukan bahwa bauran pemasaran dan mutu produk berpengaruh positif kepada preferensi konsumen. Lalu, pengaruh budaya tidak berpengaruh signifikan terhadap preferensi konsumen. Selain itu, citra produk suatu negara berpengaruh negatif bagi preferensi konsumen.

Tahun 2011, Yaseen et.al. mengkaji variabel kesadaran merek, persepsi mutu, dan kesetiaan konsumen terhadap profitabilitas merek dan minat beli. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh signifikan pengaruh mutu dan tidak ada pengaruh signifikan kesadaran dan loyalitas merek pada profitabilitas. Kemudian, ada pengaruh signifikan dari kesadaran merek, loyalitas merek, dan persepsi mutu terhadap minat beli. Hasil tes Sobel dalam penelitian ini pun menunjukkan bahwa minat beli hanya menengahi hubungan antara persepsi mutu dengan profitabilitas. Penelitian ini mempergunakan metode analisis korelasi dan regresi.

Selanjutnya, penelitian Ogba dan Tan (2009) menganalisis hubungan antara variabel citra merek, persepsi mutu, kepuasan, kesetiaan, dan komitmen konsumen. Kajian ini menggunakan metode ANOVA dan analisis korelasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa citra merek dapat berpengaruh positif terhadap kesetiaan pelanggan pada penawaran pasar dan juga kemungkinan memacu komitmen pelanggan.

Ranjbarian (2012) mengemukakan bahwa persepsi mutu toko mempengaruhi citra toko, kepuasan konsumen, dan minat pembelian ulang. Lalu, kepuasan konsumen mempengaruhi minat pembelian ulang. Selain itu, citra toko mempengaruhi kepuasan konsumen. Penelitian ini mengkaji tentang variabel citra toko, persepsi mutu, kepuasan konsumen, dan minat pembelian ulang dengan metode analisis SEM.

(27)

COO stereotype, nama merek, kredibilitas merek, persepsi harga, preferensi, dan minat pembelian ulang. Akan tetapi, penulis tidak berhasil menemukan penelitian terdahulu yang menguji pengaruh kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli sebagai variabel yang ditelaah dalam kesatuan model, seperti pada penelitian dalam tesis ini. Oleh karena itu, tesis ini dapat dikatakan sebagai penelitian rintisan.

Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut diketahui juga bahwa tesis ini menggunakan alat analisis utama yang sudah mulai umum di dalam kajian pemasaran, yaitu SEM, meskipun beberapa penelitian terdahulu masih menggunakan alat analisis lain. Lima dari sepuluh penelitian terdahulu menggunakan alat analisis model sikap Fishbein, deskriptif, t-test, regresi berganda, korelasi, dan ANOVA, sedangkan lima penelitian terdahulu lain menggunakan SEM.

(28)

3. METODOLOGI

Kerangka Pemikiran Penelitian

Perusahaan di Indonesia telah mengembangkan berbagai macam produk makanan dan minuman. Setelah satu perusahaan sukses mengembangkan dan menjual produk ke pasar, bermunculan berbagai perusahaan baru yang memproduksi produk yang sama. Hal ini menyebabkan persaingan pasar produk makanan dan minuman menjadi sangat ketat. Salah satu produk minuman yang telah berada dalam persaingan tinggi adalah produk minuman bersoda.

Kebutuhan pasar yang tinggi dan kepadatan persaingan telah mengubah cara pandang produsen minuman, baik produsen lama maupun baru. Produsen dituntut untuk lebih memperhatikan pengembangan pembeda produknya. Fungsi pembeda inilah yang dapat dipenuhi melalui pembentukan dan pengembangan kekuatan merek. Fakta lapangan dan studi literatur pun sudah membuktikan kepentingan merek di dalam praktek pemasaran. Merek yang kuat mampu menciptakan kepercayaan konsumen dengan baik, bahkan dalam hal persepsi mutu produk.

(29)

Sudut pandang ekuitas merek berbasis pelanggan diperlukan pada pengujian tersebut. Keterkaitan empat komponen pembentuk ekuitas merek berbasis pelanggan dipergunakan dalam pengujian kekuatan merek produk minuman bersoda. Keempat komponen ekuitas merek berbasis pelanggan adalah kesadaran merek, citra merek, dan persepsi mutu konsumen terhadap merek, serta dilengkapi dengan minat beli konsumen. Hanya saja, penelitian ini tidak secara detail menghitung masing-masing aspek penyusun ekuitas merek, tetapi menggunakan dan mengkaji pengaruh antar aspek penyusun ekuitas merek tersebut. Gambar 3 menerangkan kerangka pemikiran di dalam penelitian ini.

Gambar 3 Kerangka pemikiran

Setelah itu, keterkaitan pengaruh komponen yang ada diperoleh dari pengolahan data kuisioner dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil pengolahan data diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kinerja merek dalam menciptakan persepsi mutu konsumen. Hal tersebut akan diikuti dengan penjelasan mengenai implikasi dan pembahasan. Kemudian, implikasi manajerial ini akan menghasilkan rekomendasi, bagi produsen merek minuman bersoda secara khusus dan pelaku pemerekan di Indonesia secara umum.

Citra merek Kesadaran

merek

Persepsi mutu

Implikasi manajerial

Minat Beli Analisis

deskriptif

Analisis SEM Uji

Cochran

Produsen

Merek minuman bersoda

Tingkat kesadaran dan asosiasi merek

(30)

Variabel dan Indikator Penelitian

Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), variabel adalah karakteristik pengamatan terhadap partisipan atau situasi pada suatu penelitian yang memiliki nilai berbeda atau bervariasi pada studi tersebut. Suatu variabel harus memiliki variasi atau perbedaan nilai atau kategori.

Selanjutnya, penelitian ini menggunakan asumsi dari literatur untuk membentuk variabel. Model pengujian menyertakan empat variabel laten, yaitu kesadaran merek, citra merek, persepsi mutu, dan minat beli konsumen. Gambar 4 mengilustrasikan model yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 4 Model analisis keterkaitan variabel laten

Masing-masing variabel mempunyai beberapa indikator yang menjadi ukuran dalam analisis data. Berdasarkan kajian literatur, variabel kesadaran merek memiliki dua indikator reflektif, yaitu pengenalan (KM1) dan ingatan (KM2) terhadap merek.

Variabel citra merek terdiri atas lima indikator reflektif, antara lain keterkenalan merek (CM1), kemenarikan iklan merek (CM2), kemudahan memperoleh produk (CM3), kehalalan produk (CM4), dan keterjangkauan harga (CM5). Variabel persepsi mutu tersusun dari lima indikator reflektif, yaitu kebaikan mutu rasa produk (PM1), kemudahan memperoleh produk (PM2), tingkat harga (PM3), keamanan produk bagi tubuh (PM4), dan kemampuan produk untuk melepas haus (PM5). Variabel minat beli direfleksikan oleh empat indikator, antara lain kemauan mencari informasi suatu merek (MB1), kemauan memahami produk (MB2), keinginan mencoba produk (MB3), dan kunjungan ke tempat penjualan merek terkait (MB4). Tabel 2 menerangkan definisi operasional dari masing-masing variabel.

Persepsi Mutu

CM4

Kesadaran Merek

Citra Merek KM1

KM2

CM1

CM2

CM3

PM1 PM2 PM3 PM4 PM5

MB1 MB2 MB3 MB4

Keterangan : : Arah sifat indikator : Arah pengaruh variabel

CM5

(31)

Tabel 2 Definisi operasional variabel penelitian

Variabel Definisi Indikator Sumber

Kesadaran tertentu di masa yang akan datang, mengacu pada lain (Yoo et.al, 2000 dalam Rizkalla dan Suzanawaty,

Penjabaran variabel di atas telah memunculkan beberapa hipotesis hasil SEM yang berkaitan dengan hubungan antar variabel.

(32)

H3 : Citra merek berpengaruh positif terhadap persepsi mutu (Tu, Li, dan Chih 2013).

H4 : Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen (Yaseen et.al. 2011).

H5 : Citra merek berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen (Wu, Yeh, dan Hsiao 2010).

H6 : Persepsi mutu berpengaruh positif terhadap minat beli konsumen (Yaseen et.al. 2011).

Pengumpulan dan Analisis Data

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di beberapa toko besar yang ada di Kota Bogor, dimulai dari bulan Juni – Agustus 2014. Pada masing-masing lokasi diambil sejumlah responden, yang merupakan pembeli di tempat tersebut, untuk mengisi kuisioner. Toko yang dijadikan lokasi survey adalah Giant – Taman Yasmin, Giant – Botani Square, Superindo – Plaza Jembatan Merah, Yogya – Plaza Bogor Indah, dan Hypermart – Eka Lokasari. Cara pemilihan tempat survey ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Saidah (2005), yang menggunakan basis pasar dari toko retail besar.

Seluruh lokasi dipilih secara sengaja berdasarkan observasi singkat mengenai keramaian pengunjung, kesediaan merek terkaji di dalam toko, dan jenis toko. Toko-toko di atas merupakan swalayan yang cukup besar di Kota Bogor dengan tingkat keramaian yang tinggi.

Merek yang diteliti adalah merek minuman bersoda. Dua jenis merek diambil untuk meyakinkan perbandingan kinerja kekuatan merek antara merek lama dan merek baru. Coca Cola diambil sebagai wakil dari merek lama, Pepsi Cola dijadikan wakil dari merek yang dipasarkan dalam waktu menengah, dan Big Cola ditentukan sebagai perwakilan dari merek baru.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pengamatan lapangan dan penyebaran kuisioner kepada responden di masing-masing lokasi. Data sekunder didapatkan melalui kajian literatur, antara lain buku, media massa, internet, jurnal dan tesis penelitian terdahulu. Data lain menyangkut atribut produk diperoleh dengan pengamatan langsung di toko-toko terkait yang menjual produk tersebut.

Metode Pengumpulan Data

Responden dipilih dengan metode non probability sampling, secara spesifik dengan metode accidental sampling atau convenience sampling, yaitu konsumen yang kebetulan berbelanja di kawasan toko lokasi penelitian. Peneliti mengambil 109 responden sebagai sampel penelitian. Jumlah sampel ini berkaitan dengan syarat besaran 30-100 sampel pendapat responden yang diperlukan dalam analisis SEM di bagian akhir penelitian (Ghozali 2006).

(33)

media sumber informasi, tingkat kesadaran dan asosiasi merek, sehingga pengambilan 109 responden tetap dapat bermanfaat di dalam analisis selain SEM.

Kuesioner berisi pertanyaan tertutup dibagikan kepada responden (Lampiran 4). Pengujian tingkat kesadaran dan asosiasi merek di benak konsumen, responden diberikan tabel yang akan diisi dengan jawaban ya atau tidak terhadap taraf pengenalan dan kesukaan suatu merek. Begitu pula dengan pertanyaan deskriptif mengenai penelusuran jenis media yang menjadi sumber info mengenai suatu merek minuman bersoda bagi konsumen.

Skala yang digunakan untuk menguji keterkaitan variabel dalam analisis SEM adalah skala semantik. Responden diberikan 4 pilihan penilaian untuk masing-masing pernyataan, yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), dan sangat setuju (SS).

Metode Analisis

Data mengenai pengenalan konsumen terhadap merek dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui merek yang berada di puncak pikiran konsumen di Kota Bogor. Data mengenai penempatan merek di dalam benak konsumen juga dianalisis secara deskriptif. Responden ditanya oleh peneliti mengenai kesukaan konsumen terhadap tiga merek yang ada. Kajian dilakukan dengan bantuan uji perbandingan Cochran untuk mengetahui signifikansi perbedaan tanggapan konsumen tersebut. Uji Cochran mempergunakan rumus sebagai berikut.

[ ] [ ] ...1) dimana Q = nilai Cochran

C = jumlah variabel asosiasi Ri = jumlah baris jawaban “ya” Cj = jumlah kolom jawaban “ya” N = total sampel

Data variabel laten yang sudah didapatkan pada tahap pengumpulan dianalisis dengan menggunakan analisis SEM. Menurut Haryono dan Wardoyo (2012), metode SEM merupakan pengembangan dari analisis jalur dan regresi berganda yang sama-sama model analisis multivariat. Analisis ini bersifat asosiatif, multivariat-kolerasional, mampu menggantikan dominasi penggunaan analisis jalur dan regresi berganda yang telah digunakan selama beberapa dekade.

Variabel yang ada dianalisis dengan metode SEM-PLS untuk didapatkan konfirmasi keterkaitan dan signifikansi pengaruh antar variabel yang ada. Pengolahan data dibantu dengan perangkat lunak SMART PLS, karena sifat indikator yang ada merupakan campuran dari indikator reflektif dan formatif. Keterkaitan variabel dari merek Coca Cola, Big Cola, dan Pepsi diperbandingkan dan diinterpretasi untuk menghasilkan implikasi bagi pemasaran masing-masing produk. Lampiran 1 menampilkan kuesioner dalam penelitian ini.

(34)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Total responden terdiri atas 55 laki-laki dan 54 perempuan. Mayoritas responden berumur 25 – 39 tahun (33.94%), sedangkan minoritas responden berumur lebih dari 40 tahun (13.76%). Responden pun mempunyai jenjang pendidikan terakhir yang berbeda, yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), Diploma (D3), Sarjana (S1), dan Pascasarjana. Mayoritas responden mempunyai jenjang pendidikan terakhir S1, sedangkan minoritas responden berpendidikan terakhir D3.

Selain itu, responden pun memiliki rentang pendapatan per bulan yang berbeda. Pendapatan per bulan responden terbagi menjadi kurang dari Rp 500,000.00, Rp 500,001.00 –1,500,000.00, Rp 1,500,001.00–2,500,000.00, Rp 2,500,001.00–4,000,000.00, dan lebih dari Rp 4,000,000.00. Tabel 3 menampilkan karakteristik responden penelitian.

Tabel 3 Karakteristik responden

Kategori Karakteristik Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki

Merek Minuman Bersoda di Benak Konsumen

(35)

Tabel 4 Merek pemuncak pikiran konsumen menurut responden

Coca Cola merupakan merek pemuncak pikiran konsumen dengan persentase sampel paling tinggi, yaitu sebesar 59.63%. Merek pemuncak pikiran terbesar kedua adalah Fanta, yang berada dalam 20.18 % benak responden. Selanjutnya, peringkat merek pemuncak pikiran diikuti oleh Sprite (5.50%), Pepsi (5.50%), Big Cola (3.67%), Tebs (2.75%), AW (1.83%), dan 7up (0.92%).

Data di atas memperlihatkan kesadaran merek Coca Cola yang sangat kuat di dalam benak konsumen minuman bersoda di Kota Bogor. Selain itu, anggota grup Coca Cola Company lain, Fanta dan Sprite, menjadi bagian besar kesadaran merek minuman bersoda di Kota Bogor. Data di atas pun menunjukkan bahwa Big Cola mampu menjadi pesaing kuat pada industri minuman bersoda. Big Cola mampu menempati urutan kelima merek pemuncak pikiran, meskipun baru dipasarkan selama dua tahun.

Setelah itu, responden diperintahkan untuk mengingat kembali tiga jenis merek minuman bersoda lain dan menuliskannya pada kuesioner. Tingkat kesadaran merek yang timbul setelah responden melalui proses pengingatan kembali merupakan tingkat ingatan merek. Tingkat ingatan merek berada di bawah tingkat puncak pikiran, karena konsumen harus memproses ingatannya terlebih dulu untuk mengenal merek. Masing-masing responden memberikan tiga jenis merek, sehingga terdapat 327 data pendapat dari 109 responden mengenai ingatan merek. Tabel 5 memperlihatkan persentase jenis merek yang tergolong tingkat ingatan merek bagi konsumen di Kota Bogor.

Sebesar 22.63% dari total sampel menyatakan Sprite sebagai ingatan merek. Lalu, peringkat pertama tersebut diikuti oleh Fanta (20.49%) dan Pepsi (16.21%). Coca Cola pun menjadi salah satu ingatan merek bagi 43 responden (13.15%). Selanjutnya, Big Cola, Tebs, 7up, AW, Mirinda, Calpico, dan GreenSand pun termasuk golongan tingkat ingatan merek bagi 12.23%, 7.03%, 3.36%, 2.14%, 1.83%, 0.61%, dan 0.31% sampel responden.

(36)

Tabel 5 Ingatan merek menurut responden

Terdapat tiga pilihan merek bersifat tertutup yang ditanggapi responden pada bagian ini, yaitu Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Pemberian pilihan merek secara tertutup dilakukan agar sesuai dengan uji penelitian selanjutnya yang hanya menggunakan tiga merek. Coca Cola mewakili merek minuman bersoda yang sudah lama di Indonesia. Pepsi mewakili merek dengan waktu pemasaran menengah dan Big Cola menjadi perwakilan merek baru.

Coca Cola termasuk ke dalam golongan pengenalan merek bagi satu responden saja atau sekitar 0.92% dari total responden. Pepsi menjadi pengenalan merek bagi 44.95% dari total pendapat. Mayoritas responden masih berada pada tahap pengenalan terhadap merek Big Cola, yaitu sebesar 58.72% responden.

Media Pemasaran Merek

Perusahaan memakai berbagai macam media dalam usaha pemasaran merek. Bagian ini membahas mengenai media yang digunakan oleh pihak pemasaran merek minuman bersoda. Bagian ini menghasilkan persentase jenis media yang menjadi saluran pengetahuan merek Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola bagi konsumen.

Responden diberikan beberapa pilihan jenis media secara tertutup, antara lain iklan televisi, iklan radio, surat kabar, majalah, leaflet, booklet, billboard, brosur, toko, teman, dan keluarga. Pilihan terakhir diberikan secara terbuka dengan bentuk pengisian langsung oleh responden tentang jenis media lain yang mungkin tidak tersedia pada pilihan tertutup. Setiap responden diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu media pemasaran.

(37)

Kemudian, terdapat beberapa jenis media informasi yang efektif memberi pengetahuan tentang merek Pepsi.bagi konsumen di Kota Bogor. Iklan televisi, toko, info teman, majalah, dan billboard menjadi lima besar pilihan responden sebagai media informasi pemasaran Pepsi yang efektif. Masing-masing memiliki persentase pendapat sebesar 25.97%, 14.93%, 11.04%, 10.75%, dan 8.96%. Konsumen pun memperoleh informasi mengenai Pepsi dari surat kabar (8.06%), info keluarga (7.16%), brosur (5.67%), iklan radio (2.99%), booklet (1.49%), dan leaflet (1.19%). Selain itu, sebanyak 1.79% konsumen pun memperoleh informasi mengenai Pepsi melalui internet, permainan PlayStation, dan penjualan di restoran siap saji.

Penelitian ini pun mengkaji efektivitas media pemasaran merek Big Cola. Iklan televisi, toko, dan info teman menjadi tiga media pemasaran yang menjadi pilihan responden terbanyak, yaitu mewakili 31.72%, 17.24%, dan 12.07% pendapat. Majalah dan info keluarga sama-sama mempunyai 6.90% pendapat responden. Lalu, sejumlah 6.55%, 6.21%, 5.17%, 3.79%, 1.03%, dan 0.69% pilihan responden menunjukkan bahwa surat kabar, billboard, brosur, iklan radio, leaflet, dan booklet sebagai media informasi mengenai merek Big Cola. Sisa 1.72% pendapat responden memilih media pemasaran lain, seperti penjualan di kantin sekolah, penjualan di warung tradisional, dan promo keliling.

Asosiasi Merek Minuman Bersoda menurut Konsumen

Asosiasi merek merupakan kesan yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar, atau mengkonsumsi produk bermerek minuman bersoda tertentu. Kesan tersebut berada di dalam pikiran dan dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap merek. Asosiasi merek Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola dikaji pada bagian ini.

Setiap asosiasi yang diajukan di dalam kuesioner berasal dari literatur penelitian terdahulu dan beberapa makna slogan iklan merek minuman bersoda. Slogan dalam suatu iklan sering disusun berdasarkan asosiasi tertentu yang ingin ditanamkan perusahaan kepada konsumen, sehingga diikutsertakan dalam kajian asosiasi merek ini. Ada 13 asosiasi merek minuman bersoda yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain kesegaran, kehalalan, efek semangat, keterjangkauan harga, kemudahan perolehan produk, tingkat pemberian promo pembelian, tingkat usia pengonsumsi, kemenarikan iklan, trend merek, kesesuaian rasa dengan harapan konsumen, keamanan bagi kesehatan, kesesuaian dengan event olahraga, dan kepuasan terhadap volume isi produk. Kajian asosiasi merek hanya dilakukan kepada responden yang pernah mengkonsumsi minuman bersoda terkait.

Asosiasi Merek Coca Cola

Responden yang pernah mengkonsumsi Coca Cola hanya sebanyak 104 responden, sehingga penghitungan ini tidak mengikutsertakan lima responden lain yang belum pernah mengkonsumsi Coca Cola. Setelah melalui perekapan data, jajak pendapat 104 responden menghasilkan persentase jawaban “Ya” untuk masing -masing asosiasi.

(38)

(32.69%), dan kecocokan konsumsi di saat event olahraga berlangsung (32.69%) adalah asosiasi yang sedikit dipilih oleh responden. Lampiran 5 merekap tingkat kesetujuan asosiasi merek Coca Cola.

Kemudian, data tersebut diolah kembali dengan rumus uji Cochran, yang telah dipaparkan dalam Bab 3, untuk menghasilkan nilai Cochran (Q). Uji ini bersifat iterasi sampai nilai Q sudah lebih kecil daripada χ2

tabel (α, db), dimana pembacaan χ2 tabeldilakukan dengan mencocokkan posisi galat (α) sebesar 5% dengan derajat bebas (db) sebesar jumlah atribut teruji dikurangi satu. Tabel 6 memaparkan rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola.

Tabel 6 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Coca Cola

Iterasi Asosiasi db Q χ2 (α, db) Kesimpulan

1

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend minuman, aman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

12 316.57 21.03 Tolak H0

2

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

11 223.37 19.68 Tolak H0

3

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat

9 136.42 16.92 Tolak H0

4

Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat

8 104.09 15.51 Tolak H0

5

Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat

7 58.59 14.07 Tolak H0

6

Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, iklan menarik, rasa sesuai, dan volume tepat

6 39.78 12.59 Tolak H0 7 Segar, halal, harga terjangkau, mudah

dicari, iklan menarik, dan rasa sesuai 5 28.14 11.07 Tolak H0 8 Segar, halal, mudah dicari, iklan

menarik, dan rasa sesuai 4 12.04 9.49 Tolak H0 9 Segar, halal, mudah dicari, dan iklan

menarik 3 9.21 7.81 Tolak H0

10 Segar, mudah dicari, dan iklan

menarik 2 5.56 5.99 Terima H0

(39)

tabel (α, db). Hal ini berarti asosiasi dari merek Coca Cola yang melekat di dalam benak konsumen adalah menyegarkan, produk yang mudah diperoleh, dan iklan yang menarik, dengan α sebesar 5%.

Asosiasi Merek Pepsi

Uji asosiasi merek Pepsi dilaksanakan dengan 104 pendapat dari 109 responden yang ada. Sisa lima responden lain belum pernah mengkonsumsi merek Pepsi, sehingga tidak valid untuk menjadi data dalam perhitungan asosiasi merek. Setelah proses rekap data kuesioner, diperoleh persentase kesetujuan responden terhadap setiap asosiasi merek (Lampiran 6). Kemudian, data tersebut diiterasi kembali dengan uji Cochran (Tabel 7). Data menunjukkan bahwa asosiasi kesegaran, kehalalan, keterjangkauan harga, kemudahan perolehan produk, dan kesesuaian rasa merupakan lima asosiasi dengan persentase yang banyak dipilih oleh responden. Selain itu, asosiasi pemberian promo pembelian, kecocokan konsumsi pada event olahraga, dan keamanan bagi kesehatan menjadi asosiasi yang sedikit disetujui oleh responden.

Tabel 7 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Pepsi

Iterasi Asosiasi db Q χ2 (α, db) Kesimpulan

1

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend minuman, aman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

12 260.23 21.03 Tolak H0

2

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

11 193.08 19.68 Tolak H0

3

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, usia, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat

9 129.31 16.92 Tolak H0

4

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat

8 91.09 15.51 Tolak H0

5

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, iklan menarik, rasa sesuai, dan volume tepat

7 52.69 14.07 Tolak H0

6

Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, iklan menarik, rasa sesuai, dan volume tepat

6 24.18 12.59 Tolak H0 7 Segar, halal, harga terjangkau, mudah

dicari, rasa sesuai, dan volume tepat 5 18.16 11.07 Tolak H0 8 Segar, halal, dan harga terjangkau 2 7.69 5.99 Tolak H0

(40)

Setelah perhitungan uji Cochran yang dihentikan di iterasi ke sembilan, tidak semua anggota lima besar asosiasi di atas terpilih menjadi asosiasi merek Pepsi yang sah. Asosiasi sah dari merek Pepsi adalah dua kesan saja, yaitu kesegaran dan kehalalan.

Asosiasi Merek Big Cola

Tiga belas asosiasi merek minuman bersoda pun diujikan pada merek Big Cola. Kesetujuan seluruh asosiasi dipilih oleh 100 dari 109 responden, karena responden tersebut telah mengkonsumsi produk Big Cola. Data menunjukkan bahwa responden sangat sedikit menyetujui kesan kecocokan konsumsi saat event olahraga, usia konsumen, efek semangat, dan keamanan bagi kesehatan (Lampiran 7).

Selanjutnya pada Tabel 8, uji Cochran untuk asosiasi merek Big Cola dihentikan pada iterasi ke tujuh. Perhitungan telah mengeliminasi asosiasi keamanan bagi kesehatan, usia konsumen, efek semangat, kecocokan saat event olahraga, trend minuman, tingkat pemberian promo pembelian, kemenarikan iklan, dan kesesuaian rasa. Oleh karena itu, kesan menyegarkan, halal, harga terjangkau, mudah diperoleh, dan volume yang memuaskan menjadi asosiasi sah dari merek Big Cola.

Tabel 8 Rekap iterasi uji Cochran asosiasi merek Big Cola

Iterasi Asosiasi db Q χ2 (α, db) Kesimpulan

1

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend minuman, aman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

12 275.31 21.03 Tolak H0

2

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, usia, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

11 211.46 19.68 Tolak H0

3

Segar, halal, efek semangat, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, trend

minuman, rasa sesuai, event olahraga, dan volume tepat

10 182.28 18.31 Tolak H0

4

Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, trend minuman, rasa sesuai, dan volume tepat

8 117.75 15.51 Tolak H0

5

Segar, halal, harga terjangkau, mudah dicari, banyak promo, iklan menarik, rasa sesuai, dan volume tepat

7 99.15 14.07 Tolak H0 6 Segar, halal, harga terjangkau, mudah

dicari, rasa sesuai, dan volume tepat 5 46.90 11.07 Tolak H0 7 Segar, halal, harga terjangkau, mudah

(41)

Analisis Pengaruh Kesadaran dan Citra Merek terhadap Persepsi Mutu dan Minat Beli Konsumen Minuman Bersoda

Bagian ini membahas mengenai keterkaitan antara kesadaran dan citra merek terhadap persepsi mutu dan minat beli konsumen dengan bantuan alat analisis Smart PLS 3. Kesadaran dan citra merek merupakan variabel yang mewakili tingkat pengetahuan merek konsumen. Persepsi mutu dan minat beli adalah bentuk respon konsumen atas pengetahuan merek yang dimilikinya.

Analisis ini menyertakan persepsi kesetujuan 100 responden ke dalam perhitungan untuk masing-masing merek. Hal ini disebabkan oleh jumlah maksimal responden yang dapat dihitung oleh Smart PLS 3 adalah 100 responden (Ghozali, 2006). Kemudian, hasil perhitungan yang perlu diperhatikan pada analisis SEM adalah analisis inner dan outer model. Hasil perhitungan tersebut telah disediakan oleh Smart PLS 3, sehingga tidak diperlukan lagi perhitungan manual di luar perangkat lunak. Tabel 9 menampilkan fungsi dan standar penilaian dari setiap aspek analisis outer dan inner model.

Tabel 9 Fungsi dan standar setiap aspek analisis outer dan inner model

No. Analisis Kriteria Penjelasan Standar

1

4 Cross Loading Validitas Diskriminan

(42)

0.706

Semua indikator dalam analisis SEM ini bersifat reflektif, sehingga mempunyai aspek analisis outer dan inner model tersendiri. Analisis outer model memperhitungkan aspek kelayakan data, seperti loading factor, average variance extraction (AVE), composite reliability (CR), dan cross loading. Selain itu, analisis inner model mengkaji keterkaitan yang terjadi di dalam variabel laten, seperti uji R2 dan estimasi koefisien jalur. Kedua analisis tersebut memiliki fungsi dan standar yang berbeda.

Analisis outer dan inner model dilakukan pada tiga merek, yaitu Coca Cola, Pepsi, dan Big Cola. Masing-masing merek menghasilkan satu model dengan struktur teoritis variabel laten dan indikator yang sama. Setelah itu, penelitian juga mengkaji hasil perhitungan antara ketiga model tersebut untuk memperoleh perbandingan aspek kesadaran, citra, persepsi mutu, dan minat beli konsumen terhadap setiap merek.

Analisis SEM Merek Coca Cola

Analisis outer model dimulai dengan kajian loading factor. Loading factor seluruh indikator pada model merek Coca Cola telah memenuhi standar, sehingga tidak ada proses penghapusan indikator dari model. Dengan kata lain, seluruh indikator dalam model telah mencerminkan setiap variabel laten teruji. Gambar 5 menampilkan model merek Coca Cola.

Kesadaran merek Coca Cola dicerminkan oleh pengenalan (KM1) dan ingatan (KM2) merek. Kedua indikator tersebut memiliki nilai loading factor sebesar 0.93 dan 0.92, yang menandakan bahwa kedua indikator sangat mencerminkan variabel laten kesadaran merek. Hasil ini sesuai dengan kondisi konsumen di lapangan yang sangat mengenal dan mengingat merek Coca Cola. Merek Coca Cola menjadi top of mind bagi mayoritas responden penelitian. Kondisi pengenalan dan pengingatan tinggi tidak sulit dicapai oleh merek Coca Cola yang paling lama berada di pasar minuman bersoda Indonesia.

Gambar

Tabel 1  Perkiraan perkembangan penjualan minuman ringan di Indonesia *
Gambar 2  Tingkatan kesadaran merek
Gambar 3  Kerangka pemikiran
Gambar 4  Model analisis keterkaitan variabel laten
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Kualitas Layanan Dan Citra Merek Terhadap Minat Beli Konsumen Telkomsel Flash

Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengetahui karakteristik anggota Yamaha yang menjadi responden pada penelitian ini; 2) Mengetahui perbedaan tingkat kesadaran konsumen

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh brand image dan kesadaran label halal terhadap minat membeli ulang konsumen produk kosmetik La Tulipe di

Penelitian ini menganalisis pengaruh dimensi sepuluh ekuitas merek (kesadaran, loyalitas asosiasi merek, persepsi kualitas, dan perilaku pasar) terhadap minat

Hasil penelitian ini menyatakan variabel kesadaran merek dan asosiasi merek berpengaruh secara positif namun tidak signifikan terhadap ekuitas merek dari Lazada, sedangkan

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sasmita dan Suki (2015) yang meneliti pengaruh asosiasi merek, loyalitas merek, kesadaran merek, dan citra merek pada

Dalam penelitian ini hanya asosiasi merek yang memiliki berpengaruh positif signifikan terhadap ekuitas merek, sedangkan ketiga variabel lain kesetiaan merek, kesadaran

Apakah kesadaran merek , asosiasi merek , loyalitas merek , citra merek dan persepsi kualitas secara serempak berpengaruh signifikan terhadap ekuitas merek pada smartphone