• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Kecamatan Sawangan Kota Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Kecamatan Sawangan Kota Depok"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SOSIAL EKONOMI TERHADAP PERILAKU

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK

AMALIA EMANNULISA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Kecamatan Sawangan Kota Depok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

AMALIA EMANNULISA. Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Kecamatan Sawangan Kota Depok. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BENNY OSTA NABABAN

Pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk mengakibatkan timbulnya eksternalitas negatif misalnya sampah. Sampah rumah tangga adalah penyumbang terbesar sampah di Kota Depok. Perubahan komposisi sampah rumah tangga masyarakat Kecamatan Sawangan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonominya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui karakteristik masyarakat Sawangan (2) mengetahui seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap perubahan komposisi sampah rumah tangga di Kecamatan Sawangan (3) mengetahui perilaku masyarakat terhadap sampah dan (4) memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah setempat dalam pengelolaan sampah. Analisis regresi logistik digunakan untuk melihat peluang kondisi masyarakat tertentu dalam memproduksi sampah organik dan anorganik. Selain itu analisis deskriptif digunakan untuk menceritakan karakteristik masyarakat, serta perilakunya terhadap sampah. Rumah tangga di perumahan real estate lebih banyak menghasilkan sampah anorganik dibandingkan perumahan sederhana dan perkampungan. Produksi sampah perumahan real estate didominasi oleh sampah anorganik yakni sebesar 55,19% dibandingkan sampah organik yakni sebesar 44,81%. Tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi tidak mempengaruhi perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah yang baik. Pemerintah Kecamatan Sawangan diharapkan mampu membuat sistem perencanaan baru berupa advokasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan persampahan yang baik serta pemberian insentif berupa pembangunan TPS dan modal untuk kegiatan lingkungan.

(6)

ABSTRACT

AMALIA EMANNULISA. The Influence of Socio-Economy to Behavior of Household Waste Management in Sawangan District Depok City. Supervised by AKHMAD FAUZI and BENNY OSTA NABABAN.

Economic growth and population give negative externalities such as garbage. Household waste is the largest contributor of garbage in Depok. Changes of household waste composition in Sawangan District is affected by social and economic condition. This study aims to (1) determine the characteristics of community in Sawangan (2) determine how much does the socio-economic change the composition of household waste in Sawangan District (3) determine the community behavior to household waste and (4) provide policy recommendations to the local government in waste management. Logistic regression analysis was used to know the opportunities of particular communities condition in producing the organic and the inorganic waste. Furthermore descriptive analysis was used to tell the community characteristics, and their behavior to household waste. Real estate residential tends to produce more inorganik waste than humble and rural residential. The production of real estate

residential’s wastes are dominated by inorganic waste which are 55,19 % compared by organic waste which are 44,81 %. Higher education level and higher household income does not affect the household behavior in waste management. The government of Sawangan district is expected to create a new system such as advocacy to the people about household waste management and gives incentives as TPS building and capital for environmental activities.

(7)

PENGARUH SOSIAL EKONOMI TERHADAP PERILAKU

PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA

KECAMATAN SAWANGAN KOTA DEPOK

AMALIA EMANNULISA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perilaku Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Kecamatan Sawangan Kota Depok.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua Ibu Siti Zubaedah dan Bapak Ichsan Fadlil untuk kasih sayang serta bantuan doa dan usahanya selama ini, kedua adik tersayang Dwika Muhammad Fahmi dan Riyadh Satria Utama untuk keceriaannya. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Bapak Benny Osta Nababan,

S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, kesabaran, ilmu, dan waktu yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini;

3. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Ibu Dr. Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan dosen penguji departemen yang telah memberi ilmu, saran, dan kritik dalam perbaikan skripsi ini;

4. Seluruh pihak yang terkait dengan penelitian ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Depok, Kantor Kecamatan Sawangan, Staff dan penghuni Komplek Perumahan Sawangan Golf, Komplek Bappenas serta Kampung Legok Menang atas bantuan dan partisipasinya;

5. Seluruh dosen dan staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor atas semua bantuannya;

6. Teman-teman satu bimbingan Prof Fauzi: Amal, Gita, Ulan, Bayu, Dimas dan Shara. Satu bimbingan Pak Benny: Ayas, PN, Taufik dan Reza atas kebersamaan dan dorongan semangatnya;

7. Teman-teman asrama sekaligus kosan: Risca, Lia, Evy, Delis, Dewi, Devi, Alvinda, Amal, Ayas, Ute dan adik-adik Vilga untuk ketulusannya;

8. Sahabat dan teman tercinta Dokter Lingkungan: Insan, Melin, Dhea, Gita, Amal, Donna, Nana, Aldi, Dwi, Rifal, Rizal atas ribuan senyum dan pundak berkeluh kesah;

9. Sahabat pelipur lara dan penyemangat suasana: Dimas, Bagus, Ka Endita, Bang Cuga, Ka Uti, Ka BF, Tria, Gery dan Ka Oje, always ‘miss u all’, serta Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSBMR) Fahutan; 10. Teman-teman pengurus Resources and Environmental Economics Student

Assossiation (REESA) periode 2011-2013 atas semua pengalaman dan pelajarannya;

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Definisi Sosial Ekonomi ... 7

2.2 Definisi Sampah ... 8

2.3 Definisi Rumah Tangga ... 9

2.4 Pengertian Lingkungan dan Degradasi Lingkungan ... 12

2.5 Analisis Regresi Logistik ... 13

2.6 Penelitian Terdahulu ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

IV. METODE PENELITIAN ... 23

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 23

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 25

4.4 Analisis Deskriptif ... 25

4.5 Analisis Regresi Logistik ... 26

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

5.1 Gambaran Umum Kondisi Wilayah dan Lingkungan Penelitian ... 29

5.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Sawangan ... 31

5.3 Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perubahan Komposisi Sampah .... 33

(14)

5.5 Rekomendasi Kebijakan ... 51

VI. SIMPULAN DAN SARAN ... 55

6.1 Simpulan ... 55

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pertumbuhan penduduk Kota Depok tahun 2008-2012 ... 1

2. Matriks penelitian terdahulu ... 18

3. Matriks metode analisis data ... 27

4. Karakteristik responden rumah tangga masyarakat ... 31

5. Pendapatan masyarakat ... 33

6. Hasil perhitungan model hari kerja binary logistic ... 36

7. Uji model summary hari kerja ... 37

8. Uji omnimbus terhadap koefisien model hari kerja... 37

9. Uji hosmer and lemeshow hari kerja ... 37

10. Nilai persentase keseluruhan model hari kerja... 38

11. Hasil perhitungan model hari libur binary logistic ... 41

12. Uji model summary hari libur ... 42

13. Uji omnimbus terhadap koefisien model hari libur ... 42

14. Uji hosmer and lemeshow model hari libur ... 42

15. Nilai persentase keseluruhan model hari libur ... 43

16. Perilaku masyarakat Sawangan berdasarkan klaster perumahan ... 46

17. Rekomendasi kebijakan untuk pemerintah Kecamatan Sawangan ... 53

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Grafik peningkatan PDRB Kota Depok 2006-2012... 2

2. Grafik peningkatan volume sampah Kota Depok 2010-2013 ... 3

3. Kurva logistik ... 13

4. Kerangka pemikiran ... 21

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner penelitian ... 63

2. Rekapitulasi data penelitian perumahan perkampungan ... 72

3. Rekapitulasi data penelitian perumahan sederhana ... 75

4. Rekapitulasi data penelitian perumahan mewah ... 78

5. Hasil pengolahan data regresi logistik model hari kerja ... 81

6. Hasil pengolahan data regresi logistik model hari libur ... 85

(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara berkembang mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat. Hal ini sangat terlihat pada kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya. Kota Depok yang letaknya bersebelahan dengan ibu kota negara ini juga mengalami pertumbuhan penduduk yang meningkat selama beberapa tahun terakhir. Tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS) 2013/2014, jumlah penduduk di Kota Depok tahun 2013 sebanyak 9.797 jiwa/km2. Jumlah ini meningkat dari tahun 2012 yakni sebanyak 9.479 jiwa/km2.

Peningkatan jumlah penduduk Kota Depok tahun 2013 mencapai 1.962.160 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 990.289 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 971.871 jiwa. Meningkatnya jumlah penduduk di Kota Depok ini terjadi akibat tingginya migrasi penduduk ke Kota Depok akibat pesatnya pengembangan kota dan meningkatnya pengembangan kawasan perumahan (Bappeda Depok, 2010). Pertumbuhan penduduk Kota Depok dari tahun 2008-2013 di setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Pertumbuhan penduduk Kota Depok tahun 2008-2012 per kecamatan (jiwa)

Kecamatan 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Sawangan 169.727 173.362 123.356 128.905 134.943 139.473

Bojongsari 99.768 104.040 108.913 112.603

Pancoran Mas 275.103 281.005 210.204 219.601 229.887 237.556

Cipayung 127.707 133.439 139.689 144.379

Sukmajaya 350.331 358.110 232.895 242.335 253.687 262.145

Cilodong 123.713 130.410 136.519 141.106

Cimanggis 412.388 421.630 242.214 252.424 264.248 273.040

Tapos 216.581 225.547 236.113 243.984

Beji 143.190 146.441 164.682 173.064 181.171 187.227

Limo 152.938 156.432 87.615 91.749 96.047 99.319

Cinere 107.830 112.099 117.350 121.328

Kota Depok 1.503.677 1.536.980 1.736.565 1.813.613 1.898.567 1.962.160

Sumber: Pertumbuhan penduduk Kota Depok Badan Pusat Statistik (BPS) Depok dalam DDA 2013/2014

(18)

pekerjaan yang lebih baik. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Depok memicu berbagai kegiatan perekonomian di dalamnya. Hal ini menyebabkan perekonomian di Depok mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pertumbuhan ekonomi yang kini memasuki segala sektor menjadi tolak ukur terhadap kemajuan pembangunan kota.

Pergerakan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat ini dapat dilihat dari pendapatan per kapita penduduk setiap tahunnya. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok tahun 2006-2012 terus mengalami peningkatan. BPS Kota Depok menyatakan bahwa ditinjau atas dasar harga konstan, sebanyak Rp 6.948.502,76 juta pada tahun 2011 menjadi Rp 7.445.661,89 juta pada tahun 2012 (BPS Kota Depok, 2014).

Sumber : BPS Kota Depok 2014

Gambar 1Grafik peningkatan PDRB Kota Depok 2006-2012 atas dasar harga konstan 2000.

(19)

Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Depok, 2014 sekitar 4.500 m3 sampah diproduksi setiap harinya. Sampah ini didominasi oleh sampah rumah tangga dengan komposisi sampah organik dan anorganik.

Setiap hari sekitar 1.200 m3 sampah diangkut oleh DKP Kota Depok ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung. Total produksi sampah rata-rata warga Depok masih ada sekitar 3.300 m3 sampah tidak terangkut berada di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) resmi dan TPS liar. Sampah yang berada di TPS dan TPA ini didominasi oleh sampah rumah tangga. Kota Depok memiliki 24 Unit Pengelolaan Sampah (UPS) yang tersebar merata disetiap kecamatan. UPS ini berfungsi sebagai tempat pengelolaan sampah sebelum sampah dikirim ke TPA Cipayung.

Peningkatan produksi sampah rumah tangga dipengaruhi oleh pola konsumsi dari setiap individu. Apabila pendapatan seseorang meningkat maka akan berbanding lurus dengan konsumsi terhadap suatu barang dan jasa (Keyness, 1964). Keyness menjelaskan bahwa jika pendapatan meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat. Hal inilah yang mungkin menjadi faktor pemicu masyarakat dalam memproduksi sampah. Data peningkatan volume sampah di Kota Depok dari tahun 2010-2013 dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok 2014

(20)

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, Kecamatan Sawangan merupakan kecamatan yang kepadatan penduduknya rendah sehingga mengakibatkan kecamatan ini menjadi kawasan hunian favorit yang dekat dengan wilayah ibu kota. Kondisi alam yang masih tergolong asri, kepadatan penduduk yang masih rendah, serta kondisi sosial ekonomi yang baik menjadi daya tarik untuk mengkaji permasalahan tentang pengaruh sosial ekonomi terhadap timbulan sampah rumah tangga. Penelitian ini dibagi ke dalam 3 cluster perumahan sebagai tolak ukur pendapatan rumah tangga yang didapatkan serta strata sosial yang ada di kecamatan ini.

Ketertarikan lain yakni untuk mengetahui penyebab peningkatan jumlah volume sampah serta kecenderungan memproduksi sampah organik dan anorganik pada kondisi sosial ekonomi rumah tangga tertentu. Kecamatan Sawangan memiliki tiga klaster kriteria perumahan untuk diteliti yakni non-real estate atau perkampungan, kompleks perumahan sederhana serta real estate atau perumahan mewah. Selain itu pertumbuhan penduduk dan peningkatan taraf ekonomi dari tahun ke tahun lebih mudah dihitung karena jumlah penduduknya belum kompleks seperti di Kecamatan Cimanggis.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan kajian mengenai keterkaitan antara elemen sosial ekonomi seperti kepadatan penduduk, pendapatan, status pekerjaan, tingkat pendidikan dan lain-lain dengan produksi sampah serta komposisi sampah berdasarkan tiga klaster perumahan yang ada. Berbagai komponen tersebut akan diteliti untuk mengetahui apakah ada hubungan yang erat dari setiap komponen tersebut. Selain itu apakah perilaku masyarakat juga mempengaruhi meningkatnya timbulan sampah di Kecamatan Sawangan ini.

1.2 Perumusan Masalah

(21)

baik, peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pendapatan daerah yang menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan suatu kota.

Peningkatan pendapatan masyarakat akan meningkatkan kesejahteraan, namun peningkatan ini selalu diiringi dengan fenomena degradasi lingkungan yang ditandai dengan peningkatan jumlah volume sampah. Masalah sampah selalu menjadi masalah yang sulit diselesaikan di setiap kota besar di Indonesia. Adanya keterkaitan antara peningkatan PDRB dengan peningkatan volume sampah memicu banyak penelitian terkait hal ini. Beberapa mengangkat masalah tentang degradasi lingkungan, analisis Environmental Kuznets Curve (EKC), serta sistem pengelolaan sampah terpadu.

Sampah merupakan salah satu indikator terjadinya degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi. Manusia pasti menghasilkan sampah setiap hari, maka tidak heran apabila diakumulasi Indonesia per hari bisa menghasilkan ratusan ribu ton sampah. Kota Depok menghasilkan sekitar 4.500 m3 sampah sehari dan terus bertambah setiap harinya. Tercatat kurang lebih 60% sampah yang masuk ke TPA Cipayung adalah sampah organik dan selebihnya adalah sampah anorganik.

Rumah tangga adalah penyumbang sampah terbesar dari timbulan sampah di Kota Depok. Mengapa bisa terjadi hal demikian? Berdasarkan beberapa penelitian terkait peningkatan volume sampah ternyata terdapat beberapa faktor sosial ekonomi yang melatarbelakangi fenomena timbulan sampah di Kota Depok ini. Faktor tersebut antara lain tempat tinggal, kondisi lingkungan, tingkat pendidikan, serta tingkat pendapatan rumah tangga.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang perlu dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja karakteristik masyarakat Kecamatan Sawangan, Kota Depok? 2. Bagaimana pengaruh sosial ekonomi terhadap komposisi sampah yang

dihasilkan serta peluang timbulannya pada rumah tangga di Kecamatan Sawangan, Kota Depok?

(22)

4. Langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah dalam pengelolaan produksi sampah rumah tangga di Kecamatan Sawangan, Kota Depok? 1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik masyarakat Kecamatan Sawangan, Kota Depok. 2. Mengetahui pengaruh sosial ekonomi terhadap komposisi sampah yang

dihasilkan serta peluang timbulannya pada rumah tangga di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

3. Mengetahui perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga.

4. Memberikan rekomendasi kebijakan yang tepat dalam upaya pengolahan produksi sampah rumah tangga di Kecamatan Sawangan, Kota Depok.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini ditujukan kepada banyak pihak antara lain:

1. Bagi individu identifikasi keterkaitan antara sosial ekonomi khususnya pendapatan dan komposisi sampah rumah tangga ini memberikan pengetahuan lebih luas tentang keterkaitan ekonomi dan perilaku terhadap lingkungan.

2. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan acuan terhadap pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan penelitian

3. Bagi akademisi sebagai referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya mengenai pengaruh sosial ekonomi dan komposisi sampah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pemukiman di Kecamatan Sawangan meliputi tiga klaster yakni perkampungan (Kampung Legok Menang, Kedaung, Sawangan), perumahan sederhana (Komplek Bappenas, Kedaung, Sawangan), dan perumahan real estate (Telaga Golf Sawangan).

(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sosial Ekonomi

Pengertian sosial ekonomi sulit untuk dijelaskan secara bersamaan. Sosial ekonomi adalah sebuah istilah yang sering digunakan untuk menyatakan status atau kondisi masyarakat. Sosial adalah kata yang merujuk kepada hal-hal yang berkaitan dengan masyarakat dan kemasyarakatan. Dalam konsep sosiologi manusia sering disebut dengan makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan dari orang lain, sehingga arti sosial sering diartikan sebagai hal yang berkenaan dengan masyarakat (Waluya, 2007).

Sedangkan ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa. Istilah “ekonomi” sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶκος (oikos) yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan

ό ος (nomos) yang berarti “peraturan, aturan, hukum”. Secara garis besar,

ekonomi diartikan sebagai “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga” (Gilarso, 2004). Menurut Smith (1904), secara sistematis ilmu ekonomi mempelajari tingkah laku manusia dalam usahanya untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang terbatas guna mencapai tujuan tertentu. Ini yang banyak dikenal sebagai teori ekonomi klasik. Dalam analisisnya, Adam Smith banyak menggunakan istilah-istilah normatif seperti: nilai (value), kekayaan (welfare), dan utilitas (utility) berdasarkan asumsi berlakunya hukum alami.

(24)

2.1.1 Kelas Sosial

Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Sumarwan (2004) menjelaskan bahwa kelas sosial adalah pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas yang berbeda. Perbedaan kelas atau strata akan menggambarkan perbedaan pendidikan, pendapatan, pemilikan harta benda, gaya hidup, nilai-nilai yang dianut. Perbedaan-perbedaan tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsi seseorang atau keluarga. Abdulsyani (1994) menjabarkan beberapa faktor yang dapat menentukan tinggi rendahnya keadaan sosial ekonomi seseorang dalam masyarakat yaitu tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, keadaan rumah tangga, tempat tinggal, kepemilikan kekayaan, jabatan dalam organisasi, aktivitas ekonomi.

2.1.2 Status ekonomi

Berdasarkan status ekonomi, Aristoteles membagi masyarakat menjadi kelas atau golongan yaitu golongan sangat kaya, kaya dan miskin.

1. Golongan pertama : merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.

2. Golongan kedua: merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dan sebagainya. 3. Golongan ketiga: merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat.

Mereka kebanyakan rakyat biasa.

Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian ini akan dibagi menjadi 3 kelompok. Pembagian ini disesuaikan dengan keadaan status sosial ekonomi masyarakat pada umumnya yakni golongan atas, menengah dan bawah.

2.2 Definisi Sampah

(25)

sekitar kita cukup beraneka ragam, ada yang berasal dari rumah tangga, sampah industri, sampah dari pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian, perkebunan dan peternakan serta sampah dari institusi atau kantor atau sekolah dan lain-lain.

Murthado dan Said (1998) dalam Bintoro (2008) menjelaskan bahwa sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk menyatakan limbah padat. Sedangkan limbah itu sendiri pada dasarnya berarti suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Sampah dikatakan mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar, disamping itu juga dapat mencemari lingkungan.

Sampah diklasifikasikan menjadi dua komponen yakni sampah organik dan anorganik. Sampah organik adalah sampah yang bersifat semi basah dan mudah terurai. Sampah ini berasal dari sampah dapur dan restoran yang didominasi oleh sayur dan buah-bahan. Sedangkan sampah anorganik yang sukar terurai, karena memiliki rantai ikatan kimiawi yang panjang, misalnya plastik, kaca dan selulosa (Bintoro, 2005).

Penggolongan sampah atau pembagiannya dapat dipilah berdasarkan beberapa cara. Menurut Said (1987) ada dua cara pembagian yang sering digunakan yakni berdasarkan teknis dan berdasarkan sumbernya. Berdasarkan teknis sampah dibagi menjadi sampah semi basah, sampah anorganik, sampah abu, sampah jasad hewan mati, sampah jalanan, sampah industri. Sedangkan berdasarkan sumbernya minimal ada dua jenis sampah yakni sampah domestik dan sampah komersil.

2.3 Definisi Rumah Tangga

(26)

perkawinan, darah (keturunan: anak atau cucu) dan adopsi. Kelompok orang tersebut biasanya tinggal bersama dalam satu rumah.

Rumah tangga adalah istilah yang lebih luas dari keluarga, dan keluarga adalah bagian dari rumah tangga. Keluarga memiliki arti hubungan antar anggotanya. Sedangkan rumah tangga menggambarkan pengelolaan suatu tempat tinggal oleh sekelompok orang yang terikat oleh keluarga atau sebuah kelompok orang yang tidak memiliki ikatan keluarga (BPS, 2000).

Menurut Havilland (2003) rumah tangga terdiri dari satu atau lebih orang yang tinggal bersama-sama di sebuah tempat tinggal dan juga berbagi makanan atau akomodasi hidup, dan terdiri dari satu keluarga atau sekelompok orang. Sebuah tempat tinggal dikatakan berisi beberapa rumah tangga jika penghuninya tidak berbagi makanan atau ruangan. Rumah tangga adalah dasar bagi unit analisis dalam banyak model sosial, mikroekonomi, dan pemerintahan, dan menjadi bagian penting dalam ilmu ekonomi.

Dalam arti luas, rumah tangga tidak hanya terbatas pada keluarga, berupa rumah tangga perusahaan, rumah tangga biasa, dan lain sebagainya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan istilah rumah tangga juga didefinisikan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan urusan kehidupan di rumah. Sedangkan istilah berumah tangga secara umum diartikan sebagai berkeluarga. Rumah tangga juga bisa dibagi kedalam tiga strata sosial yang sudah dijelaskan di atas yakni golongan miskin, sederhana dan kaya.

2.3.1 Pendapatan Rumah Tangga

(27)

Secara teori, pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap orang dalam masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan kegiatan apapun. Pendapatan perseorangan juga menghitung pembayaran transfer (transfer payment). Transfer payment adalah penerimaan-penerimaan yang bukan merupakan balas jasa produksi tahun ini, melainkan diambil dari sebagian pendapatan nasional tahun lalu, contoh pembayaran dana pensiunan, tunjangan sosial bagi para pengangguran, bekas pejuang, bunga utang pemerintah, dan sebagainya. Untuk mendapatkan jumlah pendapatan perseorangan, Net National Income (NNI) harus dikurangi dengan pajak laba perusahaan (pajak yang dibayar setiap badan usaha kepada pemerintah), laba yang tidak dibagi (sejumlah laba yang tetap ditahan di dalam perusahaan untuk beberapa tujuan tertentu misalnya keperluan perluasan perusahaan), dan iuran pensiun (iuran yang dikumpulkan oleh setiap tenaga kerja dan setiap perusahaan dengan maksud untuk dibayarkan kembali setelah tenaga kerja tersebut tidak lagi bekerja) (Anonim 2014).

Menurut definisi BPS (2006) pendapatan rumah tangga adalah pendapatan / penghasilan yang diterima oleh rumah tangga bersangkutan baik yang berasal dari pendapatan kepala rumah tangga maupun pendapatan anggota-anggota rumah tangga. Pendapatan rumah tangga dapat berasal dari balas jasa faktor produksi tenaga kerja / pekerja (upah dan gaji, keuntungan / untung, bonus, dan lain lain), balas jasa kapital (bunga, bagi hasil, dan lain lain), dan pendapatan yang berasal dari pemberian pihak lain (transfer).

(28)

2.4 Pengertian Lingkungan dan Degradasi Lingkungan

Menurut Poerwadarminta (1952) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, lingkungan adalah kata yang berasal dari kata lingkung yaitu sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkungi atau melingkari, sekalian yang terlingkung di suatu daerah sekitarnya. Sedangkan pada Ensiklopedia Umum (1983), lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi: (1) lingkungan mati (abiotik), yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya, gravitasi, atmosfer, dan lainnya, (2) lingkungan hidup (biotik), yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuhan, hewan, dan manusia. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Degradasi lingkungan adalah penurunan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan pembangunan yang dicirikan oleh tidak berfungsinya secara baik komponen-komponen lingkungan sebagaimana mestinya. Degradasi lingkungan pada dasarnya disebabkan oleh adanya intervensi atau campur tangan manusia yang berlebihan terhadap keberadaan lingkungan secara alamiah (Setiawan, 2013). Secara umum degradasi lingkungan disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dimana degradasi lingkungan berasal dari dalam bumi atau alam itu sendiri, dan faktor eksternal dimana degradasi lingkungan berasal dari ulah manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya (Wardhana, 1995).

(29)

2.5 Analisis Regresi Logistik

Regresi logistik merupakan suatu metode analisis statistika yang sudah biasa digunakan untuk menganalisis data kategorik. Regresi ini dinamakan dengan regresi logistik karena pembentukan modelnya didasarkan pada bentuk kurva logistik. Persamaan regresi ini tidak menghasilkan nilai pada variabel respon, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel respon. Nilai peluang ini yang dipakai sebagai ukuran untuk mengklasifikasikan pengamatan (Mutaqin, 2008). Persamaan logistik dapat menggambarkan pertumbuhan populasi dalam suatu lingkungan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang terbatas. Perbedaan bentuk kurva regresi logistik dengan regresi linier biasa adalah sebagai berikut

Gambar 3 Kurva logistik

(30)

Model logit merupakan model non linear, baik dalam parameternya maupun dalam variabelnya. Menurut Juanda (2009) model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan. Model logit merupakan model non linear, baik dalam parameternya maupun dalam variabelnya. Menurut Juanda (2009) model logit diturunkan berdasarkan fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut:

� = = + = + −�= + −( + ��) ………(1)

Dalam persamaan diatas e merupakan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718....) atau bila dijabarkan dengan penjabaran biasa maka persamaannya menjadi sebagai berikut:

= ��

−��………(2)

Peubah Pi / 1 – Pi dalam persamaan diatas disebut sebagai odds, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif. Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood (ML). Dengan persamaan logaritma natural, maka :

= ln ��

−�� → ln ��

−��= = + ………..…………(3)

2.5.1 Uji Model

Uji yang digunakan pada model regresi logistik ini adalah uji Wald (uji tiap parameter) dan uji G (uji seluruh model). Uji Wald merupakan uji yang digunakan untuk melihat signifikansi tiap-tiap parameter (Nachrowi dan Usman, 2002). Hipotesis pada uji Wald ini sebagai berikut :

H0 : prediktor secara univariat tidak berpengaruh signifikan terhadap respons

(βi = 0; = 0,1,2,3,…,p)

H1 : prediktor secara univariat berpengaruh signifikan terhadap respons

(31)

Statistik uji yang digunakan adalah

= [�� �� ]2

; j = 0, 1, 2, ...,p ...(4)

Statistik ini berdistribusi Khi Kuadrat dengan derajat bebas 1 atau secara simbolis ditulis Wj ~ X2 . H0 ditolak jika Wj > X2α, 1 ; dengan α adalah tingkat

signifikansi yang dipilih. Bila H0 ditolak, artinya parameter tersebut signifikan

secara statistik pada tingkat signifikansi sebesar α.

Uji selanjutnya adalah uji G yang digunakan untuk melihat keseluruhan model. Uji G merupakan uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) untuk peranan variabel bebas (Hosmer, 2000). Hipotesis pada uji G adalah sebagai berikut:

H0 : β1 = β2 = β3 = … = βp = 0 H1 : minimal 1 nilai yang βi≠0 i = 1,2,3,…,p

Statistik uji yang digunakan:

= − ln [ ℎ�� ��ℎ�� �� ] ... (5)

Keterangan :

Model B = model yang hanya terdiri dari konstanta saja Model A = model yang terdiri dari seluruh variabel

G terdistribusi Khi Kuadrat dengan derajat bebas p atau G ~ Xp2 . H0 ditolak jika G > X2α. P ; α ; tingkat signifikansi. Bila H0 ditolak, artinya model A

signifikan pada tingkat signifikansi sebesar α.

2.5.2 Interpretasi Model

(32)

menjelaskan bahwa odds ratio merupakan perbandingan resiko. Odd didefinisikan sebagai:

� = −�� ... (6) P menjelaskan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa y = 1) dan 1-P menyatakan probabilas kegagalan (terjadinya peristiwa y = 0). Odds ratio (perbandingan resiko) adalah perbandingan nilai odds atau resiko pada dua individu; misalkan individu A dan individu B (Nachrowi dan Usman, 2002).

2.6 Penelitian Terdahulu

Chalik (2008) dengan judul penelitian Formulasi Kebijakan Sistem Pengolahan Sampah Perkotaan Berkelanjutan (Studi Kasus : DKI Jakarta). Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji timbulan sampah pada strata pendapatan rumah tangga tertentu. Hasilnya adalah terdapat korelasi antara pendapatan, timbulan sampah dan komposisi sampah. Bagi pemukiman dengan strata tinggi menghasilkan sampah organik sekitar 65% dan anorganiknya 35%. Pemukiman dengan strata menengah menghasilkan sampah organik 61% dan anorganiknya 39%. Selanjutnya untuk strata rendah sampah organik yang dihasilkan 60% sedangkan anorganiknya 40%. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin tinggi pula konsumsinya. Konsumsi terhadap barang-barang organik lebih mendominasi dibandingkan anorganik. Penelitian ini juga menjelaskan bahwa perilaku masyarakat dalam mengelola sampah sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan.

(33)

menghasilkan sampah yang paling kecil. Hal ini kontras sekali dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi semakin besar timbulan sampahnya. Hanya kelompok perumahan menengah yang memiliki peringkat sesuai dengan hipotesis, yaitu timbulan sampah berada pada posisi kedua atau diantara perumahan mewah dan perumahan sederhana (Ramandhani, 2011).

Penelitian ketiga yakni berasal dari jurnal internasional tahun 2010 dengan judul The Role of Socio-Economic Factors on Household Waste Generation: A Study in a Waste Management Program in Dhaka City, Bangladesh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah rumah tangga di Dhaka, Bangladesh. Penelitian yang dilakukan oleh tiga orang dari tiga universitas dan program studi berbeda ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dijelskan di atas. Rafia Afroz, Keisuke Hanaki dan Rabbah Tuddin menggunakan metode regresi linier berganda. Variabel dugaannya antara lain jumlah anggota keluarga, pendidikan, pendapatan, kepedulian terhadap lingkungan serta keinginan untuk mengurangi sampah. Hasil pengolahan data menunjukkan adanya hubungan yang erat antara variabel-variabel dugaan dengan timbulan sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga pada setiap bulannya.

(34)

Tabel 2 Matriks penelitian terdahulu

No Judul penelitian Penulis Tujuan Metode yang

digunakan Alat

1 Formulasi Kebijakan

Sistem Pengolahan

(35)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran yang menjadi dasar dari rencana penelitian ini adalah sosial ekonomi masyarakat Sawangan terkait dengan perubahan komposisi sampah rumah tangga. Bertambahnya jumlah penduduk ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan adanya peningkatan PDRB. Peningkatan sosial ekonomi masyarakat ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk yang memicu berbagai permasalahan baik sosial, ekonomi dan lingkungan.

Eksternalitas yang ditimbulkan dari tingginya kebutuhan akan barang dan jasa menjadi faktor utama timbulnya sampah. Hal ini terbukti dari peningkatan volume sampah di 24 UPS di Depok setiap tahunnya. Tercatat oleh DKP Kota Depok (2014) UPS Bojongsari (menampung sampah Kecamatan Sawangan dan Bojongsari) pada tahun 2010 volume sampahnya adalah sebesar 2210 m3 meningkat pada tahun 2013 yakni sebesar 5519 m3.

Selain itu peningkatan volume sampah anorganik yang meningkat setiap tahunnya juga menjadi sebuah pemicu timbulnya dugaan yang harus diteliti lebih jauh. Pendapatan masyarakat dibagi kedalam tiga golongan yakni pendapatan tinggi, sedang, rendah. Dasar pembagian golongan ini adalah strata sosial yang dilihat dari tempat tinggal. Menurut Darmasetiawan (2004) tingkat ekonomi dapat dilihat dari pendapatan, sedangkan pendapatan itu sendiri tercermin dari jenis pemukiman dan kondisi rumah yang ditinggali. Sesuai dengan uraian tersebut maka pemukiman warga yang dibagi menjadi tiga klaster yaitu klaster perkampungan, perumahan sederhana dan perumahan real estate atau mewah.

(36)

Peningkatan konsumsi inilah yang menjadi penyebab utama peningkatan jumlah volume sampah. UPS Bojongsari untuk tempat pembuangan wilayah Sawangan dan Bojongsari turut menyumbang sekitar 200-250 m3 sampah per bulannya (DKP Depok, 2014). Produksi sampah rumah tangga dapat dibagi menjadi dua golongan sesuai dengan jenis sampah itu sendiri, yakni organik dan anorganik. Kebenaran dari dugaan sementara perlu dicari yakni adanya hubungan antara pendapatan masyarakat dan peningkatan jumlah volume sampah. Tingkat pendapatan akan berpengaruh langsung terhadap perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah itu sendiri. Tempat tinggal dijadikan indikator dalam pembagian klaster karena mampu mewakili beberapa faktor sosial ekonomi masyarakat seperti tingkat pendapatan dan pendidikan. Selain itu tempat tinggal dapat mewakili perilaku suatu rumah tangga dalam mengelola sampah karena dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tinggal mereka.

Permasalahan dasar dari penelitian ini adalah seberapa banyak timbulan sampah organik dan anorganik yang dihasilkan oleh rumah tangga dengan tingkat sosial ekonomi tertentu, serta mengetahui perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah dihubungkan dengan beberapa faktor sosial ekonomi. Selanjutnya apakah ada perbedaan produksi sampah pada hari kerja dan hari libur? Hipotesis pada penelitian ini adalah sampah organik akan lebih banyak dihasilkan oleh rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah dan produksi sampah pada hari libur akan lebih banyak dibandingkan produksi sampah pada hari kerja.

(37)

Secara sistematis kerangka pemikiran ini dapat disajikan dalam bentuk bagan alur berpikir pada Gambar 4.

(38)
(39)

IV.

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah Kecamatan Sawangan, Kota Depok meliputi tiga klaster yaitu klaster perkampungan (non-real estate), perumahan BTN (sederhana) dan perumahan real estate. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2014. Lokasi yang dijadikan objek penelitian adalah perkampungan (Kampung Legok Menang, Kedaung, Sawangan), perumahan sederhana (Komplek Bappenas, Kedaung, Sawangan), dan perumahan real estate (Telaga Golf Sawangan). Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber : Bappeda Kota Depok 2012

Gambar 5 Lokasi penelitian

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini dilakukan melalui studi literatur dan penentuan data primer. Sumber data berupa data primer. Data primer ini didapatkan dengan sistem cluster random sampling. Cluster random sampling merupakan sistem pengambilan

Lokasi penelitian

(40)

sampel secara acak yang membagi populasi sebagai klaster-klaster kecil. Survey ini banyak digunakan untuk penelitian pemukiman di daerah perkotaan. Walpole (1992) menjelaskan bahwa jumlah minimal pengambilan sampel dari suatu populasi adalah 30 sesuai dengan sebaran normalnya, sehingga diputuskan untuk mengambil sampel data minimal sebanyak 30 responden dari setiap klaster.

Data primer diambil dari klaster perumahan yang telah dibagi menjadi 3 kelompok. Kelompok pertama yakni sebanyak 40 rumah tangga per satu kepala keluarga dari perumahan perkampungan, kedua sebanyak 40 rumah tangga per satu kepala keluarga dari perumahan sederhana dan ketiga sebanyak 33 rumah tangga per satu kepala keluarga dari perumahan real estate. Data ini didapatkan dari hasil wawancara dan kuesioner kepada rumah tangga. Selain itu data sampah didapatkan dari sampah rumah tangga setiap rumah pada hari kerja dan hari libur. Sampah tersebut dipisahkan sesuai jenisnya yakni sampah organik dan anorganik. Setelah itu sampah ditimbang sesuai dengan jenis dan harinya untuk mengetahui berat sampah yang dihasilkan setiap rumah tangga per hari.

(41)

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode yang akan menjawab tujuan-tujuan yang sudah dipaparkan pada Bab 1. Setelah mendapatkan sampel sebanyak 113 Kepala Keluarga (KK) yang dianggap mampu mewakili kondisi masyarakat Sawangan, maka selanjutnya akan digunakan metode-metode analisis data untuk menjawab tujuan dari penelitian ini. Dua metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif dan analisis regresi logistik. Secara rinci metode pengolahan data tersebut disajikan dalam poin berikut ini.

4.4 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan sebuah pendekatan yang menganalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Kualitatif adalah analisis tertulis dalam menggambarkan permasalahan penelitian. Hal ini berupa narasi-narasi yang menceritakan tentang kasus yang terjadi serta alur penyelesaiannya. Berbeda dengan analisis kuantitatif yang menjelaskan permasalahan serta pengolahan datanya melalui angka. Analisis kuantitatif akan disajikan dalam bentuk tabulasi sehingga korelasi angkanya dapat langsung terlihat. Analisis kualitatif akan menjelaskan tabulasi-tabulasi tentang karakteristik responden, perilaku masyarakat terhadap pengelolaan sampah rumah tangga serta langkah apa yang harus diambil untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sampah di Kecamatan Sawangan ini.

Karakteristik masyarakat Kecamatan Sawangan Kota Depok meliputi usia, tingkat pendidikan, status pekerjaan dan jumlah jiwa per KK serta lokasi tinggal. Karakteristik ini sangat butuh untuk diketahui karena beberapa komponen karakteristik yang bisa dianalisis secara kuantitatif nantinya akan dimasukkan ke dalam perhitungan pada metode selanjutnya. Perhitungan yang digunakan yakni regresi logistik untuk mengetahui peluang membuang sampah organik dan anorganik masyarakat dengan tingkat ekonomi rumah tangga tertentu serta pengaruhnya pada timbulan sampah di Kecamatan Sawangan.

(42)

ekonomi rendah, klaster kompleks sederhana mewakili kondisi rumah tangga ekonomi sederhana sedangkan klaster real estate atau perumahan mewah mewakili kondisi rumah tangga ekonomi tinggi. Kondisi lingkungan dari dari setiap lokasi tinggal juga akan mempengaruhi perilaku konsumsi dan pengelolaan sampah rumah tangga masyarakat Sawangan.

4.5 Analisis Regresi Logistik

Metode yang digunakan selanjutnya adalah metode analisis regresi logistik. Metode ini digunakan untuk menjawab tujuan ke dua yaitu pengaruh sosial ekonomi terhadap perubahan komposisi sampah rumah tangga. Kondisi sosial ekonomi ini dititik beratkan pada pendapatan rumah tangga. Variabel pendapatan menjelaskan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga setiap bulannya. Sumber pendapatan ini bukan hanya dari kepala keluarga yang bertugas mencari nafkah melainkan didapatkan dari penjumlahan seluruh anggota keluarga yang memiliki penghasilan tetap setiap bulan. Nilai pendapatan akan dibagi Rp 100.000,00 untuk menyederhanakan perhitungan pada saat data diolah.

Model yang akan disajikan adalah sebanyak dua model. Model yang pertama adalah model hari kerja dan yang kedua adalah model hari libur. Hal ini dilakukan karena adanya dugaan perbedaan produksi sampah rumah tangga pada hari kerja dan hari libur. Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi komposisi sampah rumah tangga adalah sebagai berikut :

ln ��

−�� = = + SKRJ + U + PDPT + SK ; SL + SDRN +

MWH + �... (7) Keterangan:

Y = Komposisi sampah rumah tangga (1 untuk organik dan 0 untuk anorganik) (kg/hari)

α = konstanta

β1...β2 = koefisien regresi

(43)

U = variabel usia (tahun) PDPT = variabel pendapatan (Rp)

SK ; SL = Variable berat sampah per hari kerja atau libur (kg/hari) SDRN = variabel dummy komposisi sampah perumahan sederhana

(1 = perumahan sederhana ; 0 = perkampungan)

MWH = variabel dummy komposisi sampah perumahan mewah (1 = perumahan mewah ; 0 = perkampungan)

ε = galat

Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.

No. Tujuan Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data

1 Karakteristik Responden Primer melalui wawancara (kuesioner)

dan studi literatur. Data yang dibutuhkan yaki jenis kelamin, usia kepala keluarga, status pekerjaan kepala keluarga, pendidkan kepala keluarga, total penghuni setiap rumah, pendapatan rumah tangga,

Primer melalui observasi lapang. Data yang dibutuhkan yakni usia, pendpatan, berat sampah organik dan anorganik pada hari kerja, berat sampah organik dan anorganik pada hari libur, status pekerjaan kepala keluarga. Data yang dibutuhkan yakni produksi sampah rumah tangga per hari, jenis sampah yang dihasilkan, konsumsi harian, kebiasaan berbelanja bulanan dan harian, pengeluaran harian untuk konsumsi, cara mengelola sampah, pengelola sampah rumah tangga, muara pembuangan akhir sampah rumah tangga, tingkat pendidikan dan iuran kebersihan.

(44)
(45)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Kondisi Wilayah dan Lingkungan Lokasi Penelitian Kota Depok resmi menjadi wilayah administratif baru di Propinsi Jawa Barat pada tahun 1999 atas dasar Undang-Undang Republik Indonesia No. 15 tahun 1999. Kota Depok terletak pada koordinat 6° 19’0’’ - 6° 28’00’’ Lintang

Selatan dan 106° 43’00’’ - 106° 55’30’’ Bujur Timur. Depok diapit oleh tiga kota yakni Kota Tangerang Selatan di bagian utara, Kota Bekasi dan DKI Jakarta di bagian Timur serta Kota dan Kabupaten Bogor di bagian selatan dan Barat. Letak Kota Depok yang strategis ini menyebabkan banyaknya akses jaringan transportasi yang menghubungkan Depok dengan kota-kota lainnya. Selain letaknya yang strategis Kota Depok ini merupakan kota yang didominasi oleh pemukiman penduduk. Pengembangan kawasan perumahan terus dilakukan sehingga mengakibatkan arus migrasi penduduk semakin pesat (BPS Kota Depok, 2014).

Wilayah administratif Kota Depok dibagi menjadi 11 kecamatan yaitu Sawangan, Bojongsari, Pancoran Mas, Cipayung, Sukmajaya, Cilodong, Cimanggis, Tapos, Beji, Limo dan Cinere. Kecamatan Sawangan menjadi lokasi penelitian pada penelitian ini. Kecamatan Sawangan memiliki 7 kelurahan yaitu Pasir Putih, Bedahan, Pengasinan, Cinangka, Sawangan, Sawangan Baru, dan Kedaung. Lokasi penelitian adalah Kelurahan Sawangan Baru dan Kedaung (BPS Kota Depok, 2014).

Kecamatan Sawangan memiliki luas wilayah mencapai 4.671,20 km2 dan luas area sekitar 2.928,93 Ha. Seluas 695 Ha atau sekitar 23,73% lahan digunakan untuk kawasan perumahan dan seluas 1.468,5 Ha atau sekitar 50,14% lahan digunakan untuk pekarangan, sawah dan ladang. Sisanya digunakan untuk kebutuhan lain seperti jalan, kuburan, industri dan lain sebagainya (BPS Kota Depok, 2014).

(46)

sebelah utara, Kecamatan Parung dan Kabupaten Bogor di sebelah selatan, Kecamatan Limo, Pancoran Mas dan Cipayung di sebelah timur dan Kecamatan Bojongsari untuk wilayah bagian barat (Bappeda Depok, 2013).

Tercatat jumlah penduduk Kecamatan Sawangan pada tahun 2013 mencapai 139.473 jiwa. Menurut BPS Kota Depok 2013/2014 Kecamatan Sawangan merupakan kecamatan yang kepadatan penduduknya paling rendah yakni sebesar 5.385 jiwa/km2 lebih sedikit dibandingkan Kecamatan Sukmajaya yakni sebesar 14.531 jiwa/km2.

Kondisi kependudukan yang tidak begitu padat membuat kecamatan ini banyak dilirik sebagai kawasan hunian. Begitu banyak perumahan yang didirikan mulai dari perumahan sederhana sampai perumahan mewah. Hal inilah yang menjadi alasan pemilihan kawasan penelitian oleh peneliti.

Mata pencaharian masyarakat di Kecamatan Sawangan sangatlah beragam yakni petani, wiraswasta, perajin/ industri kecil, buruh, pedagang, PNS, TNI/POLRI, pensiunan, dan lain-lain. Tercatat oleh Kecamatan Sawangan sampai bulan Januari 2014 jenis pekerjaan sebagai buruh menempati peringkat pertama yakni sebanyak 12.142 jiwa. Sedangkan TNI/POLRI menempati peringkat terkecil yakni sebanyak 200 jiwa (DDA, 2013/2014).

Kondisi lingkungan Kecamatan Sawangan masih tergolong bersih dibandingkan dengan kecamatan lain di Depok. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di kecamatan ini masih sangat banyak karena kepadatan penduduknya masih relatif rendah. Namun karena kepadatan penduduknya yang masih relatif rendah ini membuat infrastruktur di kecamatan ini sedikit terabaikan oleh pemerintah kota. Misalnya saja kurangnya penyediaan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) serta akses untuk masuk ke pemukiman warga masih buruk seperti kondisi jalan dan kendaraan umumnya.

(47)

5.2 Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Sawangan

Karakteristik umum sosial ekonomi masyarakat Sawangan didapatkan dari penelitian terhadap 113 responden warga Sawangan yang dianggap mampu mewakili masyarakat Sawangan. Penelitian ini meliputi tiga klaster perumahan yakni perkampungan, sederhana, dan mewah. Karakteristik ini meliputi jenis kelamin, usia, status pekerjaan, pendidikan, jumlah penghuni dan pendapatan. Karakteristik ini tidak menjelaskan per klaster melainkan keseluruhan responden mewakili penduduk Kecamatan Sawangan. Karakteristik umum masyarakat Sawangan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Karakteristik responden rumah tangga masyarakat Kecamatan Sawangan

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

(48)

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) Jasa Angkut Sampah :

Ikut 73 64,6

Tidak ikut 40 35,4

TOTAL 113 100

Sumber: Pengolahan data primer

Sebanyak 113 responden yang telah diwawancarai dianggap mampu mewakili masyarakat Kecamatan Sawangan. Responden yang bersedia diwawancarai didominasi oleh perempuan yakni sebanyak 94 dari 113 responden dan sisanya adalah laki-laki sebanyak 19 orang. Hal ini karena waktu wawancara yang dilaksanakan pada siang hari ketika mayoritas kepala keluarga sedang melakukan kegiatan di luar rumah. Faktor penyebab yang lain adalah perempuan berperan penting lebih dalam mengelola rumah tangga.

Variabel usia cukup beragam karena meliputi umur 20 – 60 tahun ke atas. Usia yang dimaksud adalah usia dari kepala keluarga responden. Usia 41-50 tahun merupakan range usia terbanyak yakni sebesar 36,3% atau sebanyak 41dari 113 orang. Sedangkan range usia paling sedikit diperoleh pada usia ≥ 20 tahun yakni sebesar 0,9%. Status pekerjaan yang dimiliki oleh responden didominasi oleh para pekerja aktif. Hanya ada 8 dari 113 responden yang tidak bekerja aktif meliputi pengangguran dan pensiunan. Jenis pekerjaan dari responden cukup beragam yaitu petani, wiraswasta, perajin/ industri kecil, buruh, pedagang, PNS, TNI/POLRI, pensiunan, dan lain-lain. Mayoritas usia kepala keluarga responden berada pada usia produktif yakni sekitar 20 – 55 tahun. Hal ini juga menyebabkan tingginya nilai persentase pekerja aktif pada variabel status pekerjaan yakni sebesar 92,9%.

Status pendidikan masyarakat Sawangan didominasi oleh tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Mayoritas masyarakat ini mengenyam bangku pendidikan selama 10-12 tahun. Dilihat dari status pendidikan yang cukup tinggi Kecamatan Sawangan bukan merupakan kecamatan tertinggal.

(49)

sebanyak 4 – 6 orang. Jumlah ini mendominasi sebanyak 71,7% dari total responden.

Mayoritas responden memiliki pendapatan di atas Upah Minimum Rata-rata (UMR) Kota Depok yakni sebesar Rp 2.397.000,00 pada tahun 2014. Responden yang memililki pendapatan di bawah UMR berasal dari klaster perkampungan yakni sebanyak 11,5% dari total responden. Pendapatan terbanyak adalah pendapatan dengan range 2.500.000 - 5.000.000 rupiah yaitu sebanyak 35 dari 113 responden. Responden dengan pendapatan tersebut berasal dari seluruh klasterperkampungan, sederhana dan mewah.

Karakteristik terakhir yang dibahas yakni keikutsertaan jasa angkut sampah rumah tangga. Sebanyak 40 responden atau sekitar 35,4% dari total responden tidak menggunakan jasa angkut sampah. Angka ini didominasi oleh warga yang tinggal di perkampungan sisanya berasal dari perumahan sederhana. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan kawasan perumahan yang masih sangat minim. Perumahan mewah dan sederhana seluruhnya menggunakan jasa angkut sampah yakni sebanyak 64,6%. Kedua perumahan ini memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih jelas dibandingkan perkampungan.

Pendapatan masyarakat dapat dijadikan alasan lain mengapa penelitian ini dibagi menjadi tiga kelas sosial. UMR Kota Depok tahun 2014 yakni sebesar Rp 2.397.000,00 bisa dijadikan tolak ukur pendapatan masyarakat di atas atau di bawah UMR yang berlaku. Perbedaan rata-rata pendapatan masyarakat apabila dibagi berdasarkan kelas sosialnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Pendapatan masyarakat

No. Pendapatan (Rp) Perumahan (%)

Perkampungan BTN Real Estate

1 < 2.397.000 22,5 7,5 0

2 2.397.000 - 7.000.000 60 67,5 0

3 >7.000.000 17,5 25 100

Sumber: Pengolahan data primer

5.3 Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Perubahan Komposisi Sampah Rumah Tangga

(50)

Sosial ekonomi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah sebuah kondisi rumah tangga berdasarkan usia, tingkat pendidikan, pendapatan dan lokasi tempat tinggalnya. Sosial ekonomi masyarakat pada penelitian ini dititikberatkan pada keempat elemen di atas.

Sesuai dengan hasil observasi di lapangan ternyata pola expenditure atau pengeluaran rumah tangga berbeda-beda tergantung pada pendapatan yang didapatkan setiap bulannya. Rumah tangga dengan pendapatan di atas Rp 10.000.000,00 mayoritas bermukim di perumahan sederhana dan mewah. Mereka cenderung lebih senang mengonsumsi makanan-makanan cepat saji atau makanan kemasan. Hal ini mengakibatkan timbulan sampah anorganik seperti plastik, botol kaca dan kaleng lebih banyak dibandingkan dengan sampah organiknya. Keadaan sebaliknya terjadi pada rumah tangga dengan pendapatan di bawah Rp 7.500.000,00, mayoritas bermukim di perumahan sederhana dan perkampungan. Pada dua jenis perumahan ini rumah tangganya cenderung lebih senang memasak sendiri di rumah dibandingkan harus membeli makanan cepat saji, sehingga sampah yang dihasilkan akan lebih banyak jenis sampah organik. Data dapat dilihat pada Tabel 16.

Berat sampah yang dihasilkan rumah tangga setiap harinya juga beragam. Pada penelitian ini tidak dipisahkan secara spesifik jenis sampahnya. Artinya sampah dicampur berdasarkan jenis sampah organik dan anorganik saja, bukan dipisahkan lagi seperti sampah sisa makanan, sisa memasak, plastik, kaleng, beling, kertas dan lain-lain. Hal ini akan menyebabkan berat sampah organik akan dipengaruhi dengan kadar air di dalam sampah itu sendiri. Kondisi lain terjadi pada berat sampah anorganik. Berat sampah anorganik yang ada juga dipengaruhi dengan jenis sampahnya misalnya plastik dan botol minuman kaca. Botol minuman kaca jelas akan mendominasi berat sampah anorganik karena komponennya lebih berat dari sampah plastik. Jadi sedikit saja jenis sampah anorganik yang dihasilkan maka tetap akan terasa berat disebabkan oleh komponen sampahnya.

(51)

Dugaannya adalah bahwa produksi sampah di hari libur akan lebih banyak dibandingkan hari kerja karena penghuni rumah akan lebih banyak melakukan kegiatan di rumah sehingga akan timbul eksternalitas negatif berupa sampah. Hari kerja yang dimaksud adalah hari Senin – Jumat, sedangkan hari libur yang dimaksud adalah hari Sabtu dan Minggu bukan hari libur di musim liburan seperti libur lebaran atau natal dan tahun baru.

Komposisi sampah rumah tangga sebagai variabel dependent yakni Y untuk model hari kerja dan Y2 untuk model hari libur. Variabel indenpendent-nya antara lain usia, pendapatan, status pekerjaan, jumlah sampah, jumlah sampah hari kerja dan libur, klaster perumahan sederhana (dummy), serta klaster perumahan mewah (dummy). Dalam model ini, data Y1 dan Y2 yang dimaksud adalah dominansi rumah tangga dalam memproduksi sampah apakah lebih banyak sampah organik atau anorganik. Apabila sampah yang dihasilkan lebih banyak sampah organik maka dikategorikan 1 dan apabila sampah yang dihasilkan lebih banyak anorganik dikategorikan 0. Selanjutnya data tersebut akan dimasukkan ke dalam model. Tempat tinggal klaster perkampungan sebagai indikator perhitungan pada variabel perumahan. Perkampungan dipilih karena memiliki perbandingan yang ekstrem pada variabel pendapatan sehingga dapat diketahui perbedaannya dengan jelas.

5.3.1 Hasil dan Pembahasan Perhitungan Logistik Hari Kerja

(52)

Tabel 6 Hasil perhitungan model hari kerja binary logistic dengan menggunakan SPSS 14

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Constant 4,441 2,193 4,099 1 0,043 84,830

Usia -0,043 0,030 2,061 1 0,151 0,958

Pendapatan -0,015 0,004 11,827 1 0,001* 0,985

Sampah_kerja 2,544 0,778 10,704 1 0,001* 12,731

Status_kerja(1) -1,921 1,319 2,120 1 0,145*** 0,146

Perkampungan 3,516 2 0,172

Sederhana(1) -1,176 0,667 3,105 1 0,078** 0,309

Rumah_mewah(2) -0,181 0,994 0,033 1 0,856 0,834

Sumber : Pengolahan data primer

Keterangan :*) Signifikan pada taraf nyata 5% **) Signifikan pada taraf nyata 10% ***) Signifikan pada taraf nyata 15%

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas maka didapatkan model persamaan regresi logistik sebagai berikut

�� = , − , − , ��� + ,

− , − , � − , ...(8)

a. Uji signifikansi model hari kerja

Model regresi logistik tersebut diatas setelah diuji dengan uji G dan uji Wald telah memenuhi syarat materi uji, sehingga dapat dikatakan ketepatan model sudah sangat baik. Uji G merupakan uji yang digunakan untuk melihat keseluruhan model. Menurut Hosmer (2002) uji G merupakan uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) untuk peranan variabel bebas.

(53)

Tabel 7 Uji model summary hari kerja

a Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than 0,001.

Dari hasil analisis pada Tabel 7 juga didapat nilai Cox and Snell R Square sebesar 0,342 dan Nagelkerke R Square sebesar 0.476. Nilai Nagelkerke R Square yang lebih besar dari Cox and Snell R Square menunjukkan kemampuan keenam variabel bebas dalam menjelaskan perubahan komposisi sampah organik dan anorganik rumah tangga Kecamatan Sawangan sebesar 47,6%.

Tabel 8 Uji omnimbus terhadap koefisien model hari kerja

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig. (0,000 < 0,15), artinya variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap komposisi sampah rumah tangga Kecamatan Sawangan.

Tabel 9 Uji hosmer and lemeshow hari kerja

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 8,949 8 0,347

(54)

Tabel 10 Nilai persentase keseluruhan model hari kerja

Classification Table (a)

Observed Predicted

Dummy SAMPAH H

Percentage Correct

anorganik organik

Step 1 Dummy SAMPAH H anorganik 24 13 64,9

organik 6 70 92,1

Overall Percentage 83,2

Nilai overall percentage pada classification table yang diperoleh sebesar 83,2%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa dari 113 data yang ada terdapat 94 data yang tepat pengklasifikasiannya. Hal ini menunjukkan bahwa model yang dihasilkan sudah baik. Rincian hasil regresi logistik dapat dilihat pada Lampiran 5.

Uji berikutnya adalah uji Wald, yakni uji yang digunakan untuk melihat signifikansi tiap-tiap parameter. Berdasarkan hasil perhitungan regresi logistik dapat dilihat bahwa terdapat 4 variabel yang signifikan dengan taraf nyata sebesar 15%. Variabel status kerja, pendapatan, sampah kerja, dan perumahan sederhana berpengaruh nyata terhadap perubahan komposisi sampah rumah tangga (variabel dependent). Terdapat dua variabel penduga yang tidak signifikan terhadap timbulan sampah organik dan anorganik. Hasil dapat dilihat pada Tabel 6.

b. Hasil analisis model hari kerja

(55)

Variabel jumlah sampah hari kerja memiliki nilai signifikansi sebesar 0,001. Nilai tersebut berarti bahwa jumlah sampah pada hari kerja berpengaruh nyata terhadap perubahan komposisi sampah rumah tangga yang dihasilkan pada taraf nyata 5% (0,001<0,05). Koefisien hasil yang diperoleh 2,544 dan odds ratio yang diperoleh sebesar 12,731. Hal ini berarti bahwa jika terjadi peningkatan jumlah berat sampah pada hari kerja, maka peluang rumah tangga untuk menghasilkan sampah organik lebih besar 12,731 kali dibandingkan sampah anorganik. Dalam artian lain rumah tangga yang membuang lebih banyak sampah di hari kerja memiliki peluang lebih besar untuk membuang sampah organik dibandingkan sampah anorganik.

(56)

tangga yang dihasilkan pada taraf nyata 10% (0,078<0,10). Koefisien hasil yang diperoleh -1,176 dan odds ratio yang diperoleh sebesar 0,309. Hal ini berarti tempat tinggal perumahan sederhana memiliki peluang membuang sampah organik di hari kerja sebesar 0,309 kali lebih kecil dibandingkan sampah anorganik. Tempat tinggal perumahan sederhana cenderung lebih banyak membuang sampah anorganik dibandingkan dengan tempat tinggal perkampungan di hari kerja. Sebaliknya tempat tinggal perkampungan cenderung lebih banyak membuang sampah organik dibandingkan dengan tempat tinggal perumahan sederhana di hari kerja.

Hasil pengolahan data di atas menunjukkan ada dua variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap timbulan sampah organik dan anorganik rumah tangga yakni variabel usia danperumahan mewah. Variabel usia memiliki nilai signifikansi sebesar 0,151. Nilai tersebut berarti bahwa usia tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan komposisi sampah rumah tangga yang dihasilkan pada taraf nyata 15% (0,151>0,15). Hal ini disebabkan karena usia pada responden yang diwawancarai cenderung homogen, sehingga banyak terjadi kesamaan pada data yang diolah.

Variabel perumahan mewah memiliki nilai signifikansi sebesar 0,856. Artinya variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan komposisi sampah rumah tangga yang dihasilkan pada taraf nyata 15% (0,856>0,15). Hal ini karena tidak adanya perbedaan yang mencolok antara perumahan mewah dan perkampungan atau data yang diambil cenderung homogen. Hasil perhitungan secara lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.3.2 Hasil Perhitungan Logistik Hari Libur

(57)

Tabel 11 Hasil perhitungan model hari libur binary logistic dengan menggunakan SPSS 14

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Constant 1,710 2,007 0,726 1 0,394 5,527

Usia -0,013 0,029 0,214 1 0,643 0,987

Pendapatan -0,007 0,004 3,904 1 0,048* 0,993

Sampah_libur 1,555 0,513 9,202 1 0,002* 4,737

Status_kerja(1) -0,255 1,184 0,046 1 0,829 0,775

Perkampungan 13,279 2 0,001

Sederhana(1) -2,224 0,632 12,368 1 0,000* 0,108

Rumah_mewah(2) -2,511 0,966 6,756 1 0,009* 0,081

Sumber : Pengolahan data primer

Keterangan : *) Signifikan pada taraf nyata 5% **) Signifikan pada taraf nyata 10% ***) Signifikan pada taraf nyata 15%

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas maka didapatkan model persamaan regresi logistik sebagai berikut

�� = , − , − , ��� + ,

− , − , � − , ...(9)

a. Uji signifikansi model hari libur

Model regresi logistik tersebut setelah diuji dengan uji G dan uji Wald telah memenuhi syarat materi uji, sehingga dapat dikatakan ketepatan model sudah sangat baik. Uji G merupakan uji yang digunakan untuk melihat keseluruhan model. Menurut Hosmer (2002) uji G merupakan uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) untuk peranan variabel bebas.

(58)

Tabel 12 Uji model summary hari libur

Model Summary

Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 106,809(a) 0,342 0,459

a Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.

Dari hasil analisis pada Tabel 12 juga didapat nilai Cox and Snell R Square sebesar 0,342 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,459. Nilai Nagelkerke R Square yang lebih besar dari Cox and Snell R Square menunjukkan kemampuan keenam variabel bebas dalam menjelaskan perubahan komposisi sampah organik dan anorganik rumah tangga Kecamatan Sawangan sebesar 45,9%.

Tabel 13 Uji omnimbus terhadap koefisien model hari libur

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 47,275 6 0,000

Block 47,275 6 0,000

Model 47,275 6 0,000

Tabel 13 menjelaskan nilai signifikansi pada Omnimbus test sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu 15% (0,000<0,15), artinya variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap komposisi sampah rumah tangga Kecamatan Sawangan.

Tabel 14 Uji hosmer and lemeshow model hari libur

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 8,949 8 0,347

Gambar

Tabel 1 Pertumbuhan penduduk Kota Depok tahun 2008-2012 per kecamatan
Gambar 1Grafik peningkatan PDRB Kota Depok 2006-2012 atas dasar harga
Tabel 2 Matriks penelitian terdahulu
Gambar 4 Kerangka pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Peserta didik diminta memahami bahan ajar tentang Barisan Aritmetika jika diketahui suku pertama dan suku ke-n, tentang Barisan Aritmetika jika diketahui beda

Sesi terakhir kegiatan training, setelah penyampaian materi dari narasumber dan praktek langsung oleh peserta, dilanjutkan dengan diskusi untuk menyusun kegiatan aksi apa

Dari perancangan kampanye untuk mendukung pelestarian Badak Bercula Satu yang telah dilakukan dan berdasarkan hasil dari pengujian, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Dari 47 tanaman Nipponbare mutan penanda aktivasi yang diuji, sembilan tanaman menunjukkan respons yang sama dengan tanaman Nipponbare non transforman, yaitu tidak

Berlandaskan keinginan untuk mengubah kawasan untuk menjadi kawasan yang lebih berprospek dengan penambahan pilihan dalam housing dan juga moda transportasi, maka

TRADING BUY : Posisi beli untuk jangka pendek / trading , yang menitikberatkan pada analisa teknikal dan isu-isu yang beredar.. NEUTRAL : Tidak mengambil posisi pada saham

Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2012 dialokasikan untuk menunjang program wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang bermutu

Sedangkan untuk berbagai izin, seperti yang telah dinyatakan oleh Ketua Kelompok Tani Dukuh Lestari I Wayan Suparta, produksi wine salak ini telah mengantongi