• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TONGKOL (

Euthynnus affinis

Cantor, 1849) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG

DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

DWIYANTI PERTIWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(4)

ABSTRAK

DWIYANTI PERTIWI. Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.

lkan tongkol merupakan ikan pelagis besar yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek reproduksi ikan tongkol mengenai ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, tipe pemijahan, dan potensi reproduksi. Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2013 di PPP Labuan, Banten. Total ikan contoh yang diamati selama penelitian berjumlah 345 individu, terdiri dari 233 individu ikan jantan dan 112 individu ikan betina. Nisbah kelamin ikan tongkol adalah 1:0.48 atau 68%:32%. Faktor kondisi ikan tongkol adalah 0.9323-1.2027 untuk jantan dan 1.1167-1.2697 untuk betina. Ukuran pertama kali matang gonad (Lm) adalah 496.57-496.65 mm untuk jantan dan 504.52-506.08 mm untuk betina. Puncak musim pemijahan ikan tongkol di Selat Sunda berada pada bulan Oktober. Tipe pemijahan ikan tongkol yang diperoleh dari penelitian ini adalah partial spawner.

Kata kunci: Biologi reproduksi, Euthynnus affinis, Ikan tongkol, Labuan Banten, Selat Sunda.

ABSTRACT

DWIYANTI PERTIWI. Reproduction Biology Eastern Little Tuna (Euthynnus affinis Cantor, 1849) in the Sunda Strait landed in Labuan Banten PPP. Supervised by ISDRADJAD SETYOBUDIANDI and MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL.

Eastern little tuna is a large pelagic fish that has economic and ecological important value. The aim of this research was to study reproductive aspect of eastern little tuna pertaining on first maturity gonad, spawning season, spawning type, and reproductive potential. This research was taken primary on July till October 2013 in coastal fisheries harbor Labuan, Banten. Total fish sample observed during the research was 345 fish comprising 233 males and 112 females. Sex ratio of eastern little tuna were 1:0.48 or 68%:32%. Condition factor of eastern little tuna were 0.9323-1.2027 for male and 1.1167-1.2697 for female. First maturity gonad (Lm) ware 496.57-496.65 mm for male and 504.52-506.08 mm for femele. The peak of spawning season of the eastern little tuna in Sunda Strait is in on October. Spawning type of eastern little tuna obtained in this research is catagorized as partial spawner.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TONGKOL (

Euthynnus affinis

Cantor, 1849) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG

DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

DWIYANTI PERTIWI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten.

Terima kasih Penulis sampaikan kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi. 2. Beasiswa BIDIKMISI yang telah memberikan bantuan dana pendidikan

selama masa studi.

3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak: 2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian

kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi

Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan

Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria

Boer, DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi (sebagai anggota peneliti).

4. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

5. Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan, motivasi, dan bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini.

6. Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku dosen penguji tamu dan Dr Majariana Krisanti, SPi, MSi selaku perwakilan program studi Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.

7. Papa H Muhidin, SE (alm), Mama Dra Hj Nety Hermawati, Kakak Sarah Purnamawati, SSi, serta keluarga tercinta yang selalu memberikan do’a dan dukungan secara moral maupun spiritual dalam penyusunan skripsi.

8. Teman-teman penelitian Labuan Banten dan MSP angkatan 47 (Agus, Nunuh, Theo, Ka Nia, Siska, Oci, dan lain-lain).

9. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebut satu per satu.

Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, Februari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi 3

Pengumpulan Data 3

Analisis Laboratorium 4

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 10

Pembahasan 22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 25

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 29

(10)

DAFTAR TABEL

1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie 1956 in Effendie 1979) 5 2 Nisbah kelamin ikan tongkol (Euthynnus affinis) 13 3 Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan metode

Sperman Karber 24

DAFTAR GAMBAR

1 Skema perumusan masalah sumberdaya ikan tongkol (Euthynnus affinis) 2 2 Peta daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis) 3

3 Ikan tongkol (Euthynnus affinis) 4

4 Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan 10 5 Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina 11 6 Faktor kondisi ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina

berdasarkan waktu pengamatan 12

7 Struktur morfologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan 13 8 Struktur morfologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina 14 9 Struktur histologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan 15 10 Struktur histologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina 16 11 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan

berdasarkan selang kelas 17

12 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina

berdasarkan selang kelas 17

13 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan

berdasarkan waktu pengamatan 18

14 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina

berdasarkan waktu pengamatan 18

15 Indeks kematangan gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan

betina pada setiap pengamatan 19

16 Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan

gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) 20

17 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan tongkol (Euthynnus affinis) 21 18 Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tongkol (Euthynnus affinis) 21 19 Sebaran diameter telur ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina 29 2 Faktor kondisi ikan tongkol (Euthynnus affinis) berdasarkan waktu

pengamatan 29

3 Uji Chi-square terhadap nisbah kelamin jantan dan betina pada ikan

tongkol (Euthynnus affinis) 29

(11)

(Euthynnus affinis) dengan metode Spearman-Karber 32 7 Sebaran diameter telur ikan tongkol (Euthynnus affinis) 33 8 Jumlah ikan TKG II & IV, faktor kondisi, serta IKG ikan tongkol

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) merupakan salah satu sumberdaya hayati laut yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting. Ikan ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sebagai ikan konsumsi yang merupakan salah satu hasil perikanan yang menjadi target tangkapan nelayan. Ikan ini ditangkap dengan menggunakan gillnet, long line, dan purse seine, dengan alat tangkap dominan, yakni set net (Chiou et al. 2004).

Adanya penangkapan yang dilakukan secara terus menerus mengkibatkan total hasil tangkapan ikan tongkol telah menurun drastis sejak dekade terakhir. Produksi ikan tongkol di seluruh dunia terus meningkat dari 20 400 ton pada tahun 1950 menjadi 282 359 ton pada tahun 2006 (FAO 2009). Berdasarkan Statistik Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan (2011), kondisi sumberdaya ikan pelagis di Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih. Menurut Jenning et al. (2000), untuk menjaga keberkelanjutan penangkapan harus ada keseimbangan antara kematian yang mengurangi populasi biomassa ikan, dan reproduksi serta pertumbuhan yang meningkatkan populasi biomassa ikan tersebut. Ikan tongkol memiliki nilai ekonomis penting, namun sedikit yang diketahui tentang biologi spesies ikan ini (Motlagh et al. 2010).

Ikan tongkol (E. affinis) merupakan ikan pelagis besar yang mempunyai peran penting dalam rantai makanan sebagai ikan karnivor karena sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan (Johnson et al. 2013). Oleh karena itu, untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan pelagis tersebut, perlu dilakukan suatu upaya pengelolaan. Salah satu informasi yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan adalah biologi reproduksi ikan tongkol.

Salah satu daerah pemanfaatan ikan tongkol adalah di perairan Selat Sunda. Ikan tersebut banyak didaratkan di PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten yang merupakan salah satu pelabuhan perikanan di Indonesia yang memiliki potensi perikanan yang tinggi. PPP Labuan memiliki tiga tempat pelelangan ikan (TPI), yaitu TPI lama, TPI baru, dan TPI pasar. Pelabuhan perikanan ini terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.

(14)

2

Sumberdaya ikan tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di perairan Selat Sunda memiliki informasi aspek reproduksi yang diduga kurang lengkap karena penelitian mengenai aspek reproduksi ikan tongkol terutama di Selat Sunda belum banyak dilakukan. Hasil tangkapan ikan tongkol memiliki ukuran yang relatif masih kecil. Intensitas penangkapan ikan tongkol yang tinggi dan tidak selektif memungkinkan ikan yang tertangkap sudah mendekati waktu pemijahan. Ketiga hal tersebut pada akhirnya akan menurunkan hasil tangkapan yang berdampak terhadap kelestarian dan keberlanjutan perkembangan regenerasi sumberdaya ikan tongkol di waktu yang akan datang, sehingga diperlukan informasi mengenai kajian biologi reproduksi ikan tongkol yang digunakan sebagai dasar upaya pengelolaan ikan tongkol yang berkelanjutan. Secara skematis, perumusan masalah penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema perumusan masalah sumberdaya ikan tongkol

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai aspek biologi reproduksi ikan tongkol yang meliputi nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, potensi reproduksi, dan tipe pemijahan.

Manfaat Penelitian

(15)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 18 Juni sampai 13 Oktober 2013 dengan interval waktu pengambilan contoh setiap 20 hari dan pengambilan contoh untuk analisis histologis gonad pada 23 Maret 2014. Lokasi pengambilan ikan contoh terletak di PPP Labuan, Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Gambar 2) yang merupakan ikan hasil tangkapan nelayan di perairan Selat Sunda. PPP Labuan berada pada posisi koordinat

06°24’30’’LS dan 105°49’15’’BT. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium

Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis histologis dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2 Peta daerah penangkapan ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Pengumpulan Data

(16)

4

Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Analisis Laboratorium

Pengukuran panjang dan bobot

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) (Gambar 3) yang telah diambil dari PPP Labuan, Banten diukur panjang total dan ditimbang bobot tubuh. Pengukuran panjang total dilakukan dari ujung kepala terdepan (ujung rahang terdepan) sampai dengan ujung sirip ekor yang paling belakang (Affandi et al. 1992). Pengukuran panjang total ikan ini dilakukan dengan menggunakan penggaris yang memiliki tingkat ketelitian 1 mm. Penimbangan bobot tubuh ikan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki tingkat ketelitian 1 gram.

Gambar 3 Ikan tongkol (Euthynnus affinis) Sumber: Dokumentasi pribadi Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Jenis kelamin ditentukan berdasarkan pengamatan gonad ikan contoh. Pembedahan dilakukan mulai dari bagian anus sampai tutup insang menggunakan alat bedah, dengan tujuan mendapatkan gonad ikan tongkol. Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 2002).

Penentuan tingkat kematangan gonad pada ikan ada dua macam, yaitu secara morfologis dan histologis. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan tongkol dapat ditentukan secara morfologis menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie (1956) in Effendie (1979) (Tabel 1). Tingkat kematangan gonad yang ditentukan secara morfologis didasarkan pada bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, serta perkembangan isi gonad. Setelah dilakukan pengamatan morfologis, untuk gonad betina dengan TKG III dan TKG IV diawetkan dengan menggunakan formalin 4%. Gonad tersebut diawetkan dan disimpan untuk analisis fekunditas dan diameter telur.

(17)

5 Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologis (Cassie 1956 in Effendie 1979)

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang, panjangnya sampai ke depan rongga tubuh, serta

permukaannya licin.

Testes seperti benang, warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh.

II

Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuning-kuningan, dan telur belum terlihat jelas.

Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu.

III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat.

Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih, dan ukuran makin besar.

IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut.

Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal.

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan.

Testes bagian belakang kempis dan dibagian dekat pelepasan masih berisi.

membuat preparat histologis. Analisis histologis gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penyiapan preparat histologis gonad dilakukan dengan prosedur sebagai berikut.

1. Contoh gonad dipotong 5-10 mm. 2. Dilakukan fiksasi bouin selama 24 jam.

3. Pengeringan (dehidrasi) dengan menggunakan alkohol secara bertingkat (70%, 80%, 90%, dan 100%).

4. Penjernihan (clearing) pada larutan xylol I, xylol II, dan xylol III. 5. Infiltrasi dengan parafin pada titik didih 58oC.

6. Penanaman (embedding) dan pembuatan blok parafin. 7. Penyayatan (mikrotomi) dengan ukuran 4 µm.

8. Pewarnaan jaringan dengan haematoxylin dan eosin. 9. Pelekatan pada gelas objek.

Perhitungan jumlah telur

Perhitungan jumlah telur gonad ikan betina dilakukan pada gonad TKG III dan TKG IV. Hal tersebut dikarenakan pada TKG I dan TKG II belum terlihat jelas butir-butir telur ikan tongkol tersebut. Metode yang digunakan dalam analisis fekunditas adalah metode gabungan. Gonad ikan yang telah ditimbang bobot total gonadnya pada waktu pembedahan, kemudian diawetkan dengan formalin 4%. Pengamatan contoh telur diambil berdasarkan tiga bagian sub-gonad, yaitu anterior, tengah, dan posterior. Sub-gonad lalu ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital yang memiliki tingkat ketelitian 0.0001 gram, selanjutnya dihitung jumlah telur dibantu dengan menggunakan hand counter. Pengukuran diameter telur

(18)

6

mikroskop dilengkapi dengan mikrometer okuler yang telah ditera dengan perbesaran 4x10, sehingga didapatkan ukuran diameter telur ikan (mm).

Analisis Data

Hubungan panjang bobot

Bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari panjang. Menurut Effendie (2002), hubungan panjang bobot dapat ditentukan menggunakan rumus berikut.

W = aLb (1)

Keterangan:

W : bobot total (gram) L : panjang total (mm) a : intercept

b : slope

Pola pertumbuhan ditentukan dari nilai konstanta b (slope) yang diperoleh dari perhitungan panjang dan bobot melalui hipotesis. Hipotesis yang digunakan untuk menentukan pola pertumbuhan adalah sebagai berikut.

1. H0 Bila nilai b=3, pola pertumbuhan bersifat isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan bobot)

2. H1 Bila nilai b≠3, pola pertumbuhan bersifat allometrik, yaitu:

a) Bila nilai b>3, allometrik positif (pertumbuhan bobot lebih dominan) b) Bila nilai b<3, allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan) Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan uji statistik sebagai berikut.

thitung =

|

b - 3

|

(2)

Sb1 adalah galat baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan rumus berikut. s2

∑ni 1xi2-1n(∑ni 1xi)2

(3)

Menurut Walpole (1992), nilai thitung kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95% dan keputusannya adalah sebagai berikut.

a) Jika thitung > ttabel, maka tolak hipotesis nol (H0)

b) Jika thitung < ttabel, maka gagal menolak hipotesis nol (H0) Faktor kondisi

(19)

7 pertumbuhan allometrik (b ≠ 3) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Effendie 2002).

K =

aLb

(4)

Faktor kondisi untuk ikan dengan pola pertumbuhan isometrik (b = 3) dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

(5)

Keterangan:

K : faktor kondisi

W : bobot tubuh ikan contoh (gram) L : panjang ikan contoh (mm) a : intercept

b : slope Nisbah kelamin

Nisbah kelamin dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan ikan betina dari ikan contoh, sehingga dapat diketahui rasio antara ikan jantan dan ikan betina. Menurut Effendie (2002), analisis untuk mengetahui keseimbangan nisbah kelamin antara ikan jantan dan ikan betina dirumuskan sebagai berikut.

Pj (%) = B

100 (6)

Keterangan:

Pj : nisbah kelamin (jantan atau betina) (%)

A : jumlah jenis ikan tertentu (jantan atau betina) (ind) B : jumlah total individu ikan yang ada (ind)

Rasio antara ikan jantan dan ikan betina dari suatu populasi ikan tersebut kemudian diuji kembali dengan menggunakan uji Chi-square (χ2), analisis ini dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel, sehingga dapat diketahui keseimbangan populasi (Steel & Torrie 1993). Berikut adalah rumus dari uji Chi-square:

χ2

= ∑ -

(7)

Keterangan:

χ2

: nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran Chi-square

(20)

8

H0 = 0; proporsi ikan jantan dan ikan betina ideal di perairan

H1≠ 0; proporsi ikan jantan dan ikan betina tidak ideal di perairan

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Tingkat kematangan gonad ikan dilakukan dengan cara pengamatan morfologis dan histologis. Hasil pengamatan morfologis dibandingkan dengan tabel perkembangan TKG menurut Cassie (1956) in Effendie (1979).

Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Effendie (2002) menyatakan indeks kematangan gonad dapat diukur dengan membandingkan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Rumus IKG adalah sebagai berikut.

IKG (%) = B BT

(8)

Keterangan:

IKG : indeks kematangan gonad (%) BG : bobot gonad total (gram) BT : bobot tubuh (gram)

Ukuran pertama kali matang gonad

Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad dilakukan dengan menggunakan metode Spearman-Karber (Udupa 1986).

∑ (9)

(10)

Keterangan:

m : log panjang ikan pada kematangan gonad pertama

xk : log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad x : log pertambahan panjang pada nilai tengah

pi : proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i

ni : jumlah ikan pada kelas panjang ke-i qi : 1 – pi

M : panjang ikan pertama kali matang gonad sebesar antilog m Fekunditas

(21)

9

(11)

Keterangan:

F : fekunditas total (butir) G : bobot gonad (gram) V : volume pengenceran (mL) X : jumlah telur tiap ml (butir) Q : bobot gonad contoh (gram)

Fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang tubuh maupun bobot tubuh (Effendie 2002). Hubungan antara fekunditas dengan panjang dirumuskan sebagai berikut.

F = aLb (12)

Hubungan antara fekunditas dengan bobot dirumuskan sebagai berikut.

F = aWb (13)

Keterangan:

F : fekunditas total (butir) L : panjang total ikan (mm) W : bobot total ikan (gram) a : intercept

b : slope Diameter telur

Data yang telah diperoleh dikonversi terlebih dahulu, dengan cara mengalikan data dengan nilai konversi 0,025. Jumlah kelas dicari dan dibuat selang kelas dari data tersebut. Frekuensi ikan dicari pada tiap selang kelas tersebut. Diameter telur dianalisis dalam bentuk histogram dan persentasenya dicari dengan rumus:

(14)

Keterangan:

(22)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hubungan panjang bobot

Ikan jantan yang diamati sebanyak 233 individu, sedangkan ikan betina yang diamati sebanyak 112 individu. Hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan (Gambar 4) diperoleh berdasarkan persamaan W= 0.000027L2.878865 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 95.90% menunjukkan bahwa pertambahan panjang akan mempengaruhi pertambahan bobot dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.9793 menujukkan bahwa korelasi atau hubungan antara panjang dan bobot ikan sangat erat. Persamaan hubungan panjang bobot ikan tongkol betina (Gambar 5) adalah W = 0.000012L3.014569 memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9778 menjelaskan bahwa sebanyak 97.78% keragaman bobot dapat dijelaskan oleh panjang total ikan. Hubungan panjang bobot ikan tongkol betina memiliki nilai koefisien korelasi (r) mendekati 1, yaitu sebesar 0.9889 menujukkan bahwa korelasi atau hubungan antara panjang dan bobot ikan sangat erat. Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina disajikan pada Lampiran 1.

Gambar 4 Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan W = 0.000027L2.878865

R² = 95.90% n = 233

0 500 1000 1500 2000 2500

0 100 200 300 400 500 600

Bob

ot (

gram

)

(23)

11

Gambar 5 Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina Hasil uji statistik terhadap nilai b sebesar 2.8789 untuk jantan, sedangkan untuk ikan tongkol betina menghasilkan nilai b sebesar 3.0146. Pendugaan pola pertumbuhan ikan tongkol baik jantan maupun betina dilakukan dengan

menggunakan uji t pada selang kepercayaan 95% (α 0.05) menunjukkan bahwa

pola pertumbuhan ikan tongkol jantan adalah allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan bobot), sedangkan pola pertumbuhan ikan tongkol betina adalah isometrik (pertumbuhan bobot sama cepat dengan pertumbuhan panjang).

Faktor kondisi

Rata-rata faktor kondisi ikan tongkol (Euthynnus affinis) berfluktuasi dan bervariasi pada masing-masing waktu pengamatan baik ikan tongkol jantan maupun betina (Lampiran 2). Nilai rata-rata nilai faktor kondisi ikan tongkol berkisar antara 0.9323-1.3797. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan jantan tertinggi terdapat pada waktu pengamatan ke-7 tanggal 13 Oktober 2013 dan nilai terendah terdapat pada waktu pengamatan ke-2 tanggal 7 Juli 2013. Nilai rata-rata faktor kondisi ikan betina tertinggi terdapat pada waktu pengamatan ke-5 tanggal 5 September 2013 dan nilai terendah terdapat pada waktu pengamatan ke-7 tanggal 13 Oktober 2013. Faktor kondisi ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan disajikan pada Gambar 6.

W = 0.000012L3.014569 R² = 97.78%

n = 112

0 500 1000 1500 2000 2500

0 100 200 300 400 500 600

Bob

ot (

gram

)

(24)

12

Gambar 6 Faktor kondisi ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan

Rata-rata faktor kondisi ikan tongkol betina lebih tinggi dibandingkan dengan ikan tongkol jantan. Akan tetapi, faktor kondisi ikan tongkol betina mengalami penurunan pada bulan Oktober, sedangkan ikan jantan mengalami peningkatan pada bulan Oktober. Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan dengan kondisi lingkungannya, sebaliknya semakin rendah nilai faktor kondisi menunjukkan kurang adanya kecocokan antara ikan dengan kondisi lingkungannya.

Nisbah kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan ikan betina. Nisbah kelamin ikan tongkol relatif bervariasi pada setiap pengamatan. Komposisi hasil tangkapan pada saat penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin ikan tongkol (Euthynnus affinis) yang dominan tertangkap dan didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah jenis kelamin jantan (Tabel 2). Total ikan contoh yang diamati selama penelitian berjumlah 345 individu, terdiri dari 233 individu ikan jantan dan 112 individu ikan betina. Perbandingan antara ikan tongkol jantan dan betina adalah 1:0.48 atau 68%:32%. Hasil uji Chi-square (Lampiran 3) dengan selang kepercayaan 95% diperoleh hasil perbandingan ikan tongkol jantan dan betina secara keseluruhan pada suatu populasi dalam keadaan tidak seimbang, dengan kata lain terjadi penyimpangan dari pola 1:1 yang merupakan kondisi ideal suatu populasi dalam mempertahankan suatu spesies.

(25)

13 Tabel 2 Nisbah kelamin ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Waktu

Pengamatan n (ind)

Jumlah (ind) Perbandingan (%) Nisbah Kelamin Jantan Betina Jantan Betina

18 Juni 2013 100 100 0 100 0 0

7 Juli 2013 31 18 13 58 42 0.7

27 Juli 2013 32 22 10 69 31 0.5

20 Agst 2013 49 21 28 43 57 1.3

5 Sept 2013 34 26 8 76 24 0.3

28 Sept 2013 88 39 49 44 56 1.3

13 Okt 2013 11 7 4 64 36 0.6

Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Pengamatan morfologis dapat dilakukan dengan cara membandingkan bentuk, ukuran, warna, dan perkembangan isi gonad berdasarkan tabel modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Gambar struktur morfologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina pada setiap TKG disajikan pada Gambar 7 dan 8.

TKG 1 TKG 2

TKG III TKG IV

(26)

14

Struktur morfologis gonad ikan tongkol jantan (Gambar 7), untuk TKG I memiliki bentuk seperti benang dan ukuran yang masih sangat kecil dengan warna putih pucat. Gonad jantan TKG II memiliki warna bening keputihan dan ukuran yang lebih besar dari gonad jantan TKG I. Gonad jantan TKG III sudah memenuhi rongga perut, memiliki warna putih susu dan ukuran yang lebih besar dari gonad jantan TKG II. Gonad jantan TKG IV memiliki warna putih pekat menyerupai lapisan lemak serta ukuran yang lebih besar dari gonad jantan TKG III.

TKG 1 TKG 2

TKG 3 TKG 4

(27)

15

TKG 1 TKG 2

TKG 3 TKG 4

Gambar 9 Struktur histologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan. Spermatogonium (Sg), Spermatosit primer (Sp), Spermatosit Sekunder (Ss), Spermatid (Sd), Spermatozoa (Sz), Sel Leydig (L). Pewarnaan hematoksilin & eosin, Perbesaran 4x, scale bar = 50 µm. Tingkat kematangan gonad ikan tongkol jantan pada pengamatan histologis (Gambar 9), pada TKG I terdapat spermatogonium. Pada tahap ini jaringan ikat sangat dominan. TKG II secara histologis gonad ikan tongkol jantan lebih berkembang daripada TKG I. Jaringan ikat pada gonad sudah mulai berkurang dan sudah terbentuk spermatosit primer. Struktur histologis gonad jantan TKG III menunjukkan spermatosit primer pada TKG sebelumnya berkembang menjadi spermatosit sekunder. Gonad jantan TKG IV, pada tahap ini spermatosit sudah berkembang menjadi spermatid dan spermatozoa. Kantong tubulus seminifer sudah diisi oleh spermatozoa.

Ovarium pada TKG I (Gambar 10) didominasi oleh oosit stadia awal (oogonium) yang relatif masih berukuran kecil dan tidak bulat sempurna. Inti sel (nukleus) yang berada di tengah mulai berkembang, memiliki sedikit oosit, serta terdapat pula sitoplasma yang padat. Menurut (Chiou et al. 2004), tingkat ini dinamakan tahap perinukleus.

(28)

16

sudah mulai membentuk vesikel kuning telur, dan muncul beberapa butiran minyak. Chiou et al. (2004) menyatakan bahwa pada tingkat ini merupakan tahap dimulainya pembentukan vesikel kuning telur (vitellogenesis).

Sel telur terus berkembang membentuk ootid pada TKG III. Inti sel semakin besar dikelilingi oleh nukleolus dan bentuk inti menjadi tidak teratur. Butiran minyak dan vesikel kuning telur meningkat pesat baik dalam jumlah maupun ukuran yang akhirnya mengisi sitoplasma. Chiou et al. (2004) menamakan tingkat ini sebagai tahap kuning telur.

TKG IV pada gonad ikan tongkol betina terlihat ootid yang berkembang menjadi ovum. Jumlah kuning telur dan butiran minyak semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel sampai ke tepi. Tingkat ini dinamakan tahap migrasi nukleus (Chiou et al. 2004).

TKG 1 TKG 2

TKG 3 TKG 4

Gambar 10 Struktur histologis gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina. Oogonium (Oog), Oosit (Os), Nukleus (N), Ootid (Ot), Kuning telur/Yolk (Y), Folikel (Flk), Butiran minyak/Oil globule (Og). Pewarnaan hematoksilin & eosin, Perbesaran 4x, scale bar = 50 µm.

(29)

17

Gambar 11 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan berdasarkan selang kelas

Gambar 12 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina berdasarkan selang kelas

(30)

18

Gambar 13 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan berdasarkan waktu pengamatan

Ikan tongkol jantan berdasarkan waktu pengamatan didominasi oleh TKG I (Gambar 13). Frekuensi tertinggi ikan jantan TKG I terdapat pada pengamatan ke-1 tanggal 18 Juni 2013, yaitu berjumlah 61 individu. Secara keseluruhan ikan tongkol jantan berjumlah 5 individu pada masing-masing TKG III dan TKG IV. Ikan jantan yang diamati dominan TKG III dan IV pada pengamatan ke-7 tanggal 13 Oktober 2013, yaitu sebanyak 7 individu.

(31)

19 Secara keseluruhan ikan tongkol betina TKG III berjumlah 5 individu dan TKG IV berjumlah 3 individu. Berdasarkan Gambar 14, dapat dilihat bahwa ikan tongkol betina yang diamati dominan TKG III dan IV pada pengamatan ke-7 tanggal 13 Oktober 2013, yaitu sebanyak 4 individu. Ikan tongkol betina TKG II paling banyak terdapat pada pengamatan ke-6 tanggal 28 September 2013, yaitu berjumlah 23 individu. Ikan tongkol betina tidak ditemukan pada pengamatan ke-1 tanggal ke-18 Juni 20ke-13. Ikan tongkol jantan dan betina yang diamati, semakin menuju bulan Oktober semakin dominan TKG III dan IV.

Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Nilai indeks kematangan gonad (IKG) rata-rata ikan tongkol jantan dan betina pada setiap pengamatan bervariasi. Ikan tongkol betina memiliki nilai IKG rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai IKG rata-rata ikan tongkol jantan berdasarkan waktu pengamatan (Gambar 15). Nilai IKG ikan tongkol jantan berkisar antara 0.0164-2.1683, sedangkan nilai IKG tongkol betina berkisar antara 0.0373-3.0186 (Lampiran 6).

Nilai IKG ikan tongkol jantan dan betina tertinggi pada waktu pengamatan ke-7 tanggal 13 Oktober 2013. Nilai IKG ikan tongkol jantan dan betina terendah pada waktu pengamatan ke-2 tanggal 7 Juli 2013. Nilai IKG tertinggi ikan tongkol jantan dan betina pada TKG IV berdasarkan hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad (Gambar 16), yaitu pada ikan tongkol jantan sebesar 2.1640 dan pada ikan tongkol betina sebesar 3.4376. Nilai IKG ikan tongkol jantan dan betina terendah pada TKG II, yaitu pada ikan tongkol jantan sebesar 0.0419 dan pada ikan tongkol betina sebesar 0.0374.

(32)

20

Gambar 16 Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Ukuran pertama kali matang gonad

Metode yang digunakan untuk mengetahui ukuran pertama kali matang gonad pada ikan tongkol adalah metode Spearman-Karber (Lampiran 5). Ukuran pertama kali ikan tongkol jantan berkisar antara 496.57-496.65 mm, sedangkan ikan tongkol betina matang gonad memiliki panjang berkisar antara 504.52-506.08 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol jantan lebih kecil dibandingkan dengan ikan tongkol betina.

Fekunditas

(33)

21

Gambar 17 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Gambar 18 Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Diameter telur

Ikan tongkol memiliki kisaran diameter telur yang bervariasi, berkisar antara 0.225-0.609 mm. Diameter telur dengan frekuensi tertinggi terdapat pada selang kelas 0.295-0.329 mm dengan presentase 26% atau sebanyak 198 butir telur, sedangkan diameter telur dengan frekuensi terendah terdapat pada selang kelas 0.505-0.539 mm dengan presentase 67% atau sebanyak 5 butir telur

0 500 1000 1500 2000 2500

Fek

0 500 1000 1500 2000 2500

Fek

und

it

as

(34)

22

ikan tongkol adalah pemijahan secara bertahap (partial spawner), yang artinya ikan melakukan pemijahan pada beberapa periode dalam masa pemijahan dan melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam jangka waktu yang panjang.

Gambar 19 Sebaran diameter telur ikan tongkol (Euthynnus affinis) betina

Pembahasan

Ikan tongkol di perairan Selat Sunda memiliki panjang berkisar antara 17.5-55 cm. Ukuran panjang ikan tongkol tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran ikan tongkol hasil penelitian di lokasi lain. Menurut Kaymaran & Darvishi (2012) menyatakan bahwa panjang ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Perairan Iran berkisar antara 28-88 cm, Kasim & Abdussamad, (2003) in Kaymaram & Darvishi (2012) menyebutkan bahwa E. affinis di Perairan India mempunyai kisaran panjang 18-83 cm, dan Iswarya & Sujatha (2012) di Utara Andhra Pradesh, India mempunyai kisaran antara 32-66 cm. Perbedaan kisaran panjang ikan tongkol diduga karena perbedaan alat tangkap yang digunakan, kondisi lingkungan, dan variasi intensitas penangkapan (Motlagh et al. 2010).

Persamaan hubungan panjang bobot ikan tongkol jantan adalah W = 0.000027L2.8789 (R2=95.90%), sedangkan ikan tongkol betina adalah W = 0.000012L3.0146 (R2=97.78%). Analisis hubungan panjang bobot pada ikan

tongkol jantan menghasilkan nilai b sebesar 2.8789 yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai b ikan tongkol betina sebesar 3.0146. Pendugaan pola pertumbuhan ikan tongkol jantan dan betina dilakukan dengan menggunakan uji t pada selang

kepercayaan 95% (α 0.05). Uji lanjut ini menghasilkan pola pertumbuhan

allometrik (thit>ttab), yaitu allometrik negatif (b<3) pada ikan tongkol jantan dan pola pertumbuhan isometrik (thit<ttab) pada ikan tongkol betina. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Susilawati et al. (2013) di Kepulauan Anambas dengan pola pertumbuhan ikan tongkol jantan adalah allometrik negatif, sedangkan ikan tongkol betina adalah isometrik (Fayerti et al. (2013) di Perairan Natuna). Menurut Gulland (1983) in Sparre & Venema (1999),

(35)

23 nilai konstanta b dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu, pH, salinitas, makanan (kuantitas, kualitas, dan ukuran), jenis kelamin, tahap kematangan gonad, perbedaan umur, letak geografis, parasit, dan penyakit. Nilai b ini selanjutnya digunakan dalam perhitungan nilai faktor kondisi.

Hasil faktor kondisi menunjukkan ikan betina lebih montok dibandingkan dengan ikan jantan. Nilai faktor kondisi ikan jantan dan betina masing-masing berkisar antara 0.9323-1.2027 dan 1.2221-1.3797 dengan rata-rata 1.0284 dan 1.3025 (Lampiran 3). Faktor kondisi berfluktuasi dan bervariasi di setiap pengamatan. Fenomena ini sesuai dengan penelitian Susilawati et al. (2013) di Kepulauan Anambas yang menemukan bahwa nilai faktor kondisi ikan tongkol sebesar 1.200-1.314 dan faktor kondisi di Perairan Natuna sebesar 1.637-1.769 (Feyetri et al. 2013). Faktor kondisi tertinggi pada ikan tongkol jantan dan betina masing-masing terdapat pada 13 Oktober 2013 dan 5 September 2013 sebesar 1.2027 dan 1.3797. Pernyataan ini dapat diduga bahwa ikan tongkol di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam mempertahankan hidupnya dan memanfaatkan makanan di perairan.

Faktor kondisi yang terendah pada 7 Juli 2013 dan 13 Oktober 2013 sebesar 0.9323 dan 1.2221. Rendahnya nilai faktor kondisi tersebut diduga karena belum mempunyai kemampuan hidup yang baik di tempat hidupnya dan dapat diduga pula karena kalah bersaing mendapatkan makanan, adanya perbedaan ukuran atau umur ikan, dan tekanan parasit. Saat jumlah makanan berkurang, ikan akan menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan menurun (Effendie 2002).

Selama penelitian diperoleh 345 individu ikan yang terdiri atas 233 individu jantan dan 112 individu betina (Lampiran 1). Hasil analisis uji statistik didapatkan perbandingaan antara ikan tongkol jantan dan betina adalah 1:0.48 atau 68%:32%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang nyata, sehingga nisbah kelamin ikan tongkol dapat dikatakan tidak seimbang (1:1). Proporsi ikan tongkol jantan lebih dominan dari pada ikan tongkol betina. Hasil penelitian ini serupa dengan nisbah kelamin antara ikan tongkol jantan dan betina (1.2:1) di Pesisir Barat Sumatera, Samudera Hindia (Noegroho et al. 2013) dan ikan tongkol jantan dan betina di Pesisir Timur Peninsular, Malaysia, yaitu 1.62:1 (Bachok et al. 2004). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan proporsi kelamin dapat bersifat internal maupun eksternal. Faktor internal dapat berupa tingkah laku ikan, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhan, sedangkan faktor eksternal berupa ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan (Effendie 2002).

(36)

24

Tabel 3 Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan metode Sperman Karber

Sumber Lokasi Lm (cm)

Jantan Betina Wheeler &

Seychelles, India 50-65 Ommanney (1953) in Williams (1963)

Muthiah (1985) Mangalore, India 44 43

Penelitian ini (2013) Selat Sunda, Indonesia 49.6 50.4 Ikan tongkol jantan memiliki nilai IKG rata-rata lebih kecil dibandingkan nilai IKG rata-rata ikan tongkol betina berdasarkan waktu pengamatan (Gambar 15). Nilai IKG ikan tongkol jantan berkisar antara 0.0164-2.168, sedangkan nilai IKG tongkol betina berkisar antara 0.0373-3.0186 (Lampiran 5). Nilai IKG tertinggi, baik pada jantan maupun betina terdapat pada 13 Oktober 2013. Johnson et al. (2013) memperoleh nilai IKG ikan tongkol di Tanzania, yaitu 1.4-2.2 untuk jantan dan 1.5-4.3 untuk betina. Perbedaan kisaran nilai IKG untuk ikan jantan dan betina diduga karena pada ikan betina pertumbuhan lebih cenderung pada berat gonad. Effendie (2002) menyatakan bahwa pertambahan gonad pada ikan betina dapat mencapal 10-25% dari berat tubuhnya, sedangkan pada ikan jantan hanya mencapai 5-10% dari berat tubuh.

Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad (Gambar 16) pada ikan jantan adalah 0.0419-2.1640, sedangkan ikan tongkol betina adalah 0.0374-3.4376. Effendie (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan gonad, maka perbandingan antara berat tubuh dan berat gonad semakin besar. Tingginya nilai rata-rata indeks kematangan gonad ikan tongkol pada Oktober menunjukkan bahwa bulan tersebut merupakan puncak pemijahan. Hal ini sesuai dengan jumlah ikan yang tertangkap lebih banyak pada ukuran TKG III dan IV, yaitu pada pengamatan ke-7. Tingkat kematangan gonad (TKG) dapat digunakan untuk menduga waktu pemijahan pada ikan (Effendie 2002). Khan (2004) menyatakan bahwa terdapat dua musim puncak pemijahan E. affinis di Maharashtra, yaitu Oktober-November dan April-Mei, musim pemijahan ikan tongkol di Seychelles memiliki periode yang panjang, yakni Oktober atau November sampai dengan April atau Mei (Wheeler & Ommanney 1953 in Williams 1963), dan pemijahan E. affinis di Madagaskar terjadi pada bulan November dan Desember (Fourmanoir 1957 in Williams 1963).

(37)

25 fekunditas dengan bobot ikan (Gambar 18) dinyatakan melalui persamaan F = 8 776.1W0.135 (r=0.2093). Koefisien korelasi yang ditemukan pada ikan tongkol sangat rendah, yakni kurang dari 0.5. Hal ini menujukkan bahwa tidak ada korelasi atau hubungan antara kedua variabel tersebut, dengan kata lain model hubungan fekunditas dengan panjang maupun dengan bobot tidak bisa digunakan sebagai model prediksi fekunditas yang baik.

Diameter telur ikan tongkol menyebar pada kisaran diameter 0.225-0.609 mm. Menurut Yesaki (1989), diameter telur ikan tongkol berkisar antara 0.16-0.52 mm pada TKG III, sedangkan TKG IV dan V berkisar antara 0.16-0.52-0.85 mm. Distribusi diameter telur dalam ovari ikan tongkol berdasarkan Gambar 19 (TKG III dan TKG IV) beragam mulai dari telur berdiameter kecil hingga telur berdiameter besar. Nikolsky (1963) menjelaskan bahwa salah satu parameter untuk menentukan potensi reproduksi adalah dengan mengetahui variasi diameter telur. Diameter telur dipengaruhi oleh jumlah makanan (suplai makanan) pada ikan betina untuk proses metabolisme. Sebaran diameter telur mencerminkan tipe pemijahan. Oleh karena itu, bervariasinya modus-modus dari sebaran frekuensi diameter telur mengindikasikan bahwa ikan tongkol memijah secara bertahap atau secara parsial (partial spawner), yakni telur matang dikeluarkan secara bertahap, karena diperoleh sebaran diameter telur yang mempunyai lebih dari satu modus. Rentang waktu terjadinya pemijahan tergantung dari faktor alam dan kondisi lingkungan perairan. Hal ini menunjukkan suatu strategi ikan untuk memelihara kelangsungan hidup keturunannya dan mempertahankan populasinya.

Rekomendasi pengelolaan

Rekomendasi pengelolaan yang disarankan untuk biologi reproduksi ikan tongkol di perairan Selat Sunda sebagai bahan masukan dalam penetapan kebijakan bagi dinas setempat adalah pengaturan waktu penangkapan dan pengaturan selektivitas alat tangkap berdasarkan analisis ukuran pertama kali matang gonad. Kegiatan penangkapan ikan tongkol sebaiknya dilakukan pembatasan penangkapan pada puncak musim pemijahan, yaitu pada bulan Oktober agar ikan tersebut mempunyai kesempatan untuk melakukan pemijahan, sehingga keberadaan ikan tongkol dapat terjaga kelestariannya. Ikan tongkol yang ditangkap sebaiknya adalah ikan yang panjangnya melebihi ukuran pertama kali matang gonad (Lm) dengan cara mengatur ukuran mata jaring menjadi lebih besar dibandingkan dengan ukuran yang digunakan sebelumnya, yaitu 496.57-496.65 mm untuk jantan dan 504.52-506.08 mm untuk betina.

KESIMPULAN

Kesimpulan

(38)

496.57-26

496.65 mm dan ikan betina berkisar antara 504.52-506.08 mm. Musim pemijahan ikan tongkol di perairan Selat Sunda terjadi pada bulan Oktober. Tipe pemijahan ikan tongkol adalah partial spawner.

Saran

Penelitian lanjutan mengenai biologi reproduksi di perairan Selat Sunda dapat dilakukan selama satu tahun, yaitu perlu penambahan dengan jumlah ikan contoh yang lebih representatif selama periode November hingga Mei untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai pola pemijahan ikan sepanjang tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Iktiologi: suatu pedoman kerja laboratorium. Bogor (ID): Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. 344 hlm.

Bachok Z, Mansor RM, Noordin. 2004. Diet composition and food habits of demersal and pelagic marine fishes from Terengganu waters, east coast of Peninsular Malaysia. NAGA, WorldFish Center Quarterly. 27 (3-4).

Chiou W, Lei-Zong C, Kai-Wei C. 2004. Reproduction and food habits of kawakawa Euthynnus affinis in Taiwan. Journal Fish Soc. Taiwan. 31(1):23-38.

[DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2012. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. 2011. Kementrian Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta (ID): 1858-0505.

Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. 112 hlm.

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. 163 hlm.

FAO. 2009. Capture Production 1950-2010. [Internet]. [diunduh 2014 Oktober 5]. Tersedia pada: http://www.fao.org.

Fayerti W R, Efrizal T, Zulfikar. 2013. Kajian analitik stok ikan tongkol (Euthynnus affinis) berbasis data panjang berat yang didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pasar Sedanau Kabupaten Natuna [Internet]. [diunduh 2014 Januari 20]. Tersedia pada: http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/ 2013/08/WAN-RITA-FAYETRI-090254242071.pdf.

Iswarya D, Sujatha K. 2012. Fishery and some aspects of reproductive biology of two coastal species of tuna, Auxis thazard (Lacepède 1800) and Euthynnus

affinis (Cantor 1849) off North Andhra Pradesh, India. Indian J. Fish.

59(4):67-76.

(39)

27 Johnson MG, Tamatamah AR. 2013. Lengh frequency distribution, mortality rate, and reproductive biology of Kawakawa (Euthynnus affinis-Cantor, 1849) in the Coastal Water of Tanzania. Pakistan Journal of Biological Science. 16 (21):1270-1278.

Kaymaran F, Darvishi M. 2012. Growth and mortality parameters of Euthynnus

affinis in the northern part of the Persian Gulf and Oman Sea. Second

WorkingParty on Neritic Tunas, Malaysia, 2012 November 19-21. IOTC–

2012–WPNT02–14 Rev_1.14 hlm.

Khan MZ. 2004. Age and growth, mortality, and stock assessment of Euthynnus affinis (Cantor) from Maharashtra waters. Indian J. Fish. 51 (2):209-213. Lagler KF, JE Bardach, RR Miller, D Passino. 1997. Ichtiology. New York

(US): John Willey and sons. Inc. 545 hlm.

Motlagh TSA, Hashemi SA, Kochanian P. 2010. Population biology and Silas (Ed), Tuna fisheries of the Exclusive Economic Zone of India: Biology and stock assessment. Bulletin of Central Marine Fisheries Research Institute. 36:71-85.

Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fishes. London (GB): Academic Press. 352 hlm.

Noegroho T, Hidayat T, Amri K. 2013. Some Biological Aspects of Frigate Tuna (Auxis thazard), Bullet Tuna (Auxis rochei), and Kawakawa (Euthynnus

affinis) in West Coasts Sumatera IFMA 572. Research Institute of Marine

Fisheries Jakarta. Jakarta (ID): Eastern Indian Ocean. 13 hlm.

Sjafei DS, Rahardjo MF, Affandi R, Brojo M, Sulistiono. 1993. Fisiologi ikan II: Reproduksi ikan. Bogor (ID): Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 213 hlm.

Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I: Manual. Widodo J, Meta IGS, Nurhakim S, Baharudin M, penerjemah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assassment.

Susilawati, Efrizal T, Zulfikar. 2013. Kajian stok ikan tongkol (Euthynnus affinis) berbasis panjang berat yang didaratkan di Pasar Ikan Tarempa Kecamatan Siantan Kabupaten Kepulauan Anambas [Internet]. [diunduh 2014 Januari 20]. Tersedia pada: http://jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/2013/08/ SUSILAWATI-090254242066.pdf.

Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik), penerjemah: Sumantri B. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. 748 hlm.

Udupa KS. 1986. Statistical method of estimating the size at first maturity offishes. Fishbyte. 4(2):8-10.

(40)

28

Williams F. 1956. Preliminary survey of the pelagic fishes of East Africa. Colon (GB): Off. Fish. Publ. 8:68 hlm.

(41)

29 LAMPIRAN

Lampiran 1 Hubungan panjang bobot ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina

a. Ikan tongkol jantan

Koefisien Standar Deviasi Perpotongan 0.000027 0.093103 Kemiringan 2.878865 0.039161

thit 3.093230

ttab 2.256107

thit> ttab maka tolak H0, dan b<3 maka allometrik negatif nilai a = 0.000027 dan nilai b = 2.878865

b. Ikan tongkol betina

Koefisien Standar Deviasi Perpotongan 0.000012 0.104694

Kemiringan 3.014569 0.043278

thit 0.336636

ttab 2.272497

thit< ttab maka gagal tolak H0, dan b=3 maka isometrik nilai a = 0.000012 dan nilai b = 3.014569

Lampiran 2 Faktor kondisi ikan tongkol (Euthynnus affinis) berdasarkan waktu pengamatan

Waktu Pengamatan

Jantan Betina

FK rata-rata STDEV FK rata-rata STDEV

18 Juni 13 1.0752 0.0902 - -

7 Juli 13 0.9323 0.0571 1.2786 0.0886

27 Juli 13 0.9638 0.0726 1.3609 0.0909

20 Agst 13 0.9539 0.1187 1.2766 0.1306

5 Sept 13 1.0411 0.0944 1.3797 0.1392

28 Sept 13 1.0299 0.1437 1.2974 0.1140

13 Okt 13 1.2027 0.1020 1.2221 0.1487

Lampiran 3 Uji Chi-square terhadap nisbah kelamin jantan dan betina pada ikan tongkol (Euthynnus affinis)

a. Proporsi kelamin ikan tongkol berdasarkan TKG

TKG I II III IV V Total

Jantan 142 81 5 5 0 233

Betina 44 60 5 3 0 112

(42)

30

b. Nisbah kelamin ikan tongkol berdasarkan waktu pengamatan Waktu Lampiran 4 TKG ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina

a. Data frekuensi relatif TKG ikan tongkol jantan Selang

Kelas

fi Frekuensi Relatif (%)

TKG TKG

b. Data frekuensi relatif TKG ikan tongkol betina Selang

Kelas

fi Frekuensi Relatif (%)

(43)

31 c. Data frekuensi relatif TKG ikan tongkol jantan berdasarkan waktu

pengamatan Waktu

Pengamatan

fi Frekuensi Relatif (%)

TKG TKG

I II III IV I II III IV

18 Juni 2013 61 39 0 0 61 39 0 0

07 Juli 2013 6 12 0 0 33.33 66.67 0 0

27 Juli 2013 11 11 0 0 50 50 0 0

20 Agst 2013 14 7 0 0 66.67 33.33 0 0

5 Sept 2013 22 2 0 2 84.62 7.69 0 7.69

28 Sept 2013 28 10 1 0 71.79 25.64 2.56 0

13 Okt 2013 0 0 4 3 0 0 57.14 42.86

d. Data frekuensi relatif TKG ikan tongkol betina berdasarkan waktu pengamatan

Waktu Pengamatan

fi Frekuensi Relatif (%)

TKG TKG

I II III IV I II III IV

18 Juni 2013 0 0 0 0 0 0 0 0

07 Juli 2013 2 11 0 0 15.38 84.62 0 0

27 Juli 2013 2 8 0 0 20 80 0 0

20 Agst 2013 11 17 0 0 39.29 60.71 0 0

05 Sept 2013 5 1 1 1 62.50 12.50 12.50 12.50 28 Sept 2013 24 23 1 1 48.98 46.94 2.04 2.04

13 Okt 2013 0 0 3 1 0 0 75 25

Lampiran 5 IKG ikan tongkol (Euthynnus affinis) jantan dan betina a. IKG ikan tongkol jantan dan betina berdasarkan waktu pengamatan

Waktu Pengamatan Jantan Betina

IKG rata-rata STDEV IKG rata-rata STDEV

18 Juni 2013 0.08 0.41 - -

7 Juli 2013 0.02 0.01 0.04 0.01

27 Juli 2013 0.04 0.13 0.06 0.15

20 Agst 2013 0.11 0.20 0.06 0.07

5 Sept 2013 0.16 0.41 0.82 1.46

28 Sept 2013 0.06 0.18 0.17 0.60

(44)

32

b. Hubungan indeks kematangan gonad dengan tingkat kematangan gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis)

TKG Jantan Betina

IKG rata-rata STDEV IKG rata-rata STDEV

1 0.07 0.35 0.06 0.12

2 0.04 0.10 0.04 0.01

3 1.69 0.52 2.85 0.42

4 2.16 0.75 3.44 0.69

Lampiran 6 Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad ikan tongkol (Euthynnus affinis) dengan metode Spearman-Karber a. Ikan tongkol jantan

sk Nt xi Ni Nj Pi x(i+1)-xi Qi=1-Pi Pi*Qi/Ni-1

175-212 193.5 2.2867 46 0 0 0.0779 1 0

213-250 231.5 2.3646 136 0 0 0.0660 1 0

251-288 269.5 2.4306 33 0 0 0.0573 1 0

289-326 307.5 2.4878 7 0 0 0.0506 1 0

327-364 345.5 2.5384 0 0 0 0.0453 1 0

365-402 383.5 2.5838 0 0 0 0.0410 1 0

403-440 421.5 2.6248 2 0 0 0.0375 1 0

441-478 459.5 2.6623 6 3 0.5 0.0345 0.5 0.05 479-516 497.5 2.6968 3 2 0.6667 0 0.3333 0.1111

517-554 535.5 2.7288 0 0 0 0 1 0

m = ∑ = 2.73 0.052 - 0.05 1.17 = 2.70

M = antilog ( √ ∑

) = antilog ( √ ) M = antilog  496.57 mm < M < 496.65 mm

b. Ikan tongkol betina

sk Nt xi Ni Nj Pi x(i+1)-xi Qi=1-Pi Pi*Qi/Ni-1

175-212 193.5 2.2867 13 0 0 0.0779 1 0

213-250 231.5 2.3646 28 0 0 0.0660 1 0

251-288 269.5 2.4306 54 0 0 0.0573 1 0

289-326 307.5 2.4878 9 0 0 0.0506 1 0

327-364 345.5 2.5384 0 0 0 0.0453 1 0

365-402 383.5 2.5838 0 0 0 0.0410 1 0

403-440 421.5 2.6248 1 0 0 0.0375 1 0

441-478 459.5 2.6623 4 2 0.5 0 0.5 0.0833

479-516 497.5 2.6968 1 0 0 0.0320 1 0

(45)

33 m = ∑ =

2.73

0.05

2

-

0.05 1

= 2.70

M = antilog ( √ ∑

) = antilog ( √ ) M = antilog  504.52 mm < M < 506.08 mm

Lampiran 7 Sebaran diameter telur ikan tongkol (Euthynnus affinis)

Selang Kelas xi fi Frekuensi Relatif (%)

0,225-0,259 0.242 23 3.07

0,260-0,294 0.277 52 6.93

0,295-0,329 0.312 198 26.40

0,330-0,364 0.347 101 13.47

0,365-0,399 0.382 109 14.53

0,400-0,434 0.417 164 21.87

0,435-0,469 0.452 50 6.67

0,470-0,504 0.487 35 4.67

0,505-0,539 0.522 5 0.67

0,540-0,574 0.557 7 0.93

(46)

34

(47)

35

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1992 dari ayah Muhidin (alm) dan ibu Nety Hermawati. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan TK Darul Istiqamah (1998), SD Negeri Pengadilan 3 Bogor (2004), SMP Negeri 8 Bogor (2007). Tahun 2010 Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menjadi mahasiswa Penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan, yakni sebagai pengurus Gentra Kaheman Departemen Kajian Budaya (2012), Sekertaris Umum Chess Unity of Agriculture (CUA) IPB (2013), serta pengurus Koperasi Mahasiswa IPB staf Divisi Komunikasi dan Informasi tahun 2012 dan 2013. Tahun 2012 penulis melakukan kegiatan magang di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) KKP Bogor. Penulis pernah menerima dana hibah dari DIKTI melalui PKMK tahun 2014 dengan judul

“Mocaflicious: Bolu Kukus Tepung Mocaf Bebas luten dengan neka Rasa

Buah dan Sayuran Lokal yang Kaya Serat”. Selain itu penulis aktif mengikuti

seminar maupun berpartisipasi dalam berbagai kepanitiaan di dalam dan di luar lingkungan kampus IPB.

Penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, dengan judul “Biologi Reproduksi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis Cantor, 1849) di Perairan Selat Sunda yang

Didaratkan di PPP Labuan, Banten” di bawah bimbingan Dr Ir Isdradjad

Gambar

Gambar 1  Skema perumusan masalah sumberdaya ikan tongkol
Gambar 2  Peta daerah penangkapan ikan tongkol ( Euthynnus affinis)
Gambar 3  Ikan tongkol (Euthynnus affinis)
Tabel 1  Penentuan TKG secara morfologis (Cassie 1956 in Effendie 1979)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan Kurisi ( Nemipterus japonicus Bloch, 1791) di Selat Sunda yang Didaratkan

Disamping itu, lebih dari 70% ikan tembang yang tertangkap di perairan Selat Sunda memiliki panjang tubuh di bawah ukuran rata-rata mencapai matang gonad ( ) yang

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan daerah penangkapan di perairan Selat Sunda, menentukan pola musiman di perairan Selat Sunda, mengestimasi produksi lestari dan

Informasi stok sumber daya ikan tongkol meliputi rasio kelamin, hubungan panjang bobot, tingkat kematangan gonad, ukuran pertama kali matang gonad, fekunditas,

Pertumbuhan dan Laju Eksploitasi Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis Cantor 1849) yang Didaratkan di KUD Gabion Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan Sumatera

Usaha penangkapan ikan Tongkol Komo merupakan salah satu aktivitas umum yang dilakukan pengusaha-pengusaha perikanan tangkap di PPSB, sehingga perlu

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji stok ikan pari (Neotrygon kuhlii) di perairan Selat Sunda yang meliputi rasio kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks

Rata-rata ukuran pertama kali tertangkap lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad sehingga sebelum ikan tersebut tertangkap ikan belum melaku- kan