• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

PIGMEN EKSTRASELULER KAPANG Xylaria psidii KT30

SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA LIP GLOSS

IA ARGA DHELIA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Bahan Pewarna Alami pada Lip Gloss adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

IA ARGA DHELIA. Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss. Dibimbing oleh KUSTIARIYAH TARMAN dan IRIANI SETYANINGSIH.

Lip gloss merupakan salah satu jenis kosmetik dekoratif dimana bahan pewarna memiliki peranan yang penting. Saat ini, bahan pewarna sintesis berbahaya marak digunakan dalam kosmetik sehingga diperlukan alternatif bahan pewarna alami yang aman digunakan dalam kosmetik, khususnya lip gloss. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas dan toksisitas pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 dan pemanfaatannya sebagai bahan pewarna alami pada lip gloss. Kultivasi selama 21 hari dilakukan untuk mengetahui waktu panen yang tepat. Kultur selama 15 hari menghasilkan biomasa kapang terbaik sebanyak 0,45 % dan pH selama kultur berkisar 4-5. Kultur selama 12 hari menghasilkan pigmen ekstraseluler paling pekat dengan nilai absorbansi sebesar 1,001. Rendemen pigmen yang didapatkan sebesar 1,9%. Pigmen bersifat tidak toksik dengan nilai LC50 sebesar 20.069,5 ppm dan homogenitas pigmen baik karena tidak terdapat gumpalan (gritty). Pigmen ekstraseluler kapang X. psidii KT30 yang diaplikasikan pada lip gloss bersifat homogen dan stabil. Kekerasan dan suhu lebur lip gloss masing-masing adalah 55 cP/5 detik dan 48-60 °C, dengan bobot rata-rata lip gloss 2,94 gram.

Kata kunci: kapang, lip gloss, stabilitas, toksisitas, Xylaria psidii

ABSTRACT

IA ARGA DHELIA. Extracellular Pigment of Xylaria psidii KT30 as the Natural Coloring Agent for Lip Gloss. Supervised by KUSTIARIYAH TARMAN and IRIANI SETYANINGSIH.

Lip gloss is a kind of decorative cosmetic where the coloring agent has an important role. Currently, hazardous synthetic coloring agent often contained in the cosmetic so that natural coloring agent for cosmetic have to be found, especially for lip gloss. The purpose of this study was to determine the stability and toxicity of the extracellular pigment of fungus Xylaria psidii KT30 and its use as a natural coloring agent on lip gloss. Cultivation for 21 days was conducted to determine the appropriate harvest time. Culture for 15 days produced the best fungal biomass as much as 0,45% and pH during culture ranged from 4-5. Culture for 12 days produced the most dense extracellular pigment with absorbance value of 1,001. The yield of pigment was 1,9%. Pigment was not toxic with LC50 value of 20.069,5 ppm and homogenity of pigment was good because there was no gritty. Extracellular pigment of X. psidii KT30 that applied in lip gloss was homogeneous and stable. The breaking and melting points of lip gloss correspondingly was 55 cP/5 second and 48-60 °C, with lip gloss average weight was 2,94 gram.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PIGMEN EKSTRASELULER KAPANG Xylaria psidii KT30

SEBAGAI PEWARNA ALAMI PADA LIP GLOSS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

IA ARGA DHELIA

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Pewarna Alami pada Lip Gloss

Nama : Ia Arga Dhelia NIM : C34090090

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi Pembimbing I

Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS

nnnnPembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul ”Pigmen Ekstraseluler Kapang Xylaria psidii KT30 sebagai Bahan Pewarna Alami pada Lip Gloss”. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, terutama kepada:

1 Dr. Kustiariyah Tarman, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan arahan serta bimbingan.

2 Dr. Desniar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang positif.

3 Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc selaku kepala Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4 Bapak, Mama, Dyah Hafida Laksmi, dan Hamidza Gita Hapsari sebagai pemberi semangat yang utama.

5 Teman-teman tim kapang (Wenny Tiara, Cholila Widya, Virjean Pricillia, Dwi Safitri, Rita Sahara, Ayu Puspita, dan Dhani Aprianto), laboran (Ibu Ema dan Mbak Dini), dan kakak-kakak S2 THP.

6 Teman-teman THP 46, THP 45, THP 47, dan THP 48, khususnya Rika Kartika, Marisky Nur Adnin, Yoshiara, Budi Dwi, dan Aditya Yudha.

7 Bnls (Adinna Astrianti, Rizkia Aulia, Risanthi Sentany, Ayu Kartini, dan Intan Rizkia), Annisaa Bella, Danty Kartika, Selvi Anggraini, Nisa Agustina, Rekha Mahendraswari, Ikhwan Agustian, dan Bagus Jaka.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

Ruang Lingkup Penelitian ... 2

METODE PENELITIAN ... 2

Bahan... 2

Alat ... 3

Prosedur Penelitian... 3

Kultivasi isolat kapang ... 3

Pemanenan pigmen ekstraseluler ... 3

Uji dispersi dan stabilitas pigmen ekstraseluler ... 4

Uji toksisitas ... 5

Aplikasi dalam pembuatan lip gloss ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 6

Kultivasi Kapang Xylaria psidii KT30 ... 6

Pigmen Ekstraseluler ... 8

Toksisitas Pigmen Ekstraseluler ... 10

Stabilitas Pigmen Ekstraseluler ... 11

Aplikasi dalam Pembuatan Lip Gloss ... 12

KESIMPULAN DAN SARAN ... 15

Kesimpulan ... 15

Saran ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 16

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi bahan pengujian dispersi dan stabilitas ... 4

2 Perhitungan bahan pembuatan lip gloss ... 5

3 Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler ... 11

4 Hasil uji dispersi dan kestabilan pigmen ekstraseluler ... 12

5 Hasil evaluasi fisik lip gloss ... 14

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian ... 4

2 Kultivasi kapang Xylaria psidii KT30 ... 7

3 Pertumbuhan kapang dan nilai pH media selama 21 hari kultivasi ... 8

4 Nilai absorbansi pigmen esktraselueler ... 9

5 Hasil panen pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 ... 10

6 Lip gloss yang menggunakan pigmen ekstraseluler sebagai bahan pewarna alami ... 14

DA

FTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler ... 20

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan maupun memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (PERMENKES 2010). Lip gloss merupakan salah satu kosmetika yang tergolong kosmetik dekoratif. Bahan pewarna berperan penting pada kosmetik dekoratif. Bahan pewarna tersebut dapat berasal dari zat warna alam dan zat warna sintetis.

Hasil pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2005 dan 2006 di beberapa provinsi menunjukkan bahwa terdapat 27 merek kosmetika yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam sediaan kosmetika. Salah satu yang termasuk di dalamnya adalah zat warna rhodamin B dan merah K3 (Widana dan Yuningrat 2007). Penggunaan rhodamin B pada kosmetik dalam waktu lama akan mengakibatkan kanker dan gangguan fungsi hati. Bila terpapar rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan rhodamin B. Jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir pecah-pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkelupas (Yulianti 2007). Oleh karena itu diperlukan alternatif bahan pewarna alami yang aman dan tidak menimbulkan efek samping.

Rumput laut atau alga (seaweed) telah dimanfaatkan sejak ratusan tahun yang lalu oleh masyarakat pesisir di Indonesia untuk bahan pangan, obat-obatan, dan obat luar, seperti antiseptik dan pemeliharaan kulit. Alga merah (Rhodophyceae) atau rumput laut merah merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan (Kordi 2010). Selain dimanfaatkan secara langsung, alga merah merupakan sumber kapang endofit yang bermanfaat pula. Banyak metabolit sekunder yang sudah diisolasi dari kapang endofit genus Xylaria, misalnya antifungi. Hasil penelitian Phongpaichit et al. pada tahun 2006 menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat dari media kultur broth Xylaria sp. PSU-D14 memiliki aktivitas antifungi melawan Candida albicans (Pongcharoen et al. 2008). Selama tahun 2002–2006 sudah ditemukan 330 senyawa baru yang berasal dari kapang laut. Hal ini menunjukkan bahwa kapang laut menjadi sumber penting penghasil senyawa bioaktif (Kjer et al. 2010). Sejumlah kapang juga memiliki pigmen ekstraseluler yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami, seperti Monascus purpureus (Jenie et al. 1997). Salah satu yang belum dimanfaatkan adalah pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30.

Perumusan Masalah

(15)

2

dijadikan pewarna, seperti potensi yang terdapat pada pigmen kapang Xylaria psidii KT30 yang belum dimanfaatkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 dan pemanfaatannya pada lip gloss. Tujuan khusus yang ingin dicapai yaitu menguji stabilitas dan toksisitas pigmen esktraseluler dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pemanfaatan pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 sebagai bahan pewarna alami pada lip gloss memberikan keuntungan di bidang kosmetika dalam pemanfaaatan bioteknologi dan mikrobiologi serta menghasilkan produk yang alami dan memiliki nilai tambah (added value). Pemanfaatan pigmen ini juga bermanfaat sebagai solusi untuk produk kosmetik yang aman dari bahan-bahan kimia berbahaya yang marak di pasaran.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah prekultur dan kultivasi kapang Xylaria psidii KT30, pemanenan pigmen ekstraseluler yang dihasilkan, uji stabilitas dan toksisitas pigmen, aplikasi pigmen ektraseluler sebagai bahan pewarna alami pada lip gloss, serta evaluasi fisik lip gloss.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. Kultivasi kapang Xylaria psidii KT30, pemanenan dan pengambilan pigmen ekstraseluler, serta uji toksisitas pigmen dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji stabilitas pigmen, pembuatan dan evaluasi fisik lip gloss dilakukan di Laboratorium Farmasetika Non Steril, Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia.

Bahan

(16)

3 akuades, alkohol, kertas saring (0,45 µm), kertas pH, aluminium foil, Artemia salina, serta bahan-bahan dalam pembuatan lip gloss, yaitu malam lebah, lilin karnauba, adeps lanae, minyak jarak, minyak zaitun, air, butil hidroksi toluen (BHT), dan minyak pewangi strawberi.

Alat

Alat yang digunakan untuk kultivasi kapang adalah sudip, timbangan digital, tabung Erlenmeyer 300 dan 500 mL, pisau, gunting, cawan petri, tabung ukur, dan pipet. Alat yang digunakan untuk pemanenan pigmen adalah corong, botol sampel, timbangan digital (Sartorius TE64), spektrofotometer UV-Vis (Epoch), dan rotary vacuum evaporator (Heidolph VV2000). Alat yang digunakan untuk uji toksisitas adalah selang dan botol, tabung reaksi, pipet volumetrik, sumur BSLT, dan pipet. Alat yang digunakan untuk pembuatan dan evaluasi fisik lip gloss adalah kaca arloji, sudip, timbangan digital, lumpang, penangas air, cetakan lip gloss, penetrometer (HERZOO), dan apparatus melting point (Electrothermal).

Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui lima tahapan, yaitu prekultur dan kultivasi isolat kapang, pemanenan pigmen ekstraseluler yang dihasilkan, uji stabilitas dan toksisitas pigmen, aplikasi pigmen ektraseluler sebagai bahan pewarna alami pada lip gloss, serta evaluasi fisik lip gloss. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Kultivasi isolat kapang (Sofyana 2012)

Kultivasi kapang endofit isolat KT30 dilakukan secara in vitro menggunakan media potato dextrose agar (PDA). Miselium yang diperoleh dari substrat selanjutnya diinokulasi pada 50 mL potato dextrose broth (PDB) yang diletakkan pada tabung Erlenmeyer 300 mL. Setelah 2 minggu masa inkubasi, dilakukan pemindahan media prekultur ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi 200 mL media PDB sebanyak 5% dari media tanam. Lalu dikultivasi secara stand culture selama 21 hari dan dipanen setiap 3 hari dengan metode penyaringan.

Pemanenan pigmen ekstraseluler

(17)

4

Gambar 1 Diagram alir penelitian

Uji dispersi dan stabilitas (Martinalova 2004)

Uji dispersi dan stabilitas lip gloss bertujuan menguji kemampuan dispersi pigmen dalam basis lip gloss dan daya tahan pigmen ekstraseluler terhadap panas. Pigmen didispersikan dalam medium air dan minyak jarak, dengan konsentrasi pigmen 2%, 3%, dan 4%. Setiap konsentrasi tersebut didispersikan dalam air, minyak jarak, dan pengemulsi, yaitu polietilen glikol (PEG). Komposisi bahan uji dispersi dan stabilitas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi bahan

No. Konsentrasi Air Minyak jarak Pengemusi

pigmen (%) (%) (%) (%)

1 2 5 88 5

2 3 5 87 5

3 4 5 86 5

Penimbangan biomassa

kering Miselium

Pengeringan Pemanenan

Prekultur kapang

Kultivasi kapang

Kultur broth

Pekatan pigmen Evaporasi

Uji stabilitas Uji toksisitas

Pembuatan lip gloss

(18)

5 Ekstrak dalam pengemulsi dipanaskan dibawah sinar matahari selama satu jam atau pada suhu sekitar ±35 ºC. Parameter yang diamati yaitu perubahan warna dan ada tidaknya butiran dengan mengoleskan cara mengoleskan campuran di antara telunjuk dan ibu jari.

Uji toksisitas (Meyer et al. 1982)

Hasil pigmen ekstraseluler dari kapang diambil 0,0211 g, dilarutkan dalam 10 mL air laut lalu dibuat pengenceran 0, 5, 10, 50, 100, 250, 500, 750, dan 1000 ppm. Pengujian dilakukan dengan memasukkan 10 ekor larva Artemia salina berumur 48 jam ke dalam sumur yang telah berisi 2 mL campuran larutan ekstrak dan air laut. Setelah 24 jam, jumlah larva yang mati dihitung.

Rancangan uji dilakukan menggunakan rancangan eksperimental dengan pemberian perlakuan konsentrasi 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 500 ppm, 750 ppm, 1000 ppm dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Parameter yang digunakan adalah jumlah Artemia salina yang mati 50 % dari total larva uji. Nilai LC50 dihitung dengan memasukkan angka dari tabel nilai probit presentase mortalitas (50% kematian larva uji). Kemudian dihitung nilai LC50 dengan menggunakan rumus y = a + bx. Nilai a dan b diperoleh dengan perhitungan menggunakan rumus regresi linier berdasarkan data dari titik konsentrasi yang digunakan.

Aplikasi dalam pembuatan lip gloss (Rahim 2011)

(19)

6

dituangkan ke dalam mortar, diaduk hingga homogen dan ditambahkan minyak pewangi strawberi. Massa cair lip gloss kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dimasukkan dalam lemari pendingin sekitar 15 menit hingga berbentuk padat. Kemudian dilakukan evaluasi sediaan semisolid yaitu evaluasi fisik lip gloss sebagai berikut (Djajadisastra et al. 2010):

1 Penampilan fisik: Permukaan lip gloss (warna, aroma, serta timbulnya keringat dan kristal) diamati.

2 Tekstur polesan: Lip gloss dioleskan pada kulit dan diamati tekstur polesannya. 3 Homogenistas polesan: Lip gloss dioleskan pada permukaan licin, seperti

punggung tangan atau bibir, lalu diamati homogenitas dan intensitas warna. 4 Uji keragaman bobot: Masing-masing empat buah lip gloss ditimbang dengan

timbangan analitik.

5 Uji kekerasan: Memakai alat penetrometer. Lip gloss diletakkan secara horizontal dengan jarum penetrometer. Jarum penetrometer diletakkan pada bagian tengah lip gloss, lalu tombol ON ditekan. Kekerasan lip gloss diukur dengan satuan 1/10 mm.

6 Uji suhu lebur: Memakai alat melting point apparatus. Pipa kapiler ditusukkan ke dalam plastik dengan kedalaman 10 mm lalu pipa kapiler diletakkan dalam alat dengan posisi yang sesuai. Suhu pada saat lip gloss mulai leleh merupakan suhu lebur lip gloss.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultivasi Kapang Xylaria psidii KT30

Isolasi dan kultivasi kapang endofit merupakan langkah kritis karena membutuhkan kepekaan untuk menemukan jumlah maksimum koloni endofit dan harus cukup akurat untuk mengeliminasi mikroba epifit yang ada di permukaan (Strobel dan Daisy 2003). Xylaria psidii KT30 merupakan kapang endofit yang diisolasi dari alga merah Kappaphycus alvarezii BRKA-1 dari Barru, Sulawesi Selatan. Kapang X. psidii KT30 memproduksi pigmen merah yang larut dalam pelarut polar, yaitu metanol dan air (Tarman 2011). Kapang yang tergolong genus Xylaria merupakan sumber griseofulvin, sitokalasin, eremophilanes sesquiterpenes, xylaramides, xanthones, asam lemak, furanopyranols, dan turunan xyloketal. Xylaria spp. yang tergolong Xylariceae, terdiri dari 40 genera. Meskipun telah banyak ditemukan di banyak negara di dunia, Xylaria spp. lebih banyak ditemukan di daerah tropis. Menurut penelitian Silva et al. (2010), kapang ini termasuk dalam golongan kapang endofit. Endofit merupakan mikroorganisme yang hidup secara berkoloni di dalam jaringan tumbuhan dan tidak menyebabkan efek negatif terhadap tumbuhan tersebut. Mikroorganisme yang hidup pada jaringan tumbuhan ini memiliki hubungan simbiosis (Bacon dan White 2000).

(20)

7 isolat dari media PDA tersebut kemudian diinokulasikan dalam media PDB 50 mL untuk setiap isolat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 14 hari hingga pertumbuhan miselium telah menutupi permukaan media dan warna media PDB menjadi merah pekat. Tahap kultur kemudian dimulai dengan pemindahan media prekultur 50 mL ke dalam tabung Erlenmeyer yang berisi media PDB 200 mL sebanyak 5% dari media tanam. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu ruang secara stand culture selama dua puluh satu hari dan dilakukan pemanenan setiap tiga hari untuk mengukur bobot miselium dan nilai absorbansi pigmen ekstraseluler untuk mengetahui waktu pemanenan yang tepat. Hal tersebut sesuai dengan Gandjar et al. (2006) bahwa pemisahan miselium dari mediumnya harus melalui suatu penyaringan sebab miselium tidak bisa diambil seperti perlakuan pada shake culture dimana miselium berbentuk butir. Kapang Xylaria psidii KT30 selama kultur disajikan pada Gambar 2.

(a) Peremajaan pada (b) Prekultur pada (c) Kultur pada media PDB media PDA media PDB 50 mL 200mL

Gambar 2 Kultivasi kapang Xylaria psidii KT30

(21)

8

Gambar 3 Pertumbuhan kapang dan pH media selama 21 hari kultivasi. Total biomassa, pH

Medium PDB sangat cocok untuk pertumbuhan kapang karena mengandung banyak pati dan nitrogen dari asam amino yang terdapat pada kentang (Hadioetomo 1993). Formulasi media kultivasi menjadi salah satu tahap penting dalam industri berbasis fermentasi. Komponen penyusun media yang umumnya terdiri dari sumber karbon, nitrogen, mineral, asam amino, vitamin maupun faktor pertumbuhan yang lainnya akan mempengaruhi kondisi kimiawi dan nutrisi dari sel di dalam reaktor serta mempengaruhi akumulasi produk di dalam sel maupun yang disekresikan ke dalam medium. Optimasi media dilakukan untuk mendapatkan sistem pertumbuhan terbaik untuk memaksimalkan produk maupun meminimalkan biaya dan teknologi. Pembuatan formulasi media tidaklah mudah karena banyaknya variabel yang terlibat di dalam proses dan kompleksitas metabolisme di dalam mikroorganisme yang terlibat di dalam fermentasi (Weuster-Botz 2000). Media PDB telah memenuhi syarat minimum untuk pertumbuhan kapang karena memiliki sumber karbon dan nitrogen. Sumber karbon pada media PDB adalah dekstrosa dan pati kentang sedangkan sumber nitrogen adalah asam amino yang terkandung pada kentang (Hadioetomo 1993).

Pigmen Ekstraseluler

Pigmen merupakan komponen kimia yang mengabsorbsi cahaya dalam kisaran panjang gelombang dari daerah yang terlihat. Pigmen dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya, yaitu alami, sintetis, atau anorganik. Pigmen alami diproduksi oleh organisme seperti tanaman, hewan, tumbuhan, kapang, dan mikroorganisme (Vargaz et al. 2000). Warna eksudat yang indah dan cerah banyak ditemukan pada koloni-koloni kapang. Zat warna juga terdapat pada konidia, spora, tubuh buah, dan miselium. Zat warna dapat bersifat tosik maupun

(22)

9 tidak. Manusia sudah memanfaatkan zat warna yang berasal dari kapang pada bahan pangan atau bahan lain agar lebih menarik dan memiliki nilai tambah (Gandjar et al. 2006).

Pigmen merah yang berasal dari Monascus purpureus, di Cina, khusus digunakan untuk menimbulkan warna khas pada bahan makanan. Pigmen alami berwarna merah tersebut merupakan hasil metabolisme sekunder yang sejauh ini diketahui tidak bersifat racun. Warna merah tersebut merupakan gabungan pigmen dari enam senyawa yang terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu rubropunctatin dan monascorubrin yang menghasilkan warna oranye, monacin dan ankaflavin menghasilkan warna kuning, serta rubropinctamine dan monascorubriamine menghasilkan warna merah. Kapang juga menghasilkan pigmen yang belum dikembangkan secara industrial. Kapang sering menghasilkan pigmen penting untuk dirinya, seperti terpen yang terdiri atas melanin dan karoten (Gandjar et al. 2006). Kapang mengandung sebuah susunan pigmen-pigmen yang berasal dari octaketide, seperti antrakuinon, yang berasal dari rangka antra-9-10-kuinon dengan kedua jaringan yang diganti. Antraantra-9-10-kuinon ditemukan dalam fungi sebagai bentuk tereduksi tak berwarna sama yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk glikosida dalam banyak penelitian. Banyak antrakuinon alami yang merupakan oligomer yang dibentuk dengan memasang dua atau lebih molekul antrakuinon (Velisek dan Cejpek 2011).

Produksi pigmen dan beberapa metabolit tak berwarna signifikan dalam kultur miselia pada keadaan tertentu (Zhou dan Liu 2010). Sejumlah antrakuinon diisolasi dari kapang, khususnya macromycetes yang telah dikarakterisasi. Pigmen juga dapat digunakan untuk tujuan taksonomi, misalnya mitorubrin yang dapat digunakan dalam taksonomi Hypoxylon. Secara morfologis dan kemotaksonomis, Xylaria memiliki hubungan yang sangat erat dengan Hypoxylon. Karakter morfologis partikuler kelompok mitorubrin disusun oleh pigmen merah atau oranye (Stadler dan Fournier 2006). Kapang Xylaria psidii KT30 yang digunakan dalam penelitian ini menghasilkan pigmen berwarna merah. Pigmen ini dapat diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 518 nm (A518) (Tarman 2011). Nilai absorbansi yang didapatkan selama kultur disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Nilai absorbansi pigmen ekstraseluler

(23)

10

sehingga dapat dikatakan hari panen yang terbaik adalah hari ke-12. Hal tersebut sesuai dengan Purwanto (2011) karena hari ke-12 telah memasuki fase stasioner kapang, dimana pada fase tersebut kapang mengambil nutrisi untuk membentuk pigmen, sedangkan saat kultur masih muda, semua nutrisi dipakai untuk pertumbuhan. Semakin pekat warna merah yang dihasilkan maka semakin tinggi nilai absorbansinya. Spektrum serapan ekstrak dapat diukur dalam larutan sangat encer dengan pembanding blanko pelarut menggunakan spektofotometer. Senyawa yang tidak berwarna ditentukan dengan panjang gelombang antara 200 hingga 400 nm, untuk senyawa berwarna ditentukan dengan panjang gelombang 200 hingga 700 nm (Harborne 1987). Rendemen pigmen yang didapatkan dari evaporasi 200 mL media kultur adalah 3,43 gram atau 1,9%. Produksi pigmen Xylaria psidii KT30 lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi pigmen angkak Monascus purpureus yang mencapai rendemen 10% (Jenie et al. 1997). Hasil panen pigmen ekstraseluler yang dipanen tiga hari sekali disajikan pada Gambar 5.

(a) Hari ke-6 (b) Hari ke-9 (c) Hari ke-12 (d) Hari ke-15 Gambar 5 Hasil panen pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30

Pigmen ekstraseluler kapang terbentuk karena cairan granular yang keluar melewati ujung-ujung hifa. Ketika kultur masih muda, cairan ekskresinya belum berwarna, tetapi secara bertahap terjadi perubahan menjadi kemerahan. Selama pertumbuhan, substrat pati terurai menjadi sejumlah metabolit. Sumber karbon (glukosa, maltosa, etanol) dan sumber nitrogen (pepton dan amonium nitrat) dapat digunakan untuk merangsang produksi pigmen (Purwanto 2011). Hasil penelitian Lee et al. (2001) menunjukkan bahwa sumber karbon dan nitrogen, yaitu glukosa dan monosodium glutamat (MSG), merupakan sumber nutrisi terbaik untuk produksi pigmen merah.

Toksisitas Pigmen Ekstraseluler

(24)

11 psu. Populasinya pun diadaptasi untuk perubahan suhu yang luas mulai kurang dari 6 °C hingga 35 °C dan komposisi ion air laut yang berbeda. Mereka juga dapat mentolerir nilai pH yang bervariasi dari netral hingga alkalin yang tinggi (Naceur et al. 2012). Metode BSLT sering digunakan untuk praskrining senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis), dapat dilakukan di dalam laboratorium, dan memiliki tingkat kepercayaan tinggi dibandingkan dengan uji in vitro menggunakan sel lestari yang memerlukan media dan biaya sangat mahal serta keterampilan khusus (Meyer et al. 1982). Perhitungan toksisitas pigmen disajikan pada Lampiran 1. Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler Konsentrasi pigmen (ppm) LC50 LC50 merupakan konsentrasi bahan atau zat tertentu yang dapat mematikan 50% organisme uji (Zhang et al. 2007). Nilai LC50 yang didapatkan pada penelitian ini sebesar 20.069,5 ppm (Tabel 3). Kategori toksisitas suatu bahan pada perlakuan LC50 µg/mL dibagi menjadi tiga (Meyer et al. 1982), yaitu sangat toksik (< 30 ppm), toksik (30-1000 ppm), dan tidak toksik (> 1000 ppm). Berdasarkan pengelompokan tersebut, pigmen ekstraseluler KT30 tergolong dalam kategori tidak toksik. Kapang Xylaria psidii KT30 menghasilkan pigmen ekstraseluler yang bersifat tidak toksik, selain itu juga menghasilkan metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme uji, diantaranya Staphylococcus aureus. Xylaria psidii KT30 menunjukkan aktivitas antibakteri paling aktif melawan kebanyakan organisme uji, seperti Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Vibrio anguillarum, dan Aeromonas salmonicida (Tarman 2011).

Stabilitas Pigmen Ektraseluler

Stabilitas berperan penting dalam proses pengembangan obat dan kosmetik. Uji ini menjelaskan beberapa faktor yang berdampak pada tanggal kadaluarsa dari produk obat-obatan, termasuk stabilitas fisik dan kimia selama tahap formulasi preklinis, pengembangan proses, pengembangan pengemasan, dan masa setelah dipasarkan. Uji ini mengijinkan pengadaan kondisi penyimpanan yang dianjurkan, periode pengujian ulang, dan secara tepat menunjukkan umur simpan produk (Henal et al. 2011). Hasil uji dispersi dan kestabilan disajikan pada Tabel 4.

(25)

12

pigmen pun baik karena tidak terdapat gumpalan (gritty) seperti butiran pasir. Uji kestabilan pigmen ekstraseluler dilakukan dengan memanaskan campuran pigmen dan pengemulsi. Hasilnya pigmen bersifat stabil karena tidak terdapat perubahan warna pigmen yang dicampur dengan pengemulsi lalu dipanaskan dibawah sinar matahari.

Tabel 4 Hasil uji dispersi dan kestabilan pigmen ekstraseluler

Konsen-trasi Dispersi Tingkat Perubahan warna

campuran homogenitas emulsi setelah

(% b/b) Air (5%) Minyak (86-88%)

emulsi dipanaskan 2 mudah larut lambat larut homogen warna tidak berubah 3 mudah larut lambat larut homogen warna tidak berubah 4 mudah larut lambat larut homogen warna tidak berubah

Aplikasi dalam Pembuatan Lip Gloss

Lip gloss merupakan salah satu jenis kosmetik dekoratif yang memberikan efek kilau di bibir untuk jangka waktu yang lama, bersifat kedap air, dan dapat menjadi pelapis lipstik. Lip gloss juga berfungsi membantu menambah volume bibir dan membuat bibir terlihat lebih padat jika digunakan bersama lipstik (Inetz 2011). Fungsi utama kosmetik dekoratif hanya untuk mempercantik dan memperindah diri. Fungsi lain kosmetik dekoratif adalah untuk memperbaiki penampilan, memberikan rona, meratakan warna kulit, menyembunyikan ketidaksempurnaan, dan fungsi protektif. Bahan pewarna merupakan komponen utama dalam setiap formulasi kosmetik dekoratif (Barel et al. 2001).

Komponen utama dalam sediaan lip gloss adalah minyak, lilin, dan lemak. Kualitasnya ditentukan oleh komponen penyusun basis lemak, yaitu merupakan formulasi dari bahan-bahan yang mempunyai titik leleh yang berbeda-beda terdiri dari malam (wax), minyak dan lemak (Perdanakusuma dan Wulandari 2012). Minyak yang digunakan harus memberikan kelembutan, kilauan dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher 2000). Lilin memberikan struktur batang yang kuat pada lip gloss dan menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Formulasi lilin yang tepat mampu menjaga sediaan tetap padat pada suhu 50 °C dan mampu mengikat fase minyak agar tidak keluar atau berkeringat namun tetap lembut dan mudah dioleskan di bibir dengan tekanan serendah mungkin (Balsam 1972). Basis lemak digunakan untuk masa penyimpanan, kualitas, dan ‘rasa’ sediaan (Haynes 1994). Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur lembut, meningkatkan kekuatan, serta mengurangi efek berkeringat dan pecah pada sediaan. Selain itu, fungsi lemak adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin serta sebagai pendispersi dalam pigmen (Jellinek 1976).

(26)

13 digunakan berasal dari dua bentuk pewarna yang dapat larut yang dapat meresap di kulit, bahan pewarna yang tak larut dan pigmen-pigmen yang melindungi bibir (Haynes 1994). Minyak jarak merupakan minyak nabati yang berasal dari biji Ricinus communis L. yang telah dikupas dan memiliki viskositas tinggi serta kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik. Viskositasnya yang tinggi dapat menunda pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat pencetakan, sehingga dispersi pigmen benar-benar merata (Balsam 1972). Minyak sebagai minyak alami, yang dalam keadaan murni, memiliki banyak kegunaan, mulai dari produk perawatan pribadi (pencahar, kosmetik, dan topikal), pabrikasi kimia (bahan baku), dan bahan industri (pelumas, cairan hidrolik, dielektrik cairan, tekstil, cat, dan coating). Komposisi kastroli unik yang berisi trigliserida terbentuk dari asam lemak tak jenuh omega-9, 12-hidroksi-9-cisoctadecenoic asam (ricinoleic asam, R). Sembilan puluh persen dari total trigliserida adalah triricinoleate (RRR) (Plante et al. 2011).

Beeswax atau malam lebah dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera L. Suhu leburnya berkisar antara 62- 65 °C. Kegunaan malam lebah adalah untuk mengatur titik lebur sediaan (Rowe et al. 2009). Malam lebah merupakan campuran dari banyak senyawa organik, seperti hidrokarbon, ester lilin dan asam lemak (Buchwald et al. 2009). Malam lebah yang sifatnya berlemak, menghalangi percampuran zat tertentu dengan ramuan yang mengandung malam lebah, bersifat mengemulsi, dan menguatkan (Haynes 1994). Semakin meningkat konsentrasi malam lebah, sediaan yang dihasilkan semakin kasar, kusam, semakin tidak berbau dan daya oles semakin menurun atau tidak menempel (Perdanakusuma dan Wulandari 2012).

Lilin karnauba diperoleh dari daun Copernicia cerifera dan merupakan salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu lebur yang tinggi yaitu 80-86 °C. Lilin karnauba biasa digunakan untuk meningkatkan suhu lebur dan kekerasan lipstik (Rowe et al. 2009). Lilin karnauba adalah minyak nabati yang sangat keras untuk meningkatkan titik leleh berbagai campuran, membantu proses penguraian, dan sebagai pengeras (Haynes 1994). Umumnya digunakan dalam jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan sediaan (Balsam 1972).

Lanolin atau disebut juga adeps lanae merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Bovis aries L. (Famili Bovidae), yang dibersihkan dan dihilangkan warna serta baunya. Suhu leburnya berkisar antara 38-44 °C. Lanolin banyak digunakan dalam sediaan topikal dan kosmetik (Rowe et al. 2009). Sebagai bahan dasar lanolin bersifat hipoalergik diserap oleh kulit, memfasilitasi bahan aktif yang dibawa (Sharma 2008).

(27)

14

lilin, insektisida, pelumas sintetis, cat, dan lain-lain (Akrochem 1991). Pewangi digunakan untuk memberikan aroma yang menyenangkan, menutupi aroma dari lemak yang digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi aroma yang mungkin timbul selama penyimpanan dan penggunaan sediaan (Balsam 1972). Lip gloss yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Lip gloss yang menggunakan pigmen ekstraseluler sebagai bahan pewarna alami

Lip gloss kemudian dievaluasi sebagai sediaan semisolid. Evaluasi ini bertujuan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produk agar aman bagi konsumen. Kestabilan dari karakteristik semisolid, seperti viskositas, warna dan bau, penting karena sediaan tersebut akan disimpan dalam jangka waktu yang lama. Evaluasi fisik lip gloss ini mengacu pada evaluasi fisik lipstik. Hasil evaluasi yang dilakukan pada lip gloss disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil evaluasi fisik lip gloss

No. Parameter Deskripsi

1 Penampilan fisik Lip gloss berwarna merah muda, mengkilat (glossy) dan beraroma strawberi. memperlihatkan warna dan partikel zat homogen dengan intensitas warna yang rendah.

4 Keragaman bobot

Empat buah lip gloss yang telah dibuat kemudian ditimbang (Lampiran 2) dan dihitung bobot rata-ratanya sehingga diperoleh bobot 2,94 gram.

5 Kekerasan

Uji ini digunakan untuk menentukan konsistensi sediaan lip gloss menggunakan penetrometer melalui dua kali ulangan dengan hasil 55 cP/5 detik. 6 Suhu lebur

Suhu lebur lip gloss yang diukur menggunakan melting point apparatus menunjukkan suhu saat lip gloss mulai meleleh, yaitu pada suhu 48-60 °C.

(28)

15 belum diketahui secara pasti, namun pada penelitian ini suhu lebur lip gloss mengacu pada suhu lebur lipstik, yaitu yang mendekati suhu bibir, antara 36-38 °C. Namun karena suhu di daerah daerah tropis, suhu leburnya dibuat lebih tinggi, umumnya pada suhu ±62 °C atau berkisar antara 55-75 °C (Ditjen POM 1985). Penentuan titik lebur penting dilakukan karena merupakan indikator batas penyimpanan (Mishra dan Dwivedi 2011). Penentuan suhu lebur bertujuan untuk mengetahui pada suhu berapa sediaan akan meleleh dalam wadahnya sehingga minyak akan keluar. Suhu tersebut menunjukkan batas suhu penyimpanan yang selanjutnya berguna dalam proses pembentukan, pengemasan, dan pengangkutannya (Balsam 1972).

Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui kekuatan sediaan (Mishra dan Dwivedi 2011). Evaluasi kekerasan lip gloss menunjukkan kualitas patahan dan juga kekuatan lip gloss dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Evaluasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan lilin dalam sediaan (Balsam 1972).

Komposisi malam atau lilin yang digunakan pada penelitian ini sudah tepat untuk menghasilkan produk lip gloss yang halus dan mengkilap, yaitu sebanyak berpengaruh terhadap aroma lip gloss. Hal tersebut sesuai dengan Perdanakusuma dan Wulandari (2012), bahwa komposisi malam kurang dari 35% menghasilkan sediaan yang tidak berbau dan konsentrasi malam lebih dari 35% menghasilkan sediaan yang bau. Semakin banyak komposisi malam atau lilin yang digunakan pun mempengaruhi daya oles lip gloss. Sediaan cenderung semakin tidak menempel di permukaan kulit dengan meningkatnya konsentrasi malam karena campuran minyak dalam emulsi berkurang sehingga penampakannya tidak creamy dan semakin tidak menempel di bibir (Perdanakusuma dan Wulandari 2012).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

(29)

16

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakterisasi kelarutan pigmen ekstraseluler kapang Xylaria psidii KT30 agar dapat diaplikasikan pada kosmetik lain maupun produk non kosmetik. Evaluasi kimia sediaan semisolid perlu dilakukan untuk mengetahui masa simpan produk.

DAFTAR PUSTAKA

[DITJEN POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. [PERMENKES] Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Nomor

1176/MENKES/PER/VIII/2010. Notifikasi Kosmetika. Jakarta: Menteri Kesehatan RI.

Akrochem. 1991. Antioxidant BHT 2,6-di-tert-butyl-para-cresol (butylated hydroxytoluene). Akrochem Corp. Ohio.

Bacon CW, White JF. 2000. Microbial Endophytes. New York: Marcel Dekker. Balsam MS. 1972. Cosmetic Science and Technology. Edisi Kedua. London: Jhon

Willy and Son, Inc.

Barel AO, Paye M, Howard IM. 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. Edisi Kedua. New York: Informa Healthcare.

Buchwald R, Breed MD, Bjostad L, Hibbard BE, Greenberg AR. 2009. The role of fatty acids in the mechanical properties of beeswax. Apidologie

40(5): 585-594.

Djajadisastra J, Sutriyo, Karina YD. 2010. Formulasi lipstik menggunakan liposom magnesium askorbil fosfat yang dibuat dengan metode reverse phase evaporation. Medicinus 23(2): 35-40.

Gandjar I, Sjamsuridzal W, Oetari A. 2006. Mikologi: Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hadioetomo RS. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB.

Haynes A. 1994. Face Facts: A Guide to Cosmetics, Skin and Hair Care. Marrickville: Choice Books.

Henal P, Bhat SR, V Balamuralidhara, Kumar PTM. 2011. Comparison of stability testing requirements of ICH with other international regulatory agencies. Pharma Times 43(09): 21-24.

Inetz. 2011. Tampil natural dengan lip gloss. Majalah Holly Trend 4(16): 15. Jellinek JS. 1976. Formulation and Function of Cosmetics. New York: Wiley

Interscience.

(30)

17 Kjer J, Debbab A, Aly HA, Proksch P. 2010. Methods for isolation of

marine-derived endophytic fungi and their bioactive secondary products. Nature Protocols 5(3): 479–490.

Kordi MGH. 2010. A to Z Budi Daya Biota Akuatik untuk Pangan, Kosmetik, dan Obat-obatan. Yogyakarta: Lily Publisher.

Lee BK, Park NH, Piao HY, Chung WJ. 2001. Production of red pigments by Monascus purpureus in submerged culture. Biotechnolology and Bioprocess Engineering (6): 341-346.

Martinalova D. 2004. Pemanfaatan kulit buah Pandanus tectorius sebagai pewarna pada pembuatan lipstik. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, Mclaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Planta Medica. 45:31-34.

Mishra P, Dwivedi S. 2011. Formulation and evaluation of lipstick containing herbal ingredients. Asian Journal of Medical and Pharmaceutical Researches 2(3): 58-60.

Naceur HB, Jenhani ABR, Romdhane MS. 2012. Impacts of salinity, temperature, and pH on the morphology of Artemia salina (Branchiopoda: Anostraca) from Tunisia. Zoological Studies 51(4): 453-462.

Perdanakusuma O, Wulandari Z. 2012. Optimasi proses pembuatan lipstik dengan penambahan berbagai konsentrasi malam lebah. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 14(3): 95-100.

Plante M, Chris C, Bruce B, Ian A. 2011. Characterization of castor oil by HPLC and charged aerosol detection. Dionex Co. Chelmsford, MA, USA.

Pongcharoen W, Rukachaisirikul V, Phongpaichit S, Kuhn T, Pelzing M, Sakayaroj J, Tayloy WC. 2008. Metabolites from the endophytic fungus Xylaria sp. PSU-D14. Phytochemistry 69: 1900–1902.

Poucher J. 2000. Poucher’s Perfumes, Cosmetics and Soaps. Edisi Kesepuluh. London: Kluwer Academic Publisher.

Purwanto A. 2011. Produksi angkak oleh Monascus purpureus dengan menggunakan beberapa varietas padi yang berbeda tingkat kepulenannya. Widya Warta 01: 40-56.

Race S. 2009. Antioxidants: The Truth about BHA, BHT, TBHQ and other Antioxidants Used as Food Additives. United Kingdom: Tigmor Books. Rahim F. 2011. Pemanfaatan zat warna dari ekstrak Cyphomandra betacea dan

minyak kelapa murni dalam formulasi lipstik. Scientia 1 (2): 50-58.

Rowe RC, Paul JS, Marian EQ. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients.

Lexi-Comp: American Pharmaceutical Association, Inc.

Sharma S. 2008. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceutical Review. 6: 1-29.

Silva GH, de Oliviera CM, Teles HL, Pauletti PM, Gamboa IC, Silva DHS, Bolvani VS, Young MCM, Neto CMC, Pfening LH, Berlinck RGS, Arajou AR. 2010. Sesquiterpenes from Xylaria sp., an endophytic fungus associated with Piper aduncum (Piperaceae). Phytochemistry Letters 3: 164–167.

(31)

18

[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Stadler M, Fournier J. 2006. Pigment chemistry, taxonomy and phylogeny of the Hypoxyloideae (Xylaraceae). Revista Iberoamericana de Micologia 23(3): 160-170.

Strobel G, Daisy B. 2003. Bioprospecting for microbial endophytes and their natural products. Microbiol. Mol. Biol. Rev. 67(4): 491-502.

Tarman K. 2011. Biological and chemical investigations of Indonesian marine-derived fungi and their secondary metabolites [desertasi]. Greifswald: Mathematisch-Naturwissenschaftlichen Fakultät, Ernst-Moritz-Arndt-Universität.

Vargaz FD, Jiménez AR, Paredes-López O. 2000. Natural pigments: carotenoids, anthocyanins, and betalains — Characteristics, biosynthesis, processing, and stability. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 40(3): 173– 289.

Velisek J, Cejpek K. 2011. Pigment of higher fungi: a review. Czech Journal Food Science 29 (2): 87-102.

Weuster-Botz D. 2000. Experimental design for fermentation media development: Statistical design or global random search? Biosci. Bioeng. 90(5): 473-483. Widana DAB, Yuningrat NW. 2007. Analisis bahan pewarna berbahaya pada

sediaan kosmetika di wilayah Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 1(1): 26-36. Yulianti N. 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Edisi Pertama.

Yogyakarta: CV Andi Offset.

Zhang M, Aguilera D, Das C, Vasquez H, Zage P, Gopalakrishnan V, Wolff J. 2007. Measuring cytotoxicity: a new perspective on LC50. Anticancer Research 27(1A): 35-38.

(32)

19

(33)

20

Lampiran 1 Hasil uji toksisitas pigmen ekstraseluler

Ulangan Konsentrasi ekstrak (ppm)

(ppm) Log konsentrasi (x) % mortalitas

Probit %

(34)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trenggalek, Jawa Timur pada tanggal 8 November 1990. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Imam Wahyudi dan Ibu Dra. Amin Nurhayati. Penulis telah menempuh pendidikan mulai dari TK Tunas Harapan dan lulus pada tahun 1997, SD Negeri Lawanggintung 1 dan lulus pada tahun 2003, SMP Negeri 7 Bogor dan lulus pada tahun 2006, serta SMA Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2009.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 3 Pertumbuhan kapang dan pH media selama 21 hari kultivasi.
Gambar 4 Nilai absorbansi pigmen ekstraseluler
Gambar 5.        (a) Hari ke-6

Referensi

Dokumen terkait

 arimin (Th 1992), sistem pakar adalah sistem suatu piranti lunak komputer yg memakai fakta, ilmu dan teknik dalam berfikir mengambil keputusan untuk memberikan output

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunian-Nya penyusunan skripsi dengan judul Pengaruh Kualitas Auditor, Karakteristik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Green Marketing berpengaruh langsung dan signifikan terhadap variabel Nilai yang Dipersepsikan, variabel Nilai yang

Sungai Jawi

dari parameter kimia dan fisik dan organoleptik (bau) terhadap tingkatan maka nilai rata-rata tertinggi terdapat pada wingko jagung dengan perlakuan penambahan sorbitol 15%

Manajemen yang sehat adalah manajemen yang berusaha untuk selalu mengidentifikasi segala hal yang dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan penghargaan finansial atau kompensasi

12. Kumpulan hasil rekaman 13. Obyek ritual, artefak.. Selanjutnya untuk memperoleh gambaran lebih jelas aktivitas dalam proses penelitian data pada penelitian kualitatif anda

Kebutuhan karbohidrat pada metabolisme lemak terdapat dalam awal siklus Krebs. As-KoA masuk siklus