UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR
DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt.) Wei ) DI LAPANGAN
SKRIPSI
Oleh :
TARI ELVALIANDA
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR
DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt.) Wei ) DI LAPANGAN
SKRIPSI
Oleh :
TARI ELVALIANDA
020302014/ ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR
DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt.) Wei ) DI LAPANGAN
SKRIPSI
Oleh :
TARI ELVALIANDA
020302014/ ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN ( Corynespora
cassiicola ( Berk. & Curt. ) Wei ) DI LAPANGAN
Nama : Tari Elvalianda NIM : 020302014
Departemen : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Jurusan : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
ABSTRACT
Tari Elvalianda “UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR
PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt.) Wei.) DI LAPANGAN” with the conselling Mr. Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr as a leader and Mrs. Ir. Syamsinar Yusuf, MS as co – author.
The research was held in Sungei Putih Rubber Research Center since September 2006 to Maret 2007.
The aims of the research was to found rubber cultivar whose resistant from fall of leaf diseases ( C. Cassiicola ).
The research used the method of group factorial random design with 60 combine of treatments and 2 repeats. Cultivar of plasma nutfah from hevea that used was PN No. 262, PN No. 266, PN No. 386, PN No. 389, PN No. 398, PN No. 803, PN No. 807, PN No. 869, PN No. 1444, PN No. 1544, PN No. 1581,
PN No. 1582, PN No. 3240, PN No. 3491, PN No. 5108, PN No. 5538, PN No. 5567, PN No. 5575, PN No. 5579, PN No. 5640, PN No.5666, PN No. 5714, PN No. 5730, PN No. 5761, PN No. 5788, PN No. 5808, PN No. 5814, PN No. 5819, PN No. 5824 and PB 260 as equal. C. cassiicola
isolate from North Sumatra ( Sungei Putih Rubber Research Center ) and East Aceh ( Mopoli Raya estate ).
The result of research showed that the 29 cultivated from rubber plasma nutfah and 1 clon PB 260 whose test showed variated of proff different isolate, where the cultivar of plasma nutfah PN No. 262 ( P1 ), PN No. 266 ( P2 ),
PN No. 386 ( P3 ), PN No. 398 ( P5 ), PN No. 803 ( P6 ), PN No. 807 ( P7 ),
PN No. 869 ( P8 ), PN No. 1444 ( P9 ), PN No. 1582 ( P12 ), PN No. 3240 ( P13 ),
PN No. 5108 ( P15 ), PN No. 5567 ( P17 ), PN No. 5575 ( P18 ), PN No. 5640 (P20 ),
PN No. 5666 ( P21 ), PN No. 5730 ( P23 ), PN No. 5761 ( P24 ), PN No. 5788 (P25 ),
PN No. 5808 ( P26 ), PN No. 5814 ( P27 ), were susceptible.
Cultivar of plasma nutfah PN No. 389 ( P4 ), PN No. 1544 ( P10 ),
PN No. 1581 ( P11 ), PN No. 3491 ( P14 ), PN No. 5538 ( P16 ), PN No. 5579 (P19 ),
PN No. 5714 ( P22 ), PN No. 5819 ( P28 ), PN No. 5824 ( P29 ) were moderate.
Where as PB 260 ( P0 ) was resistent.
The level of proof from result of test in field was PB 260 ( P0 ),
PN No. 389 ( P4 ), PN No. 1544 ( P10 ), PN No. 1581 ( P11 ), PN No. 3491 ( P14 ),
PN No. 5538 ( P16 ), PN No. 5579 ( P19 ), PN No. 5714 ( P22 ), PN No. 5819 ( P28),
PN No. 5824 ( P29 ), PN No. 262 ( P1 ), PN No. 266 ( P2 ), PN No. 386 ( P3 ),
PN No. 398 ( P5 ), PN No. 803 ( P6 ), PN No. 807 ( P7 ), PN No. 869 ( P8 ),
PN No. 1444 ( P9 ), PN No. 1582 ( P12 ), PN No. 3240 ( P13 ), PN No. 5108 ( P15 ),
PN No. 5567 ( P17 ), PN No. 5575 ( P18 ), PN No. 5640 ( P20 ), PN No. 5666 (P21 ),
PN No. 5730 ( P23 ), PN No. 5761 ( P24 ), PN No. 5788 ( P25 ), PN No. 5808 (P26 ),
PN No. 5814 ( P27 ).
ABSTRAK
Tari Elvalianda “UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR
PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt.)Wei.) DI LAPANGAN” dengan komisi pembimbing Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr. selaku ketua dan Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS. selaku anggota.
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih dari bulan September 2006 sampai bulan Maret 2007.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kultivar karet yang tahan terhadap penyakit gugur daun (Corynespora cassiicola).
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok ( RAK ) Faktorial dengan 60 perlakuan kombinasi dan 2 ulangan. Kultivar plasma nutfah yang
digunakan adalah PN No. 262, PN No. 266, PN No. 386, PN No. 389, PN No. 398, PN No. 803, PN No. 807, PN No. 869, PN No. 1444, PN No. 1544,
PN No. 1581, PN No. 1582, PN No. 3240, PN No. 3491, PN No. 5108, PN No. 5538, PN No. 5567, PN No. 5575, PN No. 5579, PN No. 5640, PN No.5666, PN No. 5714, PN No. 5730, PN No. 5761, PN No. 5788, PN No. 5808, PN No. 5814, PN No. 5819, PN No. 5824 dan PB 260 sebagai
pembanding. Isolat Corynespora cassiicola yang digunakan berasal dari Sumut ( Balai Penelitian Karet Sungei Putih ) dan Aceh Timur ( Kebun Mopoli Raya ).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 29 kultivar plasma nutfah karet dan 1 klon PB 260 yang diuji terlihat ketahanan yang bervariasi terhadap isolat yang berbeda. Dimana kultivar PN No. 262 (P1), PN No. 266 (P2), PN No. 386 (P3),
PN No. 398 (P5), PN No. 803 (P6), PN No. 807 (P7), PN No. 869 (P8),
PN No. 1444 (P9), PN No. 1582 (P12), PN No. 3240 (P13), PN No. 5108 (P15),
PN No. 5567 (P17), PN No. 5575 (P18 ), PN No. 5640 (P20 ), PN No. 5666 (P21),
PN No. 5730 (P23), PN No. 5761 (P24), PN No. 5788 (P25), PN No. 5808 (P26),
PN No. 5814 (P27), adalah kultivar yang tergolong agak rentan.
Kultivar plasma nutfah PN No. 389 ( P4 ), PN No. 1544 ( P10 ),
PN No. 1581 ( P11 ), PN No. 3491 ( P14 ), PN No. 5538 ( P16 ), PN No. 5579 (P19 ),
PN No. 5714 ( P22 ), PN No. 5819 ( P28 ), PN No. 5824 ( P29 ) adalah kultivar yang
tergolong moderat. Sedangkan PB 260 ( P0 ) termasuk dalam kategori agak
resisten.
Tingkatan ketahanan dari hasil pengujian di Lapangan adalah : PB 260 ( P0 ), PN No. 389 ( P4 ), PN No. 1544 ( P10 ), PN No. 1581 ( P11 ),
PN No. 3491 ( P14 ), PN No. 5538 ( P16 ), PN No. 5579 ( P19 ), PN No. 5714 (P22 ),
PN No. 5819 ( P28 ), PN No. 5824 ( P29 ), PN No. 262 ( P1 ), PN No. 266 ( P2 ),
PN No. 386 ( P3 ), PN No. 398 ( P5 ), PN No. 803 ( P6 ), PN No. 807 ( P7 ),
PN No. 869 ( P8 ), PN No. 1444 ( P9 ), PN No. 1582 ( P12 ), PN No. 3240 ( P13 ),
PN No. 5108 ( P15 ), PN No. 5567 ( P17 ), PN No. 5575 ( P18 ), PN No. 5640 (P20 ),
PN No. 5666 ( P21 ), PN No. 5730 ( P23 ), PN No. 5761 ( P24 ), PN No. 5788 (P25 ),
PN No. 5808 ( P26 ), PN No. 5814 ( P27 ).
Isolat dari Balai Penelitian Karet Sungei Putih ( I1 ) menunjukkan tingkat
RIWAYAT HIDUP
“Tari Elvalianda” dilahirkan di Medan 15 September 1984 dari
Ayahanda Drs. Agus Suhairi dan Ibunda Susilawaty. Penulis merupakan putri
ke-1 ( pertama ) dari 2 ( dua ) bersaudara.
Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah lulus dari Sekolah
Dasar Swasta Perguruan Nasional Khalsa Medan tahun 1996, tahun 1999 lulus
dari Sekolah Lanjut Tingkat Pertama Negeri 1 Medan, tahun 2002 lulus dari
Sekolah Menengah Umum Negeri 17 Medan dan tahun 2002 diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB.
Kegiatan akademis yang pernah diikuti penulis selama mengikuti
perkuliahan adalah mengikuti seminar “Biocontrol & Plant Clinic, Molecular
Diaghnostic for Plant Pathogen” di Fakultas Pertanian USU pada tanggal
24 Oktober 2004, menjadi panitia dalam Seminar “Pengendalian Hayati Sebagai
Komponen Pengendalian Hama Terpadu” di Fakultas Pertanian USU pada tanggal
10 Pebruari 2006, menjadi asisten di Laboratorium Nematologi Tumbuhan, serta
asisten Pengendalian Hama Terpadu.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) di Stasiun
Karantina Kelas I Polonia Medan pada bulan Juni – Juli 2006 dan melaksanakan
praktek skripsi di Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang mulai
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkah dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah : “UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt. ) Wei ) DI LAPANGAN”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr. sebagai ketua komisi pembimbing dan
Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS. sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu terima kasih juga
saya ucapkan kepada Bapak Ir. Aidi Daslin Sagala, MS., Bapak Ir. Soedjatno,
Bapak Shaleh serta keluarga besar Balai Sungei Putih yang telah banyak
membantu penulis selama melaksanakan penelitian.
Dan ucapan terima kasih terbesar saya persembahkan kepada Ayahanda
dan Ibunda atas segala doa, semangat dan perhatian yang diberikan juga kepada
adikku Dinda Devanti serta teman – teman HPT `02 dan pihak-pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi ini. Semoga skripsi
ini kelak lebih bermanfaat.
Medan, Februari 2008
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkah dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul skripsi ini adalah : “UJI RESISTENSI BEBERAPA KULTIVAR PLASMA NUTFAH KARET ( Hevea brasiliensis Muell. Arg. ) TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN ( Corynespora cassiicola ( Berk. & Curt. ) Wei ) DI LAPANGAN”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada komisi
pembimbing Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr. selaku ketua dan
Ibu Ir. Syamsinar Yusuf, MS. selaku anggota yang telah mengarahkan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu terima kasih juga saya ucapkan kepada
Bapak Ir. Aidi Daslin Sagala, MS, Bapak Ir. Soedjatno, Bapak Shaleh serta
keluarga besar Balai Sungei Putih yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan penelitian.
Ucapan terima kasih teristimewa khusus Ananda persembahkan kepada
Ayahanda dan Ibunda terima kasih atas segala doa, dukungan semangat serta
perhatian yang diberikan juga kepada adikku Dinda Devanti terima kasih atas
dukungannya selama ini. Rasa terima kasih ini juga saya persembahkan kepada
Hari Suharso, sahabat - sahabatku Zaida Fairuzah, Nurliza Hasibuan, Moulisa Nur
Prastiwi dan teman – teman HPT `02 yang tak dapat disebutkan satu persatu
Dan juga kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Medan, November 2007
DAFTAR ISI
Hlm
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 5
Hipotesa Penelitian ... 5
Kegunaan Penelitian ... 5
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit ... 6
Gejala Serangan ... 7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit ... 9
Pengendalian Penyakit ... 12
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
Bahan dan Alat ... 14
Metode Penelitian ... 15
Pelaksanaan Penelitian ... 17
Persiapan bahan tanaman ... 17
Persiapan bahan inokulasi ……… 17
Pelaksanaan inokulasi ……… 18
Pengamatan Parameter ……… 18
HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 20
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
DAFTAR TABEL
No. Judul Hlm
1. Klasifikasi Penilaian Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola ………….. 19
2. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada
Perlakuan Kultivar ( P ) untuk Setiap Waktu Pengamatan ( hsi ) ……….. 20
3. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada
Perlakuan Isolat ( I ) untuk Setiap Waktu Pengamatan ( hsi ) ………….. 25
4. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Hlm
1. Konidia C. cassiicola ( Berk. & Curt. ) Wei. ………. 7
2. Gejala Serangan C. cassiicola ( Berk. & Curt. ) Wei. ………. 8
3. Biakan Murni Jamur C. cassiicola ( Berk. & Curt. ) Wei. ……….. 18
4. Histogram Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Perlakuan
Kultivar ( P ) ……….. 24
5. Histogram Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Perlakuan
Isolat ( I ) ……… 26
6. Histogram Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Perlakuan
Interaksi ( I x P ) ………. 32
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Hlm
1. Bagan Penelitian ………. 37
2. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan I ( 7 hsi ) ……….. 39
3. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan I ( 7 hsi ) ………. 40
4. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan I ( 7 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ……… 42
5. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan I ( 7 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 43
6. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan II ( 14 hsi ) ... 46
7. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan II ( 14 hsi ) ... 47
8. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan II (14 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 49
9. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan II ( 14 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 50
10. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan III ( 21 hsi ) ... 53
11. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan III ( 21 hsi ) ... 54
12. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan III ( 21 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 56
13. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan III ( 21 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 57
14. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan IV ( 28 hsi ) ... 60
15. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan IV ( 28 hsi ) ... 61
16. Data Pengamatan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan IV ( 28 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 63
17. Daftar Sidik Ragam Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Pengamatan IV ( 28 hsi ) setelah di Transformasi Arc. Sin √x ... 64
18. Foto Daun Tanaman Karet Kultivar Plasma Nutfah ... 67
19. Foto Tanaman Terserang Penyakit C. Cassiicola ... 68
20. Foto Lahan Penelitian ... 69
21. Data Iklim Curah Hujan Januari s/d Maret 2007 ... 70
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman karet termasuk famili Euphorbiaceae atau tanaman
getah-getahan. Dinamakan demikian karena golongan famili ini mempunyai jaringan
tanaman yang banyak mengandung getah (lateks) dan getah tersebut mengalir
keluar apabila jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan kegunaannya,
tanaman ini digolongkan kedalam tanaman industri. Tanaman karet berasal dari
lembah Amazone. Karet liar atau semi liar masih ditemukan dibagian utara benua
Amerika Selatan, mulai dari Brazil hingga Venezuela dan dari Kolombia hingga
Peru dan Bolivia. Tanaman karet ini untuk pertama kalinya diintroduksikan ke
Asia Tenggara pada tahun 1876. Kemudian atas perkembangan industri mobil dan
meningkatnya permintaan karet alam maka perkebunan karet cepat meluas
keseluruh penjuru dunia, baik negara dikawasan tropik maupun sub-tropik
( Syamsul, 1996 ).
Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar kedua di
dunia setelah Thailand (IRSG, 1999). Luas perkebunan karet Indonesia pada saat
ini sekitar 3,4 juta hektar, tersebar pada berbagai wilayah, terutama di Sumatera,
Kalimantan dan Jawa. Sekitar 85% luas perkebunan karet Indonesia dikelola oleh
rakyat, selebihnya diusahakan oleh perusahaan perkebunan negara (PTPN) dan
perusahaan perkebunan swasta. Produksi karet Indonesia pada tahun 2001
diperkirakan 1,5 juta ton. Ekspor karet Indonesia tahun tersebut menghasilkan
(Badan Pusat Statistik, 2002). Disamping sebagai penghasil devisa yang cukup
penting, komoditas karet juga menjadi sumber pendapatan bagi jutaan keluarga
petani di Indonesia.
Keanekaragaman hayati atau ‘biodiversity’ adalah istilah yang
digunakan untuk menerangkan keanekaragaman, variabilitas dan keunikan gen,
spesies dan ekosistem. Keanekaragaman gen atau yang disebut juga plasma nutfah
adalah substansi yang terdapat dalam setiap kelompok makhluk hidup yang
merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dirakit untuk menciptakan jenis
unggul atau kultivar baru. Dengan demikian plasma nutfah adalah aset yang
sangat penting karena merupakan bahan mentah dalam program pemuliaan untuk
merakit jenis - jenis unggul yang sangat penting dalam penyediaan/pemenuhan
kebutuhan manusia ( Sastrapradja, 1992 ).
Salah satu penyakit yang menyerang tanaman karet adalah penyakit
gugur daun yang disebabkan oleh Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei,
yang akhir-akhir ini menimbulkan kerusakan pada budidaya karet Indonesia.
Corynespora menyerang tanaman karet pada semua stadia baik pada pembibitan,
kebun entres dan tanaman muda serta dewasa di lapangan. Serangan jamur
tersebut mengakibatkan gugur daun terus-menerus sepanjang tahun sehingga tajuk
tanaman menjadi tipis. Akibatnya pertumbuhan tanaman terhambat, matang sadap
tertunda dan pada klon yang peka dapat menyebabkan kematian tanaman
(Situmorang dan Budiman, 1984).
Usaha memperbesar keragaman genetik karet telah dilakukan Indonesia
and Development Board), dimana antara tahun 1984-1989 Indonesia telah
menerima 7788 genotip material plasma nutfah karet hesil ekspedisi IRRDB
dilembah Amazone, Brazil. Kesemua material tersebut bersama sejumlah klon
(583 klon) telah dikoleksi secara ex-situ di kebun Percobaan Pusat Penelitian
Karet di Sungei Putih, Sumatera Utara. Dari seleksi pertumbuhan dan produksi
yang telah dilakukan diketahui bahwa sangat kecil kemungkinan menemukan
langsung klon-klon yang berpotensi produksi tinggi dari koleksi plasma nutfah
asal Amazone. Menurut Daslin, dkk. (2002) menyebutkan beberapa genotipe
memiliki potensi kayu yang cukup besar, meskipun genotipe tersebut tidak
menghasilkan lateks yang cukup. Hasil yang sama juga dilaporkan
Ong et al. (1995). Namun demikian potensi plasma nutfah IRRDB perlu
dimanfaatkan secara maksimal dan sistematis melalui program persilangan buatan
untuk menghasilkan klon unggul penghasil lateks-kayu dan tahan penyakit.
Beberapa fakta di lapangan tentang kejadian penyakit C. cassiicola
menunjukkan bahwa suatu klon karet terserang berat disuatu propinsi tetapi hanya
terserang ringan di propinsi yang sebenarnya sangat kondusif bagi perkembangan
penyakit tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain : 1) ras virulen patogen yang spesifik telah terbentuk di daerah ini dan ras
tersebut belum menyebar di daerah lain, 2) lingkungan abiotiknya sangat
mendukung perkembangan ras spesifik tersebut dan 3) fisiologis klon karet
(biotik) berubah sehingga menjadi sesuai bagi pertumbuhan ras patogen karena
faktor kesuburan tanah atau lingkungan abiotik lainnya. Selain itu serangan
iklim (hujan, kelembaban, suhu dan sinar matahari) sangat berperan untuk
mendorong timbulnya serangan ( Situmorang, dkk., 2001 ).
Karakterisasi plasma nutfah merupakan kegiatan penting yang dapat
dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu berdasarkan ciri fenotipik dan genotipik.
Ciri fenotipik terutama yang bersifat kualitatif perlu diidentifikasi karena selain
menjelaskan keragaman tanaman secara mudah, ciri ini menurut Kasno (1994)
sering digunakan sebagai penciri utama genotipe karena ciri tersebut tidak atau
sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan serta mudah sekali diwariskan.
Sedangkan data fenotipe kuantitatif umumnya dikendalikan oleh banyak gen dan
penampilan sifat tersebut merupakan hasil interaksi faktor genetik dan
lingkungan. Karakterisasi ciri genotipe dapat dilakukan melalui teknik
penanda molekul, baik secara iso-enzim maupun dengan sidik DNA
Tujuan Penelitian
♦ Untuk mengetahui tingkat resistensi kultivar palsma nutfah karet terhadap
penyakit gugur daun C. cassiicola (Berk.& Curt.) Wei.
♦ Untuk mengetahui isolat C. cassiicola ( Berk & Curt . ) Wei yang virulen
♦ Untuk mengetahui interaksi kultivar plasma nutfah dan isolat C. cassiicola
pada tanaman karet.
Hipotesa Penelitian
♦ Beberapa kultivar plasma nutfah karet memiliki tingkat resistensi yang
berbeda terhadap penyakit gugur daun C. cassiicola ( Berk & Curt. ) Wei.
♦ Isolat C. cassiicola ( Berk & Curt. ) Wei memiliki virulensi yang berbeda.
♦ Ada interaksi antara kultivar plasma nutfah karet dan isolat Corynespora pada
tanaman karet.
Kegunaan Penelitian
♦ Sebagai bahan informasi bagi semua pihak yang ingin mengetahui tingkat
resistensi kultivar plasma nutfah karet terhadap penyakit gugur daun
Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei.
♦ Sebagai bahan penulisan skripsi untuk memenuhi peryaratan dalam
menempuh ujian sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Penyakit
Menurut Barnett dan Hunter (1972), jamur C. cassiicola diklasifikasikan
sebagai berikit:
Divisio : Eumycotina
Sub-Divisio : Eumycotina
Klas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Dematiaceae
Genus : Corynespora
Species : Corynespora cassiicola (Berk & Curt) Wei.
Jamur mempunyai miselium berwarna pucat gelap atau coklat. Miselium
tumbuh di jaringan atau dipermukaan daun. Pendukung konidia jamur berwarna
coklat, mempunyai septa dengan bagian ujungnya membengkak dan biasanya
muncul dipermukaan daun. Dibagian ujungnya membengkak dan biasanya
muncul dipermukaan daun. Dibagian ujung pendukung konidia terdapat konidia
satu atau beberapa yang bentuknya seperti gada atau silindris dan ukurannya
beragam (40-120x8-18 m ) ujungnya agak runcing atau tumpul mempunyai 2
sampai 14 septa dan dindingnya tebal (Barnett dan Hunter, 1972).
]
Konidia berkecambah dalam 4 jam dan membentuk tabung kecambah
satu atau lebih diantara septa tetapi lebih sering di ujung konidia. Perkecambahan
konidia diperlukan kelembaban optimim 96-100% atau titik air, suhu optimum
pada kelembaban rendah dibawah 90%, suhu dibawah 200C dan di atas 300C dan
pemberian sinar langsung (Liyanage, 1987).
Konidia jamur
C. cassiicola
Gambar 1. Konidia jamur C. cassiicola Sumber : Foto Langsung dengan Perbesaran 400 x
Gejala Serangan
Akhir-akhir ini Corynespora muncul menjadi penyebab gugur daun yang
menyolok, terutama pada klon-klon introduksi. Pada beberapa klon yang ditanam
di Sumatera Utara dan Sumatera Timur, Corynespora menyebabkan gugur daun
sepanjang tahun sehingga tanaman gundul dan pertumbuhannya terhambat
( Soepena, 1983 ).
Penyakit ini dapat menyerang daun muda maupum daun tua. Daun muda
(flush) yang helaian daunnya baru membuka, berwarna merah tembaga, atau hijau
muda, apabila terserang Corynespora akan berubah menjadi kuning, menggulung
dan layu. Daun-daun akan terlepas dari tangkainya dan akibatnya tangkai itu
yang nyata, tetapi tampak kuning merata diseluruh permukaan daun. Sedangkan
pada daun tua, serangan Corynespora ditandai dengan adanya bercak-bercak tak
beraturan berwarna cokelat tua atau hitam, tampak menyirip seperti tulang ikan.
Bagian sekitar bercak akan berubah menjadi jingga sampai ungu dan akhirnya
daun gugur. Gambaran tersebut sebenarnya merupakan tulang-tulang daun yang
telah rusak. Serangan pada tangkai dan tulang daun utama berupa bercak cokelat
kehitaman dan mengakibatkan gugur daun. Ranting muda yang terserang akan
pecah, kering dan akhirnya mati ( Pawirosoemardjo, 2003 ).
Bercak daun
C. cassiicola
Gambar 2. Gejala Serangan C. cassiicola
Sumber: Foto Langsung
Daun yang terinfeksi menunjukkan gejala setelah berumur 2 – 53 hari,
gugur setelah daun berumur antara 12 – 64 hari. Gejala pada tulang utama dapat
timbul pada daun berumur 6 – 34 hari ( Purwantara dan Pawirosoemardjo, 1991 ).
Jamur C. cassiicola pertama sekali menyerang daun karet yang masih
muda atau berwarna coklat. Gejala awal berupa bercak hitam terutama pada urat
Selanjutnya bercak berkembang mengikuti tulang atau urat daun dan meluas ke
urat – urat daun yang kecil didekatnya sehingga bercak akan tampak menyirip
seperti tulang – tulang ikan. Pada serangan lanjut bercak semakin meluas,
berbentuk bundar atau tidak teratur. Bagian tepi bercak berwarna coklat dan
terdapat strip – strip berwarna coklat atau hitam, sedang bagian pusatnya kering
atau mati. Daun yang sakit tersebut lambat laun menjadi kuning atau coklat
kemudian gugur. Selain pada daun patogen juga menyerang tangkai daun, pucuk,
ranting atau cabang tanaman ( Soepena, 1983 ).
Infeksi terutama terjadi pada daun muda yang umurnya kurang dari
4 minggu. Mula-mula pada daun terjadi bercak hitam, terutama pada tulang-tulang
daun. Bercak berkembang mengikuti tulang-tulang daun dan meluas
ketulang-tulang yang lebih halus, sehingga bercak tampak menyirip seperti ketulang-tulang atau duri
ikan. Pada tingkat lanjut, bercak makin meluas, berbentuk bundar atau tidak
teratur. Bagian tepi bercak berwarna cokelat, dengan sirip-sirip berwarna cokelat
atau hitam. Bagian pusatnya mengering atau dapat berlubang. Disekitar bercak
biasanya terdapat daerah berwarna kuning (halo) yang agak lebar. Daun yang
sakit menguning, menjadi cokelat dan gugur ( Sumarmadji, 2005 ).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit
Menurut Soepena (1990), perkembangan penyakit tanaman ditentukan
oleh faktor utama yang saling berkaitan yaitu sumber penyakit, iklim dan tanaman
inang. Bila ketiga faktor tersebut saling mendukung maka penyakit akan
berkembang ketingkat epidemi yag merugikan. Akan tetapi, bila salah satu faktor
sumber penyakit dan tanaman inang telah tersedia dalam suatu wilayah maka
iklim menjadi faktor tertentu untuk terjadinya epidemi. Perubahan iklim dapat
mendorong atau menghambat perkembangan penyakit, oleh karena itu, iklim
dapat dijadikan parameter penduga potensi penyebaran penyakit jamur
C. cassiicola.
Penyakit ini biasanya timbul dalam kondisi cuaca yang agak lembab,
curah hujan merata dengan rata-rata perhari 12,4 mm, hari hujan 27 hari/bulan dan
kelembaban udara nisbi rata-rata per hari 89%, dan suhu udara rata-rata per hari
270C bersamaan pada waktu tanaman membentuk daun muda. Selain itu epidemi
penyakit juga terjadi pada kondisi hujan panas yaitu bersamaan dengan terik
matahari pada waktu tanaman membentuk daun muda ( Rahayu, 2005 ).
Keadaan hujan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
timbulnya serangan patogen. Di daerah-daerah yang mempunyai curah hujan yang
merata sepanjang tahun atau didaerah dengan batas musim hujan dan musim
kering tidak begitu jelas. Corynespora menimbulkan kerusakan yang berat dan
tanaman akan meranggas terus-menerus ( Pawirosoemardjo, 2003 ).
Kebun-kebun yang terletak pada tempat yang lebih rendah dari 300 m
dpl mendapat serangan jamur yang lebih berat, dibandingkan dengan kebun-kebun
yang terletak lebih tinggi. Keadaan suhu yang lebih rendah pada tempat yang
lebih tinggi tersebut diduga merupakan faktor penghambat bagi perkembangan
jamur. Hal ini terlihat bercak-bercak hitam pada daun yang terserang terhambat
perkembangannya dan bentuknya kurang lebih bundar dengan sirip-sirip hitam
Tanaman yang masih muda, baik di pembibitan, kebun batang atas
(entres), maupun di lapangan biasanya lebih rentan terhadap penyakit. Tanaman
dewasa dengan umur 15 tahun atau lebih mempunyai ketahanan yang lebih tinggi
( Semangun, 2000 ).
Dengan hubungannya C. cassiicola dan toksin yang dihasilkannya,
kerentanan klon karet dapat digolongkan menjadi : 1) rentan terhadap serangan
jamur dan toksin yang dihasilkannya; 2) rentan terhadap serangan jamur tetapi
resisten terhadap toksin; 3) resisten terhadap serangan jamur dan rentan terhadap
toksin; 4) resisten terhadap serangan jamur dan toksin. Klon apa saja yang
termasuk kelompok tersebut sampai sekarang belum banyak diketahui, tetapi
klon-klon yang termasuk dalam kelompok pertama dan ketiga adalah klon yang
beresiko mengalami serangan berat ( Situmorang, dkk., 1996 ).
Semua klon karet mempunyai peluang terserang atau terinfeksi
C. cassiicola, tetapi tingkat keparahan penyakit yang timbul pada klon yang
berbeda antara satu dengan lain klon. Klon karet yang berpeluang besar terserang
berat adalah klon yang tidak membawa gen resistensi ( RRIC 103, PPN 2444 dan
PPN 2447 ) dan klon yang membawa satu gen resistensi ( monogenik ) yang
disebut resistensi vertikal seperti RRIM 600, GT 1, BPM 24 dan PR 261.
Sedangkan klon yang membawa lebih dari satu gen resistensi ( poligenik ) yang
disebut resistensi horizontal seperti PB 260 dan BPM 1 berpeluang kecil
mengalami serangan berat ( Situmorang, dkk., 2001 ).
Kerentanan klon sangat berpengaruh terhadap timbulnya dan
sangat rentan sampai moderat adalah RRIC 103, KRS 21, RRIM 725, PPN 2058,
PPN 2444, PPN 2447, RRIM 600, TM 5, PERAWATAN 303
( Pawirosoemardjo, 2003 ).
Keanekaragaman hayati atau ‘biodiversity’ adalah istilah yang
digunakan untuk menerangkan keanekaragaman, variabilitas dan keunikan gen,
spesies dan ekosistem. Keanekaragaman gen atau yang disebut juga plasma nutfah
adalah substansi yang terdapat dalam setiap kelompok makhluk hidup yang
merupakan sumber sifat keturunan yang dapat dirakit untuk menciptakan jenis
unggul atau kultivar baru. Dengan demikian plasma nutfah adalah aset yang
sangat penting karena merupakan bahan mentah dalam program pemuliaan untuk
merakit jenis - jenis unggul yang sangat penting dalam penyediaan/pemenuhan
kebutuhan manusia ( Sastrapradja, 1992 ).
Pengendalian Penyakit
Secara konsepsional, pengendalian penyakit Corynespora dapat
dilakukan dengan berbagai cara, seperti:
1) Penggunaan klon yang tahan
Penggunaan klon tahan merupakan cara pengendalian yang banyak mendapat
perhatian oleh ahli-ahli penyakit dan pemuliaan. Hal ini bertitik tolak dari
kenyataan awal bahwa patogen hanya menyerang klon-klon tertentu saja.
Meskipun demikian, patogen diketahui mempunyai daya adaptasi yang kuat
2) Pemanfaatan lingkungan yang maksimum
Penerapan prinsip ini dilakukan dengan cara menanam klon-klon karet pada
derah yang sesuai bagi pertumbuhannya agar memberikan hasil yang optimal
dan relatif sedikit mendapat tekanan lingkungan serta serangan patogen.
Klon-klon yang diketahui peka dianjurkan untuk ditanam pada daerah-daerah yang
tidak sesuai bagi perkembangan patogen.
3) Okulasi tajuk
Pengendalian penyakit dengan cara okulasi tajuk tampaknya lebih
memberikan harapan. klon-klon peka yang telah ditanam pada daerah-daerah
serangan diganti tajuknya dengan klon yang tahan.
4) Pengendalian secara kimiawi
Pengendalian secara kimiawi dapat menyelamatkan tanaman sementara waktu.
Fungisida-fungisida yang dianjurkan dipakai adalah dari golongan Cu dan Zn,
seperti Dithane M-45 0,2%, Calixin 750 0,2%,Benlate 50 WP 0,2%, Captan
dan lain-lain dengan interval penyemprot seminggu sekali
( Soepena, 1983 ).
Menurut Rahayu (2005) pengelolaan penyakit dapat juga dilakukan
melalui teknik budidaya tanaman. Untuk membantu pertumbuhan tanaman agar
menjadi lebih tahan terhadap Corynespora maka perlu sekali pemeliharaan
tanaman yang baik dengan cara pemberian pupuk tambahan dengan kandungan
unsur hara yang berimbang. Jika diperlukan, pada tanaman yang masih muda
tanaman disemprot dengan fungisida untuk melindungi daun-daun muda dari
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Proteksi dan Lapangan
Tanaman Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, Kecamatan Galang, pada
ketinggian tempat 80 m diatas permukaan laut (dpl ). Penelitian dilaksanakan pada
bulan September 2006 sampai dengan maret 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: isolat
Corynespora cassiicola (Berk.& Curt.) Wei , Kultivar palsma nutfah karet yang
terdiri dari PN No. 262, PN No. 266, PN No. 386, PN No. 389, PN No. 398,
PN No. 803, PN No. 807, PN No. 869, PN No. 1444, PN No. 1544, PN No. 1581,
PN No. 1582, PN No. 3240, PN No. 3491, PN No. 5108, PN No. 5538,
PN No. 5567, PN No. 5575, PN No. 5579, PN No. 5640, PN No.5666,
PN No. 5714, PN No. 5730, PN No. 5761, PN No. 5788, PN No. 5808,
PN No. 5814, PN No. 5819, PN No. 5824 dan PB 260 sebagai pembanding.,
aquadest steril, alkohol 96%, klorox 0,1%, kapas, kertas saring, kain muslin,
kertas label, PDA (Potato Dextrose Agar).
Adapun alat yang digunakan adalah petri dish, erlenmeyer, tabung
reaksi, beaker glass, gelas ukur, autoclave, mikroskop, mikropipet,
haemacytometer, kotak inokulasi, coverglass, lampu bunsen, pinset, hot plate,
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 60 perlakuan kombinasi dan 2
ulangan dengan 2 faktor perlakuan yaitu:
1. Faktor isolat yang terdiri dari 2 daerah asal yaitu:
- Isolat Balai Penelitian Karet Sungei Putih (I1)
- Isolat Kebun Mopoli Raya Aceh Timur (I 2)
2. Faktor Kultivar Plasma nutfah Tanaman Karet
Kultivar plasma nutfah tanaman karet yang digunakan terdiri dari 30
faktor yaitu 29 kultivar plasma nutfah dan 1 Klon PB 260 sebagai kontrol.
Adapun faktor Kultivar plasma nutfah yang digunakan adalah:
PB 260 (P0) PN No. 1544 (P10) PN No. 5640 (P20)
PN No. 262 (P1) PN No. 1581 (P11) PN No. 5666 (P21)
PN No. 266 (P2) PN No. 1582 (P12) PN No. 5714 (P22)
PN No. 386 (P3) PN No. 3240 (P13) PN No. 5730 (P23)
PN No. 389 (P4) PN No. 3491 (P14) PN No. 5761 (P24)
PN No. 398 (P5) PN No. 5108 (P15) PN No. 5788 (P25)
PN No. 803 (P6) PN No. 5538 (P16) PN No. 5808 (P26)
PN No. 807 (P7) PN No. 5567 (P17) PN No. 5814 (P27)
PN No. 869 (P8) PN No. 5575 (P18) PN No. 5819 (P28)
PN No. 1444 (P9) PN No. 5579 (P19) PN No. 5824 (P29)
Perlakuan kombinasinya adalah sebagai berikut:
I1P0 I1P1 I1P2 I1P3 I1P4 I1P5 I1P6 I1P7 I1P8 I1P9 I1P10
I1P11 I1P12 I1P13 I1P14 I1P15 I1P16 I1P17 I1P18 I1P19 I1P20
I1P21 I1P22 I1P23 I1P24 I1P25 I1P26 I1P27 I1P28 I1P29
I2P0 I2P1 I2P2 I2P3 I2P4 I2P5 I2P6 I2P7 I2P8 I2P9 I2P10
I2P11 I2P12 I2P13 I2P14 I2P15 I2P16 I2P17 I2P18 I2P19 I2P20
I2P21 I2P22 I2P23 I2P24 I2P25 I2P26 I2P27 I2P28 I2P29
jumlah perlakuan (t) : 60
Jumlah ulangan (r) : 2
(t-1) (r-1) ≥ 15 (60-1) (r-1) ≥ 15 59 r ≥ 74
r = 74/59
r= 1,25
Metode linear yang digunakan adalah :
Yijk =
+ i + j + (
+
)ij + ijkDimana : Yijk = Respon yang ditimbulkan pada unit percobaan yang mendapat
perlakuan kombinasi ke-ij dengan ulangan ke-k
µ = Efek dari nilai tengah
i
= Efek taraf ke-i faktor pertama (P)j = Efek taraf ke-j faktor kedua (I)
(
+
)ij = Efek interaksi yang ditimbulkan oleh perlakuan kombinasike-ij
Jika efek perlakuan nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan
Uji Jarak Duncan (Bangun, 1990).
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan bahan tanaman
Tanaman karet yang berumur + 1 tahun berada di lapangan kebun
entress Balai Penelitian Karet Sungei Putih. Untuk penyeragaman peembentukan
daun baru yang nantinya untuk diinokulasi C. Cassiicola tanaman ditunas secara
serentak.
Persiapan bahan inokulasi
Isolat C.cassiicola (Berk.& Curt.) Wei dimurnikan pada media PDA.
Dari biakan murni, jamur kembali dibiakkan dalam media PDA, lalu
diinkubasikan dalam inkubator selama 3 x 24 jam. Konidia yang terbentuk
dirontokkan dengan cara : Biakan murni dari C.cassiicola ditetesi dengan
aquadest steril secukupnya, kemudian dikikis dengan menggunakan jarum ose,
sehingga seluruh konidia yang terdapat pada ujung konidiofor terlepas dan masuk
kedalam larutan. Campuran larutan ini disaring dengan menggunakan kain muslin,
sehingga potongan-potongan miselium atau bagian-bagian yang kasar dari media
akan tertinggal pada kain muslin, sedangkan yang dapat lolos hanya filtrat
selanjutnya disentrifuge untuk mendapatkan suspensi konidia. Kemudian suspensi
ini diencerkan dengan aquadest steril sehingga mencapai kerapatan konidia
sebanyak 2.104 konidia/ml. Konsentrasi ini dapat dihitung dengan menggunakan
Gambar 3. Biakan Murni C. Cassiicola Sumber : Foto Langsung
PelaksanaanInokulasi
Inokulasi dilakukan dengan menyemprotkan suspensi konidia secara
merata ke seluruh permukaan daun muda yang berumur + 20 hari setelah
penunasan. Setelah tanaman diinokulasi, kelembaban udara disekitar tanaman
dipertahankan tetap tinggi dengan kelembaban sekitar 89% dengan cara tanaman
karet tersebut disungkup dengan kantong plastik selama 2 hari ( 2 x 24 jam ).
Parameter Pengamatan
Intensitas Serangan ( % )pada Tanaman
Tanaman yang telah diinokulasi dengan suspensi C. cassiicola diamati
pada hari ke 7, 14, 21 dan 28. Daun yang diamati sebanyak 10 tangkai daun yang
dimulai dari daun terbawah dari payung daun teratas.
Nilai skala bercak daun ditetapkan 0 - 4:
Skala 0 = tidak terdapat bercak
Skala 1 = terdapat bercak < 1/4 bagian
Skala 2 = terdapat bercak < 1/2 bagian
Skala 4 = terdapat bercak > 3/4 bagian
( Pawirosoemardjo, 1999 ).
Nilai intensitas serangan dinyatakan dengan runus:
100%
N
Z
)
v
n
(
I
x
x
x
∑
=
Keterangan:
I = Intensitas serangan
n = Jumlah daun tiap kategori serangan
v = Nilai skala dari setiap kategori serangan
Z = Nilai skala dari kategori yang tertinggi
N = Jumlah daun yang diamati
Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Intensitas Serangan PenyakitC. cassiicola :
Klasifikasi Intensitas Serangan ( % )
Resisten 0 - 20
Agak resisten 21 - 40
Moderat 41 - 60
Agak rentan 61 - 80
Rentan 81 - 100
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola
♦ Pengaruh faktor kultivar ( P ) terhadap intensitas serangan ( % )
C. cassiicola
Pengamatan intensitas serangan C. cassiicola dilakukan pada 7 hsi,
14 hsi, 21 hsi, dan 28 hsi, hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 1 – 17.
Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa faktor kultivar ( P )
berpengaruh sangat nyata. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda
sangat nyata dilakukan Uji Jarak Duncan ( UJD ) hasilnya dapat dilihat pada
[image:34.595.109.523.451.756.2]Tabel 2 berikut:
Tabel 2. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada perlakuan Kultivar ( P ) untuk Setiap Waktu Pengamatan (hsi)
Intensitas Serangan ( % ) Perlakuan
7 hsi 14 hsi 21 hsi 28 hsi
PB 260 (P0 ) 3.13 C 6.25 H 15.00 G 22.50 E
PN No. 262(P1) 15.00 AB 17.50 EFG 52.50 BCDEF 72.50 AB
PN No. 266(P2) 15.00 AB 16.88 EFG 48.75 BCDEF 63.75 ABCD
PN No. 386(P3) 15.00 AB 23.13 BCDEF 51.88 BCDEF 75.00 A
PN No. 389(P4) 15.00 AB 15.00 FG 39.38 EF 52.50 CD
PN No. 398(P5) 15.63 AB 29.38 AB 63.13 AB 74.25 A
PN No. 803(P6) 15.00 AB 33.75 A 70.00 A 75.00 A
PN No. 807(P7) 15.00 AB 26.88 ABCD 56.88 ABCD 73.75 A
PN No. 869(P8) 15.00 AB 17.50 EFG 50.63 BCDEF 74.38 A
PN No. 1444(P9) 15.00 AB 19.38 CDEFG 45.00 CDEF 65.00 ABCD
PN No. 1544(P10) 15.00 AB 16.88 EFG 42.50 DEF 55.00 BCD
PN No. 1581(P11) 15.00 AB 17.50 EFG 43.13 DEF 56.25 ABCD
PN No. 3240(P13) 15.63 AB 18.75 DEFG 49.38 BCDEF 66.25 ABCD
PN No. 3491(P14) 15.00 AB 15.00 FG 38.75 F 49.38 D
PN No. 5108(P15) 15.00 AB 18.75 DEFG 48.75 BCDEF 67.50 ABC
PN No. 5538(P16) 10.00 B 11.25 GH 40.00 EF 51.25 CD
PN No. 5567(P17) 11.25 AB 11.25 GH 47.50 BCDEF 62.50 ABCD
PN No. 5575(P18) 15.00 AB 16.25 FG 51.25 BCDEF 72.50 AB
PN No. 5579(P19) 15.00 AB 16.88 EFG 38.75 F 60.63 ABCD
PN No. 5640(P20) 16.88 AB 21.88 BCDEF 55.00 ABCDE 72.50 AB
PN No. 5666(P21) 18.13 A 25.00 BCDE 55.00 ABCDE 75.00 A
PN No. 5714(P22) 15.00 AB 17.50 EFG 45.63 CDEF 57.50 ABCD
PN No. 5730(P23) 15.00 AB 29.38 AB 60.63 ABC 71.25 AB
PN No. 5761(P24) 13.00 AB 18.63 DEFG 51.88 BCDEF 72.50 AB
PN No. 5788(P25) 15.00 AB 21.25 BCDEF 48.13 BCDEF 68.75 ABC
PN No. 5808(P26) 15.00 AB 27.50 ABC 56.13 ABCD 66.25 ABCD
PN No. 5814(P27) 15.00 AB 16.88 EFG 52.50 BCDEF 65.63 ABCD
PN No. 5819(P28) 15.00 AB 18.75 DEFG 42.50 DEF 57.50 ABCD
PN No. 5824(P29) 15.00 AB 16.88 EFG 48.13 BCDEF 58.75 ABCD
Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan kultivar terhadap
intensitas serangan memiliki variasi ketahanan yang berkisar antara
22,50 % - 75%. Hal ini disebabkan masing – masing kultivar plasma nutfah
mempunyai ketahanan yang berbeda – beda terhadap C. cassiicola dan pada Klon
PB 260 walaupun masih terinfeksi penyakit tetapi masih memiliki ketahanan yang
lebih baik dari semua kultivar plasma nutfah lainnya.
Pada pengamatan I (7 hsi) perlakuan kultivar PB 260 (P0) berbeda sangat
nyata terhadap semua perlakuan lain. PN No. 5666 (P21) berbeda sangat nyata
yang nyata dengan perlakuan yang lain. Intensitas tertinggi terdapat pada
perlakuan kultivar PN No. 5666 (P21) sebesar 18.13 % dan yang terendah terdapat
pada perlakuan PB 260 (P0) sebesar 3.13 %.
Pada pengamatan II (14 hsi) dapat dilihat bahwa perlakuan kultivar
PB 260 (P0) berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan lain. PN No. 803 (P6)
berbeda tidak nyata dengan PN No. 398 (P5), PN No. 807 (P7), PN No. 5730 (P23),
PN No. 5808 (P26) tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan lain.
PN No. 262 (P1) berbeda sangat nyata dengan PB 260 (P0), PN No. 398 (P5),
PN No. 803 (P6), PN No. 807 (P7), PN No. 5730 (P23), PN No. 5808 (P26).
Intensitas serangan tertinggi terdapat padea perlakuan PN No. 803 (P6) 33.75 %
dan yang terendah terdapat pada perlakuan PB 260 (P0) 6.25 %.
Pada pengamatan III (21 hsi) dapat dilihat bahwa perlakuan PB 260 (P0)
berbeda sangat nyata dengan semua perlakuan lain. PN No. 803 (P6) berbeda tidak
nyata dengan PN No. 398 (P5), PN No. 807 (P7 ), PN No. 5640 (P20),
PN No. 5666 (P21), PN No. 5730 (P23), PN No. 5808 (P26 ), tetapi berbeda sangat
nyata dengan perlakuan yang lain. PN No. 3491 (P14) berbeda sangat nyata dengan
PB 260 (P0), PN No. 398 (P5), PN No. 803 (P6), PN No. 807 (P7),
PN No. 5640 (P20), PN No. 5666 (P21), PN No. 5730 (P23), PN No. 5808 (P26)
tetapi tidak nyata dengan perlakuan yang lain. Intensitas serangan tertinggi
terdapat pada perlakuan PN No. 803 (P6) sebesar 70.00 % dan yang terendah
terdapat pada perlakuan PB 260 (P0) sebesar 15.00 %.
Pada pengamatan IV (28 hsi) dapat dilihat bahwa perlakuan PB 260 (P0)
sangat nyata dengan PB 260 (P0), PN No. 389 (P4), PN No. 1544 (P10),
PN No. 3491 (P14), PN No. 5538 (P16) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan
lain. PN No. 3491 (P14) berbeda tidak nyata dengan PN No. 266 (P2),
PN No. 389 (P4), PN No. 1444 (P9), PN No. 1544 (P10), PN No. 1581 (P11),
PN No. 1582 (P12), PN No. 3240 (P13), PN No. 5538 (P16), PN No. 5567 (P17),
PN No. 5579 (P19), PN No. 5714 (P22), PN No. 5808 (P26), PN No. 5814 (P27),
PN No. 5819 (P28), PN No. 5824 (P29). Intensitas serangan tertinggi terdapat pada
perlakuan PN No. 386 (P3), PN No. 803 (P6), PN No. 5666 (P21) sebesar 75 %
dan yang terendah terdapat pada perlakuan PB 260 (P0) sebesar 22.50 %.
+
Berdasarkan klasifikasi penilaian intensitas serangan penyakit
C. cassiicola dapat dilihat dari hasil pengamatan bahwa perlakuan yang termasuk
kategori intensitas serangan agak resisten yaitu klon PB 260. Dimana klon PB 260
berpeluang kecil mengalami seragan berat terhadap penyakit gugur daun penting
Corynespora dikarenakan klon ini merupakan salah satu jenis klon yang
membawa lebih dari satu gen resistensi ( poligenik ). Menurut
Situmorang, dkk (2001) menyatakan bahwa semua klon karet mempunyai peluang
terserang atau terinfeksi C. cassiicola tetapi tingkat keparahan penyakit yang
timbul pada klon berbeda antara satu dengan lain klon. Klon yang membawa lebih
dari satu gen resistensi ( poligenik ) yang disebut resistensi horizontal seperti PB
260 dan BPM 1 berpeluang kecil mengalami serangan berat.
Histogram intensitas serangan ( % ) pada perlakuan kultivar dapat dilihat
0 10 20 30 40 50 60 70 80
I1 P 0
I1 P 1
I1 P 2
I1 P 3
I1 P 4
I1 P 5
I1 P 6
I1 P 7
I1 P 8
I1 P 9
I1 P 1 0
I1 P 1 1
I1 P 1 2
I1 P 1 3
I1 P 1 4
I1 P 1 5
I1 P 1 6
I1 P 1 7
I1 P 1 8
I1 P 1 9
I1 P 2 0
I1 P 2 1
I1 P 2 2
I1 P 2 3
I1 P 2 4
I1 P 2 5
I1 P 2 6
I1 P 2 7
I1 P 2 8
I1 P 2 9
I2 P 0
I2 P 1
I2 P 2
I2 P 3
I2 P 4
I2 P 5
I2 P 6
I2 P 7
I2 P 8
I2 P 9
I2 P 1 0
I2 P 1 1
I2 P 1 2
I2 P 1 3
I2 P 1 4
I2 P 1 5
I2 P 1 6
I2 P 1 7
I2 P 1 8
I2 P 1 9
I2 P 2 0
I2 P 2 1
I2 P 2 2
I2 P 2 3
I2 P 2 4
I2 P 2 5
I2 P 2 6
I2 P 2 7
I2 P 2 8
I2 P 2 9
P e r l a k u a n I n t e r a k s i
I n t e n s I t a s S e r a n g a n (% )
Tari Elvalianda : Uji Resistensi Be
berapa Kultivar P
lasma Nutfah Ka
ret (Hevea
brasiliensis Muell Arg) Terhad
ap Pen y a k it G ugur D a un ( C or ynespora cas s iico
la (Berk. & Curt.) Wei) Di La
p
angan, 2008
USU Repositor
y
♦ Pengaruh Faktor Isolat ( I ) terhadap Intensitas Serangan ( % )
C. cassiicola
Pengamatan intensitas serangan C. cassiicola dilakukan pada 7 hsi,
14 hsi, 21 hsi, dan 28 hsi, hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 1 – 17.
Dari hasil analisa sidik ragam bahwa faktor isolat ( I ) pada pengamatan 7 hsi
berpengaruh tidak nyata sedangkan 14 hsi, 21 hsi dan 28 hsi berpengaruh sangat
nyata. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda sangat nyata dan tidak
[image:39.595.111.517.336.418.2]nyata dilakukan UJD. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Uji Beda Rataan Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada perlakuan Isolat ( I ) untuk Setiap Waktu Pengamatan (hsi)
Intensitas Serangan ( % ) Perlakuan
7 hsi 14 hsi 21 hsi 28 hsi
I1 14.75 24.46 A 54.92 A 71.13 A
I2 14.03 14.03 B 42.20 A 56.99 A
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa isolat Balai Penelitian Karet Sungei
Putih ( I1) memiliki tingkat virulensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat
Kebun Mopoli Raya Aceh Timur ( I2 ).
Dari hasil pengamatan diperoleh masing-masing intensitas serangan
pada perlakuan isolat Balai Penelitian Karet Sungei Putih ( I1 ) adalah 14.75 %
(7 hsi), 24.46 % (14 hsi), 54.92 % (21 hsi), 71.13 % (28 hsi). Dan intensitas
serangan isolat Kebun Mopoli Raya Aceh Timur ( I2 ) adalah 14.03 % (7 hsi),
14.03 % (14 hsi), 42.20 % (21 hsi), dan 56.99 % (28 hsi).
Histogram intensitas serangan ( % ) pada perlakuan isolat dapat dilihat
0 20 40 60 80
7 hsi 14 hsi 21 hsi 28 hsi
Isolat
Intensitas Serangan (%)
I1
[image:40.595.172.453.114.295.2]I2
Gambar 5. Histogram Intensitas Serangan ( % ) C. cassiicola pada Perlakuan Isolat ( I )
Isolat Balai Penelitian Karet Sungei Putih memiliki tingkat virulensi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat Aceh. Disebabkan karena ras virulen
patogen yang spesifik telah terbentuk pada isolat Balai Penelitian Karet Sungei
Putih sehingga intensitas serangannya lebih tinggi. Dalam prosiding
Situmorang dkk ( 2001 ) menyatakan bahwa suatu klon karet terserang berat
C. cassiicola disuatu propinsi tetapi hanya terserang ringan di propinsi yang
sebenarnya sangat kondusif bagi perkembangan penyakit tersebut. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain ras virulen patogen
yang spesifik telah terbentuk .
Selain itu juga faktor iklim sangat berperan untuk mendorong timbul
atau menghambat perkembangan sumber penyakit dan terjadinya epidemi.
Menurut Soepena ( 1990 ) yang menyatakan bahwa bila sumber penyakit dan
tertentu untuk terjadinya epidemi, perubahan iklim dapat mendorong atau
menghambat perkembangan penyakit.
♦ Pengaruh faktor perlakuan interaksi kultivar dengan isolat ( IXP ) terhadap intensitas serangan ( % ) C. cassiicola
Pengamatan intensitas serangan C. cassiicola dilakuakn pada 7 hsi,
14 hsi, 21 hsi, dan 28 hsi, hasil pengamatan dapat dilihat pada lampiran 1 – 17.
Dari hasil analisa sidik ragam untuk faktor perlakuan kultivar dengan isolat
( IXP ) pada pengamatan 7 hsi tidak berpengaruh nyata sedangkan pada
pengamatan14 hsi, 21 hsi dan 28 hsi berpengaruh sangat nyata. Untuk mengetahui
perlakuan mana yang berbeda sangat nyata dan tidak nyata dilakuakn UJD.
[image:41.595.114.524.431.743.2]Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :.
Tabel 4. Beda Uji Rataan Intensitas Serangan (%) C. cassiicola pada perlakuan interaksi kultivar dengan isolat ( IXP )untuk Setiap Waktu Pengamatan ( hsi)
Intensitas Serangan ( % ) Perlakuan
7 hsi 14 hsi 21 hsi 28 hsi
I1P0 3.75 6.25 N 15.00 N 22.50 I
I1P1 15 20.00 HIJK 53.75 BCDEFGH 75.00 A
I1P2 15 18.75 IJKL 56.25 ABCDEFG 75.00 A
I1P3 15 31.25 DE 57.50 ABCDEF 75.00 A
I1P4 15 15.00 KLM 53.75 BCDEFGH 67.50 ABCDE
I1P5 16.25 43.75 B 68.75 AB 75.00 A
I1P6 15 52.50 A 72.50 A 75.00 A
I1P7 15 38.75 BCD 63.75 ABCD 75.00 A
I1P8 15 20.00 HIJK 51.25 CDEFGH 75.00 A
I1P9 15 23.75 FGHIJ 46.25 EFGHIJK 73.75 AB
I1P10 15 22.50 GHIJK 52.50 BCDEFGH 67.50 ABCDE
I1P11 15 20.00 HIJK 55.00 BCDEFGH 67.50 ABCDE
I1P12 11.25 16.25 JKL 50.00 DEFGH 75.00 A
I1P14 15 15.00 KLM 58.75 ABCDEF 71.25 ABC
I1P15 15 22.50 GHIJK 52.50 BCDEFGH 75.00 A
I1P16 12.5 15.00 KLM 48.75 DEFGHI 55.00 CDEFG
I1P17 15 15.00 KLM 56.25 ABCDEFG 73.75 AB
I1P18 15 17.50 JKL 52.50 BCDEFGH 73.75 AB
I1P19 15 18.75 IJK 52.50 BCDEFGH 75.00 A
I1P20 18.75 28.75 EFG 61.25 ABCDE 75.00 A
I1P21 18.75 32.50 CDE 56.25 ABCDEFG 75.00 A
I1P22 15 20.00 HIJK 57.50 ABCDEF 72.50 AB
I1P23 15 43.75 B 68.75 AB 75.00 A
I1P24 15 26.25 EFGHI 53.75 BCDEFGH 75.00 A
I1P25 15 27.50 EFGH 52.50 BCDEFGH 75.00 A
I1P26 15 40.00 BC 63.75 ABCD 75.00 A
I1P27 15 18.75 IJKL 56.25 ABCDEFG 73.75 AB
I1P28 15 22.50 GHIJK 52.50 BCDEFGH 72.50 AB
I1P29 15 18.75 IJK 56.25 ABCDEFG 68.75 ABCDE
I2P0 2.5 6.25 N 15.00 N 22.50 I
I2P1 15 15.00 KLM 51.25 CDEFGH 70.00 ABCDE
I2P2 15 15.00 KLM 41.25 FGHIJK 52.50 DEFGH
I2P3 15 15.00 KLM 46.25 EFGHIJK 75.00 A
I2P4 15 15.00 KLM 25.00 LMN 37.50 HI
I2P5 15 15.00 KLM 57.50 ABCDEF 73.75 AB
I2P6 15 15.00 KLM 67.50 ABC 75.00 A
I2P7 15 15.00 KLM 50.00 DEFGH 72.50 AB
I2P8 15 15.00 KLM 50.00 DEFGH 73.75 AB
I2P9 15 15.00 KLM 43.75 EFGHIJK 56.25 BCDEFG
I2P10 15 11.25 LMN 32.50 JKLM 42.50 GH
I2P11 15 15.00 KLM 31.25 KLM 45.00 FGH
I2P12 15 15.00 KLM 46.25 EFGHIJK 57.50 ABCDEFG
I2P13 15 15.00 KLM 47.50 DEFGHIJ 58.75 ABCDEFG
I2P14 15 15.00 KLM 18.75 MN 27.50 I
I2P15 15 15.00 KLM 45.00 EFGHIJK 60.00 ABCDEFG
I2P16 7.5 7.50 KLM 31.25 KLM 47.50 FGH
I2P17 7.5 7.50 KLM 38.75 HIJKL 51.25 EFGH
I2P18 15 15.00 KLM 50.00 DEFGH 71.25 ABC
I2P19 15 15.00 KLM 25.00 LMN 46.25 FGH
I2P20 15 15.00 KLM 48.75 DEFGHI 70.00 ABCD
I2P21 17.5 17.50 JKL 53.75 BCDEFGH 75.00 A
I2P22 15 15.00 KLM 33.75 IJKL 42.50 GH
I2P23 15 15.00 KLM 52.50 BCDEFGH 67.50 ABCDE
I2P25 15 15.00 KLM 43.75 EFGHIJK 62.50 ABCDEF
I2P26 15 15.00 KLM 48.50 DEFGHI 57.50 ABCDEFG
I2P27 15 15.00 KLM 48.75 DEFGHI 57.50 ABCDEFG
I2P28 15 15.00 KLM 32.50 JKLM 42.50 GH
I2P29 15 15.00 KLM 40.00 GHIJKL 48.75 FGH
Keterangan : Notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata pada taraf 1 %
Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa untuk kombinasi faktor perlakuan
antara kultivar plasma nutfah dengan isolat yang diuji pada pengamatan I ( 7 hsi )
tidak terdapat interaksi yang nyata hal ini terjadi karena patogen masih berada
dalam tahap menginfeksi tanaman sedangkan pada pengamatan II ( 14 hsi ),
pengamatan III ( 21 hsi ), pengamatan IV ( 28 hsi ) terdapat interaksi yang sangat
nyata. Menurut Purwantara dan Pawirosoemardjo ( 1991 ) daun yang terinfeksi
dapat menunjukkan gejala setelah berumur 2 – 53 hari, gugur setelah daun
berumur antara 12 – 64 hari. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan
interaksi isolat Sumut dengan kultivar PN No. 5640 (I1P20) dan PN No. 5666
(I1P21) sebesar 18.75 % dan intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan
interaksi isolat Aceh dengan PB 260 (I2P0) sebesar 2. 50 %.
Pada pengamatan II (14 hsi) dapat dilihat bahwa perlakuan interaksi
isolat sumut dengan PB 260 (I1P0) berpengaruh tidak nyata terhadap isolat Aceh
dengan PB 260 (I2P0) tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya.
Perlakuan interaksi antara isolat Sumut dengan kultivar PN No. 803 (I1P6) berbeda
sangat nyata dengan isolat Sumut kultivar PB 260 (I1P0), PN No. 398 (I1P5), PN
No. 5730 (I1P23) dengan isolat Aceh PB 260 (I1P0) berpengaruh tidak nyata
dengan yang lain. Perlakuan interaksi antara isolat Sumut dengan kultivar PN No.
(I1P7) dan PN No. 5808 (I1P26) tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan yang
lain. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi isolat Sumut
dengan kultivar PN No. 803 (I1P6) sebesar 52.50% dan intensitas serangan
terendah terdapat pada isolat Sumut PB 260 (I1P0) dan isolat Aceh PB 260 (I2P0)
sebesar 6. 25 %.
Pada pengamatan III (21 hsi) dapat dilihat bahwa perlakuan interaksi
antara isolat Sumut dengan PB 260 (I1P0) tidak berbeda ntata dengan isolat Aceh
pada kultivar PB 260 (I2P0), PN No. 389 (I2P4), PN No. 3491 (I2P14), PN No. 5579
(I2P19) tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan interaksi lainnya. Perlakuan
interaksi antara isolat Sumut dengan PN No. 803 (I1P6) berbeda tidak nyata
dengan perlakuan isolat Sumut dengan PN No. 398 (I1P5), PN No. 807 (I1P7), PN
No. 5730 (I1P23) tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan lain. Intensitas
serangan tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi isolat Sumut dengan PN No.
803 (I1P6) sebesar 72.50 % dan intensitas terendah terdapat pada perlakuan
interaksi isolat Sumut PB 260 (I1P0) dan isolat Aceh PB 260 (I2P0) sebesar
15. 00 %.
Pada pengamatan IV (28 hsi) dapat dilihat bahwa pada perlakuan
interaksi antara isolat Sumut dengan kultivar PN No. 262 (I1P1) berbeda sangat
nyata dengan perlakuan interaksi isolat Sumut dengan PB 260 (I1P0),
PN No. 5538 (I1P16), isolat Aceh dengan PB 260 (I2P0), PN No. 266 (I2P2), PN
No. 389 (I2P4), PN No. 1444 (I2P9), PN No. 1544 (I2P10), PN No. 1581 (I2P11), PN
No. 3491 (I2P14), PN No. 5538 (I2P16), PN No. 5567 (I2P17), PN No. 5579 (I2P19),
PN No. 5714 (I2P22), PN No. 5819 (I2P28), PN No. 5824 (I2P29), tetapi berbeda
tidak nyata dengan isolat Sumut PB 260 (I1P0) dan isolat Aceh PN No. 3491
(I2P14), tetapi berbeda sangat nyata dengan perlakuan interaksi lainnya. Intensitas
serangan tertinggi terdapat pada perlakuan interaksi isolat Sumut dengan PN No.
262 (I1P1), PN No. 266 (I1P2), PN No. 386 (I1P3), PN No. 398 (I1P5), PN No. 803
(I1P6), PN No. 807 (I1P7), PN No. 869 (I1P8), PN No. 1582 (I1P12),
PN No. 5108 (I1P15), PN No. 5579 (I1P19), PN No. 5640 (I1P20), PN No. 5666
(I1P21), PN No. 5730 (I1P23), PN No. 5761 (I1P24), PN No. 5788 (I1P25), PN No.
5808 (I1P20), dan Isolat Aceh PN No. 386 (I2P3), PN No. 803 (I2P6), PN No. 5666
(I2P21) sebesar 75 % sedangkan intensitas terendah terdapat pada perlakuan
interaksi isolat Sumut PB 260 (I1P0) dan isolat Aceh PB 260 (I2P0) sebesar
22.50 %.
Histogram intensitas serangan (%) pada perlakuan interaksi dapat dilihat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 P 0 P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 8 P 9 P 1 0 P 1 1 P 1 2 P 1 3 P 1 4 P 1 5 P 1 6 P 1 7 P 1 8 P 1 9 P 2 0 P 2 1 P 2 2 P 2 3 P 2 4 P 2 5 P 2 6 P 2 7 P 2 8 P 2 9
K u l t i v a r (P)
I n t
e
n s
i
t
a
s
S e
r
a
n g
a
n (
%
)
7 hsi
14 hsi
21 hsi
28 hsi
`
Ga mba r 5. Hist ogra m Int e nsit a s S e ra nga n (%) C . c a s s i i c o l a
[image:46.1191.44.1158.146.671.2]KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kultivar yang agak resisten terhadap serangan penyakit gugur daun
C. cassiicola terdapat pada perlakuan PB 260 ( P0 ) sebesar 22.50%.
2. Isolat Balai Penelitian Karet Sungei Putih memiliki tingkat virulensi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan isolat Kebun Mopoli Raya
Aceh Timur.
3. Untuk kombinasi perlakuan interaksi kultivar dengan isolat terhadap
Intensitas serangan C. cassiicola pada pengamatan 7 hsi tidak
terdapat interaksi yang nyata sedangkan pada pengamatan 14 hsi,
21 hsi, dan 28 hsi terdapat interaksi yang sangat nyata.
4. Klasifikasi intensitas serangan penyakit C. cassiicola pada
kultivar PN No.389 (P4)
,
PN No. 1544 (P10),
PN No. 1581(P11),
PN No. 3491 (P14)
,
PN No. 5538 (P16),
PN No. 5579 (P19),
PN No 5714 (P22)
,
PN No. 5819 (P28),
PN No. 5824 (P29),
adalahtergolong kultivar yang moderat dan PB 260 (I2P0) adalah tergolong
agak resisten sedangkan kultivar yag lainnya tergolong agak rentan.
Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan kultivar plasma nutfah
yang berbeda untuk mengetahui tingkat resistensi kultivar palsma nutfah
DAFTAR PUSTAKA
Bangun, MK., 1990. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Hlm 24 – 28.
Barnett, H.L. dan B. S. Hunter., 1972. Illustrated Generela of Imperfect Fungi, Burger Publishing Minneapolis Minesota, Third Edition, p. 116 – 117.
[ Badan Pusat Statistik ]BPS, 2002. Statistik Indonesia 2001. Jakarta : BPS.
Chaidamsari, T. dan A. Darussamin, 1993. Polimorfisme Isoenzim Beberapa Tetua dan Hasil Persilangan Hevea brasiliensiss Muell. Arg. Menara Perkebunan, 61 ( 2 ): 32 – 38.
Daslin, A. S., Woelan, dan I. Suhendry., 2002. Report on the evaluation and utilization of the 1981 IRRDB Hevea germplasm in Indonesia Paper on IRRDB joint Workshop Malaysia – Indonesia. Kuala lumpur, 28 Agust – 7 September 2002.
IRSG [ International Rubber Studdy Group ]., 1999. Production of Natural Rubber. IRSG Rubb Sta Bull 53 (9) : 9 – 10.
Kasno, A., 1994. Sinopsis, Karakteristik Plasma Nutfah. Makalah pada Pelatihan Plasma Nutfah Pertanian. BLPP Ketindan – Lawang, 12 – 14 Desember 1994.
Liyanage, A. de S., 1987. Investigation of Corynespora Leaf Spot in Srilangka, Proceeding of RRDB Symposium Pathology of Hevea
brasiliensis, November 2 – 3, 1987, Chiang Mai, Thailand,
p. 18 – 20.
Ong. S.H., R. Othman, and M. Benong., 1995. Status Report on the 1981 Hevea Germplasm Collection 1995. Paper on IRRDB annual meeting and symposium. Penang – Malaysia 6 – 9 November 1995, p. 15.
., 2003. Pengendalian Penyakit Karet. Dalam Kumpulan Workshop Penanggulangan Kas dan Penyakit Penting Tanaman Karet. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.
Purwantara dan Pawirosoemardjo, S., 1991. Perkembangan Gejala dan Sebaran Spora Patogen Penyakit Gugur Daun Corynespora pada Klon Karet PPN 2058. Menara Perkebunan, Hlm 33 – 37.
Rahayu, S., 2005. Pengendalian Penyakit Gugur Daun Karet dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Sungei Putih, Pusat Penelitian Karet.
Sastrapraja, S.D., 1992. Sarasehan Plasma Nutfah dan Bioteknologi. Komisi Pelestariang Lasma Nutfah Nasional, Bogor.
Semangun, H., 2000. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Setiawan, D., dan Andoko, A., 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Situmorang, A., dan A. Budiman., 1984. Corynespora cassiicola ( Berk & Curt ) Wei. Penyakit Gugur Daun pada Karetr, 1984 PN/PTP Wilayah VII di Medan. Hlm 10.
Situmorang, A., A. Budiman, S. Pawirosoemardjo dan M. Lasminingsih., 1996. Epidemic of Corynespora Leaf Fall Disease and Its Preventive Methods on Hevea Rubber, Proceeding of Workshop on Corynespora Leaf Fall of Hevea Rubber in Medan. December 16 – 17, 1996. Indonesia Rubber Institute. p. 111 – 125.
Situmorang, A., M. S. Sinaga, H. Suryaningthyas dan M. Lasminingsih, 2001. Perkembangan Penyakit Gugur Daun Corynespora, Genetika Resistensi Klon Karet Anjuran dan Pencegahan Timbulnya Ledakan Serangan. Pusat Penelitian Karet. Institut Pertanian Bogor, Hlm. 217.
Soepena, H., 1983. Pedoman Pengenalan dan Penanggulangan Penyakit Tanaman Karet. Bal;ai Penelitian Perkebunan Sungei Putih.
Sumarmadji, 2005. Bahan Pelatihan Falsafah Penyadapan Karet. Dalam Kumpulan Materi Pelatihan Eksploitasi Tanaman Karet dan Pengendalian Penyakit Penting Tanaman Karet. Balai Penelitian Sungei Putih Pusat Penelitian Karet.
Syaifuddin, 1992. Pengelolaan Laboratorium. Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia ( AP31). Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih, Galang, Deli Serdang Sumatera utara, Hlm 20.
Lampiran 10. Foto Tanaman Karet Kultivar Plasma Nutfah
Lampiran 11. Foto Tanaman Karet Terserang C. cassiicola
Tanaman Karet Terserang Penyakit Gugur Daun
Lampiran 12. Foto Lahan Penelitian
Foto Lahan Penelitian Balai Penelitian Karet S