KERAPU BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL
WAKATOBI SULAWESI TENGGARA
MUSLIM TADJUDDAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Model Prediksi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kerapu Berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi
Tenggara” adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari
penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2012
MUSLIM TADJUDDAH. Model of Prediction for Sustainability of Groupers Utilization in Wakatobi Marine National Park, Southeast Sulawesi. Under the Direction of BUDY WIRYAWAN, ARI PURBAYANTO, and EKO SRI WIYONO.
Wakatobi Marine National Park (WMNP) is managed based on conservation principles namely utilization of limited resources. Currently, groupers in WMNP are exploited in large-scale. Therefore, it is required to model the sustainable utilization of groupers. This research objectives are: to analyze the condition of coral reefs, to characteristic biological parameters and biomass, to determine the fishing gears priority, to map the trade network and to arrange a model of sustainable utilization of groupers. This research use multi method analysis. The results showed that operation of the gears in catching of groupers has a different effect on destruction of coral reefs. Traps have the greatest impacts on the destruction of coral reefs and declining abundance of the number and size of groupers. The groupers caught by traps were immature at 62.5%, and only 37.5% was in mature condition. The number of groupers biomass were estimated about 11.52 kg/m2 with calculated MSY was 0.81 tons/year. The scoring analysis indicated that the priority to develop fishing gears were hekaulu hand line as the first priority, traps as the second priority and spearguns was the third priority. Then, the live groupers trade network showed that the exporters get a lot of profit from market value and production value. Finally the results of the simulation showed that fishing gears can be increased 1% per year until 2019, with numbers of fishing gear operated estimated 5165 units.
.
Keywords: model prediction, grouper, sustainability, Wakatobi Marine National Park, Southeast Sulawesi
Berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN, ARI PURBAYANTO dan EKO SRI WIYONO.
Taman Nasional Wakatobi merupakan kawasan perlindungan laut yang dikelola berdasarkan prinsip konservasi dengan azas pemanfaatan sumberdaya terbatas namun secara faktual yang terjadi saat ini ikan kerapu dari kelompok serranidae, mengalami eksploitasi secara-besar-besaran tanpa adanya konsep pemanfaatan yang jelas. Data terbaru menunjukkan Taman Nasional Wakatobi merupakan sentra pemijahan yang menyuplai sekitar 30% ekspor ikan kerapu Indonesia dari hasil penangkapan di alam.
Dampak dari intensifnya pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang dilakukan selama ini cukup mengkhawatirkan apabila tidak dilakukan upaya-upaya pengelolaan spesies tersebut. Penelitian ini bertujuan : 1) mengkaji kondisi terumbu karang pada lokasi pengoperasian alat tangkap, 2) menganalisis karakteristik biologi ikan kerapu berdasarkan pendekatan beberapa parameter populasi ikan, 3) menentukan urutan prioritas alat tangkap yang paling sesuai dalam pemanfaatan ikan kerapu, 4) mengetahui jaringan perdagangan ikan kerapu dan mengetahui aktor yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari perdagangan ikan kerapu, 5) menentukan model prediksi pemanfaatan ikan kerapu yang berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara.
Penelitian ini menggunakan metode LIT (Line Intersept Transect) untuk menentukan kondisi terumbu karang. Pengamatan difokuskan untuk melihat jenis kerusakan terumbu karang akibat dari pengoperasian tiga jenis alat tangkap (pancing, bubu dan panah), melihat jenis karang apa saja yang mengalami kerusakan. Pengamatan dilakukan secara visual serta didokumentasikan dengan menggunakan underwater camera.
Parameter biologis kerapu diketahui dengan analisis hubungan panjang-berat dengan menggunakan perhitungan Le Cren, koefisien pertumbuhan diketahui dengan metode Ford-Walford yang dianalisis dengan program FiSAT II, tingkat kematangan gonad diketahui dengan menggunakan klasifikasi perkembangan kematangan gonad ikan kerapu, indeks kematangan gonad menggunakan rumus WILSON serta estimasi jumlah dan ukuran ikan dengan metode sensus visual. Produktifitas unit penangkapan ikan ditentukan dengan mengunakan perhitungan catch per unit effort (CPUE), kelayakan ekonomi ditentukan dengan analisis pendapatan usaha, analisis revenue cost rasio (R/C), analisis break even point (BEP) dan analisis return on invesment (ROI), alat penangkapan ikan kerapu dipilih dengan menggunakan pendekatan multi criteria analysis (MCA), alokasi unit penangkapan ikan yang optimal dianalisis dengan metode Linier Goal Programming (LGP), pemetaan jaringan perdagangan ikan kerapu hidup dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif field research dengan teknik wawancara mendalam dan observasi dilapangan. Model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan disusun dengan pendekatan sistem dinamik.
kerapu yang tertangkap dengan alat tangkap pancing dan bubu bersifat allometrik negatif sedangkan alat tangkap panah bersifat Isometrik, ikan kerapu yang tertangkap dengan pancing hekaulu sebanyak 20% tidak matang gonad sedangkan kondisi matang gonad sebanyak 80%. Alat tangkap bubu menangkap ikan kerapu dalam kondisi tidak matang gonad sebesar 62,5% dan hanya 37,5% saja yang dalam kondisi matang gonad. Alat tangkap panah kondisi matang gonad dan tidak matang gonad sebesar 50%. Jumlah biomasa ikan kerapu sebesar 11,52 kg/m2 dengan nilai MSY 0.81 ton/tahun.
Produktifitas CPUE pancing hekaulu adalah 5,1 kg/hari dengan jumlah hari melaut 5 hari per minggu, bubu 2,8 kg/hari dengan jumlah melaut 6 hari per minggu sedangkan nelayan dengan alat tangkap panah 3,4 kg/hari dengan jumlah melaut 4 hari per minggu. Usaha penangkapan ikan kerapu dari ketiga alat tangkap secara ekonomi layak untuk dikembangkan. Hasil skoring menunjukkan pancing hekaulu menjadi prioritas pertama untuk dikembangkan, kemudian alat tangkap bubu dan panah pada prioritas ketiga. Analisis LGP menyimpulkan jumlah alat tangkap yang optimal untuk memanfaatkan ikan kerapu sebagai berikut : untuk pancing hekaulu (X1) sebesar 7288 unit, bubu (X2) sebesar 2625 unit dan panah (X3) sebesar 407 unit. Jaringan perdagangan ikan kerapu hidup melibatkan nelayan, koordinator (ponggawa laut), pengumpul besar (ponggawa darat) dan eksportir. Keuntungan terbesar dari perdagangan ikan kerapu dinikmati oleh eksportir, kemudian oleh pedagang besar (ponggawa darat), koordinator (ponggawa laut) selanjutnya nelayan.
Skenario 1 menunjukkan hasil yang paling optimal dalam simulasi prediksi pemanfataan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan. Hasil simulasi menunjukkan lama pemanfaatan biomasa TAC hingga tahun ke-9 (tahun 2019) dengan total jumlah alat tangkap yang beroperasi sebesar 5.165 unit dengan hasil tangkapan sebesar 10.815 ton
Saran dari penelitian ini : perlunya aturan atau regulasi serta pengawasan dari PEMDA Wakatobi yang berkaitan dengan perdagangan ikan kerapu agar perdagangan ikan kerapu hidup ini dapat dikelola sehingga dapat menjadi primadona dalam meningkatkan PAD dari sektor perikanan dan kelautan, diperlukan mata pencaharian alternatif bagi nelayan bubu di P. Tomia agar dimasa yang akan datang tidak mengeksploitasi ikan kerapu secara besar-besaran.
@ Hak Cipta Milik IPB, tahun 20012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya atau karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
WAKATOBI SULAWESI TENGGARA
MUSLIM TADJUDDAH
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Ujian Tertutup : Dr. Ir. M. Fedy A. Sondita. M.Sc Dr. Ir. Sugeng H. Wisudo, M.Si
Penguji Ujian Terbuka : Dr. Ir. Tiene Gunawan, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Judul Disertasi : Model Prediksi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kerapu Berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara
Nama : Muslim Tadjuddah NIM : C462080021
Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Ketua
Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota Anggota
Mengetahui :
Ketua Mayor Sistem dan Pemodelan Dekan Sekolah Pascasarjana Perikanan Tangkap
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr.Ir. Dahrul Syah, M,Sc. Agr
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah serta petujukNya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2010 ini ialah konservasi
sumberdaya ikan kerapu di wilayah Taman Nasional dengan judul Model Prediksi
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kerapu Berkelanjutan di Taman Nasional
Wakatobi.
Seiring dengan selesainya penulisan disertasi ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr.Ir. Budy Wiryawan, M.Sc sebagai Ketua komisi pembimbing, Prof.Dr.Ir.Ari
Purbayanto, M.Sc dan Dr.Eko Sri Wiyono,S.Pi, M.Si, sebagai anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan,
pengarahan, dorongan dan nasehat dalam penyelesaian disertasi ini.
2. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si atas saran dan masukan dalam ujian
prelium lisan dan ujian tertutup, Dr.Ir. Budhy Hascaryo Iskandar, M.Si atas
saran dan masukan dalam ujian prelium lisan dan Dr. Ir.. M. Fedi A. Sondita,
M.Sc atas saran dan masukan pada ujian tertutup.
3. Dr.Ir. Tiene Gunawan, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc yang
telah memperkaya disertasi ini dengan saran dan masukan pada ujian
terbuka
4. Dr. David J. Smith, FRGS, Director Coral Reef Research Unit, University of Essex, UK yang bersedia sebagai supervisor penulis dalam program Sandwich-Like 2011 demikian juga kepada Dr. Dan Exton, Director Operation
Wallacea atas masukan dan saran pada Bab 5 dan Bab 6.
5. Prof. Julian Clifton dari University of Western Australia atas masukan dan
saran pada Bab 8.
6. Teman-teman anggota Research room 3.18 Departement Biological Sciences, University of Essex, antara lain : Dr. Mark Breckels, Dr. Shazia Aslam, Dr.Liang Feng Dong, atas diskusi tentang isu-isu mutakhir
pengelolaan sumberdaya kelautan dan penerimaan yang hangat selama
penulis berada di Colchester, UK
7. Khusus kepada Dr.Steve McMellor dan Philippa Mansell, Richard Stanford
9. PT ANTAM Indonesia, Mitra Bahari-COREMAP II, Yayasan Supersemar dan
Yayasan Toyota dan Astra atas dukungan dana selama penelitian
10. Istriku tercinta Nur Isiyana Wianti, SP, M.Si dan anak-anakku Nashwa Noor
MT (4,5 tahun) dan Nayla Noor MT (3 tahun) atas segala kesabaran,
pengorbanan dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi
ini.
11. Kakak dan adik-adikku : Ir. Kartini, MP, Safitri, SPt,MP, Devi Suryani, A.Md
dan Dr. Andyka Gunadi Tadjuddah atas segala kasih sayang dan dorongan
semangat.
12. Teman-teman Wacana Sultra dan semua pihak yang telah membantu baik
langsung maupun tidak, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, Semoga
Allah SWT membalasNya. Amin
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, Juli 2012
1970 sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan
Tadjuddah, SE (ALM) dan Waode Marlin (ALMH).
Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Perikanan
Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya, Lulus tahun
1995. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi
Teknologi Kelautan (TKL) Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada
tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Mayor
Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap (SPT) pada perguruan tinggi yang
sama diperoleh pada tahun 2008. Beasiswa Pendidikan pascasarjana (BPPS)
diperoleh dari Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Haluoleo (UNHALU) Kendari. Selama mengikuti program
doktor, penulis sempat menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa
Pascasarjana Mayor Sistem Pemodelan dan Teknologi Perikanan Tangkap
(FORMULA-IPB) periode tahun 2008-2009 dan Ketua Umum mahasiswa
Pascasarjana asal Sulawesi Tenggara (WACANA SULTRA) periode tahun
2010-2011. Karya Ilmiah berjudul Market Value and Business Feasibility of Grouper Fishing on Global Trade Chain, Wakatobi Marine National Park, Southeast Sulawesi telah disajikan pada International Conference on Small Scale Producer Agency in The Globalised Market, Kerja sama CAPAS-UNPAD-PERHEPI, pada tanggal 16 Februari 2012 di Bale Salawa-Jatinangor dan karya ilmiah berjudul
Analisis Pemetaan Jaringan Perdagangan Ikan Kerapu Hidup Di Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara telah dipresentasekan pada Seminar Nasional Riset dan Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (Semnas SOSEK KP) Kerja sama BBRSE KP- IMFISERN- UNDIP, pada tanggal 22 September 2011 di Jakarta.
Sebuah artikel telah diterbitkan dengan judul Analisis Pemetaan Jaringan
Perdagangan Ikan Kerapu Hidup Di Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara pada Buletin PSP No. 20 Vol. 2 edisi April 2012. Artikel lain dengan judul Analisis Parameter Biologi Ikan Kerapu (Epinephelus sp) di Perairan Taman
Nasional Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Indonesia pada Marine Fisheries Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut Volume 3 No. 2 tahun 2012.
xix
Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ...
xxiii xxv xxvii 1 2 3
PENDAHULUAN ………....
1.1 Latar Belakang ...
1.2 Perumusan Masalah...
1.3 Tujuan Penelitian...
1.4 Manfaat Penelitian ...
1.5 Kerangka Pemikiran……….
1.6 Hipotesis ………
1.7 Novelty ………
TINJAUAN PUSTAKA ……….
2.1 Perikanan Berkelanjutan...
2.2 Pengelolaan Sumberdaya Ikan... ...
2.3 Pengelolaan Perikanan Berdasarkan Ekosistem...
2.4 Sifat Sumberdaya Ikan...
2.5 Ikan Kerapu...
2.6 Ekosistem Terumbu Karang...
2.6.1 Penyebaran terumbu karang... ...
2.6.2 Faktor pembatas pertumbuhan terumbu karang ...
2.6.3 Bentuk pertumbuhan terumbu karang ...
2.7 Alat Penangkapan Ikan Kerapu ...
2.7.1 Bubu (fish trap)...
2.7.2 Pancing (hook and line)...
2.7.3 Panah (speargun) ...
2.8 Perdagangan Ikan Kerapu...
2.9 Pemodelan ...
2.10 Tinjauan Studi Terdahulu...
METODE PENELITIAN ... ... 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .... ...
4
5
6
7
3.2 Alat dan Bahan ...
3.3 Pengumpulan Data ... 3.4 Metode Analisis Data ...
3.4.1 Analisis kondisi terumbu karang... ...
3.4.2 Analisis parameter biologi dan biomasa ikan kerapu...
3.4.3 Analisis alat penangkapan ikan kerapu pilihan ...
3.4.4 Analisis jaringan perdagangan ikan kerapu…...
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
...
4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah ………... 4.2 Topografi Darat dan Laut ………... 4.3 Kondisi Terumbu Karang...
4.4 Kondisi Ikan Karang...
4.5 Sejarah Singkat Perikanan Tangkap Wakatobi………
4.6 Produk Domestik Regional Bruto Subsektor Perikanan... 4.7 Kegiatan Perikanan Tangkap Wakatobi ...
4.8 Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Nelayan ……… 4.9 Deskripsi Zonasi Taman Nasional Wakatobi.………
KONDISI TERUMBU KARANG ……….……….. 5.1 Pendahuluan ………
5.2 Metodologi ……….………...
5.3 Hasil ……….. 5.4 Pembahasan………..
………
5.5 Kesimpulan ………PARAMETER BIOLOGI DAN BIOMASA IKAN KERAPU ………. 6.1 Pendahuluan ………
6.2 Metodologi ……….………...
6.3 Hasil ………..
6.4 Pembahasan………..
………...
6.5 Kesimpulan ………...
ALAT PENANGKAPAN IKAN KERAPU PILIHAN... 7.1 Pendahuluan ………
8
9
10
11
7.2 Metodologi ………... 7.3 Hasil ……….. 7.4 Pembahasan………..
………
7.5 Kesimpulan ………...JARINGAN PERDAGANGAN IKAN KERAPU... 8.1 Pendahuluan ………
8.2 Metodologi ………...
8.3 Metode Analisis………. 8.4 Hasil Penelitian………...
………
8.5 Pembahasan……… 8.6 Kesimpulan………. 8.7 Saran………..MODEL PREDIKSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KERAPU BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL WAKATOBI ……….
PEMBAHASAN UMUM ………..
KESIMPULAN DAN SARAN ………
11.1 Kesimpulan ……….
11. 2 Saran………..……
DAFTAR PUSTAKA ………
LAMPIRAN ………...
126
138
151
160
163
163
166
167
167
175
178
178
179
191
197
197
198
199
xxiii
1. Jenis analisis dan alat yang digunakan dalam penelitian ……… 44 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Metode pengumpulan jenis dan sumber data ……… Keragaman ikan karang di wilayah Indo-Pasifik ………... Perkembagan jumlah dan struktur kapal penangkap ikan di Kabupaten Wakatobi
selama periode tahun 2005-2009 ...
Laju pertumbuhan penduduk dan jumlah KK nelayan menurut kecamatandi
Kabupaten Wakatobi ...
Peralatan yang digunakan dalam pengamatan kondisi terumbu karang pada
daerah pengoperasian alat tangkap pancing,bubu dan panah ...
Tipologi dampakpengoperasian alat tangkap pancing hekaulu, bubu dan panah..
Visual dampak pengoperasian alat tangkap terhadap ekosistem terumbu karang
di perairan Taman Nasional Wakatobi ……….. Klasifikasi perkembangan kematangan gonad ikan kerapu ...
Nilai dugaan parameter pertumbuhan ikan kerapu yang tertangkap di perairan
Taman Nasional Wakatobi ...
Hasil analisis hubungan panjang berat ikan kerapu yang tertangkap dengan
pancing, bubu dan panah di Taman Nasional Wakatobi ………. Biomasa dan MSY ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi dengan
metoda underwater visual census (UVC) ……….. Matriks metode analisis data alat tangkap ikan kerapu pilihan ...
Analisis usaha alat tangkap pancing hekaulu di perairan Taman Nasional
Wakatobi ...
Analisis usaha alat tangkap bubu di perairan Taman Nasional Wakatobi ...
Analisis usaha alat tangkap panah di perairan Taman Nasional Wakatobi ...
Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan
ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi ……….. Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek teknis unit penangkapan
ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi ………..……… Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan
ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi ………... Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi unit penangkapan
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29
30.
31.
32.
Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan lingkungan
unit penangkapan ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi ………. Pengelompokkan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan .
Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan
lingkunganunit penangkapan ikan kerapu (pancing hekaulu,bubu dan panah) di
perairan Taman Nasional Wakatobi ……… Alokasi optimal alat tangkap ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi ...
Jenis ikan-ikan karang yang dipasarkan di Hongkong ...
Harga grosir (G) dan eceran (E) ikan kerapu hidup yang diperdagangkan di
Hongkong dan China bagian Selatan ...
Harga ikan kerapu menurut tingkatan jaringan perdagangan yang berlaku di
Taman Nasional Wakatobi ...
Analisis kebutuhan pelaku dalam pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu di
Taman Nasional Wakatobi ……… Informasi dasar yang digunakan dalam model prediksi pemanfaatan sumberdaya
ikan kerapu berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi ……… Hasil simulasi prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu skenario 1……….. Hasil simulasi prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu skenario 2 ………. Hasil simulasi prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu skenario 3 ……….
148
148
149
151
163
164
170
180
184
187
188
xxv
1. Kerangka pemikiran model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang
berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara……….. 6 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Kerangka penelitian model pemanfaatan ikan kerapu yang berkelanjutan di
Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara ……… Segitiga keberlanjutan sistem perikanan ...
Model sistem pengelolaan perikanan ...
Konsep pendekatan daridinamika stok ikan ...
Model pertumbuhan Schaefer (kurva produksi lestari) ...
Model ekonomi statik pada perikanan ...
Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) ……….. Kerapu sunu bintik hitam (Plectropomus areolatus)...
Kerapu sunu merah (Plectropomus leopardus)...
Lokasi penelitian ………. Baris waktu (time line) penggunaan alat tangkap di Kabupaten Wakatobi ...
Pertumbuhan PDRB subsektor perikanan Kabupaten Wakatobi tahun 2006-2009.
Perkembangan PDRB subsektor perikanan Kabupaten Wakatobi tahun 2006-2009
Pancing ulur ……… Alat tangkap tombak (harpoon)……… Alat tangkap panah (speargun) ……… Alat tangkap bubu……….. Alat tangkap sero ………... Alat tangkap jaring insang ……… Alat tangkap jaring insang lingkar ……… Keragaan alat tangkap di Kabupaten Wakatobi ...
Lokasi penelitian kondisi terumbu karang ……….. Peta sebaran kerusakan terumbu karang yang perlu di rehabilitasi akibat dari
pengoperasian alat tangkap ……….
Lokasi penelitian parameter biologi dan biomasa ikan ……… Ilustrasi metode underwater visual census...
Model pertumbuhan ikan kerapu yang tertangkap di perairan Taman Nasional
28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.
Hubungan panjang berat ikan kerapu yang tertangkap dengan pancing hekaulu,
bubu dan panah di Taman Nasional Wakatobi ...
Tingkat kematangan gonad ikan kerapu yang tertangkap dengan pancing
hekaulu, bubu dan panah di Taman Nasional Wakatobi ...
Deskripsi perahu pancing hekaulu ……….. Deskripsi alat tangkap pancing hekaulu ………. Ikan mombi (staghorn damsel) ……… Ikan katamba (Lethrinus lentjan) ………. Ikan ekor kuning (Caesio cuning) ……… Deskripsi metode pengoperasian pancing hekaulu ……….. Deskripsi alat tangkap bubu setelah selesai pengambilah hasil tangkapan ……… Huma di karang yang menjadi ciri khas perikanan bubu di Kabupaten Wakatobi… Deskripsi alat tangkap panah yang dioperasikandiperairan Taman Nasional
Wakatobi………... Seorang nelayan bajo dengan alat tangkap panahdisampelaP. Kaledupa,
Kabupaten Wakatobi ………. Lokasi penelitian alat penangkapan ikan kerapu pilihan ………... Produktifitas alat penangkapan ikan kerapu di perairan Taman Nasional Wakatobi.
Rantai perdagangan ikan kerapu di Taman Nasional Wakatobi ...
Peta jaringan perdagangan ikan kerapu di Taman Nasional Wakatobi ...
Persentase market value jaringan perdagangan ikan kerapu di Taman Nasional
Wakatobi ……….. Diagram sebab akibat pemanfaatan sumberdaya ikan keapau di Taman Nasional
Wakatobi ………..
Diagram output-input sistem pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu ………... Konsep rancangan model pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang
berkelanjutan ………. Model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu skenario 1……… Model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu skenario 2……… Model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu skenario 3……… Konsep pengelolaan perikanan kerapu berkelanjutan di Taman Nasional
xxvii
Halaman
1. Peta Zonasi Taman Nasional Wakatobi berdasar SK Dirjen PHKA ……….. 209 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Distribusi frekuensi ikan kerapu hasil tangkapan alat tangkap pancing hekaulu,
bubu dan panah ……… Pendugaan parameter pertumbuhan ikan kerapu di perairan Taman Nasional
Wakatobi dengan menggunakan program FiSAT II……….. Alokasi unit penangkapan kerapu optimal di Taman Nasional Wakatobi hasil
perhitungan Linier Goal Programming ……… Ikan kerapu yang tertangkap di Taman Nasional Wakatobi ……….. Analisis Usaha Penangkapan Ikan Kerapu di Perairan Taman Nasional Wakatobi
Model persamaan matematis prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu
skenario 1………. Model persamaan matematis prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu
Skenario 2 ………..
Model persamaan matematis prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu
Skenario 3 ………..
Kutipan wawancara jaringan perdagangan ikan kerapu hidup di Taman Nasional
Wakatobi ………..
210
211
214
215
218
220
221
222
Sektor perikanan mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan
nasional di Indonesia. Sektor ini menyediakan lapangan pekerjaan bagi sekitar
3.857.597 orang nelayan dan 1.063.140 rumah tangga pembudidaya ikan dan
merupakan penyumbang devisa yang jumlahnya cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Selain itu juga sebagai sumber pemenuhan kebutuhan protein
hewani bagi sebagian masyarakat(Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005).
FAO (2007) menyebutkan bahwa penduduk dunia mengkonsumsi ikan sebanyak
16,6 kg/kapita/tahun. Di Indonesia sendiri 4,6 juta orang menggantungkan
hidupnya dari sumberdaya laut. Hal inimenunjukkan betapa tingginya tingkat
konsumsi ikan dunia dan tingginya ketergantungan manusia Indonesia terhadap
sumberdaya laut, belum termasuk tingginya nilai ekspor ikan Indonesia ke
seluruh belahan dunia. Disisi lain kerusakan ekosistem perairan akan
mengancam dan diprediksi pendapatan Indonesia dari sektor perikanan tangkap
menghadapi risiko tinggi untuk menurun secara drastis karena eksploitasi
berlebihan dari berbagai stok ikan (WWF,2008).
Beberapa jenis sumberdaya ikan menghadapi resiko eksploitasiberlebih, hal ini dapat disebabkan daripola pengelolaan yang kurang tepat. Departemen
Kelautan dan Perikanan Indonesia (2008) melansir, Indonesia mengalami
kerugian sebesar US$ 2 juta setiap tahun akibat pelanggaran pengelolaan
perikanan yang terjadi hampir diseluruh wilayah pengelolaan di
Indonesia.Kebijakan Pemerintah yang menekankan keuntungan ekonomi dalam
satu sampai lima tahun kedepan berisiko terhadap penurunan pendapatan
perikanan tangkap secara signifikan untuk jangka menengah 5-10 tahun.
Indonesia memiliki luas perairan laut mencapai 5,8 juta km² dengan garis pantai
sepanjang 80.791 km serta terumbu karang seluas 60.000 km² merupakan
potensi yang dapat dikembangkan untuk kesejahteraan nelayan dan masyarakat
di Indonesia.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia (2011) menyajikan informasi tentang status
pemanfaatan dan potensi perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan
(WPP) lokasi penelitian, yaitu pada WPP-RI 714 (Teluk Tolo dan Laut Banda)
dalam status eksploitasi berlebih sedangkan udang-udangan dalam status tidak
ada data.
Berdasarkan data tersebut di atas menunjukkan status ikan demersal
sudah dalam kondisi pemanfaatan berlebih. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
dimasa yang akan datang peluang pengembangan ikan demersaldi lokasi
penelitian sudah sangat terbatas.
Taman Nasional Wakatobi (TNW) adalah kawasan konservasi laut
(marine protected area) seluas 1.390.000 ha yang terletak diantara 5.012' – 6.010 LS dan 123.020' – 124.039' BT. Kawasan di Wakatobi terbagi kedalam tujuh kecamatan, yakni Wangi-wangi, Wangi-wangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa
Selatan, Tomia, Tomia Timur dan Binongko (BPS Kabupaten Wakatobi, 2009).
TNW memiliki potensi sumberdaya alam laut yang tinggi berupa
ekosistem terumbu karang dan keanekaragaman jenis biota laut, disamping
panorama pasir putih serta budaya masyarakat. Potensi flora berupa 26 jenis
vegetasi pantai dan mangrove. Lamun (sea grass) 3 spesies, alga 14 spesies
antara lain : alga hijau, alga merah, alga coklat dan 1 spesies rumput laut (sea
weed). Sedangkan potensi fauna yang ada diperairan Wakatobi antara lain berupa 125 jenis karang keras dan lunak yang tercakup dalam 15 familia,
crustacea6 spesies, antara lain ketam kelapa (Birgus latro), 20 spesies moluskaantara lain kima (Tridacra spp), 3 spesies mamalia, 3 spesies reptilia.
Penyu, antara lain : penyu hijau (Chelonia midas, penyu tempayan (Carreta
caretta), dan penyu sisik (Eretmochelysimbricata), 11 spesies Echinodermata, 1 spesies Foraminifora, 5 spesies Chordata, 2 familiikan hias, ikan konsumsi 19 familia dan 83 spesies berbagai jenis burung air (Balai TNW,2003).
Kabupaten Wakatobi di sebelah utara berbatasan dengan Laut Banda,
sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, di sebelah timur berbatasan
dengan Laut Banda dan di sebelah barat berbatasan dengan P. Buton (Kec.
Lasalimu), dengan luas wilayah perairan 95% dan hanya 5% saja wilayah
daratannya. Penamaan Kabupaten Wakatobi diambil dari nama pulau-pulau
besar yang ada di sekitar gugusan kepulauan tersebut. Wa diambil dari singkatan
P. Wangi-wangi, Ka diambil dari singkatan P. Kaledupa, To diambil dari
singkatan P.Tomia dan Bi diambil dari singkatan P. Binongko.(Tadjuddah et al. 2009)
Luas wilayah setiap pulau di Kabupaten Wakatobi antara lain,
dengan luas 104 km² dan memiliki 24 buah pulau kecil, P. Tomia dengan luas
115 km² dan memiliki 11 buah pulau kecil dan P. Binongko dengan luas 156 km²
dan memiliki 4 buah pulau kecil (BPS Kab. Buton,1999).
Taman Nasional Wakatobi merupakan kawasan perlindungan laut yang
dikelola berdasarkan prinsipkonservasi dengan azas pemanfaatan sumberdaya
terbatas namun secara faktual yang terjadi saat ini ikan kerapu dari kelompok
Serranidae,mengalami eksploitasi secara-besar-besaran tanpa adanya konsep pemanfaatan dan pengelolaan yang jelas. Tingginya eksploitasi sumberdaya ini
disebabkan karena ikan ini memiliki nilai jual yang tinggi dipasar global sehingga
memaksa nelayan melakukan eksploitasi secara besar-besaran dan juga ikan
kerapu termasuk ikan yang digemari untuk dikonsumsi terutama dinegara China
dan Asia Tenggara (Morris, Roberts and Hawkins,2000) karena citarasanya yang
lezat.Pada tahun 2008 saja di pasaran China dan Hongkong ikan kerapu tikus
(Cromileptis altivelis)dijual dengan harga US$ 50 per kilogram sedangkan ikan
kerapu sunu (Plectropomus leopardus) dijual dengan harga US$ 23 per kilogram
(Kompas, 21 Mei 2010).
Taman Nasional Wakatobi merupakan sentra pemijahan yang memenuhi
sekitar 30% ekspor ikan kerapu Indonesia dari hasil penangkapan di alam
(Tempo online,16 Mei 2011).Volume pemanfaatan atau perdagangan sekitar
1000-1500 ekor kerapu yang diekspor setiap tahunnya melalui rantai
perdagangan lokal dan 200 ekor kerapu hidup dalam tiga hari yang dieksploitasi
oleh nelayan dari luar Kepulauan Wakatobi (WWF & TNC, 2003). Dampak dari
intensifnya pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang dilakukan selama ini
cukup mengkhawatirkan apabila tidak dilakukan upaya-upaya pengelolaan
spesies tersebut. Dampak negatif seperti terjadinya penurunan populasi dan
terjadi penurunan hasil tangkapan baik jumlah maupun ukurannya, penurunan
kondisi habitat yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan yang tidak ramah
lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan utama yang dirasakan oleh nelayan saat ini adalah
berkurangnya jumlah dan ukuran ikan serta telah terjadi degradasi terumbu
karang pada daerah tangkapan kerapu secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh
penambahan jumlah alat tangkap yang berlangsung terus menerus tanpa diiringi
meningkat secara signifikan pula. Akibat dari penambahan jumlah alat tangkap,
terumbu karang sebagai habitat ikan kerapu terus mengalami degradasi. Kondisi
ini akan menyebabkan sumberdaya ikan kerapu akan terancam bila intensitas
pemanfaatannya telah melebihi dari daya dukung sumberdayanya. Di sisi lain
nilai jual ikan di tataran nelayan cukup rendah sekitar lima puluh kali lebih rendah dari harga ikan yang dijual oleh “bos ikan” kepada pedagang pengumpul atau eksportir. Hal ini dapat dilihat dari kesenjangan pendapatan nelayan lokal yang kurang dari Rp.200.000 per bulan dan ”bos ikan“ berpendapatan lebih dari Rp.2.000.000 per bulan (COREMAP-LIPI,2002). Sejumlah permasalahan
tersebut akan dicoba diatasi melalui penelitian ini. Pendekatan yang digunakan
melalui pengkajian aspek ekologi, biologi, teknis dan sosial-ekonomi.
Berpijak dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
pertanyaan penelitan di dalam penelitian ini adalah :
1. Sejauh mana terumbu karang sebagai habitat ikan kerapu mengalami
degradasi ?
2. Bagaimana kondisi biologis ikan kerapu yang ditangkap nelayan ?
3. Apakah alat tangkap yang digunakan untukmenangkap ikan kerapu tidak
ramahlingkungan ?
4. Bagaimana jaringan perdagangan ikan kerapu dan siapa saja aktor yang
paling diuntungkan dengan perdagangan ikan kerapu ?
5. Bagaimana model pemanfaatan ikan kerapu yang berkelanjutan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menjawab semua
permasalahan yang telah dirumuskan. Secara umum tujuan dari penelitian ini
ialah menyusun model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang
berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara.
Adapun secara khusus penelitian ini dijabarkan secara sistematis dalam
beberapa tujuan, antara lain :
1. Mengkaji kondisi terumbu karang pada lokasi pengoperasian alat tangkap
pancing hekaulu, bubu, dan panah untuk menangkap ikan kerapu.
2. Menganalisis karakteristik biologi ikan kerapu dalam bentuk beberapa
3. Menentukan urutan prioritas jenis alat tangkap yang paling sesuai untuk
pemanfaatan ikan kerapu ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial dan
ekonomi dan keramahan lingkungan
4. Mengetahui jaringan perdagangan ikan kerapu dan menentukan aktor yang
paling tinggi mendapatkan keuntungan dari perdagangan ikan kerapu
5. Membuat model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang
berkelanjutandi Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembangunan perikanandi
Kabupaten Wakatobi, khususnya pembangunan perikanan kerapu di Taman
Nasional Wakatobi. Secara lebih detail hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat :
1. Bagi pemerintah daerah dan Badan Pengelola Taman Nasional Wakatobi
sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan yang
terkait dengan konsep pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan
2. Bagi Badan Pengelola Taman Nasional Wakatobi sebagai salah satu bahan
dalam membuat rencana pengelolaan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan.
3. Bagi nelayan lokal dengan adanya model prediksi pemanfaatan sumberdaya
ikan kerapu yang berkelanjutan dapat memberikan gambaran populasi ikan
kerapu sehingga dapat di prediksi status pemanfaatannya.
4. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pengelolaan perikanan
kerapu di kawasan konservasi khususnya taman nasional.
1.5 Kerangka Pemikiran
Tingkat eksploitasi yang relatif tinggi dalam kegiatan usaha penangkapan
ikan kerapu dilokasi penelitian memerlukan adanya pengkajian secara mendalam.
Baik dari aspek ekologi (ekosistem ikan kerapu), aspek biologi (stok/populasi)
sumberdaya ikan kerapu dan fasilitas yang mendukung keberhasilan operasi
penangkapan, aspek teknis yang berhubungan dengan alat tangkap dan aspek
sosial yang berhubungan dengan pola perdagangan serta aspek ekonomi
berhubungan dengan pendapatan nelayan kerapu. Status stok ikan serta
dinamikanya dapat diperkirakan setelah parameter biologi dan populasi diketahui.
Selanjutnya jenis alat tangkap dan intensitas penangkapan dapat ditentukan
kerangka pemikiran yang ada tersebut dapat dikemukakan secara skematis
seperti tersaji dalam Gambar 1
Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kerapu
Aspek Ekologi
- Tingkat degradasi terumbu karang (English et al,1994)
Aspek Biologi
Karakteristik Biologi Ikan Kerapu : - Hubungan panjang-berat (Le Cren, 1951) - Parameter pertumbuhan (Sparre et al.1992) - Tingkat kematangan gonad (Tan & Tan, 1974) - Indeks kematangan gonad (Rohmimohtarto & Juwana, 2001) - MSY (Garcia et al, 1989)
Aspek Teknis
- Tingkat produktifitas - Kelayakan ekonomi
- Jenis alat tangkap terpilih (Bruguglio, 1995) - Jumlah alat tangkap optimal (Stevenson, 1989)
Aspek Sosial-Ekonomi
- Tingkat keuntungan di level aktor perdagangan ikan kerapu hidup - Market Value
Model Prediksi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kerapu Berkelanjutan di Taman Nasional
Wakatobi
Implikasi Kebijakan
Untuk menghasilkan output yang sejalan dengan kerangka pemikiran dalam
merangkai model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu yang
berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara maka alur fikir Gambar 1. Kerangka pemikiran model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu
Aspek Ekologi (Rusaknya ekosistem
terumbu karang)
Aspek Biologi (Kelimpahan dan ukuran hasil tangkapan kerapu semakin kecil)
Aspek Teknis (Alat tangkap yang digunakan
tidak ramah lingkungan)
Aspek Sosial-Ekonomi (Nelayan kerapu mendapatkan
keuntungkan paling kecil dari perdagangan ikan kerapu)
• Jenis kerusakan karang
• Koloni karang yang mengalami kerusakan
• Skoring alat tangkap
ramah lingkungan
• Jumlah alat tangkap • CPUE
• Harga ikan
• Aktor • Harga Ikan • Market Value
Model Prediksi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Kerapu Yang Berkelanjutan Di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara
Perumusan Masalah
• Panjang ikan
• Berat ikan
• Gonad ikan
• Densitas
• Hubungan panjang berat • Pertumbuhan ikan
• TKG dan IKG • Biomasa dan MSY
• Alat tangkap terpilih ramah
lingkungan dan berkelanjutan
• Jumlah alat tangkap optimal • Alat tangkap paling produktif • Alat tangkap paling layak
secara ekonomi
• Pemetaan jaringan
perdagangan
• Persentase market value • Bentuk dan pola
degradasi terumbu karang
• Pola pertumbuhan • Perbandingan gonad
masak dan belum masak
• Ukuran pemijahan • Biomasa dan MSY
• Alat tangkap ramah lingkungan
dan berkelanjutan
• Alat tangkap optimal • Produktifitas • Kelayakan ekonomi
• Informasi bentuk dan pola degradasi terumbu karang
• Pemetaan keuntungan
dari setiap aktor dalam jaringan perdagangan ikan
kerapu INPUT
PROSES
OUTPUT kerangka penelitan dapat dilihat pada Gambar 2 seperti yang disajikan dibawah
ini.
Hasil penelitian tentang model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu
yang berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi Sulawesi Tenggara disajikan
dalam bab-bab berikut ini :
1. Bab 5. Kondisi terumbu karang, membahas bagaimana kondisi degradasi
terumbu karang akibat dari pengoperasian alat tangkap pancing,bubu dan
panah
2. Bab 6. Parameter biologi dan biomasa ikan kerapu, mendiskusikan tentang
karakteristik biologi, biomas dan MSY ikan kerapu di Taman Nasional Wakatobi.
3. Bab 7. Jenis alat penangkapan ikan kerapu pilihan, tentang alat penangkapan
ikan kerapu pilihan yang layak berdasarkan kajian aspek biologi, teknis,
sosial, ekonomi dan aspek keramahan lingkungan menurut FAO.
4. Bab 8. Jaringan perdagangan ikan kerapu, membahas tentang jaringan
perdagangan ikan kerapu serta aktor-aktor mana saja yang diuntungkan
dengan kegiatan ini.
5. Bab 9. Model prediksi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan
dan Implikasi model, membahas bagaimana membangun modela gar
pemanfaatan ikan kerapu dapat berkelanjutan di Taman Nasional Wakatobi
Sulawesi Tenggara dan bagaimana implikasi kebijakan jika model diterapkan
berdasarkan kajian yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya.
6. Pembahasan Umum, pada bab ini merangkum hasil penelitian mulai dari Bab
5 sampai Bab 8
7. Kesimpulan dan Saran
1.6 Hipotesis
Penelitian ini dibangun berdasarkan hipotesis :
1. Ikan kerapu memerlukan habitat dengan karakteristik tertentu ?
2.Ikan kerapu yang tertangkap di perairan Taman Nasional Wakatobi didominasi
oleh ikan yang belum matang gonad ?
3.Tidak semua jenis alat penangkapan ikan harus diutamakan untuk menangkap
ikan kerapu ?
4.Pelaku perdagangan (perantara ikan siapa) yang mendapatkan porsi
keuntungan lebih besar dari kelompok nelayan penangkap ikan kerapu ?
5.Pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu secara berkelanjutan di Taman
1.7 Novelti
Kebaharuan (Novelti) dalam penelitian ini yaitu model prediksi pemanfaatan
2.1 Perikanan Berkelanjutan
Menurut World Commision on Enviromental and Development (WCED) yang dikutip Kusumastanto (2003), perikanan berkelanjutan adalah suatu
kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya guna memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dalam konsep ini pada hakekatnya
memuat 2 (dua) substansi pokok yaitu :
(1) Konsep kebutuhan (khususnya kebutuhan pokok) untuk mensejahterakan
nelayan dan generasi mendatang.
(2) Gagasan tentang keterbatasan yang bersumber kepada keadaan teknologi
dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan
untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa mendatang.
Pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan (sustainable management)
itu sendiri dalam perikanan timbul karena adanya isu global tentang terbatasnya
sumberdaya perikanan di satu pihak dan kebutuhan akan sumberdaya perikanan
yang terus meningkat akibat meningkatnya penduduk di lain pihak. Dengan
menerapkan konsep pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan
maka akan dapat menyelamatkan sumberdaya ikan tersebut dari kepunahan dan
sekaligus menyelamatkan kepentingan kehidupan semua orang yang bergantung
kepada sumberdaya perikanan.
Pemanfaatan sumberdaya ikan secara berkelanjutan adalah pemanfaatan
sumberdaya alam yang terbaharui untuk kepentingan generasi sekarang dan
yang akan datang dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya tersebut
(Widodo, 2001), sementara itu Dahuri (2000) menyatakan bahwa pemanfaatan
sumberdaya alam secara berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan
ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia tidak rusak. Selanjutnya Monintja
(2000) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan secara
berkelanjutan mempunyai beberapa kriteria yaitu :
(1) hasil tangkapan tidak melebihi jumlah yang boleh dimanfaatkan,
(2) menggunakan bahan bakar lebih sedikit,
(3) secara hukum alat tangkap legal,
(5) produk mempunyai pasar yang baik. Agar pemanfaatan sumberdaya ikan ini
dapat dilakukan secara berkelanjutan, maka sumberdaya ini harus dikelola
secara rasional. Oleh karena itu maka sumberdaya ikan ini harus dikelola mulai
dari tingkat awal pemanfaatannya sehingga diperoleh keseimbangan antara
pengembangan dan keuntungan yang optimal. Dalam konteks ini kita dianjurkan
untuk mengidentifikasikan tujuan-tujuan pengelolaan dan selanjutnya
menentukan metode yang paling sesuai untuk itu.
Dalam menentukan langkah-langkah pengelolaan maka harus didasarkan
pada bukti ilmiah yang akurat (FAO, 1995) Secara lebih khusus, sasaran
pengelolaan perikanan biasanya dapat dikuantifikasikan dalam bentuk-bentuk
keuntungan-keuntungan sosial berupa produksi makanan, nilai kotor bersih,
kesempatan kerja, pendapatan individu nelayan, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut serta mempertahankan stok sumberdaya ikan pada tingkat produksi
lestari yang tinggi. Tujuannya untuk mencapai keseimbangan yang optimum
antara masukan-masukan dan berbagai pengeluaran, karena perikanan terus
berkembang dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat serta nilai uang selalu
berubah, maka sasaran pengelolaan juga berubah. Berbagai macam peraturan
dan undang-undang telah dikeluarkan untuk pengelolaan dan pemanfaatan
perikanan yang berkelanjutan untuk melindungi sumberdaya tersebut dari
kelebihan tangkap dan kepunahannya.
Menurut Gulland (1983), pada prinsipnya metode-metode pengelolaan
tersebut digolongkan menjadi dua bagian yaitu pengontrolan ukuran ikan yang
tertangkap dan pengontrolan jumlah penangkapan (amount of fishing). Definisi
pengelolaan perikanan menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 31
tahun 2004 tentang perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang
terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi,
pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta
penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan,
yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk
mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan
yang telah disepakati. Sehubungan dengan definisi pengelolaan perikanan yang
bercakupan luas tersebut sebenarnya bertujuan untuk memastikan sumberdaya
perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan dan
Adapun langkah pengelolaan sumberdaya ikan, dapat dikategorikan
menjadi dua (Purwanto, 2003) : (1) Pengendalian penangkapan ikan (contol of
fishing), (2) Pengendalian upaya penangkapan ikan (control of fishing effort) Pada prinsipnya, pengelolaan perikanan bertujuan untuk mengatur intensitas
penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai aspek
(Widodo, 2001). Pengelolaan perikanan juga bertujuan menentukan tingkat hasil
tangkapan yang berkelanjutan dalam jangka panjang (long term sustainable)
(Purwanto, 2003). Selanjutnya langkah-langkah yang berkaitan dengan
pengelolaan perikanan mencakup kegiatan mengumpulkan data dasar mengenai
biologi, teknologi, ekonomi dan sosial tentang perikanan. Data yang telah
diperoleh tersebut ditrasfer kedalam bentuk informasi yang berguna untuk
pembuatan berbagai keputusan pengelolaan. Opsi pengelolaan secara umum
bagi perikanan yang telah berkembang antara lain ( Merta et al. 2003 ) :
(1) Pembatasan ukuran ikan hasil tangkapan (size limitation),
(2) Pembatasan alat tangkap dan kapal (vessel and gear limitation),
(3) Zona bebas penangkapan (sanctuary zones),
(4) Peningkatam monitoring, controlling, surveillance (MCS),
(5) Penetapan total allowable catch (TAC).
Lebih lanjut juga dikemukakan bahwa secara garis besar konsep
perikanan berkelanjutan memiliki empat dimensi, yaitu dimensi ekologis, dimensi
sosial ekonomi dan budaya, dimensi sosial politik serta dimensi hukum dan
kelembagaan. Dari dimensi ekologis dapat dikemukakan bahwa pengelolaan
sumberdaya dilakukan dengan menjaga dampaknya tidak melebihi kapasitas
fungsionalnya. Seperti diketahui bahwa setiap lingkungan atau ekosistem
alamiah, termasuk didalamnya perikanan memiliki 4 (empat) fungsi pokok bagi
kehidupan manusia, yaitu jasa-jasa pendukung kehidupan; jasa-jasa
kenyamanan; penyedia sumberdaya alam; dan penerima limbah. Sementara dari
dimensi ekonomi, pengelolaan sumberdaya harus memprioritaskan kepentingan
untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, terutama masyarakat
nelayan/perikanan guna menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi wilayah
pesisir. Sedangkan dimensi sosial politik memberikan muatan bahwa
pengelolaan sumberdaya berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam sistem
dan suasana politik yang demokratis dan transparan. Selanjutnya dari dimensi
hukum dan kelembagaan dikemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya
peraturan dan perundang-undangan yang berwibawa dan konsisten (Dahuri et al,
2001). Charles (2001), juga melakukan elaborasi tentang komponen dasar dari
keberlanjutan yang terdiri dari keberlanjutan ekologi; keberlanjutan sosial,
ekonomi; keberlanjutan masyarakat dan keberlanjutan kelembagaan. Tiga
komponen keberlanjutan yang pertama merupakan titik sudut dalam segi tiga
keberlanjutan, seperti dapat dilihat melalui Gambar 3. Sedangkan komponen
keberlanjutan yang keempat akan memberikan pengaruh diantaranya, sehingga
posisinya ditempatkan di tengah segi tiga keberlanjutan. Konsep dasar di atas
berangkat dari upaya mengkritisi konsep keberlanjutan perikanan konvensional,
yang selama ini hanya bergantung pada konsep keberlanjutan secara
biologi-ekologi, lewat pendekatan maximum sustainable yield (MSY) dan keberlanjutan ekonomi lewat maximum economic yield (MEY).
Gambar 3 . Segitiga keberlanjutan sistem perikanan (Charles, 2001)
Dalam elaborasi yang dilakukan Charles (2001), ditambahkan paradigma
baru yaitu paradigma sosial dan komunitas. Hal ini berarti bahwa keberlanjutan
perikanan diupayakan dengan memberikan perhatian utama pada aspek
keberlanjutan masyarakat perikanan sebagai sebuah sistem komunitas. Konsep
perikanan tradisional yang terbukti mampu melakukan pengawasan sendiri (self
control) terhadap hasil tangkapan, penggunaan teknologi penangkapan yang sesuai, adanya kebersamaan yang tinggi antar anggota masyarakat serta
adanya pengetahuan tradisional yang mencerminkan upaya ketahanan dalam
jangka panjang, merupakan faktor penting dalam pendekatan ini.
ecological sustainability
economic sustainability
community sustainability Institutional
2.2 Pengelolaan Sumberdaya Ikan
Menurut Cochrane (2002), pengelolaan sumberdaya perikanan
didefinisikan sebagai proses yang terpadu dari pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumberdaya dan
implementasi. Dengan penguatan regulasi atau undang-undang yang mengatur
aktivitas perikanan agar dapat menjamin keberlanjutan produktivitas sumberdaya
dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (FAO, 1995) dijelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah suatu kebutuhan dasar dan menjadi kebutuhan dunia. Hal ini terjadi
karena banyak manusia di muka bumi ini yang bergantung pada perikanan
sebagai mata pencahariannya. Namun pemanfaatan sumberdaya perikanan
dunia yang begitu penting mengalami beberapa kejadian berikut ini yang
menjadi dasar atau alasan pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu :
1. Sebagian besar sumberdaya perikanan dunia mengalami tangkap penuh,
tangkap lebih, deplesi atau pada kondisi dimana sumberdaya itu harus
diselamatkan. Selain karena penangkapan, sumberdaya ikan mengalami
degradasi karena kerusakan ekologi dan polusi lingkungan.
2. Kelebihan pemanfaatan sumberdaya perikanan dunia ikut ditentukan oleh
perkembangan teknologi yang cepat terutama pemanfaatan Geographical Positioning System (GPS), radar, echo sounder, mesin kapal yang besar dayanya serta berkembangnya teknologi pengolahan.
3. Status pemanfaatan secara berlebihan sumberdaya perikanan dunia ini
adalah resultante dari kegagalan pemerintah yang memegang regulasi pengelolaan perikanan (fisheries governance) yang mencakup didalamnya
kegagalan masyarakat, peneliti dan ahli perikanan serta pemerintah sebagai
suatu lembaga.
Menurut Mees (1996), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan
harus mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan biologi. Oleh karenanya,
pengelolaan sumberdaya perikanan haruslah difokuskan untuk menjaga
keseimbangan aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Pada dasarnya, pengelolaan
sumberdaya perikanan bertujuan untuk memastikan berapa banyak ikan yang
dapat ditangkap dengan sejumlah upaya penangkapan agar sumberdaya
tersebut tetap lestari. Model pengelolaan ini lebih dikenal sebagai model
melalui pengaturan jumlah dan ukuran alat tangkap (input control) dan
pengaturan jumlah dan ukuran hasil tangkapan (output control). Model
pengelolaan non konvensional lebih diarahkan pada upaya konservasi
sumberdaya perikanan melalui pendekatan kehati-hatian atau precautionary approach (Garcia dan Cochrane, 2005).
Menurut Mees (1996), pengelolaan secara biologis dari sumberdaya
perikanan tangkap biasanya bertujuan untuk mencegah terjadinya daya tangkap
berlebih (overfishing) dan mengoptimalisasikan produksi. Overfishing merupakan
kondisi dimana level atau laju mortalitas telah menurunkan kapasitas suatu
populasi dalam jangka panjang untuk dapat mencapai MSY (Dayton et al. 2002). Overfishing dapat dikategorikan menjadi 4 yakni:
1. Growth overfishing adalah kondisi dimana yang tertangkap berada dibawah
ukuran pertumbuhan optimum (Mees 1996; Israel et al. 1997; Hall 2002; Holland 2003).
2. Recruitment overfishing adalah kondisi dimana ikan-ikan dewasa tertangkap
dalam jumlah yang besar sehingga proses reproduksi menurun dan
dengan sendirinya rekruitmen juga menurun.( Israel et al. 1997; Dayton et al. 2002; Kilduff et al. 2009).
3. Ecosystem overfishing adalah kondisi dimana kegiatan penangkapan ikan berdampak terhadap penurunan kualitas ekosistem, termasuk penurunan
kelimpahan dan perubahan komposisi spesies, variasi yang luas dari
kelimpahan, biomasa dan produksi beberapa spesies, serta perubahan
atau kerusakan yang signifikan dari habitat (Israel et al. 1997; Murawski 2000; Dayton et al. 2002).
4. Economic overfishing adalah kondisi dimana peningkatan jumlah upaya penangkapan tidak memberi dampak terhadap kenaikan pendapatan
nelayan (Israel et al. 1997).
Sementara Widodo dan Nurhakim (2002) mengemukakan bahwa secara
umum, tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah untuk :
(1) Menjaga kelestarian sumberdaya ikan, terutama melalui berbagai regulasi
serta tindakan perbaikan (enhancement).
(2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan
(3) Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.
Pengelolaan sumberdaya ikan sendiri pada hakekatnya mencari
penangkapan ikan yang mampu memberikan keuntungan ekonomi disisi lain.
Dengan kata lain, pengelolaan sumberdaya ikan haruslah mampu mencegah
terjadinya konflik antara kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk tujuan
ekonomi termasuk adanya keadilan didalam distribusi manfaat yang dihasilkan
oleh sumberdaya ikan tersebut, serta upaya konservasi sumberdaya ikan untuk
kepentingan generasi mendatang. Dalam kaitan ini, Lawson (1984),
mengemukakan adanya 4 (empat) strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai
tujuan tersebut, yaitu :
(1) Mencegah terjadinya lebih tangkap (over exploitation), dengan melakukan
pengendalian terhadap kegiatan penangkapan.
(2) Memperbaiki kualitas ikan yang akan dijual kepada konsumen, dengan jalan
melakukan penanganan yang baik serta mengurangi kerusakan ikan setelah
proses penangkapan.
(3) Mengembangkan pemanfaatan sumberdaya perikanan lain, seperti kegiatan
budidaya.
(4) Mengembangkan sistem pemasaran dengan berorientasi pada spesies yang
dapat diterima oleh konsumen.
Sementara Tai (1995), mengembangkan model sistem pengelolaan
perikanan yang didasarkan pada 3 (tiga) komponen utama sebagai sub model,
yaitu sub model biologi, sub model sosial dan ekonomi serta sub model
manajemen. Ketiga komponen tersebut beserta parameter antaranya dapat
ECONOMIC SUB MODEL BIOLOGICAL SUB MODEL MANAGEMENT SUB MODEL Effort (t) Harvest (t) Social Profit Consumer Surplus Crew Income Employment Social Benefit Price of Fish Crew Income Fish Biomass Biomass (t) Management Strategic Market Input Condition Input Cost General Economic Water Temperature Nutrient Weather
No. of vessel Employment
Gambar 4. Model sistem pengelolaan perikanan (Tai,1995)
Parameter-parameter ini dapat dipergunakan sebagai alat ukur untuk
melihat dampak dari berbagai kebijakan pengelolaan perikanan yang ada.
Disamping itu, hubungan juga digambarkan antara sub model manajemen dan
biologi yang berkaitan dengan alternatif kebijakan dari upaya penangkapan.
Pengelolaan sumberdaya perikanan umumnya didasarkan pada konsep hasil
maksimum yang lestari (Maximum Sustainable Yield) disingkat dengan MSY.Inti
dari konsep ini adalah menjaga keseimbangan biologi dari sumberdaya ikan,
agar dapat dimanfaatkan secara maksimum dalam waktu yang panjang. Dengan
kata lain, pendekatan yang dipergunakan dalam konsep ini hanya
mempertimbangkan faktor biologi semata. Pendekatan konsep ini berangkat dari
dinamika suatu stok ikan yang dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu
tambahan individu ikan (recruitment), pertumbuhan individu ikan (growth) dan
kematian ikan (mortalitas). Kematian ikan sendiri pada stok ikan yang
diupayakan atau dieksploitasi, dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu
kematian ikan karena penangkapan (fishing mortality) dan kematian ikan karena
Gambar 5. Konsep pendekatan daridinamika stok ikan
Dari Gambar 5 diatas dapat diilustrasikan bahwa pada kondisi alami (stok
ikan tidak diupayakan), pertumbuhan stok ikan dipengaruhi oleh pertumbuhan
ikan dan rekruitmen, serta dikurangi oleh mortalitas (kematian alami). Dalam hal
ini pertumbuhan stok ikan akan cenderung ke titik nol, dimana besarnya
pertumbuhan dan rekrutmen stok ikan akan sama dengan jumlah ikan yang mati
secara alami. Oleh karena itu, stok ikan di suatu perairan akan terkendali secara
alami melalui interaksi antara faktor lingkungan dan karakteristik pertumbuhan
ikan itu sendiri. Dengan kata lain, stok ikan secara alami akan cenderung stabil
pada kondisi lingkungan tertentu, dengan ukuran stok ikan tertentu.
Kecenderungan ini dikenal dengan gejala density-dependent process (Muhammad, 2002).
Perubahan kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap besarnya
daya dukung (carrying capacity) perairan bagi sumberdaya ikan. Dalam hal ini,
perubahan kondisi lingkungan akan berpengaruh pada faktor biologi utama
seperti tambahan individu ikan, pertumbuhan dan mortalitas. Secara biologis,
pertumbuhan populasi ikan pada periode tertentu di suatu daerah terbatas,
adalah merupakan fungsi dari jumlah awal populasi tersebut. Ini artinya
perubahan stok ikan pada periode waktu tertentu ditentukan oleh populasi pada
awal periode. Analisis ini didasarkan pada konsep produksi biologi kuadratik
yang dikembangkan oleh Verhulst pada tahun 1883, dan kemudian diterapkan
untuk perikanan oleh seorang ahli biologi perikanan yang bernama Schaefer
menggambarkan hubungan linier antara produksi (yield) dengan upaya (effort)
yang kurvanya berbentuk simetris. Hubungan ini kemudian dikenal dengan Model
Pertumbuhan Schaefer (Lawson, 1984) atau disebut juga dengan kurva produksi
lestari (Fauzi, 2004), seperti dapat dilihat melaui Gambar 6.
Gambar 6. Model pertumbuhan Schaefer (kurva produksi lestari)
Dari Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa pada kondisi tidak ada
aktivitas penangkapan ikan (tidak ada upaya), maka produksi ikan juga sama
dengan nol. Akan tetapi apabila upaya ditingkatkan sampai mencapai titik Emsy,
maka akan diperoleh produksi yang maksimum atau lebih dikenal dengan
sebutan MSY. Mengingat sifat dari kurva produksi lestari yang berbentuk
kuadratik, maka peningkatan upaya yang dilakukan secara terus-menerus
setelah melampaui titik MSY, tidak akan dibarengi dengan peningkatan produksi
lestari. Dengan kata lain, produksi akan turun kembali dan mencapai nol pada
titik upaya maksimum (Emax). Pendekatan ini pula yang dipergunakan sebagai
kriteria oleh Baley et al. (1987) dan FAO (1994), didalam menentukan status pemanfaatan sumberdaya ikan di suatu perairan dengan mengelompokkannya
menjadi 6 (enam) kelompok, yaitu :
(1) Unexploited,
Stok sumberdaya ikan berada pada kondisi belum tereksploitasi, sehingga
aktivitas penangkapan ikan sangat dianjurkan di perairan ini guna mendapatkan
keuntungan dari produksi.
(2) Lightly exploited,
Stok sumberdaya ikan baru tereksploitasi dalam jumlah sedikit (kurang dari 25
dianjurkan karena tidak mengganggu kelestarian sumberdaya ikan dan hasil
tangkapan per unit upaya (catch per unit effort-CPUE) masih mungkin meningkat.
(3) Moderately exploited,
Stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi setengah dari MSY. Pada kondisi ini,
peningkatan jumlah upaya penangkapan masih dianjurkan tanpa mengganggu
kelestarian sumberdaya ikan, akan tetapi hasil tangkapan per unit upaya
mungkin mulai menurun.
(4) Fully exploited,
Stok sumberdaya ikan sudah tereksploitasi mendekati nilai MSY. Disini
peningkatan jumlah upaya penangkapan sangat tidak dianjurkan, walaupun hasil
tangkapan masih dapat meningkat. Peningkatan upaya penangkapan akan
mengganggu kelestarian sumberdaya ikan, dan hasil tangkapan per unit upaya
pasti turun.
(5) Over exploited,
Stok sumberdaya ikan sudah menurun, karena tereksploitasi melebihi nilai MSY.
Pada kondisi ini, upaya penangkapan harus diturunkan agar kelestarian
sumberdaya ikan tidak terganggu.
(6) Depleted,
Stok sumberdaya ikan dari tahun ke tahun jumlahnya mengalami penurunan
secara drastis, dan upaya penangkapan sangat dianjurkan untuk dihentikan. Hal
ini berkaitan dengan kondisi kelestarian sumberdaya ikan yang sudah sangat
terancam. Pengelolaan sumberdaya ikan seperti ini lebih berorientasi pada
sumberdaya (resource oriented) yang lebih ditujukan untuk melestarikan
sumberdaya ikan dan memperoleh hasil tangkapan maksimum yang dapat
dihasilkan dari sumberdaya tersebut.
Dengan kata lain, pengelolaan seperti ini belum berorientasi pada
perikanan secara keseluruhan (fisheries oriented), apalagi berorientasi pada
manusia (social oriented). Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya ikan dengan
menggunakan pendekatan MSY telah mendapat tantangan cukup keras,
terutama dari para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa tujuan pengelolaan
sumberdaya ikan pada dasarnya adalah untuk menghasilkan pendapatan dan
bukan semata-mata untuk menghasilkan ikan (Widodo dan Nurhakim, 2002).
Dengan kata lain, pencapaian yield yang maksimum pada dasarnya tidak mempunyai arti secara ekonomi. Hal ini berangkat dari adanya masalah
bahwa kenaikan yield akan berlangsung semakin lambat dengan adanya penambahan effort (Lawson, 1984). Lebih lanjut Conrad and Clark (1987) yang dikutip Fauzi (2004) mengemukakan adanya beberapa kelemahan dalam
pendekatan MSY antara lain :
(1) Tidak bersifat stabil, karena perkiraan stok ikan yang meleset sedikit saja bisa
mengarah ke pengurasan stok (stock depletion)
(2) Didasarkan pada konsep keseimbangan semata, sehingga pendekatan ini
tidak berlaku pada kondisi ketidak seimbangan
(3) Tidak memperhitungkan nilai ekonomis, apabila stok ikan tidak dipanen atau
tidak dieksploitasi
(4) Mengabaikan aspek interdependensi dari sumberdaya, dan
(5) Sulit diterapkan pada kondisi dimana perikanan memiliki ciri jenis yang
beragam (multi-species)
Dengan memperhatikan adanya kelemahan-kelemahan di atas, maka
mulailah dikembangkan pendekatan ekonomi didalam pengelolaan sumberdaya
ikan. Pendekatan ini berangkat dari pemikiran Gordon yang menyatakan bahwa
sumberdaya ikan pada umumnya bersifat akses terbuka (open acces), artinya
siapa saja dapat berpartisipasi untuk memanfaatkannya tanpa perlu memilikinya.
Kondisi ini cenderung menjadi tidak terkontrol, dan akan mengarah pada
perikanan lebih tangkap baik