HUBUNGAN KONSUMSI PRODUK OLAHAN SUSU (DAIRY
PRODUCTS) DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA
MAHASISWA FK USU ANGKATAN 2010
Oleh:
CHAROLINA MARGARETHA
NIM: 100100255
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN KONSUMSI PRODUK OLAHAN SUSU (DAIRY
PRODUCTS) DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA
MAHASISWA FK USU ANGKATAN 2010
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
CHAROLINA MARGARETHA
NIM: 100100255
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
HALAMAN PERSETUJUAN
Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Products) dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010
Disusun oleh :
CHAROLINA MARGARETHA
100100255
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui
Medan, 6 Desember 2013 Dosen Pembimbing
(dr. Djohan, SpKK)
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Products) dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010
Nama : Charolina Margaretha
NIM : 100100255
Pembimbing Penguji I
(dr. Djohan, SpKK) (dr.Soegiarto Gani, SpPD)
NIP. 19691014 199803 1 001 NIP 19710322 200501 1 004
Penguji II
(dr. Cherry Siregar, SpMK)
NIP : 197404102008122002
Medan , 26 Juni 2013
Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)
ABSTRAK
Akne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum di derita oleh masyarakat. Makanan tinggi kalori sudah lama diduga masyarakat sebagai salah satu penyebab dari penyakit ini, didukung oleh meningkatnya angka kejadian akne vulgaris di negara berkembang saat ini. Berbagai penelitian yang dilakukan mengenai hubungan makanan dengan kejadian Akne Vulgaris sejak 1946 sampai 2007, menghasilkan pertentangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui angka kejadian akne vulgaris, tingkat konsumsi dairy products serta hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris pada Mahasiswa FK USU angkatan 2010.
Rancangan penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan kasus kontrol.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sampel penelitian ini berjumlah 98 orang yang merupakan mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dibagi atas 2 kelompok, yakni 49 mahasiswa untuk kelompok kasus dan 49 mahasiswa lainnya pada kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 sampel kelompok kasus; 18 orang (36.7%) dinyatakan memiliki riwayat mengkonsumsi dairy products dan sejumlah 31 orang (63.3%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Sedangkan dari 49 sampel yang terdapat di kelompok kontrol, sejumlah 20 orang (40.8%) memiliki riwayat mengkonsumsi dan sejumlah 29 orang (59.2%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda analitik bivariat chi square didapat P = 0.836, (α = 0.05). Hasil perhitungan ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara konsumsi dairy products terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.
ABSTRACT
Acne Vulgaris is one of the common diseases of the skin that suffered in public. High-calorie diets have been suspected for a long periode as one of the causes of this disease. It has been supported by the increased number of Acne Vulgaris incidences in developing countries nowadays. Since 1946 to 2007 various studies have been conducted on the relationship of dietary consumption to the occurrence of acne vulgaris and they have come up with variety of results among the researchers.The purpose of this research is to find the rate of incidence of Acne Vulgaris, the rate of dairy products consumption and the relation of dairy products consumption with the incidence of Acne Vulgaris.
An Analytic research design with case-control method was conducted among 49 Acne vulgaris patients and 49 controls patients by giving questionnaires for the sample who matched with the criterias and taken with consecutive technic sampling . From 49 patients of case group, 18 people do have a history of dairy product consumptions, and 31 people do not have. While in control group, from 49 patients who do not suffered acne vulgaris 20 people do have a history consumption and 29 people do not have.
Based on statistical analyze that have been accomplished with bivariate analytic chi square table, it gets P value equal to 0.836 , (α = 0.05) which means the research did not get any significant correlation between dairy products consumption with acne vulgaris incidence between 2010 batch students in FK USU.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ilmiah dengan judul
“Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Products) terhadap Kejadian
Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010” ini dapat diselesaikan.
Karya Tulis ini disusun sebagai tugas akhir mata kuliah Community Research
Program (CRP) dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Bapak dr.Djohan,SpKK selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan ilmu dalam
penelitian ini.
2. Bapak dr.Soegiarto Gani,SpPD-FINASIM dan Ibu dr.Cherry
Siregar,Mkes selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji,
memberi masukan dan saran kepada penulis.
3. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
4. Kedua orang tua penulis, Richardo Simatupang,SE dan Roselinda
Aritonang, SH atas segala pengorbanan, kasih sayang dan doanya
yang diberikan kepada penulis.
5. Adik- adik penulis, Kevin Mario Immanuel dan Chaterina Agnes
Tesalonika atas segala bantuan dan doanya yang diberikan kepada
penulis.
6. Seluruh responden yang telah bersedia dan memberikan waktunya
untuk penelitian ini Ali Fransilo Simanjuntak untuk kerja sama dan
bantuan transportasinya selama ini.
7. Sahabat - sahabat Penulis , atas bantuan dan doanya selama ini.
9. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung
memberikan bantusn dalam penyusunan karya ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan
ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini akibat keterbatasan ilmu dan
pengalaman penulis. Oleh karena itu semua saran dan kritik akan menjadi
sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ini.
Akhirnya penulis mengharapkan hasil karya tulis ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, bangsa dan Negara Indonesia, serta pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, 20 Desember 2013
Penulis
Charolina Margaretha
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.………... I
ABSTRAK... Ii ABSTRACT... Iii KATA PENGANTAR... Iv
DAFTAR ISI…………..………... Vi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris
2.1.1 Definisi Akne Vulgaris………... 2.1.2 Epidemiologi ………... 2.3 Hubungan Makanan dengan Kejadian Akne Vulgaris...
1
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………...………. 3.2 Definisi Operasional………... 3.3 Hipotesis...
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian………. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian……… 4.3 Populasi dan Sampel……….... 4.4 Teknik Pengumpulan Data………... 4.5 Pengolahan dan Analisa Data………...
23 23 23 28 26
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 HASIL PENELITIAN... 5.1.1 Deskripsi dan Lokasi Penelitian... 5.1.2 Karakteristik Responden... 5.1.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Dairy Products... 5.1.4 Hubungan Konsumsi Dairy Products
dengan Kejadian Akne Vulgaris... 5.1.5 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan
Kejadian Akne Vulgaris Berdasarkan Jenis Kelamin...
5.2 Pembahasan... 5.2.1 Hubungan Konsums Dairy Products dengan
Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa
FK USU Angkatan 2010... 5.2.2 Hubungan Konsums Dairy Products
dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010 berdasarkan
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...
37 37
DAFTAR PUSTAKA………... 39
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1 Gambaran folikel sebasea 9
Gambar 2.2 Derajat keparahan akne vulgaris. 12
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 20
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 4.1 Gambaran metode analisis penelitian dengan
chi square
25
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Karakteristik jenis kelamin responden
Karakteristik usia responden
Frekuensi konsumsi dairy products pada Mahasiswa FK USU angkatan 2010
Hubungan konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris
Hubungan konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris pada perempuan
Hubungan konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris pada laki - laki
27
27
28
29
30
DAFTAR SINGKATAN
ACTH Adreno Corticotropic Hormone
P. Acnes Propionibacterium Acnes
S. Epidermidis
DHT
DHEA-S
IL-1
TLR3
CD14
INH
GL
Staphylococcus Epidermidis
Dihydrotestosterone
Dehydroepiandrosterone Sulfate
Interleukin-1
Toll Like Reseptor 3
Cluster of Differentiation-14
Isoniazid
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Surat Ethical Clearance
Surat Penjelasan
Informed Consent
Kuesioner Penelitian
Validasi Kuesioner
ABSTRAK
Akne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum di derita oleh masyarakat. Makanan tinggi kalori sudah lama diduga masyarakat sebagai salah satu penyebab dari penyakit ini, didukung oleh meningkatnya angka kejadian akne vulgaris di negara berkembang saat ini. Berbagai penelitian yang dilakukan mengenai hubungan makanan dengan kejadian Akne Vulgaris sejak 1946 sampai 2007, menghasilkan pertentangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui angka kejadian akne vulgaris, tingkat konsumsi dairy products serta hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris pada Mahasiswa FK USU angkatan 2010.
Rancangan penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan kasus kontrol.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sampel penelitian ini berjumlah 98 orang yang merupakan mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dibagi atas 2 kelompok, yakni 49 mahasiswa untuk kelompok kasus dan 49 mahasiswa lainnya pada kelompok kontrol.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 sampel kelompok kasus; 18 orang (36.7%) dinyatakan memiliki riwayat mengkonsumsi dairy products dan sejumlah 31 orang (63.3%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Sedangkan dari 49 sampel yang terdapat di kelompok kontrol, sejumlah 20 orang (40.8%) memiliki riwayat mengkonsumsi dan sejumlah 29 orang (59.2%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda analitik bivariat chi square didapat P = 0.836, (α = 0.05). Hasil perhitungan ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara konsumsi dairy products terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.
ABSTRACT
Acne Vulgaris is one of the common diseases of the skin that suffered in public. High-calorie diets have been suspected for a long periode as one of the causes of this disease. It has been supported by the increased number of Acne Vulgaris incidences in developing countries nowadays. Since 1946 to 2007 various studies have been conducted on the relationship of dietary consumption to the occurrence of acne vulgaris and they have come up with variety of results among the researchers.The purpose of this research is to find the rate of incidence of Acne Vulgaris, the rate of dairy products consumption and the relation of dairy products consumption with the incidence of Acne Vulgaris.
An Analytic research design with case-control method was conducted among 49 Acne vulgaris patients and 49 controls patients by giving questionnaires for the sample who matched with the criterias and taken with consecutive technic sampling . From 49 patients of case group, 18 people do have a history of dairy product consumptions, and 31 people do not have. While in control group, from 49 patients who do not suffered acne vulgaris 20 people do have a history consumption and 29 people do not have.
Based on statistical analyze that have been accomplished with bivariate analytic chi square table, it gets P value equal to 0.836 , (α = 0.05) which means the research did not get any significant correlation between dairy products consumption with acne vulgaris incidence between 2010 batch students in FK USU.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang
umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis
akne vulgaris sering polimorfi, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo,
papul, pustul, nodus dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut,
baik jaringan parut yang hipotrofik maupun hipertrofik (Wasitaatmadja,2008).
Penyakit ini cukup merisaukan karena berhubungan dengan depresi dan
ansietas yang mana dapat mempengaruhi kepribadian, emosi, kesan diri dan harga
diri, perasaan isolasi sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan (Ahmed
S, Ahmed I 2007).
Etiologi pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang,
namun ada beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit ini.
Perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat,
terbentuknya fraksi asam lemak bebas, peningkatan jumlah flora folikel
(Propionibacterium acnes, Corynebacterium acnes, Pitysporum ovale dan
Staphylococcus epidermidis), terjadinya respon hospes berupa pembentukan
circulating antibodies, peningkatan kadar hormone androgen, anabolik,
kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH, faktor lain; usia, ras, familial, makanan,
cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses
patogenesis akne (Wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009; Harrison, 2008).
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang paling umum di derita oleh
masyarakat. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat mengenai
prevalensi akne vulgaris di seluruh penjuru dunia. Di Inggris, 85 % dari penduduk
usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris (Ismail, 2012). Data yang hampir
serupa didapati pada sebagian besar dunia barat. Di Afrika sendiri,melalui sebuah
yaitu sebesar 90,7% (Husein,2009). Untuk Asia, beberapa data yang bisa
diperoleh menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi juga. Sebuah penelitian
epidemiologi di Jepang memperoleh prevalensi sebesar 58,6% remaja menderita
akne vulgaris (Nobukazu dkk , 2001). Di Cina, tepatnya distrik Zhou Hai
Provinsi Guangdong, mendapati prevalensi sebesar 53,5% remaja (Wu TQ ,2007).
Di Malaysia prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 67,5 % (Hanisah,A dkk
, 2009). Di Indonesia sendiri belum banyak data mengenai prevalensi akne
vulgaris di tengah mayarakat Indonesia.
Pada masa remaja, Akne Vulgaris lebih sering terjadi pada pria dari pada
wanita. Sedangkan pada dewasa Akne Vulgaris lebih sering pada wanita dari pada
pria. Akne tidak hanya terbatas pada kalangan remaja saja, 12% pada wanita dan
5% pada pria diusia 25 tahun memiliki Akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria
dan wanita memiliki Akne. Lesi awal akne mungkin mulai terlihat pada usia 8-9
tahun dan kurang lebih 50-60% terdapat ada usia remaja. Puncak insiden pada
usia 14-17 tahun dijumpai pada wanita sedangkan usia 16-19 tahun pada pria
(Fulton,2010; Cuncliffe et al, 2007).
Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penelitian yang setuju makanan
berpengaruh pada timbulnya akne, ada pula yang kontra. Jenis makanan yang
sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak
(kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan
beriodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Menurut penelitian cross-sectional
oleh Anderson (1971) ,tidak ada hubungan antara konsumsi makanan tinggi lemak
dengan kejadian akne vulgaris. Namun penelitian baru – baru ini, Menurut
Cordain L et al (2007), makanan dapat merubah komposisi sebum dan menaikan
produksi kelenjar sebasea. Penelitian tentang efek makanan terhadap akne
vulgaris sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1946 oleh Steiner yang
melakukan observasi pada penduduk Okinawa yang daerahnya terisolasi dari
dunia luar dan tidak didapati adanya akne vulgaris. Pada Schaefer (1971) selama
30 tahun melihat adanya peningkatan prevalensi akne pada Suku Inuit di Eskimo
pengamatan pada penduduk Kitavan dan didapati prevalensi akne sangat rendah.
Penelitian terakhir pada tahun 2007, oleh Smith dengan suatu uji trial terhadap
pola makan dengan Gycemic load rendah ternyata dijumpai adanya penurunan lesi
akne yang signifikan
Dikalangan masyarakat saat ini, hubungan konsumsi makanan yang
mengandung susu dengan kejadian akne vulgaris telah banyak dipertanyakan oleh
masyarakat dan sudah ada dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Pada tahun 1967, Findlay melakukan pengamatan terhadap
prevalensi akne vulgaris pada penduduk Afrika Selatan yang tidak mengonsumsi
dan yang mengonsumsi makanan tinggi kandungan susu dan didapati hasil 16%
untuk penduduk yang tidak mengonsumsi dan 45% untuk yang mengonsumsi.
Adebamowo et al mengatakan dalam penelitiannya pada wanita akademi
keperawatan tahun 1989 bahwa terdapat kebiasaan mengonsumsi susu dan produk
susu (dairy product) pada wanita dengan derajat akne berat.
Di Indonesia sendiri, belum banyak dilakukan penelitian mengenai
hubungan pola diet, khususnya produk olahan susu terhadap timbulnya akne
vulgaris. Oleh karena itu, berdasarkan data-data di atas peneliti tertarik untuk
mengetahui hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah hubungan kejadian akne vulgaris dengan konsumsi produk olahan susu (dairy products)
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui angka kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK
USU angkatan 2010.
2. Untuk mengetahui tingkat konsumsi produk olahan susu (dairy product)
3. Untuk mengetahui kejadian akne vulgaris pada mahasiswa
FK USU angkatan 2010 yang mengonsumsi produk olahan susu.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi produk susu (dairy product) terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,diantaranya :
1. Bagi peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama masa
perkuliahan
2. Bagi tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat memberi masukan
bagi para dokter umum maupun dokter spesialis kulit dalam terapi
nonfarmakologis akne vulgaris
3. Bagi masyarakat, Hasil Penelitian ini dapat menambah pengetahuan
bagi masyarakat tentang pengaruh makanan terhadap timbulnya
jerawat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Akne Vulgaris
2.1.1. Definisi Akne Vulgaris
Akne Vulgaris adalah penyakit akibat gangguan dari unit
pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama
ditemukan pada remaja. Tempat predileksi adalah pada daerah yang padat
kelenjar minyak seperti wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung
(Wasitaatmaja, 2008). Akne Vulgaris ditandai dengan adanya lesi yang
bervariasi meliputi komedo, papul, pustul dan nodul. Sering kali meskipun
akne vulgaris dapat sembuh sendiri, namun perjalanan penyakitnya
menimbulkan jaringan parut pada wajah (Zaenglein,2008) , sehingga hampir
30 % pasien akne vulgaris harus berobat ke dokter untuk mendapatkan
pengobatan sehubungan dengan keparahan akne vulgaris yang dialaminya
(Kaymak,2007).
2.1.2. Epidemiologi
Akne vulgaris adalah penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi. Prevalensi Akne vulgaris ini lebih sering didapati pada usia pubertas yaitu
pada remaja perempuan usia 14- 17 tahun dan remaja pria pada usia 16 – 19
tahun. Pada populasi barat, remaja yang mengalami akne vulgaris
diperkirakan sebanyak 79 – 95% populasi remaja. Dalam suatu penelitian
yang dilakukan terhadap 1.045 remaja di Singapura, hasilnya didapat bahwa
88% diantaranya telah memiliki akne vulgaris. Dari Jumlah tersebut, 51,4 %
di klasifikasikan sebagai akne vulgaris ringan, 40% akne vulgaris sedang
dan 8,6% akne vulgaris berat. Akne juga mengenai populasi remaja di U.K
yaitu sebanyak 85%. Di Malaysia, prevalensi akne vulgaris pada wajah
sebanyak 67,5% kondisi tersebut terdapat lebih banyak pada laki-laki dari
menyerang orang dewasa. Pada wanita, akne dapat menetap lebih lama
daripada pria yaitu sampai usia 30 tahun atau lebih. Namun derajat akne
yang lebih berat didapati banyak terjadi pada pria. Pada populasi barat,
diperkirakan 75-95% orang dewasa mengenai akne, 40-54% terjadi pada
orang dewasa berusia diatas 25 tahun, 12 dan 3% mengenai pria dan wanita
dewasa umur pertengahan. Suatu penelitian di Jerman juga menyatakan
bahwa 64% pada usia 20-29 tahun dan 43% pada usia 30-39 tahun
menderita akne vulgaris. (Wasitaatmaja,2008; Cordain, 2002; Lancet,2012).
Berdasarkan pengamatan para ahli, ternyata akne jarang ditemukan
pada populasi non-westernized. Hal ini dengan kuat menyatakan adanya
faktor – faktor lingkungan yang mendasari, termasuk diet. Pada populasi
non-westernized yaitu kepulauan kitavan di Papua Nugini dan Ache
hunter-gatherer di Paraguay ternyata tidak mengalami akne vulgaris.Mereka
mengonsumsi buah – buahan, ikan, binatang buruan, umbi-umbian, tetapi
tidak sereal dan refined sugar. (Cordain et al, 2002).
2.1.3. Etiologi
Akne Vulgaris memiliki etiologi yang bersifat multifaktorial dan
kompleks serta berasal dari faktor eksogen maupun endogen, faktor- faktor
tersebut antara lain (Wasitaatmaja,2008; Fulton,2009; Cunclife,2002;
Bancin,2011; Goklas,2011; Lancet,2012)
1. Faktor Genetik, adanya peningkatan unit pilosebasea terhadap kadar
androgen yang normal dalam darah dipengaruhi faktor genetik. Menurut
penelitiaan terdahulu, adanya gen tertentu (CYP17-34C/C homozigote
chinese men) dalam sel tubuh manusia meningkatkan kejadian akne.
Penelitian di Iran pada anak berumur 16 tahun menunjukan adanya riwayat
keluarga dengan akne akan meningkatkan risiko terkena akne vulgaris dua
2. Faktor ras, kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris
diajukan karena melihat kenyataan adanya ras-ras tertentu seperti
mongoloid yang lebih jarang menderita akne dibandingkan dengan
kauscasian, orang kulit hitam pun lebih dikenal dibanding dengan orang
kulit putih.
3. Faktor musim, suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta
sinar ultra violet yang lebih banyak menyebabkan akne vulgaris lebih
sering timbul pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Pada
kulit kenaikan suhu udara 10 C mengakibatkan kenaikan laju ekresi sebum
naik sebanyak 10%.
4. Faktor makanan masih diperdebatkan, ada peneliti yang setuju makanan
berpengaruh pada timbulnya akne, adapula yang kontra. Jenis makanan
yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi
lemak (kacang, daging berlemak susu, es krim), makanan tinggi
karbohidrat, makanan beryodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas.
Menurut peneliti yang setuju, makanan dapat merubah komposisi sebum
dan menaikan produksi kelenjar sebasea.
5. Faktor infeksi, ada 3 (tiga) golongan mikroorganisme yang merupakan
flora normal kulit, P. Acne, dan S. Epidermidis. Peran mikroba ini adalah
membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi asam
lemak bebas yang bersifat komedogenik.
6. Faktor psikis, seperti stress emosi pada sebagian penderita dapat
menyebabkan kambuhnya akne, mungkin melalui mekanisme peningkatan
7. Faktor hormon dan endokrin,
Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya AV. Pengaruh hormon
sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang perkembangan
kelenjar sebaseus. Produksi sebum yang meningkat dipengaruhi oleh
hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon
adrenokortikosteroid, mempengaruhi secara tidak langsung
masing-masing lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini
merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan
akne. Pada penderita akne vulgaris derajat berat, kadar DHT ini 20 kali
lebih banyak dari normal.
8. Faktor keaktifan kelenjar sebasea akan mempengaruhi banyak sedikitnya
produksi sebum. Pada penderita akne vulgaris produksi sebumnya lebih
tinggi dari normal.
9. Faktor konsumsi obat, konsumsi obat anti-epilepsi akan menimbulkan
monomorphic acne, acneiform eruption ditimbulkan oleh konsumsi obat
anti-kanker, penggunaan obat steroid yang dapat meningkatkan massa otot
juga dapat menimbulkan akne.
2.1.4. Patogenesis
Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis akne
vulgaris, namun secara umum terdapat 4 mekanisme utama yang
mempunyai peran terbesar yaitu hiperproliferasi folikular epidermal,
produksi sebum yang berlebihan, proses inflamasi dan aktivitas dari P.
Acnes.
Hiperproliferasi folikuler epidermal mengakibatkan terbentuknya
lesi primer akne vulgaris,yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian
kohesi antar keratinosit. Jumlah sel yang berlebihan disertai dengan
pembentukan sekret-sekret akan mengakibatkan penyumbatan di ostium
folikuler. Sumbatan ini akan mengakibatkan penumpukan keratin, sebum,
bakteri di dalam folikel. Stimulus terhadap hiperproliferasi keratinosit
mencakup pengaruh hormon androgen, penurunan kadar asam linoleat dan
peningkatan aktivitas IL-1. (Cunlife,2001; Koreck,2003)
Gambar 2.1. Gambaran folikel sebasea
(1) folikel sebasea yang normal (2) lesi inflamasi akne vulgaris disertai ruptur dari dinding folikel dan inflamasi sekunder
(William C, 2012)
Dihidrotestosteron (DHT) adalah androgen yang paling poten
dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit. DHT merupakan hasil
konversi dari dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S). Peranan
regulator lain dalam proses proliferasi keratinosit adalah asam linoleat,
suatu asam lemak essensial yang di dalam tubuh manusia. Kadar asam
linoleat yang rendah dapat merangsang hiperproliferasi keratinosit
folikuler dan menghasilkan sitokin proinflamasi. Peran mediator lain yang
telah diteliti adalah peranan mediator inflamasi IL-1 yang dapat
merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler (Christos,2004;
Cunlife,2001)
Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam patogenesis
akne vulgaris adalah produksi sebum yang berlebihan dari kelenjar
sebasea. Pasien akne vulgari memiliki laju ekskresi sebum yang lebih
besar dibanding orang normal. Hormon ini mengikat reseptor androgen di
sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.
Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan oleh
respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada
kelenjar sabasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti
bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa
tempat yang kaya akan kelenjar sabasea (Bancin, 2010).
Terdapat tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne
yaitu propionibacteria Acne, Stapylococcus epidermidis dan pityrosporum
ovale (malazzea furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai
dengan kenaikan jumlah propionebacteria acne. Meningkatnya produksi
sebum akan membuat folikel menjadi tempat yang sangat baik untuk
pertumbuhan P.Acnes. Propionibactterium acnes dapat merubah ekspresi
keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Reseptor 3 (TLR3), Cluster of
Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1, serta dapat mengenali
produksi sebum/lipid yang berlebihan oleh kelenjar sabasea dan diikuti
dengan produksi sitokin-sitokin inflamasi ke daerah tersebut. Beberapa lesi
mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada
lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting.
Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah
bakteri yang berdiam dalam folikel (residen bakteria) mengadakan
eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut
(Goklas,2010) .
2.1.5. Gejala Klinis
Distribusi akne vulgaris pada tubuh tergantung pada kepadatan dan
morfologi kelenjar pilosebasea di tubuh. Umumnya terdapat akne vulgaris
seperti wajah, dada, leher dan punggung. Jenis lesi akne vulgaris dapat
beraneka dapat beraneka macam,yaitu lesi non- inflamasi seperti papul dan
komedo atau inflamasi seperti nodus dan kista. Dapat disertai rasa gatal,
tetapi paling banyak adalah keluhan estetik.
Komedo adalah lesi non-inflamasi yang merupakan gejala
patognomonik jerawat berupa papul miliar dengan sumbatan sebum di
tengahnya. Komedo terdiri dari komedo terbuka dan tertutup. Komedo
terbuka adalah gambaran lesi yang berdiameter 0,1-3 mm dan butuh
beberapa minggu atau lebih untuk berkembang, warna hitam pada komedo
terbuka adalah proses oksidasi dari lipid,keratinosit dan melanin yang
membentuk plak. Komedo tertutup menggambarkan duktus pilosebasea
yang tertutup oleh materi duktal, letaknya lebih dalam sehingga tidak
mengandung unsur melanin, disebut komedo putih. Lesi ini biasa
berukuran 0,1 – 3 mm dan sebagian kecil akan hilang pada waktu 3-4 hari
dan sebagian besar akan berkembang menjadi lesi inflamasi
(Wasitaatmaja,2008; Fulton,2009; Zaenglein,2008).
2.1.6. Gradasi
Gradasi adalah salah satu cara untuk mengukur derajat keparahan
akne. Ada beberapa kriteria gradasi akne yang dipakai saat ini. Beberapa
diantaranya adalah (Wasitaatmaja,2008; Adityan,2009) :
1. Pilsbury et al (1963), membuat gradasi sebagai berikut:
a. Grade 1 : Komedo di muka
b. Grade 2 : komeno, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di
muka
c. Grade 3 : komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di
muka, dada, punggung
d. Grade 4 : akne konglobata
a. Grade 1 : lesi non-inflamasi yang ringan ; papul dan sedikit
komedo
b. Grade 2 : komedo, papul dan sedikit pustul
c. Grade 3: papul ,pustul dan kista yang lebih menyebar terutama di
mengenai daerah wajah,leher dan tubuh bagian atas.
d. Grade 4 : lebih berat dan makin menyebar
Gambar 2.2 Derajat keparahan Akne Vulgaris
(1)Akne vulgaris grade I, dengan gambaran komedo terbuka yang multiple (2) Akne Vulgaris Grade II, komedo tertutup (3) Akne Vulgaris Grade III, papulopustules (4) Akne Vulgaris Grade IV, gabungan komedo terbuka yang multiple, komedo tertutup, papulopustul dan cyst.
Fulton, J (2009)
3. Gradasi yang dipakai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FKUI/RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris
sebagai berikut :
a. Ringan, bila :
i. beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
ii. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat
iii. Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
b. Sedang, bila :
2 3 4
i. Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi
ii. Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
iii. Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi
iv. Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi
c. Berat , bila :
i. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi
ii. Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi
iii. Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi.
Catatan : sedikit <5, beberapa 5-10,banyak >10 lesi
Tak beradang : komedo putih dan komedo hitam,papul
Beradang : pustul, nodul, kista
2.1.7. Diagnosa Akne Vulgaris
Menurut Wasitaatmaja (2008) , diagnosa akne vulgaris ditegakan
atas dasar :
1. Klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum yaitu pengeluaran sebum
dengan komedo ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel
tampak sebagai masa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi
yang ujungnya kadang berwarna hitam.
2. Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan
massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang
diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum bercampur
dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas
3. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium
mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering
4. Pemeriksaan pada susunan kulit dan kadar lipid permukaan kulit dapat
pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris, kadar asam lemak
bebas meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya.
2.1.8. Diagnosa Banding
Menurut Wasitaatmaja (2008) dan Fulton (2009), diagnosa banding
akne vulgaris sebagai berikut :
1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya
kortikosteroid, INH, barbiturate, bromide, yodida, difenil hidantoin,
trimetadion, ACTH dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule
mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat
disertai demam dan dapat terjadi di semua usia.
2. akne venenata dan akne komedonal oleh rangsangan fisis. Umumnya lesi
monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat
predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.
3. Rosasea, merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan
gejala eritema, pustule, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi
kelenjar sebasea.
Dapat disertai papul, pustul dan nodulus, atau kista. Tidak terdapat
komedo faktor penyebab adalah makanan atau minuman panas.
4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
polimorfi eritema, papul, pustule, di sekitar mulut yang terasa gatal.
5. Pseudofolliculitis barbae disebabkan oleh proses pencukuran rambut yang
menyebabkan batang rambut di bawah kulit terjebak dan mengalami
2.1.9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi dua usaha yang dilakukan
bersamaan, yaitu mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk
menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif) (Wasitaatmaja, 2008).
1. Pencegahan:
Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan cara : diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan
perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran dari
jasad renik yang mempunyai peran dalam menyebabkan akne vulgaris.
Menghindari terjadinya faktor pemicu seperti, hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga, hindari stress, penggunaan kosmetik
secukupnya dan hindari pemicu kelenjar minyak
Memberi edukasi dan informasi yang cukup kepada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan, cara, maupun lama pengobatannya serta
prognosisnya agar penderita tidak kecewa atau terlalu optimis terhadap
penatalaksanaannya.
2. Pengobatan :
Topikal berupa, bahan iritan yang mengelupas kulit
(sulfur,resorsinol,retinoid,dll), antibiotika topikal untuk mengurangi
jumlah mikroba dalam folikel (oksitetrasiklin, eritomisin,klindamisin
fosfat), antiperadangan topikal atau krim kortikosteroid ringan atau
sedang (hidrokortison 1-2,5%) dan lainnya misalnya etil laktat yang
dapat menghambat pertumbuhan jasad renik.
Pengobatan sistemik untuk mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal, terdiri atas :
antibakteri sistemik (tetrasiklin, dosisiklin, eritromisin ,dll), obat
hormonal, vitamin A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi,
Bedah kulit, dilakukan untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris.jenis bedah disesuaikan dengan macam dan kondisi
jaringan parut yang terjadi.
Terapi baru, spironolakton, untuk menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap akne
apabila akne disertai gejala sebore dan hipertrikosis.
Terapi sinar, dengan memakai sinar biru (panjang gelombang 420 nm) untuk membasmi P acnes dengan merusak porfirin dalam sel
bakteri.
2.2. Produk Olahan Susu (dairy products)
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina.
Susu mengandung banyak komponen seperti protein, kalsium, fosfor,
serta gula yang cukup tinggi. Karbohidrat utama susu adalah laktosa yang
merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Jenis- jenis
susu setelah diolah menjadi beraneka ragam dan mengandung kadar lemak
yang berbeda – beda, yaitu susu pasteurisasi, susu tanpa lemak, susu kental
manis dan susu bubuk full cream yang mengandung kadar lemak paling
tinggi. (Utami I, 2009).
Sekarang ini susu dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk produk
olahan susu, ada yang dalam bentuk minuman maupun makanan yang
dalam proses pembuatannya sudah ditambahkan bahan-bahan lain
(gula,dll) sehingga kadar lemak dan gula produk – produk olahan susu ini
semakin tinggi. Seperti produk berikut ini yang sering dikonsumsi
masyarakat:
Keju, terbuat dari susu segar yang dipadatkan. Secara sederhana proses pembuatannya melalui 3 tahap yaitu pasteurisasi, pemeraman dan
pengepresan. Keju reguler yang tidak rendah lemak mengandung lemak
jenuh sebanyak 6 gr.
untuk mengubah susu menjadi asam laktat. Biasanya yogurt dikonsumsi
dengan menambahkan sirup atau gula.
Es krim, bahan utamanya adalah susu, lalu ditambahkan lagi gula, flavor dan pengemulsi. Es krim mengandung lemak jenuh sekitar 4,9 gr.
Mentega, memiliki komposisi lemak yang sangat tinggi karena terbuat dari krim susu atau lemak susu.mentega sering dikonsumsi sebagai olesan roti
atau bahan campuran kue.mengandung lemak jenuh sebanyak 2,4 gr.
Kue dan puding, dalam pembuatan kue seringkali ditambahkan susu atau mentega agar kue menjadi lembut harum dan gurih. Kue- kue mengandung
asam lemak jenuh sebanyak 40%.
Susu kental manis, berasal dari susu dengan lemak nabati yang dihilangkan sebagian airnya dari campuran susu.kadar lemaknya tidak
kurang dari 8%.
Susu bubuk full cream , adalah produk olahan susu berbentuk bubuk yang merupakan pencampuran dari susu cair dengan susu kental atau bubuk
dang melalui proses pengeringan.kadar lemaknya tinggi, yaitu sekitar tidak
kurang dari 26 %, sedangkan susu murni kadar lemak susunya sekitar 3%.
(USDA, 2005)
beberapa penelitian telah menunjukan bahwa terdapat hubungan
antara konsumsi susu dan dairy product dengan akne. Susu yang merupakan
bahan baku dairy products mengandung hormon- hormon seperti estrogen,
progesteron, prekursor androgen, termasuk androstenedione,
dehydroepiandrosterone sulfate dan dihydrotestosterone, Hormon- ini akan
meningkat secara normal pada usia dewasa, dewasa muda dan pubertas,
namun dengan tingginya konsumsi makanan yang mengandung susu akan
lebih meningkatkan lagi kadarnya sehingga semakin menstimulasi perubahan
pada unit pilosebasea dan memicu terbentuknya akne. Selain dari
hormon-hormon tersebut, produk olahan susu juga mengandung gula tambahan yang
dapat mempengaruhi peningkatan produksi IGF-1. IGF-1 dapat menstimulasi
sintesis dari androgen di ovarium, adrenal dan testis sehingga hormon
pertumbuhan kelenjar sebasea. Pada produk olahan susu Pengaruh hormon
juga terjadi pada konsumsi keju karena proses fermentasi menyebabkan
produksi testosteron yang lebih banyak dari prekursornya pada susu.
(Rezakovic S, 2012; Danby W, 2005; Davidovici, 2010)
2.4. Hubungan Makanan dengan Kejadian Akne Vulgaris
Makanan sendiri tidak dapat secara langsung menyebabkan akne. Setelah
diteliti ternyata terdapat faktor hormon yang memicu timbulnya akne vulgaris
yaitu androgen, insulin like growth factor, insulin like growth factor binding
protein 3 dan retinoid signaling pathway. Hormon androgen selain berperan besar
dalam memicu timbulnya hiperproliferasi folikular keratinosit, juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap aktivitas sel sebosit dalam memproduksi sebum.
Androgen yang terpenting dalam stimulasi produksi sebum adalah testosteron
yang akan diubah menjadi bentuk aktifnya oleh perantaraan enzim type I-5α
reductase menjadi 5α – DHT. Hal inilah yang memicu timbulnya akne pada masa pubertas, dimana sudah umum diketahui bahwa pada usia pubertas terjadi
peningkatan yang signifikan dari hormon androgen. Dengan demikian,
peningkatan sebum dapat ditingkatkan apabila terjadi peningkatan dari androgen, peningkatan sensitivitas reseptor sel sebosit terhadap 5α-DHT atau akibat peningkatan dari enzim type I-5α reductase (Cordain L, 2002).
Hasilnya studi terbaru dari American Journal of Clinical Nutrition pada
Juli 2007 melihat pengaruh faktor diet atau nutrisi khususnya pada sisi glycemic
load (GL) dalam menyebabkan jerawat. Glycemic index (GI) merupakan suatu
sistem peringkat untuk menilai seberapa cepat glukosa atau gula dari suatu jenis
makanan memasuki aliran darah, atau dapat dikatakan seberapa cepat karbohidrat
dalam makanan dapat meningkatkan kadar gula darah.
Berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari makanan
memasuki peredarah darah, tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang
terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan.
GL dinyatakan sebagai peringkat standar saji dari suatu makanan untuk dapat
makanan yang disajikan memicu peningkatan gula darah secara berlebihan (Smith
R, 2007)
Makanan dengan Glycemic Load yang tinggi meningkatkan kadar gula
dalam darah sehingga terjadi suatu kondisi hiperinsulinemia. Kondisi ini akan
meningkatkan kadar IGF 1 (insulin like growth factor) yang merangsang
terjadinya jerawat lewat peningkatan proses keratinisasi pada folikel polisebasea
dan stimulasi pada ovarium dan testikular untuk memproduksi hormon androgen
yang mengakibatkan produksi minyak atau sebum. Selain itu hiperinsulinemia
akan menyebabkan meningkatknya kadar non stratified fatty acid di dalam plasma
yang akan meningkatkan epidermal growth factor receptor. Bersamaan dengan ini
insulin akan meningkatkan transforming growth factor β1 yang mana akan
menghambat sintesis insulin growth factor binding protein 3 di keratinosit,
dimana IGFBP 3 merupakan inhibitor dari IGF 1, sehingga tidak terjadi
hiperkeratinisasi. Retinoid signaling pathway juga mungkin berperan dalam hal
ini. Retinoid merupakan penghambat proliferasi dari sel dan bertugas untuk
mengadakan apoptosis pada sel. Ada 2 bentuk dari retinoid di dalam tubuh yaitu
trans retinoid dan 9 cis retinoid acid yang mempunyai 2 reseptor RAR-RXR yang
berperan untuk transkripsi dan RXR-RXR yang berperan untuk membatasi proliferasi dari hampir seluruh sel tubuh. Di kulit sendiri, terdapat RXRα yang berperan untuk membatasi proliferasi sel folikular, akan tetapi terjadi penurunan
sensitifitas pada sistem ini akibat penurunan dari kadar plasma IGFBP 3.
Peningkatan insulin dan IGF 1 juga diketahui akan menghambat hati mensisntesis
sex hormone binding globulin (SHBG) sehingga bioavaibilitas androgen terhadap
jaringan akan meningkat drastis (Cordain L, 2002; Smith R, 2007; Guyton A C,
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini
adalah :
Variabel independen Variabel dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Indipenden Variabel Dependen Populasi
konsumsi (+)
Akne Vulgaris
konsumsi (-)
Sampel
konsumsi (+)
Non Akne Vulgaris
Konsumsi (-)
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Vaiabel independen disini yaitu Konsumsi makanan produk olahan susu pada
mahasiswa FK USU angkatan 2010 dan variabel independen disini adalah
kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Konsumsi produk olahan susu
(dairy products):
• Glycemic load tinggi
• Tinggi kandungan
3.2. Definisi Operasional
1. Akne vulgaris adalah kondisi subjek penelitian yang pernah di diagnosa
Akne Vulgaris oleh dokter umum atau dokter spesialis kulit sebelumnya
yang berupa peradangan menahun folikel pilosabasea yang terdiri atas
berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustule, nodus dan jaringan
parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang
hipotrofik maupun yang hipertrofik. Dalam hal ini perbedaan derajat
keparahan akne yang diderita sampel tidak diperhitungkan, hanya
dibedakan berdasarkan ada tidaknya akne vulgaris .
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisoner
Hasil Ukur : Menderita akne vulgaris, tidak menderita
Skala Pengukuran : Nominal
2. Produk olahan susu (dairy product) adalah makanan atau minuman yang
mengandung susu sebagai salah satu bahan utamanya dan sekarang telah
banyak dikonsumsi masyarakat dari berbagai kalangan usia,contoh dairy
products yaitu : kue,susu, keju,yogurt, dan lain-lain.
Cara ukur : wawancara
Alat ukur : kuesioner
Hasil ukur : mengonsumsi, tidak mengonsumsi
Skala pengukuran : nominal
3. Frekuensi konsumsi dairy products didalam penelitian ini terbagi menjadi
a. Selalu : > 7kali/minggu
b. Kadang : < 7 kali/minggu
c. Tidak pernah : <1 kali/minggu
Cara ukur : wawancara
Alat ukur : kuesioner
Skala pengukuran : nominal
3.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara konsumsi produk olahan susu terhadap
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah studi analitik. Pendekatan dilakukan
dengan metode case-control (kasus kontrol) dimana dilakukan
pengumpulan data dengan wawancara.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai
jumlah sampel terpenuhi. Lokasi penelitian adalah Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini
dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Tempat ini memiliki populasi yang cukup besar, Selain itu, mahasiswa
kedokteran dinilai dapat mengenali akne dengan baik sehingga
diasumsikan dapat menjawab pertanyaan dalam kuesioner dengan baik.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Mahasiswa FK USU yang menderita akne vulgaris
4.3.2. Populasi Terjangkau
Mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang menderita akne vulgaris
4.3.3. Sampel
Mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang menderita akne vulgaris
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
Kriteria inklusi untuk kasus:
a) Menderita akne vulgaris (semua derajat/grade)
c) Tidak mendapat pengobatan berupa antibiotika topikal ataupun
antibiotika oral dalam waktu 2 bulan sebelum dilakukan penelitian.
d) Tidak mendapat pengobatan untuk akne vulgaris berupa isotretinoin oral
maupun pengobatan hormonal dalam waktu 1 bulan, sebelum penelitian
dilakukan.
e) Tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan eksaserbasi
akne vulgaris baik kortokosteroid, antiepilepsi, antidepresan,
antituberkulosis, antineoplastik, antiviral, vitamin, antipsikosis dan
lain-lain dalam waktu 1 bulan sebelum mengikuti penelitian.
f) Bersedia untuk ikut dalam penelitian.
Kriteria eksklusi kasus :
a) Mahasiswa wanita yang menderita akne vulgaris dengan siklus haid
yang tidak teratur, ataupun perdarahan dari vagina dengan penyebab
yang tidak diketahui.
b) Mahasiswa yang sedang menstruasi, atau sedang mengonsumsi obat
kontrasepsi oral ataupun injeksi.
c) Mahasiswa yang menderita penyakit hati.
d) Mahasiswa yang menderita diabetes mellitus.
Memiliki riwayat akne vulgaris dalam keluarga
Kriteria inklusi untuk kontrol:
a) Tidak menderita akne vulgaris (semua derajat/grade)
b) Usia 17-25 tahun
c) Tidak mendapat pengobatan berupa antibiotika topikal ataupun
antibiotika oral dalam waktu 2 bulan sebelum dilakukan penelitian.
d) Tidak mendapat pengobatan untuk akne vulgaris berupa isotretinoin oral
maupun pengobatan hormonal dalam waktu 1 bulan, sebelum penelitian
dilakukan.
e) Tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan eksaserbasi
antituberkulosis, antineoplastik, antiviral, vitamin, antipsikosis dan
lain-lain dalam waktu 1 bulan sebelum mengikuti penelitian.
f) Bersedia untuk ikut dalam penelitian.
Kriteria eksklusi kontrol :
e) Mahasiswa wanita yang menderita akne vulgaris dengan siklus haid
yang tidak teratur, ataupun perdarahan dari vagina dengan penyebab
yang tidak diketahui.
f) Mahasiswa yang sedang menstruasi, atau sedang mengonsumsi obat
kontrasepsi oral ataupun injeksi.
g) Mahasiswa yang menderita penyakit hati.
h) Mahasiswa yang menderita diabetes mellitus.
i) Memiliki riwayat akne vulgaris dalam keluarga
Sampel penelitian ini adalah sebagian dari mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010. Penelitian ini adalah
penelitian analitik kategorik tidak berpasangan dengan menggunakan rumus besar
sampel :
sampel untuk setiap kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok
kontrol masing masing adalah 49, sehingga jumlah sampel adalah 98.
n1= n2
n1 = jumlah pasien akne vulgaris
n2 = jumlah pasien kontrol
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
P1 = proporsi pada kelompok yang merupakan judgement dari peneliti
P2 = proporsi pada kontrol
P = proporsi total = �1+�2 2
Q = 1-P
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling
yaitu consecutive sampling karena tidak tersedianya sampling frame mengenai
berapa jumlah mahasiswa yang menderita akne vulgaris. (Sastroasmoro, 1995)
4.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner yang telah
selesai disusun akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas dulu sebelumnya
sehingga alat ukur menjadi valid.
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak perguruan tinggi yang
berhubungan dengan jumlah mahasiswa yang aktif dalam perkuliahan di tempat
tersebut.
4.5.Pengolahan dan Analisa data
Table 4.1. Gambaran metode analisis penelitian dengan chi square
Akne Vulgaris (+) Akne Vulgaris (-) Jumlah
Konsumsi (+) A B A+B
Konsumsi (-) C D C+D
Analisa statistik teah diolah dengan menggunakan software SPSS
windows versi 17.0 Analisis data antara variabel konsumsi produk olahan susu
dan akne vulgaris dilakukan uji hipotesa dengan analisis bivariat chi square
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini diadakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
yang berlokasi di jalan dr. Mansyur No. 5 Medan, Kelurahan Padang Bulan,
Kecamatan Medan baru dengan batas wilayah:
a. Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan
b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
c. Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan
d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU
Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas
sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memilikki berbagai ruang
kelas, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar,
perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, Kamar mandi,
dan mushola. Pada tahun 2013, terdapat 4 angkatan yang sedang mengikuti
pendidikan yang meliputi angkatan 2010, 2011, 2012, dan 2013.
5.1.2. Karakteristik Responden
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penderita
akne vulgaris dan non penderita akne vulgaris sebagai kontrol yang merupakan
Mahasiswa FK USU Angkatan 2010 yang telah memenuhi kriteria sebagai
sampel. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 98 orang yang
terdiri atas 49 orang dari masing – masing kelompok kasus dan kontrol yang
Tabel 5.1 Karakteristik Jenis Kelamin Responden
Jenis kelamin Akne Vulgaris Total
Penderita Non penderita
Pada Tabel 5.1 diatas di deskripsikan bahwa responden penderita
terbanyak berdasarkan Jenis Kelamin adalah perempuan, yaitu sebanyak 30 orang
(30.6%), sedangkan penderita laki – laki sejumlah 19 orang (19.4%). Pada
Responden yang non-penderita berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 orang
(40.8%) dan laki-laki sebanyak 9 orang (9.2%).
Pada penelitian yang dilakukan, responden yang dimasukan sebagai
sampel juga memiliki latar belakang umur yang cukup bervariasi seperti
dijelaskan di tabel sebagai berikut:
Tabel 5.2 Karakteristik Usia Responden
Pada Tabel 5.2 diatas,kelompok responden terbanyak berdasarkan kategori
usia adalah kelompok responden yang berusia 21 tahun, yaitu sejumlah 26 orang
(26.5 %) pada kelompoki penderita dan 31 orang (31.6%) pada kelompok non
penderita. Selain itu responden yang berusia dibawah 21 tahun antara lain
kelompok responden berusia 19 tahun,yaitu sejumlah 2 orang (2.0%) pada
kelompok penderita dan 1 orang (1.0%) pada non penderita. Responden dengan
kategori usia 20 tahun pada kelompok penderita sejumlah 15 orang (15.3%) dan
kelompok non penderita sejumlah 10 orang (10.2%). Kategori usia 22 tahun,
responden kelompok penderita sejumlah 4 orang (4.1%) dan responden non
penderita sebanyak 6 orang (6.1%). Responden yang paling tua adalah kategori
usia 23 tahun sejumlah 2 orang (2.0%) pada kelompok penderita dan 1 orang
(1.0%) pada kelompok non penderita.
5.1.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Dairy Products
Setelah dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, didapatkan
frekuensi konsumsi dairy products pada responden penelitian yang di
deskripsikan dalam tabel frekuensi sebagai berikut :
Tabel 5.3 Frekuensi Konsumsi Dairy Products pada Mahasiswa FK USU
Angkatan 2010
Konsumsi Dairy Products
Frekuensi % frekuensi
Selalu ( > 7x/minggu)
Dari tabel 5.3 distribusi frekuensi konsumsi dairy products dibagi menjadi 3
konsumsi responden yang “tidak pernah” mengonsumsi dairy products sebanyak
60 orang (61,2%), sebagian lagi yang memiliki kategori status konsumsi “selalu”
yaitu 29 orang (29,6%). Untuk penelitian ini, jumlah responden dengan status
konsumsi “selalu” dan “kadang” akan disatukan menjadi status “mengonsumsi”
yaitu sebanyak 38 responden
5.1.4 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris
Tabel 5.4 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne
Vulgaris
Status konsumsi Karakteristik Jumlah
Kasus Kontrol
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari seluruh responden yang
menderita Akne Vulgaris (kasus) , yang mengonsumsi dairy products sebanyak
18 orang (36.7%) dan yang tidak mengonsumsi sebanyak 31 orang (63.3%).
Sedangkan pada responden yang tidak menderita akne vulgaris (kontrol) , 20
orang (40.8%) mengonsumsi dairy products dan 29 orang (59.2%) tidak
mengonsumsi dairy products. Dari analisis statistik yang telah dilakukan dengan
metode chi square diatas, didapatkan p value sebesar 0.836.
5.1.5 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan status konsumsi dairy products terhadap
kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010 menurut jenis
Tabel 5.5 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Perempuan
Status konsumsi Karakteristik Jumlah
Kasus Kontrol
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari seluruh responden perempuan yang
menderita akne vulgaris didapatkan sejumlah 12 orang (17.1%) mengonsumsi
dairy products dan 18 orang (25.7%) yang tidak mengonsumsi. Sedangkan
responden yang non penderita didapat sejumlah 15 orang (21.4%) yang
mengonsumsi dan 25 orang (35.7%) yang tidak mengonsumsi. p value yang didapatkan sebesar 1.00 (α= 0.05) dan memiliki makna bahwa tidak adanya hubungan konsumsi dairy products dengan akne vulgaris pada mahasiswa FK
USU perempuan angkatan 2010.
Tabel 5.6 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne
Vulgaris pada Laki – Laki
Status konsumsi Karakteristik Jumlah
Kasus Kontrol
Berdasarkan tabel diatas responden dengan jenis kelamin laki- laki yang
merupakan penderita didapat sejumlah 6 orang (8.6 %) yang mengonsumsi dairy
dari responden yang merupakan non penderita didapatkan sejumlah 5 orang
(7.1%) yang mengonsumsi dan 4 orang (5.7%) yang tidak mengonsumsi.
p value yang didapatkan dari tabulasi silang diatas sebesar 0.409 (α= 0.05) yang memiliki makna tidak adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi dairy
products dengan kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU laki-laki
angkatan 2010.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Hubungan Konsums Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa dari seluruh responden yang
menderita Akne Vulgaris (kasus) , yang mengonsumsi dairy products sebanyak
18 orang (36.7%) dan yang tidak mengonsumsi sebanyak 31 orang (63.3%).
Sedangkan pada responden yang tidak menderita akne vulgaris (kontrol) , 20
orang mengonsumsi dairy products (40.8%) dan 29 orang tidak mengonsumsi
dairy products (59.2%), hal ini menunjukan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris karena
dari jumlah responden yang menderita akne vulgaris hanya sedikit yang
mengonsumsi dairy products di banding dengan responden yang tidak
mengonsumsi, hal ini didukung oleh >90% responden menjawab “tahu” mengenai
pertanyaan kandungan lemak yang tinggi pada dairy products yang terdapat pada
kuesioner sehingga dapat dikatakan pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan
2010 sangat baik mengenai kandungan lemak pada makanan khususnya dairy
products.
Analisis statistik yang telah dilakukan dengan metode chi square, didapat
p value = 0.836, dimana nilai α yang ditetapkan adalah α= 0.05. Perhitungan ini menggambarkan hasil bahwa hipotesis nol diterima karena p value diatas batas
kemaknaan yaitu 0.05. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara konsumsi dairy
products dengan kejadian akne vulgaris, walaupun sebenarnya menurut
mekanisme timbulnya Akne Vulgaris seperti peningkatan hormon insulin like
growth factor yang akan memicu peningkatan proses keratinisasi pada folikel
polisebasea dan peningkatan produksi hormon androgen yang mengakibatkan
produksi minyak atau sebum . Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Fulton (1969) dalam Smith (2007) dimana tidak dijumpai adanya
hubungan konsumsi cokelat batang dengan kejadian akne vulgaris, begitu juga
dengan hasil penelitian Anderson (1971) dalam Smith (2007) yang memeriksa ada
tidaknya hubungan antara konsumsi cokelat, susu dan kacang dengan kejadian
akne vulgaris, dan penelitian ini juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan
antara konsumsi susu, coklat dan kacang dengan kejadian akne vulgaris. Hal ini
mungkin berhubungan dengan banyaknya faktor perancu lain yang juga dapat
menimbulkan akne vulgaris pada kulit, yaitu seperti faktor psikis, faktor
hormonal,ras, dan lain – lain.
Hasil penelitian di atas bertentangan dengan penelitian lain yang dilakukan
oleh Smith (2007), dimana mereka melakukan studi controlled trials untuk
makanan dengan glycemic load yang rendah. Penelitian dilakukan selama 12
minggu terhadap 43 responden yang terdiri dari 20 kelompok kontrol dan 23
kelompok kasus. Responden yang diambil adalah responden laki-laki dengan lesi
akne ringan sampai berat dan berumur 15-25 tahun. Setelah dilakukan intervensi
dengan cara merubah asupan makanan responden menjadi makanan dengan
glycemic load rendah ternyata didapat hubungan, hal ini terbukti setelah dilakukan
analisa statistik didapat penurunan lesi akne pada kelompok kasus sebesar 23,5
(51%) dan pada kelompok kontrol sebesar 12 (31%) dengan nilai p value = 0,03 (α = 0,05), hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pengubahan pola asupan makanan kearah makanan dengan glycemic load rendah terhadap penurunan lesi
akne. Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan penelitian Smith (2007) mungkin
disebabkan karena tidak adanya pengukuran jumlah kalori asupan pada responden
serta kadar gula darah dan IGF-1 sebelum maupun sesudah makan.
Hasil Penelitian Ismail (2012) yang dilakukan pada populasi remaja
bermakna antara konsumsi es krim dan susu terhadap Akne Vulgaris. Penelitian
ini dilakukan dengan metode case-control dengan menggunakan CASS
(Comprehensive Acne Severity Scale) untuk mengetahui derajat keparahan Akne dan menggunakan kuesioner untuk mengetahui riwayat keluarga, dan pola makan
sehari – hari. Subjek dalam penelitian ini juga diminta untuk mencatat asupan
makanannya selama 3 hari, yang meliputi dua hari biasa dan 1 hari saat akhir
minggu. Hasilnya didapat pada kelompok kasus memiliki asupan makanan yang
tinggi glycemic load dibandingkan kelompok kontrol. Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan penelitian Ismail (2012) adalah penggunaan food record questionnaire yang lebih akurat pada penelitian Ismail (2012) sehingga didapatkan kebiasaan makan yang sesungguhnya pada sampel.
5.2.2 Hubungan Konsums Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010 berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari seluruh responden perempuan
yang menderita akne vulgaris didapat sejumlah 12 orang (17.1%) mengonsumsi
dairy products dan 18 orang (25.7%) yang tidak mengonsumsi. Sedangkan
responden yang non penderita didapat sejumlah 15 orang (21.4%) yang
mengonsumsi dan 25 orang (35.7%) yang tidak mengonsumsi.setelah dilakukan
analisis dengan metode chi square dengan Confidence Interval 95% (CI=95%)
didapat p value yang didapatkan sebesar 1.00 (α= 0.05)
Penelitian yang dilakukan dari seluruh responden laki – laki, yang
merupakan penderita diapat sejumlah 6 (8.6 %) orang yang mengonsumsi dairy
products dan sejumlah 13 (18.6%) orang yang tidak mengonsumsi. Sedangkan
dari responden yang merupakan non penderita didapat sejumlah 5 (7.1%) orang
yang mengonsumsi dan 4 (5.7%) orang yang tidak mengonsumsi, setelah
dilakukan analisis dengan metode chi square dengan Confidence Interval sebesar
Kedua hasil p value diatas yaitu 1.00 pada responden perempuan dan
0.409 pada responden laki – laki maka keduanya memiliki makna hipotesis nol
diterima dengan kata lain tidak adanya Hubungan yang signifikan antara
konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris pada perempuan maupun
laki - laki. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Adebamowo et al (2005) yang menyebarkan kuesioner pada 47.335 pelajar
Sekolah Menengah Atas berjenis kelamin perempuan yang diikuti dari tahun 1989
sampai tahun 1998 untuk mencari hubungan kejadian akne vulgaris dengan
konsumsi produk susu. Berdasarkan usia responden , Body Mass Index, usia
menarche, dan asupan energi harian maka dari perbandingan rasio multivariat
yang digunakan ( CI=95%) dibandingkan dengan kategori pembanding didapat
nilai p value 1.22 (1.03, 1.44; .002) untuk total milk; 1.12 (1.00, 1.25; 0.56) untuk
whole milk; 1.16 (1.01, 1.34; 0.25) untuk low-fat milk; dan 1.44 (1.21, 1.72;
0.003) untuk skim milk hasilnya didapatkan hubungan yang bermakna antara