• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Prodcts) Dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Prodcts) Dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI PRODUK OLAHAN SUSU (DAIRY

PRODUCTS) DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA

MAHASISWA FK USU ANGKATAN 2010

Oleh:

CHAROLINA MARGARETHA

NIM: 100100255

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KONSUMSI PRODUK OLAHAN SUSU (DAIRY

PRODUCTS) DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA

MAHASISWA FK USU ANGKATAN 2010

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

CHAROLINA MARGARETHA

NIM: 100100255

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013

HALAMAN PERSETUJUAN

(3)

Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Products) dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010

Disusun oleh :

CHAROLINA MARGARETHA

100100255

Hasil Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui

Medan, 6 Desember 2013 Dosen Pembimbing

(dr. Djohan, SpKK)

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Products) dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010

Nama : Charolina Margaretha

NIM : 100100255

Pembimbing Penguji I

(dr. Djohan, SpKK) (dr.Soegiarto Gani, SpPD)

NIP. 19691014 199803 1 001 NIP 19710322 200501 1 004

Penguji II

(dr. Cherry Siregar, SpMK)

NIP : 197404102008122002

Medan , 26 Juni 2013

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)

(5)

ABSTRAK

Akne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum di derita oleh masyarakat. Makanan tinggi kalori sudah lama diduga masyarakat sebagai salah satu penyebab dari penyakit ini, didukung oleh meningkatnya angka kejadian akne vulgaris di negara berkembang saat ini. Berbagai penelitian yang dilakukan mengenai hubungan makanan dengan kejadian Akne Vulgaris sejak 1946 sampai 2007, menghasilkan pertentangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui angka kejadian akne vulgaris, tingkat konsumsi dairy products serta hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris pada Mahasiswa FK USU angkatan 2010.

Rancangan penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan kasus kontrol.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sampel penelitian ini berjumlah 98 orang yang merupakan mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dibagi atas 2 kelompok, yakni 49 mahasiswa untuk kelompok kasus dan 49 mahasiswa lainnya pada kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 sampel kelompok kasus; 18 orang (36.7%) dinyatakan memiliki riwayat mengkonsumsi dairy products dan sejumlah 31 orang (63.3%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Sedangkan dari 49 sampel yang terdapat di kelompok kontrol, sejumlah 20 orang (40.8%) memiliki riwayat mengkonsumsi dan sejumlah 29 orang (59.2%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda analitik bivariat chi square didapat P = 0.836, (α = 0.05). Hasil perhitungan ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara konsumsi dairy products terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.

(6)

ABSTRACT

Acne Vulgaris is one of the common diseases of the skin that suffered in public. High-calorie diets have been suspected for a long periode as one of the causes of this disease. It has been supported by the increased number of Acne Vulgaris incidences in developing countries nowadays. Since 1946 to 2007 various studies have been conducted on the relationship of dietary consumption to the occurrence of acne vulgaris and they have come up with variety of results among the researchers.The purpose of this research is to find the rate of incidence of Acne Vulgaris, the rate of dairy products consumption and the relation of dairy products consumption with the incidence of Acne Vulgaris.

An Analytic research design with case-control method was conducted among 49 Acne vulgaris patients and 49 controls patients by giving questionnaires for the sample who matched with the criterias and taken with consecutive technic sampling . From 49 patients of case group, 18 people do have a history of dairy product consumptions, and 31 people do not have. While in control group, from 49 patients who do not suffered acne vulgaris 20 people do have a history consumption and 29 people do not have.

Based on statistical analyze that have been accomplished with bivariate analytic chi square table, it gets P value equal to 0.836 , (α = 0.05) which means the research did not get any significant correlation between dairy products consumption with acne vulgaris incidence between 2010 batch students in FK USU.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ilmiah dengan judul

“Hubungan Konsumsi Produk Olahan Susu (Dairy Products) terhadap Kejadian

Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010” ini dapat diselesaikan.

Karya Tulis ini disusun sebagai tugas akhir mata kuliah Community Research

Program (CRP) dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Bapak dr.Djohan,SpKK selaku dosen pembimbing yang telah

banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan ilmu dalam

penelitian ini.

2. Bapak dr.Soegiarto Gani,SpPD-FINASIM dan Ibu dr.Cherry

Siregar,Mkes selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji,

memberi masukan dan saran kepada penulis.

3. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

4. Kedua orang tua penulis, Richardo Simatupang,SE dan Roselinda

Aritonang, SH atas segala pengorbanan, kasih sayang dan doanya

yang diberikan kepada penulis.

5. Adik- adik penulis, Kevin Mario Immanuel dan Chaterina Agnes

Tesalonika atas segala bantuan dan doanya yang diberikan kepada

penulis.

6. Seluruh responden yang telah bersedia dan memberikan waktunya

untuk penelitian ini Ali Fransilo Simanjuntak untuk kerja sama dan

bantuan transportasinya selama ini.

7. Sahabat - sahabat Penulis , atas bantuan dan doanya selama ini.

(8)

9. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung

memberikan bantusn dalam penyusunan karya ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan dalam penyusunan karya tulis ini akibat keterbatasan ilmu dan

pengalaman penulis. Oleh karena itu semua saran dan kritik akan menjadi

sumbangan yang sangat berarti guna menyempurnakan karya tulis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan hasil karya tulis ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara, bangsa dan Negara Indonesia, serta pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 20 Desember 2013

Penulis

Charolina Margaretha

(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.………... I

ABSTRAK... Ii ABSTRACT... Iii KATA PENGANTAR... Iv

DAFTAR ISI…………..………... Vi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akne Vulgaris

2.1.1 Definisi Akne Vulgaris………... 2.1.2 Epidemiologi ………... 2.3 Hubungan Makanan dengan Kejadian Akne Vulgaris...

1

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………...………. 3.2 Definisi Operasional………... 3.3 Hipotesis...

(10)

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian………. 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian……… 4.3 Populasi dan Sampel……….... 4.4 Teknik Pengumpulan Data………... 4.5 Pengolahan dan Analisa Data………...

23 23 23 28 26

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN... 5.1.1 Deskripsi dan Lokasi Penelitian... 5.1.2 Karakteristik Responden... 5.1.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Dairy Products... 5.1.4 Hubungan Konsumsi Dairy Products

dengan Kejadian Akne Vulgaris... 5.1.5 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan

Kejadian Akne Vulgaris Berdasarkan Jenis Kelamin...

5.2 Pembahasan... 5.2.1 Hubungan Konsums Dairy Products dengan

Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa

FK USU Angkatan 2010... 5.2.2 Hubungan Konsums Dairy Products

dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010 berdasarkan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran ...

37 37

DAFTAR PUSTAKA………... 39

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Gambaran folikel sebasea 9

Gambar 2.2 Derajat keparahan akne vulgaris. 12

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian 20

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Gambaran metode analisis penelitian dengan

chi square

25

Tabel 5.1

Tabel 5.2

Tabel 5.3

Tabel 5.4

Tabel 5.5

Tabel 5.6

Karakteristik jenis kelamin responden

Karakteristik usia responden

Frekuensi konsumsi dairy products pada Mahasiswa FK USU angkatan 2010

Hubungan konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris

Hubungan konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris pada perempuan

Hubungan konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris pada laki - laki

27

27

28

29

30

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ACTH Adreno Corticotropic Hormone

P. Acnes Propionibacterium Acnes

S. Epidermidis

DHT

DHEA-S

IL-1

TLR3

CD14

INH

GL

Staphylococcus Epidermidis

Dihydrotestosterone

Dehydroepiandrosterone Sulfate

Interleukin-1

Toll Like Reseptor 3

Cluster of Differentiation-14

Isoniazid

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Lampiran 7

Surat Ethical Clearance

Surat Penjelasan

Informed Consent

Kuesioner Penelitian

Validasi Kuesioner

(15)

ABSTRAK

Akne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum di derita oleh masyarakat. Makanan tinggi kalori sudah lama diduga masyarakat sebagai salah satu penyebab dari penyakit ini, didukung oleh meningkatnya angka kejadian akne vulgaris di negara berkembang saat ini. Berbagai penelitian yang dilakukan mengenai hubungan makanan dengan kejadian Akne Vulgaris sejak 1946 sampai 2007, menghasilkan pertentangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui angka kejadian akne vulgaris, tingkat konsumsi dairy products serta hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris pada Mahasiswa FK USU angkatan 2010.

Rancangan penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan kasus kontrol.Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Sampel penelitian ini berjumlah 98 orang yang merupakan mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan dibagi atas 2 kelompok, yakni 49 mahasiswa untuk kelompok kasus dan 49 mahasiswa lainnya pada kelompok kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 sampel kelompok kasus; 18 orang (36.7%) dinyatakan memiliki riwayat mengkonsumsi dairy products dan sejumlah 31 orang (63.3%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Sedangkan dari 49 sampel yang terdapat di kelompok kontrol, sejumlah 20 orang (40.8%) memiliki riwayat mengkonsumsi dan sejumlah 29 orang (59.2%) dinyatakan tidak mengkonsumsi dairy products. Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda analitik bivariat chi square didapat P = 0.836, (α = 0.05). Hasil perhitungan ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara konsumsi dairy products terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.

(16)

ABSTRACT

Acne Vulgaris is one of the common diseases of the skin that suffered in public. High-calorie diets have been suspected for a long periode as one of the causes of this disease. It has been supported by the increased number of Acne Vulgaris incidences in developing countries nowadays. Since 1946 to 2007 various studies have been conducted on the relationship of dietary consumption to the occurrence of acne vulgaris and they have come up with variety of results among the researchers.The purpose of this research is to find the rate of incidence of Acne Vulgaris, the rate of dairy products consumption and the relation of dairy products consumption with the incidence of Acne Vulgaris.

An Analytic research design with case-control method was conducted among 49 Acne vulgaris patients and 49 controls patients by giving questionnaires for the sample who matched with the criterias and taken with consecutive technic sampling . From 49 patients of case group, 18 people do have a history of dairy product consumptions, and 31 people do not have. While in control group, from 49 patients who do not suffered acne vulgaris 20 people do have a history consumption and 29 people do not have.

Based on statistical analyze that have been accomplished with bivariate analytic chi square table, it gets P value equal to 0.836 , (α = 0.05) which means the research did not get any significant correlation between dairy products consumption with acne vulgaris incidence between 2010 batch students in FK USU.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akne Vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang

umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis

akne vulgaris sering polimorfi, terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo,

papul, pustul, nodus dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut,

baik jaringan parut yang hipotrofik maupun hipertrofik (Wasitaatmadja,2008).

Penyakit ini cukup merisaukan karena berhubungan dengan depresi dan

ansietas yang mana dapat mempengaruhi kepribadian, emosi, kesan diri dan harga

diri, perasaan isolasi sosial dan kemampuan untuk membentuk hubungan (Ahmed

S, Ahmed I 2007).

Etiologi pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang,

namun ada beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit ini.

Perubahan pola keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat,

terbentuknya fraksi asam lemak bebas, peningkatan jumlah flora folikel

(Propionibacterium acnes, Corynebacterium acnes, Pitysporum ovale dan

Staphylococcus epidermidis), terjadinya respon hospes berupa pembentukan

circulating antibodies, peningkatan kadar hormone androgen, anabolik,

kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH, faktor lain; usia, ras, familial, makanan,

cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan proses

patogenesis akne (Wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009; Harrison, 2008).

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang paling umum di derita oleh

masyarakat. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat mengenai

prevalensi akne vulgaris di seluruh penjuru dunia. Di Inggris, 85 % dari penduduk

usia 12-24 tahun menderita akne vulgaris (Ismail, 2012). Data yang hampir

serupa didapati pada sebagian besar dunia barat. Di Afrika sendiri,melalui sebuah

(18)

yaitu sebesar 90,7% (Husein,2009). Untuk Asia, beberapa data yang bisa

diperoleh menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi juga. Sebuah penelitian

epidemiologi di Jepang memperoleh prevalensi sebesar 58,6% remaja menderita

akne vulgaris (Nobukazu dkk , 2001). Di Cina, tepatnya distrik Zhou Hai

Provinsi Guangdong, mendapati prevalensi sebesar 53,5% remaja (Wu TQ ,2007).

Di Malaysia prevalensi akne vulgaris pada remaja sebesar 67,5 % (Hanisah,A dkk

, 2009). Di Indonesia sendiri belum banyak data mengenai prevalensi akne

vulgaris di tengah mayarakat Indonesia.

Pada masa remaja, Akne Vulgaris lebih sering terjadi pada pria dari pada

wanita. Sedangkan pada dewasa Akne Vulgaris lebih sering pada wanita dari pada

pria. Akne tidak hanya terbatas pada kalangan remaja saja, 12% pada wanita dan

5% pada pria diusia 25 tahun memiliki Akne. Bahkan pada usia 45 tahun, 5% pria

dan wanita memiliki Akne. Lesi awal akne mungkin mulai terlihat pada usia 8-9

tahun dan kurang lebih 50-60% terdapat ada usia remaja. Puncak insiden pada

usia 14-17 tahun dijumpai pada wanita sedangkan usia 16-19 tahun pada pria

(Fulton,2010; Cuncliffe et al, 2007).

Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penelitian yang setuju makanan

berpengaruh pada timbulnya akne, ada pula yang kontra. Jenis makanan yang

sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak

(kacang, daging berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan

beriodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Menurut penelitian cross-sectional

oleh Anderson (1971) ,tidak ada hubungan antara konsumsi makanan tinggi lemak

dengan kejadian akne vulgaris. Namun penelitian baru – baru ini, Menurut

Cordain L et al (2007), makanan dapat merubah komposisi sebum dan menaikan

produksi kelenjar sebasea. Penelitian tentang efek makanan terhadap akne

vulgaris sebenarnya telah berlangsung sejak tahun 1946 oleh Steiner yang

melakukan observasi pada penduduk Okinawa yang daerahnya terisolasi dari

dunia luar dan tidak didapati adanya akne vulgaris. Pada Schaefer (1971) selama

30 tahun melihat adanya peningkatan prevalensi akne pada Suku Inuit di Eskimo

(19)

pengamatan pada penduduk Kitavan dan didapati prevalensi akne sangat rendah.

Penelitian terakhir pada tahun 2007, oleh Smith dengan suatu uji trial terhadap

pola makan dengan Gycemic load rendah ternyata dijumpai adanya penurunan lesi

akne yang signifikan

Dikalangan masyarakat saat ini, hubungan konsumsi makanan yang

mengandung susu dengan kejadian akne vulgaris telah banyak dipertanyakan oleh

masyarakat dan sudah ada dilakukan penelitian oleh beberapa peneliti

sebelumnya. Pada tahun 1967, Findlay melakukan pengamatan terhadap

prevalensi akne vulgaris pada penduduk Afrika Selatan yang tidak mengonsumsi

dan yang mengonsumsi makanan tinggi kandungan susu dan didapati hasil 16%

untuk penduduk yang tidak mengonsumsi dan 45% untuk yang mengonsumsi.

Adebamowo et al mengatakan dalam penelitiannya pada wanita akademi

keperawatan tahun 1989 bahwa terdapat kebiasaan mengonsumsi susu dan produk

susu (dairy product) pada wanita dengan derajat akne berat.

Di Indonesia sendiri, belum banyak dilakukan penelitian mengenai

hubungan pola diet, khususnya produk olahan susu terhadap timbulnya akne

vulgaris. Oleh karena itu, berdasarkan data-data di atas peneliti tertarik untuk

mengetahui hubungan konsumsi produk susu terhadap timbulnya akne vulgaris.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah hubungan kejadian akne vulgaris dengan konsumsi produk olahan susu (dairy products)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui angka kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK

USU angkatan 2010.

2. Untuk mengetahui tingkat konsumsi produk olahan susu (dairy product)

(20)

3. Untuk mengetahui kejadian akne vulgaris pada mahasiswa

FK USU angkatan 2010 yang mengonsumsi produk olahan susu.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk mengetahui hubungan kebiasaan konsumsi produk susu (dairy product) terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat,diantaranya :

1. Bagi peneliti, Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama masa

perkuliahan

2. Bagi tenaga kesehatan, hasil penelitian ini dapat memberi masukan

bagi para dokter umum maupun dokter spesialis kulit dalam terapi

nonfarmakologis akne vulgaris

3. Bagi masyarakat, Hasil Penelitian ini dapat menambah pengetahuan

bagi masyarakat tentang pengaruh makanan terhadap timbulnya

jerawat.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Akne Vulgaris

2.1.1. Definisi Akne Vulgaris

Akne Vulgaris adalah penyakit akibat gangguan dari unit

pilosebasea yang umum dijumpai, dapat sembuh sendiri dan terutama

ditemukan pada remaja. Tempat predileksi adalah pada daerah yang padat

kelenjar minyak seperti wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung

(Wasitaatmaja, 2008). Akne Vulgaris ditandai dengan adanya lesi yang

bervariasi meliputi komedo, papul, pustul dan nodul. Sering kali meskipun

akne vulgaris dapat sembuh sendiri, namun perjalanan penyakitnya

menimbulkan jaringan parut pada wajah (Zaenglein,2008) , sehingga hampir

30 % pasien akne vulgaris harus berobat ke dokter untuk mendapatkan

pengobatan sehubungan dengan keparahan akne vulgaris yang dialaminya

(Kaymak,2007).

2.1.2. Epidemiologi

Akne vulgaris adalah penyakit yang mempunyai prevalensi tinggi. Prevalensi Akne vulgaris ini lebih sering didapati pada usia pubertas yaitu

pada remaja perempuan usia 14- 17 tahun dan remaja pria pada usia 16 – 19

tahun. Pada populasi barat, remaja yang mengalami akne vulgaris

diperkirakan sebanyak 79 – 95% populasi remaja. Dalam suatu penelitian

yang dilakukan terhadap 1.045 remaja di Singapura, hasilnya didapat bahwa

88% diantaranya telah memiliki akne vulgaris. Dari Jumlah tersebut, 51,4 %

di klasifikasikan sebagai akne vulgaris ringan, 40% akne vulgaris sedang

dan 8,6% akne vulgaris berat. Akne juga mengenai populasi remaja di U.K

yaitu sebanyak 85%. Di Malaysia, prevalensi akne vulgaris pada wajah

sebanyak 67,5% kondisi tersebut terdapat lebih banyak pada laki-laki dari

(22)

menyerang orang dewasa. Pada wanita, akne dapat menetap lebih lama

daripada pria yaitu sampai usia 30 tahun atau lebih. Namun derajat akne

yang lebih berat didapati banyak terjadi pada pria. Pada populasi barat,

diperkirakan 75-95% orang dewasa mengenai akne, 40-54% terjadi pada

orang dewasa berusia diatas 25 tahun, 12 dan 3% mengenai pria dan wanita

dewasa umur pertengahan. Suatu penelitian di Jerman juga menyatakan

bahwa 64% pada usia 20-29 tahun dan 43% pada usia 30-39 tahun

menderita akne vulgaris. (Wasitaatmaja,2008; Cordain, 2002; Lancet,2012).

Berdasarkan pengamatan para ahli, ternyata akne jarang ditemukan

pada populasi non-westernized. Hal ini dengan kuat menyatakan adanya

faktor – faktor lingkungan yang mendasari, termasuk diet. Pada populasi

non-westernized yaitu kepulauan kitavan di Papua Nugini dan Ache

hunter-gatherer di Paraguay ternyata tidak mengalami akne vulgaris.Mereka

mengonsumsi buah – buahan, ikan, binatang buruan, umbi-umbian, tetapi

tidak sereal dan refined sugar. (Cordain et al, 2002).

2.1.3. Etiologi

Akne Vulgaris memiliki etiologi yang bersifat multifaktorial dan

kompleks serta berasal dari faktor eksogen maupun endogen, faktor- faktor

tersebut antara lain (Wasitaatmaja,2008; Fulton,2009; Cunclife,2002;

Bancin,2011; Goklas,2011; Lancet,2012)

1. Faktor Genetik, adanya peningkatan unit pilosebasea terhadap kadar

androgen yang normal dalam darah dipengaruhi faktor genetik. Menurut

penelitiaan terdahulu, adanya gen tertentu (CYP17-34C/C homozigote

chinese men) dalam sel tubuh manusia meningkatkan kejadian akne.

Penelitian di Iran pada anak berumur 16 tahun menunjukan adanya riwayat

keluarga dengan akne akan meningkatkan risiko terkena akne vulgaris dua

(23)

2. Faktor ras, kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris

diajukan karena melihat kenyataan adanya ras-ras tertentu seperti

mongoloid yang lebih jarang menderita akne dibandingkan dengan

kauscasian, orang kulit hitam pun lebih dikenal dibanding dengan orang

kulit putih.

3. Faktor musim, suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta

sinar ultra violet yang lebih banyak menyebabkan akne vulgaris lebih

sering timbul pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Pada

kulit kenaikan suhu udara 10 C mengakibatkan kenaikan laju ekresi sebum

naik sebanyak 10%.

4. Faktor makanan masih diperdebatkan, ada peneliti yang setuju makanan

berpengaruh pada timbulnya akne, adapula yang kontra. Jenis makanan

yang sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi

lemak (kacang, daging berlemak susu, es krim), makanan tinggi

karbohidrat, makanan beryodida tinggi (makanan asal laut) dan pedas.

Menurut peneliti yang setuju, makanan dapat merubah komposisi sebum

dan menaikan produksi kelenjar sebasea.

5. Faktor infeksi, ada 3 (tiga) golongan mikroorganisme yang merupakan

flora normal kulit, P. Acne, dan S. Epidermidis. Peran mikroba ini adalah

membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi asam

lemak bebas yang bersifat komedogenik.

6. Faktor psikis, seperti stress emosi pada sebagian penderita dapat

menyebabkan kambuhnya akne, mungkin melalui mekanisme peningkatan

(24)

7. Faktor hormon dan endokrin,

Faktor hormonal berperan terhadap timbulnya AV. Pengaruh hormon

sebotropik asal kelenjar hipofisis dapat merangsang perkembangan

kelenjar sebaseus. Produksi sebum yang meningkat dipengaruhi oleh

hormon androgen. Hormon gonadotropin dan hormon

adrenokortikosteroid, mempengaruhi secara tidak langsung

masing-masing lewat testis, ovarii dan kelenjar adrenal serta hormon-hormon ini

merangsang kegiatan kelenjar sebasea sehingga memperberat keadaan

akne. Pada penderita akne vulgaris derajat berat, kadar DHT ini 20 kali

lebih banyak dari normal.

8. Faktor keaktifan kelenjar sebasea akan mempengaruhi banyak sedikitnya

produksi sebum. Pada penderita akne vulgaris produksi sebumnya lebih

tinggi dari normal.

9. Faktor konsumsi obat, konsumsi obat anti-epilepsi akan menimbulkan

monomorphic acne, acneiform eruption ditimbulkan oleh konsumsi obat

anti-kanker, penggunaan obat steroid yang dapat meningkatkan massa otot

juga dapat menimbulkan akne.

2.1.4. Patogenesis

Terdapat beberapa faktor yang terlibat dalam patogenesis akne

vulgaris, namun secara umum terdapat 4 mekanisme utama yang

mempunyai peran terbesar yaitu hiperproliferasi folikular epidermal,

produksi sebum yang berlebihan, proses inflamasi dan aktivitas dari P.

Acnes.

Hiperproliferasi folikuler epidermal mengakibatkan terbentuknya

lesi primer akne vulgaris,yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian

(25)

kohesi antar keratinosit. Jumlah sel yang berlebihan disertai dengan

pembentukan sekret-sekret akan mengakibatkan penyumbatan di ostium

folikuler. Sumbatan ini akan mengakibatkan penumpukan keratin, sebum,

bakteri di dalam folikel. Stimulus terhadap hiperproliferasi keratinosit

mencakup pengaruh hormon androgen, penurunan kadar asam linoleat dan

peningkatan aktivitas IL-1. (Cunlife,2001; Koreck,2003)

Gambar 2.1. Gambaran folikel sebasea

(1) folikel sebasea yang normal (2) lesi inflamasi akne vulgaris disertai ruptur dari dinding folikel dan inflamasi sekunder

(William C, 2012)

Dihidrotestosteron (DHT) adalah androgen yang paling poten

dalam merangsang hiperproliferasi keratinosit. DHT merupakan hasil

konversi dari dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA-S). Peranan

regulator lain dalam proses proliferasi keratinosit adalah asam linoleat,

suatu asam lemak essensial yang di dalam tubuh manusia. Kadar asam

linoleat yang rendah dapat merangsang hiperproliferasi keratinosit

folikuler dan menghasilkan sitokin proinflamasi. Peran mediator lain yang

telah diteliti adalah peranan mediator inflamasi IL-1 yang dapat

merangsang hiperproliferasi keratinosit folikuler (Christos,2004;

Cunlife,2001)

Proses kedua yang memegang peranan kunci dalam patogenesis

akne vulgaris adalah produksi sebum yang berlebihan dari kelenjar

(26)

sebasea. Pasien akne vulgari memiliki laju ekskresi sebum yang lebih

besar dibanding orang normal. Hormon ini mengikat reseptor androgen di

sitoplasma dan akhirnya menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.

Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan oleh

respon organ akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada

kelenjar sabasea terhadap kadar normal androgen dalam darah. Terbukti

bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne hanya ditemukan dibeberapa

tempat yang kaya akan kelenjar sabasea (Bancin, 2010).

Terdapat tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne

yaitu propionibacteria Acne, Stapylococcus epidermidis dan pityrosporum

ovale (malazzea furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai

dengan kenaikan jumlah propionebacteria acne. Meningkatnya produksi

sebum akan membuat folikel menjadi tempat yang sangat baik untuk

pertumbuhan P.Acnes. Propionibactterium acnes dapat merubah ekspresi

keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Reseptor 3 (TLR3), Cluster of

Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1, serta dapat mengenali

produksi sebum/lipid yang berlebihan oleh kelenjar sabasea dan diikuti

dengan produksi sitokin-sitokin inflamasi ke daerah tersebut. Beberapa lesi

mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada

lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan penting.

Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah

bakteri yang berdiam dalam folikel (residen bakteria) mengadakan

eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut

(Goklas,2010) .

2.1.5. Gejala Klinis

Distribusi akne vulgaris pada tubuh tergantung pada kepadatan dan

morfologi kelenjar pilosebasea di tubuh. Umumnya terdapat akne vulgaris

(27)

seperti wajah, dada, leher dan punggung. Jenis lesi akne vulgaris dapat

beraneka dapat beraneka macam,yaitu lesi non- inflamasi seperti papul dan

komedo atau inflamasi seperti nodus dan kista. Dapat disertai rasa gatal,

tetapi paling banyak adalah keluhan estetik.

Komedo adalah lesi non-inflamasi yang merupakan gejala

patognomonik jerawat berupa papul miliar dengan sumbatan sebum di

tengahnya. Komedo terdiri dari komedo terbuka dan tertutup. Komedo

terbuka adalah gambaran lesi yang berdiameter 0,1-3 mm dan butuh

beberapa minggu atau lebih untuk berkembang, warna hitam pada komedo

terbuka adalah proses oksidasi dari lipid,keratinosit dan melanin yang

membentuk plak. Komedo tertutup menggambarkan duktus pilosebasea

yang tertutup oleh materi duktal, letaknya lebih dalam sehingga tidak

mengandung unsur melanin, disebut komedo putih. Lesi ini biasa

berukuran 0,1 – 3 mm dan sebagian kecil akan hilang pada waktu 3-4 hari

dan sebagian besar akan berkembang menjadi lesi inflamasi

(Wasitaatmaja,2008; Fulton,2009; Zaenglein,2008).

2.1.6. Gradasi

Gradasi adalah salah satu cara untuk mengukur derajat keparahan

akne. Ada beberapa kriteria gradasi akne yang dipakai saat ini. Beberapa

diantaranya adalah (Wasitaatmaja,2008; Adityan,2009) :

1. Pilsbury et al (1963), membuat gradasi sebagai berikut:

a. Grade 1 : Komedo di muka

b. Grade 2 : komeno, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di

muka

c. Grade 3 : komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam di

muka, dada, punggung

d. Grade 4 : akne konglobata

(28)

a. Grade 1 : lesi non-inflamasi yang ringan ; papul dan sedikit

komedo

b. Grade 2 : komedo, papul dan sedikit pustul

c. Grade 3: papul ,pustul dan kista yang lebih menyebar terutama di

mengenai daerah wajah,leher dan tubuh bagian atas.

d. Grade 4 : lebih berat dan makin menyebar

Gambar 2.2 Derajat keparahan Akne Vulgaris

(1)Akne vulgaris grade I, dengan gambaran komedo terbuka yang multiple (2) Akne Vulgaris Grade II, komedo tertutup (3) Akne Vulgaris Grade III, papulopustules (4) Akne Vulgaris Grade IV, gabungan komedo terbuka yang multiple, komedo tertutup, papulopustul dan cyst.

Fulton, J (2009)

3. Gradasi yang dipakai di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

FKUI/RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo membuat gradasi akne vulgaris

sebagai berikut :

a. Ringan, bila :

i. beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi

ii. Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat

iii. Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi

b. Sedang, bila :

2 3 4

(29)

i. Banyak lesi tak beradang pada 1 predileksi

ii. Beberapa lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

iii. Beberapa lesi beradang pada 1 predileksi

iv. Sedikit lesi beradang pada lebih dari 1 predileksi

c. Berat , bila :

i. Banyak lesi tak beradang pada lebih dari 1 predileksi

ii. Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi

iii. Banyak lebih beradang pada 1 atau lebih predileksi.

Catatan : sedikit <5, beberapa 5-10,banyak >10 lesi

Tak beradang : komedo putih dan komedo hitam,papul

Beradang : pustul, nodul, kista

2.1.7. Diagnosa Akne Vulgaris

Menurut Wasitaatmaja (2008) , diagnosa akne vulgaris ditegakan

atas dasar :

1. Klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum yaitu pengeluaran sebum

dengan komedo ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel

tampak sebagai masa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi

yang ujungnya kadang berwarna hitam.

2. Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik

berupa serbukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan

massa sebum di dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang

diganti dengan jaringan ikat pembatas massa cair sebum bercampur

dengan darah, jaringan mati dan keratin yang lepas

3. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran

pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium

mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering

(30)

4. Pemeriksaan pada susunan kulit dan kadar lipid permukaan kulit dapat

pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris, kadar asam lemak

bebas meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan

digunakan cara untuk menurunkannya.

2.1.8. Diagnosa Banding

Menurut Wasitaatmaja (2008) dan Fulton (2009), diagnosa banding

akne vulgaris sebagai berikut :

1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh induksi obat, misalnya

kortikosteroid, INH, barbiturate, bromide, yodida, difenil hidantoin,

trimetadion, ACTH dan lainnya. Klinis berupa erupsi papulo pustule

mendadak tanpa adanya komedo di hampir seluruh bagian tubuh. Dapat

disertai demam dan dapat terjadi di semua usia.

2. akne venenata dan akne komedonal oleh rangsangan fisis. Umumnya lesi

monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan tempat

predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.

3. Rosasea, merupakan penyakit peradangan kronik di daerah muka dengan

gejala eritema, pustule, telangiektasi dan kadang-kadang disertai hipertrofi

kelenjar sebasea.

Dapat disertai papul, pustul dan nodulus, atau kista. Tidak terdapat

komedo faktor penyebab adalah makanan atau minuman panas.

4. Dermatitis perioral yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis

polimorfi eritema, papul, pustule, di sekitar mulut yang terasa gatal.

5. Pseudofolliculitis barbae disebabkan oleh proses pencukuran rambut yang

menyebabkan batang rambut di bawah kulit terjebak dan mengalami

(31)

2.1.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi dua usaha yang dilakukan

bersamaan, yaitu mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk

menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif) (Wasitaatmaja, 2008).

1. Pencegahan:

 Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipid sebum dan perubahan isi sebum dengan cara : diet rendah lemak dan karbohidrat, melakukan

perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dan kotoran dari

jasad renik yang mempunyai peran dalam menyebabkan akne vulgaris.

 Menghindari terjadinya faktor pemicu seperti, hidup teratur dan sehat, cukup istirahat, olahraga, hindari stress, penggunaan kosmetik

secukupnya dan hindari pemicu kelenjar minyak

 Memberi edukasi dan informasi yang cukup kepada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan, cara, maupun lama pengobatannya serta

prognosisnya agar penderita tidak kecewa atau terlalu optimis terhadap

penatalaksanaannya.

2. Pengobatan :

 Topikal berupa, bahan iritan yang mengelupas kulit

(sulfur,resorsinol,retinoid,dll), antibiotika topikal untuk mengurangi

jumlah mikroba dalam folikel (oksitetrasiklin, eritomisin,klindamisin

fosfat), antiperadangan topikal atau krim kortikosteroid ringan atau

sedang (hidrokortison 1-2,5%) dan lainnya misalnya etil laktat yang

dapat menghambat pertumbuhan jasad renik.

 Pengobatan sistemik untuk mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan mempengaruhi keseimbangan hormonal, terdiri atas :

antibakteri sistemik (tetrasiklin, dosisiklin, eritromisin ,dll), obat

hormonal, vitamin A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi,

(32)

 Bedah kulit, dilakukan untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris.jenis bedah disesuaikan dengan macam dan kondisi

jaringan parut yang terjadi.

 Terapi baru, spironolakton, untuk menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen dan antiandrogen terhadap akne

apabila akne disertai gejala sebore dan hipertrikosis.

 Terapi sinar, dengan memakai sinar biru (panjang gelombang 420 nm) untuk membasmi P acnes dengan merusak porfirin dalam sel

bakteri.

2.2. Produk Olahan Susu (dairy products)

Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina.

Susu mengandung banyak komponen seperti protein, kalsium, fosfor,

serta gula yang cukup tinggi. Karbohidrat utama susu adalah laktosa yang

merupakan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Jenis- jenis

susu setelah diolah menjadi beraneka ragam dan mengandung kadar lemak

yang berbeda – beda, yaitu susu pasteurisasi, susu tanpa lemak, susu kental

manis dan susu bubuk full cream yang mengandung kadar lemak paling

tinggi. (Utami I, 2009).

Sekarang ini susu dapat dikonsumsi dalam berbagai bentuk produk

olahan susu, ada yang dalam bentuk minuman maupun makanan yang

dalam proses pembuatannya sudah ditambahkan bahan-bahan lain

(gula,dll) sehingga kadar lemak dan gula produk – produk olahan susu ini

semakin tinggi. Seperti produk berikut ini yang sering dikonsumsi

masyarakat:

 Keju, terbuat dari susu segar yang dipadatkan. Secara sederhana proses pembuatannya melalui 3 tahap yaitu pasteurisasi, pemeraman dan

pengepresan. Keju reguler yang tidak rendah lemak mengandung lemak

jenuh sebanyak 6 gr.

(33)

untuk mengubah susu menjadi asam laktat. Biasanya yogurt dikonsumsi

dengan menambahkan sirup atau gula.

 Es krim, bahan utamanya adalah susu, lalu ditambahkan lagi gula, flavor dan pengemulsi. Es krim mengandung lemak jenuh sekitar 4,9 gr.

 Mentega, memiliki komposisi lemak yang sangat tinggi karena terbuat dari krim susu atau lemak susu.mentega sering dikonsumsi sebagai olesan roti

atau bahan campuran kue.mengandung lemak jenuh sebanyak 2,4 gr.

 Kue dan puding, dalam pembuatan kue seringkali ditambahkan susu atau mentega agar kue menjadi lembut harum dan gurih. Kue- kue mengandung

asam lemak jenuh sebanyak 40%.

 Susu kental manis, berasal dari susu dengan lemak nabati yang dihilangkan sebagian airnya dari campuran susu.kadar lemaknya tidak

kurang dari 8%.

 Susu bubuk full cream , adalah produk olahan susu berbentuk bubuk yang merupakan pencampuran dari susu cair dengan susu kental atau bubuk

dang melalui proses pengeringan.kadar lemaknya tinggi, yaitu sekitar tidak

kurang dari 26 %, sedangkan susu murni kadar lemak susunya sekitar 3%.

(USDA, 2005)

beberapa penelitian telah menunjukan bahwa terdapat hubungan

antara konsumsi susu dan dairy product dengan akne. Susu yang merupakan

bahan baku dairy products mengandung hormon- hormon seperti estrogen,

progesteron, prekursor androgen, termasuk androstenedione,

dehydroepiandrosterone sulfate dan dihydrotestosterone, Hormon- ini akan

meningkat secara normal pada usia dewasa, dewasa muda dan pubertas,

namun dengan tingginya konsumsi makanan yang mengandung susu akan

lebih meningkatkan lagi kadarnya sehingga semakin menstimulasi perubahan

pada unit pilosebasea dan memicu terbentuknya akne. Selain dari

hormon-hormon tersebut, produk olahan susu juga mengandung gula tambahan yang

dapat mempengaruhi peningkatan produksi IGF-1. IGF-1 dapat menstimulasi

sintesis dari androgen di ovarium, adrenal dan testis sehingga hormon

(34)

pertumbuhan kelenjar sebasea. Pada produk olahan susu Pengaruh hormon

juga terjadi pada konsumsi keju karena proses fermentasi menyebabkan

produksi testosteron yang lebih banyak dari prekursornya pada susu.

(Rezakovic S, 2012; Danby W, 2005; Davidovici, 2010)

2.4. Hubungan Makanan dengan Kejadian Akne Vulgaris

Makanan sendiri tidak dapat secara langsung menyebabkan akne. Setelah

diteliti ternyata terdapat faktor hormon yang memicu timbulnya akne vulgaris

yaitu androgen, insulin like growth factor, insulin like growth factor binding

protein 3 dan retinoid signaling pathway. Hormon androgen selain berperan besar

dalam memicu timbulnya hiperproliferasi folikular keratinosit, juga mempunyai

pengaruh yang besar terhadap aktivitas sel sebosit dalam memproduksi sebum.

Androgen yang terpenting dalam stimulasi produksi sebum adalah testosteron

yang akan diubah menjadi bentuk aktifnya oleh perantaraan enzim type I-

reductase menjadi 5α – DHT. Hal inilah yang memicu timbulnya akne pada masa pubertas, dimana sudah umum diketahui bahwa pada usia pubertas terjadi

peningkatan yang signifikan dari hormon androgen. Dengan demikian,

peningkatan sebum dapat ditingkatkan apabila terjadi peningkatan dari androgen, peningkatan sensitivitas reseptor sel sebosit terhadap 5α-DHT atau akibat peningkatan dari enzim type I-5α reductase (Cordain L, 2002).

Hasilnya studi terbaru dari American Journal of Clinical Nutrition pada

Juli 2007 melihat pengaruh faktor diet atau nutrisi khususnya pada sisi glycemic

load (GL) dalam menyebabkan jerawat. Glycemic index (GI) merupakan suatu

sistem peringkat untuk menilai seberapa cepat glukosa atau gula dari suatu jenis

makanan memasuki aliran darah, atau dapat dikatakan seberapa cepat karbohidrat

dalam makanan dapat meningkatkan kadar gula darah.

Berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari makanan

memasuki peredarah darah, tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang

terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan.

GL dinyatakan sebagai peringkat standar saji dari suatu makanan untuk dapat

(35)

makanan yang disajikan memicu peningkatan gula darah secara berlebihan (Smith

R, 2007)

Makanan dengan Glycemic Load yang tinggi meningkatkan kadar gula

dalam darah sehingga terjadi suatu kondisi hiperinsulinemia. Kondisi ini akan

meningkatkan kadar IGF 1 (insulin like growth factor) yang merangsang

terjadinya jerawat lewat peningkatan proses keratinisasi pada folikel polisebasea

dan stimulasi pada ovarium dan testikular untuk memproduksi hormon androgen

yang mengakibatkan produksi minyak atau sebum. Selain itu hiperinsulinemia

akan menyebabkan meningkatknya kadar non stratified fatty acid di dalam plasma

yang akan meningkatkan epidermal growth factor receptor. Bersamaan dengan ini

insulin akan meningkatkan transforming growth factor β1 yang mana akan

menghambat sintesis insulin growth factor binding protein 3 di keratinosit,

dimana IGFBP 3 merupakan inhibitor dari IGF 1, sehingga tidak terjadi

hiperkeratinisasi. Retinoid signaling pathway juga mungkin berperan dalam hal

ini. Retinoid merupakan penghambat proliferasi dari sel dan bertugas untuk

mengadakan apoptosis pada sel. Ada 2 bentuk dari retinoid di dalam tubuh yaitu

trans retinoid dan 9 cis retinoid acid yang mempunyai 2 reseptor RAR-RXR yang

berperan untuk transkripsi dan RXR-RXR yang berperan untuk membatasi proliferasi dari hampir seluruh sel tubuh. Di kulit sendiri, terdapat RXRα yang berperan untuk membatasi proliferasi sel folikular, akan tetapi terjadi penurunan

sensitifitas pada sistem ini akibat penurunan dari kadar plasma IGFBP 3.

Peningkatan insulin dan IGF 1 juga diketahui akan menghambat hati mensisntesis

sex hormone binding globulin (SHBG) sehingga bioavaibilitas androgen terhadap

jaringan akan meningkat drastis (Cordain L, 2002; Smith R, 2007; Guyton A C,

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsep dalam penelitian ini

adalah :

Variabel independen Variabel dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Indipenden Variabel Dependen Populasi

konsumsi (+)

Akne Vulgaris

konsumsi (-)

Sampel

konsumsi (+)

Non Akne Vulgaris

Konsumsi (-)

Gambar 3.2 Alur Penelitian

Vaiabel independen disini yaitu Konsumsi makanan produk olahan susu pada

mahasiswa FK USU angkatan 2010 dan variabel independen disini adalah

kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010. Konsumsi produk olahan susu

(dairy products):

Glycemic load tinggi

• Tinggi kandungan

(37)

3.2. Definisi Operasional

1. Akne vulgaris adalah kondisi subjek penelitian yang pernah di diagnosa

Akne Vulgaris oleh dokter umum atau dokter spesialis kulit sebelumnya

yang berupa peradangan menahun folikel pilosabasea yang terdiri atas

berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustule, nodus dan jaringan

parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang

hipotrofik maupun yang hipertrofik. Dalam hal ini perbedaan derajat

keparahan akne yang diderita sampel tidak diperhitungkan, hanya

dibedakan berdasarkan ada tidaknya akne vulgaris .

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Kuisoner

Hasil Ukur : Menderita akne vulgaris, tidak menderita

Skala Pengukuran : Nominal

2. Produk olahan susu (dairy product) adalah makanan atau minuman yang

mengandung susu sebagai salah satu bahan utamanya dan sekarang telah

banyak dikonsumsi masyarakat dari berbagai kalangan usia,contoh dairy

products yaitu : kue,susu, keju,yogurt, dan lain-lain.

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner

Hasil ukur : mengonsumsi, tidak mengonsumsi

Skala pengukuran : nominal

3. Frekuensi konsumsi dairy products didalam penelitian ini terbagi menjadi

a. Selalu : > 7kali/minggu

b. Kadang : < 7 kali/minggu

c. Tidak pernah : <1 kali/minggu

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner

(38)

Skala pengukuran : nominal

3.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara konsumsi produk olahan susu terhadap

(39)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah studi analitik. Pendekatan dilakukan

dengan metode case-control (kasus kontrol) dimana dilakukan

pengumpulan data dengan wawancara.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai

jumlah sampel terpenuhi. Lokasi penelitian adalah Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, Medan, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi ini

dipilih berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Tempat ini memiliki populasi yang cukup besar, Selain itu, mahasiswa

kedokteran dinilai dapat mengenali akne dengan baik sehingga

diasumsikan dapat menjawab pertanyaan dalam kuesioner dengan baik.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Mahasiswa FK USU yang menderita akne vulgaris

4.3.2. Populasi Terjangkau

Mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang menderita akne vulgaris

4.3.3. Sampel

Mahasiswa FK USU angkatan 2010 yang menderita akne vulgaris

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

Kriteria inklusi untuk kasus:

a) Menderita akne vulgaris (semua derajat/grade)

(40)

c) Tidak mendapat pengobatan berupa antibiotika topikal ataupun

antibiotika oral dalam waktu 2 bulan sebelum dilakukan penelitian.

d) Tidak mendapat pengobatan untuk akne vulgaris berupa isotretinoin oral

maupun pengobatan hormonal dalam waktu 1 bulan, sebelum penelitian

dilakukan.

e) Tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan eksaserbasi

akne vulgaris baik kortokosteroid, antiepilepsi, antidepresan,

antituberkulosis, antineoplastik, antiviral, vitamin, antipsikosis dan

lain-lain dalam waktu 1 bulan sebelum mengikuti penelitian.

f) Bersedia untuk ikut dalam penelitian.

Kriteria eksklusi kasus :

a) Mahasiswa wanita yang menderita akne vulgaris dengan siklus haid

yang tidak teratur, ataupun perdarahan dari vagina dengan penyebab

yang tidak diketahui.

b) Mahasiswa yang sedang menstruasi, atau sedang mengonsumsi obat

kontrasepsi oral ataupun injeksi.

c) Mahasiswa yang menderita penyakit hati.

d) Mahasiswa yang menderita diabetes mellitus.

Memiliki riwayat akne vulgaris dalam keluarga

Kriteria inklusi untuk kontrol:

a) Tidak menderita akne vulgaris (semua derajat/grade)

b) Usia 17-25 tahun

c) Tidak mendapat pengobatan berupa antibiotika topikal ataupun

antibiotika oral dalam waktu 2 bulan sebelum dilakukan penelitian.

d) Tidak mendapat pengobatan untuk akne vulgaris berupa isotretinoin oral

maupun pengobatan hormonal dalam waktu 1 bulan, sebelum penelitian

dilakukan.

e) Tidak mengonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan eksaserbasi

(41)

antituberkulosis, antineoplastik, antiviral, vitamin, antipsikosis dan

lain-lain dalam waktu 1 bulan sebelum mengikuti penelitian.

f) Bersedia untuk ikut dalam penelitian.

Kriteria eksklusi kontrol :

e) Mahasiswa wanita yang menderita akne vulgaris dengan siklus haid

yang tidak teratur, ataupun perdarahan dari vagina dengan penyebab

yang tidak diketahui.

f) Mahasiswa yang sedang menstruasi, atau sedang mengonsumsi obat

kontrasepsi oral ataupun injeksi.

g) Mahasiswa yang menderita penyakit hati.

h) Mahasiswa yang menderita diabetes mellitus.

i) Memiliki riwayat akne vulgaris dalam keluarga

Sampel penelitian ini adalah sebagian dari mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2010. Penelitian ini adalah

penelitian analitik kategorik tidak berpasangan dengan menggunakan rumus besar

sampel :

sampel untuk setiap kelompok yaitu kelompok kasus dan kelompok

kontrol masing masing adalah 49, sehingga jumlah sampel adalah 98.

n1= n2

n1 = jumlah pasien akne vulgaris

n2 = jumlah pasien kontrol

(42)

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

P1 = proporsi pada kelompok yang merupakan judgement dari peneliti

P2 = proporsi pada kontrol

P = proporsi total = �1+�2 2

Q = 1-P

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling

yaitu consecutive sampling karena tidak tersedianya sampling frame mengenai

berapa jumlah mahasiswa yang menderita akne vulgaris. (Sastroasmoro, 1995)

4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner yang telah

selesai disusun akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas dulu sebelumnya

sehingga alat ukur menjadi valid.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat dari pihak perguruan tinggi yang

berhubungan dengan jumlah mahasiswa yang aktif dalam perkuliahan di tempat

tersebut.

4.5.Pengolahan dan Analisa data

Table 4.1. Gambaran metode analisis penelitian dengan chi square

Akne Vulgaris (+) Akne Vulgaris (-) Jumlah

Konsumsi (+) A B A+B

Konsumsi (-) C D C+D

(43)

Analisa statistik teah diolah dengan menggunakan software SPSS

windows versi 17.0 Analisis data antara variabel konsumsi produk olahan susu

dan akne vulgaris dilakukan uji hipotesa dengan analisis bivariat chi square

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini diadakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

yang berlokasi di jalan dr. Mansyur No. 5 Medan, Kelurahan Padang Bulan,

Kecamatan Medan baru dengan batas wilayah:

a. Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan

b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

c. Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan

d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU

Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas

sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memilikki berbagai ruang

kelas, ruang administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar,

perpustakaan, kedai mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, Kamar mandi,

dan mushola. Pada tahun 2013, terdapat 4 angkatan yang sedang mengikuti

pendidikan yang meliputi angkatan 2010, 2011, 2012, dan 2013.

5.1.2. Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah penderita

akne vulgaris dan non penderita akne vulgaris sebagai kontrol yang merupakan

Mahasiswa FK USU Angkatan 2010 yang telah memenuhi kriteria sebagai

sampel. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 98 orang yang

terdiri atas 49 orang dari masing – masing kelompok kasus dan kontrol yang

(45)

Tabel 5.1 Karakteristik Jenis Kelamin Responden

Jenis kelamin Akne Vulgaris Total

Penderita Non penderita

Pada Tabel 5.1 diatas di deskripsikan bahwa responden penderita

terbanyak berdasarkan Jenis Kelamin adalah perempuan, yaitu sebanyak 30 orang

(30.6%), sedangkan penderita laki – laki sejumlah 19 orang (19.4%). Pada

Responden yang non-penderita berjenis kelamin perempuan sebanyak 40 orang

(40.8%) dan laki-laki sebanyak 9 orang (9.2%).

Pada penelitian yang dilakukan, responden yang dimasukan sebagai

sampel juga memiliki latar belakang umur yang cukup bervariasi seperti

dijelaskan di tabel sebagai berikut:

Tabel 5.2 Karakteristik Usia Responden

(46)

Pada Tabel 5.2 diatas,kelompok responden terbanyak berdasarkan kategori

usia adalah kelompok responden yang berusia 21 tahun, yaitu sejumlah 26 orang

(26.5 %) pada kelompoki penderita dan 31 orang (31.6%) pada kelompok non

penderita. Selain itu responden yang berusia dibawah 21 tahun antara lain

kelompok responden berusia 19 tahun,yaitu sejumlah 2 orang (2.0%) pada

kelompok penderita dan 1 orang (1.0%) pada non penderita. Responden dengan

kategori usia 20 tahun pada kelompok penderita sejumlah 15 orang (15.3%) dan

kelompok non penderita sejumlah 10 orang (10.2%). Kategori usia 22 tahun,

responden kelompok penderita sejumlah 4 orang (4.1%) dan responden non

penderita sebanyak 6 orang (6.1%). Responden yang paling tua adalah kategori

usia 23 tahun sejumlah 2 orang (2.0%) pada kelompok penderita dan 1 orang

(1.0%) pada kelompok non penderita.

5.1.3 Distribusi Frekuensi Konsumsi Dairy Products

Setelah dilakukan wawancara menggunakan kuesioner, didapatkan

frekuensi konsumsi dairy products pada responden penelitian yang di

deskripsikan dalam tabel frekuensi sebagai berikut :

Tabel 5.3 Frekuensi Konsumsi Dairy Products pada Mahasiswa FK USU

Angkatan 2010

Konsumsi Dairy Products

Frekuensi % frekuensi

Selalu ( > 7x/minggu)

Dari tabel 5.3 distribusi frekuensi konsumsi dairy products dibagi menjadi 3

(47)

konsumsi responden yang “tidak pernah” mengonsumsi dairy products sebanyak

60 orang (61,2%), sebagian lagi yang memiliki kategori status konsumsi “selalu”

yaitu 29 orang (29,6%). Untuk penelitian ini, jumlah responden dengan status

konsumsi “selalu” dan “kadang” akan disatukan menjadi status “mengonsumsi”

yaitu sebanyak 38 responden

5.1.4 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris

Tabel 5.4 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne

Vulgaris

Status konsumsi Karakteristik Jumlah

Kasus Kontrol

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari seluruh responden yang

menderita Akne Vulgaris (kasus) , yang mengonsumsi dairy products sebanyak

18 orang (36.7%) dan yang tidak mengonsumsi sebanyak 31 orang (63.3%).

Sedangkan pada responden yang tidak menderita akne vulgaris (kontrol) , 20

orang (40.8%) mengonsumsi dairy products dan 29 orang (59.2%) tidak

mengonsumsi dairy products. Dari analisis statistik yang telah dilakukan dengan

metode chi square diatas, didapatkan p value sebesar 0.836.

5.1.5 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi responden berdasarkan status konsumsi dairy products terhadap

kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU angkatan 2010 menurut jenis

(48)

Tabel 5.5 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Perempuan

Status konsumsi Karakteristik Jumlah

Kasus Kontrol

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari seluruh responden perempuan yang

menderita akne vulgaris didapatkan sejumlah 12 orang (17.1%) mengonsumsi

dairy products dan 18 orang (25.7%) yang tidak mengonsumsi. Sedangkan

responden yang non penderita didapat sejumlah 15 orang (21.4%) yang

mengonsumsi dan 25 orang (35.7%) yang tidak mengonsumsi. p value yang didapatkan sebesar 1.00 (α= 0.05) dan memiliki makna bahwa tidak adanya hubungan konsumsi dairy products dengan akne vulgaris pada mahasiswa FK

USU perempuan angkatan 2010.

Tabel 5.6 Hubungan Konsumsi Dairy Products dengan Kejadian Akne

Vulgaris pada Laki – Laki

Status konsumsi Karakteristik Jumlah

Kasus Kontrol

Berdasarkan tabel diatas responden dengan jenis kelamin laki- laki yang

merupakan penderita didapat sejumlah 6 orang (8.6 %) yang mengonsumsi dairy

(49)

dari responden yang merupakan non penderita didapatkan sejumlah 5 orang

(7.1%) yang mengonsumsi dan 4 orang (5.7%) yang tidak mengonsumsi.

p value yang didapatkan dari tabulasi silang diatas sebesar 0.409 (α= 0.05) yang memiliki makna tidak adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi dairy

products dengan kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU laki-laki

angkatan 2010.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Hubungan Konsums Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa dari seluruh responden yang

menderita Akne Vulgaris (kasus) , yang mengonsumsi dairy products sebanyak

18 orang (36.7%) dan yang tidak mengonsumsi sebanyak 31 orang (63.3%).

Sedangkan pada responden yang tidak menderita akne vulgaris (kontrol) , 20

orang mengonsumsi dairy products (40.8%) dan 29 orang tidak mengonsumsi

dairy products (59.2%), hal ini menunjukan tidak adanya hubungan yang

signifikan antara konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris karena

dari jumlah responden yang menderita akne vulgaris hanya sedikit yang

mengonsumsi dairy products di banding dengan responden yang tidak

mengonsumsi, hal ini didukung oleh >90% responden menjawab “tahu” mengenai

pertanyaan kandungan lemak yang tinggi pada dairy products yang terdapat pada

kuesioner sehingga dapat dikatakan pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan

2010 sangat baik mengenai kandungan lemak pada makanan khususnya dairy

products.

Analisis statistik yang telah dilakukan dengan metode chi square, didapat

p value = 0.836, dimana nilai α yang ditetapkan adalah α= 0.05. Perhitungan ini menggambarkan hasil bahwa hipotesis nol diterima karena p value diatas batas

kemaknaan yaitu 0.05. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara konsumsi dairy

products dengan kejadian akne vulgaris, walaupun sebenarnya menurut

(50)

mekanisme timbulnya Akne Vulgaris seperti peningkatan hormon insulin like

growth factor yang akan memicu peningkatan proses keratinisasi pada folikel

polisebasea dan peningkatan produksi hormon androgen yang mengakibatkan

produksi minyak atau sebum . Hal ini serupa dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Fulton (1969) dalam Smith (2007) dimana tidak dijumpai adanya

hubungan konsumsi cokelat batang dengan kejadian akne vulgaris, begitu juga

dengan hasil penelitian Anderson (1971) dalam Smith (2007) yang memeriksa ada

tidaknya hubungan antara konsumsi cokelat, susu dan kacang dengan kejadian

akne vulgaris, dan penelitian ini juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara konsumsi susu, coklat dan kacang dengan kejadian akne vulgaris. Hal ini

mungkin berhubungan dengan banyaknya faktor perancu lain yang juga dapat

menimbulkan akne vulgaris pada kulit, yaitu seperti faktor psikis, faktor

hormonal,ras, dan lain – lain.

Hasil penelitian di atas bertentangan dengan penelitian lain yang dilakukan

oleh Smith (2007), dimana mereka melakukan studi controlled trials untuk

makanan dengan glycemic load yang rendah. Penelitian dilakukan selama 12

minggu terhadap 43 responden yang terdiri dari 20 kelompok kontrol dan 23

kelompok kasus. Responden yang diambil adalah responden laki-laki dengan lesi

akne ringan sampai berat dan berumur 15-25 tahun. Setelah dilakukan intervensi

dengan cara merubah asupan makanan responden menjadi makanan dengan

glycemic load rendah ternyata didapat hubungan, hal ini terbukti setelah dilakukan

analisa statistik didapat penurunan lesi akne pada kelompok kasus sebesar 23,5

(51%) dan pada kelompok kontrol sebesar 12 (31%) dengan nilai p value = 0,03 (α = 0,05), hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pengubahan pola asupan makanan kearah makanan dengan glycemic load rendah terhadap penurunan lesi

akne. Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan penelitian Smith (2007) mungkin

disebabkan karena tidak adanya pengukuran jumlah kalori asupan pada responden

serta kadar gula darah dan IGF-1 sebelum maupun sesudah makan.

Hasil Penelitian Ismail (2012) yang dilakukan pada populasi remaja

(51)

bermakna antara konsumsi es krim dan susu terhadap Akne Vulgaris. Penelitian

ini dilakukan dengan metode case-control dengan menggunakan CASS

(Comprehensive Acne Severity Scale) untuk mengetahui derajat keparahan Akne dan menggunakan kuesioner untuk mengetahui riwayat keluarga, dan pola makan

sehari – hari. Subjek dalam penelitian ini juga diminta untuk mencatat asupan

makanannya selama 3 hari, yang meliputi dua hari biasa dan 1 hari saat akhir

minggu. Hasilnya didapat pada kelompok kasus memiliki asupan makanan yang

tinggi glycemic load dibandingkan kelompok kontrol. Perbedaan hasil pada penelitian ini dengan penelitian Ismail (2012) adalah penggunaan food record questionnaire yang lebih akurat pada penelitian Ismail (2012) sehingga didapatkan kebiasaan makan yang sesungguhnya pada sampel.

5.2.2 Hubungan Konsums Dairy Products dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa FK USU Angkatan 2010 berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dari seluruh responden perempuan

yang menderita akne vulgaris didapat sejumlah 12 orang (17.1%) mengonsumsi

dairy products dan 18 orang (25.7%) yang tidak mengonsumsi. Sedangkan

responden yang non penderita didapat sejumlah 15 orang (21.4%) yang

mengonsumsi dan 25 orang (35.7%) yang tidak mengonsumsi.setelah dilakukan

analisis dengan metode chi square dengan Confidence Interval 95% (CI=95%)

didapat p value yang didapatkan sebesar 1.00 (α= 0.05)

Penelitian yang dilakukan dari seluruh responden laki – laki, yang

merupakan penderita diapat sejumlah 6 (8.6 %) orang yang mengonsumsi dairy

products dan sejumlah 13 (18.6%) orang yang tidak mengonsumsi. Sedangkan

dari responden yang merupakan non penderita didapat sejumlah 5 (7.1%) orang

yang mengonsumsi dan 4 (5.7%) orang yang tidak mengonsumsi, setelah

dilakukan analisis dengan metode chi square dengan Confidence Interval sebesar

(52)

Kedua hasil p value diatas yaitu 1.00 pada responden perempuan dan

0.409 pada responden laki – laki maka keduanya memiliki makna hipotesis nol

diterima dengan kata lain tidak adanya Hubungan yang signifikan antara

konsumsi dairy products dengan kejadian akne vulgaris pada perempuan maupun

laki - laki. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Adebamowo et al (2005) yang menyebarkan kuesioner pada 47.335 pelajar

Sekolah Menengah Atas berjenis kelamin perempuan yang diikuti dari tahun 1989

sampai tahun 1998 untuk mencari hubungan kejadian akne vulgaris dengan

konsumsi produk susu. Berdasarkan usia responden , Body Mass Index, usia

menarche, dan asupan energi harian maka dari perbandingan rasio multivariat

yang digunakan ( CI=95%) dibandingkan dengan kategori pembanding didapat

nilai p value 1.22 (1.03, 1.44; .002) untuk total milk; 1.12 (1.00, 1.25; 0.56) untuk

whole milk; 1.16 (1.01, 1.34; 0.25) untuk low-fat milk; dan 1.44 (1.21, 1.72;

0.003) untuk skim milk hasilnya didapatkan hubungan yang bermakna antara

Gambar

Gambar  2.1. Gambaran folikel sebasea
Gambar 2.2  Derajat keparahan Akne Vulgaris (1)Akne vulgaris grade I, dengan gambaran komedo terbuka yang multiple (2) Akne Vulgaris Grade II, komedo tertutup (3) Akne Vulgaris Grade III, papulopustules (4) Akne Vulgaris Grade IV, gabungan komedo terbuka y
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Table 4.1. Gambaran metode analisis penelitian dengan chi square
+5

Referensi

Dokumen terkait

kejadian akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin didapat nilai P = 0,908 untuk pria dan 0,725 untuk wanita (nilai α = 0,05), dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada

HUBUNGAN ANTARA KEBERSIHAN WAJAH DENGAN KEJADIAN AKNE VULGARIS PADA SISWA SMA NEGERI 3

Simpulan Penelitian : Terdapat perbedaan angka kejadian akne vulgaris yang signifikan pada siswa SMA program SBI dan non SBI dimana kejadian akne vulgaris pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara konsumsi susu terhadap akne vulgaris pada wanita dewasa muda di Universitas Sebelas Maret..

Susu adalah cairan bergizi yang dihasilkan oleh kelenjar susu pada mamalia betina dan diolah menjadi berbagai produk, seperti mentega, yoghurt, es krim, keju,

Hasil analisa statistik dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara tidur larut malam dengan terjadinya akne vulgaris.. Kata Kunci: akne vulgaris, tidur larut

Hubungan antara Waktu Tidur Malam dengan terjadinya Akne Vulgaris di RSU DR.Soedaro Pontianak.. Fakultas Kedokteran

Dari hasil analisis hubungan antara derajat keparahan akne vulgaris dengan konsumsi produk susu pada mahasiswa program studi pendidikan dokter Fakultas Kedokteran