HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI TERHADAP KEJADIAN AKNE VULGARIS
PADA
MAHASISWA FK USU
STAMBUK 2007
Oleh:
BERRY EKA PARDA BANCIN
NIM: 070100101
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN CEPAT SAJI TERHADAP KEJADIAN AKNE VULGARIS
PADA
MAHASISWA FK USU
STAMBUK 2007
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
BERRY EKA PARDA BANCIN
070100101
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian: Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji Terhadap Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Stambuk 2007
NAMA : BERRY EKA PARDA BANCIN
NIM : 070100101
Pembimbing Penguji I
dr. Rointan Simanungkalit, Sp. KK (K) dr. Nelly Elfrida Samosir, Sp.Pk NIP: 19630820 198902 2 001 NIP: 19690906 200501 2 002
Penguji II
dr. Dede Moeswir, Sp.PD NIP: 19630127 198911 1 001
Medan, Desember 2010
Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pendahuluan. Akne Vulgaris merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di kalangan
masyarakat khususnya pada usia remaja. Sekitar 85% orang dalam hidupnya pernah mengalami akne vulgaris, sehingga penyakit ini sering diaumsikan sebagai suatu keadaan fisiologis. Makanan tinggi kalori sudah lama diduga masyarakat sebagai salah satu penyebab dari penyakit ini, hal ini didukung oleh meningkatnya angka kejadian akne vulgaris di negar-negara berkembang saat ini. Dari berbagai penelitian yang dilakukan mengenai hubungan makanan dengan kejadian akne vulgaris sejak 1946 sampai 2007 menghasilkan pertentangan diantara para peneliti, yaitu kelompok yang setuju bahwa makanan sebagai salah satu penyebab akne vulgaris dan kelompok yang tidak setuju.
Metode. Rancangan Penelitian adalah studi analitik dengan metode potong lintang (Cross Sectional) retrospective. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa FK USU stambuk 2007 yang menderita akne vulgaris yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berjumlah 80 orang dan kelompok kontrol yang memiliki criteria yang sama dengan kelompok sampel berjumlah 80 orang.
Hasil. Dari 160 responden yang mengkonsumsi makanan cepat saji, terdapat 55 (49,1%) orang yang menderita akne vulgaris dan sebagian lagi yaitu 57 orang (50,9%) tidak menderita akne vulgaris. Sedangkan pada responden yang tidak mengkonsumsi makan cepat saji, terdapat 25 orang (52,08%) yang menderita akne vulgaris dan selebihnya yaitu 23 orang (47,91%) tidak menderita akne vulgaris
Diskusi. Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda chi square didapat p = 0.809, dimana nilainya lebih kecil dari nilai α yang ditetapkan (α = 0.05). Hasil perhitungan ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU stambuk 2007.
ABSTRACT
Introduction. Acne vulgaris is a very common disease found in public, especially in adolescence. About 85% of people in their life have had acne vulgaris, so it’s often assumed as a physiological state. High-calorie foods have been long suspected as one of the causes of this disease, this opinion is supported by the increased incidence of acne vulgaris in developing countries today. Since 1946 to 2007 various studies have been conducted on the relationship of food to the occurrence of acne vulgaris and produced disagreement among the researchers, the group agreed that the foods as a cause of acne vulgaris and groups who do not agree.
Methods. Research design in this study is an analytical study with cross sectiona retrospective method. The sample in this study are students of 2007 from FK USU, which suffered from acne vulgaris who meet inclusion and exclusion criteria, amounting to 80 people and a control group who have the same criteria with a sample group of 80 people. Results. From 160 respondents who consume fast food, there were 55 (49.1%) of people who suffer from acne vulgaris and some of them are 57 people (50.9%) did not suffer from acne vulgaris. While the respondents who did not consume fast food, there were 25 people (52.08%) who suffer from acne vulgaris and the rest are 23 people (47.91%) did not suffer from acne vulgaris Discussion. Based on statistical analysis has been done using chi square test p = 0.05 obtained, where the value is similar with the specified α (α = 0.05). According to the result of this calculation, illustrate that there’s no relationship between fast food consumption and incidance of acne vulgaris in student of 2007 from FK USU 2007.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memeberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sebagai
salah satu syarat memperoleh kelulusan sebagai sarjana kedokteran Program Studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Univerasitas Sumatera Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji terhadap Kejadian
Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Stambuk 2007. Dalam penyelesaian penulisan
karya tulis ilmiah ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2. dr. Rointan Simanungkalit Sp.KK(K) selaku Dosen Pembimbing yang telah
banyak memeberi arahan dan masukan kepada penulis, sehingga karya tulis ilmiah
ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
4. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada kedua orang tua
penulis, yang telah memebesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada
bosan-bosannya mendoakan serta memberi semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan pendidikan
5. Terima kasih ditujukan kepada saudara-saudara penulis, abang dan kakak yang
selalu memeberi dukungan, doa, kasih sayang dan keceriaan dalam hidupku.
6. Terima kasih kepada Threesa Serepina Sinurat yang telah banyak memberi
masukan, bantuan serta dukungan dalam penulisan dan penyelesaian karya tulis
ilmiah ini.
7. Terima kasih kepada seluruh temam-teman stambuk 2007, terima kasih atas
dukungan dan bantuannya
8. Terima kasih kepada junior-junior yang tercinta yang telah banyak membantu dan
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materil yang diberian kepada penulis selama ini,
penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan membalas dengan pahala yang
sebesar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya
tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.
Medan, November 2010
Penulis,
DAFTAR ISI
2.2. Keseimbangan Energi, Makanan Cepat Saji Glycemic Index dan Glycemic Load ………. 15
2.2.1. Keseimbangan Energi ………. 15
2.2.2. Makanan Cepat Saji ………... 15
2.2.3. Glycemic Index dan Glycemic Load ………. 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ... 21
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 26
5.1. Hasil Penelitian ………... 26
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ……….. 26
5.1.2. Karakteristik Responden ……….. 26
5.1.3. Distribusi Frekuensi konsumsi Makanan Cepat Saji …... 27
5.1.4. Dustribusi Akne Vulgaris ………. 28
5.1.5. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dengan Kejadian akne vulgaris ………. 28
5.1.6. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji terhadap Kejadian Akne Vulgaris Berdasarkan Jenis Kelamin 5.2. Pembahasan ……….. 30
5.2.1. Hubungan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Stambuk 2007 terhadap Status Konsumsi Makanan Cepat Saji pada Tahun 2010 ………. 30
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 In situ hybridization dengan penggunaan marker K16. Pada gambar kiri, dijumpai hiperkeratinisasi sedangkan pada gambar kanan tidak tampak proliferasi keratin …… 8
Gambar 2.2 Terjadi pembentukan komedo (in vitro) pada saat ditambahkan IL-α1 pada kultur
ductal keratinocyt ………... 8 Gambar 2.3 Patogenesis akne vulgaris. Jappe (2003) ……….. 9
Gambar 2.4 1) Akne vulgaris grade I, dengan gambaran komedo terbuka yang multiple (2) Akne Vulgaris Grade II, komedo tertutup (3) Akne Vulgaris Grade III, papulopustules (4) Akne Vulgaris Grade IV, gabungan komedo terbuka yang multiple,komedo
tertutup, papulopustul dan cyst. Fulton, J (2009) ……….. 11
Gambar 2.5 Glycemic Index. Sumber: University of Wiscosin
Hospital and Clinics: Glycemic Index. Rakel, (2008) …. 17 Gambar 2.6 Perbandingan peningkatan insulin pada kadar
glukosa dalam darah ………. 17
Gambar 2.7 Jalur metabolism hormone steroid
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat keparahan akne ……….. 11 Tabel 5.1 Karakteristik Mahasiswa FK USU Stambuk 2007 ……… 27 Tabel 5.2 Distribsi responden berdasarkan satus konsumsi makanan
cepat saji ………. 28 Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan frekuensi akne vulgaris 28 Tabel 5.4 Hubungan konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
akne vulgaris ……….. 29 Tabel 5.5 Hubungan konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
Akne vulgaris pada pria ………. Tabel 5.6 Hubungan konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian
DAFTAR SINGKATAN
ACTH Adreno Corticotropin Hormone
AMB Angka Metabolisme Basal
CD14 Cluster of Differentiation 14
CD1 Cluster of Differentiation 1
5α-DHT 5α-Dihidrotestosteron
FK USU Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
GI Glycemic Index
GL Glycemic Load
IGFBP 3 Insulin Like Growth Factor Binding Protein 3
IGF 1 Insulin Like Growth Factor 1
IL-1α Interleukin 1α
IL-1β Interleukin 1β
INH Isoniazid
KKAL Kilo Kalori
SHBG Sex Hormone Binding Globulin
TLR3 Toll Like Receptor 3
TNF α Tumor Necrosis Factor α
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Etical Clearance
Lampiran 3 Kuesioner
Lampiran 4 Penjelasan Pengisian Kuesioner
Lampiran 5 Lembar Persetujuan Pengisian Kuesioner
Lampiran 6 Hasil Output dan Data Induk
Lampiran 7 Tabel Nilai Nutrisi pada Beberapa Makanan Cepat Saji
Lampiran 8 Tabel Nilai Glycemic Index dan Glycemic Load pada beberapa jenis
makanan
Lampiran 9 Tabel angka kecukupan energi untuk tiga tingkat aktivitas fisik untuk
ABSTRAK
Pendahuluan. Akne Vulgaris merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di kalangan
masyarakat khususnya pada usia remaja. Sekitar 85% orang dalam hidupnya pernah mengalami akne vulgaris, sehingga penyakit ini sering diaumsikan sebagai suatu keadaan fisiologis. Makanan tinggi kalori sudah lama diduga masyarakat sebagai salah satu penyebab dari penyakit ini, hal ini didukung oleh meningkatnya angka kejadian akne vulgaris di negar-negara berkembang saat ini. Dari berbagai penelitian yang dilakukan mengenai hubungan makanan dengan kejadian akne vulgaris sejak 1946 sampai 2007 menghasilkan pertentangan diantara para peneliti, yaitu kelompok yang setuju bahwa makanan sebagai salah satu penyebab akne vulgaris dan kelompok yang tidak setuju.
Metode. Rancangan Penelitian adalah studi analitik dengan metode potong lintang (Cross Sectional) retrospective. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa FK USU stambuk 2007 yang menderita akne vulgaris yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang berjumlah 80 orang dan kelompok kontrol yang memiliki criteria yang sama dengan kelompok sampel berjumlah 80 orang.
Hasil. Dari 160 responden yang mengkonsumsi makanan cepat saji, terdapat 55 (49,1%) orang yang menderita akne vulgaris dan sebagian lagi yaitu 57 orang (50,9%) tidak menderita akne vulgaris. Sedangkan pada responden yang tidak mengkonsumsi makan cepat saji, terdapat 25 orang (52,08%) yang menderita akne vulgaris dan selebihnya yaitu 23 orang (47,91%) tidak menderita akne vulgaris
Diskusi. Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda chi square didapat p = 0.809, dimana nilainya lebih kecil dari nilai α yang ditetapkan (α = 0.05). Hasil perhitungan ini menggambarkan tidak adanya hubungan antara konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU stambuk 2007.
ABSTRACT
Introduction. Acne vulgaris is a very common disease found in public, especially in adolescence. About 85% of people in their life have had acne vulgaris, so it’s often assumed as a physiological state. High-calorie foods have been long suspected as one of the causes of this disease, this opinion is supported by the increased incidence of acne vulgaris in developing countries today. Since 1946 to 2007 various studies have been conducted on the relationship of food to the occurrence of acne vulgaris and produced disagreement among the researchers, the group agreed that the foods as a cause of acne vulgaris and groups who do not agree.
Methods. Research design in this study is an analytical study with cross sectiona retrospective method. The sample in this study are students of 2007 from FK USU, which suffered from acne vulgaris who meet inclusion and exclusion criteria, amounting to 80 people and a control group who have the same criteria with a sample group of 80 people. Results. From 160 respondents who consume fast food, there were 55 (49.1%) of people who suffer from acne vulgaris and some of them are 57 people (50.9%) did not suffer from acne vulgaris. While the respondents who did not consume fast food, there were 25 people (52.08%) who suffer from acne vulgaris and the rest are 23 people (47.91%) did not suffer from acne vulgaris Discussion. Based on statistical analysis has been done using chi square test p = 0.05 obtained, where the value is similar with the specified α (α = 0.05). According to the result of this calculation, illustrate that there’s no relationship between fast food consumption and incidance of acne vulgaris in student of 2007 from FK USU 2007.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosabasea yang
umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne
vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul,
pustule, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik
jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik (Wasitaatmadja, 2008).
Lebih dari 85% remaja pernah terkena akne vulgaris, dan hal ini sering berlanjut
sampai dewasa. Lebih dari 2 juta orang pergi ke dokter setiap tahunnya, khususnya
kisaran umur 15-19 tahun dengan keluhan akne vulgaris (James, 2005).
Etiologi pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang, namun ada
beberapa faktor yang berkaitan dengan patogenesis penyakit ini, perubahan pola
keratinisasi dalam folikel, produksi sebum yang meningkat, terbentuknya fraksi asam
lemak bebas, peningkatan jumlah flora folikel (Propionibacterium acnes, dulu:
Corynebacterium acnes, Pitysporum ovale dan Staphylococcus epidermidis, terjadinya respon hospes berupa pembentukan circulating antibodies, peningkatan kadar hormone
androgen, anabolik, kortikosteroid, gonadotropin serta ACTH, faktor lain; usia, ras,
familial, makanan, cuaca/musim yang secara tidak langsung dapat memacu peningkatan
proses patogenesis akne (Wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009; Harrison, 2008).
Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penelitian yang setuju makanan
berpengaruh pada timbulnya akne, ada pula yang kontra. Jenis makanan yang sering
dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak (kacang, daging
berlemak, susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan beriodida tinggi
(makanan asal laut) dan pedas. Menurut yang pro, makanan dapat merubah komposisi
sebum dan menaikan produksi kelenjar sebasea (Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M,
Hill K, Eaton B, Brand-Miller B, 2002; Smith, R N, Mann N J, Braue A, Makelainen H,
Penelitian tentang efek makanan terhadap akne vulgaris sebenarnya telah
berlangsung sejak tahun 1946 oleh Steiner yang melakukan observasi pada penduduk
Okinawa yang daerahnya terisolasi dari dunia luar dan tidak didapati adanya akne
vulgaris. Pada tahun 1967, Findlay melakukan pengamatan terhadap prevalensi akne
vulgaris pada penduduk Afrika Selatan yang tidak mengkonsumsi dan yang
mengkonsumsi makanan cepat saji dan didapati hasil 16% untuk penduduk yang tidak
mengkonsumsi dan 45% untuk yang mengkonsumsi. Sulzberger, 1969, melakukan uji
trial pertama terhadap efek coklat terhadap eksaserbasi akne vulgaris, dan tidak dijumpai
adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
tetapi belakangan penelitian ini ditolak karena kandungan coklat bar dan plasebo yang
digunakan sama. 1971, Schaefer selama 30 tahun melihat adanya peningkatan prevalnsi
akne pada Suku Inuit di Eskimo setelah mereka mengadopsi gaya hidup barat. 1981,
Bechelli melakukan survei pada anak 6-16 tahum dengan responden sebanyak 9955, dan
hanya didapati prevalensi akne vulgaris sekitar 2,7%. Freye, 1998, melihat adanya
perbedaan prevalensi penduduk tradisional Suku Pruvian dengan penduduk perkotaannya
dan didapati perbedaan prevalensi sebesar 28% dan 43%. 2002, Cordein melakukan
pengamatan pada penduduk Kitavan, dan didapati prevalensi akne sangat rendah.
Penelitian terakhir pada tahun 2007, oleh Smith dengan suatu uji trial terhadap pola
makan dengan Glicemic load rendah ternyata dijumpai adanya penurunan lesi akne yang
significan (Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B, Brand-Miller B, 2002).
Di Indonesia sendiri, belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pola
diet, khususnya makanan cepat saji, terhadap timbulnya akne vulgaris. Oleh karena itu,
berdasarkan data-data di atas peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan makanan cepat
saji terhadap timbulnya akne vulgaris.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
permasalahan adalah bagaimana hubungan konsumsi makanan cepat saji terhadap timbulnya
akne vulgaris pada mahasiswa FK USU.
Untuk mengetahui hubungan konsumi makanan cepat saji terhadap kejadian
akne vulgaris.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU Stambuk
2007.
2. Untuk mengetahui tingkat konsumsi makanan cepat saji pada mahasiswa FK
USU Stambuk 2007.
3. Untuk mengetahui kejadian akne vulgaris pada mahasiswa FK USU Stambuk
2007 yang mengkonsumsi makanan cepat saji.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi para dokter umum maupun para
dokter spesialis kulit dalam terapi non farmakologi akne vulgaris.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Akne Vulgaris 2.1.1. Definisi
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosabasea yang
umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne
vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul,
pustule, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik
jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik (Wasitaatmadja, 2008; Fulton,
2009; Harrison, 2008; Odom R B, James W D, Berger T G, 2000).
2.1.2. Epidemiologi
Karena hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini, maka sering dianggap
sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Kligman mengatakan bahwa tidak
ada seorang pun (artinya 100%), yang sama sekali tidak pernah menderita penyakit ini.
Penyakit ini memang jarang terdapat pada waktu lahir, namun ada kasus yang terjadi
pada masa bayi. Betapa pun baru pada masa remajalah akne vulgaris mendapat salah
satu problem. Umumnya insiden terjadi sekitar umur 15-19 tahun pada pria dan pada
masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papul dan jarang terlihat lesi
meradang. Pada populasi barat, diperkirakan 79-95% dari populasi dewasa mengalami
akne, 40 – 54% terjadi pada individu diatas umur 25 tahun, 12% dan 3% pada wanita
dan pria umur pertengahan (Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B,
Brand-Miller B, 2002; Dreno, 2002).
Pada seorang gadis, akne vulgaris dapat terjadi pada masa premenarke. Setelah
masa remaja kelainan ini berangsur berkurang. Namun kadang-kadang terutama pada
wanita, akne vulgaris menetap sampai dekade umur 30-an atau bahkan lebih. Walaupun
pada pria umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, namun pada penelitian
diketahui bahwa justru gejala akne vulgaris yang berat biasanya terjadi pada pria.
Diketahui pula bahwa Ras Oriental (Jepang, Cina, Korea) lebih jarang menderita akne
vulgaris dibanding dengan Ras Kaukasia (Eropa, Amerika), dan lebih sering terjadi
karena tingginya prevalensi penyakit hal ini sukar dibuktikan. Dari sebuah penelitian
diketahui bahwa mereka yang bergenotip XYY mendapat akne vulgaris yang lebih
berat (wasitaatmadja, 2008; James, 2005).
2.1.3. Etiologi
Etiologi pasti dari penyakit ini sendiri belum diketahui sampai sekarang, Secara
sistematis, berikut ini dikemukakan beberapa faktor baik eksogen maupun endogen
yang disangka dapat mempengaruhi terbentuknya akne vulgaris seperti (Wasitaatmadja,
2008; Fulton, 2009; Odom R B, James W D, Berger T G, 2000; Zaenglein A L, Graber
E M, Thiboutot D M, Strauss J S, 2003; Cunlife, 2002; Herane, 2002) :
1. Faktor genetik, akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebsea terhadap kadar androgen yang normal.
Adanya menduga bahkan faktor genetik ini berperan dalam menentukan bentuk
dan gambaran klinis, penyebaran lesi dan durasi penyakit. Pada lebih 80%
penderita mempunyai minimal seorang saudara kandung yang menderita akne
vulgaris dan pada lebih dari 60% penderita mempunyai minimal salah satu orang
tua dengan akne vulgaris juga. Herane dan Ando (2005) menyatakan bahwa
peningkatan sekresi sebum dijumpai pada mereka yang mengalami kromosom
yang abnormal , meliputi 46XYY, 46XY + (4p+; 14q-) dan partial trisomy 13, dan
hal ini berkatian dengan timbulnya akne nodulokistik.
2. Faktor ras, kemungkinan ras berperan dalam timbulnya akne vulgaris diajukan
karena melihat kenyataan adanya ras-ras tertentu seperti mongoloid yang lebih
jarang menderita akne dibandingkan dengan kauscasian, orang kulit hitam pun
lebih dikenal dibanding dengan orang kulit putih.
3. Faktor musim, suhu yang tinggi, kelembaban udara yang lebih besar, serta sinar
ultra violet yang lebih banyak menyebabkan akne vulgaris lebih sering timbul
pada musim panas dibandingkan dengan musim dingin. Pada kulit kenaikan suhu
udara 1 derajat celcius mengakibatkan kenaikan laju ekresi sebum naik sebanyak
10%.
4. Faktor makanan masih diperdebatkan, ada penyelidik yang setuju makanan
sering dihubungkan dengan timbulnya akne adalah makanan tinggi lemak (kacang,
daging berlemak susu, es krim), makanan tinggi karbohidrat, makanan beryodida
tinggi (makanan asal laut) dan pedas. Menurut yang pro, makanan dapat merubah
komposisi sebum dan menaikan produksi kelenjar sebasea.
5. Faktor infleksi, ada 3 (tiga) golongan mikroorganisme yang merupakan flora
normal kulit, P. Acne, S. Epidermidis, dan P. Ovale. Peran mikroba ini adalah
membentuk enzim lipase yang dapat memecah trigliserida menjadi asam lemak
bebas yang bersifat komedogenik.
6. Faktor psikis, seperti stress emosi pada sebagian penderita dapat menyebabkan
kambuhnya akne, mungkin melalui mekanisme peningkatan produksi Androgen
dalam tubuh.
7. Faktor endokrin atau hormonal yang merupakan faktor penting pada akne vulgaris.
Pada penderita akne vulgaris derajat berat, kadar DHT ini 20 kali lebih banyak
dari normal.
8. Faktor keaktifan kelenjar sebasea akan mempengaruhi banyak sedikitnya produksi
sebum. Pada penderita akne vulgaris produksi sebumnya lebih tinggi dari normal.
2.1.4. Patogenesis
Akne merupakan penyakit yang multifaktoral, karena banyak faktor yang
menyebabkan dan mempengaruhi timbulnya akne. Cunliffe (2002) mengemukakan 4
(empat) faktor yang saling berkaitan dalam patogenesis terjadinya akne yaitu :
1. Kenaikan sekresi sebum
Pada penderita akne terdapat peningkatan konversi hormon androgen yang normal
berada dalam darah (testosteron) ke bentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa
dihidrotestosteron). Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya
menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum.
Meningkatnya produksi sebum pada penderita akne disebabkan oleh respon organ
akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar sabasea terhadap kadar
normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi akne
2. Keratinisasi folikel
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan korniosit
dalam saluran pilosebasea.
Hal ini dapat disebabkan :
bertambahnya erupsi korniosit pada saluran pilosebasea Pelepasan korniosit yang tidak adekuat
Kombinasi kedua faktor diatas.
Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum pada penderita akne, terjadi
penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam lenoleik
pada epitel folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi
barier dari epitel.
Cunliffe (2002) melalukan suatu percobaan untuk membandingkan proses keratinisasi
pada kulit berjerawat dengan kulit normal. Dengan metode in situ hybridization digunakan
marker K16, dan didapati bahwa pada kulit berjerawat terjadi hiperkeratinisasi (Gambar
2.1)
3. Bakteri
Gambar 2.1 in situ hybridization dengan penggunaan marker K16. Pada gambar kiri, dijumpai hiperkeratinisasi sedangkan pada gambar kanan tidak tampak proliferasi keratin
Gambar 2.2 terjadi pembentukan komedo (in vitro) pada saat ditambahkan IL-α1 pada kultur ductal keratinocyt
Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis akne adalah propionibacteria
Acne, Stafylococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale (malazzea furfur). Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah propionebacteria acne.
Propionibactterium acnes dapat merubah ekspresi keratinosit dan sebosit melalui Toll Like Reseptor 3 (TLR3), Cluster of Differentiation-14 (CD14) dan molekul CD1, serta dapat mengenali produksi sebum/lipid yang berlebihan oleh kelenjar sabasea dan diikuti dengan
produksi sitokin-sitokin inflamasi ke daerah tersebut. Tampaknya ketiga macam bakteri ini
bukanlah penyebab primer pada proses patologis akne. Beberapa lesi mungkin timbul
tanpa ada mikroorganisme yang hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme
mungkin memegang peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya
masing-masing lesi. Apakah bakteri yang berdiam dalam folikel (residen bakteria) mengadakan
eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut.
4. Peradangan
Anita et al dalam Zouboulis (2002) mengatakan bahwa IL-1 terdapat pada kulit orang
normal. Boehm et al dalam penelitiannya menemukan bahwa IL-1α, IL-1β, dan TNF α, terdapat pada banyak tempat pada tubuh manusia termasuk di kelenjar sabasea. Dalam
penelitian yang dilakukan guy et al, P. acnes diduga mengaktifasi proses inflamasi
sehingga terbentuk LTB4 melalui proses 5-lipoxygenase sehingga terjadi induksi dan
aktifasi dari neutrofil, monosit, eosinofil selain itu terjadi stimulasi terhadap produksi
sitokin proinflamsi di kelenjar sabasea dan mediator inflamasi lain yang akan
memperpanjang inflamasi
Pada masa permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh P. Acnes, juga terjadi
aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement
pathways). Respon penjamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu antibodi terhadap P.Acnes juga meningkat pada penderita akne hebat (Jappe, 2003).
2.1.4. Gambaran Klinis
Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempat-tempat predileksi.
bagian atas. Lokasi kulit lain, misalnya leher lengan atas, dan glutea kadang-kadang
terkena. Erupsi kulit polimorfi, dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul
yang tidak beradang dan pustule, nodus dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa
gatal, namun umumnya keluhan penderita adalah keluhan estetik. Komedo adalah
gejala patognomonik bagi akne berupa papul miliar yang ditengahnya mengandung
sumbatan sebum, bila berwarna hitam akibat mengandung unsur melanin disebut
komedo hitam atau komedo terbuka (black comedo, open comedo). Sedang bila
berwarna putih karena letaknya lebih dalam sehingga tidak mengandung unsur melanin
disebut sebagai komedo putih atau komedo tertutup (white comedo, close comedo)
(Wasitaadmaja, 2008; Fulton, 2009; James, 2005).
2.1.5. Derajat keparahan
Gradasi ringan, sedang dan berat sesuai dengan 2nd Acne Round Table Meeting
(South East Asia), Regional Consensus on Acne Management, 13 January 2003 (Monday), Ho Chi Minh City, Vietnam, diambil dari klasifikasi Lehman et al, 2002
Tabel 2.1 Derajat keparahan akne
Akne Ringan Komedo < 20 Lesi inflamasi < 15 Total Lesi < 30 Akne Sedang Komedo 20 – 100
Lesi Inflamsi 15 – 50 atau Total Lesi 30 – 125 Akne Berat Kista > 5 atau komedo > 100
2.1.6. Diagnosa Akne vulgaris
Menurut Wasitaatmadja (2008) diagnosa akne vulgaris ditegakkan atas dasar:
1. klinis dan pemeriksaan ekskohleasi sebum yaitu pengeluaran sebum dengan
komedo ekstraktor (sendok unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
masa padat seperti lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang
berwarna hitam.
2. Pemeriksaan histologis tidak memperlihatkan suatu gambaran yang spesifik, hanya
berupa sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosabasea dengan massa
sebum di dalam folikel
3. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran pada
etiologi dan patogenesis penyakit, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
4. Pemeriksaan pada susunan kulit dan kadar lipid permukaan kulit dapat pula
dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris, kadar asam lemak bebas
meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk
menurunkannya.
2.1.7. Diagnosa Banding
Gambar 2.4 (1) Akne vulgaris grade I, dengan gambaran komedo terbuka yang multiple (2) Akne Vulgaris Grade II, komedo tertutup (3) Akne Vulgaris Grade III, papulopustules (4) Akne Vulgaris Grade IV, gabungan komedo terbuka yang multiple, komedo tertutup, papulopustul dan cyst. Fulton, J (2009)
Menurut Wasitaatmadja (2008), Odem (2000), Fulton (2009), terdapat beberapa
diagnosa banding dari akne vulgaris, yaitu:
1. Erupsi akneiformis yang disebabkan oleh obat misalnya kortikosteroid, INH,
barbiturat, yodida, bromida, difenilhidantoin, trimetadion, ACTH, dan lain-lainya.
Klinis berupa erupsi papul-papul yang timbul di berbagai tempat pada kulit tanpa
adanya komedo, timbul mendadak, dan kadang-kadang disertai demam dan dapat
terjadi pada segala usia.
2. True Akne lain, misalnya akne venenata dan akne komedonal oleh rangsangan fisis. Umumnya lesi monomorfi, tidak gatal, bisa berupa komedo atau papul, dengan
tempat predileksi di tempat kontak zat kimia atau rangsangan fisisnya.
3. Rosasea (dulu: akne rosasea). Merupakan penyakit peradangan kronik di daerah
muka dengan gejala eritem, pustul, teleangiektasis dan kadang-kadang disertai
hipertrofi kelenjar sebasea di hidung, pipi, dagu, dan dahi. Dapat disertai papul,
pustul, dan nodulus, atau kista. Komedo tidak terdapat, faktor penyebab adalah
makanan atau minuman panas.
4. Dermatitis Perioral yang terjadi terutama pada wanita. Klinis berupa polimorfi
eritema, papul, dan pustul disekitar mulut yang terasa gatal.
2.1.8. Penatalaksanaan
Menurut Wasitaatmadja (2008) tujuan penatalaksanaan akne vulagris:
- Mempercepat penyembuhan
- Mencegah pembentukan akne baru
- Mencegah jaringan parut yang permanen
Penatalaksanaan akne meliputi (wasitaatmadja, 2008; Fulton, 2009):
A. Prinsip umum
1. Perlu kerjasama dokter dan pasien
2. Harus berdasarkan :
- Penyebab / faktor – faktor
- Patogenesis
- Aspek psikologis
B. Menentukan :
- Diagnosis klinis & gradasi
- Aspek psikologis
C. Pengobatan
D. Tindakan
E. Perawatan kulit
F. Anjuran & saran
Medikamentosa pada akne (Fulton, 2009; James, 2005; Wasitaatmadja, 2008):
I. Topikal
Retinoid Topikal
• Tretinoin (as. Retinoat) gel, krim, solusia : 0,01 % - 0,1 %
• Isotretinoin gel
• Adapalen gel,krim,solusio : 0,1%
• Tazaroten gel, krim : 0, 05 % - 0,1 %
• Eritromisin gel, solusio 1 %
• Klindamisin gel, solusio 1%
• Klindamisin 2 - 3 X 150 - 300mg/hr
• Eritromisin 2 – 3 X 500mg/hr
• Linkomisin 2 -3 X 250mg –500mg/hr
2. Hormon
• Siproteron asetat 2 mg dikombinasikan dengan etinil estradiol 35mg
3. Isotretinoin : 0,5 – 2 mg/KgBB /hari sampai mencapai total kumulative dose 120
– 150 mg/KgBB
2.2. Keseimbangan Energi, Makanan Cepat Saji, Glykemic Index dan Glykemic Load 2.2.1. Keseimbangan Energi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang
pertumbuhan, dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat,
lemak dan protein yang ada di dalam makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan
protein suatu makanan menentukan nilai energinya.
Kebutuhan energi seorang sehari-hari ditaksir dari kebutuhan energi untuk
komponen-komponen sebagai berikut:
• Angka metabolism basal/AMB (kebutuhan sedang istirahat). • Aktivitas fisik
• Pengaruh dinamik khusus makanan/SDA (dapat diabaikan).
Jadi, taksiran kebutuhan energi sehari seorang mahasiswa, berumur 20 tahun
dengan berat badan 65 Kg dan aktivitas ringan adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan energi untuk angka metabolism basal adalah
(15,3 x 65) + 679 = 1674 kkal (lihat lampiran 4)
2. Kebutuhan energi total dengan aktivitas fisik adalah
1,56 x 1674 = 2611 kkal
Jadi taksiran kebutuhan energi seharinya adalah sebanyak 2611 kkal.
2.2.2. Makanan Cepat Saji
Makanan cepat saji adalah makanan olahan yang biasanya disajikan dengan
cepat. Makanan cepat saji umumnya mengandung kalori yang sangat tinggi.
coba bayangkan berapa kalori yang dikonsumsi untuk 1 paket makanan cepat saji
yang terdiri atas ayam goreng, nasi, dan cola, belum lagi bila ditambah satu gelas
ice cream atau kentang goreng. Berdasarkan USDA (2005) 1 potong ayam goreng
mengandung sekitar 515 Kkal, Cola 425 kkal, nasi 216 kkal, ice cream 164 kkal
dan kentang goreng 291 kkal. Sehingga total kalori yang dikonsumsi untuk 1 porsi
sekitar 1551 kkal. Apabila seseorang sehari makan 3 kali, maka kalori yang
dikonsumsi orang tersebut sekitar 4653 kkal. Hal ini dapat meningkatkan
hipersekresi insulin dalam darah yang akan menyebabkan meningkatkanya
androgen (USDA, 2005)
2.2.3. Glykemic index dan Glykemic load
Glicemic index adalah nilai dari tiap jenis atau kaulitas karbohidrat dalam suatu makanan dan seberapa cepat 50 gram karbohidrat dalam makanan ini
meningkatkan level gula darah (dan konsekuensi peningkatan sekresi insulin yang
diproduksi oleh pankreas) pada saat dicerna. Semakin tinggi GI (glicemic index)
suatu makan yang kita makan maka fluktuasi level gula darah tubuh akan semakin
tinggi begitu juga dengan level insulin di dalam tubuh (Foster et al, 2002).
Level gula darah akan meningkat setelah kita memakan makanan yang
mengandung karbohidrat (gula dan zat tepung). Perbedaan kandungan karbohidrat
suatu makanan menetukan perbedaan peningkatan level gula darah. Contohnya
adalah white bread yang memiliki GI sebesar 70, dibandingkan dengan makanan
lain (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Sumber: University of Wiscosin Hospital and Clinics: Glycemic Index. Rakel,
2008
Semakin tinggi GI, semakin tinggi kadar glukosa di dalam darah, dan akan
semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat menyalurkan glukosa ke
dalam sel. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan yang sangat tinggi pada insulin,
sehinga dapat terjadi inflamasi, penambahan berat badan, peningkatan hormon,
bahkan dapat menyebabkan resistensi insulin.
Gambar 2.6 Perbandingan peningkatan insulin pada kadar glukosa dalam darah
Glicemic Load adalah suatu tingkat yang menyatakan kandungan karbohidrat di dalam suatu makanan didasarkan pada Glicemic index dan nilai karbohidrat.
makanan untuk meningkatkan kadar gula darah, dan hal ini memberi indikasi dari
glicemic dan respon insulin. Rumus: GL = (GI x Jumlah karbohidrat)/100. Misalnya GI ayam goreng adalah 63, Ayam goreng mengandung sekitar 52 gram
karbohidrat tiap 100 gram. Jadi untuk menghitung GL untuk standart pemberian 50
g, 63 dibagi 100 (0.63) kemudian dikalikan dengan 26,. GL untuk ayam goreng
adalah 16,3
2.3. Hubungan Makanan Terhadap Timbulnya Akne Vulgaris
Makanan sendiri tidak dapat secara langsung menyebabkan akne. Setelah diteliti
ternyata terdapat faktor hormon yang memicu timbulnya akne vulgaris yaitu androgen,
insulin like growth factor, insulin like growth factor binding protein 3 dan retinoid signaling pathway. Hormon androgen selain berperan besar dalam memicu timbulnya hiperproliferasi folikular keratinosit, juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap
aktivitas sel sebosit dalam memproduksi sebum. Androgen yang terpenting dalam
stimulasi produksi sebum adalah testosteron yang akan diubah menjadi bentuk aktifnya
oleh perantaraan enzim type I-5α reductasemenjadi 5α – DHT. Hal inilah yang memicu timbulnya akne pada masa pubertas, dimana sudah umum diketahui bahwa pada usia
pubertas terjadi peningkatan yang signifikan dari hormon androgen. Dengan demikian,
peningkatan sebum dapat ditingkatkan apabila terjadi peningkatan dari androgen, peningkatan sensitivitas reseptor sel sebosit terhadap 5α-DHT atau akibat peningkatan dari enzim type I-5α reductase (Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B, Brand-Miller B, 2002; Jappe, 2003).
Hasilnya studi terbaru dari American Journal of Clinical Nutrison pada Juli 2007
melihat pengaruh faktor diet atau nutrisi khususnya pada sisi glycemic load (GL) dalam
menyebabkan jerawat. Glycemic index (GI) merupakan suatu sistem peringkat untuk
menilai seberapa cepat glukosa atau gula dari suatu jenis makanan memasuki aliran
darah, atau dapat dikatakan seberapa cepat karbohidrat dalam makanan dapat
meningkatkan kadar gula darah.
Berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari makanan
memasuki peredarah darah, tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang
dinyatakan sebagai peringkat standar saji dari suatu makanan untuk dapat meningkatkan
kadar gula darah. Makin rendah GL, makain kecil kemampuan makanan yang disajikan
memicu peningkatan gula darah secara berlebihan (Smith, R N, Mann N J, Braue A,
Makelainen H, Varigos G A, 2007)
Makanan dengan Glycemic Load yang tinggi meningkatkan kadar gula dalam darah
sehingga terjadi suatu kondisi hiperinsulinemia. Kondisi ini akan meningkatkan kadar
IGF 1 (insulinlike growth factor) yang merangsang terjadinya jerawat lewat peningkatan
proses keratinisasi pada folikel polisebasea dan stimulasi pada ovarium dan testikular
untuk memproduksi hormon androgen yang mengakibatkan produksi minyak atau
sebum. Selain itu hiperinsulinemia akan menyebabkan meningkatknya kadar non
stratified fatty acid di dalam plasma yang akan meningkatkan epidermal growth factor receptor. Bersamaan dengan ini insulin akan meningkatkan transforming growth factor
β1 yang mana akan menghambat sintesis insulin growth factor binding protein 3 di keratinosit, dimana IGFBP 3 merupakan inhibitor dari IGF 1, sehingga tidak terjadi
hiperkeratinisasi. Retinoid signaling pathway juga mungkin berperan dalam hal ini.
Retinoid merupakan penghambat proliferasi dari sel dan bertugas untuk mengadakan
apoptosis pada sel. Ada 2 bentuk dari retinoid di dalam tubuh yaitu trans retinoid dan 9
cis retinoid acid yang mempunyai 2 reseptor RAR-RXR yang berperan untuk transkripsi dan RXR-RXR yang berperan untuk membatasi proliferasi dari hampir seluruh sel tubuh.
Di kulit sendiri, terdapat RXRα yang berperan untuk membatasi proliferasi sel folikular, akan tetapi terjadi penurunan sensitifitas pada sistem ini akibat penurunan dari kadar
plasma IGFBP 3. Peningkatan insulin dan IGF 1 juga diketahui akan menhambat hati
mensisntesis sex hormone binding globulin (SHBG) sehingga bioavaibilitas androgen
terhadap jaringan akan meningkat drastis (Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K,
Eaton B, Brand-Miller B, 2002; Smith, R N, Mann N J, Braue A, Makelainen H, Varigos
3 beta-HSD
17 beta-HSD
Pituitary
LH FSH
ACTH
A E T A
T Ovary
17 Preg 17 Prog DHEA
Cortisol A
T
CPDS DHEAS
Androstenedione
Testoaterone
DHT
5 Alpha Reduktase adrenal
Peningkatan produksi sebum
Gamba
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Variablel independen pada penelitian ini adalah konsumsi makanan cepat saji dari
mahasiswa FK USU stambuk 2007, sedangkan variable dependennya adalah kejadian
acne vulgaris pada mahasiswa FK USU stambuk 2007.
3.2. Definisi Operasional
a. Usia adalah usia subjek saat pengambilan sampel dilakukan dan dihitung dari tanggal
lahir subjek. Pada saat perhitungan akan dilakukan pembulatan usia, lebih dari 6 bulan
akan dibulatkan keatas dan bila kurang dari 6 bulan akan dibulatkan ke bawah.
b. Makanan cepat saji adalah makanan yang disajikan dengan cepat dan umumnya
memiliki nilai kalori yang tinggi. Makanan cepat saji yang dimaksud antara lain: ayam
goreng, hamburger, ice cream, kentang goreng, minuman bersoda (minuman olah
raga), dan lain-lain (lihat lampiran 2).
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisoner
Hasil Ukur : Mengkonsumsi, tidak mengkonsumsi
Skala Pengukuran : Nominal
c. Acne vulgaris adalah kondisi subjek penelitian yang mengalami peradangan menahun folikel pilosabasea yang terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul,
pustule, nodus, dan jaringan parut yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik
jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik. Dalam hal ini perbedaan Konsumsi makanan cepat
saji
Acne Vulgaris
Variabel Independen Variabel Dependen
derajat keparahan akne yang diderita sampel tidak diperhitungkan, hanya dibedakan
berdasarkan ada tidaknya akne vulgaris .
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisoner
Hasil Ukur : Menderita acne vulgaris, tidak menderita
Skala Pengukuran : Nominal
3.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara komsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne vulgaris
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian adalah studi analitik dengan metode potong lintang (Cross
Sectional) retrospective.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai jumlah sampel terpenuhi,
bertempat di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi
Mahasiswa yang menderita akne vulgaris
4.3.2. Populasi Terjangkau
Mahasiswa FK USU Stambuk 2007 yang menderita akne vulgaris
4.3.3. Sampel Penelitian
Mahasiswa FK USU stambuk 2007 yang menderita akne vulgaris yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:
A. Kriteria inklusi
a. Menderita akne vulgaris (semua derajat/grade)
b. Usia 17-25 tahun
c. Tidak mendapat pengobatan berupa antibiotika topikal ataupun antibiotika
oral dalam waktu 2 bulan sebelum dilakukan penelitian.
d. Tidak mendapat pengobatan untuk akne vulgaris berupa isotretinoin oral
maupun pengobatan hormonal dalam waktu 1 bulan, sebelum penelitian
dilakukan.
e. Tidak mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menyebabkan eksaserbasi
antituberkulosis, antineoplastik, antiviral, vitamin, antipsikosis, dan
lain-lain dalam waktu 1 bulan sebelum mengikuti penelitian.
f. Bersedia untuk ikut dalam penelitian.
B. Kriteria Eksklusi
a. Mahasiswa wanita yang menderita akne vulgaris dengan siklus haid yang
tidak teratur, ataupun perdarahan dari vagina dengan penyebab yang tidak
diketahui.
b. Mahasiswa yang sedang menstruasi, atau sedang mengkonsumsi obat
kontrasepsi oral ataupun injeksi.
c. Perokok.
d. Mahasiswa yang menderita penyakit hati.
e. Mahasiswa yang menderita diabetes mellitus.
f. Memiliki riwayat akne vulgaris dalam keluarga
g. Memakai kosmetik (memakai foundation, moisturazer)
h. Memakai minyak rambut
i. Jam tidur perharinya kurang dari 7 jam
4.3.4. Sampel Kontrol
Kelompok kontrol adalah mahasiswa yang FK USU stambuk 2007 yang tidak
menderita akne vulgaris, dengan karakteristik yang sama dengan kelompok
penderita akne vulgaris serta bersedia untuk ikut serta dalam penelitian.
Besar Sampel
Rumus : n = Jumlah Sampel = z2 P (1-P) N
n1 = n2
n1 = Jumlah sampel pasien akne vulgaris
n2 = Jumlah sampel pasien kontrol
z = Tingkat kepercayaan 95% = 1,960
P = Proporsi
N = Populasi
Maka :
n = (1,96)2 0,5 (0,5) 386 = 77,07 ~ 78
Sampel untuk setiap kelompok yaitu kelompok penelitian dan kelompok kontrol
masing-masing adalah 80, sehingga jumlah sampel adalah 160.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling
4.5. Metode Analisa Data
Analisa statistik akan diolah dengan menggunakan software SPSS windows versi
17.0
Untuk menilai korelasi antara konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini diadakan di Fakustas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
berlokasi di jalan dr. Mansyur No. 5 Medan, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan
baru dengan batas wilayah:
a. Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan
b. Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
c. Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan
d. Batas Barat : Fakultas Psikologi USU
Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas sekitar 100
Ha yang berada di tengahnya. Fakultas ini memilikki berbagai ruang kelas, ruang
administrasi, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, perpustakaan, kedai
mahasiswa, ruang PEMA, ruang POM, kantin, Kamar mandi, dan mushola. Pada tahun 2010,
terdapat 4 stambuk yang sedang mengikuti pendidikan yang meliputi stambuk 2007, 2008,
2009, dan 2010 sedangkan terdapat 3 angkatan yang sedang mengikuti pendidikan Co-ass.
Jumlah mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan berkisar 1700 orang dengan jumlah
mahasiswa stambuk 2007 sebanyak 420 orang.
5.1.2. Karakteristik Responden
Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 160 orang dengan karakteristik
seperti pada tabel berikut:
Karakteristik Frekuensi % Frekuensi
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah
perempuan yaitu 100 orang (62,5 %) dan responden yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 60 orang (37,5%).
Secara keseluruhan rata-rata umur responden adalah 21 tahun. Responden termuda
berumur 19 tahun dan tertua 25 tahun. Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah
responden mayoritas berusia antara 21-23 tahun yaitu 92 orang (57,5%) dan sebagian lagi
berusia antara 19-20 tahun yaitu 57 orang (35,6%), sedangkan yang paling sedikit adalah
responden yang berusia antara 24-25 tahun yaitu 11 orang (6,87%).
Dari seluruh responden diketahui bahwa mayoritas Berkewarganegaraan Indonesia
yaitu 110 orang (68,75%) dan sebagian lagi Berkewarganegaraan Malaysia yaitu 50 orang
5.1.3. Distribusi Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji
Dari survey yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan juli 2010 melalui kuisioner
yang telah dibagikan kepada 160 orang responden yang memenuhi kriteria, didapat data
frekuensi konsumsi makanan cepat saji Mahaiswa FK USU stambuk 2007.
Distribusi responden berdasarkan frekuensi konsumsi makanan cepat sajinya dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Status Konsumsi Makanan Cepat Saji
Status konsumsi Frekuensi % Frekuensi
Selalu ( ≥ 1x/hari)
Kadang ( ≥1x/minggu )
10
102
6.25
63.75
Tidak Pernah ( ≤ 3x/bulan) 48 30
Total 160 100
Rata-rata status konsumsi makanan cepat saji adalah “kadang-kadang” yaitu 102
orang (63,75%). Dari tabel 5.2 dapat diketahui bahwa responden yang “tidak pernah”
mengkonsumsi makanan cepat saji sebanyak 48 orang (30%), sebagian lagi memiliki status
konsumsi “selalu” yaitu 10 orang (6,25%). Untuk penelitian ini, jumlah responden dengan
status konsumsi “selalu” dan “kadang” akan disatukan menjadi status “mengkonsumsi” yaitu
sebanyak 112 responden (70%).
5.1.4. Distribusi Akne Vulgaris
Distribusi responden berdasarkan frekuensi akne vulgaris dapat dilihat dari tabel
berikut:
Karakteristik Frekuensi % Frekuensi
Dari tabel 5.3 dapat diketahui bahwa dari seluruh responden ada 80 orang (50%) yang
menderita akne vulgaris, sebagian lagi yaitu 80 orang (50%) tidak memiliki menderita akne
vulgaris sama sekali
5.1.5. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dengan Kejadian Akne Vulgaris
Distribusi responden berdasarkan status konsumsi makan cepat saji terhadap kejadian
akne vulgaris pada Mahasiswa FK USU stambuk 2007.
Tabel 5.4. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dengan Kejadian Akne Vulgaris
Status Akne Vulgaris Status konsumsi makanan cepat saji Jumlah
Mengkonsumsi Tidak
mengkonsumsi
Menderita akne vulgaris
Tidak menderita akne vulgaris
Dari tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari seluruh responden yang mengkonsumsi
makanan cepat saji, terdapat 55 (49,1%) orang yang menderita akne vulgaris dan sebagian
lagi yaitu 57 orang (50,9%) tidak menderita akne vulgaris. Sedangkan pada responden yang
tidak mengkonsumsi makan cepat saji, terdapat 25 orang (52,08%) yang menderita akne
vulgaris dan selebihnya yaitu 23 orang (47,91%) tidak menderita akne vulgaris.
5.1.6. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji terhadap Kejadian Akne Vulgaris Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan status konsumsi makan cepat saji terhadap kejadian
akne vulgaris pada Mahasiswa FK USU stambuk 2007 menurut jenis kelamin.
Tabel 5.5. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dengan Kejadian Akne pada Pria
Status Akne Vulgaris Status konsumsi makanan cepat saji Jumlah
Mengkonsumsi Tidak
mengkonsumsi
Menderita akne vulgaris
Tidak menderita akne vulgaris
Total
25
17
42
11
7
18
36
24
Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 36 responden pria yang menderita akne vulgaris,
didapati 25 orang (69,44%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji dan yang tidak
mengkonsumsi sebanyak 11 orang (30,55%). Sedangkan dari 24 responden pria yang tidak
menderita akne vulgaris, terdapat 17 orang (70,83%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji
dan 7 orang (29,16%) yang tidak mengkonsumsi makanan cepat saji.
Tabel 5.6. Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji dengan Kejadian Akne pada Wanita
Status
Akne Vulgaris
Status konsumsi makanan cepat saji Jumlah
Mengkonsumsi Tidak
Dari tabel 5.6 diketahui bahwa dari 44 responden wanita yang menderita akne vulgaris,
didapati 30 orang (68,18%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji dan yang tidak
mengkonsumsi sebanyak 14 orang (31,81%). Sedangkan dari 56 responden wanita yang tidak
menderita akne vulgaris, terdapat 40 orang (71,42%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji
dan 16 orang (28,57%) yang tidak mengkonsumsi makanan cepat saji.
5.2.1. Hubungan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Stambuk 2007 Terhadap Status Konsumsi Makanan Cepat Saji pada Tahun 2010
Dari data pada tabel 5.4 didapat dari seluruh responden yang mengkonsumsi makanan
cepat saji, terdapat 55 (49,1%) orang yang menderita akne vulgaris dan sebagian lagi yaitu 57
orang (50,9%) tidak menderita akne vulgaris. Sedangkan pada responden yang tidak
mengkonsumsi makan cepat saji, terdapat 25 orang (52,08%) yang menderita akne vulgaris
dan selebihnya yaitu 23 orang (47,91%) tidak menderita akne vulgaris, hal ini menunjukkan
tidak adanya hubungan yang signifikan antara konsumsi makan cepat saji dengan kejadian
akne vulgaris karena dari responden yang mengkonsumsi makanan cepat saji, hanya 55
responden yang menderita akne vulgaris sedangkan 57 responden tidak menderita akne
vulgaris hal ini didukung juga dari jumlah responden yang tidak mengkonsumsi makanan
cepat saji yang menderita akne vulgaris yaitu sebesar 25 responden yang hanya berbeda
sedikit dari responden yang tidak menderita akne vulgaris yaitu sebesar 23 responden.
Berdasarkan analisa statistik yang telah dilakukan dengan metoda chi square didapat
p value = 0.730, dimana nilainya sama nilai α yang ditetapkan (α = 0.05). Hasil perhitungan ini, menggambarkan bahwa tidak ada hasil yang signifikan antara konsumsi makanan cepat
saji dengan kejadian akne vulgaris sehingga pada penelitian ini peneliti menyimpulkan tidak
ada hubungan konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne vulgaris. Hal ini serupa
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh fulton (1969) dalam Smith (2007) dimana
tidak dijumpai adanya hubungan konsumsi coklat bar dengan kejadian akne vulagris, begitu
juga dengan hasil penelitian Anderson (1971) dalam Smith (2007) yang memeriksa ada
tidaknya hubungan antara konsumsi coklat, susu dan kacang dengan kejadian akne vulgaris,
dan penelitian ini juga menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi susu,
coklat dan kacang dengan kejadian akne vulgaris.
Hasil penelitian di atas bertentangan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Smith
(2007), dimana mereka melakukan studi controlled trials untuk melihat perbaikan lesi akne
vulgaris pada responden yang mengkonsumsi makanan dengan glycemic load yang rendah.
Penelitian dilakukan selama 12 minggu terhadap 43 responden yang terdiri dari 20 kelompok
lesi akne ringan sampai berat dan berumur 15-25 tahun. Setelah dilakukan intervensi dengan
cara merubah asupan makanan responden menjadi makanan dengan glycemic load rendah
ternyata didapat hubungan, hal ini terbukti setelah dilakukan analisa statistik didapat
penurunan lesi akne pada kelompok kasus sebesar 23,5 (51%) dan pada kelompok kontrol
sebesar 12 (31%) dengan nilai p value = 0,03 (α = 0,05), hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pengubahan pola asupan makanan kearah makanan dengan glikemic load
rendah terhadap penurunan lesi akne. Perbedaan hasil pada penelitian ini mungkin disebabkan
karena tidak adanya pengukuran jumlah kalori asupan pada responden serta kadar gula darah
dan IGF-1 sebelum maupun sesudah makan.
5.2.2. Hubungan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa FK USU Stambuk 2007 Terhadap Status Konsumsi Makanan Cepat Saji pada Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari tabel 5.5 diketahui bahwa dari 36 responden pria yang menderita akne vulgaris,
didapati 25 orang (69,44%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji dan yang tidak
mengkonsumsi sebanyak 11 orang (30,55%). Sedangkan dari 24 responden pria yang tidak
menderita akne vulgaris, terdapat 17 orang (70,83%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji
dan 7 orang (29,16%) yang tidak mengkonsumsi makanan cepat saji. Setelah dilakukan
analisis dengan menggunakan metoda chi square pada confidence interval 95% (CI=95%)
didapat P value = 0,908 (α = 0,05).
Dari tabel 5.6 diketahui bahwa dari 44 responden wanita yang menderita akne vulgaris,
didapati 30 orang (68,18%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji dan yang tidak
mengkonsumsi sebanyak 14 orang (31,81%). Sedangkan dari 56 responden wanita yang tidak
menderita akne vulgaris, terdapat 40 orang (71,42%) yang mengkonsumsi makanan cepat saji
dan 16 orang (28,57%) yang tidak mengkonsumsi makanan cepat saji. Setelah dilakukan
analisis dengan metode chi square pada confidence interval 95% (CI=95%) didapat p value
Dari uji analisis yang telah dilakukan pada kelompok pria dan wanita terhadap kejadian akne
vulgaris yang dihubungkan dengan tingkat konsumsi makanan cepat saji, yaitu P value =
0,908 pada kelompok pria dan p value = 0,725 pada wanita. Keduanya tidak menunjukkan hubungan yang significant antara konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne
vulgaris baik pada wanita maupun pada pria. Hal ini bertentangan dengan penelitian
adebamouwo et al (2005). Pada penelitian cohort yang mereka lakukan terhadap 47.355
wanita yang diikuti dari tahun 1989 sampai tahun 1998 untuk mencari hubungan kejadian
akne vulgaris dengan konsumsi produk susu. Berdasarkan umur responden, Usia Menarche,
BMI, dan asupan energi harian, maka dari perbandingan rasio multivariat yang digunakan (
CI=95%) dibandingkan dengan kategori pembanding didapat nilai P value 1.22 (1.03, 1.44;
.002) untuk total milk; 1.12 (1.00, 1.25; 0.56) untuk whole milk; 1.16 (1.01, 1.34; 0.25) untuk
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan analisis statistik yang didapat, maka saya
menyimpulkan:
1. Dari 80 responden yang menderita akne vulgaris, terdapat 55 (68,75%) responden
mengkonsumsi makanan cepat saji dan 25 (31,25%) responden tidak mengkonsusmsi
makana cepat saji.
2. Dari 80 responden yang tidak menderita akne vulgaris, terdapat 57 (71,25%) responden
yang mengkonsumsi makanan cepat saji dan 23 (28,75) responden yang tidak
mengkonsumsi makana cepat saji.
3. Berdasarkan hasil analisis statistik, didapat nilai P = 0,730 (nilai α = 0,05), dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan anatara konsumsi makanan cepat saji
terhadap kejadian akne vulgaris pada mahasiwa FK USU stambuk 2007.
4. Berdasarkan hasil analisis statistik hubungan konsumsi makanan cepat saji terhadap
kejadian akne vulgaris berdasarkan jenis kelamin didapat nilai P = 0,908 untuk pria dan 0,725 untuk wanita (nilai α = 0,05), dengan demikian disimpulkan bahwa tidak ada hubungan anatara konsumsi makanan cepat saji terhadap kejadian akne vulgaris pada
mahasiwa pria dan wanita FK USU Stambuk 2007
6.2. Saran
1. Penelitian mengenai akne vulgaris bukan merupakan penelitian yang mudah, karena
banyak sekali faktor perancu dalam penelitian. Selain itu akne vulgaris bukanlah
penyakit yang disebabkan oleh satu faktor tetapi merupakan penyakit multifaktorial yang
penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan juga perhitungan kadar gula darah, oral
glukosa insulin sensitivity, HOMA-IR (homeostasis model assessment of insulin resistance), IGF-1, pemeriksaan gen dan kromosom yang meliputi 46XYY, 46XY + (4p+; 14q-) dan partial trisomy 13, serta pemeriksaan hormonal.
2. Karena pada penelitian ini jumlah responden laki-laki dan perempuan tidak seimbang, di
mana responden laki-laki berjumlah 60 orang (37,5%) dan perempuan berjumlah 100
orang (62,5%), maka untuk penelitian selanjutnya perlu diperhatikan keseimbangan
responden berdasarkan jenis kelamin agar dapat dilihat apakah ada perbedaan antara
laki-laki dan perempuan.
3. Bagi peneliti selanjutnya perlu penelitian yang lebih lanjut dengan populasi yang lebih
banyak dan sebisa mungkin hanya terdiri atas 1 ras karena faktor ras merupakan salah
satu faktor perancu dalam penelitian.
4. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan rancangan metoda penelitian yang
lebih baik karena penelitian seperti ini sebaiknya dilakukan dengan jangka waktu yang
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi: Keseimbangan Energi. Cetakan 4. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 132-150.
Cordain L, Lindeberg S, Hurtado M, Hill K, Eaton B, Brand-Miller B. 2002. Acne vulgaris-a disease of Western civilization. Arch Dermatol. Available from:
Cunliffe W J, Holland D B, Clark S M, Stables G I. 2002. Comedogenesis: Some Aetiological, Clinical and Therapeutics Strategies. in: Berlin, Zouboulis et al (eds). 2002. Acne: Symposium at the World Congress of Dermatology Paris. S. Karger Medical and Scientific Publishers, London: 11-16
Dreno B, Poli F. 2002. Epidemiology of Acne. in: Berlin, Zouboulis et al (eds). 2002. Acne: Symposium at the World Congress of Dermatology Paris. S. Karger Medical and Scientific Publishers, London: 7-10.
Foster Powell, Holt S H A, Brand Miller J C. 2002. International table of glykemic index and
glykemic load values. Available from:
[Accesed 22 April 2010]
Fulton J. 2009. Acne Vulgaris. Available
from:
Gebhardt S E, Thomas, R.G. 2002. United States Departement of Agriculture, Agricultural Research Service, Nutrient Data Laboratory, Beltsville, Marryland: Nutritive Value of
Guyton A C, Hall J E. 2007. Metabolisme Karbohidrat dan Pembentukan Adenosin Trifosfat. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC, 871-874.
, J.E. 2007. Insulin, Glukagon, dan Diabetes Melitus. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC, 1010-1027
,Hall, J.E. 2007. Fungsi Reproduksi dan Hormonal Pria (dan Fungsi Kelenjar Pineal. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11. Jakarta: EGC, 1048-1063.
Herane, M I, Ando I. 2002. Acne in Infancy and Acne Genetics. in: Berlin, Zouboulis et al (eds). 2002. Acne: Symposium at the World Congress of Dermatology Paris. S. Karger Medical and Scientific Publishers, London: 24-28
Horrison.2008. Acne Vulgaris. in: Harrison’s Principal of Internal Medicine. – Ed 17 -. USA: McGraw-Hill
James W D. 2005. Acne. N Eng J Med. Available
from:
2010]
Janquera L C, Carneiro J. 2007. Kulit. Dalam: Histologi Dasar: Teks dan Atlas. Jakarta: EGC
Jappe,U. 2003. Pathological Mechanisms of Acne with Special Emphasis on Propinobbacterium Acnes and Related Therapy. Acta Derm Venereol 83. 241-248.
Odom R B, James W D, Berger T G. 2000. Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology. – Ed 9 -. USA: Saunders Company. 284 -298
Rakel. 2008. University of Winconsin Hospital and Clinics: Glykemic Index. Available
from:
Sabatini J. 2009. Androgen excess. Available
from:
C C, Piuero-Martin J. 2002. Update and Future of Systemic Acne Treatment. in: Berlin, Zouboulis et al (eds). 2002. Acne: Symposium at the World Congress of Dermatology Paris. S. Karger Medical and Scientific Publishers, London: 37-51
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan Kesehatan Penuntun Praktis Bagi Pemula. Cetakan I. Jogjakarta: Mitra Cendikia.
Sastroamoro S, Ismael S. 1995. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Cetakan I. Jakarta: Binaputra Aksara.
Smith, R N, Mann N J, Braue A, Makelainen H, Varigos G A. 2007. A Low-Glycemic-Load Diet Improves Symptoms in Acne Vulgaris Patient: A Randomized Controlled Trial.
Available From:
2010].
Thiboutot D, Chen W. 2002. Update and Future of Hormonal Therapy in Acne. in: Berlin, Zouboulis et al (eds). 2002. Acne: Symposium at the World Congress of Dermatology Paris. S. Karger Medical and Scientific Publishers, London: 57-67
Wasitaatmadja S M. 2008. Akne, Erupsi Akneformis, Rosasea, Rinofima. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Wilson B. 2009. 5-Alpha-Reductase-Deficiency. Available
from:
Zouboulis, C.C., Piuero-Martin, J. 2002. Update and Future of Systemic Acne Treatment. in:
Berlin, Zouboulis et al (eds). 2002. Acne: Symposium at the World Congress of
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Berry Eka Parda Bancin
Tempar / Tanggal Lahir : Medan / 9 Januari 1988
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Pintu Air 4 no. 407 Kel. Kwala Bekala
Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Methodist Medan (1994 - 2000)
2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Immanuel Medan
(2000-2003)
3. Sekolah Menengah Atas St. Thomas 1 Medan ( 2003
2006)
Riwayat Organisasi : 1. Anggota Divisi Dana Natal Keluarga Besar Fakultas Kedokteran USU periode 2008.
2. Anggota Divisi Peralatan Natal Keluarga Besar Fakultas Kedokteran USU periode 2009.
3. Koordinator Divisi Publikasi dan Dokumentasi Pra Kepanitraan Klinik Senior (Pra-KKS) Fakultas Kedokteran USU 2009.
4. Anggota Divisi Publikasi dan Dokumentasi KAM Pembaharuan Fakultas Kedokteran USU 2009
5. Anggota Divisi Medis Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran USU 2009
6. Koordinator Divisi Dana Paskah Keluarga Besar Fakultas Kedokteran USU 2010
7. Koordinator Divisi Medis Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen Fakultas Kedokteran USU 2010.