• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pati Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) sebagai Modifikasi Tepung Terigu dalam Pembuatan Kue Bawang dan Analisis Gizinya serta Daya Terimanya oleh Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Pati Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) sebagai Modifikasi Tepung Terigu dalam Pembuatan Kue Bawang dan Analisis Gizinya serta Daya Terimanya oleh Masyarakat"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1.

(2)

Lampiran 2.

(3)

Lampiran 3.

(4)

Lampiran 4.

(5)

Lampiran 5.

(6)

Lampiran 6.

(7)
(8)

Lampiran 7.

Formulir Uji Daya Terima

FORMULIR UJI DAYA TERIMA

Nama : ………..….

Umur : ………..….

Jenis Kelamin : ………... No Hp : ……….…..

Petunjuk penilaian:

1. Cicipilah sampel satu per satu

2. Nyatakan pendapat Anda tentang apa yang dirasakan oleh indera Anda. Kemudian beri skor menurut urutan berikut :

Suka : Skor 3 Kurang suka : Skor 2 Tidak suka : Skor 1

3. Netralkan indera pengecap Anda dengan air putih setelah selesai mencicipi satu sampel

Indikator Sampel

A1 A2

(9)

Lampiran 8.

(10)
(11)
(12)

Lampiran 10.

(13)

Lampiran 11.

Hasil Uji Wilcoxon Data Daya Terima Warna Kue Bawang Pati Jahe Merah

Penilaian warna pada sampel A1

a Penilaian warna pada sampel A2 < Penilaian warna pada sampel A1 b Penilaian warna pada sampel A2 > Penilaian warna pada sampel A1 c Penilaian warna pada sampel A2 = Penilaian warna pada sampel A1

Test Statistics(b) a Based on negative ranks.

(14)

Lampiran 12.

(15)

Lampiran 13.

Hasil Uji Wilcoxon Data Daya Terima Aroma Kue Bawang Pati Jahe Merah

Penilaian aroma pada sampel A1

a Penilaian aroma pada sampel A2 < Penilaian aroma pada sampel A1 b Penilaian aroma pada sampel A2 > Penilaian aroma pada sampel A1 c Penilaian aroma pada sampel A2 = Penilaian aroma pada sampel A1

Test Statistics(b) a Based on negative ranks.

(16)

Lampiran 14.

(17)

Lampiran 15.

Hasil Uji Wilcoxon Data Daya Terima Tekstur Kue Bawang Pati Jahe Merah

Penilaian tekstur pada sampel A1

a Penilaian tekstur pada sampel A2 < Penilaian tekstur pada sampel A1 b Penilaian tekstur pada sampel A2 > Penilaian tekstur pada sampel A1 c Penilaian tekstur pada sampel A2 = Penilaian tekstur pada sampel A1

Test Statistics(b)

a Based on positive ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test

(18)

Lampiran 16.

(19)

Lampiran 17.

Hasil Uji Wilcoxon Data Daya Terima Rasa Kue Bawang Pati Jahe Merah

Penilaian rasa pada sampel A1

a Penilaian rasa pada sampel A2 < Penilaian rasa pada sampel A1 b Penilaian rasa pada sampel A2 > Penilaian rasa pada sampel A1 c Penilaian rasa pada sampel A2 = Penilaian rasa pada sampel A1

Test Statistics(b) a Based on positive ranks.

(20)

Lampiran 18.

Dokumentasi Penelitian Uji Daya Terima Kue Bawang Pati Jahe Merah

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Amalia, R. 2004. Kajian Aktivitas Antioksidan dan Antikanker pada Minuman Susu Jahe (Zingiber officinale Amarum). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Andrestian, M. D. dan Hatimah, H. 2015. Daya Simpan Susu Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) Dengan Persentase Penambahan Sari Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum). Indonesian Journal of Human Nutrition, Vol.2, No.1. Hal 38 – 47.

Andriani, Siti dan Yunianta. 2015. Pembuatan Sirup Glukosa Berantioksidan dari Pati Jahe Emprit Secara Hidrolisis Enzimatis. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 3, No.3, p.1128-1135. Universitas Brawijaya. Malang. Anonim. 2007. Morning Sickness? Banyak Cara Mengatasinya!.

http://www.cyberwoman.cbn.net. [diakses 12 Februari 2016].

Apriantono, Anton. 2015. Titik Kritis Kehalalan Mentega dan Margarin. http://dapurhalal.com/artikel-39-Titik-Kritis-Kehalalan-Mentega-dan-Margarin.html. [diakses: 04 Februari 2016].

Astuti, A.D. 2011. Efektivitas Pemberian Ekstrak Jahe Merah (Zingiber Officinale Roscoe Var Rubrum) dalam Mengurangi Nyeri Otot pada Atlet Sepak Takraw. Artikel Penelitian. Universitas Diponegoro. Semarang.

Bahtera, Eka. 2010. Terbesar Kedua di Dunia, Keanekaragaman Hayati

Indonesia Baru Tergarap 5%. http://news.unpad.ac.id. [diakses: 12

Februari 2016].

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta.

European Food Informational Council (EFIC). 2005. The Determinants of Food

Choice. http://www.eufic.org. [diakses 1 Mei 2016].

(22)

Fauziah, Rizki. 2015. Cantik Sehat dan Awet Muda dengan Buah dan Sayur.

Godam. 2001. Isi Kandungan Gizi Kue Bawang-Komposisi Nutrisi Bahan

Makanan.

http://www.organisasi.org/1970/01/isi-kandungan-gizi-kue-bawang-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. [diakses 04 Februari

2016].

Hanafiah, Kesmas Ali. 2011. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.

Handayani, Susiasih dan Wibowo, R.A. 2014. Kue Kering Terfavorite. PT Kawan Pustaka. Jakarta.

Herawati, H. 2010. Potensi Pengembangan Produk Pati Tahan Cerna sebagai Pangan Fungsional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Bukit Tegalepek.

Hernani Dan Winarti, C. 2013. Kandungan Bahan Aktif Jahe dan Pemanfaatannya dalam Bidang Kesehatan. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor.

Kamal, Mustapa. 2015. Pemanfaatan Kulit Pisang Raja (Musa textilla) Menjadi Selai Sebagai Isian Roti serta Daya Terima dan Kandungan Zat Gizinya. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Khomsan, Ali. 2003. Pangan Dan Gizi untuk Kesehatan. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Manganti, Irena. 2015. 40 Resep Ampuh Tanaman Obat untuk Mengobati Jantung Koroner dan Menyembuhkan Stroke. Araska. Yogyakarta.

Nana, S.A. dan Salamah, Z. 2014. Pertumbuhan Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.)dengan Penyiraman Air Kelapa (Cocos nucifera L.) Sebagai Sumber Belajar BiologiSMA Kelas XII. JUPEMASI-PBIO. Vol. 1, No. 1. Hal 82-86. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.

(23)

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahingtyas, D.K. 2008. Pemanfaatan Jahe (Zingiber Officinale) Sebagai Tablet Isap untuk Ibu Hamil dengan Gejala Mual dan Muntah. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahman, A.M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang Salut. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahmawati, Reny. 2012. Bawang Putih Tunggal (Bawang Lanang) untuk Mengobati Berbagai Penyakit. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Regar, Nurhallis. 2015. Pemanfaatan Tepung Buah Alpukat (Persea americana Mill)Menjadi Substitusi Tepung Terigu Terhadap Daya Terima Bolu Dan Kandungan Gizinya. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

San, Adam. 2015. Perbedaan Margarine, Mentega, dan Butter. http://ad4msan.com/perbedaan-margarine-mentega-dan-butter. [diakses: 04 Februari 2016].

Saragih, Faoza Hafiz. 2010. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Minyak Goreng di Kota Medan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Sudewo, Bambang. 2012. Basmi Kanker dengan Herbal. Visimedia. Jakarta. Syarbini, M. H. 2013. A-Z Bakery. Metagraf. Solo.

Sya’ban, M.F. 2013. Jahe, Kandungan dan Manfaatmya. Makalah Kimia.

Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

(24)

gariepinus). Jurnal Pagan dan Gizi. Vol 01, No.02. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.

Utami, Prapti dan Puspaningtyas, Desty Evira. 2013. The Miracle of Herbs. PT AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Witantri, H; Suprijatna, E; Dan Sarengat, W. 2013. Pengaruh Penambahan Tepung Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum) Dalam Ransum Terhadap Kualitas Telur Ayam Kampung Periode Layer. Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, P 377 – 384. Universitas Diponegoro, Semarang.

Yuwono, Sudarminto. S. Kandungan Kimia Jahe.

(25)

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan menggunakan metode penelitian rancangan acak lengkap. Rancangan acak lengkap digunakan karena eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini merupakan eksperimen berbasis laboratorium dan dengan kondisi lingkungan, alat, bahan, dan media yang relatif homogen (Hanafiah, 2011). Penelitian terdiri dari tiga faktor yaitu pati jahe merah, tepung tapioka dan tepung terigu dengan dua macam taraf perlakuan pada produk. Berikut tabel rincian perlakuan terhadap pembuatan kue bawang:

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan

Perlakuan Kombinasi Bahan

A1 Pati Jahe Merah 30% + Tepung tapioka 20% + Tepung terigu 50% A2 Pati Jahe Merah 50% + Tepung tapioka 0% + Tepung terigu 50%

3.2.Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Pembuatan kue bawang pati jahe merah dilakukan di Jalan Veteran Pasar 8 Helvetia Medan. Uji organoleptik dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) dengan panelis tidak terlatih yaitu mahasiswa FKM USU sebanyak 30 orang.

3.2.2. Waktu Penelitian

(26)

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kue bawang dengan perbandingan pati jahe merah, tepung tapioka, dan tepung terigu, yaitu: 30%:20%:50% dan 50%:0%:50%. Perbandingan tersebut ditetapkan oleh peneliti untuk menghasilkan kue bawang yang sesuai dari segi warna, aroma, tekstur, dan rasanya.

Pati jahe merah didapatkan dari beberapa Usaha Kecil Menengah (UKM) pembuatan serbuk jahe merah instan yang ada di Medan. Salah satunya beralamat di Jalan Veteran Pasar 8 Helvetia dan Sei Rotan Kecamatan Percut Sei Tuan, dimana pati jahe merah biasanya dibuang dan tidak termanfaatkan.

3.4. Definisi Operasional

1. Pati jahe merah merupakan hasil samping dari proses pengendapan air jahe merah pada proses pembuatan serbuk jahe merah instan yang masih belum dimanfaatkan untuk bahan makanan.

2. Kue bawang pati jahe merah dalam penelitian ini adalah makanan yang gurih dan renyah dengan bahan dasar pati jahe merah, tepung terigu, tepung tapioka, bawang merah, bawang putih, telur, seledri, margarin, garam, air, dan minyak untuk menggoreng.

(27)

4. Uji daya terima terhadap warna adalah penilaian panelis terhadap warna produk atau corak rupa yang dihasilkan dari kue bawang pati jahe merah yang dapat dilihat dengan indera penglihatan.

5. Uji daya terima terhadap aroma adalah penilaian panelis terhadap aroma yang ditimbulkan oleh kue bawang yang dimodifikasi dengan pati jahe merah yang dapat dirasakan oleh indera penciuman.

6. Uji daya terima terhadap tekstur adalah penilaian panelis terhadap tekstur atau tingkat kelembutan kue bawang pati jahe merah.

7. Uji daya terima terhadap rasa adalah penilaian panelis terhadap rasa yang ditimbulkan dari kue bawang yang dimodifikasi dengan pati jahe merah yang dapat dirasakan oleh indera pengecap.

8. Kandungan gizi kue bawang pati jahe merah adalah zat gizi yang terdapat dalam kue bawang yang dimodifikasi dengan pati jahe merah.

3.5. Prosedur Pelaksanaan Eksperimen 3.5.1. Alat

(28)

3.5.2. Bahan

Penggunaan bahan pembuatan kue bawang pati jahe merah didalam eksperimen ini dipilih dari bahan yang berkualitas baik. Bahan yang digunakan untuk kue bawang terdiri dari : pati jahe merah, tepung tapioka, tepung terigu, bawang merah, bawang putih, telur, margarin, seledri, garam, air secukupnya, dan minyak untuk menggoreng.

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Kue Bawang Pati Jahe Merah Jenis bahan Kelompok Eksperimen

Garam Secukupnya Secukupnya

Air Secukupnya Secukupnya

Minyak goreng Secukupnya Secukupnya

Keterangan tabel:

Berat total dari bahan utama = 300 gr

A1 : Pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20% dan tepung terigu 50% A2 : Pati jahe merah 50%, tepung tapioka 0% dan tepung terigu 50%

(29)

sedangkan pada perlakuan kedua tidak menggunakan tapioka tujuannya adalah untuk membandingkan tekstur kerenyahan dari kedua produk tersebut.

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Pati Jahe Merah

Pembuatan pati jahe merah menggunakan rimpang jahe merah yang segar dan sudah tua. Kemudian, jahe merah dicuci hingga bersih dan dipotong kecil-kecil untuk mempermudah proses penghalusan. Selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan blender. Peras dengan menggunakan kain perasan. Letakkan di dalam baskom. Kemudian pisahkan air jahe dan patinya dengan cara membiarkan air perasan jahe merah selama 1-2 jam.

(30)

Gambar 3.1. Prosedur Pembuatan Pati Jahe Merah

3.6.2. Proses Pembuatan Kue Bawang

Prosedur pembuatan kue bawang dari pati jahe merah dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap penyelesaian. 1. Tahap persiapan

Seluruh bahan yang digunakan dalam pembuatan kue bawang dibeli peneliti dari pasar tradisional dan swalayan. Tahap pertama dalam pembuatan kue bawang adalah menyiapkan seluruh alat dan bahan yang akan digunakan.

Alat-Dicuci bersih

Dipotong kecil-kecil

Diblender

Diperas

Biarkan air perasan selama 1-2 jam

Pati mengendap didasar baskom

Dijemur

Ditumbuk

Diayak

(31)

alat yang nantinya kotak langsung dengan bahan, segera dicuci dan dikeringkan sebelumnya.

Bahan dasar produk kue bawang, yaitu pati jahe, tepung tapioka, tepung terigu, dan margarin ditimbang terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan bahan yang digunakan dalam pembuatan 2 perlakuan kue bawang yang dimodifikasi dengan pati jahe merah. Bawang merah dan bawang putih dikupas dan dicuci bersih, seledri juga dicuci bersih dan dipotong kecil-kecil.

2. Tahap pelaksanaan

Proses pembuatan kue bawang pati jahe merah yaitu:

1. Diawali dengan menumis bawang merah dan bawang putih dengan sedikit minyak.

2. Haluskan semunya menggunakan blender.

3. Campurkan pati jahe merah, tepung tapioka, tepung terigu dalam satu wadah. Masukkan bawang merah, bawang putih, seledri yang telah dihaluskan tadi. Tambahkan margarin, garam, dan air secukupnya. Lakukan pengadonan bahan hingga kalis dengan menggunakan tangan. 4. Setelah itu, pipihkan adonan kue bawang dengan menggunakan ampia.

Kemudian potong dengan bentuk persegi panjang.

5. Setelah dipotong-potong, masukkan ke dalam minyak yang telah dipanskan dengan api sedang. Goreng kue bawang hingga berwarna kuning kecoklatan.

(32)

3. Tahap penyelesaian

(33)
(34)

3.7. Penilaian Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka atau tidaknya terhadap suatu produk. Dalam penelitian ini panelis yang dipilih adalah panelis tidak terlatih berperan dalam menilai daya terima berdasarkan indikator warna, aroma, tekstur, dan rasa.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun untuk mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.3 berikut :

Tabel 3.3. Tingkat Kesukaan Panelis pada Uji Hedonik

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Suka 3

(35)

Mahasiswa yang bersedia menjadi panelis kemudin diundang ke suatu tempat yang telah dipersiapkan untuk mengisi identitas panelis pada lembar formulir daya terima kemudian dilanjutkan dengan pencicipan kue bawang dan penilaian produk. Pada saat diminta penilaian terhadap uji daya terima ini, para panelis telah memenuhi syarat-syarat sebagai panelis.

Syarat-syarat menjadi panelis adalah: a. Bersedia menjadi panelis

b. Kondisi tubuh yang sehat saat melakukan penilaian

c. Tidak sedang lapar maupun kenyang (dilakukan pada saat jam snack) d. Bisa bekerja sama

2. Pelaksanaan Penilaian

a. Waktu Dan Tempat

Penilaian uji daya terima kue bawang pati jahe merah dilaksanakan di sanggar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, pada bulan April 2016.

b. Bahan Dan Alat

(36)

3. Langkah-Langkah Pada Uji Daya Terima

a. Peneliti mencari mahasiswa FKM USU yang bersedia menjadi panelis dengan mendatangi dan menanyakan kesediaannya untuk menjadi panelis serta menanyakan kesehatannya.

b. Setelah menemukan mahasiswa yang bersedia menjadi panelis dan memiliki kondisi tubuh yang sehat, peneliti mempersilahkan panelis untuk duduk di tempat yang telah disediakan.

c. Peneliti membagikan formulir penilaian untuk diisi dengan identitas panelis, yaitu nama, usia, jenis kelamin, dan nomor handphone.

d. Peneliti menyediakan air mineral untuk panelis.

e. Peneliti memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara melakukan uji daya terima dan cara pengisian formulir penilaian. f. Peneliti memberikan sampel kue bawang A1 terlebih dahulu kepada

panelis.

g. Sebelum memberi sampel A2, peneliti mengarahkan panelis agar meminum air mineral yang telah disediakan untuk menetralkan rasa. h. Kemudian peneliti memberikan kue bawang A2 pada panelis.

i. Selanjutnya, peneliti memberikan kesempatan kepada panelis untuk menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

j. Peneliti mengumpulkan formulir sekaligus memeriksa kembali formulir yang telah diisi oleh panelis.

(37)

Gambar 3.3. Alur Pengumpulan Data

3.8. Analisis Proksimat

(38)

proksimat berikut ini bersumber dari Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

3.8.1. Uji Karbohidrat

Kandungan karbohidrat dihitung dengan menggunakan metode Luff Schrool. Ada pun cara kerjanya sebagai berikut:

1. Timbang seksama lebih kurang 5 g sampel ke dalam Erlenmeyer 500 ml.

2. Tambahakan 200 ml HCl 3%, didihkan selama 3 jam dengan pendingin tegak.

3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan lakmus atau fenoltaltalein), dan ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan agak sedikit asam.

4. Pindahkan isiannya ke dalam labu ukur 500 ml dan impitkan hingga tanda garis, kemudian saring.

5. Pipet 10 ml saringan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir baut didih serta 15 ml air suling.

(39)

7. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan Kl 20% dan 25 ml H2SO4 25% terkandung untuk ml tio yang dipergunakan.

Kadar glukosa = 1 � x 100%

Kadar karbohidrat = 0,90 x kadar glukosa

Keterangan :

w1 = bobot sampel (mg)

w = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan (mg)

fp = faktor pengenceran 3.8.2. Uji Protein

Cara kerja:

1. Timbang seksama 0,51 g sampel, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml.

2. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

(40)

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml NaOH 30%.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2 % yang telah dicampur indicator.

7. Bilasi ujung pendingin dengan air suling. 8. Titar dengan larutan HCl 0,01 N.

9. Kerjakan penetapan blanko. Perhitungan :

Kadar Protein = � −� � , � �� ��

Keterangan: w : bobot contoh

v1 : volume HCl 0,01 N yang digunakan penitrasi contoh v2 : volume hcl yang digunakan penitrasi blanko

N : normalitas HCl

1. Timbang seksama 1 - 2 g cuplikan ke dalam gelas piala.

2. Tambah 30 ml HCl 25% dan 20 ml air serta beberapa butir batu didih. 3. Tutp gelas piala dengan kaca arloji dan didihkan selama 15 menit. 4. Saring dalam keadaan panas dan cuci dengan panas hingga tidak

bereaksi asam lagi.

(41)

6. Masukkan ke dalam kertas saring pembungkus (paper thimble) dan ekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya 2 – 3 jam pada sushu lebih kurang 80˚C.

7. Dinginkan dan timbang.

8. Ulangi proses pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.

Kadar Lemak = 1− 2 x 100%

Keterangan:

w : bobot cuplikan dalam gram

w1 : bobot labu lemak sesudah ekstraksi, dalam gram w2 : bobot labu lemak sebelum ekstraksi, dalam gram

3.8.4. Uji Kalsium

Pengukuran kadar kalsium dapat dilakukan dengan menggunakan Automatic Absorption Specthrophometer (AAS). Sampel terlebih dahulu diabukan dengan menggunakan metode pengabuan basah. Sampel 3 – 5 gram dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3. Setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, ditambahkan 1 – 2 ml HNO3, dan dilanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Penambahan HNO3 sampai larutan jernih dan kemudian didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 10 ml air demineral dan dipanaskan sampai berasap. Setelah didinginkan, kembali ditambahkan 5 ml akuades. Larutan abu disaring dan diencerkan dalam labu takar 100 ml.

(42)

absorbansinya pada panjang gelombang 248,3 nm. Kemudian dibuat kurva standard (nilai absorbansi vs konsentrasi logam dalam µg/ml) dan diperoleh konsentrasi besi dari sampel larutan abu. Hasil konsentrasi kalsium diolah dengan perhitungan sebagai berikut:

Kadar kalsium : µ

b = hasil konsentrasi kalsium (ppm) fp = faktor pengenceran

3.8.5. Uji Kadar Besi (Fe)

Pengukuran kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan Automatic Absorption Specthrophometer (AAS). Sampel terlebih dahulu diabukan dengan menggunakan metode pengabuan basah. Sampel 3 – 5 gram dimasukkan ke dalam labu Kjedahl. Ditambahkan 10 ml H2SO4 dan 10 ml HNO3. Setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sampai larutan berwarna gelap, ditambahkan 1 – 2 ml HNO3, dan dilanjutkan pemanasan sampai larutan lebih gelap lagi. Penambahan HNO3 sampai larutan jernih dan kemudian didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 10 ml air demineral dan dipanaskan sampai berasap. Setelah didinginkan, kembali ditambahkan 5 ml akuades. Larutan abu disaring dan diencerkan dalam labu takar 100 ml.

(43)

standard (nilai absorbansi vs konsentrasi logam dalam µg/ml) dan diperoleh konsentrasi besi dari sampel larutan abu. Hasil konsentrasi besi diolah dengan perhitungan sebagai berikut:

b = hasil konsentrasi besi (ppm) fp = faktor pengenceran

3.9. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Analisis deskriptif persentase ini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang diujikan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992 dalam Mustapa, 2012) :

% = �

� 100

Keterangan :

% = skor presentase

N = jumlah skor yang diperoleh

N = skor maksimum (skor tertinggi x jumlah panelis)

(44)

Nilai tertinggi = 3 (suka)

Nilai terendah = 1 (tidak suka)

Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria

Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum = skor maksimum/skor maksimum x 100% = 90/90 x 100% = 100

d. Persentase minimum = skor minimum/skor maksimum x 100% = 30/90 x 100% = 33,3%

e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah = 100% - 33,3% = 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan /Jumlah kriteria = 66,7 %/3 = 22,2% = 22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.

Table 3.4. Interval Presentase dan Interval Kesukaan

Persentase (%) Kriteria kesukaan

78 - 100 Suka

55 - 77 Kurang suka

33 - 54,99 Tidak suka

(45)

berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasa sehingga termasuk dalam kriteria tidak suka. Pada persentase 55-77 panelis kurang menyukai kue bawang pati jahe merah berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasa sehingga termasuk dalam kriteria kurang suka. Pada persentase 78-100 panelis menyukai kue bawang pati jahe merah berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasa sehingga termasuk dalam kriteria suka.

Setelah mengetahui bagaimana penerimaan panelis terhadap kue bawang pati jahe merah yang dihasilkan, langkah selanjutnya adalah mengetahui ada atau tidaknya perbedaan pada uji daya terima terhadap warna, aroma, tekstur dan rasa pada kue bawang pati jahe merah. Pada penelitian ini digunakan Uji T-Paired atau Uji T Berpasangan yang dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer.

Menurut Dahlan, 2012 untuk melakukan Uji T Berpasangan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

1. Distribusi data harus normal (wajib).

2. Varians data tidak perlu diuji karena kelompok data berpasangan.

3. Jika memenuhi syarat (data berdistribusi normal), maka dipilih Uji T Berpasangan.

4. Jika tidak memenuhi syarat (data berdistribusi tidak normal) dilakukan transormasi data terlebih dahulu.

(46)

6. Jika variabel baru hasil transformasi tidak berdistribusi normal, maka dipilih Uji Wilcoxon.

Data yang telah didapatkan diuji terlebih dahulu dengan uji normalitas data menggunakan Uji Shapiro Wilk karena jumlah responden <50 orang. Menggunakan taraf signifikansi (α) 5%. Bila hasil Uji Shapiro Wilk menunjukkan signifikansi > 0,05 berarti data berdistribusi normal dan dapat dilanjutkan dengan Uji T Berpasangan. Namun, jika signifikansi ≤ 0,05 berarti distribusi data tidak normal. Dan harus dilakukan transformasi data. Jika hasil transformasi data juga menunjukkan bahwa distribusi data tetap tidak normal maka dilakukan Uji Wilcoxon.

Pada Uji T dengan menggunakan taraf signifikansi (α) 5%. Jika t-hitung > t-tabel atau signifikansi ≤ 0,05 berarti data ditolak atau ada perbedaan antara A1 dan A2. Dan bila t-hitung ≤ t-tabel, atau signifikansi > 0,05 berarti data diterima atau tidak ada perbedaan.

(47)

4.1. Karakteristik Pati Jahe Merah

Pati jahe merah yang masih basah memiliki karakteristik aroma jahe yang lebih khas. Aroma khas jahe merah akan berkurang pada saat pati jahe dalam keadaan kering. Pati jahe merah berwarna putih sedikit kecoklatan. Teksturnya hampir sama seperti tepung tapioka, yaitu sedikit licin saat disentuh. Berikut ini merupakan gambar pati jahe merah:

(a) (b)

Keterangan Gambar 4.1.

(a): Pati Jahe Merah yang Belum Dihaluskan (b): Pati Jahe Merah yang Telah Dihaluskan

4.2. Karakteristik Kue Bawang Pati Jahe Merah

(48)

(a) (b) Keterangan Gambar 4.2.

(a): Bahan Dasar Pembuatan Kue Bawang A1 (b): Bahan Dasar Pembuatan Kue Bawang A2

(a) (b) Keterangan Gambar 4.3.

(a): Kue Bawang Pati Jahe Merah A1 Sebelum dan Sesudah Digoreng (b): Kue Bawang Pati Jahe Merah A2 Sebelum dan Sesudah Digoreng

A1 A2

(49)

Berdasarkan gambar tersebut, memperlihatkan karakteristik warna yang hampir sama dari kedua kue bawang yang dihasilkan yaitu kuning kecoklatan. Namun, dalam hal karakteristik aroma, tekstur, dan rasa menunjukkan adanya perbedaan. Perlakuan A1 menghasilkan kue bawang yang memiliki warna kuning kecoklatan, sedikit aroma jahe, tekstur yang renyah, dan memiliki rasa yang hampir sama dengan kue bawang pada umumnya namun rasa pedas dari jahe merah sedikit terasa pada saat diakhir penelanan.

Perlakuan A2 menghasilkan kue bawang yang memiliki warna yang sama dengan A1, yaitu kuning kecoklatan, aroma khas jahe merah lebih terasa dibandingkan dengan A1, memiliki tekstur yang renyah, namun tidak lebih renyah dari A1 karena pada A1 terdapat penambahan tepung tapioka. Selain itu, tekstur pada A2 lebih rapuh dan lebih mudah hancur daripada A1, dan rasa pedas jahe merah lebih terasa dibandingkan pada A1. Berikut ini merupakan tabel karakteristik kue bawang pati jahe merah :

Tabel 4.1. Karakteristik Kue bawang Pati Jahe Merah

Karakteristik A1 A2

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Aroma Sedikit memiliki aroma khas

jahe

Memiliki aroma khas jahe yang lebih kuat Tekstur Lebih renyah Lebih rapuh dan mudah

hancur Rasa Gurih dan rasa pedas dari jahe

sedikit terasa saat di akhir penelanan

Gurih dan rasa pedas dari jahe lebih terasa

4.3. Deskripsi Panelis

(50)

perempuan dan 2 orang laki-laki. Umur panelis berkisar antara 19-25 tahun. Pada saat melakukan penilaian, panelis tidak dalam keadaan sakit karena kemampuan dari indera perasa maupun penciuman akan mengalami penurunan dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap penilaian uji daya terima yang dilakukan baik dari indikator warna, aroma, tekstur, maupun rasa. uji daya terima ini juga dilakukan pada saat jam makan selingan atau jam snack agar panelis tidak sedang dalam keadaan lapar maupun kenyang.

4.4. Analisis Kandungan Gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Kalsium, dan Zat Besi) pada Kue Bawang Pati Jahe Merah

Hasil analisis kandungan karbohidrat, protein, lemak, kalsium, dan zat besi pada kue bawang pati jahe merah dengan dua perlakuan yaitu A1 (pati jahe merah 30% : tepung tapioka 20% : tepung terigu 50%) dan A2 (pati jahe merah 50% : tepung terigu 50%) dapat dilihat pada table 4.2 berikut :

Tabel 4.2. Hasil Kandungan Gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak, Kalsium, dan Zat Besi)

dalam 50 gram Kue Bawang Pati Jahe Merah

(51)

50,2 mg/Kg. Sedangkan untuk kandungan zat besi A1 sebesar 38,0 mg/Kg dan A2 sebesar 35,8 mg/K.

4.4.1. Analisis Kandungan Gizi Kue Bawang Pada Biasa

Kue bawang pada umumnya mengandung energi sebesar 488 kilokalori, protein 8,8 gram, karbohidrat 64,6 gram, lemak 21,6 gram, kalsium 22 miligram, fosfor 85 miligram, dan zat besi 1,5 miligram. Kue bawang itu di dalam Kue Bawang juga terkandung vitamin A sebanyak 5 IU, vitamin B1 0,07 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Kue Bawang, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Berikut tabel Informasi Rinci Komposisi Kandungan Nutrisi/Gizi Pada Kue Bawang :

Tabel 4.3. Komposisi Kandungan Nutrisi Kue Bawang

Komponen Jumlah

Sumber: Publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta Sumber Lainnya.

(52)

4.4.2. Perbandingan Gizi antara Kue Bawang Pati Jahe Merah dengan Kue Bawang Biasa

Kue bawang pati jahe merah A2 memiliki kandungan lemak, kalsium, dan zat besi yang lebih tinggi daripada kue bawang biasa. Lemak, kalsium, dan zat besi pada kue bawang pati jahe merah sebesar 41,7 g, 53,4 mg/Kg, dan 35,8 mg/Kg sedangkan pada kue bawang biasa sebasar 21,6 g, 22 mg/Kg, dan 1,5 mg/Kg.

4.5. Analisis Daya Terima Warna Kue Bawang Pati Jahe Merah

Hasil analisis daya terima warna kue bawang pati jahe merah dengan menggunakan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.4. Hasil Analisis Daya Terima Warna Kue Bawang Pati Jahe Merah Kriteria tinggi daripada A1, yaitu A2 dengan total skor 73 (81,11%) dan A1 dengan total skor 71 (78,89%). Keduanya termasuk dalam kategori suka berdasarkan karakteristik warna. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna dari kedua kue bawang baik A1 maupun A2. Namun, lebih banyak panelis yang cenderung lebih menyukai warna A2 dengan komposisi pati jahe merah 50% dan tepung terigu 50%.

(53)

menggunakan Uji Wilcoxon karena distribusi data tidak normal setelah dilakukan uji normalitas data menggunakan Shapiro-wilk dan dilakukan transformasi data.

Berdasarkan hasil dari Uji Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -1,667 dengan nilai signifikansi p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,96 dimana (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik warna A1 dan A2.

4.6. Analisis Daya Terima Aroma Kue Bawang Pati Jahe Merah

Hasil analisis daya terima aroma kue bawang pati jahe merah dengan menggunakan skala hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.5. Hasil Analisis Daya Terima Aroma Kue Bawang Pati Jahe Merah Kriteria tinggi daripada A1, yaitu A2 dengan total skor 76 (87,77%) dan A1 dengan total skor 73 (81,11%). Keduanya termasuk dalam kategori suka berdasarkan karakteristik aroma. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai aroma dari kedua kue bawang baik A1 maupun A2. Namun, lebih banyak panelis yang cenderung lebih menyukai aroma A2 dengan komposisi pati jahe merah 50% dan tepung terigu 50%.

(54)

value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,491 dimana (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik aroma A1 dan A2. 4.7.Analisis Daya Terima Tekstur Kue Bawang Pati Jahe Merah

Hasil analisis daya terima tekstur kue bawang pati jahe merah dengan menggunakan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.6. Hasil Daya Terima Tekstur Kue Bawang Pati Jahe Merah Kriteria tinggi daripada A2, yaitu A1 dengan total skor 85 (94,44%) dan A2 dengan total skor 72 (80%). Keduanya termasuk dalam kategori suka berdasarkan karakteristik tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai tekstur dari kedua kue bawang baik A1 maupun A2. Namun, lebih banyak panelis yang cenderung lebih menyukai tekstur A1 dengan komposisi pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20%, dan tepung terigu 50%.

(55)

4.8.Analisis Daya Terima Rasa Kue Bawang Pati Jahe Merah

Hasil analisis daya terima rasa kue bawang pati jahe merah dengan menggunakan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.7. Hasil Daya Terima Rasa Kue Bawang Pati jahe Merah Kriteria tinggi daripada A2, yaitu A1 dengan total skor 82 (91,11%) dan A2 dengan total skor 71 (78,89%). Keduanya, A1 dan A2 termasuk dalam kategori suka berdasarkan karakteristik rasa. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai rasa dari kedua kue bawang baik A1 maupun A2. Namun, lebih banyak panelis yang cenderung lebih menyukai rasa A1 dengan komposisi pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20%, dan tepung terigu 50%.

(56)

5.9. Karakteristik Kue Bawang Pati Jahe Merah

Berdasarkan hasil penelitian, jika dilihat dengan indera penglihatan menunjukkan bahwa karakteristik warna dari kedua kue bawang hampir sama. Namun, dalam hal karakteristik aroma, tekstur, dan rasa terdapat perbedaan. Kue bawang A1 dengan komposisi pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20%, dan tepung terigu 50% memiliki warna kuning kecoklatan, sedikit aroma jahe, tekstur yang renyah, dan memiliki rasa yang hampir sama dengan kue bawang pada umumnya namun rasa pedas dari jahe merah sedikit terasa saat diakhir penelanan.

Kue bawang A2 dengan komposisi pati jahe merah 50%, tepung tapioka 0%, dan tepung terigu 50% memiliki warna yang sama dengan A1, yaitu kuning kecoklatan, aroma khas jahe merah lebih terasa dibandingkan pada A1, memiliki tekstur yang renyah namun tidak lebih renyah dari A1 karena pada A1 terdapat penambahan tepung tapioka. Selain itu, A2 lebih rapuh dan lebih mudah hancur daripada A1, dan rasa pedas jahe merah lebih terasa dibandingkan pada A1. 5.10. Analisis Kandungan Karbohidrat, Protein, Lemak, Kalsium, Zat Besi

pada Kue Bawang Pati Jahe Merah

(57)

Kandungan karbohidrat, protein, lemak, dan kalsium yang tertinggi terdapat pada A2 yaitu dengan komposisi pati jahe merah 50%, tepung tapioka 0%, dan tepung terigu 50%. Sedangkan kandungan zat besi tertinggi terdapat pada A1 dengan komposisi pati jahe merah 30%, tepung tapioka 20%, dan tepung terigu 50%.

Panelis dianjurkan mengkonsumsi protein perharinya yaitu sebesar 62 gram perhari, karbohidrat sebesar 375 gram perhari, dan lemak sebesar 91 gram perhari menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.75 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Bangsa Indonesia. Kue bawang pati jahe merah pada perlakuan A1 dapat menyumbang 6,25% karbohidrat, 3,53% protein, 22,30% lemak dari kebutuhan perhari. Sedangkan perlakuan A2 dapat menyumbang 6,32% karbohidrat, 3,82% protein, dan 22,90% lemak dari kebutuhan perhari

Jika panelis mengkonsumsi sebanyak 100 gram kue bawang pati jahe merah A2 maka dapat menyumbang sebesar 12,64% dari kebutuhan karbohidrat perhari 375 gram. Dengan demikian kue bawang pati jahe merah dapat dijadikan sebagai makanan selingan atau camilan yang dapat menambah kebutuhan zat gizi. 5.11. Daya Terima Panelis

(58)

berdasarkan karakteristik warna, aroma, tekstur dan rasa, yaitu sebesar 311 sedangkan total skor pada A2 sebesar 292.

5.12. Daya Terima Panelis terhadap Warna pada Kue Bawang Pati Jahe Merah

Berdasarkan penilaian daya terima terhadap warna kue bawang pati jahe merah menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki skor tertinggi adalah A2 yaitu memiliki total skor sebesar 73 dengan persentase 81,11% dan termasuk dalam kategori suka. Sedangkan A1 memiliki total skor 71 dengan persentase 78,89% dan termasuk juga dalam kategori suka. Berarti secara keseluruhan penilaian berdasarkan karakteristik warna kue bawang pati jahe merah termasuk dalam kategori suka.

Berdasarkan hasil dari Uji Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -1,667 dengan nilai signifikansi p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,96 dimana (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik warna A1 dan A2.

Warna merupakan corak yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas warnanya. Perbedaan warna disebabkan setiap orang memiliki perbedaan penglihatan, meskipun mereka dapat membedakan warna namun setiap orang memiliki kesukaan yang berlainan.

(59)

walaupun makanan tersebut masih baik kondisinya. Meskipun demikian warna juga tidak selalu identik dengan rasa suatu makanan (Astawan, 2008 dalam Kamal, 2015).

5.13. Daya Terima Panelis terhadap Aroma pada Kue Bawang Pati Jahe Merah

Berdasarkan penilaian daya terima terhadap aroma kue bawang pati jahe merah menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki skor tertinggi adalah A2, yaitu memiliki total skor sebesar 76 dengan persentase 87,77% dan termasuk dalam kategori suka. Sedangkan A1 memiliki total skor 73 dengan persentase 81,11% dan juga termasuk dalam kategori suka. Aroma pada A2 lebih disukai daripada A1, hal ini dikarenakan komposisi pati jahe merah pada A2 lebih banyak yaitu sebesar 50% sedangkan pada A1 hanya sebesar 30%. Oleh karena itu aroma jahe merah pada A2 lebih kuat.

Berdasarkan hasil dari Uji Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -1,414 dengan nilai signifikansi p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,491 dimana (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik aroma A1 dan A2.

(60)

membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan (Wheat, 1981 dalam Kamal, 2015).

5.14. Daya Terima Panelis terhadap Tekstur pada Kue Bawang Pati Jahe Merah

Berdasarkan penilaian daya terima terhadap tekstur kue bawang pati jahe merah menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki skor tertinggi adalah A1, yaitu memiliki total skor sebesar 85 dengan persentase 94,44% dan termasuk dalam kategori suka. Sedangkan A2 memiliki total skor 72 dengan persentase 80% dan juga termasuk dalam kategori suka. Tekstur pada A1 lebih disukai daripada A2, hal ini dikarenakan pada A1 digunakan tepung tapioka sebanyak 20% sehingga tekstur menjadi lebih renyah sedangkan pada A2, tepung tapioka tidak digunakan sama sekali.

Berdasarkan hasil dari Uji Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -3,153 dengan nilai signifikansi p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,002 dimana (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik tekstur A1 dan A2.

(61)

5.15. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa pada Kue Bawang Pati Jahe

Merah

Berdasarkan penilaian daya terima terhadap rasa kue bawang pati jahe merah menunjukkan bahwa perlakuan yang memiliki skor tertinggi adalah A1, yaitu memiliki total skor sebesar 82 dengan persentase 91,11% dan termasuk dalam kategori suka. Sedangkan A2 memiliki total skor 71 dengan persentase 78,89% dan juga termasuk dalam kategori suka. Rasa pada A1 lebih disukai daripada A2, hal ini dikarenakan pada A2, komposisi pati jahe merah yang digunakan lebih banyak yaitu sebesar 50% sehingga menghasilkan rasa yang lebih pedas daripada A1.

Berdasarkan hasil dari Uji Wilcoxon diperoleh nilai Z sebesar -2,117 dengan nilai signifikansi p value (Asymp. Sig 2 tailed) sebesar 0,034 dimana (p < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara karakteristik rasa A1 dan A2.

(62)

5.16. Analisis Nilai Ekonomis Kue Bawang Pati Jahe Merah

Pati jahe yang dapat dihasilkan dari 1 kg jahe merah segar adalah sekitar 100 gram. Penggunaan bahan sebanyak 700 gram tepung dapat menghasilkan 1 kg kue bawang. Perhitungan biaya pembuatan kue bawang pati jahe merah dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1. Rincian Biaya Pembuatan 1 Kg Kue Bawang Pati Jahe Merah Bahan-bahan Jumlah Harga Harga Bawang Merah : Rp40.000 /Kg Harga Bawang Putih : Rp36.000 / Kg Harga Telur : Rp1.200 / butir Harga Margarin : Rp4.500 / 250 gram

(63)

Apabila tidak memanfaatkan pati jahe merah dari pengusaha serbuk sari jahe instan, maka biaya yang akan dikeluarkan jauh lebih mahal karena diperlukan jahe merah segar untuk mendapatkan patinya. Pati jahe yang dapat dihasilkan dari 1 kg jahe merah segar adalah sekitar 100 gram. Pada pembuatan 1 kg kue bawang dengan penambahan pati jahe merah 30% diperlukan 210 gram pati jahe merah. Oleh karena itu, untuk memperoleh 210 gram pati jahe merah maka diperlukan jahe merah segar sekitar 2,1 kg. Sedangkan untuk pembuatan 1 kg kue bawang dengan penambahan pati jahe merah 50% diperlukan 350 gram paati jahe merah. Oleh karena itu, diperlukan jahe merah segar sekitar 3,5 kg.Berikut rincian biaya pembuatan kue bawang apabila pati jahe merah dibuat sendiri.

(64)
(65)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Kue bawang pati jahe merah memiliki sedikit aroma khas jahe merah dan juga memiliki rasa sedikit pedas yang tidak dimiliki oleh kue bawang pada umumnya.

2. Kue bawang yang lebih disukai oleh sebagian besar panelis adalah kue bawang dengan perlakuan A1, dengan selisih skor sebesar 19.

3. Perbedaan antara kue bawang A1 dan A2 yaitu terdapat pada tekstur dan juga rasanya.

4. Kue bawang pati jahe merah merupakan makanan camilan yang sehat dan bergizi sehingga baik untuk dikonsumsi.

6.2. Saran

Hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakuan adalah :

(66)
(67)

2.1Tanaman Jahe Merah (Zingiber Officinale Var Rubrum)

Jahe (Zingiber officinale rosc) merupakan salah satu jenis tanaman yang termasuk kedalam suku Zingiberaceae. Nama Zingiber” berasal dari bahasa

Sansekerta “Singabera” dan Yunani “Zingiberi” yang berarti tanduk, karena

bentuk rimpang jahe mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan bahasa latin

dari “Officina” yang berarti digunakan dalam farmasi atau pengobatan (Bermawie

dan Purwiyanti dalam Sya’ban 2013).

Tanaman Jahe (Zingiber officinale rosc) dalam dunia tanaman memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber

Species : Zingiber officinale Rosc.

(68)

1. Jahe Putih Besar / Jahe Gajah

Varietas jahe ini banyak ditanam di sekitar masyarakat dan dikenal dengan nama “Zingiber officinale var officinarum”. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya. Jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Berat rimpang berkisar 0,18 – 1,04 kg dengan panjang 15,83 – 32,75 cm, ukuran tinggi 6,02 – 12,24 cm. Ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014).

Gambar 2.1. Jahe Gajah (Zingiber officinale var officinarum)

2. Jahe Putih/Kuning Kecil/Jahe Emprit

Jahe ini dikenal dengan nama Latin “Zingiber officinale var

amarum” memiliki rimpang dengan bobot berkisar antara 0,5 - 0,7

(69)

Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua (Hapsoh, 2008 dalam Putri, 2014).

Gambar 2.2. Jahe emprit (Zingiber officinale var amarum)

3. Jahe Merah atau Jahe Sunti

Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) berasal dari Asia Pasifik yang tersebar dari India sampai China. Oleh karena itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional (Setiawan, 2015: 17).

Penyebaran tanaman jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) kini sampai di wilayah tropis dan subtropis, contohnya Indonesia. Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum) disebut juga jahe sunti. Selain itu, banyak nama lain dari jahe dari berbagai daerah di Indonesia antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo), bahing (Batak Karo), sipodeh

(70)

Jahe merah/jahe sunti (Zingiber officinale var rubrum) memiliki rimpang dengan bobot antara 0,5 - 0,7 kg/rumpun. Struktur rimpang jahe merah, kecil berlapis-lapis dan daging rimpangnya berwarna kuning kemerahan, ukuran lebih kecil dari jahe kecil. Memiliki serat yang kasar. Rasanya pedas dan aromanya sangat tajam. Diameter rimpang 4,2 -4,3 cm dan tingginya antara 5,2 - 10,40 cm. Panjang rimpang dapat mencapai 12,39 cm. sama seperti jahe kecil, jahe merah juga selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi dibandingkan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan (Setiawan, 2015: 23).

Gambar 2.3. Jahe merah (Zingiber officinale var rubrum)

2.1.1. Kandungan Kimia Jahe

(71)

terkandung dalam jahe antara lain adalah air 80,9%, protein 2,3%, lemak 0,9%, mineral 1-2%, serat 2-4%, dan karbohidrat 12,3% (Rahingtyas, 2008).

Menurut Denyer, secara umum jahe mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain. Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2001), jahe merah mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%) dan ekstrak yang larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe emprit (41,48; 3,5 dan 7,29%) dan jahe gajah (44,25; 2,5 dan 5,81%).

Rimpang jahe juga mengandung senyawa fenolik. Beberapa komponen bioaktif dalam ekstrak jahe antara lain (6)-gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid dan curcumin. Jahe juga mengandung zat aktif shogaol dan gingerol yang berfungsi untuk membangkitkan energi. Bahkan, para ahli menyebutnya sebagai jenis tanaman antioksidan terkuat sedunia (Anonim, 2007). Komponen kimia jahe lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Jahe dalam 100 gram Komponen Jumlah

(72)

Jahe mengandung komponen minyak menguap (volatile oil), minyak tak menguap (non volatile oil) dan pati. Minyak menguap biasa disebut minyak atsiri. Minyak atsiri umumnya berwarna kuning, sedikit kental, dan merupakan senyawa yang memberikan aroma yang khas pada jahe (Soepardie, 2001 dalam Yuwono, 2015). Sedangkan minyak tak menguap disebut oleoresin merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit (Setiawan, 2015: 20).

Kandungan minyak atsiri dan oleoresin pada rimpang jahe merah cukup tinggi sehingga jahe merah memiliki peranan penting dalam dunia pengobatan, baik pengobatan tradisional maupun untuk skala industri dengan memanfaatkan kemajuan tekhnologi (Evans, 2002 dalam Hernani & Winarti, 2013). Rasa dominan pedas pada jahe disebabkan senyawa keton bernama zingeron. Senyawa lain yang turut menyebabkan rasa pedas pada jahe adalah golongan fenilalkil keton atau yang biasa disebut gingerol dan [6]-gingerol. Keduanya merupakan komponen yang paling aktif dalam jahe.

Gambar 2.4. Senyawa Identitas Jahe Merah

2.1.2. Manfaat Jahe Merah Dalam Bidang Kesehatan

(73)

perjalanan, kembung, kolera, diare, sakit tenggorokan, difteria, penawar racun, gatal digigit serangga, keseleo, bengkak, serta memar (Setiawan, 2015: 26).

Berdasarkan sejumlah penelitian, jahe memiliki manfaat antara lain untuk merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah sehingga darah mengalir lebih cepat dan lancar. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah menjadi turun. Komponen yang paling utama adalah gingerol yang bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Gingerol diperkirakan juga membantu menurunkan kadar kolesterol. Jahe dapat menghambat serotonin sebagai senyawa kimia pembawa pesan yang menyebabkan perut berkontraksi dan menimbulkan rasa mual (Sahelian 2007 dalam Amalia 2004).

Ekstrak jahe merah jika diminum dalam dosis rendah 0,2 – 2 mg/kg menunjukkan efek analgesik dan anti-inflamasi sangat efektif, karena adanya sinergisitas senyawa dalam ekstrak jahe merah. Bahkan ketika diberikan kepada 8 volunter ternyata sangat efektif dalam mencegah mabuk laut termasuk di dalamnya vertigo yang berhubungan dengan mabuk laut (Grontved dkk, dalam Hernani & Winarti, 2013).

(74)

Mengonsumsi jahe dapat merangsang pengeluaran air liur dan memperlancar cairan pencernaan (Rahingtyas, 2008).

Ekstrak Jahe merah mengandung 3 - 7 % golongan senyawa fenol seperti flovanoid dan alkaloid. Flovanoid bekerja sama seperti alopurinol sebagai penghambat enzim xantin oksidase sehingga pembentukan asam urat akan terhambat (Hayati, 2004 dalam Hernani dan Winarti, 2013). Alkaloid dalam ekstrak jahe merah mampu menghambat sintesis dan pelepasan leukotrin sehingga mengurangi rasa nyeri.

Jahe mengandung dua enzim pencernaan yang penting dalam membantu tubuh untuk mencerna dan menyerap makanan. Pertama, lipase yang berfungsi memecah lemak dan kedua adalah protease yang berfungsi memecah protein. Jahe juga sekurangnya mengandung 19 komponen bioaktif yang berguna bagi tubuh. Senyawa kimia pada jahe di antaranya adalah minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa : seskuiterpen, zingiberen, bisabolena, zinger-on, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol, sitral, zingiberal, felandren. Disamping itu terdapat juga shogaol, gingerol, pati, damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat, vitamin : A, B dan C, senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol (Setiawan, 2015: 26).

(75)

Bacillus Subtilis. Sebagai salah satu tanaman obat, jahe memiliki efek

farmakologis seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.2. Efek Farmakologis dari Zat Aktif pada Tanaman Jahe No Nama Zat Aktif Efek Farmakologis

1 Limoen Menghambat jamur Candida

albicans, obat flu

2 1,8-sineol Mengatasi ejakulasi prematur, penguat lapar, perangsang aktivitas

4 ⍺-asam linolenik Anti-pendarahan diluar haid Merangsang kekebalan tubuh, merangsang produksi getah bening

5 Arginin Mencegah kemandulan

6 Asam aspartate Perangsang syaraf, penyegar 7 Betha-sitoserol Perangsang hormon androgen,

menghambat hormon estrogen 8 Asam saprilik Antijamur Candida albicans 9 Capsaicin

11 Farnesol Bahan pewangi makanan, parfum dan merangsang regenerasi sel.

Sumber: (Hariana, 2002 dalam Hernani & Winarti, 2013)

Manfaat-manfaat jahe menurut Setiawan (2015) adalah sebagai berikut : 1. Peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh haid, pencegah mual,

dan penambah nafsu makan.

2. Antiseptik, circulatory stimulant, diaphoretic, peripheral vasolidator. 3. Menghangatkan badan.

(76)

5. Secara tradisional digunakan untuk obat sakit kepala, gangguan saluran pencernaan, stimulansia, diuretik, rematik, menghilangkan rasa sakit, mabuk perjalanan, dan sebagai obat luar untuk mengobati gatal-gatal akibat gigitan serangga, keseleo, bengkak, serta memar.

6. Jahe mengandung bahan antioksidan di antaranya senyawa flavonoid dan polifenol, asam oksalat dan vitamin C. Antioksidan ini dapat mebantu menetralkan efek merusak yang diakibatkan oleh radikal bebas dalam tubuh. 7. Melindungi system pencernaan dengan menurunkan keasaman lambung dan

menghambat terjadinya iritasi pada saluran pencernaan, hal ini karena jahe mengandung senyawa aseton dan methanol.

2.1.3. Perkembangan Pengolahan Jahe

Secara umum jahe bisa dikembangkan dalam berbagai produk makanan, minuman. Beberapa produk yang bisa dikembangkan dari jahe dan telah banyak beredar di luar negeri adalah acar jahe, roti jahe, biskuit, permen, beer (ginger ale), sirup, serbuk (Arnoudon, 2002).

(77)

Produk di dalam negeri yang dibuat dari jahe antara lain, jahe kering, permen jahe, bubuk jahe, minyak jahe, oleoresin produk berbasis jahe memiliki berbagai aplikasi di banyak industri seperti pengolahan makanan, farmasi, minuman ringan, pengalengan daging, kembang gula, pengolahan tembakau, membuat sabun dengan prospek ekspor yang baik juga. Jahe juga dimanfaatkan untuk memproduksi minyak jahe dan oleoresin.

Jahe putih besar banyak dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan, minuman, kosmetika, dan bahan baku dalam kegiatan industri. Semakin pesatnya kegiatan industri obat-obatan modern, tradisional dan industri-industri lain yang bermunculan dengan menggunakan bahan baku jahe menyebabkan permintaan ini meningkat dari tahun ke tahun. Jahe gajah ini tidak hanya berprospek di dalam negeri saja. Jahe gajah berpotensi sebagai komoditas ekspor yang dikirim dalam bentuk segar, kering, asinan, minyak atsiri dan oleoresin. Negara pengimpor jahe gajah saat ini adalah Singapura, Jepang, Jerman, USA, Kanada, Maroko, Perancis, Hongkong, dan Belanda (Ferdiansyah, 2009).

2.2. Pati Jahe Merah

(78)

kambing. Selain itu, digunakan sebagai bahan untuk dioleskan pada bagian tubuh yang berfungsi meredakan rasa pegal linu.

Berdasarkan penelitian Witantri (2013), pati jahe merah mampu menurunkan penyerapan lemak. Sejalan dengan Herawati dan Marjuki (2011), bahwa penambahan pati jahe pada makanan ayam dapat terjadi penurunan yang signifikan pada tingkat plasma trigliserida dan tingkat kolestrol. Penelitian Fitriani (2013), pemberian pati jahe merah sebagai growth promotor pada ransum ayam kampung periode pertumbuhan dapat meningkatkan laju pertumbuhan karena mengandung zat bioaktif yang dapat memacu pertumbuhan kerangka tulang.

Pemanfaatan jahe di Indonesia sendiri cukup tinggi, salah satunya dimanfaatkan sebagai produk jahe instan. Pada proses pengolahan jahe instan akan didapatkan hasil samping berupa pati jahe yang belum termanfaatkan secara maksimal bahkan biasanya dibuang.

(79)

masyarakat Indonesia. Kue bawang atau keripik bawang merupakan makanan yang gurih dan renyah sehingga banyak masyarakat manjadikannya sebagai cemilan diwaktu sedang santai ataupun sedang bekerja. Kue bawang juga merupakan salah satu makanan ringan yang sering dijadikan makanan jamuan untuk tamu ketika hari raya atau lebaran.

(80)

Tabel 2.3. Komposisi Kandungan Nutrisi Kue Bawang

Sumber: Publikasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia serta sumber lainnya.

Tidak semua kandungan yang terdapat dalam kue bawang sama. Riset/penelitian pada kue bawang yang berbeda bisa menghasilkan perbedaan hasil yang didapat karena berbagai faktor yang mempengaruhi baik cara pembuatan ataupun bahan yang digunakan untuk pembuatan.

2.3.1. Bahan-bahan Pembuatan Kue Bawang 1. Tepung Terigu

(81)

a. Tepung terigu dengan kandungan protein tinggi (Hard Flour). Tepung ini memiliki kandungan protein antara 12-14% yang sangat baik untuk pembuatan aneka macam roti dan cocok untuk pembuatan mie karena memiliki tingkat elastisitas dan kekenyalan yang kuat sehingga mie yang dihasilkan tidak mudah putus. Contohnya, terigu dengan merk dagang Cakra Kembar.

b. Tepung terigu dengan kandungan protein sedang (Medium Flour). Tepung ini biasanya disebut dengan all purpose flour karena memiliki kandungan protein antara 10-11,5% yang cocok untuk pembuatan aneka cake, mie basah, pastry, dan bolu. Contohnya, terigu dengan merk dagang Segitiga Biru.

c. Tepung terigu dengan kandungan protein rendah (Soft Flour). Tepung terigu dengan kandungan protein 8-9,5% ini tidak memerlukan tingkat kekenyalan namun tingkat kerenyahan sehingga cocok untuk pembuatan cookies, wafer, dan aneka gorengan. Contohnya, terigu dengan merk dagang Kunci Biru.

Dalam penelitian ini jenis tepung terigu yang digunakan adalah Soft Flour untuk menghasilkan kerenyahan produk yang baik.

2. Pati Jahe Merah

(82)

Pati jahe merupakan hasil samping dari proses pengendapan sari jahe pada proses pembuatan jahe instan yang masih belum dimanfaatkan untuk bahan makanan. Pati jahe yang digunakan adalah pati jahe yang sudah kering dan sudah dihaluskan. Pati jahe didapatkan dari jahe merah yang sudah tua dan masih segar. Penggunaan pati jahe merah pada penelitian ini adalah untuk mengurangi penggunaan terigu dan pengganti dari tepung tapioka. Selain itu, dapat menambah aroma, tekstur dan rasa jahe merah yang khas pada produk kue bawang dan juga menambah nilai gizi didalamnya.

3. Tepung Tapioka

Nama lain dari tepung tapioka adalah tepung singkong, tepung kanji (dalam bahasa Jawa), atau aci sampeu (dalam bahasa Sunda). Tepung tapioka merupakan salah satu produk hasil olahan singkong yang banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun bahan penolong dalam beberapa produk pangan baik di rumah tangga maupun industri (Rahman, 2007). Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83 % dan amilosa 17 % (Winarno, 2004 dalam Desi, dkk).

Tabel 2.4. Komposisi Kimia Tepung Tapioka

Komposisi Jumlah

(83)

Penelitian pembuatan kue bawang pati jahe ini menggunakan tepung tapioka tujuannya adalah untuk menghasilkan tekstur yang renyah. Persentase yang digunakan sedikit yaitu hanya 20% pada produk dengan label A1 karena jika terlalu banyak, produk kue bawang akan menghasilkan tekstur yang keras. Tepung tapioka terbuat dari ubi / singkong sehingga ketika digoreng akan menyerap minyak dan mengeras setelah dingin beberapa lama.

4. Bawang Merah

Sesuai dengan objek penelitian ini yaitu kue bawang, maka bawang merupakan salah satu bahan yang diperlukan. Bawang adalah salah satu bumbu yang hampir dipakai dalam setiap masakan. Itu artinya, bawang ikut mempengaruhi lezat atau tidaknya sebuah menu makanan. Meskipun disadari tanaman bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan tetapi hampir tidak dapat dihindari oleh konsumen rumah tangga sabagai pelengkap bumbu masak sehari-hari (Nana & Salamah, 2014).

(84)

5. Bawang Putih

Dalam penelitian ini bawang putih digunakan sebagai campuran bumbu dan penambah rasa gurih. Kebanyakan orang memberikan bumbu penyedap instan untuk memberikan rasa pada makanan. Namun, penyedap instan jika digunakan terlalu sering tidak baik untuk kesehatan. Oleh karena itu, penggunaan bawang putih dalam penelitian ini adalah sebagai pengganti dari bumbu penyedap instan.

Bawang putih (Allium sativum) memiliki bagian bawah yang bersiung-siung, bergabung menjadi umbi besar berwarna putih. Tiap siung terbungkus kulit tipis dan kalau diiris baunya sangat tajam (Rahmawati, 2012). Dalam beberapa budaya, bawang putih (Allium Sativum) dikenal sebagai pengusir roh jahat yang dapat menganggu manusia. Namun, secara tradisional dan telah banyak dibuktikan dalam penelitian-penelitian termutakhir, ternyata bawang putih juga mampu mengusir berbagai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan. Manfaatnya antara lain sebagai obat hipertensi, penurun kolesterol hingga pencegah kanker (Pandeney, 2001 dalam Fatty, 2012).

(85)

6. Seledri

Dalam penelitian ini seledri digunakan untuk penambah rasa dan aroma terhadap kue bawang. Seledri (Apium graveolens L.) adalah sayuran daun dan tumbuhan obat yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan. Beberapa negara termasuk Jepang, China dan Korea mempergunakan bagian tangkai daun sebagai bahan makanan. Di Indonesia tumbuhan ini diperkenalkan oleh penjajah Belanda dan digunakan daunnya untuk menyedapkan sup atau sebagai lalap. Aromanya yang khas berasal dari sejumlah komponen mudah menguap dari minyak atsiri yang dikandung, paling tinggi pada buahnya yang dikeringkan (Fauziah, 2015). 7. Telur

Secara umum, penambahan telur dalam pembuatan kue bawang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu protein kue bawang dan menciptakan adonan yang lebih renyah. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya dan sangat populer di kalangan masyarakat. Selain itu, bahan pangan ini juga bersifat serba guna karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Biasanya telur sangat mudah dimasak untuk dikonsumsi. Sehingga telur merupakan bahan pangan praktis yang mudah untuk diolah.

(86)

8. Garam

Dalam penelitian ini garam berfungsi memberi rasa asin sebagai penyedap makanan. Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl), dengan komposisi natrium (40%) dan klorida (60%) (Sasongkowati, 2014).

Asin merupakan rasa yang selalu dilekatkan dengan garam. Rasa asin inilah yang merupakan salah satu komponen rasa yang sangat penting dalam memasak. Oleh sebab itu garam menjadi bumbu wajib hampir dalam seluruh masakan (Raghavan, 2006 dalam Fatty, 2012).

9. Margarin

Margarin dalam penelitian ini berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Margarin di Indonesia dibuat dari minyak kelapa dan minyak kelapa sawit melalui proses hidrogenasi. Dalam proses ini tidak semua asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh (Almatsier, 2003: 59).

(87)

minyak, yaitu sekitar 16 persen air di dalam minimal 80 persen minyak atau lemak nabati. Fase lemak umumnya terdiri dari minyak nabati, yang sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir (Apriyantono, 2008).

10.Air

Air berfungsi untuk membantu proses pelumatan adonan kue bawang. Menurut Astawan (2008), secara kimia air merupakan suatu zat organik yang terdiri atas 2 molekul hidrogen dan memiliki rumus molekul H2O. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan sebagai air minum, diantaranya tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa.

Air digunakan sebagai medium untuk masak. Sehingga di industri minuman, air sangat penting karena itu seluruh air yang akan digunakan untuk tujuan air minum dan memasak harus bebas dari bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia.

11.Minyak Goreng

Gambar

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Kue Bawang Pati Jahe Merah Kelompok Eksperimen
Gambar 3.1. Prosedur Pembuatan Pati Jahe Merah
Gambar 3.2. Prosedur Pembuatan Kue Bawang Pati Jahe Merah
Tabel 3.3. Tingkat Kesukaan Panelis pada Uji Hedonik Organoleptik Skala Hedonik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik ekstrak etanol rimpang jahe dan jahe merah terhadap sel kanker payudara T47D dan mengetahui

adalah pada konsentrasi rendah air garam dapat merangsang pertumbuhan bakteri (Salam, 2012), Sementara itu daya hambat perasan jahe merah lebih kuat karena di dalam jahe

Pada parameter pertumbuhan selanjutnya yang dapat diamati adalah pada tanaman jahe di kompartemen design ke 2 meliputi; persentase tunas rimpang yang hidup, rerata pertambahan

Parameter penurunan mutu yang digunakan pada pendugaan umur simpan bubuk jahe merah adalah perubahan kadar air dan perubahan warna yang dapat diketahui dari

askorbat lebih rendah dari pada jahe merah dalam bentuk produk minuman herbal ataupun bentuk ekstraknya, namun secara kategori antioksidan ketiga kelompok sama-sama

dasar produk obat sirup ekstrak perasan jahe merah yaitu 50% yang sebelumnya telah dilakukan penelitian mengenai efektivitas perasan jahe merah terhadap

Parameter penurunan mutu yang digunakan pada pendugaan umur simpan bubuk jahe merah adalah perubahan kadar air dan perubahan warna yang dapat diketahui dari tingkat

Penentuan nilai absorbansi pada sampel cascara jahe merah celup diawali dengan pembuatan seduhan yaitu sebanyak 1,5 gram sampel cascara jahe merah celup ditambahkan aquades sebanyak 50