• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

x

PERBEDAAN POSTPURCHASE DISSONANCE ANTARA KONSUMEN DENGAN TIPE KEPRIBADIAN

EKSTROVERT DAN INTROVERT

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

Tessa Fernando Sitorus 021301080

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2007

(2)

xi

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Bertipe Kepribadian Ekstrovert Dan Introvert adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Medan, Desember 2007

Tessa Fernando Sitorus

(3)

xii

KATA PENGANTAR

Syukur dan terima kasih kepada Allah Bapa yang telah memberkati, menguatkan, serta membuat segala perkara dapat ditanggung penulis untuk terus berjuang dalam proses pengerjaan skripsi ini. Juga untuk keluargaku tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan penulis semangat dan dukungan serta tidak pernah putus harapan terhadap diri penulis. Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Penulis juga ingin mengucapkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dari lubuk hati yang paling dalam kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses pengerjaan skripsi ini, dari awal hingga selesainya skripsi seperti saat ini. Ucapan terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Psikologi Sumatera Utara, Bapak Chairul Yoel, Sp. A(K). 2. Bapak Ferry Novliadi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi penulis

yang telah meluangkan waktunya yang padat serta dengan sabar telah mengarahkan, memberikan masukan, dan menjadi tempat berdiskusi bagi penulis ketika dalam proses pengerjaan skripsi ini. Semoga Bapak dapat terus membuat karya-karya yang lebih baik lagi dari hari ke hari.

3. Ibu Dra. Gustiarti Leila selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah membimbing dan memberikan nasehat-nasehat selama penulis mengikuti perkuliahan di kampus tercinta ini.

(4)

xiii

4. Bapak Eka Danta Jaya Ginting, S. Psi, Psi., yang telah memberikan bimbingannya, saran mengenai penelitian ini, baik dari awal hingga akhir penelitian ini, dan juga yang telah membuat mata kuliah bagian PIO menjadi lebih menarik dan menyenangkan. Semoga sukses buat pendidikan S2 dan penelitian selanjutnya.

5. Ibu Siti Zahreni, M. Si yang telah meluangkan waktunya untuk dapat menjadi dosen penguji skripsi ini.

6. Ibu Josetta MRT, M. Si, dan Ibu Rika Eliana, M. Si, yang telah menjadikan perkuliahan di kampus menjadi tidak membosankan sekaligus juga “menegangkan”, dan juga untuk sumbangsih baik secara materi maupun non materi terhadap kegiatan-kegiatan CSP di kampus.

7. Ibu Ika Sari Dewi, S. Psi, Psi., Ibu Rohila serta Ibu Ida, atas kesempatan dan kepercayaan yang diberikan kepada penulis dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Unit Pelayanan Psikologi selama penulis mengikuti masa-masa kuliah di kampus.

8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengajar di kampus Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas ilmu yang dibagikan selama ini. Semoga Bapak/Ibu terus diberkati Tuhan Yang Maha Esa dan diberikan kesehatan untuk dapat terus mengajar mahasiswa-mahasiswa di kampus dengan baik. 9. Pak Iskandar, yang telah menjadikan segala urusan administrasi menjadi

suatu hal yang mudah, atas proyek-proyeknya dan juga atas cerita-cerita lucunya selama ini.

(5)

xiv

10. Pak Aswan, atas leluconnya dan juga kesediaannya mempermudah urusan di bagian pendidikan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan di kampus.

11. Ayahku, J. H. Sitorus, semoga tulisan kecil ini dapat membuat Ayahanda semakin bangga terhadap penulis.

12. My beloved mother, M. Br. Sipahutar, my earthly angel. Thank you for loving me so unconditionally and patiently as well. This is only one way that I can do, so far, to thank and honor you for all what you have done for me. God did, has, and will always bless you, mom. I love you so much. 13. Kakak-kakakku yang tercinta, Mama Debbie, Mama Damar, serta

Adik-adikku, Beatrik, dan Moses, terima kasih karena terus menyemangati penulis agar tidak pernah menyerah di dalam hidup ini. You all are such blessings in my life that I could not ask the Lord above for more. I love you all.

14. My gorgeous, cute and funny niece (Debbie) and nephew (Damar), you are my twinkle-twinkle little stars.

15. My best friends, for all the friendship and brotherhood: Emerson, thank you for hearing my thoughts, Pieldra (semangat bro!), Amos (never give up on our church..!!), Christian (kapan kita jogging lagi?), Simon (thanks atas dukungannya), Fadli Lubis (kapan pindah dari Larantuka? Hehehe), Ahmad Hamdi “R” Dalimunthe (thanks for being a good friend indeed), Matheus (kapan kita arisan lagi, Met? hehehe).

(6)

xv

16. Teman-teman di kelas 2002: Fredy dan Evi (FARSEUS), Eva, Emy, Uli, Ririn, Maya, Icut, Ade, Dian, Amalia, Liska, Safira, Vivi, Agustina, Ika, Vey, Endang, Septa, Lidya, Tama, Perananta, Rahmi, Windu, Okto, Edo, Roy, Yandi, Rien, Ella, Mozha, Gerin dan semua teman-teman di kelas 2002 yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu, terima kasih atas persahabatan dan canda tawanya selama ini. Our class rocks..!!

17. Teman-teman semasa SMA yang tetap memberikan dukungan bagi penulis hingga saat ini: Sondang (It’s always been a pleasure to talk with you), Friska, Shinta “budok”, Arjuna, Desi, Winda, Ayu, Vina, Sherli. Terima kasih atas persahabatannya hingga saat ini.

18. Bang Poltak, Ms. Erna, Mr. Edi, dan semua rekan-rekan kerja di Prima yang telah mendukung peneliti dalam penyelesaian proses skripsi ini. 19. Indra “gendut”, Elfira “Untel”, Farah, Zulfirman, Bima, Asroni, Juneidi,

Ira, Agnes “ito”, Antonius, Fitrah, Furqon, Hanan, Friska, Herti, dan semua rekan-rekan mahasiswa yang namanya tidak dapat disebutkan semua, dari angkatan 2003, 2004, 2005, 2006, dan 2007 yang telah membantu peneliti dalam proses penyelesaikan skripsi ini dan juga yang telah menjadikan hari-hari selama di kampus menyenangkan.

20. Pak Syahrial, Bang Sono, Bang Hendra, Ari, Indra, dan Endang, terima kasih atas cerita-cerita lucu dan dukungannya selama ini.

21. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini, yang namanya mungkin

(7)

xvi

tidak sengaja terlupakan oleh peneliti, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis sadar bahwa tanpa bantuan, dukungan, serta doa dari mereka semua, maka skripsi ini mungkin tidak akan pernah terselesaikan oleh peneliti. Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang dapat membalaskan semua hal-hal baik yang telah mereka tunjukkan kepada penulis selama dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna dan memiliki kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat terbuka terhadap masukan, kritikan, serta saran yang membangun yang dapat digunakan untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, Desember 2007

(Penulis)

(8)

xvii DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

ABSTRAKSI ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang ……… 1

I.B. Tujuan Penelitian ………. 10

I.C. Manfaat Penelitian ……….. 10

I.C.1. Manfaat Teoritis ………... 10

I.C.2. Manfaat Praktis ……….. 10

I.D. Sistematika Penulisan ……… 11

BAB II. LANDASAN TEORI II.A. Postpurchase Dissonance ………. 13

II.A.1. Pengertian Postpurchase Dissonance ……… 13

II.A.2. Aspek-aspek Postpurchase Dissonance ………… 15

(9)

xviii

II.A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Postpurchase

Dissonance ……… 16

II.B. Kepribadian ……… 18

II.B.1. Pengertian Kepribadian ……… 18

II.B.2. Penggolongan Kepribadian ……….. 19

II.B.3. Tipe Kepribadian Ekstrovert ……… 20

II.B.4. Tipe Kepribadian Introvert ……….. 21

II.C. Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ……… 22

II.D. Hipotesa Penelitian ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN III.A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 25

III.B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 25

III.B.1. Postpurchase Dissonance ... 25

III.B.2. Tipe Kepribadian ... 26

III.B.2.1. Tipe Kepribadian Ekstrovert ... 26

III.B.2.2. Tipe Kepribadian Introvert ... 27

III.C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ………... 27

III.C.1. Karakteristik Sampel Penelitian ... 28

III.C.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 28

III.C.3. Jumlah Sampel Penelitian ... 28

(10)

xix

III.D. Metode Pengumpulan Data ... 29

III.D.1. Skala Postpurchase Dissonance ... 30

III.D.2 Skala Tipe Kepribadian ... 31

III.E. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 34

III.E.1. Uji Validitas ... 35

III.E.2. Uji Reliabilitas Alat Ukur ... 37

III.E.3. Hasil Uji Coba ... 37

III.F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 42

III.F.1. Tahap Persiapan Penelitian ... 42

III.F.2. Pelaksanaan Penelitian ... 44

III.F.3. Pengolahan Data Penelitian ... 44

III.G. Metode Analisa Data ... 44

BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI DATA IV.A. Gambaran Data Penelitian ... 46

IV.A.1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian ... 46

IV.A.2. Jenis Pekerjaan Subjek Penelitian ... 46

IV.A. 3. Penggolongan Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 47

IV.A.4. Penggolongan Subjek Penelitian Berdasarkan Tipe Kepribadian ... 48

IV.B. Hasil Penelitian Utama ... 50

IV.B.1. Uji Asumsi ... 50

IV.B.1.1. Uji Normalitas ... 50

(11)

xx

IV.B.1.2. Uji Homogenitas ... 52

IV.B.2. Uji Hipotesa ... 52

IV.B.3. Kategorisasi Skor Postpurchase Dissonance ... 54

IV.B.4. Gambaran Perbandingan Aspek-aspek Postpurchase Dissonance ... 55

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN V.A. Kesimpulan ... 57

V.B. Diskusi ... 58

V.C. Saran ... 60

V.C.1. Saran Untuk Pihak Produsen ... 60

V.C.2. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 61

Daftar Pustaka ... 63 LAMPIRAN

(12)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Aitem-aitem Skala Postpurchase Dissonance Sebelum Uji Coba ...………... 31 Tabel 2 Distribusi Aitem-aitem Skala Tipe Kepribadian Sebelum

Uji Coba ……… 33

Tabel 3 Distribusi Aitem-aitem Skala Postpurchase Dissonance

Setelah Uji Coba ……….. 38

Tabel 4 Distribusi Aitem-aitem Skala Postpurchase Dissonance

Untuk Penelitian ………... 39

Tabel 5 Distribusi Aitem-aitem Skala Tipe Kepribadian Sesudah

Uji Coba ……… 40

Tabel 6 Distribusi Aitem-aitem Skala Tipe Kepribadian Untuk

Penelitian ………... 41

Tabel 7 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ………… 46 Tabel 8 Penyebaran Subjek Berdasarkan Jenis Pekerjaan ……….. 47 Tabel 9 Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia ………... 47 Tabel 10 Kategorisasi Tipe Kepribadian ……….. 49 Tabel 11 Penyebaran Subjek Berdasarkan Tipe Kepribadian …….. 50 Tabel 12 Normalitas Postpurchase Dissonance Pada Tipe

Kepribadian Ekstrovert ……….. 51

Tabel 13 Normalitas Postpurchase Dissonance Pada Tipe

Kepribadian Introvert ……….. 51

(13)

xxii

Tabel 14 Uji Homogenitas Dengan One Way Anova ……….. 52 Tabel 15 Uji-t Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert ……… 53 Tabel 16 Deskripsi Skor Postpurchase Dissonance ……….. 53 Tabel 17 Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik ………. 54 Tabel 18 Kategorisasi Data Pada Variabel Postpurchase

Dissonance ……….. 55 Tabel 19 Gambaran Perbandingan Aspek-aspek Postpurchase

Dissonance ……….. 56

(14)

xxiii

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Postpurchase Consumer Behavior ……….. 14

(15)

xxiv ABSTRAKSI Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Tessa Fernando Sitorus : 021301080

Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tidak mudah bagi sebagian besar konsumen untuk memutuskan membeli suatu produk diantara banyaknya pilihan alternatif sejenis. Ketika dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka mengambil sebuah keputusan untuk membeli suatu produk, banyak konsumen yang akan mengalami keraguan setelah membeli produk tersebut. Keraguan seperti itu dikenal dengan istilah postpurchase dissonance. Kecemasan (anxiety) adalah salah satu trait kepribadian yang dapat mempengaruhi tingkat postpurchase dissonance yang dialami oleh seorang konsumen. Semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi tingkat postpurchase dissonance yang akan di alami. Penelitian ini adalah penelitan kuantitatif komparatif yang mencoba untuk mengetahui perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Tipe kepribadian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck, yaitu tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Penelitian ini melibatkan 182 orang konsumen yang pernah melakukan pembelian atas suatu produk dengan kondisi dimana produk tersebut adalah penting bagi konsumen tersebut, produk tersebut tidak dapat dikembalikan apabila telah dibeli, serta konsumen membeli produk tersebut atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya paksaan, ataupun permintaan dari orang lain. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling, dimana data yang didapatkan akan diolah dengan menggunakan uji t. Alat ukur yang digunakan adalah skala postpurchase dissonance berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Sweeney dkk., dan skala tipe kepribadian, dimana aitem-aitem kedua skala disusun sendiri oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan ada perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen bertipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan nilai ρ = 0.000, dimana konsumen bertipe kepribadian introvert memiliki nilai mean yang lebih tinggi (X = 53.61), sedangkan konsumen bertipe kepribadian ekstrovert memiliki nilai mean yang lebih rendah (X = 44.88).

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak produsen agar dapat mengetahui bahwa konsumen dapat mengalami suatu keraguan terhadap produk yang telah mereka beli yang pada ujungnya berakibat pada menurunnya tingkat pembelian produk mereka.

Kata kunci: postpurchase dissonance, tipe pengambilan keputusan, tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

(16)

xxiv ABSTRAKSI Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Tessa Fernando Sitorus : 021301080

Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tidak mudah bagi sebagian besar konsumen untuk memutuskan membeli suatu produk diantara banyaknya pilihan alternatif sejenis. Ketika dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka mengambil sebuah keputusan untuk membeli suatu produk, banyak konsumen yang akan mengalami keraguan setelah membeli produk tersebut. Keraguan seperti itu dikenal dengan istilah postpurchase dissonance. Kecemasan (anxiety) adalah salah satu trait kepribadian yang dapat mempengaruhi tingkat postpurchase dissonance yang dialami oleh seorang konsumen. Semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seseorang, maka semakin tinggi tingkat postpurchase dissonance yang akan di alami. Penelitian ini adalah penelitan kuantitatif komparatif yang mencoba untuk mengetahui perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Tipe kepribadian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck, yaitu tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

Penelitian ini melibatkan 182 orang konsumen yang pernah melakukan pembelian atas suatu produk dengan kondisi dimana produk tersebut adalah penting bagi konsumen tersebut, produk tersebut tidak dapat dikembalikan apabila telah dibeli, serta konsumen membeli produk tersebut atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya paksaan, ataupun permintaan dari orang lain. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling, dimana data yang didapatkan akan diolah dengan menggunakan uji t. Alat ukur yang digunakan adalah skala postpurchase dissonance berdasarkan aspek yang dikemukan oleh Sweeney dkk., dan skala tipe kepribadian, dimana aitem-aitem kedua skala disusun sendiri oleh peneliti.

Hasil analisa data menunjukkan ada perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen bertipe kepribadian ekstrovert dan introvert dengan nilai ρ = 0.000, dimana konsumen bertipe kepribadian introvert memiliki nilai mean yang lebih tinggi (X = 53.61), sedangkan konsumen bertipe kepribadian ekstrovert memiliki nilai mean yang lebih rendah (X = 44.88).

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak produsen agar dapat mengetahui bahwa konsumen dapat mengalami suatu keraguan terhadap produk yang telah mereka beli yang pada ujungnya berakibat pada menurunnya tingkat pembelian produk mereka.

Kata kunci: postpurchase dissonance, tipe pengambilan keputusan, tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

(17)

xxv BAB I PENDAHULUAN

I. A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi dan informasi yang pesat dewasa ini mengakibatkan tingkat konsumsi yang cukup tinggi di kalangan masyarakat Indonesia. Perkembangan tersebut memunculkan adanya produk-produk terbaru untuk tiap-tiap kebutuhan konsumen sehingga memungkinkan seseorang konsumen untuk memilih satu dari sekian banyak produk sejenis yang ditawarkan oleh berbagai konsumen. Wibowo (dalam Ginting & Sianturi, 2005) mengatakan bahwa hal tersebut membuat para produsen berusaha menampilkan produk-produk mereka sebaik dan se-inovatif mungkin untuk menarik minat konsumen untuk tetap membeli produk mereka.

Sebagai contoh, seorang konsumen yang ingin membeli sebuah telepon genggam (ponsel) untuk kebutuhan komunikasinya, dapat memilih satu dari sekian banyak jenis ponsel dari berbagai merek dan dari berbagai kelas pasar dimana ponsel tersebut dimaksudkan, mulai dari low-end (kelas bawah) hingga ke high-end (kelas atas), mulai dari ponsel yang beroperasi melalui jaringan berteknologi GSM hingga jaringan berteknologi CDMA.

Pada tahun 2004 yang lalu, Nokia, salah satu produsen ponsel terkemuka di dunia, telah mengelurkan sebanyak 24 tipe ponsel GSM dan 10 tipe ponsel CDMA. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sony Ericsson, dimana produsen ini pada akhir tahun 2004 mengeluarkan produk ponselnya terbaru yakni J200, dan

(18)

xxvi

pada awal 2005 mengeluarkan ponselnya yang diberi nama T290, yang semakin menambah daftar jenis-jenis ponsel perusahaan mereka sebelumnya. Sony Ericson sendiri, masih pada tahun yang sama, membagi lini produknya yang terdiri dari P (untuk ponsel bertipe smartphone), S untuk swivel (ponsel dengan engsel berputar), T dan J untuk entry level dan K untuk ponsel kelas menengah. (http://studiohandphone.com/news_detail.php?id=4072&sub=all).

Masih di Tahun 2004, catatan Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) menunjukkan bahwa penjualan ponsel di Indonesia telah mencapai lebih dari 30 juta unit (http://studiohandphone.com/news_detail.php?id=4099&sub=all).

Banyaknya pilihan yang dihadapi oleh seorang konsumen dalam membeli suatu produk akan berdampak pada rasa bingung atau ragu yang akan dialaminya ketika memutuskan untuk membeli produk tersebut.

Sumarwan (dalam Ginting & Sianturi, 2005) mengemukakan bahwa walaupun dijejali oleh banyaknya pilihan produk, keputusan akhir dalam membeli produk tersebut akan tetap ditentukan oleh konsumen tersebut. Banyaknya produk sejenis yang ditawarkan oleh berbagai produsen secara tidak langsung akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan membeli yang dilakukan oleh konsumen.

Sebelum membeli suatu barang atau produk, seorang konsumen tentunya akan membuat keputusan mengenai produk apa yang sesuai dengan kebutuhannya. Engel dkk. (1995), menjelaskan beberapa tipe pengambilan keputusan, yakni: (1) pengambilan keputusan diperluas (extended problem solving), dimana pada tipe ini konsumen terbuka luas terhadap berbagai sumber

(19)

xxvii

informasi untuk menentukan pilihan alternatif yang terbaik baginya. Apabila hasil yang diharapkan sesuai dengan yang terjadi maka keputusan membeli diwujudkan dalam bentuk rekomendasi kepada orang lain serta keinginannya untuk membeli kembali produk yang sama di kemudian hari; (2) pengambilan keputusan antara (midrange problem solving). Pada tipe keputusan ini, pencarian informasi juga dilakukan oleh konsumen namun intensitasnya tidak sebesar pada tipe pengambilan keputusan diperluas atau dengan kata lain terbatas; (3) pengambilan keputusan terbatas (limited problem solving). Pada tipe ini hanya sedikit pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen.

Engel dkk. (1995) juga mengatakan bahwa keputusan pembelian yang dilakukan oleh konsumen akan melalui beberapa tahap, yakni: (1) tahap pengenalan kebutuhan. Pada tahap ini ada perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya yang pada akhirnya akan membangkitkan proses kebutuhan; (2) tahap pencarian informasi. Untuk mencari solusi dari permasalahan dapat diperoleh melalui pencarian internal atau dari dalam diri, dapat juga diperoleh melalui pencarian eksternal seperti mencari informasi dari orang lain, seperti teman, keluarga, kelompok dan sebagainya; (3) tahap evaluasi alternatif. Alternatif yang ada dipersempit sehingga akhirnya dari sekian banyak alternatif yang tersedia, konsumen akan memilih alternatif yang dia inginkan; (4) pembelian. Pembelian didasarkan pada alternatif yang telah dipilih; (5) konsumsi. Biasanya tindakan pembelian akan diikuti oleh tindakan mengkonsumsi atau menggunakan produk yang telah dibeli; (6) evaluasi alternatif setelah pembelian. Setelah melakukan pembelian, konsumen akan mengevaluasi

(20)

xxviii

apakah alternatif yang telah dipilih sesuai dengan harapan. Beberapa konsumen pada tahap ini akan mengalami keraguan atau kecemasan atas keputusan pembelian yang telah dilakukan.

Keraguan seperti disebut di atas adalah salah satu bentuk dari cognitive dissonance. Festinger (dalam Sweeney dkk., 2000) mengatakan bahwa cognitive dissonance adalah suatu keadaan ketidaknyamanan psikologis yang memotivasi seseorang untuk mengurangi keraguan (dissonance) tersebut

Hawkins, (1986) mengungkapkan bahwa keraguan seperti yang telah dijelaskan di atas dikenal dengan istilah postpurchase dissonance, yang terjadi pada tahap pasca pembelian (postpurchase) suatu produk oleh konsumen.Tahap ini, menurut Hawkins, adalah tahap yang sangat kritis bagi para konsumen, dimana pada tahap ini konsumen akan mencari penguatan (reinforcement) atas keputusan membeli yang telah mereka lakukan.

Ada 4 (empat) hal yang memungkinkan seorang konsumen mengalami postpurchase dissonance (Hawkins, 1986), yakni: (1) the degree of commitment or irrevocability of the decision. Semakin mudah mengubah keputusan, semakin rendah kemungkinan seorang mengalami kebingungan (dissonance); (2) the importance of the decision to the consumer. Semakin penting keputusan tersebut bagi konsumen, semakin besar kemungkinannya mengalami dissonance; (3) the difficulty of choosing among alternatives. Semakin sulit memilih alternatif, semakin tinggi kemungkinan seorang konsumen mengalami dissonance; (4) the individual’s tendency to experience anxiety. Beberapa individu memiliki tingkatan atau kecenderungan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dalam

(21)

xxix

mengalami rasa cemas. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat kecemasannya, maka semakin tinggi kemungkinannya mengalami postpurchase dissonance.

Sweeney dkk. (2000) mengajukan 3 dimensi untuk mengukur postpurchase dissonance yang juga merupakan salah satu bentuk dari cognitive dissonance, yaitu: (1) emotional. Ketidaknyamanan psikologis yang merupakan konsekuensi atas keputusan membeli; (2) wisdom of purchase. Kesadaran individu setelah pembelian dilakukan apakah mereka telah membeli produk yang tepat atau mereka mungkin tidak membutuhkan produk tersebut; (3) concern over deal. Kesadaran individu setelah proses pembelian telah dilakukan apakah mereka telah dipengaruhi terhadap keyakinan mereka sendiri (terhadap produk yang dibeli) oleh agen penjual (sales staff).

Pada tahap pasca pembelian suatu barang, seorang konsumen akan berusaha mengurangi kebingungan atau keraguan (dissonance) yang dialami (Hawkins, 1986), dengan cara antara lain: (1) meningkatkan rasa suka terhadap merek, atau produk yang telah dia beli; (2) mengurangi rasa suka terhadap alternatif yang ditolak; (3) mengurangi tingkat kepentingan terhadap keputusan membeli.

Konsumen pada tiap-tiap keenam tahap keputusan pembelian di atas akan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang akan mempengaruhi bagaimana dia berpikir dan bertindak selama berada dalam proses tersebut.. Faktor yang bersifat eksternal atau dari lingkungan antara lain seperti budaya, pengaruh kelompok, kelas sosial dan keluarga. Faktor internal atau yang berasal

(22)

xxx

dari dalam diri antara lain adalah: motivasi, pengetahuan, sikap dan kepribadian konsumen tersebut (Engel dkk., 1995).

Hawkins, Best, dan Coney (dalam Nadeem, 2007) mengatakan bahwa para praktisi pemasaran, dari tahun ke tahun, menyadari betapa pentingnya untuk memuaskan para konsumen, dan mereka telah menanamkan investasi dalam usaha untuk memahami dan mengukur kepuasan konsumen tersebut dengan tujuan jangka panjang yakni mengamankan keuntungan di masa depan dan kestabilan bisnis.

Para ahli pemasaran dari dahulu tertarik dalam memahami bagaimana kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku konsumsinya, karena pengetahuan akan hal tersebut akan memungkinkan mereka untuk lebih memahami konsumen-konsumennya dan untuk menentukan strategi dan target bagi konsumen tersebut agar merespon secara positif terhadap produk mereka

Singh (dalam http://www3.interscience.wiley.com/cgi-bin/ abstract/ 51913/ABSTRACT?CRETRY=1&SRETRY=0) mengatakan bahwa kepribadian adalah sebuah consumer antecedent yang penting

Penelitian yang dilakukan Oliver (1993), Westbrook (1987), Havlena & Holbrook (1986) memperlihatkan bahwa respon emosi adalah komponen pokok dari pengalaman-pengalaman konsumsi dan hal tersebut berlaku dengan baik pada produk apa saja (dalam http://www3.interscience.wiley.com/cgi- bin/abstract/51913/ABSTRACT?CRETRY=1&SRETRY=0) .

Hasil penelitian yang sama juga diperlihatkan oleh Larsen & Katelaar (1991), Mooradian dan Olver (1997) yang mengatakan bahwa konsumen dengan

(23)

xxxi

tipe kepribadian ekstroversion (ekstrovert) dihubungkan dengan emosi konsumsi (consumption-based emotions) yang positif dan sebaliknya konsumen dengan tipe kepribadian neuroticism (neurotik) dihubungkan dengan emosi konsumsi yang negatif (dalam http://businessperspectives.org/files/im/IM_EN_2005_Matzler. pdf.). Emosi konsumsi positif yang dimaksudkan disini adalah bahwa konsumen melaporkan feedback yang baik terhadap suatu produk setelah menggunakan produk tersebut. Dan sebaliknya, respon emosi konsumsi yang negatif adalah konsumen melaporkan feedback yang tidak baik terhadap suatu produk setelah menggunakan suatu produk.

Menurut Coe (dalam http://advertising.mcdar.net/8999.php.) seorang konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung bereaksi lebih positif terhadap iklan suatu produk daripada seorang konsumen bertipe kepribadian introvert. Konsumen bertipe ekstrovert cenderung lebih dipengaruhi oleh faktor luar seperti status sosial, hubungan sebaya, nilai sosial dari suatu produk atau jasa (social value of products or services), sedangkan konsumen bertipe introvert lebih dipengaruhi faktor yang berasal dari dalam diri mereka sendiri seperti keyakinan pribadi, sikap (attitude), dan mereka cenderung gugup akan membuat kesalahan sehingga akan menyalahkan diri mereka sendiri bila membuat kesalahan dan akan memastikan kesalahan tersebut tidak akan terulang kembali, dan mereka juga cenderung mengalami rasa cemas. (http://www.capitalideasonline.com /articles/index.php?id=1800)

.

(24)

xxxii

Eysenck (dalam Schultz & Schultz, 1994) membagi tipe kepribadian menjadi 2 (dua) tipe yaitu (1) tipe ekstrovert, dan (2) tipe introvert. Masing-masing tipe kepribadian tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Individu dengan tipe kepribadian ekstrovert memiliki karakteristik antara lain: sociable, memiliki banyak teman, lebih agresif, easy-going (mudah bergaul), optimis. Sedangkan individu dengan tipe kepribadian introvert memiliki karakteristik: pemalu, menarik diri, pendiam, berusaha menghindari orang lain.

Individu yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert, dalam membeli suatu produk, akan memiliki banyak masukan informasi yang berasal dari teman-temannya yang dapat menguatkan pilihan alternatif yang telah dibuatnya. Tingkat agresivitas yang tinggi sebagai salah satu karakteristik kepribadiannya akan membuat tingkat kecemasan yang dialaminya tidak terlalu besar sehingga mengurangi rasa ragu atau cemas yang akan dialami terhadap sesuatu.

Bertolak belakang dengan individu bertipe kepribadian ekstrovert, individu dengan tipe kepribadian introvert, yang cenderung pendiam, tidak memiliki banyak teman, akan mengalami kesulitan dalam mencari reinforcement (penguatan) akan pilihan alternatif yang telah dipilih, karena sangat bergantung pada pencarian informasi dari dalam dirinya sendiri. Rasa cemas yang cukup besar, akan berdampak pada keraguan atas suatu produk yang telah mereka beli.

Dari gambaran di atas, dapat dilihat bahwa dalam kaitannya dengan proses pengambilan keputusan pembelian, seorang konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert cenderung mengambil tipe pengambilan keputusan diperluas, dikarenakan banyaknya sumber informasi eksternal yang dapat diperoleh,

(25)

xxxiii

sedangkan seorang dengan tipe kepribadian introvert akan cenderung memiliki tipe pengambilan keputusan terbatas.

Keraguan setelah pembelian (postpurchase dissonance) yang dialami oleh seorang konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert akan lebih kecil tingkatannya dikarenakan oleh sedikitnya tingkat rasa cemas yang dimiliki oleh konsumen bertipe kepribadian ekstrovert dan banyaknya sumber penguatan (reinforcement) yang bisa didapat oleh konsumen tipe ini. Sedangkan konsumen bertipe kepribadian introvert akan cenderung lebih besar mengalami keraguan atau kebingungan setelah pembelian, yang dikarenakan oleh sedikitnya sumber reinforcement yang bisa ia peroleh atas keputusan membeli yang telah ia lakukan, dan juga dikarenakan tingkat rasa cemas yang tinggi yang dimiliki oleh individu bertipe kepribadian ini.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara tingkat keraguan atau kebingungan yang dialami oleh seorang konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert dengan yang bertipe kepribadian introvert setelah membeli suatu produk.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert".

(26)

xxxiv I. B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen bertipe kepribadian ekstrovert dengan yang bertipe kepribadian introvert.

I. C. Manfaat Penelitian I. C. 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi disiplin ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi, terutama mengenai perilaku konsumen dan proses-proses yang terjadi dalam proses pembelian suatu barang oleh konsumen, dalam hal ini postpurchase dissonance dan pengambilan keputusan dalam membeli.

I. C. 2. Manfaat Praktis

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk memahami perbedaan postpurchase dissonance yang dialami oleh konsumen yang dapat dipengaruhi oleh kepribadian ekstrovert atupun introvert yang dimiliki oleh konsumen tersebut.

Bagi para ahli pemasaran agar dapat menentukan strategi yang tepat bagi konsumen mereka agar pelanggan dapat memberikan evaluasi yang positif terhadap produk yang ditawarkan yang berujung pada meningkatnya jumlah konsumsi atas produk mereka. Dan juga perlu diperhatikan adanya sharing

(27)

xxxv

informasi yang dapat dilakukan oleh konsumen dimana hal ini dapat berdampak pada semakin tingginya postpurchase dissonance yang dialami oleh konsumen.

Bagi konsumen agar dapat memahami penyebab dari postpurchase dissonance yang mereka alami setelah membeli suatu produk dan bagaimana cara mengatasinya.

I. D. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. Dalam bab ini digambarkan berbagai literatur serta beberapa hasil penelitian sebelumnya mengenai postpurchase dissonance, dan dari beberapa literatur dan penelitian sebelumnya tersebut dapat dilihat bagaimana seorang konsumen dihadapkan pada beberapa alternatif produk sejenis yang dapat mengakibatkan kecemasan ataupun keraguan atas keputusan membeli yang telah konsumen tersebut lakukan, sehingga para produsen harus dapat memahami gejala tersebut dan menetapkan strategi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut. Postpurchase dissonance tersebut dapat juga dipengaruhi oleh faktor kepribadian yang ada dalam diri konsumen.

(28)

xxxvi Bab II Landasan Teori

Bab ini menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Memuat landasan teori mengenai postpurchase dissonance, faktor-faktor yang mempengaruhi dan aspek-aspek postpurchase dissonance, teori mengenai kepribadian ekstrovert dan introvert, karakteristik kepribadian ekstrovert dan introvert. Bab ini juga memuat hipotesa sebagai jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menjelaskan perbedaan postpurchase dissonance ditinjau dari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert

Bab III Metode Penelitian

Bab ini menguraikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel, metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, uji validitas dan reliabilitas alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan untuk mengolah hasil data penelitian.

Variabel bebas yang diambil dalam penelitian ini adalah kepribadian tipe ekstrovert dan introvert, dan variabel tergantungnya adalah postpurchase dissonance. Alat ukur yang digunakan adalah skala, yang terdiri dari dua

skala yaitu skala postpurchase dissonance, dan skala tipe kepribadian. Teknik yang digunakan untuk menganalisa data penelitian adalah t -test untuk melihat perbedaan postpurchase dissonance diantara tipe

kepribadian ekstrovert dan introvert.

(29)

xxxvii BAB II

LANDASAN TEORI

II. A. Postpurchase Dissonance

II. A. 1. Pengertian Postpurchase Dissonance

Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang dapat dialami oleh setiap konsumen setelah melakukan proses pembelian terhadap suatu produk. Munandar (dalam Ginting & Sianturi, 2005) mengatakan bahwa beberapa konsumen dapat mengalami postpurchase dissonance.

Hawkins (1986) mendefinisikan postpurchase dissonance sebagai suatu keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen.

Keraguan atau kecemasan ini terjadi karena konsumen tersebut berada dalam suatu keadaan yang mengharuskannya membuat komitmen yang relatif permanen terhadap sebuah pilihan alternatif dari pilihan alternatif lainnya yang tidak jadi dipilih oleh konsumen tersebut. Oleh karena itu kebanyakan pembuatan keputusan terbatas (limited decision making) tidak akan menghasilkan postpurchase dissonance karena konsumen tidak mempertimbangkan tampilan-tampilan yang menarik yang ada dalam merek atau produk yang tidak dipilih yang juga tidak ada dalam produk atau merek yang dipilih (Hawkins, 1986).

Postpurchase dissonance juga dapat diartikan sebagai rasa tidak aman yang dirasakan oleh seorang pembeli tentang kesesuaian dari pembelian yang

(30)

xxxviii

telah pembeli tesebut lakukan ( http://www.marketingpower.com/mg-dictionary.php?Searched=1&SearchFor=buyer\'s%20remorse)

Gambar 1

Postpurchase Consumer Behavior

Gambar di atas menunjukkan bahwa keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan pembelian pada akhirnya akan sangat mempengaruhi motivasi konsumen untuk membeli ulang produk yang sejenis di kemudian hari, setelah pelanggan tersebut melakukan evaluasi terhadap produk yang telah dibelinya

Hal ini sangat berdampak pada tingkat kehilangan pelanggan yang dialami oleh sebuah perusahaan setiap tahunnya. Hasil penelitian Mill City Marketing, setiap tahunnya perusahaan di Amerika Serikat kehilangan setengah dari konsumen mereka, yang sama dengan 13% kerugian tahunan yang bersumber dari konsumen (www.nssa.us/nssajrnl/241/10-Moser-CombatingPost-Purchase Dissonance.htm)

Postpurchase

Purchase Usage Evaluation Repurchase

Product disposal

Consumer complaints

(31)

xxxix

Setelah melakukan pembelian suatu barang, seorang konsumen akan berusaha mengurangi keraguan (dissonance) yang dia alami (Hawkins, 1986), dengan cara antara lain:

(1) meningkatkan rasa suka terhadap merek, atau produk yang telah dia beli;

(2) mengurangi rasa suka terhadap alternatif yang ditolak; serta (3) mengurangi tingkat kepentingan terhadap keputusan membeli.

Usaha mengurangi dissonance tersebut juga sangat dipengaruhi oleh reevaluasi internal dari alternatif-alternatif atau re-evaluasi internal yang didukung oleh informasi eksternal yang baru.

Jadi dapat disimpulkan bahwa postpurchase dissonance adalah keraguan yang dapat dialami oleh seorang pembeli terhadap keputusan membeli yang telah dilakukannya.

II. A. 2. Aspek-aspek Postpurchase Dissonance

Sweeney dkk. (2000) mengemukakan 3 dimensi yang digunakan untuk mengukur Postpurchase Dissonance, yaitu:

1. Emotional

Ketidaknyamanan psikologis yang merupakan konsekuensi atas keputusan membeli. Keadaan yang tidak nyaman secara psikologis yang dialami oleh seseorang setelah orang tersebut membeli suatu produk yang dirasakan sebagai produk yang penting bagi dirinya, maka dapat dikatakan orang tersebut mengalami postpurchase dissonance.

(32)

xl 2. Wisdom of purchase

Kesadaran individu setelah pembelian dilakukan apakah mereka telah membeli produk yang tepat atau mereka mungkin tidak membutuhkan produk tersebut. Setelah proses pembelian dilakukan individu, individu dihadapkan kepada pertanyaan-pertanyaan seputar keputusan membeli yang telah dia lakukan. Apabila individu merasa bahwa keputusan pembelian yang dia lakukan adalah benar, dimana produk yang telah dibeli adalah tepat dan berguna, maka individu cenderung tidak akan mengalami postpurchase dissonance.

3. Concern over deal

Kesadaran individu setelah proses pembelian telah dilakukan, apakah mereka telah dipengaruhi oleh agen penjual (sales staff) terhadap

keyakinan mereka sendiri atas terhadap produk yang dibeli. Individu yang melakukan keputusan membeli atas dasar pertimbangan diri sendiri (individu merasa bebas dalam memutuskan pembelian terhadap suatu produk) akan dihadapkan pada informasi-informasi dari luar diri individu tersebut yang dapat membuat individu mengalami postpurchase dissonance.

II. A. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Postpurchase Dissonance

Hawkins (1986) menjelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi postpurchase dissonance, yaitu:

(33)

xli

1 The degree of commitment or irrevocability of the decision

Semakin mudah mengubah keputusan, semakin rendah kemungkinan seorang mengalami kebingungan (dissonance). Hal ini dapat terjadi pada saat membeli suatu produk yang memiliki banyak alternatif lainnya

dimana masing-masing alternatif memiliki kelebihan ataupun kekurangan yang relatif sama. Dengan demikian keputusan untuk mengubah

pembelian terhadap suatu produk seperti di atas tidak akan mengarah kepada postpurchase dissonance. Keputusan yang telah dibuat tidak

mungkin lagi untuk diubah oleh konsumen tersebut. 2 The importance of the decision to the consumer

Semakin penting keputusan tersebut bagi konsumen, semakin besar kemungkinannya mengalami dissonance. Keputusan seperti ini akan membuat seorang konsumen memikirkan secara matang produk yang hendak dibeli sebelum melakukan pembelian. Oleh karena itu keputusan yang salah dalam membeli suatu produk akan mengarah kepada

postpurchase dissonance yang akan dialami oleh konsumen tersebut. 3 The difficulty of choosing among alternatives

Semakin sulit memilih alternatif, semakin tinggi kemungkinan seorang konsumen mengalami dissonance. Hal ini dikarenakan alternatif yang ada tidak menawarkan kelebihan-kelebihan lainnya yang tidak ada pada produk yang hendak dipilih. Atau dengan kata lain alternatif yang ada tidak dapat menutupi kekurangan yang ada pada produk yang hendak dibeli.

(34)

xlii

4 The individual’s tendency to experience anxiety

Beberapa individu memiliki tingkatan atau kecenderungan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya dalam mengalami rasa cemas. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh salah satu trait kepribadian yang di miliki oleh seorang konsumen yang merupakan bawaan dari lahir (nature) ataupun dikarenakan pengaruh lingkungan (nurture). Oleh karena itu,

semakin tinggi tingkat kecemasan yang dimiliki oleh seorang individu maka semakin tinggi kemungkinannya mengalami postpurchase dissonance.

Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa kecemasan sangat berpengaruh terhadap postpurchase dissonance yang dialami oleh seorang konsumen. Kecemasan ini dapat berupa keraguan ataupun keadaan psikologis seseorang yang tidak nyaman setelah melakukan suatu proses keputusan membeli. Kecemasan adalah salah satu dari trait kepribadian seseorang yang dapat berbeda diantara individu yang satu dengan individu lainnya. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis memilih tipe kepribadian introvert dan ekstrovert sebagai variabel bebas.

II. B. Kepribadian

II. B. 1. Pengertian Kepribadian

Kepribadian diartikan dengan konsep-konsep tertentu yang digunakan oleh para ahli dalam memahami perilaku manusia (Hall dkk., 1985). Allport (dalam Suryabrata, 1982) mendefinisikan kepribadian sebagai organisasi dinamis dalam

(35)

xliii

diri individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Schultz & Schultz (1994) mengatakan bahwa kepribadian adalah aspek-aspek internal dan eksternal yang unik yang relatif menetap dari karakter seseorang yang mempengaruhi tingkah laku dalam berbagai situasi yang berbeda.

Eysenck (dalam Hall dkk., 1985) mendefinisikan kepribadian sebagai keseluruhan pola perilaku yang potensial dari suatu organisme yang ditentukan oleh faktor bawaan (hereditas) dan lingkungan, yang berasal dan berkembang melalui interaksi fungsional dari 4 sektor utama dimana pola-pola tingkah laku tersebut diorganisasikan; sektor kognitif (inteligensi), sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatis (konstitusi).

Dari beberapa definisi kepribadian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah karakter khas seseorang yang membedakan individu yang satu dan individu yang lainnya dalam berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.

II. B. 2. Penggolongan Kepribadian

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, tidak ada dua individu yang sama. Beberapa ahli menggolongkan kepribadian menurut trait-trait yang umum yang dapat dilihat dari individu-individu tersebut.

Eysenck (dalam Hall dkk., 1985) menggolongkan kepribadian menjadi beberapa 3 tipe besar kepribadian yakni: introversion-extraversion (introvert-ekstrovert), neuroticism (neurosis), dan psychoticism (psikosis). Walaupun

(36)

xliv

demikian Eysenck mengatakan bahwa seseorang dengan salah satu tipe kepribadian di atas tidak selamanya selalu berperilaku sama, sebagai contoh seorang dengan tipe kepribadian neurosis tidak selamanya berperilaku neurosis.

Ahli kepribadian yang lain yang juga menggolongkan beberapa tipe kepribadian adalah Jung. Pembagian kepribadian menurut Jung didasarkan atas arah aktivitas psikis dan arah orientasi manusia yang mengarah ke dalam diri individu tersebut atau sebaliknya mengarah ke luar dari diri individu tersebut (dalam Suryabrata, 1982). Dengan demikian, Jung berpendapat bahwa apabila seseorang memiliki orientasi ke luar terhadap segala sesuatu yang ditentukan oleh faktor-faktor objektif maka individu tersebut mempunyai orientasi ekstravert. Dan sebaliknya, individu yang memiliki orientasi ke dalam diri terhadap faktor-faktor subjektif, maka individu tersebut dikatakan memiliki orientasi introvert.

Dari gambaran di atas dapat dilihat kesamaan kedua tokoh di atas yang membagi beberapa tipe kepribadian, dimana kedua tokoh di atas menggolongkan manusia ke dalam tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

II. B. 3. Tipe Kepribadian Ekstrovert

Eysenck (dalam Hall dkk., 1985) memberikan beberapa karakteristik yang dimiliki oleh individu dengan tipe kepribadian ekstrovert, yaitu:

a. keras hati b. impulsif

c. cenderung santai

d. mencari sesuatu yang baru

(37)

xlv e. kinerja ditingkatkan oleh kesenangan

f. lebih menyukai lapangan pekerjaan yang melibatkan hubungan dengan orang lain

g. tahan terhadap rasa sakit

h. suka mengambil kesempatan/resiko

Dari karakteristik- karakteristik di atas, dapat dilihat bahwa individu dengan tipe kepribadian ekstrovert sangat berorientasi ke dunia luar. Dalam melakukan tindakan, seperti memutuskan untuk melakukan sesuatu, individu bertipe kepribadian ekstrovert cenderung akan memperhatikan dan bergantung pada rational reasoning (alasan rasional) dan akan menekan perasaannya sendiri (http://mentalhelp.net/psyhelp/chap9/chap9c.htm). Selain itu tipe kepribadian ekstrovert cenderung agresif dan kehilangan kesabaran (Zulkarnain dan Ginting, 2003).

II. B. 4 Tipe Kepribadian Introvert

Tipe kepribadian introvert, menurut Eysenck (dalam Hall dkk., 1985), memiliki karakterisitik:

a. lemah lembut b. introspeksi c. serius

d. cenderung menyukai hal-hal yang tetap e. kinerja terganggu oleh kesenangan

f. lebih menyukai lapangan pekerjaan yang individual

(38)

xlvi g. sensitif terhadap rasa sakit

h. cenderung menahan diri dalam mengambil kesempatan

Dalam melakukan suatu tindakan, individu bertipe kepribadian ini sangat ditentukan oleh pendapat dari dalam dirinya sendiri. Individu bertipe kepribadian ini akan sangat cemas dalam membuat keputusan dikarenakan rasa takutnya akan membuat kesalahan yang salah. Individu-individu dengan tipe kepribadian introvert akan cenderung menyalahkan diri mereka sendiri atas kesalahan yang telah terjadi (http://www.capitalideasonline.com/ articles/index.php?id=1800).

II. C. Perbedaan Postpurchase Dissonance Antara Konsumen Dengan Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Postpurchase dissonance dapat diartikan sebagai keraguan atau kecemasan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan yang sulit dan relatif permanen (Hawkins, 1986). Keraguan ini akan dapat dialami oleh seorang konsumen yang harus membuat keputusan di antara banyak pilihan alternatif. Karena banyaknya pilihan yang dihadapkan pada seorang konsumen dapat membuat konsumen tersebut merasa bingung untuk memutuskan alternatif mana yang harus dipilih

Pada konsumen bertipe kepribadian ekstrovert, keputusan membeli yang dilakukannya akan banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti informasi dari teman sebaya, dimana pola berpikir yang dimiliki tipe kepribadian ini didasarkan atas penilaian objektif dan sangat ditentukan oleh keinginan dan harapan dari orang lain, dan mereka cenderung menekan perasaan ataupun penilaian yang

(39)

xlvii

berasal dari dalam diri mereka. Individu bertipe ekstrovert cenderung membuat keputusan yang involuntarily (tidak bebas) dikarenakan keinginan untuk memenuhi ataupun menyenangkan harapan dari orang lain. Oleh karena itu informasi dari luar serta penilaian yang objektif terhadap suatu produk yang didapatkan oleh konsumen bertipe kepribadian ekstrovert akan mengurangi tingkat keraguan ataupun kecemasan yang dapat mereka rasakan setelah melakukan pembelian.

Bertolak belakang dengan konsumen bertipe kepribadian ekstrovert, seorang konsumen bertipe kepribadian introvert sangat berorientasi ke dalam dunia mereka sendiri atau ke dalam diri sendiri. Pola pemikiran dalam memutuskan sesuatu sangat bersifat subjektif yang berarti memakai penilaian atas sesuatu yang berasal dari dalam diri sendiri. Individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung membuat keputusan membeli yang bersifat bebas (voluntarily) yang didasarkan oleh pendapat dan keinginan sendiri. Konsumen tipe ini akan sangat berhati-hati dalam membuat suatu keputusan karena tingginya rasa cemas atau rasa takut akan membuat suatu kesalahan yang dialaminya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsumen bertipe kepribadian introvert akan cenderung merasakan keraguan ataupun kecemasan yang terjadi setelah mereka melakukan pembelian terhadap suatu produk.

Dari gambaran di atas dapat dilihat bahwa ada perbedaan tingkat keraguan atau kecemasan (postpurchase dissonance) yang dialami oleh seorang konsumen bertipe kepribadian ekstrovert dengan seorang konsumen bertipe kepribadian introvert setelah melakukan pembelian terhadap suatu produk. Dimana seorang

(40)

xlviii

konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert akan mengalami tingkat keraguan atau kecemasan (postpurchase dissonance) yang lebih rendah daripada konsumen bertipe kepribadian introvert.

II. D. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan pemaparan di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

“Ada perbedaan postpurchase dissonance antara konsumen dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.”

(41)

xlix BAB III

METODE PENELITIAN

III. A. Identifikasi Variabel Penelitian

Adapun variabel yang terlibat pada penelitian ini antara lain: Variabel Tergantung : Postpurchase Dissonance

Variabel Bebas : Tipe Kepribadian: 1. Ekstrovert 2. Introvert

III. B. Definisi Operasional Variabel Penelitian III. B. 1. Postpurchase Dissonance

Postpurchase dissonance adalah keraguan yang dialami oleh seorang konsumen setelah melakukan suatu keputusan pembelian yang sulit dan relatif permanen terhadap suatu produk.

Data mengenai postpurchase dissonance diperoleh melalui skala postpurchase dissonance berdasarkan aspek-aspek postpurchase dissonance yang dikemukakan oleh Sweeney dkk. (2000) yang terdiri dari dari 3 aspek yaitu emotional, wisdom of purchase, concern over deal.

Skor yang diperoleh menunjukkan tinggi rendahnya postpurchase dissonance yang dialami oleh seorang individu. Skor tinggi yang diperoleh oleh seorang individu dari skala postpurchase dissonance menunjukkan subjek memiliki tingkat dissonance yang tinggi. Sedangkan skor rendah yang diperoleh

(42)

l

oleh seorang individu menunjukkan bahwa subjek memiliki tingkat dissonance yang rendah.

III. B. 2. Tipe Kepribadian

III. B. 2. 1. Tipe Kepribadian Ekstrovert

Individu dengan tipe kepribadian ekstrovert adalah individu yang berorientasi ke dunia luar, dalam memutuskan untuk melakukan sesuatu cenderung akan memperhatikan dan bergantung pada rational reasoning (alasan rasional) dan akan menekan perasaannya sendiri, cenderung agresif dan kehilangan kesabaran.

Data mengenai tipe kepribadian ektstrovert ini diperoleh dengan menggunakan skala yang didasarkan pada aspek kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenk (dalam Hall dkk., 1985) yaitu: keras hati, impulsif, cenderung santai, mencari sesuatu yang baru, kinerja ditingkatkan oleh kesenangan, lebih menyukai lapangan pekerjaan yang melibatkan hubungan dengan orang lain, tahan terhadap rasa sakit, dan suka mengambil kesempatan/resiko.

Skor yang tinggi pada skala kepribadian menunjukkan subjek cenderung memiliki tipe kepribadian ekstrovert.

(43)

li III. B. 2. 2. Tipe Kepribadian Introvert

Individu bertipe kepribadian introvert adalah individu yang sangat ditentukan oleh pendapat dari dalam dirinya sendiri, sangat cemas dalam membuat keputusan dikarenakan rasa takutnya akan membuat kesalahan yang salah, serta cenderung menyalahkan diri mereka sendiri atas kesalahan yang telah terjadi.

Data mengenai tipe kepribadian ektstrovert ini diperoleh dengan menggunakan skala yang didasarkan pada aspek kepribadian introvert yang dikemukakan oleh Eysenk (dalam Hall dkk., 1985) yaitu: lemah lembut, introspeksi, serius, cenderung menyukai hal-hal yang tetap, kinerja terganggu oleh kesenangan, lebih menyukai lapangan pekerjaan yang bersifat individual, sensitif terhadap rasa sakit, menahan diri dalam mengambil kesempatan/resiko.

Skor yang rendah pada skala kepribadian menunjukkan subjek cenderung memiliki tipe kepribadian introvert.

III. C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian

Hadi (2002) mengatakan bahwa masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah objek, gejala atau kejadian yang diselidiki terdiri dari semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian itu hendak digeneralisasikan.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah membeli suatu produk. Mengingat keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga yang dialami oleh peneliti, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari

(44)

lii

keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian, atau yang dikenal dengan nama sampel.

III. C. 1. Karakteristik Sampel Penelitian

Karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsumen yang pernah membeli suatu produk dimana:

1. Produk tersebut adalah penting bagi konsumen tersebut 2. Produk tersebut tidak dapat dikembalikan apabila telah dibeli

3. Konsumen membeli produk tersebut atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya tekanan, paksaan, ataupun permintaan dari orang lain.

III. C. 2. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah incidental sampling, dimana dimana pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2002).

III. C. 3. Jumlah Sampel Penelitian

Siegel (1997) menyatakan bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Oleh karena itu mengenai jumlah sampel tidak ada batasan jumlah sampel penelitian yang ideal. Jumlah total dalam penelitian ini adalah 272 orang konsumen, dengan perincian 90 untuk uji coba dan

(45)

liii

182 orang untuk penelitian. 272 subjek dengan karakteristik yang disesuaikan dengan tujuan penelitian diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.

III. D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen alat ukur self-report berupa skala sikap. Azwar (2000) mengungkapkan skala sikap merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Dari respon subjek pada setiap pernyataan tersebut kemudian dapat disimpulkan mengenai arah dan intensitas sikap seseorang. Cronbach (dalam Azwar, 2000) menyatakan bahwa skala suatu bentuk pengukuran terhadap performansi tipikal individu cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi.

Adapun kelebihan-kelebihan dan alasan penggunaan Metode Skala, yaitu: 1. Pernyataan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi

dari keadaan diri subjek yang tidak didasari.

2. Skala digunakan untuk mengukur suatu atribut tunggal.

3. Subjek tidak menyadari arah jawaban sesungguhnya yang diungkap dari pernyataan skala.

Dalam penelitian ini digunakan dua skala, yaitu skala postpurchase dissonance dan skala tipe kepribadian.

(46)

liv III. D. 1. Skala Postpurchase Dissonance

Aitem-aitem dalam skala postpurchase dissonance disususun berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Sweeney dkk., (2000), yang meliputi emotional, wisdom of purchase, dan concern over deal.

Skala tersebut terdiri dari aitem-aitem yang favorable dan unfavorable, dengan skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban yakni Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Penilaian skala untuk item favorable adalah nilai 4 untuk pilihan jawaban Sangat Sesuai, nilai 3 untuk nilai untuk jawaban Sesuai, nilai 2 untuk jawaban Tidak Sesuai, dan nilai 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai. Sedangkan penilaian untuk item unfavorable adalah nilai 1 untuk jawaban Sangat Sesuai, nilai 2 untuk jawaban Sesuai, nilai 3 untuk jawaban Tidak Sesuai, serta nilai 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai. Berikut ini adalah blue print yang menyajikan distribusi aitem-aitem skala postpurchase dissonance.

(47)

lv Tabel 1

Distribusi Aitem-aitem Postpurchase Dissonance Sebelum Uji Coba Aspek Postpurchase

Dissonance

Aitem Total Favorable Unfavorable Jumlah

Emotional .31, 32, 33, 34, 35,

III. D. 2. Skala Tipe Kepribadian

Skala tipe kepribadian disusun berdasarkan aspek-aspek tipe-tipe kepribadian ekstrovert dan introvert yang dikemukakan oleh Eysenck (dalam Hall dkk., 1985), yakni:

1. Sifat yang keras hati (toughmindedness) versus sifat yang hatinya lembut (tendermindedness)

2. Menuruti dorongan hati ketika bertindak (impulsiveness) versus berpikir dulu sebelum bertindak (introspectiveness)

3. Cenderung santai versus cenderung serius

4. Perasaan gembira yang dialami dapat meningkatkan performa versus perasaan gembira yang dialami dapat mengganggu performa

(48)

lvi

5. Lebih suka perkerjaan yang berhubungan dengan orang banyak versus lebih menyukai pekerjaan yang bersifat menyendiri

6. Toleran terhadap rasa sakit versus sensitif terhadap rasa sakit

7. Suka hal-hal yang baru (perubahan) versus suka hal-hal yang teratur (tetap)

8. Suka mengambil kesempatan versus cenderung penyegan (malu-malu) Setiap aspek-aspek di atas akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan favorabel dan unfavorable, dimana subjek diberikan empat alternatif pilihan yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem yang favorable, pilihan SS akan mendapatkan nilai 4, pilihan S akan mendapatkan nilai 3, pilihan TS akan mendapatkan nilai 2, dan pilihan STS akan mendapatkan nilai 1. Sedangkan untuk aitem unfavorable pilihan SS akan mendapatkan nilai 1, pilihan S mendapatkan nilai 2, pilihan TS akan mendapatkan nilai 3, dan pilihan STS akan mendapatkan nilai 4. Nilai skala ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai jawaban pada skala tipe kepribadian maka individu tersebut cenderung memiliki tipe kepribadian ekstrovert. Dan sebaliknya, nilai yang rendah pada skala tipe kepribadian maka individu tersebut cenderung memiliki tipe kepribadian introvert. Pada skala tipe kepribadian digunakan uji standard error of measurement dengan menggunakan taraf signifikansi α = 0,05 untuk menggolongkan tipe individu ke dalam tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Rumus standard error of measurement tersebut adalah:

Se = Sx √(1–гxx’) α = 0.05 → z = 1, 65

(49)

lvii sehingga:

X ± Se (α/2) Dimana:

Se = eror standar dalam pengukuran Sx = deviasi standar skor

rxx’ = koefisien reliabilitas

Nilai Se, rxx’ dan X yang digunakan untuk penggolongan kepribadian ini didapatkan dari skala penelitian.

Tabel 2

Distribusi Aitem-aitem Skala Tipe Kepribadian Sebelum Uji Coba

Aspek Kepribadian Aitem Total

Favorabel Unfavorabel Jumlah Sifat yang keras hati

(toughmindedness) versus sifat yang hatinya lembut

(tendermindedness)

1, 6, 7, 8, 9. 10, 11, 12, 13, 14

10

(50)

lviii dapat meningkatkan performa versus perasaan gembira yang dialami dapat mengganggu performa

Lebih suka perkerjaan yang berhubungan dengan orang banyak versus lebih menyukai pekerjaan yang bersifat

Toleran terhadap rasa sakit versus sensitif terhadap rasa sakit

54, 55, 56, 57, 58. 59, 60, 61, 62, 63, 64.

11

Suka hal-hal yang baru (perubahan) versus suka hal-hal yang teratur (tetap)

III. E Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Azwar (1997) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk melihat sejauh mana alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan

(51)

lix

pengukuran. Uji coba skala dilakukan dengan menyebarkan skala kepada responden uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian. Skala postpurchase dissonance dan skala tipe kepribadian disebarkan, dikumpulkan, dan diuji validitasnya yaitu validitas isi berdasarkan daya beda aitem-aitem dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment yang diperoleh melalui analisa data dengan menggunakan SPSS version 12.0 for windows. Aitem yang memliki daya beda cukup tinggi akan dihitung reliabilitasnya dengan menggunakan reliabilitas koefisien alpha yang diperoleh melalui analisis data dengan menggunakan SPSS version 12.0 for windows. Aitem-aitem dalam skala yang memiliki validitas yang baik dengan daya beda cukup tinggi dan reliable akan digunakan untuk mengukur postpurchase dissonance dan kepribadian.

III. E. 1. Uji Validitas

Validitas tes atau validitas alat ukur adalah sejauh mana tes itu mengukur apa yang dimaksudkannya untuk diukur, artinya derajat fungsi mengukurnya suatu tes atau derajat kecermatan suatu tes (Azwar, 2000). Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat alat ukur berdasarkan arah isi yang diukur yang disebut dengan validitas isi (content validity).

Suryabrata (2000) mengatakan bahwa validitas isi menunjukkan kepada sejauh mana item-item yang dilihat dari isinya dapat mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur. Ukuran sejauh mana ini ditentukan berdasar derajat repesentatifnya alat ukur itu bagi isi hal yang akan diukur. Validitas isi alat ukur

(52)

lx

ditentukan melalui pendapat professional (professional judgement) dalam proses telaah soal. Dengan menggunakan spesifikasi alat ukur yang telah ada, akan dilakukan analisa logis untuk menetapkan apakah item-item yang telah dikembangkan memang mengukur (representatif bagi) apa yang dimaksudkan untuk diukur.

Setelah melakukan validitas isi kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji daya beda aitem. Uji daya beda aitem dilakukan untuk melihat sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki atribut dengan yang tidak memiliki atribut yang akan diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item ini adalah dengan memilih item-item yang fungsi alat ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih item yang mengukur hal yang sama dengan yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2000).

Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada setiap aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu distribusi skor skala itu sendiri. Komputasi ini menghasilkan koefisien korelasi item total yang dapat dilakukan dengan menggunakan formula koefisien korelasi Pearson Product Moment (Azwar, 2000). Uji daya beda aitem ini akan dilakukan pada alat ukur yang dalam penelitian ini adalah skala penelitian postpurchase dissonance dan skala penelitian kepribadian.

(53)

lxi III. E. 2. Uji Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya (Azwar, 2001). Dari sejumlah aitem yang terpilih memiliki daya beda aitem yang tinggi dilakukan komputasi untuk memperoleh koefisien reliabilitas. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi aitem-aitem tes dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama.

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yang mana prosedurnya hanya memerlukan satu kali penggunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2001). Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.

Penghitungan daya beda aitem dan koefisien reliabilitas dalam uji coba ini dilkukan dengan menggunakan program SPSS version 12.0 for Windows.

III. E. 3. Hasil Uji Coba

Uji coba terhadap skala postpurchase dissonance dan skala tipe kepribadian terhadap 90 orang konsumen yang pernah membeli suatu produk dengan kondisi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

1. Hasil uji coba skala postpurchase dissonance

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 12.0 for windows, kemudian nilai corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson

(54)

lxii

Product Moment dengan interval kepercayaan 95 % yang memiliki harga kritik 0.273. Pengambilan harga kritik di atas 0.273 ini didasarkan atas pendapat Azwar (2001) yang mengatakan bahwa semua aitem yang mencapai korelasi minimal 0.273 dianggap memiliki daya pembeda yang memuaskan. Jumlah aitem yang diujicobakan adalah 60 aitem dan dari 60 aitem yang diujicobakan tersebut tidak didapatkan aitem yang gugur. Dari hasil uji coba tersebut didapat nilai kritik yang bergerak dari rxx = 0.296 hingga rxx = 0.718 dengan nilai reliabilitas sebesar 0.964. Penghitungan nilai reliabilitas skala postpurchase dissonance dihitung dengan menggunakan rumus skor komposit.

Tabel 3

Distribusi Aitem-aitem Postpurchase Dissonance Setelah Uji Coba Aspek Postpurchase

Dissonance

Aitem Total Favorable Unfavorable Jumlah

(55)

lxiii

Sebelum skala digunakan untuk melakukan penelitian, maka aitem-aitem terlebih dahulu disusun kembali. Dari 60 aitem yang sahih, diambil aitem-aitem yang memiliki nilai harga kritik paling tinggi di masing-masing aspek dan di masing-masing jenis aitem, favourabel maupun unfavourable seperti yang terlihat dalam tabel 4 berikut.

Tabel 4

Distribusi Aitem-aitem Postpurchase Dissonance Untuk Penelitian

No Aspek Aitem Total

Favorabel Unfavorabel 1. Emotional 34 (12), 39 (13),

Angka yang berada di dalam kurung adalah nomor aitem di dalam skala penelitian

2. Hasil uji coba skala kepribadian

Untuk melihat daya diskriminasi aitem, dilakukan analisa uji coba dengan menggunakan aplikasi komputer SPSS version 12.0 for windows, kemudian nilai corrected item total correlation yang diperoleh dibandingkan dengan Pearson Product Moment dengan interval kepercayaan 95 % yang memiliki harga kritik

(56)

lxiv

0.273. Pengambilan harga kritik di atas 0.273 ini didasarkan atas pendapat Azwar (2001) yang mengatakan bahwa semua aitem yang mencapai korelasi minimal 0.273 dianggap memiliki daya pembeda yang memuaskan. Jumlah aitem yang diujicobakan adalah sebanyak 86. Setelah aitem-aitem dianalisa per aspek, dari 86 aitem tersebut didapatkan 68 aitem yang sahih dan 18 aitem yang gugur. Dari 68 aitem yang sahih tersebut dianalisa kembali dan didapatkan 66 aitem yang sahih dan 2 aitem yang gugur karena memiliki nilai kritik di bawah 0.273. Dari 66 aitem yang sahih tersebut dilakukan analisa kembali dan didapatkan 66 aitem yang memiliki harga kritik di atas 0.273. 66 aitem yang sahih tersebut memiliki rentang nilai kritik mulai dari rxx = 0.284 hingga rxx = 0.742 dengan nilai reliabilitas 0.908. Penghitungan nilai reliabilitas skala tipe kepribadian dihitung dengan menggunakan rumus skor komposit.

Tabel 5

Distribusi Aitem-aitem Skala Tipe Kepribadian Sesudah Uji Coba

No Aspek Aitem Total

Favorabel Unfavorabel 1. Sifat yang keras hati (toughmindedness)

versus sifat hatinya yang lembut (tendermindedness)

6, 7, 9. 10, 11, 12, 13, 14.

8

2. Menuruti dorongan hati ketika bertindak (impulsiveness) versus berpikir dulu sebelum bertindak (introspectiveness)

16, 17. 5, 18, 19, 20. 6

3. Cenderung santai versus cenderung serius 22, 23, 25, 26.

27, 28, 29, 30, 31, 32.

10

Gambar

 Gambar 1 Postpurchase Consumer Behavior
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

penilaian dan evaluasi dari Semua Data dalam surat penawaran harga.. perusahaan ternyata rekanan / perusahaan tersebut telah

Dari hasil temuan terlihat, bahwa proses seleksi yang dilakukan belum memiliki standar atau kriteria penyeleksian, bahkan ada karyawan administrasi yang tidak

jiats atetiva tatap pada laporan kauaugaf** males panulia m m. berlkao aarao-aaraa so bag* I bo r I leu t

Dari tabel data analisis diperoleh informasi bahwa pemain color guard dengan durasi latihan rata-rata 48 jam/bulan, 80 jam/bulan, dan 160 jam/bulan mengalami peningkatan

Penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan bahasa anak prasekolah di RA Semai Benih Bangsa Al-Fikri Manca

Berdasarkan pembuktian yang telah ada untuk semua varia- be1 yang diteliti, dapat diambil kesimpulan bahwa untuk bidang retorika penulisan karangan ekspositori: bila

Jelas terlihat bahwa, peran kebijakan tax amnesty ini sangat perlu dalam proses pertumbuhan ekonomi di Indonesia, alasannya adalah jelas bahwa penerapan kebijakan ini

Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Telur