PERBEDAAN EFEK PEREGANGAN AKUT SELAMA 15 DAN 30 DETIK TERHADAP KEKUATAN KONTRAKSI OTOT BICEPS BRACHII
Oleh :
RUDY TANUDIN 090100058
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERBEDAAN EFEK PEREGANGAN AKUT SELAMA 15 DAN 30 DETIK TERHADAP KEKUATAN KONTRAKSI OTOT BICEPS BRACHII
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh : RUDY TANUDIN
090100058
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Perbedaan Efek Peregangan Akut Selama 15 dan 30 Detik Terhadap Kekuatan Kontraksi Otot Biceps brachii
Nama : Rudy Tanudin NIM : 090100058
Pembimbing, Penguji,
dr. Yetty Machrina, M.Kes
NIP. 197903242003122002 NIP. 195304171980032001
Prof. Dr. dr. Rozaimah Z. Hamid, M.S., Sp.FK
dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL NIP. 197812072008012013
Medan, 7 Januari 2013
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
NIP. 19540220198110100
ABSTRAK
Latar Belakang : Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari fisik, mental, dan sosial yang menyeluruh, bukan hanya terbebas dari penyakit maupun rasa tidak nyaman. Fleksibilitas merupakan suatu komponen kesehatan fisik dari segi musculoskeletal dan dapat diperoleh dengan peregangan. Durasi peregangan yang dianjurkan adalah 15 sampai 30 detik. Akan tetapi, menurut beberapa penelitian, peregangan akut juga dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot segera setelah dilakukan
Tujuan: Pada penelitian ini penulis bertujuan untuk melihat perbedaan efek peregangan akut selama 15 dan 30 detik terhadap kekuatan kontraksi otot biceps brachii dan perubahan kekuatan otot setelah peregangan dilakukan
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental pada 42 orang sampel dari mahasiswa FK USU angkatan 2009. Sampel dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama (P1) adalah kelompok yang melakukan peregangan statis selama 15 detik, terdiri atas 21 orang mahasiswa, dan kelompok kedua (P2) yang melakukan peregangan statis selama 30 detik, terdiri atas 21 orang mahasiswa. Penelitian ini berlangsung selama empat minggu. Hasil akhir yang dilihat adalah gambaran kekuatan otot sampel menggunakan alat bantu Elektromyografi (EMG). Data yang diperoleh dianalisa dengan uji Mann-Whitney U Test dan Wilcoxon Test
Hasil : Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot setelah dilakukan peregangan selama 15 dan 30 detik (p=0.122) antara kelompok P1 dan P2 (p>0.05). Tetapi terdapat perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot sebelum dan sesudah melakukan peregangan (p=0.029) antara kedua kelompok tersebut (p<0.05)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada peregangan selama 15 maupun 30 detik dan terjadi peningkatan kekuatan otot setelah peregangan
ABSTRACT
Background : Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. Flexibility is one of the component of physical health from musculoskeletal counterpart and can be achieved by stretching. The recommended duration of stretching is 15 to 30 seconds. However, based on some studies, acute stretching is proved to cause a decrease in contraction power
Objective : In this study, the authors aimed to determine the difference in the effect of acute 15 and 30 seconds stretching to the contraction power of biceps brachii muscle and the change in its power after the stretch.
Method : This study is an pre-experimental study on 42 male samples from USU faculty of Medicine batch 2009, divided into two groups, first group (P1) is assigned for the 15 seconds static stretching maneuver and second group (P2) is assigned for the 30 seconds part. This study was conducted for four weeks. The observed result was the samples’ muscle contraction power with the aid of Electromyography (EMG). The data then analyzed with Mann-Whitney U and Wilcoxon Test
Result : The statistical analysis showed that there was no significant difference in muscle contraction power after a 15 and 30 seconds stretch (p=0.122) between P1 and P2 (p>0.05). It also showed that, there was a significant difference (p<0.05) in muscle contraction power, before and after the stretch (p=0.029)
Summary : Based on this study, there’s no significant difference in acute 15 and 30 seconds stretching which showed increases in muscles’ power after the stretch
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan nikmat, terutama nikmat kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul “Perbedaan efek
peregangan akut selama 15 dan 30 detik terhadap kekuatan kontraksi otot biceps brachii”, sebagai tahapan akhir pembelajaran dalam program studi Strata I
Pendidikan Dokter Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih banyak kepada orang tua penulis, atas dukungannya baik
berupa dukungan moril, materil, kasih sayang, dan do’a, sehingga penulis dapat
memperoleh pendidikan di FK USU dan bisa menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kedokteran.
Selain itu, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih banyak dan
penghargaan yang tinggi kepada pihak-pihak yang telah mendukung dan
meberikan bantuan, antara lain:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar
Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH atas izin penelitian yang diberikan.
2. Dosen Pembimbing dr. Yetty Machrina, M.Kes yang telah banyak
meluangkan waktu dan tenaga, serta memberikan arahan dan dukungan
moral dalam proses bimbingan KTI ini.
3. Dosen Penguji Prof. DR. dr. Rozaimah Zain-Hamid, M.S., Sp.FK dan
dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL yang telah membantu mengkoreksi,
menyempurnakan, menguji, dan menilai KTI ini.
4. Kepada Departemen Fisiologi FK USU yang telah memberikan berbagai
bantuan dan kemudahan selama proses pelaksanaan penelitian ini
5. Teman-teman satu kelompok penelitian penulis, Melissa Cynthia William
dan Lamhot Sastrawijaya Fernandes yang telah bersama-sama berjuang
6. Saudara Harmoko atas bantuannya sebagai asisten dalam penelitian ini.
Akhirnya, penulis mengharapkan masukan dan saran demi perbaikan dan
penyempurnaan penelitian ini dan juga untuk menambah ilmu dan pengetahuan
penulis untuk masa yang akan datang.
Desember 2012
Penulis
(Rudy Tanudin)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN…... i
ABSTRAK... ii
ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... ….. viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR SINGKATAN ... x
DAFTAR LAMPIRAN... …... xi
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah... 2
1.3. Tujuan Penelitian... 2
1.4. Manfaat Penelitian... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Otot Rangka... 4
2.1.1. Anatomi Otot Rangka... 4
2.1.2. Biceps Brachii... 6
2.1.3. Fisiologi Otot Rangka... 7
2.2. Peregangan... 10
2.2.1. Fisiologi Peregangan... 10
2.2.2. Metode Peregangan... 11
2.2.3. Dampak Peregangan... 12
2.3. Elektromyografi Permukaan………. 13
2.3.1. Pembacaan Statis……….. 13
2.3.2. Pembacaan Dinamis……….. 14
2.3.3. Tampilan Visual EMG permukaan……… 15
2.3.4. Pemasangan elektroda EMG permukaan………... 16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 18
3.1. Kerangka Konsep... 18
3.2. Definisi Operasional... 18
BAB 4 METODE PENELITIAN... 20
4.1. Rancangan Penelitian... 20
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 20
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 20
4.3.1. Populasi Penelitian... 20
4.3.2. Sampel Penelitian... 20
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 22
4.4.1. Peralatan... 22
4.4.2. Prosedur Penelitian... 22
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 24
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN………. 25
5.1. Hasil………. 25
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian………. 25
5.1.2. Karakteristik Sampel……… 25
5.1.3. Hasil Pengukuran Kekuatan Otot Mahasiswa…. 25 5.1.4. Analisis Data……… 26
5.2. Pembahasan……….. 27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………. 30
6.1. Kesimpulan………... 30
6.2. Saran………. 30
DAFTAR PUSTAKA... 31
DAFTAR TABEL
Nomor judul
Tabel 5.1. Data rata-rata kekuatan otot sampel sebelum dan sesudah peregangan……… 25
halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul
Gambar 2.1. Otot dan Tendon……… 6
Halaman
Gambar 2.2. Biceps Brachii ……… 7 Gambar 2.3. Mekanisme Terbukanya Myosin Binding Site …… 8 Gambar 2.4. Mekanisme Power Stroke………... 9 Gambar 2.5. Tampilan Klasik EMG Permukaan………. 15
Gambar 2.6. Tampilan EMG Permukaan yang telah diproses… 16
Gambar 2.7. Lokasi Elektroda pada Biceps brachii……… 17 Gambar 4.1. Metode peregangan otot Biceps brachii………….. 23
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization EMG : Electromyography
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian oleh Komisi Etik Penelitian Kesehatan
Lampiran 5 Data Penelitian
Lampiran 6 Uji Normalitas
ABSTRAK
Latar Belakang : Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari fisik, mental, dan sosial yang menyeluruh, bukan hanya terbebas dari penyakit maupun rasa tidak nyaman. Fleksibilitas merupakan suatu komponen kesehatan fisik dari segi musculoskeletal dan dapat diperoleh dengan peregangan. Durasi peregangan yang dianjurkan adalah 15 sampai 30 detik. Akan tetapi, menurut beberapa penelitian, peregangan akut juga dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot segera setelah dilakukan
Tujuan: Pada penelitian ini penulis bertujuan untuk melihat perbedaan efek peregangan akut selama 15 dan 30 detik terhadap kekuatan kontraksi otot biceps brachii dan perubahan kekuatan otot setelah peregangan dilakukan
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian pra-eksperimental pada 42 orang sampel dari mahasiswa FK USU angkatan 2009. Sampel dibagi dalam dua kelompok, kelompok pertama (P1) adalah kelompok yang melakukan peregangan statis selama 15 detik, terdiri atas 21 orang mahasiswa, dan kelompok kedua (P2) yang melakukan peregangan statis selama 30 detik, terdiri atas 21 orang mahasiswa. Penelitian ini berlangsung selama empat minggu. Hasil akhir yang dilihat adalah gambaran kekuatan otot sampel menggunakan alat bantu Elektromyografi (EMG). Data yang diperoleh dianalisa dengan uji Mann-Whitney U Test dan Wilcoxon Test
Hasil : Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot setelah dilakukan peregangan selama 15 dan 30 detik (p=0.122) antara kelompok P1 dan P2 (p>0.05). Tetapi terdapat perbedaan yang bermakna pada kekuatan otot sebelum dan sesudah melakukan peregangan (p=0.029) antara kedua kelompok tersebut (p<0.05)
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna pada peregangan selama 15 maupun 30 detik dan terjadi peningkatan kekuatan otot setelah peregangan
ABSTRACT
Background : Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity. Flexibility is one of the component of physical health from musculoskeletal counterpart and can be achieved by stretching. The recommended duration of stretching is 15 to 30 seconds. However, based on some studies, acute stretching is proved to cause a decrease in contraction power
Objective : In this study, the authors aimed to determine the difference in the effect of acute 15 and 30 seconds stretching to the contraction power of biceps brachii muscle and the change in its power after the stretch.
Method : This study is an pre-experimental study on 42 male samples from USU faculty of Medicine batch 2009, divided into two groups, first group (P1) is assigned for the 15 seconds static stretching maneuver and second group (P2) is assigned for the 30 seconds part. This study was conducted for four weeks. The observed result was the samples’ muscle contraction power with the aid of Electromyography (EMG). The data then analyzed with Mann-Whitney U and Wilcoxon Test
Result : The statistical analysis showed that there was no significant difference in muscle contraction power after a 15 and 30 seconds stretch (p=0.122) between P1 and P2 (p>0.05). It also showed that, there was a significant difference (p<0.05) in muscle contraction power, before and after the stretch (p=0.029)
Summary : Based on this study, there’s no significant difference in acute 15 and 30 seconds stretching which showed increases in muscles’ power after the stretch
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan kesejahteraan dari fisik, mental, dan sosial yang
menyeluruh, bukan hanya terbebas dari penyakit maupun rasa tidak
nyaman.(WHO, 1948).
Salah satu komponen dari kesehatan fisik adalah sistem muskuloskeletal
yang terdiri atas kekuatan otot, daya tahan otot dan fleksibilitas. Tingkat
fleksibilitas yang tinggi diasosiasikan dengan perbaikan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, meningkatkan independensi fungsional dan
peningkatan mobilitas (Kell et al.,2001) dan menurut Marques et al (2009) peregangan 3 atau 5 kali seminggu memberikan dampak peningkatan fleksibilitas
dan range of motion dibandingkan dengan 1 kali seminggu. Lama peregangan yang dianjurkan sebagai protokol olahraga fleksibilitas adalah peregangan statis
selama 15 sampai 30 detik (Shrier, 2004).
Peregangan sering dilakukan oleh para olahragawan karena dipercaya
dapat menurunkan resiko cedera (Pope et al., 2000), salah satu manfaat peregangan, menurut Ghaffarinejad et al (2007), yang melakukan penelitian pada 39 sampel dengan usia rata-rata 25.6 tahun, menemukan bahwa terjadi
peningkatan Joint Position Sense pada sendi lutut yang memungkinkan terjadinya umpan balik propriosepsi yang diasosiasikan dengan kemampuan motorik yang
lebih baik setelah peregangan.
Namun, peregangan yang dilakukan secara akut dapat berpengaruh
terhadap kekuatan kontraksi otot, seperti menurut Kato et al (2010), setelah dilakukan penelitian pada 14 orang subjek yang diminta untuk melakukan
peregangan selama 60 detik sebelum melakukan gerakan dorsofleksi punggung kaki 85 % dari maksimal, ditemukan bahwa peregangan yang dilakukan berulang
dapat meningkatkan compliance dan aktivitas listrik yang diukur dengan
Electromyography (EMG) dari otot disekeliling sendi sehingga torque steadiness
Data ini didukung oleh Marek (2005), yang melakukan penelitian pada 19
subjek dengan menggunakan EMG dan Mechanomyography (MMG), peregangan dapat menyebabkan penurunan sebanyak 2.8% pada peak torque dan 3.2% pada
mean power output yang perlu diperhatikan sebelum melakukan olahraga yang memerlukan kekuatan.
Kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satunya adalah
panjang dari serabut otot (myofibril) sebelum kontraksi (Sherwood,2008) dan
peregangan dapat menurunkan ketegangan dari tendon sehingga menyebabkan
compliance otot meningkat sehingga relatif lebih pendek daripada tidak dilakukan peregangan (Kubo et al.,2001).
Pemilihan otot biceps brachii didasarkan pada program latihan berupa
upper body training yang merupakan salah salah satu jenis resistance training
untuk melatih kekuatan otot yang semakin diminati oleh masyarakat dewasa ini,
dimana didalamnya termasuk gerakan-gerakan untuk melatih otot tersebut
(Kraemer and Ratamess, 2004).
Aktivitas masyarakat pada era globalisasi semakin menuntut segala
sesuatu untuk dilakukan tidak hanya secara cepat tetapi efisien, oleh karena itu
peneliti merasa perlu dilakukan penelitian untuk melihat perbedaan efek
peregangan terhadap kekuatan kontraksi otot yang dilakukan pada dua lama
peregangan yang direkomendasikan diatas.
1.1.2. Rumusan masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah “apakah
ada perbedaan efek peregangan akut terhadap kekuatan kontraksi otot biceps brachii yang dilakukan selama 15 dan 30 detik”
1.2. Tujuan penelitian 1.2.1. Tujuan umum:
Mengetahui perbedaan efek peregangan akut yang dilakukan pada dua
1.2.2. Tujuan Khusus:
1) Mengetahui perubahan kekuatan kontraksi otot biceps brachii setelah dilakukan peregangan selama 15 detik
2) Mengetahui perubahan kekuatan kontraksi otot biceps brachii setelah
dilakukan peregangan selama 30 detik
1.2.2. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat:
1) Memberikan informasi bagi masyarakat, tentang lama peregangan yang
optimal sebelum berolahraga
2) Sebagai rujukan bagi klinisi maupun fisioterapis ketika
mempertimbangkan gerakan peregangan dalam program rehabilitasi
pasien
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Otot Rangka
2.1.1. Anatomi otot rangka
Otot rangka manusia terbentuk dari kumpulan sel-sel otot dengan rata-rata
panjang 10 cm dan berdiameter 10-100 µm yang berasal secara embrional dari
ratusan sel-sel mesodermal yang melakukan fusi sehingga sebuah sel otot memiliki banyak inti.
Secara mikroskopis sel otot dilapisi oleh struktur membran plasma
(sarcolemma) dan dari sarcolemma ini akan terbentuk lipatan kedalam yang disebut sebagai tubulus T. Pada bagian dalam sel otot terdapat cairan intraseluler
(sarcoplasma) yang berisi molekul-molekul glikogen, protein myoglobin dan mitokondria yang banyak.
Di dalam sarcoplasma juga terdapat myofibril yang merupakan elemen kontraktil dari serabut otot. Myofibril tampak seperti diselubungi oleh struktur seperti jaring yang disebut Sarcoplasmic reticulum yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ion kalsium yang diperlukan untuk proses kontraksi. Dua buah
ujung sarcoplasmic reticulum yang melebar (terminal cisternae) membelakangi sebuah tubulus T membentuk struktur yang berperan dalam inisiasi proses
kontraksi otot.
Serabut-serabut otot ini akan bergabung dalam suatu kelompok yang lebih
besar yang disebut fasikulus otot. Beberapa jenis konfigurasi fasikulus otot ini
antara lain:
1) Paralel
Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot.
2) Fusiform
Fasikulus sejajar dengan aksis memanjang dari otot dan diameter akan
berkurang jika semakin mendekati tendon.
Fasikulus tersusun melingkar membentuk struktur sphincter untuk menutupi suatu lubang.
4) Triangular
Fasikulus yang tersebar pada daerah yang luas berkumpul pada sebuah
tendon yang tebal.
5) Pennate
Ukuran fasikulus lebih pendek daripada tendon sehingga tampak relatif
pendek bila dibandingkan dengan panjang keseluruhan otot.
a. Unipennate
Fasikulus tersusun hanya pada 1 sisi dari tendon
b. Bipennate
Fasikulus tersusun pada kedua sisi tendon yang berada di tengah
c. Multipennate
Fasikulus terhubung secara menyilang dari segala arah ke beberapa
tendon
Otot dilindungi oleh jaringan subkutis pada bagian luar dan fascia pada bagian dalam yang secara umum langsung membungkus otot. Jaringan subkutis
yang terdiri atas sel-sel adiposit berfungi sebagai penghambat panas dan
pelindung otot dari trauma fisik.
Fascia adalah jaringan ikat padat ireguler yang melapisi dan juga mengelompokkan otot-otot dengan fungsi yang sama. Fascia juga dilewati oleh
serabut saraf, pembuluh darah dan limfe.
Ujung-ujung dari fascia ini akan memanjang membentuk tendon yang berfungsi untuk melekatkan otot ke tulang dan apabila ujung tersebut membentuk
lapisan yang lebar dan mendatar disebut sebagai aponeurosis.Ada kalanya suatu tendon diselubungi oleh jaringan ikat fibrosa yang disebut selubung tendon yang
berisis cairan synovial untuk mengurangi gesekan antara 2 lapis selubung
Gambar 2.1. Otot dan Tendon (Tortora, 2009)
2.1.2. Biceps Brachii
Biceps brachii adalah otot yang fasikulusnya berbentuk fusiform dengan 2 kepala.Kedua kepala tersebut berasal dari prosesus scapulae dan akan bersatu pada bagian distal dan dihubungkan oleh tendon ke tulang radius.
Dari Supraglenoid tuberculum, tendon dari kepala yang lebih besar akan melewati kepala humerus dari cavum glomerohumeral. Ketika menuruni
intertubular sulcus dari humerus, tendon ini akan diselubungi oleh membran sinovial.Struktur ligamentum tranversus humeral berfungsi untuk menahan agar
tendon tersebut tetap berada pada posisinya.
Gambar 2.2. biceps brachii (Netter, 2006)
2.1.3. Fisiologi otot rangka
Kontraksi otot melibatkan dua proses pada serabut otot yang terdiri atas:
1) Depolarisasi sarcoplasma karena adanya interaksi asetilkolin dengan reseptornya
2) Adanya power stroke dari protein kontraktil otot
Melekatnya asetilkolin dengan reseptornya menyebabkan terbukanya
kanal natrium pada membran plasma sel otot sehingga terjadi aktivitas listrik yang menjalar hingga ke struktur tubulus T. Adanya aktivitas listrik menyebabkan
struktur protein dihidropiridin yang sensitif terhadap stimulasi elektrik menjadi berubah, sehingga kanal-kanal kalsium pada ujung lateral reticulum sarcoplasmic
yang ditutupinya menjadi terbuka.
Terbukanya kanal kalsium menyebabkan ion kalsium yang tersimpan pada
reticulum sarcoplasmic keluar menuju ke sarkoplasma dan berikatan pada
troponin di serabut halus. Setelah berikatan, struktur troponin akan berubah
Gambar 2.3. Mekanisme Terbukanya Myosin Binding Site (Tortora, 2009)
Pada saat yang bersamaan, kepala myosin yang sudah teraktivasi melalui
energi yang dihasilkan oleh hidrolisis ATP, akan berikatan pada aktin dan menyebabkan terjadinya power stroke, yaitu terjadinya penarikan molekul aktin mendekati kepada garis M pada sarkomer otot.
Hidrolisis ATP yang akan menghasilkan ADP+Pi (fosfat anorganik),
dimana ADP akan melekat pada kepala myosin hingga akhir dari power stroke
kemudian terlepas dan posisinya akan digantikan oleh molekul ATP yang baru.
Melekatnya molekul ATP yang baru akan menyebabkan terjadinya
pelepasan kepala myosin dari aktin dan siklus ini terus berulang pada serabut yang
tebal pada otot.
Proses kontraksi otot tidak terjadi secara sinkron, yaitu ketika salah
beberapa kepala myosin berikatan pada aktin, yang lainnya akan terlepas. Hal ini
memungkinkan terjadinya pemendekan sarkomer yang optimal, dimana terdapat
Gambar 2.4. Mekanisme power stroke (Tortora, 2009)
Relaksasi otot terjadi ketika tidak adanya ikatan asetilkolin dengan
reseptornya, menyebabkan tidak adanya potensial listrik yang menyebabkan
lepasnya kalsium tambahan dan protein Ca-ATPase memompakan kalsium
kembali kedalam reticulum sarcoplasmic. Tidak adanya kalsium menyebabkan troponin kembali pada posisi awalnya menutupi Myosin binding site pada aktin.
Pemendekan sarkomer akibat adanya ikatan antara myosin dan aktin menyebabkan terjadinya ketegangan pada serabut otot yang bersangkutan.
Ketegangan ini akan diteruskan pada bagian jaringan ikat yang tidak ikut serta
dalam proses kontraksi. Ketegangan dari otot dipengaruhi oleh:
1) Banyak serabut otot yang ikut berkontraksi
2) Ketegangan dari tiap serabut otot yang berkontraksi
Banyak serabut otot ditentukan oleh seberapa besar kekuatan otot yang
diperlukan, jika semakin besar kekuatan otot yang diperlukan maka akan semakin
banyak motor unit yang akan direkrut untuk ikut serta oleh kontrol persarafan
pusat.
Ketegangan tiap serabut otot dipengaruhi oleh:
1) Frekuensi rangsangan saraf pada otot
Otot dapat diaktivasi oleh beberapa potensial aksi karena otot memerlukan
waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan satu siklus kontraksinya dimana
potensial aksi dan masa refrakter dari neuron yang memepersarafinya telah lama berakhir.
Ada dua cara frekuensi saraf yang tinggi dapat meningkatkan ketegangan
otot, pertama tembakan potensial aksi kedua yang terjadi sebelum siklus kontraksi
otot selesai akan menambah kembali jumlah kalsium didalam sel. Kadar kalsium
yang tinggi kembali memungkinkan untuk terbukanya myosin binding space yang
terdapat pada aktin. Kedua , otot memiliki sifat elastis yang akan kembali lagi ke
bentuk awalnya setelah kontraksi.Akan tetapi jika mendapat potensial aksi
selanjutnya sebelum terjadi hal itu, maka ketegangan otot akan bertambah dengan
adanya tegangan residual dari kontraksi sebelumnya.
Panjang serabut otot yang optimal memungkinkan terjadi keluaran tenaga
yang maksimal. Hal ini didukung oleh adanya Length-tension Relationship yang menyatakan bahwa apabila panjang serabut otot menjadi lebih pendek atau
panjang dari optimal maka akan terjadi penurunan dari keluaran tenaga otot
tersebut, karena akan terjadi ikatan antara molekul aktin dan myosin yang tidak
maksimal.
Pada serabut otot yang lebih pendek terjadi tumpang tindih antara molekul
aktin yang berdekatan sehingga jumlah ikatan antara aktin-myosin akan menurun
dan jarak antara 2 garis Z yang memendek akan menyebabkan halangan bagi
sarkomer untuk memendek lebih lanjut, sebaliknya serabut otot yang lebih
panjang menyebabkan kurangnya jumlah aktin yang dapat berikatan pada myosin
karena terjadi pemanjangan pita-A dari sarkomer. (Sherwood, 2008)
2.2. Peregangan
2.2.1. Fisiologi peregangan
Secara akut peregangan dapat menyebabkan peningkatan dari compliance
memanjang dan apabila gaya tersebut dihilangkan panjang dari otot tersebut akan
berkurang seiring waktu.(Page, 2012)
Peregangan mempengaruhi sistem refleks pada otot, yang mengontrol efek
neural, meliputi refleks regang, refleks regang terbalik dan persepsi dan control
rasa nyeri oleh Pacinian corpuscles. Ketiga refleks ini aktif ketika melakukan
teknik peregangan, menyebabkan kontraksi secara refleks dari musculotendinous unit (MTU), menyebabkan persepsi nyeri. Hal ini menyebabkan teraktivasinya
Golgi Tendon Organ (GTO) yang memiliki efek inhibisi terhadap kontraksi dan
Pacinian corpuscles. Kedua refleks ini menyebabkan relaksasi pada MTU dan
berkurangnya persepsi nyeri.
Pada gerakan peregangan yang dilakukan berulang terjadi perubahan dari
tingkat eksitabilitas neuron akibat paparan yang memanjang dari masukan aferen.
Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan toleransi terhadap manuver
peregangan yang dilakukan. (Schwellnus, 2009)
2.2.2. Metode peregangan
Metode peregangan terdiri atas:
1) Proprioceptive Neuromuscular Facilitation
Peregangan ini dilakukan dengan cara menggerakkan tungkai sampai batas
dari pergerakan tercapai dan sampel diminta untuk mengkontraksikan ototnya
melawan arah gerakan tersebut. Kemudian otot kembali direlaksasikan dan
penolong menggerakkan lagi tungkai tersebut sampai ada rasa tertarik oleh
sampel.
2) Ballistic Stretching
Pada cara ini anggota gerak secara cepat digerakkan sampai ke batas dari
range of movement, dan setelah tercapai dilakukan sedikit pergerakan yang
berulang-ulang.
Dengan cara ini, tungkai sampel digerakkan secara perlahan sampai
tercapai batas dari range of movement miliknya dan mempertahankan posisi itu selama beberapa saat.(Schwellnus, M.P, 2009)
Lama peregangan yang dianjurkan sebagai protokol olahraga fleksibilitas
adalah peregangan statis selama 15 sampai 30 detik dan ditemukan pula tidak
adanya manfaat tambahan untuk peregangan berulang sebanyak 4 sampai 5 kali
untuk kelompok otot tertentu.( Shrier, 2004)
2.2.3. Dampak peregangan
Peregangan dapat menyebabkan peningkatan Range of motion (ROM) sebesar 17% dan berkurangnya kekakuan musculotendinous unit (MTU) sebanyak 47% pada penelitian pada 8 orang subjek pria yang melakukan peregangan pasif
selama 1 menit. Hal ini disebabkan oleh perubahan sifat dari jaringan ikat pada
otot (Morse et al., 2008).
Dalam penelitian yang dilakukan pada 39 sampel dengan usia rata-rata
25.6 tahun, menemukan bahwa terjadi peningkatan Joint Position Sense pada sendi lutut yang memungkinkan terjadinya umpan balik propriosepsi yang
diasosiasikan dengan kemampuan motorik yang lebih baik setelah peregangan
(Ghaffarinejad et al., 2007).
Pada penelitian dengan 14 orang subjek yang diminta untuk melakukan
peregangan selama 60 detik sebelum melakukan gerakan dorsofleksi punggung kaki 85 % dari maksimal, ditemukan bahwa peregangan yang dilakukan berulang
dapat meningkatkan compliance dan aktivitas listrik yang diukur dengan
Electromyography (EMG) dari otot disekeliling sendi sehingga torque steadiness
berkurang (Kato et al.,2010).
Penelitian yang dilakukan pada 19 subjek dengan menggunakan EMG dan
Mechanomyography (MMG), menghasilkan kesimpulan bahwa peregangan dapat
menyebabkan penurunan sebanyak 2.8% pada peak torque dan 3.2% pada mean power output yang perlu diperhatikan sebelum melakukan olahraga yang
2.3. Elektromyografi permukaan (EMG permukaan)
Elektromyografi merupakan suatu alat bantu diagnostik kedokteran yang
berfungsi untuk menganalisa ada tidaknya kelainan fungsional pada otot, dimana
terjadi ketidakcocokan antara aktivasi otot dengan perintah dari susunan saraf
pusat.
Hal-hal yang mempengaruhi pemeriksaan EMG, meliputi:
• Kulit
• Jaringan adiposa
• Posisi, postur dan pergerakan
• Volume konduksi
• Usia dan gender
Elektromyografi permukaan memiliki dua jenis bacaan yaitu pembacaan statis dan
dinamis.
2.3.1 Pembacaan statis
Pembacaan ini ditujukan untuk melihat tonus dan keadaan dari otot axial
pada waktu istirahat, dimana otot-otot tersebut berfungsi untuk mempertahankan
postur tubuh normal dari seseorang. Pada pembacaan ini, pengguna dapat
menentukan lokasi terjadinya abnormalitas otot.
Hal-hal yang dinilai dari pembacaan statis elektromyografi meliputi:
1. Lokasi aktivasi/inhibisi
Hasil pengukuran bermakna, apabila didapatkan nilai 2 standar deviasi
diatas (aktivasi) atau dibawah (inhibisi) nilai normal dari populasi.
2. Derajat kemiripan (simetris) dari otot yang diaktivasi
Hasil bermakna untuk parameter ini apabila ditemukan derajat asimetris
pada sisi kanan dan kiri lebih besar dari 40%
3. Pengaruh postur tubuh
Hasil bermakna, apabila ditemukan perbedaan lebih dari dua standar
deviasi antara dua postur yang diperiksa
Hasil yang abnormal harus sesuai dengan pemeriksaan palpasi yang
dilakukan pada lokasi yang sama
2.3.2 Pembacaan dinamis
Pada pembacaan dinamis, dilakukan penilaian dari kemampuan fungsional
otot ketika melakukan kerja yang meliputi pergerakan, penggunaan energi untuk
menopang tubuh terhadap gaya gravitasi dan periode istitahat otot tersebut.
Hal-hal yang dinilai pada pembacaan ini meliputi:
1. Amplitudo
2. Timing
Pada penilaian amplitudo, dilakukan pengkajian terhadap parameter nilai
dasar dari tonus otot, kekuatan otot maksimal dan pemulihan otot.
Amplitudo nilai dasar tonus dan pemulihan dapat menunjukkan terjadinya
suatu disfungsi dari otot. Nilai dasar tonus menunjukkan tingkat energi dari otot
sebelum melakukan suatu gerakan sedangkan pemulihan menunjukkan pengaruh
dari pergerakan yang dilakukan terhadap nilai dasar tonus otot. Dengan kata lain,
amplitudo pemulihan menunjukkan kemampuan dari otot untuk kembali kepada
keadaan dasar setelah melakukan gerakan.
Dalam suatu penilaian amplitudo dalam pembacaan dinamis dapat
ditemukan adanya trigger points, yaitu gambaran yang tidak serupa antara amplitude sebelum dan sesudah kontraksi dari suatu otot. Trigger point
diasosiasikan dengan rasa nyeri pada lokasi tertentu.
Kekuatan maksimal didapatkan dari pembacaan amplitude tertinggi dari
hasil rekaman EMG yang dihasilkan oleh recruitment pada sekelompok serabut otot, selain itu perlu diperhatikan aspek keselarasan pergerakan dari otot-otot
bagian kanan dan kiri yang homolog pada pergerakan yang simetris dan untuk
otot yang bekerja pada pergerakan asimetris seperti rotasi, perlu diperhatikan
apakah terjadi suatu kokontraksi, yaitu suatu kontraksi yang terjadi bersamaan
Penilaian timing dapat dilakukan pada parameter:
1. Onset dari aktivasi otot menjadi lebih panjang atau pendek dari normal
2. Durasi aktivasi dari otot menjadi lebih panjang atau pendek dari normal
3. Terdapatnya periode istirahat
4. Frekuensi periode istirahat yang cukup
5. Periode istirahat tersebut cukup panjang
2.3.3 Tampilan visual EMG permukaan
Tampilan klasik elektromyografi, berupa gambaran osiloskopik dari sinyal
yang telah diamplifikasi dan disaring. Gambaran ini menunjukkan pergerakan
kearah positif dan negative yang berbeda pada ketebalannya. Ketebalan dari
gambaran tersebut menunjukkan amplitudo atau kekuatan dari kontraksi otot.
Satuan pengukuran dari tampilan klasik ini berupa ketebalan dari puncak positif
[image:30.595.165.459.421.610.2]menuju ke puncak negatif dalam satuan mikrovolt.
Gambar 2.5. Tampilan klasik EMG permukaan (Criswell, 2011)
Tampilan klasik dapat diproses menjadi tampilan yang lebih mudah
dipahami, dibaca dan diinterpretasikan dengan bantuan komponen elektronik yang
dipasangkan kedalam EMG maupun secara digital dengan bantuan software
computer. Beberapa tahap yang terjadi dalam memroses sinyal EMG klasik
1. Sinyal negatif yang berada dibawah garis 0 dipindahkan keatas sinyal
positif
2. Pada setiap 6 titik sinyal yang diperoleh akan digantikan oleh sebuah titik
sinyal yang merupakan perhitungan rata-rata dari pengukuran tersebut
[image:31.595.174.471.234.437.2](Criswell, 2011)
Gambar 2.6. Tampilan EMG permukaan yang telah diproses (Criswell, 2011)
2.3.4 Pemasangan elektroda EMG permukaan
Pada otot Biceps brachii dilakukan pemasangan dengan cara:
1. Subjek diminta untuk memfleksikan lengan bawah pada posisi supinasi
2. Pemasang melakukan palpasi pada bagian dorsal lengan atas yang
membesar
3. Memposisikan dua elektroda aktif pada posisi parallel terhadap serabut
otot dan ditengah-tengah massa otot
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1. Kerangka Konsep penelitian
3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Waktu peregangan
Waktu peregangan adalah rentang masa dimana para sampel diminta untuk
melakukan gerakan peregangan yang berjenis static stretching pada otot biceps brachii.
a. Cara Ukur : Observasi
b. Alat Ukur : Stopwatch
c. Skala Pengukuran : ordinal
d. Hasil Pengukuran : Singkat : 15 detik
Panjang : 30 detik
3.2.2. Kekuatan Kontraksi otot biceps brachii
Kekuatan kontraksi otot adalah kemampuan otot melakukan kerja untuk
memfleksikan (melipat) lengan bawah.
a. Cara Ukur : Observasi
b. Alat Ukur : Elektromyogram (EMG)
c. Skala Pengukuran : rasio
d. Hasil pengukuran : Kekuatan otot dalam milivolt (mV)
waktu peregangan Kekuatan kontraksi otot
3.3. Hipotesis
Dengan mempertimbangkan landasan teori yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ada perbedaan efek peregangan akut selama 15 dan 30 detik terhadap
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian praeksperimental, dengan metode One Group pretest posttest yaitu melakukan observasi pertama kemudian memberikan
perlakuan pada subjek dan dilakukan pengukuran tanpa adanya kelompok control
sebagai pembanding. (Notoatmodjo, 2010)
4.2. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (FK USU) Medan. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi itu
tersebut karena instrumen yang diperlukan telah tersedia pada laboratorium
fisiologi FK USU, sampel lebih mudah mencapai lokasi sehingga menghemat
biaya penelitian dan gaya hidup mahasiwa yang sering melakukan olahraga dan
gerakan-gerakan peregangan sebelum olahraga.
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada September 2012 sampai
dengan Oktober 2012 setiap hari kerja mulai pukul 12.00 sampai 17.00 WIB
ataupun hingga jumlah sampel yang diperlukan telah terpenuhi. Pertimbangan
pemilihan waktu penelitian berdasarkan masa kuliah Mahasiswa FK USU yang
bersangkutan.
4.3. Populasi dan sampel 4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2009
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi yang
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi
(Sastroasmoro & Ismael, 2011).
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini ditentukan dengan
menggunakan rumus eksperimental untuk dua kelompok dalam Wahyuni (2008) :
Dengan ; n = besar sampel minimum
Z1- �
2 = nilai distribusi normal baku (tabel) pada � tertentu
Z1- � = nilai distribusi normal baku (tabel) pada � tertentu
P = rata-rata P1 dan P2
P1 = proporsi efek standar (literature)
P2 = perkiraan proporsi trial
P1-P2 = selisih proporsi yang diteliti dengan di populasi
Pada penelitian ini, ditetapkan nilai α dan � sebesar 0,05 (tingkat
kepercayaan 95%). Sehingga nilai distribusi Z1- �
[image:36.595.111.503.202.428.2]2 dan Z1- � yang diambil pada
tabel adalah masing-masing 1.960 dan 1.645. Berdasarkan rumus diatas banyak
sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
n1 = n2 ={(1.960)√� (�.��)(�−�.��)+(�.���)√�.�(�−�.�)+�.�(�−�.�)}
�
(0.5−0.2)�
= 20.5
Dari hasil perhitungan di atas, dibutuhkan jumlah sampel sebanyak 20.5
dibulatkan menjadi 21 orang mahasiswa pada tiap perlakuan sehingga total jumlah
sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 42 orang mahasiswa dengan perincian
sebagai berikut :
1. S1 = kelompok perlakuan peregangan selama 15 detik sebanyak 4 siklus
2. S2 = kelompok perlakuan peregangan selama 30 detik sebanyak 4 siklus
n1 = n2 ={(Z1−
�
�)√��(�−�)+(��−�)√��(�−��)+��(�−��)}�
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini adalah:
Kriteria Inklusi
a. Mahasiswa berjenis kelamin laki-laki
b. Mahasiswa stambuk 2009 berstatus aktif yang melakukan perkuliahan
di Fakultas Kedokteran USU.
c. Mahasiswa yang bersedia menjadi sampel penelitian telah
menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent).
Kriteria Eksklusi
a. Mahasiswa yang memiliki kelainan neurologis seperti tremor,
epilepsi, penyakit degeneratif saraf dan lain-lain.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu
data yang didapat langsung dari masing-masing sampel penelitian, meliputi lama
peregangan dan kekuatan kontraksi otot biceps brachii. Pengumpulan dilakukan dengan mengamati langsung subjek penelitian yang melakukan gerakan
peregangan dan membaca hasil yang ditunjukkan oleh EMG.
4.4.1 Peralatan
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah seperangkat
komputer, perangkat lunak Chart, Electromyography (EMG), elektroda dan krim elektroda.
4.4.2 Prosedur penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian meliputi:
1. Calon sampel diberikan lembar penjelasan penelitian untuk dibaca, dan
menandatangani lembar informed consent apabila memberikan
3. Sampel diukur kekuatan ototnya sebelum melakukan gerakan peregangan
4. Peneliti memberikan arahan mengenai cara melakukan peregangan pada
otot biceps brachii sampel
5. Sampel melakukan peregangan selama 15 dan 30 detik sesuai dengan
kelompok masing-masing
6. Dilakukan pengukuran kekuatan otot setelah melakukan gerakan
peregangan
7. Hasil yang ditampilkan monitor akan dicatat peneliti untuk diolah lebih
lanjut
Sampel diminta untuk melakukan persiapan peregangan, dimana kedua
tangan digenggam dibelakang punggung. Lengan kemudian diluruskan dan lengan
dirotasi interna sehingga telapak tangan menghadap kebawah. Lengan dijauhkan
dari tubuh sampai terasa sensasi regang.(Johnson, 2009) Posisi ini ditahan selama
[image:38.595.179.445.401.578.2]15 atau 30 detik tergantung dari kelompok perlakuan sampel.
Gambar 4.1. Metode peregangan otot biceps brachii (ExRx.net, 1999)
Pengukuran kekuatan otot dilakukan dengan cara, pada lengan atas sampel
ditempelkan elektroda dari EMG, yang telah terlebih dahulu dihubungkan dengan
seperangkat komputer dan dikalibrasi. Sampel diukur kekuatan ototnya terlebih
dahulu, kemudian diminta melakukan gerakan fleksi pada lengan atas dan
monitor komputer tersebut. Data yang ditampilkan dicatat kemudian dipersiapkan
untuk dianalisa.
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah terkumpul dari hasil observasi ditabulasikan untuk
kemudian diolah lebih lanjut dengan menggunakan program Statistic Package for Social Science (SPSS).
Sebelum dilakukan analisis, dilakukan uji normalitas. Bila data
terdistribusi normal, maka uji statistik yang digunakan adalah uji T-independent
dan uji T-dependent, metode statistik ini dipilih karena baik variabel bebas (lama waktu peregangan) bersifat ordinal atau kategorik dan variabel terikat (kekuatan
kontraksi otot biceps brachii) merupakan data berskala numerik. (Sastroasmoro dan Ismael, 2011), sedangkan bila data tidak terdistribusi normal maka akan diuji
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di dalam laboratorium fisiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada lokasi ini terdapat seperangkat alat
elektromyografi (EMG) yang diperlukan dalam pengambilan data dalam
penelitian ini.
5.1.2. Karakteristik Sampel
Sampel yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2009 yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel terbagi dalam dua kelompok yang
terdiri dari: Kelompok perlakuan satu (P1) yang melakukan gerakan peregangan
selama 15 detik sebanyak 21 orang dan kelompok perlakuan dua (P2) yang
melakukan gerakan peregangan selama 30 detik sebanyak 21 orang, sehingga total
keseluruhan mahasiswa yang berpartisipasi adalah 42 orang.
5.1.3. Hasil Pengukuran Kekuatan Otot Mahasiswa
Perubahan kekuatan otot mahasiswa setelah dilakukan peregangan dapat
[image:40.595.105.517.589.674.2]dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 5.1. Data rata-rata kekuatan otot sampel
Kelompok perlakuan Rata-rata kekuatan otot
sebelum peregangan
Rata-rata kekuatan Otot
sesudah peregangan
P1 ( 15 detik ) 0.218 (0.087) 0.242 (0.115)
P2 ( 30 detik ) 0.355 (0.386) 0.376 (0.236)
Dari tabel rata-rata diatas, tampak bahwa terjadi peningkatan kekuatan otot
pada kedua kelompok perlakuan sampel. Peningkatan rata-rata sebesar 11%
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi kualitas kekuatan otot sampel
Kelompok perlakuan Kekuatan Otot Total
Meningkat Menurun
P1 ( 15 detik ) 12 orang 9 orang 21 orang
P2 ( 30 detik ) 14 orang 7 orang 21 orang
Total 26 orang 16 orang 42 orang
Berdasarkan tabel diatas, pada kelompok perlakuan P1 dtemukan 12 orang
yang mengalami peningkatan kekuatan otot dan yang mengalami penurunan
kekuatan otot sebanyak 9 orang. Sedangkan pada kelompok perlakuan P2, 14 dari
21 orang sampel mengalami peningkatan kekuatan otot dan 7 orang sisanya
mengalami penurunan kekuatan otot.
5.1.4. Analisis Data
Setelah memperoleh data kekuatan otot sampel, data tersebut kemudian
diuji dan dianalsis menggunakan program SPSS. Pertama kali dilakukan uji
normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov, untuk melihat
distribusi data pada penelitian ini. Dari uji tersebut didapatkan bahwa data dalam
penelitian ini tidak berdistribusi normal.
Oleh karena itu, untuk melihat perbedaan kekuatan otot setelah dilakukan
peregangan selama 15 maupun 30 detik digunakan uji statistik non parametris
Mann Whitney-U dan untuk melihat perbedaan nilai kekuatan otot sebelum dan
sesudah dilakukan peregangan digunakan uji statistik non parametris Wilcoxon
Test.
Dari uji Mann Whitney-U diperoleh p = 0.122, hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna dari kekuatan otot apabila dilakukan
peregangan otot selama 15 maupun 30 detik (p>0.05). Sedangkan dari uji
Wilcoxon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari kekuatan
5.2 Pembahasan
Dari hasil uji statistik didapatkan p= 0.112 ( > 0,05 ) dan p= 0.029 ( <
0.05 ) masing-masing untuk perbedaan kekuatan otot setelah peregangan selama 2
waktu yang berbeda diatas dan kekuatan otot sampel sebelum dan sesudah
peregangan. Dimana setelah peregangan dilakukan didapatkan peningkatan
rata-rata kekuatan otot sebesar 11% pada kelompok yang melakukan peregangan
selama 15 detik dan 5.91% pada kelompok yang melakukan peregangan selama
30 detik.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dari kekuatan otot
apabila dilakukan peregangan selama 15 detik maupun 30 detik, hal ini sesuai
dengan penelitian yang menyatakan bahwa puncak perubahan struktural otot
terjadi setelah gerakan peregangan dipertahankan selama 15 detik dan akan
berlangsung hingga 30 detik. Peregangan yang dilakukan kurang dari 15 detik
tidak akan memberikan dampak apapun, sedangkan bila dilakukan lebih dari 30
detik tidak akan memberikan perubahan struktural lebih lanjut (Taylor et al, 1990). Bahkan, peregangan diatas 30 detik yang dilakukan pada 18 orang sampel
menunjukkan bahwa terjadi penurunan kekuatan otot yang bermakna (p<0.05)
sebanyak 5.4% hingga 12.4% (Winchester et al, 2009).
Peningkatan kekuatan otot yang didapatkan dari penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang menyatakan bahwa peregangan akut akan menyebabkan
penurunan dari kekuatan otot (Marek, 2005), yang disebabkan oleh perubahan
komponen muskulotendinous yang bersifat viskoelastik dan faktor neural (Kubo
et al, 2001). Begitu pula dengan teori Length-Tension Relationship (Sherwood, 2007) yang menyatakan bahwa penambahan panjang serabut otot akan
menyebabkan jarak antara molekul aktin dan myosin akan semakin bertambah
sehingga jumlah kompleks aktin-myosin yang terjadi sewaktu proses kontraksi
otot akan berkurang. Hal ini menyebabkan kekuatan kontraksi otot yang terjadi
akan semakin rendah.
Pada penelitian pada 25 orang subjek selama 10 minggu menunjukkan
kekuatan otot sebanyak 29% pada otot yang diregangkan dan 11% pada sisi otot
yang tidak diregangkan (Nelson et al, 2012).
Peningkatan kekuatan otot dalam penelitian ini dapat terjadi karena faktor
eksternal berupa peningkatan suhu yang disebabkan oleh kondisi pada saat
pengambilan data, dimana suhu ruangan yang tidak dikontrol secara ketat dan
para sampel yang berkumpul sewaktu pengambilan data mampu melepaskan
panas secara radiasi inframerah yang merupakan suatu bentuk gelombang
elektromagnetik ke segala arah pada ruangan tersebut (Hall, 2011), secara tidak
langsung berpengaruh pada suhu pada otot yang diperiksa. Suhu pada otot
berhubungan positif dengan kekuatan dan performa dari otot itu (Bergh, 1979).
Setiap peningkatan 1 derajar celcius suhu otot menyebabkan peningkatan power
output sebesar 10% (Sargean, 1987).
Hasil penelitian dimana otot direndam pada air dengan suhu 12, 26, 44
derajat Celsius menunjukkan, terjadi peningkatan laju glikolisis dan laju
penyediaan ATP dari simpanan otot, fosforil-kreatinin dan dari glikolisis anaerob
pada otot yang mengalami peningkatan suhu (Edwards et al, 1972). Suhu otot yang meningkat dapat memberikan efek peningkatan kekuatan apabila ditemukan
konsentrasi ion kalsium yang tinggi pada otot (Godt dan Lindley, 1982).
Peredaran darah ke otot yang lebih baik akibat peningkatan suhu juga akan
meningkatkan aliran oksigen sehingga fungsi otot semakin membaik (Clarke dan
Hellon, 1959).
Penelitian pada 8 orang subjek, dimana suhu otot dimanipulasi sedemikian
rupa sehingga mencapai 37.0-37.5 derajat celcius menunjukkan bahwa
peningkatan suhu secara pasif meningkatkan laju turnover ATP dan juga kecepatan konduksi serabut otot pada otot yang bersangkutan (Gray et al, 2006). Peningkatan kecepatan konduksi serabut otot tersebut disebabkan oleh terjadinya
percepatan pada pembukaan dan penutupan Na+ Channel sehingga onset
depolarisasi terjadi lebih dini (Rutkove et al, 1997).
Untuk menjaga homogenitas dari sampel, pada penelitian ini dipilih
terlatih, dimana pada kelompok usia yang sama pria memiliki 40 % distribusi otot
rangka yang lebih besar pada bagian atas tubuh dibandingkan dengan wanita
(Janssen et al, 2000). Dengan aktivitas fisik yang sama, pria memiliki ukuran serabut otot rangka yang lebih besar dan ukuran tersebut berkorelasi positif
dengan kekuatan (Miller et al, 1993).
Pada kelompok olahragawan dimana tubuh sudah terbiasa dengan aktivitas
fisik, ditemukan kemampuan otot rangka yang lebih baik untuk mengambil
glukosa (Fujimoto et al, 2003) dan kemampuan untuk mengaktivasi sekelompok serabut otot (Ahtiainen dan Hakkinen, 2009) sehingga dapat menghasilkan
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:
• Peregangan selama 15 dan 30 detik memberikan efek peningkatan
kekuatan kontraksi otot yang diukur menggunakan EMG
6.2 Saran
Setelah melakukan penelitian, penulis memberikan beberapa masukan
untuk kedepannya:
1. Perlu dilakukan penelitian lagi pada sampel yang terlatih
2. Perlu dilakukan penelitian pada sampel wanita
3. Perlu diteliti efek suhu terhadap kekuatan otot pada kondisi iklim tropis
dengan kontrol suhu yang baik
4. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai efek peregangan terhadap struktur
DAFTAR PUSTAKA
Ahtiainen, J.P., Hakkinen, K., 2009. Strength athlete are capable to produce greater muscle activation and neural fatigue during high-intensity resistance exercise than nonathletes. J Strength Cond Res, 1129-1134
Bergh, U., Ekblom, B., 1979. Influence of muscle temperature on maximal muscle strength and power output in human skeletal muscle. Acta Physiol Scand,
33-37
Clarke, R.S.J., Hellon, R.F, 1959. Hyperaemia following sustained and rhythmic exercise in the forearm at various temperature. J. Physiol, 447-458
Criswell, E., 2011. Cram’s Introduction to Surface Electromyography 2nd ed. USA: Jones And Bartlett Publishers. 43-47
Criswell, E., 2011. Cram’s Introduction to Surface Electromyography 2nd ed. USA: Jones And Bartlett Publishers. 75-130
Edwards, R.H.T., Harris, R.C., Hultman, E., Kaijser, L., Koh, D., Nordesjo, L.O.,
1972. Effect of temperature on muscle energy metabolism and endurance during successive isometric contraction, sustained fatique, of the quadriceps muscle in man. J. Physiol. 345-347
Evetovich, T.K., Nauman, N.J., Conley, D.S., Todd, J.B., 2003. Effect of static stretching of the biceps brachii on torque, electromyography, and mechanomyography during concentric isokinetic muscle actions. Journal of Strength and Conditioning Research. 486-487
ExRx.net., 1999. Standing Biceps Stretch. Available from
2012]
Fujimoto, T., Kemppainen, J., Kalliokoski, K.K., Nuutila, P., Ito, M., Knuuti, J.,
2003. Skeletal muscle glucose uptake response to exercise in trained and untrained men. Med. Sci. Sports Exerc, 780-782
Godt, R.E., Lindley, B.D., 1982. Influence of temperature upon contractile activation and isometric force production in mechanically skinned muscle fiber in frog. J. Gen. Physiol, 289-291
Gray, S.R., De Vito, G., Nimmo, M.A., Farina, D., Ferguson, R.A., 2006. Skeletal muscle ATP turnover and muscle fiber conduction velocity are elevated
athigher muscle temperatures during maximal power output development in human. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol. 381
Hall, J.E., 2011. Guyton And Hall Textbook Of Medical Physiology 12th ed. USA: Saunders Elsevier. 868-869
Janssen, I., Heymsfield, S.B., Wang, Z.M., Ross, R., 2000. Skeletal muscle mass and distribution in 468 men and women aged 18-88 yr. J Appl Pysiol, 83-86
Johnson, T., 2009. 5 Ways to Stretch the Biceps Available from http;//www.livestrong.com/article/7119-stretch/biceps
Kato, E., Vieillevoye, S., Balestra, C., Guissard, N., Duchateau, J., 2011. Acute effect of muscle stretching on the steadiness of sustained submaximal contraction of the plantar flexor muscles. J Appl Physiol, 412-414
[Accessed 13
September 2012]
Kell, R.T., Bell, G., Quinney, A., 2001. Musculoskeletal fitness, health outcomes and quality of life. Sports Med, 863-866
Kraemer, W.J., Ratamess, M.A., 2004. Fundamentals of resistance training: progression and exercise prescription. Med. Sci. Sports Exerc, 674-676. Kubo, K., Kanehisa, H., Kawakami, Y., Fukunaga, T., 2001. Influence of static
stretching on viscoelastic properties of human tendon structure in vivo. J Appl Physiol, 523-526
Marek, S.M., Cramer, J.T., Fincher, A.L., Massey, L.L., Dangelmaier, S.M.,
Purkayastha, S., Fitz, K.A., Culbertson, J.Y., 2005. Acute effects of static
Marques, A.P., Vasconcelos, A.A.P., Cabral, C.M.N., Sacco, I.C.N., 2009. Effect of frequency of static stretching on flexibility, hamstring tightness and electromyographic activity. Braz J Med Biol Res, 951-952
Miller, A.E., MacDougall, J.D., Tarnopolsky, M.A., Sale, D.G., 1993. Gender differences in strength and muscle fiber characteristic. Eur J Appl Physiol Occup Physiol, 254-262
Moore, K.L., Daley A.F., Agur A.M.R., 2010. Clinically Oriented Anatomy 6 ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 731-733
Morse, C.I., Degens, H., Seynnes, O.R., Maganaris, C.N., Jones, D.A., 2008. The acute effect of stretching on the passive stiffness of the human gastrocnemius muscle tendon unit. J Physiol. 102-105
Nelson, A.G., Kokkonen, J., Winchester, J.B., Kalani, W., Peterson, K., Kenly,
M.S., Arnall, D.A., 2012. A 10-week stretching program increase strength in the contralateral muscle. J Strength Cond Res. 832-836
Netter, F.H., 2006. Atlas of Human Anatomy 4th ed. USA: Saunders Elsevier. 433. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
57
Page, P., 2012. Current concepts in muscle stretching for exercise and rehabilitation. The International Journal of Sports Physical Therapy,
110-111
Pope, P.R., Herbert, R.D., Kirwan J.D., Graham, B.J., 2000. A randomized trial of preexercise stretching for prevention of lower-limb injury. Med. Sci. Sports Exerc, 271
Rutkove, S.B., Kothari, M.J., Shefner, J.M., 1997. Nerve, muscle, and neuromuscular junction electrophysiology at high temperature. Muscle Nerve 20. 431-436
Sargeant, A.J., 1997. Effect of muscle temperature on leg extension force and short-term power output in human. Eur J Appl Physiol. 693-698
Schwellnus, M.P., 2009. Stretching techniques and practical guidelines. Cape Town: BokSmart, 2-7
Sherwood, L., 2008. Human Physiology From Cells to Systems 7th ed. Canada: Cengage Learning. 261-275
Shrier, I., 2004. Does stretching improve performance?: A systematic and critical review of the literature. Clin J Sport Med. 36
Taylor, D.C., Dalton, J.D., Seaber, A.V., Garett, W.E., 1990. Viscoelastic properties of muscle-tendon units. The biomechanical effects of stretching. Am J Sports Med. 300-309
Tortora, G.J., Derrickson B.H., 2009. Principles of Anatomy And Physiology 12 ed. Asia: John Wiley & Sons. 302-318
Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication. 120
Winchester, J.B., Nelson, A.G., Kokkonen, J., 2009. A single 30-s stretch is sufficient to inhibit maximal voluntary strength. Res Q Exerc Sport. 257-261
World Health Organization., 1948. WHO Definition of health. Available from http://www.who.int/about/definition/en/print.html [Accessed 15 May
Lampiran 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Rudy Tanudin
Tempat/ tanggal lahir : Medan, Sumut, Indonesia / 14 Januari 1992
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Buddha
Alamat : Jalan Gedeh, No. 29, Medan
Sumatera Utara, Indonesia.
Nomor Telepon : 08197207584
Orang Tua : - Ayah : -
- Ibu : Sri Mariany
Riwayat Pendidikan : TK Swasta Sutomo 1 (1995 – 1997)
SD Swasta Sutomo 1 (1997 – 2003)
SMP Swasta Sutomo 1 (2003 – 2006)
SMA Swasta Sutomo 1 (2006 – 2009)
Universitas Sumatera Utara (2009 – sekarang)
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN PENELITIAN
“PERBEDAAN EFEK PEREGANGAN AKUT SELAMA 15 dan 30 DETIK TERHADAP KEKUATAN KONTRAKSI OTOT BICEPS BRACHII”
Saya, Rudy Tanudin, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara sedang melaksanakan penelitian berjudul “Perbedaan
efek peregangan akut selama 15 dan 30 detik terhadap kekuatan kontraksi otot
biceps brachii”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan efek
gerakan peregangan terhadap kekuatan otot apabila dilakukan dalam waktu yang
berbeda. Adapun manfaat yang akan anda peroleh adalah pengetahuan mengenai
cara melakukan peregangan yang benar dan waktu peregangan yang optimal dan
tidak ada resiko dalam penelitian ini.
Kekuatan otot anda akan diukur sebanyak dua kali dengan menggunakan
sebuah alat bantu yang akan dipasangkan pada lengan atas anda, sebelum dan
sesudah melakukan peregangan. Anda akan diminta melakukan gerakan
peregangan berjenis static stretching (akan diajarkan) dan hasil pengukuran yang tampil pada layar monitor akan dicatat.
Setelah memahami hal-hal yang berkaitan dengan penelitian ini, saya
mengharapkan anda dapat mengisi lembaran persetujuan dan berpartisipasi dalam
penelitian ini. Setiap data yang diperoleh bersifat rahasia dan hanya akan
digunakan untuk tujuan penelitian ini saja.
Medan, September 2012
Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN DALAM PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : ___________________________________________________________
Alamat : ___________________________________________________________
telah mendapat penjelasan yang baik mengenai tujuan dan manfaat penelitian
yang berjudul “Perbedaan efek peregangan akut selama 15 dan 30 detik terhadap kekuatan kontraksi otot biceps brachii”.
Saya mengerti bahwa saya akan diminta untuk melakukan gerakan
peregangan. Saya bersedia untuk diukur kekuatan otot lengan atas sebelum dan
setelah melakukan gerakan peregangan. Saya bersedia berpartisipasi untuk
menjadi responden dalam penelitian ini.
Medan,………..2012
Yang membuat pernyataan,
Lampiran 5
Data hasil pengamatan kekuatan otot sebelum dan sesudah melakukan gerakan
peregangan
Data Penelitian
Sampel Nilai Pretest (mV) Niali Posttest (mV)
1A 0.248 0.148
1B 0.142 0.218
1C 0.256 0.284
1D 0.146 0.148
1E 0.284 0.584
1F 0.084 0.128
1G 0.352 0.292
1H 0.090 0.116
1I 0.378 0.404
1J 0.206 0.228
1K 0.176 0.248
1L 0.226 0.322
1M 0.228 0.228
1N 0.156 0.144
1O 0.116 0.090
1P 0.144 0.146
1Q 0.200 0.260
1R 0.386 0.380
1S 0.298 0.288
1T 0.206 0.210
1U 0.256 0.216
2A 0.128 0.142
2B 0.220 0.278
2C 0.424 0.662
2E 0.374 0.342
2F 0.220 0.200
2G 0.162 0.206
2H 0.348 0.400
2I 0.160 0.208
2J 0.202 0.224
2K 1.166 0.568
2L 0.142 0.900
2M 0.332 0.338
2N 0.330 0.572
2O 0.212 0.190
2P 0.160 0.186
2Q 0.214 0.108
2R 0.152 0.320
2S 0.130 0.406
2T 0.118 0.142
Lampiran 6
Uji Normalitas Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pre test Value .269 42 .000 .539 42 .000
Post test Value .178 42 .002 .837 42 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 7
Mann-Whitney Test
Ranks
Lama Peregangan N Mean Rank Sum of Ranks
Post test Value 15 21 18.57 390.00
30 21 24.43 513.00
Total 42
Test Statisticsa
Post test
Value
Mann-Whitney U 159.000
Wilcoxon W 390.000
Z -1.547
Asymp. Sig.
(2-tailed)
Test Statisticsa
Post test
Value
Mann-Whitney U 159.000
Wilcoxon W 390.000
Z -1.547
Asymp. Sig.
(2-tailed)
.122
a. Grouping Variable: Lama
Wilcoxon Test
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Post test Value - Pre test
Value
Negative Ranks 13a 20.19 262.50
Positive Ranks 28b 21.38 598.50
Ties 1c
Total 42
a. Post test Value < Pre test Value
b. Post test Value > Pre test Value
c. Post test Value = Pre test Value
Test Statisticsb
Post test
Value - Pre
test Value
Z -2.177a
Asymp. Sig. (2-tailed) .029
a. Based on negative ranks.