USAHA TIDAK SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NO. 255K/PDT.SUS/2009)
TESIS
Oleh
ISKANDAR
097011008/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
USAHA TIDAK SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG NO. 255K/PDT.SUS/2009)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan
pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
ISKANDAR
097011008/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TIDAK SEHAT (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 255K/PDT.SUS/2009)
Nama Mahasiswa : Iskandar
Nomor Pokok : 097011008
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS)
Pembimbing Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ISKANDAR
Nim : 097011008
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERUBAHAN DIREKSI PADA PERSEROAN YANG
TERIKAT KREDIT PADA BANK MANDIRI
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Setiap perjanjian didasarkan pada asas kebebasan berkontrak yang memberikan hak kepada setiap orang bebas melakukan perjanjian kepada siapa saja, dan bebas menentukan isi perjanjian. Namun dalam UU No. 5 Tahun 1999 asas kebebasasn berkontrak ini dibatasi sebagaimana ditentukan adanya larangan melakukan perjanjian yang menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di putuskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan No. 255K/ Pdt.Sus/2009. Berdasarkan latar belakang dari kasus yang diteliti maka permasalahan yang akan diteliti adalah, Apa yang menjadi dasar kekuasaan pemerintah membatasi asas kebebasan berkontrak terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Bagaimana bentuk pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, dan Siapa sajakah pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Penelitian yang diterapkan dalam penulisan ini adalah adalah memakai metode penulisan dengan pendekatan yuridis (penelitian hukum), yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Sifat penelitian adalah deskriptif dengan melakukan studi dokumen. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tertier. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif, dengan cara berfikir induktif ke deduktif untuk menarik kesimpulan. Untuk menganalisis norma hukum dipergunakan penafsiran penafsiran autentik, historis dan filosofis yang melandasi norma hukum yang diteliti.
Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan keputusan MARI yang diteliti disimpulkan dasar kekuasaan negara (pemerintah) membatasi asas kebebasan berkontrak adalah untuk menghilangkan sifat negatif dari sistem ekonomi liberal dan system ekonomi sosial. Bentuk pembatalan perjanjian yang diputuskan oleh KPPU secara materil batal absolut yang mengandung batal relatif dari segi formilnya. Sedangkan Siapa sajakah pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat adalah pihak ketiga atau KPPU pada intinya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi, mewujudkan posisi seimbang antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar, serta untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Every agreement is based on the Principle of Freedom of Contract providing the right to anyone to freely make an agreement to whomever, and also free to determine the contents of the agreement. However, in Law No.5/1999, this principle of freedom of contract is limited by the prohibition of making a contract which will result in monopoly practice or unhealthy business competition as decided by the Supreme Court of the Republic of Indonesia in its decree No. 255K/Pdt.Sus/2009. Based on the background of the case being studied, the research problems to be answered were what basis of state power was used to limit the principle of freedom of contract in terms of the agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition, what was the form of agreement cancellation done by the state on the agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition, and which party that can apply for the cancellation of agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition.
This descriptive study employed juridical approach referring to the legal norms found in the existing regulation of legislation as its normative base commencing from general premises and ending in a special conclusion. The data for this study were secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were qualitatively analyzed and the conclusion was drawn based-on the inductive-deductive way of thinking. The legal norms were analyzed through authentic, historical and philosophical interpretations underlying the legal norms studied.
The result of this study showed that, based on the decision made by the Supreme Court of the Republic of Indonesia, the basis of state power was used to limit the principle of freedom of contract was to eliminate the negative nature of liberal economic and social economic systems. The form of agreement cancellation decided by the KPPU was materially absolute cancellation and formally relative cancellation. The party that can apply for the cancellation of the agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition was the third party or KPPU that essentially to materialize the economic democracy, balanced position between the small, medium, and big scale business practitioners, and to create a common welfare.
Saya mulai kata pengantar ini dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada saya
berupa akal, iman, dan kesehatan sehingga tesis ini dapat diselesaikan sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW semoga
safaatnya dapat dilimpahkan kepada seluruh keluarga dan para sahabat serta umatnya.
Substansi tesis ini adalah pembatasan pemberlakuan asas hukum perjanjian
yaitu asas kebebasan berkontrak. Sebagaimana dimaklumi, hampir tidak dapat
dihindari, dalam kegiatan bisnis peranan transaksi menjadi amat penting. Term
transaksi dikenal dalam ekonomi, padanannya dalam ilmu hukum dikenal dengan
term perjanjian.
Dalam kajian hukum, perjanjian tunduk pada asas hukum yaitu asas
kebe-basan berkontrak. Asas kebekebe-basan berkontrak sesungguhnya adalah pencerminan dari
hak kebebasan individu untuk menerima atau menghalihkan hak kebendaan dari
pihak yang satu dengan pihak yang lain, dan ini berlaku juga dalam kegiatan bisnis
yang dilakukan oleh pelaku usaha.
Dalam prakteknya, asas kebebasan berkontrak yang dianut dalam hukum
perjanjian yang dipergunakan dalam kegiatan bisnis dengan motif ekonomi dapat
menimbulkan ketidakadilan dan bahkan merugikan pihak ketiga yang tidak terlibat
dalam perjanjian baik itu dalam kapasitasnya sesama pelaku usaha maupun kerugian
Sejak lahirnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat secara normatif asas
kebe-basan berkontrak telah dikurangi daya berlakunya. Untuk itulah tesis ini ditulis di
bawah judul : PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ME-LALUI
CAMPUR TANGAN PEMERINTAH DALAM PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No. 255K/Pdt.Sus/2009) untuk
melihat secara inkonkreto bagaimana asas kebebasan berkontrak itu dibatasi daya
berlakunya.
Dalam proses penulisan tesis ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih
secara khusus kepada Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, MS selaku Ketua Pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun tesis ini hingga selesai
tepat pada waktu. Untuk itu pada kesempatan yang berbahagia ini Saya
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Kepada Prof, Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Prof. Dr. Suhaidi,
SH,MH, selaku anggota komisi pembimbing atas arahan tentang cara berfikir ilmiah
yang diberikan dalam proses bimbingan saya ucapkan banyak terima kasih.
Selanjutnya saya juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. T. Keizerina Devi
Azwar, SH, M.Hum, CN dan Dr. Dedi Harianto SH,M.Hum atas masukan dan
kritikannya atas tesis ini.
Juga tidak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
penulis untuk dapat mengikuti pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan, fasilitas dan kelancaran proses
administrasi pendidikan selama penulis menempuh pendidikan.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
dorongan selama menempuh pendidikan dan masukan kepada penulis untuk
memperkaya penulisan tesis ini.
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, S.H, M.Hum, CN, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan
dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Guru Besar dan Dosen pada Program Studi Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat kepada Penulis selama
mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di bangku kuliah.
6. Seluruh Staf/Pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama
menjalani pendidikan hingga penulisan tesis ini.
Kepada ayahanda dan Ibunda, dengan kerendahan dan ketulusan hati yang
Kesemua yang telah ayah ibunda berikan itu rasanya tidak dapat ananda balas secara
tuntas mengingat apa yang ayahanda dan ibunda tersebut berikan tidak dapat diukur
dengan apapun di dunia ini.
Kepada abangda Jaffar Siddiq, Iskandar Noernikmat, T. Fahrizal, T.
Hermansyah, adinda Rizal, adinda Iwan, kakanda Laila Fajri, Iranida, Cut Regina,
Niar, Khairul Husna, dan adinda Oji dan Cut Sartika Sari diucapkan terima kasih atas
bantuan dan perhatiannya sehingga adinda dapat menyelesaikan studi di Prgaram
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU ini.
Kepada teman-temanku, Indra Sani Harahap, Putri Rayhan Natasha, Nur
Salam, Lodewik Loka, Fahmi Fauzan, Syahrial, Muhammad Zaifan, Muhammad
Birowo Karnan, Helmi Panjaitan, Arif Rianto, Riri Oktarian, Arfansyah Darma Putra,
Mahalia Nola Pohan, Gita Melisa, Morina, Liza Fauzia, Mis Mimi, Ayuni Dewi,
Nurhayati, Risma Siahaan, Romirita Tobing, Rini Widya Astuti, Dian Sutari, Putri
Tika Caturangga Situmeang , Apriliana Sylvia Berkat Gea, Ayu Yulia Sari, Ayu Fulia
Sari, Alnasriel, Melissa Harahap, Evi Sulastri, Desi Melaroza Purba, Amelia Silvany,
Marjan Iskariman Lubis, Alkamra, Deddy Charlie, Doni Kartien, J.E. Melky Purba,
Echy Tessi, kak Netty, Ridwan Basyir, heri Azwar Anas, dan semua teman
seangkatan 2009 yang tidak dapat disebutkan namanya satu satu persatu, saya mohon
maaf untuk ini, diucapkan terima kasih atas dukungan morilnya yang diberikan
kepada saya selama ini. Mungkin tanpa itu, tesis ini tidak akan tersajikan
hukum di USU ini umunya dan di Program Studi Magister Kenotariatan khu-susnya.
Terima kasih.
Medan, Januari 2012 Penulis,
DATA PRIBADI
Nama : ISKANDAR
Tempat / Tanggal Lahir : Alue Drien, 2 Januari 1981
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat Rumah : Kompleks Setia Budi Indah Blok.QQ No. 20 Medan
Anak ke : 6 (enam) dari 8 (delapan) bersaudara
DATA ORANG TUA
Nama Ayah : H. Mahmuddin Mahmud
Nama Ibu : Hj. Marullah
PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri Pangkat, Aceh Utara, Aceh Lulus tahun 1993
2. SMP Negeri 1 Lhoksukon, Aceh Utara, Aceh Lulus tahun 1996
3. SMU Negeri 1 Banda Aceh, Aceh Lulus tahun 1999
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Aceh Lulus tahun 2009
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI... ix
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 12
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian... 14
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi... 15
1. Kerangka Teori ... 15
2. Konsepsi ... 26
G. Metode Penelitian... 28
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 28
2. teknik Pengumpulan Data... 29
3. Jenis Data... 29
4. Alat Pengumpulan Data ... 31
5. Analisis Data... 31
BAB II PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK OLEH PEMERINTAH ... 32
A. Pengertian Umum Tentang Perjanjian... 32
1. Asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian ... 32
2. Perjanjian menurut UU Monopoli ... 37
1. Tugas dan Fungsi KPPU sebagai perangkat Pemerintah
mengawasi pelaksanaan UU Monopoli ... 59
2. Kewenanangan KPPU membatasi asas kebebasan berkontrak ... 60
3. Dasar KPPU membatasi asas kebebasan berkontrak 68 BAB III PEMBATALAN PERJANJIAN OLEH PEMERINTAH DAN PENGADILAN ... 77
A. Syarat subjektif dan syarat objektif perjanjian menurut UU Monopoli ... 77
B. Syarat pembatalan perjanjian menurut UU Monopoli .... 84
C. Bentuk pembatalan perjanjian oleh pemerintah dan pengandilan... 95
1. Bentuk Pembatalan Perjanjian Oleh Pemerintah ... 95
2. Bentuk Pembatalan Perjanjian Oleh Pengadilan ... 98
BAB IV PIHAK YANG DAPAT MEMOHON PEMBATALAN PERJANJIAN YANG MENIMBULKAN PERSAINGAN TIDAK SEHAT ... 104
A. Pihak pemohon pembatalan perjanjian menurut UU Monopoli ... 104
B. Akibat hukum dari pembatalan perjanjian pembatalan yang menimbulkan persaingan tidak sehat ... 113
C. Pembatalan Perjanjian Oleh KPPU ... 119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 130
A. Kesimpulan ... 130
B. Saran ... 131
Setiap perjanjian didasarkan pada asas kebebasan berkontrak yang memberikan hak kepada setiap orang bebas melakukan perjanjian kepada siapa saja, dan bebas menentukan isi perjanjian. Namun dalam UU No. 5 Tahun 1999 asas kebebasasn berkontrak ini dibatasi sebagaimana ditentukan adanya larangan melakukan perjanjian yang menimbulkan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana di putuskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan No. 255K/ Pdt.Sus/2009. Berdasarkan latar belakang dari kasus yang diteliti maka permasalahan yang akan diteliti adalah, Apa yang menjadi dasar kekuasaan pemerintah membatasi asas kebebasan berkontrak terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Bagaimana bentuk pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat, dan Siapa sajakah pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Penelitian yang diterapkan dalam penulisan ini adalah adalah memakai metode penulisan dengan pendekatan yuridis (penelitian hukum), yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pijakan normatif, yang berawal dari premis umum kemudian berakhir pada suatu kesimpulan khusus. Sifat penelitian adalah deskriptif dengan melakukan studi dokumen. Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan tertier. Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif, dengan cara berfikir induktif ke deduktif untuk menarik kesimpulan. Untuk menganalisis norma hukum dipergunakan penafsiran penafsiran autentik, historis dan filosofis yang melandasi norma hukum yang diteliti.
Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa berdasarkan keputusan MARI yang diteliti disimpulkan dasar kekuasaan negara (pemerintah) membatasi asas kebebasan berkontrak adalah untuk menghilangkan sifat negatif dari sistem ekonomi liberal dan system ekonomi sosial. Bentuk pembatalan perjanjian yang diputuskan oleh KPPU secara materil batal absolut yang mengandung batal relatif dari segi formilnya. Sedangkan Siapa sajakah pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat adalah pihak ketiga atau KPPU pada intinya untuk mewujudkan demokrasi ekonomi, mewujudkan posisi seimbang antara pelaku usaha kecil, menengah dan besar, serta untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Every agreement is based on the Principle of Freedom of Contract providing the right to anyone to freely make an agreement to whomever, and also free to determine the contents of the agreement. However, in Law No.5/1999, this principle of freedom of contract is limited by the prohibition of making a contract which will result in monopoly practice or unhealthy business competition as decided by the Supreme Court of the Republic of Indonesia in its decree No. 255K/Pdt.Sus/2009. Based on the background of the case being studied, the research problems to be answered were what basis of state power was used to limit the principle of freedom of contract in terms of the agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition, what was the form of agreement cancellation done by the state on the agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition, and which party that can apply for the cancellation of agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition.
This descriptive study employed juridical approach referring to the legal norms found in the existing regulation of legislation as its normative base commencing from general premises and ending in a special conclusion. The data for this study were secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials obtained through documentation study. The data obtained were qualitatively analyzed and the conclusion was drawn based-on the inductive-deductive way of thinking. The legal norms were analyzed through authentic, historical and philosophical interpretations underlying the legal norms studied.
The result of this study showed that, based on the decision made by the Supreme Court of the Republic of Indonesia, the basis of state power was used to limit the principle of freedom of contract was to eliminate the negative nature of liberal economic and social economic systems. The form of agreement cancellation decided by the KPPU was materially absolute cancellation and formally relative cancellation. The party that can apply for the cancellation of the agreement that can result in monopoly practice and unhealthy business competition was the third party or KPPU that essentially to materialize the economic democracy, balanced position between the small, medium, and big scale business practitioners, and to create a common welfare.
A. Latar Belakang
Manusia dalam menjalani hidupnya tidak terlepas dari memenuhi berbagai
kebutuhan ekonomi (homo economicus). Kebutuhan manusia sebagai makhluk
ekonomi secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu :
1. Kebutuhan akan barang bentuk material
2. Kebutuhan barang dalam bentuk abstrak. Biasanya yang disebutkan terakhir ini
dalam bentuk jasa.
Pemenuhan kebutuhan ekonomi manusia pada dasarnya guna mencapai
kemakmuran. Di Indonesia, kemakmuran merupakan hak konstitusi setiap warga
negara sebagaimana yang ditentukan di dalam Pasal 28H Amandemen UUD 1945,
inti kemakmuran terletak pada terpenuhinya kebutuhan.1
Semua kebutuhan manusia akan benda ekonomi dapat dipenuhi dan akan
memiliki makna serta nilai apabila ada berhubungan antara satu manusia dengan
manusia lainnya, sebab pada dasarnya manusia mempunyai sifat keterbatasan.
Keterbatasan manusia yang satu akan dipenuhi dan dipunyai oleh manusia lainnya.
Dalam konteks hubungan manusia dengan manusia itulah hukum menampakkan jati
1
dirinya dan hal inilah yang merupakan ciri khas dari hukum yang membedakannya
dengan ekonomi.2
Salah satu aturan yang mengatur aktivitas ekonomi dalam rangka memenuhi
kebutuhannya adalah hukum kekayaan. Menurut kajian hukum, dalam kehidupan
ekonomi, setiap perseorangan memiliki 4 (empat) tuntutan kehidupan ekonomi, yaitu :3
a. tuntutan menguasai harta benda.
b. tuntutan kebebasan industri dan kontrak sebagai suatu harta milik perseorangan.
c. tuntutan terhadap keuntungan yang dijanjikan terhadap pelaksanaan bernilai ekonomi yang dijanjikan oleh orang lain
d. tuntutan supaya terjamin terhadap campur tangan orang lain yang mengganggu hubungan perekonomian yang menguntungkan dengan orang lain lagi baik hubungan kontrak, pergaulan, perdagangan, ja-batan, maupun hubungan di dalam rumah tangga.
Berdasarkan tuntutan kehidupan ekonomi perseorangan tersebut seseorang
memiliki kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi baik dalam memproduksi,
2
Sebagaimana dikatakan oleh Aristoteles, hukum merupakan gejala sosial, Ubi societas ubi ius. Lihat juga Melikul Adil yang mengatakan ciri khas dan yang diatur oleh hukum pada intinya adalah hubungan manusia dengan manusia lainnya. Hukum pada hakekatnya adalah perhubungan antara subjek dengan subjek: tiada perhubungan ini, maka tiada pula hukum. Perhubungan itu telah ada, bila kekuasaan (hak) dari suatu subjek hukum harus diindahkan oleh subjek hukum lainnya, jadi tidak boleh dilanggar. Kalau subjek A memiliki sesuatu, maka orang lain semuanya tidak boleh melanggar hak milik itu. Sama sekali tidak dikehendaki adanya benda untuk perhubungan itu, walaupun harus diakui, bahwa biasanya perhubungan itu melalui benda. Di sinilah pada pokoknya perbedaan antara hukum dan ekonomi. Yang dipindahkan ke tangan lain adalah pada hakekatnya kekuasaan (hak) mengenai sesuatu. Sesuatu itu dapat merupakan bermacam-macam hal; ada yang merupakan benda dan ada pula yang merupakan bukan benda. Dapat dipindahkan ke tangan lain hak tuntutan terhadap seseorang, dapat juga dipindahkan kepada hak tentang satu merek, pendapat, hak cipta dan lain-lain sebagainya yang tidak bersangkut paut dengan benda. Pemindahan itu dalam intinya tidak berbeda dengan pemindahan hak milik atas satu benda, pemindahaan yang terakhir ini hanyalah merupakan satu species dari genusnya (Soetan Malikoel Adil,Hak-hak Kebendaan, Jakarta, PT.Pembangunan, 1959,hlm.,41).
3
mendistribusi dan mengkonsumi barang dan atau jasa. Kebebasan di bidang ekonomi
tersebut akan mempengaruhi prilaku pelaku usaha di lingkungan bisnis.
Perilaku pelaku usaha bisnis untuk menguasai barang dan/ atau jasa guna
menguasai pasar untuk mencari keuntungan yang maksimal secara berlebihan sudah
menjadi insting setiap pelaku usaha. Insting yang demikian itu menimbulkan
praktik-praktik bisnis yang didominasi oleh pelaku usaha yang kuat dan menindas pelaku
usaha ekonomi yang lemah. Pada sisi lain, insting yang demikian itu juga
menghilangkan demokrasi di bidang ekonomi yang menjadi hak setiap anggota
masyarakat. Karena tidak setiap pelaku usaha dapat masuk dan keluar dari pasar
untuk mendistribusikan barang dan atau jasa yang dipunyainya.
Insting bisnis untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya selalu
diraih dengan cara-cara yang tidak adil, tidak jujur, dan melanggar prinsip-prinsip dan
etika bisnis yang baik dan sehat sebagaimana terlihat pada praktik monopoli. Praktik
yang demikian itu merupakan bentuk ketidakadilan di pasar, karena ada cengkraman
pihak-pihak pengusaha bermodal kuat terhadap yang kecil dan lemah, atau perbuatan
pedagang bermodal kuat yang hanya mengutamakan laba semata tanpa peduli
terhadap kesejahteraan dan kepentingan orang lain.4
Monopolistik di bidang ekonomi akan menjadi sangat berbahaya dan merugikan kepentingan umum secara keseluruhan apabila diciptakan dan didukung oleh pemerintah. Mematikan jalannya mekanisme pasar yang sehat dan kompetetif, serta pada akhirnya akan dapat melumpuhkan sistem politik yang demokratis.
4
Untuk mencegah terjadinya praktik monopoli yang merugikan kepentingan
umum dan hilangnya demokrasi ekonomi maka dibutuhkan persaingan yang sehat
dalam kegiatan ekonomi. Persaingan adalah suatu hal yang harus ada dalam kegiatan
ekonomi, hal ini sejalan dengan keterbatasan pemuas kebutuhan dan
ketidakterbatasan keinginan manusia dalam memenuhi kebutuhan.
Menurut kajian ilmu ekonomi, persaingan diartikan sebagai tindakan positif dan
independen terhadap pencapaian equilibrium. Jadi tujuan persaingan antar pelaku
usaha dilakukan secara sehat, dan konsumen tidak dieksploitasi oleh pelaku usaha.
Zwarensteyn menerangkan :5
Tujuan yang bersifat khusus dari persaingan, antara lain di Amerika Serikat, adalah untuk melindungi sistem kompetisi (preserve competitive system), di Jerman untuk memajukan kesejahteraan dan kebebasan warga negara, dan di Swedia untuk mencapai pemanfaatan optimal dari sumber-sumber yang ada di masyarakat.
Untuk itulah persaingan usaha perlu diatur di dalam peraturan
perundang-undangan, sebab bila persaingan tersebut tidak diatur dengan baik dan dibiarkan
sebebas-bebasnya sedemikian rupa akan menciptakan kondisi monopolistis.
Praktik monopoli telah terjadi di Indonesia sejak tahun 1891 oleh Koninklijke
Paketvaart Maskapai yang diberi oleh Pemerintah Hindia Belanda hak monopoli untuk
angkutan laut dan angkutan niaga di seluruh wilayah perairan Hindia Belanda. Tanjung
Priok dibangun tahun 1872, menyusul Tanjung Perak dan Belawan.6 Praktik monopoli
ini juga menjadi dasar kebijakan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang
5
Ibid.
6
berdampak munculnya penjajahan oleh bangsa Belanda atas bangsa Indonesia pada
waktu itu.7
Setelah Indonesia merdeka, khususnya pada era orde baru praktik monopoli
juga merajalela. “Praktik ini tumbuh subur akibat pemerintah orde baru yang penuh
dengan beranekaragam praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta
perbuatan-perbuatan pura-pura di dalam bisnis dan pengaturan di bidang ekonomi.8 Kebijakan
ekonomi orde baru yang memperhatikan dan memperlakukan secara istimewa para
konglomerat, sedangkan di lain pihak pengusaha kecil dan menengah kurang
mendapat perhatian yang memadai hingga akhirnya menimbulkan krisis moneter
pada tahun 1998.
Ada beberapa alasan mengapa praktik monopoli terjadi pada masa
pemerintahan orde baru.9
Alasan pertama adalah karena Pemerintah menganut konsep bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan untuk berfungsi menjadi lokomotif pembangunan. Perusahaan-perusahaan tersebut hanya mungkin menjadi besar untuk kemudian menjalankan fungsinya sebagai lokomotif pembangunan apabila perusahan-perusahaan itu diberi perlakukan khusus. Alasan kedua, pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan itu telah bersedia menjadipioneer di sektor yang bersangkutan. Tanpa fasilitas
7
Sebagaimana diungkapkan A.M. Djuliati Suroyo, “Penanaman Negara di Jawa dan Negara Kolonial” dalam J.Thomas Lindblad, Fondasi Historis Ekonomi Indonesia, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 34 : Sistem Tanam Paksa adalah unik dalam arti bahwa sistem ini tidak dipraktikkan oleh berbagai negara kolonial di negara-negara Asia Tenggara lainnya dengan kondisi alam dan ekonomi serta struktur sosial yang mirip. Keunikan ini memang mempunyai akar-akar permulaan kolonialisme Belanda di Indonesia. VOC sebagai perusahaan dagang sejak awal telah melaksanakan monopoli dagangnya. Untuk mengamankan persediaan komoditas-komoditas ekspor, monopoli VOC diperluas ke arah monopoli sistem produksi.
8
C.F.G Sunaryati Hartono, “Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Perilaku Bisnis dan Persaingan Usaha Yang Sehat”, dalam A.F.Elly Erawaty, SH. LLM, Membenahi Perilaku Bisnis Melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, (Bandung, 1999, Citra Aditya Bakti) hlm.,1
9
monopoli dan proteksi, sulit bagi Pemerintah untuk dapat memperoleh kesediaan investor menanamkan modalnya disektor tersebut. Alasan ketiga, adalah untuk menjaga berlangsungnya praktik KKN demi kepentingan kroni-kroni mantan Presiden Suharto dan pejabat-pejabat yang berkuasa pada waktu itu.
Kegiatan ekonomi dalam rangka menguasai pasar, menentukan harga,
memegang posisi dominan oleh pihak yang ekonominya kuat atau pemilik modal
yang kuat merupakan permasalahan dunia ekonomi. Viccusi menulis :10
Persoalan yang tidak dibenarkan oleh hukum adalah kemungkinan terjadinya kebijakan yang tidak efisien dan meningkatkan hambatan masuk (barrier to entry) bagi pesaingnya. Apabila ini terjadi, maka akibatnya adalah penggunaan
resourcesyang tidak efektif dan terdistorsinya pasar”.
Untuk itulah, pengaturan perilaku pelaku usaha dalam suatu peraturan
perundang-undangan menjadi diperlukan agar semua orang mempunyai kesempatan
yang sama untuk mencapai kemakmuran terhadap dirinya sendiri dan itu semua
ditujukan agar terciptanya kemakmuran yang merata sebagai wujud dari keadilan
sosial.
Dalam praktik kegiatan ekonomi, perbuatan monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat dapat dilakukan dengan sengaja oleh para pelaku usaha melalui perjanjian.
Dalam hukum dikenal asas kebebasan berkontrak sebagai asas yang berlaku
universal. Asas kebebasan berkontrak dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1338 KUH
Perdata yang mengatakan: “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang-undang-undang bagi mereka yang membuatnya“.
10
Kalau dipersandingkan antara prinsip ekonomi yakni mencari keuntungan yang
sebesar-besarnya dengan asas hukum perjanjian yang bersifat universal yaitu asas
kebebasan berkontrak maka dalam praktik akan timbul masalah, terjadinya
kesenjangan dalam memperoleh kemakmuran. Kesenjangan itu dapat dilihat bahwa
pihak yang kuat baik dari sisi ekonomi, pengetahuan dan teknologi akan menindas
pihak yang lemah. Penindasan tersebut dapat terjadi dengan menguasai pasar dengan
cara monopoli dan melakukan persaingan usaha tidak sehat, akibatnya kedudukan
keseimbangan para pihak dalam memenuhi kebutuhan nya menjadi tidak terwujud
sama sekali. Sebaliknya yang terjadi adalah penindasan manusia atas manusia
lainnya. Akibat asas kebebasan berkontrak sebagai asas hukum dalam perjanjian
maka pihak yang lemah tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Pada hal berdasarkan
falsafah ideologi bangsa Indonesia, Pancasila, bahwa keadilan baik dalam ekonomi
maupun hukum adalah milik setiap orang. Hal ini terlihat secara eksplisit dalam
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang mengatakan bahwa:
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;…”
Makna yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 ini sesungguhnya
Negara Indonesia menganut demokrasi ekonomi. Bahkan dalam Pasal 28H
Amandemen UUD 1945 tegas dikatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia
mempunyai hak konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan dirinya. Sebagaimana
termasuk negara, terhadap bagaimana memperoleh dan mempergunakan kebutuhan
dari sudut ekonomi, sangat menentukan isi dari suatu hukum, termasuk isi dan makna
dari kebebasan berkontrak”.11
Hukum perjanjian sebenarnya menjelaskan bagaimana seseorang mencapai
kemakmuran bagi dirinya. Dalam hukum perjanjian ditentukan apa yang harus
diperbuat oleh seseorang untuk memperoleh dan mengalihkan hak atas kekayaannya
kepada orang orang lain, dan demikian pula sebaliknya bagaimana seseorang
menyerahkan hak atas kekayaannya kepada orang lain. Oleh karena itu hukum
perjanjian merupakan hak perorangan yang berkaitan dengan kekayaan. Namun hak
kebebasan pribadi seseorang untuk melakukan kegiatan ekonomi demi mewujudkan
kesejahteraan pribadinya yang dilakukan melalui ketentuan hukum membuat
perjanjian pada kenyataannya tidak menimbulkan kesejahteraan bagi kedua belah
pihak, melainkan dipergunakan untuk melindungi pihak yang kuat secara ekonomi,
ilmu dan teknologi. Dengan demikian cita-cita untuk mensejahterakan diri bagi setiap
orang pada kenyataannya menimbulkan kesengsaraan atau penindasan pada pihak
lain atau masyarakat luas. Sebagaimana dapat dilihat dalam perjanjian standar
(contract standart) perjanjian perburuhan dan perjanjian kredit. Dimana pihak yang
lemah menerima demikian saja syarat-syarat yang ditentukan oleh pihak yang kuat
walaupun syarat-syarat itu merugikan pihak yang lemah.
Secara praktik, pembatasan asas kebebasan berkontrak oleh pemerintah dalam
rangka melindungi kepentingan umum dan kesejahteraan sosial dapat dilihat dari
Putusan MARI (Mahkamah Agung Republik Indonesia) Nomor 255K/Pdt.sus/2009
tertanggal 28 Mei 2009. Dalam kasus yang diperiksa oleh Mahkamah Agung tersebut
dapat diketahui bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (selanjutnya disebut
KPPU) menerima laporan mengenai adanya dugaan pelanggaran Pasal 16
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks, Plc dan
PT Direct Vision dengan ESPN STAR Sports dan Pasal 19 huruf a Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks, Plc dan PT
Direct Vision berkaitan dengan Hak Siar Eksklusif Liga Inggris atau Barclays
Primier League(selanjutnya disebut BPL).
Hak siar eksklusif yang dimiliki oleh Astro All Asia Networks, Plc, didasarkan
dengan perjanjian yang dilakukan oleh Astro All Asia Networks, Plc, dengan ESPN
STAR Sports yang tertuang di dalam Broadcast Affiliation Agreement yang
ditandatangani pada tanggal 11 Mei 2005 yang berlaku surut sejak tanggal 1 Juni
2004. Perjanjian tersebut meliputi channel ESPN dan STAR SPORT yang di
dalamnya telah meliputi content BPL.
BPL memiliki daya tarik luar biasa bagi pelanggan TV berbayar sehingga
menyebabkan mereka rela pindah (churn) ke provider yang menayangkan liga
1. Dua dari tiga responden (67,94%) yang menyukai olahraga menyatakan
bahwa Liga Inggris harus ada di dalam paket sport, hal tersebut terutama
dinyatakan oleh pelanggan ASTRO;
2. Sebanyak 64,99% responden yang menyukai olahraga menyatakan bahwa
liga Inggris tidak dapat digantikan oleh liga sepakbola lainnya;
3. Bila Liga Inggris ditayangkan di TV berbayar lain, 62,22 % (enam puluh dua
koma dua puluh dua perseratus) pelanggan ASTRO akan pindah ke provider
TV yang menyiarkan Liga Inggris tersebut;
Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap para pelapor pada tanggal 11
Februari 2008, para pelapor memandang BPL sebagai konten yang penting.
Kehilangancontent tersebut mengakibatkan kerugian Telkomvision, Indovision, dan
IM2 berupa kehilangan pelanggan sehingga Indovision menuntut ganti rugi sebesar
Rp 1,2 triliun (satu koma dua triliun rupiah);
Berdasarkan fakta itu KPPU memeriksa perkara dimaksud dan hasil dari
pemeriksaan perkara tersebut KPPU memberi putusan dengan isi amar putusannya
adalah :
1. Menyatakan bahwa Terlapor III: ESPN STAR Sports dan Terlapor IV: All Asia
Multimedia Networks, FZ-LLC terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar
Pasal 16 UU No 5 Tahun 1999;
2. Menyatakan bahwa Terlapor I: PT Direct Vision dan Terlapor II: Astro All Asia
3. Menyatakan bahwa Terlapor I: PT Direct Vision, Terlapor II: Astro All Asia
Networks, Plc, dan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC tidak
terbukti melanggar Pasal 19 huruf a dan c UU No 5 Tahun 1999;
4. Menetapkan pembatalan perjanjian antara Terlapor III: ESPN STAR Sports
dengan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC terkait dengan
pengendalian dan penempatan hak siar Barclays Premiere League musim
2007-2010 atau Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC memperbaiki
perjanjian dengan Terlapor III: ESPN STAR Sports terkait dengan pengendalian
dan penempatan hak siar Barclays Premiere League musim 2007-2010 agar
dilakukan melalui proses yang kompetitif di antara operator TV di Indonesia;
5. Memerintahkan Terlapor IV: All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC untuk
menjaga dan melindungi kepentingan konsumen TV berbayar di Indonesia
dengan tetap mempertahankan kelangsungan hubungan usaha dengan PT Direct
Vision dan tidak menghentikan seluruh pelayanan kepada pelanggan sampai
adanya penyelesaian hukum mengenai status kepemilikan PT Direct Vision.
Terhadap Putusan KPPU ini ESPN dan All Asia Multimedia Networks,
FZ-LLC mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung Republik Indonesia (selanjutnya
disebut MARI) dan dalam putusannya Mahkamah Agung menguatkan putusan KPPU
tersebut.
Dari amar putusan MARI ini dapat dilihat bahwa pembatasan asas kebebasan
berkontrak yang dilakukan oleh KPPU atas perjanjian yang dilakukan dalam kegiatan
didasarkan pada ketentuan undang-undang. Jadi, pembatasan asas kebebasan
berkontrak dilakukan oleh Negara dan dilaksanakan oleh pemerintah. Hal yang
menarik dalam gugatan mengajukan pembatalan perjanjian dalam perkara tersebut
bukan dilakukan oleh para pihak (otonomi partij) tetapi dilakukan oleh pihak yang
tidak terlibat dalam membuat perjanjian, atau pembatalan perjanjian monopoli
dilakukan oleh pihak ketiga, hal ini bertentangan dengan prinsip yang diatur di dalam
Hukum Acara Perdata maupun dalam ketentuan hukum perdata materil yang
mensyaratkan bahwa pembatalan perjanjian hanya dapat dilakukan oleh para pihak
yang terlibat dalam perjanjian tersebut sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1338
ayat (2) KUHPerdata dan Pasal 1340 KUHPerdata.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, perlu dikaji lebih jauh
tentang “Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak Melalui Campur Tangan Negara
Dalam Persaingan Usaha Tidak Sehat”. (Studi kasus putusan MARI nomor
255K/Pdt.Sus/2009).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Apa yang menjadi dasar kekuasaan pemerintah membatasi asas kebebasan
berkontrak terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli dan
2. Bagaimana bentuk pembatalan perjanjian yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak
sehat?
3. Siapa sajakah pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan tidak sehat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian tentang pembatasan perjanjian yang
menimbulkan praktik monopoli adalah:
1. Untuk mengetahui dasar bagi pemerintah dalam melakukan pembatasan terhadap
asas kebebasan berkontrak terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik
monopoli atau persaingan tidak sehat.
2. Untuk mengetahui bentuk batalnya suatu perjanjian yang diambil oleh pemerintah
terhadap perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha
tidak sehat.
3. Untuk mengetahui pihak yang dapat memohon pembatalan perjanjian yang
menimbulkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan manfaat baik
secara teoretis maupun praktis.
1. Manfaat teoretis, secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh
berkaitan dengan pembatasan asas kebebasan dalam rangka menganalisis konflik
hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, untuk
menghasilkan harmonisasi hukum antara beberapa ketentuan undang-undang.
Pada sisi lain penelitian ini juga bermanfaat menambah khasanah ilmu hukum
khususnya ilmu hukum di bidang hukum ekonomi dan di samping itu bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum.
2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
para praktisi hukum, para pelaku usaha untuk menyelesaikan kasus-kasus atau
perkara yang berkaitan dengan perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli
dilakukan oleh para pelaku usaha dalam kegiatan bisnis.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Universitas
Sumatera Utara dan Kepustakaan Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,
Penelitian mengenai “Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak oleh Negara dalam
Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 255K/
Pdt.sus/2009 tertanggal 28 Mei 2009)” belum pernah dilakukan penelitian oleh
peneliti sebelumnya. Kalaupun ada penelitian yang berkaitan dengan asas kebebasan
berkontrak secara substansinya sangat berbeda dengan penelitian ini.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang sudah ada dapat dilihat dalam
penelitian yang sudah ada mengukuhkan keberadaan asas kebebasan berkontrak
dalam perjanjian, sebagaimana terlihat dalam penelitian:
1. Rudi Siagian, NIM : 057005045, berjudul “Kebebasan Berkontrak Dalam Dunia
Maya Kaitannya dengan Perlindungan Para Pihak di Indonesia”.
2. Mila Siregar, NIM : 002111031, berjudul “Eksistensi Notaris Dalam Kebebasan
Berkontrak Dalam Rangka Penanaman Modal Asing Bidang Usaha Industri di
Sumatera Utara”.
3. Sabrina Sharon, NIM : 027011056, berjudul “Pelaksanaan Asas Kebebasan
Berkontrak Dalam Perjanjian Sewa Beli”.
Dari penelusuran kepustakaan tersebut di atas dapat dibuktikan bahwa
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya baik dari permasalahan
maupun substansinya berbeda dari penelitian yang sudah pernah dilakukan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Dalam suatu tulisan ilmiah atau penelitian teori mempunyai peranan yang
sangat penting. Teori memberikan dukungan kepada penelitian dan di lain pihak
penelitian juga memberikan kontribusi kepada teori.
Teori dapat memandu penelitian sehingga penelitian yang dilakukan
memberikan hasil yang diharapkan. Menurut Melly G. Tan, “teori pada pokoknya
merupakan pernyataan mengenai sebab akibat atau mengenai adanya suatu hubungan
masyarakat.“12 Dengan kata lain teori adalah sebuah rangkaian generalisasi yang
saling berhubungan yang masih perlu diamati dengan diuji secara empiris. Oleh
karena itu fungsi teori menurut Kenneth R.Hoover, adalah untuk memberikan arti dan
motivasi pada metode dengan memungkinkan untuk menafsirkan apa yang di amati
(diteliti)13, sedangkan Tan Kamelo dalam disertasinya menyebutkan fungsi teori
adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala
yang diamati.14 Dengan kata lain fungsi teori untuk membuat generalisasi (gambaran
abstrak) tentang sifat suatu kenyataan. Jadi, penggunaan teori dalam pemikiran ilmiah
adalah :15
a. Menyediakan pola-pola bagi interpretasi data. b. Mengkaitkan satu studi dengan lainnya.
c. Memberikan kerangka dalam mana konsep-konsep dan variabel memperoleh keberartian khusus.
d. Menafsirkan makna yang lebih besar dari temuan-temuan bagi peneliti dan bagi orang-orang lain.
Berdasarkan pengertian teori dan fungsi serta daya kerja teori tersebut di atas
dihubungkan dengan judul penelitian ini tentang pembatasan asas kebebasan
berkontrak melalui campur tangan pemerintah dalam persaingan usaha tidak sehat,
maka dipergunakan beberapa teori, yaitu :
12
Koentjaraningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat,Cetakan IX (Jakarta, Gramedia 1989) hlm. 19
13
Kenneth R.Hoover, Unsur-unsur Pemikiran Ilmiah dalam Ilmu-Ilmu Sosial, terjemahan, Cetakan II (Yogyakarta, Tiara Wacana, 1990), hlm. 13
14
Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia, Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung, Alumni, 2006), hlm 17
15
a. Teori kedaulatan negara.
Teori kedaulatan negara merupakan grand teory, dipergunakan untuk
menganalisis atau menjelaskan tentang dasar dan wewenang untuk melakukan
pembatasan asas kebebasan berkontrak sebagai asas dari suatu perjanjian. Teori
kekuasaan negara (sourvereniteit) yang mengatakan:16
Negaralah yang berdaulat terhadap masyakarat yang berdiam dalam wilayah Negara tersebut. Itu berarti negaralah yang memiliki kekuasaan tertinggi untuk mengambil keputusan terhadap masyarakat yang berdiam dalam wilayah Negara itu. Pengertian mengambil keputusan termasuk membuat peraturan-peraturan, mengatur tata tertib dan menjalankan peraturan itu sendiri.
Tentang teori kedaulatan negara ini, Solly Lubis mengatakan: “Negaralah
sumber kedaulatan dalam negara. Dari itu negara (dalam arti guvernment) dianggap
mempunyai hak yang tidak terbatas terhadaplife, libertyand propertydari warganya.
Warga negara bersama-sama hak milik tersebut, bila perlu dapat dikerahkan untuk
kepentingan kebesaran negara“.17 Teori kedaulatan negara ini dianut oleh George
Jellinek dan Paul Laband.
Selain itu, untuk alat analisis tentang kewenangan pemerintah atau negara
membatasi asas kebebasan berkontrak dipandang dari sudut ekonomi yaitu
dipergunakan middle teory yaitu teori welfare state. Teori ini mengatakan: Negara
kesejahteraan mengacu pada peranan yang dimainkan Negara dalam menyediakan
berbagai layanan dan manfaat bagi para warga Negara nya terutama dalam
pemeliharaan pendapatan dan kesehatan bahkan juga perumahan, pendidikan dan
16
Muchtar Pakpahan, Ilmu Negara dan Politik, (Jakarta, Bumi Intitama Sejahtera,2006), hlm,73
17
kegiatan sosial.18Edi Suharto mengutip pendapat Spicker menyatakan bahwa negara
kesejahteraan “…stands for a developed ideal in which welfare is provided
comprehensively by the state to the best possible standards.”19
Menurut Goran Adamson dosen di Lund University, Sweden, konsep Negara
kesejahteraan adalah:20
Konsep modernitas bagi Negara kesejahteraan, Konsep modernitas dimaknai sebagai kemampuan Negara dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran dan tangung jawab Negara menjadi begitu besar terhadap warga negaranya karena negara akan bersikap dan memposisikan dirinya sebagai “teman” bagi warga negaranya. Makna kata teman merujuk pada kesiapan dalam memberikan bantuan jika warga negaranya mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan. Birokrat merupakan alat dan garda depan negara yang secara langsung melayani warga Negara. Birokrat “diharuskan” bersikap netral dengan cara tidak menjadikan latar belakang politik dan sosial warga Negara sebagai dasar pertimbangan pemberian pelayanan.
Dari pernyataan ini dapat dipahami bahwa Negara Kesejahteraan (welfare state)
adalah sistem yang memberi peran lebih besar kepada Negara (pemerintah) dalam
menjamin kesejahteraan sosial secara terencana, melembaga, dan berkesinambungan.
Jadi pada hakekatnya negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal
pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian
peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara
universal dan komprehensif kepada warganya.
18
Fiona Williams, “Welfare State”, Open University dalam Adam Kuper, Jessica Kuper. Ensiklofedia Ilmu-Ilmu Sosial, Edisi Kedua, (Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2000), hlm. 1143.
19
Edi Suharto, makalah dalam seminar yang bertajuk Mengkaji Ulang Relevansi Welfare State dan Terobosan melalui Desentralisasi- Otonomi di Indonesiadilaksanakan di Wisma MMUGM, Yogyakarta pada tanggal 25 Juli 2006, hlm 2.
20
Gagasan ini muncul pada akhir abad 19 dan mencapai puncaknya pada era
"golden age" pasca Perang Dunia II.21 Faktor utama pendorong berkembangnya
negara kesejahteraan menurut Pierson adalah :22
Industrialisasi yang membawa perubahan dramatis dalam tatanan tradisional penyediaan kesejahteraan dan ikatan keluarga, seperti akselerasi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan populasi penduduk, munculnya pembagian kerja (divison of labour), perubahan pola kehidupan keluarga dan komunitas, maraknya pengangguran siklikal, serta terciptanya kelas pekerja nirlahan (landless working class) beserta potensi mobilisasi politis mereka. Perkembangan negara kesejahteraan ini mengalami penyesuaian dengan kondisi di masing-masing negara.
Suatu negara dikatakan sejahtera apabila memiliki empat pilar utama yaitu :23
(1) Social citizenship, (2) Full democracy, (3) Modern industrial relation systems,
dan (4)Rights to education and the expansion of modern mass education systems.
Dalam konsep negara kesejahteraaan, negara dituntut untuk memperluas
tanggungjawabnya kepada masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat
banyak. Perkembangan inilah yang memberikan legalisasi bagi negara intervensionis
abad ke-20. Negara justru perlu dan bahkan harus melakukan intervensi dalam
berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan
bersama dalam masyarakat.24
21
C Pierson, “Late Industrializers an the Development of The Welfare State” (UNSRID, 2004) dalam Darmawan Triwibowo dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta, LP3ES, 2006), hlm 24.
22
Ibid.
23
http://www.nasyiah.or.id Powered by Joomla! @copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd : 29 Juli, 2011, 20:00
24
Dari uraian di atas dapat diambil esensinya bahwa konsep negara kesejahteraan
tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah cara pengorganisasian
kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services). Melainkan juga
sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan bahwa setiap
orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.
Selain dipergunakannya teori kedaulatan negara dan teori negara kesejahteraan,
dalam penelitian ini juga dipergunakan teori hukum pembangunan yang dikemukakan
oleh Mochtar Kusumaatmaja yang mengatakan “Apabila kita teliti maka semua
masyarakat yang sedang membangun dicirikan oleh perubahan, bagaimanapun kita
mendefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi
masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk
menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan cara teratur”.25 Dari pernyataan ini
sesungguhnya Mochtar Kusumaatmaja ingin menegaskan bahwa perlunya keteraturan
dan ketertiban dalam pembangunan dimana hukum dijadikan sarananya (instrumen).
Lilik Mulyadi melakukan kajian deskriptif analisis tentang teori hukum
pembangunan dari Mochtar Kusumaatmaja mengatakan:26
Mochtar Kusumaatmaja secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk membangunan masyarakat. Pokok-pokok pikiran yang melandasi konsep tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang diinginkan, bahkan mutlak perlu, dan bahwa hukum dalam arti norma
25
Muchtar Kusumaatmaja,Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Cet.II (Bandung, Lembaga Penelitian Hukum dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, 1986), hlm. 3
26
diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan itu. Oleh karena itu, maka diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis itu harus sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Dasar Lilik Mulyadi menganalisis tentang teori hukum pembangunan yang
dilontarkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang secara lengkap dikutip sebagai
berikut:27
Bahwa pengertian hukum sebagai sarana lebih luas dari hukum sebagai alat karena:
1. Di Indonesia peranan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menempatkan yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court)
pada tempat lebih penting.
2. Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah diadakan pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep seperti itu.
3. Apabila “hukum” di sini termasuk juga hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional. Lebih detail Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa: Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.
27
b. Teoribargaining position
Teori bargaining position yaitu teori yang mengatakan bahwa posisi
keseimbangan para pihak yang membuat perjanjian. Di atas telah diuraikan secara
singkat bahwa perjanjian sebagai sarana hukum bagi seseorang untuk mencapai
kesejahteraan, dan dalam hukum perjanjian dikenal asas kebebasan berkontrak. Asas
kebebasan berkontrak ini lahir berkaitan dengan paham ekonomi yaitu persaingan
bebas. Dari paham ini dapat diketahui bahwa perjanjian sangat erat kaitannya dengan
upaya seseorang untuk mencapai kesejahteraannya. Sjahdeni mengatakan kebebasan
berkontrak berkaitan dengan pasar bebas.28
Asas kebebasan berkontrak ini muncul secara bersamaan dengan lahirnya
paham ekonomi klasik yang mengagungkan laissez faire atau persaingan bebas.
Keduanya saling mendukung dan berakar pada paham hukum alam. Kedua paham ini
berpendapat bahwa individu pada umumnya mengetahui kepentingan mereka yang
paling baik dan cara pencapaiannya. Oleh karenanya menurut hukum alam
individu-individu harus diberi kebebasan untuk menetapkan langkahnya, dengan sekuat akal
dan tenaganya, untuk mencapai kesejahteraan yang seoptimal mungkin. Jika individu
mencapai kesejahteraan maka masyarakat yang merupakan kumpulan dari
individu-individu tersebut akan sejahtera pula. Lebih lanjut Remy Sjahdeni mengatakan:29
Dalam perkembangannya, kebebasan berkontrak hanya bisa mencapai tujuannya bila para pihak mempunyaibargaining position yang seimbang. Jika salah satu pihak lemah maka pihak yang memiliki bargaining position lebih
28
Sutan Remy Sjahdeni,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 8
29
kuat dapat memaksakan kehendaknya untuk menekan pihak lain, demi keuntungan dirinya sendiri. Syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan dalam kontrak semacam itu akhirnya akan melanggar aturan-aturan yang adil dan layak.
Konsekuensi dari asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian maka lahirlah
asas mengikatnya suatu perjanjian (pacta sund servanda). Sebagaimana dikemukakan
oleh Hugo Grotius, yang berpendapat :30
Bahwa hak untuk mengadakan perjanjian adalah salah satu dari hak-hak asasi manusia. Grotiuslah yang mengemukakan bahwa ada suatu supreme body of law yang dilandasi oleh nalar manusia (human reason) yang disebut sebagai hukum alam (natural law). sebagai wujud dari asas kebebasan berkontrak. Ia beranggapan bahwa suatu kontrak adalah suatu tindakan sukarela dari seseorang di mana ia berjanji sesuatu kepada orang lain dengan maksud bahwa orang lain itu akan menerimanya. Kontrak tersebut adalah lebih dari sekedar suatu janji, karena suatu janji tidak memberikan kepada pihak yang lain atas pelaksanaan janji itu.
Pendapat ini dipergunakan untuk menjelaskan dan menganalisis tentang dasar
mengikatnya suatu perjanjian sebagai implementasi dari asas kebebasan berkontrak
sebagai asas umum dalam hukum perjanjian. Janji itu mengikat diakui sebagai aturan
bahwa semua persetujuan yang dibuat oleh manusia-manusia secara timbal balik pada
hakikatnya bermaksud untuk dipenuhi dan jika perlu dapat dipaksakan, secara hukum
mengikat. Soedjono Dirdjosisworo mengatakan:31
Semula istilah pacta ini mempunyai suatu pengertian yang sangat terbatas tentang persetujuan-persetujuan di mana pada penghapusan suatu hutang atau penangguhan pembayaran diberikan, dan persetujuan-persetujuan itu sendiri tidak dapat dipaksakan dengan suatu tagihan. Jadi, mereka ini hanya mengakibatkan pemberian suatu alat penangkis (eksepsi) terhadap suatu tagihan, yang dengannya hutang ditagih.
30
Ibid,hlm, 19-20
31
Menurut teori ini suatu perjanjian menciptakan sebuah kewajiban hukum dan
bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya dan harus memenuhi janji-janji itu,
dipandang sebagai sesuatu yang dengan sendirinya dan bahkan orang tidak lagi
mempertanyakan mengapa hal itu demikian. Suatu pergaulan hidup hanya
dimungkinkan antara lain bagaimana seseorang dapat mempercayai kata-kata orang
lain. Tentang janji itu mengikat Soedjono Dirdjosisworo mengatakan :32
Nampaknya untuk hak ini, ilmu pengetahuan tidak dapat menjelaskan lebih lanjut selain mengatakan bahwa kontrak tersebut mengikat oleh karena hal itu adalah sebuah janji atau kesanggupan sama halnya dengan undang-undang, yang pada hakikatnya merupakan perintah pembuat undang-undang. Apabila kepastian pemenuhan kesanggupan-kesanggupan yang dikandung oleh kontrak-kontrak ini habis, maka tidak dapat tiada seluruh sistem tukar-menukar di dalam masyarakat akan ambruk. Inilah yang menyebabkan bahwa “kesetiaan terhadap kata yang diucapkan oleh karena itu tak lain adalah tuntutan akan sehat alami“.
Prinsip bahwa orang terikat pada perjanjian-perjanjian tujuan memperkirakan
adanya suatu kebebasan tertentu di dalam masyarakat untuk dapat turut serta di dalam
lalu lintas yuridis dan hal ini mengimplikasikan pula prinsip kebebasan berkontrak.
Bilamana antara para pihak telah diadakan suatu perjanjian maka diakui bahwa ada
kebebasan kehendak pada para pihak tersebut. Bahkan di dalam kebebasan kehendak
ini dipersangkakan adanya suatu kesetaraan minimal. Pada intinya suatu kesetaraan
ekonomis antara para pihak seringkali tidak ada. Dan jika kesetaraan antara para
pihak tidak ada, maka nampaknya tidak ada kebebasan untuk mengadakan kontrak.
Kebebasan berkontrak adalah begitu esensial, baik itu untuk kepentingan
individu untuk mengembangkan diri dalam kehidupan pribadi dan di dalam lalu lintas
32
kemasyarakatan maupun untuk mengindahkan kepentingan-kepentingan harta
kekayaannya, maupun bagi persekutuan-persekutuan hidup sebagai satu kesatuan,
sehingga hal-hal tersebut oleh para pakar maupun undang-undang sebagai suatu hak
dasar bagi setiap manusia (individu).
Negara mempunyai kewajiban untuk turut campur tangan dalam membatasi
berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam kegiatan ekonomi atau bisnis karena
dalam kegiatan ekonomi di pasar penindasan pelaku ekonomi yang kuat terhadap
pelaku ekonomi yang lemah acap kali terjadi yang menyebabkan terjadinya
pelanggaran HAM secara horizontal melalui perjanjian. Ifdal Kasim mengutip
pendapat Asbjorn Eide mengatakan :33
Salah satu kewajiban negara, dalam rangka melindungi HAM atas hak ekonomi, adalah memberi perlindungan terhadap kebebasan bertindak dan penggunaan sumber daya dari subjek-subjek yang lebih agresif, atau terhadap kepentingan-kepentingan ekonomi yang lebih berkuasa, dan menuntut perlindungan terhadap penipuan, atau terhadap perilaku perdagangan dan hubungan kontraktual yang tidak etis atas produk-produk berbahaya dan risiko kecurangan pasar dandumping.
Hal senada juga dikemukakan oleh Bambang Sugiharto yang mengatakan
“campur tangan pemerintah diperlukan sejauh itu menunjang kebebasan dan
keadilan”.34 Turut campur tangan nya Pemerintah dalam mengatur hak-hak individu
dalam bidang ekonomi bagi Negara Indonesia merupakan suatu amanah yang harus
dilaksanakaan.
33
Ifdal Kasim,Op.cit, hlm 37.
34
Dari beberapa teori yang dipergunakan di atas akan dijadikan pisau analisis
dalam memecahkan masalah pembatasan asas kebebasan berkontrak oleh Negara
sebagaimana isu inti dalam penelitian ini.
2. Konsepsi
Konsepsi yang dimaksud disini adalah bagian yang menjelaskan hal-hal yang
berkaitan dengan konsep yang digunakan penulis. Menurut Merton : “konsep
merupakan definisi dari apa yang perlu diamati; konsep menentukan antara
variabel-variabel mana kita ingin menentukan adanya hubungan”.35
Mengingat pentingnya arti konsep dalam suatu penelitian, dalam penelitian tesis
ini perlu dikemukakan konsepsi dari gejala-gejala yang akan diamati dalam suatu
penelitian. Untuk itulah, konsepsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
kerangka konseptual merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan
dengan konsep yang digunakan.
Untuk menemukan pemahaman yang seragam tentang beberapa gejala atau
variabel dan dalam upaya menentukan kejelasan tujuan yang akan diraih dalam
penelitian ini dikemukakan beberapa konsepsi dalam bentuk definisi operasional
yaitu:
a. Pembatasan, pembatasan yang dimaksudkan di dalam penelitian ini adalah
mengurangi daya berlakunya asas kebebasan berkontrak pada saat membuat
perjanjian khususnya terhadap perjanjian yang dapat menimbulkan praktik
monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dalam menjalankan kegiatan
35
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan oleh pelaku
usaha.
b. Asas kebebasan berkontrak, asas kebebasan berkontrak yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah prinsip hukum yang mengatakan setiap orang bebas
melakukan perjanjian kepada siapa saja, bebas menentukan isi dan syarat-syarat
perjanjian. Asas kebebasan berkontrak ini dalam ketentuan undang-undang
dapat dilihat dari ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menyebutkan
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain
dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang
ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian itu harus dilaksanakan dengan
itikad baik”. Asas ini dikenal dengan istilahpacta sund servanda.
c. Campur tangan, dalam penelitian ini yang dimaksud campur tangan adalah
intervensi Negara dalam membatalkan perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha
yang menyebabkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
d. Persaingan Usaha Tidak Sehat, persaingan usaha tidak sehat dalam penelitian
ini adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur
atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Konsepsi ini diambil
dari definisi yuridis tentang istilah persaingan usaha tidak sehat sebagaimana
e. Praktik monopoli, dalam penelitian ini yang dimaksud dengan praktik monopoli
adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Konsepsi ini diambil dari definisi yuridis yang
terdapat pada Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Monopoli.
f. Pelaku Usaha, pelaku usaha dalam penelitian ini adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi. Konsepsi ini diambil dari definisi yuridis sebagaimana terdapat pada
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Monopoli.
G. Metode penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yuridis. Sifat penelitian ini adalah deskriptif.
Dikatakan deskriptif karena penelitian ini menguraikan atau menggambarkan secara
sistematis, menyeluruh dan mendalam tentang landasan pemikiran tentang norma
yang ada dibalik ketentuan UU Monopoli khususnya ketentuan mengenai perjanjian
yang dilarang. Dikatakan yuridis karena dalam penelitian ini akan menguraikan,
khususnya menemukan makna norma hukum yang berkaitan dengan larangan
membuat perjanjian yang menimbulkan praktik monopoli sehingga dapat diketahui
dasar pembenar pembatasan perjanjian dalam kegiatan ekonomi bisnis khususnya
untuk mencegah praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk
mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pemikiran konseptual dan penelitian yang
telah dilakukan oleh pihak lain yang relevan dengan penelitian ini dengan cara
menelaah dan menginventarisasi pemikiran atau pendapat juga sejarah atau latar
belakang pemikiran larangan melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak
sehat.
Pemikiran dan gagasan serta konsepsi tersebut dapat diperoleh melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur dari para pakar yang relevan
dengan objek penelitian ini, artikel yang termuat baik dalam bentuk jurnal, majalah
ilmiah, ataupun yang termuat di dalam data elektronik seperti pada website maupun
dalam bentuk dokumen atau putusan Pengadilan yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian ini.
3. Jenis Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder, yaitu
Bahan hukum primer terdiri dari norma atau kaedah dasar sebagaimana yang
terdapat pada:
a. UU Dasar 1945;
b. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat LN Republik Indonesia No. 33 Tahun 1999;
c. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, LN Tahun
1999 Nomor 165;
d. Undang-Undang No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional hak ekonomi, sosial dan budaya;
e. Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahaan Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Hak Politik;
f. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Stb 1847-23 tanggal 30 April 1847;
g. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI No. 2 Tahun 2009 Tentang
Pedoman Pengecualian Penerapan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang
berkaitan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual;
h. Putusan MARI No. 255K/Pdt.Sus/2009 tanggal 28 Mei 2009.
Di samping itu juga dipergunakan data sekunder lainnya yang terdiri dari bahan
hukum sekunder yang terdiri dari pendapat para ahli yang termuat di dalam literatur,
artikel, media cetak maupun media elektronik. Data sekunder lainnya yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum tertier yaitu kamus hukum,