• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Umur Parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) terhadap Jumlah Larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Umur Parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) terhadap Jumlah Larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH UMUR PARASITOID Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera:

Ichneumonidae) TERHADAP JUMLAH LARVA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera : Crambidae ) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH:

SARI M. D. PANGGABEAN 090301224

AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH UMUR PARASITOID Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera:

Ichneumonidae) TERHADAP JUMLAH LARVA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera : Crambidae ) DI LABORATORIUM

SKRIPSI

SARI M. D. PANGGABEAN 090301224

AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Meraih Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pengaruh Umur Parasitoid Xanthocampoplex sp.

(Hymenoptera: Ichneumonidae) terhadap Jumlah Larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium

Nama : Sari M. D. Panggabean

NIM : 090301224

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Diketahui Oleh, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS) (Ir. Lahmuddin Lubis, MP) Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

Sari M. D. Panggabean “Pengaruh umur parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) terhadap jumlah larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lahmuddin Lubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap larva C. sacchariphagus. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan November 2013 - Januari 2014. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap factorial dengan 2

faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah umur imago Xanthocampoplex sp. (0, 1, 2, 3, ,4 ,5 ,6, 7, 8, 9, dan 10 hari) dan faktor kedua adalah jumlah larva C. sacchariphagus (1, 3, dan 5 larva).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase parasititasi tertinggi (35,61%) Xanthocampoplex sp. umur 7 hari dan terendah (4,05%) pada umur 0, 9 dan 10 hari. Jumlah imago betina yang tertinggi 1,18 ekor dan terendah 0,71 ekor

sedangkan jumlah larva yang tertinggi 1,03 ekor pada perlakuan 5 larva C. sacchariphagus dan yang terendah 0,74 ekor pada 1 larva C. sacchariphagus.

(5)

ABSTRACT

Sari M. D. Panggabean “The influence of parasitoid age of Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) on the number of larvae Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) in the laboratory” supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lahmuddin Lubis. The objectives of the research were to study parasititation’s ability of Xanthocampoplex sp. with different age again C. sacchariphagus. The research was held at Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from November2013 until January 2014. The method used Randomized Complete Design with two factors and 3 replications. The first factor was kind of imago’s age (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, and 10 days) and the second factor was number of host (1, 3, 5 larva C. sacchariphagus).

The results showed that the highest percentage parasitation (35,61%) on age 7 days Xanthocampoplex sp. and the lowest (4,05%) on 1, 9, and 10 days Xanthocampoplex sp. The highest number of female’s adult was 1,18 number and the lowest was 0,71 number and the highest number of host was 1,03 in number of host was 5 larvae C. sacchariphagus and the lowest is 0,74 in 1 larvae C. sacchariphagus.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Sari M. D. Panggabean, dilahirkan di Sidikalang, Sumatera Utara, pada tanggal 21 Desember 1990 dari pasangan Ayahanda P. Panggabean dan Ibunda N. Sianipar. Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara.

Pendidikan Formal yang pernah ditempuh :

- Lulusan dari Sekolah Dasar ST. Yosef Sidikalang pada tahun 2003.

- Lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Sidikalang, pada tahun 2006. - Lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Sidikalang, pada tahun 2009. - Pada tahun 2009 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan, Program studi Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN. Pendidikan informal yang pernah ditempuh diantaranya :

- Tahun 2012 melaksanakan Praktek Keja Lapangan di PPKS Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara.

- Tahun 2011 mengikuti Seminar Pertanian “Meningkatkan Ketahanan Pangan Nasional”.

- Tahun 2011 mengikuti Seminar “Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan”.

- Tahun 2012 mengikuti Seminar “Optimalisasi Sistem Pertanian Untuk Menekan Dampak perubahan iklim Guna Terwujudnya Pertanian Berkelanjutan”.

(7)

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan :

- Anggota HIMAGROTEK (Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi) tahun 2009-2013.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan RahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi berjudul “Pengaruh Umur Parasitoid Xanthocampoplex sp.

(Hymenoptera: Ichneumonidae) terhadap Jumlah Larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium”

merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. selaku Ketua dan Ir. Lahmuddin Lubis, MP selaku Anggota yang telah memberikan saran dan

kritik dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga kepada Pimpinan Risbang Tebu Sei Semayang beserta staf dan karyawan yang telah memberikan tempat dan fasilitas untuk penelitian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2014

(9)

DAFTAR ISI Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) ... 4

Biologi ... 4

Gejala Serangan ... 5

Cara Pengendalian ... 8

Xanthocampoplex sp (Hymenoptera: Ichneumonidae). ... 10

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Parasititasi ... 20 Persentase Imago Xanthocampoplex sp. yang Muncul ... 21 Nisbah Kelamin ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 25 Saran ... 25

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hlm

Tabel 1. Pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap persentase parasititasi C. sacchariphagus ... 20 Tabel 2. Persentase imago Xanthocampoplex sp. yang muncul ... 21 Tabel 3. Pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap jumlah imago

betina ... 22 Tabel 4. Pengaruh jumlah C. sacchariphagus terhadap jumlah imago

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hlm

1. Telur C. sacchariphagus ... 5

2. Larva C. sacchariphagus ... 6

3. Pupa C. sacchariphagus ... 6

4. Imago C. sacchariphagus ... 7

5. Gejala Serangan C. sacchariphagus ... 8

6. Kokon Xanthocampoplex sp. ... 11

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hlm

1. Lampiran 1. Bagan Penelitian ... 29

2. Lampiran 2. Data Persentase Parasititasi Xanthocampoplex sp. ... 30

3. Lampiran 3. Data Persentase Imago yang Muncul ... 33

4. Lampiran 4. Data Jumlah Imago Betina ... 34

(14)

ABSTRAK

Sari M. D. Panggabean “Pengaruh umur parasitoid Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) terhadap jumlah larva Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) di Laboratorium” di bawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Lahmuddin Lubis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap larva C. sacchariphagus. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tebu Sei Semayang, Binjai, Medan, Sumatera Utara pada bulan November 2013 - Januari 2014. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap factorial dengan 2

faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah umur imago Xanthocampoplex sp. (0, 1, 2, 3, ,4 ,5 ,6, 7, 8, 9, dan 10 hari) dan faktor kedua adalah jumlah larva C. sacchariphagus (1, 3, dan 5 larva).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase parasititasi tertinggi (35,61%) Xanthocampoplex sp. umur 7 hari dan terendah (4,05%) pada umur 0, 9 dan 10 hari. Jumlah imago betina yang tertinggi 1,18 ekor dan terendah 0,71 ekor

sedangkan jumlah larva yang tertinggi 1,03 ekor pada perlakuan 5 larva C. sacchariphagus dan yang terendah 0,74 ekor pada 1 larva C. sacchariphagus.

(15)

ABSTRACT

Sari M. D. Panggabean “The influence of parasitoid age of Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) on the number of larvae Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) in the laboratory” supervised by Maryani Cyccu Tobing and Lahmuddin Lubis. The objectives of the research were to study parasititation’s ability of Xanthocampoplex sp. with different age again C. sacchariphagus. The research was held at Laboratory of Sugarcane Research and Development Sei Semayang, Binjai, Medan, North Sumatera from November2013 until January 2014. The method used Randomized Complete Design with two factors and 3 replications. The first factor was kind of imago’s age (0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, and 10 days) and the second factor was number of host (1, 3, 5 larva C. sacchariphagus).

The results showed that the highest percentage parasitation (35,61%) on age 7 days Xanthocampoplex sp. and the lowest (4,05%) on 1, 9, and 10 days Xanthocampoplex sp. The highest number of female’s adult was 1,18 number and the lowest was 0,71 number and the highest number of host was 1,03 in number of host was 5 larvae C. sacchariphagus and the lowest is 0,74 in 1 larvae C. sacchariphagus.

(16)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tebu merupakan tanaman Graminae atau rumput-rumputan yang ditanam untuk bahan baku pembuatan gula. Tebu-tebu dari perkebunan diolah menjadi gula di pabrik-pabrik gula (PG). Hasil olahan tebu akan menghasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Gula merupakan salah satu dari kebutuhan pangan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan gula mengandung kalori yang sangat penting bagi kesehatan dan juga dapat digunakan sebagai pemanis buatan (Mustaufik, 2011).

Produksi gula yang dihasilkan oleh Indonesia sendiri mengalami penurunan. Menurut Deptan (2012), pada tahun 2000 produksi gula Indonesia hanya 1,69 juta ton, maka tahun 2011 meningkat menjadi 2,23 juta ton atau meningkat sebesar 3,16%. Produksi gula tertinggi selama periode 2000-2011 terjadi pada tahun 2008 yaitu mencapai 2,69 juta ton. Namun, sejak tahun 2008 hingga tahun 2011 peroduksi gula mengalami penurunan hingga 17,30% atau berkurang 155.362 ton/tahun.

Salah satu kendala dalam budidaya tebu adalah adanya serangan berbagai jenis hama disepanjang pertumbuhan tanaman. Kerugian gula yang disebabkan oleh hama tebu di Indonesia ditaksir dapat mencapai 75%. Lebih dari 100 jenis hewan dapat mengganggu dan merusak tanaman tebu di lapangan. Namun hanya beberapa diantaranya yang sering merusak dan menimbulkan kerugian yang

(17)

penggerek batang jambon (Sesamia inferens) dan oleh serangan penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) (Nugroho, 2009).

C. sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) adalah salah satu hama yang sangat merugikanpada tanaman tebu. Serangan hama ini menjadi kendala dalam peningkatan produktivitas tebu, karena menyebabkan kerugian dan kehilangan hasil gula yang cukup tinggi pada perkebunan tebu PT GMP, Lampung Tengah, dilaporkan mencapai 6,43%, sementara pada varietas rentan kerusakan dapat mencapai 19 % (Sudarsono, 2011).

Hama ini menyerang tanaman tebu sejak dari awal tanam hingga saat panen. Serangan dimulai oleh larva muda yang sangat aktif menggerek daun muda, kemudian turun menuju ruas-ruas batang dibawahnya sampai mencapai titik tumbuh dengan hasil luka gerekan yang demikian dalam hingga dapat mengakibatkan kematian tanaman tebu (Purnomo, 2006).

Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan dengan penggunaan varietas tahan, teknik bercocok tanam dan penggunaan insektisida. Namun, hasil yang didapat tidak dapat memberikan dampak yang cukup positif sehingga diperlukan pengendalian yang dapat menekan jumlah populasi hama. Pengendalian hayati merupakan tehnik pengendalian yang sesuai dengan prinsip pengelolaan hama terpadu. Pengendalian hayati pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan

musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan (Untung, 1993).

(18)

(Hymenoptera: Trichogrammatidae), parasitoid larva Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae), dan parasitoid larva yang banyak dijumpai adalah Sturmiopsis inferens Towns (Diptera: Tachinidae) (Saragih et al., 1985).

Parasitoid Xanthocampoplex sp. adalah salah satu jenis serangga yang termasuk ke dalam famili Ichneumonidae dimana parasit dari famili ini merupakan salah satu parasit yang terbesar dari seluruh jenis serangga (Kusigemati, 1981). Xanthocamplex sp. dikenal sebagai parasitoid yang bersifat soliter pada hama ordo Lepidoptera yaitu hama penggerek batang tebu. Parasitoid tersebut merupakan parasit larva yang meletakkan telur ke dalam tubuh larva. Menurut Saragih et al., (1985) parasitoid ini telah dimanfaatkan sebagai musuh alami untuk mengendalikan hama penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castanae) dan dari hasil pengamatan di PTPN II Risbang Tebu Sei Semayang menunjukkan bahwa parasit ini dapat digunakan untuk memarasit hama penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus).

Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengendalian hayati di lapangan adalah ketersediaan inang dan lama hidup parasitoid (Muirhead et al., 2008). Di laboratorium sangat diperlukan inang

Xanthocampoplex sp. untuk perbanyakan agar dapat dilepaskan ke lapangan. Ketidaksediaan inang adalah salah satu kendala perbanyakan

(19)

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menguji kemampuan parasititasi Xanthocampoplex sp. dengan umur imago yang berbeda terhadap larva C. sacchariphagus dengan jumlah larva yang berbeda juga.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap larva C. sacchariphagus yang berbeda.

Hipotesis Penelitian

Umur Xanthocampoplex sp. yang berbeda mampu memarasit larva C. sacchariphagus dengan jumlah larva yang berbeda juga.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan perbanyakan parasitoid Xanthocampoplex sp. di laboratorium. - Sebagai salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi

(20)

TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi

Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum menetas. Telur memiliki panjang 0,75 - 1,25 mm dengan rata-rata 0,95 mm. Masa inkubasi berkisar antara 4 - 6 hari dengan rata-rata sebesar 5,13 ± 0,78. Telur

yang baru diletakkan berbaris di atas permukaan daun, (9-12 butir/cm) (David, 1986) (Gambar 1).

Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Sumbe

Larva yang baru menetas berwarna oranye berukuran panjang 1,5 – 2,0 mm dengan kepala berwarna hitam. Larva instar 1 dan 2 lebih menyukai

(21)

Gambar 2. Larva C. sacchariphagus Sumber :

Larva menjelang jadi pupa akan keluar dari liang gerek dan memilih bagian tanaman yang agak kering kemudian setelah 10-18 jam pupa terbentuk. Garis-garis segmen akan semakin jelas dan setelah 1-2 hari warna pupa berubah jadi cokelat cerah kemudian akhirnya cokelat tua. Pupa terletak di dekat lobang atau pintu keluar pada tebu bekas gerekan. Masa pupa 6-7 hari (Kalshoven, 1981) (Gambar 3).

Gambar 3. Pupa C. sacchariphagus Sumber :

(22)

Gambar 4. Imago C. sacchariphagus Sumber

Gejala Serangan

Gejala kerusakan awal biasanya ditunjukkan dengan adanya garis-garis berwarna putih dan bintik-bintik halus pada daun yang telah terbuka. Kerusakan disebabkan oleh 5-15 larva yang akan menembus satu pelepah daun secara bersamaan. Setelah menembus pelepah daun, larva akan menuju ke dalam batang tebu, kemudian akan bergerak ke atas, bahkan seringkali merusak titik tumbuh tanaman tebu (Kalshoven, 1981).

Gejala serangan hama ini dimulai dari larva muda yang baru menetas hidup dan menggerek jaringan dalam pupus daun yang masih menggulung,

sehingga apabila gulungan daun ini nantinya membuka maka akan terlihat luka-luka berupa lobang gerekan yang tidak teratur pada permukaan daun. Setelah

(23)

putih ini menembus kulit luar daun. Gejala serangan pada batang tebu ditandai adanya lobang gerek pada permukaan batang. Apabila ruas-ruas batang tersebut dibelah membujur maka akan terlihat lorong-lorong gerek yang memanjang. Gerekan ini kadang-kadang menyebabkan titik tumbuh mati, daun muda layu atau kering. Biasanya dalam satu batang terdapat lebih dari satu ulat penggerek (Yuniarti dan Yuliyanto, 2013).

Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus Sumber

Serangan penggerek batang pada tanaman tebu muda berumur 3-5 bulan atau kurang dapat menyebabkan kematian tanaman karena titik tumbuhnya mati. Sedang serangan pada tanaman tua menyebabkan kerusakan ruas-ruas batang dan pertumbuhan ruas diatasnya terganggu, sehingga batang menjadi pendek, berat batang turun dan rendemen gula menjadi turun pula. Tingkat serangan hama ini dapat mencapai 25% (Indrawanto et al., 2010).

Cara Pengendalian

(24)

1. Secara Mekanis

Pengendalian mekanis dapat langsung dilakukan pada saat melakukan pengamatan di kebun yaitu dengan memungut atau mengambil telur atau kelompok telur, larva atau ulat atau pupa atau serangga dewasa pada bagian tanaman yang terserang secara langsung dan membunuhnya.

2. Secara Kultur Teknis

- Penggunaan bibit unggul

- Penggunaan pupuk berimbang yang sesuai dengan jenis, dosis, waktu dan cara pemakaian yang dianjurkan.

- Pengaturan pola tanam. - Penanaman serentak. - Pengaturan jarak tanam. - Pergiliran tanaman. 3. Pengendalian Hayati

a. Konservasi musuh alami

Konservasi musuh alami merupakan cara yang paling murah dan mudah dilakukan oleh petani baik sendiri atau berkelompok. Konservasi musuh alami merupakan usaha untuk membuat lingkungan kebun disenangi dan cocok untuk kehidupan musuh alami terutama kelompok predator atau parasitoid.

b. Pelepasan musuh alami

(25)

(Nugroho, 2009).

Pengendalian penggerek batang bergaris juga dapat menggunakan parasitoid Xanthopimpla stemmator. Menurut Way et al., (2004) dari

penangkapan 30 telur dengan waktu pencarian dua jam diperoleh bahwa 29 diantaranya terparasit secara total. Sementara secara umum ditemui bahwa X. stemmator memparasit larva. Banyak juga larva ditemukan mati karena terinfeksi oleh Bacillus thuringensis sedangkan jamur entomopatogen

Beauveria bassiana ditemukan 3 larva yang mati karena infeksi (Conlong dan Goebel, 2002).

Salah satu pengendalian penggerek batang bergaris adalah dengan menggunakan perangkap berupa feromon buatan. Hasil percobaan di Marromeu diperoleh bahwa pada sebuah botol tertangkap 14 ngengat C. sacchariphagus selama delapan malam. Penangkapan tertinggi dengan perangkap tunggal yaitu diperoleh sembilan individu (Way et al., 2004).

Xanthocampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae)

Famili Ichneumonidae merupakan salah satu keluarga terbesar dalam dunia serangga dengan lebih dari 3300 jenis yang diuraikan terdapat di Amerika

Utara, dan anggota-anggota ditemukan hampir dimana-mana. Serangga dewasa

cukup bervariasi dalam ukuran, bentuk dan warna, tetapi kebanyakan menyerupai

tabuhan-tabuhan yang langsing, mempunyai sungut-sungut (antena) yang lebih

panjang dengan ruas-ruas yang lebih banyak serta tidak mempunyai sebuah sel

kosta pada sayap-sayap depan (Borror et al., 1992).

Daur hidup Xanthocampoplex sp. mulai dari telur, larva, kokon, imago.

(26)

16-28 hari, kemudian akan membentuk sutra, kokon berbentuk bulat panjang

kekuningan (7,8 x 2,0 mm) (Fernandes et al., {2008} dalam Manik, 2012).

Periode kokon antara 11 – 13 hari dan masa hidup imago 10 – 24 hari.

Seekor parasit Xanthocampoplex sp. adalah 37 – 66 hari. Kokon berbentuk bola

agak lonjong berukuran diameter 3 – 5 mm, berwarna cokelat bening dan gelap

kuning di tengahnya (Penteado, {2008} dalam Manik, 2012).

Imago yang keluar berukuran 5 – 8 mm, toraks berwarna hitam, abdomen

berwarna merah cokelat. Jantan dan betina dapat dibedakan dari ada tidaknya

ovipositor pada tubuhnya. Seekor parasitoid Xanthocampoplex sp. betina memiliki

panjang sayap 3,5 mm (Rao, 1953) (Gambar 6).

Gambar 6. Imago Xanthocampoplex sp. Sumber

Imago betina dewasa akan mencari habitat inang dan kemudian dapat

bertelur didalam tubuh inang dan larva dapat makan diatas induk dari bagian luar

menembus kutikulanya (sebagai ektoparasitoid) atau dapat hidup didalam

hemocoel inang (sebagai endoparasitoid). Kebanyakan Ichneumonidae adalah

soliter, satu individu berkembang dalam satu induk (Borror et al., 1992).

Umur Parasitoid

(27)

reproduksi dan penurunan proporsi betina. Persentase betina yang banyak akan menguntungkan bagi perbanyakan massal. Jumlah betina yang keluar dari inangnya merupakan faktor penting keberhasilan parasitoid mengendalikan populasi inangnya dan dapat menjadi indikator potensi parasitoid dalam mempertahankan hidupnya di lapangan (Mangangantung, 2001).

Semakin banyak betina yang dihasilkan, maka semakin banyak keturunan yang dapat dihasilkan. Dalam suatu populasi, kecenderungan betina untuk menghasilkan keturunan betina lebih banyak daripada keturunan jantan akan menguntungkan populasi tersebut, karena betina lebih menentukan eksistensi suatu populasi dibandingkan jantan. Jadi, populasi yang memiliki individu-individu yang cenderung untuk mempunyai keturunan betina akan lebih bugar. Proporsi jumlah keturunan betina yang lebih banyak diduga karena kecenderungan imago betina parasitoid meletakkan telur-telur jantan pada inang

yang kecil dan meletakkan telur-telur betina pada inang yang besar (Clausen 1939 dalam Godfray, 1994).

(28)

tidak kawin hanya menghasilkan keturunan betina dan jantan tidak diketahui. Mekanisme sitogenesis untuk memperbaiki kondisi di dalam telur merupakan penyebabnya seperti pada deuterotoki (Bosch, 1985).

Umur parasitoid Microplitis crocipes (Hymenoptera: Braconidae) juga

dapat mempengaruhi nisbah kelamin, pembentukan pupa dan persentase imago

yang keluar dari pupa inang Heliothis zea (Harrison et al., 1993). Nisbah kelamin

dipengaruhi oleh faktor internal yaitu jenis telur yang diletakkan dalam satu kali

tusukan oviposisi, jumlah telur yang diletakkan dan kemampuan poliembrioni

(Doutt, 1973).

Menurut Drost dan Carde (1992, dalam Darwati ,1999) umur parasitoid

juga mempengaruhi perilaku oviposisi. Parasitoid berumur lebih muda lebih aktif

dalam mencari inang dibandingkan umur yang lebih tua. Proporsi jantan dan

betina (nisbah kelamin) keturunan parasitoid juga ditentukan oleh suhu, umur

imago, dan kesesuaian nutrisi (Vinson dan Iwantsch, 1980).

Tingkat keperidian dipengaruhi oleh umur parasitoid selain makanan

imago. Semakin tua umur parasitoid jumlah telur yang dihasilkan semakin

menurun. Keperidian yang tinggi dan lama hidup yang pendek merupakan

karakter penting parasitoid sebagai agens hayati (Clausen, 1940).

Total produksi telur bergantung pada jumlah inang yang ditemuinya, hal

teresbut menunjukkan bahwa parasitoid mengatur produksi telur pada inang yang

tersedia. Dari hasil penelitian ini tampaknya ada dua fenomena yang terjadi yaitu

1) ketiadaan inang akan menyebabkan hilangnya stimulasi pendorong produksi

dan peletakkan telur dan 2) ketiadaan inang akan menyebabkan reabsorpsi telur.

(29)

mengakibatkan reaksi yang semakin kuat pada parasitoid. Jenis kelamin parasitoid

sangat ditentukan oleh ada tidaknya pembuahan telur oleh sperma sebelum imago

betina meletakkan telurnya pada inang (Akbar dan Buchori, 2012).

Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang

sangat kompleks dimana proses itu perbedaannya tergantung pada jarak inang.

Hal itu merupakan proses yang dilakukan oleh parasitoid betina sebelum

meletakkan telurnya pada permukaan kutikula inang atau dengan tusukan

ovipositornya telur langsung dimasukkan dalam tubuh inang

(Soviani, 2012).

(30)

BAHAN DAN METODE PERCOBAAN

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Percobaan ini direncanakan akan dilaksanakan di Laboratorium Riset dan Pengembangan Tanaman Tebu PTPN II Sei Semayang ± 50 m dpl yang akan dilakukan mulai bulan November 2013 sampai Januari 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah larva penggerek batang tebu bergaris (C. sacchariphagus), parasitoid Xanthocampplex sp., sogolan tebu, madu, dan

kertas label/

Alat yang digunakan adalah stoples berukuran 10 x 5 cm, karet gelang, pisau, solder, kandang inokulasi, alat tulis, kawat jaring dan pinset.

Metode Percobaan

Metode percobaan yang dilakukan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor.

Faktor 1 : umur imago Xanthocampoplex sp. U0 : umur 0 hari

(31)

U8 : umur 8 hari U9 : umur 9 hari U10 : umur 10 hari

Faktor 2 : jumlah larva C. sacchariphagus instar 3 L1 : 1 ekor

L2 : 3 ekor L3 : 5 ekor

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuannya sebagai berikut :

U0L1 U3L1 U8L1

U0L2 U4L2 U8L2

U0L3 U4L3 U8L3

U1L1 U4L1 U9L1

U1L2 U5L2 U9L2

U1L3 U5L3 U9L3

U1L1 U5L1 U10L1

U2L2 U6L2 U10L2

U2L3 U6L3 U10L3

U2L1 U6L1 U3L2 U7L2 U3L3 U7L3 Jumlah ulangan : 3 ulangan

Jumlah perlakuan : 33 x 3 = 99 unit percobaan Metode liniernya adalah sebagai berikut ;

(32)

dimana :

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j µ : efek nilai tengah umum

αi : pengaruh taraf ke- i βj : pengaruh taraf ke- j

(αβ)ij : pengaruh taraf ke- i dari pengaruh taraf ke- j

ε

ijk : pengaruh acak dari satuan percobaan ke- k yang memperoleh kombinasi

(33)

Pelaksanaan Penelitian 1. Penyediaan sogolan

Sogolan tebu diambil dari lapangan kemudian dipotong dengan panjang ± 5 cm agar sama dengan tinggi stoples. Setelah itu sogolan tebu dimasukkan ke

dalam stoples disusun secara vertikal sampai memenuhi stoples. 2. Penyediaan larva penggerek batang bergaris

Larva penggerek batang bergaris instar 3 diperoleh dari areal perkebunan tebu PTPN II Sei Semayang.

3. Penyediaan imago Xanthocampoplex sp.

Kokon Xanthocampoplex sp. diperoleh dari perbanyakan yang dilakukan oleh Balai Riset dan Pengembangan PTPN II. Kokon tersebut dimasukkan ke dalam kandang pemeliharaan dan dibiarkan sampai muncul imago Xanthocampoplex sp. Selanjutnya imago tersebut digunakan sebagai stater. Stater dipelihara dengan memberi pakan berupa madu yang dioleskan di sisi bagian kandang pemeliharaan.

4. Aplikasi perlakuan

(34)

Peubah Amatan

1. Persentase parasititasi

Pengamatan dilakukan setelah dibuka sogolan yang berisikan larva yang telah terparasit yaitu dengan menghitung jumlah larva C. sacchariphagus yang terparasit oleh Xanthocampoplex sp.

2. Persentase imago Xanthocampoplex sp. yang muncul

Jumlah imago yang muncul dihitung dengan cara memelihara kokon Xanthocampoplex sp. dalam satu kurungan pemeliharaan dengan menjaga kelembaban dan menyemprotkan air dalam handsprayer serta menjaga dari serangan semut sampai imago Xanthocampoplex sp yang baru muncul.

3. Nisbah Kelamin

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Parasititasi Xanthocampoplex sp. pada C. sacchariphagus

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa persentase parasititasi Xanthocampoplex sp. terhadap C. sacchariphagus menunjukkan hasil yang berpengaruh sangat nyata (Tabel 1).

Tabel 1. Pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap persentase parasititasi

Perlakuan Rataan (%)

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %.

(36)

dibandingkan umur yang lebih tua. Semakin tua umur parasitoid kemampuan memarasit inang semakin menurun.

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa persentase parasititasi Xanthocampoplex sp. yang berumur 8, 9, dan 10 hari rendah ternyata mempengaruhi parasitoid di dalam memproduksi maupun meletakkan telur. Seperti yang dinyatakan oleh Akbar dan Buchori (2012) dalam penelitiannya tentang ketiadaan larva Spodoptera litura sebagai inang Snellenius manilae (Hymenoptera: Braconidae) bahwa semakin lama parasitoid tidak menemukan inangnya, telur akan semakin menumpuk dalam ovari parasitoid betina dan akan mengakibatkan menurunnya kemampuan untuk memproduksi maupun meletakkan telur. Ketiadaaan inang yang begitu lama (8-10 hari) mengakibatkan terjadinya oosorption (resorpsi kembali telur parasitoid). Oosorption terjadi dalam beberapa hari setelah pematangan telur bila tidak tersedia inang.

2. Persentase Imago Xanthocampoplex sp.

(37)

Hasil pengamatan juga diperoleh bahwa semua Xanthocampoplex sp. mampu meletakkan telur pada larva C. sacchariphagus dan semuanya adalah betina. Hal ini menunjukkan tipe reproduksi Xanthocampoplex sp. adalah teliotoki. Sesuai dengan pernyataan Bosch et al., (1985) bahwa tipe reproduksi teliotoki bersifat partenogenesis obligat yang telurnya tidak dibuahi tetapi dapat menghasilkan keturunan yang semuanya berjenis kelamin betina.

3. Nisbah Kelamin

Hasil pengamatan diperoleh bahwa bahwa semua imago Xanthocampoplex sp. yang muncul adalah betina. Hal ini menunjukkan bahwa umur berpengaruh sangat nyata (Tabel 3).

Tabel 3. Pengaruh umur Xanthocampoplex sp. terhadap nisbah kelamin betina

Perlakuan Rataan

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %

Hasil penelitian pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah Xanthocampoplex sp. tertinggi (1,18 ekor) terdapat pada perlakuan U7 (umur

Xanthocampoplex sp. 7 hari) dan terendah (0,71 ekor) pada perlakuan U1 (umur Xanthocampoplex sp. 1 hari), U9 (umur Xanthocampoplex sp. 9 hari)

(38)

ketersediaan inang di awal kehidupan (usia muda) sangat mempengaruhi kapasitas produksi parasitoid. Akbar dan Buchori (2012)yang melakukan penelitian tentang ketiadaan larva S. litura sebagai inang S. manilae menyatakan bahwa S. manilae ternyata dapat langsung meletakkan telur ketika mendapatkan inang walaupun sebelumnya dipuasakan hingga 7 hari berturut-turut. Kemampuan meletakkan telur langsung walaupun dalam jangka waktu yang relatif lama tidak mendapatkan inang merupakan hal yang penting yang dibutuhkan dari suatu musuh alami.

Dari Tabel 3 juga dapat diketahui bahwa umur Xanthocampoplex sp. tidak mempengaruhi tingkat keberhasilan pemunculan imago. Hal ini sesuai dengan penelitian Kurniawati (1998) yang menyatakan bahwa umur parasitoid tidak mempengaruhi tingkat kematian ataupun keberhasilan hidup larva parasitoid. Keberhasilan hidup larva parasitoid hingga sampai pemunculan imago lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi kesehatan inang, namun penelitian dari Herlinda et al., (2006) tentang kapasitas reproduksi tiga spesies parasitoid Liriomyza sativae menyatakan bahwa semakin tua usia parasitoid maka semakin tinggi keturunan betina yang dihasilkan.

Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa semua Xanthocampoplex sp. yang muncul adalah betina dan hal ini dipengaruhi oleh jumlah larva C. sacchariphagus yang diinfestasikan (Tabel 4).

Tabel 4. Pengaruh jumlah C. sacchariphagus terhadap jumlah imago betina Xanthocampoplex sp.

Perlakuan Ratan

L1 0,74b

(39)

L3 1,03a

Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Duncan taraf 5 %

Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah imago betina tertinggi (1,03 ekor) terdapat pada perlakuan L3 (5 C. sacchariphagus) dan yang terendah (0,74 ekor) pada perlakuan L1 (1 ekor C. sacchariphagus ). Hal ini disebabkan perbedaan jumlah larva yang diinokulasikan, semakin banyak jumlah larva yang diinokulasikan maka semakin banyak imago yang akan dihasilkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa total imago yang terbentuk bergantung pada jumlah

inang, dimana semakin besar ketersediaan inang maka keturunan yang akan dihasilkan oleh parasitoid betina semakin besar jumlahnya. Hal ini tidak

berbeda jauh dengan penelitian Murthy dan Rajeshwari (2011) tentang efisiensi

Cotesia flavipes sebagai parasitoid penting bagi penggerek batang tebu C. partellus yang menyatakan bahwa ketersediaan inang akan mempengaruhi

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase parasititasi tertinggi (35,61%) terdapat pada perlakuan U7 (umur Xanthocampoplex sp. 7 hari) dan terendah (4,05%) pada perlakuan U1, U9, dan U10 (umur Xanthocampoplex sp. 0, 9, dan 10 hari).

2. Jumlah imago tertinggi (1,18 ekor) terdapat pada perlakuan U7 (umur

Xanthocampoplex sp. 7 hari) dan terendah (0,71 ekor) pada perlakuan U1, U9, dan U10(umur Xanthocampoplex sp. 1, 9 dan 10 hari).

3. Semua parasitoid yang muncul dari larva C. sacchariphagus adalah betina

dengan jumlah imago tertinggi (1,03 ekor) terdapat pada perlakuan L3 (C. sacchariphagus 5 ekor) dan terendah (0,74 ekor) pada perlakuan L1 (C. sacchariphagus 1 ekor).

Saran

- Perbanyakan Xanthocampoplex sp. dapat dilakukan pada umur 7 hari.

- Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambahkan jumlah larva C. sacchariphagus apakah dapat menghasilkan keturunan parasitoid yang lebih

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. E. dan D. Buchori. 2012. Pengaruh Lama Ketiadaan Inang terhadap Kapasitas Produksi Snellenius manilae Ashmed (Hymenoptera: Braconidae). J. Entomol. 9(1):14-22.

Borror, D. J., C. A. Triplehorn, and N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Serangga Edisi Keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bosch, Van Den Robert, P. S. Messengger, A. P. Gutierrez. 1985. An Introduction to Biological Control. Plenum Press, New york.

Clausen. 1940. Enthomophagus Insect. First Edition. New York. McGraw Hill Book.

Conlong, D. E. dan Goebel. 2002. Biological Control of Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Crambidae) in Macambique: The First Step. Proc. S. Afr.Sug. Technol. Ass. 71:87-90.

Darwati, R. 1999. Pengaruh Umur Parasitoid terhadap Persentase Parasititasi dan Keberhasilan Hidup Snelllenius (=Microplitis) manilae Ashmead (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). Skripsi. FP. IPB, Bogor.

David, H. 1986. The Internode Borer, Chilo sacchariphagus Bojer (Kapur), Breeding Institute, Coimbatore, pp. 121-134.

Departemen Pertanian. 2012. Stok Gula Nasional hanya cukup hingga Maret. Diunduh dari www.perkebunan.litbang.deptan.go.id (23 November 2013).

Drost, Y. C., dan R. T. carde. 1992. Influence of Host Deprivation of Egg Load and Oviposition Behaviour of Brachymeria intermedia, A Parasitoid of Gypsy Moth. Physiologycal Ent. 17:3,230-234.

Doutt, R. L. 1973. Biological Characteristics of Enthomophagus Adults. dalam Biological Control of Insect Pest and Weeds. P. DeBach (ed). Champan & Hall, London.

(42)

Harvey, J. A., I. F. Harvey dan D. J. Thompson. 1993. The Effect of Superparasitism on Development of The Solitary Parasitoid Waps

Venturia canescens (Hymenoptera: Ichneumonidae). Ecol.Entomol. 18:203-208.

Heriyano N. 2000. Perubahan Strategi Reproduksi Eriborus argenteopilosus Cameron (Hyme-noptera: Ichneumonidae) sebagai Tanggap terhadap Ketiadaan Inang Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jamili, A., dan T. Anggraeni. 2012. Sex Ratio Parasitoid Telur Hadronotus leptocorisae (Hymenoptera: Scelionidae) pada Telur Leptocorisa acuta (Hemiptera: Alydidae) Muda dan Dewasa. Agroteksos 22(1):43-47.

Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, M. Syakir, dan W. Rumini. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Eska Media, Jakarta. Diunduh dari

Kalshoven, . G. E. 1981. The Pest of Crop in Indonesia. Revised and Translated by PA Vander Lean. PT Ichtiar Baru – Van Hoove, Jakarta.

Kurniawati, D. 1998. Kesesuaian Instar Larva Spodoptera litura Fabr. (Lepidoptera: Noctuide) sebagai Inang Parasit Larva Snellenius (=Microplitis)manilae Ashmead (Hymenoptera: Braconidae). Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kusigemati, K. 1981. Three New Species of Xanthocampoplex Morley Bred from Microlepidoptera from Japan (Hymenopera, Ichneumonidae). Mem..Fac. Agr. 18:97-104.

Manik, R., M. 2012. Uji Pelepasan Parasitoid Xanthoxampoplex sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) dari Berbagai Jarak Pelepasan untuk Pengendalian Penggerek Batang Tebu Raksasa (Phrgamatoecia castanae) (Lepidoptera: Cossidae). Skripsi. FP. USU, Medan.

Mangangantung, H. 2001. Kebugaran enam populasi parasitoid Trichogrammatidae (Hymenoptera) dari Jawa Barat dan Jawa Tengah yang dibiakkan pada serangga inang Corcyra cephalonica S. (Lepidoptera: Pyralidae). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian. Muirhead, K.A., Nader S., dan Austin A.D. 2008. Karakter Cara Hidup dan

(43)

Kompleks/kelompok Cotesia flavipes Yang Baru Dikenali. Australian J. Entomol. 49, 56-65.

Murthy, K. S. and R. Rajeshwari. 2011. Host Searching Efficiency of Cotesia Flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) an Important Parasitoid of the Maize Stem Borer Chilo Partellus Swinhoe. Indian. J. Fund. App. Sci. 1 (3):71-74.

Mustaufik. 2011. Perkembangan Agroindusti Gula Kelapa Kristal sebagai Sumber Gula Alternatif untuk Mengurangi Ketergantungan Dunia terhadap Gula Tebu. Skripsi. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Nugroho, B. A, 2009. Hama Penggerek Batang Tebu. Diunduh dari

Pramono, D. 2007. Program Early Warning System (EWS) Sebagai Dasar Penentuan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Hama Secara Terpadu (PHT) Pada Penggerek Batang Raksasa di Kawasan PTPN II Persero, Sumatera Utara. Kelti Proteksi Tanaman. P3GI Pasuruan.

Purnomo. 2006. Parasitisasi dan Kapasitas Reproduksi Cotesia flavipes Cameron (Hymenoptera: Braconidae) pada Inang dan Instar yang Berbeda di Laboratorium. J. HPT Tropika 2:87-91.

Rao, S. N. 1953. On a Collection of Indian Ichneumonidae (Hymenoptera) in the Forest Research Institute, Dehra Dun. Indian Forest Rec. (N. S.) J.Ent.8(8): 159-225.

Saragih, R., B. Zuraida dan A. Zainal. 1985. Pembiakan Xanthocampoplex sp. di Laboratorium. Balai Perkebunan IX. Medan. Prosiding Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia.

Soma, AG dan S. Ganeshan. 1998. Status of Sugar Cane Spotted Borer, Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae: Crambinae), in Mauritius. Food and Agricultural Research Council , Reduit, Mauiritius.

Soviani, E. 2012. Identifikasi Parasitoid pada Erionata thrax yang terdapat dalam daun Pisang (Musa paradisiaca). Diunduh dari

(44)

Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Vinson S. B. dan G. F. Iwantsch. 1980. Host Suitability for Insect Parasitoid. Ann Rev. Entomol 25: 397-419.

Way, M. J., F. R. Goebel, dan D. E. Conlong. 2004. Trapping Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Crambidae) in Sugarcane using Synthethic Pheromones. Proc. S. Afr. Sug. Technol. Ass.78:291-296.

Yalawar, SN., S. Pradeep., M. A. Kumar, V. Hosamani, dan S. Rampure. 2010. Biology of Surgcane Internode Borer, Chilo sacchariphagus indicus (Kapur). J. Agric. Sci.23(1):140-141.

(45)
(46)

Tabel Dwi Kasta Total

Transformas Arc sin V Persentase

(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)

Galat 66 375667,53 5691,93

(53)
(54)
(55)
(56)

Galat 66 2,12 0,03

(57)
(58)

Tabel Dwi Kasta Rataan

Transformas Arc sin V Persentase

(59)
(60)

U7 32,70 35,26 38,86 106,82 35,61

(61)

U4L2 100,00 100,00 100,00 300,00 100,00

Transformasi Arc sin V Persentase

(62)
(63)

Tabel Dwi Kasta Rataan

Lampiran 4. Jumlah Imago Betina Xanthocampoplex sp. Jumlah Imago Betina

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

(64)
(65)
(66)
(67)
(68)

Perlakuan L1 L2 L3 Rataan 0,74 0,90 1,03

a

Gambar

Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Sumber : http://www.repository.usu.ac.id
Gambar 3. Pupa C. sacchariphagusSumber :   http://www.repository.usu.ac.id
Gambar 4. Imago C. sacchariphagus Sumber : http://www.repository.usu.ac.id
Gambar 5. Gejala Serangan C. sacchariphagus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Penelitian : Keanekaragaman Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara..

a.KUD-KUD yang akan diikutsertakan dalam pelaksanaan Kredit Luaha Tani pertama diseleksi oleh Kepala Kantor Departemen Koperasi Kabupaten/Kodya sesuai dengan kriteria

inspect h323 h225 inspect h323 ras inspect netbios inspect rsh inspect rtsp inspect skinny inspect esmtp inspect sqlnet inspect sunrpc inspect tftp

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian penyuluhan tentang sadari mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap sikap wanita usia 20- 49 tahun untuk melakukan sadari,

Keadaan ini akan mewujudkan corak permintaan dan penawaran yang boleh membawa kepada ketidakmampuan golongan miskin dalam mendapatkan barangan atau produk yang

Penentuan kadar residu antibiotik tilosin pada susu sapi segar dilakukan di Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan (BPMSPH) dengan menggunakan metode

2 Saya berpendapat bahwa waktu tunggu pelayaan yang diberikan customer service Bolesa tidak lama. Understanding/knowing

Penelitian-penelitian tentang pengaruh budaya perusahaan terhadap komitmen organisasi terhadap kinerja diantaranya penelitian dari Fauzi dkk (2016) yaitu ada