• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Media Massa Dalam Membentuk Rasionalitas Pemilih Dan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilahan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Johor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Media Massa Dalam Membentuk Rasionalitas Pemilih Dan Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pemilahan Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013 (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Johor)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MEDIA MASSA DALAM MEMBENTUK RASIONALITAS PEMILIH DAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM

PEMILAHAN GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2013 (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN JOHOR)

SKRIPSI DISUSUN

OLEH

NAMA : Adi Candra NIM : 070906020

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah ……… 1

6.2. Peran Media Massa dalam rasionalitas ……… 18

(3)

BAB II DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN

1. Sejarah Kecamatan Medan Johor ……… 66

1.1.Visi dan isi Pemerintah Kecamatan Medan Johor

1.4.1. Fasilitas Umum dan Sosial

2. Jumlah Pemilih Tetap di Kecamatan Medan Johor ……… 78

3. Jumlah Kehadiran Pemilih di Kecamatan Medan Johor ……… 78

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN 1. Deskriptif Karakteristik Responden ………….……… 79

2. Peran Media Massa dalam membentuk rasionalitas pemilih dan partisipasi pemilih pada Pilgubsu 2013 ……….……… 85

3. Korelasi Variabel X (Media Massa) dengan (Rasionalitas Pemilih) Y ……… 89

(4)

dalam Pilgubsu 2013) Y 5. Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi

5.3. Sistem Politik 104

(5)

DAFTAR TABEL

TABEL Hal

Tabel 1.1. Bobot Kuesioner untuk Masing-masing Pilihan Jawaban

………. 57

Tabel 1.2.Intrepretasi dari Nilai Koefisien Korelasi ………. 58

Tabel 1.3 Bentuk-bentuk partisipasi politik publik ………. 60

Tabel 1.4. Hirarki Partisipasi Politik ………. 61

Tabel 2.1. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Johor ………. 65

Tabel 2.2. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Suku di Kecamatan Medan Johor ………. 67

Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang dianut di Kecamatan Medan Johor ………. 68

Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Johor ………. 68

Tabel 2.5. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Medan Johor ………. 69

Tabel 2.6. Klasifikasi Penduduk Menurut Status Kewarganegaraan ………. 69

Tabel 2.7. Daftar Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial di Kecamatan Medan Johor ………. 70

Tabel 2.8. Data Pemukiman Di kecamatan Medan Johor ………. 71

Tabel 2.9. Data Sarana Rumah Ibadah Di kecamatan Medan Johor ………. 71

Tabel 2.10. Data Fasilitas Kebersihan di Kecamatan Medan Johor ………. 73

Tabel 2.11. Data Sarana Pendidikan Di kecamatan Medan Johor ………. 74

Tabel 2.12. Daftar Pemilih Tetap ………. 75

Tabel 2.13. Kehadiran Daftar Pemilih Tetap ………. 75

Tabel 3.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia di Kecamatan Medan Johor ………. 76

Tabel 3.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Suku di Kecamatan Medan Johor ………. 77

Tabel 3.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama di Kecamatan Medan Johor ………. 78

Tabel 3.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan Medan Johor ………. 78

Tabel. 3.5. Jawaban Responden Apakah Terdaftar Sebagai Pemilih di Kecamatan Medan Johor ………. 79

Tabel. 3.6.Jawaban Responden Apakah Menggunakan Hak Pilih pada Pilgubsu tahun 2013 lalu ………. 80

(6)

Tabel. 3.8.Apakah berita/informasi politik menambah pengetahuan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013

………. 81

Tabel.3.9. Apakah berita/informasi politik mempengaruhi pilihan dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara tahun 2013

………. 81

Tabel 3.10. Pedoman Untuk Koefisien Korelasi ………. 86 Tabel 3.11 Korelasi antara Media Massa terhadap

Rasionalitas Pemilih dalam Pilgubsu tahun 2013 lalu

………. 87

Tabel 3.12. Hubungan antar Variabel Penelitian Berdasarkan Korelasi Bivariat Non Parametik Pearson

………. 87

Tabel 3.13 Korelasi antara Media Massa terhadap Rasionalitas Pemilih dalam Pilgubsu tahun 2013 lalu

………. 89

Tabel 3.14. Hubungan antar Variabel Penelitian Berdasarkan Korelasi Bivariat Non Parametik Pearson

………. 89

Tabel 3.15. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Medan Johor

………. 93

Tabel 3.16. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan Medan Johor

………. 94

Tabel 3.17. Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Kecamatan Medan Johor

………. 95

Tabel 3.18. Jawaban Responden Apakah Ada Pihak Keluarga Yang Mempengaruhi Untuk Tidak Mempergunakan Hak Pilih

………. 96

Tabel 3.19. Jawaban Responden Apakah Percaya Pemerintah Dapat Membawa Perubahan Kearah Yang Lebih Baik

………. 97

Tabel 3.20. Jawaban Responden Apakah Pemerintah Sudah Melakukan Sosialisasi Politik Kepada Masyarakat.

………. 102

Tabel 3.21. Jawaban Responden Apakah Pernah Mengikuti Kampanye Calon Gubernur Sumut tahun 2013

………. 104

Tabel 3.22. Jawaban Responden Apakah perlu mengikuti Pilgubsu Tahun 2013

………. 105

Tabel 3.23. Jawaban Responden Apakah Anggota Partai Politik

………. 106

Tabel 3.24. Jawaban Responden Apakah Partai Politik Sudah Melakukan Rekruitmen Politik Terhadap Kandidat yang Diusung.

………. 107

Tabel 3.25. Jawaban Responden Apakah Mengetahui Calon Gubernur

………. 108

Tabel 3.26. Jawaban Responden Apakah Mengetahui Visi Dan Misi Kandidat

………. 110

Tabel 3.27. Jawaban Responden Apakah Percaya Terhadap Pasangan calon gubernur dan

(7)

wakil gubernur Dapat Membuat Perubahan Yang Lebih Baik

Tabel 3.28. Jawaban Responden Apakah Suku Dan Agama calon gubernur dan wakil gubernur Mempengaruhi Untuk Tidak Menggunakan Hak Pilih

………. 112

Tabel 3.29. Jawaban Responden Apakah Ada calon gubernur dan wakil gubernur Menggunakan Politik Uang Agar Memilih Mereka

………. 113

Tabel 3.30. Jawaban Responden Apakah Tingkat Perekonomian Mempengaruhi Untuk Tidak Menggunakan Hak Pilih

………. 114

Tabel 3.31. Jawaban Responden Apakah calon gubernur dan wakil gubernur Sudah Memperjuangkan Kepentingan Umum

………. 115

Tabel 3.32. Jawaban Responden Mengapa Tidak Menggunakan Hak Pilih

(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ADI CANDRA (070906020)

PERAN MEDIA MASSA DALAM MEMEBENTUK RASIONALITAS PEMILIH DAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM

PEMILIHAN GUBERNUR SUMATERA UTARA 2013 ( STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN JOHOR)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran media massa dalam membentuk rasionalitas pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak memberikan suaranya pada pemilihan gubernur sumatera utara tahun 2013 di kecamatan medan johor dan juga peran media massa terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan gubernur sumatera utara tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metodelogi deskriptif kuantitatif, sumberdata yang di gunakan data primer dan data sekunder, data primer di peroleh dengan menyebarkan kuisioner dan wawancara kepada masyarakat kecamatan medan johor yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan gubernur, data sekunder di peroleh dari buku-buku,literatur,jurnal,koran, dan lain-lain. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori media massa, teori rasionalitas, dan teori perilaku pemilih.

Tujuan dari penelitian ini untuk melihat apakah ada peranan atau hubungan media massa varibel bebas (X) terhadap rasionalitas pemilih variabel terikat (Y), dan apakah ada peranan atau hubungan media massa variabel bebas (X) terhadap partisipasi pemilih varaibel terikat (Y) dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Maka, penelitian ini mengambil objek penelitian pada masyarakat di kecamatan medan johor yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 100 pemilih sebagai sampel, di kecamatan medan johor memiliki sebanyak 63.904 orang pemilh yang tidak menggunakan hak pilihnya, hasil 100 pemilih di peroleh dengan menggunakan rumus taro yamane.

(9)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi dengan tingkat hubungan yang tinggi antara media massa (X) dan rasionalitas pemilih (Y) melalui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,675. Patokan pengambilan keputusan jika probabilitas atu signifikansi > 0,05 maka kedua variabel signifikan dan jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka kedua variabel tidak signifikan, maka dengan nilai (R) 0,675 angka ini menunjukan adanya korelasi dengan tingkat hubungan tinggi, angka probabilitas atau signifikansi pengaruh media massa (X) terhadap rasionalitas pemilih (Y) adalah sebesar 0,07. Angka probabilitas atau signifikansi 0,07 > 0,05, maka hubungan kedua variabel tersebut signifikan. Melalui uji koefisien determinasi di peroleh nilai R 0,675 maka persentase kontribusi yang di peroleh sebesar 67,5%, hal ini menunjukan variabel media massa (X) terhadap rasionalitas pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 di kecamatan medan johor (Y) sebesar 67,5%, dan masi terdapat 32,5% variasi dari variabel independen (Y) rasionalitas pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 (Y) yang tidak dapat di jelaskan variabel independen (X) peran media massa, dan terdapat korelasi dengan tingkat hubungan yang sedang antara media massa (X) dan pilihan pemilih (Y) melalui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,587. Patokan pengambilan keputusan jika probabilitas atu signifikansi > 0,05 maka kedua variabel signifikan dan jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka kedua variabel tidak signifikan, maka dengan nilai (R) 0,587 angka ini menunjukan adanya korelasi dengan tingkat hubungan sedang, angka probabilitas atau signifikansi pengaruh media massa (X) terhadap pilihan pemilih (Y) adalah sebesar 0,06. Angka probabilitas atau signifikansi 0,06 > 0,05, maka hubungan kedua variabel tersebut signifikan. Melalui uji koefisien determinasi di peroleh nilai R 0,587 maka persentase kontribusi yang di peroleh sebesar 58,7%, hal ini menunjukan variabel media massa (X) terhadap pilihan pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 di kecamatan medan johor (Y) sebesar 58,7%, dan masi terdapat 41,3% variasi dari variabel independen (Y) pilhan pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 (Y) yang tidak dapat di jelaskan variabel independen (X) peran media massa.Dari penelitian ini menunjukan bahwa peran media massa dapat menentukan rasionalitas pemilih dan partisipasi politik masyarakat di kecamatan medan johor

Kata kunci : peran media massa, rasionalitas pemilih, partisipasi politik, korelasi

(10)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE DEPARTMENT OF POLITIC SCIENCE

ADI CANDRA (070906020)

THE ROLE OF MASS MEDIA IN BUILD A RATIONALITY OF VOTER AND POLITIC PARTICIPATION OF SOCIETY IN ELECTION OF GOVERNOR OF NORTH SUMATRA 2013 (CASE STUDY AT SUB-DISTRICT OF MEDAN JOHOR)

ABSTRACT

This research aims to study the role of mass media in build a rationality of voter who did not use his suffrage and to study factors influence society to did not give vote in the election of Governor of North Sumatra in 2013 at sub-district of Medan Johor and the role of mass media to the politic participation of society in the election of Governor of North Sumatra in 2013. This research applies quantitative descriptive method by using the primary and secondary data in which the primary data was collected by using questionnaire and interview to the society at sub district of Medan Johor who did not use his suffrage in Governor Election and the secondary data was collected from books, literatures, journals, newspapers, etc. The theories applied in this research is mass media theory, rationality theory and voter’s behavior

The objective of this research is to study is there a role or correlation of mass media as independent variable (X) to the rationality of voter as dependent variable (Y), and is there a role or correlation between mass media as independent variable (X) toi the participation of voter as dependent variable (Y) and what factors influence society to did not use their suffrage. Therefore, the object of this research is society at sub district of Medan Johor who did not use their suffrage for 100 voters as samples, in which sub district of Medan Johor has 63.309 voters who did not use their suffrage and 100 voters was took by Taro Yamane formula.

In order to know is there or not a role or correlation of mass media to the rationality of voter and the role or correlation of mass media to the politic participation, it applies the quantitative approach by correlation coefficient test.

(11)

32.5% variation of independent variable (Y) of voter rationality in governor election in 2013 (Y) that cannot be described by independent variable (X) and choice of voter (Y) by correlation coefficient value ® for 0.587. the standard of decision making is if probability or significant > 0.05 both of variable is significant and if probability or significance < 0.05, both of variable is not significant, so by ® value 0.587 this indicates that there is a correlation with the medium correlation level, probability level or significant influence of mass media (X) to the choice of voter (Y) is 0.06. the probability or significance 0.06 > 0.05, so the correlation between both of variables is significant. By the determination coefficient test it obtain the R value 0.587, so the percentage of contribution is 58.7% that indicates that variable of mass media (X) to the choise of voter in Governor election in 2013 at sub-district of Medan Johor (Y)_ is 58.7% and there is remains 41.3% of variation of independent variable (Y) of choice of voter in governor election in 2013 (Y) that cannot be described by independent variable (X) of the role of mass media. Based on this research indicates that the role of mass media will determine the rationality of voter and politic participation of society at sub-district of Medan Johor.

Keywords : the role of mass media, rationality of voter, politic participation,

(12)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dengan keterbatasan penulis mampu menyelesaikan sebuah penelitian yang dirangkum dalam sebuah skripsi dengan judul “ PERANAN MEDIA MASSA DALAM MEMBENTUK RASIONALITAS PEMILIH DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR SUMATERA UTARA TAHUN 2013 ( studi kasus di kecamatan medan johor )”. dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian akhir Strata – I, jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Medan. Ucapan terima kasih juga tidak lupa penulis hanturkan kepada :

1. Terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) USU.

2. Terima Kasih kepada Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU dan yang telah memberikan banyak masukan, kritikan dan nasihat yang membangun kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Terima kasih kepada Bapak Prof.Subhilhar.M.A.Ph,D selaku dosen pembimbing yang setia memberikan saran, kritik, dan motivasi yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.

(13)

5. Terima kasih kepada masyarakat medan johor yang telah bersedia menjadi narasumber penulis dalam menyelesaikan skripsi.

6. Terima kasih kepada teman-teman yang sudah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini atas semua dukungannya saya ucapkan terima kasih.

mohon maaf kalau tidak saya sebutkan karena keterbatasan saya, tapi hormat dan ucapan terima kasih saya ucapkan dengan hati yang murni.

Penulis menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak, dimana skripsi ini masih kurang dan jauh dari kesempurnaan baik dalam pengumpulan data, pengolahan data, serta penyajiaannya. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan rmanfaat bagi para pembaca walaupun terdapat banyak kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka untuk menerima kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan kembali banyak terima kasih bagi semua pihak yang telah memberi bimbingan, masukan, bantuan, dan dukungan selama proses pengerjaan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Medan, 22 Februari 2014

(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

ADI CANDRA (070906020)

PERAN MEDIA MASSA DALAM MEMEBENTUK RASIONALITAS PEMILIH DAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM

PEMILIHAN GUBERNUR SUMATERA UTARA 2013 ( STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN JOHOR)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran media massa dalam membentuk rasionalitas pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak memberikan suaranya pada pemilihan gubernur sumatera utara tahun 2013 di kecamatan medan johor dan juga peran media massa terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan gubernur sumatera utara tahun 2013. Penelitian ini menggunakan metodelogi deskriptif kuantitatif, sumberdata yang di gunakan data primer dan data sekunder, data primer di peroleh dengan menyebarkan kuisioner dan wawancara kepada masyarakat kecamatan medan johor yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan gubernur, data sekunder di peroleh dari buku-buku,literatur,jurnal,koran, dan lain-lain. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori media massa, teori rasionalitas, dan teori perilaku pemilih.

Tujuan dari penelitian ini untuk melihat apakah ada peranan atau hubungan media massa varibel bebas (X) terhadap rasionalitas pemilih variabel terikat (Y), dan apakah ada peranan atau hubungan media massa variabel bebas (X) terhadap partisipasi pemilih varaibel terikat (Y) dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Maka, penelitian ini mengambil objek penelitian pada masyarakat di kecamatan medan johor yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 100 pemilih sebagai sampel, di kecamatan medan johor memiliki sebanyak 63.904 orang pemilh yang tidak menggunakan hak pilihnya, hasil 100 pemilih di peroleh dengan menggunakan rumus taro yamane.

(15)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi dengan tingkat hubungan yang tinggi antara media massa (X) dan rasionalitas pemilih (Y) melalui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,675. Patokan pengambilan keputusan jika probabilitas atu signifikansi > 0,05 maka kedua variabel signifikan dan jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka kedua variabel tidak signifikan, maka dengan nilai (R) 0,675 angka ini menunjukan adanya korelasi dengan tingkat hubungan tinggi, angka probabilitas atau signifikansi pengaruh media massa (X) terhadap rasionalitas pemilih (Y) adalah sebesar 0,07. Angka probabilitas atau signifikansi 0,07 > 0,05, maka hubungan kedua variabel tersebut signifikan. Melalui uji koefisien determinasi di peroleh nilai R 0,675 maka persentase kontribusi yang di peroleh sebesar 67,5%, hal ini menunjukan variabel media massa (X) terhadap rasionalitas pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 di kecamatan medan johor (Y) sebesar 67,5%, dan masi terdapat 32,5% variasi dari variabel independen (Y) rasionalitas pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 (Y) yang tidak dapat di jelaskan variabel independen (X) peran media massa, dan terdapat korelasi dengan tingkat hubungan yang sedang antara media massa (X) dan pilihan pemilih (Y) melalui nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,587. Patokan pengambilan keputusan jika probabilitas atu signifikansi > 0,05 maka kedua variabel signifikan dan jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka kedua variabel tidak signifikan, maka dengan nilai (R) 0,587 angka ini menunjukan adanya korelasi dengan tingkat hubungan sedang, angka probabilitas atau signifikansi pengaruh media massa (X) terhadap pilihan pemilih (Y) adalah sebesar 0,06. Angka probabilitas atau signifikansi 0,06 > 0,05, maka hubungan kedua variabel tersebut signifikan. Melalui uji koefisien determinasi di peroleh nilai R 0,587 maka persentase kontribusi yang di peroleh sebesar 58,7%, hal ini menunjukan variabel media massa (X) terhadap pilihan pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 di kecamatan medan johor (Y) sebesar 58,7%, dan masi terdapat 41,3% variasi dari variabel independen (Y) pilhan pemilih dalam pilgubsu tahun 2013 (Y) yang tidak dapat di jelaskan variabel independen (X) peran media massa.Dari penelitian ini menunjukan bahwa peran media massa dapat menentukan rasionalitas pemilih dan partisipasi politik masyarakat di kecamatan medan johor

Kata kunci : peran media massa, rasionalitas pemilih, partisipasi politik, korelasi

(16)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITIC SCIENCE DEPARTMENT OF POLITIC SCIENCE

ADI CANDRA (070906020)

THE ROLE OF MASS MEDIA IN BUILD A RATIONALITY OF VOTER AND POLITIC PARTICIPATION OF SOCIETY IN ELECTION OF GOVERNOR OF NORTH SUMATRA 2013 (CASE STUDY AT SUB-DISTRICT OF MEDAN JOHOR)

ABSTRACT

This research aims to study the role of mass media in build a rationality of voter who did not use his suffrage and to study factors influence society to did not give vote in the election of Governor of North Sumatra in 2013 at sub-district of Medan Johor and the role of mass media to the politic participation of society in the election of Governor of North Sumatra in 2013. This research applies quantitative descriptive method by using the primary and secondary data in which the primary data was collected by using questionnaire and interview to the society at sub district of Medan Johor who did not use his suffrage in Governor Election and the secondary data was collected from books, literatures, journals, newspapers, etc. The theories applied in this research is mass media theory, rationality theory and voter’s behavior

The objective of this research is to study is there a role or correlation of mass media as independent variable (X) to the rationality of voter as dependent variable (Y), and is there a role or correlation between mass media as independent variable (X) toi the participation of voter as dependent variable (Y) and what factors influence society to did not use their suffrage. Therefore, the object of this research is society at sub district of Medan Johor who did not use their suffrage for 100 voters as samples, in which sub district of Medan Johor has 63.309 voters who did not use their suffrage and 100 voters was took by Taro Yamane formula.

In order to know is there or not a role or correlation of mass media to the rationality of voter and the role or correlation of mass media to the politic participation, it applies the quantitative approach by correlation coefficient test.

(17)

32.5% variation of independent variable (Y) of voter rationality in governor election in 2013 (Y) that cannot be described by independent variable (X) and choice of voter (Y) by correlation coefficient value ® for 0.587. the standard of decision making is if probability or significant > 0.05 both of variable is significant and if probability or significance < 0.05, both of variable is not significant, so by ® value 0.587 this indicates that there is a correlation with the medium correlation level, probability level or significant influence of mass media (X) to the choice of voter (Y) is 0.06. the probability or significance 0.06 > 0.05, so the correlation between both of variables is significant. By the determination coefficient test it obtain the R value 0.587, so the percentage of contribution is 58.7% that indicates that variable of mass media (X) to the choise of voter in Governor election in 2013 at sub-district of Medan Johor (Y)_ is 58.7% and there is remains 41.3% of variation of independent variable (Y) of choice of voter in governor election in 2013 (Y) that cannot be described by independent variable (X) of the role of mass media. Based on this research indicates that the role of mass media will determine the rationality of voter and politic participation of society at sub-district of Medan Johor.

Keywords : the role of mass media, rationality of voter, politic participation,

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Negara yang demokratis memiliki keunggulan tersendiri, karena dalam setiap pengambilan kebijakan mengacu pada aspirsi masyarakat. Masyarakat sebagai tokoh utama dalam sebuah negara demokrasi memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu peranan masyarakat dalam negara demokrasi adalah partisipasi masyarakat dalam politik dalam hal ini pemilihan umum. Masyarakat memiliki peran yang sangat kuat dalam proses penentuan eksekutif dan legislatif baik dipemerintah pusat maupun daerah. Oleh karena itu perlu pendidikan politik yang harus diketahui oleh masyarakat agar pada saat pelaksaan pemilihan umum masyarakat tidak asal pilih dan hanya ikut-ikutan saja. Pendidikan politik yang baik akan menciptakan masyarakat yang cerdas sehingga masyarakat akan dapat memilih dengan baik pemimpin mereka. Dengan demikian keinginan dan harapan masyarakat dapat dilaksanakan oleh pemerintah melalui kebijakannya.

Isi dari UU No. 32 tahun 2004 memuat beberapa perubahan, namun salah satu perubahan yang signifikan adalah mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam UU No. 32 yang terdiri dari 240 pasal, 63 pasal diantaranya mengatur tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung yaitu pasal 56 sampai dengan pasal 119.1

1

(19)

Keputusan untuk memilih sistem pilkada langsung bukan datang secara tiba-tiba. Beberapa faktor mendorong percepatan digunakannya sistem langsung tersebut, dengan semangat utamanya memperbaiki kehidupan demokrasi.2

Dalam bukunya Memahami Politik, Ramlan Surbakti mengemukakan faktor yang mempengaruhi partisipasi politik seseorang yaitu kesadaran politik dan kepercayaan orang tersebut kepada pemerintah. Aspek kesadaran politik seseorang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga Sebagai sebuah sistem, pemilihan kepala daerah melalui perwakilan DPR selama ini banyak memungkinkan terjadinya penyimpangan antara lain dalam proses pemilihan dan pelantikan yang diwarnai dugaan kasus politik uang dan intervensi pengurus partai politik di tingkat lokal maupun pusat.

Pemilukada sering disebut sebagai kemenangan demokrasi massa atau demokrasi perwakilan. Dalam sistem demokrasi, rakyat adalah pemilik kedaulatan sejati sehingga sudah sewajarnya apabila kepercayaan dan amanah yang diberikan kepada wakil rakyat tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik, maka kepercayaan dan amanah tersebut dikembalikan pada pemiliknya sendiri. Dengan begitu, manipulasi dan intervensi berlebihan gaya politisi dan anggota DPRD dapat dihindarkan. Pemilihan Umum kepala daerah bukan sekedar wujud pengembalian kedaulatan di tangan rakyat, lebih dari itu rakyat berperan langsung.

2 Joko Prihatmoko, Pemilihan Kepala daerah Langsung: Filosofi, Sistem dan Problema

(20)

negara, baik hak-hak politik, hak ekonomi, maupun hak-hak mendapat jaminan sosial dan hukum.3

Pelaksanaan pilkada merupakan suatu rangkaian kegiatan yang masing-masing saling terkait seperti yang tertuang dalam pasal 65 ayat (3) tahapan pelaksanaan pilkada meliputi:4

a. Penetapan daftar pemilih

b. Pendaftaran dan Penetapan calon kepala daerah/wakil kepala daerah c. Kampanye

d. Pemungutan suara e. Penghitungan suara

f. Penetapan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih, pengesahan, dan pelantikan.

Media massa merupakan sebuah media, saluran, sarana, wadah atau suatu alat dan tempat yang dipergunakan untuk proses komunikasi massa. Komunikasi massa disini diartikan sebagai komunikasi yang disampaikan kepada orang banyak atau dalam hal ini adalah masyarakat. Komunikasi atau penyampaian suatu informasi dari media masa itu memiliki pengaruh, baik kepada masyarakat maupun kepada pemerintah.5

Berbicara tentang komunikasi politik itu sendiri, komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi politik dari pemerintah kepada masyarakat dan

3 Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Press, 1995, hal., 91 4 UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(21)

sebaliknya, dimana pemerintah membutuhkan informasi tentang kegiatan rakyatnya dan sebaliknya rakyat juga harus mengetahui apa saja yang dikerjakan oleh pemerintahnya.

Media komunikasi politik secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu media tradisional, media semi dan media modern. Media tradisional adalah media dengan tatap muka, langsung berhadapan secara tatap muka dengan komunikasi, baik secara individual, maupun kelompok dan organisasi.6

1. Media massa sebagai pencipta lapangan kerja, barang, maupun jasa serta mengembangkan industri lain terutama dalam hal periklanan/promosi Media semi disebut juga dengan sebutan media lama atau old media. Yang dimaksud media semi adalah seperti media cetak seperti surat kabar, majalah, koran, brosur dan media penyiaran, dan seperti radio. Dan Kemudian yang terakhir adalah Media Baru atau new media. Media baru ini merupakan alat atau sarana yang baru marak di era globalisasi ini, seperti televisi digital, internet dan sebagainya.

Peranan yang dilakukan oleh Media massa menurut Denis Mc Quail, ada 5 peranan yaitu:

2. Media massa sebagai sumber kekuatan alat kontrol, manajemen dan inovasi masyarakat

6 HARMONIS, Perbandingan Sistem Komunikasi Politik Presiden Soeharto dan Soesilo Bambang

(22)

3. Media massa sebagai lokasi/ tempat dimana untuk menampilkan peristiwa atau fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat

4. Media massa sebagai sarana pengembangan macam-macam kebudayaan, tata cara atau gaya hidup seseorang dalam masyarakat

5. Media masssa sebagai sumber dominant pencipta citra individu, kelompok, maupun masyarakat

Meliahat peranan media massa diatas, perlu diakui bahwa pers atau media massa di dalam Negara demokrasi itu sangat besar hubungan perannya dengan masyarakat. Media massa menjadi jembatan atau kendaraan yang menhubungkan atau menyalurkan kepentingan-kepentingan politik baik itu vertical maupun horizontal.

Adapun dalam Bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.Fungsi dari Pers (media massa) ada 4 fungsi seperti:

1. Informasi (to inform)

(23)

disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.

2. Pendidikan (to educated)

Fungsi pendidikan ini antara lain membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial. Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Dengan demikian pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat dapat memahami model atau sistem politik yang berlaku di Indonesia.

3. Hiburan (to entertaint)

Media massa berfungsi sebagai media hiburan, disini media massa harus mampu memerankan fungsinya sebagai sarana hiburan yang menyenangkan bagi semua lapisan masyarakat. Hiburan yang dimaksud adalah media massa yang menyajikan karya-karya tulis atau informasi yang mungkin lepas atau diluar mengenai politik, seperti kartun, majalah anak, dongeng di media cetak, dan lain-lain.

(24)

Media massa sebagai alat kontrol sosial politik dengan artian media massa sebagai penyampai (memberitakan) isu-isu atau keadaan yang dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan kehendak rakyat.

Besarnya peran media massa terhadap kehidupan masyarakat, dimana peran media yang sangat kuat tersebut dapat mempengaruhi dan merubah persepsi atau cara berpikir individu, kelompok atau masyarakat terhadap isu-isu atau fenomena politik yang terjadi di Indonesia.

Sebagaimana dijelaskan oleh Lukman Hakim, “Media mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan kognisi seseorang. Media memberikan informasi dan pengetahuan yang pada akhirnya dapat membentuk persepsi. Dan persepsi mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Berbagai pemberitaan media memberikan masukan kepada kognisi individu, dan kognisi akan membentuk sikap.”7

Kekuatan peran media massa tersebut sebenarnya juga dapat merubah budaya politik atau partisipasi politik masyarakat Indonesia menjadi lebih baik. Partisipasi politik adalah suatu kegiatan dari warga Negara baik secara langsung maupun tidak langsung (tidak sengaja) terkait dengan kebijakan–kebijakan

7

(25)

pemerintah dapat dilakukan oleh individu-individu maupun kelompok secara spontan maupun dimobilisasi.8

Kepentingan politik inilah yang menjadikan media massa sebagai dari kegiatan politik untuk dapat mencapai dari tujuan kepentingan itu sendiri. Kegiatan politik banyak dilakukan oleh Pemerintah (lembaga-lembaga dan peranannya) dan partai-partai politik karena karena fungsi mereka dalam bidang politik, dan kegiatan politik inilah yang akan mempengaruhi terhadap partisipasi politik.

Kekuatan media massa ini juga digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu pemerintahan untuk mempengaruhi opini publik dalam membentuk rasionalitas pemilih. Dimana dengan peran media massa ini dapat dijadikan alat komunikasi politik oleh orang-orang yang mempunyai kekuatan dan kepentingan politik.

9

Kita lihat seperti para calon-calon legislatif ataupun para kandidat Capres/Cawapres dari masing-masing partai politik dalam persiapan Pemilu 2014 yang saat ini kurang dari satu tahun lagi. Disini bisa kita lihat bagaimana cara mereka untuk menarik simpati dari rakyat. Partai politik dalam mancari simpati ataupun mencari suara pemilih dari rakyat, partai politik pasti akan membutuhkan media yang bisa memfasilitasi komunikasi politik dari partai politik tersebut. Melalui media, informasi pesan-pesan politik yang ingin disampaikan oleh partai

8

Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 92 9

(26)

politik tersebut akan lebih mudah tercapai. Apalagi peran dan perkembangan media massa saat ini sangat besar dan pesat.

Banyak sekali cara komunikasi politik melalui media massa, bisa seperti komunikasi politik melalui media tradisional, dalam artian masing-masing partai politik atau masing-masing para calon turun langsung ke lapangan atau langsung merujuk kepada masyarakat (daerah pemilih) masing-masing. Dengan cara ini kedekatan emosional antara para calon legislatif lebih dekat, namun jika melalui dengan cara ini saja komunikasi politik/ kegiatan politik akan kurang efisien.

Maka dari itu kegiatan politiknya harus juga melalui cara media semi (old media) seperti pencitraan melalui reklame, pamflet, media massa seperti Koran,

majalah, dan radio. Dengan melalui media massa seperti ini akan menambah keefektifan dalam kegiatan politik itu sendiri dalam mancari simpati atau suara pemilih dari rakyat. Inilah cara-cara yang sring juga dilakukan oleh para calon dan partai politik yang akan maju dalam pemilihan umum.

(27)

juga telah dikuasai oleh Bakrie Group yang notabanenya adalah orang politik dari partai Golkar. Selain itu masih banyak yang lain stasiun-stasiun televisi swasta lain yang dikuasai oleh orang-oarang yang mempunyai kepentingan politik.

Seperti inilah dari salah satu contoh peran media massa ini sangat penting dan berpengaruh dalam masyarakat. Dengan kegiatan politik/komunikasi politik seperti ini, dapat mengubah budaya, perilaku dan partisipasi politik yang ada dalam masyarakat. Mungkin awalnya masyarakat yang sebelumnya tidak tahu tentang sosok atau tokoh-tokoh politik (caleg/capres) dari partai-partai terntentu, dengan melalui media masssa masyarakat kemudian akan menjadi tahu tentang sosok mereka dan background mereka. Dengan pengetahuan tersebut, masyarakat menjadi lebih antusias atau lebih berpartisipasi dalam menggunakan hak suaranya untuk memilih di ajang Pemilu.

Sebenarnya dalam pendekatan perilaku (behavioralism approach), bahwa individulah yang secara aKtual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga (struktur) politik pada dasarnya adalah merupakan perilaku individu yang berpola tertentu.10

10

Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 87

(28)

Menurut Smith dalam bukunya surbakti (2010:169), mengatakan bahwa terdapat empat factor yang memberikan pengaruh terhadap perilaku politik seorang actor politik, yaitu berawal dari lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik, sistem hukum sistem ekonomi, sistem budaya dan sistem media masa.11

Kemudian yang kedua adalah lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian actor, seperti keluarga, agama, kelompok pergaulan dan sekolah. Dan yang terakhir adalah struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.12

Sehingga meskipun partisipasi politik di Indonesia menjadi tinggi, tetapi dalam maslah budaya politik kita cenderung masih abu-abu. Dalam artian banyak dari pemilih suara (rakyat) yang memilih calon legislatif/eksekutif dengan hanya tahu melalui sebatas media massa seperti reklame atau Koran, ini berarti masyarakat banyak yang memilih berdasarkan tingkat popularitas dari Jadi disini dapat dikatakan bahwa masyarakat atau rakyat berpartisipasi politik dengan menggunakan hak suaranya dalam pemilu untuk memilih salah satu kandidat/calon dari partai politik tertentu, itu bukan murni memilih karena kesadaran diri masing-masing individu dalam kelompok masyarakat, tetapi bisa saja para individu dalam masyarakat tersebut menggunakan hak suaranya karena dampak dari media massa dan adanya imbalan tertentu dari pihak yang mempunyai kepentingan politik tersebut.

11

(29)

masing calaon legislatif/eksekutif saja, bukan dari tingkat kualitas atau kapabilitas dari masing-masing calon tersebut.

Hal ini diperjelas dalam teori perilaku pemilih party identification model bahwa “persepsi pemilih atau partai-partai politik yang ada atau adanya korelasi atau kedekatan emosional pemilih terhadap partai-partai politik tertentu.13 Dengan demikian hanya oaring-orang yang mempunyai kedekatan emosional yang akan memilih partai-partai tertentu dalam menggunakan hak suaranya. Dan untuk mendapatkan kedekatan emosional terhadap masyarakat, partai politik harus melalui media massa.

Dengan begitu besarnya peran medi massa dalam membentuk rasionalitas pemilih sudah seharusnya dapat membentuk rasionalitas pemilih dan meningkatkan partisipasi politik pada Pemilihan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2013, namun kenyataannya begitu kontras dengan harapan, yang terjadi bahwa angka Golput sangat tinggi pada Pilgubsu tahun 2013.

Angka pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya (golput) pada pelaksanaan pemilihan Gubernur Sumatera Utara sebanyak 5.309.442 (51,49%) dari jumlah calon pemilih yang terdaftar 10.310.872. Dari DPT 10.310.872 pemilih hanya 5.001.430 (48,506%) yang menggunakan hak suaranya dan sebanyak 139.963 (1.357%) surat suara yang tidak sah dan hanya 4.861.467 (47,149%) surat suara yang sah.

13

(30)

Rendahnya partisipasi politik masyarakat dapat kita lihat pada pelaksanaan pemilihan langsung Gubernur Sumatera Utara yang dilaksanakan pada 9 Maret lalu. Representasi pemilih sangat rendah sekali. Dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Tingkat Provinsi dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara Tahun 2013, telah menetapkan pasangan nomor 5, Gatot dan Tengku Erry (Ganteng) menjadi pemenangnya. Mereka meraih total suara 1.604.337 atau 33, 50 persen dari suara sah.14

Jika berdasarkan jumlah suara yang terdaftar di DPT, pasangan tersebut hanya mendapatkan suara 15,56 persen rakyat Sumatera Utara. Angka 15,56 persen didapat setelah total suara yang mereka dapatkan dibagi dengan jumlah suara di DPT sebesar 10.310.872. Sebuah persentase yang sama sekali tidak menunjukkan representasi keterpilihan seorang Gubernur. Tingkat partisipasi pemilih hanya 48,50 persen, dengan demikian angka yang tidak ikut memilih atau golput mencapai 51,50 persen. Berdasarkan penghitungan KPU surat suara sah dalam Pilgub Sumut yang berlangsung pada 7 Maret lalu tersebut, sebanyak 4.861.467 suara, sementara tidak sah sebanyak 139.963 suara. Dengan demikian total partisipasi pemilih sebanyak 5.001.430 jiwa. Sedangkan jumlah pemilih yang terdaftar di DPT berjumlah 10.310.872.

15

Sementara di pemilukada Sumatera Utara, pasangan Gatot Pujo Nugroho – Tengku Erry Nuradi di posisi teratas dengan perolehan suara 1.604.337 suara (33%). Disusul pasangan nomor urut 2 dari PDI Pejuangan Effendi MS Simbolon – Jumiran Abdi dengan 1.183.187 suara (24,34%), kemudian pasangan nomor 14

www.KPU.go.id

(31)

http://politik.kompasiana.com/2013/03/11/sisi-lain-dari-kemenangan-golput-di-pemilukada-urut 1 Gus Irawan Pasaribu – Soekirman memperolah 1.027.433 suara (21,13%). nomor urut 4 Amri Tambunan-Rustam Effendi (RE) Nainggolan (Amri-RE) memeroleh 594.414 suara (12,23%). Di posisi terakhir pasangan nomor urut 3 Chairuman Harahap-Fadly Nurzal (Charly) meraih 452.096 suara (9,30%).16

2. Perumusan Masalah

Salah satu parameter tumbuhnya demokrasi di Indonesia adalah semakin terbukanya kesempatan bagi warga negara dalam partisipasi politik. Bentuk konkret partisipasi politik yang mudah ditemui adalah keikutsertaan dalam pemilu dan pemilukada. Sejumlah pemilukada telah digelar sejak awal tahun 2013, di antaranya yang menarik untuk dicermati adalah pemilukada Sumatera Utara sebagai salah satu barometer politik di pulau sumatera.

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka perumusan masalah dalam penelitia ini adalah sebagai berikut:

1. Peran seperti apakah yang dimainkan oleh media massa dalam menciptakan rasionalitas pemilih dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Medan Johor

2. Sejauh mana pengaruh media dalam menciptakan rasionalitas pemilih dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Medan Johor

3. Sejauh mana pengaruh media massa terhadap partispasi politik masyarakat

16

(32)

dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Medan Johor ?

4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat tidak memberikan suaranya pada Pemilukada Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Medan Johor

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peran media massa dalam membentuk rasionalitas yang tidak menggunakan hak suaranya dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Utara di Kecamatan Medan Johor

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk tidak memberikan suaranya pada Pemilukada Sumatera Utara 2013 di Kecamatan Medan Johor

4. Pembatasan Masalah

(33)

5. Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari tulisan ini memberi sumbangsih manfaat, diantaranya: 5.1. Kegunaan Teoritik

1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu Politik.

2. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah di Sumatera Utara sebagai salah satu pilar penting dalam sistem demokrasi.

5.2. Kegunaan Praktis

1. Memberi gambaran mengenai media massa dalam mempengaruhi rasionalitas pemilih dan partisipasi pemilih dalam Pilgub 2013

2. Memberi informasi kepada publik terkait dengan Kontribusi media dalam menciptakan rsionalitas pada pemilih dalam PilGub Sumut 2013.

3. Memberi informasi kepada pemerintah sebagai acuan dalam mewujudkan tujuan pemilihan kepala daerah dan mewujudkan pendidikan dan pembangunan politik yang merata bagi masyarakat.

6. Kerangka Teori 6.1. Pengertian Peran

(34)

• Peran meliputi norma-norma terkait posisi dan tempat (kedudukan) dalam masyarakat,

• Peran merupakan konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu (atau organisasi) dalam masyarakat.

• Peran sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial. Struktur sosial sendiri dapat diartikan sebagai suatu jalinan atau pola hubungan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu antara lain kelompok-kelompok sosial, institusi sosial, norma sosial dan stratifikasi sosial (Henslin, 2007). Dalam istilah yang lebih sederhana, peran merupakan perilaku individu yang penting bagi pihak-pihak selain dirinya dalam suatu masyarakat.

(35)

Dari beberapa definisi tersebut, dapat didefinisikan bahwa dalam sudut pandang sosiologi ‘peran partai politik’ dapat diartikan sebagai apa yang diharapkan masyarakat dari keberadaan partai politik ditengah masyarakat tersebut. Harapan dari masyarakat tersebut mencakup perilaku, kewajiban dan hak yang idealnya melekat pada suatu partai politik. Lebih lanjut, berbicara tentang peran partai politik ditengah masyarakat berarti berbicara tentang norma-norma serta perilaku-perilaku yang menunjukkan arti penting (urgensitas) partai politik terhadap masyarakat yang menjadi konstituennya.

6.2. Peran Media Massa dalam membuat Rasionalitas Pemilih dan Partisipasi Pemilih dalam Pilbugsu 2013

(36)

(Rakhmat, 2004 : 208) Media massa memenuhi kebutuhan fantasi dan informasi, hiburan dan informasi. Konsepsi mengenai peranan media massa telah banyak menjadi sorotan para ahli komunikasi dewasa ini antara lain, Effendy mengatakan bahwa media massa atau mass communication meliputi pers, radio, televisi dan sebagainya. Berdasarkan pendapat tersebut maka media massa dapat di defenisikan sebagai alat berkomunikasi atau penghubung secara umum dalam bentuk media, cetak, media elektronik, pers, serta perfilman, dan sebagainya. Bentuk komunikasi massa yang melalui sarana komunikasi tersebut akan menimbulkan arus informasi dari komunikator dan komunikan.

(37)

lainnya pun sebagai media, mengandung bahasa, suara, gambar, warna, yang melanda komunikasi masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya dan bangsa Indonesia khususnya.

Berdasarkan paradigma Efendy (1999:86) tersebut komunikasi adalah proses penyampain pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Sifat massal dari suatu pesan komunikasi lewat media massa memberi kesan, bahwa pesan akan nilai itulah yang di anut oleh massa (memenuhi syarat demokrasi massa), walaupun mungkin sekali merupakan suatu pesan yang dihayati secara pribadi oleh wartawan yang membahas suatu topik dan kebetulan lolos sensor penanggung jawab redaksi (Susanto-Sunario:1995). Memang ada beberaparus di dalam masyarakat yang tidak menyetujui unsur sensual dan Seksualitas,dalam sajian informasi, namun karena pendapat ini dapat mematikan kehidupan media massar maka pendapat-pendapat tersebut hampir tak pernah di munculkan oleh pihak media massa, karena akan mengakhiri eksistensinya sendiri. Untuk itu Lasswel menghendaki agar komunikasi di jadikan objek studi ilmiah, bahkan setiap unsur di teliti secara khusus.

(38)

karena pendidikan merupakan bekal dalam menentukan corak suatu bangsa serta pengarah pemikiran guna mendapatkan perbaikan moral yang cenderung menyimpang akibat sekian dari imbas negatif media massa.

Media massa mempunyai kekuatan yang sangat signifikan dalam usaha mempengaruhi khlayaknya. Keberadaan media massa mempunyai peranan penting dalamusaha memberikan informasi penting bagi masyarakat, pengetahuan yang dapat memperluas wawasan, sarana hiburan sebagai pelepas ketegangan, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peranan media sebagai kontrol sosial untuk memberikan kritik maupun mendukung kebijakan pemerintah agara memotivasi masyarakat.

(39)

Dalam komunikasi massa menurut Winarni dipusatkan pada komponen-komponen komunikasi massa, yaitu variabel yang dikandung dalam setiap tindak komunikasi dan bagaimana variabel ini bekerja pada media massa, kelima komponen tersebut adalah:

1. Sumber. Komunikasi massa adalah suatu organisasi kompleks yang mengeluarkan biaya besar untuk menyusun dan mengirimkan pesan.

2. Khalayak. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, yaitu khalayak yang jumlahnya besar yang bersifat heterogen dan anonim.

3. Pesan. Pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, maksudnya adalah setiap orang bisa mengetahui pesan-pesan komunikasi dari media massa.

4. Proses. Ada dua proses dalam komunikasi massa yaitu: 1) Komunikasi massa merupakan proses satu arah. Komunikasi ini berjalan dari sumber ke penrima dan tidak secara langsung dikembalikan kecuali dalam bentuk umpan balik tertunda. 2) Komunikasi massa merupakan proses dua arah (Proses seleksi). Baik media ataupun khalayak melakukan seleksi. Media menyeleksi khalayak sasaran atau penerima menyeleksi dari semua media yang ada, pesan manakah yang mereka ikuti.

(40)

Setiap disiplin ilmu dalam komunikasi memiliki ciri-ciri dan karekateristik yang berbeda-beda, adapun beberapa karakteristik komunikasi massa yang sering digunakan pada media massa yaitu:

1. Sifatnya satu arah, walaupun beberapa media massa terkadang melibatkan khalayak secara langsung dengan diadakannya dialog interaktif, namun itu hanya untuk kepentingan terbatas.

2. Selalu ada proses seleksim misalnya, setiap media memilih khalayaknya, demikian juga dengan khlayak yang juga menyeleksi medianya, baik jenis maupun isi siaran dan berita, serta waktu untuk menikmatinya.

3. Menjangkau khalayak secara luas. Dengan adanya satuu stasiun pemancar pesan atau informasi dapat disampaikan dalam cakupan satu negara. Namun dalam karakteristik ini sistem ekonomi dan sosial juga ikut berperan.

4. Berusaha membidik sasaran tertentu, informasi yang disampaikan harus menarik minat orang-orang sehingga informasi tersebut disalurkan kepada orang lain

(41)

dan filsafat demi memahami sebuah masyarakat secara benar. (Rivers, 2004 :18)

Dalam komunikasi massa, umpan balik relatif tidak ada atau bersifat tunda, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik komunikan secara segera. Untuk mengetahuinya, maka biasanya harus diadakan seminar terbuka yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan secara langsung, diadakannya survey atau penelitian. (Vardiansyah, 2004:33).

6.2.1.Pengaruh Media Pada Pemilih

Dunia politik hampir tidak dapat dipisahkan dari opini publik sebagai salah satu objek politik dan media sebagai sarananya. Dalam setiap Pemilu (Pemilihan Umum) kita dapat melihat bagaimana media membentuk dan mempengaruhi opini publik, termasuk hubungan yang terjalin antara media dengan pelaku politik, seperti politisi, partai politik dan masyarakat umum. Iklan-iklan politik peserta Pemilu banyak bermunculan menjajakan platform-nya. Pertanyaannya, dalam konteks politik, bagaimana media dapat membentuk dan mempengaruhi opini masyarakat, sehingga secara mayoritas publik menerima semua keputusan-keputusan politik, atau dalam konteks Pemilu, menyebabkan masyarakat dengan mantap menetapkan pilihan kepada parpol tertentu? Namun, sebelum melangkah lebih jauh, apa sebetulnya opini publik itu.

(42)

direncanakan. Seringkali kalau tidak selalu muatan berita sebuah media massa bermisi pembentukan opini publik. Jika sekarang lebih banyak orang memandang Usamah bin Ladin (Osama bin Laden) sebagai seorang teroris, hal itu karena tulisan yang membentuk opini publik Usamah bin Ladin sebagai teroris lebih banyak dan dominan ketimbang tulisan yang menyanjungnya sebagai pejuang pembela Islam.

Untuk membentuk opini publik, yang perlu dilakukan hanyalah mengintensifkan informasi yang harus sampai ke publik sesuai yang diinginkan. Misalnya, jika ingin membentuk citra yang baik tentang organisasi A, maka ekspos terus-menerus kiprahnya yang baik-baik. Dengan demikian, opini publik dapat mengandung kesan positif maupun negatif, tergantung pada kepentingan orang atau lembaga yang mengarahkan media untuk mencitrakan kesan tersebut. Dalam penyelenggaraan Pemilu yang lalu, kiprah media dalam menyusun – lebih tepatnya membentuk opini masyarakat – tidak dapat dikesampingkan begitu saja. Masyarakat lebih mengenal suatu partai politik, proses dan mekanisme Pemilu, dan tetek bengek lainnya, lebih banyak mengetahuinya melalui media. Pemilu 2004 dianggap sukses apabila publik memilih partai dan kandidat yang bisa menyelenggarakan negara sesuai dengan cita-cita bangsa. Karenanya, publik membutuhkan informasi yang berkualitas tentang semua peserta Pemilu, sehingga menjadi pemilih yang well informed. Di sinilah kemudian media memainkan peranan sangat krusial.

(43)

ada dalam pemungutan suara daripada merubahnya. Peran utama media dalam suatu pemilihan umum ialah menfokuskan perhatian masyarakat pada kampanye yang sedang berlangsung serta berbagai informasi seputar kandidat dan isu politik lainnya. Walaupun mungkin tidak memberi dampak langsung untuk merubah perolehan jumlah suara, namun media tetap mampu mempengaruhi banyaknya suara yang terjaring dalam suatu pemilu. Secara implisit, masyarakat membuat suatu penilaian terhadap pihak maupun cara yan ditempuh untuk memenangkan pemilihan, atau isu-isu panas yang diperdebatkan. Penilaian personal yang dipengaruhi kuat oleh media ini diam-diam bisa berdampak pada pengurangan jumlah suara bagi pihak yang kalah.

Ulasan dini seputar pemilu atau laporan berdasarkan survei secara random dapat memperkuat penilaian masyarakat, terutama tentang siapakah yang akan menjadi pemenang dan mendorong terbentuknya diantara pihak yang merasa kalah atau menjadi pecundang. Jadi, jangan terlalu yakin jika poling-poling sms di berbagai stasiun televisi tidak memiliki dampak apa-apa, setidaknya besarnya angka poling pada Cagub-Cawagub A, akan mengusik atau menciutkan hati Cagub-Cawagub B, atau lainnya. Masyarakat yang mengidolakan atau akan memilih Cagub-Cawagub C misalnya, mau tidak mau akan ”dipaksa” untuk ”meringis” tatkala melihat jagonya berada di urutan buncit dalam poling sms, meski hampir semua percaya bahwa itu bukan representasi masyarakat Indonesia.

(44)

perdebatan politis seperti surat kabar dan jurnal; termasuk ruang publik adalah juga lembaga-lembaga diskusi politis seperti parlemen, klub politik, klub-klub sastra, perkumpulan publik, rumah minum, dan warung kopi, balaikota, dan tempat-tempat publik lainnya yang menjadi ruang terjadinya diskusi sosial politik. Ditempat-tempat itu kebebasan berbicara, berkumpul, dan berpartisipasi dalam debat politik dijunjung tinggi (Juliawan, Basis No. 11-12, 2004). Kepublikan yang terjadi dalam ruang publik dengan sendirinya mengandung daya kritis terhadap proses-proses pengambilan keputusan yang tidak bersifat publik.

Upaya Habermas untuk menjelaskan konsep ruang publik (public sphere) menuntunnya pada konklusi bahwa dalam perkembangannya, hampir selama satu abad kemudian fondasi-fondasi sosial bagi ruang publik ini nyaris terjebak di dalam proses pembusukan. Membicarakan ruang publik bahkan hampir tanpa menemukan esensi nyata dari keberadaan ruang publik itu sendiri (Habermas, 2007:1-40). Habermas menelusuri bahwa dalam fase perkembangan konsep ini sejak zaman Yunani, sama sekali tidak ditemukan negasi antara konsep ruang privat dan ruang publik. Keduanya menyumbang kekuatan terbesar bagaimana sebuah wacana mengalir dan diperdebatkan secara terbuka. Sebuah kenyataan yang saat ini justru bertolak belakang.

(45)

masalah-masalah politik. Arti penting dari refleksi Habermas ini terletak pada konsepsinya tentang proses diskursus, yang diidealkannya haruslah berbentuk perdebatan yang rasional dan kritis. Perdebatan ini dipagari oleh aturan-aturan yang melarang penggunaan bahasa yang bersifat emotif, dan fokus terhadap isi serta kerangka yang rasional saja. Pada titik inilah Habermas menyumbangkan sebuah konsep yang dia sebut tindakan komunikatif (communicative action) yang secara filosofis menjadi mesin kerja dari berfungsinya ruang publik tadi.

(46)

dalam konstelasi wacana publik menunjukkan sikap mengambil jarak yang justru membuat media terperangkap dengan dunianya sendiri : dunia komoditas dan kompetisi yang tidak mencerdaskan esensi ruang publik.

Peran media tradisional, seperti televisi, majalah, dan surat kabar, di dalam masyarakat demokratis tampak semakin problematik. Problematikanya terletak pada sejauh mana media tersebut mampu menjadi tempat bagi sikap kritis publik ataupun debat rasional tentang berbagai problem yang berkaitan dengan kehidupan bersama. Demokrasi memang telah menjadi “ideologi” dominan didalam kehidupan politik modern. Akan tetapi, jarak antara perumusan ideologi yang luhur dengan implementasi praktisnya tampak sangat jelas, sehingga atas itu semua, sebuah pertanyaan penting layak kita ajukan, “apakah cita-cita ideal demokrasi dapat tercapai, terutama dengan meningkatkan peran praksis komunikatif di dalam ruang publik?” Jawaban utopis Habermas pada akhirnya sangat menyandarkan diri pada kesediaan media massa ikut bertanggung jawab dalam proses dialektis dinamis ruang publik. Realitas yang hari demi hari nampak semakin menjauhkan harapan Habermas.

(47)

telah sukses menggunakan mesin-mesin psikologi persuasi (Setiyono, 2007; Firmanzah, 2007). Tidak lagi penting niat otentik tentang kemajuan bersama. Yang lebih diutamakan adalah struktur pesan dan bagaimana kekuatan pesan mampu menghipnotis khalayak. Esensi debat rasional kritis telah musnah seiring dengan gegap gempitanya dunia politis selebritis dalam media. Program debat politik pun dapat juga ditelaah sebagai upaya untuk menciptakan semacam ilusi kolektif dari partisipasi kritis publik, yang membuat warga seolah-olah merasa bahwa hak-hak politik demokratis mereka telah terpenuhi. Padahal yang terjadi sesungguhnya ada proses “pengebirian hak berpolitik”.

(48)

benar-benar secara positif antara media dan masyarakat dan membawa manfaat dan kontribusi bagi kedua belah pihak (pihak media massa dan terutama, pihak masyarakat).

6.3. Rasionalitas Pemilih

Pemilih rasional adalah orang yang menentukan pilihan politiknya berdasarkan perhitungan untung dan rugi. Pemilih rasional akan memilih partai politik, anggota legislatif, dan pasangan presiden/wakil presiden, yang menurut perhitungan pribadinya akan membawa keuntungan baginya di masa depan, apa pun bentuk keuntungan itu. Menyebut bahwa pemilih sudah rasional paling tidak mengandung dua asumsi mendasar. Pertama, objek pilihan mempunyai diferensiasi. Kedua, pemilih itu terdidik. Terdidik di sini berarti tahu atau mempunyai kemampuan untuk mengakses informasi mengenai pilihannya.

Pemilih bisa dikatakan rasional jika dia memiliki informasi yang cukup untuk menentukan pilihan. Pilihannya bisa dikatakan rasional jika pilihan yang tersedia bervariasi. Tanpa variasi dari pilihan yang tersedia, sulit untuk mengatakan bahwa keputusan atau pilihan pemilih bersifat rasional. Paling tidak ada dua alasan, mengapa pemilih yang rasional penting untuk demokrasi. Pertama, pemilih rasional akan mendorong parpol mengajukan calon yang bukan hanya populer, tapi juga berkualitas. Ke depan, hal ini akan mendorong kaderisasi politik yang lebih baik. Parpol yang tidak berhasil menghasilkan dan mengajukan calon yang berkualitas akan kehilangan dukungan dari pemilih rasional.

(49)

preferensi dan aspirasi publik. Demokrasi di Indonesia belum mampu mentransformasi preferensi dan aspirasi elite. Pemilih yang rasional akan menolak elite yang hanya mengandalkan popularitas dan yang tidak mampu menampung dan menjawab aspirasi mereka.17

Sebenarnya Teori Pilihan Rasional diadopsi oleh ilmuwan politik dari ilmu ekonomi. Karena didalam ilmu ekonomi menekankan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini senada dengan perilaku politik yaitu seseorang memutuskan memilih kandidat tertentu setelah mempertimbangkan untung ruginya sejauh mana program-program yang disodorkan oleh kandidat tersebut akan menguntungkan dirinya, atau sebaliknya malah merugikan. Para pemilih akan cenderung memilih kandidat yang

Ada dua kemungkinan dalam rasionalitas pemilih. Pertama, pemilih tidak menentukan pilihannya berdasarkan rasionalitas karena mereka memilih bukan berdasarkan perbedaan calon. Kedua, pemilih memilih dalam bounded rationality atau dengan modal pengetahuan yang (sangat) terbatas mengenai pilihan yang ada. Jadi, pilihan yang dijatuhkan pada satu calon bukan karena pertimbangan rasional, tapi didasarkan pada kekurangtahuan tentang perbedaan antara calon.

Pemilih rasional akan memilih calon yang bukan hanya mereka kenal, tapi juga berkualitas, karena calon yang berkualitas dan bukan calon yang populer yang akan memberikan keuntungan buat pemilih. Tanpa kapabilitas dan kapasitas yang tinggi, hampir tidak mungkin calon mampu membawa keuntungan buat pemilihnya.

(50)

kerugiannya paling minim. Dalam konteks teori semacam itu, sikap dan pilihan politik tokoh-tokoh populer tidak selalu diikuti oleh para pengikutnya kalau ternyata secara rasional tidak menguntungkan. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para pemilih untuk menilai seorang kandidat khususnya bagi pejabat yang hendak mencalonkan kembali, diantaranya kualitas, kompetensi, dan integrasi kandidat.

Pilihan rasional melihat kegiatan perilaku memilih sebagai produk kalkulasi antara untung dan rugi. Ini disebabkan karena pemilih tidak hanya mempertimbangkan ongkos memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif-alternatif berupa pilihan yang ada. Pemilih di dalam pendekatan ini diasumsikan memiliki motivasi, prinsip, pendidikan, pengetahuan, dan informasi yang cukup. Pilihan politik yang mereka ambil dalam pemilu bukanlah karena faktor kebetulan atau kebiasan melainkan menurut pemikiran dan pertimbangan yang logis. Berdasarkan informasi, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki pemilih memutuskan harus menentukan pilihannya dengan pertimbangan untung dan ruginya untuk menetapkan pilihan atas alternatif-alternatif yang ada kepada pilihan yang terbaik dan yang paling menguntungkan baik untuk kepentingan sendiri (self interest) maupun untuk kepentingan umum.18

18Dennis Kavanagh, Political Science and Political Behavior, dalam FS Swartono, dan Ramlan

(51)

Sehingga pada kenyataannnya, terdapat sebagian pemilih yang mengubah pilihan politiknya dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa terdapat variabel-variabel lain yaitu faktor situasional yang juga turut mempengaruhi pemilih ketika menentukan pilihan politiknya pada pemilu. Hal ini disebabkan seorang pemilih tidak hanya pasif, terbelenggu oleh karakteristik sosiologis dan faktor psikologis akan tetapi merupakan individu yang aktif dan bebas bertindak. Menurut teori rasional, faktor-faktor situasional berupa isu-isu politik dan kandidat yang dicalonkan memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan merubah referensi pilihan politik seorang pemilih karena melalui penilaian terhadap isu-isu politik dan kandidat dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang rasional, seorang pemilih akan dibimbing untuk menentukan pilihan politiknya. Orientasi isu berpusat pada pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan dalam memecahkan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara. Sementara orientasi kandidat mengacu pada persepsi dan sikap seorang pemilih terhadap kepribadian kandidat tanpa memperdulikan label partai yang mengusung kandidat tersebut.

(52)

kualitas simbolis yaitu kualitas keperbadian kandidat yang berkaitan dengan integrasi diri, ketegasan, kejujuran, kewibawaan, kepedulian, ketaatan pada norma dan aturan dan sebagainya.

Pendapat Ramlan Surbakti dan Him Melweit tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Dan Nimmo19

1. Selalu dapat mengambil keputusan bila dihadapkan pada alternative

dalam bukunya Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek yang mengatakan bahwa: Pemberi suara yang rasional pada hakikatnya aksional diri, yaitu sifat yang intrinsik pada setiap karakter personal pemberi suara yang turut memutuskan pemberian suara pada kebanyakan warganegara. Orang yang rasional :

2. Memilah alternatif-alternatif sehingga masing-masing apakah lebih disukai, sama saja atau lebih rendah bila dibandingkan dengan alternatif yang lain

3. Menyusun alternatif-alternatif dengan cara yang transitif; jika A lebih disukai daripada B, dan B daripada C, maka A lebih disukai daripada C

4. Selalu memilih alternatif yang peringkat preferensi paling tinggi dan

5. Selalu mengambil putusan yang sama bila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama, dan bahwa pemberi suara rasional selalu dapat mengambil keputusan apabila dihadapkan pada altenatif dengan memilah

19

(53)

alternatif itu, yang lebih disukai, sama atau lebih rendah dari alternatif yang lain, menyusunnya dan kemudian memilih dari alternatif-alternatif tersebut yang peringkat preferensinya paling tinggi dan selalu mengambil keputusan yang sama apabila dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama.

Penerapan teori rational choice dalam ilmu politik salah satunya adalah untuk menjelaskan perilaku memilih suatu masyarakat terhadap tokoh atau partai tertentu dalam konteks pemilu. Teori pilihan rasional sangat cocok untuk menjelaskan variasi perilaku memilih pada suatu kelompok yang secara psikologis memiliki persamaan karakteristik. Pergeseran pilihan dari satu pemilu ke pemilu yang lain dari orang yang sama dan status sosial yang sama tidak dapat dijelaskan melalui pendekatan sosiologis maupun psikologis. Dua pendekatan terakhir tersebut menempatkan pemilih pada situasi dimana mereka tidak mempunyai kehendak bebas karena ruang geraknya ditentukan oleh posisi individu dalam lapisan sosialnya. Sedangkan dalam pendekatan rasional yang menghasilkan pilihan rasional pula terdapat faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam mempengaruhi pilihan politik seseorang, misalnya faktor isu-isu politik ataupun kandidat yang dicalonkan. Dengan demikian muncul asumsi bahwa para pemilih mempunyai kemampuan untuk menilai isu-isu politik tersebut. dengan kata lain pemilih dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan rasional.

(54)

konsekwensi dari pilihannya. Kehendak rakyat merupakan perwujudan dari seluruh pilihan rasional individu yang dikumpulkan (public choice). Dalam konteks pemilu di Australia, istilah public digunakan untuk mewakili masyarakat Australia yang terdiri dari individu-individu dengan keanekaragaman karakteristiknya. Mereka bertindak sebagai responden dalam pemilu yang masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk melakukan pilihan politik. Public choice dalam konteks pemilu sangat penting artinya bagi kelangsungan roda pemerintahan di suatu negara. Bagaimana agenda politik dalam suatu negara itu disusun, tergantung dari pilihan masyarakat terhadap agenda yang ditawarkan melalui pemilihan umum.

Akan tetapi yang menjadi permasalahan dari pilihan kolektif semacam ini adalah bagaimana mengkombinasikan berbagai macam prefensi individu-individu kedalam sebuah kebijakan yang akan diterima secara luas oleh masyarakat.20

20

(55)

Buchanan dan Tullock mengajarkan bahwa dalam menentukan suatu public choice, terdapat aspek-aspek yang lebih daripada sekedar memenuhi peraturan politik pemerintah dalam pemilu. Aspek-aspek tersebut meliputi pilihan-pilihan untuk membuat suatu keputusan sosial dengan mempertimbangkan lembaga-lembaga perekonomian yang bebas dari campur tangan pemerintah, disamping mekanisme pemerintahan lain yang terpusat dalam suatu negara dan lembaga-lembaga yang menggabungkan antara sektor publik dan sektor privat. Lebih lanjut Buchanan dan Tullock menyatakan bahwa untuk menghasilkan keputusan sosial tersebut dibutuhkan adanya integrasi antara politik dan ekonomi. Integrasi tersebut akan sangat berguna untuk memahami hal-hal seperti mengapa pemerintah melakukan pengaturan terhadap sistem pasar, redistribusi terhadap kekayaan, serta bagaimana kekuatan pasar dapat mempengaruhi tujuan-tujuan politik. Semua segi-segi ekonomi dan politik tersebut hanya dapat dipahami jika kita memandangnya dari perspektif teori yang sama.21

Tidak semua pilihan menggunakan prinsip-prinsip rasionalitas didalam menentukan pilihannya. Pemilih yang berprinsip rasional lebih banyak ditemukan pada orang-orang yang bermukim didaerah urban. Tingkat pendidikan yang membawa serta pemahaman akan politik mempunyai korelasi positif terhadap perilaku pemilih yang semakin rasional. Penduduk yang bermukim di

negara-21

(56)

negara maju berat, seperti Australia terkenal memiliki tingkat pendidikan yang sangat tinggi, hal itu dapat dilihat dari tingkat buta huruf yang sangat minim.

Oleh karena itu menurut Saiful Mujani22

22

Saiful Mujani, Penjelasan Aliran dan Kelas Sosial sudah tidak memadai, dalam , seorang pemilih akan cenderung memilih parpol atau kandidat yang berkuasa di pemerintahan dalam pemilu apabila merasa keadaan ekonomi rumah tangga pemilih tersebut atau ekonomi nasional pada saat itu lebih baik dibandingkan dari tahun sebelumnya, sebaliknya pemilih akan menghukumnya dengan tidak memilih jika keadaan ekonomi rumah tangga dan nasional tidak lebih baik atau menjadi lebih buruk. Pertimbangan ini tidak hanya terbatas pada kehidupan ekonomi, melainkan juga kehidupan politik, sosial, hukum dan keamanan. Menurutnya dalam mengevaluasi kinerja pemerintah, media massa terutama yang massif seperti televisi memiliki peranan yang sangat menentukan. Melalui informasi yang berasal dari media massa, seorang pemilih dapat menilai apakah kinerja pemerintah sudah maksimal atau malah jalan ditempat.

6.4. Perilaku Pemilih (Voting Behavior)

Penulis menggunkan teori perilaku pemilih agar kulaifikasi dari sikap serta

oreintasi masyarakat didalam memilih dapat dikarakteristikkan berdasar tiga

pendekatan yang penulis pakai yaitu : pendekatan sosiologis, pendekatan

psikologis dan pendkatan pilihan rasional.

Gambar

Tabel 1.3 Bentuk-bentuk partisipasi politik publik Partisipasi Konvensional
Tabel 2.2. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Suku di Kecamatan Medan
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Kecamatan
Tabel 2.5. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil ujikoefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan Adjusted R Square 0,345 atau 34,5% yakni berarti variasi variable semangat kerja karyawan dapat dijelaskan oleh variable gaya

keterangan tersebut diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi yang berkaitan dengan strategi guru dalam membina akhlakul karimah peserta didik.

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi sekaligus tugas

Dengan melihat hal tersebut, maka pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari

Berawal dari kondisi saat ini menuntut SKPD pengelola harus proaktif mencari solusi dalam upaya peningkatan / pengembangan pasar daerah maupun desa sehingga masalah

Kadar abu merupakan bagian yang tersisa dari hasil pembakaran, dalam hal ini abu yang dimaksud adalah abu sisa pembakaran briket.Salah satu penyusun abu adalah

I was introduced to the valuable and concise treatise on the Muslim's belief prepared by our brother, the great scholar Shaikh Muhammad As-Saleh al- Uthaimin. I listened to it all

Pertukaran data pada era Internet membutuhkan beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan : seperti tingkat diterimanya standard yang digunakan oleh banyak