MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PENGAJARAN BERDASARKAN MASALAH
(PROBLEM BASED INSTRUCTION)PADA SISWA KELAS IV S D N E G E R I 8 M E T R O B A R A T
TAHUN PELAJARAN 2012/2013
Oleh
LUMINTO WIDIATOKO
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENGGUNAAN MODEL PENGAJARAN BERDASARKAN MASALAH
(PROBLEM BASED INSTRUCTION)PADA SISWA KELAS IV S D N E G E R I 8 M E T R O B A R A T
TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Oleh
LUMINTO WIDIATMOKO
Permasalahan yang ada di SD Negeri 8 Metro Barat yaitu rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa sebesar 45,8%, terlihat dari siswa yang mencapai ketuntasan belajar yangmemperoleh nilai >65 baru mencapai 11 orang siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
Metode yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu: perencanaan, pelaksanaan tindakan, evaluasi, dan refleksi. Instrumen analisis tingkat keberhasilan atau persentase ketuntasan belajar siswa pada setiap siklusnya berupa soal test tertulis pada setiap akhir siklus, untuk aktivitas belajar siswa berupa lembar observasi aktivitas siswa dan untuk kinerja guru berupa lembar observasi kinerja guru. Data kualitatif dianalisis dengan teknik deskriptif dengan tujuan mengetahui aktivitas siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model
PengajaranBerdasarkanMasalah (Problem Based Instruction)dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Hal inidapatdilihat dari nilai aktivitas siswa pada siklus I dengan nilai aktivitas siswa 51,85(cukup) dan meningkat pada siklus II menjadi 76,96 (baik).Peningkatanhasil belajar siswa dapat dilihat dari nilai hasil belajar siklus I dengan nilai terendah 20, nilai rata-rata 57,50, persentase ketuntasan belajar sebesar 54, 17%, Hasil akhir siklus Iinilai terendah 25, nilai rata-rata 80,63, serta persentase ketuntasan belajar sebesar95,83% siswa.Dengan demikian maka model PengajaranBerdasarkanMasalah (Problem Based Instruction) baik untuk digunakansebagaiproses pengajaran.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 4
C. Rumusan Masalah ... 5
D. Batasan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Hasil Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 7
1. Belajar ... 7
a. Aktivitas Belajar ... 8
b.Hasil Belajar ... 10
2. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar ... 12
3. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 13
B. Hipotesis ... 21
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Prosedur Penelitian ... 22
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22
C. Subjek Penelitian ... 22
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian... 23
F. Alat Pengumpulan Data... 28
G. Analisa Data ... 29
H. Indikator Keberhasilan... 31
BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ... 32
B. Pembahasan ... 49
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sintak Pengajaran Berdasarkan Masalah ... 17
2. Penilaian Aktivitas Belajar Siswa ... 29
3. Penilaian Kinerja Guru ... 30
4. Kriteria Ketuntasan Siswa dalam Presentase ... 31
5. Hasil Observasi aktivitas siswa Siklus I... 35
6. Kinerja Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus I ... 38
7. Hasil Belajar Siswa Siklus I ... 39
8. Hasil Observasi aktivitas siswa Siklus II ... 44
9. Kinerja Guru dalam Kegiatan Pembelajaran Siklus II ... 46
10.Hasil Belajar siswa Siklus II ... 48
11.Rekapitulasi Nilai Aktivitas Belajar Siklus I dan II ... 49
12.Perbandingan Kinerja Guru Siklus I dan II ... 50
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus Penelitian Tindakan dari Kemmis dan Taggart ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Surat izin Penelitian ... 57
2. Surat Keterangan Penelitian ... 58
3. Surat Pernyataan Peneliti ... 59
4. Pemetaan Standar Kompetensi ... 60
5. Silabus Pembelajaran ... 61
6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 63
7. Lembar Kerja Siswa Siklus I ... 68
8. Soal Evaluasi Siklus I... 71
9. Kunci Jawaban Soal Evaluasi Siklus I ... 73
10.Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa Siklus I ... 74
11.Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I ... 75
12.Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus I ... 77
13.Rencana Perbaikan Pembelajaran ... 81
14.Lembar Kerja Siswa Siklus II ... 85
15.Soal Evaluasi Siklus II ... 86
16.Kunci Jawaban Soal Evaluasi Siklus II ... 88
17.Kunci Jawaban Lembar Kerja Siswa Siklus II ... 89
18.Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II ... 91
19.Instrumen Penilaian Kinerja Guru Siklus II ... 93
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini
berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu
berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu
proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan
melangsungkan kehidupan.
Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, ayat (2) setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, ayat (3) menegaskan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang dan ayat (4) negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional bahwa manusia membutuhkan pendidikan dalam
kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat mengembangkan
potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan
diakui oleh masyarakat.Untuk itu seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan
kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.
Tujuan dari pembelajaran IPA di SD dimaksudkan guna menumbuhkan
sikap ilmiah dalam diri siswa, melalui beberapa aspek yaitu faktual,
keseimbangan antara proses dan produk, keaktifan dalam proses penemuan,
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum
KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsipsaja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan”. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses
diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual.
Hakikat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang
melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.
Salah satu kelemahan pembelajaran IPA pada mayoritas SD selama ini
adalah bahwa pembelajaran tersebut lebih menekankan pada penguasaan sejumlah
fakta dan konsep, dan kurang memfasilitasi siswa agar memiliki hasil belajar yang
comprehensive. Tidak jarang pembelajaran IPA bahkan dilaksanakan dalam
bentuk latihan-latihan penyelesaian soal-soal tes, semata-mata dalam rangka
mencapai target nilai tes tertulis evaluasi hasil belajar sebagai “ukuran utama”
prestasi siswa dan kesuksesan guru dalam mengelola pembelajaran. Oleh karena
target seperti itu maka guru tidak terlalu terdorong untuk menghadirkan
fenomena-fenomena alam ke dalam pembelajaran IPA.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap pembelajaranIPApada
semester ganjilkhususnya di kelas IVSD Negeri 8 Metro Barat diperoleh
gambaran bahwa selama ini guru banyak menggunakan metode ceramah dalam
menyampaikan materi dan hanya mengerjakan tugas-tugas yang ada pada buku
pegangan siswa. Pembelajaran selama ini hanya terfokus kepada guru sehingga
3
konsep yang diajarkan. Siswa hanya aktif membuat catatan saja dan menyebabkan
siswa menjadi belajar menghafal yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.
Guru dalam mengajar selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan
pelajaran tentang bagaimana siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya
menyelesaikan masalah.
Hasil belajar IPA siswa kelas IVpada semester ganjilSD Negeri 8 Metro
Baratdiperoleh nilai rata-rata kelas masih dibawah standar KKM. Dari 24orang
siswa yang memperoleh nilai >65 baru mencapai 11 orang siswa atau 45,83%.
Hasil belajar tersebut, masih rendah jika dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) belajar yang ditetapkan oleh pihak sekolah yaitu harus mencapai
minimal 65.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka diperlukan upaya untuk
meningkatan kemamampuan siswa dalam memahami fenomena-fenomena yang
ada dalam pembelajaran IPA dengan mendorong kemandirian siswa dalam
memecahkan masalah yang ada.Meminjam pendapat Bruner (dalam Trianto
2011), bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
pengetahuan, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Suatu
konsekuensi logis, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah
secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman konkret, dengan pengalaman
tersebut dapat digunakan pula memecahkan masalah-masalah serupa, karena
Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)
berfungsi sebagai sarana dalam proses pembelajaran IPAmembantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan
mengembangkan ketrampilan intelektual, belajar mengenal berbagai peran orang
dewasa melalui perlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pelajar yang mandiri. Hasil penelitian Anggraini(2011) menunjukkan
model pengajaran berdasarkan masalahterbukti dapat meningkatkan dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siwa.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka untuk meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA, peneliti ingin mengembangkan
penggunaan model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based
Instruction)dalam pembelajaran IPA pada kelas IV SD Negeri 8 Metro Barat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasikan
beberapamasalah antara lain:
1. Guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menyampaikan
materi pada mata pelajaran IPA.
2. Guru kurang membimbing dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
lebih berperan aktif dalam memecahkan masalah secara mandiri.
3. Siswa hanya mengerjakan tugas-tugas yang ada pada bukupegangansaja.
4. Dalam proses pembelajaran siswa hanya aktif membuat cacatan saja
5. Masih rendahnya aktivitas belajar siswa.
6. Hanya 37,93% siswa kelas IVyang hasil belajar pada semester ganjil tahun
5
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis merumuskan
masalah:
1. Bagaimanakah peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penggunaan model
Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)pada mata
pelajaran IPA siswa Kelas IVSD Negeri 8 Metro Barat tahun pelajaran
2012-2013?.
2. Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dengan penggunaan model
Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)pada mata
pelajaran IPA siswa Kelas IV SD Negeri 8 Metro Barat tahun pelajaran
2012-2013?
D. Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini penulis
membatasi masalah pada meningkatkan aktivitas dan hasil belajar pada mata
pelajaran IPA dengan penggunaan model Pengajaran Berdasarkan Masalah
(Problem Based Instruction)pada kelas IV SD Negeri 8 Metro Barat.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan penelitian tindakan kelas
yang ingin dicapai adalah untuk:
1. Meningkatkan aktivitas belajar padamata pelajaran IPAdengan penggunaan
Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)pada
2. Meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA dengan
penggunaan Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based
Instruction)pada siswa kelas IV SD Negeri 8 Metro Barat tahun pelajaran
2012-2013.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
1. Siswa, hasil belajar siswa dapat meningkat khususnya pada kelas IVSD
Negeri 8 Metro Barat pada pelajaran IPA denganpenggunaan model
Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction)yang akan dapat
melatih siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa. Keterlibatan siswa
secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran.
2. Guru, dapat lebih profesional dan memahami akan manfaat digunakannya
metodepembelajaran yang bervariasi sehingga diharapkan menjadi guru yang
lebih kreatif dalam melakukan proses pembelajaran dan lebih jauh lagi
diharapkan metode ini dapat diterapkan pada mata pelajaran yang lain.
3. Sekolah,dapat lebih meningkatnya kualitas pendidikan dan memberikan
sumbangan yang berguna dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di
SD Negeri 8 Metro Barat.
4. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan, sehingga dapat
memberikan informasi penting terhadap dunia pendidikan berkaitan dengan
penggunaan modelPengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka 1. Belajar
Belajar merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari hidup dan
kehidupan manusia. Kegiatan belajar merupakan dasar dari setiap siswa untuk
memahami sutu mata pelajaran di sekolah dan suatu aktivitas yang di dalamnya
terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi
mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal.
Menurut Rahadi (2004: 7) belajar merupakan usaha yang dilakukan
seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk mengubah
perilaku.Sejalan dengan pendapat tersebut menurut Winkel (1983: 36) belajar
merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif subjek
dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman ketrampilan nilai sikap yang bersifat konstan atau menetap.
Belajar sering disebut juga sebagai model perseptual dan tingkahlaku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahaman tentang situasi
berhubungan dengan tujuan belajar.Menurut teori konstruktivisme, satu prinsip
yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya
pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara
sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke
pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
anak tangga tersebut (Nur, 2002: 8).
Berdasarkan pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa belajar itu
adalah usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya
dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman
ketrampilan nilai sikap yang bersifat konstan atau menetap.
a. Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
belajar mengajar siswa karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat, “learning
by doing” (Sardiman, 2001: 92). Setiap orang yang belajar harus aktif sendiri
tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Aktivitas
merupakan bagian yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Sardiman
(2001: 93) mengemukakan bahwa: pada prinsipnya belajar adalah berbuat,
berbuat untuk mengubah tingkah laku. Jadi tidak ada kegiatan belajar kalau tidak
ada aktivitas.
Menurut pendapat Winkel (1983: 48) menyatakan bahwa aktivitas belajar
atau kegiatan belajar adalah segala bentuk kegiatan siswa yang menghasilkan
suatu perubahan yaitu hasil belajar yang dicapai. Menurut Abdurrahman (2006:
9
maupun kegiatan rohani yang mendukung keberhasilan belajar. Semakin banyak
aktivitas yang dilakukan oleh siswa, diharapkan siswa akan semakin memahami
dan menguasai pelajaran yang disampaikan guru. Aktivitas siswa tidak hanya
cukup mendengarkan dan mencatat seperti lazimnya terdapat di sekolah-sekolah
tradisional.
Dalam proses pembelajaran, guru perlu membangkitkan aktivitas siswa
dalam berfikir maupun berbuat. Slameto (2004:36) menyatakan bahwa
penerimaan pelajaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak akan
berlalu begitu saja, tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan lagi dalam
bentuk yang berbeda seperti: mengajukan pertanyaan, menyatakan pendapat, dan
membuat kesimpulan bersama guru.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka penulis menyimpulkan
bahwa aktivitas belajar adalah segala bentuk kegiatan belajar siswa baik kegiatan
jasmani maupun rohani yang mendukung keberhasilan belajar yang baik sehingga
menghasilkan suatu perubahan yang positif sebagai hasil belajar yang dicapai.
Diedrich yang dikutip oleh Sardiman (2001: 95) membuat suatu daftar
yang berisi macam-macam kegiatan siswa, antara lain dapat digolongkan sebagai
berikut: 1) visual activities, 2) oral activities, 3) listening activities, 4) writing
activities, 5) drawing activities, (6) motor activities. Bila siswa menjadi
partisipan yang aktif, maka siswa akan memiliki pemahaman yang lebih baik.
Pada kegiatan pembelajaran, perhatian siswa merupakan kesadaran yang
menyertai aktivitas siswa. Hamalik (1994) berpendapat: kegiatan atau aktivitas
siswa dalam pembelajaran bermanfaat bagi dirinya yaitu siswa memperoleh
pengalaman langsung, memupuk kerja sama, disiplin belajar, kemampuan berfikir
Siswa dikatakan aktif belajar jika dalam belajarnya mengerjakan sesuatu
yang sesuai dengan tujuan belajarnya, memberikan tanggapan terhadap suatu
peristiwa dan mengalami atau turut merasakan sesuatu dalam proses belajarnya.
Untuk itu aktivitas siswa dalam pembelajaran perlu diperhatikan.
Beberapa aktivitas siswa yang tidak sesuai dengan kegiatan pembelajaran
dimana siswa tidak terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran
seperti: 1) berbicara yang tidak berhubungan dengan pembelajaran, 2) tidak
mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, 3) mengerjakan tugas orang lain,
4) mengganggu teman kelompok, 5) mencari perhatian.
b. Hasil Belajar
Hasil belajar digunakan guru untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat
menyerap materi pembelajaran yang telah diberikan. Melalui hasil belajar tersebut
dapat diambil beberapa tindak lanjut seperti perbaikan (remidial) bagi peserta
didik, perbaikan program dan proses pembelajaran, dan pelaporan pada akhir
proses belajar.
Menurut Gagne dalam Dimyati dan Mujiono (2002: 36), bahwa hasil belajar
yang diperoleh seseorang setelah belajar, berupa keterampilan, pengetahuan, sikap
dan nilai. Poerwanto (1998: 28) mengemukakan bahwa hasil belajar atau prestasi
belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar sebagaimana
yang dinyatakan dalam raport. Sedangkan Winkel (1986: 226) yang dikutip oleh
Sudjana (1990: 22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang
diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar, belajar itu sendiri merupakan
perubahan yang terjadi dalam tingkah laku manusia dan proses tersebut tidak
akan terjadi apabila tidak ada suatu yang mendorong pribadi yang
11
Menurut Hamalik (2005) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar
akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan menurut
Dimyati dan Mudjiono (1999:3), hasil belajar merupakan hal yang dapat
dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat sebelum belajar.
Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar
merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom dalam (Sudjana, 2007; 116) hasil
belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
2. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi, dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
3. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria
dalam mencapai suatu tujuan pendidikan.Hal ini dapat tercapai apabila siswa
sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku yang lebih
baik lagi.
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
hasil belajar adalah suatu penilaian akhir dari proses dan pengenalan yang telah
bahkan tidak akan hilang selama-lamanya, karena hasil belajar turut serta dalam
membentuk pribadi individu yang selalu ingin mencapai hasil yang lebih baik lagi
sehingga akan merubah cara berpikir serta menghasilkan perilaku kerja yang lebih
baik.
2. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar
IPA secara sederhana didefinisikan sebagai ilmu tentang fenomena alam
semesta.Pengertian ilmu pengetahuan alam Ilmu pengetahuan alam atau sains
(science) diambil dari kata latin Scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan,
tetapi kemudian berkembang menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains.
Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan
pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains
adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan
mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak
dapat dipisahkan. “Real Science is both product and process, inseparably Joint”
(Agus. S. 2003: 11). Sedangkan dalam kurikulum 2006: “IPA berhubungan
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Untuk membahas hakikat IPA, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
sehingga memungkinkan para guru memahami IPA dalam perspektif yang lebih
luas.Menurut Hardy dan Fleer (1996: 15-16), sekurang-kurangnya ada 7 ruang
lingkup pemahaman IPA sebagaimana berikut:
1. IPA sebagai kumpulan pengetahuan
13
2. IPA sebagai suatu proses penelusuran (investigation)
Umumnya merupakan suatu pandangan yang menghubungkan gambaran IPA yang berhubungan erat dengan kegiatan laboratorium beserta perangkatnya.
3. IPA sebagai kumpulan nilai
Berhubungan erat dengan penekanan IPA sebagai proses, pandangan ini menekankan pada aspek nilai ilmiah yang melekat pada IPA. Ini termasuk di dalamnya nilai kejujuran, rasa ingin tahu, dan keterbukaan.
4. IPA sebagai cara untuk mengenal dunia Proses
IPA dipertimbangkan sebagai suatu cara di mana manusia mengerti dan memberi makna pada dunia di sekeliling mereka, selain juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui dunia beserta isinya dengan segala keterbatasannya.
5. IPA sebagai institusi sosial
IPA seharusnya dipandang dalam penegrtian sebagai kumpulan para profesional, yang didanai, dilatih dan diberi penghargaan akan hasil karya. 6. IPA sebagai hasil konstruksi manusia
Pandangan ini menunjuk pada pengertian bahwa IPA sebenarnya merupakan penemuan dari suatu kebenaran ilmiah mengenai hakikat semesta alam. Hal pokok dalam pandangan ini adalah IPA merupakan konstruksi pemikiran manusia. Oleh karenanya, dapat saja apa yang dihasilkan IPA memiliki sifat bias dan sementara.
7. IPA sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
Apa yang dipakai dan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sangat dipengaruhi oleh IPA. Bukan saja pemakaian berbagai jenis produk teknologi sebagai hasil investigasi dan pengetahuan, melainkan pula cara bagaimana orang berpikir mengenai situasi sehari-hari sangat kuat dipengaruhi oleh pendekatan ilmiah (scientific approach).
3. Model Pengajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) a. Pengertian Problem Based Instruction
Istilah Pengajaran Berdasarkan Masalah (PBM) diadopsi dari istilah
Inggris Problem Based Instructrion (PBI).Model pengajaran ini mulai
diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah
terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan
bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan dan inkuiri.Menurut Dewey (dalam Trianto, 2011:
respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan
lingkungan.Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu
secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai,
dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman siswa yang
diperoleh lingkungan akan menjadikan kepadanya bahan dan materi guna
memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan belajarnya.
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif
untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu
siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan
menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan
sekitarnya.Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahup dasar
maupun kompleks (Trianto, 2011: 92).
Pada model pembelajaran berdasarkan masalah, kelompok-kelompok
kecil siswa bekerja sama memecahkan suatu masalah yang telah disepakati
oleh siswa dan guru. Model pemelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh
teori belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan
menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan kerja
sama di antara siswa-siswa. Dalam model pemelajaran ini guru memandu
siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-tahap
kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan dan
strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan. Guru
menciptakan suasana kelas yang fleksibel dan berorientasi pada upaya
15
b. Ciri-ciri khususProblem Based Instruction
Menurut Arends (dalam Trianto, 2011: 93), berbagai pengembang
pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model pengajaran itu
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
2) Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5) Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
c. Tujuan Pengajaran Berdasarkan Masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki bertujuan:
1) Membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
pemecahan masalah.
2) Belajar peranan orang dewasa yang autentik.
d. Manfaat Pengajaran Berdasarkan Masalah
Pengajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.Pengajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri (Ibrahim dan Nur, 2000).
Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan
bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran.Objek pelajaran tidak dipelajari dari
buku, tetapi dari masalah yang ada di sekitarnya.Selain manfaat, model
pengajaran berdasarkan masalahnya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Menurut Trianto (2011: 96), kelebihan PBM sebagai suatu model
pembelajaran adalah:
(1) realisticdengan kehidupan siswa; (2) konsep Sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat inqury siswa; (4) retensi konsep jadi kuat; dan (5) memupuk kemampuan problem solving.
Selain kelebihan tersebut PBM juga memiliki beberapa kekuarangan antara lain:
(1) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang kompleks; (2) sulitnya mencari problem yang relevan; (3) Sering terjadi miss-konsepsi; dan (4) konsumsi waktu, di mana model ini memerlukan waktu yang cukup dam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita untuk proses tersebut.
e. Langkah-langkah Pengajaran Berdasarkan Masalah
Langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa
dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari 5
(lima) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa
dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil
kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah-langkah
17
Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:
1) Mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan nyata seharihari;
2) Memfasilitasi/membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan eksperimen/percobaan;
3) Memfasilitasi dialog siswa; dan
4) Mendukung belajar siswa (Trianto, 2011: 98).
Tabel 1. Sintaks Pengajaran Berdasarkan Masalah
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap-1
Orientasi siswa pada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih.
Tahap-2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Tahap-3
Membimbing penyelidikan individual dan kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah. merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap-5
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
f. Pelaksanaan Pengajaran Berdasarkan Masalah
1) Tugas-tugas Perencanaan
Model pengajaran berdasarkan masalah membutuhkan banyak
perencanaan, seperti model pembelajaran yang berpusat pada siswa
lainnya.
a) Penetapan tujuan
Model pengajaran berdasarkan masalah dirancang untuk
mencapai tujuan-tujuan seperti keterampilan menyelidiki, memahami
peran orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pelajar yang
mandiri.Dalam pelaksanaannya pembelajaran berdasarkan masalah
bisa saja diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
b) Merancang situasi masalah
Beberapa guru dalam pengajaran lebih memberi kesempatan
kepada siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara
ini dapat meningkatkan motivasi siswa. Situasi masalah yang baik
seharusnya autentik, mengandung teka-teki, dan tidak didefinisikan
secara ketat, memungkinkan kerja sama, bermakna bagi siswa, dan
konsisten dengan tujuan kurikulum.
c) Organisasi sumber daya dan rencana logistik
Dalam pengajaran berdasarkan masalah siswa dimungkinkan
berkerja dengan beragam material dan peralatan, dan dalam
pelaksanaannya bisa dilakukan di dalam kelas, di perpustakaan, atau di
19
2) Tugas Interaktif
a) Orientasi Siswa pada Masalah
Siswa perlu memahami bahwa pengajaran berdasarkan
masalah adalah untuk melakukan penyelidikan terhadap
masalah-masalah penting dan untuk menjadi pelajar yang mandiri.Cara yang
baik adalah dengan menggunakan kejadian yang menimbulkan misteri
sehingga membangkitkan minat dan keinginan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
b) Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar.
Dibutuhkan pengembangan keterampilan kerja sama di antara
siswa dan saling membantu untuk menyelidiki masalah secara
bersama. Berkenaan dengan hal tersebut siswa memerlukan bantuan
guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan.
c) Membantu Penyelidikan Mandiri dan Kelompok.
(1) Guru membantu siswa dalam pengumpulan informasi dari berbagai
sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir
tentang suatu masalah dan jenis informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah tersebut.
(2) Guru mendorong pertukaran ide gagasan secara bebas dan
penerimaan sepenuhnya gagasan-gagasan tersebut. Selama dalam
tahap penyelidikan guru memberikan bantuan yang dibutuhkan
d) Analisis dan Evaluasi Proses Pemecahan Masalah
Tugas guru pada tahap akhir pengajaran berdasarkan pemecahan
masalah adalah membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi
proses berpikir mereka sendiri, dan keterampilan penyelidikan yang
mereka gunakan.Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa guru
perlu memiliki seperangkat aturan yang jelas agar supaya pemelajaran
dapat berlangsung tertib tanpa gangguan, dapat menangani perilaku
siswa yang menyimpang secara cepat dan tepat, juga perlu memiliki
panduan mengenai bagaimana mengelola kerja kelompok.
Dalam model pengajaran berdasarkan masalah, guru sering
menggunakan sejumlah bahan dan peralatan, oleh karena itu untuk
efektivitas kerja guru harus memiliki aturan dan prosedur yang jelas
dalam pengelolaan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan, guru
harus menyampaikan aturan, tata krama, dan sopan santun yang jelas
untuk mengendalikan tingkah laku siswa ketika mereka melakukan
penyelidikan.
3) Asessment dan Evaluasi
Seperti halnya dalam model pembelajaran kooperatif, dalam
model pengajaran berdasarkan masalah fokus perhatian pembelajaran tidak
pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu tugas penilaian
tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes tertulis atau tes kertas dan
21
berdasarkan masalah adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan siswa yang
merupakan hasil penyelidikan mereka.
Tugas asessment dan evaluasi yang sesuai untuk model
peng-ajaran berdasarkan masalah terutama terdiri dari menemukan prosedur
penilaian alternatif yang akan digunakan untuk mengukur pekerjaan siswa,
misalnya dengan asessment kinerja dan peragaan hasil. Asessment kinerja
dapat berupa asessment melakukan pengamatan, asessment merumuskan
pertanyaan, asessment merumuskan sebuah hipotesis dan sebagainya.
B. Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengajukan hipotesis sebagai
berikut:”Jikapembelajaran IPA menggunakan Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalahdengan memperhatikan langkah-langkah secara tepat,maka dapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA di kelas
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Prosedur Penelitian
Metode penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas (Classroom Action
Research). Prosedur penelitian yang digunakan berbentuk siklus, dilakukan dalam
2 siklus dan setiap siklus terdiri atas empat kegiatan pokok yaitu: 1) perencanaan
(plan), 2) pelaksanaan (action), 3) pengamatan (observation), dan 4) refleksi
(reflection)(Kemmis dan McTaggart dalam Arikunto, 2010). Dalam PTK siklus
selalu berulang,bila terdapat masalah baru atau masalah lama yang belum tuntas
dipecahkan, maka dilanjutkan ke siklus kedua dengan langkah yang sama seperti
pada siklus pertama, seperti tersaji dalam gambar berikut:
Gambar 1. Siklus PTK
Sumber : Diadaptasi dari Kemmis dan McTaggart dalam Arikunto (2010: 93) Siklus 1
Siklus 2
23
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2012-2012 selama 3 bulan dan mengambil lokasi penelitian di SD Negeri 8 Metro
Barat dengan pertimbangan masih rendahnya tingkat ketuntasan yang diperoleh
siswa dalam mata pelajaran IPA kelas IV di SD Negeri 8 Metro Barat.
C. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalahguru dan siswa
kelas IV yang terdiri dari 24orang siswa dengan materi yang menjadi objek
penelitian adalah gaya dapat merubahan bentuk dan gerak benda menggunakan
Model Problem Based Instuction.
D. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian tindakan yang dilaksanakan terdiri dari dua siklus.
Tiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Untuk
setiap siklus dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Siklus Pertama
Siklus pertama dilakukan melalui tahap-tahap.
a. Tahap Perencanaan
Secara rinci pelaksanaan siklus ini meliputi langkah-langkah :
1) Menetapkan materi pelajaran, meliputi standar kompetensi.
2) Menyusun silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
3) Menyusun LKS dan soal tes formatif
4) Menetapkan cara pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan model
kegiatan yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelompok
kooperatif
5) Menyusun panduan observasi untuk siswa dan guru
6) Menetapkan jenis data yang dikumpulkan yang sesuai dengan respon
terhadap tindakan
7) Menetapkan cara refleksi.
b. Tahap Pelaksanaan 1) Pendahuluan
Guru melakukan apersepsi guna membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran serta menginformasikan hal yang penting untuk
memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang akan
mereka pelajari.Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan
logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau
cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat
dalam pemecahan masalah yang dipilihGuru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
2) Inti
a) Membagi siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah antara
4 - 5 orang.
b) Menyajikan materi dengan cara guru mengandung misteri yang
harus dipecahkan mengenai bagaimana gaya dapat mempengaruhi
25
c) Membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang
akandipecahkan oleh siswa siswa.
d) Guru memberi bantuan siswa dalam mengumpulkan informasi
dengan memberikan pertanyaan yang memancing siswa untuk
memikirkan jawabannya dengan memperjelas perintah, mengulang
konsep dan menjawab pertanyaan.
3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran dengan kegiatan membantu siswa menganalisis
dan mengevaluasi proses pemikiran siswa dan ketrampilan mereka
dalam memecahkan masalah, menyimpulkan materi pembelajaran dan
melakukan evaluasi untuk mengumpulkan hasil dari pembelajaran atau
apa yang telah siswa pelajari selama belajar dan bekerja dalam
kelompok. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai perkembangan
individu.
b. Observasi
Observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar
observasi, yang bertujuan untuk mengumpulkan data selama proses
pembelajaran dan prosedur berdasarkan masalah dan tujuan pembelajaran.
c. Refleksi
1) Mengkaji proses pembelajaran yang dilakukan dan aktivitas siswa
selama pembelajaran.
2) Mengkaji kelemahan-kelemahan yang terjadi pada pembelajaran siklus
3) Hasil pengkajian tersebut digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan
pembelajaran pada siklus selanjutnya.
2. Siklus Kedua a. Perencanaan
Pelaksanaan siklus ini dimulai dengan membuat Rencana Perbaikan
Pembelajaran dan menyiapkan bahan pembelajaran yang dibahas bersama
observer dengan dasar perbaikan pada siklus kesatu.
1) Pendahuluan
Guru melakukan apersepsi guna membangkitkan motivasi dan
memfokuskan perhatian peserta didik serta menginformasikan kembali
hal-hal penting untuk memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang
konsep-konsep yang akan mereka pelajari.
2) Inti
a) Membagi siswa dalam kelompok heterogen dengan jumlah
maksimal 4 - 5 orang.
b) Menyajikan materi dengan cara memerintahkan siswa mengerjakan
soal, memanggil siswa secara acak untuk menjawab atau
menyelesaikan masalah agar siswa selalu siap mengerjakan tugas.
c) Membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang
akan dipelajari siswa.
d) Guru memberi bantuan dengan memperjelas perintah, mengulang
27
3) Penutup
Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri
aktivitas pembelajaran dengan kegiatan menyimpulkan materi yang
telah dipelajari dan melakukan evaluasi guna mengetahuaisejauh mana
penguasaan materi yang telah siswa pelajari selama bekerja secara
mandiri dan kelompok.Kemudian melakukan tes formatif secara
individu guna mendapatkan nilai hasil belajar siswa dan refleksi,
umpan balik, dan tindak lanjut.Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai
perkembangan individu dan hasil kerja kelompok sebagai nilai
perkembangan kelompok.
b. Observasi
Observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar
observasi, dan pengumpulan data untuk dilakukan analisis data dengan
menggunakan format pengolahan data data.
c. Refleksi
Setelah dilakukan analisis data dan keberhasilan belajar siswa, peneliti
membandingkan analisis data siklus kesatu dan analisis data siklus kedua
dan kemudian mengambil kesimpulan.
Pada akhir siklus akan dilakukan evaluasi secara keseluruhan atas
pelaksanaan tindakan kelas yang telah dilakukan dengan melakukan
analisa terhadap data yang terkumpul yang kemudian ditarik suatu
kesimpulan atas pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan secara
E. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dilakukan tes dan non tes. Pengumpulan data
dengan cara tes dilakukan untuk memperoleh data hasil belajar, dengan cara guru
melakukan tes formatif dengan memberikan soal-soal tertulis sedangkan non tes
dilakukan untuk mengamati aktivitas siswa serta kinerja guru dalam pembelajaran
dengan observasi.
F. Alat Pengumpulan Data
Untuk mempermudah penelitian, peneliti menggunakan alat bantu
pengumpul data. Instrumen penelitianyang digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai hasil belajar siswa berupa:
1. Lembar Panduan Observasi
Instrumen ini digunakan dengan berkolaborasi dengan guru kelas.
Lembar observasi ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kinerja
guru dan aktivitas belajar siswa selama penelitian dengan model
pengajaran berdasarkan masalah.
2. Tes hasil belajar
Instrumen ini digunakan untuk menjaring data mengenai
peningkatan hasil belajar atau prestasi belajar siswa khusunya mengenai
penguasaan terhadap materi yang diajarkan dengan model pengajaran
29
G. Analisa Data
Analisa data yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Data yang
telah diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan tahapan-tahapan:
1. Data Kualitatif
Analisa data kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang
menunjukkan dinamika proses yaitu tentang aktivitas belajar siswa dan kinerja
guru selama pembelajarna berlangsung.
a. Nilai aktivitas belajar siswa
Nilai aktivitas belajar siswa diperoleh dengan rumus:
NS = x100
(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)
Tabel 2. Penilaian Aktivitas Belajar Siswa
No Rentang Nilai Kategori
1 0 - 20 Sangat kurang
2 21 - 40 Kurang
3 41 - 60 Cukup
4 61 - 80 Baik
5 81 - 100 Sangat baik
(Dimodifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)
b. Nilai Kinerja guru
Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus:
NS = x100
Tabel 3. Penilaian Kinerja Guru
No Rentang Nilai Kategori
1 0 - 20 Sangat kurang
2 21 - 40 Kurang
3 41 - 60 Cukup
4 61 - 80 Baik
5 81 - 100 Sangat baik
(Dimodifikasi dari Poerwanti, 2008: 7.8)
Kedua hasil data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan
menampilkan hasil data yang digambarkan dalam tabel, dan dari analisis yang
telah dideskripsikan kemudian dibuat refleksinya dan disimpulkan.
2. Data Kuantitatif
Anlisa kuantitatif digunakan untuk mengetahui kemajuan hasil belajar
siswa terhadap penguasaanmateri yang telah dipelajari, yang diperoleh dari tes
formatif. Hasil tes formatif nantinya akan dihitung menggunakan rumus:
a. Nilai individu
(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)
b. Nilai rata-rata
31
c. Nilai Klasikal
% 100 siswa
seluruh jumlah
tuntas yang siswa jumlah
x P
Keterangan:
P : Persentase ketuntasan siswa
Tabel 4.Kriteria Ketuntasan Siswa dalam persentase No Tingkat ketuntasan (%) Kategori
1 < 20 Sangat rendah
2 20-39 Rendah
3 40-59 Sedang
4 60-79 Tinggi
5 80-100 Sangat tinggi
(Dimodifikasi dari Aqib, dkk, 2009: 41)
H. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini dilihat dari:
1. Adanya peningkatan aktivitas belajar pada setiap siklusnya
2. Pada akhir penelitian ada kenaikan hasil belajar secara klasikal sebesar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan perbaikan pembelajaran ini
adalah :
1. Penggunaan model problem based instructiondalam pembelajaran IPA
dapat meningkatkan aktivitas belajar. Hal ini terbukti dengan adanya
peningkatan setiap siklusnya. Pada siklus I dengan nilai aktivitas siswa
51,85 (cukup) dan meningkat pada siklus II menjadi 76,96 (baik).
2. Penggunaan model problem based instructiondalam pembelajaran IPA
dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti dengan adanya
peningkatan dari siklus I ke siklus II dengan modus nilai 65 meningkat
menjadi 75, nilai rata-rata pada siklus I yaitu 57,92 menjadi 80,62 pada
siklus II, dan peningkatan KKM siswa dimana pada siklus I terdapat 14
orang siswa (45,38%) yang tuntas menjadi 24 orang siswa (95,83%) yang
mencapai kriteria ketuntusan minimal.
Dengan demikian penerapan model problem based instructiondapat
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPAkelas
IV SDN 8 Metro Barat.
54
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disarankan:
1. Kepada siswa, agar lebih meningkatkan motivasi belajar dengan
menerapkan model pembelajaran model problem based instructiontidak
hanya di sekolah tapi dalam kegiatan belajar kelompok di rumah.
2. Kepada guru, untuk dapat menggunakan model problem based
instructiondalam proses pembelajaran IPA dan diharapkan model ini juga
dapat diterapkan oleh guru mata pelajaran lain.
3. Kepada pihak sekolah, diharapkan dapat memberikan dukungan berupa
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang menunjang para guru
dalam menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi seperti model
problem based instructionguna meningkatkan mutu pembelajaran di SD
Agus S, 2003, Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam, tersedia di http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_Pengetahuan_Alam.html [Desember, 2012]
Depdiknas, 2006, Kurikulum KTSP, Jakarta.
Dimyati dan Moedjiono, 2002. Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.
Hamalik, 2005, Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta.
Nasution, 2005, Teknologi Pendidikan, Bumi Aksara Prawiradilaga, Jakarta
Nur, 2008, Teori Belajar Konstruktivisme, diakses dari http://anwarholil. blogspot.com/207/04, pada tanggal 04 Maret 2012
Purwanto, 1998. Psikologi Pendidikan, PT. Bina Aksara. Jakarta.
Rahadi. 2004, Media Pembelajaran, Depdiknas, Jakarta.
Republik Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Jakarta.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 20: Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.
Sardiman, A.M., 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Raja Giafindo Persada, Jakarta.
Slameto, 1995. Perkembangan Peserta Didik, PJJ SI PGSD Universitas Lampung, Bandar Lampung.
Slameto. 2004. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. PT Rineka Cipta. Cet. Ke-4. Jakarta.
Sudjana, 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Remaja Rosda Karya, Bandung.
Sudjana, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, PT. Imperial Bhakti Utama, Jakarta.
Wardani, IGK, 2007. Penelitian Tindakan Kelas, Penerbit Universitas, Jakarta.
Winaputra, 2001. Model Pembelajaran Inovatif, Universitas Terbuka, Cet. Ke-1. Jakarta.