• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASILBELAJARSISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE DAN MEDIA POWERPOINT PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VA SDN 1 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASILBELAJARSISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE DAN MEDIA POWERPOINT PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VA SDN 1 METRO TIMUR TAHUN PELAJARAN 2012/2013"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE

DAN MEDIA POWERPOINT PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VA SDN 1 METRO TIMUR

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh Umi Anggraini

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASILBELAJARSISWA MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE

DAN MEDIA POWERPOINT PADA MATA PELAJARAN PKn KELAS VA SDN 1 METRO TIMUR

TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh

UMI ANGGRAINI

Penelitian ini dilatarbelakangi rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn kelas VA SDN 1 Metro Timur tahun pelajaran 2012/2013, yakni 6 siswa (21,43%) tuntas dan 22 siswa (78,57%) belum tuntas dari KKM 68. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui model cooperative learning tipe think pair share dan media powerpoint pada mata pelajaran PKn kelas VA SDN 1 Metro Timur.

Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus, tiap siklusnya terdiri dua pertemuan, yang terdiri dari tahapan perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), observasi (observating), dan refleksi (reflecting). Alat pengumpul data penelitian ini berupa lembar observasi aktivitas siswa dan kinerja guru serta tes hasil belajar. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Pembelajaran melalui model cooperative learning tipe think pair share dan media powerpoint menunjukkan peningkatan terhadap aktivitas belajar siswa. Terlihat dari rata-rata aktivitas siswa siklus I. rata-rata 56,42 kategori cukup aktif, siklus II. rata-rata 62,49 kategori aktif dan siklus III. rata-rata 78,07 kategori aktif. Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I 17,85%, siklus II 60,71% dan siklus III 78,57%, maka hipotesis penelitian ini di terima serta adanya peningkatan dari siklus I, II dan IIIsecara signifikan.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR DAN GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 9

1. Pengertian Belajar ... 9

2. Aktivitas Belajar ... 11

3. Hasil Belajar ... 13

B. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 14

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 14

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 15

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ... 16

C. Model Cooperative Learning ... 16

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 16

2. Pengertian Model Cooperative Learning... 17

D. Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share ... 19

1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share 19

2. Langkah-langkah Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share ... 21

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share ... 23

E. Media PowerPoint ... 24

1. Pengertian Media ... 24

2. Pengertian Media PowerPoint ... 26

3. Langkah-langkah Penggunaan Media PowerPoint ... 28

4. Kelebihan dan Kekurangan Media PowerPoint ... 29

(7)

C. Subjek Penelitian ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Alat Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data... 35

G. Indikator Keberhasilan Pembelajaran ... 38

H. Prosedur Penelitian ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Sekolah... 47

B. Deskripsi Awal... 48

C. Hasil Penelitian ... 48

1. Hasil Penelitan Siklus I ... 49

a. Perencanaan (Planning) ... 49

b. Pelaksanaan (Acting) ... 49

c. Pengamatan (Observing) ... 59

1) Aktivitas Belajar Siswa... 59

2) Kinerja Guru ... 63

3) Hasil Belajar Siswa ... 69

d. Refleksi (Reflecting) ... 71

2. Hasil Penelitian Siklus II ... 74

a. Perencanaan (Planning) ... 74

b. Pelaksanaan (Acting) ... 74

c. Pengamatan (Observing) ... 83

1) Aktivitas Belajar Siswa ... 83

2) Kinerja Guru ... 86

3) Hasil Belajar Siswa ... 92

d. Refleksi (Reflecting) ... 93

3. Hasil Penelitian Siklus III ... 95

a. Perencanaan (Planning) ... 95

b. Pelaksanaan (Acting) ... 96

c. Pengamatan (Observing) ... 101

1) Aktivitas Belajar Siswa ... 102

2) Kinerja Guru ... 106

3) Hasil Belajar Siswa ... 111

d. Refleksi (Reflecting) ... 113

D. Pembahasan... 113

1. Aktivitas Belajar Siswa ... 113

2. Kinerja Guru ... 115

3. Hasil Belajar Siswa ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 118

B. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ayat 1 Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dikatakan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya. Secara tersirat undang-undang tersebut telah mengamanatkan para pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran yang memanusiakan, yakni membantu siswa mengembangkan potensinya yang beragam secara optimal. Proses pendidikan tersebut tentunya hanya dapat berjalan bukan melalui cara-cara menghapal atau “rote-learning” tetapi mengasah kemampuan berpikir yang kreatif sehingga siswa secara berangsur dapat memilih sendiri dan dapat berdiri sendiri.

(9)

Abraham Maslow (dalam Silberman, 2012: 29) mengajarkan kepada kita bahwa manusia memiliki dua kumpulan kekuatan atau kebutuhan yang satu berupaya untuk tumbuh dan yang lain condong kepada keamanan. Orang yang dihadapkan pada kedua kebutuhan ini akan memilih keamanan ketimbang pertumbuhan. Kebutuhan akan rasa aman harus dipenuhi sebelum bisa dipenuhinya kebutuhan untuk mencapai sesuatu, mengambil resiko dan mengambil hal-hal baru.

Silberman (2012: 30) menyatakan bahwa salah satu cara utama untuk mendapatkan rasa aman adalah menjalin hubungan dengan orang lain dan menjadi bagian dari kelompok. Saat siswa belajar bersama dan tidak sendirian, siswa akan mendapatkan dukungan emosional dan intelektual.

Bangsa Indonesia yang memproklamasikan diri menjadi suatu negara yang berdaulat telah memiliki konstitusi dan bertekad untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis. Sistem pemerintahan maupun praktek hidup bermasyarakat yang dicita-citakan dalam konstitusi Negara RI (UUD 1945) tidak diragukan lagi memiliki semangat demokratis. Diperlukan adanya suatu upaya atau proses pendidikan demokrasi yang sungguh-sungguh (Wahab & Sapriya, 2011: 41).

(10)

Tujuan dari PKn itu sendiri adalah membentuk kualitas pribadi yang baik. Sebagaimana yang banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satunya oleh Mulyasa.

Mulyasa (dalam Ruminiati, 2007: 26) mengemukakan tujuan pembelajaran PKn yakni, (1) untuk menjadikan siswa mampu berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya, (2) untuk menjadikan siswa mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggungjawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan (3) untuk menjadikan siswa bisa berkembang secara positif dan demokratis, sehingga mampu hidup bersama bangsa lain dan mampu berinteraksi, serta mampu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, hendaknya pendidikan nilai, moral, serta norma ini dapat ditanamkan sejak dini pada siswa. Sehingga tujuan untuk membentuk warga negara yang baik akan mudah diwujudkan. Salah satu upaya untuk mencapai tujuan ini adalah dengan menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif di dalam kelas sehingga materi pelajaran akan mudah tersampaikan.

(11)

memperhatikan penjelasan yang disampaikan, salah satu penyebabnya adalah penyampaian materi yang kurang bervariasi. Selain itu, guru belum pernah menggunakan model cooperative learning tipe think pair share dalam pembalajaran di kelas.

Keadaan aktivitas di kelas VA yang dijabarkan di atas berpengaruh pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa kelas VA tergolong rendah, yakni hanya 6 siswa (21,43%) yang telah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan yang belum mencapai KKM yakni 22 siswa (78,57%) dari jumlah 28 siswa dengan rata-rata kelas yang belum memenuhi KKM yaitu 61,78 (data nilai ulangan semester tahun pelajaran 2012/2013) dari nilai KKM yang ditentukan untuk mata pelajaran PKn yaitu 68.

Hal ini mendorong peneliti untuk menggunakan model cooperative learning tipe think pair share. Dimana model cooperative learning tipe think

pair share ini menitikberatkan pada kerjasama dalam kelompok berpasangan

(12)

yang cerdas dan memanfaatkan kecerdasannya sebagai warga negara untuk kemajuan diri dan lingkungannya.

Kurangnya penggunaan media pembelajaran di dalam kelas adalah salah satu penyebab sulitnya siswa dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Penggunaan media pembelajaran dalam penyampaian materi adalah salah satu cara dari banyak cara yang ada untuk menjadikan kegiatan pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Menurut Kemp dan Dayton (dalam Daryanto, 2010: 6), kontribusi media pembelajaran yakni: (1) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, (2) Pembelajaran dapat lebih menarik, (3) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar, (4) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek, (5) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan, (6) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan dimanapun diperlukan, (7) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat diperlukan, (8) Peran guru mengalami perubahan kearah yang positif.

Salah satu media pembelajaran yang memiliki kriteria yang baik serta mudah dalam penggunaannya adalah media pembelajaran PowerPoint. Penggunaan PowerPoint ini memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menyajikan sebuah materi presentasi, dan sudah banyak digunakan dalam dunia pendidikan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka peneliti ingin melakukan perbaikan pembelajaran melalui PTK dengan judul “Peningkatan

Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share dan Media PowerPoint pada Mata Pelajaran PKn Kelas VA

(13)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas perlu diidentifikasi permasalahan yang ada, yaitu sebagai berikut :

1. Rendahnya aktivitas siswa kelas VA SDN 1 Metro Timur pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2. Hasil belajar siswa kelas VA tergolong rendah, yakni hanya 6 siswa (21,43%) dari 28 siswa yang telah mencapai KKM yakni 68.

3. Kurangnya penggunaan media dalam penyampaian materi di kelas. 4. Pembelajaran masih menggunakan pola teacher centered.

5. Guru belum pernah menggunakan model cooperative learning tipe think pair share dalam pembelajaran di kelas.

6. Mayoritas siswa kurang ikut andil dalam diskusi kelompok dan hanya siswa-siswa tertentu yang aktif dalam diskusi kelompok.

7. Guru belum pernah menggunakan media PowerPoint dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penggunaan model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint pada mata pelajaran PKn sehingga dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VA SDN 1 Metro Timur tahun pelajaran 2012/2013?

(14)

meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA SDN 1 Metro Timur tahun pelajaran 2012/2013?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas VA SDN 1 Metro Timur dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint pada mata pelajaran PKn tahun pelajaran 2012/2013.

2. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas VA SDN 1 Metro Timur dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint pada mata pelajaran PKn tahun pelajaran 2012/2013.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan masalah penelitian dan tujuan penelitian yang dikemukakan di atas, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan pemahaman siswa pada mata pelajaran PKn, khususnya siswa kelas VA, sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

2. Bagi Guru

(15)

penggunaan model cooperative learning tipe think pair share serta penggunaan media PowerPoint.

3. Bagi SDN 1 Metro Timur

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan di SDN 1 Metro Timur, sehingga memiliki output yang berkualitas dan kompetitif.

4. Bagi Peneliti

(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

1. Pengertian Belajar

Pengertian belajar telah banyak mengalami perkembangan, sejalan dengan perkembangan cara pandang dan pengalaman para ilmuwan. Pengertian belajar dapat didefinisikan sesuai dengan nilai filosofi yang dianut dan pengalaman para ilmuwan atau pakar itu sendiri dalam membelajarkan para peserta didik.

(17)

yang dipelajari tergantung pada kapasitas proses belajar, usaha yang dilakukan selama proses belajar, kedalaman proses tersebut dan struktur pengetahuan yang dimiliki oleh siswa (Rusman, dkk., 2011: 33). Seperti yang disampaikan oleh Gagne (dalam Suprijono, 2011: 2) bahwa belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Untuk dapat mencapai perubahan tingkah laku yang diinginkan ini, dalam kegiatan pembelajaran guru perlu melibatkan siswa dalam kegiatan langsung serta bermakna bagi diri siswa. Hal ini sesuai dengan teori kognitif, yaitu membangun tingkah laku yang diinginkan pada siswa dengan cara mengembangkan potensi kognitif siswa melalui kegiatan yang bermakna. Sehingga akan memunculkan perubahan tingkah laku yang diharapkan dapat berlangsung relatif lama.

Hanafian & Suhana (2010: 20) menyatakan bahwa belajar hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik secara konstruktif. Menurut paradigma konstruktivistik ini, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah, mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar.

(18)

diharapkan berulang kali, sehingga perubahan tingkah laku yang diinginkan akan berlangsung relatif lama.

2. Aktivitas Belajar

a. Pengertian Aktivitas Belajar

Segala kegiatan yang dilakukan ketika proses pembelajaran di kelas berlangsung, hendaknya mampu membuat siswa menjadi lebih aktif. Namun pengamatan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Kegiatan pembelajaran justru menjadikan siswa lebih pasif.

Istilah aktivitas sering dikenal dalam kehidupan sehari-hari yang bermakna kegiatan, dijelaskan bahwa aktivitas mengerjakan sesuatu kegiatan dengan aktif, dimana seseorang mempergunakan waktunya semuanya selalu berhasil (Hornby, dalam http://makalahpendidikan-sudirman.blogspot.com). Sedangkan belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan yang relatif tetap dalam kecenderungan berpusat dan ia membawa hasil kenyataan yang kuat (De Cacco, dalam http://makalahpendidikan-sudirman.blogspot.com).

Hanafiah dan Suhana (2010: 24) menyatakan bahwa proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

(19)

seseorang untuk merubah kepribadiannya, dengan mempergunakan kecakapan kognitif, afektif, maupun psikomotornya. Sehingga menghasilkan kecakapan baru yang berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian dan pengertian.

b. Jenis-Jenis Aktivitas Belajar

Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki bentuk yang beranekaragam. Paul D. Dierich (dalam Hamalik, 2008: 90–91) membagi kegiatan belajar menjadi 8 kelompok, sebagai berikut:

a) Kegiatan-kegiatan visual: membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran, mengamati orang lain bekerja, atau bermain.

b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral): mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi.

c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan instrumen musik, mendengarkan siaran radio.

d) Kegiatan-kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi, membuat sketsa, atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.

e) Kegiatan-kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, diagram, peta, pola.

f) Kegiatan-kegiatan matrik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan (simulasi), menari, berkebun. g) Kegiatan-kegiatan mental: merenungkan, mengingat,

memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, menemukan hubungan-hubungan, membuat keputusan. h) Kegiatan-kegiatan emosional: minat, membedakan, berani,

(20)

3. Hasil Belajar

Seseorang yang belajar untuk mencapai tujuan tertentu, tentunya ingin agar tujuan yaitu mencapai hasil yang maksimal. Hasil dari belajar inilah yang akan menunjukkan kegiatan belajar yang telah dilalui berhasil atau tidak. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004: 22). Selain itu menurut Nasution (dalam http://ppg-pgsd.blogspot.com) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 64 ayat (1) dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Selanjutnya, ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk (a) menilai pencapaian kompetensi peserta didik: (b) bahan penyusun laporan kemajuan hasil belajar; dan (c) memperbaiki proses pembelajaran. Guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan siswa. Dimana peran ini akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa. Hasil belajar yang baik akan tercapai bila proses belajar mengajar berlangsung dengan baik pula.

(21)

B. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Dilihat dari sejarahnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atau civic education di Indonesia banyak dipengaruhi oleh sejarah

perkembangan Ilmu Kewarganegaraan (PKN) atau civics. Istilah civics dan PKn di Indonesia sudah mulai dikenal dalam kurikulum sekolah sejak tahun 1968 sebagai upaya untuk menyiapkan warga negara menjadi warga negara yang baik, yaitu warga negara yang mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajibannya.

Ditulis dengan menggunakan s di belakang civic oleh Cogan dan Derricott (dalam Aziz Wahab & Sapriya, 2011:32) menjadi civics education, juga dapat dijelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan

(PKn) adalah perluasan dari civics yang lebih menekankan pada aspek-aspek praktik kewarganegaraan. Oleh sebab itu, pendidikan kewarganegaraan juga disebut sebagai pendidikan orang dewasa (adult education) yang mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang

memahami perannya sebagai warga negara. Secara teoritik, PKn (civic education atau citisenship education) merupakan perluasan dari mata

(22)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PKn adalah pendidikan yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada seseorang menyangkut negaranya serta perannya sebagai warga negara, serta menanamkan pendidikan nilai moral dan norma yang baik dalam kehidupan bernegara.

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Indonesia sebagai negara kesatuan yang terdiri dari beranekaragam suku bangsa serta kaya akan sumber daya alamnya, membutuhkan pemimpin yang memiliki nilai moral dan norma yang baik. Untuk membentuk pemimpin yang memiliki kecakapan tersebut tentulah dimulai sejak dini. Pembentukan kecakapan ini telah diterapkan oleh guru di Sekolah Dasar sejak siswa berada di kelas I, yakni pada mata pelajaran PKn. Tujuan PKn adalah untuk membentuk watak atau karakteristik warga negara yang baik (Depdiknas, 2007: 1.26).

Tujuan pembelajaran dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, menurut Mulyasa (dalam Depdiknas, 2007: 1.26) adalah untuk menjadikan siswa:

a. Mampu berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

b. Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan bertanggung jawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan.

(23)

yang baik, maka tujuan untuk membentuk warga negara yang baik akan mudah diwujudkan.

Kelak siswa diharapkan dapat memiliki karakter yang memelihara dan mempertahankan eksistensinya sebagai warga negara sehingga mengantarkannya menjadi warga dunia yang memiliki moral yang positif sesuai dengan tujuan dari PKn itu sendiri.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki ruang lingkup di dalam pembelajarannya. Dimana aspek-aspeknya saling berkaitan satu sama lain. Ruang lingkup mata pelajaran PKn meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No 22 TH 2006): (a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, (b) Norma, hukum dan peraturan, (c) Hak asasi manusia, (d) Kebutuhan warga negara, (e) Konstitusi Negara, (f) Kekuaasaan dan Politik, (g) Pancasila, dan (h) Globalisasi.

Berdasarkan aspek-aspek di atas, diharapkan siswa dapat memahami dan mampu menerapkan nilai serta norma-norma yang telah dipelajari dari ruang lingkup mata pelajaran PKn ini. Sehingga tujuan PKn dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

C. Model Cooperative Learning

1. Pengertian Model Pembelajaran

(24)

Menurut Rustaman (2010: 2.18) model pembelajaran adalah suatu rencana atau kerangka yang dapat digunakan untuk merencanakan pengajaran yang bermakna.

Komalasari (2011: 57) menyatakan bahwa model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Sedangkan menurut Suprijono (2011: 46) model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana sistematis dalam kegiatan pembelajaran yang tergambar dari awal hingga akhir yang disajikan oleh guru untuk mencapai tujuan belajar. Dengan demikian model pembelajaran dapat dikatakan sebagai langkah-langkah sistematis dan terencana yang dibuat oleh guru yang digunakan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk merancang pengajaran yang bermakna sehingga dapat mencapai tujuan belajar.

2. Pengertian Model Cooperative Learning

Banyak guru menyatakan bahwa meraka telah melaksanakan metode belajar kelompok. Namun tidak semua kerja kelompok dapat dianggap sebagai cooperative learning. Kerja kelompok yang dianggap sebagai cooperative learning salah satunya adalah ketika seluruh anggota

(25)

definisi ringkas mengenai cooperative learning yaitu, working together to accomplish shared goals yang diartikan dalam bahasa Indonesia

adalah bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.

Bern dan Ericson (dalam Komalasari, 2011: 62) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil dimana siswa bekerja bersama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Slavin (2005: 4) menjelaskan bahwa cooperative learning merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.

Slavin (dalam Komalasari, 2011: 62) menyatakan bahwa, cooperative learning adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2–5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar dari kelompok, tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok.

(26)

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model cooperative learning adalah model pembelajaran dengan menggunakan

sistem pengelompokan atau tim kecil, dimana siswa bekerja bersama untuk kepentingan bersama. Kegiatan ini akan memunculkan ketergantungan positif yang akan menumbuhkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. Inti dari cooperative learning adalah memotivasi peserta didik untuk membantu dan mendorong satu sama lain untuk belajar. Yang terpenting adalah, mereka saling mendukung untuk berhasil, bukannya untuk gagal.

D. Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share

1. Pengertian Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share

Kegiatan belajar bersama dapat membantu memicu belajar aktif. Apa yang didiskusikan siswa dengan teman-temannya dan apa yang diajarkan siswa kepada teman-temannya memungkinkan mereka untuk memperoleh pemahaman dan penguasaan materi pelajaran. Salah satu model yang dapat diterapkan adalah cooperative learning tipe think pair share. Think pair share adalah metode yang dikembangkan oleh Profesor

(27)

berbagi. Dari pengertian itu kita dapat memahami bahwa think pair share ini adalah kegiatan diskusi kelompok berpasangan yang kemudian hasil dari diskusi itu disebarkan atau dipresentasikan kepada kelompok lain, sehingga hasil diskusi menjadi beragam dan dapat menambah wawasan bagi para siswa.

Model pembelajaran think pair share menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu pada materi atau tujuan pembelajaran (dalam http://rumahdesakoe.blogspot.com).

Trianto (2010: 81) mengemukakan bahwa, model pembelajaran Think Pair Share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi merupakan

jenis cooperative learning yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Sedangkan menurut Handoko (dalam http://danang-leo-handoko.blogspot.com) think pair share adalah model pembelajaran yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.

(28)

kelompok. Hal inilah yang kemudian diharapkan dapat tercapai. Sehingga tidak hanya siswa-siswa tertentu saja yang aktif, namun seluruh siswa yang mengikuti diskusi kelompok dapat aktif dalam bekerjasama dalam memecahkan permasalahannya.

2. Langkah-Langkah Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share

Setiap guru di sekolah manapun berharap dapat membuat siswanya aktif saat proses pembelajaran berlangsung. Namun para guru juga perlu dibekali dengan pengetahuan mengenai model pembelajaran yang ingin digunakan. Suprijono (dalam http://odazzander.blogspot.com) mengungkapkan langkah-langkah model cooperative learning tipe think pair share.

a. Pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan peserta didik. b. Guru memberi kesempatan siswa untuk memikirkan jawabannya

(thinking).

c. Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan jawaban yang telah mereka pikirkan (pairing). d. Hasil diskusi antar pasangan didiskusikan dengan pasangan

seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan sharing. Pada tahap ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian pengetahuan secara integratif. Siswa dapat menemukan struktur dari pengetahuan yang dipelajarinya.

Lyman, dkk., (dalam Trianto, 2010: 61–62) mengungkapkan langkah-langkah dalam metode think pair share sebagai berikut:

a. Thinking (berfikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berfikir sendiri mengenai jawaban atas isu tersebut

b. Pairing (berpasangan)

(29)

dalam priode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu kusus telah diidentifikasi. Biasanya guru membolehkan tidak lebih dari 4 sampai 5 menit untuk berpasangan.

c. Sharing (berbagi)

Pada langkah terakhir ini guru meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada tahap ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu kepasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan tentang langkah-langkah dalam model cooperative learning tipe think pair share:

a. Guru menyampaikan materi atau permasalahan sesuai kompetensi sebagai pancingan.

b. Tiap siswa memikirkan pengembangan materi atau gagasan pemecahan masalah.

c. Siswa berdiskusi berpasangan atau berkelompok untuk mengutarakan hasil pemikiran masing-masing sampai menemukan kesepakatan.

d. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap pasangan atau kelompok mengemukakan hasil diskusinya.

e. Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.

(30)

3. Kelebihan dan Kekurangan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share

Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Termasuk model cooperative learning tipe think pair share. Menurut Lie (2010: 57) kelebihan dari model cooperative learning

tipe think pair share adalah:

a. Para siswa dapat belajar antar satu sama lain

b. Siswa bertanggung jawab untuk berbagi ide. Siswa mungkin juga akan diminta untuk berbagi ide-ide pasangan-pasangan lain atau seluruh kelompok.

c. Setiap siswa dalam kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk berbagi. Ada kemungkinan bahwa seorang siswa mencoba untuk mendominasi. Guru dapat memeriksa hal ini tidak terjadi. d. Tinggi derajat interaksi. Pada suatu saat semua siswa akan

secara aktif terlibat dalam tujuan berbicara dan mendengarkan. Bandingkan dengan praktek yang biasanya, guru bertanya di mana hanya satu atau dua siswa akan secara aktif terlibat.

Teknik ini memberi kesempatan pada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Kekurangan model cooperative learningtipe think pair share. Menurut Hartina (dalam www. Tuanguru.com) kekurangan model cooperative learning tipe think pair share adalah sebagai berikut: (a) Banyak kelompok yang melapor dan

perlu dimonitor, (b) Lebih sedikit ide yang muncul, dan (a) Tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadikan penggunaan model cooperative learning ini berjalan dengan baik, guru perlu benar-benar

(31)

dalam penggunaan model ini. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.

E. Media PowerPoint 1. Pengertian Media

Beberapa tahun terakhir teknologi informasi dan komunikasi telah banyak membantu para pendidik dalam hal penyediaan media pembelajaran. Setiap orang dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi kapan saja dan dimana saja sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Dizaman ini media pembelajaran tidak terbatas hanya pada buku-buku pelajaran di perpustakaan. Menurut Fathurrohman dan Sutikno (2007: 65) kata media berasal dari bahasa latin medium yang secara harfiah berarti „tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. Atau dengan

kata lain media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan.

(32)

yang dapat berguna sebagai penyalur pesan sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Kajian psikologi menyatakan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkrit ketimbang yang abstrak. Berkaitan dengan hubungan konkrit dan abstrak dan kaitannya dengan penggunaan media pembelajaran, ada beberapa pendapat, antar lain Jerome Bruner (dalam Daryanto, 2010: 13) mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan urutan dari belajar dengan gambar atau film (icon representation of experiment) kemudian ke belajar dengan simbol, yaitu menggunakan kata-kata (symbolic representation).

Kempt (dalam Asyhar, 2012: 5) menyatakan bahwa, pesan yang masih berada pada pikiran (mind) pembicara tidak akan sampai ke penerima pesan apabila tidak dibantu dengan sebuah media sebagai perantara. Selanjutnya, Kempt (dalam Asyhar, 2012: 5) menyatakan bahwa selain media, pesan akan sampai kepada si penerima pesan apabila terjadi proses pengkodean (encoding) pesan tersebut. Jadi, sebelum sampai kepada penerima, pesan tersebut harus dikodekan terlebih dahulu melalui simbol verbal maupun nonverbal. Setelah pesan itu diartikan oleh penerima pesan, barulah penerima pesan memberikan respon (umpan balik) kepada pengirim pesan. Disinilah terjadinya komunikasi efektif.

(33)

oleh lisan yang dapat menjelaskan lebih terperinci mengenai benda atau gambar yang ditampilkan. Sehingga pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan dapat diterima dengan baik oleh si penerima pesan.

Penggunaan media sangatlah diperlukan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan menggunakan media, pesan yang disampaikan oleh guru atau praktisi lainnya akan lebih mudah tersampaikan. Selain itu penggunaan media pembelajaran yang baik akan membangkitkan keinginan dan minat baru, serta menumbuhkan motivasi yang pada akhirnya tentu akan berdampak pada aktivitas serta hasil belajar siswa.

2. Pengertian Media PowerPoint

Berkembangnya produk-produk teknologi informasi, komunikasi dan komputer dewasa ini, memungkinkan media visual pembelajaran dapat ditampilkan dengan alat proyeksi (projektor). Teknologi terbaru menyediakan program dan peralatan pendukung modern sehingga dapat digunakan untuk penyimpan gambar dan menampilkannya pada suatu bentuk digital atau bentuk analog, seperti PowerPoint. PowerPoint adalah sebuah program komputer untuk presentasi yang dikembangkan Microsoft. Microsoft office ini meliputi Microsoft PowerPoint, Microsoft

Word, Microsoft Excel, Microsoft Access dan beberapa program lainnya.

Menurut Rusman, dkk., (2011: 295) menyatakan bahwa Microsoft Office PowerPoint merupakan program aplikasi presentasi yang populer dan

(34)

PowerPoint sebagai media pembelajaran di sekolah. Ini menunjukkan

bahwa media PowerPoint tidak terlalu sulit digunakan bahkan membantu guru dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Sedangkan menurut Suhendi (2009: 1) PowerPoint merupakan program aplikasi kantor bertipe slide show (lembar kerja yang merupakan kaca objek yang menampilkan objek bergantian) yang digunakan untuk mempresentasikan konsep dan argumen yang ingin anda tunjukkan pada orang lain dengan tampilan grafis yang menarik. Hal ini menunjukkan bahwa, PowerPoint memang sengaja dirancang untuk memudahkan seseorang melakukan presentasi agar pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami oleh para audiens.

Presentasi digunakan untuk menjelaskan ide, rencana, pelaksanaan, dan hasil dari suatu kegiatan secara lisan. Semakin menarik suatu presentasi, maka dipastikan akan semakin mudah siswa sebagai penerima pesan memahami materi yang dijelaskan oleh guru (Komputer, 2003: 1).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa PowerPoint adalah media yang berbentuk slide show yang bentuk

(35)

program PowerPoint dapat diintegrasikan dengan Microsoftyang lainnya seperti, word, excel, access dan sebagainya.

PowerPoint sebagai aplikasi dari Microsoft ini, telah beberapa kali mengalami perubahan tampilan. Tampilan terbaru dari jenis Microsoft PowerPoint ini adalah PowerPoint 2010. Namun, yang lebih populer di

saat ini adalah PowerPoint 2007. Bila diperhatikan lebih lanjut, pada dasarnya PowerPoint 2010 dan 2007 adalah sama, hanya saja ada beberapa tampilan yang sedikit berbeda. Bahkan beberapa orang masih banyak yang menggunakan PowerPoint 2003 untuk merancang sendiri presentasinya. Dalam penelitian tindakan kelas ini, peneliti memilih menggunakan PowerPoint 2007 sebagai aplikasi dari Microsoft Office sebagai media yang dirasa dapat membantu dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Pemilihan ini, dilihat dari segi kepopulerannya oleh para pengguna komputer.

3. Langkah-langkah Penggunaan Media PowerPoint

Dizaman yang lebih banyak bergantung pada teknologi modern ini, pengetahuan mengenai penggunaan alat-alat modern sebagai media pembelajaran diharapkan dimiliki oleh para guru. Seperti yang telah dijelaskan di atas, salah satu media pembelajaran yang termasuk dalam teknologi modern dan juga telah populer dikalangan para pendidik yakni PowerPoint.

(36)

menampilkan, menyimpan serta cara menutup PowerPoint. Berikut langkah-langkahnya (Suhendi, 2009: 1–7):

a. Langkah-langkah mengaktifkan PowerPoint 2007. 1) Klik tombol Start.

2) Pilih All Program.

3) Cari dan klik folder Microsoft Office.

4) Kemudian klik Microsoft Office PowerPoint 2007. b. Langkah-langkah membuat PowerPoint

1) Klik tombol Microsoft Office Button

2) Klik New. Pada kotak dialog NewPresentation yang muncul, ikuti langkah berikut:

a) Pada bagian Template, klik Blank and Recent. b) Kemudian klik Create.

c. Langkah-langkah menyimpan PowerPoint.

Ketika menyimpan file PowerPoint, kita dapat menyimpannya ke folder pada hard diskdrive komputer, disket, CD, flash disk, desktop, atau penyimpan lainnya. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1) Klik tombol Microsoft office Button.

2) Klik Save. Pada kotak Save yang muncul, ikuti langkah berikut:

a) Klik Folder.

b) Klik Folder,Drive, atau lokasi lain yang ingin dijadikan tempat penyimpanan.

c) Di dalam kotak File Name, ketik nama file-nya. d) Klik Save.

e) Atau dapat menekan tombol Ctrl+S pada Keyboard. d. Langkah-langkah menampilkan PowerPoint.

1) Klik Slide Show pada baris Tool Bar Menu. 2) Lalu pilih From Beginning.

e. Langkah-langkah menutup PowerPoint. 1) Klik Microsoft Office Button.

2) Lalu pilih Close atau Exit PowerPoint.

3) Atau dapat menekan tombol Alt+F4 pada Keyboard.

4. Kelebihan dan Kekurangan Media PowerPoint

Media PowerPoint digunakan dalam proses belajar mengajar, media PowerPoint dapat digunakan untuk menyampaikan materi dengan

(37)

PowerPointdi dalam proses belajar mengajar memiliki beberapa

kelebihan diantaranya (dalam http://www.scribd.com/doc):

(a) Penyajiannya menarik karena ada permainan warna, huruf dan animasi, baik animasi teks maupun animasi gambar atau foto, (b) Lebih merangsang anak untuk mengetahui lebih jauh informasi tetang bahan ajar yang tersaji, (c) Pesan informasi secar visual mudah dipahami peserta didik, (d) Tenaga pendidikan tidak perlu banyak menerangkan bahan ajar yang sedang disajikan, (e) Dapat diperbanyak sesuai kebutuhan, dan dapat dipakai secara berulang-ulang, dan (f) Dapat disimpan dalam bentuk data optik atau magnetik. (CD/Disket/Flashdisk), sehingga praktis untuk dibawa kemana-mana. Sedangkan kekurangannya yakni: (a) Harus ada persiapan yang cukup menyita waktu dan tenaga, (b) Jika yang digunakan untuk presentasi di kelas adalah PC, maka para pendidik harus direpotkan oleh pengangkutan dan penyimpanan PC tersebut, (c) Jika layar monitor yang digunakan terlalu kecil (14–15), maka kemungkinan besar siswa yang duduk jauh dari monitor kesulitan melihat sajian bahan ajar yang ditayangkan di PC tersebut dan, (d) Para pendidik harus memiliki cukup kemampuan untuk mengoperasikan program ini, agar jalannya presentasi tidak banyak hambatan.

Apabila berusaha memahami kelebihan serta kekurangan media PowerPoint ini, diharapkan dapat meminimalisir hambatan tersampainya

pesan pada proses pembelajaran sehingga materi dapat lebih dipahami oleh siswa.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian

tindakan kelas ialah “Apabila dalam mata pelajaran PKn di kelas VA SDN1

Metro Timur guru menerapkan model cooperative learning tipe think pair sharedan media PowerPoint dengan memperhatikan langkah-langkahnya

(38)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Metode penelitian yang istilah dalam bahasa Inggrisnya adalah Classroom Action Research (CAR). Dari namanya telah dapat diketahui isi yang

terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas.

Arikunto dkk. (2010: 2–3) menuliskan bahwa dengan menggabungkan batasan pengertian tiga kata inti, yaitu (1) penelitian, (2) tindakan, (3) kelas, segera dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.

Arikunto dkk. (2010: 58) menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu praktik pembelajaran dikelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar mengajar yang terjadi dikelas, bukan pada input kelas (silabus, materi, dan lain-lain) ataupun output (hasil belajar). PTK harus tertuju atau mengenai hal-hal yang terjadi di

dalam kelas.

(39)
[image:39.595.163.447.117.440.2]

Siklus tindakan dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Siklus PTK Adaptasi dari Arikunto (2004: 16)

B. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN 1 Metro Timur Kota Metro.

2. Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan selama 3 bulan, yaitu dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

Perencanaan 1

Pelaksanaan 1 SIKLUS 1

Pengamatan 1 Refleksi 1

Perencanaan II

SIKLUS II Pelaksanaan II

Refleksi II

dst Pengamatan II

Perencanaan III

Pelaksanaan III SIKLUS III

Refleksi III

(40)

C. Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan secara kolaboratif partisipatif antara peneliti dengan guru SDN 1 Metro Timur. Dalam penelitian tindakan kelas ini yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa dan seorang guru Kelas VA SDN 1 Metro Timur Tahun Pelajaran 2012/2013. Jumlah siswa sebanyak 28 orang siswa, dengan rincian 13 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh selama penelitian dikumpulkan melalui teknik tes dan non tes.

1. Non Tes

Pengumpulan data melalui teknik non tes ini bersifat kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, mengapa atau bagaimana. teknik non tes ini dilaksanakan melalui kegiatan observasi. Dimana observasi dilakukan oleh observer terhadap siswa dan guru pada saat pembelajaran berlangsung. Observasi ini digunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran PKn melalui model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint.

2. Teknik Tes

Tes berasal dari bahasa perancis, yaitu “testum”, berarti piring yang

(41)

Tes adalah suatu teknik atau cara yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan pengukuran, yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan-pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh peserta didik untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa. Tes yang digunakan dalam pengumpulan data ini bersifat kuantitatif yang berupa nilai-nilai siswa. Tes ini digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran PKn melalui model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint.

E. Alat Pengumpulan Data 1. Lembar Panduan Observasi

Instrumen ini digunakan oleh observer untuk mengamati aktivitas siswa dan kinerja guru pada saat pembelajaran berlangsung.

2. Soal-soal Tes Formatif

Tes formatif ini disajikan setelah diterapkannya model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint pada mata pelajaran

(42)

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data penelitian tindakan kelas menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif:

1. Analisis data kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang terdiri dari data aktifitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan media PowerPoint dalam penerapan model cooperative learning tipe think pair share. Data yang diperoleh berdasarkan perilaku yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Nilai aktivitas siswa dan kinerja guru diperoleh dengan rumus berikut di bawah ini:

a. Nilai aktivitas setiap siswa diperoleh dengan rumus:

NP = x 100

Keterangan:

NP = Nilai yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh SM = Skor maksimumyang ditentukan 100 = Bilangan tetap

[image:42.595.181.513.631.734.2]

Adopsi dari Purwanto (2008: 102).

Tabel 1. Kategori Aktivitas Siswa Per Individu Berdasarkan Perolehan Nilai

No Rentang Nilai Kategori

1 80,1 – 100 Sangat Aktif

2 60,1 – 80 Aktif

3 40,1 – 60 Cukup Aktif

4 20,1 – 40 Kurang Aktif

5 0,1 – 20 Pasif

(43)

b. Nilai rata-rata aktivitas belajar siswa diperoleh dengan rumus:

NP = x 100

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor mentah yang diperoleh SM = skor maksimum

100 = bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

c. Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus: N = x 100

Keterangan :

N = nilai yang dicari/diharapkan R = skor mentah yang diperoleh

SM = skor maksimum ideal yang diamati 100 = bilangan tetap

(Adaptasi dari Purwanto, 2008: 102)

Tabel 2. Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai.

No Rentang Nilai Kategori

1 80,1– 100 Sangat Baik

2 60,1– 80 Baik

3 40,1– 60 Cukup Baik

[image:43.595.179.491.595.705.2]
(44)

2. Analisis data kuantitatif digunakan untuk mendeskripsikan berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil belajar siswa dalam hubungannya dengan penugasan materi yang diajarkan guru. Dalam hal ini nilai akhir siswa dibandingkan dengan nilai awal siswa kemudian dihitung selisihnya, selisih tersebut menjadi peningkatan atau penurunan belajar.

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara individual digunakan rumus berikut di bawah ini:

a. Nilai individual ini diperoleh menggunakan rumus: S = x 100

Keterangan :

S = nilai yang dicari atau diharapkan R = skor yang diperoleh

N = skor maksimum dari tes 100 = bilangan tetap

(Adopsi dari Purwanto, 2008: 112)

b. Nilai rata-rata kelas diperoleh dengan rumus: ∑ X1

X = N Keterangan:

X = rata-rata hitung nilai X1 = jumlah nilai siswa N = banyaknya siswa

(45)

c. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal, digunakan rumus sebagai berikut.

P = x 100%

Tabel 3. Kriteria Ketuntasan Belajar Berdasarkan KKM

No Nilai Kategori

1 < 68 Belum Tuntas

2 ≥ 68 Tuntas

G. Indikator Keberhasilan Pembelajaran

Pembelajaran dalam penelitian ini dikatakan berhasil apabila adanya peningkatan rata-rata nilai siswa setiap siklusnya dari nilai KKM mata pelajaran PKn kelas VA SDN 1 Metro Timur adalah 68. Siswa dianggap tuntas belajar jika telah mendapatkan nilai ≥68 dan secara klasikal dianggap tuntas belajar apabila 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai sekurang-kurangnya 68 dan aktivitas belajar dianggap tuntas apabila sudah mencapai 75% dari jumlah siswanya.Kinerja guru dianggap berhasil apabila memperoleh nilai ≥ 60,1 dengan kategori baik.

H. Prosedur Penelitian

(46)

1. Siklus I

a. Tahap perencanaan (planning)

Kegiatan ini diawali dengan pembuatan perangkat pembelajaran, lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi kinerja guru dan post tes oleh peneliti yang akan digunakan pada pembelajaran.

b. Tahap pelaksanaan (acting)

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share meliputi beberapa tahap, yaitu :

1) Guru menertibkan siswa sebelum pembelajaran dimulai. 2) Guru menyampaikan apersepsi dengan :

a) Menunjukkan gambar struktur organisasi melalui media PowerPoint di kelas VA dan,

b) Menginformasikan tujuan pembelajaran kepada siswa. 3) Setelah itu guru memotivasi siswa agar tetap fokus pada

pembelajaran hari ini.

4) Guru menerangkan materi melalui media PowerPoint.

5) Siswa diberikan pertanyaan yang sama terkait materi yang dipelajari.

6) Siswa diberi waktu ±10 menit untuk menjawab pertanyaan tersebut secara individu dan menuliskannya pada Lembar Kerja Siswa (LKS).

(47)

8) Guru bersama observer telah mengkondisikan sebelumnya pembagian kelompok di atas.

9) Setelah terbentuk kelompok dengan jumlah 1 kelompok berisi 4–6 siswa, siswa mendiskusikan masing-masing jawaban yang semakin beragam karena berasal dari pemikiran masing-masing siswa.

10) Setelah diskusi kelompok selesai, masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Pada saat salah satu kelompok maju, kelompok yang lain menanggapi, dan mencatat hal-hal penting dari materi yang kelompok penyaji sampaikan.

11) Guru memberikan penguatan atas hasil yang telah disampaikan tiap kelompok.

12) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi dari tiap kelompok.

13) Guru memberikan tes formatif kepada siswa secara individu.

c. Tahap observasi (observating)

(48)

d. Tahap analisis dan refleksi (analysis andreflecting)

Pada akhir siklus, dilakukan refleksi oleh guru dan peneliti serta pengkajian kemampuan belajar peserta didik selama pembelajaran berlangsung, sebagai acuan dalam membuat rencana pembelajaran baru pada siklus berikutnya.

Refleksi diadakan untuk melihat kembali kelemahan dan kelebihan guru dalam proses pembelajaran. Kelemahan-kelemahan yang ada akan diperbaiki pada siklus berikutnya.

2. Siklus II

Pelaksanaan pada siklus II ini, dilakukan setelah merefleksikan siklus I. a. Tahap perencanaan (planning)

Kegiatan ini diawali dengan pembuatan perangkat pembelajaran, lembar observasi aktivitas, lembar observasi kinerja guru, dan LKS oleh peneliti yang akan digunakan pada pembelajaran.

b. Tahap pelaksanaan (acting)

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share meliputi beberapa tahap, yaitu :

1) Guru menertibkan siswa sebelum pembelajaran dimulai. 2) Guru menyampaikan apersepsi:

a) Dengan memberikan pertanyaan umum terkait materi yang akan dipelajari dan,

(49)

3) Setelah itu guru memotivasi siswa agar tetap fokus pada pembelajaran hari ini.

4) Guru menerangkan materi melalui media PowerPoint.

5) Siswa diberikan pertanyaan yang sama terkait materi yang akan dipelajari.

6) Siswa diberi waktu ±10 menit untuk menjawab pertanyaan tersebut secara individu dan menuliskannya pada LKS.

7) Bersama kelompok, siswa mendiskusikan jawaban masing-masing.

8) Pembagian kelompok dilakukan seperti pembagian kelompok pada siklus 1.

9) Setelah terbentuk kelompok dengan jumlah 1 kelompok berisi 4–6 siswa, siswa mendiskusikan masing-masing jawaban yang semakin beragam karena berasal dari pemikiran masing-masing siswa.

10) Setelah diskusi kelompok selesai, masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Pada saat salah satu kelompok maju, kelompok yang lain menanggapi, dan mencatat hal-hal penting dari materi yang kelompok penyaji sampaikan.

11) Guru memberikan penguatan atas hasil yang telah disampaikan tiap kelompok.

(50)

13) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi dari tiap kelompok.

14) Guru memberikan tes formatif kepada siswa secara individu.

c. Tahap observasi (observating)

Pada tahap ini, observer mengobservasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Aspek-aspek yang diobservasi mencakup dari segi aktivitas siswa serta kinerja guru mulai dari awal penyampaian materi dan akhir pembelajaran.

d. Tahap analisis dan refleksi (analysis and reflecting)

Pada tahap terakhir siklus ini yaitu refleksi oleh peneliti untuk mengkaji aktivitas siswa dan hasil belajar siswa serta kinerja guru selama pembelajaran berlangsung, untuk menjadi acuan dalam membuat rencana tindakan pembelajaran pada siklus selanjutnya. Adapun kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus II akan diperbaiki pada siklus III.

3. Siklus III

Pelaksanaan pada siklus III ini dilakukan setelah merefleksikan siklus II.

a. Tahap perencanaan (planning)

(51)

b. Tahap pelaksanaan (acting)

Pada tahap pelaksanaan, kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model cooperative learning tipe think pair share meliputi beberapa tahap, yaitu :

1) Guru menertibkan siswa sebelum pembelajaran dimulai. 2) Guru menyampaikan apersepsi:

a) Dengan menunjukkan gambar-gambar melalui media PowerPoint dan,

b) Menginformasikan tujuan pembelajaran kepada siswa. 3) Setelah itu guru memotivasi siswa agar tetap fokus pada

pembelajaran hari ini.

4) Melalui media PowerPoint guru menerangkan materi pembelajaran pada siswa.

5) Siswa diberikan pertanyaan yang sama terkait materi yang dipelajari.

6) Siswa diberi waktu ±10 menit untuk menjawab pertanyaan tersebut secara individu dan menuliskannya pada Lembar Kerja Siswa (LKS).

7) Kemudian dilanjutkan diskusi dengan teman sebangku di belakang atau di depannya.

8) Pembagian kelompok dilakukan seperti pembagian kelompok pada siklus 1.

(52)

semakin beragam karena berasal dari pemikiran masing-masing siswa.

10) Setelah diskusi kelompok selesai, masing-masing kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas. Pada saat salah satu kelompok maju, kelompok yang lain menanggapi, dan mencatat hal-hal penting dari materi yang kelompok penyaji sampaikan.

11) Guru memberikan penguatan atas hasil yang telah disampaikan tiap kelompok.

12) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil diskusi dari tiap kelompok.

13) Guru memberikan tes formatif kepada siswa secara individu

c. Tahap observasi (observating)

Pada tahap ini, observer mengobservasi kegiatan pembelajaran yang berlangsung. Aspek-aspek yang diobservasi mencakup dari segi aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Kemudian dari segi kinerja guru mulai dari awal penyampaian materi dan akhir pembelajaran.

d. Tahap analisis dan refleksi (analysis and reflecting)

(53)
(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan di kelas VA SDN 1 Metro Timur pada mata pelajaran PKn dapat disimpulkan bahwa: 1. Penggunaan model cooperative learning tipe think pair share dan media

PowerPoint pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan aktivitas

belajar siswa. Berdasarkan hasil penghitungan terhadap hasil observasi aktifitas siswa, pada siklus I diperoleh nilai rata-rata 56,44 dengan kategori cukup aktif. Pada siklus II nilai rata-rata aktivitas belajar siswa diperoleh 62,59 dengan kategori aktif, dengan peningkatan dari siklus I ke II sebesar 6,15. Pada siklus III nilai rata-rata aktivitas belajar siswa diperoleh 78,16 dengan kategori aktif dan peningkatan dari siklus II ke III sebesar 15,57.

2. Penggunaan model cooperative learning tipe think pair share dan media PowerPoint pada mata pelajaran PKn dapat meningkatkan hasil belajar

(55)

42,85%. Pada siklus III jumlah siswa dengan kategori tuntas sebanyak 78,57%, dengan peningkatan dari siklus II ke III sebesar 17,56%.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan, berikut beberapa hal yang perlu disarankan kepada pihak-pihak terkait, antara lain:

1. Kepada siswa, hendaknya dapat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, serta mengambil pelajaran dari setiap kegiatan yang dilakukan. Menjadi siswa yang percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya yang kurang benar adalah lebih baik daripada tidak sama sekali.

2. Kepada guru, hendaknya lebih matang dalam hal perencanaan penerapan model cooperative learning tipe think pair share pada mata pelajaran PKn, sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik.

3. Kepada sekolah, hendaknya selalu mendukung dan memotivasi guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menerapkan model-model pembelajaran yang baik dalam kegiatan pembelajaran.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, dkk. 2009. Pemantapan Kemampuan Profesional. Universitas Terbuka. Jakarta.

Arikunto, dkk. 2004. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. ___________ 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Asyhar, H. Rayandra. 2012. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Referensi. Jakarta.

Aqib, Zainal. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK. CV Yrama Widya. Bandung.

Daryanto. 2010. Media Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran. Gava Media. Yogyakarta.

_______. 2012. Panduan Operasional Penelitian Tindakan Kelas. Prestasi Pustakarya. Jakarta.

Djamarah dan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Fathurrohman dan Sutikno. 2010. Strategi Belajar Mengajar: Melalui Penanaman

Konsep Umum dan Konsep Islam. Refika Aditama. Bandung.

Guru Baru. (http://ppg-pgsd.blogspot.com/2012/04/pengertian-hasil-belajar.html. Diakses tanggal 16 Januari 2013 @ 9:00 WIB)

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Hanafiah dan Suhana. 2010. Konsep Strategi Pembelajaran. Refika Aditama. Bandung.

Handoko, Danang Leo. 2012. Pengertian Model Pembelajaran Think. (http://danang-leo-handoko.blogspot.com/2012/01/pengertian-model-pembelajaran-think.html. Diakses tanggal 15 Januari 2013 @23:50 WIB) Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan

(57)

Tim Penyusun. 2011. Pedoman Penilaian Hasil Belajar dan Kalender Pendidikan di Sekolah Dasar. Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar.

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Reflika Aditama. Bandung.

Komputer, Wahana dan Andi Yogyakarta. 2001. Membuat Presentasi dengan MicrosoftXP. Wahana Komputer dan Andy Yogyakarta. Semarang.

Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Gramedia. Jakarta.

Muncarno. 2010. Bahan Ajar Statistik Pendidikan. Bahan Ajar. Metro.

Poerwanti, Endang, dkk. 2008. Assesmen Pembelajaran SD. Dirjen Dikti Depdiknas. Jakarta.

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rumah Desa Koe. 2011. Model Pembelajaran Think Pair and Share. (http://rumahdesakoe.blogspot.com/2011/05/model-pembelajaran-think-pair-and-share.html. Diakses Tanggal 8 Desember 2012 @ 11:06 WIB) Ruminiati. 2007. Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD. Depdiknas.

Jakarta.

Rusman, dkk. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi: Mengembangkan Profesionalitas Guru. Raja Grafindo Pustaka. Jakarta.

Rustaman, Nuryani dkk. 2010. Materi dan Pembelajaran IPA SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Silberman, Melvin L. 2012. Active Learning: 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Nuansa. Bandung.

Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning: Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.

Subekti, Mukodas Arif. 2011. Definisi Think Pair and Share. (http://odazzander.blogspot.com/2011/12/definisi-think-pair-and-share.html. Diakses pada tanggal 8 Desember 2012 @ 10:23 WIB)

(58)

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Suhendi, Edi. 2009. Membuat Presentasi Cantik dengan Microsoftoffice PowerPoint 2007: untuk pemula. Yrama Widya. Bandung.

Suherman. 2008. Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa yang Berdampak pada Hasil Belajar Menggunakan Metode Master Learning-Discovery Berbasis Komik Matematika Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Tim Redaksi. 2008. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003. Sinar Grafika. Jakarta.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KTS. Kencana. Jakarta.

Tuan guru. 2012. Strategi Pembelajaran. (www.Tuanguru.com. Diakses tanggal 17 Desember 2012 @ 0:27 WIB)

Universitas Lampung. 2011. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Vionet. 2012. Pengertian Hasil Belajar. (http://education-vionet.blogspot.com/2012/04/pengertian-hasil-belajar.html. Diakses tanggal 16 Januari 2013 @ 8:42 WIB)

Gambar

Gambar 1. Alur Siklus PTK
Tabel 1. Kategori Aktivitas Siswa Per Individu Berdasarkan  Perolehan Nilai
Tabel 2. Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai.

Referensi

Dokumen terkait

THE CONTENT VALIDITY OF THE ENGLISH FINAL TEST ITEMS IN UN SMK DWIJA DHARMA BOYOLALI 2010-2011 ACADEMIC YEAR BASED ON SCHOOL BASED CURRICULUM AND THE DISTRIBUTION

Perlu  lebih  banyak  sosiaslisasi  dengan  melibatkan  pemangku  kepentingan Perlu  pendampingan  dengan  melibatkan  pemangku kepentingan. Prinsip  efisiensi 

Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu

[r]

[r]

Disarankan kepada pengawas serta kepala sekolah menerapkan supervisi akademik model ilmiah untuk melakukan pembinaan kepada guru dalam rangka meningkatkan kemampuan

Hasil penelitian terhadap 41 jajanan pasar yang dijual di enam pasar Kecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta sebanyak 15 sampel mengandung rhodamin B, yaitu: 42,86% di pasar Kadipolo,

[r]