• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Ketertarikan Wirok Kecil (Bandicota bangalensis Gray & Hardwicke) terhadap Umpan dan Redontisida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Ketertarikan Wirok Kecil (Bandicota bangalensis Gray & Hardwicke) terhadap Umpan dan Redontisida"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL

(Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke)

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA

SYARIF SYUKRI HARAHAP

A44102059

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL

(Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke)

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Syarif Syukri Harahap A44102059

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA

Nama Mahasiswa : Syarif Syukri Harahap NRP : A44102059

Departemen : Proteksi Tanaman

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. NIP 131 664 407

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham M.Agr NIP 130 422 698

Tanggal lulus :

(4)

ABSTRAK

SYARIF SYUKRI HARAHAP. Uji Ketertarikan Wirok Kecil (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) Terhadap Umpan dan Rodentisida dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

B. bengalensis adalah hama Permukiman yang utama di kota-kota besar di kawasan Asia termasuk Indonesia. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah kerusakan pada bangunan fisik rumah, kantor, gudang, dan pabrik, serta berkurangnya simpanan bahan makanan di rumah dan gudang makanan. Kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada jumlah yang dikonsumsinya, karena cara makan yang sedikit-sedikit pada beberapa bagian. Selain itu, wirok menyebabkan kontaminasi pada bahan makana n oleh rambut, feses, dan urin, dan menjadi vektor penyakit pada manusia seperti leptospirosis, rickettsial, pes, salmonellosis, dan rabies.

Pengendalian kimia adalah metode yang sering digunakan dalam pengendalian wirok. Metode ini berupa penggunaan umpan beracun (akut dan kronis), repelen kimia, atraktan, dan fumigasi. Umpan yang digunakan sebagai umpan beracun harus memenuhi syarat yaitu: Menarik bagi wirok, tidak menarik bagi hewan lain yang bukan sasaran, mudah didapat, dan mudah dicampurkan dengan racun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis umpan yang disukai oleh wirok kecil terutama dari pakan yang biasa dikonsumsi manusia yang nantinya dapat digunakan sebagai umpan yang efektif dalam mengelola populasinya. Selain itu, penelitian ini juga untuk menguji rodentisida yang efektif dalam mengendalikan wirok.

Metode yang dilakukan yaitu uji tanpa dan dengan pilihan dengan menggunakan pakan standar umpan tikus berupa beras dan gabah, makanan manusia berupa telur, ikan tongkol, daging ayam, jagung manis, dan kelapa, dan pakan ternak yaitu pelet ikan, gandum dan jagung pipilan. Pada perlakuan rodentisida, pakan yang disukai dari percobaan preferensi pakan, dicampur dengan seng fosfida dan bersama racun kronis lain ditempatkan pada tempat umpan bersekat di dalam kurungan.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulangbawang Lampung pada tanggal 18 Juni 1984, dari ayah Zulkifli Harahap dan ibu Liana Herlina Pulungan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Tumijajar dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi (SPMB).

(6)

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Uji Ketertarikan Wirok Kecil (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) Terhadap Umpan dan Rodentisida”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1.Bapak dan Ibu, Kakek dan Nenek, Tulang dan Nantulang, serta Adik-adik yang selalu memberi semangat untuk menjadi yang terbaik dan senantiasa berguna bagi keluarga dan orang lain.

2.Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3.Ir. Abjad Asih Nawangsih M.Si selaku dosen penguji tamu

4.Khusus untuk Sherly Asrilia yang telah membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

5.Bapak Ahmad Soban, Ridwan Fatamorgana, Rizka Yudha, Edward, Tim PKM Nematoda, dan HPT’ers 39 yang memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang memerlukan, terutama di bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Bogor, Januari 2006

(7)
(8)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kandungan zat gizi sweet corn per 100 g berat yang dimakan ... 6

2 Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 g ... 7

3 Kandungan zat- zat dalam telur ayam (%) ……….. 9

4 Kandungan zat- zat dalam daging (%) ……… 9

5 Komposisi kimia daging buah kelapa tua per 100 g bahan ... 10

6 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) terhadap berbagai jenis umpan pada uji tanpa pilihan ... 20

7 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) terhadap berbagai jenis umpan pada uji pilihan ... 22

8 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) pada uji rodentisida dengan pilihan ………. 24

(9)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Jagung manis dicampur seng fosfida ... 18

2 Beras dicampur seng fosfida ... 18

3 Perubahan bobot tubuh wirok dari awal hingga akhir perlakuan .. 22

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji tanpa pilihan putaran

1+2 per 100 g bobot tubuh ... 32 2 Sidik ragam konsumsi B. Bengalensis uji tanpa pilihan putaran 1

per 100 g bobot tubuh ... 32 3 Sidik ragam konsumsi B. Bengalensis ujitanpa pilihan putaran 2

per 100 g bobot tubuh ... 32 4 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 1+2+3

per 100 g bobot tubuh ... 33 5 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 1

per 100 g bobot tubuh ………... 33 6 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 2

per 100 g bobot tubuh ………... 34 7 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 3

per 100 g bobot tubuh ... 34 8 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis terhadap

umpan beracun per 100 g bobot tubuh ... 35

(11)

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL

(Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke)

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA

SYARIF SYUKRI HARAHAP

A44102059

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL

(Bandicota bengalensis. Gray & Hardwicke)

TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Syarif Syukri Harahap A44102059

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(13)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : UJI KETERTARIKAN WIROK KECIL (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) TERHADAP UMPAN DAN RODENTISIDA

Nama Mahasiswa : Syarif Syukri Harahap NRP : A44102059

Departemen : Proteksi Tanaman

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si. NIP 131 664 407

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham M.Agr NIP 130 422 698

Tanggal lulus :

(14)

ABSTRAK

SYARIF SYUKRI HARAHAP. Uji Ketertarikan Wirok Kecil (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) Terhadap Umpan dan Rodentisida dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

B. bengalensis adalah hama Permukiman yang utama di kota-kota besar di kawasan Asia termasuk Indonesia. Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah kerusakan pada bangunan fisik rumah, kantor, gudang, dan pabrik, serta berkurangnya simpanan bahan makanan di rumah dan gudang makanan. Kerusakan yang ditimbulkan lebih besar daripada jumlah yang dikonsumsinya, karena cara makan yang sedikit-sedikit pada beberapa bagian. Selain itu, wirok menyebabkan kontaminasi pada bahan makana n oleh rambut, feses, dan urin, dan menjadi vektor penyakit pada manusia seperti leptospirosis, rickettsial, pes, salmonellosis, dan rabies.

Pengendalian kimia adalah metode yang sering digunakan dalam pengendalian wirok. Metode ini berupa penggunaan umpan beracun (akut dan kronis), repelen kimia, atraktan, dan fumigasi. Umpan yang digunakan sebagai umpan beracun harus memenuhi syarat yaitu: Menarik bagi wirok, tidak menarik bagi hewan lain yang bukan sasaran, mudah didapat, dan mudah dicampurkan dengan racun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis umpan yang disukai oleh wirok kecil terutama dari pakan yang biasa dikonsumsi manusia yang nantinya dapat digunakan sebagai umpan yang efektif dalam mengelola populasinya. Selain itu, penelitian ini juga untuk menguji rodentisida yang efektif dalam mengendalikan wirok.

Metode yang dilakukan yaitu uji tanpa dan dengan pilihan dengan menggunakan pakan standar umpan tikus berupa beras dan gabah, makanan manusia berupa telur, ikan tongkol, daging ayam, jagung manis, dan kelapa, dan pakan ternak yaitu pelet ikan, gandum dan jagung pipilan. Pada perlakuan rodentisida, pakan yang disukai dari percobaan preferensi pakan, dicampur dengan seng fosfida dan bersama racun kronis lain ditempatkan pada tempat umpan bersekat di dalam kurungan.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulangbawang Lampung pada tanggal 18 Juni 1984, dari ayah Zulkifli Harahap dan ibu Liana Herlina Pulungan. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum pada tahun 2002 di SMU Negeri 1 Tumijajar dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi (SPMB).

(16)

PRAKATA

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Uji Ketertarikan Wirok Kecil (Bandicota bengalensis Gray & Hardwicke) Terhadap Umpan dan Rodentisida”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian, pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada:

1.Bapak dan Ibu, Kakek dan Nenek, Tulang dan Nantulang, serta Adik-adik yang selalu memberi semangat untuk menjadi yang terbaik dan senantiasa berguna bagi keluarga dan orang lain.

2.Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

3.Ir. Abjad Asih Nawangsih M.Si selaku dosen penguji tamu

4.Khusus untuk Sherly Asrilia yang telah membantu dan memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

5.Bapak Ahmad Soban, Ridwan Fatamorgana, Rizka Yudha, Edward, Tim PKM Nematoda, dan HPT’ers 39 yang memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

6.Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi yang memerlukan, terutama di bidang Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Bogor, Januari 2006

(17)
(18)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kandungan zat gizi sweet corn per 100 g berat yang dimakan ... 6

2 Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 g ... 7

3 Kandungan zat- zat dalam telur ayam (%) ……….. 9

4 Kandungan zat- zat dalam daging (%) ……… 9

5 Komposisi kimia daging buah kelapa tua per 100 g bahan ... 10

6 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) terhadap berbagai jenis umpan pada uji tanpa pilihan ... 20

7 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) terhadap berbagai jenis umpan pada uji pilihan ... 22

8 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) pada uji rodentisida dengan pilihan ………. 24

(19)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Jagung manis dicampur seng fosfida ... 18

2 Beras dicampur seng fosfida ... 18

3 Perubahan bobot tubuh wirok dari awal hingga akhir perlakuan .. 22

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji tanpa pilihan putaran

1+2 per 100 g bobot tubuh ... 32 2 Sidik ragam konsumsi B. Bengalensis uji tanpa pilihan putaran 1

per 100 g bobot tubuh ... 32 3 Sidik ragam konsumsi B. Bengalensis ujitanpa pilihan putaran 2

per 100 g bobot tubuh ... 32 4 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 1+2+3

per 100 g bobot tubuh ... 33 5 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 1

per 100 g bobot tubuh ………... 33 6 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 2

per 100 g bobot tubuh ………... 34 7 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 3

per 100 g bobot tubuh ... 34 8 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis terhadap

umpan beracun per 100 g bobot tubuh ... 35

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wirok merupakan hewan pengerat yang memiliki palatabilitas pakan yang luas pada komoditas pangan antara lain: Serealia, kacang-kacangan, umbi-umbian, buah, dan sayuran (Priyambodo 2003). Wirok dapat ditemukan hampir di tiap daerah terestrial baik di daerah pertanian sampai perkotaan. Setidaknya ada 24 spesies tikus, wirok, dan mencit yang merupakan hama penting di daerah Asia dan Indo-Pasifik. Spesies tersebut terdiri atas 10 spesies dari genus Rattus, 6 spesies dari genus Mus, 3 spesies dari genus Bandicota yaitu B. indica, B. bengalensis, B. savilei, 2 spesies dari genus Berylmys, serta masing-masing 1 spesies dari genus

Cannomys, Nesokia, dan Rhyzomys (Aplin et al 2003)

Wirok kecil (Bandicota bangalensis Gray & Hardwicke) merupakan hama yang menyerang tanaman pangan, hortikultura, maupun tanaman perkebunan. Menurut Khan dan Rizvi 1999 wirok kecil menyebabkan kehilangan ekonomi yang cukup serius pada tanaman padi, gandum, tebu, dan kacang tanah di Pakistan. Aktivitas wirok yang tinggal di pekarangan (menggali tanah) dapat merusak rumput di taman, tanaman hias, pohon buah-buahan, bahkan pohon pelindung di jalan (Priyambodo 2005). Wirok memiliki kemampuan yang baik dalam menggali sehingga dapat menyebabkan runtuhnya pondasi bangunan, kerusakan jalan dan trotoar. Selain itu wirok menyebabkan jebolnya bendungan sehingga terjadi banjir dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar (Lund 1994). Selain menyebabkan kerugian dibidang pertanian, wirok merupakan vektor penyakit pada manusia. Penyakit yang dapat ditularkan oleh wirok adalah: Pes, leptospirosis, rickettsial, dan rabies (Priyambodo 2003).

(22)

2

beracun (fumigan). Pengelolaan yang sering dilakukan terhadap wirok adalah dengan menggunakan umpan beracun. Metode ini sekarang banyak digunakan, meskipun menurut konsep PHT seharusnya digunakan sebagai alternatif terakhir setelah semua cara yang lain tidak mampu menekan populasi wirok.

Rodentisida sintetik yang digunakan dalam pengelolaan wirok terdiri dari dua jenis yaitu rodentisida yang bersifat akut dan kronis. Rodentisida akut yang biasa digunakan dalam pengendalian tikus adalah seng fosfida dan brometalin, sedangkan yang bersifat kronis adalah brodifakum, bromodiolon, flokumafen, kumatetralil, dan warfarin. Pengelolaan dengan cara ini memiliki kelebihan yaitu bahannya mudah didapat dan diaplikasikan serta hasilnya cepat dirasakan. Disamping itu rodentisida sintetik juga memiliki kelemahan yaitu membunuh organisme bukan sasaran dan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan (Priyambodo 2003).

Hingga saat ini penelitian mengenai wirok di Indonesia belum banyak dilakukan, terutama tentang jenis umpan yang disukai yang berasal dari limbah rumah tangga atau sisa makanan manusia untuk menangkap dan mengendalikan wirok. Demikian juga dengan jenis rodentisida yang tepat untuk digunakan dalam mengendalikan populasi wirok. Penelitian yang banyak dilakukan adalah terhadap tikus sawah (Rattus argentiventer) dan tikus rumah (Rattus rattus diardii).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis umpan yang disukai oleh wirok dan rodentisida yang efektif dalam mengelola populasinya.

Manfaat Penelitian

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Wirok Kecil (Bandicota bengalensis)

Wirok kecil (Bandicota bengalensis) termasuk dalam Ordo Rodentia, Famili Murinae, Subfamili Murinae, dan Genus Bandicota. Dalam genus ini terdapat 3 spesies yaitu B. indica, B. bengalensis, dan B. savilei. Ketiga spesies tersebut memiliki ukuran tubuh dan daerah penyebaran yang berbeda.

Ciri morfologi dari wirok kecil (B. bengalensis) adalah tekstur rambut panjang dan kasar, bentuk hidung kerucut terpotong, badan berbentuk silindris dan membesar pada bagian belakang, rambut tubuh berwarna hitam pada bagian dorsal dan ventral sampai bagian ekor, berat tubuh 200-400 g, panjang total 400-500 mm, betina memiliki 3 + 3 pasang puting susu. Wirok termasuk hewan terestrial yang dicirikan dengan ekor pendek relatif terhadap kepala dan badan, serta tonjolan pada telapak kaki yang relatif kecil dan permukaannya halus (Priyambodo 2003).

Penyebaran wirok kecil sangat luas mulai dari Pakistan, sampai India, Bangladesh, Myanmar, Sumatera, dan Jawa. Habitat asli B. bengalensis adalah hutan rimba dan pepohonan oak (Walker 1999). Namun wirok telah menjadi hama di permukiman dengan habitat utama adalah gudang, perumahan manusia, saluran pembuangan di perumahan (got) (Priyambodo 2003).

(24)

4

tanaman hias, pohon buah-buahan, bahkan pohon pelindung di jalan (Priyambodo 2005). Wirok merupakan perenang dan penyelam yang baik. B. bengalensis sering merusak saluran pembuangan (got) dan pipa saluran. Selain itu wirok juga dapat menyebabkan rusaknya pondasi bangunan atau jalan dan trotoar (Lund 1994).

Selain menyebabkan kerugian di bidang pertanian dan permukiman B. bengalensis juga dapat menjadi vektor penyakit pada manusia seperti: Leptospirosis yang disebabkan oleh bakteri Leptospira autumnalis dan L. javanica, rickettsial, pes, salmonellosis, dan rabies (Priyambodo 2003).

Perilaku Makan

Walaupun sudah mengetahui letak dan jenis pakan yang disukai, wirok akan tetap mencium dan mencicipi semua pakan yang tersedia lebih dahulu sebelum dimakan. Wirok mencium dan mencicipi terlebih dahulu semua pakan mulai dari yang disukai sampai pada pakan yang kurang disukai baru kemudian wirok mengkonsumsi pakan yang tersedia. Wirok cenderung langsung mengkonsumsi pakan yang disukai, namun tetap waspada terhadap pakan yang kurang disukai. Peningkatan aktivitas makan wirok diikuti dengan frekuensi minum yang tinggi. Meskipun aktivitas makan dan bergerak wirok berkurang, wirok tetap membutuhkan air minum yang relatif banyak untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam tubuhnya (Nugraha 2004).

Pengelolaan Wirok

Wirok menjadi hama serius pada pemukiman manusia karena memiliki kemampuan reproduksi tinggi dan tahan terhadap gangguan lingkungan serta dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan yang dibuat manusia. Menurut Lund 1994 rerata kemampuan reproduksi wirok 5,9 anak per betina atau 43 anak per betina per tahun.

(25)

5

biasanya masyarakat melakukan perburuan. Selain dengan perburuan metode pengendalian yang sering dilakukan dengan pemasangan perangkap, fumigasi, dan pemberian racun (Priyambodo 2003).

Pengendalian kimia adalah metode yang sering digunakan dalam pengendalian wirok. Metode ini berupa penggunaan umpan beracun (akut dan kronis), repelen kimia, atraktan, dan fumigasi. Umpan yang digunakan sebagai umpan beracun harus memenuhi syarat yaitu: Menarik bagi wirok, tidak menarik bagi hewan lain yang bukan sasaran, mudah didapat, dan mudah dicampurkan dengan racun. Fumigasi adalah peracunan tikus beserta ektoparasitnya dengan menggunakan gas beracun. Racun fumigan umumnya bersifat biosida (membunuh semua makhluk hidup). Repelen adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengusir tikus. Bahan atraktan adalah bahan kimia yang dapat menarik tikus melalui bau yang ditimbulkannya dan bukan bahan yang bersifat penyedap (Priyambodo, 2003).

Pakan Beras

(26)

6

Beras merupakan salah satu makanan pokok sebagian besar penduduk dunia, jumlah produksi beras pertahun menempati urutan kedua setelah gandum. Gabah

Gabah adalah bulir padi. Biasanya mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari tangkainya (jerami). Asal kata gabah dari bahasa Jawa “gabah”. Secara anatomi biologi, gabah merupakan buah padi, sekaligus biji. Buah padi bertipe bulir atau caryopsis, sehingga pembedaan bagian buah dan biji sukar dilakukan. Gabah kering simpan me ngandung kadar air maksimal 14% (Wikipedia 2000a)

Gandum

Gandum (Triticum spp.) adalah tergolong dalam Famili Graminae yang ditanam di seluruh dunia. Gandum merupakan tanaman sereal terbesar. Gandum merupakan bahan makanan yang digunakan untuk menghasilkan tepung berkualitas tinggi (wikipedia 2000b).

Jagung Manis

Kandungan nutrisi jagung manis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan zat gizi jagung manis per 100 g berat yang dimakan

Zat gizi Jumlah

Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan, 1979 dalam Anonim

(27)

7

sulit dibedakan dengan jagung biasa. Komponen dasar biji jagung secara kimia terdiri atas karbophidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Jagung manis memiliki nilai gizi yang berbeda dengan jagung biasa. Kadar gula pada jagung manis 5 – 6% dan kadar pati 10 – 11% (Anonim).

Jagung Pipilan

Kandungan nutrisi jagung pipilan per 100 g dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 g

Komponen Jumlah

Jagung pipilan merupakan jagung yang dipanen tua dan biasa digunakan sebagai pakan ternak. Jagung dipanen dalam bentuk bertongkol dengan kadar air 40 % dan diturunkan sampai 12 %. Penurunan kadar air dapat dilakukan dengan penjemuran. Setelah jagung bertongkol cukup kering, dilakukan pemipilan (pelepasan biji dari tongkol). Pemipilan dapat dilakukan secara ma nual dengan menggunakan alat sederhana atau alat mekanis.

(28)

8

Pelet ikan

Sekarang ini banyak dipergunakan makanan tambahan untuk dibuat bahan makanan ternak, baik hewani maupun nabati dan bahan-bahan makanan lainnya, yang telah dijadikan adonan seperti pasta kemudian dicetak kering sebagai potongan pelet.

Istilah ”pelet” digunakan untuk menyatakan bentuk yang tidak berupa tepung maupun butiran, melainkan bentuk potongan-potongan pipa (Asmawi 1983).

Ikan Tongkol (Auxis spp)

Ikan tongkol tergolong Famili Scombridae. Bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit yang licin. Sirip dada melengkung dan di belakang sirip punggung dan sirip dubur terdapat sirip tambahan yang kecil-kecil (Djuhanda 1981). Jenis-jenis ikan tongkol terdapat mulai dari Laut Merah, terus ke Laut India, Malaysia, dan Indonesia dan sekitarnya dan juga terdapat di laut-laut tropika dan beriklim sedang. Ikan tongkol merupakan salah satu sumber protein hewani yang mempunyai nilai gizi tinggi karena mengandung protein yang cukup dan mineral yang tinggi.

Telur Ayam

Kandungan nutrisi dalam telur ayam dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandungan zat- zat dalam telur ayam (%)

Komponen Jumlah

(29)

9

Telur ayam adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bergizi tinggi karena mengandung zat–zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti asam amino yang lengkap dan seimbang serta mudah dicerna oleh tubuh. Menurut Anggoradi (1985) telur mempunyai kandungan gizi yang tinggi karena di dalamnya terkandung protein, lemak, mineral, dan nutrisi lainnya. Kolesterol dalam telur berguna untuk membentuk garam-garam empedu yang diperlukan bagi pencernaan lemak yang berasal yang berasal dari pangan dan diperlukan sebagai komponen pembentukan hormon seksual.

Daging Ayam

Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan yang berasal dari ternak yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan. Daging ayam mengandung protein yang mudah diolah, dicerna, dan mempunyai cita rasa yang enak sehingga disukai bayak orang (Tursadi 1994). Asam-asam amino yang menyusun daging ayam adalah lengkap dan seimbang. Disamping itu juga kaya akan vitamin dan mineral yang diperlukan oleh tubuh. Kandungan kolesterol daging ayam broiler rendah dan kaya vitamin B dan mineral sehingga sangat diperlukan untuk kesehatan sistem syaraf dan pertumbuhan. Pada daging ayam, kandungan lemaknya lebih tinggi daripada telur tetapi komposisinya sebagian besar terdiri dari asam lemak tak jenuh ganda yang penting bagi penyakit jantung koroner. Kandungan nutrisi pada daging ayam dapat dilihat pada Tabel 4.

(30)

10

Kelapa

Komposisi nutrisi yang terkandung pada buah kelapa tua dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kimia daging buah kelapa tua per 100 g bahan Kandungan gizi Jumlah

Direktorat Gizi Depkes R.I 1981 dalam Rumokoi 1993

Sampai saat ini daging buah kelapa tetap dianggap sebagai bagian kelapa yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Selain sebagai bahan baku kopra dan minyak kelapa, daging buah kelapa dapat diolah menjadi berbagai produk antara lain santan kelapa, kelapa parut kering, selai kelapa, keripik dan lain-lain. Produk-produk kelapa ini memerlukan bahan baku kelapa dengan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat daging kelapa ditentukan oleh senyawa atau komposisi kimia penyusun daging kelapa tersebut. Komposisi daging kelapa selain ditentukan oleh umur buah juga dipengaruhi oleh jenis kultivar kelapa. Daging buah kelapa mengandung protein yang bernialai gizi tinggi, yaitu protein yang mengandung asam amino esensial yang lengkap dalam jumlah yang cukup tinggi (Rumokoi 1993).

Rodentisida

Rodentisida Akut

(31)

11

dosis letal dalam waktu 24 jam. Rodentisida akut merupakan racun yang sangat berbahaya sehingga dibatasi keberadaannya di beberapa negara.

Seng Fosfida

Seng fospida berbentuk tepung yang berwarna kelabu kehitaman, dengan bau seperti bawang putih. Seng fosfida diproduksi dengan cara mengarahkan kombinasi antara seng dengan fosfor. Seng fosfida telah dikenal sejak dulu sebagai racun tikus yang efektif, dapat tercampur dalam karbon disulfida dan benzena, tetapi tidak dapat larut dalam alkohol dan air. Bahan aktif seng fosfida menghasilkan fosfin yang dapat merusak saluran pencernaan (Lund 1994), masuk ke aliran darah dan menghancurkan lever. Menurut Corrigan 1997 tikus yang mati karena mengkonsumsi rodentisida seng fosfida akan mengalami kerusakan pada bagian hati dan mengalami gagal ginjal.

LD50 seng fosfida terhadap tikus rumah adalah 45.7 mg/kg sedangkan untuk tikus riul (R. norvegicus) adalah 35-48 mg/kg. Burung juga sangat sensitif terhadap racun ini. Racun akut ini telah digunakan secara luas terhadap tikus (Corrigan 1997).

Rodentisida Kronis

Rodentisida kronis atau antikoagulan merupakan rodentisida yang bekerja lambat. Gejala keracunan akibat konsumsi rodentisida ini akan terlihat dalam waktu yang cukup lama yaitu lebih dari 24 jam (Meehan 1984). Bahan aktif yang digunakan dalam rodentisida kronis adalah brodifakum, bromadiolon, kumatetralil, flokumafen, dan warfarin.

Brodifakum

(32)

12

baik yang rentan maupun kebal terhadap warfarin. Racun ini memiliki cara kerja mengganggu kerja vitamin K dalam proses pembekuan darah. Hewan pengerat dapat menyerap dosis yang mematikan dengan hanya 50 mg/ kg bahan aktif (Oudejans 1991).

Brodifakum bekerja sebagai antikoagulan yang tidak langsung terhadap tikus, termasuk juga terhadap strain yang tahan terhadap antikoagulan jenis lainnya. Rodentisida ini dapat membunuh jika hewan pengerat menyerap dosis yang mematikan dengan hanya 50 mg/ kg umpan sebagai bagian dari pakannya.

Warfarin

Warfarin merupakan rodentisida antikoagulan dan pertama kali digunakan di Amerika pada tahun 1952. Warfarin digunakan untuk mengendalikan tikus di perumahan, pertanian, dan perindustrian. Warfarin merupakan umpan siap pakai dan larut dalam air. Rodentisida ini sedikit berbahaya bagi manusia dan binatang peliharaan. Cara kerja ini mengakibatkan pembekuan darah sehingga peredaran darah terhambat. Warfarin efektif dan tidak berbau pada dosis rendah. Pengendalian dengan rodentisida ini tidak cepat, umumnya diperlukan waktu satu satu minggu setelah aplikasi baru dapat terlihat hasil terhadap pengurangan populasi tikus (Prakash 1988). LD50 yang dianjurkan adalah 323 mg/kg untuk tikus jantan dan 58 mg/kg untuk tikus betina (Wikimedia 2000d).

Flokumafen

Flokumafen merupakan senyawa kimia yang sama dengan brodifakum, tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan larut dalam aseton. Senyawa ini direkomendasikan penggunaannya dengan konsentrasi 0,005% pada umpan beracun. Cara kerja dari racun ini adalah mengganggu metabolisme vitamin K dan mengganggu sistem pembekuan darah.

(33)

13

burung sehingga penggunaannya ilegal di Inggris. Bentuk fisik racun ini adalah bentuk padatan seperti buah petai berwarna biru.

Kumatetralil

Kumatetralil merupakan rodentisida produk Jerman dan telah digunakan bertahun-tahun untuk mengendalikan hewan pengerat. Meskipun toksisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan warfarin tetapi dilaporkan efektif untuk mengendalikan R. norvegicus. Kumatetralil berbentuk bubuk kristal berwarna putih kekuningan, tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat larut dalam aseton dan ethanol.

(34)

III. BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan September sampai November 2005.

Bahan dan Alat

Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah wirok kecil (Bandicota bengalensis) yang berasal dari penangkapan di sekitar Kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor. Wirok yang digunakan sebanyak 8 ekor, sehat dan tidak bunting. Wirok tangkapan dari lapang dipelihara di Laboratorium Vertebrata Hama selama 3 hari denga n diberi pakan gabah dan nasi putih selama proses pemeliharaan.

Pakan

Pakan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok yaitu: 1. Pakan standar

Pakan standar merupakan bahan yang biasa dijadikan pakan tikus untuk percobaan di laboratorium dan diberikan sebagai umpan dalam kondisi mentah. Pakan standar yang digunakan pada penelitian ini adalah beras dan gabah.

2. Makanan manusia

(35)

15

3. Pakan ternak

Pakan ini merupakan bahan yang biasa dijadikan pakan untuk ternak dan merupakan bahan yang biasa disimpan di gudang. Pakan yang digunakan sebagai umpan berupa pelet apung, gandum, dan jagung pipilan.

. Rodentisida

Rodentisida yang digunakan merupakan gabunga n dari dua tipe bahan aktif rodentisida, yaitu racun akut dan kronis. Untuk racun akut, rodentisida yang digunakan berbahan aktif seng fosfida, sedangkan racun kronis yang digunakan adalah berbahan aktif brodifakum, warfarin, kumatetralil dan flokumafen.

Kandang

Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan dan perlakuan ini terbuat dari aluminium berukuran 50 cm x 50 cm x 40 cm (p x l x t). Masing-masing kandang dilengkapi dengan tempat minum, tempat umpan, dan bumbung untuk tempat bersembunyi.

Metode Persiapan umpan

1. Beras yang digunakan adalah beras yang biasa dijual di toko dan telah dibersihkan dari gabah dan kotoran.

2. Gabah yang digunakan merupakan gabah yang biasa dijual di toko penjual pakan ternak.

3. Jagung pipilan yang digunakan merupakan jagung dengan kadar air 14% dan telah ditumbuk terlebih dahulu sehingga dalam keadaan hancur.

4. Jagung manis diperoleh dari pedagang sayuran yang berada di sekitar Kampus Darmaga Institut Pertanian Bogor.

5. Ikan tongkol yang digunakan adalah ikan tongkol yang telah dipotong persegi dan didapat dari penjual sayuran di sekitar Kampus Darmaga

(36)

16

7. Gandum yang digunakan berasal dari penjual pakan unggas.

8. Pelet apung yang digunakan adalah pelet untuk pakan ikan. Umpan ini berbentuk bulat dan berwarna coklat.

9. Ayam goreng diolah dengan cara melumuri daging ayam dengan tepung bumbu kemudian direndam dalam minyak goreng yang telah dipanaskan. Proses menggoreng selesai setelah ayam mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan atau kuning, biasanya penggorengan dilakukan selama 15 menit.

10. Kelapa yang digunakan adalah kelapa tua yang telah dapat diambil santannya dan telah dipisahkan dari tempurung kelapa.

Pengujian Umpan

Pengujian umpan dilakukan untuk mendapatkan jenis umpan yang disukai oleh wirok, baik dari pakan standar, makanan manusia, maupun pakan ternak. Umpan yang digunakan adalah beras, gabah, gandum, jagung pipilan, jagung manis, telur goreng, ayam goreng, ikan tongkol, kelapa tua, dan pelet ikan.

Sebelum diberi perlakuan, wirok ditimbang untuk menentukan perubahan bobot tubuh dan untuk menentukan jumlah pakan yang akan diberikan sesuai dengan rumus:

? Pakan = 10% x bobot tubuh

(37)

17

Sebagai kontrol digunakan pakan wirok dari kelompok makanan manusia yang ditempatkan di luar kandang. Kontrol diperlukan untuk mengetahui penyusutan kadar air dari pakan tersebut. Kontrol ini juga ditimbang dan diganti setiap hari.

Pengamatan pada pengujian umpan ini adalah:

1. Tingkat konsumsi setiap jenis umpan pada pengujian tanpa dan dengan pilihan

2. Bobot wirok yang dilakukan 4 kali penimbangan, yaitu sebelum hari pertama perlakuan umpan dan setiap akhir putaran perlakuan. Pengamatan ini dilakukan untuk melihat perubahan bobot wirok pada setiap perlakuan.

Pengujian Rodentisida

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jenis rodentisida yang menarik bagi wirok untuk dikonsumsi. Dari hasil pengujian umpan (tanpa dan dengan pilihan) ditentukan jenis umpan yang paling disukai oleh wirok, kemudian dalam aplikasinya dicampur dengan rodentisida akut (seng fosfida) Gambar 1 dan 2, dengan rumus perhitungan sebagai berikut:

Σ Rodentisida = 1% x jumlah umpan x 10% bobot tubuh

Untuk rodentisida racun kronis, pemberian dilakukan secara langsung tanpa pencampuran dengan racun karena rodentisida ini diformulasikan dalam bentuk siap pakai (”ready to use”). Pengamatan pada pengujian rodentisida ini adalah:

1. Jumlah rodentisida yang dikonsumsi pada semua perlakuan dilakukan dengan cara menimbang bobot awal dan akhir dari rodentisida akut dan kronis.

2. Otopsi pada wirok yang mati akibat rodentisida untuk diamati bagian tubuh yang rusak karena proses peracunan.

3. Bobot wirok

(38)

18

Gambar 1 Jagung ma nis dicampur Gambar 2 Beras dicampur seng seng fosfida fosfida

Konversi Data

Data yang diperoleh pada setiap perlakuan kemudian dilakukan konversi konsumsi ke 100 g bobot tubuh wirok. Untuk kontrol umpan yang berasal dari makanan manusia dilakukan penghitungan penyusutan kadar air dengan rumus:

Bobot awal – Bobot akhir

% penyusutan = --- x 100% Bobot awal

Setelah dilakukan penghitungan persentase penyusutan, kemudian dilakukan penghitungan konversi bobot konsumsi ke 100 g bobot tubuh wirok. Konversi dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

Bobot konsumsi

(39)

19

Rancangan Percobaan

(40)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Umpan

Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) terhadap berbagai jenis umpan pada uji tanpa pilihan dapat dilihat pada Tabel 6 sedangkan pada uji dengan pilihan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) g/100 g bobot tubuh terhadap berbagai jenis umpan pada uji tanpa pilihan*

Pakan Putaran 1 Putaran 2 Rerata

Ket: *Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ?=5% untuk huruf kecil dan 1% untuk huruf besar.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa konsumsi terhadap jagung manis memiliki nilai tertinggi (34.543g/100g bobot tubuh) dan berbeda nyata terhadap 9 jenis pakan lain. Hal ini menunjukkan bahwa wirok lebih me nyukai dan memilih jagung manis dibandingkan dengan jenis pakan lain. Beberapa faktor penyebab hal ini tersebut adalah:

(41)

21

2. Jagung manis memiliki warna kuning yang terlihat lebih terang sehingga menarik bagi wirok disamping karena aromanya.

3. Tekstur dari jagung manis yang lunak sehingga wirok mudah untuk mengkonsumsinya.

Pakan lain yang disukai oleh wirok adalah telur goreng. Pada kedua pengujian, telur goreng menempati urutan kedua setelah jagung manis dan berbeda nyata terhadap pakan yang lain kecuali dengan ayam goreng pada uji tanpa pilihan. Wirok menyukai telur goreng kemungkinan karena pakan tersebut mengandung protein tinggi yang penting dalam proses regenerasi sel/jaringan dan memiliki aroma yang disukai oleh wirok. Selain itu dengan menggunakan minyak nabati yang merupakan atraktan/arestan membuat aromanya lebih kuat. Menurut Priyambodo 2003 minyak nabati dengan konsentrasi 3% dapat meningkatkan palatabilitas tikus. Proses penggorengan akan mempengaruhi dan meningkatkan warna dan cita rasa bahan makanan akibat pemasakan lemak, protein, dan karbohidrat (Kataren 1986). Ayam goreng yang dalam prosesnya juga menggunakan minyak nabati juga disukai oleh wirok dan berada pada urutan ketiga (uji tanpa pilihan) dan urutan keempat (uji pilihan)

(42)

22

Pada percobaan tanpa dan dengan pilihan wirok mengkonsumsi umpan jagung manis lebih dari 10% bobot tubuhnya. Hal ini bertentangan dengan teori dasar yang menyebutkan bahwa jumlah konsumsi pakan wirok 10% dari bobot tubuh, hal ini terjadi karena jagung manis yang digunakan sebagai umpan dalam keadaan basah. Menurut Priyambodo 2003 tikus dapat mengkonsumsi pakan hingga 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Prakash 1988 menambahkan bahwa palatabilitas makan dapat meningkat dengan naiknya kandungan air, minyak, dan rasa manisnya.

Tabel 7 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) terhadap berbagai jenis umpan pada uji pilihan*

Ket: *Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ?=5% untuk huruf kecil dan 1% untuk huruf besar.

Dari data hasil pengujian umpan tanpa pilihan (Tabel 6) dan dengan pilihan (Tabel 7) dapat dilihat bahwa jumlah konsumsi wirok pada setiap pengujian relatif konsisten. Jumlah konsumsi wirok terhadap jagung manis dan umpan yang berasal dari makanan manusia tetap tinggi meskipun terdapat umpan lain. Hal ini menunjukkan bahwa wirok lebih menyukai umpan yang berasal dari makanan manusia dibandingkan dengan umpan yang berasal dari pakan standar dan pakan ternak.

(43)

23

ini bertentangan dengan teori, kemungkinan disebabkan pada habitatnya wirok memiliki kebiasaan hidup di saluran pembuangan limbah rumah tangga. Biasanya pada tempat tersebut terdapat banyak sisa-sisa makanan manusia yang kemudian

menjadi sumber pakan bagi wirok. Pada pengujian sebelumnya yang dilakukan oleh Nugraha 2004 konsumsi

umpan tertinggi adalah nasi uduk dan berbeda nyata terhapat umpan lain. Hal ini disebabkan nasi uduk yang digunakan sebagai umpan ditambahkan bumbu sebagai penyedap dan dalam pengolahannya mengunakan santan serta kunyit, sehingga mempengaruhi rasa bagi wirok yang telah terbiasa mengkonsumsi makanan yang berasal dari manusia.

Bobot Tubuh Wirok

Perubahan bobot tubuh wirok dari awal hingga akhir perlakuan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Perubahan bobot tubuh wirok dari awal hingga akhir perlakuan.

(44)

24

tubuh dan berbeda dengan wirok lain yang relatif rendah karena sudah melewati masa pertumbuhan maksimal.

Pengujian Rodentisida

Hasil pengujian rodentisida terhadap wirok kecil dengan metode pilihan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Konsumsi wirok kecil (B. bengalensis) pada uji rodentisida dengan pilihan*

Rodentisida Data konsumsi Rodentisida (g) Jagung manis + seng fosfida 4.2788 a A

Ket: * Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf ?=5% untuk huruf kecil dan 1% untuk huruf besar.

(45)

25

Konsumsi kelapa yang dicampur dengan seng fosfida menempati urutan kedua dan berbeda nyata dengan jenis umpan beracun lain baik dari racun kronis maupun racun akut. Beras (kontrol) menempati urutan ketiga. Sementara beras + seng fosfida berada dibawah beras (kontrol) dan berbeda nyata. Hal ini karena terdapat 2 jenis umpan yang berasal dari bahan yang sama sehingga wirok lebih memilih umpan yang tidak mengandung rodentisida. Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan pada pengujian umpan dimana jagung manis, kelapa, dan beras dikonsumsi cukup tinggi di atas pakan standar lain. Beras dengan seng fosfida tidak disukai wirok karena kehadiran racun akut yang menurunkan palatabilitasnya.

Pada Tabel 8 dapat dilihat jumlah konsumsi wirok terhadap umpan yang mengandung rodentisida seng fosfida cukup tinggi mencapai 6,7926 g atau sekitar 81,81% dari keseluruhan bobot rodentisida yang dimakan. Jumlah ini sudah tinggi dan dapat menyebabkan kematian pada wirok. Menurut Priyambodo 16 Januari 2006 (Komunikasi Pribadi) jumlah konsumsi rodentisida kurang dari 5% sudah dapat menyebabkan kematian pada wirok, sehingga rodentisida ini efektif digunakan dalam mengendalikan wirok di sekitar permukiman manusia.

Dalam melakukan pengendalian terhadap wirok hendaknya memperhatikan kehadiran umpan lain yang tidak mengandung rodentisida. Kehadiran umpan lain tersebut dapat mengalihkan perhatian wirok sehingga wirok tidak mengkonsumsi umpan yang beracun. Wirok cenderung memilih umpan yang tidak mengandung rodentisida bila umpan tersebut berdekatan dengan jenis yang sama yang tidak mengadung rodentisida.

Untuk umpan beracun lain, yang berbahan aktif brodifakum, flokumafen, warfarin, dan kumatetralil tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hal ini disebabkan wirok kurang tertarik dengan bentuk, warna, ataupun rasa yang dimiliki oleh umpan beracun tersebut karena wirok telah terbiasa hidup disekitar pemukiman penduduk dan telah terbiasa mengkonsumsi pakan yang berasal dari makanan manusia.

(46)

26

menyebabkan kematian pada wirok. Pada pengujian rodentisida berbahan aktif brodifakum, dosis mematikan pada tikus sawah 7,14% dan pada tikus pohon 8,71% (Priyambodo 2005). Pengendalian wirok dengan menggunakan rodentisida kronis kurang efektif karena dibutuhkan jumlah konsumsi yang tinggi agar dapat menyebabkan kematian pada wirok sehingga penggunaannya kurang efisien.

Pengamatan Gejala Keracunan

Hasil identifikasi terhadap hewan uji dapat dilihat pada tabel 9 Tabel 9 Hasil identifikasi terhadap hewan uji

Morfologi Wirok

Setelah diberikan rodentisida, semua wirok mati dalam waktu kurang dari 12 jam. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap gejala keracunan dan dilanjutkan dengan otopsi untuk mengamati organ dalam tubuh wirok yang mengalami kerusakan akibat keracunan.

(47)

27

Tambahan pula, dari enam jenis jenis racun kronis yang diuji, semua dikonsumsi dalam jumlah yang kurang dari dosis mematikan.

Pada pengamatan dengan otopsi, terdapat gumpalan darah pada organ hati dan paru-paru. Hati dan paru-paru menghitam dan pada bagian lambung terjadi pembengkakkan. Dari gejala yang diamati dapat diambil kesimpulan bahwa kematian wirok adalah akibat racun akut seng fosfida. Pembengkakan yang terjadi pada lambung diduga disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang terdapat di lambung yang terangsang aktivitasnya karena adanya gas fosfin, selain oleh gas fosfin itu sendiri. Menurut Lund 1994 bahan aktif seng fosfida menghasilkan fosfin yang dapat merusak saluran pencernaan, masuk ke aliran darah dan menghancurkan lever. Menurut Priyambodo 2003 jika mengkonsumsi racun akut, tikus akan mati dalam waktu kurang dari 24 jam. Gejala keracunan dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

(48)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan wirok lebih menyukai jagung manis dibandingkan jenis umpan lain. Hal ini disebabkan oleh rasa dan aroma yang menarik bagi wirok. Telur goreng pada urutan kedua, sedangkan ayam goreng menempati urutan ketiga pada uji tanpa pilihan, sedangkan pada uji pilihan menempati urutan keempat setelah kelapa. Wirok kurang menyukai umpan yang berasal dari pakan standar dan pakan ternak karena telah terbiasa hidup di permukiman manusia.

Wirok tetap menyukai jagung manis yang dicampur dengan racun seng fosfida dibandingkan pakan lain. Rodentisida yang efektif untuk mengendalikan wirok adalah yang berbahan aktif seng fosfida dengan campuran umpan jagung manis. Kematian wirok terjadi kurang dari 12 jam setelah aplikasi rodentisida. Kematian wirok tersebut disebabkan oleh racun akut berbahan aktif seng fosfida. Wirok yang mati menunjukkan gejala kerusakan pada organ hati. Aplikasi rodentisida kronis kurang efektif untuk dalam mengendalikan wirok.

Saran

Untuk penelitian lebih lanjut, disarankan untuk melakukan: 1. Pengujian di arena tertutup (“enclosure”) atau di lapang.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 1992. Sweet Baby Corn. Penebar Swadaya: Jakarta

Anggoradi IR. 1985. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu Makanan ternak Unggas. Universitas Indonesia: Jakarta

Aplin KP, Brown PR, Jacob J, Krebs CJ, Singleton GR. 2003. Field Methods For Rodent, Studies in Asia and the indo-Pasifik. Australian Centre For International Agricultural Research. Canberra: Australia

Asmawi S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia: Jakarta

Baihaqi M. 2002. Kualitas Kimia dan Organoleptik Telur Ayam Merawang yang Diberi Ransum Mengandung Suplemen Omega-3. [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Bennett SM. 2002. Flokumafen. Piedpiper: http://www.the-iedpiper.co.uk/th15 (i).htm [5 Des 2005].

Buckle AP, Smith RH. 1996. Rodent Pest and Their Control. Cambridge UK: University Press.

Corrigan MR. 1997. Rats and Mice. Di dalam: Mallis A, editor. Handbook of Pest Control. Ed ke-8. Mallis Handbook and Technical Training Company. Djuhanda. 1981. Dunia Ikan. Armico: Bandung

Karyadi D & Hermana. 1987. Nilai Tambah Ikan Bagi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Dalam Karyadi D dkk (eds). Seminar Manfaat Ikan Bagi Pembangunan SDM (hal 103-111).

Kateren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia: Jakarta

Khan AA dan Rizvi SWA. 1999. Laboratory Evaluation of Bromethalin Against Lesser Bandicoot Rat, Bandicota bengalensis. Vertebrata Pest Kontrol Institute. Tropical Agriculture Research Centre. Karachi. Pakistan

Lund M. 1994. Commensal Rodents. Dalam Rodent Pests and Their Control, AP.Buckle & RH.Smith [editor] hlm 29-30, 40-41. CAB International. USA.

Meehan AP. 1984. Rat and Mice. Their Biologi and Control. East Gristead: Rentokil ltd

Muhadjir F. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung Dalam: Jagung. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

(50)

30

Oudejans DH. 1991. Agro Pesticides, Properties and Functions in Integrated Crop Protection. Economic and Social Commision for Asia and Pasific. Bangkok.

Prakash I. 1988. Rodent Pest Management. United States: CRC Press.

Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-3 Penebar Swadaya: Jakarta.

Priyambodo S. 2005. Pengenalan dan Pengendalian Tikus di Habitat Perumahan. Laboratorium Vertebrata Hama. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Riana A. 2000. Nutrisi Beras per 100 gram Makanan. Asiamaya: http://www. asiamaya.com/nutrients/berasputihpendek.htm [5 Des 2005].

Rumokoi MMM. 1993. Pemanfaatan Daging Kelapa dalam Pengolahan Beberapa Produk Bahan Makanan. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III; Yogyakarta, 20-23 Juli 1993. Yogyakarta: Balai Penelitian Kelapa. hlm 327-329

Sikora RA. 1981. Rodent Pest and Their Control. West Germany: Eschbornz. Tasar. 2000. Mempelajari mutu protein beras semi instan yang diperkaya isolat

protein kedelai [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Tursadi A. 1994. Pengaruh Pembungkusan dan Suhu Selama Penyimpanan Terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Asap [skripsi]. Bogor: Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Walker EP. 1999. Mammals of The World, 6th edition vol II. Ronald M Nowak [editor], hlm 1566-1567. The Jhon Hopkins University Press. Baltimore and London

Wikimedia. 2000a. Deskripsi Jagung. Wikipedia: http://www.wikipedia.org/ wiki/ jagung.htm [5 Desember 2005].

Wikimedia. 2000b. Deskripsi Gandum. Wikipedia: http://www.wikipedia.org/ wiki/ gandum.htm [5 Des 2005].

Wikimedia. 2000c. Deskripsi gabah. Wikipedia: http://www.wikipedia.org/wiki/ beras.htm [5 Desember 2005].

Wikimedia. 2000d. Warfarin. Wikipedia: Wikipedia: http://www.wikipedia.org/ wiki/ arfarin#Pesticide_use.htm [17 Jan 2006].

(51)

31

(52)

32

Tabel lampiran 1 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji tanpa pilihan pada putaran 1+2 per 100 g bobot tubuh

Sumber db JK KT F P

Tabel lampiran 2 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji tanpa pilihan putaran 1 per 100 g bobot tubuh

(53)

33

Uji selang ganda duncan

Taraf 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5% 4,686 4,93 5,091 5,209 5,3 5,373 5,433 5,484 5,527 1% 6,221 6,485 6,664 6,797 6,902 6,988 7,061 7,123 7,177

Tabel lampiran 4 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 1 + 2 + 3 per 100 g bobot tubuh

Sebaran db JK KT F P

Perlakuan 9 4119,595 457,733 75,54 0,0001**

Galat 230 1393,746 6,06

Total 239 5513,341

R-SQUARE = 0.7472 CV= 79.3220

Uji selang ganda duncan

Taraf 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5% 1,4 1,474 1,523 1,559 1,588 1,611 1,63 1,646 1,66 1% 1,846 1,924 1,977 2,016 2,048 2,073 2,095 2,114 2,131

Tabel lampiran 5 Sidik ragam Konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 1 per 100 g bobot tubuh

Sebaran db JK KT F P

Perlakuan 9 1360,119 151,124 23,43 0,0001**

Galat 70 451,555 6,451

Total 79 1811,674

R-SQUARE = 0.7508 CV= 83.9165

Uji selang ganda duncan

Taraf 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(54)

34

Tabel lampiran 6 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 2 per 100 g bobot tubuh

Tabel lampiran 7 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis uji pilihan hari 3 per 100 g bobot tubuh

Tabel lampiran 8 Sidik ragam konsumsi B. bengalensis terhadap umpan beracun per 100 g bobot tubuh

Sebaran db JK KT F P

Perlakuan 9 157,496 17,5 23,24 0,0001**

Galat 70 52,699 0,753

(55)

35

R-SQUARE = 0.7493 CV= 104.3176

Uji selang ganda duncan

Taraf 2 3 4 5 6 7 8 9 10

5% 0,865 0,91 0,94 0,962 0,979 0,992 1,003 1,013 1,021

(56)

36

Gambar 1 dan 2 Keadaan dalam kurungan tempat dilakukannya pengujian umpan

dan rodentisida

Gambar 3 Wirok yang mati Gambar 4 Penimbangan Wirok yang mati

Gambar 5 Identifikasi Wirok Gambar 6 Wirok yang diotopsi

Gambar

Tabel 1. Kandungan zat gizi jagung manis per 100 g berat yang dimakan
Tabel 2 Komposisi kimia dan zat gizi jagung kuning pipilan per 100 g
Tabel 3  Kandungan zat- zat dalam telur ayam (%)
Tabel  4  Kandungan zat- zat dalam  daging ayam (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa: 1 ada hubungan yang positif dan signifikan antara minat baca dengan kemampuan membaca pemahaman pada siswa kelas tinggi MIN

Hal ini dapat dilihat bahwa siswa yang berperilaku menyimpang memandang sebagai perilaku yang wajar sementara siswa yang tidak menyimpang memandang sebagai perilaku yang

Tujuan Penelitian 1 Membuktikan bahawa metode Naïve Bayes Classifier dengan Seleksi Fitur Information Gain dapat digunakan dalam pengklasifikasian Analisis Sentimen E-Commerce..

Kegiatan operasional merupakan kegiatan yang harus kita rancang sebelum memulai suatu usaha, ada bebrapa hal ayng harus dipersiapkan sebelumya, yaitu kegiatan pra operasional

The correlation regression between 137 Cs activity in the coastal waters under the influence of land showed a strong correlation with several water quality parameters

Hasil analisis ekonomi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai keuntungan usaha ternak dengan memanfaatkan limbah padat industri tapioka fermentasi lebih tinggi yakni

Berdasarkan uraian masalah dan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: Terdapat perbedaaan peningkatan

Menguraikan tentang latar belakang permasalahan yang dihadapi oleh petugas DISHUB Kota Bandung, merumuskan inti permasalahan yang dihadapi bagaimana membangun