PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya, L.) IPB 1
Oleh:
ADRIANA NITA KRISNA
F14103013
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) IPB 1
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ADRIANA NITA KRISNA
F14103013
Dilahirkan pada tanggal 27 September 1984
Di Demak, Jawa Tengah
Tanggal Lulus, Agustus 2007
Menyetujui,
Bogor, Agustus 2007
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M. Sc
Dosen Pembimbing Akademik I Dosen Pembimbing Akademik II
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) IPB 1”
sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian..
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sutrisno,
M.Agr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini.
Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dyah Wulandani,
M.Si selaku dosen penguji. Kemudian terima kasih penulis sampaikan kepada
keluarga, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
do’a.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari laju respirasi pepaya pada
tahap penyimpanan dan pemeraman, mengamati perubahan parameter mutu
pepaya yang diperam dengan beberapa konsentrasi gas etilen dengan suhu peram
beragam dan menentukan lama pemeraman pepaya dengan perlakuan konsentrasi
etilen dan suhu pemeraman.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Tujuan ... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Botani Pepaya ... 4
B.
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya ... 5
C.
Fisiologi Pasca Panen ... 6
D.
Respirasi ... 7
E.
Penyimpanan ... 9
F.
Pemeraman ... 11
G.
Etilen ... 12
H.
Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah ... 12
III.
METODE PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat ... 14
B.
Bahan dan Alat ... 14
C.
Prosedur Penelitian ... 14
1.
Laju Respirasi ... 15
2.
Kekerasan ... 16
3.
Warna ... 17
4.
Total Padatan terlarut ... 17
5.
Uji Organoleptik ... 18
D.
Rancangan Percobaan ... 18
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Laju Respirasi Pada Saat Penyimpanan Dingin ... 20
C.
Pengaruh Suhu Peramterhadap laju Respirasi Setelah Pemeraman ... 23
D.
Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram Terhadap laju Respirasi
Pepaya IPB 1 Setelah Pemeraman ... 24
E.
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya ... 26
1.
Kekerasan ... 26
2.
Total Padatan Terlarut ... 27
F.
Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram terhadap Mutu Pepaya IPB
1 Setelah Pemeraman ... 28
1.
Kekerasan ... 28
2.
Total Padatan terlarut ... 30
3.
Susut Bobot ... 32
4.
Warna ... 34
a.
Derajat Kecerahan (L*) ... 35
b.
Derajat Warna Hijau (a*) ... 37
c.
Derajat Warna Kuning (b*) ... 38
5.
Uji Organoleptik ... 39
a.
Warna Kulit ... 40
b.
Warna daging ... 40
c.
Aroma ... 41
d.
Rasa ... 42
e.
Tekstur ... 43
f.
Uji Mutu Secara Umum ... 44
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ... 45
B.
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Produksi pepaya di Indonesia ... 1
Tabel 2. Komposisi pepaya setiap 100 gram ... 6
Tabel 3. Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis
buah ... 11
Tabel 4. Skor warna kulit buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 40
Tabel 5. Skor warna daging buah pepaya IPB 1setelah pemeraman ... 41
Tabel 6. Skor aroma buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 42
Tabel 7. Skor rasa buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 43
Tabel 8. Skor tekstur buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Buah dan daging buah pepaya varietas IPB1 ... 5
Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 15
Gambar 3.
Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O
2dan CO
2... 16
Gambar 4. Rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan ... 17
Gambar 5. Chromameter Minolta CR-310 untuk mengukur warna ... 17
Gambar 6. Hand refraktometer untuk mengukut total padatan terlarut ... 18
Gambar 7. Laju respirasi
selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada suhu
10
0C ... 20
Gambar 8. Laju produksi CO
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan
konsentrasi etilen (a). 100 ppm, (b). 200 ppm, (c). 0 ppm pada suhu
20
0C, 25
0C dan suhu ruang ... 22
Gambar 9. Laju konsumsi O
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan
konsentrasi etilen (a). 100 ppm, (b). 200 ppm, (c). 0 ppm pada suhu
20
0C, 25
0C dan suhu ruang ... 23
Gambar 10. Laju produksi CO
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada
suhu (a). 20
0C, (b). 25
0C, dan (c). suhu ruang dengan konsentrasi
etilen 100, 200, dan 0 ppm. ... 25
Gambar 11. Laju konsumsi O
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada
suhu (a). 20
0C, (b). 25
0C, dan (c). suhu ruang dengan konsentrasi
etilen 100, 200, dan 0 ppm ... 26
Gambar 12. Kekerasan buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 27
Gambar 13. Peningkatan TPT buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 28
Gambar 14. Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 30
Gambar 15. Perubahan TPT buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 32
Gambar 16. Perubahan susut bobot buah papaya IPB 1 yang disimpan pada
suhu 20
0C selama 10 hari dan diperam dengan konsentrasi etilen 0
ppm, pada suhu 20
0C, 25
0C dan pada suhu ruang ... 34
Gambar 18. Perubahan derajat kecerahan (L*) selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Laju produksi CO
2dan konsumsi O
2(ml/kg jam) buah pepaya
selama penyimpanan ... 49
Lampiran 2. Laju produksi CO
2(ml/kg jam) buah pepaya IPB 1 setelah
pemeraman ... 50
Lampiran 3. Laju konsumsi O
2(ml/kg jam) buah pepaya IPB 1 selama
penyimpanan setelah pemeraman ... 51
Lampiran 4. Data kekerasan dan TPT pepaya IPB 1 selama 10 hari
penyimpanan ... 52
Lampiran 5. Data kekerasan (N) pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 53
Lampiran 6. Data total padatan terlarut (ºbrix) pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 54
Lampiran 7. Data susut bobot pepaya IPB 1 selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 55
Lampiran 8. Data nilai L*, a*, dan b* untuk kalibrasi warna ... 56
Lampiran 9. Derajat kecerahan (L*) selama penyimpanan sampai pemeraman ... 57
Lampiran 10. Derajat warna hijau (-a*) selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 58
Lampiran 11. Derajat warna kuning (+b*) selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 59
Lampiran 12. Formulir uji organoleptik ... 60
Lampiran 13. Analisis sidik ragam produksi CO
2(ml/kg jam) setelah
pemeraman ... 61
Lampiran 14. Analisis sidik ragam konsumsi O
2(ml/kg jam) setelah
pemeraman ... 62
Lampiran 15. Analisis sidik ragam kekerasan setelah pemeraman ... 63
Lampiran 16. Analisis sidik ragam TPT setelah pemeraman ... 64
Lampiran 17. Analisis sidik ragam susut bobot setelah pemeraman ... 65
Lampiran 18. Analisis sidik ragam derajat kecerahan (L*) setelah pemeraman ... 66
Lampiran 19. Analisis sidik ragam derajat warna hijau (a*) setelah pemeraman ... 67
Lampiran 21. Analisis sidik ragam organoleptik skor warna kulit buah pepaya
IPB 1 setelah pemeraman ... 69
Lampiran 22. Analisis sidik ragam organoleptik skor warna daging buah pepaya
IPB 1 setelah pemeraman ... 70
Lampiran 23. Analisis sidik ragam organoleptik skor aroma buah pepaya IPB 1
setelah pemeraman ... 71
Lampiran 24. Analisis sidik ragam organoleptik skor rasa buah pepaya IPB 1
setelah pemeraman ... 72
Lampiran 25. Analisis sidik ragam organoleptik skor tekstur buah pepaya IPB 1
setelah pemeraman ... 73
Lampiran 26. Analisis sidik ragam organoleptik skor keseluruhan penerimaan
PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya, L.) IPB 1
Oleh:
ADRIANA NITA KRISNA
F14103013
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) IPB 1
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
ADRIANA NITA KRISNA
F14103013
Dilahirkan pada tanggal 27 September 1984
Di Demak, Jawa Tengah
Tanggal Lulus, Agustus 2007
Menyetujui,
Bogor, Agustus 2007
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M. Sc
Dosen Pembimbing Akademik I Dosen Pembimbing Akademik II
Mengetahui,
KATA PENGANTAR
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“PENGARUH KONSENTRASI ETILEN DAN SUHU PEMERAMAN
TERHADAP MUTU PEPAYA (Carica papaya L.) IPB 1”
sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian..
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Sutrisno,
M.Agr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan karya tulis ini.
Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dyah Wulandani,
M.Si selaku dosen penguji. Kemudian terima kasih penulis sampaikan kepada
keluarga, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
do’a.
Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari laju respirasi pepaya pada
tahap penyimpanan dan pemeraman, mengamati perubahan parameter mutu
pepaya yang diperam dengan beberapa konsentrasi gas etilen dengan suhu peram
beragam dan menentukan lama pemeraman pepaya dengan perlakuan konsentrasi
etilen dan suhu pemeraman.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, masih banyak
kesalahan dan kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, Agustus 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ... 1
B.
Tujuan ... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Botani Pepaya ... 4
B.
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya ... 5
C.
Fisiologi Pasca Panen ... 6
D.
Respirasi ... 7
E.
Penyimpanan ... 9
F.
Pemeraman ... 11
G.
Etilen ... 12
H.
Hubungan Etilen dengan Pematangan Buah ... 12
III.
METODE PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat ... 14
B.
Bahan dan Alat ... 14
C.
Prosedur Penelitian ... 14
1.
Laju Respirasi ... 15
2.
Kekerasan ... 16
3.
Warna ... 17
4.
Total Padatan terlarut ... 17
5.
Uji Organoleptik ... 18
D.
Rancangan Percobaan ... 18
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Laju Respirasi Pada Saat Penyimpanan Dingin ... 20
C.
Pengaruh Suhu Peramterhadap laju Respirasi Setelah Pemeraman ... 23
D.
Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram Terhadap laju Respirasi
Pepaya IPB 1 Setelah Pemeraman ... 24
E.
Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya ... 26
1.
Kekerasan ... 26
2.
Total Padatan Terlarut ... 27
F.
Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram terhadap Mutu Pepaya IPB
1 Setelah Pemeraman ... 28
1.
Kekerasan ... 28
2.
Total Padatan terlarut ... 30
3.
Susut Bobot ... 32
4.
Warna ... 34
a.
Derajat Kecerahan (L*) ... 35
b.
Derajat Warna Hijau (a*) ... 37
c.
Derajat Warna Kuning (b*) ... 38
5.
Uji Organoleptik ... 39
a.
Warna Kulit ... 40
b.
Warna daging ... 40
c.
Aroma ... 41
d.
Rasa ... 42
e.
Tekstur ... 43
f.
Uji Mutu Secara Umum ... 44
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan ... 45
B.
Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 47
DAFTAR TABEL
Tabel 1.Produksi pepaya di Indonesia ... 1
Tabel 2. Komposisi pepaya setiap 100 gram ... 6
Tabel 3. Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis
buah ... 11
Tabel 4. Skor warna kulit buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 40
Tabel 5. Skor warna daging buah pepaya IPB 1setelah pemeraman ... 41
Tabel 6. Skor aroma buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 42
Tabel 7. Skor rasa buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 43
Tabel 8. Skor tekstur buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 44
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Buah dan daging buah pepaya varietas IPB1 ... 5
Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian ... 15
Gambar 3.
Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O
2dan CO
2... 16
Gambar 4. Rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan ... 17
Gambar 5. Chromameter Minolta CR-310 untuk mengukur warna ... 17
Gambar 6. Hand refraktometer untuk mengukut total padatan terlarut ... 18
Gambar 7. Laju respirasi
selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada suhu
10
0C ... 20
Gambar 8. Laju produksi CO
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan
konsentrasi etilen (a). 100 ppm, (b). 200 ppm, (c). 0 ppm pada suhu
20
0C, 25
0C dan suhu ruang ... 22
Gambar 9. Laju konsumsi O
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan
konsentrasi etilen (a). 100 ppm, (b). 200 ppm, (c). 0 ppm pada suhu
20
0C, 25
0C dan suhu ruang ... 23
Gambar 10. Laju produksi CO
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada
suhu (a). 20
0C, (b). 25
0C, dan (c). suhu ruang dengan konsentrasi
etilen 100, 200, dan 0 ppm. ... 25
Gambar 11. Laju konsumsi O
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada
suhu (a). 20
0C, (b). 25
0C, dan (c). suhu ruang dengan konsentrasi
etilen 100, 200, dan 0 ppm ... 26
Gambar 12. Kekerasan buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 27
Gambar 13. Peningkatan TPT buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan ... 28
Gambar 14. Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 30
Gambar 15. Perubahan TPT buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 32
Gambar 16. Perubahan susut bobot buah papaya IPB 1 yang disimpan pada
suhu 20
0C selama 10 hari dan diperam dengan konsentrasi etilen 0
ppm, pada suhu 20
0C, 25
0C dan pada suhu ruang ... 34
Gambar 18. Perubahan derajat kecerahan (L*) selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Laju produksi CO
2dan konsumsi O
2(ml/kg jam) buah pepaya
selama penyimpanan ... 49
Lampiran 2. Laju produksi CO
2(ml/kg jam) buah pepaya IPB 1 setelah
pemeraman ... 50
Lampiran 3. Laju konsumsi O
2(ml/kg jam) buah pepaya IPB 1 selama
penyimpanan setelah pemeraman ... 51
Lampiran 4. Data kekerasan dan TPT pepaya IPB 1 selama 10 hari
penyimpanan ... 52
Lampiran 5. Data kekerasan (N) pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 53
Lampiran 6. Data total padatan terlarut (ºbrix) pepaya IPB 1 setelah pemeraman ... 54
Lampiran 7. Data susut bobot pepaya IPB 1 selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 55
Lampiran 8. Data nilai L*, a*, dan b* untuk kalibrasi warna ... 56
Lampiran 9. Derajat kecerahan (L*) selama penyimpanan sampai pemeraman ... 57
Lampiran 10. Derajat warna hijau (-a*) selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 58
Lampiran 11. Derajat warna kuning (+b*) selama penyimpanan sampai
pemeraman ... 59
Lampiran 12. Formulir uji organoleptik ... 60
Lampiran 13. Analisis sidik ragam produksi CO
2(ml/kg jam) setelah
pemeraman ... 61
Lampiran 14. Analisis sidik ragam konsumsi O
2(ml/kg jam) setelah
pemeraman ... 62
Lampiran 15. Analisis sidik ragam kekerasan setelah pemeraman ... 63
Lampiran 16. Analisis sidik ragam TPT setelah pemeraman ... 64
Lampiran 17. Analisis sidik ragam susut bobot setelah pemeraman ... 65
Lampiran 18. Analisis sidik ragam derajat kecerahan (L*) setelah pemeraman ... 66
Lampiran 19. Analisis sidik ragam derajat warna hijau (a*) setelah pemeraman ... 67
Lampiran 21. Analisis sidik ragam organoleptik skor warna kulit buah pepaya
IPB 1 setelah pemeraman ... 69
Lampiran 22. Analisis sidik ragam organoleptik skor warna daging buah pepaya
IPB 1 setelah pemeraman ... 70
Lampiran 23. Analisis sidik ragam organoleptik skor aroma buah pepaya IPB 1
setelah pemeraman ... 71
Lampiran 24. Analisis sidik ragam organoleptik skor rasa buah pepaya IPB 1
setelah pemeraman ... 72
Lampiran 25. Analisis sidik ragam organoleptik skor tekstur buah pepaya IPB 1
setelah pemeraman ... 73
Lampiran 26. Analisis sidik ragam organoleptik skor keseluruhan penerimaan
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara beriklim tropis yang memiliki beraneka ragam
produk hortikultura. Produk hortikultura seperti buah-buahan merupakan
komoditas penting karena merupakan salah satu produk yang dapat diekspor
sehingga dapat menambah pemasukan devisa negara. Buah merupakan sumber zat
gizi yang dibutuhkan tubuh untuk proses metabolisme seperti vitamin, mineral,
asam organik, dan serat.
Namun, buah-buahan segar memiliki sifat mudah rusak (
perishable
)
sehingga umur simpannya (
shelf-life
) sangat terbatas. Hal ini menyebabkan
terganggunya kontinyuitas pasokan baik jumlah, waktu maupun mutunya,
sehingga memerlukan perencanaan yang terintegrasi pada tahap pasca panen dan
distribusinya.
Pepaya merupakan salah satu buah tropis yang mempunyai nilai ekonomis
yang cukup tinggi dan cukup digemari karena rasanya yang manis. Pengembangan
pepaya sebagai komoditas hortikultura cukup prospektif karena jumlah
permintaan pepaya cenderung meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk
dan pendapatan masyarakat. Produksi pepaya di Indonesia mengalami
peningkatan pada periode tahun 2000 – 2004, namun pada tahun 2005
produksinya mengalami penurunan (Tabel 1).
Tabel 1. Produksi pepaya di Indonesia
Tahun Produksi
(ton)
2000 429
207
2001 500
571
2002 605
194
2003 626
745
2004 732
611
2005 548
657
Sumber: BPS (2005)
dipertahankan serta dapat meningkatkan daya simpannya. Kerusakan buah pepaya
ditandai dengan bau busuk, daging buah menjadi lembek dan rasanya sedikit
asam. Penanganan pasca panen adalah tahapan kegiatan yang sangat penting
dilakukan sejak produk dipanen hingga produk dipasarkan dan sampai di tangan
konsumen. Penanganan pasca panen buah pepaya harus dapat mempertahankan
mutu, kesegaran, keseragaman buah serta kandungan vitamin dan mineral,
sehingga buah pepaya dapat diterima dan dapat disimpan lebih lama. Adapun
beberapa kegiatan pasca panen pepaya yang perlu diperhatikan yaitu pengemasan,
pengangkutan, perlakuan panas, penyimpanan, dan pematangan buatan.
Umur petik buah pepaya merupakan faktor yang penting dalam
menentukan teknik penanganan pasca panen yang akan digunakan. Pepaya
termasuk kelompok buah klimakterik yang mudah menjadi matang dan busuk
pada suhu ruang jika dipetik pada umur panen yang tua.
Proses pematangan buah pepaya dapat terjadi secara alami atau dipercepat
dengan perlakuan tertentu. Pematangan buatan atau pemeraman (
artificial
ripening
) dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan asap dan
pembakaran daun kelapa kering atau jerami. Pemeraman yang dilakukan secara
komersial untuk memenuhi permintaan pasar terhadap buah masak optimum pada
waktu yang telah terjadwal. Gas etilen (C
2H
4) adalah salah satu jenis bahan yang
banyak digunakan sebagai pemicu proses pematangan.
Pemeraman dengan memberikan gas etilen sebagai
trigger
, dimana jumah
dan waktu yang tepat dalam pemberiannya sangat khas untuk tiap jenis
buah-buahan. Etilen adalah suatu gas yang digolongkan sebagai hormon yang aktif
dalam proses pematangan. Pengurangan konsentrasi etilen akan mengakibatkan
tertundanya kematangan dan mempertahankan kesegaran serta memperpanjang
masa simpan.
B. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
2.
Mempelajari laju respirasi pepaya pada tahap pemeraman pada suhu 20
0C,
25
0C dan suhu ruang dengan konsentrasi etilen 100 ppm, 200 ppm dan 0
ppm.
3.
Mengamati perubahan parameter mutu pepaya yang diperam dengan
beberapa konsentrasi gas etilen dengan suhu peram beragam.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Pepaya
Pepaya
(
Carica papaya,
L.) merupakan tanaman buah herba dari famili
Caricaceae
yang berasal dari daerah tropik Amerika Tengah, Hindia Barat,
kawasan sekitar Meksiko dan Costa Rica. Suhu optimum untuk pertumbuhan
tanaman pepaya adalah 21
0-26
0C, suhu minimum 15
0C dan maksimum 43
0C.
Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas
permukaan laut dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun (Kalie, 2000). Pepaya
termasuk jenis tanaman tropis basah dan memerlukan cahaya penuh. Buah pepaya
yang mendapatkan cahaya penuh atau diproduksi pada musim kemarau akan
memiliki penampilan yang lebih menarik, yaitu warna kulitnya kuning cerah dan
penampilannya mulus. Meskipun tanaman pepaya dapat hidup dan berkembang di
segala tipe tanah, namun tanah yang subur, gembur, berdrainase baik dan pH
tanah sekitar 6-7 adalah media tumbuh yang baik untuk pepaya (Rukmana, 1995).
Pepaya dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi
: Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Dycotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo :
Caricales
Famili :
Caricaceae
Genus :
Carica
Spesies :
Carica papaya
L.
Berdasarkan struktur bunga dan buah pepaya yang beragam, ada tiga
macam pohon pepaya, yaitu; pohon pepaya betina, pohon pepaya hermaprodit,
dan pohon pepaya betina (Rukmana,1995). Bunga pepaya terletak di ketiak daun.
Buah pepaya bertipe buni, berongga, bentuk buah bulat, panjang, dan bulat
panjang. Panjang buah sekitar 7-30 cm. Daging buah berwarna kuning, oranye
sampai merah cerah, rasanya manis serta mempunyai aroma khas. Bobot buah
berkisar antara 0.25- 6.8 kg, dengan total padatan terlarut 5-19% (Nishijima,
1994)
di dalam
(Pramudianti, 2004). Kulit buahnya tipis, halus, berwarna hijau
dan akan berubah warna menjadi kuning pada bagian bawahnya ketika mulai
matang.
Pepaya varietas IPB 1 (Gambar 1) yang lebih dikenal dengan nama Arum
memiliki kulit buah yang berwarna hijau muda akan berubah menjadi kuning pada
bagian ujungnya ketika mulai matang. Daging buah akan berwarna kuning sampai
jingga kemerahan serta memiliki aroma yang khas. Bentuk buah lonjong, ukuran
buah kecil, panjang buah
±
14 cm, diameter buah
±
10 cm, dan bobot per buah
±
500 gr (Dirjen Hortikultura, 2005).
Gambar 1. Buah dan daging buah pepaya varietas IPB 1
B. Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Pepaya
Tabel 2. Komposisi pepaya setiap 100 gram
Komponen
Jumlah
kandungan
Kadar Air
86.6 gr
Protein 0.5
gr
Lemak 0.3
gr
Karbohidrat 12.1
gr
Serat 0.7
gr
Abu 0.5
gr
Kalium 204
mg
Kalsium 34
mg
Fosfor 11
mg
Besi 1
mg
Natrium 3
mg
Vitamin A
450 mg
Vitamin B1
0.003 mg
Viramin B2
0.04 mg
Vitamin C
74 mg
Sumber: Wirakusumah (2001)
C. Fisiologi Pasca Panen
Pemanenan pepaya dapat dilakukan setelah tanaman berumur 9-11 bulan
setelah pindah tanam atau tergantung varietas yang ditanam. Kualitas buah pepaya
yang baik akan diperoleh bila pemanenan dilakukan pada saat kematangan yang
tepat. Jika terlambat dipanen, buah akan menjadi lunak dan mudah rusak sehingga
tidak tahan lama disimpan. Demikian pula jika buah dipetik dalam keadaan belum
matang maka akan berwarna pucat dengan rasa sedikit pahit. Rukmana (1995)
menjelaskan bahwa waktu panen yang tepat ditentukan dengan ciri-ciri sebagai
berikut: (1) penampakan visual warna buah telah menunjukkan ¾ dari bagian
buah berwarna kuning, (2) getah berwarna bening dan encer, (3) tangkai buah
mulai menguning atau terdapat garis-garis kuning pada ujung buah, dan (4) buah
telah mencapai ukuran maksimal.
akan merangsang terjadinya pembusukan buah, terutama pada saat penyimpanan
atau pengangkutan.
Pemanenan buah pepaya pada umumnya dilakukan dengan melihat warna
kulit buah. Buah pepaya segera dipanen apabila pada ujung buah terdapat warna
kuning atau disebut “semburat”. Buah yang dipanen pada tingkat kematangan ini
akan masak dalam waktu empat sampai lima hari (Pantastico
et al
, 1986). Daging
buah pepaya umumnya berwarna kuning dan merah, dimana perbedaan ini
disebabkan adanya pigmen karoten dan likopen. Bila tidak ada pigmen likopen
maka buah akan berwarna kuning. Karoten adalah suatu kelompok pigmen warna
kuning, jingga, atau merah jingga yang mudah larut dalam lemak atau pelarut
organik tetapi tidak larut dalam air. Karoten yang berwarna kuning merupakan
provitamin A (Winarno, 2002).
Buah pepaya yang sudah dipetik masih tetap melakukan proses fisiologis
seperti pernafasan, proses biokimia, perubahan warna yang diakhiri dengan
perombakan fungsional sampai terjadi pembusukan oleh jasad renik. Proses ini
berlangsung sampai cadangan makanan habis sehingga mengakibatkan buah
pepaya tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama dan hanya dipasarkan dalam
jangka waktu yang relatif singkat.
Selama pematangan pepaya mengalami beberapa perubahan nyata dalam
tekstur, warna dan aroma yang menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan
dalam susunannya. Perubahan warna dapat terjadi baik oleh proses-proses
perombakan maupun proses sintetik ataupun keduanya. Pada umumnya tanda
kematangan pertama pada buah adalah kehilangan warna hijau. Kandungan
klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang. Proses pematangan buah
biasanya meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis,
penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi
rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi aroma khas pada
buah.
D. Respirasi
pematangan terjadi penurunan mutu. Sebagian besar perubahan-perubahan
fisikokimiawi yang terjadi dalam buah yang sudah dipanen berhubungan dengan
metabolisme oksidatif, termasuk di dalamnya respirasi (Phan
et al
, 1986).
Perubahan fisiologis buah pasca panen makin nyata bila dilihat dari
perubahan laju respirasinya. Respirasi adalah proses pemecahan oksidatif substrat
makro molekul seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi molekul yang
lebih sederhana antara lain CO
2,air, dan energi. Selama produk berespirasi maka
produk akan mengalami pematangan kemudian akan diikuti dengan proses
pembusukan. Proses respirasi dapat digambarkan dalam persamaan sebagai
berikut:
C
6H
12O
6+ 6O
26CO
2+ 6H
2O + 674 kkal (energi)
Besarnya respirasi dapat ditentukan dari jumlah substrat yang hilang, O
2yang diserap, CO
2yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang
timbul (Phan
et al
., 1986). Biasanya proses respirasi ditentukan dengan
pengukuran laju penggunaan O
2serta laju pengeluaran CO
2.
Laju respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh umur panen, suhu
penyimpanan, komposisi udara, adanya luka dan komposisi buah. Buah yang lebih
besar menghasilkan CO
2yang lebih banyak. Hal yang dapat menyebabkan
kecepatan laju respirasi tinggi yaitu suhu penyimpanan yang tinggi, ukuran buah
yang besar, adanya luka pada buah, dan kandungan gula yang tinggi pada produk.
Setiap peningkatan suhu 10
0C maka laju respirasi meningkat 2 kali lipat, tetapi
pada suhu di atas 35
0C laju respirasi menurun karena aktivitas enzim yang
terganggu yang mengakibatkan difusi oksigen terhambat (Winarno dan
Wirakartakusumah, 1981). Komposisi udara terdiri dari 78% nitrogen, 21%
oksigen, dan 0.03% karbondioksida, bila konsentrasi O
2diturunkan dan CO
2dinaikkan maka respirasi akan menurun.
simpan buah tersebut akan lebih pendek sehingga mengakibatkan buah menjadi
cepat busuk.
Berdasarkan sifat klimakteriknya, proses klimakterik dalam buah dapat
dibagi dalam 4 fase, yaitu fase pra klimakterik (
pre-climacteric
), yaitu saat buah
masih hijau dan keras serta CO
2yang dibebaskan masih sedikit, fase klimakterik
meningkat (
climacteric rise
), yaitu terjadi peningkatan produksi CO
2secara cepat
tetapi buah masih hijau dan keras, fase puncak klimakterik (
climacteric peak
),
yaitu produksi CO
2mencapai maksimum, terjadi perubahan warna kulit yang
menarik, pelunakan dan mulai timbul aroma, dan fase pasca klimakterik (
post
climacteric
), yaitu produksi CO
2menurun, terjadi perubahan warna kulit yang
menarik, buah menjadi lunak, dan beraroma tajam. Pada saat itu buah mencapai
tingkat kematangan yang sempurna (Winarno dan Wirakartakusumah, 1981).
Phan
et al
. (1993) menyatakan bahwa peningkatan respirasi akan segera
terjadi setelah pemberian etilen (C
2H
4). Pada buah-buahan klimakterik, makin
besar konsentrasi etilen yang diberikan sampai pada suatu tingkat kritis, makin
cepat memacu respirasi. Kenaikan respirasi akan lebih awal bila buah diberi etilen
pada tingkat pra klimakterik dan pada suhu-suhu yang lebih tinggi. Pemberian
etilen pada saat pasca klimakterik tidak mengubah laju respirasi. Buah klimakterik
tidak lagi peka terhadap etilen setelah permulaan kenaikan klimakterik dilampaui,
sedangkan buah non-klimakterik akan bereaksi terhadap pemberian etilen pada
tahap prapanen dan pasca panen.
E. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu cara memelihara kualitas produk setelah
pemanenan dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual dan dikonsumsi.
Penyimpanan bertujuan untuk mengontrol permintaan pasar tanpa menimbulkan
banyak kerusakan dan penurunan mutunya. Penyimpanan ini merupakan bagian
dari rantai penanganan setelah pemanenan yang merupakan bagian dalam sistem
pemasaran, baik untuk buah yang diekspor maupun untuk pemasaran lokal.
yang baik harus terhindar dari sinar matahari secara langsung dan dilengkapi
sisitem pendingin.
Penyimpanan buah segar diharapkan dapat memperpanjang umur simpan
dan mempertahankan mutu. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah
pengendalian laju transpirasi dan respirasi dengan cara mengatur suhu dan
kelembaban ruang penyimpanan (Pantastico, 1986). Penyimpanan yang umumnya
dilakukan adalah penyimpanan suhu rendah dimana suhu diset di atas titik beku
sehingga tidak membeku dan daya simpannya lebih lama. Suhu rendah ini
biasanya diikuti dengan kelembaban nisbi yang optimum agar produk tidak
mengalami kekeringan.
Pendinginan merupakan proses menurunkan dan mempertahankan suhu
suatu bahan di bawah suhu lingkungan dan di atas titik beku bahan tersebut.
Pendinginan dalam pengawetan bahan pangan bertujuan untuk mengurangi
kegiatan mikroba, proses enzimatik, dan proses kimia yang dapat menyebabkan
kerusakan dan kebusukan bahan makanan. Suhu pendinginan merupakan faktor
yang penting karena berhubungan dengan kerusakan bahan makanan akibat
mikroba, perubahan fisik akibat pendinginan dan mempengaruhi kelembaban
udara dalam ruang pendingin (Purwadaria, 1973).
Tabel 3. Rekomendasi suhu, kelembaban relatif, dan daya simpan tiap jenis buah
Jenis buah
Suhu
(0C) RH (%)
Daya simpan (minggu)
Alpukat, Pisang 13.3 85-90 2
Pisang raja sere hijau 12.8-13.3 85-90 3-4
Cavendish hijau 12.8-14.4 85-90 3-4
Cavendish matang 12.8 85-90 1
Langkatan hijau 12.8-15.6 85-90 4
Langkatan matang 15.6 85-90 1.5
Jeruk 8.9-10 90 2
Jambu 8.3-10 85-90 2-5
Pepaya 10 85-90 3
Rambutan 10 85-90 1-2.5
Sumber: Satuhu, 1995
F. Pemeraman
Pematangan buatan (
artificial ripening
) merupakan suatu usaha untuk
mengatur proses pematangan sehingga tidak hanya mengandalkan proses
pematangan alami. Pematangan buatan dilakukan secara komersial untuk dapat
memenuhi permintaan pasar terhadap buah masak optimum.
Pemeraman bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan kematangan
buah, dimana ada beberapa faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeraman
diantaranya tingkat kematangan buah, suhu, dan kelembaban ruang pemeraman
serta adanya gas etilen. Efek pemberian gas etilen pada buah non klimakterik
yaitu menaikkan laju respirasi yang mengakibatkan meningkatnya laju
pematangan buah, selain itu berhubungan juga dengan jumlah konsentrasi gas
yang diberikan serta tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak
klimakterik. Pada buah klimakterik pemberian etilen akan mempercepat
tercapainya puncak klimakterik tetapi tidak mempengaruhi laju respirasi
(Winarno, 2002).
Zat yang biasa digunakan untuk mempercepat kematangan buah adalah
karbit, gas asetilen dan gas etilen. Pemeraman buah dengan karbit telah umum
dilakukan karena karbit atau kalsium karbida (CaC
2) mudah diperoleh di pasar
biasanya karbit dibungkus dengan kertas atau daun lalu diletakkan dalam wadah
bersama buah yang akan diperam (Satuhu, 1995).
G. Etilen
Menurut Abeles (1973) etilen (ethene) adalah suatu gas hidrokarbon
dengan ikatan rangkap dan memiliki berat molekul 28.05, merupakan suatu gas
tidak berwarna dengan bau manis seperti eter. Disamping itu etilen mudah
terbakar dengan batas ambang antara 2.75-28.60% di udara dan dapat larut dalam
air sekitar lima kali daripada di udara. Dalam fase gas pada konsentrasi 1 ppm dan
temperatur 0
0C, kemolaran etilen dalam air adalah 10.1x10
-9dan 4.43x10
-9pada
temperatur 25
0C (Abeles, 1973).
Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menyatakan bahwa etilen adalah
suatu gas yang digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan
karena dapat memenuhi syarat yakni dihasilkan oleh tumbuhan, bersifat mobil
dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Etilen tidak hanya
berperan dalam proses pematangan tetapi juga proses pertumbuhan, seperti pada
sistem pembungaan, akan dapat mempercepat proses pemekaran kuncup.
H. Hubungan Etilen Dengan Pematangan Buah
Produksi etilen erat hubungannya dengan aktivitas respirasi, yaitu
banyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya, karena itu apabila produksi etilen
banyak maka biasanya aktivitas respirasi itu meningkat dengan ditandai oleh
meningkatnya penyerapan oksigen (Kartasapoetra, 1989). Dengan adanya etilen,
proses respirasi akan berlangsung segera dan ikut dalam proses reaksi
pematangan. Perbandingan respirasi dengan produksi etilen tidak tetap, dimana
semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun.
etilen sebab gas ini menunda kematangan buah dengan menggantikan etilen dari
tempat reseptornya. Oksigen justru dibutuhkan untuk mengaktifkan kerja etilen
sehingga jika konsentrasi O
2diturunkan menjadi 2-5% maka produksi etilen dapat
berkurang menjadi setengahnya.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret – Juli 2007 di Laboratorium
Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor.
B. Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah buah pepaya
varietas IPB 1 yang diperoleh dari kebun percobaan Tajur pada tingkat
kematangan seragam (semburat 10%). Bahan penunjang penelitian yaitu gas
etilen. Peralatan yang digunakan yaitu
cold storage, chamber, gas analyzer
,
termometer, kamera digital,
chromameter
,
hand refraktometer, rheometer, aerator
dan timbangan digital.
C. Prosedur Penelitian
Pepaya dipanen pada tingkat kematangan semburat 10%. Pepaya dicuci
pada air yang mengalir kemudian direndam dalam baskom yang telah berisi air
dan larutan thiabendazol 1 gram/5 liter selama 1 menit. Selanjutnya dilakukan uji
kekerasan, total padatan terlarut, warna dan susut bobot
Pepaya disimpan pada penyimpanan dingin yang bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan pepaya sebelum dilakukan proses pemeraman. Buah
pepaya dimasukkan ke dalam chamber yang ditempatkan dalam lemari pendingin
bersuhu 10ºC selama 10 hari. Setiap 3 hari penyimpanan pada suhu 10
0C
dilakukan uji kekerasan, total padatan terlarut, warna dan susut bobot. Selama 10
hari penyimpanan dingin, laju respirasi pepaya diukur setiap 24 jam sekali.
Setelah penyimpanan pada hari ke-10 juga dilakukan uji kekerasan, total padatan
terlarut, warna dan susut bobot, kemudian pepaya siap diperam
pepaya diperam pada suhu 20ºC, 25ºC, dan suhu ruang selama 24 jam. Kemudian
pepaya dibiarkan di udara terbuka dan dilakukan pengamatan parameter mutu.
[image:35.612.150.486.178.591.2]Parameter yang diamati adalah laju respirasi, kekerasan, warna, total
padatan terlarut, susut bobot dan uji organoleptik. Prosedur penelitian disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir pelaksanaan penelitian
1. Laju respirasi
Penentuan laju respirasi dilakukan selama penyimpanan dan pemeraman,
bertujuan untuk menentukan pola respirasi sampai terjadinya klimakterik.
Pengukuran laju respirasi selama penyimpanan dilakukan secara periodik setiap
Pepaya varietas IPB 1 (tingkat kematangan 10% )
Pencucian dan sortasi
Pencelupan dalam thiabendazol (1 g / 5 liter selama 1 menit)
Pengukuran awal terhadap parameter: kekerasan, TPT, warna buah pepaya, bobot
Penyimpanan pada suhu 100C selama 10 hari Setiap 3 hari dilakukan uji kekerasan, TPT, warna dan bobot
Pengukuran laju respirasi secara periodik
Perlakuan pemeraman:
konsentrasi etilen 100, 200, 0 ppm pada suhu 200C, 250C dan suhu ruang selama 24 jam
Pengukuran laju respirasi setiap 6 jam
24 jam sekali, sedangkan selama pemeraman laju respirasi diukur setiap 6 jam
sekali.
Dua buah selang dihubungkan dengan alat pengukur gas analyzer Shimadzu
(Gambar 3) dimasukkan ke dalam chamber untuk melewatkan gas CO
2dan O
2sehingga akan terbaca persen gas CO
2dan O
2. Data laju respirasi yang diperoleh
kemudian diplotkan dalam suatu kurva berupa kurva pola respirasi, laju produksi
gas CO
2atau O
2(ml/kg-jam) dihitung dengan persamaan Kays (1991) berikut :
R
=
dt
dx
W
V
... (1)
Dimana:
R = laju respirasi (ml/kg.jam) t = waktu (jam)
V =volume bebas ruang (ml) x = konsentrasi gas CO
2dan O
2(%)
[image:36.612.259.364.341.479.2]W = berat segar produk (kg)
Gambar 3. Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O
2dan CO
22. Kekerasan
Gambar 4. Rheometer model CR-300 untuk mengukur kekerasan
3. Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan melihat nilai RGB dari bagian tengah
buah pepaya menggunakan kamera digital merek Canon Power Shot A410 dengan
jarak pengambilan gambar tertentu dari buah pepaya, gambar direkam pada
resolusi 800x600 pixel dengan 256 tingkat intensitas cahaya merah, hijau dan
biru. RGB yang dihasilkan dari kamera digital dikonversikan dalam nilai L*, a*,
b* kemudian dibandingkan dengan hasil nilai L*, a*, b* pada chromameter
Minolta CR-310 (Gambar 5).
Gambar 5. Chromameter Minolta CR-310 untuk mengukur warna
4. Total padatan terlarut
[image:37.612.275.420.403.512.2]Gambar 6. Hand refraktometer untuk mengukut total padatan terlarut
5. Uji organoleptik
Pengujian terhadap mutu organoleptik buah pepaya dilakukan terhadap
visualisasi warna kulit, warna daging buah, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan.
Skor kesukaan secara umum dari 10 panelis dengan menggunakan uji hedonik (uji
kesukaan), dengan rentang skor 1 – 7, yang mempresentasikan sangat tidak suka
sampai sangat suka (1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4=
netral, 5= agak suka, 6= suka, dan 7= sangat suka). Data yang diperoleh
dikumpulkan dalam bentuk tabel (Lampiran 14). Batas minimum penerimaan
panelis yaitu sebesar 4 (netral).
D. Rancangan Percobaan
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 2 faktor (RAL
faktorial) dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi etilen 100,
200, dan 0 ppm. Faktor kedua adalah suhu pemeraman 20
0C, 25
0C dan suhu
ruang. Model linier yang digunakan adalah:
ijk
ij
j
i
Yijk
=
μ
+
α
+
β
+
(
αβ
)
+
ε
...(5)
Keterangan:
Yijk = respon pengamatan pada perlakuan konsentrasi etilen ke-i, suhu
pemeraman ke-j, dan ulangan ke-k
μ
= nilai rata-rata umum
i
α
= pengaruh perlakuan konsentrasi etilen ke-i
j
β
= pengaruh suhu pemeraman ke-j
ij
)
(
αβ
= pengaruh interaksi perlakuan konsentrasi etilen ke-i dan suhu pemeraman
ijk
ε
= galat percobaan perlakuan konsentrasi etilen ke-i dan suhu pemeraman
ke-j dan ulangan ke-k
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Laju Respirasi Pada Saat Penyimpanan Dingin
Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan
perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen. Semakin rendah
laju respirasi buah memberikan umur simpan semakin panjang. Hal ini juga
merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas dan nilainya sebagai bahan
makanan (Pantastico, 1989). Laju respirasi buah pepaya IPB 1 dihitung
berdasarkan produksi CO
2dan konsumsi O
2berdasarkan selang waktu tertentu.
Pepaya IPB 1 disimpan pada pendingin dengan suhu 10
0C selama 10 hari.
Perubahan laju respirasi pepaya IPB 1 selama penyimpanan dingin cenderung
tetap tidak fluktuatif, mengalami penurunan sampai hari ke-4 kemudian
mengalami kenaikan pada hari ke-5 selanjutnya mengalami penurunan sampai
pada akhir penyimpanan ( Gambar 7 dan Lampiran 1).
Gambar 7. menunjukkan bahwa grafik laju respirasi pada pada suhu 10
0C
berbentuk landai. Laju respirasi pada penyimpanan suhu 10
0C cenderung tidak
fluktuatif disebabkan karena penyimpanan pada suhu 10
0C dapat menghambat
laju respirasi buah pepaya, aktivitas enzim, reaksi-reaksi kimia-biokimia maupun
pertumbuhan mikroorganisme. Kondisi buah sampai penyimpanan pada hari
ke-10 masih tetap segar, warna kulit tetap hijau dan buah tetap keras. Dijelaskan oleh
Muchtadi dan Sugiyono (1992) bahwa suhu rendah dapat menghambat proses
respirasi, aktivitas mikroorganisme dan enzim.
0 5 10 15
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Lama penyimpanan (hari)
[image:40.612.226.415.511.626.2]CO2 O2
Gambar 7. Laju respirasi
selama penyimpanan buah pepaya IPB 1 pada suhu
10
0C.
B.
Pengaruh Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Setelah
Pemeraman
Produksi etilen erat hubungannya dengan aktifitas respirasi, yaitu
banyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya. Oleh karena itu apabila produksi
etilen banyak maka biasanya aktifitas respirasi itu meningkat dengan ditandai oleh
meningkatnya penyerapan oksigen. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan
berlangsung segera dan ikut dalam proses reaksi pemasakan. Hal ini disebabkan
etilen bersifat autokatalitik, yang mempercepat proses respirasi dan sekaligus
pembentukan etilen. Namun perbandingan respirasi dengan produksi etilen tidak
tetap, dimana semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun
(Pantastico, 1986).
Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menyatakan bahwa peningkatan
laju respirasi dan produksi etilen pada masa klimakterik menunjukkan permulaan
pemasakan. Selama proses respirasi terjadi beberapa perubahan fisik, kimia, dan
biologi misalnya: proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan,
berkurangnya keasaman, melunaknya buah akibat degradasi pektin pada kulit
buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Bila proses respirasi terus
berlanjut, buah akan mengalami pelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang
ditandai oleh hilangnya nilai gizi dan parameter mutu buah tersebut.
Pada Gambar 8 dan 9 ditunjukkan bahwa puncak klimakterik pada
perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu pemeraman 25
0C lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena suhu tinggi
akan mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan,
sedangkan perbedaan jumlah konsentrasi etilen pada masing-masing perlakuan
tidak mencerminkan puncak respirasi yang lebih tinggi. Dijelaskan oleh Tucker
(1993) bahwa pemberian etilen pada buah-buahan klimakterik akan menggeser
atau memepercepat terjadinya puncak klimakterik, namun tidak mempengaruhi
tingginya laju respirasi.
Pada Lampiran 2 ditunjukkan bahwa puncak respirasi tidak dicapai pada
waktu yang sama untuk semua perlakuan. Perbedaan waktu untuk mencapai
puncak klimakterik pada tiap perlakuan dipengaruhi oleh produksi CO
2buah
pepaya selama penyimpanan. Pada perlakuan konsentrasi etilen 100 dan 0 ppm
pada suhu peram 20
0C mencapai puncak klimakterik saat menjelang hari ke-11
sedangkan untuk perlakuan yang lain mencapai puncak klimaketrik saat
menjelang hari ke-12.
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju pr o d u k s i C O 2 (m l/ k g jam )
100 ppm, 20 C 100 ppm, 25 C 100 ppm, suhu ruang
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju p rod uk s i C O 2 (m l/k g ja m )
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C 200 ppm, suhu ruang
(a). 100 ppm
(b). 200 ppm
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11 12 13
Waktu (hari) L a ju pr oduk s i C O 2 (m l/kg j a m )
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C 0 ppm, suhu ruang
[image:42.612.137.500.216.514.2](c). 0 ppm
Gambar 8. Laju produksi CO
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan
(a). 100 ppm
(b). 200 ppm
0 10 20 30 40 50 60 70 809 10 11 12 13
Waktu (hari) L a ju k ons um s i O 2 (m l/ kg ja m )
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C 0 ppm, suhu ruang
[image:43.612.135.495.87.378.2](c). 0 ppm
Gambar 9. Laju konsumsi O
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan
konsentrasi etilen (a). 100 ppm, (b). 200 ppm, (c). 0 ppm pada suhu
20
0C, 25
0C dan suhu ruang
C. Pengaruh Suhu Peram Terhadap Laju Respirasi Setelah Pemeraman
Proses kimiawi dan biologi dari buah selama pemeraman dipengaruhi oleh
suhu yang berdampak terhadap keseimbangan antara zat pati dan gula, dimana
kandungan gula yang lebih banyak mengakibatkan pelepasan CO
2yang lebih
cepat. Laju respirasi pada tiap perlakuan suhu pemeraman dan adanya etilen
menunjukkan pola yang sama, yaitu terjadinya peningkatan laju respirasi yang
berfluktuatif, dimana kematangan penuh tercapai setelah puncak respirasi. Pola ini
merupakan pola respirasi buah golongan klimakterik. Laju respirasi buah pepaya
IPB 1 setelah pemeraman dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Laju respirasi buah pepaya IPB 1 dengan perlakuan suhu pemeraman
memiliki pola laju respirasi yang tidak jauh berbeda. Penambahan konsentrasi
etilen 100 dan 200 ppm pada suhu peram 25
0C dan pada suhu ruang tidak
memberikan perbedaan yang besar untuk mempercepat terjadinya puncak
0 10 20 30 40 50 60 70 80
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju k ons ums i O 2 (m l/ kg jam )
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C 200 ppm, suhu ruang
0 10 20 30 40 50 60 70 80
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju k ons um s i O 2 (m l/k g ja m )
klimakterik (Gambar 10b, 10c, 11b, dan 11c). Laju respirasi pada suhu ruang
selama pemeraman tidak jauh berbeda untuk perlakuan yang diberi etilen 100,
200, dan 0 ppm.
Perbedaan laju respirasi yang paling terlihat pada buah pepaya setelah
pemeraman terjadi pada perlakuan yang diperam pada suhu 20
0C. Perlakuan
konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 20
0C memiliki puncak klimakterik
yang paling rendah yaitu sebesar 39.57 ml CO
2/kg jam dibandingkan dengan
perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan suhu yang lebih rendah dapat
memperlambat fase puncak klimakterik. Sedangkan nilai tertinggi dicapai pada
perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 25
0C yaitu sebesar 55.55 ml
CO
2/kg jam, hal ini disebabkan karena suhu tinggi akan mempercepat laju
respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan.
Pengukuran laju respirasi buah pepaya IPB 1 setelah diperam
menghasilkan nilai yang berfluktuasi (Gambar 8, 9, 10 dan 11). Fluktuasi tersebut
bisa disebabkan oleh kondisi ruang pemeraman yang dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, seperti pergantian siang dan malam hari, dimana pada siang hari suhu
ruang pemeraman lebih tinggi dibandingkan pada malam hari. Kenaikan suhu
ruang pemeraman semakin meningkatkan konsentrasi CO
2.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 15 dan 16) terlihat bahwa pada
perlakuan konsentrasi etilen dan suhu peram berpengaruh nyata (p < 0.05)
terhadap laju respirasi buah pepaya setelah pemeraman. Hasil uji lanjut
menggunakan Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa laju respirasi yang
paling berbeda nyata pada konsentrasi etilen 200 ppm dan suhu peram 20
0C
dengan perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 20
0C
D. Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram Terhadap laju Respirasi
Pepaya IPB 1 Setelah Pemeraman
dapat ditunjukkan dari beberapa parameter, diantaranya: laju respirasi, kekerasan,
total padatan terlarut, susut bobot, warna, dan uji organoleptik.
Selama proses respirasi, CO
2dalam ruang pemeraman akan semakin
meningkat dan O
2akan semakin berkurang. Dari hasil penelitian dapat dilihat
bahwa laju produksi CO
2dan laju konsumsi O
2menunjukkan pola yang sama,
yaitu terjadi peningkatan setelah pemeraman. Setelah tercapai pematangan penuh
(puncak respirasi) maka laju respirasi akan cenderung menurun. Pola respirasi
seperti ini terjadi pada buah-buahan klimakterik.
Pemberian etilen pada buah-buahan klimakterik akan menggeser atau
mempercepat terjadinya puncak klimakterik, namun tidak mempengaruhi
tingginya laju respirasi (Tucker, 1993), sedangkan suhu tinggi akan mempercepat
laju respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan. Selama pemeraman
adanya interaksi perlakuan konsentrasi etilen dan suhu peram berpengaruh nyata
terhadap laju respirasi.
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju p rodu k s i C O 2 (m l/ k g ja m )
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C 0 ppm, 20 C
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju pr od uk s i C O 2 (m l/k g ja m )
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C 0 ppm, 25 C
(a). 20
0C
(b). 25
0C
0 10 20 30 40 50 60
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju pr o d u k s i C O 2 (m l/ kg ja m )
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang 0 ppm, suhu ruang
[image:45.612.135.499.352.646.2](c). Suhu ruang
Gambar 10. Laju produksi CO
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu
0 10 20 30 40 50 60 70 80
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju k o ns um s i O 2 (m l/ kg ja m )
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C 0 ppm, 20 C
0 10 20 30 40 50 60 70 80
9 10 11 12 13
Waktu (hari) La ju k o ns um s i O 2 (m l/ k g ja m )
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C 0 ppm, 25 C
(a).
20
0C
(b).
25
0C
0 10 20 30 40 50 60 70 80
9 10 11 12 13
Waktu (hari) L a ju k o ns um s i O 2 (m l/kg j a m )
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang 0 ppm, suhu ruang
[image:46.612.134.493.77.365.2](c). suhu ruang
Gambar 11. Laju konsumsi O
2buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu
(a). 20
0C, (b). 25
0C, dan (c). suhu ruang dengan konsentrasi etilen
100, 200, dan 0 ppm.
E. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya
Penyimpanan pada suhu dingin dapat meningkatkan mutu buah pepaya.
Hal ini dapat ditunjukkan dari visualisasi kesegaran buah. Penggunaan suhu
rendah sampai batas tertentu selama penyimpanan dapat memperpanjang fase
praklimakterik sehingga umur simpan buah menjadi lebih lama. Parameter yang
menunjukkan peningkatan mutu ini dapat dilihat dari nilai kekerasan dan total
padatan terlarut buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dingin. Kedua parameter
ini dapat menunjukkan penurunan laju pematangan dan pencegahan kerusakan
fisik pada buah pepaya.
1.
Kekerasan
menjadi asam pektat yang larut dalam air (Winarno dan Wirakartakusumah,
1981). Melunaknya buah disebabkan oleh perombakan propektin yang tidak larut
atau hidrolisis zat pati dan lemak (Pantastico, 1986). Penurunan kekerasan buah
pepaya selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12 dan Lampiran 6. Hari
ke-0 nilai kekerasan buah pepaya IPB 1 sebesar 46.20 N, hari ke-3 sebesar 45.81
N hari ke-6 sebesar 43.75 N, hari ke-9 sebesar 40.22 N, dan hari ke-10 menurun
menjadi 32.67 N. Perubahan komposisi kimia dinding sel terutama protopektin
yang membentuk asam-asam pektat yang larut dan hilangnya pati merupakan
penyebab utama terjadinya pelunakan buah.
0 10 20 30 40 50
0 2 4 6 8 10 12
Waktu (hari)
K
e
ke
rasa
n
(
N
[image:47.612.226.412.275.377.2])
Gambar 12. Kekerasan buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan
2.
Total padatan Terlarut (TPT)
Selama proses penyimpanan dingin pada suhu 10
0C selama 10 hari,
kandungan TPT buah pepaya IPB 1 mengalami peningkatan (Gambar 13).
Winarno dan Wirakartakusumah (1981) menjelaskan bahwa pada saat terjadinya
proses respirasi maka terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang
kompleks seperti karbohodrat, lemak, dan protein yang menyebabkan pati turun
dan gula sederhana terbentuk. Peningkatan gula terjadi karena akumulasi gula
sebagai hasil degradasi pati (Winarno, 2002).
8.8 9 9.2 9.4 9.6 9.8 10 10.2 10.4
0 2 4 6 8 10 12 Waktu (hari)
To
ta
l
pa
da
ta
n
te
rl
a
rut
(0
b
ri
x
[image:48.612.219.418.79.194.2])
Gambar 13. Peningkatan TPT buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan
F. Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram terhadap Mutu Pepaya
IPB 1 Setelah Pemeraman
Hasil pengamatan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa dengan perlakuan penambahan etilen dan suhu peram selama proses
pematangan buatan dapat meningkatkan mutu buah pepaya IPB 1. Parameter mutu
yang diukur diantaranya adalah laju respirasi, kekerasan, TPT, susut bobot, warna,
dan organoleptik.
1.
Kekerasan
Penurunan nilai kekerasan dikarenakan terjadinya hidrolisis propektin dan
pektin. Kondisi ini menunjukkan kerja enzim pektinesterase yang mengubah
propektin menjadi pektin yang larut dalam air ataupun enzim
α
-amilase dan
β
-
amilase bekerja lebih giat pada suhu tinggi. Muchtadi (1992) menambahkan
bahwa kekerasan akan menurun selama penyimpanan, dimana perubahan
kandungan selulosa tidak begitu besar, sedangkan kandungan hemiselulosa dan
propektin mengalami perubahan yang besar, sehingga terjadi penurunan kekerasan
buah pepaya yang disebabkan karena hemiselulosa dan propektin terdegradasi.
Perubahan struktural dengan kisaran yang luas terjadi pada pemasakan
buah. Perubahan dalam tebal dinding sel dan banyaknya ruang antar sel
menyebabkan lunaknya jaringan, hal ini dianggap sebagai petunjuk utama
terjadinya pemasakan. Melunaknya buah disebabkan oleh perombakan
protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut atau hidrolisis zat pati dan
lemak (Pantastico, 1986).
diberi perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm dan suhu peram 20
0C, yaitu sebesar
22.07 N, sedangkan nilai kekerasan terendah pada perlakuan konsentrasi etilen
200 ppm pada suhu ruang yaitu sebesar 6.77 N. Pengukuran pada hari ke-2 nilai
kekerasan tertinggi pada perlakuan konsentrasi etilen 200 ppm pada suhu peram
20
0C yaitu sebesar 14.81 N, sedangkan nilai kekerasan terendah pada perlakuan
konsentrasi etilen 200 ppm pada suhu ruang yaitu sebesar 2.94 N. Pengukuran
pada hari ke-3 nilai kekerasan tertinggi pada perlakuan konsentrasi etilen 0 ppm
pada suhu peram 20
0C yaitu sebesar 14.81 N, sedangkan nilai kekerasan terendah
pada perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm pada suhu 20
0C yaitu sebesar 3.82 N.
Dijelaskan oleh Matto
et al
. (1986)
di dalam
Pantastico (1986) bahwa pada suhu
tinggi terjadi perubahan kekerasan yang lebih cepat dibandingkan dengan suhu
rendah.
Menurut Prabha dan Bhagyalakshmi (1998)
di dalam
Syska (2006) selama
proses pematangan, daging buah dan kulit menjadi lunak karena terjadinya
perubahan komposisi dinding sel, dimana dinding sel menipis, ruang antar sel
membesar.
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
K e ker as an ( N )
100 ppm, 20 C 100 ppm, 25 C 100 ppm, suhu ruang
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
K eker as an ( N )
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C 200 ppm, suhu ruang
(a). 100 ppm
(b). 200 ppm
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
K e ker as an ( N )
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C 0 ppm, suhu ruang
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
K eker a san ( N )
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C 0 ppm, 20 C
(c). 0 ppm
(d). 20
0C
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
K e ke rasa n ( N )
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C 0 ppm, 25 C
0 5 10 15 20 25
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
K e ker asa n ( N )
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang 0 ppm, suhu ruang
[image:50.612.175.472.81.491.2](e).
25
0C
(f).
suhu
ruang
Gambar 14. Perubahan kekerasan buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman
2.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Proses hidrolisis pati menjadi gula dan air selama respirasi buah
dipengaruhi oleh rangsangan gas etilen yang diberikan serta suhu selama
pemeraman. Menurut Pantastico (1986), besarnya laju perombakan pati menjadi
gula dipengaruhi oleh suhu dan enzim.
Proses pematangan buah biasanya meningkatkan jumlah gula sederhana
yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa
fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang
memberi aroma khas pada buah.
TPT akan meningkat dengan cepat ketika buah mengalami pematangan
dan akan terus menurun seiring lamanya penyimpanan. Hal ini disebabkan
terjadinya hidrolisa pati yang tidak larut dalam air menjadi gula yang larut dalam
air. Selanjutnya dalam proses penuaan semakin berlanjut penurunan TPT, hal ini
diduga karena hidrolisa pati sudah sedikit sekali sedangkan respirasi meningkat
dan sintesa asam yang mendegradasi gula tetap berlangsung.
8 9 10 11 12 13
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
Tot a l p a da ta n t e rl a rut (%b ri x )
100 ppm, 20 C 100 ppm, 25 C 100 ppm, suhu ruang
8 9 10 11 12 13
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
T o ta l pa da ta n t e rl a rut (%b ri x )
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C 200 ppm, suhu ruang
(a). 100 ppm
(b). 200 ppm
8 9 10 11 12 13
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
To ta l pa da ta n t e rl a ru t (%b ri x )
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C 0 ppm, suhu ruang
8 9 10 11 12 13
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
Tot a l pa da ta n t e rl a rut (%b ri x )
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C 0 ppm, 20 C
(c). 0 ppm
(d). 20
0C
8 9 10 11 12 13
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
Tot a l pa da ta n t e rl a rut (% )
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C 0 ppm, 25 C
8 9 10 11 12 13
0 1 2 3 4 Lama penyimpanan setelah pemeraman (hari)
Tot a l pa da ta n t e rl a ru t (%b ri x )
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang 0 ppm, suhu ruang
[image:52.612.159.482.77.541.2]e). 25
0C
(f). Suhu ruang
Gambar 15. Perubahan TPT buah pepaya IPB 1 setelah pemeraman
buah pepaya IPB 1. Penurunan TPT tertinggi pada suhu ruang dengan konsentrasi
etilen 200 ppm.
3.
Susut Bobot
Susut bobot terjadi karena selama proses penyimpanan menuju
pematangan terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air
dari dan ke lingkungan. Menurut Kader (1992) kehilangan air ini tidak saja
berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif, tetapi juga menyebabkan
kerusakan tekstur (kelunakan, kelembekan), kerusakan kandungan gizi dan
kerusakan lain (kelayuan, pengerutan).
Susut bobot buah pepaya IPB 1 mengalami peningkatan baik pada
penyimpanan dingin maupun setelah pemeraman (Gambar 16 dan Lampiran 7).
Hal ini dikarenakan terjadinya transpirasi dan respirasi dimana glukosa
terdegradasi menjadi CO
2dan H
2O. Proses transpirasi dan respirasi berlangsung
terus menerus sehingga semakin lama maka susut bobot pada buah akan semakin
meningkat.
Susut bobot selama penyimpanan baik pada saat penyimpanan dingin