• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstrak Pisang sebagai Suplemen Media MS dalam Media Kultur Tunas Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB GROUP) In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstrak Pisang sebagai Suplemen Media MS dalam Media Kultur Tunas Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB GROUP) In Vitro"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAK PISANG SEBAGAI SUPLEMEN MEDIA

MS DALAM MEDIA KULTUR TUNAS PISANG

RAJABULU (Musa paradisiaca L. AAB GROUP)

IN VITRO

OLEH:

UMMI MASLUKHAH

A34303011

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

UMMI MASLUKHAH. Ekstrak Pisang sebagai Suplemen Media MS dalam

Media Kultur Tunas Pisang Rajabulu (Musa paradisiacal L. AAB Group) In Vitro (Dibimbing oleh Sri Setyati Harjadi dan Darda Efendi).

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh ekstrak buah pisang dengan berbagai konsentrasi sebagai pengganti vitamin sintetis pada media pertumbuhan tunas pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara in vitro. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2007, di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Kampus IPB Baranang Siang, Bogor.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu konsentrasi ekstrak buah pisang yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 g/l, 50 g/l, 100 g/l, dan 150 g/l. Terdapat 4 macam perlakuan yang masing-masing diulang 30 kali, sehingga terdapat 120 satuan percobaan.

Sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dengan vitamin sintetis terhadap jumlah tunas, panjang tunas, dan panjang daun. Namun, ada pengaruh yang nyata tidak sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dengan vitamin sintetis terhadap panjang planlet, jumlah daun, dan jumlah akar. Vitamin sintetis lebih bagus pengaruhnya dibandingkan dengan ekstrak buah pisang terhadap panjang planlet, jumlah daun, dan jumlah akar.

(3)
(4)

EKSTRAK PISANG SEBAGAI SUPLEMEN MEDIA

MS DALAM MEDIA KULTUR TUNAS PISANG

RAJABULU (Musa paradisiaca L. AAB GROUP)

IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH:

UMMI MASLUKHAH

A34303011

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Give me a f ish & I’ll eat f or a day

Teach me to f ish & I’ll eat f or a lif e time

Cukuplah Allah sebagai

Pelindung & Pemeliharaku

Spesial penulis persembahkan untuk

Bapak (Alm.) dan Ibu yang telah

berjuang membesarkan dan mendidik

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : EKSTRAK PISANG SEBAGAI SUPLEMEN MEDIA MS DALAM MEDIA KULTUR TUNAS PISANG RAJABULU

(Musa paradisiaca L. AAB GROUP) IN VITRO

Nama : Ummi Maslukhah NRP : A34303011

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr Ir Sri Setyati Harjadi, MSc. Dr Ir Darda Efendi, Msi.

NIP:130203587 NIP: 131841775

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr.

(7)

Tanggal pengesahan:………

Penulis dilahirkan di Penulis merupakan anak ketiga Masduki (Alm.) dan Ibu Hj.

Jenjang pendidikan Rembang, lulus pada tahun menengah pertama di SLTP dan pendidikan lanjutan mene tahun 2003. Tahun 2003 program Undangan Seleksi mahasiswa Departemen Agronomi Pertanian Bogor.

Selama kuliah, penulis Eksekutif Mahasiswa Tingka 2004, sebagai staf Departemen FORCES (Forum for Scientific Dewan Perwakilan Mahasiswa sebagai anggota Komisi Eksternal; Hortikultura periode

2004-Keluarga Mahasiswa (DPM Komisi Eksternal.

…………

RIWAYAT HIDUP PENULIS

dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 15 Juni ketiga dari enam bersaudara, putri pasangan Bapak Hj. Muhadjaroh.

pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 2 Ringin, Pamotan, un 1997. Penulis selanjutnya menyelesaikan pe

TP Negeri 1 Pamotan, Rembang, lulus pada tah menengah umum di SMU Negeri 2 Rembang, lu 03 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan gkat Persiapan Bersama (BEM TPB-IPB) period artemen PSDM (Pengembangan Sumber Daya M Scientific Studies) periode 2004-2006, sebagai

asiswa Fakultas Pertanian (DPM-A) periode 2004 Eksternal; DKM Al Fallah Departemen Agron

-2005, sebagai anggota; Dewan Perwakilan Ma (DPM KM IPB) periode 2005-2006, sebagai

Juni 1984. Bapak H.

in, Pamotan, pendidikan tahun 2000 lulus pada B melalui terdaftar sebagai Pertanian, Institut

kemahasiswaan Badan eriode

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selanjutnya solawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan terbaik untuk umat manusia. Skripsi ini penulis persembahkan sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini juga merupakan laporan hasil penelitian yang termasuk komponen dari Penelitian di Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT IPB). Penelitian ini dibiayai oleh PKBT IPB.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak yang membantu baik secara moril maupun materil. Ucapan terima

kasih juga penulis ucapkan kepada : tim PKBT IPB, ibu dan Bapak (Alm.), Prof. Dr Ir Sri Setyati Harjadi, MSc dan Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MSi selaku dosen pembimbing akademik, keluarga dan teman-teman semuanya, serta segenap pihak yang telah berperan dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya yang berada di bidang akademik.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... ... 3

Hipotesis ... ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pisang ... 4

Perbanyakan Tanaman Pisang Secara Konvensional ... 5

Teknik Kultur Jaringan (In Vitro) ... 6

Media kultur jaringan ... 7

Penanaman Aseptik ... 10

Kultur Jaringan (In Vitro) pada Pisang ... 11

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan .. ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 18

Pertumbuhan Tunas ... 19

Pertumbuhan Akar ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 31

Saran ... ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Jumlah Tunas Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 20 2. Panjang Tunas Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST

(Minggu Setelah Tanam) ... 21 3. Jumlah Daun Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 23 4. Panjang Daun Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 24 5. Jumlah Akar Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 25 6. Panjang Akar Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 27 7. Hasil Pengamatan Saat 8 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 29

Lampiran

1. Komposisi Media Murashige dan Skoog ... 37 2. Kandungan Zat Kimia Buah Pisang Rajabulu ... 38 3. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Jumlah Tunas

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 39 4. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Panjang Tunas

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 39 5. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Jumlah Daun

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 40 6. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Panjang Daun

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 40 7. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Jumlah Akar Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro

pada 2-8 MST ... 41 8. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Panjang Akar

(11)

EKSTRAK PISANG SEBAGAI SUPLEMEN MEDIA

MS DALAM MEDIA KULTUR TUNAS PISANG

RAJABULU (Musa paradisiaca L. AAB GROUP)

IN VITRO

OLEH:

UMMI MASLUKHAH

A34303011

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

RINGKASAN

UMMI MASLUKHAH. Ekstrak Pisang sebagai Suplemen Media MS dalam

Media Kultur Tunas Pisang Rajabulu (Musa paradisiacal L. AAB Group) In Vitro (Dibimbing oleh Sri Setyati Harjadi dan Darda Efendi).

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh ekstrak buah pisang dengan berbagai konsentrasi sebagai pengganti vitamin sintetis pada media pertumbuhan tunas pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara in vitro. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2007, di Laboratorium Kultur Jaringan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT), Kampus IPB Baranang Siang, Bogor.

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, yaitu konsentrasi ekstrak buah pisang yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0 g/l, 50 g/l, 100 g/l, dan 150 g/l. Terdapat 4 macam perlakuan yang masing-masing diulang 30 kali, sehingga terdapat 120 satuan percobaan.

Sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dengan vitamin sintetis terhadap jumlah tunas, panjang tunas, dan panjang daun. Namun, ada pengaruh yang nyata tidak sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dengan vitamin sintetis terhadap panjang planlet, jumlah daun, dan jumlah akar. Vitamin sintetis lebih bagus pengaruhnya dibandingkan dengan ekstrak buah pisang terhadap panjang planlet, jumlah daun, dan jumlah akar.

(13)
(14)

EKSTRAK PISANG SEBAGAI SUPLEMEN MEDIA

MS DALAM MEDIA KULTUR TUNAS PISANG

RAJABULU (Musa paradisiaca L. AAB GROUP)

IN VITRO

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

OLEH:

UMMI MASLUKHAH

A34303011

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Give me a f ish & I’ll eat f or a day

Teach me to f ish & I’ll eat f or a lif e time

Cukuplah Allah sebagai

Pelindung & Pemeliharaku

Spesial penulis persembahkan untuk

Bapak (Alm.) dan Ibu yang telah

berjuang membesarkan dan mendidik

(16)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : EKSTRAK PISANG SEBAGAI SUPLEMEN MEDIA MS DALAM MEDIA KULTUR TUNAS PISANG RAJABULU

(Musa paradisiaca L. AAB GROUP) IN VITRO

Nama : Ummi Maslukhah NRP : A34303011

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr Ir Sri Setyati Harjadi, MSc. Dr Ir Darda Efendi, Msi.

NIP:130203587 NIP: 131841775

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr Ir Didy Sopandie, MAgr.

(17)

Tanggal pengesahan:………

Penulis dilahirkan di Penulis merupakan anak ketiga Masduki (Alm.) dan Ibu Hj.

Jenjang pendidikan Rembang, lulus pada tahun menengah pertama di SLTP dan pendidikan lanjutan mene tahun 2003. Tahun 2003 program Undangan Seleksi mahasiswa Departemen Agronomi Pertanian Bogor.

Selama kuliah, penulis Eksekutif Mahasiswa Tingka 2004, sebagai staf Departemen FORCES (Forum for Scientific Dewan Perwakilan Mahasiswa sebagai anggota Komisi Eksternal; Hortikultura periode

2004-Keluarga Mahasiswa (DPM Komisi Eksternal.

…………

RIWAYAT HIDUP PENULIS

dilahirkan di Rembang, Jawa Tengah pada tanggal 15 Juni ketiga dari enam bersaudara, putri pasangan Bapak Hj. Muhadjaroh.

pendidikan penulis dimulai dari SD Negeri 2 Ringin, Pamotan, un 1997. Penulis selanjutnya menyelesaikan pe

TP Negeri 1 Pamotan, Rembang, lulus pada tah menengah umum di SMU Negeri 2 Rembang, lu 03 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian

penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan gkat Persiapan Bersama (BEM TPB-IPB) period artemen PSDM (Pengembangan Sumber Daya M Scientific Studies) periode 2004-2006, sebagai

asiswa Fakultas Pertanian (DPM-A) periode 2004 Eksternal; DKM Al Fallah Departemen Agron

-2005, sebagai anggota; Dewan Perwakilan Ma (DPM KM IPB) periode 2005-2006, sebagai

Juni 1984. Bapak H.

in, Pamotan, pendidikan tahun 2000 lulus pada B melalui terdaftar sebagai Pertanian, Institut

kemahasiswaan Badan eriode

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selanjutnya solawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai teladan terbaik untuk umat manusia. Skripsi ini penulis persembahkan sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan studi di Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini juga merupakan laporan hasil penelitian yang termasuk komponen dari Penelitian di Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika Institut Pertanian Bogor (PKBT IPB). Penelitian ini dibiayai oleh PKBT IPB.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak yang membantu baik secara moril maupun materil. Ucapan terima

kasih juga penulis ucapkan kepada : tim PKBT IPB, ibu dan Bapak (Alm.), Prof. Dr Ir Sri Setyati Harjadi, MSc dan Dr Ir Darda Efendi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, Dr Ir Ni Made Armini Wiendi, MSi selaku dosen pembimbing akademik, keluarga dan teman-teman semuanya, serta segenap pihak yang telah berperan dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga dengan adanya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua khususnya yang berada di bidang akademik.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... ... 3

Hipotesis ... ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pisang ... 4

Perbanyakan Tanaman Pisang Secara Konvensional ... 5

Teknik Kultur Jaringan (In Vitro) ... 6

Media kultur jaringan ... 7

Penanaman Aseptik ... 10

Kultur Jaringan (In Vitro) pada Pisang ... 11

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan .. ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum ... 18

Pertumbuhan Tunas ... 19

Pertumbuhan Akar ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 31

Saran ... ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(20)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Jumlah Tunas Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 20 2. Panjang Tunas Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST

(Minggu Setelah Tanam) ... 21 3. Jumlah Daun Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 23 4. Panjang Daun Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 24 5. Jumlah Akar Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 25 6. Panjang Akar Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu

Setelah Tanam) ... 27 7. Hasil Pengamatan Saat 8 MST (Minggu Setelah Tanam) ... 29

Lampiran

1. Komposisi Media Murashige dan Skoog ... 37 2. Kandungan Zat Kimia Buah Pisang Rajabulu ... 38 3. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Jumlah Tunas

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 39 4. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Panjang Tunas

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 39 5. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Jumlah Daun

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 40 6. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Panjang Daun

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro pada 2-8 MST ... 40 7. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Jumlah Akar Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara In Vitro

pada 2-8 MST ... 41 8. Sidik Ragam Pengaruh Ekstrak Buah Pisang terhadap Panjang Akar

(21)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman Teks

(22)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang (Musa paradisiaca) adalah buah yang cukup disukai di dunia, sebab pisang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, dan murah harganya. Dibandingkan dengan buah lain, pisang memiliki tekstur lembut dengan rasa yang lezat. Selain itu, praktis dan mudah dikupas tanpa alat bantu. Pisang juga dapat dikonsumsi segar atau diolah terlebih dahulu. Karena tidak mengenal musim, buah pisang tersedia sepanjang tahun dan dengan harga terjangkau. Dewasa ini buah pisang telah menjadi komoditi industri.

Pisang (Musa paradisiaca) ternyata telah menjadi bagian dari diet manusia sejak bertahun-tahun silam. Penelitian fosil di Papua Nugini menunjukkan adanya domestikasi dan budidaya tanaman ini lebih dari 10,000 tahun lalu. Seluruh bagian tanaman ini dimanfaatkan, mulai dari akar untuk obat-obatan, batang untuk rakit dan tali-temali, daun untuk pembungkus, dan tentu saja buahnya untuk dimakan (Megia, 2006).

Berdasarkan data FAO, di tahun 2005 Indonesia menempati posisi ke-6 sebagai produsen buah pisang di dunia. Angka produksi pisang Indonesia saat itu adalah 641,789 ton/tahun. Sementara itu, konsumsi buah pisang orang Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan penduduk bangsa lain. Pada tahun 2005, dalam data Direktorat Bina Produksi Hortikultura, tercatat bahwa angka konsumsi buah pisang penduduk Indonesia sebesar 7.9 kg/kapita/tahun. Angka ini tergolong rendah dibanding Amerika Serikat yang angka konsumsi buah pisangnya adalah sebesar 22.1 kg/kapita/tahun (Direktorat Bina Produksi Hortikultura, 2005) dan Uganda sebesar 243 kg/kapita/tahun (Megia, 2006).

(23)

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) termasuk pisang komersial. Pengertian komersial di sini adalah banyak terdapat di pasaran, baik di pasar umum maupun supermarket. Pisang rajabulu tergolong pisang yang dapat dimakan langsung setelah masak maupun diolah terlebih dahulu. Warna daging buahnya kuning berbintik coklat. Bobot tiap tandannya 7-10 kg dengan bobot rata-rata per buah 110-120 g. Satu tandan terdiri dari 6-7 sisir dan setiap sisirnya 10-15 buah. Panjang buahnya 12-18 cm dan diameternya 6-6.5 cm (PKBT, 2006).

Pisang Rajabulu yang dikembangkan oleh PKBT-IPB memiliki nilai keungggulan dari segi rasa (lebih manis dan legit), penampilan buah menarik, kandungan karoten sangat tinggi serta memiliki total gula yang rendah. Di samping itu nilai glikemiks indeks cukup baik (54% dari standar glukosa) (PKBT, 2007). Oleh karena itu sangat bagus untuk dikonsumsi sebagai makanan tambahan.

Tanaman pisang yang termasuk monokotil herba ini tumbuh baik di daerah tropika pada ketinggian 100-700 m dpl tetapi lebih cocok pada dataran rendah tropis basah, suhu udara 22-32o C dan curah hujan 2000-3000 mm/tahun (Sunarjono, 2002). Sehingga pisang sangat cocok apabila dikembangkan di Indonesia dalam rangka untuk meningkatkan produksi buah pisang nasional.

Peningkatan produksi pisang Indonesia memerlukan perluasan penanaman. Salah satu cara adalah dengan perkebunan pisang. Perkebunan pisang membutuhkan bibit yang bermutu dalam jumlah besar. Ada dua cara untuk menyediakan bibit, yaitu konvensional dan kultur jaringan (in vitro). Perbanyakan secara konvensional melalui anakan (sucker), bonggol dan belahan bonggol membutuhkan waktu yang lama, bibit yang dihasilkan sedikit, tidak seragam dan kesehatannya tidak terjamin. Sedangkan teknik kultur jaringan (in vitro) dapat menghasilkan bibit pisang yang sehat dan seragam dalam jumlah besar dalam kurun waktu yang relatif singkat dan tidak tergantung iklim, sehingga ketersediaan bibit terjamin.

(24)

dan vitamin selama pertumbuhan, karena tanaman dalam kultur jaringan memerlukan unsur hara makro dan mikro, vitamin dan zat pengatur tumbuh untuk terus tumbuh dan berkembang.

Pilihan yang dapat digunakan dalam kultur jaringan adalah penggunaan bahan organik sebagai bahan tambahan dalam media seperti air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah tomat, maupun ekstrak buah pisang. Jenis pisang yang umumnya digunakan sebagai bahan tambahan media dalam kultur jaringan yaitu jenis pisang Ambon. Bubur pisang yang biasa digunakan untuk media kultur jaringan berkisar 150-200 g/liter.

Tujuan

Untuk membandingkan pengaruh ekstrak buah pisang dalam berbagai konsentrasi sebagai pengganti vitamin sintetis pada media pertumbuhan tunas pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara in vitro

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh yang sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi tertentu dengan vitamin sintetis terhadap pertumbuhan tunas pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group) secara in vitro

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Pisang

Tanaman pisang (Musa paradisiaca) merupakan tanaman monokotil yang termasuk dalam famili Musaceae. Menurut Simmonds (1970) famili Musaceae terdiri dari dua genera yaitu genus Musa dan Ensete. Genus Musa terbagi atas empat kelompok yaitu Australimusa, Callimusa, Eumusa dan Rhodochlamys. Kelompok Callimusa dan Rhodochlamys banyak digunakan sebagai tanaman hias, sedangkan Australimusa dan Eumusa banyak dimanfaatkan untuk buah, serat dan sayuran.

Kelompok Eumusa paling banyak dibudidayakan dan tersebar luas. Kelompok ini memiliki banyak jenis yang buahnya dapat dimakan. Pisang yang dikonsumsi sekarang berasal dari dua spesies liar yang merupakan kelompok Eumusa, yaitu Musa acuminata (A) dan Musa balbisiana (B). Persilangan alami kedua spesies tersebut menghasilkan Musa paradisiaca (Simmonds, 1970).

Kelompok Eumusa memiliki jumlah kromosom dasar 11. Jenis-jenis pisang yang ada memiliki jumlah kromosom beragam, ada yang bersifat diploid (22), triploid (33) dan tetraploid (44). Kultivar yang mempunyai anggota paling banyak adalah yang bersifat triploid, sedangkan yang anggotanya paling sedikit adalah yang bersifat tetraploid (Simmonds, 1970).

Genom dari kultivar yang bersifat diploid adalah AA (pisang Mas dan pisang Seribu) dan AB, yang bersifat triploid adalah AAA (pisang Ambon, pisang Ambon Lumut, pisang Badak dan pisang Raja Sereh), AAB (pisang Rajabulu dan pisang Tanduk), dan ABB (pisang Batu) dan yang bersifat tetraploid adalah AAAA dan ABBB (Simmonds, 1970).

(26)

rapat membuka penuh. Bakal daun pisang tumbuh dari bonggol pisang dan dengan tekanan yang kuat meneroboskan gulungan daun keluar dari batang semu. Jika satu daun telah keluar maka di dalam batang terbentuk lagi satu daun muda.

Pisang termasuk tanaman buah herba yang berasal dari kawasan Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Jenis pisang antara lain: (1) pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak, yaitu M. paradisiaca var. Sapientum, M. nana atau disebut juga

M. cavendishii, M. sinensis, contohnya: pisang Ambon, pisang susu, pisang raja, pisang cavendish, pisang barangan dan pisang mas; (2) pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak, yaitu M. paradisiaca forma typica atau disebut juga M. paradisiaca normalis, contohnya: pisang nangka, pisang tanduk, dan pisang kepok; (3) pisang berbiji, yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya, contohnya: pisang batu dan pisang kluthuk; (4) pisang yang diambil seratnya, contohnya pisang manila/abaka (PKBT, 2006).

Pisang Rajabulu merupakan jenis tanaman pisang yang memiliki genom AAB yang memiliki ciri morfologi khas sehingga membedakan dengan jenis pisang yang lain. Ciri morfologi itu antara lain: tinggi tanaman 3.4 m, diameter batang 27 cm, tipe pertumbuhan daun mendatar, jumlah daun (eksis) 13, lebar helai daun 90 cm, panjang helai daun 3 m, titik pangkal helai daun pada tangkai daun tidak simetris, bentuk pangkal helai daun kedua sisi membulat, lebar tepi tangkai daun 6 cm, panjang tangkai daun 50 cm, ujung tepi tangkai daun berwarna coklat tua, tipe lekuk tangkai daun pada daun ketiga lurus dengan tepi tegak, bercak di pangkal tangkai daun sedang, warna tepi tangkai daun coklat tua, warna permukaan atas helai daun hijau tua, warna permukaan bawah helai daun hijau, warna batang semu coklat tua, hijau, dan merah muda, ada pigmentasi merah pada tepi tangkai daun, serta ada pigmentasi merah pada dasar batang semu (PKBT, 2007).

Perbanyakan Tanaman Pisang Secara Konvensional

(27)

(sucker). Petani-petani tradisional di Indonesia umumnya menggunakan anakan sebagai bahan perbanyakan tanaman. Masing-masing induk tanaman menghasilkan 1-2 anakan sehingga sangat terbatas jumlah bibit yang dapat dikembangkan dari anakan.

Para petani di Sukamekar (Kabupaten Cianjur) memperbanyak anakan pisang dengan cara menimbun bonggol dengan tanah. Bonggol yang ditimbun, dikelupas pelepah-pelepah daun atau batang semunya terlebih dahulu sehingga seluruh bonggol terbuka. Dari bonggol tersebut akan tumbuh tunas atau anakan sekitar 4 anakan dalam waktu 6 bulan. Sedangkan pisang Rajabulu menghasilkan 6 anakan dalam setahun.

Akan tetapi, perbanyakan tanaman secara konvensional memiliki kelemahan: (1) waktu yang diperlukan untuk memperbanyak anakan atau mata tunas sangat lama, (2) jumlah bibit yang dihasilkan sedikit, (3) hasil perbanyakan memungkinkan bagi meluasnya patogen, yang akan sangat nyata menurunkan produksi.

Teknik Kultur Jaringan (In Vitro) Tanaman

Kultur jaringan tanaman adalah metode atau teknik mengisolasi jaringan, organ, sel, maupun protoplas tanaman, menjadikan eksplan dan menumbuhkannya di dalam media pertumbuhan yang aseptik sehingga eksplan tersebut dapat tumbuh dan berkembang, berorganogenesis dan dapat menjadi tanaman sempurna (Mattjik, 2005). Teknik kultur jaringan beranjak dari teori totipotensi (total genetic potensial) yang disampaikan oleh Sleiden dan Schwan pada tahun 1838, bahwa sel tanaman adalah suatu unit yang otonom yang di dalamnya mengandung material genetik lengkap, sehingga apabila ditumbuhkan di dalam lingkungan tumbuh yang sesuai, sel tersebut dapat tumbuh dan berdiferensiasi menjadi tanaman lengkap (Mattjik, 2005).

(28)

Lingkungan tumbuh merupakan salah satu faktor pendukung dalam kultur jaringan. Lingkungan tumbuh yang dibutuhkan tanaman yang ditumbuhkan secara kultur in vitro dapat berbeda dengan tanaman yang ditumbuhkan secara in vivo. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kultur secara in vitro adalah cahaya, temperatur, kelembaban, CO2 dan O2

(Wetherell, 1982). Unsur cahaya yang perlu diperhatikan adalah kualitas cahaya, panjang penyinaran dan intensitas cahaya. Cahaya yang baik untuk pertumbuhan kultur adalah cahaya putih. Lampu fluoresent sangat baik dan sangat efisien dalam penggunaan energi bila dibandingkan dengan lampu pijar (Gunawan, 1992). Bentuk lampu fluoresen memungkinkan penyebaran cahaya yang lebih baik dengan panas yang dikeluarkan relatif rendah (Gunawan, 1992). Tahap persiapan eksplan dan tahap penggandaan membutuhkan penyinaran 100 footcandle, sedangkan tahap pembesaran membutuhkan penyinaran 300-1000 footcandle

(Wetherell, 1982). Suhu pada kultur jaringan biasanya dipertahankan konstan pada 24-26°C. Kelembaban ruang kultur yang terlalu tinggi menyebabkan terjadinya pertumbuhan mikroba di luar kultur. Hal ini dapat menaikkan derajat kontaminasi (Wetherell, 1982).

Media kultur jaringan

1. Media dasar

Media merupakan salah satu faktor yang penting dalam kultur jaringan. Media tumbuh pada sistem kultur jaringan harus dapat memenuhi kebutuhan eksplan. Umumnya, media dalam kultur jaringan merupakan campuran air dan hara yang mengandung garam-garam anorganik, dan zat pengatur tumbuh. Garam-garam anorganik menyediakan unsur-unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan Na) dan unsur-unsur hara mikro (B, Co, Mn, I, Fe, Zn, dan Cu).

(29)

juga memerlukan bahan organik lain seperti gula, vitamin, asam amino, myo inositol, zat pengatur tumbuh, dan bahan organik kompleks alami.

Dikenal tiga jenis media dalam kultur jaringan, yaitu media padat, semi padat dan media cair. Unsur-unsur hara yang terkandung dalam ketiga media tersebut sama, yang membedakan adalah penggunaan pemadat agar pada media padat dan semi padat. Pemilihan media kultur jaringan tergantung pada spesies tanaman, jaringan atau organ yang akan digunakan dan tujuan dilakukannya kultur jaringan tanaman. Proses perakaran lebih baik dilakukan pada media padat sampai terbentuk tanaman lengkap. Pembentukan bagian tanaman (morfogenesis) langsung maupun tidak langsung tergantung pada jenis dan konsentrasi yang tepat dari senyawa organik, anorganik dan zat pengatur tumbuh dalam suatu media kultur. Sedangkan media cair umumnya digunakan untuk keperluan suspensi sel, keperluan isolasi dan fusi protoplas (Gunawan, 1992).

Pemakaian agar merupakan hal yang terpenting mengingat jaringan eksplan harus kontak dengan media tanpa harus tenggelam di dalamnya. Penggunaan agar sebagai pemadat dilakukan agar aerasi lebih mudah. Media pemadat yang sering dipakai dan berhasil dengan baik adalah agar, gelatin, dan gel yang merupakan turunan dari pati dan silica gel (Wetherell, 1982).

2. Zat pengatur tumbuh

Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam konsentrasi rendah, dan menimbulkan tanggap secara biokimia, fisiologis dan morfologis (Wattimena, 1988). Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan dalam kegiatan kultur jaringan adalah auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisi (Gunawan, 1992).

Auksin dan sitokinin ditambahkan dalam media kultur untuk menginduksi perkembangan eksplan. Auksin yang umum digunakan dalam media kultur jaringan adalah IAA (indole acetic acid), IBA (3-indolebutyric acid), 2,4D

(30)

Sitokinin terdiri dari beberapa kelompok, yaitu: zeatin, 2-iP, kinetin dan BAP. Zeatin dan 2-iP (N6-2-iso-pentenyladenine) adalah sitokinin alami dan kinetin secara sintetik adalah turunan sitokinin. Sitokinin berperan dalam pembelahan sel, meningkatkan pembentukan pucuk aksilar dan menghambat pembentukan akar. Sitokinin juga berperan dalam morfogenesis tunas dalam kultur jaringan tanaman terutama inisiasi tunas atau pembentukan pucuk (Davies, 1995; Mauseth, 1991; Raven, 1992; Salisbury and Ross, 1992).

Vitamin dan Bahan Organik

Vitamin adalah bahan organik bagian dari enzim atau kofaktor yang esensial untuk fungsi metabolik (Lieberman dan Bruning, 1990). Vitamin diperlukan tanaman untuk pertumbuhan jaringan. Tanaman biasanya menghasilkan vitamin dengan sendirinya, tetapi dalam kultur jaringan vitamin harus ditambahkan pada media sebagai penyedia sumber vitamin yang sangat dibutuhkan tanaman untuk perkembangan jaringan tanaman. Vitamin yang biasanya ditambahkan adalah vitamin B1 (thiamine), vitamin B6 (pyridoxine) dan niasin. Asam amino diperlukan dalam mensintesis protein dan diferensiasi dari jaringan, dan asam amino yang diperlukan asam aspartat, glycine, dan tirosine (Gunawan, 1992).

Bahan Organik Kompleks

(31)

Jenis pisang yang umumnya digunakan sebagai media dalam kultur jaringan yaitu jenis pisang ambon. Bubur pisang yang biasa digunakan berkisar 150-200 g/liter. Data PKBT (2007) menunjukkan bahwa vitamin yang terkandung dalam pisang adalah vitamin A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), piridoksin (vitamin B6) dan asam askorbat (vitamin C) (Lampiran 2). Sedangkan gula dalam pisang terdiri atas senyawa 4.6% dextrosa, 3.6% levulosa, dan 2% sukrosa.

Menurut Arditti dan Ernst (1992) bahwa dalam buah pisang terdapat hormon auksin dan giberelin. Watimena et al. (1992) juga menyatakan bahwa setiap buah yang masak terdapat hormon auksin di dalamnya. Auksin dalam kultur jaringan, selain berfungsi untuk merangsang pemanjangan sel juga pembentukan kalus, klorofil, morfogenesis akar dan tunas, serta embriogenesis.

Penanaman Aseptik

1. Eksplan

Eksplan adalah bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur. Eksplan yang digunakan harus dalam keadaan aseptik melalui prosedur sterilisasi dengan berbagai bahan kimia. Dari eksplan aseptik kemudian diperoleh kultur aseptik yaitu kultur dengan hanya satu macam organisme yang diinginkan (Gunawan,1992).

Eksplan yang digunakan dapat berukuran sangat kecil seperti kelompok sel sampai ukuran cukup besar yang sudah membentuk organ. Eksplan yang berukuran besar mudah terkontaminasi, sedangkan eksplan yang berukuran kecil tingkat pertumbuhannya lebih rendah. Stover dan Simmonds (1987) berpendapat bahwa ukuran eksplan yang baik untuk perbanyakan pisang secara in vitro adalah berkisar antara 0.2 cm – 0.6 cm. Namun, dalam penelitiannya, Pasaribu (1996) memakai eksplan sucker pisang yang berukuran ± 1.5 cm.

2. Sub kultur

(32)

maupun berbeda jenis atau komposisi media kulturnya, dengan jangka waktu tertentu. Masa saat kultur aseptik berada di dalam media disebut masa inkubasi. Setiap masa inkubasi disebut passage. Passage pertama adalah sub kultur pertama dari jaringan yang terbentuk dari eksplan awal. Sedangkan passage kedua berarti adalah sub kultur kedua, demikian seterusnya. Masa inkubasi tiap kultur berbeda untuk tiap spesies yang berbeda pula. Demikian pula untuk jumlah passage.

Bahan yang diambil dari setiap sub kultur disebut inokulan. Inokulan

dapat berupa eksplan maupun tunas steril. Sub kultur eksplan dilakukan dengan memindahkan eksplan yang diinginkan yang sebelumnya dipotong terlebih dahulu. Yang berarti ukuran eksplan lebih kecil dari sebelumnya, sehingga ruang untuk tunas baru yang akan terbentuk bertambah. Inilah salah satu tujuan dilakukan sub kultur. Sedangkan sub kultur tunas steril dilakukan dengan memindahkan tunas yang sebelumnya telah dipotong daunnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi resiko kontaminasi pada kultur. Tujuan sub kultur yang lain adalah untuk pemantapan klon (Gunawan, 1992).

Beberapa peneliti terdahulu melakukan teknik sub kultur dalam metode kultur jaringan. Armini (1992) melakukan sub kultur sebanyak dua kali untuk multiplikasi tunas pisang dengan selang antara sub kultur 12 minggu. Herawaty (2000) melakukan sub kultur sebanyak dua kali dengan selang empat minggu terhadap eksplan tunas melon (Cucumis melo L.). Hasil penelitian Krisnaningtyas (2003) menunjukkan bahwa perlakuan sub kultur berulang merangsang pertumbuhan dan perkembangan anyelir secara in vitro. Semakin banyak frekuensi sub kultur dapat meningkatkan jumlah tunas dan tinggi tunas Dianthus caryophyllus L.

Kultur Jaringan (In Vitro) Pada Pisang

(33)

digunakan tergantung dari tujuannya. Untuk perbanyakan cepat, ukuran eksplan 3-10 mm. sedangkan jika untuk tujuan menghilangkan bakteri ukuran eksplan 0.5-1 mm. Media untuk perbanyakan mikro pisang adalah MS + 30-40 g/l sukrosa, 2.25 mg/l BA + 0.175 mg/l IAA (untuk inisiasi tunas), dan pemadat agar 5-8 g/l.

Penerapan kultur in vitro pada pisang Rajabulu dewasa ini juga telah banyak dilakukan. Menurut Sukma (1994) perlakuan yang terbaik pada pisang Rajabulu, dengan eksplan tunas in vitro dari sucker, adalah pada 10.5 mg/l BAP + 3.0 mg/l IAA yang menghasilkan rata-rata 7.68 tunas. Hasil penelitian Ernawati et al. (1994), dengan menggunakan eksplan dari sucker pisang Rajabulu, tunas terbanyak yaitu rata-rata 7.17 tunas dihasilkan pada perlakuan 7.0 mg/l BAP + 3.0 mg/l IAA. Eksplan yang biasa digunakan dalam perbanyakan pisang berasal dari anakan (sucker).

Inisiasi tunas pisang Rajabulu tidak sulit. Pada umur 2 minggu setelah inisiasi, eksplan sudah memperlihatkan warna hijau (hidup)1). Namun, hasil percobaan Kasutjianingati (2004) yang sama dengan hasil percobaan Ernawati et al. (2000) menunjukkan bahwa dormansi apikal pisang Rajabulu/AAB lebih susah mengalami break dan memerlukan inisiasi lebih lama dibanding pisang mas/AA, Ambon Kuning/AAA dan Barangan/AAA. Percobaan Kasutjianingati juga menunjukkan bahwa penggandaan tunas dan kemampuan berakar pisang Rajabulu/AAB lebih rendah dibanding pisang mas/AA, Ambon Kuning/AAA dan Barangan/AAA. Sedangkan kombinasi BAP dan IAA yang dianjurkan untuk menghasilkan tunas layak pisang Rajabulu/AAB dan Kepok Kuning/AAB adalah BAP 5 mg/l dan IAA 3 mg/l.

Sementara itu, Isnaeni (2008) melaporkan bahwa pada tahap inisiasi tunas pisang Rajabulu, penggunaan Thiadiazuron (TDZ) memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan BAP. Jumlah tunas hidup tertinggi dihasilkan oleh media dengan penambahan TDZ 0.04 mg/l. Namun, penggunaan TDZ berpengaruh lebih buruk pada multiplikasi pisang Rajabulu dibandingkan dengan media MS0.

(34)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2007 dan dilakukan di laboratorium kultur jaringan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (PKBT), Kampus IPB Baranang Siang, Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah tunas sub kultur pisang Rajabulu Cianjur (hasil inisiasi dari tim laboratorium PKBT) dan Darul Falah. Bahan untuk media adalah larutan stok untuk media MS, air suling, agar, glukosa, dan senyawa kompleks organik yaitu ekstrak buah pisang (pisang Rajabulu). Bahan untuk pengatur pH (HCl & KOH), dan ZPT (BA 2 ppm dan TDZ 0.4 µM).

Alat – alat yang dibutuhkan yakni pisau, blender, timbangan analitik, gelas ukur, gelas piala, erlenmeyer, pipet, gelas kultur, gelas masak, pengaduk, labu ukur, botol ukur, pipet, autoklaf, oven, kompor, plastik penutup, spatula, karet,

laminar air flow cabinet, pinset, petri dish, botol kultur, bunsen, kompor gas dan kertas label.

Metode Penelitian

Percobaan yang dilakukan menggunakan 4 macam media perlakuan yaitu: P1 (kontrol) : media MS + vitamin (thiamine, nicotine, phyridoxine)

P2 : media MS + ekstrak pisang 50 g/l P3 : media MS + ekstrak pisang 100 g/l P4 : media MS + ekstrak pisang 150 g/l

(35)

Pelaksanaan

Sterilisasi peralatan

Alat-alat yang digunakan untuk penanaman harus dalam keadaan steril. Alat-alat logam dan gelas ada yang disterilkan dalam autoklaf, dan ada pula yang disterilkan dalam oven. Alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas kemudian disterilisasi pada suhu 121°C selama 1 jam pada tekanan 17.5 psi (jika memakai autoklaf) dan selama 1 jam pada suhu 170°C (jika memakai oven). Sterilisasi botol dilakukan setelah botol dicuci terlebih dahulu. Botol kultur steril selanjutnya disimpan pada tempat yang bersih dan siap digunakan. Alat-alat tanam seperti pinset dan skalpel dapat disterilkan kembali dengan pemanasan di atas api spiritus, setelah dicelupkan pada alkohol 90% sebelum penanaman dilakukan.

Sterilisasi air suling dan media kultur

Media dan air suling yang digunakan terlebih dahulu disterilkan dalam

autoklaf. Air suling disterilisasi dengan menggunakan botol kultur yang berisi 100 ml air suling dan ditutup dengan plastik, dan diautoklaf selama 1 jam pada suhu 121°C dengan tekanan 17.5 psi. Media kultur yang akan digunakan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu dan tekanan yang sama selama 30 menit. Media yang digunakan untuk penanaman disimpan selama satu minggu di ruang kultur untuk melihat terjadinya kontaminasi atau tidak pada media yang akan digunakan untuk penanaman.

Sterilisasi lingkungan kerja

Lingkungan kerja dalam kultur jaringan terdiri dari lingkungan umum yaitu ruang transfer secara keseluruhan dan lingkungan khusus yaitu lingkungan di dalam laminar air flow cabinet (LAC).

Kebersihan lingkungan khusus (laminar air flow cabinet) dilakukan dengan menyemprot permukaan tempat kerja dalam laminar air flow cabinet

(36)

untuk membersihkan kontaminan di permukaan tempat kerja. Permukaan tempat kerja dibersihkan kembali dengan alkohol 90% atau dengan lampu ultra violet

selama 0.5-1 jam setelah penanaman selesai dilakukan.

Pembuatan media

Pembuatan media MS0 dilakukan dengan memasukkan larutan stok yang terdiri dari larutan stok A, B, C, D, E, F, vitamin dan larutan Myo-inositol (Tabel lampiran 1) sesuai kebutuhan. Campuran larutan stok tersebut dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian ditambahkan air suling sampai tanda tera (1 liter). Selanjutnya larutan tersebut ditambah 30 g/l gula dan diukur keasaman larutan dengan menggunakan pHmeter.

Pemadat agar ditambahkan sebanyak 7 g/l setelah dilakukan pengukuran pH. Media MS yang akan digunakan sebagai media perbanyakan ditambahkan 2 ppm BA dan 0.4 µM TDZ.

Pembuatan media perlakuan

Media yang digunakan sebagai perlakuan adalah campuran bahan media MS0 dengan ekstrak buah pisang rajabulu. Konsentrasi pisang yang digunakan antara lain 50, 100 dan 150 g/l. Pisang rajabulu yang digunakan adalah buah pisang rajabulu yang sebelumnya ditimbang lebih dulu (setelah dikupas) sesuai dengan kebutuhan. Buah pisang yang telah ditimbang selanjutnya dihancurkan dan diberi air secukupnya, lalu disaring dengan menggunakan kain saring. Sehingga yang digunakan adalah ekstrak buah pisang hasil saringan tersebut.

(37)

keasaman >5.8 maka ke dalam larutan media tersebut ditambahkan larutan HCl 1N beberapa tetes, sehingga keasaman larutan tersebut media dapat terpenuhi.

Pemadat agar sebanyak 7 g/l ditambahkan setelah pH pada larutan media sesuai dengan yang diharapkan. Pemanasan dilakukan sampai larutan media tersebut mendidih sehingga semua bahan yang ada dalam larutan media tersebut benar-benar terlarut. Larutan media yang telah dipanaskan, dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah diautoklaf masing-masing sebanyak 20 ml, penutupan botol kultur yang telah diisi larutan media dengan menggunakan plastik yang diikat dengan karet sehingga botol-botol kultur benar-benar tertutup rapat, sehingga tidak ada udara luar yang masuk ke dalam botol kultur.

Botol yang telah terisi larutan media diautoklaf selama 30 menit pada tekanan 17.5 psi dan suhu yang digunakan sebesar 121°C. Media yang sudah diautoklaf disimpan di tempat yang sejuk selama beberapa saat sebelum media tersebut digunakan untuk penanaman. Penyimpanan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi di dalam media kultur sebelum digunakan untuk menanam eksplan.

Penanaman

Penanaman dilakukan dalam laminar air flow cabinet (LAC). LAC disterilkan dengan cara menyalakan lampu UV (ultra violet) selama 1 jam dan disemprot alkohol 90% sebelum digunakan. Semua alat yang digunakan dalam penanaman disemprot dengan alkohol 90% terlebih dulu. Botol kultur yang telah berisi tunas steril (hasil subkultur) diletakkan dalam rak kultur yang disinari lampu 15 dan 20 watt selama 16 jam/hari, intensitas cahaya rata-rata 100 ft-c, suhu 19-24°C.

(38)

memudahkan saat pengamatan. Namun, kelemahannya jika salah satu tunas terkontaminasi maka yang lainnya akan ikut terkontaminasi juga. Oleh karena itu, untuk sub kultur tunas Rajabulu Darul Falah dilakukan dengan menempatkan satu potongan calon tunas dalam satu botol (dalam hal ini botol kecil).

Tunas mikro yang digunakan untuk penelitian berasal dari multiplikasi dengan menggunakan media BT (BA-TDZ) cair dan media BT padat. Media BT cair dan padat sama-sama terdiri dari komposisi media MS dengan penambahan hormon auksin (BA 0.2 ppm) dan sitokinin (TDZ 0.4 µM). Perbedaan media BT cair dan padat hanya terletak pada pemakaian bahan pemadat (agar) dan ukuran botol yang dipakai, di mana media BT cair menggunakan botol sedang dan BT padat menggunakan botol kecil. Pada media BT cair, di tengahnya diletakkan kertas saring sebagai tempat berdirinya tunas.

Setelah satu bulan, pada media BT cair dari 27 tunas menjadi 91 tunas, dan pada media BT padat dari 19 tunas menjadi 35 tunas. Selanjutnya tunas-tunas ini ditanam dalam media perlakuan untuk kemudian diamati perkembangannya.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap minggu mulai dari 2 MST hingga 8 MST. Keseluruhan tunas yang diamati sebanyak 176 tunas botol sedang dan 96 tunas botol kecil. Parameter yang diamati antara lain:

1. Pada 2 MST hingga 8 MST: a. jumlah tunas

b. jumlah daun c. jumlah akar

2. Pada 8 MST (saat aklimatisasi):

a. panjang planlet (cm), diukur dari pangkal planlet sampai ujung daun yang terpanjang

b. panjang daun (cm), diukur dari pangkal daun hingga ujung daun yang terpanjang

(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Keadaan kultur pada minggu pertama secara keseluruhan dapat tumbuh dengan baik. Pada 2 MST (Minggu Setelah Tanam) mulai terlihat kultur yang terkontaminasi, dan terus berlangsung sampai 8 MST, kontaminasi kultur terjadi pada semua perlakuan. Kontaminasi terbanyak diperoleh pada kultur yang menggunakan konsentrasi ekstrak pisang 100 g/l sebagai pengganti vitamin. Kontaminasi tersebut disebabkan oleh cendawan dan bakteri. Cendawan ini pada awalnya berwarna putih dan lama kelamaan bertambah banyak dan berwarna hitam keabu-abuan. Kontaminasi bakteri dapat diketahui dengan terlihatnya lapisan seperti lendir di sekitar dan bawah kultur, serta di tepi media. Koloni bakteri ada yang berwarna putih, kuning dan merah muda. Sekitar 8.5% kultur yang terkontaminasi disebabkan oleh cendawan dan bakteri pada minggu pertama. Diduga bakteri berasal dari bagian dalam kultur atau dari ekstrak pisang. Kontaminasi pada minggu kedua sebesar 28.1% disebabkan oleh bakteri (13.1%) dan cendawan (4%). Pada 8 MST kontaminasi yang disebabkan bakteri (10%) lebih banyak jika dibandingkan dengan kontaminasi yang disebabkan oleh cendawan (9.4%).

Kontaminasi yang terjadi bervariasi. Media P1/kontrol lebih sedikit yang terkontaminasi dibandingkan dengan media lain. Saat 2 MST kontaminasi media P1/kontrol sebesar 12.5%, media P2 sebesar 28.1%, media P3 sebesar 28.1%, dan media P4 sebesar 18.8%.

Selain kontaminasi, terdapat pula kultur yang mati. Kematian pada kultur diawali dengan proses pencoklatan (browning), pencoklatan kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas enzim pengoksidasi seperti polifenol oksidase

dari dalam yang terbentuk pada eksplan yang terluka.

(40)

Gambar 1. Kultur yang berhasil tumbuh terlihat hijau, dan mengeluarkan bakal tunas pada 2 MST (Minggu Setelah Tanam).

Pertumbuhan Tunas

1. Jumlah tunas

Tunas baru mulai muncul pada saat 1 MST. Tunas yang muncul merupakan tunas baru selain tunas yang disub kultur, dalam hal ini tunas yang disub kultur telah bertambah jumlahnya atau dengan kata lain mengalami multiplikasi. Multiplikasi adalah penggandaan atau perbanyakan, yang dalam percobaan ini adalah tunas.

Sebenarnya terdapat permasalahan dalam perbanyakan tunas pisang Rajabulu. Hasil percobaan Kasutjianingati (2004) yang sama dengan hasil percobaan Ernawati et al. (2000) menunjukkan bahwa dormansi apikal pisang Rajabulu/AAB lebih susah mengalami break dan memerlukan inisiasi lebih lama dibanding pisang mas/AA, Ambon Kuning/AAA dan Barangan/AAA. Percobaan Kasutjianingati juga menunjukkan bahwa penggandaan tunas dan kemampuan berakar pisang Rajabulu/AAB lebih rendah dibanding pisang mas/AA, Ambon Kuning/AAA dan Barangan/AAA. Menurut Wattimena et al. (1992) bahwa untuk menginduksi tumbuhnya mata tunas yang dorman diperlukan giberelin. Jadi, hal ini teratasi dengan adanya ekstrak buah pisang. Dalam buah pisang terkandung hormon giberelin (Arditti dan Ernst, 1992).

[image:40.595.253.365.82.244.2]
(41)

jagung dan taoge pada media kultur anggrek Dendrobium memberikan hasil yang lebih baik pada pembentukan jumlah tunas anakan yaitu rata-rata 2-3 tunas bila dibandingkan dengan tanpa penambahan bahan nabati atau kontrol.

Tabel 1. Jumlah Tunas Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu Setelah Tanam)

Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 6 MST 8 MST

P1(MS+vitamin/control) 2.77 (0.34) 2.80 (1.22) 3.20 (0.61) 3.47 (0.67) 4.03 (0.54) P2(MS+ekst. pis. 50g/l) 1.83 (0.21) 2.33 (1.19) 2.63 (0.63) 2.83 (0.70) 3.13 (0.60) P3(MS+ekst. pis. 100g/l) 1.90 (0.21) 1.97 (1.15) 2.20 (0.68) 2.37 (0.77) 2.83 (0.63) P4(MS+ekst. pis. 150g/l) 2.03 (0.23) 2.13 (1.67) 2.33 (0.66) 2.40 (0.75) 2.43 (0.66)

Uji F tn tn tn tn tn

Data ditransformasi Log x x-0.5 (x+0.5)-0.5 x-0.5 (x+0.5)-0.5

Ket: - tn = tidak berbeda nyata pada uji F 5% - x : x = data asli

- angka dalam kurung = data hasil transformasi

Kultur yang ditanam pada media MS dan ekstrak pisang memproduksi tunas pada 2 MST dan jumlah tunas yang ada terus bertambah setiap minggu (Tabel 1). Gunawan (1992) menyatakan bahwa media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM dalam bentuk NH4+. Penggunaan MS tanpa

vitamin sintetis dan ekstrak pisang dapat menghasilkan jumlah tunas yang sama (berdasarkan sidik ragam) karena diduga pada pisang yang digunakan memiliki kandungan vitamin yang diperlukan untuk pertumbuhan tunas. Menurut Mac Donald (2002) vitamin pada umumnya dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, khususnya untuk jaringan tanaman yang sedang aktif tumbuh. Vitamin pada tanaman diperlukan sebagai katalis dalam berbagai proses metabolik.

Tanaman umumnya mendapatkan vitamin dari tanaman itu sendiri tetapi tidak pada tanaman yang dikulturkan secara in vitro perlu penambahan dari luar. Ekstrak pisang mengandung vitamin seperti vitamin A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), pyridoxine (vitamin B6), dan ascorbic acid (vitamin C) (PKBT, 2007).

(42)

ditekan. Penggunaan bahan organik sebagai media tumbuh harus dicari yang konsentrasi optimumnya paling rendah. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa konsentrasi ekstrak pisang yang mendukung untuk perkembangan tunas in vitro

pisang Rajabulu adalah sebesar 50 g/l. Jadi, ekstrak pisang pada konsentrasi ini dapat digunakan untuk menggantikan fungsi vitamin sintetis yang mahal harganya. Sehingga biaya produksi untuk perbanyakan tunas dapat ditekan. Diduga vitamin yang terkandung dalam buah pisang mendukung pembentukan tunas. Menurut Arditti dan Ernst (1992) bahwa dalam buah pisang terdapat hormon auksin dan giberelin. Watimena et al. (1992) juga menyatakan bahwa setiap buah yang masak terdapat hormon auksin di dalamnya. Salah satu peran auksin dalam kultur jaringan adalah morfogenesis akar dan tunas.

2. Panjang tunas

Tabel 2. Panjang Tunas (cm) Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST (Minggu Setelah Tanam)

Perlakuan 8 MST

P1 (MS+vitamin)/kontrol 12.09 a P2 (MS+ekstrak pisang 50g/l) 11.55 a P3 (MS+ekstrak pisang 100g/l) 7.56 b P4 (MS+ekstrak pisang 150g/l) 7.64 b

Ket: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata uji BNJ pada taraf 1%

(43)

Fajar (1998) melaporkan bahwa penambahan ekstrak pisang 50 g/l pada media kultur anggrek Dendrobium in vitro menghasilkan jumlah anakan 1.3 dan tinggi tanaman 8.2 menunjukkan penambahan yang paling baik. Hasil penelitian Muawanah (2005) menunjukkan bahwa penggunaan hyponex dan ekstrak buah pisang memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi planlet anggrek Dendrobium pada taraf perlakuan yang digunakan. Kondisi kultur yang memiliki ukuran planlet paling tinggi yaitu planlet yang ditanam pada media hyponex 1 g/l + ekstrak pisang 100 g/l. Sementara itu hasil percobaan Hadi (2006) mengenai kultur Anggrek Dendrobium pula, menunjukkan bahwa media Vitabloom 2 g/l + vitamin (1.8 cm) dan Vitabloom 2 g/l + bubur pisang 100 g/l (2.4 cm) menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan media Vitabloom 1 g/l + vitamin (4.1 cm). Ada lagi hasil percobaan perbesaran planlet anggrek Dendrobium oleh Afriani (2006) menunjukkan bahwa media kombinasi Gandasil 2 g/l + ekstrak pisang 50 g/l menghasilkan planlet paling tinggi (3.2 cm) pada 24 MST. Menurut Gunawan (1992) penggunaan bahan organik sebagai bahan tambahan media kultur berbeda pengaruhnya pada tanaman yang berbeda pula.

(44)

3 . Jumlah daun

Percobaan yang telah dilakukan menggunakan eksplan hasil sub kultur yang telah dipotong daunnya. Saat kultur umur 1 MST masih belum ada daun yang muncul. Namun, saat 2 MST sudah ada kultur yang memiliki daun yang berjumlah 1-2 daun. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, saat tunas berumur 8 MST media kontrol (P1) berbeda nyata dengan P2, dan berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4 (Tabel 3). Ini berarti bahwa penggunaan ekstrak buah pisang menghasilkan jumlah daun yang berbeda jika dibandingkan dengan penggunaan vitamin yang biasa digunakan. Penggunaan vitamin menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak.

Tabel 3. Jumlah Daun Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu Setelah Tanam)

Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 6 MST 8 MST

P1(MS+vitamin) 2.60 a 4.43 a 5.90 a 7.30 a 9.80 a P2(MS+eks. pis. 50g/l) 1.73 c 3.03 b 4.33 a 5.47 a 6.80 b P3(MS+eks. pis. 100g/l) 1.43 c 2.27 c 2.87 c 4.13 c 6.13 c P4(MS+eks. pis. 150g/l) 1.43 c 2.37 c 3.67 c 4.83 c 5.83 c

Ket: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata uji BNJ pada taraf 5%

Media dengan konsentrasi ekstrak buah pisang 50 g/l menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan media dengan konsentrasi 100 g/l dan 150 g/l. Percobaan Muawanah (2005) dan Hadi (2006) menunjukkan bahwa pada media kultur Anggrek Dendrobium dengan konsentrasi bubur pisang 100 g/l cenderung menghasilkan jumlah daun yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Akan tetapi, percobaan Afriani (2006) menunjukkan bahwa pada perbesaran planlet Anggrek Dendrobium, media dengan ekstrak pisang 50 g/l menghasilkan planlet paling tinggi dan jumlah daun terbanyak (pada 24 MST) dibandingkan dengan konsentrasi ekstrak pisang yang lebih tinggi.

(45)

yang umumnya digunakan dalam perbesaran kultur jaringan. Walaupun demikian, apabila dilihat dari hasil pengamatan pada 6 MST, diketahui bahwa ekstrak pisang pada konsentrasi 50 g/l dapat digunakan untuk menggantikan vitamin sintetis yang biasa digunakan. Sehingga dari segi ekonomi, biaya produksi tunas dapat ditekan.

4 . Panjang daun

Tabel 4. Panjang Daun (cm) Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST (Minggu Setelah Tanam

Perlakuan 8 MST

P1 (MS+vitamin)/kontrol 6.60 a P2 (MS+ekstrak pisang 50g/l) 5.89 a P3 (MS+ekstrak pisang 100g/l) 3.78 b P4 (MS+ekstrak pisang 150g/l) 3.95 b

Ket: Nilai yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata uji BNJ pada taraf 1%

Hasil pengamatan panjang daun saat 8 MST menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak buah pisang 50 g/l pada media memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada konsentrasi yang lebih tinggi (100 g/l dan 150 g/l), ekstrak buah pisang memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap panjang daun dibandingkan dengan kontrol. Kontrol lebih bagus pengaruhnya terhadap panjang daun pisang Rajabulu. Selain itu, daun yang dihasilkan pada media dengan konsentrasi ekstrak buah pisang 50 g/l, lebih panjang dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi (100 g/l dan 150 g/l).

(46)

tinggi tidak mendorong pembelahan sel yang dapat mendorong pertambahan panjang daun. Demikian pula hasil penelitian Widiastoety dan Syafril (1993) memperlihatkan bahwa pada penambahan bahan nabati air kelapa 300 ml/l pada media kultur in vitro anggrek Dendrobium terjadi penurunan pertumbuhan planlet, yang diduga karena konsentrasi air kelapa yang ditambahkan dalam medium terlampau tinggi. Konsentrasi yang sangat tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada jaringan tanaman seperti pecahnya dinding sel (lisis) dan juga plasmolisis.

(47)

Pe rtumbuhan Akar

1. Jumlah akar

Tabel 5. Jumlah Akar Pisang Rajabulu saat Umur 2-8 MST (Minggu Setelah Tanam)

Perlakuan 2 MST 3 MST 4 MST 6 MST 8 MST

P1(MS+vitamin) 3.07 a 4.90 a 6.20 a 7.23 a 11.90 a P2(MS+ekst. pis. 50g/l) 2.83 a 3.70 a 5.37 a 6.60 a 8.30 b P3(MS+ekst. pis. 100g/l) 1.93 b 2.90 c 3.60 c 6.70 a 7.80 b P4(MS+ekst. pis. 150g/l) 1.93 b 3.33 b 5.17 a 7.37 a 7.37 c

Ket: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata uji BNJ pada taraf 5%

Tunas yang ditanam pada media komposisi antara MS dan ekstrak buah pisang adalah tunas yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang sehingga dapat dihasilkan planlet pisang Rajabulu. Pada saat ditanam belum terdapat tunas yang berakar.

(48)

sama menunjukkan bahwa media kontrol menghasilkan jumlah akar terbanyak dibandingkan dengan media yang ditambahkan bubur pisang.

Pada saat kultur berumur 6 MST, dari hasil pengamatan terhadap jumlah akar, ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dapat digunakan untuk menggantikan fungsi vitamin sintetis yang biasa digunakan. Vitamin dan auksin dalam ekstrak buah pisang berperan dalam hal ini. Salah satu fungsi auksin adalah menstimulasi perkembangan akar dalam kultur jaringan (Davies, 1995; Mauseth, 1991; Raven, 1992; Salisbury and Ross, 1992).

Sebenarnya terdapat permasalahan dalam kultur jaringan pisang Rajabulu. Percobaan Kasutjianingati menunjukkan bahwa penggandaan tunas dan kemampuan berakar pisang Rajabulu/AAB lebih rendah dibanding pisang mas/AA, Ambon Kuning/AAA dan Barangan/AAA. Hal ini teratasi dengan adanya ekstrak buah pisang yang mengandung auksin (Arditti dan Ernst, 1992). Auksin dalam kultur jaringan mendorong morfogenesis akar dan tunas (Wattimena et al., 1992).

(49)

2 . Panjang akar

Tabel 6. Panjang Akar (cm) Pisang Rajabulu saat Umur 8 MST (Minggu Setelah Tanam)

Perlakuan 8 MST

P1 (MS+vitamin)/kontrol 12.21 a P2 (MS+ekstrak pisang 50g/l) 8.95 b P3 (MS+ekstrak pisang 100g/l) 4.22 c P4 (MS+ekstrak pisang 150g/l) 4.00 c

Ket: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 1%

Media perlakuan yang digunakan memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata pada peubah panjang akar. Dari tabel 6 diketahui bahwa kontrol berbeda sangat nyata pengaruhnya dibandingkan dengan P2. Hal ini berarti bahwa pemberian ekstrak buah pisang dengan konsentrasi 50 g/l pada media tumbuh in vitro pisang Rajabulu memberikan pengaruh yang tidak sama dengan pemberian vitamin yang umum ditambahkan pada media MS, yang berarti pula bahwa penggunaan ekstrak buah pisang menghasilkan akar yang lebih pendek dibandingkan dengan penggunaan vitamin.

(50)

P1

P2

P3

P4

[image:50.595.123.492.82.260.2]

Gambar 2. Kultur saat umur 6 MST, tampak bahwa media P1(kontrol) dengan P2 menghasilkan tunas yang tidak berbeda jauh

(51)

Hasil pengamatan saat 8 MST

Tabel 7. Hasil Pengamatan Saat 8 MST (Minggu Setelah Tanam) Parameter/ Perlakuan Jumlah

Tunas Panjang Tunas Jumlah Daun Panjang Daun Jumlah Akar Panjang Akar P1(MS+vitamin)/kontrol 4.03 a 12.09 a 9.80 a 6.60 a 11.90 a 12.21 a P2(MS+ekstrak pisang 50g/l) 3.13 a 11.55 a 6.80 b 5.89 a 8.30 b 8.95 b P3(MS+ekstrak pisang 100g/l) 2.83 a 7.56 b 6.13 c 3.78 b 7.80 b 4.22 c P4(MS+ekstrak pisang 150g/l) 2.43 a 7.64 b 5.83 c 3.95 b 7.37 c 4.00 c

Ket: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata berdasarkan uji BNJ pada taraf 5%

Berdasarkan Tabel 7, diperoleh informasi bahwa untuk parameter jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar, pemberian ekstrak buah pisang pada media kultur tidak mendukung pertumbuhan tunas pisang menjadi lebih baik, tetapi sebaliknya. Ini berbeda dengan hasil penelitian Muawanah (2005) dan Hadi (2006) yang menunjukkan bahwa penambahan ekstrak pisang pada media kultur anggrek Dendrobium canayo mendukung pertumbuhan tunas menjadi lebih baik, di mana konsentrasi yang optimum untuk pertumbuhan tunas adalah 100 g/l. Percobaan Afriani juga menunjukkan bahwa jumlah akar kultur anggrek yang paling banyak diperoleh pada media dengan penambahan ekstrak pisang 100 g/l. Menurut Gunawan (1992) penggunaan bahan organik sebagai bahan tambahan media dapat berbeda pengaruhnya pada tanaman yang berbeda pula. Dalam penelitian ini tanaman yang dikulturkan adalah pisang, sedangkan penelitian Muawanah (2005), Hadi (2006), dan Afriani (2006) menggunakan tanaman anggrek.

(52)

Menurut pengalaman banyak orang, buah pisang Rajabulu lebih manis rasanya dibandingkan dengan buah pisang Ambon Lumut. Yang berarti kandungan gula buah pisang Rajabulu lebih tinggi dibandingkan dengan buah pisang Ambon Lumut. Dalam penelitian ini, media kultur telah diberikan gula dengan konsentrasi 30 g/l. Jika konsentrasi melebihi batas yang diperlukan tunas maka akan terjadi toksisitas (keracunan) pada kultur. Diduga gula buah dalam ekstrak pisang Rajabulu ini menjadi faktor pengganggu pertumbuhan tunas. Ini dibuktikan dari hasil pengamatan di mana kultur dengan perlakuan ekstrak pisang dengan konsentrasi makin tinggi maka pertumbuhan tunas makin tidak bagus. Karena media dengan konsentrasi ekstrak buah pisang makin tinggi berarti memiliki kandungan bahan pengganggu (toksik) makin tinggi pula. Inilah yang menghambat pertumbuhan tunas.

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dengan vitamin sintetis terhadap jumlah tunas, panjang tunas, dan panjang daun. Namun, ada pengaruh yang nyata tidak sama antara ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dengan vitamin sintetis terhadap panjang planlet, jumlah daun, dan jumlah akar. Vitamin sintetis lebih bagus pengaruhnya dibandingkan dengan ekstrak buah pisang terhadap panjang planlet, jumlah daun, dan jumlah akar.

Konsentrasi ekstrak buah pisang 50 g/l ternyata lebih bagus pengaruhnya pada parameter jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang daun, jumlah akar dan panjang akar, dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Pada konsentrasi ini nilai jumlah tunas sebesar 3.1 tunas, panjang tunas 11.6 cm, jumlah daun sebesar 6.8 daun, panjang daun 5.9 cm, jumlah akar 8.3 akar, serta panjang akar 9.0 cm. Konsentrasi ekstrak buah pisang lebih tinggi (100 g/l dan 150 g/l) lebih jelek pengaruhnya terhadap jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, panjang daun, jumlah akar dan panjang akar.

Saran

1. Ekstrak buah pisang pada konsentrasi 50 g/l dapat digunakan dalam media pertumbuhan tunas mikro pisang Rajabulu sebagai pengganti vitamin sintetis yang umumnya digunakan, sehingga biaya produksi untuk perbanyakan tunas dapat diturunkan.

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Afriani, A. T. 2006. Penggunaan Gandasil, Air Kelapa dan Ekstrak Pisang pada Perbanyakan Tunas dan Perbesaran Planlet Anggrek Dendrobium (Dendrobium Kanayao) secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hal. Ahmadi, S. A. 1996. Pengaruh Berbagai Jenis dan Dosis Ekstrak Pisang terhadap

Pertumbuhan Protocorm Anggrek Dendrobium pada Kultur In Vitro (hasil penelitian). http://biotek.umm.ac.id. 24 Juni 2008.

Arditti, J. and R. Ernst. 1992. Micropropagation of Orchids. Departemen of Horticulture. Second Edition. Butterworth-Heinemann Ltd. Jordan Hill. P.38.

Armini, N. M. 1992. Pengaruh Air Kelapa, Zeolit dan Sub Kultur Beruntun terhadap Daya Multiplikasi Tunas Pisang Tanduk secara In Vitro. Tesis. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Bidwell, R. G. S. 1974. Plant Physiology. Macmillan Publishing Co. Inc., New York. 643p.

Davies, P. J. (1995). Plant Hormones: Physiology, Biochemistry and Molecular Biology. Dordrecht: Kluwer.

Departemen Kesehatan (DEPKES). 1979. Kandungan Zat Kimia Buah Pisang Rajabulu. Indonesia.

Dinas Bina Produksi Hortikultura (DBPH). 2005. Data Konsumsi Buah Pisang Dunia. Departemen Pertanian. Indonesia.

Ernawati A, Purwito A, dan Suketi K. 1994. Studi Perbanyakan Cepat Pisang Rajabulu, Pisang Ambon Kuning dan Pisang Barangan dengan Teknik Kultur Jaringan (laporan penelitian). Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Fajar, N. 1998. Penambahan Ekstrak Pisang dan Kentang Pada Media Pertumbuhan Anggrek Dendrobium sp. Secara In Vitro (hasil penelitian). http://biotek.umm.ac.id. 24 Juni 2008.

Food and Agricultural Organization. 2007. Produsen Pisang di Dunia. www.fao.org. 11 Januari 2007

(55)

Gunawan, L. W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Boiteknologi. IPB. Bogor. 165 hal.

Hadi, S. 2006. Penggunaan Pupuk Majemuk, Ekstrak Tauge dan Bubur Pisang Pada Perbanyakan Dan Perbesaran Anggrek Dendrobium Kanayao secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 36 hal.

Herawaty, T. 2000. Pengaruh Posisi Eksplan dan Banyaknya Sub Kultur terhadap Perbanyakan Melon (Cucumis melo L.) secara In Vitro. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Isnaeni, N. 2008. Pengaruh TDZ terhadap Inisiasi dan Multiplikasi Kultur In Vitro

Pisang Rajabulu (Musa paradisiaca L. AAB Group). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 48 hal.

Kasutjianingati. 2004. Pembiakan Mikro Berbagai Genotipe Pisang (Musa spp) dan Potensi Bakteri Endofitik Terhadap Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f. sp. cubense). Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Krikorian, A. D. 1993. Baseline tissue and cell culture studies for use in banana improvement schemes, p.127-133. In: R. C. Ploetz (Ed.). Fusarium Wilt of Banana. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota, USA.

Krishnamoorthy, H. N. 1981. Plant Growth Substances. Tata Mc Graw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi. 214p.

Krisnaningtyas, E. T. T. 2003. Pengaruh Radiasi Sinar Gamma dan Sub Kultur Berulang terhadap Keragaman Somaklonal Tanaman Dianthus caryophyllus

L. secara In Vitro. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 43 halaman.

Lieberman, S., and Bruning, N. 1990. The Real Vitamin & Mineral Book. Avery Group. New York.

Macdonald, B. 2002. Practical Woody Plant Propagation For Nursery Growers. Timber Press Inc. Portland. Oregon.

Mattjik, N. A. 2005. Peran Kultur Jaringan dalam Perbaikan Tanaman. Orasi Ilmiah. Guru Besar Tetap Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 102 hal.

(56)

Megia, R. 2006. Cukup dua saja

Gambar

Gambar 1. Kultur yang berhasil tumbuh terlihat hijau, dan mengeluarkan bakal tunas pada 2 MST (Minggu Setelah Tanam)
Gambar 2. Kultur saat umur 6 MST, tampak bahwa media P1(kontrol) dengan P2 menghasilkan tunas yang tidak berbeda jauh
Tabel Lampiran 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog
Tabel Lampiran 2. Kandungan Zat Kimia Buah Pisang Rajabulu
+4

Referensi

Dokumen terkait

PENGGUNAAN AIR KELAPA DAN EKSTRAK BUAH PISANG TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS TEMULAWAK.. (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SECARA

Pada percobaan multiplikasi hasil analisis statistik menunjukkan bahwa media perlakuan tidak berpengaruh nyata pada jumlah tunas dan jumlah daun pisang Rajabulu Juara,

Perlakuan bahan penyerap etilen sebanyak 50 g bahan oksidator etilen (46.25 g tanah liat + 3.75 g KMnO4) untuk setiap 1.03 kg buah pisang Raja Bulu dapat dipertahankan 9

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pemberongsongan pada tandan buah pisang tanduk sangat efektif untuk menurunkan intensitas dan persentase keparahan serangan hama,

Perlakuan bahan penyerap etilen sebanyak 50 g bahan oksidator etilen (46.25 g tanah liat + 3.75 g KMnO4) untuk setiap 1.03 kg buah pisang Raja Bulu dapat dipertahankan 9

Pengaruh Beberapa Konsentrasi Pada Perbanyakan Tunas Pisang Kepok dan Pisang Tanduk Secara In Vitro.. A Reviced Medium For Rapid Growth And Bioassay With Tobacco

Maka dapat disimpulkan bahwa semua konsentrasi ekstrak Kulit Buah pisang ambon ( Musa paradisiaca var. Savientum L.) memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan Escherichia

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon multiplikasi tunas tanaman pisang ambon dua tandan pada pemberian kinetin dalam kultur in vitro,