• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis daya saing dan faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH

ASTI BAROROTUN MINAL KAROMAH H14070116

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Nenas Indonesia di Pasar Internasional (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI).

Pertanian merupakan sektor yang penting bagi perekonomian nasional, terlihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang mencapai 15 persen dan penyerapan tenaga kerja nasional yang mencapai lebih dari 40 persen. Hortikultura merupakan subsektor pertanian yang terdiri dari komoditi buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan biofarmaka. Diantara komoditi tersebut, buah-buahan menyumbang 50 persen PDB hortikultura yang mengindikasikan buah-buahan merupakan komoditi unggulan baik dalam produksi maupun dalam ekspor.

Nenas adalah salah satu buah yang mendominasi ekspor nasional, dimana nilai ekspor nenas Indonesia saat ini lebih tinggi dibanding buah-buahan lainnya, mencapai US$ 204,5 juta pada tahun 2009 (Ditjen Hortikultura, 2011). Selain itu, permintaan akan buah nenas di pasar internasional terus meningkat. Walaupun begitu, pada tahun 2008 pangsa pasar ekspor nenas Indonesia di pasar internasional hanya sebesar 0,006 persen terhadap nilai ekspor nenas dunia, yang berarti ekspor nenas Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara eksportir nenas lainnya. Ekspor nenas Indonesia yang rendah tidak sejalan dengan potensi yang dimiliki Indonesia baik secara geografis maupun dalam luas wilayah. Hal tersebut bisa disebabkan oleh komoditi nenas Indonesia yang kalah bersaing dengan komoditi nenas dari negara lain, selain itu banyak faktor yang mempengaruhi aliran ekspor nenas dari dalam negeri ke pasar Internasional.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui posisi daya saing nenas Indonesia di pasar Internasional, dan (2) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional. Data yang digunakan berupa data sekunder yaitu data time series dari tahun 2002-2008 dan data cross section enam negara tujuan ekspor yang berkesinambungan yaitu Jepang, Singapura, Malaysia, Uni Emirat Arab, Macao, dan Amerika Serikat. Metode yang digunakan yaitu Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) untuk mengestimasi posisi daya saing nenas Indonesia dan Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia di pasar internasional.

Hasil penelitian mengenai estimasi daya saing menunjukkan bahwa nenas Indonesia memiliki daya saing yang lemah di pasar internasional, ditandai dengan nilai RCA Indonesia selama tahun 2002 hingga 2008 yang rata-rata berada di bawah satu. Berdasarkan metode EPD, posisi daya saing nenas Indonesia berada

pada kuadran “Retreat”, ditandai dengan pangsa pasar total ekspor Indonesia

(3)

tujuan dan (3) pendapatan perkapita Indonesia. Pendapatan perkapita negara tujuan signifikan dan berpengaruh positif terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia, sedangkan jarak Indonesia dengan negara tujuan dan pendapatan perkapita Indonesia signifikan dan berpengaruh negatif terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia. Variabel lainnya yaitu populasi negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar tidak berpengaruh signifikan terhadap aliran ekspor nenas dari Indonesia.

(4)

Oleh

ASTI BAROROTUN MINAL KAROMAH H14070116

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Asti Barorotun Minal Karomah Nomor Registrasi Pokok : H14070116

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Nenas Indonesia di Pasar Internasional

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S NIP. 19641023 198903 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN.

Bogor, Juni 2011

(7)

bersaudara, dari pasangan Bapak Mutarom dan Ibu Juansah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Cinyawar pada tahun 2001 dan penulis kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama ke MTs Negeri Ciherang dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Cianjur dan lulus pada tahun 2007.

(8)

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Nenas Indonesia di Pasar

Internasional” dengan baik.

Penelitian ini merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk dapat meraih gelar Sarjana Ekonomi pada departemen Ilmu Ekonomi. Dalam Skripsi ini penulis mencoba mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan karena komoditi nenas adalah salah satu komoditi pertanian yang potensial untuk ekspor di pasar Internasional. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut.

Penulis menyadari masih terdapat berbagai kekurangan karena keterbatasan penulis dan kendala yang dihadapi. Oleh karena itu semua saran dan kritik yang membangun sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juni 2011

(9)

penyelesain skripsi ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, masukan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji utama yang telah berkenan memberikan banyak masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Deniey Purwanto, M.SE selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan yang juga telah berkenan memberikan masukan dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Kedua orangtua tercinta, Bapak, Ibu, juga adik-adikku Deasy dan Fajar yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan semangat kepada penulis, juga telah menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin.

5. Seluruh dosen dan staf departemen ilmu ekonomi yang telah memberikan banyak ilmu dan bantuan kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 6. Teman-teman penulis Dewi, Eva, mbak Ine, Tia, mbak Elga, dan

teman-teman wisma Arsida 2, Faaizah, Lina, Ika, Puji, Ajeng, Maslichah, Ai Lulu, Arini, dan teman-teman satu bimbingan Nurriska, Nurul Andelisa.

7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 44 dan semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam pencarian data, pengolahan dan penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Juni 2011

(10)

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

2.1.Perdagangan Internasional ... 10

2.2. Konsep Daya Saing ... 13

2.2.1. Teori Keunggulan Absolut ... 13

2.2.2. Teori Keunggulan Komparatif ... 14

2.1.4. Teori Keunggulan Kompetitif ... 14

2.3. Gravity Model ... 17

2.4. Nilai Tukar ... 21

2.5. Penelitian Terdahulu ... 22

2.6. Kerangka Pemikiran ... 26

III. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 30

3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ... 31

3.2.1. Revealed Comparative Advantage ... 31

3.2.2. Export Product Dynamic ... 33

3.2.3. Intra-Industry Trade ... 34

3.2.4. Analisis Panel Data ... 35

3.3. Model Operasional Penelitian ... 42

(11)

4.1.3. Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Uni Emirat Arab ... 51

4.1.4. Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Amerika Serikat ... 52

4.1.5. Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Malaysia ... 53

4.1.6. Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Macao ... 54

4.2. Kondisi Budidaya Nenas dalam Negeri ... 55

4.2.1. Produksi ... 55

4.2.2. Pengolahan ... 59

4.2.3. Kendala ... 60

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 62

5.1. Hasil Estimasi Daya Saing Nenas Indonesia di Pasar Internasional ... 62

5.1.1. Hasil Estimasi Revealed Comparative Advantage ... 62

5.1.2. Hasil Estimasi Export Product Dynamic ... 67

5.1.3. Hasil Estimasi Intra-Industry Trade ... 70

5.2. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Nenas Indonesia dengan Negara Tujuan ... 72

5.2.1. Hasil Regresi Panel Data ... 73

5.2.2. Hasil Uji Asumsi Model ... 74

5.2.3. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor Nenas Indonesia ke Negara Tujuan ... 75

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1. Kesimpulan ... 81

6.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)

Pertanian Indonesia Periode 2006 – 2009 ... 2 1.2.Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga

Berlaku Periode 2004-2009 ... 2 1.3.Nilai Produksi Beberapa Buah-Buahan Indonesia Periode

2004-2009 ... 3 1.4.Nilai Konsumsi Perkapita Beberapa Buah-Buahan di Indonesia

Periode 2004-2008 ... 4 1.5.Nilai Ekspor Beberapa Buah-Buahan di Indonesia Periode

2004 – 2008 ... 5 3.1. Jenis Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam

Penelitian ... 30 3.2. Klasifikasi Nilai Intra-Industry Trade ... 35 4.1. Sepuluh Negara dengan Nilai Ekspor Nenas Terbesar

Tahun 2008 ... 46 4.2. Sepuluh Negara dengan Nilai Impor Nenas Terbesar

Tahun 2008 ... 47 4.3. Harga Produsen Beberapa Negara Penghasil Nenas Tahun 2008 ... 49 4.4. Neraca Perdagangan Indonesia – Malaysia Periode 2004-2008 ... 53 4.5. Lima Besar Provinsi Penghasil Nenas di Indonesia

Tahun 2009 ... 57 4.6. Perbandingan Produkstivitas dan Luas Panen Nenas Indonesia

dengan Negara Pesaing Tahun 2008 ... 58 5.1. Hasil Estimasi RCA Nenas Indonesia Periode 2002 – 2008 ... 61 5.2. Nilai RCA Nenas Indonesia di Beberapa Negara Tujuan Ekspor

Periode 2002 – 2008 ... 64 5.3. Hasil Estimasi Nilai EPD Nenas Indonesia

(13)

5.6. Hasil Estimasi NilaiIIT Komoditi Nenas Antara Indonesia dengan

Beberapa Negara Tujuan Periode 2002 – 2008 ... 70 5.7. Hasil Uji Chow ... 72 5.8. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aliran Ekspor

(14)

2.1. Mekanisme Perdagangan Internasional ... 12

2.2. Analisis Keseimbangan Parsial atas Biaya Transportasi ... 19

2.3. Kerangka Pemikiran ... 26

3.1. Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada Matriks EPD ... 34

4.1. Nilai Ekspor Nenas Dunia Periode 2002–2008 ... 46

4.3. Produksi Buah Nenas di Indonesia Periode 2002 – 2009 ... 55

4.4. Luas Panen dan Produktivitas Nenas di Indonesia Tahun 2002 – 2009 ... 56

4.5. Beberapa Produk Olahan Nenas ... 59

5.1. Perbandingan Nilai RCA Indonesia dengan RCA Negara-Negara ASEAN Periode 2002 – 2008 ... 63

5.2. Perkembangan Peningkatan GDP Perkapita Negara Tujuan Ekspor Nenas Indonesia Periode 2002 –2008 ... 76

5.3. Perkembangan GDP Perkapita Indonesia Periode 2002 – 2008 ... 78

(15)

Ekspor Tahun 2002 – 2008 ... 87 2. Data Penelitian dalam Logaritma Natural ... 89 3. Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Ekspor

Nenas Indonesia Menggunakan Fixed Effect ... 91 4. Uji Normalitas dan Multikolinearitas ... 92 5. Chow Test ... 93 6. Hasil Estimasi Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran

Ekspor Nenas Indonesia Menggunakan Pooled Least Square ... 94 7. Perbandingan Produksi, Konsumsi dan Ekspor Nenas Indonesia

(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang yang kaya sumberdaya alam dan dikenal juga sebagai negara agraris. Wilayah daratan Indonesia yang membentang dari ujung Barat hingga ujung Timur seluas 1.922.570 km² dengan pulau-pulaunya yang tersebar di sekitar garis khatulistiwa menjadikan Indonesia beriklim tropis yang sangat sesuai untuk pertanian. Hal tersebut didukung pula oleh jumlah penduduk Indonesia. Hasil sensus BPS pada tahun 2010 menunjukkan jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.556.363juta jiwa.

(17)

Tabel 1. 1 Nilai PDB Sektor Pertanian dan Angkatan Kerja di Sektor Pertanian Indonesia Periode 2006 – 2009

Tahun 2006 2007 2008 2009

Nilai PDB Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan (Milyar Rupiah)

433.223,40 541.931,50 716.065,30 858.252,00

Kontribusi Terhadap

Total PDB Indonesia (%) 12,97 13,72 14,46 15,29

Angkatan Kerja di Sektor

Pertanian (Jiwa) 42.323.190 42.608.760 42.689.635 43.029.493

Kontribusi terhadap Total Angkatan Kerja Nasional (%)

44,47 43,66 41,83 41,18

Sumber : BPS 2011 (diolah)

Pertanian di Indonesia terbagi ke dalam beberapa subsektor, antara lain subsektor tanaman pangan, tanaman perkebunan dan hortikultura. Subsektor hortikultura adalah subsektor yang penting karena nilai PDB hortikultura yang terus meningkat seperti dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode 2004-2009

No Kelompok Komoditas

Nilai PDB (Milyar Rupiah) Kontribusi Rata-Rata

Sumber : Dirjen Hortikultura Departemen Pertanian 2011

(18)

negeri cukup tinggi yang berkontribusi lebih dari 50 persen dari seluruh PDB subsektor hortikultura, diikuti oleh komoditi sayuran sebesar 34,74 persen, komoditi tanaman hias sebesar 6,52 persen dan komoditi biofarmaka sebesar 4,97 persen. Jenis tanaman buah-buahan yang potensial dan memberikan kontribusi besar terhadap total produksi buah-buahan nasional adalah jeruk, mangga, nenas, pepaya, pisang dan salak. Nilai produksi beberapa buah-buahan di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.3 berikut.

Tabel 1.3 Nilai Produksi Beberapa Buah-Buahan Indonesia Periode 2004-2009

No. Komoditas Produksi (Ton)

2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Pisang 4.874.439 5.177,607 5.037,472 5.454,226 5.741,351 6.373.533

2 Jeruk 2.071.084 2.214,019 2.565,543 2.625,884 2.311,581 2.131.768

3 Mangga 1.437.665 1.412.884 1.621.997 1.818.619 2.013.121 2.243.440

4 Nenas 709.918 925.082 1.427.781 2.237.858 1.272.761 1.558.196

5 Pepaya 732.611 548.657 643.451 621.524 653.276 772.844 Sumber : Dirjen Hortikultura Departemen Pertanian 2011

(19)

Persentase konsumsi buah-buahan perkapita masyarakat Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.4.

Tabel 1.4 Nilai Konsumsi Perkapita Beberapa Buah-Buahan di Indonesia Periode 2004-2008

Sumber : Dirjen Hortikultura Departemen Pertanian 2011

Berdasarkan tabel 1.4 di atas terlihat bahwa buah yang paling banyak dikonsumsi adalah jeruk dan pisang, sedangkan rata-rata konsumsi buah lainnya bahkan tidak mencapai satu kilogram pertahun. Permintaan terhadap buah-buahan yang rendah menyebabkan produksi buah-buahan nasional yang tinggi tidak terserap seluruhnya oleh pasar domestik, terjadilah kelebihan penawaran buah-buahan di Indonesia dan menjadi salah satu penyebab ekspor buah-buah-buahan ke negara lain untuk memenuhi permintaan pasar Internasional.

(20)

ekspor buah meningkat sebesar 105,50 persen dibanding tahun sebelumnya yaitu 32.389 ton dengan nilai US$ 234.867.444.

Diantara buah-buahan asal Indonesia yang diekspor, nenas adalah salah satu komoditi yang mendominasi ekspor buah dari Indonesia selain manggis. Hal ini salah satunya disebabkan nenas adalah salah satu buah tropis utama yang diimpor di tingkat dunia, mencapai 2,8 juta ton pada tahun 2008. Potensi ekspor nenas asal Indonesia sangat besar dikarenakan hingga saat ini nilai ekspor nenas asal Indonesia lebih tinggi daripada buah-buahan lainnya seperti yang terdapat pada data Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian yang menunjukkan nilai ekspor nenas Indonesia dari tahun 2004 hingga 2008, dimana pada tahun 2008 nilai ekspor nenas Indonesia mencapai US$ 204 juta, jauh lebih besar dibandingkan buah-buahan lainnya seperti manggis yang nilai ekspornya pada tahun 2008 hanya US$ 5,8 juta. Perbandingan nilai ekspor nenas dan buah-buahan lainnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1.5 Nilai Ekspor Beberapa Buah-Buahan di Indonesia Periode 2004 – 2008

No. Komoditas

Nilai Ekspor (US$)

2004 2005 2006 2008

1 Pisang 778.506 1.288.873 1.407.542 988.914 2 Nenas 74.339.004 104.597.136 124.973.944 204.552.168 3 Mangga 2.013.390 999.981 1.160.642 1.645.948 4 Manggis 3.291.855 6.386.091 3.611.995 5.832.534 5 Jeruk 1.724.971 942.870 802.328 1.610.614 6 Buah Lainnya 18.015.818 35.847.606 12.536.018 20.237.266 Total 100.163.544 150.062.557 144.492.469 234.867.444 Sumber : Dirjen Hortikultura Departemen Pertanian 2011

(21)

tergolong banyak, bahkan permintaan terhadap nenas olahan semakin meningkat saat ini. Menurut Departemen Pertanian (2009), negara pengimpor nenas olahan dari Indonesia antara lain Amerika Serikat, Belanda, Singapura, Jerman dan Spanyol. Rata-rata volume ekspor ke Amerika Serikat sejak tahun 1999 – 2005 sebesar 52.054 ton dan relatif stabil setiap tahunnya, bahkan ekspor ke negara Belanda, Singapura dan Jerman serta Spanyol terus menunjukkan trend yang meningkat. pangsa negara pengimpor nenas segar dan olahan dari Indonesia pada tahun 2005 dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.

Sumber : Dirjen Hortikultura Departemen Pertanian 2009

Gambar 1.1 Pangsa Negara Pengimpor Nenas dari Indonesia Tahun 2005

(22)

menggunakan metode pengaturan pembungaan memungkinkan nenas tersedia sepanjang tahun1. Kesempatan yang ada harus dimanfaatkan oleh pemerintah yaitu dengan meningkatkan daya saing nenas Indonesia dengan nenas dari negara lain agar perdagangan nenas di pasar internasional ini dapat meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan penerimaan devisa.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data FAO, perdagangan buah tropika di tingkat dunia terus mengalami peningkatan. Salah satu buah tropika utama yang diperdagangkan di tingkat dunia adalah nenas, terlihat dari nilai perdagangan nenas dunia yang terus mengalami peningkatan hingga mencapai US$ 1,5 milyar pada tahun 2008. Peningkatan perdagangan nenas dunia hingga saat ini belum diimbangi oleh peningkatan ekspor nenas dari Indonesia. Rendahnya ekspor nenas asal Indonesia tentu tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki Indonesia terutama dalam faktor geografis seperti iklim dan luas wilayah. Seharusnya dengan kelebihan yang dimiliki Indonesia tersebut, Indonesia berpotensi menjadi pengekspor nenas terbesar di dunia. Apabila Indonesia bisa memaksimalkan potensinya dalam ekspor nenas maka pendapatan yang bisa diperoleh dari perdagangan tersebut cukup tinggi.

Menurut Departemen Pertanian, di Indonesia sendiri nenas merupakan salah satu buah yang menjadi komoditi andalan ekspor, tetapi peran Indonesia sebagai produsen maupun eksportir nenas segar di pasar internasional masih

1

(23)

sangat kecil dengan pangsa pasar hanya 0,006 persen terhadap ekspor nenas dunia pada tahun 2008. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan mengapa hingga saat ini Indonesia belum bisa menjadi pemasok utama kebutuhan nenas dunia, dan mengapa ekspor nenas dari Indonesia belum bisa menjadi yang terbesar jika dibanding negara penghasil nenas lainnya. Tentu ada banyak faktor yang memengaruhi rendahnya ekspor nenas asal Indonesia tersebut, salah satu indikatornya dapat berupa daya saing nenas Indonesia di pasar internasional, karena kuat atau lemahnya daya saing suatu komoditi di pasar internasional sangat menentukan besar kecilnya volume ekspor komoditi tersebut.

Ekspor nenas Indonesia yang masih rendah tersebut juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Maka untuk meningkatkan ekspor nenas nasional, perlu diketahui faktor apa saja yang bisa mendorong ekspor nenas Indonesia ke pasar Internasional agar dapat diperoleh kebijakan yang tepat. Kebijakan yang tepat oleh pemerintah dan institusi yang terkait sangat penting dan dibutuhkan dalam mendukung peningkatan ekspor nenas asal Indonesia. Selain itu, kebijakan yang tepat akan menguntungkan semua pihak, yaitu para petani, produsen, pemerintah dan secara nasional yaitu akan meningkatkan pendapatan yang bisa diperoleh dari perdagangan nenas di pasar internasional.

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana daya saing nenas asal Indonesia di pasar internasional?

(24)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diuaraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui posisi daya saing nenas Indonesia di pasar internasional.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas Indonesia ke pasar internasional.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam implikasi kebijakan yang berkaitan dengan ekspor nenas khususnya, manfaat bagi penulis maupun berbagai pihak yang terkait dengan penelitian ini, serta dapat menjadi bahan studi literatur, informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar individu dengan individu, antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Perdagangan internasional yang tercermin dari kegiatan ekspor impor suatu negara menjadi salah satu komponen dalam pembentukan PDB dari sisi pengeluaran suatu negara. (Oktaviani dan Novianti, 2009)

Menurut Krugman dalam Hady (2004) alasan utama terjadinya perdagangan internasional adalah :

1. Negara–negara melakukan perdagangan karena mereka berbeda satu sama lain.

2. Negara negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai

economies of scale.

(26)

penyamaan harga-harga faktor produksi di semua negara, peningkatan pendapatan riil di setiap negara yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan perdagangan internasional, serta memacu efisiensi penggunaan sumber daya di setiap negara, yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya di dunia secara keseluruhan.

Perdagangan juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta pengutamaan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Perdagangan ini juga dapat membantu semua negara dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomis yang mereka miliki. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional yang berorientasi ke luar.

Melalui perdagangan internasional, suatu negara akan mengekspor suatu komoditi apabila kebutuhan dalam negeri akan komoditi di negara tersebut sudah terpenuhi, sehingga kelebihan penawaran akan diekspor ke luar negeri. Begitu pula sebaliknya, apabila produksi dalam negeri akan suatu komoditi tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, maka negara tersebut akan mengimpor komoditi tersebut dari negara lain sehingga akan terbentuk keseimbangan permintaan dan penawaran diantara kedua negara yang melakukan perdagangan.

(27)

emas, devisa asing atau untuk menyelesaikan utang. Negara menggunakan sumberdaya dalam negeri mereka untuk ekspor karena mereka dapat memperoleh lebih banyak barang dan jasa dengan devisa internasional yang mereka peroleh dari ekspor daripada yang akan mereka peroleh dengan menggunakan sumberdaya itu bagi produksi barang dan jasa di dalam negeri. Sedangkan menurut definisi dari International Merchandise Trade Statistics, ekspor barang adalah seluruh barang yang dibawa keluar dari wilayah suatu negara, bersifat komersial maupun non komersial, serta barang yang akan diolah di luar negeri yang hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut.

Keterangan :

Kurva 1 : Keadaan pasar komoditi X di negara 1 Kurva 2 : Keadaan pasar komoditi X di negara 1 dan 2 Kurva 3 : Keadaan pasar komoditi X di negara 2 Sumber: Salvatore (1997)

Gambar 2.1 Mekanisme Perdagangan Internasional

(28)

negara tersebut, harga relatif komoditi X akan berada diantara P1 dan P3. Apabila harga yang berlaku di negara 1 lebih tinggi dari P1, maka negara 1 akan berproduksi jauh lebih banyak dari kebutuhan domestik akan komoditi X tersebut, sehingga kelebihan produksi tersebut diekspor ke negara 2. Begitu pula di negara 2, apabila harga yang berlaku setelah perdagangan lebih kecil dari dari P3, maka akan terjadi kelebihan permintaan X domestik sehingga negara 2 tersebut akan mengimpor komoditi dari negara 1.

2.2Konsep Daya Saing

2.2.1 Teori Keunggulan Absolut

Teori absolut dikemukakan oleh Adam Smith, yaitu setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak (absolute disadvantage). Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan absolut apabila suatu negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.

(29)

2.2.2 Teori Keunggulan Komparatif

Teori keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh David Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut dalam memproduksi dua komoditas dibanding negara lain, perdagangan masih bisa berlangsung selama rasio harga antar negara masih berbeda dibanding tidak ada perdagangan. Menurut teori cost comparative advantage suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara teresebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang atau tidak efisien.

Berdasarkan analisis production comparative advantage atau labor productivity dikatakan bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif tidak produktif.

2.2.3 Teori Keunggulan Kompetitif

(30)

keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat jenis variabel yang merupakan faktor penentu keunggulan kompetitif, yaitu interaksi antara empat faktor spesifik dan dua faktor eksternal, yaitu :

1. Factor Condition

Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu, terdiri dari : a) Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam yang memengaruhi daya saing industri nasional mencakup biaya, kualitas, aksesibilitas, ukuran lahan, ketersediaan air, mineral, dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan sumberdaya lainnya baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui, termasuk kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah, kondisi topografis, dan lain-lain.

b) Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang memengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku, dan etika kerja. c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

(31)

d) Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang memengaruhi daya saing nasional terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan, aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, dan peraturan moneter dan fiskal.

e) Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang memengaruhi daya saing nasional dapat dilihat dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang memengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, air bersih, dan energi listrik.

2. Demand Condition

Kondisi permintaan sangat memengaruhi penentuan daya saing, terutama mutu permintaan. Mutu permintaan menjadi suatu tantangan bagi perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya dengan memberikan respon terhadap persaingan yang terjadi. Kondisi permintaan bisa dilihat dari dua aspek yaitu kondisi permintaan domestik dan ekspor.

3. Related and Supporting Industries

Keberadaan industri terkait dan pendukung memengaruhi daya saing secara global akibat adanya keterkaitan yang erat antara industri hulu dan hilir.

4. Firm Strategy, Structure, and Rivalry

(32)

lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibanding perusahaan yang belum memiliki daya saing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan daya saing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut.

Dua faktor eksternal dalam teori Porter yaitu : 1. Peran Pemerintah

Peran pemerintah dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pemerintah dapat memengaruhi atau dipengaruhi oleh keeempat variabel utama. Variabel kondisi sumberdaya dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan dan lainnya. Pemerintah juga sering menjadi pemegang kekuasaan atas sumberdaya yang menyangkut kepentingan rakyat banyak.

2. Peran Kesempatan

Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun pemerintah namun memengaruhi tingkat daya saing. Beberapa hal yang dianggap sebagai kesempatan seperti adanya penemuan baru, depresiasi mata uang atau kondisi politik yang menguntungkan bagi peningkatan daya saing.

2.3 Gravity Model

(33)

ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak antar negara (Bergstrand dalam Setyo, 2009). Rumus model ini didasari oleh hukum gravitasi Newton yang menyebutkan bahwa gaya gravitasi antara dua benda dipengaruhi secara proporsional oleh massa kedua benda dan dipengaruhi secara proporsional tetapi berbanding terbalik dengan jarak kedua benda tersebut. Secara ekonomi dapat diartikan bahwa perdagangan antarnegara berhubungan positif dengan pendapatan dan populasi namun berhubungan negatif dengan jarak antarkedua negara.

2.3.1 Jarak

Jarak menjadi variabel utama gravity model dalam aliran perdagangan. Variabel jarak adalah indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan ekspor. Biaya transportasi meliputi ongkos pengapalan, biaya bongkar muat di pelabuhan, premi asuransi, serta aneka pungutan pada saat komoditi yang diperdagangkan itu disimpan di suatu tempat sementara (Salvatore 1997). Semakin jauh jarak maka biaya transportasi akan semakin mahal sehingga volume ekspor semakin kecil.

(34)

Sumber : Salvatore 2007

Gambar 2.2 Analisis Keseimbangan Parsial atas Biaya Transportasi

Berdasarkan gambar 2.2, setelah dilakukan perdagangan internasional (tanpa biaya transportasi) harga komoditi Z di negara 1 akan meningkat sehingga negara 1 berproduksi lebih banyak kemudian kelebihan produksinya diekspor ke negara 2. Bertambahnya kuantitas komoditi Z menyebabkan harga komoditi Z di negara 2 menurun hingga harga yang berlaku di kedua negara adalah sama yaitu sebesar $8 dengan kuantitas komoditi Z yang diperdagangkan sebanyak 50 unit.

(35)

2.3.2 Produk Domestik Bruto

Menurut Mankiw (2003) Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa. GDP terdiri dari GDP nominal dan GDP riil. GDP nominal mengukur nilai uang yang berlaku dari output perekonomian. GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga konstan. Komponen GDP terdiri dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut.

Y = C + I + G + NX (2.1)

Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara. Semakin besar GDP yang dihasilkan suatu negara semakin besar pula kemampuan negara tersebut untuk melakukan perdagangan.

2.3.3 Populasi

Populasi di suatu negara berpengaruh terhadap permintaan ekspor negara tersebut. Pertumbuhan penduduk di negara tujuan ekspor berimplikasi pada peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga kurva permintaan bergeser ke kanan dan menyebabkan terjadinya excess demand pasar internasional dengan asumsi permintaan tetap, ceteris paribus. Begitu pula pertumbuhan penduduk di negara pengekspor akan meningkatkan permintaan dalam negeri dan menurunkan penawaran ekspor sehingga menyebabkan terjadinya excess demand

(36)

2.4 Nilai Tukar

Menurut Mankiw (2003) kurs atau exchange rate antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara sedangkan kurs riil (riil exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Tingkat harga dimana kita memperdagangkan barang domestik dengan barang luar negeri tergantung pada harga barang dalam mata uang lokal pada tingkat kurs yang terjadi. Maka kurs riil dapat dituliskan seperti berikut :

(2.2) Dimana :

= kurs riil e = kurs nominal

= rasio tingkat harga di dalam dan luar negeri

Kurs riil di antara dua negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang domestik relatif lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang-barang-barang domestik relatif lebih murah. Maka hubungan antara kurs riil dan ekspor neto adalah :

(37)

Dimana dalam persamaan ini ekspor neto adalah fungsi dari kurs riil. Bila kurs riil lebih rendah, barang domestik relatif lebih murah dibandingkan barang-barang luar negeri, dan ekspor neto lebih besar.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai aliran perdagangan antarnegara dilakukan oleh Sunde, Chidoko dan Zivanomoyo (2009) yang meneliti mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perdagangan intra industri antara Zimbabwe dengan mitra dagangnya di wilayah Southern African Development Community (SADC). Penelitian ini menggunakan metode Gravity Model dengan Intra-Industry Index

sebagai variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendapatan perkapita, intensitas perdagangan, jarak, nilai tukar, dan GDP mempengaruhi IIT antara Zimbabwe dan mitra dagangnya di SADC. Penelitian ini juga menemukan bahwa sebagian besar negara di SADC melakukan perdagangan komoditi yang sama karena persamaan sejarah juga persamaan struktur ekonomi dan pendapatan.

(38)

ekspor nenas segar Indonesia juga cenderung mengalami penurunan. Estimasi dengan regresi data panel menunjukkan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing ekspor nenas segar Indonesia adalah volume ekspor nenas segar Indonesia, GDP per kapita negara pengimpor dan produksi nenas segar dalam negeri.

Penelitian mengenai perdagangan nenas dilakukan oleh Lubis (2006), meneliti perkembangan ekspor nenas segar Indonesia dan menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor nenas Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor serta pengaruhnya terhadap ekspor nenas segar Indonesia. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari BPS, Deptan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif berupa analisis regresi data panel. Hasil dari penelitian ini menunjukkan variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap ekspor nenas segar indonesia adalah harga ekspor, produksi nenas, pendapatan perkapita negara-negara tujuan ekspor dan volume ekspor nenas segar tahun sebelumnya. Sedangkan variabel nilai tukar mata uang di tiap negara tujuan ekspor dan variabel jumlah penduduk tiap negara tujuan ekspor tidak berpengaruh.

(39)

konsentrasi pasar nenas dunia, RCA untuk mengestimasi keunggulan komparatif ekspor nenas asal Indonesia, juga Porter’s Diamond Theory untuk mengestimasi keunggulan kompetitif ekspor nenas asal Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur pasar nenas dan pisang dunia memiliki tingkat konsentrasi pasar sedang, dan bahwa Indonesia belum memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan nenas dan pisang di pasar dunia.

(40)

perdagangan mangga adalah populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap Dollar Amerika dan harga mangga Indonesia di negara tujuan. Sedangkan faktor-faktor yang tidak berpengaruh yaitu pendapatan per kapita negara tujuan dan volume ekspor mangga dari Indonesia ke negara tujuan satu tahun sebelumnya.

(41)

dan kualitas manggis, melakukan promosi ekspor, memberikan akses modal bagi para petani manggis, dan lain-lain.

Penelitian mengenai daya saing komoditi nenas sebelumnya belum ada yang mengestimasi daya saing di setiap negara tujuan ekspor. Sedangkan penelitian sebelumnya yang menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor nenas belum ada yang memasukan variabel jarak Indonesia dengan negara tujuan. Kelebihan penelitian ini dibandingkan penelitian sebelumnya mengenai ekspor dan daya saing nenas Indonesia adalah penggunaan Gravity Model yang memasukan variabel jarak Indonesia ke negara tujuan, juga mencakup estimasi daya saing nenas Indonesia menggunakan metode RCA dan EPD di masing-masing negara tujuan ekspor. Penelitian ini juga dilengkapi metode Intra-Industry Trade untuk mengestimasi bentuk hubungan perdagangan komoditi nenas antara Indonesia dengan masing-masing negara tujuan sehingga penelitian ini dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.

2.6 Kerangka Pemikiran

(42)

Salah satu buah yang memiliki volume ekspor yang tinggi adalah nenas. Permintaan pasar dunia akan nenas tergolong besar karena nenas adalah buah yang memiliki rasa, aroma dan bentuk yang khas juga hanya bisa tumbuh di negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Hal ini menjadikan nenas begitu populer terutama di negara-negara dimana nenas tidak bisa dibudidayakan. Bagi negara-negara yang bisa membudidayakan nenas hal ini tentu menjadi suatu peluang untuk bisa mendapatkan keuntungan dengan melakukan perdagangan komoditi tersebut, termasuk Indonesia.

(43)

dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA), Export Product Dynamic (EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) sehingga dapat diketahui apakah nenas asal Indonesia memiliki daya saing atau tidak di pasar internasional. Faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas asal Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor dapat dianalisis menggunakan metode

(44)

---

---

Keterangan : Gambar diluar garis --- tidak menjadi objek analisis Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

(45)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data

cross section enam negara tujuan ekspor dan data time series selama 7 tahun yaitu dari tahun 2002 sampai tahun 2008. Nenas yang menjadi objek penelitian adalah nenas dalam bentuk fresh or dried HS 1996 dengan kode 080430. Data-data tersebut diperoleh dari Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perdagangan, website UN Comtrade, serta studi pustaka yaitu pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku dan literatur di perpustakaan IPB dan internet. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Jenis Data dan Sumber Data yang Digunakan dalam Penelitian

No Jenis Data Sumber Data

1. Volume ekspor nenas asal Indonesia, nilai ekspor seluruh komoditi Indonesia, nilai ekspor nenas dunia, nilai ekspor seluruh komoditi dunia (Kilogram)

UN Comtrade, BPS

(46)

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif, yaitu estimasi daya saing dan keunggulan komparatif nenas Indonesia menggunakan RCA, EPD, dan IIT serta estimasi faktor-faktor yang memengaruhi aliran ekspor nenas asal Indonesia di beberapa negara tujuan ekspor menggunakan metode Panel data. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

software E-views 6.1 dan Microsoft Excel.

3.2.1 Revealed Comparative Advantage (RCA)

Metode RCA (Revealed Comparative Advantage) digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing dan keunggulan komparatif nenas asal Indonesia. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Ballasa pada tahun 1995. Metode ini didasarkan pada suatu konsep bahwa perdagangan antarwilayah sebenarnya menunjukkan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu wilayah sehingga dapat dikatakan bahwa keunggulan komparatif suatu negara direfleksikan dalam ekspornya.

(47)

negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (di atas rata-rata dunia) atau berarti komoditi tersebut berdaya saing kuat. Sedangkan apabila nilai RCA lebih kecil dari satu berarti keunggulan komparatif untuk komoditi tersebut rendah (di bawah rata-rata dunia) atau berdaya saing lemah.

Formula RCA dirumuskan sebagai berikut :

RCA =

Nilai daya saing suatu komoditi dalam RCA memiliki dua kemungkinan, yaitu : 1. Nilai RCA > 1, berarti suatu negara memiliki keunggulan komparatif di

atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing kuat. 2. Nilai RCA < 1, berarti suatu negara tidak memiliki keunggulan komparatif

di atas rata-rata dunia sehingga komoditi tersebut memiliki daya saing lemah.

Kelebihan dari metode RCA antara lain metode ini mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga keunggulan komparatif suatu komoditi dari waktu ke waktu dapat terlihat dengan jelas. Sedangkan kelemahan dari metode ini antara lain :

(48)

o Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal.

o RCA tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang berpotensi di masa yang akan datang.

3.2.2 Export Product Dynamic (EPD)

EPD merupakan suatu indikator yang mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Sebuah matriks EPD terdiri dari daya tarik pasar dan informasi kekuatan bisnis. Daya tarik pasar dihitung berdasarkan pertumbuhan dari permintaan sebuah produk untuk tujuan pasar tertentu, dimana informasi kekuatan bisnis diukur berdasarkan pertumbuhan dari market share sebuah negara pada tujuan pasar tertentu. Kombinasi dari daya tarik pasar dan kekuatan bisnis ini menghasilkan karakter posisi dari produk yang ingin dianalisis ke dalam empat kategori. Keempat kategori itu adalah “Rising Star”, “Falling Star”, “Lost Opportunity” dan “Retreat” .

Jika pertumbuhan ekspor suatu komoditi di atas rata-rata secara kontinu dalam waktu yang lama, maka produk ini mungkin menjadi sumber pendapatan ekspor yang penting bagi negara tersebut. Posisi pasar ideal yang bertujuan untuk memperoleh pangsa ekspor tertinggi disebut Rising Star, ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar untuk produk-produk yang berkembang cepat.

(49)

dinamis. Kondisi ini paling tidak diinginkan karena berarti kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di pasar dunia. Kondisi Falling Star

juga tidak diinginkan walau tidak seperti kondisi Lost Opportunity, karena pangsa pasarnya meningkat meskipun bukan pada produk yang dinamis di pasar dunia. Sementara itu, Retreat berarti produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar. Namun bisa diinginkan kembali jika pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis.

Keterangan :

x-axis: the growth of share of country's export in the world trade y-axis: the growth of share of product in the world trade

Gambar 3.1 Daya Tarik Pasar dan Kekuatan Bisnis pada Matriks EPD

3.2.3 Intra- Industry Trade (IIT)

Indeks IIT pertama kali diperkenalkan oleh Grubel dan Lloyd (1975). Perhitungan indeks IIT didasarkan pada selisih antara nilai ekspor dan impor dari sebuah industri atau produk dan total perdagangan dari industri atau produk tersebut. IIT dapat dirumuskan sebagai berikut :

Lost Opportunity

Rising Star

Retreat

_

Falling Star

+

(50)

(3.4)

Dimana :

IITljt = indeks intra-industry trade di negara j dalam industri atau produk l pada

waktu t

Xljt = total ekspor negara j dalam industri atau produk l pada waktu t

Mljt = total impor negara j dalam industri atau produk l pada waktu t

Indeks IIT berkisar dari nol hingga seratus. Apabila indeks bernilai nol, maka seluruh perdagangan merupakan inter-industry atau negara j hanya mengekspor atau hanya mengimpor dalam suatu industri atau produk l. Sedangkan apabila indeks bernilai 100 menunjukkan bahwa impor negara j setara dengan ekspornya dalam industri atau produk l atau perdagangan bersifat intra-industry. Menurut Austria dalam Aprilianda (2007) nilai IIT dapat diklasifikasikan seperti pada tabel berikut :

Tabel 3.2 Klasifikasi Nilai Intra-Industry Trade

IIT Klasifikasi

0,00 No integration (one way trade) >0,00 – 24,99 Weak integration

25,00 – 49,99 Mild integration

50,00 – 74,99 Moderately strong integration 75,00 – 99,99 Strong integration (two way trade)

3.2.4 Analisis Panel Data

Data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang menggambarkan keadaan pada waktu tersebut. Data time series

(51)

dari waktu ke waktu. Metode data panel dapat memberikan keuntungan dibandingkan hanya dengan menggunakan data time series atau cross section saja (Baltagi 2005), yaitu:

1) Data panel dapat mengendalikan heterogenitas individu.

2) Dapat memberikan informasi yang lebih banyak, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar degree of freedom dan lebih efisien.

3) Dapat lebih baik untuk studi dynamic of adjustment.

4) Dapat diandalkan untuk mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model time series atau cross section saja.

Estimasi model menggunakan data panel dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu pooled least square, fixed effect, dan random effect.

A. Metode Pooled Least Square

Dalam metode ini dapat dilakukan proses estimasi terpisah untuk setiap unit cross section, maka untuk periode t=1, akan diperoleh persamaan regresi

cross section sebagai berikut :

(3.5) Dimana :

= variabel endogen

= variabel eksogen = intersep

= slope

(52)

= error

dari persamaan di atas akan diperoleh parameter dan yang konstan dan efisien yang melibatkan sebanyak jumlah data cross section (N) x jumlah data time series (T). Model tersebut mengasumsikan bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap objek observasi.

B. Metode Fixed Effect

Adanya asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan dapat diatasi dengan memasukkan peubah dummy untuk memungkinkan perbedaan intersep . Model dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan model efek tetap yang dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

(3.6) Dimana :

= variabel endogen = variabel eksogen = intersep

= slope

D = variabel dummy

i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t = error

Penambahan variabel dummy dapat mengurangi jumlah degree of freedom

(53)

yang membandingkan nilai jumlah kuadrat error dari proses pendugaan dengan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah dimasukkan variabel dummy ke dalamnya.

C. Metode Random Effect

Penambahan variabel dummy pada model akan mengurangi degree of freedom dan efisiensi dari parameter yang diestimasi. Hal tersebut dapat diatasi dengan metode random effect. Parameter yang berbeda antarindividu maupun antarwaktu dimasukkan ke dalam error seperti pada persamaan berikut:

(3.7) (3.8) Dimana :

= komponen error data cross section

= komponen error data time series

= komponen error gabungan i = individu ke-i, t = periode waktu ke-t

Hubungan antara model random effect dan model fixed effect dapat dilihat dengan memperlakukan komponen-komponen intersep dalam model fixed effect

(54)

3.2.4.1Uji Kesesuaian Model

A. Chow Test

Chow Test dilakukan untuk memilih model yang lebih baik di antara model Pooled Least Square atau Fixed Effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut :

H0 : model pooled least square

H1 : model fixed effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F statistik seperti berikut :

FN-1, NT-N-K =

(3.9)

Dimana :

= residual sum square hasil pendugaan model pooled least square

= residual sum square hasil pendugaan model fixed effect

N = jumlah data cross section

T = jumlah data time series

Jika nilai Chow statistic hasil pengujian lebih besar dari F tabel maka tolak H0

sehingga model yang digunakan adalah fixed effect dan sebaliknya.

B. Hausman Test

Hausman Test dilakukan untuk memilih model yang akan digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut :

(55)

H1 : model fixed effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah perbandingan antara Hausman statistic dan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :

= vektor statistik variabel fixed effect

b = vektor statistik variabel random effect

( M0 ) = matriks kovarian untuk dugaan model fixed effect

(M1) = matriks kovarian untuk dugaan model random effect

Nilai m dibandingkan dengan –tabel. Jika m lebih besar dari –tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0, sehingga pendekatan yang

digunakan adalah pendekatan fixed effect.

3.2.4.2Uji Asumsi Model A. Autokorelasi

(56)

digunakan adalah uji Durbin-Watson Statistik. Sebelum dilakukan pengujian dibuat hipotesis sebagai berikut :

H0 : ada autokorelasi

H1 : tidak ada autokorelasi

Pengambilan kesimpulan bisa dilakukan dengan melihat apakah nilai dari Durbin-Watson statistik mendekati nilai dua atau empat. Jika nilai dari Durbin-Durbin-Watson statistik mendekati nilai dua, maka tolak H0 yang berarti tidak terdapat

autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh (menerima hipotesis H1).

Sebaliknya jika nilai Durbin-Watson statistik mendekati nilai empat, maka terima H0 yang berarti terdapat autokorelasi dalam model regresi yang diperoleh

(menolak hipotesis H1).

B. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi penting dalam model ekonomi klasik adalah nilai varian dari variabel bebas yang konstan yang disebut dengan homoskedastisitas. Apabila asumsi ini tidak terpenuhi, maka nilai varian dari variabel bebas tidak lagi bersifat konstan yang disebut heteroskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity Test. Sebelum dilakukan pengujian dibuat hipotesis sebagai berikut :

H0 : Homoskedastisitas

H1 : Heteroskedastisitas

Pengujian dilakukan dengan melihat Probability Obs* R-squared. Apabila nilai

(57)

roskedastisitas pada model atau menolak hipotesis H0. Bila nilai Probability Obs* R-squared lebih besar dari taraf nyata berarti tidak ada gejala heteroskedastisitas pada model atau menerima hipotesis H0. Diketahui taraf nyata ( ) = 5 %.

C. Multikolinearitas

Ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari correlation matrix. Multikolinearitas dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antarvariabel bebas. Jika korelasinya kurang dari 0,8 (rule of thumbs 0,8) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas. Tetapi jika nilai koefisien korelasinya lebih besar dari 0,8 maka dapat disimpulkan terdapat mutikolinearitas dalam model. Multikolinearitas yang dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah multikolinearitas sempurna. Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas sempurna maka akan diperoleh nilai R² yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel dugaan yang signifikan.

3.3 Model Operasional Penelitian

(58)

penduduk negara tujuan, jarak antara Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar merupakan variabel bebas yang mewakili sisi permintaan. Model ini digunakan untuk melihat hubungan volume permintaan ekspor dengan variabel-variabel penyusunnya yang dituliskan dalam bentuk persamaan logaritma natural dengan model dugaan awal sebagai berikut:

Ln Xj= β0+ β1 Ln Yj+ β2 Ln Popj+ β3 Ln Dij + β4 Ln ERj + β5 Ln Yi + (3.11)

Dimana :

Xj = Volume ekspor nenas Indonesia di negara tujuan (Kg)

Yj = GDP riil perkapita negara tujuan (US$)

Popj = Jumlah penduduk negara tujuan (Jiwa)

Dij = Jarak antara Indonesia dan negara tujuan (Km)

ERj = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dollar (domestik/US$)

Yi = GDP riil perkapita Indonesia (US$) β0 = Intersep

βn = Slope (n = 1,2,....dst)

= Error

3.4 Definisi Operasional

1. Volume ekspor merupakan total volume ekspor nenas di pasar internasional setiap tahunnya dan dinyatakan dalam satuan Kilogram. 2. GDP riil perkapita negara tujuan ekspor merupakan total pendapatan riil

(59)

3. Populasi negara tujuan adalah total penduduk yang tinggal dan menjadi warga negara di negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam Jiwa.

4. Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor nenas dihitung berdasarkan jarak antaribukota Indonesia dengan negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam Kilometer. Jarak ekonomi diperoleh dari pembagian jarak geografis dengan share GDP Indonesia terhadap GDP masing-masing negara tujuan setiap tahun.

5. Nilai tukar riil mata uang negara tujuan terhadap Dollar adalah nilai tukar nominal mata uang domestik negara tujuan terhadap US$ dikali IHK Amerika Serikat dibagi IHK domestik.

(60)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Kondisi Pasar Ekspor Nenas Internasional

Permintaan pasar internasional terhadap komoditi nenas semakin meningkat dari waktu ke waktu, tercermin dari nilai ekspor nenas dunia yang semakin meningkat. Perkembangan nilai ekspor nenas dunia hingga tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut.

Sumber : UN Comtrade 2011

Gambar 4.1 Nilai Ekspor Nenas Dunia Periode 2002–2008

Berdasarkan gambar 4.1 di atas terlihat bahwa trend nilai perdagangan nenas dunia terus meningkat. Aliran perdagangan nenas dunia terjadi akibat adanya interaksi antara permintaan dan penawaran dari berbagai negara yang bertindak sebagai eksportir atau importir. Pada tahun 2008, negara dengan nilai ekspor terbesar di pasar internasional adalah Kostarika, dengan nilai ekspor mencapai 574,92 juta US$ dengan pangsa terhadap total nilai ekspor nenas dunia

0

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

(61)

sebesar 37,81 persen diikuti Belgia dan Belanda dengan pangsa terhadap total nilai ekspor nenas dunia masing-masing sebesar 15,99 persen dan 13,72 persen. Beberapa negara dengan nilai ekspor nenas terbesar tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Sepuluh Negara dengan Nilai Ekspor Nenas Terbesar Tahun 2008 No. Negara Nilai Ekspor

(US$)

Volume Ekspor

(Kg) Share (%)

1 Kostarika 574.921.111 1.458.975.193 37.81

2 Belgia 243.102.034 237.268.010 15.99

3 Belanda 208.592.613 198.752.573 13.72

4 Amerika Serikat 93.405.410 101.279.240 6.14

5 Filipina 61.652.975 291.865.062 4.05

6 Uni Eropa 57.173.333 45.876.636 3.76

7 Jerman 37.686.000 30.647.600 2.48

8 Ekuador 36.589.729 90.022.178 2.41

9 Panama 36.503.496 55.737.403 2.40

10 Pantai Gading 28.882.194 69.200.511 1.90

55 Indonesia 104.482 215.053 0.007

Sumber : UN Comtrade 2011 (diolah)

Berdasarkan tabel di atas, dari sepuluh negara dengan nilai ekspor paling besar tahun 2008, empat diantaranya merupakan negara di benua Amerika dan empat lainnya dari benua Eropa. Filipina menjadi negara pengekspor nenas terbesar dari Asia Tenggara saat ini dengan pangsa pasar 4,05 persen, sementara Indonesia berada pada posisi ke 55 sebagai negara pengekspor nenas berdasarkan nilai ekspor dengan pangsa pasar hanya 0,007 persen.

(62)

Beberapa negara dengan nilai impor nenas terbesar pada tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Sepuluh Negara dengan Nilai Impor Nenas Terbesar Tahun 2008 No. Negara Nilai Impor

(US$)

Volume Impor

(Kg) Share (%)

1 Uni Eropa 876.630.947 921.249.730 37.77

2 Amerika Serikat 531.854.092 484.154.893 22.91

3 Belgia 296.772.875 312.212.748 12.79

Sumber : UN Comtrade 2011 (diolah)

Berdasarkan tabel 4.2, Uni Eropa merupakan negara dengan nilai impor yang paling tinggi dengan persentase terhadap total nilai impor nenas dunia sebesar 37,77 persen. Jepang menjadi salah satu negara di Asia dengan nilai impor nenas terbesar dengan persentase terhadap total nilai impor dunia sebesar 4,28 persen. Hingga saat ini Jepang merupakan mitra perdagangan yang sangat penting bagi Indonesia untuk komoditi nenas dan komoditi lainnya.

(63)

Hambatan yang dimiliki Indonesia saat ini untuk memasuki pasar Eropa berupa hambatan Non-Tarif (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Deptan 2010)2 yang antara lain :

 Standar pemasaran untuk kualitas dan pelabelan buah-buahan dan

sayur-sayuran ditetapkan dalam peraturan dasar European Countries (EC) 2200/96 (tanggal 28 Oktober 1996), dalam kerangka Common Agricultural Policy

(CAP). Berbagai produk yang tidak sesuai dengan standar tersebut dilarang masuk pasar.

 Berdasarkan peraturan EC 1148/2001 bahwa seluruh pengiriman impor buah

dan sayuran segar dari berbagai negara di luar Uni Eropa dan yang terkait dengan standar pemasaran negara- negara Uni Eropa harus meminta Sertifikat Pemenuhan yang resmi sebelum pengiriman tersebut diizinkan untuk memasuki pasar Uni Eropa.

 Impor buah dan sayuran segar ke Uni Eropa harus sesuai dengan

perundang-undangan untuk Maximum Residue Limits (MRLs) akan sejumlah besar pestisida. Batas maksimal untuk residu pestisida di dalam dan pada berbagai produk yang berasal dari perkebunan, termasuk buah dan sayuran. Ditetapkan dalam instruksi 90/642/EEC.

 Peraturan phytosanitary dan perlindungan perkebunan yang ditetapkan dalam

peraturan EC 2002/89. Sertifikat phytosanitary merupakan sebuah dokumen resmi yang menjamin bahwa produk yang diuraikan di dalamnya telah diperiksa sesuai dengan prosedur yang ditentukan, dianggap bebas dari hama

2

(64)

karantina dan memenuhi peraturan terkini dari negara pengimpor. Jika impor buah dan sayuran segar tidak memenuhi persyaratan, pengiriman tersebut tidak dapat memasuki pasar Uni Eropa.

Perdagangan nenas dunia tentu tidak terlepas dari harga. Perbedaan harga komoditi di setiap negara menjadi salah satu penyebab dilakukannya ekspor atau impor. Perbandingan harga nenas Indonesia dan beberapa negara pesaing dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Harga Produsen Beberapa Negara Penghasil Nenas Tahun 2008

No. Negara Harga (US$/Ton)

1. Kostarika 630,6

2. Malaysia 284,2

3. Indonesia 221,7

4. Brazil 213,9

5. Thailand 125,2

6. Filipina 117,4

Sumber : FAOSTAT 2011

(65)

4.1.1 Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Singapura

Singapura selain menjadi negara pengimpor nenas juga menjadi negara pengekspor nenas walaupun jumlahnya lebih sedikit dari ekspornya. Pada tahun 2008 total volume impor nenas Singapura sebanyak 16.595,42 ton dengan nilai mencapai US$ 4.767.035. Impor nenas tersebut terutama berasal dari negara Malaysia, Thailand, Filipina dan Indonesia. Nilai impor nenas dari Indonesia tahun 2008 adalah sebesar US$ 15.272. Buah-buahan lain yang diimpor dari Indonesia antara lain alpukat, jambu, mangga, manggis, anggur, dan melon. Singapura memiliki regulasi yang ketat mengenai produk impor. Menurut Agry

Food and Veterinary Authority of Singapore (AVA) untuk setiap produk pertanian impor di Singapura antara lain harus memiliki izin dan lisensi dalam bentuk dokumen dari pihak yang terkait, harus lolos uji residu pestisida dan bahan kimia sesuai standar FAO/WHO, memenuhi standar kebersihan yaitu tidak mengandung organisme apapun, dan kemasan harus mencantumkan nama produsen, alamat lengkap produsen, deskripsi produk yang ada di dalam kemasan, dan informasi lain yang diperlukan. Biaya yang dikenakan pada sayur dan buah impor adalah S$3 perconsignment3.

4.1.2 Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Jepang

Jepang adalah salah satu negara pengimpor nenas terbesar di dunia. Pada tahun 2009 total volume impor nenas Jepang sebanyak 144.475,3 ton dengan nilai mencapai US$ 99.455.116. Impor nenas tersebut terutama berasal dari negara

3

(66)

Filipina, Taiwan, Thailand dan Sri Lanka. Selain nenas, buah-buahan yang diimpor antara lain anggur, jambu, mangga, manggis, melon dan alpukat.

Menurut Departemen Perdagangan (2011), Indonesia mendapat fasilitas Bea Masuk nol persen untuk nanas segar dengan kuota 100 ton pada 2008 dan naik 50 ton setiap tahun hingga tahun 2012 berdasarkan hasil kesepakatan

Indonesia Japan-Economic Partnership Agreement (IJ-EPA) yang mulai berlaku 1 Juli 2008. Namun hingga saat ini belum ada perusahaan yang meminta kuota ekspor tersebut, salah satu penyebabnya adalah adanya persyaratan teknis yang dianggap sulit dipenuhi. Jepang memiliki regulasi yang sangat ketat mengenai produk impor. Peraturan produk impor di Jepang dikeluarkan oleh Japan External Trade Organization (JETRO) yang antara lain menyebutkan bahwa untuk setiap produk pertanian impor diberlakukan karantina untuk mencegah adanya penyebaran hama dan serangga dan dilakukan uji terhadap adanya residu bahan kimia pada produk.

4.1.3 Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Uni Emirat Arab

(67)

satu buah yang diimpor dari Indonesia selain anggur dan melon. Pada tahun 2008 total volume impor nenas Uni Emirat Arab sebanyak 10.683.241 ton dengan nilai mencapai US$ 3.791.288. Impor nenas tersebut terutama berasal dari Filipina, Malaysia, Afrika Selatan, Sri Lanka dan Ghana. Uni Emirat Arab memiliki regulasi yang cukup ketat mengenai produk impor. Beberapa syarat umum dan standar impor produk makanan dan pertanian ke Uni Emirat Arab menurut Public Health Department of Dubai Municipality antara lain harus memenuhi standar ISO atau GCC, harus memiliki sertifikat kesehatan, sertifikat halal, sertifikat

phytosanitary, labelling yang memuat informasi yang lengkap mengenai produk, dan sebagainya.

4.1.4 Kondisi Pasar Ekspor Nenas di Amerika Serikat

Gambar

Tabel 1. 1
Tabel 1.4 Nilai Konsumsi Perkapita Beberapa Buah-Buahan di Indonesia
Tabel 1.5  Nilai Ekspor Beberapa Buah-Buahan di Indonesia Periode 2004 –
Gambar 1.1 Pangsa Negara Pengimpor Nenas dari Indonesia Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadi berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan ciri-ciri kemandirian anak usia dini adalah seorang anak yang memiliki rasa tanggung jawab dan kepercayaan

atau bagian-bagian cembung ( buledan ) yang menggunakan motif tumbuhan dan hewan yang distilasi dengan bentuk sulur-suluran atau lunglungan. Terdapat bentuk

Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari menyebarkan kuisioner kepada konsumen yang telah melihat tayangan iklan Yamaha Jupiter MX

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga BI, Jumlah uang yang beredar, berpengaruh terhadap inflasi sedangkan pengeluaran pemerintah dan kurs tidak

Semakin tidak wajar opini audit yang diberikan menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan dari Pemda tersebut kurang baik yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja dari

Peruntukan yang digunakan bagi membuat perolehan peralatan dan bahan menggunakan peruntukan yang diberikan oleh kerajaan. Sijil Pelepasan GST mestilah ditandatangani oleh

Belum ditemukannya data yang spesifik di Indonesia mengenai perbedaan pengetahuan, sikap, dan perilaku, antara pria dan wanita usia remaja, dalam hal ini siswa-siswi sekolah

Bibit tanaman C3 yang menerima intensitas cahaya tinggi dan kelebih- an nitrogen akan mengalami ganggu- an pertumbuhan dan perkembangan, akan tetapi perkembangan dan