• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Koping Pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9 Depok Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Koping Pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9 Depok Tahun 2013"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:

FIDINIA HASTUTI

109104000041

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Fidinia Hastuti

Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 April 1992

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Cipayung Jaya RT.01/RW.01 No. 40, Cipayung, Depok

Telepon : 08561125519

E-mail : pidiepoo26@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1. SDN Cipayung 01 (1997-2003)

2. SMPN 9 Depok (2003-2006)

3. SMAN 1 Depok (2006-2009)

4. S1 Keperawatan (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) (2009-2013)

Pengalaman Organisasi

1. PMR sebagai Anggota (2003 – 2005)

2. Teater Langit sebagai sekretaris I (2007 – 2008)

(7)

vii

Kesehatan Tulang Jangka Panjang” Tahun 2009

2. Seminar Dokter Muslim “Smooking Cessation For Better Generation Without Tobacco”Tahun 2010

3. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010

4. Pelatihan Nursing Camp “Memaksimalkan Peran Organisasi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2011

5. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012

(8)

viii PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Oktober 2013

Fidinia Hastuti, NIM: 109104000041

Strategi Koping Pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9 Depok Tahun 2013

xx + 65 halaman + 11 tabel + 2 bagan + 6 lampiran ABSTRAK

Koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres agar tidak timbul respon yang maladaptif, seperti kemarahan yang berlebihan, perilaku agresif, depresi, bahkan bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi koping yang digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Jumlah sampel sebanyak 46 siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 menggunakan instrumen A-COPE yang dikembangkan oleh Patterson & McCubbin (1987) berisi 54 pernyataan yang biasa dilakukan remaja saat menghadapi masalah. Validitas dan reliabilitas kuesioner ditunjukkan dengan nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0,808. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan problem focused coping sebesar 58,7% dan emotion focused coping sebesar 41,3 %. Remaja usia 13 dan 14 tahun dan memiliki orang tua yang utuh lebih banyak menggunakan problem focused coping, sedangkan remaja usia 15 tahun dan memiliki orang tua yang bercerai lebih banyak menggunakan emotion focused coping. Berdasarkan jenis kelamin, remaja laki-laki dan perempuan lebih banyak menggunakan problem focused coping. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penanganan yang tepat pada remaja dengan perilaku agresif. Sekolah dapat melakukan upaya untuk mengurangi perilaku agresif dengan melakukan bimbingan konseling secara berkala pada siswa yang berperilaku agresif, serta menanamkan cara penyelesaian masalah yang konstruktif dan menyalurkan emosi secara konstruktif dengan kegiatan yang positif.

(9)

ix JAKARTA

Undergraduate Thesis, October 2013 Fidinia Hastuti, NIM: 109104000041

Coping Strategy of Student with Aggressive Behaviour in SMP Negeri 9 Depok Year 2013

xx + 65 pages + 11 tables + 2 charts + 6 attachments ABSTRACT

Coping is an effort to coped with stress to prevent maladaptive responses, such as excessive anger, aggressive behavior, depression, and suicide. This study was conducted to determine the coping strategies used by students who aggressive behavior at SMPN 9 Depok. Type of research is descriptive quantitative approach, total sample method among 46 students. The research was conducted in July 2013 using A-COPE instruments developed by Patterson & McCubbin (1987) contains 54 statements to measure teenager’s coping strategy when faced problems. Internal consistency tested by Cronbach alpha value (α) was 0,808. The results showed that teenagers who used problem focused coping was 58,7 % and emotion focused coping was 41,3 %. Teenagers between 13 – 14 years old who have completed parents more likely to use problem focused coping, while 15 year old who have divorced parents more likely to use emotion focused coping. Based on gender, boys and girls more likely to use problem focused coping. The results could be used as a reference for proper treatment in adolescents with aggressive behavior. Schools can make an effort to reduce aggressive behavior by conducting periodic counseling to students who behave aggressively, as well instill a constructive way of solving problems and channeling emotions constructively with positive activities.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap

waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Koping Pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9

Depok Tahun 2013”.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(11)

xi

4. Ibu Maulina Handayani, S. Kp, M. Sc selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan banyak sekali memberikan masukan dan bimbingan pada peneliti. 5. Ibu Irma Nurbaeti, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat selaku pembimbing kedua yang

telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah serta staf akademik Bapak Azib Rosyidi, S.Psi dan Ibu Syamsiyah yang telah banyak membantu.

7. Kepala sekolah dan guru BK SMP Ganesa Satria Depok dan SMP Negeri 9 Depok yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.

8. Orang tua penulis tercinta yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun non materiil.

9. Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi, memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan membantu saya dalam melaksanakan tugas.

(12)

xii

Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ciputat, Oktober 2013

(13)
(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR BAGAN ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Pertanyaan Penelitian ... 9

D. Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan Umum ... 9

2. Tujuan Khusus ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

1. Bagi Profesi Keperawatan ... 10

(15)

xv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Remaja ... 12

1. Definisi Remaja ... 12

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 13

3. Tahap Perkembangan Remaja ... 14

B. Konsep Perilaku Agresif ... 19

1. Definisi Perilaku Agresif... 19

2. Rentang Respon Marah ... 20

3. Bentuk Perilaku Agresif ... 20

4. Penyebab Perilaku Agresif ... 22

C. Konsep Koping ... 26

1. Definisi Koping ... 26

2. Mekanisme Koping pada Stres... 27

3. Hasil Koping (Coping Outcome) ... 29

4. Penilaian Koping ... 30

D. Penelitian Terkait ... 31

E. Kerangka Teori... 35

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 36

A. Kerangka Konsep ... 36

B. Definisi Operasional... 37

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 39

(16)

xvi

B. Lokasi Penelitian ... 39

C. Waktu Penelitian ... 39

D. Populasi dan Sampel ... 40

E. Teknik Pengambilan Sampel... 41

F. Instrumen Penelitian... 41

G. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43

H. Tahapan Pengambilan Data ... 45

I. Teknik Analisis Data ... 46

J. Etika Penelitian yang Digunakan ... 48

BAB V HASIL PENELITIAN ... 50

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 50

B. Karakteristik Responden ... 50

1. Umur ... 51

2. Jenis Kelamin ... 51

3. Status Orang Tua ... 52

C. Strategi Koping ... 52

D. Strategi Koping Berdasarkan Karakteristik Responden ... 53

1. Strategi Koping Berdasarkan Umur ... 53

2. Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin... 54

3. Strategi Koping Berdasarkan Status Orang Tua ... 54

BAB VI PEMBAHASAN ... 55

A. Gambaran Karakteristik Responden di SMPN 9 Depok ... 55

(17)

xvii

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 64

1. Bagi Sekolah (SMPN 9 Depok) ... 64

2. Bagi institusi dan perawat ... 64

3. Bagi peneliti lain ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ... 37

Tabel 4.1 Blue Print Skala Strategi Koping ... 42

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 51

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Orang Tua ... 51

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Strategi Koping ... 52

Tabel 5.5 Strategi Koping Berdasarkan Umur ... 53

Tabel 5.6 Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

(19)

xix

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden 2. Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

3. Lampiran 3 Hasil Uji Validitas 4. Lampiran 4 Hasil Penelitian

(21)

1

A. Latar Belakang

Remaja adalah periode perkembangan di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 11 sampai 20 tahun. Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu: masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun), masa remaja akhir (usia 18 sampai 20 tahun). Remaja berusaha untuk mencari identitas diri agar tidak terjadi kebingungan identitas pada saat dewasa. Beberapa perubahan pada fisik dan maturasi seksual (pubertas) yang terjadi pada masa remaja sejalan dengan perubahan pada konsep diri, yang mengakibatkan remaja menjadi lebih sensitif (Potter & Perry, 2005; Wong, 2008; Stuart & Laraia, 2005). Suasana hati remaja cenderung berubah-ubah (emosi labil), terutama pada remaja awal fluktuasi emosi berlangsung lebih sering, sehingga frekuensi stres meningkat dalam menghadapi situasi dan konflik sehari-hari. Masa remaja sering dinyatakan sebagai masa “badai dan stres” (Santrock, 2007).

(22)

2

teman sebayanya. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib, partner, dan saingan, oleh karena itu mereka mulai menyesuaikan diri dengan standar kelompok, seperti cara berpakaian, jenis musik, minat olahraga sehingga teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku (Nasir, 2011).

Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan sebagai mekanisme koping terhadap perubahan simultan tersebut dan usaha untuk membentuk perasaan identitas yang matur (Potter & Perry, 2005). Salah satu strategi adaptasi yang penting dimiliki adalah kemampuan meregulasi dan mengontrol emosi dan perilaku. Kontrol diri yang rendah dapat berubah menjadi masalah-masalah perilaku. Dalam sebuah studi yang dinyatakan Block & Block (1980) dalam Santrock (2007), kontrol diri yang rendah pada anak-anak berkaitan dengan agresi yang lebih besar, kecenderungan mengolok-olok orang lain, reaksi berlebihan terhadap frustasi, rendahnya kooperasi, dan ketidakmampuan menunda kepuasan. Ditambah lagi, apabila remaja berkelompok dengan teman sebaya yang berperilaku agresif, besar kemungkinan remaja tersebut akan berperilaku agresif juga.

(23)

Perilaku agresif merupakan hasil kemarahan yang tinggi yang ditunjukkan dengan perilaku destruktif tapi terkontrol (Surbakti, 2008). Bentuk dari perilaku agresif di kalangan remaja meliputi perilaku agresi pasif (membolos sekolah, menentang aturan-aturan disiplin keluarga, kabur dari rumah, mencuri kecil-kecilan di toko) sampai perilaku agresi aktif dan kejahatan (vandalisme/merusak tanpa alasan, membakar rumah dengan sengaja, dan penyerangan secara fisik) (Rasalwati, 2010).

Fenomena tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresif yang sering terjadi pada remaja. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama Januari sampai September 2012 kasus tawuran yang terjadi di wilayah Jabodetabek sebanyak 103 kasus. Terdapat 48 pelajar mengalami luka ringan, 39 pelajar luka berat dan 17 pelajar meninggal dunia. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu terdapat 12 pelajar yang meninggal dunia. Sedangkan tingkat pendidikan pelaku tawuran terdiri dari, SD 2 kasus, SMP 19 kasus dan tingkat SMU/SMK 28 kasus. Sementara data dari Komnas Perlindungan Anak, tercatat pada tahun 2011, terdapat 339 kasus tawuran pelajar yang menyebabkan 82 pelajar meninggal dunia dan pada tahun 2012 jumlah tawuran pelajar memperlihatkan kenaikan, hingga bulan Juni tercatat terdapat 139 kasus tawuran pelajar di wilayah Jakarta (Zulkarnaen, 2012).

(24)

4

terdiri dari 6 kasus kekerasan, 5 kasus pengeroyokan, dan satu kasus penembakan senjata api rakitan terhadap masyarakat yang menyebabkan korban. Setidaknya ada lima geng motor di wilayah Jawa Barat, yaitu XTC (Exalt to Coitus), BRIGEZ (Brigade Seven), M2R (MoonRaker), GBR (Grab on the Road), dan Semut Merah (Masunah, 2011). Sementara itu, Lembaga Pengawas Kepolisian Indonesia (IPW) mencatat ada tiga perilaku buruk geng motor yaitu balapan liar, pengeroyokan dan judi berbentuk taruhan. Judi taruhan tersebut berkisar Rp 5-25 juta per sekali balapan liar. IPW juga mencatat aksi brutal yang dilakukan geng motor di Jakarta telah mengakibatkan sekitar 60 orang meninggal dunia setiap tahunnya. Mereka menjadi korban aksi balap liar, perkelahian, maupun korban penyerangan geng motor (Masunah, 2011).

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dampak negatif dari agresivitas remaja adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Remaja mengganggap bahwa perilaku agresif adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia. Hal ini juga dapat menyebabkan prestasi sekolah menurun dan cenderung mendapat catatan buruk di sekolah (http://www.kpai.go.id pada tanggal 10 Oktober 2012).

(25)

kepribadian dan perbedaan jenis kelamin), faktor kebudayaan (lingkungan geografis, nilai dan norma dalam masyarakat), faktor situasional, faktor sumber daya, dan faktor media massa. Stres remaja meningkat terutama

pada saat menghadapi konflik. Menurut Nasir (2011), stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut. Reaksi psikologis dari stres bisa dilihat dari tanda-tanda seperti tidak mau santai pada saat yang tepat, merasa tegang, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, cepat marah atau mudah tersinggung, ingatan melemah, tidak mampu konsentrasi, daya kemauan berkurang, emosi tidak terkendali, dan reaksi berlebihan terhadap hal-hal kecil.

Menurut Wong (2008), stressor pada masa remaja antara lain, citra tubuh, tekanan dari sekolah, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan saudara kandung, hubungan dengan teman sebaya, dan sebagainya. Begitu banyaknya stressor pada remaja dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya perilaku-perilaku menyimpang, seperti perilaku agresif. Ketidakmampuan remaja dalam mengantisipasi konflik dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan yang akan mengarah pada frustasi yang kerap menjadi penyebab agresi (Nasir, 2011).

(26)

6

tinggi stres, maka semakin tinggi perilaku agresif; sebaliknya, semakin rendah stres, maka semakin rendah pula perilaku agresif. Sumbangan efektif penelitian sebesar 2%, berarti ada 98% faktor lain yang menyebabkan perilaku agresif (Ridhwan, 2006). Sedangkan, penelitian lain yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Teknik Sipil UMM pada tahun 2002, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dengan agresivitas pada remaja (Yusnelly, 2006).

Banyaknya area stres pada remaja tersebut memicu suatu usaha untuk mengatasinya yang disebut koping. Menurut Stuart (2007), koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri. Strategi koping terbagi menjadi problem-focused coping dan emotion-focused coping. Kedua strateggi koping ini dapat memunculkan respon yang berbeda. Apabila strategi koping yang digunakan efektif, yaitu koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya, maka respon yang akan muncul adaptif yaitu perilaku asertif. Sebaliknya jika koping yang digunakan tidak efektif, maka respon yang akan muncul maladaptif, seperti kemarahan yang berlebihan, perilaku agresif, depresi, bahkan bunuh diri (Nasir, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan

(27)

teman sebaya. Kontribusi koping stress dan persepsi pola asuh otoriter

terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 15,6% (Anggaraningtyas

dkk, 2013). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan pada 40 remaja SMA

di Yogyakarta menunjukkan bahwa program manajemen amarah memiliki efek signifikan dalam perubahan agresi remaja (Siddiqah, 2010).

Jika dilihat dari jenjang pendidikannya, remaja awal (usia 11-14 tahun) berada di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Santrock (2007), transisi memasuki SMP dari SD dapat menimbulkan stres karena transisi ini terjadi secara simultan dengan banyak perubahan lain, baik di dalam diri individu, di dalam keluarga, dan di dalam sekolah. Ketika para siswa melalui transisi dari SD menuju SMP, mereka mengalami top-dog phenomenon, kondisi perubahan dari siswa yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di SD, menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di SMP. Sebuah studi menjelaskan bahwa di kelas tujuh para siswa kurang puas dengan sekolah, kurang memiliki komitmen terhadap sekolah, dan kurang menyukai guru-gurunya (Hirsch & Rapkin, 1987 dalam Santrock, 2007). Kurangnya minat siswa pada sekolah dapat menurunkan motivasi siswa untuk sekolah. Oleh karena itu, angka kejadian membolos sekolah dan melawan terhadap aturan-aturan sekolah (perilaku agresif) dapat meningkat.

(28)

8

untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang proses perkembangan remaja dan teknik manajemen terhadap stres (koping) remaja, tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada guru-guru dalam rangka pencegahan perilaku agresif di lingkungan sekolah.

Berdasarkan latar belakang di atas dan belum adanya penelitian yang berkaitan, maka penulis tertarik untuk melakukan studi penelitian mengenai strategi koping yang cenderung digunakan pada remaja dengan perilaku agresif di Sekolah Menengah Pertama dengan mengangkat judul “Strategi Koping pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9 Depok”.

B. Perumusan Masalah

Perilaku agresif pada remaja semakin meningkat, seperti fenomena tawuran dan geng motor. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian, dan nilai-nilai hidup orang lain. Remaja menganggap bahwa perilaku agresif adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka. Proses pembelajaran siswa juga dapat terganggu dikarenakan banyakanya catatan pelanggaran dan menurunnya motivasi belajar.

(29)

perusakan prasarana sekolah. Insiden tersebut tercatat dalam satu tahun terakhir. Hal tersebut rata-rata dipicu oleh kurangnya motivasi siswa karena kurang bisa mengikuti proses belajar di sekolah. Latar-belakang keluarga juga menjadi salah satu penyebab timbulnya pelangggaran-pelanggaran di sekolah, seperti perceraian orang-tua, masalah ekonomi, dan lain-lain.

Penelitian mengenai strategi koping yang cenderung digunakan oleh remaja dengan perilaku agresif belum ada padahal hal ini dapat dijadikan sebagai dasar menentukan intervensi yang tepat bagi remaja dengan perilaku agresif. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi koping siswa dengan perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, kelas, status orang tua, dan dukungan sosial) di SMP Negeri 9 Depok?

2. Bagaimana gambaran strategi koping yang digunakan siswa dengan perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok?

3. Bagaimana gambaran strategi koping berdasarkan karakteristik responden?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

(30)

10

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik responden (jenis kelamin, usia, kelas, status orang tua, dan dukungan sosial) di SMP Negeri 9 Depok. b. Mengetahui gambaran strategi koping yang digunakan siswa dengan

perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok

c. Mengetahui gambaran strategi koping berdasarkan karakteristik responden

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu keperawatan terkait proses perkembangan remaja yang berhubungan dengan perilaku agresif.

2. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam upaya strategi promosi kesehatan yang tepat kepada siswa-siswi di sekolah yang memiliki perilaku agresif.

3. Bagi Sekolah

(31)

memecahkan masalah, mengatasi amarah, kontrol diri, memahami perasaannya, kemampuan sosial, kemampuan berkomunikasi, dan upaya yang harus dilakukan agar sukses dalam sekolah. Upaya pencegahan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan, misalnya melakukan konsultasi dengan orang tua maupun murid yang memiliki kecenderungan perilaku agresif secara berkala.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya terkait dengan strategi koping pada siswa dengan perilaku agresif.

F. Ruang Lingkup Penelitian

(32)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Remaja

1. Definisi Remaja

Remaja adalah periode perkembangan di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun (Perry & Potter, 2005). Menurut Soetjiningsih (2004), masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda.

Masa remaja, yang secara literatur berarti “tumbuh hingga mencapai kematangan”, secara umum berarti proses fisiologis, sosial, dan

kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas, Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu: masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun), masa remaja akhir (usia 18 sampai 20 tahun). Masa remaja cenderung mulai dan berakhir lebih awal pada remaja putri daripada remaja putra (Wong, 2008).

(33)

sampai 20 tahun, yang meliputi proses fisiologis, sosial, dan kematangan baik psikologis maupun seksual (pubertas).

2. Tugas Perkembangan Remaja

Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Tugas perkembangan yang muncul pada masa remaja tersebut akan memicu pertahanan diri seseorang, yang akan menstimulasi kemampuan beradaptasi yang baru untuk mengkopingnya atau akan mengarahkan kepada regresi dan respon koping yang maladaptif.

Menurut Havighurst (1972) dalam Stuart & Laraia (2005), tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan yang baru dan lebih matur baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis;

b. Mencapai peran sosial maskulin atau feminine;

c. Menerima bentuk fisik dan menggunakan tubuh secara efektif; d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan dewasa lain; e. Mempersiapkan untuk pernikahan dan kehidupan berkeluarga; f. Mempersiapkan karir;

(34)

14

3. Tahap Perkembangan Remaja

Pada masa remaja, seorang individu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya, seperti perkembangan biologis, perkembangan psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan moral, perkembangan spiritual, dan perkembangan sosial. Beberapa teori yang dirangkum dari Stuart & Laraia (2005), Potter (2005), dan Wong (2008) menggambarkan perkembangan masa remaja sebagai berikut.

a. Perkembangan Biologis

Rangkaian perubahan biologis yang terjadi pada masa adolesens disebut pubertas. Pubertas meliputi kumpulan peristiwa biologis yang menghasilkan perubahan di seluruh tubuh. Perubahan fisik pada pubertas yang paling utama merupakan hasil dari aktivitas hormon yang diatur oleh system saraf pusat, sehingga perubahan tersebut jatuh ke dalam 2 kategori yaitu: perkembangan hormonal dan perkembangan otak (Potter, 2005).

Pada perkembangan hormonal terjadi peningkatan produksi hormon sehingga mengakibatkan perkembangan pada kemampuan reproduksi dan karakteristik seks sekunder lainnya. Perubahan fisik termasuk pertumbuhan rambut pubis, pembesaran payudara, dan menarche pada wanita. Sedangkan pada laki-laki terjadi perkembangan genitalia, pertumbuhan rambut pubis, perubahan suara, dan munculnya rambut di wajah (Stuart & Laraia, 2005).

(35)

bertambah. Pertumbuhan selubung myelin di sekitar sel saraf akson berlanjut sampai dengan remaja, yang memungkinkan proses persarafan lebih cepat. Selain itu, interkoneksi antara neuron yang berdekatan menurun, sehingga kemungkinan hubungan saraf yang berlebihan atau tidak tepat juga hilang (Stuart & Laraia, 2005).

Menurut Stuart & Laraia (2005), perubahan biologis dapat mengganggu keseimbangan antara ego dan id, dan perlu di atasi dengan solusi baru. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja berdampak pada perubahan psikologis terutama emosi seperti, tidak percaya diri, malu, marah, tidak sabar, malas, gelisah, serta perubahan keinginan. Perubahan emosi pada remaja pria lebih sering pada remaja putri.

b. Perkembangan Psikososial

Menurut Erikson (1963) dalam Stuart & Laraia (2005), masa remaja digambarkan sebagai usaha untuk membangun suatu identitas dalam lingkungan sosial. Pencarian tersebut merupakan krisis masa remaja yang normal dan disebut sebagai tahap identitas vs kebingungan identitas. Remaja perlu menemukan identitas mereka

sebelum masa dewasa awal agar tidak terjadi kebingungan identitas. Pencarian identitas pada masa remaja meliputi:

1) Identitas kelompok

(36)

16

saat berkelompok, remaja merasa memiliki status dan eksistensi. Menurut Wong (2008), remaja akan berpakaian dan merias wajahnya seperti teman-teman sekelompoknya. Mereka akan mengikuti gaya sesuai dengan minat mereka dan akan mangambil paling tidak satu orang untuk dijadikan role model bagi mereka. Menjadi individu yang berbeda akan membuat mereka tidak diterima dalam kelompok yang nantinya akan menjadi sebuah stressor bagi individu tersebut.

2) Identitas individual

(37)

Menurut Wong (2008), proses perkembangan identitas pribadi merupakan proses yang memakan waktu dan penuh dengan periode kebingungan, depresi, dan keputusasaan. Identitas yang positif dapat terbentuk apabila remaja dapat menempatkan diri pada tempat yang sesuai. Kebingungan identitas akan terjadi apabila remaja tersebut tidak dapat memformulasikan kepuasan identitas dari berbagai aspirasi, peran, dan identifikasi.

3) Identitas peran seksual

Pada masa remaja, identitas peran seksual menjadi penting. Mereka diharapkan untuk memiliki peran seksual yang matang untuk membangun keintiman di lingkungan teman sebaya. Hubungan dengan lawan jenis juga menjadi fokus utama pada masa remaja (Stuart & Laraia, 2005).

4) Emosionalitas

(38)

18

bertengkar, suka berkelahi, mengganggu ketentraman orang lain dan masyarakat (Wong, 2008).

c. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (1968) dalam Stuart & Laraia (2005), masa remaja sebagai tahap lanjut dari fungsi kognitif di mana kemampuan pertimbangan di luar objek konkret menjadi simbol atau abstraksi, atau biasa disebut formal thought (Peemikiran formal). Saat ini, remaja mampu dalam berpikir secara logis, metafora, dan rasional.

d. Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg dalam Stuart & Laraia (2005), moralitas remaja berada pada tingkatan kedua yaitu Moralitas Konvensional. Pada periode ini remaja dituntut untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan dan harapan kelompok, loyal terhadap norma, dan peraturan yang berlaku dan diyakininya, yang bertujuan untuk memenuhi kepuasan psikologis dari orang lain. Pada masa ini, remaja peka terhadap suatu kejanggalan dan ketidakseimbangan antara kepercayaannya dan kenyataan yang ada di sekitarnya. Perubahan inilah yang mendasari sikap “pemberontak” pada remaja terhadap

peraturan atau orientasi yang selama ini diterimanya.

e. Perkembangan Sosial

(39)

belum mampu menilai dampaknya bagi mereka. Bila kelompok teman sebaya berperilaku positif, maka remaja akan ikut menampilkan perilaku postif. Sebaliknya, bila kelompok teman sebaya berperilaku negatif, maka kemungkinan besar remaja akan menampilkan perilaku yang negatif juga (Potter, 2005).

B. Konsep Perilaku Agresif

1. Definisi Perilaku Agresif

Perilaku agresi merupakan perilaku melukai dan merusak hak milik seseorang, dapat berupa tindakan fisik maupun tingkah laku verbal, mulai dari pikiran, perkataan hingga perbuatan nyata (Bandura, 1973 dalam Luthfi, 2009). Sedangkan menurut Berkowitz (2001) dalam Sarwono dkk (2011), agresi merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja.

(40)

20

2. Rentang Respon Marah

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK

a. Asertif: mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang

lain dan memberikan kelegaan.

b. Frustasi: gagal mencapai tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat menemukan alternative

c. Pasif: merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak

berdaya dan meyerah

d. Agresif: mengekspresikan marah secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman.

e. Amuk/Perilaku Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan. (Stuart & Laraia, 2005)

3. Bentuk Perilaku Agresif

Bentuk-bentuk agresi yang dirangkum dari pembagian agresi Geen (1998), Olweus (2003), serta Sullivan (2000) membagi agresi ke dalam dua bentuk besar, yaitu:

(41)

1) Fisik yaitu memukul, menendang, mendorong, menjambak, menonjok, mencubit, menjegal/menyengkat, meludahi, mengunci seseorang, menggigil, merusak/mengambil paksa barang orang lain.

2) Verbal seperti meledek, menghina dengan perkataan, mengancam dengan perkataan, ancaman kekerasan, pemberian nama ejekan, menghina/mengganggu dengan sengaja, mengkritik penampilan di depan orang.

b. Agresi tidak langsung (indirect aggression) yaitu agresivitas yang dilakukan dengan samar-samar tanpa diketahui oleh korban agresi atau orang lain.

1) Merusak reputasi/status sosial: menyebarkan gossip tidak benar, memfitnah, menulis dan menyebarkan catatan jelek tentang orang lain, membuka dan menyebarkan rahasia orang lain. 2) Merusak atau manipulasi hubungan: mengucilkan, menghasut,

merebut teman/sahabat orang lain, acuh tak acuh, mengancam akan memusuhi atau menjauhi.

3) Non verbal seperti ekspresi wajah yang menghina, contohnya mencibirkan bibir, memandang sinis, tersenyum mengejek. Berdasarkan motifnya, menurut Sears dkk (1991) dalam Luthfi (2009), agresi dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu:

a. Hostile aggression (agresi amarah/emosi)

(42)

22

tersalurkan akhirnya akan terwujud dalam perilaku melukai orang lain. Karakteristik ini menunjukkan bahwa tujuan dari perilaku agresi adalah ekspresi rasa marah atau frustasi yang dialami atau untuk pelampiasan emosi itu sendiri.

b. Instrumental aggression

Yaitu agresi yang ditujukan sebagai alat atau sarana dalam mencapai tujuan yang lain. Agresi yang muncul semata-mata digunakan sebagai media mencapai tujuan tertentu.

4. Penyebab Perilaku Agresif

a. Faktor Internal

1) Neurobiologi

(43)

serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.

2) Genetik

Kelompok ini menganggap bahwa agresi adalah sesuatau yang terdapat dalam biologis seseorang. Terdapat 2 tokoh yang mengembangkan pandangan ini, yaitu: (1) Moyer beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang ada di dalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang beragresivitas rendah. Selain itu, agresi terkait dengan hormon testosteron yang tinggi; (2) Lagerspetz (1979), berdasar pada teori Mendell, bahwa agresi adalah karakter atau sifat yang diturunkan dari orang tua ke anak dan seterusnya. Orang tua yang agresi, maka anaknya akan agresi pula (Luthfi, 2009).

3) Frustasi

(44)

24

di mana seseorang merasa jalan yang akan ditempuh untuk meraih tujuan dihambat, dapat menyebabkan individu yang impulsif, mudah frustasi, dan rentan terhadap perilaku agresif (Nasir, 2011).

4) Stres

Menurut Luthfi (2009), stres menunjuk kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal seperti kondisi emosional, pengaruh hormon, dan lain-lain yang bersifat faali, maupun lingkungan eksternal seperti perubahan sosial dan memburuknya kondisi perekonomian. Hal-hal tersebut dapat memberikan andil bagi meningkatnya kriminalitas, termasuk didalamnya tindak kekerasan atau agresi, yang menuntut penyesuaian atas organisme.

5) Kepribadian/personality

(45)

b. Faktor Eksternal

1) Provokasi

Provokasi adalah perkataan atau tindakan yang dianggap menghina atau mengancam keselamatan individu yang melakukan agresi. Provokasi dianggap sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif. Selain itu, berdasarkan penelitian Green (1968), jika seseorang mendapat provokasi (penghinaan) terhadap harga dirinya maka ia akan cenderung bersikap agresif kepada provokator (Luthfi, 2009).

2) Sosial Budaya

(46)

26

dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka (Yosep, 2007)

Budaya dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan marah dengan cara yang asertif.

3) Situasional

Alkohol, kondisi cuaca, dan pergantian musim dapat menimbulkan perilaku agresif. Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alcohol menunjukkan kenaikan agresivitas (Hull dan Bond, dalam Sarwono, 2011). Selain itu, penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi lainnya (Harries K, 1983 dalam Sarwono, 2011).

C. Konsep Koping

1. Definisi Koping

(47)

Nasir (2011), koping merupakan suatu tindakan mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Sedangkan menurut Stuart (2007), mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri.

Koping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun, koping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, koping yang efektif untuk dilakukan adalah koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir, 2011).

2. Strategi Koping Stres

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dalam Nasir (2011), dalam melakukan koping, ada dua strategi yang bisa digunakan.

(48)

28

1) Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan risiko.

2) Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.

3) Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis.

b. Emotion Focused Coping

Emotion focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

1) Self-control: usaha untuk mengatur perasaan ketiika menghadapi situasi yang menekan.

2) Distancing: usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan 3) Positive reappraisal: usaha mencari makna postif dari

permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanaya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religious.

(49)

5) Escape/avoidance: usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain.

3. Hasil Koping (Coping Outcome)

Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dalam Nasir (2011), agar koping efektif, maka strategi koping perlu mengacu pada lima fungsi tugas koping yang disebut coping task, yaitu sebagai berikut.

a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya.

b. Menoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif. c. Mempertahankan gambaran diri yang positif.

d. Mempertahankan keseimbangan emosional.

e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.

Menurut Taylor (1991) dalam Nasir (2011), efektifitas koping bergantung pada keberhasilan pemenuhan coping task. Setelah koping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome merupakan kriteria hasil koping untuk menentukan keberhasilan koping, yaitu sebagai berikut.

(50)

30

menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.

b. Individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stres dan seberapa cepat ia dapat kembali.

c. Efektifitas dalam mengurangi psychological distres, yaitu apabila koping tersebut dapat mengurangi rasa marah, cemas, dan depresi pada individu.

4. Penilaian Koping

Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menilai mekanisme koping pada remaja adalah sebagai berikut.

a. Ways of Coping Checklist, dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1984), adalah skala yang berisi 67 item dengan 4 poin penilaian berdasarkan skala Likert (0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = sering, 3 = selalu). Faktor analisis terbagi menjadi problem-focused coping (misalnya, problem solving dan menyusun rencana tindakan) dan emotion-focused coping (misalnya, mencari dukungan sosial dan avoidance). Koefisien alpha berkisar dari 0,53 sampai 0,69 saat digunakan kepada laki-laki berusia 19-63 tahun (Folkman, dkk, 1992 dalam Rew, 2005).

(51)

skala Likert (1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, 5 = selalu). Koefisien alpha untuk 12 subskala berkisar dari 0,50 sampai 0,75 (McCubbin & Thompson, 1991 dalam Rew, 2005). c. Adolescent Coping Scale (ACS), dikembangkan oleh Frydenberg & Lewis (1993), digunakan untuk remaja antara 12-18 tahun. Terdapat 2 versi, yaitu long form (80 item) dan short form (19 item) (Rew, 2005).

D. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian terkait yang ditemukan menyangkut hubungan stres dan koping dengan perilaku agresif remaja di sekolah adalah sebagai berikut:

1. Ridhwan (2006); Hubungan Antara Stres dan Perilaku Agresif Pada Remaja

Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari siswa-siswi kelas I dan II SMAN 16 Surabaya yang berjumlah 285 orang. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling, Cluster adalah kelas-kelas I dan II yang ada, dan random dilakukan dengan sistem undian. Instrumen yang digunakan adalah skala pengukuran psikologi yang terdiri dari skala stres dan skala perilaku agresif. Analisa data menggunakan teknik korelasi Product Moment.

(52)

32

perilaku agresif. Sedangkan sumbangan efektif penelitian sebesar 2%, berarti ada 98% faktor lain yang menyebabkan perilaku agresif.

2. Yusnelly (2006); Hubungan Antara Stres dengan Agresivitas pada Remaja

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara stres dengan agresivitas pada remaja. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Teknik Sipil UMM angkatan 2002. Data diperoleh dengan menyebarkan skala stres dan skala agresivitas. Uji validitas kedua skala menggunakan product moment dari Karl Pearson dan uji reliabilitas menggunakan teknik alpha, sedangkan analisa data yang digunakan Product Moment. Hasil analisa data dalam penelitian ini menunjukan ada hubungan yang signifikan antara stres dengan agresivitas pada remaja (r = 0,717 dan p = 0,001) serta koefisien korelasi variabel stres dengan agresivitas (r 2 – 0,514).

3. Anggaraningtyas, et al (2013); Hubungan antara Koping Stres dan

Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada

Remaja yang dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa

Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koping

stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku

agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya pada

siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4

(53)

skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi

pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya. Analisis data

menggunakan metode analisis regresi linear berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F = 9,108, p 0,05, dan

nilai R = 0,395. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang

signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan

kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh

konformitas teman sebaya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

nilai F sesudah dimoderasi lebih besar dari nilai F sebelum dimoderasi

(9,108 > 8,411). Ini berarti bahwa konformitas teman sebaya sebagai

variabel moderasi memperkuat hubungan koping stres dan persepsi pola

asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Kontribusi koping

stress, persepsi pola asuh otoriter terhadap kecendrungan perilaku agresi

sebesar 15,6%.

4. Siddiqah (2010); Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja Melalui Pengelolaan Amarah (Anger Management)

(54)

34

(55)

E. Kerangka Teori

Kerangka teori akan disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

Input Proses Output

`

Bagan 2.1 Kerangka teori penelitian

(56)

36 KARAKTERISTIK RESPONDEN

1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Kelas

4. Status Orang Tua

STRATEGI KOPING

1. Problem focused coping 2. Emotion focused coping BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2008). Penelitian ini menggambarkan karakteristik responden dan strategi koping yang digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif, yang terbagi menjadi problem focused coping dan emotion focused coping di SMP Negeri 9 Depok.

(57)

B. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Karakteristik mengatasi stres yang terbagi menjadi problem-focused coping dan emotion-focused coping.

Menghitung skor dari pernyataan tentang focused coping > skor emotion-focused coping, maka cenderung problem-focused coping.

 Jika skor problem-focused coping < skor emotion-focused

(58)

39 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian kuantitatif dengan tujuan untuk mendeskripsi variabel-variabel utama subjek studi misalnya, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status marital, sosial ekonomi, dan lain yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Budiarto, 2004). Pada penelitian ini akan memberikan gambaran strategi koping yang digunakan siswa dengan perilaku agresif.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 Depok pada siswa-siswi kelas 7 dan 8. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan kejadian perilaku agresif siswa meningkat selama setahun terakhir, seperti kejadian membolos siswa, pemalakan, dan perkelahian. Selain itu, beberapa siswa mengatakan kurang bisa mengikuti proses belajar di sekolah dan latar belakang keluarga yang bermasalah sehingga dapat meningkatkan stressor yang mempengaruhi strategi koping yang digunakan.

C. Waktu Penelitian

(59)

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi yang berperilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok yang berjumlah 46 siswa. Pemilihan responden disesuaikan dengan sistem kredit poin pelanggaran siswa dengan kriteria sebagai berikut:

a. Siswa laki-laki dan perempuan

b. Siswa adalah rekomendasi dari guru bimbingan konseling (BK) atau wali kelas

c. Pernah tercatat dalam buku pelanggaran sekolah dengan bentuk pelanggaran, seperti membolos (lebih dari 3 kali), bullying, perkelahian/pemukulan, pemalakan/pengancaman, tawuran dan perusakan sarana dan prasarana sekolah selama 12 bulan terakhir.

2. Sampel

(60)

41

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Dahlan, 2010). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah jumlah populasi siswa dengan perilaku agresif yang berjumlah 46 siswa, yang terdiri dari siswa kelas VII sebanyak 36 siswa dan siswa kelas VIII sebanyak 10 siswa.

F. Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner yang memuat sejumlah pertanyaan berkaitan dengan variabel penelitian berdasarkan tujuan dan kerangka konsep yang telah dibuat. Instrumen pengumpulan data terdiri dari 2 bagian, yaitu:

1. Data personal responden

Identitas siswa meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin, kelas, status perkawinan orang tua, dan status dukungan sosial.

2. Kuesioner strategi koping remaja

(61)

Kuesioner ini pernah digunakan sebelumnya dalam penelitian Astutik (2008) dengan judul “Perbedaan Coping Strategy Remaja Ditinjau dari Peran Gender”. A-COPE memiliki koefisien alpha untuk 12 subskala

berkisar dari 0,50 sampai 0,75 (McCubbin & Thompson, 1991 dalam Rew, 2005). Kuesioner ini dinilai baik untuk pengukuran koping terhadap stres hidup pada tahap perkembangan spesifik remaja (Schwarzer & Schwarzer, 1996).

Pada kuesioner A-COPE terdapat 54 item pernyataan, yang terdiri 12 subskala perilaku koping, kemudian dipilih oleh peneliti menjadi 27 item pernyataan problem-focused coping dan 27 item pernyataan emotion-focused coping. Kuesioner menggunakan skala Likert, yaitu 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, 5 = selalu untuk pernyataan positif. Untuk reverse question (negatif), yaitu 5 = tidak pernah, 4 = jarang, 3 = kadang-kadang, 2 = sering, 1 = selalu untuk pernyataan positif.

Tabel 4.1 Blue Print Skala Strategi Koping

Aspek Nomor item Jumlah

(62)

43

diperoleh pada salah satu dari 2 strategi koping. Apabila skor problem-focused coping > skor emotion-focused coping, maka problem-focused coping. Apabila skor problem-focused coping < skor emotion-focused coping, maka emotion-focused coping. Apabila skor yang diperoleh sama pada kedua jenis koping, maka akan dilakukan analisa lebih lanjut dari frekuensi jawaban selalu yang lebih banyak. Sebagai contoh apabila skor yang diperoleh oleh responden setelah mengisi A-COPE didapatkan skor problem-focused coping adalah 100, sedangkan skor emotion-focused coping adalah 40. Maka strategi koping yang digunakan responden tersebut adalah problem-focused coping.

G. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji validitas

Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2002). Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian validitas kuesioner dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap item pertanyaan dengan skor total tiap kelompok soal dengan menggunakan uji Pearson Product Moment dengan rumus sebagai berikut :

√[ ] [ ]

Keterangan :

(63)

= jumlah skor item = jumlah skor total (item)

= jumlah responden

Hasil penghitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Jika R hitung lebih besar dari table R tabel pada taraf signifikansi 5% maka instrumen yang diujicobakan dinyatakan valid.

Peneliti melakukan uji coba kuesioner pada 23 responden, kemudian hasilnya dianalisa dengan menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan SPSS 17.00 for windows. Dari hasil analisa uji coba kuesioner pertama dengan df=23 dan α=5% sehingga

didapatkan r tabel 0,34 dan menunjukkan bahwa hanya 27 item kuesioner yang memenuhi nilai r hitung > r tabel yang berarti hanya 27 item yang valid dan 27 item tidak valid. Kemudian peneliti melakukan perbaikan kalimat tanpa mengubah maksud pada 27 item yang tidak valid dan dilakukan uji coba kuesioner kembali. Dari hasil analisa uji coba kuesioner kedua didapatkan nilai r hitung > r tabel pada semua item kuesioner yang berarti semua item valid.

2. Reliabilitas

(64)

45

(Notoatmodjo, 2002). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan internal consistency yaitu melakukan uji coba sekali saja. Kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach.

Rumus :

[ ] [ ]

Keterangan :

= Koefisien reliabilitas yang dicari

k = banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir

= Varian total

Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan antara r tabel dengan r hasil (nilai Alpha). Instrumen dikatakan reliabel jika r hasil (nilai Alpha) > r tabel.

Dari hasil uji realibilitas yang telah dilakukan oleh peneliti di SMP Ganesa Satria Depok terhadap 23 responden didapat nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0,808 (> 0,7), maka dapat dinyatakan bahwa kuesioner strategi koping reliabel dan dapat digunakan.

H. Tahapan Pengambilan Data

Tahap-tahap prosedur pengumpulan data antara lain:

(65)

dikeluarkan oleh Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Melakukan studi pendahuluan di SMP Negeri 9 Depok. 3. Melakukan uji coba kuesioner di SMP Ganesa Satria Depok.

4. Pemilihan responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dibantu oleh guru BK SMP Negeri 9 Depok.

5. Pengumpulan data dilakukan di SMP Negeri 9 Depok dengan melibatkan guru BK di sekolah, yang sebelumnya telah diberikan penjelasan mengenai tata cara pengisian kuesioner, kriteria responden, item-item dalam kuesioner, dan cara pengumpulan data. Pengumpulan data dilaksanakan selama 2 hari.

6. Pengumpulan kuesioner penelitian dilakukan pada hari kedua, kemudian dilakukan pengecekan kuesioner untuk selanjutnya dilakukan proses pengolahan dan analisis data.

I. Teknik Analisis Data

1. Pengolahan data

Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry data, dan tabulasi data.

a. Editing

(66)

47

Apabila kuesioner lengkap kurang dari 46 kuesioner maka diperlukan pengulangan.

b. Coding

Memberikan kode pada tiap kategori pertanyaan untuk setiap kuesioner sesuai dengan urutan responden, agar memudahkan peneliti untuk pengolahan data.

c. Entry data

Memasukkan data kuesioner sesuai dengan kode pertanyaan dengan teliti dan cermat untuk menghindari kemungkinan data missing atau salah memasukkan data. Setiap kuesioner dilakukan validasi untuk mengantisipasi data terlewat.

d. Tabulasi data

Terakhir adalah tahap pengelompokkan data sesuai kategori untuk selanjutnya disajikan berupa tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis data

Tahap analisis data bertujuan untuk mendapatkan hasil yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Analisis dilakukan dalam analisis univariat.

a. Analisis univariat

(67)

J. Etika Penelitian yang Digunakan

Untuk mengantisipasi isu etik dalam penelitian, peneliti perlu memperhatikan beberapa pertimbangan etik selama melakukan penelitian dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Dalam melakukan pengumpulan data, data diperoleh melalui kuesioner. Sebelumnya, responden mengisi lembar informed consent terlebih dahulu untuk memperoleh izin penelitian dan kesediaan untuk mengisi kuesioner secara lengkap.

2. Untuk menjaga kerahasiaan subjek penelitian, responden tidak perlu mencantumkan nama lengkap, melainkan hanya berupa inisial pada lembar kuesioner.

3. Pada saat penyajian hasil penelitian, identitas responden tidak akan disebutkan atau dipublikasikan.

4. Penilaian kelayakan proposal penelitian akan dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas.

Selain itu, peneliti juga harus memenuhi prinsip-prinsip dalam penelitian. Menurut Dahlan (2010), ada tiga acuan utama etika, yaitu prinsip keadilan, prinsip manfaat, dan prinsip menghormati orang lain.

1. Prinsip keadilan

(68)

49

mendapatkan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, hak-hak responden, keamanan, kenyamanan, dan kerahasiaan responden.

2. Prinsip manfaat

Selama penelitian, mengutamakan hal-hal yang menguntungkan responden dan memberi manfaat seoptiman mungkin untuk responden. Prinsip ini bertujuan untuk mencegah kerugian dan ketidaknyamanan akibat penelitian. Serta menjaga kerahasiaan data responden dan menjamin bahwa informasi responden tidak akan dipublikasikan.

3. Prinsip menghargai orang lain

(69)

50 BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 merupakan salah satu Sekolah Standar Nasional (SSN) yang berlokasi di Jalan Raya Cipayung No. 27, kecamatan Cipayung. Sarana dan prasarana yang terdapat dalam SMPN 9 Depok adalah gedung sekolah dengan luas tanah 9760 m2 dan luas bangunan 4380 m2, didalamnya terdapat laboratorium IPA, laboratorium komputer, ruang media, 18 ruang kelas, Unit Kesehatan Sekolah (UKS), perpustakaan, ruang konsultasi BP, mushola, aula, dan kantin. Ekstrakurikuler yang ada di SMPN 9 Depok adalah paskibra, pramuka, PMR, olahraga (bulu tangkis, voli, dan basket), Rohis, dan marawis.

Jumlah siswa di SMPN 9 Depok ini untuk kelas VII (tujuh) sebanyak 389 siswa, kelas VIII (delapan) sebanyak 395 siswa, dan kelas IX (sembilan) sebanyak 369 siswa, dan total keseluruhan jumlah siswa adalah 1153 siswa. Sedangkan populasi dalam penelitian ini merupakan remaja yang berperilaku agresif disekolah yaitu sebanyak 46 siswa.

B. Karakteristik Responden

(70)

51

1. Umur

Umur remaja yang dipilih menjadi responden dalam penelitian ini adalah umur 12 – 15 tahun berjumlah 46 responden.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase %

12 tahun 8 17,4 (78,3 %) dan kelas VIII sebanyak 10 responden (21,7 %)

2. Jenis kelamin

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase %

Laki-laki 34 73,9

Perempuan 12 26,1

Total 46 100

Berdasarkan tabel di atas, jenis kelamin laki-laki memperoleh jumlah persentase tertinggi yaitu sebesar 34 responden (73,9 %).

3. Status Orang Tua

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Orang Tua

Status Orang Tua Frekuensi Persentase %

Utuh 39 84,8

Cerai 6 13,0

Meninggal 1 2,2

Total 46 100

(71)

responden (84,8 %). Jika dilihat dari status tempat tinggalnya, responden terdiri dari tinggal dengan ayah sebanyak 3 responden (6,5 %), tinggal dengan ibu sebanyak 4 responden (8,7 %), tinggal dengan keduanya sebanyak 37 responden (80,4 %), dan tinggal dengan anggota keluarga lain sebanyak 2 responden (4,3 %).

C. Strategi Koping

Pada penelitian ini, nilai strategi koping diperoleh berdasarkan jumlah dari jawaban responden terhadap kuesioner strategi koping. Kuesioner terdiri dari 27 pernyataan problem focused coping dan 27 pernyataan emotion focused coping. Peneliti menjumlahkan jawaban responden berdasarkan tipe strategi koping tersebut, kemudian membandingkannya. Nilai jawaban yang lebih besar menunjukkan strategi koping yang lebih dominan digunakan oleh responden.

Analisis univariat variabel strategi koping pada siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok, diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.4 berikut ini.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Strategi Koping

Strategi Koping Frekuensi Persentase %

Problem-focused coping 27 58,7

Emotion-focused coping 19 41,3

Total 46 100

(72)

Problem-53

focused Coping dalam setiap menyelesaikan masalah yaitu sebanyak 27 responden (58,7 %).

D. Strategi Koping Berdasarkan Karakteristik Responden

Peneliti melakukan analisa strategi koping dilihat dari karakteristik reponden, yaitu umur, jenis kelamin, dan status orang tua.

1. Strategi Koping Berdasarkan Umur

Tabel 5.5 Strategi Koping Berdasarkan Umur Strategi Koping

Problem n (%) Emotion n (%) Total (%)

Umur 12 Tahun 4 (50) 4 (50) 8 (100)

13 Tahun 15 (57.7) 11 (42.3) 26 (100)

14 Tahun 7 (77.8) 2 (22.2) 9 (100)

15 Tahun 1 (33.3) 2 (66.7) 3 (100)

Total (%) 27 (58.7) 19 (41.3) 46 (100)

(73)

2. Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.6 Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin Strategi Koping banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah daripada strategi koping berfokus pada emosi, yaitu laki-laki sebanyak 18 responden (52,9%) dan perempuan sebanyak 9 responden (75%).

3. Strategi Koping Berdasarkan Status Orang Tua

(74)

55 BAB VI

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, berikut uraian pembahasannya serta keterbatasan dari penelitian.

A. Gambaran Karakteristik Responden di SMPN 9 Depok

Karakteristik dari responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, kelas, dan status orang tua. Gambaran umur dari 46 responden penelitian ini sebagian besar berusia 13 tahun yaitu sebesar 26 responden (56,5%). Hal ini sesuai dengan teori tumbuh kembang menurut Harlock (1999) bahwa usia 13 tahun merupakan usia remaja awal yang mempunyai salah satu ciri khas membenarkan perbuatan-perbuatan yang mereka ketahui sebagai perbuatan yang salah termasuk perilaku agresif. Tugas perkembangan yang muncul pada masa remaja awal juga akan memicu pertahanan diri yang akan menstimulasi kemampuan beradaptasi yang baru untuk mengkopingnya atau akan mengarahkan kepada regresi dan koping yang maladaptif (Stuart & Laraia, 2005).

(75)

perilaku agresif pada anak laki-laki relatif tetap sejak masa prasekolah sampai masa remaja, dimana mereka meneruskan perilaku yang dialami sejak kecil hingga sampai remaja. Berbeda dengan perempuan yang kurang menunjukkan perilaku tersebut pada usia lebih tua (Behrman et al, 2000). Hal ini juga didukung oleh penelitian Lestari (2008) bahwa anak laki-laki cenderung lebih agresif daripada anak perempuan seusianya. Kalaupun anak perempuan menunjukkan tindak agresi, kecenderungan adalah agresi verbal dan tidak langsung, sementara anak laki-laki lebih menunjukkan agresi fisik secara langsung.

Berdasarkan distribusi kelas, responden yang paling banyak adalah kelas VII sebesar 36 responden (78,3%). Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Santrock (2007) bahwa transisi memasuki Sekolah Menengah Pertama dari Sekolah Dasar dapat menimbulkan stres karena transisi ini terjadi secara simultan dengan banyak perubahan lain, termasuk perubahan dari siswa paling tua, paling besar, dan paling kuat di SD menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di SMP, yang disebut top-dog phenomenon. Stres yang meningkat tersebut dapat menimbulkan munculnya berbagai bentuk perilaku agresif.

Gambar

Tabel 3.1  Definisi Operasional Penelitian ...............................................................
gambaran strategi
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Tabel 4.1 Blue Print Skala Strategi Koping
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden (80,5%) menggunakan strategi koping yang berfokus pada emosi (emotional emotional coping) sebanyak 33

Hipotesis yang diajukan : Ada hubungan antara kedisiplinan siswa dengan perilaku agresif pada siswa SMP Murni 1 Surakarta. Subjek penelitian ini adalah siswa SMP Murni 1`

Bentuk perilaku tersebut dapat dijabarkan menjadi perilaku agresif yang muncul pada individu, yaitu agresif verbal aktif langsung seperti menghina, memaki,

Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan adanya hubungan positif dan sangat signifikan antara stres akademik dengan kecenderungan perilaku agresif pada siswa SMA Negeri 1

Dengan adanya hasil dari penelitian yang menunjukkan penurunan perilaku agresif verbal siswa setelah pemberian konseling kelompok self- management, maka diharapkan

Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan adanya hubungan positif dan sangat signifikan antara stres akademik dengan kecenderungan perilaku agresif pada siswa SMA Negeri 1

Berdasarkan hasil penelitian, responden menggunakkan strategi koping positif, Strategi coping pada penelitian ini merupakan bentuk usaha kognitif dan perilaku

Gambaran Strategi Koping Stres Berfokus Emosi Emotional Focused Coping Pada Remaja Dengan Orangtua Yang Bercerai.. Skripsi thesis, Universitas Mercu Buana