SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Siti Herawati
N I M : 1111045200010
KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH
KATA PENGANTAR
ِﻢْﯿِﺣﱠﺮﻟا ِﻦَﻤْﺣﱠﺮﻟا ِﷲ ِﻢْﺴِﺑ
Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan
kemampuan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan tugas-tugas
kekhalifahaan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat manusia
secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak luput kepada
risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan mereka semua yang
telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid di atas muka bumi ini dan
membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di
dunia dan kebaikan hidup di akhirat.
Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Adanya
bimbingan, kritikan dan masukan yang sangat berarti diperlukan penulis untuk dapat
lebih menyempurnakan dan memperbaiki agar penyajian skripsi ini lebih sempurna.
Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah
kebanggana bagi penulis adalah mengikuti perkuliahan di kampus UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syari'ah dan Hukum. Di dalam perjalanan
ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis dapatkan, baik
sifatnya menyenangkan maupun yang mengharukan, karena dengan melewati itu
semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap bisa penulis dapatkan.
kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu bisa diatasi berkat
motivasi dan dorongan yang diberikan kepada semua pihak yang membantu dan
memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan menyayangi kalian,
dimana kalian berada. Amin. Rasa terima kasih ingin penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.
2. Ibu Dr. Maskufah, MA, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Siyasah
Syar’iyah.
3. Ibu Rosdiana, MA, Sekretaris Program Studi Jinayah Siasah Jurusan Siyasah
Syar’iyah.
4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Dosen Penasehat Akademik.
5. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, MA. Dosen pembimbing yang sangat penulis
hormati, dengan sangat sabar dan keikhlasan beliau membimbing penulis,
memberikan banyak ilmu dan waktunya kepada penulis sehingga banyak hal baru
yang penulis dapatkan selama bimbingan bersama beliau.
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan literatur selama
kuliah.
7. Kepada keluarga saya, teristimewa ayahanda dan ibundaku tercinta, Bapak Iyus
Yustiana dan Ibu Tinah yang senantiasa mendoakan penulis, memberikan
limpahan kasih sayang, kesabaran, dukungan serta motivasi baik moral maupun
materil kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-kakakku tercinta (alm) Ahmad
Saepudin, dan Sri Yulianingsih serta adikku Muhamad Fahmi dan keponakan
Muhamad Raihan. Semoga Allah selalu melimpahkan kasih sayang-Nya untuk
kalian.
8. Sahabat tercinta Lisna Alvia, Abdul Mun'im bin Alias yang sudah menjadi
sahabat terbaik dalam menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dwi Agusti, Ingkak Chintya Wangsih, Fitri Yanti, Leli Afrida S, Uliyanah, Lala,
dan ka Muhdi kalian adalah sahabat-sahabat terbaik yang pernah aku kenal dan
aku punya.
9. Teman-teman seperjuangan SJS khususnya jurusan Ketatanegaraan Islam
angkatan 2011, Andi, Imam, Merry, Tiwa, Arista, Tomi, Lisna, Uti, Dwi, Anwar,
Fajar, Devi, Fifit, Gilang, mun'im, Rezi dan Buya.
10.Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok PENA 2014. Untuk
Eva, Dewi, Lisna, Azmi, Euis, Nana, Mun'im, Ozi, Dika, Tomi, Aza, Nugi,
Mujay, Fuad. Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berkesan, tidak
ada kelompok KKN yang seseru dan sekompak kalian.Terima kasih semua atas
perhatian dan dukungannya. Semoga kita akan menjadi rekan se team kembali
pada kesempatan yang lain.
Dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik yang
terlihat dan tersembunyi. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat
untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya.
Ciputat, 04 Mei 2015
Penulis
Siti Herawati
ABSTRAK
Siti Herawati, 1111045200010. Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Poaitif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati
Bogor Rahmat Yasin). Hukum Tata Negara (Siyasah), Program Studi Jinayah
Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1436 H / 2015 M, x + 63 halaman.
Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana seorang pejabat negara khususnya Bupati Bogor bisa dimakzulkan dari jabatannya baik dalam undang-undang yang ada di Indonesia maupun dalam teori politik Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa penyebab latar belakang seorang kepala daerah bisa dimakzulkan dari jabatannya dan bagaimana proses pemakzulan kepala daerah menurut fiqih siyasah dan hukum positif
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library
Research), yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berasal
dari sumber hukum premier, sumber hukum sekunder dan sumber hukum tersier baik manual maupun digital yang berkaitan dengan tema pembahasan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kepala daerah bupati bogor bisa dimakzulkan apabila telah melanggar ketentuan yang sudah diatur oleh lembaga yang berwenang, mengacu kepada UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan menurut para teoritis fiqih siyasah kepala daerah bisa dimakzulkan apabila sudah menyimpang dari ajaran syariat, tidak berlaku adil, tidak memenuhi syarat lagi sebagai kepala daerah dan kepala negara menghendaki pemberhentiannya, maka kepala daerah tersebut bisa dimakzulkan.
Kata kunci : Pemakzulan Kepala Daerah, Pemberhentian Bupati Bogor,
Pemakzulan.
Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.A.
Daftar Pustaka : 1995 s.d. 2015
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... ix
BAB1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
D. Tinjauan Pustaka ... 5
E. Metode Penelitian... 8
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH ... 12
A. Pengertian Pemakzulan ... 12
B. Sejarah Pemakzulan ... 13
C. Mekanisme Pemakzulan... 17
BAB III PROFIL BUPATI BOGOR ... 24
A. Profil Bupati Bogor ... 24
B. Karir Politik Bupati Bogor ... 25
C. Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor ... 29
D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bupati Bogor ... 32
BAB VI PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF ... 35
A. Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor ... 35
B. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah Menurut UU No. 23 Tahun 2014 ... 40
1. Penyebab Pemberhentian Kepala Daerah ... 40
2. Prosedur Pemberhentian Kepala Daerah ... 42
C. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Hukum Positif ... 47
D. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah ... 52
E. Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Fiqih Siyasah dengan Hukum Positif ... 55
BAB V PENUTUP ... 57
A. Kesimpulan ... 57
B. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 61
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di suatu negara tergantung dari bentuk
negara yang dianut oleh negara bersangkutan. Bentuk negara menggambarkan
pembagian kekuasaan dalam suatu negara secara vertikal dan horizontal. Secara
vertikal pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
sedangkan pembagian kekuasaan secara horizontal menggambarkan antara kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.1
Pemerintahan Daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.2 Kepala daerah meliputi
Gubernur untuk Provinsi, Bupati untuk Kabupaten, serta Walikota untuk Kota.
1
Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, (Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1999), h. 23.
2
Undang-Undang Republik Indonesia, Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2) dan (3) UU .No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
2
Kepala daerah adalah pejabat yang menjalankan hak, wewenang dan
kewajiban pimpinan pemerintahan daerah atau pejabat yang memimpin di suatu
daerah tertentu dan bertanggungjawab sepenuhnya atas jalannya pemerintahan
daerah.3 Menurut fiqih siyasah kepala daerah disebut wali. Wali adalah orang yang
diangkat oleh khalifah untuk menjadi pejabat pemerintahan (hakim) di suatu daerah
serta menjadi pimpinan di daerah tertentu.4 Kepala daerah secara hirarki, tidak jauh
berbeda dengan kedudukan Presiden sebagai penanggungjawab tertinggi dalam
penyelenggaraan pemerintahan di seluruh wilayah negara. Sedangkan kepala daerah
hanya bertanggungjawab di wilayah tertentu yang dipimpinnya.
Beberapa dari pemimpin daerah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan
undang-undang, penyalahgunaan wewenang atau tidak sesuai dengan pelaksanaan
pemerintah pusat, sehingga harus ditempuh upaya-upaya hukum yang dibutuhkan
untuk menanggulangi permasalahan ini. Salah satunya dengan cara pemakzulan
Kepala Daerah.
Pada tahun 2014 Bupati Bogor Rahmat Yasin yang diberhentikan dari
jabatannya, dikarenakan ia melakukan korupsi dengan menerima suap sebesar 4,5
miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama
PT Bukit Jonggol Asri seluar 2.754 hektar.
3
Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, (Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1999), h. 50-51.
4
Taqiyuddin An Nabhani,. Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik. H. 229.
Istilah pemakzulan relatif baru dikenal luas di Indonesia setelah perubahan
kedua Undang-Undang Dasar 1945 sebagai padanan istilah pemecatan atau
pemberhentian seseorang dari jabatannya. Pemakzulan (Impeachment) adalah proses
pemecatan, penyingkiran atau penurunan seorang persiden atau pejabat negara dari
tahta atau jabatannya karena melakukan pelanggaran hukum maupun karena tidak
lagi memenuhi syarat sebagai pejabat negara.5
Di era demokrasi sekarang ini banyak kepala daerah atau pejabat negara
dimakzulkan dari jabatannya, dikarenakan kepala daerah tersebut terkena kasus
korupsi, melanggar sumpah jabatan, melanggar larangan kepala daerah yang
sebagaimana sudah diatur dalam undang-undang dan menyalahgunakan wewenag
sebagai kepala daerah.
Bupati sebagai salah seorang pejabat negara seharusnya mampu menjadi
tauladan dalam menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan dalam setiap
perilaku kehidupannya. Dengan kata lain tidak seharusnya seorang kepala daerah
yang merupakan pejabat negara berperilaku seperti itu. Karena tindakan korupsi dan
suap menyuap adalah kejahatan yang sangat membahayakan kepentingan negara dan
masyarakat secara luas bahkan terkait dengan perekonomian negara dan
keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara.6
5
Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945,( Jakarta: Konstitusi Press, 2014) h. 12-13.
6
Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 24.
4
Dari latar belakang masalah di atas dan juga mengingat hingga kini belum ada
satu pun skripsi yang membahas tema ini, penulis merasa perlu menyajikan
pembahasannya dalam skripsi ini, dengan judul "Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah Dan Hukum Positif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin)".
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis membatasi masalah yang diteliti mengenai pemakzulan Rahmat Yasin Bupati
Bogor. Adapun masalah pokok penelitian yang dibahas, dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa latar belakang terjadinya pemakzulan terhadap Bupati Bogor Rahmat
Yasin?
2. Bagaimana mekanisme pemakzulan Bupati Bogor Rahmat Yasin ditinjau dari
perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Positif ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya pemakzulan terhadap Bupati
Bogor.
2. Untuk mengetahui mekanisme pemberhentian Kepala Daerah atau Pejabat
Negara menurut fiqih siyasah dan hukum positif.
1. Sebagai sumbangan pemikiran dan sekaligus pengembangan keilmuan di
bidang fiqih siyasah dalam konteks ketatanegaraan Islam.
2. Menambah wacana ilmu pengetahuan mengenai pemakzulan dalam fiqih
siyasah maupun hukum positif.
D. Tinjauan Pustaka
Sejumlah penelitian tentang topik pemakzulan telah dilakukan, baik yang
mengkaji secara spesifik sumber data yang diperoleh isu, maupun yang menyinggung
secara umum. Berikut tinjauan umum atas beberapa penelitian yang telah ada
mengenai pemakzulan.
Karya ilmiyah pertama, yaitu jurnal hukum Vol. XIX No.19 Oktober 2010:
93-110 yang berjudul "Impeachment Kepala Daerah (Study Kasus Usulan
Pemberhentian Walikota Surabaya Ir. Tri Rismarini" yang ditulis oleh M. Shaleh SH,
MH. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa DPRD kota surabaya mengajukan
impeachment kepada walikota Surabaya karena dinilai telah melanggar Pasal 28 (a)
Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004, Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah
saat menyusun Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 56 Tahun 2010
mengenai kenaikan pajak reklame, Perwali Nomor 57 Tahun 2010 mengenai
kenaikan pajak reklame di kawasan terbatas. Usulan pemberhentian Walikota
Surabaya tersebut mengacu kepada Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
6
pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan apabila melanggar sumpah jabatan dan
tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah.
Karya ilmiyah kedua, yaitu skripsi yang berjudul "Impeachment Presiden
Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Dalam Tinjauan Ketaranegaraan Islam" yang
ditulis oleh Irwanto pada tahun 2008 Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan
tentang alasan pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden disebutkan secara
limitatif dalam konstitusi, yaitu penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden yang telah diatur dalam pasal 7A
Undang-Undang Dasar 1945.
Karya ilmiyah ketiga, yaitu skripsi yang berjudul "Konsep Negara Hukum
Terhadap Mekanisme dan Praktek Pemberhentian Presiden Di Indonesia" yang ditulis
oleh Achmad Farobi pada tahun 2012 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut menjelaskan aspek
hukum yang harus diperhatikan dalam pemberhentian presiden dalam masa aktif
jabatannya adalah alasaan pemakzulan, prosedur dan hukum pemakzulan serta forum
pemakzulan; alur mekanisme konstitusional melalui DPR RI, MK dan MPR RI, dan
peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam rangka aktualisasi negara
hukum Indonesia.
Karya ilmiyah keempat, yaitu tesis yang berjudul "Pemberhentian Kepala
Indonesia)" yang ditulis oleh Ali Zawawi pada tahun 2008 Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut ia
menjelaskan tentang pemberhentian kelapa negara di Indonesian yang ditinjau dari
perspektif teori politik Islam.
Karya ilmiyah kelima, yaitu disertasi yang berjudul "Pemakzulan Kepala
Negara Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid) yang
ditulis oleh M. Ali Hanafiyah S pada tahun 2011 sekolah pascasarjana Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalalm penelitiannya tersebut ia
menjelaskan bagaimana mekanisme pemakzulan terhadap presiden Abdurrahman
Wahid ditunjau dari hukum Islam.
Karya ilmiyah keenam, yaitu skripsi yang berjudul "Tinjauan Yuridis
Mekanisme Pemberhentian Bupati Menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Kabupaten Garut Aceng
Fikri)" yang ditulis oleh Gagat Rahino pada tahun 2013 Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut
menjelaskan bagaimana mekanisme pemberhentian bupati Garut ditinjau dari
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Kendatipun telah ada penelitian sebelumnya mengenai tema Pemakzulan
pejabat negara, skripsi ini memiliki substansi pembahasan yang berbeda dengan
8
1. Dalam skripsi ini penulis tidak hanya menjelaskan pemakzulan kepala daerah
menurut perspektif hukum Tata Negara Republik Indonesia, tetapi juga
menurut Fiqih Siyasah.
2. Penulis ingin menilai bagaimana relevansi atau kesesuaian mekanisme
pemakzulan kepala daerah menurut hukum positif dengan teori Fiqih Siyasah.
E. Metode Penelitian
Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan skripsi adalah penerapan
metodelogi penelitian yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam
mengungkapkan fenomena serta menghubungkan antara teori yang menjelaskan
gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya. Penulis menggunakan
metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian dengan cara
mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, artikel-artikel, makalah,
majalah, koran, serta bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang
diangkat dalam skripsi ini.
1. Teknik pengumpualn data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian riset pustaka
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menghimpun
dan menelaah data-data sumber kepustakaan berupa data-data primer dan
sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam,
yaitu:
1. Sumber data primer yakni sumber data yang ada kaitan langsung dengan
tema skripsi ini. Sumber data primer yang digunakan adalah al-Qur'an dan
hadis, kitab-kitab Fiqih Siyasah, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah.
2. Sumber data sekunder yakni sumber data yang tidak berkaitan langsung
dengan tema skripsi ini. Adapun data sekunder yang penulis gunakan
adalah tulisan-tulisan ilmiyah baik dalam bentuk buku, jurnal, surat kabar,
majalah maupun melalui media internet.
3. Bahan hukum tersier yakni data yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap data-data primer dan sekunder, yaitu berupa
kamus-kamus ilmiyah, ensiklopedia dan lain-lain.
3. Teknik Analisis Data
Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian
rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai
untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun metode
analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini penulis
menggunakan metode deskriptif. Penelitian metode deskriptif dirancang untuk
mengumpulkan informasi tentang keadaan–keadaan nyata sekarang
(sementara berlangsung). Tujuan utama menggunakan metode penelitian ini
10
pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala
tertentu.7
4. Teknik penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada buku "Pedoman
Penulisan Skripsi Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2012".
F. Sistematika Penulisan
Penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, di
mana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan perincian sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan Dan Perumusan
Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode
Penelitian Dan Sistematika Penulisan.
BAB II : KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH
Bab ini menjelaskan tentang kajian teori yang membahas tentang
pemakzulan secara umum. Definisi Pemakzulan, Sejarah Pemakzulan, Dan
Mekanisme Pemakzulan Menurut Perspektif Fiqih Siyasah.
7
Consuelo G Selvila, et all, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press, 2006), h. 71.
BAB III : PROFIL BUPATI BOGOR
Dalam bab ini membahas tentang Profil Bupati Bogor, Karir Politik Bupati
Bogor, Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor, Tugas Wewenang dan
Kewajiban Bupati Bogor.
BAB IV : PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT FIQIH SIYASAH DAN UNDANG-UNDANG
Bab ini berisi tentang Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor,
Mekanisme Pemberhentian kepala daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014,
Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Menurut Perspektif Hukum
Positif, Dan Pemakzulan Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah.
BAB V : PENUTUP
Bab Penutup berisi kesimpulan dan saran-saran yang memuat kesimpulan
dan rekomendasi. Dalam bab ini disajikan pokok-pokok temuan penelitian
BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSEPKTIF FIQIH SIYASAH
A. Pengertian Pemakzulan
Dalam bahasa Arab Menurut kamus Al-Munawir "makzul" merupakan isim
maf'ul tashrifan (derivasi) kata ُلِﺰْﻌَﯾ َلَﺰَﻋ yang artinya turun takhta.P0F
1
P
Sedangkan dalam
bahasa Inggris "makzul" menurut Hamdan Zoelva berarti isolate (mengasingkan), set
apart (memisahkan), separate (terpisah), segregate (memisahkan), seclude
(menyendiri), dismiss (memecatkan), discharge (pemberhentian), recall (penarikan
kembali), remove (from office) memberhentikan atau memecat.P1F
2
Istilah Pemakzulan dalam kamus bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab,
makzul yang sudah dibakukan, mempunyai arti berhenti memegang jabatan; turun takhta; memakzulkan artinya 1. menurunkan dari takhta; memberhentikan dari jabatan; 2. meletakan jabatannya (sendiri) sebagai raja; berhenti sebagai raja;
pemakzulan artinya proses, cara, perbuatan memakzulkan. Dengan demikian “pemakzulan” dapat diartikan pemberhentian dari jabatan, penurunan dari takhta atau
jabatan.3
1
Achmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h. 547
2
Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. xiii.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Pendidkan Nasional (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 865.
Pemakzulan dalam Islam dapat disinonimkan dengan al-khalla' yang berarti
mencopot, mencabut, memecat, menelanjangi, menyingkirkan. Ibnu Manjhur
mengatakan, pencopotan sama pengertiannya dengan mencabutnya; hanya saja di
dalam istilah pemecatan terkandung makna "penangguhan atau proses secara
perlahan". Istilah al-khalla' ini erat kaitannya dengan pelanggaran. Jadi dapat
disimpulkan bahwa al-khalla' dapat disinonimkan dengan pemecatan atau
pemakzulan, namun dalam ketatanegaraan Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
pemberhentian.4
Istilah pemberhentian dipadankan dengan istilah pemakzulan yang
mempunyai konotasi yang sama dengan istilah impeachment. Menurut istilah
pemakzulan adalah tindakan politik dengan hukuman berhenti dari jabatan dan
kemungkinan larangan untuk memegang suatu jabatan, bukan sebagai hukuman
pidana (criminal conviction) atau pengenaan ganti kerugian perdata. Dalam istilah
akademik, pemakzulan adalah proses hukum ketatanegaraan untuk memecat atau
menurunkan presiden atau pejabat lainnya dari jabatannya.5
B. Sejarah Pemakzulan
Pada masa Nabi gagasan pemakzulan atau pemberhentian kepala daerah
jelas belum muncul dan belum dijelaskan secara rinci, cara-cara pemberhentian
4
Yahya Ismail, Hubungan Penguasa dan Rakyat Dalam Perspektif Sunnah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 191-193.
5
Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden
Menurut UUD 1945, h. 10.
14
kepala daerah tidak terdapat ketentuannya dalam al-Qur'an dan hadis Nabi. Namun
dalam sejarah pemerintahan Rasulullah SAW dan al-Khulafa al-Rasyidun khususnya
pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib terjadi beberapa kali
pemberhentian kepala daerah.
Pada masa Rasulullah SAW, beliau pernah memberhentikan gubernur
Yaman, Mu'adz bin Jabal tanpa alasan apapun. Beliau juga memberhentikan Ila'
Al-Hadhrami yang menjadi amil beliau di Bahrain, hanya karena beliau mendapat
pengaduan tentang Ila' dari utusan Abdul Qais.6 Pada masa pemerintahan khalifah
Utsman bin Affan, banyak sejarawan menilai Utsman melakukan praktik nepotisme.
Ia mengangkat pejabat-pejabat yang berasal dari kalangan keluarganya, meskipun
tidak layak untuk memegang jabatan tersebut. Banyak pejabat yang lama dipecatnya.
Awal praktik nepotisme ini adalah pemecatan al-Mughirah ibn Abi Syu'bah sebagai
gubernur Kufah dan digantikan oleh Sa'd ibn al-'Ash, saudara sepupu Utsman.
Namun Sa'd hanya setahun menduduki posisinya karena digantikan oleh al-Walid ibn
'Uqbah yang juga masih saudara seibu dengan Utsman.7
'Amr ibn al-'Ash juga dipecat oleh Utsman dari jabatan gubernur di Mesir.
Sebagai penggantinya, Utsman mengangkat Abdullah ibn Sa'd ibn Abi Sarh, saudara
sepupunya. Tindakan ini dinilai ceroboh karena kedudukan 'Amr sebagai tokoh yang
berjasa dalam menaklukan Mesir pada masa pemerintahan khalifah Umar. Pemecatan
6
Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, Penerjemah Moh. Maghfur Wachid, (Bangil: Al Izzah, 1996), h. 235.
7
Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, Cet. II, (Jakarta: Gaya Media Pratam, 2007), h. 78.
'Amr ini akhirnya menimbulkan protes di kalangan masyarakat Mesir. Mereka
menuntut Utsman agar memulikan kedudukannya kembali. Apalagi penggantinya,
Abdullah, bukan tipe pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Di
Bashrah, gubernur Abu Musa al-Asy'ari juga diberhentikan dan digantikan dengan
saudara sepupunya bernama 'Abdulah ibn Amir ibn Kuraiz. Sedangkan Mu'awiyah
yang juga masih keluarganya tetap diberikan jabatan sebagai gubernur Syam,
sebagaimana di masa Umar.8
Sedangkan pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib juga terjadi
pemberhentian kepala daerah, ia memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat
Utsman. Ali memberhentikan 'Abdullah ibn 'Amir gubernur Bashrah digantikan oleh
Utsman bin Junaif. Gubernur Kufah Sa'd ibn al-'Ash diberhentikan dan digantikan
oleh 'Umarah ibn Syihab.9
Khalifah Ali juga memberhenrikan gubernur Syam yaitu Muawiyah, tetapi
Muawiyah menolak untuk turun dari jabatannya dan memberontak terhadap
pemerintahan khalifah Ali. Sehingga terjadilah Perang Siffin yang berlangsung
selama tiga (3) hari sejak tgl 29 – 31 Juli 657 M, antara pasukan Khalifah Ali bin
Abi Thalib melawan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ( 602 – 680 M) yang ketika
itu sebagai gubernur berkuasa di wilayah Syria dan Mesir, merupakan peperangan di
kalangan umat Islam, menggulingkan pemerintahan yang berkuasa (khilafah) untuk
merebut kekuasaan. Peperangan ini disebut perang Siffin karena secara geografis
8
Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, h. 78.
9
16
medan pertempuran yang terjadi berada di kota Siffin daerah pinggiran sungai. Dalam
peperangan ini pasukan Mu'awiyah telah terdesak kalah, sehingga menyebabkan
mereka mengangkat al-Qur'an sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Khalifah
diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari, sedangkan Mu'awiyah diwakili oleh 'Amr bin
Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah dan Mu'awiyah harus
meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali
menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr bin Ash tidak menurunkan
Mu'awiyah tapi justru mengangkat Mu'awiyah sebagai khalifah, karena Ali telah
diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang diakhiri melalui tahkim
(arbitase), yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil. Ternyata
tidak menyelesaikan masalah dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij,
orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali.10
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa awal Islam,
gagasan pemakzulan kepala daerah belum dikenal dan tidak terdapat petunjuk
ataupun contoh tentang cara bagaimana mengakhiri masa jabatan kepala daerah.
Waktu itu belum adanya konsep pembatasan kekuasaan atau pembatasan masa
jabatan kepala daerah, sehingga sejak zaman klasik sampai zaman pertengahan di
dunia Islam tidak dijumpai pemikir politik yang menyatakan perlunya jabatan kepala
daerah dibatasi. Ukuran umum yang digunakan adalah tergantung dari kepala negara
yang menjabat. Kalau kepala negara berpendapat harus diberhentikan, maka kepala
daerah tersebut akan diberhentikan atau kalau rakyat dan/atau anggota majelis umat
10
di wilayah yang dipimpinnya menunjukan sikap benci dan tidak ridha terhadap kepala
daerah tersebut maka ia harus diberhentikan dari jabatannya.
C. Mekanisme Pemakzulan
Mengenai mekanisme pemakzulan, dalam Islam tidak ditemukan
penjelasannya secara eksplisit dan meyakinkan. Namun dalam kitab-kitab fiqih
siyasah setidaknya ditemukan beberapa cara atau mekanisme pemberhentian kepala
negara yang disinonimkan dengan pemakzulan kepala daerah. Karena kepala negara
dan kepala daerah sama-sama memiliki peranan yang penting dalam memimpin suatu
wilayah, yang membedakan antara kepala negara dan kepala daerah yaitu batas
wilayah kekuasaannya.
Kelompok Mu'tazilah, kalangan Khawarij, dan Zaidiyah bependapat bahwa
kepala daerah yang telah menyimpang dan tidak layak lagi menjabat, maka ia
diberhentikan dengan paksa, diperangi, atau dibunuh. Golongan Khawarij
berpendapat, "kepala daerah yang telah berubah perilaku baiknya dan menyimpang
dari kebenaran, maka ia wajib dipecat atau dibunuh".11 Sedangkan kelompok
Mu'tazilah percaya bahwa kepala daerah dapat digantikan apabila berbuat fasik,
meskipun belum sampai pada tingkat murtad atau zalim.12 Abu Bakr al-Asam,
pemuka Mu'tazilah juga berpendapat menyingkirkan kepala daerah yang durhaka
11
Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007) h. 276.
12
Mumtaz Ahmad, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Penerjemah Ena Hadi, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), h. 104.
18
dengan kekuatan senjata adalah wajib, apabila telah ditemukan kepala daerah lainnya
yang lebih adil sebagai penggantinya.13
Salah satu kelompok Sunni ‘Abdul Ma’ali al-Juwaini, wafat (478 H – 1085
M). Menurutnya selain kematian, berakhirnya jabatan seseorang bisa terjadi karena
adanya penggeseran (khal’u) atau karena tergeser dengan sendirinya (inkhila’) dan
melalui sebuah pengunduran diri. Agak berbeda pandangannya dengan kalangan
Khawarij dan Mu’tazilah yang tidak lagi mengakui kepala daerah yang fasiq dan
berusaha menggesernya. Sementara mayoritas ahl al-hadist dan ahl al-Sunnah
memilih untuk bersabar dalam menghadapi penguasa yang fasik atau zhalim.14
Al-Mawardi berpendapat dalam kitabnya Ahkam As-Sulthaaniyyah Fi
Al-Wilaayaah Ad-Diiniyyah dalam pemberhentian kepala daerah perlu diperhatikan hal
berikut ini. Jika kepala negara telah mengangkatnya, maka menteri tafwidh
mempunyai hak untuk memperlihatkan dan memeriksa hasil kerjanya, tetapi ia tidak
mempunyai hak untuk memberhentikannya atau memindahkannya dari satu wilayah
ke wilayah lain, sedangkan jika menteri itu sendiri yang mengangkat kepala daerah
ada dua kemungkinan:
1. Menteri mengangkat kepala daerah tersebut dengan seizin kepala negara.
Dalam kasus ini, menteri tidak boleh menurunkannya atau memindahkannya
dari tugasnya ke tugas lainnya kecuali setelah mendapat izin dari kepala
13
Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 276.
14
Muhammad Ali Hanafiah selian,"Pemakzulan Kepala Negara Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid)", (Disertasi S2 Sekolah PascaSarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.79-83.
negara dan turun instruksi darinya. Jika menteri itu berhenti, maka kepala
daerah tidak turut berhenti.
2. Menteri mengangkatnya dengan inisiatif sendiri dan kepala daerah itu
bertugas sebagai perwakilan wewenangnya. Menteri dapat dengan sendirinya
memecatnnya dan menggantinya dengan orang lain, sesuai dengan hasil
ijtihadnya dalam melihat yang terbaik dan paling cocok untuk menduduki
jabatan itu.
Pada saat menteri itu berhenti, kepala daerah itu pun turut berhenti kecuali
jika kepala negara mengesahkan jabatannya, sehingga hal itu menjadi pembaharuan
jabatannya dan permulaan pengkatannya, namun dalam peresmian jabatannya itu
tidak lagi dibutuhkan syarat-syarat seperti yang harus dipenuhi saat akan diangkat
pada pertama kali. Kepala negara cukup berkata, "Aku akui jabatan yang engkau
pegang".15
Jika kepala daerah diangkat oleh kepala negara, kepala daerah itu tidak
diberhentikan dengan meninggalnya kepala negara yang mengangkatnnya, sedangkan
jika diangkat oleh menteri, maka kepala daerah harus diberhentikan dengan
meninggalnnya sang menteri karena pengangkatan oleh kepala negara dilakukan atas
15
Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin (Jakarta: Gema Insani Press,2000), h. 64-65.
20
nama kaum muslimin, sedangkan pengangkatan oleh menteri dilakukan atas nama
dirinya sandiri.16
Taqi al-Din al-Nabhani juga berpendapat, dalam pemberhentian kepala daerah
tergantung kepada kepala negara. Kalau kepala negara berpendapat harus
diberhentikan, maka kepala daerah tersebut akan diberhentikan atau kalau rakyat di
wilayahnya atau anggota majelis umat menunjukan sikap benci dan tidak ridha
terhadap kepala daerah tersebut maka ia harus diberhentikan. Sedangkan yang
memberhentikannya adalah kepala negara. Hal itu, karena Rasulullah SAW, beliau
pernah memberhentikan Mu'adz bin Jabal dari Yaman tanpa alasan apapun. Beliau
juga memberhentikan Ila' Al-Hadhrami yang menjadi amil beliau di Bahrain, hanya
karena beliau mendapat pengaduan tentang Ila' dari utusan Abdul Qais. Umar bin
Khattab pun pernah memberhentikan seorang kepala daerah dengan alasan tertentu,
sekalipun suatu ketika pernah memberhentikannya dengan tanpa alasan apapun.
Beliau pernah memberhentikan Ziyad bin Abi Sufyan dengan tanpa alasan apapun.
Lalu pernah memberhentikan Sa'ad bin Abi Waqqash, dengan alasan karena beliau
mendapat pengaduan orang-orang tentang dirinya. Beliau berkata: "Aku
memberhentikannya bukan karena ia lemah, juga bukan karena ia berkhianat."
Semuanya menunjukan, bahwa kepala negara berhak memberhentikan seorang kepala
16
Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, h. 66-67.
daerah kapan saja. Dia juga memberhentikannya, kalau ada pengaduan dari penduduk
daerah yang dipimpinnya.17
Menurut Al-Baqillani, Ahli teolog mazhab Asy'ari, sebagaimana dikutip oleh
Mumtaz Ahmad dalam bukunya Masalah-masalah Teori Politik Islam menyatakan
bahwa kepala daerah adalah yang diberi kuasa dari wakil rakyat, dan rakyat harus
mendukung dan mengingatkan akan kewajiban-kewajiban dan tanggungjawabnya
serta memaksanya untuk mengikuti jalan yang benar. Apabila ia tetap melakukan
kesalahan, maka rakyat boleh menggantinya dengan orang lain sebagai upaya
terakhir. Al-Baqillani, pada dasarnya menolak pembatalan kontak, terutama jika
meskipun kepala daerah memenuhi semua persyaratan untuk jabatannya, rakyat
menghendaki kepala daerah yang baru hanya demi perubahan semata-mata. Hal ini
tidak berarti bahwa batas waktu bagi kekuasaan kepala daerah itu tidak absah. Baik
rumusan yuridis maupun praktik sejarah menunjukan bahwa kepala daerah akan terus
menduduki jabatannya selama memenuhi tanggungjawabnya. Tetapi, di bagian lain,
Al-Baqillani menyebutkan bahwa kepala daerah boleh diberhentikan jika ingkar,
melalaikan shalat dan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama, atau jika
menjadi cacat jasmani, penyelewengan dan tingkah laku tidak bermoral (fisq),
ketidakadilan (jawr), dan kelalaian terhadap hukum-hukum Islam, juga membenarkan
pemecatan terhadap kepala daerah.18
17
Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, h. 234-235.
18
Mumtaz Ahmad, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Penerjemah Ena Hadi, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), h. 79-103.
22
Menurut Al-Baghdadi sebagaimana dikutip oleh J Suyuthi Pulungan
menjelaskan bahwa seorang kepala daerah yang tanpa cacat dan tindakannya tidak
bertentangan dengan syari'at umat wajib mendukung dan mentaatinya. Tapi bila ia
menyimpang dari ketetapan syari'at, masyarakat harus memilih di antara dua tindakan
kepadanya, yaitu mengembalikannya dari berbuat salah kepada kebaikan, atau
mencopot jabatannya dan memberikannya kepada yang lain. Menurut Al-Juwaini,
kepala daerah yang diangkat melalui pemilihan tidak boleh memberhentikannya
kecuali ada suatu peristiwa atau perubahan sesuatu dalam dirinya yang
membolehkannya untuk itu. Hal ini telah menjadi kesepakatan. Apabila ia fasiq dan
fajir (perbuatan dosa dan tidak berlaku adil), maka memberhentikannya adalah
mungkin. Dikatakan mungkin karena tidak ada dasar hukum (ketetapan) untuk
memberhentikannya.19 Al-Juwaini beranggapan bahwa kalau kepala daerah tidak
bermoral dan menyimpang dari akhlak yang baik, maka ia boleh turun; tetapi apakah
orang lain harus atau dapat memberhentikannya, diperlukan ijtihad dalam kasus
seperti itu.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa mekanisme pemakzulan
kepala daerah menurut para teoritis fiqih siyasah bisa terjadi, apabila kepala daerah
tersebut sudah menyimpang dari syariat, tidak adil, tidak memenuhi syarat lagi
menjadi kepala daerah dan kepala negara pun menghendaki pemberhentian kepala
daerah, tetapi proses atau prosedur pemakzulan kepala daerah tidak dijelaskan secara
19
J Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 261-262.
rinci baik dalam al-Qur'an maupun Sunnah, para teoritis fiqih siyasah hanya
menjelaskan penyebab atau faktor-faktor yang bisa menyebabkan kepala daerah
BAB III
PROFIL BUPATI BOGOR
A. Profil Bupati Bogor
Nama lengkap bupati Bogor yang kini telah diberhentikan (2014) adalah Drs.
H. Rahmat Yasin, M.M. Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 4 November
1963, dan menikah dengan Hj. Eli Halimah dan mereka dikaruniai tiga anak. Rahmat
Yasin adalah seorang politisi dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia
tumbuh dan hidup dalam tradisi Nahdatul Ulama (NU), sehingga ia sering terlibat
dalam organisasi-organisasi yang berada di bawah naungan NU.1
Rahmat Yasin atau sering disapa RY merupakan putra kedua dari sembilan
bersaudara pasangan (alm) H. M. Yasin dan HJ. Nuryati dan merupakan keturunan
ulama besar KH Basri atau yang dikenal dengan nama Basri Kedaung dan HM.
Syarifudin, salah satu pejuang Bogor. Bakat politik Rahmat Yasin menurun dari
ayahandanya (alm) H. M. Yasin seorang perintis, pendiri dan tokoh kharismatis PPP
di Bogor dan pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bogor dan anggota
DPRD Kota Bogor.2
Rahmat Yasin adalah seorang politikus dengan bekal akademis. Riwayat
pendidikan Rahmat yasin, ia menuntut ilmu di Sekolah Dasar Negeri Sindang Barang
1
Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
2
Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
I dan lulus pada tahun 1975. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 4, kota Bogor dan ia lulus pada tahun 1979. Dan meneruskan jenjang
pendidikannya di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I, kota Bogor lulus pada
tahun 1982. Ia meneruskan ke perguruan tinggi Universitas Nasional Jakarta,
Fakultas Ilmu Politik, dan mendapat gelar Sarjana Stara 1(S1) pada tahun 1988.
Kemudian ia meneruskan program Megister Manajemen, Sekolah Paska Sarjana,
Universitas Setyagama Jakarta, dan mendapat gelar Sarjana S2 pada tahun 2001.3
Rahmat Yasin menjabat menjadi bupati Bogor selama dua periode
(2008-2013 dan (2008-2013-2018). Ia menjadi populer di media pada akhir 2014 karena kasus
menerima suap senilai Rp 4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar
menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektar.4
Akibat kasus ini, Rahmat Yasin sebagai pejabat negara diberhentikan dari jabatannya.
B. Karir Politik Bupati Bogor
Sebelum menjadi bupati Bogor kiprahnya di Kabupaten Bogor dimulai
ketika beliau diberi amanat sebagai Ketua Gerakan Pemuda (GP) Anshor Kabupaten
Bogor tahun 1984-1991. Jalannya di dunia organisasi kepemudaan makin
berkembang saat beliau dipercaya sebagai pengurus DPD Komiite Nasional Pemuda
3
Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses, rabu 08 April 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
4
Kompas.com, " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara", artikel diakses Rabu 08
April 2015 dari
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjar a
26
Indonesia (KNPI) Kabupaten Bogor tahun 1982-1991. Terakhir di KNPI beliau
menjabat sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pemuda (MPP) DPD KNPI
Kabupaten Bogor. Di luar organisasi kepemudaan, Rahmat dikenal sebagai aktifis di
kampus di masa orde baru. Pergaulannya yang luas membuat beliau banyak
berhubungan dengan para aktifis-aktifis yang berseberangan dengan pemerintahan
yang berkuasa waktu itu. Tak heran, jika langkah politiknya sempat terganjal ketika
beliau dicalonkan menjadi anggota DPRD kabupaten Bogor dari Partai Persatuan
Pembangunan karena penguasa kala itu tak berkenan Rahmat Yasin duduk sebagai
wakil rakyat.5
Pada tahun 1997 Rahmat Yasin terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten
Bogor komisi C. Lalu, pada periode 1999-2004, Rahmat Yasin kembali dipercaya
terpilih sebagai ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor yang membidangi keuangan
daerah, ia juga diberi amanat sebagai Ketua Panitia Anggaran. Selanjutnya Rahmat
Yasin dipercaya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Bogor pada periode 2004-2009. Di
Partai Persatuan Pembangunan Rahmat juga terhitung sebagai orang penting. Ia
menjabat sebagai sekertaris partai, lalu pada tahun 2003 dia terpilih aklamasi menjadi
ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Kabupaten Bogor. Karena dipandang sukses dalam memimpin partai, tahun 2006 ia
terpilih kembali menjadi ketua DPC PPP Bogor untuk yang kedua kalinya.6
5
Wikipedia, "Rahmat Yasin", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
6
Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari
Sukses memimpin DPRD Bogor sekaligus memimpin partai berlambang
Ka'bah ini, maka ia direkomendasikan untuk maju menjadi calon bupati Bogor. Pada
tahun 2008 pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar, Rahmat Yasin maju
berpasangan dengan H. Karyawan Fathurahman (Karfat) ketua Partai DPC PDIP
Bogor, dalam pilkada tersebut Rahmat Yasin dan H. Karyawan Faturahman terpilih
secara langsung dan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bogor periode pertama
2008-2013. Tahun 2013 pilkada digelar kembali, Rahmat Yasin maju sebagai kandidat
bertahan bersama Nurhayati, dan H. Karyawan Faturahman menjadi saingannya
bersama 3 kandidat lain. Dalam pilkada 2013 Rahmat Yasin kembali terpilih menjadi
bupati Bogor bersama Nurhayati sebagai Wakil Bupati bogor untuk periode
2013-2018 mengalahkan rivalnya, H. Karyawan Faturahman yang di periode sebelumnya
menjadi wakil Rahmat Yasin. Pencalonan Rahmat kala itu bisa dikatakan berjalan
mulus, pasalnya, diusung mayoritas partai politik di antaranya Partai Demokrat,
Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Hati
Nurani Rakyat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan
Bangsa.7
Namun belum setahun menjabat sebagai Bupati Bogor pada periode kedua,
Komisi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 7 Mei 2014 menangkap Bupati Bogor
Rahmat Yasin. Rahmat Yasin dijemput tim dari komisi antirasuah di rumah
pribadinya di Jalan Wijaya Kusumah Nomor 103, Kompleks Taman Yasmin,
7
Okezone.com, " Rahmat Yasin Sipembangkang SDA yang Berujung di KPK, diakses, Rabu 08 April 2015, http://news.okezone.com/read/2014/05/08/339/981938/rahmat-yasin-si-pembangkang-sda-yang-berujung-di-kpk
28
Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Ia diduga menerima suap terkait dengan
pengurusan izin tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.8
Kini, Sang Bupati tengah menjadi sorotan akibat dugaan korupsi. Dia pun
harus dinonaktifkan dari jabatannya sebagai bupati Bogor. Kamis, 27 November 2014
dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Bupati Bogor
nonaktif Rahmat Yasin divonis kurungan penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda
Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara oleh Majelis Hakim, Selain itu majelis hakim
juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih sebagai pejabat
publik selama 2 tahun dari pokok pidana yang dijatuhkan. Rahmat Yasin terbukti
bersalah dan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Sikap
kurang terpuji sang bupati Bogor itulah yang harus dibayar mahal olehnya. Ia
dinyatakan melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. 9
Setelah diproses melalui mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia,
akhirnya Pada tanggal 20 Januari 2015 Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan menyerahkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia No. 131.32-51 Tahun 2015 Tentang Pemberhentian Bupati Bogor Provinsi
Jawa Barat Rahmat Yasin kepada Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Ruhendi
8
Wikipedia, "Rahmat Yasin", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin
9Kompas.com, " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara", artikel diakses Rabu 08
April 2015 dari
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjar a
didampingi Plt Bupati Bogor Nurhayanti. SK ini ditetapkan menyusul Putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung No.
87/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Bdg tanggal 27 November 2014, yang menyatakan Rahmat
Yasin terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. SK ini juga memuat
penunjukkan Nurhayanti yang adalah Wakil Bupati Bogor masa jabatan 2013-2018
sebagai Pelaksana Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Bupati Bogor sampai
dilantiknya Bupati Bogor sisa masa jabatan tahun 2013-2018, dan sejak saat itu
Rahmat Yasin resmi tidak menjadi Bupati Bogor dan tugasnya diambil alih oleh
Wakilnya yaitu Nurhayati.10
C. Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor
Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia.
Ibukotanya adalah Cibinong. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,304
Ha, secara geografis terletak di antara 6º18'0" - 6º47'10" Lintang Selatan dan
106º23'45" - 107º13'30" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya:
- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten
Tangerang, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi;
- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;
10
Republika, "Rahmat Yasin Diberhentikan Tidak Hormat", artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://Rachmat Yasin Diberhentikan tidak Hormat_Republika Online.htm
30
- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur
dan Kabupaten Purwakarta;
- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Cianjur;
- Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.11
Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari
dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan,
yaitu sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15-100 meter di atas permukaan laut
(dpl), 42,62% berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19,53% berada pada
ketinggian 500–1.000 meter dpl, 8,43% berada pada ketinggian 1.000–2.000 meter
dpl dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000–2.500 meter dpl. Selain itu, kondisi
morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan
pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang
terdiri dari andesit, tufa dan basalt.12
Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat
basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah
hujan tahunan 2.500–5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian
kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata di
wilayah Kabupaten Bogor adalah 20°- 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C.
11
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1.
12
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1.
Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata–rata 1,2
m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata– rata sebesar 146,2 mm/bulan.13
Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang di
dalamnya meliputi 417 desa dan 17 kelurahan (434 desa/kelurahan), yang tercakup
dalam 3.882 RW dan 15.561 RT. Pada tahun 2012 telah dibentuk 4 (empat) desa
baru, yaitu Desa Pasir Angin Kecamatan Megamendung, Desa Urug dan Desa
Jayaraharja Kecamatan Sukajaya serta Desa Mekarjaya Kecamatan Rumpin. Luas
wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan pola penggunaan tanah dikelompokkan
menjadi: kebun campuran seluas 85.202,5 Ha (28,48%), kawasan
terbangun/pemukiman 47.831,2 Ha (15,99%), semak belukar 44.956,1 Ha (15,03%),
hutan vegetasi lebat/perkebunan 57.827,3 Ha (19,33%), sawah irigasi/tadah hujan
23.794 Ha (7,95%), tanah kosong 36.351,9 Ha (12,15%).14
Secara umum, kondisi demografis Kabupaten Bogor dapat digambarkan
bahwa penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS)
pada tahun 2013 berjumlah 5.202.097 jiwa (angka sementara). Jumlah penduduk
tersebut hasil proyeksi penduduk dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk sebesar
2,54 persen dibanding tahun 2012. Angka ini merupakan laju pertumbuhan penduduk
proyeksi selama kurun waktu 1 tahun (hasil proyeksi dari tahun 2012). Pada tahun
13
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1 – II-2.
14
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-2.
32
2014 jumlah penduduk kabupten Bogor sebanyak 5.331.149 jiwa, yang terdiri dari
penduduk laki-laki 2.728.374 jiwa dan penduduk perempuan 2.602.775 jiwa.15
D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bupati Bogor
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,
disebutkan secara jelas mengenai tugas, wewenang dan kewajiban kepala daerah.
Tugas dan wewenang Bupati atau Kepala Daerah, yaitu:
a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;
b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;
c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan
rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama
DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;
d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan
Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama;
15
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-2. (Lihat juga Buku Satu indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor 2014).
e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
f. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan
g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala
daerah berwenang:
a. Mengajukan rancangan Perda;
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat
dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 16
Sedangkan Kewajiban Bupati atau Kepala Daerah, yaitu:
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
16
Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
34
b. Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah;
e. Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;
f. Melaksanakan program strategis nasional; dan
g. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan
semua Perangkat Daerah.17
(1) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
kepala daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan
ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah.18
17
Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 67 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
18
Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 69 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
BAB IV
PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF
Sebelum membahas lebih dalam mengenai mekanisme pemakzulan kepala
daerah menurut fiqih siyasah dan hukum positif, perlu diketahui bahwa, bupati Bogor
Rahmat Yasin diberhentikan dari jabatannya karena terbukti bersalah dan secara sah
dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menurut putusan Pengadilan
Tipikor Bandung, Kamis, 27 November 2014. Tidak hanya melakukan korupsi tetapi
ada beberapa indikasi pelanggarang hukum yang dilakukan bupati Bogor baik
menurut hukum di Indonesia maupun hukum Islam.
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal penting, antara lain: Indikasi
Pelanggaran Hukum Bupati Bogor, Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah
Menurut UU No. 23 Tahun 2014, Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau
Dari Hukum Positif, Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih
Siyasah, dan Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Fiqih
Siyasah dengan Hukum Positif.
A. Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor
Dari beberapa pernyataan dan tindakan sang bupati Bogor yang sudah
terlanjur diekspos dan diketahui masyarakat luas melalui berbagai media dan sarana
informasi, setidaknya terdapat beberapa hal yang bisa dikemukakan dan dicermati
36
pelanggaran yang dilakukan bupati Bogor dilihat dari perspektif hukum Islam dan
Perundang-undangan. Beberapa hal pokok yang dapat dikemukakan itu adalah.
Pertama, melanggar larangan bagi pejabat Bupati/ kepala daerah. Kedua, tidak
mencerminkan keteladanan mulia sebagai pemimpin dan pejabat publik.
Terhadap masalah pertama, melanggar larangan bagi pejabat Bupati/ kepala
daerah. di dalam Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah Pasal 76 ayat (d) dan (e) dijelaskan bahwa bupati dilarang menyalahgunakan
wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang
dipimpin; dan bupati dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima
uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau
tindakan yang akan dilakukannya.1
Sebagi seorang bupati atau pejabat negara seharusnya bisa melaksanakan
peranan dan kewajibannya dengan baik, dengan memberikan contoh yang mulia
terhadap masyarakatnya, tidak seharusnya seorang bupati melanggar peraturan yang
sudah ada dan menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dengan tidak tepat
karena bisa merugikan daerah yang sedang dipimpin oleh bupati tersebut.
Seharusnnya sebagai seorang pemimpin bisa menggunakan wewenangnnya untuk
memajukan daerah yang dipimpinnya agar menjadi pemerintahan yang sehat dan
bersih.
1
Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 76 (d) dan (e) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dimasukkannya secara khusus tindak pidana korupsi dan penyuapan sebagai
alasan pemakzulan pejabat negara menunjukkan bahwa kejahatan korupsi dan
penyuapan adalah kejahatan yang sangat membahayakan kepentingan negara dan
masyarakat, bahkan merusak perekonomian negara dan keberlangsungan
pembangunan. Tidak hanya Indonesia, dalam konstitusi negara-negara lain juga
mencantumkan korupsi dan penyuapan sebagai alasan pemakzulan pejabat negara
antara lain konstitusi, Amerika Serikat, Korea Selatan, serta Filipina.2
Di Indonesia sendiri mengenai tindakan korupsi diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 yang telah dirubah menjadi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin, yakni corupptio atau corruptus,
dalam bahasa Inggris corruption atau corrupt, bahasa Perancis corruption dan bahasa
Belanda corruptie. Asumsi kuat menyatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah yang
dibakukan ke dalam bahasa Indonesia, yakni korupsi. Arti harfiyah dari korupsi ialah,
kebusukan, keburukan kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Andi Hamzah mengartikan korupsi sebagai perbuatan buruk, busuk, bejat, suka
disuap, perbuatan yang menghina atau memfitnah, menyimpang kesucian, dan tidak
bermoral. Baharuddin Lopa, mengatakan korupsi ialah the offering and accepting of
2
Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 24.
38
bribes (penawaran/pemberian dan penerimaan hadiah-hadiah berupa suap). Di
samping itu, diartikan juga "decay" yaitu kebusukan/kerusakan. Yang busuk/rusak
ialah moral akhlak oknum yang melakukan perbuatan korupsi.3
Dalam bahasa Arab, korupsi juga disebut risywah yang berarti penyuapan.
Risywah juga diartikan sebagai uang suap. Secara etimologi kata risywah berasal dari
bahasa Arab " ْﻮُﺷْﺮَﯾ-ﺎَﺷَر" yang berarti upah, hadiah, komisi atau suap. Adapun secara terminologi, risywah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan
kemaslahatan atau sesuatu yang diberikan dalam rangka membenarkan yang
batil/salah atau menyalahkan yang benar.P3F
4
Adapun beberapa hadis tentang risywah yang dibahas oleh para ulama antara
lain:
ِﻢْﻜُﺤْﻟا ﻲِﻓ َﻲِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو َﻲِﺷاﱠﺮﻟا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ٌﷲ ُلﻮُﺳَر َﻦَﻌَﻟ َلﺎَﻗ َةَﺮْﯾَﺮُھ ﻲِﺑ َأ ْﻦَﻋ
"bahwa laknat Allah akan (ditimpahkan)kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum"
ﻲِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو ﻲِﺷاﱠﺮﻟا َﻢَﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠﷲ ُلﻮُﺳَر َﻦَﻌَﻟ َلﺎَﻗَو ٍﺮْﻤَﻋ ِﻦْﺑ ِ ﱠﷲ ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ
"Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan disuap"
Berkaitan dengan sanksi hukum bagi pelaku risywah, yaitu hukum Ta'zir
sebab tidak termasuk dalam ranah qisas dan hudud. Sanksi hukum pelaku tindak
pidana suap masuk dalam kategori sanki-sanki takzir yang kompetensinya ada
ditangan hakim.
3
Andi, Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 4-5.
4
M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, Edisi Kedua, (Jakarta: AMZAH, 2012), h. 89.
Dalam kasus bupati Bogor ini, bukan hanya yang bersangkutan dinilai
melanggar undang-undang sebagai produk hukum yang harus ditaati, tetapi ia sebagai
seorang muslim juga sudah melanggar hukum Allah. Sebagai salah satu komponen
seorang pemimpin atau wakil rakyat yang seyogyanya memberikan contoh dan
teladan yang baik bagi masyarakat, justru memberikan hal yang sebalinya. Di sinilah
letak ketidakbaikan bahkan kezaliman yang semestinya tidak perlu terjadi.
Kemudian terkait dengan masalah yang kedua, tidak mencerminkan
keteladanan mulia sebagai pemimpin dan pejabat publik. Sebagai pejabat publik
sudah selayaknya jika sang bupati memberikan teladan dan contoh perilaku mulia
bagi warganya. Sebab hakekat seorang pemimpin adalah melayani masyarakat luas.
Proses palayanan antara pejabat dengan rakyat sama sekali tidak akan efektif jika
terdapat ganjalan terkait dengan tingkah laku dan akhlaq keseharian sang pemimpin.
Menurut penulis, perilaku yang sudah dilakukan oleh bupati Bogor adalah
perbuatan yang tercela, ia tidak mencerminkan sebagai pemimpin yang teladan bagi
masyarakatnya, karena ia sudah menggunakan kekuasaannya dengan tidak bijak, ia
melakukan korupsi dan menerima suap yang mengakibatkan kerugian bagi negara
dan dirinya sendiri. Semestinya hal itu bisa dihindari, maka, tidak heran ia
diberhentikan dari jabatannya karena telah melakukan korupsi dan melanggar
40
B. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014
1. Penyebab Pemberhentian Kepala Daerah
Sebelum memasuki pembahasan mengenai mekanisme Pemakzulan kepala
daerah bupati Bogor, menurut Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 akan dibahas
beberapa hal atau faktor yang menyebabkan seorang kepala daerah dapat
dimakzulkan. Dalam konteks pemberhentian terdapat tiga alasan mengapa kepala
atau wakil kepala daerah tidak bisa melanjutkan atau dimakzulkan sebagai kepala
daerah atau wakil kepala daerah.
Pada Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 meyatakan,
kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri; atau
c. Diberhentikan
Pada Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 membagi tiga
alasan mengapa seorang kepala daerah dapat berhenti menjabat sebagai kepala
daerah. Dalam pembahasan yang ingin disampaikan penulis lebih terfokus pada
alasan kepala daerah berhenti menjabat yang disebabkan oleh diberhentikannya
seorang kepala daerah terlebih karena beberapa faktor yang disebabkan oleh kepala
daerah yang patut diduga melakukan kesalahan seperti melanggar sumpah jabatan,
melakukan korupsi dan juga melakukan tindak pidana. Hal ini tertuang Pada Pasal 78
Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c diberhentikan karena:
a. Berakhir masa jabatannya;
b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala
daerah;
d. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. Melakukan perbuatan tercela;
g. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk
dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada
saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian
dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.
Tidak hanya terbatas pada larangan bagi kepala daerah tetapi juga melanggar
sumpah jabatan merupakan tindakan yang bisa berakibat diberhentikannya seorang
kepala ataupun wakil kepala daerah. Isi dari sumpah jabatan kepala ataupun wakil