• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemakzulan kepala daerah menurut persepektif fiqih siyasah dan hukum positif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemakzulan kepala daerah menurut persepektif fiqih siyasah dan hukum positif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh :

Siti Herawati

N I M : 1111045200010

KONSENTRASI KETATANEGARAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

ِﻢْﯿِﺣﱠﺮﻟا ِﻦَﻤْﺣﱠﺮﻟا ِﷲ ِﻢْﺴِﺑ

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan

kemampuan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan tugas-tugas

kekhalifahaan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat manusia

secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak luput kepada

risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan mereka semua yang

telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid di atas muka bumi ini dan

membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani kehidupan yang lebih baik di

dunia dan kebaikan hidup di akhirat.

Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan. Adanya

bimbingan, kritikan dan masukan yang sangat berarti diperlukan penulis untuk dapat

lebih menyempurnakan dan memperbaiki agar penyajian skripsi ini lebih sempurna.

Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah

kebanggana bagi penulis adalah mengikuti perkuliahan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syari'ah dan Hukum. Di dalam perjalanan

ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis dapatkan, baik

sifatnya menyenangkan maupun yang mengharukan, karena dengan melewati itu

semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap bisa penulis dapatkan.

(5)

kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu bisa diatasi berkat

motivasi dan dorongan yang diberikan kepada semua pihak yang membantu dan

memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang

Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan menyayangi kalian,

dimana kalian berada. Amin. Rasa terima kasih ingin penulis ucapkan kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan.

2. Ibu Dr. Maskufah, MA, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan Siyasah

Syar’iyah.

3. Ibu Rosdiana, MA, Sekretaris Program Studi Jinayah Siasah Jurusan Siyasah

Syar’iyah.

4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Dosen Penasehat Akademik.

5. Bapak Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, MA. Dosen pembimbing yang sangat penulis

hormati, dengan sangat sabar dan keikhlasan beliau membimbing penulis,

memberikan banyak ilmu dan waktunya kepada penulis sehingga banyak hal baru

yang penulis dapatkan selama bimbingan bersama beliau.

6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan literatur selama

(6)

kuliah.

7. Kepada keluarga saya, teristimewa ayahanda dan ibundaku tercinta, Bapak Iyus

Yustiana dan Ibu Tinah yang senantiasa mendoakan penulis, memberikan

limpahan kasih sayang, kesabaran, dukungan serta motivasi baik moral maupun

materil kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-kakakku tercinta (alm) Ahmad

Saepudin, dan Sri Yulianingsih serta adikku Muhamad Fahmi dan keponakan

Muhamad Raihan. Semoga Allah selalu melimpahkan kasih sayang-Nya untuk

kalian.

8. Sahabat tercinta Lisna Alvia, Abdul Mun'im bin Alias yang sudah menjadi

sahabat terbaik dalam menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dwi Agusti, Ingkak Chintya Wangsih, Fitri Yanti, Leli Afrida S, Uliyanah, Lala,

dan ka Muhdi kalian adalah sahabat-sahabat terbaik yang pernah aku kenal dan

aku punya.

9. Teman-teman seperjuangan SJS khususnya jurusan Ketatanegaraan Islam

angkatan 2011, Andi, Imam, Merry, Tiwa, Arista, Tomi, Lisna, Uti, Dwi, Anwar,

Fajar, Devi, Fifit, Gilang, mun'im, Rezi dan Buya.

10.Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok PENA 2014. Untuk

Eva, Dewi, Lisna, Azmi, Euis, Nana, Mun'im, Ozi, Dika, Tomi, Aza, Nugi,

Mujay, Fuad. Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berkesan, tidak

ada kelompok KKN yang seseru dan sekompak kalian.Terima kasih semua atas

perhatian dan dukungannya. Semoga kita akan menjadi rekan se team kembali

pada kesempatan yang lain.

(7)

Dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik yang

terlihat dan tersembunyi. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat

untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Ciputat, 04 Mei 2015

Penulis

Siti Herawati

(8)

ABSTRAK

Siti Herawati, 1111045200010. Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Poaitif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati

Bogor Rahmat Yasin). Hukum Tata Negara (Siyasah), Program Studi Jinayah

Siyasah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1436 H / 2015 M, x + 63 halaman.

Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana seorang pejabat negara khususnya Bupati Bogor bisa dimakzulkan dari jabatannya baik dalam undang-undang yang ada di Indonesia maupun dalam teori politik Islam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa penyebab latar belakang seorang kepala daerah bisa dimakzulkan dari jabatannya dan bagaimana proses pemakzulan kepala daerah menurut fiqih siyasah dan hukum positif

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library

Research), yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berasal

dari sumber hukum premier, sumber hukum sekunder dan sumber hukum tersier baik manual maupun digital yang berkaitan dengan tema pembahasan. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kepala daerah bupati bogor bisa dimakzulkan apabila telah melanggar ketentuan yang sudah diatur oleh lembaga yang berwenang, mengacu kepada UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan menurut para teoritis fiqih siyasah kepala daerah bisa dimakzulkan apabila sudah menyimpang dari ajaran syariat, tidak berlaku adil, tidak memenuhi syarat lagi sebagai kepala daerah dan kepala negara menghendaki pemberhentiannya, maka kepala daerah tersebut bisa dimakzulkan.

Kata kunci : Pemakzulan Kepala Daerah, Pemberhentian Bupati Bogor,

Pemakzulan.

Pembimbing : Dr. H. Mujar Ibnu Syarif, M.A.

Daftar Pustaka : 1995 s.d. 2015

(9)

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

BAB1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Tinjauan Pustaka ... 5

E. Metode Penelitian... 8

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH ... 12

A. Pengertian Pemakzulan ... 12

B. Sejarah Pemakzulan ... 13

C. Mekanisme Pemakzulan... 17

BAB III PROFIL BUPATI BOGOR ... 24

A. Profil Bupati Bogor ... 24

(10)

B. Karir Politik Bupati Bogor ... 25

C. Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor ... 29

D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bupati Bogor ... 32

BAB VI PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF ... 35

A. Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor ... 35

B. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah Menurut UU No. 23 Tahun 2014 ... 40

1. Penyebab Pemberhentian Kepala Daerah ... 40

2. Prosedur Pemberhentian Kepala Daerah ... 42

C. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Hukum Positif ... 47

D. Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah ... 52

E. Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Fiqih Siyasah dengan Hukum Positif ... 55

BAB V PENUTUP ... 57

A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

(11)

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan pemerintahan daerah di suatu negara tergantung dari bentuk

negara yang dianut oleh negara bersangkutan. Bentuk negara menggambarkan

pembagian kekuasaan dalam suatu negara secara vertikal dan horizontal. Secara

vertikal pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,

sedangkan pembagian kekuasaan secara horizontal menggambarkan antara kekuasaan

legislatif, eksekutif dan yudikatif.1

Pemerintahan Daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan

tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kepala daerah sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.2 Kepala daerah meliputi

Gubernur untuk Provinsi, Bupati untuk Kabupaten, serta Walikota untuk Kota.

1

Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, (Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1999), h. 23.

2

Undang-Undang Republik Indonesia, Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (2) dan (3) UU .No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

(12)

2

Kepala daerah adalah pejabat yang menjalankan hak, wewenang dan

kewajiban pimpinan pemerintahan daerah atau pejabat yang memimpin di suatu

daerah tertentu dan bertanggungjawab sepenuhnya atas jalannya pemerintahan

daerah.3 Menurut fiqih siyasah kepala daerah disebut wali. Wali adalah orang yang

diangkat oleh khalifah untuk menjadi pejabat pemerintahan (hakim) di suatu daerah

serta menjadi pimpinan di daerah tertentu.4 Kepala daerah secara hirarki, tidak jauh

berbeda dengan kedudukan Presiden sebagai penanggungjawab tertinggi dalam

penyelenggaraan pemerintahan di seluruh wilayah negara. Sedangkan kepala daerah

hanya bertanggungjawab di wilayah tertentu yang dipimpinnya.

Beberapa dari pemimpin daerah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan

undang-undang, penyalahgunaan wewenang atau tidak sesuai dengan pelaksanaan

pemerintah pusat, sehingga harus ditempuh upaya-upaya hukum yang dibutuhkan

untuk menanggulangi permasalahan ini. Salah satunya dengan cara pemakzulan

Kepala Daerah.

Pada tahun 2014 Bupati Bogor Rahmat Yasin yang diberhentikan dari

jabatannya, dikarenakan ia melakukan korupsi dengan menerima suap sebesar 4,5

miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama

PT Bukit Jonggol Asri seluar 2.754 hektar.

3

Andi Mustari Pide, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI, (Jakarta: Radar Jaya Pratama, 1999), h. 50-51.

4

Taqiyuddin An Nabhani,. Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik. H. 229.

(13)

Istilah pemakzulan relatif baru dikenal luas di Indonesia setelah perubahan

kedua Undang-Undang Dasar 1945 sebagai padanan istilah pemecatan atau

pemberhentian seseorang dari jabatannya. Pemakzulan (Impeachment) adalah proses

pemecatan, penyingkiran atau penurunan seorang persiden atau pejabat negara dari

tahta atau jabatannya karena melakukan pelanggaran hukum maupun karena tidak

lagi memenuhi syarat sebagai pejabat negara.5

Di era demokrasi sekarang ini banyak kepala daerah atau pejabat negara

dimakzulkan dari jabatannya, dikarenakan kepala daerah tersebut terkena kasus

korupsi, melanggar sumpah jabatan, melanggar larangan kepala daerah yang

sebagaimana sudah diatur dalam undang-undang dan menyalahgunakan wewenag

sebagai kepala daerah.

Bupati sebagai salah seorang pejabat negara seharusnya mampu menjadi

tauladan dalam menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan dalam setiap

perilaku kehidupannya. Dengan kata lain tidak seharusnya seorang kepala daerah

yang merupakan pejabat negara berperilaku seperti itu. Karena tindakan korupsi dan

suap menyuap adalah kejahatan yang sangat membahayakan kepentingan negara dan

masyarakat secara luas bahkan terkait dengan perekonomian negara dan

keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara.6

5

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945,( Jakarta: Konstitusi Press, 2014) h. 12-13.

6

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 24.

(14)

4

Dari latar belakang masalah di atas dan juga mengingat hingga kini belum ada

satu pun skripsi yang membahas tema ini, penulis merasa perlu menyajikan

pembahasannya dalam skripsi ini, dengan judul "Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Perspektif Fiqih Siyasah Dan Hukum Positif (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Bogor Rahmat Yasin)".

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

penulis membatasi masalah yang diteliti mengenai pemakzulan Rahmat Yasin Bupati

Bogor. Adapun masalah pokok penelitian yang dibahas, dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa latar belakang terjadinya pemakzulan terhadap Bupati Bogor Rahmat

Yasin?

2. Bagaimana mekanisme pemakzulan Bupati Bogor Rahmat Yasin ditinjau dari

perspektif Fiqih Siyasah dan Hukum Positif ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya pemakzulan terhadap Bupati

Bogor.

2. Untuk mengetahui mekanisme pemberhentian Kepala Daerah atau Pejabat

Negara menurut fiqih siyasah dan hukum positif.

(15)

1. Sebagai sumbangan pemikiran dan sekaligus pengembangan keilmuan di

bidang fiqih siyasah dalam konteks ketatanegaraan Islam.

2. Menambah wacana ilmu pengetahuan mengenai pemakzulan dalam fiqih

siyasah maupun hukum positif.

D. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penelitian tentang topik pemakzulan telah dilakukan, baik yang

mengkaji secara spesifik sumber data yang diperoleh isu, maupun yang menyinggung

secara umum. Berikut tinjauan umum atas beberapa penelitian yang telah ada

mengenai pemakzulan.

Karya ilmiyah pertama, yaitu jurnal hukum Vol. XIX No.19 Oktober 2010:

93-110 yang berjudul "Impeachment Kepala Daerah (Study Kasus Usulan

Pemberhentian Walikota Surabaya Ir. Tri Rismarini" yang ditulis oleh M. Shaleh SH,

MH. Dalam penelitian tersebut dinyatakan bahwa DPRD kota surabaya mengajukan

impeachment kepada walikota Surabaya karena dinilai telah melanggar Pasal 28 (a)

Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004, Peraturan Menteri Dalam Negeri

(Permendagri) Nomor 16 Tahun 2006 tentang Penyusunan Produk Hukum Daerah

saat menyusun Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 56 Tahun 2010

mengenai kenaikan pajak reklame, Perwali Nomor 57 Tahun 2010 mengenai

kenaikan pajak reklame di kawasan terbatas. Usulan pemberhentian Walikota

Surabaya tersebut mengacu kepada Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang

(16)

6

pemberhentian kepala daerah dapat dilakukan apabila melanggar sumpah jabatan dan

tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah.

Karya ilmiyah kedua, yaitu skripsi yang berjudul "Impeachment Presiden

Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen Dalam Tinjauan Ketaranegaraan Islam" yang

ditulis oleh Irwanto pada tahun 2008 Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut ia menjelaskan

tentang alasan pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden disebutkan secara

limitatif dalam konstitusi, yaitu penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,

tindak pidana berat lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi memenuhi syarat

sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden yang telah diatur dalam pasal 7A

Undang-Undang Dasar 1945.

Karya ilmiyah ketiga, yaitu skripsi yang berjudul "Konsep Negara Hukum

Terhadap Mekanisme dan Praktek Pemberhentian Presiden Di Indonesia" yang ditulis

oleh Achmad Farobi pada tahun 2012 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut menjelaskan aspek

hukum yang harus diperhatikan dalam pemberhentian presiden dalam masa aktif

jabatannya adalah alasaan pemakzulan, prosedur dan hukum pemakzulan serta forum

pemakzulan; alur mekanisme konstitusional melalui DPR RI, MK dan MPR RI, dan

peran Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam rangka aktualisasi negara

hukum Indonesia.

Karya ilmiyah keempat, yaitu tesis yang berjudul "Pemberhentian Kepala

(17)

Indonesia)" yang ditulis oleh Ali Zawawi pada tahun 2008 Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut ia

menjelaskan tentang pemberhentian kelapa negara di Indonesian yang ditinjau dari

perspektif teori politik Islam.

Karya ilmiyah kelima, yaitu disertasi yang berjudul "Pemakzulan Kepala

Negara Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid) yang

ditulis oleh M. Ali Hanafiyah S pada tahun 2011 sekolah pascasarjana Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalalm penelitiannya tersebut ia

menjelaskan bagaimana mekanisme pemakzulan terhadap presiden Abdurrahman

Wahid ditunjau dari hukum Islam.

Karya ilmiyah keenam, yaitu skripsi yang berjudul "Tinjauan Yuridis

Mekanisme Pemberhentian Bupati Menurut Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah (Studi Kasus Pemberhentian Bupati Kabupaten Garut Aceng

Fikri)" yang ditulis oleh Gagat Rahino pada tahun 2013 Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitiannya tersebut

menjelaskan bagaimana mekanisme pemberhentian bupati Garut ditinjau dari

Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Kendatipun telah ada penelitian sebelumnya mengenai tema Pemakzulan

pejabat negara, skripsi ini memiliki substansi pembahasan yang berbeda dengan

(18)

8

1. Dalam skripsi ini penulis tidak hanya menjelaskan pemakzulan kepala daerah

menurut perspektif hukum Tata Negara Republik Indonesia, tetapi juga

menurut Fiqih Siyasah.

2. Penulis ingin menilai bagaimana relevansi atau kesesuaian mekanisme

pemakzulan kepala daerah menurut hukum positif dengan teori Fiqih Siyasah.

E. Metode Penelitian

Salah satu tahapan yang penting dalam penulisan skripsi adalah penerapan

metodelogi penelitian yang tepat yang digunakan sebagai pedoman penelitian dalam

mengungkapkan fenomena serta menghubungkan antara teori yang menjelaskan

gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya. Penulis menggunakan

metode penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian dengan cara

mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, artikel-artikel, makalah,

majalah, koran, serta bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang

diangkat dalam skripsi ini.

1. Teknik pengumpualn data

Dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian riset pustaka

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menghimpun

dan menelaah data-data sumber kepustakaan berupa data-data primer dan

sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan skripsi ini.

(19)

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga macam,

yaitu:

1. Sumber data primer yakni sumber data yang ada kaitan langsung dengan

tema skripsi ini. Sumber data primer yang digunakan adalah al-Qur'an dan

hadis, kitab-kitab Fiqih Siyasah, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah.

2. Sumber data sekunder yakni sumber data yang tidak berkaitan langsung

dengan tema skripsi ini. Adapun data sekunder yang penulis gunakan

adalah tulisan-tulisan ilmiyah baik dalam bentuk buku, jurnal, surat kabar,

majalah maupun melalui media internet.

3. Bahan hukum tersier yakni data yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap data-data primer dan sekunder, yaitu berupa

kamus-kamus ilmiyah, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian

rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai

untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun metode

analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan metode deskriptif. Penelitian metode deskriptif dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang keadaan–keadaan nyata sekarang

(sementara berlangsung). Tujuan utama menggunakan metode penelitian ini

(20)

10

pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala

tertentu.7

4. Teknik penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada buku "Pedoman

Penulisan Skripsi Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta Tahun 2012".

F. Sistematika Penulisan

Penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab, di

mana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan perincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan Dan Perumusan

Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode

Penelitian Dan Sistematika Penulisan.

BAB II : KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH

Bab ini menjelaskan tentang kajian teori yang membahas tentang

pemakzulan secara umum. Definisi Pemakzulan, Sejarah Pemakzulan, Dan

Mekanisme Pemakzulan Menurut Perspektif Fiqih Siyasah.

7

Consuelo G Selvila, et all, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta:Universitas Indonesia UI-Press, 2006), h. 71.

(21)

BAB III : PROFIL BUPATI BOGOR

Dalam bab ini membahas tentang Profil Bupati Bogor, Karir Politik Bupati

Bogor, Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor, Tugas Wewenang dan

Kewajiban Bupati Bogor.

BAB IV : PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT FIQIH SIYASAH DAN UNDANG-UNDANG

Bab ini berisi tentang Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor,

Mekanisme Pemberhentian kepala daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014,

Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Menurut Perspektif Hukum

Positif, Dan Pemakzulan Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih Siyasah.

BAB V : PENUTUP

Bab Penutup berisi kesimpulan dan saran-saran yang memuat kesimpulan

dan rekomendasi. Dalam bab ini disajikan pokok-pokok temuan penelitian

(22)

BAB II

KAJIAN TEORI TENTANG PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSEPKTIF FIQIH SIYASAH

A. Pengertian Pemakzulan

Dalam bahasa Arab Menurut kamus Al-Munawir "makzul" merupakan isim

maf'ul tashrifan (derivasi) kata ُلِﺰْﻌَﯾ َلَﺰَﻋ yang artinya turun takhta.P0F

1

P

Sedangkan dalam

bahasa Inggris "makzul" menurut Hamdan Zoelva berarti isolate (mengasingkan), set

apart (memisahkan), separate (terpisah), segregate (memisahkan), seclude

(menyendiri), dismiss (memecatkan), discharge (pemberhentian), recall (penarikan

kembali), remove (from office) memberhentikan atau memecat.P1F

2

Istilah Pemakzulan dalam kamus bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab,

makzul yang sudah dibakukan, mempunyai arti berhenti memegang jabatan; turun takhta; memakzulkan artinya 1. menurunkan dari takhta; memberhentikan dari jabatan; 2. meletakan jabatannya (sendiri) sebagai raja; berhenti sebagai raja;

pemakzulan artinya proses, cara, perbuatan memakzulkan. Dengan demikian “pemakzulan” dapat diartikan pemberhentian dari jabatan, penurunan dari takhta atau

jabatan.3

1

Achmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab, (Surabaya: Pustaka Progressif, 2007), h. 547

2

Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. xiii.

3

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Keempat, Departemen Pendidkan Nasional (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 865.

(23)

Pemakzulan dalam Islam dapat disinonimkan dengan al-khalla' yang berarti

mencopot, mencabut, memecat, menelanjangi, menyingkirkan. Ibnu Manjhur

mengatakan, pencopotan sama pengertiannya dengan mencabutnya; hanya saja di

dalam istilah pemecatan terkandung makna "penangguhan atau proses secara

perlahan". Istilah al-khalla' ini erat kaitannya dengan pelanggaran. Jadi dapat

disimpulkan bahwa al-khalla' dapat disinonimkan dengan pemecatan atau

pemakzulan, namun dalam ketatanegaraan Indonesia lebih dikenal dengan sebutan

pemberhentian.4

Istilah pemberhentian dipadankan dengan istilah pemakzulan yang

mempunyai konotasi yang sama dengan istilah impeachment. Menurut istilah

pemakzulan adalah tindakan politik dengan hukuman berhenti dari jabatan dan

kemungkinan larangan untuk memegang suatu jabatan, bukan sebagai hukuman

pidana (criminal conviction) atau pengenaan ganti kerugian perdata. Dalam istilah

akademik, pemakzulan adalah proses hukum ketatanegaraan untuk memecat atau

menurunkan presiden atau pejabat lainnya dari jabatannya.5

B. Sejarah Pemakzulan

Pada masa Nabi gagasan pemakzulan atau pemberhentian kepala daerah

jelas belum muncul dan belum dijelaskan secara rinci, cara-cara pemberhentian

4

Yahya Ismail, Hubungan Penguasa dan Rakyat Dalam Perspektif Sunnah, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 191-193.

5

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden

Menurut UUD 1945, h. 10.

(24)

14

kepala daerah tidak terdapat ketentuannya dalam al-Qur'an dan hadis Nabi. Namun

dalam sejarah pemerintahan Rasulullah SAW dan al-Khulafa al-Rasyidun khususnya

pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib terjadi beberapa kali

pemberhentian kepala daerah.

Pada masa Rasulullah SAW, beliau pernah memberhentikan gubernur

Yaman, Mu'adz bin Jabal tanpa alasan apapun. Beliau juga memberhentikan Ila'

Al-Hadhrami yang menjadi amil beliau di Bahrain, hanya karena beliau mendapat

pengaduan tentang Ila' dari utusan Abdul Qais.6 Pada masa pemerintahan khalifah

Utsman bin Affan, banyak sejarawan menilai Utsman melakukan praktik nepotisme.

Ia mengangkat pejabat-pejabat yang berasal dari kalangan keluarganya, meskipun

tidak layak untuk memegang jabatan tersebut. Banyak pejabat yang lama dipecatnya.

Awal praktik nepotisme ini adalah pemecatan al-Mughirah ibn Abi Syu'bah sebagai

gubernur Kufah dan digantikan oleh Sa'd ibn al-'Ash, saudara sepupu Utsman.

Namun Sa'd hanya setahun menduduki posisinya karena digantikan oleh al-Walid ibn

'Uqbah yang juga masih saudara seibu dengan Utsman.7

'Amr ibn al-'Ash juga dipecat oleh Utsman dari jabatan gubernur di Mesir.

Sebagai penggantinya, Utsman mengangkat Abdullah ibn Sa'd ibn Abi Sarh, saudara

sepupunya. Tindakan ini dinilai ceroboh karena kedudukan 'Amr sebagai tokoh yang

berjasa dalam menaklukan Mesir pada masa pemerintahan khalifah Umar. Pemecatan

6

Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, Penerjemah Moh. Maghfur Wachid, (Bangil: Al Izzah, 1996), h. 235.

7

Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, Cet. II, (Jakarta: Gaya Media Pratam, 2007), h. 78.

(25)

'Amr ini akhirnya menimbulkan protes di kalangan masyarakat Mesir. Mereka

menuntut Utsman agar memulikan kedudukannya kembali. Apalagi penggantinya,

Abdullah, bukan tipe pemimpin yang mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Di

Bashrah, gubernur Abu Musa al-Asy'ari juga diberhentikan dan digantikan dengan

saudara sepupunya bernama 'Abdulah ibn Amir ibn Kuraiz. Sedangkan Mu'awiyah

yang juga masih keluarganya tetap diberikan jabatan sebagai gubernur Syam,

sebagaimana di masa Umar.8

Sedangkan pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thalib juga terjadi

pemberhentian kepala daerah, ia memberhentikan gubernur-gubernur yang diangkat

Utsman. Ali memberhentikan 'Abdullah ibn 'Amir gubernur Bashrah digantikan oleh

Utsman bin Junaif. Gubernur Kufah Sa'd ibn al-'Ash diberhentikan dan digantikan

oleh 'Umarah ibn Syihab.9

Khalifah Ali juga memberhenrikan gubernur Syam yaitu Muawiyah, tetapi

Muawiyah menolak untuk turun dari jabatannya dan memberontak terhadap

pemerintahan khalifah Ali. Sehingga terjadilah Perang Siffin yang berlangsung

selama tiga (3) hari sejak tgl 29 – 31 Juli 657 M, antara pasukan Khalifah Ali bin

Abi Thalib melawan pasukan Mu’awiyah bin Abi Sufyan ( 602 – 680 M) yang ketika

itu sebagai gubernur berkuasa di wilayah Syria dan Mesir, merupakan peperangan di

kalangan umat Islam, menggulingkan pemerintahan yang berkuasa (khilafah) untuk

merebut kekuasaan. Peperangan ini disebut perang Siffin karena secara geografis

8

Muhamad Iqbal, Fiqih Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Polotik Islam, h. 78.

9

(26)

16

medan pertempuran yang terjadi berada di kota Siffin daerah pinggiran sungai. Dalam

peperangan ini pasukan Mu'awiyah telah terdesak kalah, sehingga menyebabkan

mereka mengangkat al-Qur'an sebagai tanda damai dengan cara tahkim. Khalifah

diwakili oleh Abu Musa Al-Asy'ari, sedangkan Mu'awiyah diwakili oleh 'Amr bin

Ash yang terkenal cerdik. Dalam tahkim tersebut khalifah dan Mu'awiyah harus

meletakkan jabatan, pemilihan baru harus dilaksanakan. Abu Musa pertama kali

menurunkan Ali sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr bin Ash tidak menurunkan

Mu'awiyah tapi justru mengangkat Mu'awiyah sebagai khalifah, karena Ali telah

diturunkan oleh Abu Musa. Peperangan Siffin yang diakhiri melalui tahkim

(arbitase), yang diselesaikan oleh dua orang penengah sebagai pengadil. Ternyata

tidak menyelesaikan masalah dan menyebabkan lahirnya golongan Khawarij,

orang-orang yang keluar dari barisan pendukung Ali.10

Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa pada masa awal Islam,

gagasan pemakzulan kepala daerah belum dikenal dan tidak terdapat petunjuk

ataupun contoh tentang cara bagaimana mengakhiri masa jabatan kepala daerah.

Waktu itu belum adanya konsep pembatasan kekuasaan atau pembatasan masa

jabatan kepala daerah, sehingga sejak zaman klasik sampai zaman pertengahan di

dunia Islam tidak dijumpai pemikir politik yang menyatakan perlunya jabatan kepala

daerah dibatasi. Ukuran umum yang digunakan adalah tergantung dari kepala negara

yang menjabat. Kalau kepala negara berpendapat harus diberhentikan, maka kepala

daerah tersebut akan diberhentikan atau kalau rakyat dan/atau anggota majelis umat

10

(27)

di wilayah yang dipimpinnya menunjukan sikap benci dan tidak ridha terhadap kepala

daerah tersebut maka ia harus diberhentikan dari jabatannya.

C. Mekanisme Pemakzulan

Mengenai mekanisme pemakzulan, dalam Islam tidak ditemukan

penjelasannya secara eksplisit dan meyakinkan. Namun dalam kitab-kitab fiqih

siyasah setidaknya ditemukan beberapa cara atau mekanisme pemberhentian kepala

negara yang disinonimkan dengan pemakzulan kepala daerah. Karena kepala negara

dan kepala daerah sama-sama memiliki peranan yang penting dalam memimpin suatu

wilayah, yang membedakan antara kepala negara dan kepala daerah yaitu batas

wilayah kekuasaannya.

Kelompok Mu'tazilah, kalangan Khawarij, dan Zaidiyah bependapat bahwa

kepala daerah yang telah menyimpang dan tidak layak lagi menjabat, maka ia

diberhentikan dengan paksa, diperangi, atau dibunuh. Golongan Khawarij

berpendapat, "kepala daerah yang telah berubah perilaku baiknya dan menyimpang

dari kebenaran, maka ia wajib dipecat atau dibunuh".11 Sedangkan kelompok

Mu'tazilah percaya bahwa kepala daerah dapat digantikan apabila berbuat fasik,

meskipun belum sampai pada tingkat murtad atau zalim.12 Abu Bakr al-Asam,

pemuka Mu'tazilah juga berpendapat menyingkirkan kepala daerah yang durhaka

11

Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007) h. 276.

12

Mumtaz Ahmad, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Penerjemah Ena Hadi, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), h. 104.

(28)

18

dengan kekuatan senjata adalah wajib, apabila telah ditemukan kepala daerah lainnya

yang lebih adil sebagai penggantinya.13

Salah satu kelompok Sunni ‘Abdul Ma’ali al-Juwaini, wafat (478 H – 1085

M). Menurutnya selain kematian, berakhirnya jabatan seseorang bisa terjadi karena

adanya penggeseran (khal’u) atau karena tergeser dengan sendirinya (inkhila’) dan

melalui sebuah pengunduran diri. Agak berbeda pandangannya dengan kalangan

Khawarij dan Mu’tazilah yang tidak lagi mengakui kepala daerah yang fasiq dan

berusaha menggesernya. Sementara mayoritas ahl al-hadist dan ahl al-Sunnah

memilih untuk bersabar dalam menghadapi penguasa yang fasik atau zhalim.14

Al-Mawardi berpendapat dalam kitabnya Ahkam As-Sulthaaniyyah Fi

Al-Wilaayaah Ad-Diiniyyah dalam pemberhentian kepala daerah perlu diperhatikan hal

berikut ini. Jika kepala negara telah mengangkatnya, maka menteri tafwidh

mempunyai hak untuk memperlihatkan dan memeriksa hasil kerjanya, tetapi ia tidak

mempunyai hak untuk memberhentikannya atau memindahkannya dari satu wilayah

ke wilayah lain, sedangkan jika menteri itu sendiri yang mengangkat kepala daerah

ada dua kemungkinan:

1. Menteri mengangkat kepala daerah tersebut dengan seizin kepala negara.

Dalam kasus ini, menteri tidak boleh menurunkannya atau memindahkannya

dari tugasnya ke tugas lainnya kecuali setelah mendapat izin dari kepala

13

Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, h. 276.

14

Muhammad Ali Hanafiah selian,"Pemakzulan Kepala Negara Menurut Hukum Islam (Studi Kasus Presiden Abdurrahman Wahid)", (Disertasi S2 Sekolah PascaSarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.79-83.

(29)

negara dan turun instruksi darinya. Jika menteri itu berhenti, maka kepala

daerah tidak turut berhenti.

2. Menteri mengangkatnya dengan inisiatif sendiri dan kepala daerah itu

bertugas sebagai perwakilan wewenangnya. Menteri dapat dengan sendirinya

memecatnnya dan menggantinya dengan orang lain, sesuai dengan hasil

ijtihadnya dalam melihat yang terbaik dan paling cocok untuk menduduki

jabatan itu.

Pada saat menteri itu berhenti, kepala daerah itu pun turut berhenti kecuali

jika kepala negara mengesahkan jabatannya, sehingga hal itu menjadi pembaharuan

jabatannya dan permulaan pengkatannya, namun dalam peresmian jabatannya itu

tidak lagi dibutuhkan syarat-syarat seperti yang harus dipenuhi saat akan diangkat

pada pertama kali. Kepala negara cukup berkata, "Aku akui jabatan yang engkau

pegang".15

Jika kepala daerah diangkat oleh kepala negara, kepala daerah itu tidak

diberhentikan dengan meninggalnya kepala negara yang mengangkatnnya, sedangkan

jika diangkat oleh menteri, maka kepala daerah harus diberhentikan dengan

meninggalnnya sang menteri karena pengangkatan oleh kepala negara dilakukan atas

15

Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani, Kamaluddin Nurdin (Jakarta: Gema Insani Press,2000), h. 64-65.

(30)

20

nama kaum muslimin, sedangkan pengangkatan oleh menteri dilakukan atas nama

dirinya sandiri.16

Taqi al-Din al-Nabhani juga berpendapat, dalam pemberhentian kepala daerah

tergantung kepada kepala negara. Kalau kepala negara berpendapat harus

diberhentikan, maka kepala daerah tersebut akan diberhentikan atau kalau rakyat di

wilayahnya atau anggota majelis umat menunjukan sikap benci dan tidak ridha

terhadap kepala daerah tersebut maka ia harus diberhentikan. Sedangkan yang

memberhentikannya adalah kepala negara. Hal itu, karena Rasulullah SAW, beliau

pernah memberhentikan Mu'adz bin Jabal dari Yaman tanpa alasan apapun. Beliau

juga memberhentikan Ila' Al-Hadhrami yang menjadi amil beliau di Bahrain, hanya

karena beliau mendapat pengaduan tentang Ila' dari utusan Abdul Qais. Umar bin

Khattab pun pernah memberhentikan seorang kepala daerah dengan alasan tertentu,

sekalipun suatu ketika pernah memberhentikannya dengan tanpa alasan apapun.

Beliau pernah memberhentikan Ziyad bin Abi Sufyan dengan tanpa alasan apapun.

Lalu pernah memberhentikan Sa'ad bin Abi Waqqash, dengan alasan karena beliau

mendapat pengaduan orang-orang tentang dirinya. Beliau berkata: "Aku

memberhentikannya bukan karena ia lemah, juga bukan karena ia berkhianat."

Semuanya menunjukan, bahwa kepala negara berhak memberhentikan seorang kepala

16

Imam Al-Mawardi, Hukum Tata Negara dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam, h. 66-67.

(31)

daerah kapan saja. Dia juga memberhentikannya, kalau ada pengaduan dari penduduk

daerah yang dipimpinnya.17

Menurut Al-Baqillani, Ahli teolog mazhab Asy'ari, sebagaimana dikutip oleh

Mumtaz Ahmad dalam bukunya Masalah-masalah Teori Politik Islam menyatakan

bahwa kepala daerah adalah yang diberi kuasa dari wakil rakyat, dan rakyat harus

mendukung dan mengingatkan akan kewajiban-kewajiban dan tanggungjawabnya

serta memaksanya untuk mengikuti jalan yang benar. Apabila ia tetap melakukan

kesalahan, maka rakyat boleh menggantinya dengan orang lain sebagai upaya

terakhir. Al-Baqillani, pada dasarnya menolak pembatalan kontak, terutama jika

meskipun kepala daerah memenuhi semua persyaratan untuk jabatannya, rakyat

menghendaki kepala daerah yang baru hanya demi perubahan semata-mata. Hal ini

tidak berarti bahwa batas waktu bagi kekuasaan kepala daerah itu tidak absah. Baik

rumusan yuridis maupun praktik sejarah menunjukan bahwa kepala daerah akan terus

menduduki jabatannya selama memenuhi tanggungjawabnya. Tetapi, di bagian lain,

Al-Baqillani menyebutkan bahwa kepala daerah boleh diberhentikan jika ingkar,

melalaikan shalat dan mengajak orang lain untuk melakukan hal yang sama, atau jika

menjadi cacat jasmani, penyelewengan dan tingkah laku tidak bermoral (fisq),

ketidakadilan (jawr), dan kelalaian terhadap hukum-hukum Islam, juga membenarkan

pemecatan terhadap kepala daerah.18

17

Taqiyuddin An Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam: Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik, h. 234-235.

18

Mumtaz Ahmad, Masalah-masalah Teori Politik Islam, Penerjemah Ena Hadi, Cet. III, (Bandung: Mizan, 1996), h. 79-103.

(32)

22

Menurut Al-Baghdadi sebagaimana dikutip oleh J Suyuthi Pulungan

menjelaskan bahwa seorang kepala daerah yang tanpa cacat dan tindakannya tidak

bertentangan dengan syari'at umat wajib mendukung dan mentaatinya. Tapi bila ia

menyimpang dari ketetapan syari'at, masyarakat harus memilih di antara dua tindakan

kepadanya, yaitu mengembalikannya dari berbuat salah kepada kebaikan, atau

mencopot jabatannya dan memberikannya kepada yang lain. Menurut Al-Juwaini,

kepala daerah yang diangkat melalui pemilihan tidak boleh memberhentikannya

kecuali ada suatu peristiwa atau perubahan sesuatu dalam dirinya yang

membolehkannya untuk itu. Hal ini telah menjadi kesepakatan. Apabila ia fasiq dan

fajir (perbuatan dosa dan tidak berlaku adil), maka memberhentikannya adalah

mungkin. Dikatakan mungkin karena tidak ada dasar hukum (ketetapan) untuk

memberhentikannya.19 Al-Juwaini beranggapan bahwa kalau kepala daerah tidak

bermoral dan menyimpang dari akhlak yang baik, maka ia boleh turun; tetapi apakah

orang lain harus atau dapat memberhentikannya, diperlukan ijtihad dalam kasus

seperti itu.

Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa mekanisme pemakzulan

kepala daerah menurut para teoritis fiqih siyasah bisa terjadi, apabila kepala daerah

tersebut sudah menyimpang dari syariat, tidak adil, tidak memenuhi syarat lagi

menjadi kepala daerah dan kepala negara pun menghendaki pemberhentian kepala

daerah, tetapi proses atau prosedur pemakzulan kepala daerah tidak dijelaskan secara

19

J Suyuthi Pulungan, Fiqih Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 1995), h. 261-262.

(33)

rinci baik dalam al-Qur'an maupun Sunnah, para teoritis fiqih siyasah hanya

menjelaskan penyebab atau faktor-faktor yang bisa menyebabkan kepala daerah

(34)

BAB III

PROFIL BUPATI BOGOR

A. Profil Bupati Bogor

Nama lengkap bupati Bogor yang kini telah diberhentikan (2014) adalah Drs.

H. Rahmat Yasin, M.M. Pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 4 November

1963, dan menikah dengan Hj. Eli Halimah dan mereka dikaruniai tiga anak. Rahmat

Yasin adalah seorang politisi dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia

tumbuh dan hidup dalam tradisi Nahdatul Ulama (NU), sehingga ia sering terlibat

dalam organisasi-organisasi yang berada di bawah naungan NU.1

Rahmat Yasin atau sering disapa RY merupakan putra kedua dari sembilan

bersaudara pasangan (alm) H. M. Yasin dan HJ. Nuryati dan merupakan keturunan

ulama besar KH Basri atau yang dikenal dengan nama Basri Kedaung dan HM.

Syarifudin, salah satu pejuang Bogor. Bakat politik Rahmat Yasin menurun dari

ayahandanya (alm) H. M. Yasin seorang perintis, pendiri dan tokoh kharismatis PPP

di Bogor dan pernah menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bogor dan anggota

DPRD Kota Bogor.2

Rahmat Yasin adalah seorang politikus dengan bekal akademis. Riwayat

pendidikan Rahmat yasin, ia menuntut ilmu di Sekolah Dasar Negeri Sindang Barang

1

Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin

2

Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin

(35)

I dan lulus pada tahun 1975. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di

SMP Negeri 4, kota Bogor dan ia lulus pada tahun 1979. Dan meneruskan jenjang

pendidikannya di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I, kota Bogor lulus pada

tahun 1982. Ia meneruskan ke perguruan tinggi Universitas Nasional Jakarta,

Fakultas Ilmu Politik, dan mendapat gelar Sarjana Stara 1(S1) pada tahun 1988.

Kemudian ia meneruskan program Megister Manajemen, Sekolah Paska Sarjana,

Universitas Setyagama Jakarta, dan mendapat gelar Sarjana S2 pada tahun 2001.3

Rahmat Yasin menjabat menjadi bupati Bogor selama dua periode

(2008-2013 dan (2008-2013-2018). Ia menjadi populer di media pada akhir 2014 karena kasus

menerima suap senilai Rp 4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar

menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektar.4

Akibat kasus ini, Rahmat Yasin sebagai pejabat negara diberhentikan dari jabatannya.

B. Karir Politik Bupati Bogor

Sebelum menjadi bupati Bogor kiprahnya di Kabupaten Bogor dimulai

ketika beliau diberi amanat sebagai Ketua Gerakan Pemuda (GP) Anshor Kabupaten

Bogor tahun 1984-1991. Jalannya di dunia organisasi kepemudaan makin

berkembang saat beliau dipercaya sebagai pengurus DPD Komiite Nasional Pemuda

3

Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses, rabu 08 April 2015 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin

4

Kompas.com, " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara", artikel diakses Rabu 08

April 2015 dari

http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjar a

(36)

26

Indonesia (KNPI) Kabupaten Bogor tahun 1982-1991. Terakhir di KNPI beliau

menjabat sebagai anggota Majelis Pertimbangan Pemuda (MPP) DPD KNPI

Kabupaten Bogor. Di luar organisasi kepemudaan, Rahmat dikenal sebagai aktifis di

kampus di masa orde baru. Pergaulannya yang luas membuat beliau banyak

berhubungan dengan para aktifis-aktifis yang berseberangan dengan pemerintahan

yang berkuasa waktu itu. Tak heran, jika langkah politiknya sempat terganjal ketika

beliau dicalonkan menjadi anggota DPRD kabupaten Bogor dari Partai Persatuan

Pembangunan karena penguasa kala itu tak berkenan Rahmat Yasin duduk sebagai

wakil rakyat.5

Pada tahun 1997 Rahmat Yasin terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten

Bogor komisi C. Lalu, pada periode 1999-2004, Rahmat Yasin kembali dipercaya

terpilih sebagai ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor yang membidangi keuangan

daerah, ia juga diberi amanat sebagai Ketua Panitia Anggaran. Selanjutnya Rahmat

Yasin dipercaya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Bogor pada periode 2004-2009. Di

Partai Persatuan Pembangunan Rahmat juga terhitung sebagai orang penting. Ia

menjabat sebagai sekertaris partai, lalu pada tahun 2003 dia terpilih aklamasi menjadi

ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Persatuan Pembangunan (PPP)

Kabupaten Bogor. Karena dipandang sukses dalam memimpin partai, tahun 2006 ia

terpilih kembali menjadi ketua DPC PPP Bogor untuk yang kedua kalinya.6

5

Wikipedia, "Rahmat Yasin", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin

6

Wikipedia, "Rahmat Yasin" artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari

(37)

Sukses memimpin DPRD Bogor sekaligus memimpin partai berlambang

Ka'bah ini, maka ia direkomendasikan untuk maju menjadi calon bupati Bogor. Pada

tahun 2008 pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar, Rahmat Yasin maju

berpasangan dengan H. Karyawan Fathurahman (Karfat) ketua Partai DPC PDIP

Bogor, dalam pilkada tersebut Rahmat Yasin dan H. Karyawan Faturahman terpilih

secara langsung dan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Bogor periode pertama

2008-2013. Tahun 2013 pilkada digelar kembali, Rahmat Yasin maju sebagai kandidat

bertahan bersama Nurhayati, dan H. Karyawan Faturahman menjadi saingannya

bersama 3 kandidat lain. Dalam pilkada 2013 Rahmat Yasin kembali terpilih menjadi

bupati Bogor bersama Nurhayati sebagai Wakil Bupati bogor untuk periode

2013-2018 mengalahkan rivalnya, H. Karyawan Faturahman yang di periode sebelumnya

menjadi wakil Rahmat Yasin. Pencalonan Rahmat kala itu bisa dikatakan berjalan

mulus, pasalnya, diusung mayoritas partai politik di antaranya Partai Demokrat,

Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Hati

Nurani Rakyat, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan

Bangsa.7

Namun belum setahun menjabat sebagai Bupati Bogor pada periode kedua,

Komisi Pemberantasan Korupsi pada tanggal 7 Mei 2014 menangkap Bupati Bogor

Rahmat Yasin. Rahmat Yasin dijemput tim dari komisi antirasuah di rumah

pribadinya di Jalan Wijaya Kusumah Nomor 103, Kompleks Taman Yasmin,

7

Okezone.com, " Rahmat Yasin Sipembangkang SDA yang Berujung di KPK, diakses, Rabu 08 April 2015, http://news.okezone.com/read/2014/05/08/339/981938/rahmat-yasin-si-pembangkang-sda-yang-berujung-di-kpk

(38)

28

Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Ia diduga menerima suap terkait dengan

pengurusan izin tukar menukar kawasan hutan di Bogor, Jawa Barat.8

Kini, Sang Bupati tengah menjadi sorotan akibat dugaan korupsi. Dia pun

harus dinonaktifkan dari jabatannya sebagai bupati Bogor. Kamis, 27 November 2014

dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Bupati Bogor

nonaktif Rahmat Yasin divonis kurungan penjara selama 5 tahun 6 bulan dan denda

Rp 300 juta subsidair 3 bulan penjara oleh Majelis Hakim, Selain itu majelis hakim

juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih sebagai pejabat

publik selama 2 tahun dari pokok pidana yang dijatuhkan. Rahmat Yasin terbukti

bersalah dan secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Sikap

kurang terpuji sang bupati Bogor itulah yang harus dibayar mahal olehnya. Ia

dinyatakan melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. 9

Setelah diproses melalui mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia,

akhirnya Pada tanggal 20 Januari 2015 Gubernur Jawa Barat Ahmad

Heryawan menyerahkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri Republik

Indonesia No. 131.32-51 Tahun 2015 Tentang Pemberhentian Bupati Bogor Provinsi

Jawa Barat Rahmat Yasin kepada Ketua DPRD Kabupaten Bogor Ade Ruhendi

8

Wikipedia, "Rahmat Yasin", artikel diakses Rabu 08 April 2015 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Rahmat_Yasin

9Kompas.com, " Mantan Bupati Bogor Divonis 5,5 Tahun Penjara", artikel diakses Rabu 08

April 2015 dari

http://nasional.kompas.com/read/2014/11/27/1242337/Mantan.Bupati.Bogor.Divonis.5.5.Tahun.Penjar a

(39)

didampingi Plt Bupati Bogor Nurhayanti. SK ini ditetapkan menyusul Putusan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung No.

87/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Bdg tanggal 27 November 2014, yang menyatakan Rahmat

Yasin terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. SK ini juga memuat

penunjukkan Nurhayanti yang adalah Wakil Bupati Bogor masa jabatan 2013-2018

sebagai Pelaksana Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab Bupati Bogor sampai

dilantiknya Bupati Bogor sisa masa jabatan tahun 2013-2018, dan sejak saat itu

Rahmat Yasin resmi tidak menjadi Bupati Bogor dan tugasnya diambil alih oleh

Wakilnya yaitu Nurhayati.10

C. Wilayah Kekuasaan Bupati Bogor

Kabupaten Bogor adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Ibukotanya adalah Cibinong. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,304

Ha, secara geografis terletak di antara 6º18'0" - 6º47'10" Lintang Selatan dan

106º23'45" - 107º13'30" Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya:

- Sebelah Utara, berbatasan dengan Kota Tangerang Selatan, Kabupaten

Tangerang, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Bekasi;

- Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak;

10

Republika, "Rahmat Yasin Diberhentikan Tidak Hormat", artikel diakses Kamis 09 April 2015 dari http://Rachmat Yasin Diberhentikan tidak Hormat_Republika Online.htm

(40)

30

- Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur

dan Kabupaten Purwakarta;

- Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten

Cianjur;

- Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bogor.11

Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari

dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan,

yaitu sekitar 29,28% berada pada ketinggian 15-100 meter di atas permukaan laut

(dpl), 42,62% berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19,53% berada pada

ketinggian 500–1.000 meter dpl, 8,43% berada pada ketinggian 1.000–2.000 meter

dpl dan 0,22% berada pada ketinggian 2.000–2.500 meter dpl. Selain itu, kondisi

morfologi Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan

pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang

terdiri dari andesit, tufa dan basalt.12

Secara klimatologis, wilayah Kabupaten Bogor termasuk iklim tropis sangat

basah di bagian selatan dan iklim tropis basah di bagian utara, dengan rata-rata curah

hujan tahunan 2.500–5.000 mm/tahun, kecuali di wilayah bagian utara dan sebagian

kecil wilayah timur curah hujan kurang dari 2.500 mm/tahun. Suhu rata-rata di

wilayah Kabupaten Bogor adalah 20°- 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C.

11

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1.

12

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1.

(41)

Kelembaban udara 70% dan kecepatan angin cukup rendah, dengan rata–rata 1,2

m/detik dengan evaporasi di daerah terbuka rata– rata sebesar 146,2 mm/bulan.13

Secara administratif, Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang di

dalamnya meliputi 417 desa dan 17 kelurahan (434 desa/kelurahan), yang tercakup

dalam 3.882 RW dan 15.561 RT. Pada tahun 2012 telah dibentuk 4 (empat) desa

baru, yaitu Desa Pasir Angin Kecamatan Megamendung, Desa Urug dan Desa

Jayaraharja Kecamatan Sukajaya serta Desa Mekarjaya Kecamatan Rumpin. Luas

wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan pola penggunaan tanah dikelompokkan

menjadi: kebun campuran seluas 85.202,5 Ha (28,48%), kawasan

terbangun/pemukiman 47.831,2 Ha (15,99%), semak belukar 44.956,1 Ha (15,03%),

hutan vegetasi lebat/perkebunan 57.827,3 Ha (19,33%), sawah irigasi/tadah hujan

23.794 Ha (7,95%), tanah kosong 36.351,9 Ha (12,15%).14

Secara umum, kondisi demografis Kabupaten Bogor dapat digambarkan

bahwa penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan estimasi Badan Pusat Statistik (BPS)

pada tahun 2013 berjumlah 5.202.097 jiwa (angka sementara). Jumlah penduduk

tersebut hasil proyeksi penduduk dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk sebesar

2,54 persen dibanding tahun 2012. Angka ini merupakan laju pertumbuhan penduduk

proyeksi selama kurun waktu 1 tahun (hasil proyeksi dari tahun 2012). Pada tahun

13

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-1 – II-2.

14

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-2.

(42)

32

2014 jumlah penduduk kabupten Bogor sebanyak 5.331.149 jiwa, yang terdiri dari

penduduk laki-laki 2.728.374 jiwa dan penduduk perempuan 2.602.775 jiwa.15

D. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Bupati Bogor

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah,

disebutkan secara jelas mengenai tugas, wewenang dan kewajiban kepala daerah.

Tugas dan wewenang Bupati atau Kepala Daerah, yaitu:

a. Memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD;

b. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat;

c. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang RPJPD dan

rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama

DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD;

d. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan

Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas

bersama;

15

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Rencana Pembangunan Jangka Menegah Daerah (RPJMD) Kabupaten bogor tahun 2013-2018, 2004, h. II-2. (Lihat juga Buku Satu indikator Ekonomi Daerah Kabupaten Bogor 2014).

(43)

e. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundangundangan;

f. Mengusulkan pengangkatan wakil kepala daerah; dan

g. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepala

daerah berwenang:

a. Mengajukan rancangan Perda;

b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;

d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat

dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;

e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. 16

Sedangkan Kewajiban Bupati atau Kepala Daerah, yaitu:

a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

16

Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 65 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

(44)

34

b. Menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan;

c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

d. Menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Daerah;

e. Menerapkan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik;

f. Melaksanakan program strategis nasional; dan

g. Menjalin hubungan kerja dengan seluruh Instansi Vertikal di Daerah dan

semua Perangkat Daerah.17

(1) Selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67

kepala daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan

ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

(2) Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) mencakup laporan kinerja instansi Pemerintah Daerah.18

17

Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 67 UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

18

Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 69 ayat (1) dan (2) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

(45)

BAB IV

PEMAKZULAN KEPALA DAERAH MENURUT PERSPEKTIF FIQIH SIYASAH DAN HUKUM POSITIF

Sebelum membahas lebih dalam mengenai mekanisme pemakzulan kepala

daerah menurut fiqih siyasah dan hukum positif, perlu diketahui bahwa, bupati Bogor

Rahmat Yasin diberhentikan dari jabatannya karena terbukti bersalah dan secara sah

dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menurut putusan Pengadilan

Tipikor Bandung, Kamis, 27 November 2014. Tidak hanya melakukan korupsi tetapi

ada beberapa indikasi pelanggarang hukum yang dilakukan bupati Bogor baik

menurut hukum di Indonesia maupun hukum Islam.

Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal penting, antara lain: Indikasi

Pelanggaran Hukum Bupati Bogor, Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah

Menurut UU No. 23 Tahun 2014, Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau

Dari Hukum Positif, Mekanisme Pemberhentian Bupati Bogor Ditinjau Dari Fiqih

Siyasah, dan Relevansi Mekanisme Pemakzulan Kepala Daerah Menurut Fiqih

Siyasah dengan Hukum Positif.

A. Indikasi Pelanggaran Hukum Bupati Bogor

Dari beberapa pernyataan dan tindakan sang bupati Bogor yang sudah

terlanjur diekspos dan diketahui masyarakat luas melalui berbagai media dan sarana

informasi, setidaknya terdapat beberapa hal yang bisa dikemukakan dan dicermati

(46)

36

pelanggaran yang dilakukan bupati Bogor dilihat dari perspektif hukum Islam dan

Perundang-undangan. Beberapa hal pokok yang dapat dikemukakan itu adalah.

Pertama, melanggar larangan bagi pejabat Bupati/ kepala daerah. Kedua, tidak

mencerminkan keteladanan mulia sebagai pemimpin dan pejabat publik.

Terhadap masalah pertama, melanggar larangan bagi pejabat Bupati/ kepala

daerah. di dalam Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah Pasal 76 ayat (d) dan (e) dijelaskan bahwa bupati dilarang menyalahgunakan

wewenang yang menguntungkan diri sendiri dan/atau merugikan Daerah yang

dipimpin; dan bupati dilarang melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima

uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau

tindakan yang akan dilakukannya.1

Sebagi seorang bupati atau pejabat negara seharusnya bisa melaksanakan

peranan dan kewajibannya dengan baik, dengan memberikan contoh yang mulia

terhadap masyarakatnya, tidak seharusnya seorang bupati melanggar peraturan yang

sudah ada dan menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan dengan tidak tepat

karena bisa merugikan daerah yang sedang dipimpin oleh bupati tersebut.

Seharusnnya sebagai seorang pemimpin bisa menggunakan wewenangnnya untuk

memajukan daerah yang dipimpinnya agar menjadi pemerintahan yang sehat dan

bersih.

1

Undang-Undang Republik Indonesia, Pasal 76 (d) dan (e) UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

(47)

Dimasukkannya secara khusus tindak pidana korupsi dan penyuapan sebagai

alasan pemakzulan pejabat negara menunjukkan bahwa kejahatan korupsi dan

penyuapan adalah kejahatan yang sangat membahayakan kepentingan negara dan

masyarakat, bahkan merusak perekonomian negara dan keberlangsungan

pembangunan. Tidak hanya Indonesia, dalam konstitusi negara-negara lain juga

mencantumkan korupsi dan penyuapan sebagai alasan pemakzulan pejabat negara

antara lain konstitusi, Amerika Serikat, Korea Selatan, serta Filipina.2

Di Indonesia sendiri mengenai tindakan korupsi diatur dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomer 31 Tahun 1999 yang telah dirubah menjadi

Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin, yakni corupptio atau corruptus,

dalam bahasa Inggris corruption atau corrupt, bahasa Perancis corruption dan bahasa

Belanda corruptie. Asumsi kuat menyatakan bahwa dari bahasa Belanda inilah yang

dibakukan ke dalam bahasa Indonesia, yakni korupsi. Arti harfiyah dari korupsi ialah,

kebusukan, keburukan kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,

penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Andi Hamzah mengartikan korupsi sebagai perbuatan buruk, busuk, bejat, suka

disuap, perbuatan yang menghina atau memfitnah, menyimpang kesucian, dan tidak

bermoral. Baharuddin Lopa, mengatakan korupsi ialah the offering and accepting of

2

Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden Alasan Tindak Pidana Pemberhentian Presiden Menurut UUD 1945, h. 24.

(48)

38

bribes (penawaran/pemberian dan penerimaan hadiah-hadiah berupa suap). Di

samping itu, diartikan juga "decay" yaitu kebusukan/kerusakan. Yang busuk/rusak

ialah moral akhlak oknum yang melakukan perbuatan korupsi.3

Dalam bahasa Arab, korupsi juga disebut risywah yang berarti penyuapan.

Risywah juga diartikan sebagai uang suap. Secara etimologi kata risywah berasal dari

bahasa Arab " ْﻮُﺷْﺮَﯾ-ﺎَﺷَر" yang berarti upah, hadiah, komisi atau suap. Adapun secara terminologi, risywah adalah sesuatu yang diberikan dalam rangka mewujudkan

kemaslahatan atau sesuatu yang diberikan dalam rangka membenarkan yang

batil/salah atau menyalahkan yang benar.P3F

4

Adapun beberapa hadis tentang risywah yang dibahas oleh para ulama antara

lain:

ِﻢْﻜُﺤْﻟا ﻲِﻓ َﻲِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو َﻲِﺷاﱠﺮﻟا َﻢﱠﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ٌﷲ ُلﻮُﺳَر َﻦَﻌَﻟ َلﺎَﻗ َةَﺮْﯾَﺮُھ ﻲِﺑ َأ ْﻦَﻋ

"bahwa laknat Allah akan (ditimpahkan)kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum"

ﻲِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو ﻲِﺷاﱠﺮﻟا َﻢَﻠَﺳَو ِﮫْﯿَﻠَﻋ ﱠﷲ ﻰﱠﻠَﺻ ِ ﱠﷲ ُلﻮُﺳَر َﻦَﻌَﻟ َلﺎَﻗَو ٍﺮْﻤَﻋ ِﻦْﺑ ِ ﱠﷲ ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ

"Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan disuap"

Berkaitan dengan sanksi hukum bagi pelaku risywah, yaitu hukum Ta'zir

sebab tidak termasuk dalam ranah qisas dan hudud. Sanksi hukum pelaku tindak

pidana suap masuk dalam kategori sanki-sanki takzir yang kompetensinya ada

ditangan hakim.

3

Andi, Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 4-5.

4

M. Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, Edisi Kedua, (Jakarta: AMZAH, 2012), h. 89.

(49)

Dalam kasus bupati Bogor ini, bukan hanya yang bersangkutan dinilai

melanggar undang-undang sebagai produk hukum yang harus ditaati, tetapi ia sebagai

seorang muslim juga sudah melanggar hukum Allah. Sebagai salah satu komponen

seorang pemimpin atau wakil rakyat yang seyogyanya memberikan contoh dan

teladan yang baik bagi masyarakat, justru memberikan hal yang sebalinya. Di sinilah

letak ketidakbaikan bahkan kezaliman yang semestinya tidak perlu terjadi.

Kemudian terkait dengan masalah yang kedua, tidak mencerminkan

keteladanan mulia sebagai pemimpin dan pejabat publik. Sebagai pejabat publik

sudah selayaknya jika sang bupati memberikan teladan dan contoh perilaku mulia

bagi warganya. Sebab hakekat seorang pemimpin adalah melayani masyarakat luas.

Proses palayanan antara pejabat dengan rakyat sama sekali tidak akan efektif jika

terdapat ganjalan terkait dengan tingkah laku dan akhlaq keseharian sang pemimpin.

Menurut penulis, perilaku yang sudah dilakukan oleh bupati Bogor adalah

perbuatan yang tercela, ia tidak mencerminkan sebagai pemimpin yang teladan bagi

masyarakatnya, karena ia sudah menggunakan kekuasaannya dengan tidak bijak, ia

melakukan korupsi dan menerima suap yang mengakibatkan kerugian bagi negara

dan dirinya sendiri. Semestinya hal itu bisa dihindari, maka, tidak heran ia

diberhentikan dari jabatannya karena telah melakukan korupsi dan melanggar

(50)

40

B. Mekanisme Pemberhentian Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014

1. Penyebab Pemberhentian Kepala Daerah

Sebelum memasuki pembahasan mengenai mekanisme Pemakzulan kepala

daerah bupati Bogor, menurut Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 akan dibahas

beberapa hal atau faktor yang menyebabkan seorang kepala daerah dapat

dimakzulkan. Dalam konteks pemberhentian terdapat tiga alasan mengapa kepala

atau wakil kepala daerah tidak bisa melanjutkan atau dimakzulkan sebagai kepala

daerah atau wakil kepala daerah.

Pada Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 meyatakan,

kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:

a. Meninggal dunia;

b. Permintaan sendiri; atau

c. Diberhentikan

Pada Pasal 78 ayat (1) Undang-Undang Nomer 23 tahun 2014 membagi tiga

alasan mengapa seorang kepala daerah dapat berhenti menjabat sebagai kepala

daerah. Dalam pembahasan yang ingin disampaikan penulis lebih terfokus pada

alasan kepala daerah berhenti menjabat yang disebabkan oleh diberhentikannya

seorang kepala daerah terlebih karena beberapa faktor yang disebabkan oleh kepala

daerah yang patut diduga melakukan kesalahan seperti melanggar sumpah jabatan,

melakukan korupsi dan juga melakukan tindak pidana. Hal ini tertuang Pada Pasal 78

(51)

Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c diberhentikan karena:

a. Berakhir masa jabatannya;

b. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap

secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;

c. Dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala

daerah;

d. Tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;

e. Melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;

f. Melakukan perbuatan tercela;

g. Diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk

dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. Menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada

saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian

dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau

i. Mendapatkan sanksi pemberhentian.

Tidak hanya terbatas pada larangan bagi kepala daerah tetapi juga melanggar

sumpah jabatan merupakan tindakan yang bisa berakibat diberhentikannya seorang

kepala ataupun wakil kepala daerah. Isi dari sumpah jabatan kepala ataupun wakil

Gambar

gambaran situasi dengan realitas yang terjadi sesungguhnya. Penulis menggunakan

Referensi

Dokumen terkait

2. Pada topik klasifikasi penelitian buku utama hanya menyajikan pengertian dari jenis penelitian tersebut dan dibahas dalam satu topik pembahasan sedangkan pada buku

Warna coklat tersebut mirip dengan pada Sapi Bali tetapi belum dapat diketahui dengan pasti apakah Sapi Krui tersebut mengandung genetik Sapi Bali atau tidak

signifikan terhadap pencapaian murid Tahun Empat SJKC dalam topik pecahan. c) Untuk gabungan soalan objektif dan soalan subjektif. Hipotesis nol 2: Kesan pengajaran menggunakan

Memberikan perhatian khusus kepada masyarakat korban bencana Lumpur Lapindo agar tidak terjadi masalah kesehatan yang serius, baik masalah kesehatan fisik maupun kesehatan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa alasan permohonan Kasasi Penuntut Umum berdasarkan kesalahan penerapan hukum pembuktian dalam perkara penipuan secara berlanjut

Ketiga, perjanjian utang piutang antara unit simpan pinjam tersebut dengan masyarakat peminjam uang, tidak dengan adanya jaminan secara khusus berupa harta benda milik debitur

Inkuiri terbimbing adalah suatu pendekatan dimana siswa diarahkan untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari serangkaian aktivitas yang dilakukan sehingga siswa seolah-olah

Akan tetapi hasil post-test tersebut peserta didik belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 75%. Hanya beberapa siswa yang dirasa beliau cukup pintar