PENGARUH POLA KOMUNIKASI
TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK ANAK ASUH
DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR
CIMANGGIS DEPOK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Ole h
As ri Le ily N u r Akb a ri
NIM: 104051001856
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
▸ Baca selengkapnya: download contoh proposal santunan anak yatim dan dhuafa
(2)“There is no Rose without thorn,
There is no royal road to success”
“Tidak ada Mawar yang tiada berduri, Tiada jalan mudah
menuju keberhasilan”
Æ
Æ
Æ
Yesterday is History, Tomorrow is Mystery and Today is a gift
Kemarin adalah sejarah, besok adalah misteri dan hari ini
adalah anugerah
Æ
Æ
Æ
Jika ALLAH SWT memberikan Ujian yang berat untukmu
Yakinlah bahwa kamu adalah manusia pilihan yang mampu
menghadapinya
Skripsi ini kupersembahkan untuk Kedua Orang Tuaku
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1.
Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1
(S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka
saya bersedia untuk menerima sanksi yang berlaku di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Depok, 4 Juni 2008
PENGARUH POLA KOMUNIKASI
DALAM PEMBINAAN AKHLAK ANAK ASUH
DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR
CIMANGGIS DEPOK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
Asri Leily Nur Akbari
104051001856
Dosen Pembimbing,
Umi Musyarrofah, MA
NIP. 150 281 980
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi dalam Pembinaan Akhlak Anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 4 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada program Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Jakarta, 4 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua merangkap anggota, Sekretaris merangkap anggota,
Dr. Arief Subhan, M.A Dra. Lilis Suryanti, M.Pd
NIP. 150 262 442 NIP. 150 272 609 Anggota
Penguji I Penguji II
Gun Gun Heryanto Dra. Rubiyanah, M.A
NIP. 150 371 094 NIP. 150 268 373
Dosen Pembimbing,
ABSTRAK
Asri Leily Nur Akbari
Pengaruh Pola Komunikasi dalam Pembinaan Akhlak Anak Asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu tidak dapat berkembang demikian pula halnya dengan aspek moral anak. Pola komunikasi merupakan suatu bentuk atau gambaran bagaimana proses penyampaian pesan dari seorang komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku komunikan baik dalam bentuk individu maupun kelompok. Dalam membina akhlak anak asuh seorang pengasuh harus memiliki suatu pola komunikasi yang tepat agar mendapatkan pengaruh yang positif yang merupakan perubahan yang terjadi pada diri penerima (komunikan) sebagai akibat pesan yang diterimanya.
Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana pengaruh pola komunikasi yang dilakukan oleh pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur terhadap pembinaan akhlak anak asuhnya. Sehingga dapat diketahui bahwa pola komunikasi pengasuh dalam membina akhlak anak asuh yang terdiri dari anak yatim piatu, dhuafa dan anak terlantar menjadi lebih baik agar mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan berakhlak baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan tekhnik pengumpulan datanya yaitu dengan observasi, wawancara dan penyebaran angket atau kuesioner.
Berdasarkan angket atau kuesioner dan wawancara yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pola komunikasi yang diterapkan oleh pengasuh memberikan efek atau pengaruh positif bagi akhlak anak asuh yang mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penyampaian pesan, komunikator (pengasuh) menggunakan dua bentuk atau pola komunikasi yaitu komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Kedua bentuk komunikasi tersebut digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Dengan demikian pembinaan akhlak anak asuh dengan menggunakan pola komunikasi antarpribadi dan kelompok sangat efektif untuk memperbaiki perilaku dan perbuatan anak asuh menjadi muslimah yang berakhlakul karimah, karena kebiasaan-kebiasaan baik yang biasa dilakukan oleh mereka dibiasakan sejak dini.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT yang
telah melimpahkan berbagai macam rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai salah satu syarat
menyelesaikan program pendidikan Srata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi
terhadap pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
Cimanggis Depok” berbagai hambatan dan kendala penulis hadapi,
Alhamdulillah semuanya dapat diatasi, selanjutnya penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah bersedia
memberikan bantuan, dorongan, bimbingan dan arahan kepada penulis sejak
proses penelitian sampai penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini
tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih dan penghargaan tersebut penulis
sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. H. Murodi, MA, Selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Ibu Umi Musyarrofah, MA, selaku sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam dan Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dan mencurahkan segenap perhatian untuk memberikan bimbingan,
4. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang dengan penuh
keikhlasan memberikan ilmunya kepada mahasiswa sehingga kami dapat
menambah wawasan dan pemikiran kami selama di bangku kuliah dan
juga para penguji saat sidang Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Ketua
Sidang Ibu Dra. Lilis Suryanti, M.Pd selaku Sekretaris Sidang, Bapak Gun
Gun Heryanto, M.Si dan Ibu Rubiyanah M.A yang memberikan banyak
masukan kepada saya.
5. Segenap Staff Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah,
Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah banyak
membantu dalam menyediakan buku-buku tentang kajian yang penulis
teliti.
6. Bapak M. Nur Ferhat selaku penanggung jawab Rumah Yatim dan Dhuafa
An-Nur yang telah memberikan izin penulis untuk mengadakan penelitian,
Ibu Zum Faida Sirinza, S.pd selaku pengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa
An-Nur yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak bantuan
kepada penulis dan kepada anak-anak asuh Rumah Yatim dan Dhuafa
An-Nur yang telah bersedia membantu penulis sehingga penulis mendapatkan
kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Yang utama seluruh tumpahan rasa terima kasih untuk Ayahanda
H. Abdul Gani S.Pd.I dan Ibunda Hj. Sinah S.Pd yang telah
membesarkan, mendidik dan memberikan do’a dan motivasi serta
dukungan baik berupa materil maupun spiritual, kepada adik-adikku Ganis
San Haji dan Ridha Nurul Faradilla seriuslah kalian belajar agar
Kakek, Nenek, Bibi-bibi dan mamang-mamang yang selalu memberikan
doa dan traktiran-traktirannya dan juga kepada sepupu-sepupu kecilku
yang selalu memberikan keceriaan.
8. Orang yang selalu ada disaat suka dan duka Yayan Fathurrohman yang
telah memberikan motivasi dan inspirasi kepada penulis (You are My Love
Actually), Sahabat-sahabat yang selalu menemani dan memberi motivasi
khususnya Odah Jubaedah, Mila Edogawa, Agus Ratina, Eska Ariyati,
Dede Mahmudah, Ratna Sari dll, sahabat-sahabat yang telah hadir dalam
kehidupan penulis, walaupun sekarang kita jauh kebersamaan kita takkan
pernah terlupakan dan juga sahabat-sahabat saat MTSN 18 dan MAN 2
yang sampai saat ini selalu memberikan motivasi.
9. Teman-teman KPI A sampai E dan khususnya KPI D angkatan 2004 yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, dengan penuh keakraban membawa
suasana kelas menjadi penuh canda tawa.
10.Kakak-kakak VOC dan Teman-teman VOC yang pernah memberikan
keceriaan dalam hidup penulis.
11.Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Untuk itu segala saran dan kritikan
demi penyempurnaan, penulis terima dengan lapang dada. Terima kasih
Depok , 4 Juni 2008
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR... iv
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Metodologi Penelitian... 8
E. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi 1. Definisi Pola Komunikasi ... 13
2. Proses dan Unsur-unsur Komunikasi ... 15
3. Tujuan Komunikasi... 17
4. Pola-Pola Komunikasi ... 18
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak ... 24
2. Pengertian Pembinaan Akhlak ... 26
3. Metode Pembinaan Akhlak ... 28
4. Macam-Macam Akhlak... 31
C. Pengertian Anak asuh ... 34
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A...L atar Belakang Berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ... 36
B...V isi dan Misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ... 37
C...S arana dan Prasarana... 38
D...A ktivitas Anak Asuh ... 39
E...L atar Belakang Keluarga dan Pendidikan Anak Asuh ... 41
BAB IV ANALISIS DATA TENTANG PENGARUH POLA KOMUNIKASI TERHADAP PEMBINAAN AKHLAK DI RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR A. Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak asuh dalam kehidupan sehari-hari ... 43
[image:11.595.114.503.225.599.2]BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Tabel Sarana dan Prasarana ... 39
2. Tabel 2 Tabel Tingkat Pendidikan anak asuh ... 42
3. Tabel 3 Setiap hari anak asuh berkomunikasi dengan pengasuh ... 43
4. Tabel 4 Pola komunikasi antarpribadi sering digunakan anak asuh kepada pengasuh ... 44
5. Tabel 4 Pola komunikasi kelompok sering digunakan anak asuh kepada pengasuh ... 45
6. Tabel 6 Ketika ada masalah anak asuh selalu mencurahkannya kepada teman... 46
7. Tabel 8 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah searah (ceramah) ... 47
8. Tabel 8 Komunikasi yang paling disukai dalam majelis adalah tanya jawab ... 48
9. Tabel 9 Tanggapan anak asuh tentang pola komunikasi yang diberikan pengasuh ... 48
10.Tabel 10 Pengasuh menjawab pertanyaan anak asuh ... 49
11.Tabel 11 Pengasuh sebagai orang tua bagi anak asuh... 50
12.Tabel 14 Cara pengasuh menegur anak asuh apabila melakukan Kesalahan dengan cara menasehati... 51
13.Tabel 12 Mendengarkan nasihat pengasuh ... 51
14.Tabel 13 Menjalankan nasihat pengasuh ... 52
16.Tabel 16 Tanggapan anak asuh terhadap cara pengasuh
Berkomunikasi ... 54
17.Tabel 17 Harapan anak asuh dari komunikasi dengan pengasuh
adalah agar pengasuh memahami anak asuh... 55
18.Tabel 18 Sikap anak asuh ketika menemukan barang milik orang
Lain yaitu diambil dan menjadi miliknya ... 56
19.Tabel 19 Sikap anak asuh ketika teman melakukan kesalahan dengan
cara menasehati ... 57
20.Tabel 20 Melakukan aktivitas sebebas-bebasnya apabila pengasuh
tidak ada dirumah... 58
21.Tabel 21 Meminta maaf apabila dimarahi oleh pengasuh karena
melakukan kesalahan ... 59
22.Tabel 22 Memberi salam saat masuk rumah... 59
23.Tabel 23 Sikap Anak asuh jika menginginkan suatu barang
sementara tidak punya uang dengan cara menabung sampai uangnya
cukup ... 61
24.Tabel 24 Bergaul dengan masyarakat di lingkungan rumah ... 62
25.Tabel 25 Memaafkan orang yang membuat kesalahan ... 63
26.Tabel 26 Sikap anak asuh ketika teman mengalami kesulitan dengan
membantunya sesuai denagn kemampuannya ... 64
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Bimbingan Skripsi dari PuDek Bag. Akademik
Fakultas Dakwah dan Komunikasi... 78
2. Surat Izin penelitian/wawancara dari PuDek Bag. Akademik Fakultas Dakwah dan Komunikasi... 79
3. Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Penelitian dari Yayasan An-Nur ... 80
4. Contoh Kuesioner atau Angket yang dibagikan ... 81
5. Transkrip Hasil wawancara... 84
6. Data Anak asuh Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ... 89
7. Jadwal Aktivitas Harian Anak asuh ... 90
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya,
gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu tanda
komunikasi.1 Komunikasi merupakan penyampaian pesan dari seorang
komunikator kepada komunikan demi tercapainya tujuan. Dalam
kehidupan-sehari-hari manusia pasti mengadakan hubungan interaksi dengan orang lain.
Interaksi tersebut dapat berupa interkasi yang berlangsung dalam bidang sosial,
ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya.
Dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa komunikasi sebagai salah satu fitrah
manusia. Allah menyatakan dalam Al-Qur’an surah Ar-Rahman 55 : 1-4 yang
berbunyi:
☺
Artinya : (Tuhan)yang Maha pemurah, Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia
menciptakan manusia, mengajarnya padai berbicara(QS Ar-Rahman 55: 1-4)2
Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu
maupun kelompok, karena disadari atau tidak dalam pergaulan hidupnya
manusia melakukan komunikasi di dalam kehidupannya. Telah kita ketahui
1
Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek,(Bandung: Rosdakarya, 2001), cet ke-14, h.1
2
bahwa fungsi umum komunikasi ialah informatif, edukatif, persuasi dan
rekreatif. Maksudnya secara singkat ialah bahwa komunikasi berfungsi memberi
Data atau fakta yang berguna bagi seluruh aspek kehidupan manusia. Dimanapun
dan kapanpun manusia dapat berkomunikasi. Disamping itu, komunikasi juga
berfungsi mendidik masyarakat, mendidik setiap orang dalam menuju pencapaian
kedewasaannya dalam bertingkah laku.
Komunikasi seseorang dengan orang lain tidaklah timbul dengan
sendirinya, namun komunikasi dapat diperoleh melalui belajar, yakni melalui
komunikasi dengan orang lain maupun melalui membaca dan lain-lain.
Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia, kehidupan manusia akan
tampak hampa atau tiada kehidupan sama sekali apabila tidak ada komunikasi.
Dengan adanya komunikasi berarti adanya interaksi manusia.3
Dalam berkomunikasi dibutuhkan berbagai macam cara agar pesan yang
disampaikan oleh komunikator dapat diterima baik dan dijalankan oleh
komunikan, sehingga tujuan dari komunikasi tersebut dapat tercapai. Salah satu
cara yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah bagaimana
seorang komunikator memiliki gambaran tentang sebuah proses komunikasi.
Dengan mengetahui gambaran pada sebuah proses komunikasi maka akan dapat
diketahui pola apa yang bisa digunakan dalam pencapaian tujuan.
Komunikasi juga bisa berarti upaya yang disengaja serta mempunyai
tujuan dan juga menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang
terlibat. Demikian juga komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang
menggunakan lambang-lambang, baik berupa kata-kata, angka-angka, tanda-tanda
3
atau yang lainnya, yang semuanya itu tentu harus adanya kesamaan makna dan
pengertian. Komunikasi akan berhasil jika orang yang diajak bicara dapat
memberi makna yang sesuai dengan yang diharapkan komunikator.4
Suatu negara dapat dikatakan negara yang besar apabila memiliki kriteria
tertentu. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berpotensi untuk menjadi bangsa
yang besar, apabila sumber daya manusianya mempunyai akhlak yang baik,
keimanan yang mantap dan mampu menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Tanpa akhlak yang baik dan keimanan yang kuat suatu negara tidak akan
berkembang dengan baik karena didalamnya hanya terdapat orang-orang yang
dapat merusak kebesaran bangsa tersebut dikarenakan sumber daya manusianya
memiliki akhlak yang tidak baik.
Tetapi di zaman yang semakin modern ini nilai agama yang telah tertanam
dalam diri masyarakat mulai tergeser dengan adanya budaya-budaya asing dalam
bertingkah laku, sebagai proses filteriasi dari pengaruh budaya asing tersebut
dibutuhkan pribadi muslim yang berkualitas dan berakhlak mulia dalam kaitannya
dengan iman dan takwa. Dari situlah diperlukan landasan yang kuat untuk
membentuk pribadi muslim yang berkualitas tercapai.
Allah berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 21 :
⌧
☺
⌧
⌧
⌧
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
4
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab : 21)5
Dalam pembentukan akhlak setiap muslim, Allah SWT telah mengutus
RasulNya dalam menyempurnakan akhlak manusia. Kesempurnaan ajaran Islam
merupakan pedoman hidup dan rahmat bagi seluruh alam. Hal ini merupakan
kehendak Allah bagi eksistensi manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
Berdasarkan keyakinan tersebut maka manusia dengan segala nilai fitrahnya
diharapkan mampu menginternalisasikan dan merealisasikan ajaran Islam
tersebut kedalam dan keluar dirinya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi akhlak manusia diantaranya adalah faktor lingkungan karena
lingkungan yang baik senantiasa melahirkan pribadi yang baik pula.
Pembinaan kepribadian pada anak harus dilakukan sedini mungkin karena
akan mempengaruhi seluruh dimensi kehidupannya kelak apabila sudah
berinteraksi dalam dunia yang lebih luas dan dapat dimulai dari ranah domestik
yang nantinya akan mempengaruhi setiap langkah dan tindakannya kedepan.
Disiplin diri merupakan aspek utama dan esensial pada pembentukan akhlak diri,
jika anak mampu berdisiplin diri maka secara maknawi ia memiliki kemampuan
untuk mengantisipasi, mengakomodasi dan tidak hanyut dalam arus globalisasi.
Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh lingkungan
dimana ia hidup. Tanpa masyarakat (lingkungan), kepribadian seorang individu
tidak dapat berkembang demikian pula halnya dengan aspek moral pada anak.
Nilai-nilai moral yang dimiliki seorang anak lebih merupakan sesuatu yang
diperoleh anak dari luar. Anak belajar dan diajar oleh lingkungannya mengenai
5
bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan tingkah laku yang bagaimana
yang dikatakan baik atau tidak baik. Lingkungan ini dapat berarti orang tua,
saudara-saudara, teman-teman, guru dan lain sebagainya. Namun karena pada
tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak sepenuhnya bergantung pada orang
lain yaitu orang tuanya maka disinilah pentingnya peranan orang tua sebagai
orang yang pertama dikenal dalam hidupnya untuk memperkembangkan
kehidupan moral anaknya. Seorang anak asuh yang tinggal disebuah yayasan
tidak akan merasakan kasih sayang dan bimbingan dari orang tuanya sebagai
anutan yang dapat dicontoh oleh anak tersebut. Dengan demikian perlu disadari
bahwa peranan seorang pengasuh sangat penting sebagai teladan yang dapat
dicontoh oleh anak asuhnya, karena otomatis anak asuh akan selalu berinteraksi
dengan pengasuhnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengasuh merupakan figur yang sangat berperan dalam pengasuhan anak
asuh, karena baik buruknya tingkah laku anak asuh itu bagimana cara pengasuh
mengasuh dan membimbingnya. Pengasuh harus dapat mengatur semua
kebutuhan anak asuhnya baik dalam segi materi ataupun spiritual. Oleh karena itu
dibutuhkan pola komunikasi yang sangat baik antara pengasuh dan anak asuh agar
tercipta keakraban sehingga pengasuh dapat mengetahui sejauh mana sifat dan
watak anak yang diasuhnya dan anak asuh tidak sungkan dalam berkomunikasi
dengan pengasuh untuk membicarakan berbagai macam hal yang merupakan
pengganti dari orang tua mereka. Seiring dengan perkembangannya, anak
tersebut akan merasa dirinya disayangi dan diperhatikan oleh pengasuhnya.
Komunikasi yang terjadi antar pengasuh dan anak asuh ini diharapkan
contoh apabila ada anak asuh yang kurang sopan dalam berbicara dan bertindak
maka pengasuh dapat menasehati dan memperbaikinya agar anak tidak
mengulanginya lagi dan anak tersebut mengetahui mana perbuatan baik dan
buruk.
Rumah yatim dan dhuafa An-Nur yang berlokasi di Jalan Kramat 2 Nomor
56 RT 07 RW 05 Kampung Ciherang Kelurahan Sukatani Kecamatan Cimanggis
Depok ini didirikan oleh Ustdzh. Hj. Nur Cholilah (almarhumah) dan diresmikan
pada tanggal 1 Februari 1999. Saat ini Rumah Yatim dan Dhuafa tersebut
memiliki 40 orang anak asuh perempuan dan hanya memiliki satu orang
pengasuh. Latar belakang didirikannya rumah yatim dan dhuafa ini adalah untuk
memberikan pelayanan dan pembinaan kepada anak asuh yang dhuafa
(ekonominya lemah)6, anak yatim piatu (anak yang ditinggal wafat ayah dan
ibunya sementara ia belum baligh)7 dan anak yang telantar (anak yang tidak
terurus oleh keluarganya)8 untuk melanjutkan sekolah dan berperan dalam
pembentukan akhlak anak yang bertujuan untuk melahirkan generasi muda yang
berwawasan Islam dan berakhlak mulia serta mampu melanjutkan estafet dalam
menyebarluaskan ajaran Islam dan juga membawa pengaruh positif dalam
merubah sikap hidup umat kepada sikap yang lebih baik sesuai ajaran Islam.
Berkaitan dengan hal diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengetahui dan mengungkap perihal pola komunikasi yang digunakan oleh
pengasuh kepada anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa dalam pembinaan
akhlak sehingga penulis tertarik mengambil judul skripsi “ Pengaruh Pola
6
Chatibul Umam dkk, Fiqih Jilid 3, (Jakarta: Menara Kudus, 1996), cet ke-1, h.11 7
Ibid, h.11 8
Komunikasi Terhadap Pembinaan Akhlak Anak asuh di Rumah Yatim dan DhuafaAn-Nur Cimanggis Depok”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu Pengaruh Pola
komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan
Dhuafa An-Nur Cimanggis Depok.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Proses
pengaruh Pola Komunikasi terhadap Pembinaan Akhlak anak asuh di
rumah Yatim dan Dhufa An-Nur dalm kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui pengaruh pola komunikasi terhadap pembinaan
akhlak anak asuh dalam kehidupan sehari-hari.
2. Manfaat penelitian ini adalah :
a. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan Ilmu
pengetahuan terutama dalam bidang komunikasi dan akhlak.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan seberapa
penting peranan komunikasi dalam pembinaan akhlak.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan dalam
penelitian yang lebih ditekankan kepada data yang dapat dihitung untuk
menghasilkan penafsiran kuantitatif yang kokoh.9
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi dan waktu penelitian bertempat di Rumah Yatim
dan Dhuafa An-Nur yang beralamat di Jalan Kramat 2 Nomor 56 RT 07
RW 05 kampung ciherang kelurahan sukatani kecamatan cimanggis
depok, dan waktu penelitiannya dilaksanakan antara bulan Februari s/d
April 2008.
3. Subjek dan Objek Penelitian
a. Subjek Penelitian
9
Subjek penelitian yaitu tempat memperoleh keterangan,
atau lembaga/orang-orang yang sedang diteliti. Dalam hal ini
subjeknya adalah Rumah Yatimd an Dhuafa An-Nur.
b. Objek Penelitian
Sedangkan objek penelitiannya adalah apa yang akan
diteliti dalam hal ini meliputi bagaimana bentuk komunikasi dalam
membina akhlak anak asuh.
4. Populasi dan Sampel
Penelitian ini memiliki jumlah populasi sebanyak 40 orang anak
asuh dan jumlah tersebut sudah termasuk kedalam sampel. Hal ini
disebabkan karena jumlah anak asuhnya hanya 40 orang saja.
5. Definisi Operasional
Definisi Operasional menyatakan bagaimana operasi/kegiatan yang
harus dilakukan untuk memperoleh data/indikator yang menunjukkan
konsep yang dimaksud. Definisi inilah yang diperlukan dalam penelitian
karena definisi ini menghubungkan konsep atau konstruk yang diteliti
dengan gejala empirik.10
Dalam penelitian ini definisi operasional didapat dari variabel
penelitian, yaitu: Variabel independent dan dependen. Variabel yang
mempengaruhi disebut variabel penyebab, variabel bebas atau independent
variabel (X), sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas,
terikat atau dependent variabel (Y).11
10
Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h. 49
11
Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu :
1. Variabel pertama yaitu pola komunikasi pengasuh sebagai
variabel independent (bebas) yang dilambangkan dengan X,
Pola komunikasi yang dilakukan pengasuh merupakan modal
untuk menciptakan proses komunikasi pengasuh untuk
membina akhlak anak asuh sehingga menghasilkan dampak
positif bagi akhlak anak asuh.
2. Variabel kedua yaitu pembinaan akhlak anak asuh sebagai
variabel dependent (terikat) yang dilamabangkan dengan Y.
• Definisi Operasional Variabel Pola Komunikasi
Berdasarkan definisi konseptual diatas, maka secara operasional pola
komunikasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah proses interaksi antara
pengasuh dan anak asuh dalam berkomunikasi untuk membina akhlak anak aush
sehingga mereka dapat menjadi pribadi muslim yang berakhlakul karimah,
Adapun alat untuk mengukur bagaimana pengaruh pola komunikasi dengan
menggunakan angket atau kusioner skala likert yang terdiri dari 26 butir
pernyataan yang mencerminkan tentang pola komunikasi dan pembinaan akhlak
dalam kehidupan sehari-hari.
• Definisi Operasional Variabel Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak adalah suatu pembinaan budi pekerti yang dilakukan
dengan konsistwn dan sungguh-sungguh agar terwujudnya akhlak mulia yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, akhlak merupakan implementasi dari iman
dalam segala bentuk perilaku yang sangat penting bagi anak asuh dalam
kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak anak asuh di Rumah Yatim dan Dhuafa
An-Nur diperoleh dari jadwal aktivitas anak asuh yang mencerminkan perbuatan,
kebiasaan baik dan kedisiplinan diri.
6. Tekhnik pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang objektif maka dalam penelitian ini penulis
menggunakan tekhnik sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan suatu studi yang disengaja dan
sistematis tentang keadaan atau fenomena sosial dan gejala-gejala psikis
dengan jalan mengamati dan mencatat.12 Dalam penelitian ini peneliti
mengamati langsung objek yang akan diteliti dan hal-hal yang diperlukan
dalam observasi ini adalah tape recorder, kamera, note book yang
digunakan selama observasi berlangsung.
b. Wawancara
Wawancara adalah tekhnik pengumpulan data dengan cara bertanya
langsung kepada narasumber untuk mendapatkan informasi. Wawancara
ini ditujukan kepada penanggung jawab Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
12
yaitu Bapak M. Nur Ferhat dan pengasuh yaitu Ibu Zum Faida Sirinza
S.pd untuk memperoleh data yang diperlukan dan sesuai dengan judul.
c. Dokumentasi
Untuk melengkapi data yang sudah diperoleh melalui observasi dan
wawancara, maka digunakan studi dokumentasi, dokumen-dokumen
sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan
bahkan meramalkan.
Studi dokumentasi berproses dan berawal dari menghimpun dokumen,
memilih-milih dokumen sesuai dengan tujuan penelitian, menerangkan dan
mencatat serta menafsirkanya dan menghubungkan dengan fenomena
lain.13
d. Kuesioner
Yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan
yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga responden
hanya tinggal menjawab dengan mudah dan cepat. Tekhnik ini dilakukann
dengan cara penyebaran angket kepada responden yang berjumlah 40
orang anak asuh perempuan di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur untuk
mengetahui respon mereka.
4. Analisis data
13
Setelah data-data didapatkan melalui tekhnik pengumpulan data diatas,
untuk mengetahui hasil yang dicapai dari penyebaran angket tentang
pembinaan akhlak anak asuh, kemudian dilakukan tabulasi data dari hasil
jawaban responden, diprosentasekan lalu melakukan deskripsi dari
data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dan melakukan pengolahan data-data
dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan : P = Prosentase
F = Frekuensi
N = Jumlah responden14
E. Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunkan penulsi terdiri dari lima bab, yang disesuaikan
dengan pokok masalah yang hendak dibahas. Adapun sistematika penulisan
secara lengkap adalah sebagai berikut :
Bab Satu : Pendahuluan yang di dalamnya meliputi latar belakang,
Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Metodologi
Penelitian, Sistematika Penulisan
Bab Dua : Tinjauan Teoritis yang di dalamnya meliputi pengertian Pola
komunikasi, Unsur-unsur dan proses komunikasi, Tujuan komunikasi, Pola-Pola
komunikasi, Hambatan komunikasi, Pengertian akhlak, Pengertian pembinaan
akhlak, Metode Pembinaan Akhlak, Pembagian Akhlak, Pengertian anak asuh,
Batasan usia anak asuh.
14
Masrih Singarimbun & Sofian Effendi, ed., Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), Cet ke-1, h.263
Bab Tiga : Gambaran Umum Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang
meliputi latar belakang berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, Visi dan
misi Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur, Sarana dan prasarana, Aktivitas anak
asuh, Latar belakang keluarga dan pendidikan anak asuh.
Bab Empat : Analisis Data tentang Pengaruh Pola komunikasi terhadap
pembinaan akhlak di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang meliputi Pengaruh
pola komunikasi terhadap pembinaan akhlak anak asuh di kehidupan sehari-hari
dan Proses komunikasi pengasuh dalam pembinaan akhlak anak asuh.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS A. Pola Komunikasi
1. Definisi Pola Komunikasi
Pola komunikasi merupakan rangkaian dua kata, yang masing-masing
mempunyai keterkaitan makna. Oleh sebab itu dibutuhkan penjelasan dari
masing-masing kata.
Pola dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bentuk atau sistem.15
Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer arti pola diartikan sebagai model,
contoh, pedoman (rancangan).16 Makna pola juga dapat diartikancontoh atau
cetakan, tetapi dalam bahasan ini makna pola lebih tepat diartikan sebagai bentuk
sebagaimana keterkaitan dengan kata yang digandengnya.
Adapun definisi komunikasi dapat dilihatd ari dua sudut, yaitu: dari sudut
bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi). Secara etimologi, kata komunikasi
berasal dari bahasa latin communicatio dengan kata dasar communis yang berarti
“sama”. Maksudnya orang yang menyampaikan dan orang yang menerima
mempunyai persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan.17 Sedangkan
secara terminologi menurut para ahli definisi komunikasi, diantaranya adalah
menurut Carl I. Hovland, sebagaimana dikutip oleh Onong Ucjana Effendi,
15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). h. 885
16
Puis A. Partanto, dan M. Dahlan Al-Bary, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 605
17
Ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar
asas-asas penyampaian informasi serta pemebntukan pendapat dan sikap.18
Menurut Mafri Amir : Pengertian komunikasi dapat dirumuskan sebagai
proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Perkataan orang dalam pengertian ini membuktikan bahwa yang melakukan
komunikasi adalah manusia. Dengan menyebut orang lain berarti komunikasi
tidak harus antara dua orang manusia, tetapi bisa juga sejumlah orang.19
Everett M. Rogers seorang pakar sosiologi pedesaan Amerika yang telah
banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal
penyebaran inovasi membuat definisi bahwa : “ Komunikasi adalah proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka”.20
Sedangkan James G. Robbins dan Barbara S. Jones mendefinisikan
komunikasi adalah “Suatu tingkah laku, perbuatan atau kegiatan penyampaian
atau pengoperan lambang-lambang, yang mengandung arti atau makna, atau
perbuatan penyampaian suatu gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang
lain, atau suatu pemindahan atau penyampaian informasi, pikiran dan
perasaan-perasaan.21
Hovland, Janis dan Kelly seperti yang dikemukakan oleh Forsdale (ahli sosiologi
Amerika) sebagaimana dikutip oleh Arni Muhammad dalam bukunya Komunikasi
18
Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. (Bandung: Rosdakarya, 2001), h. 9-10
19
Mafri Amir, Etika Komunikasi Massa (Dalam Pandangan Islam).(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 21
20
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi.(Jakarta : Raja Grafindo Persada,2007), h. 20
21
James G Robbins, dan Barbara S Jones, Komunikasi yang efektif. (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1995). h. 1
organisasi mengatakan bahwaa “Communication is the process by which an
individual transmits stimuli (ussualy verb) to modify the behaviaour of the
individuals”Komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus yang biasanya
dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain.22
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pola komunikasi
adalah bentuk atau gambaran bagaimana proses penyampaian pesan dari
seseorang komunikator kepada komunikan untuk mengubah tingkah laku
komunikan baik yang terjadi secara individu maupun kelompok.
Dengan mengetahui gambaran preses komunikasi tersebut kita akan
mengetahui pola komunikasi mana yang efektif digunakan dalam pembinaan
akhlak di Rumah Yatimd an Dhuafa An-Nur yang melibatkan pengasuh sebagai
komunikator dan anak aush sebagai komunikan yang penyampaian pesannay
berupa lisan, tulisan ataupun tatap muka.
2. Proses dan Unsur-unsur komunikasi
a. Proses komunikasi
Proses komunikasi adalah rangkaian kejadian/peristiwa atau
perbuatan melakukan hubungan, kontak, interakasi satu sama lain berupa
penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti
atau makna.23
Proses yang efektif adalah apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator kepada komunikan dapat diterima langsung dan adanya
umpan balik melalui media yang sesuai, sehingga pesan dapat langsung
ditangkap oleh komunikan dengan baik.
22
Arni, Muhammad, Komunikasi Organisasi.(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 2 23
Bagan/Skema Proses Komunikasi24
Keterangan:
Proses komunikasi bermula dari komunikaator yang menyampaikan pesan-pesan
melalui saluran atau media yang dirujukan kepada komunikan dan kemudian
menimbulkan pengaruh (efek) yaitu umpan balik (feddback).
“Encoding” adalah proses penyampaian/pengiriman pesan dari komunikator
kepada komunikan. Sedangkan proses berikutnya yaitu penerimaan/penyerapan
pesan dari komunikator oleh komunikan yang disebut “Decoding”
b. Unsur-unsur komunikasi
Dalam setiap proses komunikasi terdapat unsur-unsur
(komponen-komponen) sebagai berikut:
1) Komunikator (Sender atau pengirim pesan/berita
Yang dimaksud dengan komunikator adalah seseorangatau sekelompok orang yang merupakan tempat asal pesan, sumber
24
Ibid, h.3
Message (2)
Decoding
Encoding Saluran/
Media (3)
Komunikator (1)
Gangguan +
+Hambatan Komunikan
(4)
Feedback (6)
Berita, informasi, atau pengertian yang disampaikan (dikomunikasikan) atau bisa kita sebut sebagai orang atau pihak yang mengirim/menyanpaikan berita.
2) Pesan atau berita (Message)
Message adalah pesan, informasi atau pengertian dari
komunikatoryang penyampaian pesannay disampaikan kepada komunikan (Audiens/khalayak)melalui penggunaan bahasa atau lambang-lambang.
3) Saluran atau media komunikasi
Saluran atau media komunikasi adalah sarana tempat berlalunya simbol-simbil/lambang-lambang yang mengandung makna berupa pesan/pengertian. Saluran atau medium komunikasi tersebut berupa alat/sarana yang menyalurkan suara (Audio) untuk pendenganran, tulisan dan gambar (visual) untuk penglihatan, bau untuk penciuman, wujud fisik untuk perabaan, dan sebagainya.
4) Komunikan (receiver atau penerima pesan/berita)
Komunikan adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai subjek yang dituju oleh komunikator (pengirim/penyampai pesan), yang menerima pesan-pesan (berita, informasi, pengertian) berupa lambang-lambang yang mengandung arti atau makna.
5) Efek (Effect) atau umpan balik (Feedback)
Efek adalah hasil penerimaan pesan/informasi oleh komunikan, pengasuh atau kesan yang timbul setelah komunikan menerima pesan, Efek dapat berlanjut dengan memberikan respon, tanggapan atau jawaban yang disebut umpan balik. Umpan balim feedback adalah atus balik (yang berupa tanggapan/ jawaban) dalam rangka proses komunikasi. Umpan balik ini biasanya sangat diharapkan, dalam arti adanya feedback yang menyenangkan, kalau seseorang atau kelompok prang yang melakukan kegiatan komunikasi ini melakukannya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian atau memperoleh kesepakatan bersama.25
3. Tujuan komunikasi
Secara umum Harold D lasswel menyebutkan bahwa tujuan komunikasi
ada empat yaitu :
a. Social Change, perubahan sosial. Seseorang mengadakan komunikasi
dengan orang lain, diharapkan adanay perubahan sosial dalm
kehidupannya, seperti halnya kehidupan akahn lebih baik dari sebelum
berkomunikasi.
25
b. Attitude Change, Perubahan sikap. Seseorang berkomuniaksi ingin
mengadakan perubahan sikap.
c. Opinion Change, Perubahan pendapat. Seseorang dalam
berkomuniaksi mempunyai harapan untuk mengadakan perubahan
pendapat.
d. Behaviour Change, Perubahan perilaku. Seseorang berkomunikasi
juga ingin mengdakan perubahan.26
Dari tujuan-tujuan tersebut dapat dimabil kesimpulan bahwa tujuan
komunikasi pada intinya adalah untuk mengadakan perubahan dalam
hubungan sosial, sikap, pendapat maupun perilaku.
4. Pola-pola komunikasi
Ditinjau dari pola yang dilakukan, ada beberpa jenis yang dapat dikemukakan. Para sarjana komunikasi mereka yang tertarik dengan ilmu komunikasi mempunyai pola (tipe) tersendiri dalam mengamati perilaku komunikasi. Namun semua itu tak perlu dibedakan secara kontradiktif, hanya beberapa penekanan sebab latar belakang dan lingkungan pendukungnya. Joseph A. Devito membagi pola komunikasi menjadi empat, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.27
Guna membedakan pola komunikasi yang berkembang di
Indonesia dan lebih ditinjaud ari aspek sosialnya kita akan mencoba
membahas beberapa pola komunikasi, antara lain sebagai berikut :
1) Komunikasi Individual
a. Komunikasi diri sendiri (Interpersoneal Communication)
Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses
komunikasi yang terjadi dalam diri individu, atau proses
26
Roudonah, Ilmu Komunikasi. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2007 27
Berkomunikasi dengan diri sendiri. Dalam proses pengambilan
keputusan, sering kali seseorang dihadapkan pada pilihan “ya” atau
“tidak”. Keadaan semacam ini membawa seseorang pada situasi
dengan diri sendiri, terutama dalam mempertimbangkan untung
ruginya suatu keputusan yang akan diambil.28
Komunikasi dengan diri sendiri berfungsi untuk mengembangkan
kreatifitas imajinasi, memahami dan mengendalikan diri, serta
meningkatkan kematangan berfikir sebelum mengambil
keputusan. Mengembangkan kreativitas imajinasi berarti mencipta
sesuatu lewat daya nalar melalui komunikasi dengan diri sendiri.
Dengan cara seperti ini seseorang dapat mengetahui
keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, sehingga tahu diri, tahu membawa
diri, dan tahu menempatkan diri dalam masyarakat.29
b. Komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication)
Seperti yang diungkapkan De Vito (1976) dan dikutip oleh
Alo Liliweri bahwa komunikasi antarpribadi merupakan
pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain
dengan efek dan umpan balik yang langsung.30
Komunikasi antarpribadi yang dimaksud di sini ialah proses
komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara
tatap muka, seperti yang dinyatakan R. Wayne Pace (1979) bahwa
28
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.32 29
Ibid, h. 50 30
“Interpersonal communication is communication involving two or
more people a face to face setting”.31
Pada hakikatnya komunikasi antarpribadi merupakan
komunikasi yang paling efektif antara komunikator untuk merubah
sikap atau tingkah laku komunikan karena bentuknya dialog dan
langsung mendapatkan umpan balik.
Komunikasi antarpribadi melibatkan paling sedikit dua
orang yang mempunyai sifat, nilai-nilai, pendapat, sikap, pikiran,
dan perilaku yang khas dan berbeda-beda. Selain itu, komunikasi
antarpribadi melibatkan di antara pelaku dalam komunikasi.
Dengan kata lain para pelaku komunikasi saling bertukar
informasi, pikiran, gagasan dan lain sebagainya.32
Komunikasi antarpribadi ini biasa terjadi antara pengasuh
dan anak asuh, mungkin khusus dalam masalah yang pribadi, dari
situlah pengasuh dapat mengarahkan secara individu dan
memberikan nasihat sesuai dengan dasar tujuannya agar anak asuh
mengerti dan memahami apa yang disarankan oleh pengasuh.
2. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan sejumlah
komunikan, dan karena jumlah komunikan itu menimbulkan
31
Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h.32 32
konsekuensi jenis ini diklasifikasikan menjadi kelompok kecil dan
besar.33
a. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi Kelompok Kecil ialah proses komunikasi
yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap
muka, dimana anggotanya saling berinteraksi satu sama
lainnya. Dalam situasi seperti ini, semua anggota bisa
berperan sebagai sumber dan juga sebagai penerima.34
Komunikasi kelompok kecil biasanya terjadi pada
kelompok belajar atau diskusi. Dalam komunikasi ini besar
kemungkinan setiap individu memiliki kesempatan untuk
berpendapat karena jumlah individunya relatif kecil.
Seorang anak asuh hanya berada dikelompok yang
relatif kecil berbeda dengan kelompok besar,
individu-individu dalam kelompok kecil bersifat rasional sehingga
setiap pesan yang sampai kepadanya akan di tanggapi
secara kritis. Anak asuh dapat memberikan berbagai
macam pendapat dan gagasannya, dan pengasuh dapat
melihat sejauh mana anak asuh menerima dan mencerna
apa yang di komunikasikan pengasuh terhadap anak asuh.
b. Komunikasi Kelompok Besar
Komunikasi kelompok besar adalah proses
komunikasi dimana pesan-pesan disampaikan oleh
33
Onong Uchajana Effendy, Dinamika Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), h. 8
34
pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang
lebih besar.
Suatu situasi komunikasi dinilai sebagai komunikasi
kelompok besar jika antara komunikator dan komunikan
sukar terjadi komunikasi interpersonal, kecil kemungkinan
untuk terjadi dialiog seperti halnya pada komunikasi
kelompok kecil.35
3. Komunikasi Massa
Secara sederhana, komunikasi massa adalah komunikasi
melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi,
dan film. Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan
sistem komunikasi interpersonal (antarpribadi), secara teknis dapat
menunjukkan secara pokok dari komunikasi massa (menurut
Elizabeth-Noelle-Neuman, 1973:92)
1. Bersifat tidak langsung artinya harus melewati media
tekhnis.
2. Bersifat satu arah artinya tidak ada interaksi antara
komunikan.
3. Bersifat terbuka artinya ditujukan pada publik yang
tidak terbatas.
4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.36
35
Onong Uchajana Effendy, Dinamika Komunikasi, h.9 36
4. Hambatan Komunikasi
Problem komunikasi biasanya merupakan suatu gejala bahwa ada
sesuatu yang tidak beres. Problem komunikasi menunjukkan adanya
masalah yang lebih dalam. Hambatan komunikasi ada yang berasal dari
pengirim (komunikator), transmisi dan penerima (komunikan).37
Hambatan komunikasi secara umum, yang lazim berlangsung
dalam masyarakat (interaksi dalam kehidupan sehari-hari) yaitu :
a. Kurang kecakapan berkomunikasi
Kurang cakap berbicara (terutama didepan umum), kurang cakap menulis atau mengarang, kurang cakap membaca atau mendengarkan. Untuk mengatasi hal ini tidak ada jalan lain kecuali belajar dan berlatih.
b. Sikap komunikator yang kurang tepat
Sikap yang kurang tepat dapat menghalangi komunikasi, sehingga dalam hal ini diperlukan sikap simpatik, rendah hati, tetapi cukup tegas dan menunjukkan kredibilitasnya.
c. Kurangnya pengetahuan
Hal kurangnya pengetahuan (baik secara umum maupun mengenai bidang tertentu) ini bisa berlaku bagi kedua belah pihak, baik bagi komunikator maupun pihak komunikan. Cara mengatasinya adalah apabila salah satu pihak memiliki pengetahuan lebih tinggi maka ia harus berusaha menyelaraskan cara penyampaian pesan atau sebaliknya menanggapi pesan dengan mempertimbangkan taraf pengetahuan lainnya.
d. Kurang memahami sistem sosial
Bila komunikator kurang memahami sistem sosial atau budaya setempat (misal pesantren, pedesaaan, negara lain dan sebagainya) maka arah pembicaraannya kurang tepat dan tidak menarik bagi komunikan setempat.
e. Syakwasangka (prejudice) yang tidak berdasar
Bagi masyarakat atau orang yang kurang terpelajar, tidak mau membuka diri dan berlapang dada, atau yang sedang saling membenci, akan mudah timbul prasangka yang tidak berdasar kepada rasio pikiran yang sehat.
f. Jarak fisik
Komunikasi sering menjadi tidak lancar bila jarak antara komunikator dan komunikan terlalu berjauhan.
37
g. Kesalahan bahasa
Sering terjadi salah pengertian atau kesalahan penafsiran yang disebabkan perbedaan arti (pemaknaan) dari suatu istilah atau kata-kata. Hal ini sering terjadi dalam menggunakan serta menerjemahkan bahasa asing.
h. Penyajian yang verbalistis (hanya kata-kata melulu)
Komunikasi cenderung menjadi tidak atau kurang lancar jika komunikator terus-terusan hanya membacakan atau berbicara saja tanpa peragaan atau tanpa gerak tubuh yang memperagakan untuk memberi nuansa kepada pesan yang disampaikan.
i. Indera yang rusak
Komunikasi jadi tidak lancar jika indera rusak atau indera tidak sehat. Oleh karena itu, agar komunikasi bisa berjalan lancar, maka panca indera kita (khususnya pendengaran, pengucapan, dan penglihatan) harus tetap dijaga atau dipelihara agar tetap sehat.
j. Komunikasi yang berlebihan
Komunikasi bisa menjadi tidak lancar dan tidak mencapai tujuannya karena over communication (komunikasi yang berlebihan). Misalnya bila terlalu banyak penjelasan, banyak bumbu, kata-kata bersayap, sehingga maksud yang sebenarnya terkandung dan ingin disampaikan menjadi tidak jelas.
k. Komunikasi satu arah
Komunikasi satu arah acapkali kurang memberikan hasil yang sesuai dengan harapan, karena komunikan tidak diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau saran-sarannya sehingga pesan atau berita yang kurang jelas (kurang dimengerti) oleh komunikan, bahkan bisa menimbulkan penafsiran yang salah atu kurang tepat.38
B. Akhlak
1. Pengertian akhlak
Dilihat dari sudut bahasa (etimologi), perkataan akhlak (bahasa
arab) adalah bentuk jamak dari kata Khulk. Khulk didalam kamus
Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat.39
Pada hakikatnya khulk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian
38
May Rudi, Komunikasi dan Hubungan masyarakat Internasional, 27-28 39
hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan
dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. 40
Ibn Maskawih yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang
akhlak terkemuka dan terdahulu secara singkat mengatakan bahwa akhlak
adalah “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.41
Prof. KH. Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi
akhlak adalah sebagi berikut : Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan
perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu. 42
Jadi, akhlak itu sendiri bukanlah perbuatan, melainkan gambaran
bagi jiwa yang tersembunyi. Oleh karenanya dapatlah disebutkan bahwa
“Akhlak itu adalah nafsiah (bersifat kejiwaan) atau maknawiyah (sesuatu
yang abstrak) dan bentuknya yang kelihatan kita namakan muamalah
(tindakan) atau suluk (perilaku), maka akhlak adalah sumber dan perilaku
adalah bentuknya.43
Keseluruhan definisi akhlak yang telah disebutkan diatas tidak
terlalu jauh berbeda maknanya, bahkan definisi tersebut saling melengkapi
satu sama lain sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat diambil
kesimpulan bahwa akhlak adalah sifat seseorang yang berasal dari dalam
diri yang akhirnya menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan.
40
Ibid, h.3 41
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.3 42
H.A. Mustofa, Akhlak Tasawuf. (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), h. 14 43
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada
intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan tersebut selanjutnya
ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk.44
Dengan mengetahui hal yang baik seseorang akan terdorong untuk
melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya,
sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk
meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.45
Manusia dilahirkan kedunia dianugrahi akal dan pikiran untuk
berpikir mana yang baik dan yang buruk, apabila manusia tidak bisa
membedakan mana yang baik dan buruk berarti ia tidak dapat
menggunakan akal dan pikirannya dengan baik dan tentunya akan
merugikan dirinya kelak dan ia akan hina di mata Allah. Akhlak yang
baik juga dapat membersikan diri dari segala perbuatan dosa yang pernah
dilakukan dan pada akhirnya akan melahirkan perbuatan yang terpuji.
2. Pengertian Pembinaan akhlak
Pembinaan akhlak merupakan gabungan dari dua kata yang
berkaitan, yaitu pembinaan dan akhlak.
Menurut Zakiah Darajat arti dari pembinaan adalah :
Upaya pendidikan baik formal maupun non formal yang dilaksanakan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan, menumbuhkan, mengembangkan suatu dasar kepribadian yang seimbang, utuh dan selaras, Pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, keinginan serta prakarsa sendiri, menambah, meningkatkan dan mengembangkan ke arah tercapainya martabat,
44
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, h. 9 45
mutu dan kemmpuan manusia yang optimal dan pribadi yang mandiri.46
Sedangkan akhlak menurut Abu Bakar Al-Jazairy adalah bentuk
kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan
baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja.47
Sementara di dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa
akhlak adalah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etika dan moral)
yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar
terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.48
Secara garis besar pembinaan akhlak adalah segala upaya yang
terus menerus untuk memperbaiki, meningkatkan, menyempurnakan dan
mengembangkan kemajuan untuk mencapai tujuan agar sasaran
pembinaan mampu menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sebagai
pola kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan pribadi, keluarga
maupun kehidupan sosial masyarakat. Adanya upaya-upaya pembentukan
pribadi yang dibina agar terbiasa untuk mengamalkan ajaran agama dalam
realitas kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan manusia yang berguna
bagi lingkungannya.
Pembinaan akhlak sangat dibutuhkan untuk keberhasilan suatu
negara, yang didalamnya terdapat insan yang memiliki budi pekerti yang
baik yang direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu,
akhlak harus dibina semenjak dini agar kelak generasi muslim yang
berakhalul karimah nantinya dapat melanjutkan estafet dalam
46
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976) cet ke-15, h. 36 47
Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Kalam Mulia, 2001), cet ke-4, h. 3 48
menyebarkan ajaran Islam dan juga membawa pengaruh positif dalam
merubah sikap hidup manusia menjadi lebih baik sesuai dengan ajaran
Islam.
3. Metode Pembinaan akhlak
Akhlak merupakan cerminan pribadi dan harga diri seseorang,
akhlak yang mulia mampu membentuk pribadi muslim yang beakhlakul
karimah. Pembinaan akhlak sangat penting bagi kelangsungan hidup
generasi penerus Islam dalam menyebarkan agama Islam. Seorang anak
yang akhlaknya dibina sejak kecil akan terbiasa dengan akhlak dan
pebuatan yang baik yang diaplikasikannnya dalam kehidupan sehari-hari.
Pembinaan akhlak dalam Islam terintegrasi dalam pelaksanaan
rukun Islam, Hasil analisis Muhammad Al-Ghazali terhadap rukun Islam
yang lima telah menunjukkan dengan jelas bahwa dalam rukun Islam
terkandung konsep pembinaan akhlak.49
Rukun Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat
syahadat yaitu : “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah” dengan kesaksian
seperti itulah seseorang yang di dalam dirinya terdapat Iman dan
keyakinan yang kuat akan melakukan segala hal yang diperintahan oleh
Allah SWT dan meninggalkan segala yang dilarangnya dan dengan
keimanan tersebut akan melahirkan perbuatan terpuji dan terhindar dari
perbuatan tercela.
49
Salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah SWT yaitu
mendirikan shalat yang merupakan rukun Islam yang kedua, sebagaimana
dalam surat Al Ankabut ayat 45 :
⌧ ☺
Artinya :Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat di atas menerangkan bahwa seorang muslim yang
mengerjakan shalat baik wajib ataupun sunah maka dirinya akan terhindar
dari perbuatan keji dan munkar, dengan mendirikan shalat berarti kita
juga mensyukuri segala nikmat yang Allah berikan kepada kita.
Rukun Islam yang ketiga yaitu zakat yang mengandung didikan
akhlak agar orang yang yang berzakat dapat membersihkan diri dari sifat
kikir, mementingkan diri sendiri, dan membersihkan hartanya dari hak
orang lain, yaitu fakir miskin dan seterusnya.50
Allah akan menaikkan derajat orang-orang yang menyisihkan
sedikit rezekinya untuk saudaranya yang tidak mampu dan membersihkan
dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dibuatnya.
Rukun Islam yang keempat adalah puasa, seperti pada surat
Al-Baqarah ayat : 183 yaitu :
☺⌧
50
Artinya :Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Allah SWT menyeru kepada umatnya untuk berpuasa agar mereka
bertaqwa, dengan berpuasa seorang muslim dapat menahan dirinya dari
hawa nafsu makan dan minum serta menahan diri dari perbuatan keji yang
dilarang oleh Allah SWT.
Rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan Ibadah Haji.
Dengan menunaikan ibadah haji seorang muslim akan diuji kesabarannya
dalam beribadah, ada kemauan keras dan tentunya menghindari perbuatan
keji dalam beribadah haji. Dengan demikian metode pembinaan akhlak
dengan menunaikan ibadah haji merupakan ibadah yang memiliki nilai
pembinaan akhlak yang lebih besar dibandingkan dengan rukun Islam
lainnya.
Selain dari pengamalan rukun Islam, metode pembinaan akhlak
dapat pula dilakukan dengan keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat
dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan. 51
Seorang pengasuh dalam panti asuhan juga merupakan orang tua
dan guru dalam pembinaan akhlak, anak asuh akan mencontoh segala
perbuatan yang dicontohkan oleh pengasuh, oleh sebab itu keteladaan dari
orang terdekat dan lingkungan sekitar merupakan hal yang paling utama
dalam metode pembinaan akhlak.
51
4. Macam-macam Akhlak
Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan
sifat para Nabi dan orang-orang Shiddiq sedangkan akhlak yang buruk
merupakan sifat syaitan dan orang-orang yang tercela, maka pada dasarnya
akhlak iti terbagi menjadi dua bagian yaitu :
• Akhlak yang baik atau terpuji (Al- Akhlaqul Mahmudah) yaitu
perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan mahkluk
lainnya.
• Akhlak buruk atau tercela (Al –Akhlakul Madzmumah) yaitu
perbuatan buruk terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk
lainnya.52
Dalam pembahasan ini penulis membatasi hanya akhlak baik dan
buruk terhadap sesama manusia, maka dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Akhlak Baik (Al- Akhlaqul Mahmudah)
1. Belas kasihan atau sayang (Asy-Syafaqah) yaitu sikap
jiwa yang selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang
lain.
2. Rasa persaudaraan (Al-Ikhaa’) yaitu sikap jiwa yang
selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang
lain, karena ada keterikatan batin dengannya.
3. Memberi nasihat (An-Nashiihah) yaitu suatu upaya untuk
memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain
dengan menggunakan perkataan baik ketika orang yang
52
dinasehati telah melakukan hal-hal yang buruk, maupun
belum.
4. Memberi pertolongan (An-Nashru) yaitu suatu upaya
untuk membantu orang lain, agar tidak mengalami
kesulitan.
5. Menahan amarah (Kazhmul Ghaizhi) yaitu upaya
menahan emosi agar tidak dikuasai oleh perasaan marah
terhadap orang lain.
6. Sopan santun (Al-Hilmu) yaitu sikap jiwa yang lemah
lembut terhadap orang lain sehingga dalam perkatan dan
perbuatannya selalu mengandung adab dan kesopanan
yang mulia.
7. Suka memaafkan (Al-Afwu) yaitu sikap dan perilaku
seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain
yang pernah diperbuat terhadapnya.53
Dari akhlak yang terpuji sesama manusia yang telah dipaparkan
diatas masih banyak lagi akhlak terpuji lainnya seperti : Al-Amanah (dapat
dipercaya), Al-Sidqu (jujur), As-Syaja’ah (berani), As-Sabru (sabar),
Al-Iqtisad (hemat), Al-Qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada),
At- Tawadu (merendahkan hati) dan lain sebagainya.54
B. Akhlak buruk (Al –Akhlakul Madzmumah)
1. Mudah marah (Al-Ghadab) yaitu kondisi emosi
seseorang yang tidak dapat ditahan oleh kesadarannya,
53
Ibid, h. 20-25 54
sehingga menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak
menyenangkan ornag lain.
2. Iri hati atau dengki (Al –Hasadu) yaitu sikap kejiwaan
seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan
dan kebahgiaan orang lain bisa hilang sama sekali.
3. Mengadu-adu (An-Namimah) yaitu suatu perilaku yang
suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang
lain dengan maksud agar hubungan sosial keduanya
rusak.
4. Mengumpat (Al-Ghibah) yaitu suatu perilaku yang suka
membicarakan seseorang kepada orang lain.
5. Bersikap congkak (Al- Ash’aru) yaitu suatu sikap dan
perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat
dari tingkah lakunya maupun perkataanya.
6. Sikap kikir (Al-Bikhlu) yaitu suatu sikap tidak mau
memberikan niali materi dan jasa kepada orang lain.
7. Berbuat aniaya (Azh-Zhulmu) yaitu suatu perbuatan
yang merugikan orang lain baik kerugian materil
maupun non materil dan ada jug ayang mengatakan
bahwa seseorang yang mengambil hak-hak orang lain
termasuk perbuatan aniaya.55
55
C. Pengertian Anak asuh
Menurut Ardianus Khatib yang dikutip Chuzaiman T. Yanggo dan
Hafidz Anshary berpendapat bahwa anak asuh adalah anak yang
digolongkan dari keluarga yang tidak mampu, antara lain sebagai berikut :
a. Anak yatim atau piatu yang tidak memiliki kemampuan
ekonomi untuk bekal sekolah dan belajar.
b. Anak dari keluarga fakir miskin.
c. Anak dari keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal
tertentu (tuna wisma).
d. Anak dari keluarga yang tidak memiliki penghasilan
tertentu (tuna karya).
e. Anak yang tidak memiliki ayah, ibu dan keluarga dan
belum ada orang lain yang membantu biaya untuk
sekolah dan belajar.56
Orang tua asuh atau yayasan tidak hanya mengusahakan anak asuh
untuk dapat menyelesaikan pendidikan saja tetapi juga membimbing agar
segala sikap dan tingkah laku sehari-hari dalam bermasyarakat nanti anak
asuh dapat menjadi anak yang berakhlakul karimah.
56
BAB III
GAMBARAN UMUM
RUMAH YATIM DAN DHUAFA AN-NUR CIMANGGIS DEPOK
A. Latar Belakang Berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur
Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur berlokasi di Jalan Kramat 2 Nomor 56
Rt 007 Rw 005 Kampung Ciherang Kelurahan sukatani kecamatan Cimanggis
Depok. Nama An-Nur diambil dari nama pendiri yayasan tersebut yaitu Ustdzh.
Hj. Nurcholilah (almarhumah) yang diresmikan pada tanggal 1 Februari tahun
1999 berdasarkan akte notaris nomor 93 Tanggal 10-11-1993 Hj. Asmin A. Latief
SH. Latar belakang didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa ini karena beliau
memiliki kepekaan sosial yang tinggi dan melihat banyak anak kurang mampu
(duafa) dan anak yatim piatu yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya karena
faktor ekonomi maka beliau mendirikan panti asuhan ini. Sepeninggal Ustdzh. Hj.
Nurcholilah, Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini tanggung jawabnya diberikan
kepada putra bungsu beliau yaitu Bapak M. Nur Ferhat.57
Selain itu beliau juga mendirikan Taman Kanak-kanak Al-Qur’an
(TKA), Majelis Ta’lim/Dakwah Islamiyah, Majelis Ta’lim Remaja, santunan
Yatim Piatu/Jompo dan Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT) yang
tergabung dalam Yayasan An-Nur yang salah satunya dalah Rumah yatim dan
dhuafa ini, Tujuan didirikannya Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini adalah
untuk menghantarkan anak-anak kurang mampu dan yatim piatu kemasa depan
57
yang lebih baik dan meningkatkan taraf hidup mereka khususnya dalam bidang
pendidikan. Status Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur ini 100% swasta, dan
kelangsungan hidupnya berasal dari sumbangan masyarakat, pengurus yayasan,
donatur tetap dan badan atau organisasi yang menaruh hati pada anak-anak asuh.58
Pada awal berdirinya Rumah Yatim dan Dhuafa ini hanya terdapat 13
orang anak asuh, tetapi lambat laun semakin banyak anak asuh yang diasuh disini,
kira-kira mencapai 70 orang anak. Karena faktor usia mereka yang semakin
sudah dewasa dan banyak yang sudah menikah sehingga anak asuh yang masih
harus ditanggung pendidikannya oleh Panti asuhan ini tinggal 40 orang anak,
tetapi seiring berjalannya waktu jumlah itu bisa saja bertambah dan berkurang.
Dari 40 orang anak yang diasuh disini hanya ada satu orang pengasuh saja yang
bernama Zum Faida Sirinza S.pd59,. Beliau merupakan pengasuh ketiga dari
beberapa pengasuh yang pernah mengasuh di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur.
Pengasuh pertama hanya satu bulan saja berada disini yaitu dari bulan
februari 1999 atau awal berdiri sampai bulan maret 1999, sementara pengasuh
kedua hanya dua tahun yaitu mulai dari bulan Maret 1999 sampai dengan 2001
dan pengasuh ketiga adalah Ibu Zum beliau menjadi pengasuh mulai dari tahun
2001 sampai dengan sekarang, sebelumnya beliau hanya mengajar pelajaran
agama di Rumah Yatim dan Dhuafa An-Nur yang akhirnya beliau merangkap
menjadi pengajar dan pengasuh, walaupun beliau mengasuh sendiri tetapi beliau
58
Ibid, Wawancara pribadi dengan Bapak M. Nur Ferhat 59
mampu merubah akhlak dan budi pekerti mereka menjadi anak yang yang
berkahlakul karimah.
Sedangkan dana yang diperoleh untuk mengelola Rumah Yatim dan
Dhuafa An-Nur ini berasal dari sumbangan ibu-ibu dan remaja pengajian majelis
ta’lim yang kebetulan dimiliki oleh pendiri yayasan ini, selain itu juga sumbangan
dari masyarakat di sekitar