BERAT BADAN, DAN KADAR
HIGH DENSITY
LIPOPROTEIN
(HDL) PADA TIKUS YANG DIINDUKSI
STREPTOZOTOSIN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Hapsari Abdining Ilahi
NIM: 1112103000093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
v
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, serta umatnya.
Alhamdulillahi rabbil alamin, penelitian ini akan sulit terselesaikan jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, Sp.GK selaku Ketua Program Studi Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta segenap dosen di prodi ini yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku dosen pembimbing I, yang selalu memberikan ilmu, arahan, saran, dan bimbingan kepada saya agar penelitian ini berjalan dengan sebaik-baiknya.
4. dr. Hari Hendarto, Sp.PD, Ph.D, FINASIM selaku dosen pembimbing II penelitian saya, yang selalu memberikan bimbingan dan arahan, terutama dalam penulisan laporan penelitian ini.
5. Pak Chris Adhiyanto, M.Biomed, Ph.D dan dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku dewan penguji penelitian saya, untuk ilmu, waktu dan tenaga dalam memperbaiki laporan penelitian ini.
vi
menggapai cita-cita.
7. dr. Flori Ratna Sari, Ph.D selaku penanggung jawab (PJ) modul riset PSPD 2012, drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku PJ laboratorium Riset, Ibu Nurlaely Mida R, M.Biomed, Ph.D selaku PJ laboratorium
Animal house, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium
Biokimia, Ibu Zety Haryati, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biologi yang telah memberikan izin atas penggunaan lab pada penelitian ini. 8. Untuk teman seperjuangan, Myra Patricia, Rachmah Ubat H, Miftahul
Jannah S U, dan Azmi Agnia atas dukungan, kerja keras, dan kebersamaan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Untuk sahabat saya, Rizka Chairunnisa, atas doa, semangat, dan dukungan moral. Teman-teman CSS 2012 dan PSPD 2012 untuk kebersamaan yang telah mewarnai masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Laboran yang terlibat Bu Ai, Bu Suryani, Bu Sulis, Mas Rachmadi, dan Mas Panji yang sangat membantu berlangsungnya penelitian ini. Kak Bayu dan Kak Ika PSKM yang telah membantu dalam proses pengolahan data penelitian ini.
10.Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian ini.
Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 28 Mei 2015
vii
Hapsari Abdining Ilahi. Program Studi Pendidikan Dokter. Efek Ekstrak Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) terhadap Kadar Glukosa Darah, Berat Badan, dan Kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada Tikus yang Diinduksi Streptozotosin. 2015.
Diabetes merupakan penyakit metabolik kronik akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin. Belum ada obat yang efektif untuk mengobati penyakit ini, sehingga para peneliti mencoba untuk mengembangkan obat tradisional karena dinilai relatif lebih aman. Yacon (Samallanthus sonchifolus) merupakan tanaman asli pegunungan Andes, Amerika Selatan. Penelitian membuktikan bahwa pemberian teh yang dipadu dengan ekstrak daun yacon 2% selama 30 hari dapat
menimbulkan efek hipoglikemik dan meningkatkan kadar insulin plasma pada tikus diabetes yang diinduksi STZ. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ekstrak daun insulin dengan dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB secara oral selama 28 hari terhadap kadar glukosa darah, berat badan, dan kadar High Density Lipoprotein (HDL) pada tikus yang diinduksi streptozotosin. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun insulin secara signifikan berpengaruh dalam menurunkan kadar glukosa darah serta mencegah penurunan berat badan berlebih (p-value < 0,05). Akan tetapi, ekstrak Yacon tidak berpengaruh terhadap kadar HDL (p-value > 0,05).
Kata kunci : Yacon, glukosa darah, HDL, DM
ABSTRACT
Hapsari Abdining Ilahi. Medical Education Study Program. The effect of Insulin Leaves Extract (Smallanthus sonchifolia) on Blood Glucose, Body Weight and High Density Lipoprotein (HDL) of Streptozotocin-induced rats. 2015.
Diabetes is a group of chronic metabolic disease resulting from defects in insulin secretion and insulin action. There has been no effective drugs to treat this disease, so the clinicians are trying to develop traditional medicine as it is considered relatively safe. Yacon (Smallanthus sonchifolius syn Polymnia sonchifolia) is a native plant of the Andes, South America. A research on STZ- induced diabetic rats proved that the administration of 2% yacon tea for 30 days
STZ-viii
0,05), but not influencing plasma HDL level (p-value > 0,05).
ix
2.1.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus ... 6
x
2.1.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus ... 15
2.1.1.7 Tatalaksana Diabetes Melitus ... 21
2.1.2 Dislipidemia pada Diabetes Melitus ... 24
2.1.3 Yacon (Smallanthus sonchifolius) ... 26
2.1.4 Streptozotocin (STZ)... 29
2.2 Kerangka Konsep... 31
2.3 Definisi Operasional... 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 34
3.1 Desain Penelitian... 34
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian... 34
3.2.1 Waktu Penelitian... 34
3.2.2 Tempat Penelitian... 34
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 34
3.3.1 Populasi ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 43
4.1 Glukosa Darah ... 43
BAB VI KERJASAMA PENELITIAN... 56
DAFTAR PUSTAKA... 57
xi
Tabel 2.1 Klasifikasi DM berdasarkan etiologi ... 10
Tabel 2.2 Gambaran klinis pasien dengan DM tipe 1 dan 2 ... 14
Tabel 2.3 Kriteria pra diabetes ... 15
Tabel 2.4 Aktivitas fisik sehari-hari penyandang DM ... 22
Tabel 2.5 Kadar lipid serum ... 25
Tabel 2.6 Taksonomi yacon ... 27
Tabel 4.1 Rata-rata gula darah seluruh sample ... 43
Tabel 4.2 Rata-rata GDS hari 1 berbanding hari 28 ... 45
Tabel 4.3 Rata-rata kadar GDS antar kelompok ... 46
Tabel 4.4 Rasio pengukuran berat badan rata-rata selama 28 hari ... 49
Tabel 4.5 Rasio rata-rata berat badan hari 1 berbanding hari 28 ... 50
Tabel 4.6 Persentase Rasio Berat Badan Selama 28 Hari ... 51
Tabel 4.7 Rata-rata kadar HDL ... 52
Tabel 4.8 Rata-rata kadar HDL antar kelompok ... 53
Tabel 7.3 Rata-rata GDS Selama 28 hari ... 72
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Rata-Rata GDS (mg/dl) ... 44
Grafik 4.2 Mann Whitney Rata-rata GDS H-28 ... 47
Grafik 4.3 Persentase perbandingan berat badan dalam kurun waktu 28 hari... 48
Grafik 4.4 Grafik rata-rata HDL ... 52
Grafik 7.2 Uji post hoc berat badan ... 72
xii
Gambar 2.1 Klasifikasi DM menurut ADA ... 8
Gambar 2.2 Infiltrasi pankreas oleh sel T CD4 dan CD8 ... 9
Gambar 2.3 Struktur histologi islet pankreas ... 10
Gambar 2.4 Mekanisme sekresi insulin dari sel B pankreas ... 11
Gambar 2.5 Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin ... 12
Gambar 2.6 Alur diagnosis DM ... 14
Gambar 2.7 Mekanise komplikasi akut DM ... 17
Gambar 2.8 Patofisiologi terjadinya nefropati pada DM ... 19
Gambar 2.9 Mekanisme terbentuknya atherosclerosis ... 20
Gambar 2.10 Berbagai jenis insulin beserta waktu kerjanya ... 24
Gambar 2.11 Kandungan yacon ... 27
Gambar 2.12 Perbedaan kadar glukosa darah/jam ... 30
Gambar 7.1 Kondisi Animal House ... 62
Gambar 7.2 Kondisi kandang tikus ... 62
Gambar 7.3 Proses membersihkan kandang tikus ... 62
Gambar 7.4 Pengambilan darah untuk tes GDS ... 62
Gambar 7.5 Tes GDS ... 62
Gambar 7.6 Proses pembakaran ... 62
Gambar 7.7 Anestesi tikus menggunakan ether ... 63
Gambar 7.8 Pengukuran BB menggunakan timbangan digital ... 63
Gambar 7.9 Pengukuran pH buffer sitrat ... 63
Gambar 7.10 Na sitrat yang akan dijadikan buffe sitrat ... 63
Gambar 7.11 Penyuntikan STZ intraperitoneal ... 63
Gambar 7.12 Spektrofotometer ... 63
Gambar 7.13 Reagen kolesterol ... 64
xiii
Gambar 7.17 Tes HDL plasma ... 64
Gambar 7.18 Sacrifice ... 64
Gambar 7.19 Pengambilan darah dari vena cava ... 65
Gambar 7.20 Larutan sukrosa ... 65
Gambar 7.21 Streptozotosin ... 65
Gambar 7.22 Neraca analitik ... 65
Gambar 7.23 Vortex ... 65
Gambar 7.24 Sentrifuge ... 65
Gambar 7.25 Penghancuran daun insulin menggunakan blender ... 66
Gambar 7.26 Serbuk hasil blender ... 66
Gambar 7.27 Proses pengadukan menggunakan hot stirer ... 66
Gambar 7.28 Proses penyaringan ... 66
Gambar 7.29 Evaporator ... 66
Gambar 7.30 Maltodextrin 250 mg ... 66
Gambar 7.31 Proses sonde ekstrak ... 67
Gambar 7.32 Ekstrak kering daun insulin ... 67
Gambar 7.33 Surat keterangan sehat hewan ... 68
Gambar 7.34 Surat identifikasi bahan uji ... 68
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Gambar proses penelitian ... 61
Lampiran 2 Surat keterangan sehat hewan ... 67
Lampiran 3 Hasil determinasi/identifikasi bahan uji ... 68
Lampiran 4 Perhitungan dosis ... 69
xiv
ABC-1 : Adenosine Triphosphate-binding Cassete transporter-1
ADA : American Diabetes Association
AGES : Advanced Glycosylated End Products
CETP : Cholesterol Ester Transfer Protein
DM : Diabetes Melitus
FOS : Fruktooligosakarida
FPG : Fasting Plasma Glucose
GDS : Glukosa Darah Sewaktu
GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
HDL : High Density Lipoprotein
IDL : Intermediate Density Lipoprotein
i.v : Intravena
i.p : Intraperitoneum
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Melitus
IKADAR : Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja
LCAT : Lecithin Cholesterol Acyltransferase
LDL : Low Density Lipoprotein
LPL : Lipoprotein Lipase
NIDDM : Non Insulin Dependent Diabetes Melitus
OGTT : Oral Glucose Tolerance Test
PJK : Penyakit Jantung Koroner
SR-A : Scavenger-A
xv
TGT : Toleransi Glukosa Terganggu
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
VLDL : Very Low Density Lipoprotein
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1 Sedangkan menurut World Health Organization
(WHO), DM didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia yang dapat merusak mikrovaskular, menyebabkan komplikasi makrovaskular (penyakit jantung, stroke,
dan penyakit pembuluh darah perifer), serta menurunkan kualitas hidup manusia.2 Prevalensi DM cukup tinggi baik di negara-negara berkembang dan maju. Tingginya prevalensi DM di negara berkembang dan maju disebabkan oleh peningkatan kemakmuran dan perubahan gaya hidup penduduk negara tersebut. Perubahan gaya hidup meningkatkan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain.3
Belum tuntas Indonesia menyelesaikan masalah penyakit infeksi, epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab utama kematian. Penyebab kematian terbesar di Indonesia telah bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya termasuk penyakit tidak menular.4 Diperkirakan terdapat ±50% dari jumlah keseluruhan penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Dua pertiga dari jumlah yang terdiagnosis menjalani program pengobatan DM baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Sedangkan hanya terdapat sekitar sepertiga dari jumlah pasien diabetes yang menjalani pogram pengobatan DM terkendali dengan baik glukosa darahnya.5
Angka penderita penyakit DM tipe 1 di dunia hanya sekitar 5-10% dari jumlah pasien diabetes melitus secara keseluruhan.1 Karena defek pada imunitas terhadap sel β pankreas maka DM tipe 1 lebih banyak timbul di usia muda. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186.300 anak usia kurang
0,2% penduduk Amerika pada kelompok tersebut. Finlandia merupakan negara dengan angka kejadian paling tinggi, sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah.6
Jumlah pasti penyandang DM tipe 1 di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun angkanya dilaporkan meningkat akhir-akhir ini. Jumlah anak yang menderita DM tipe 1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM Anak dan Remaja (IKADAR) mencapai 400 orang. Banyak orang tua yang tidak mempunyai pengetahuan mengenai DM tipe 1, sehingga mereka tidak waspada penyakit tersebut. Bahkan banyak orang tua yang tidak percaya anaknya menyandang DM tipe 1 dan baru menyadari saat sakitnya sudah cukup berat.6
Non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau dikenal sebagai
type 2 diabetes mellitus banyak terjadi pada usia >30 tahun. Penyebabnya adalah karena resistensi dan defisiensi insulin. Etiologi DM tipe 2 merupakan kombinasi dari faktor genetik yang berpengaruh pada ketidakseimbangan sekresi insulin dan resistansi insulin, serta faktor lingkungan seperti obesitas, overeating, aktivitas fisik yang kurang, stres, dan aging.7 Dari 85% kasus DM tipe 2, obesitas merupakan salah satu faktor resiko pencetus NIDDM. 8 Karena resistansi dan sekresi insulin yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan hiperglikemia.
Kadar glukosa darah daun insulin plasma harus dikontrol dengan baik. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyakit DM. Komplikasi tersebut antara lain aterosklerosis, hipertensi, impotensi, retinopati, nefropati, hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia, dan sebagainya.9 Oleh karena itu, para peneliti mencoba untuk menemukan terapi untuk penyakit DM, salah satunya menggunakan tanaman tradisional.
Pada penelitian kali ini, ekstrak yang akan digunakan diambil dari daun insulin (Smallanthus sonchifolius) atau dikenal juga dengan sebutan yacon. Yacon
merupakan tanaman asli pegunungan Andes, Amerika Selatan. Karena rasanya lebih manis dan rendah kalori, yacon mulai terkenal di kalangan masyarakat
Jepang dan beberapa negara di dunia. Saat ini, yacon dipakai sebagai obat
tradisional olah masyarakat di negara Peru. Akar tanaman yacon banyak
mengandung air dan fruktooligosakarida (FOS). Keunggulan dari FOS ini yaitu
keadaan tidak tercerna.10 Penelitian pada tikus diabetes membuktikan bahwa teh yang dipadu dengan ekstrak daun insulin dapat menurunkan glikemia dan meningkatkan kadar insulin plasma.11
Negri (2005) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian ekstrak tanaman yacon kemungkinan
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : adanya stimulasi sel β pankreas sehingga banyak insulin yang disekresikan ke plasma darah, terjadi resistensi pada hormon-hormon peningkat glukosa darah, memperbanyak jumlah dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, meningkatkan ambilan glukosa di jaringan maupun organ, menurunkan degradasi glikogen, menurunkan absorpsi glukosa di saluran
pencernaan.12
Streptozotosin (STZ) mengandung nitrosurea yang merupakan terapi pilihan untuk karsinoma sel islet pankreas dan tumor ganas lainnya.13 Induksi STZ baik secara i.v maupun i.p bersifat toksik karena menstimulasi terjadinya
endogenous chronic oxidative stress. Proses inflamasi memicu makrofag dan sel-sel limfosit menginfiltrasi sel-sel pankreas. Akibatnya sel-sel β pankreas akan mengalami nekrosis secara cepat dan ireversibel, sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan insulin layaknya kondisi DM tipe 1.13
Peneliti akan melakukan penelitian terhadap pengaruh pemberian ekstrak daun insulin dengan dosis 100mg/kgBB/hari dan 300mg/kgBB/hari selama 28 hari terhadap berat badan, kadar kolesterol dan HDL plasma tikus yang diinduksi streptozotosin.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah efek ekstrak daun insulin (Smallanthus sonchifolius)
terhadap kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi STZ?
2. Bagaimanakah efek ekstrak daun insulin terhadap berat badan tikus jantan diinduksi STZ?
3. Bagaimanakah efek ekstrak daun insulin terhadap kadar HDL plasma tikus
1.3Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti membuat hipotesis sebagai berikut:
1. Ho : Ekstrak daun Insulin tidak mempunyai efek terhadap kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi STZ.
Ha : Ekstrak daun insulin mempunyai efek terhadap kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi STZ.
2. Ho : Ekstrak daun insulin tidak mempunyai efek terhadap berat badan tikus jantan yang diinduksi STZ.
Ha : Ekstrak daun insulin mempunyai efek terhadap berat badan tikus
jantan yang diinduksi STZ.
3. Ho : Ekstrak daun insulin tidak mempunyai efek terhadap kadar HDL plasma tikus jantan yang diinduksi STZ.
Ha : Ekstrak daun insulin mempunyai efek terhadap kadar HDL plasma tikus jantan yang diinduksi STZ.
1.4Tujuan Penelitian
1.3.1 Umum
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui efek pemberian daun insulin dengan dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB yang diberikan selama 28 hari terhadap berat badan, kadar glukosa darah dan kadar HDL tikus DM.
1.3.2 Khusus
a. Mengetahui efek ekstrak daun insulin dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB selama 28 hari secara oral terhadap kadar glukosa darah pada kelompok normal, diabetes, dan terapi.
c. Mengetahui efek ekstrak daun insulin dosis 100mg/kgBB dan 300mg/kgBB selama 28 hari terhadap kadar HDL plasma pada kelompok normal, diabetes, dan terapi.
1.5Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
a. Memperkaya pengetahuan tentang tanaman sebagai agen hipoglikemik tradisional.
b. Memperkaya pengalaman dalam bidang penelitian desain eksperimental. c. Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran dari
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang klinik.
1.4.2 Bagi Instansi
a. Menambah refrensi yang ada di Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga dapat dijadikan sebagai refrensi penelitian yang lebih dalam selanjutnya.
b. Meneruskan penelitian yang telah ada sebelumnya, dengan perlakuan berbeda sehingga diperoleh hasil yang lebih baik.
1.4.3 Bagi Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Diabetes Melitus
2.1.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Menurut ADA, Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.1
Sedangkan menurut WHO, DM didefinisikan sebagai keadaan hiperglikemia yang dapat merusak mikrovaskular, menyebabkan komplikasi makrovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer), serta menurunkan kualitas hidup manusia.2
2.1.1.2 Epidemiologi Diabetes Melitus
Prevalensi DM cukup tinggi baik di negara-negara berkembang dan maju. Tingginya prevalensi DM di negara berkembang dan maju disebabkan oleh peningkatan kemakmuran dan perubahan gaya hidup penduduk negara tersebut. Perubahan gaya hidup meningkatkan prevalensi penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia, diabetes, dan lain-lain.3
Belum tuntas Indonesia menyelesaikan masalah penyakit infeksi, epidemi penyakit tidak menular muncul sebagai penyebab utama kematian. Penyebab kematian terbesar di Indonesia telah bergeser dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Dari sepuluh penyebab utama kematian, dua diantaranya termasuk penyakit tidak menular.4 Diperkirakan terdapat ±50% dari jumlah keseluruhan penyandang diabetes yang belum terdiagnosis. Dua pertiga dari jumlah yang terdiagnosis menjalani program pengobatan DM baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Sedangkan hanya terdapat sekitar sepertiga dari jumlah pasien diabetes yang menjalani pogram
Angka penderita penyakit DM tipe 1 di dunia hanya sekitar 5-10% dari jumlah pasien DM secara keseluruhan.1 Karena defek pada imunitas terhadap sel B pankreas, maka DM tipe 1 lebih banyak timbul diusia muda. Di Amerika Serikat pada tahun 2007 dilaporkan terdapat 186.300 anak usia kurang dari 20 tahun yang menyandang DM tipe 1 atau 2. Angka tersebut sama dengan 0,2% penduduk Amerika pada kelompok tersebut. Finlandia merupakan negara dengan angka kejadian paling tinggi,sedangkan Jepang memiliki angka paling rendah.6
Jumlah pasti penyandang DM tipe 1 di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun angkanya dilaporkan meningkat akhir-akhir ini.
Jumlah anak penyandang DM tipe 1 dalam Ikatan Keluarga Penderita DM diperkirakan cenderung mengalami peningkatan sebanyak 2-3 kali lipat. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Begitu juga dengan IDF pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.5
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, penduduk Indonesia berusia di atas 20 tahun diperkirakan berjumlah sekitar 133 juta jiwa. Perbandingan prevalensi DM di daerah urban dan rural yaitu sebesar 14,7% dan 7,2%, maka dapat diperkirakan jumlah penyandang DM tipe 2 pada tahun 2003 sebesar 8,2 juta jiwa di daerah urban dan 5,5 juta jiwa didaerah rural. Dan angka ini akan meningkat pada tahun 2030 dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia di atas usia 20 tahun sebanyak 194 juta jiwa. Maka apabila prevalensi DM tipe 2 di daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, maka jumlah penyandang DM tipe 2 pada tahun
2.1.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
Gambar 2.1 Klasifikasi DM menurut ADA
Sumber : diabetesjournals.org.5
DM merupakan salah satu bentuk gangguan toleransi glukosa. ADA bersama dengan PERKENI membagi DM berdasarkan etiologi menjadi 4 macam, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, tipe lain, dan diabetes gestasional.DM tipe 1 merupakan suatu respon autoimun terhadap protein sel islet pankreas.14
Sel T seperti CD4+, CD8+, dan makrofag menginfiltrasi islet pankreas dan mengakibatkan destruksi secara permanen.15 Destruksi secara permanen menyebabkan pankreas tidak dapat memenuhi kebutuhan hormon insulin tubuh dengan optimal. Sebagai perbandingan, pankreas normalnya memproduksi insulin sebanyak 31 unit/hari, sedangkan pada kasus DM tipe 1 pankreas hanya mampu memproduksi insulin sebanyak 0-4 unit/hari.6 Oleh karena itu, DM tipe 1 disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus
Gambar 2.2 Infiltrasi pankreas oleh sel T CD4 dan CD8, sel B, makrofag, dan sel dendritik.
Sumber : Tom L. Van Belle, et.al (2011).16
DM tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) merupakan suatu bentuk gangguan toleransi glukosa yang tidak memerlukan insulin sebagai terapi utama. Obesitas merupakan faktor resiko utama penyebab resistensi insulin yang merupakan patogenesis utama DM tipe 2. Resistensi insulin membuat glukosa darah tidak dapat disimpan ke dalam jaringan, sehingga tubuh akan cenderung melakukan glikogenolisis bahkan glukoneogenesis.1 Tujuan terapi DM tipe 2 adalah untuk mengontrol indeks glikemik, hipertensi, dan kadar lipid darah, sehingga angka morbiditas dan mortalitas berkurang.17
Tipe diabetes selanjutnya adalah DM tipe lain. Etiologi DM tipe ini bermacam-macam seperti defek genetik pada sel B pankreas pankreas, defek genetik pada kerja insulin, penyakit pada kelenjar eksokrin pankreas, endokrinopati, drug or chemical induced diabetes mellitus, dan infeksi.1
Tipe terakhir yaitu gestasional diabetes, dimana terjadi intoleransi
glukosa saat kehamilan sedang berlangsung. Beberapa kasus gestasional diabetes menghilang setelah melahirkan anak, tapi beberapa kasus
Tabel 2.1 Klasifikasi DM berdasarkan etiologi
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes Melitus
gestasional
Sumber : PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia. 2011.5
2.1.1.4 Patofisiologi Diabetes Melitus
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel-sel pulau langerhans pankreas yang mempunyai dampak regulasi glukosa. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut.18 Pada manusia normal, molekul nutrien hasil dari absorpsi makanan di usus
halus akan menstimulasi sel B pankreas untuk menyintesis dan menyekresi insulin ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk regulasi darah.19
Gambar 2.3 Struktur histologi islet pankreas
Terdapat beberapa tipe sel yang terdapat pada sel Langerhans. Setiap sel langerhans mempunyai fungsi yang berbeda untuk menyekresikan hormon tertentu.20 Sel A berjumlah sekitar 17% yang berfungsi untuk menyekresi glukagon. Sel B berjumlah sekitar 70% dari jumlah total sel langerhans yang menghasilkan hormon insulin. Sedangkan sel D hanya berjumlah sekitar 7% dan menyekresi somatostatin suatu hormon yang identik dengan GH. Yang terakhir adalah sel F yang berfungsi untuk menyekresi pancreatic polypeptide.
Sekresi insulin melalui mekanisme feedback negative antara sel
pankreas dengan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar glukosa darah akan menstimulasi sel B pankreas untuk menyintesis dan menyekresikan insulin.
Glukosa akan masuk ke dalam sel B pankreas melalui GLUT-2. Kemudian glukosa akan melalui proses fosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat. Oksidasi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP yang akan berikatan dengan
ATP-sensitive K+ channel sehingga kanal ion K+ tertutup. Tingginya kadar ion K+ di dalam sel menjadikan sel tersebut terdepolarisasi. Depolarisasi akan menstimulasi pembukaan voltage-gated Ca2+ channel. Ion Ca2+ yang masuk ke dalam sel akan menyebabkan eksositosis insulin untuk diedarkan ke seluruh tubuh.18
Gambar 2.4 Mekanisme sekresi insulin dari sel B pankreas
Mekanisme kerja insulin untuk menurunkan kadar glukosa darah adalah dengan meningkatkan ambilan glukosa dari darah untuk dipakai ataupun disimpan di dalam sel tertentu. Glukosa masuk ke dalam sel dengan cara difusi terfasilitasi melalui glucose transporter dengan bantuan insulin.
Sedangkan glukosa yang berada di usus dan ginjal masuk ke dalam sel melalui transport aktif Na+.21 Setelah glukosa masuk ke dalam sel, terjadi fosforilasi dengan bantuan enzim membentuk glukosa-6-fosfat.
Peran insulin dalam masuknya glukosa ke dalam sel (otot, adiposit, dan jaringan lainnya) yaitu dengan meningkatkan jumlah glucose transporter
di membran sel. Insulin akan mengaktivasi Insuline sensitive receptor yang
berada di membran sel untuk meningkatkan glucose transporter dengan bantuan enzim phopoinositide-kinase-3. Selanjutnya vesikel yang berisi molekul transporter akan berfusi dengan membran sel dan menyisipkan molekul tersebut. Kemudian, saat kerja insulin dihambat, maka molekul transporter akan endositosis dan disimpan di dalam vesikel yang ada di sitoplasma.21
Gambar 2.5 Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin
Tidak hanya metabolisme glukosa yang diregulasi oleh insulin, tetapi juga lipid, protein dan asam nukleat. Efek pada metabolime lipid yaitu insulin mencegah terjadinya lipolisis di hepar dan jaringan adiposa serta menstimulasi lipogenesis. Sedangkan efek insulin terhadap metabolisme protein dan asam nukleat yaitu menstimulasi anabolisme (sintesis protein) dan menghambat destruksi protein.
Baik pada DM tipe 1 maupun 2 terjadi kondisi hiperglikemia. Pada orang normal, kondisi hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, yaitu hormon yang berperan dalam glikogenolisis dan glukoneogenesis. Akan tetapi, pada keadaan DM, kondisi hiperglikemia tidak dapat menghambat
sekresi glukagon sehingga kondisi ketoasidosis lebih cepat terjadi.15 DM juga berkaitan erat dengan dislipidemia, yang ditandai dengan meningkatnya FFA (Free Fatty Acid) atau asam lemak bebas di dalam sirkulasi serta perubahan pada profil lipid darah. Pada orang normal, kadar FFA yang terlalu tinggi dikompensasi dengan peningkatan sekresi insulin. FFA yang kadarnya terlalu tinggi dalam darah dan berlangsung dalam waktu lama merupakan salah satu faktor yang berkontribusi dalam kerusakan sel B pankreas yang progresif.23
Tabel 2.2 Gambaran klinis pasien dengan DM tipe 1 dan 2.
Sumber : Guyton and Hall. Textbook of Medical Physiology. Edisi 11.8
2.1.1.5 Diagnosis Diabetes Melitus
DM dalam kondisi kronik bisa menyebabkan berbagai komplikasi baik penyakit mikrovaskular maupun makrovaskular. Apabila terdapat keluhan seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
Features Type 1 Type 2
Age of onset Usually less than 20 years Usually greater than 30 years Body mass Low (wasted) to normal Obese
Plasma insulin Low or absent Normal to high initially Plasma glucagon High, can be suppressed High, resistant to suppression Plasma glucose Increased Increased
Insulin sensitivity Normal Reduced
tanpa penyebab yang jelas maka perlu dicurigai sebagai gejala penyakit DM. Selain keluhan utama, dalam anamnesis dapat dicari keluhan tambahan lainnya seperti lemah badan, kesemutan terutama di daerah perifer, penglihatan kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada
wanita.
Gambar 2.6 Alur diagnosis DM
Sumber : PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 diIndonesia. 2011.5
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Penegakan diagnosis DM bisa melalui kriteria kadar glukosa darah, FPG
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan pemeriksaan glukosa dari darah kapiler menggunakan alat glukometer.5
Karena tingginya angka DM di Indonesia, maka untuk seseorang dengan resiko DM tanpa ditemukan gejala, perlu dilakukan pemeriksaan penyaring. Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menemukan pasien DM tanpa gejala klinis, serta pasien dengan gangguan toleransi glukosa. Gangguan toleransi glukosa seperti TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) dan GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) merupakan tahapan pradiabetes.
Tabel 2.3 Kriteria pra diabetes
Kadar gula dara puasa (FPG) 100 mg/dL (5,6 mmol/L) hingga 125 mg/dL (6,9 mmol/L)
Kadar gula darah sewaktu 140 mg/dL (7,8 mmol/L) hingga 199 mg/dL (11,0 mmol/L)
HbA1C 5,7 – 6,4%
Sumber : ADA. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.1
2.1.1.6 Komplikasi Diabetes Melitus
Defisiensi insulin tidak hanya berpengaruh kepada metabolisme glukosa, tetapi juga terhadap lemak, protein, dan asam nukleat. Defisiensi insulin menyebabkan kondisi hiperglikemia. Komplikasi DM dapat digolongkan menjadi dua kategori mayor yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang.3
a. Komplikasi metabolik akut
Komplikasi metabolik akut penyakit DM diantaranya ketoasidosis diabetes, koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik, asidosis laktat, dan hipoglikemia. Hipoglikemia lebih sering ditimbulkan pada pengobatan DM. Biasanya disebabkan karena obat oral hipoglikemik,
maupun insulin.24 Hipoglikemia dibagi ke dalam beberapa kriteria yaitu : a. Hipoglikemia ringan : 60 - 70mg/dL dengan gejala minimal
ataupun tanpa gejala.
Resiko hipoglikemia timbul ketika kadar insulin di antara dua makan dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan tubuh gagal menjaga kondisi fisiologis dalam usaha untuk melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman.19
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif.19 Kondisi ketoasidosis diabetes lebih sering dialami oleh pasien IDDM, akan tetapi bisa dialami oleh pasien NIDDM dibawah tekanan penyakit akut penyerta.24 KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan sampai dapat mengalami syok.
Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik (HHNK) merupakan kondisi defisiensi insulin relatif, hiperglikemia >1000mg/dL disertai peningkatan osmolalitas serum >300 mosm/kg, dehidrasi, stupor, koma progresif tanpa adanya gejala ketosis maupun asidosis.24 HHNK lebih sering ditemukan dibanding KAD, dengan onset rata-rata pada dekade ketujuh.19
Gambar 2.7 Mekanise komplikasi akut DM
Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology From Cells to System 18
b. Komplikasi vaskular jangka panjang
Hiperglikemia kronik yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan berbagai komplikasi kronik, baik mikrovaskular (nefropati diabetes, neuropati, dan retinopati) maupun makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit pmbuluh darah perifer, dan stroke). Usia tua, pubertas, dan lamanya waktu terkena DM merupakan faktor resiko timbulnya komplikasi.
disfungsi endotel pembuluh darah. Disfungsi inilah yang mendasari komplikasi baik mikrovaskular maupun makrovaskular.
a. Komplikasi mikrovaskular
Glukosa yang terdapat dalam darah pada kondisi hiperglikemia akan dirubah menjadi sorbitol melalui jalur poliol, sehingga terjadi akumulasi sorbitol di mata. Penumpukan sorbitol di lensa akan menimbulkan katarak. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan pembentukan produk nonenzimetik, AGES (Advanced
glycosylated end products).25 Produk nonenzimatik inilah yang akan
membentuk microaneurysms, suatu dilatasi pemubuluh darah karena
adanya penyumbatan. Kemudian terbentuk lokus iskemik yang memicu retina meningkatkan ekspresi faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF = Vascular Endothelial Growth Factor) dan memicu terjadinya neovaskularisasi. Jika neovaskularisasi terus berlanjut, maka kebutaan tak dapat dihindari akibat perdarahan vitreous.25
Gambar 2.8 Patofisiologi terjadinya nefropati pada DM
Sumber : Sudoyo, Aru W. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 19
Diabetes dapat mempengaruhi kinerja sistem saraf somatis dan otonom.19 Menurut ADA neuropati diabetes yaitu timbulnya gejala disfungsi saraf perifer pada penyandang diabetes tanpa ada penyebab lainnya.19 Peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis AGEs, pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC) merupakan akibat dari kondisi hiperglikemia kronik. Kemudian vasodilatasi tidak terjadi secara maksimal, sehingga aliran darah ke saraf menurun dan terjadilah neuropati diabetes.27
b. Komplikasi makrovaskular
Atherosclerosis merupakan kunci utama terjadinya komplikasi
makrovaskular. Atherosclerosis merupakan penebalan dinding pembuluh
darah arteri. Kata atherosklerosis berasal dari bahasa Yunani, “atheros”
yang berarti perekat dan “sclerosis” yang artinya penebalan.28
Hiperlipidemia merupakan faktor resiko penting terbentuknya
atherosclerosis. Selain hiperlipidemia, faktor resiko terbentuknya atherosclerosis yaitu hipertensi, merokok, homosistein, faktor
Gambar 2.9 Mekanisme terbentuknya atherosclerosis Sumber : Kumar, Robbins, and Cotran. Pathologic Basis of Disease.28
Saat kadar kolesterol tinggi, monosit akan menempel ke permukaan endotel kemudian bermigrasi ke dalam lapisan sel endotel. Ketika berada di lapisan subendotel, monosit yang berubah menjadi makrofag. Makrofag yang teraktivasi melepaskan radikal bebas yang akan mengoksidasi LDL. LDL teroksidasi bersifat toksik terhadap sel endotel, dan menyebabkan rusaknya endotel sehingga lapisan subendotel akan terpapar ke komponen darah. Hal tersebut akan memicu adhesi platelet
atherosclerosis bisa terjadi di pembuluh manapun, dan apabila ruptur
bisa menyebabkan sumbatan yang memicu terjadinya iskemia jaringan.19,27
Atherosclerosis di pembuluh darah besar seperti aorta, dapat
menyebabkan pembentukan trombus dan melemahnya dinding arteri. Sedangkan di pembuluh darah dengan diameter sedang seperti arteri koroner dan serebral, lebih sering menimbulkan iskemia dan infark jaringan. Oleh karena itu, insidensi penyakit jantung dan stroke pada penyandang DM cukup tinggi.27
2.1.1.7 Tatalaksana Diabetes Melitus
Secara umum, tujuan utama penatalaksanaan DM yaitu meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Berdasarkan konsensus DM tipe 2 Indonesia 2011 yang diterbitkan oleh PERKENI, tujuan penatalaksanaan DM dibagi menjadi:5
Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir: turunnya tingkat morbiditas dan mortalitas DM
Tentunya tujuan tersebut tidak dapat dilakukan secara mudah tanpa sistem pengelolaan secara holistik. Dalam sistem pengelolaan holistik penyandang DM, dilakukan pengendalian beberapa aspek meliputi glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid. Selain itu, pasien juga diajarkan mengenai perawatan mandiri serta perubahan perilaku.5
Pengelolaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologis. Pendekatan ini berupa terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan peyakit diabetes.18Intervensi farmakologis dilakukan ketika sasaran pengendalian secara non farmakologis belum tercapai. Pemilihan jenis terapi farmakologis disesuaikan dengan
Pola makan penyandang diabetes diatur sedemikian rupa agar asupan makanan sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi masing-masing individu. Perlu ditekankan pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, jumlah kebutuhan kalori terutama pada pasien yang mendapat terapi agen hipoglikemik ataupun insulin (PERKENI, 2011).5 Tujuan utama terapi gizi medis yaitu:
a. Kadar glukosa darah mendekati normal, baik FPG (Fasting Plasma
Glucose), post prandial glucose, dan kadar A1c.
b. Tekanan darah <130/80mmHg c. Profil lipid mendekati normal
d. Berat badan senormal mungkin
Tabel 2.4 Aktivitas fisik sehari-hari penyandang DM
Kurangi aktivitas
Hindari aktivitas sedenter Misalnya, menonton televisi, menggunakan internet, main game
komputer Persering aktivitas
Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan
Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola
Aktivitas harian
Kebiasaan bergaya hidup sehat Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak menggunakan mobil), menggunakan tangga (tidak menggunakan lift), menemui
rekan kerja (tidak hanya melalui telepon internal), jalan dari tempat parkir
Sumber : PERKENI (2011)5
Pengendalian selanjutnya yaitu latihan jasmani yang berguna untuk menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitivitas insulin. Latihan jasmani bersifat aerobik dianjurkan bagi penyandang DM, berupa jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan yang akan dilakukan harus
disesuaikan terlebih dahulu dengan usia dan tingkat kebugaran tubuh.
Terapi farmakologis pada DM terdiri dari dua macam yaitu obat oral dan obat suntikan. Terapi farmakologis tidak dijalankan secara mandiri, tetapi
penyandang DM tipe 1, sesuai dengan namanya, insulin dependent diabetes
mellitus, membutuhkan insulin sebagai terapi utama, dikarenakan pankreas
sudah tidak mampu menghasilkan hormon insulin secara adekuat. Sedangkan pada kasus DM tipe 2, obat oral cenderung menjadi terapi utama.5
Insulin diberikan secara oral dan digunakan untuk mengendalikan glukosa darah basal. Insulin terbagi menjadi empat macam berdasarkan mekanisme kerja, yaitu:5,30
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin), contohnya yaitu aspart, glulisine, dan lispro. Insulin tipe ini onset dan waktu kerjanya lebih cepat dibandingkan insulin regular. Dapat diberikan sesudah makan apabila dibutuhkan.
Insulin kerja pendek (short acting insulin), diberikan 30 menit sebelum
makan. Insulin ini biasanya diberikan kombinasi dengan insulin kerja menengah atau analog basal.
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin), preparat yang tersedia yaitu Isophane NPH dan Crystalline zinc acetate insulin.
Insulin kerja panjang (long acting insulin), contoh sediaannya yaitu glargine dan ultralente. Insulin jenis ini mempunya waktu kerja hingga 24 jam, sehingga memenuhi kebutuhan insulin basal. Insulin kerja panjang merupakan satu-satunya preparat yang tidak dapat dikombinasi dengan jenis lain.
Insulin campuran tetap (premixed insulin), merupakan campuran antara insulin kerja pendek dan menengah. Insulin tipe ini lebih cocok digunakan
Gambar 2.10 Berbagai jenis insulin beserta waktu kerjanya
Sumber : Bangstad, HJ., dkk. Insulin Teatment in Children and adolescents with diabetes.29
2.1.2 Dislipidemia pada Diabetes Melitus
Insulin berperan penting pada metabolisme asam lemak darah melalui
beberapa mekanisme yaitu: (1) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak, (2) Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam jaringan lemak untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, (3) Insulin mendorong reaksi kimia untuk sintesis trigliserida, dan (4) Insulin menghambat lipolisis.18 Kondisi hiperglikemia kronik pada DM akibat defisiensi insulin absolut maupun relatif dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan organ tubuh, seperti mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.30
Tabel 2.5 Kadar lipid serum
Lipid Optimal/diinginkan Borderline Resiko tinggi
TC, mg/dL < 200 200 – 239 ≥ 240
HDL-C, mg/dL ≤ 60 (faktor resiko negatif) 40–59 (♂)
50-59 (♀) < 40 (< 50 (♀)♂) LDL-C, mg/dL < 100 optimal (100-129
diinginkan)
130-159 160-189 tinggi ≥ 190 sangat tinggi
TG, mg/dL < 150 150-199 200-449 tinggi
Apo B, mg/dL < 90 (pasien dengan resiko CAD, termasuk diabetes) < 80 (pasien dengan CAD
atau diabetes dan ≥ 1 faktor resiko)
≥ 500 sangat tinggi
Ket: TC, total cholesterol; HDL-C, high density lipoprotein cholesterol; LDL-C, low density lipid cholesterol; TG, triglyceride; apo, apolipoprotein
Sumber : Paul SJ, et al. AACE guidelines (2012).31
Lipid bersifat tidak larut dalam air, oleh karena itu dibutuhkan suatu protein yang dinamakan apolipoprotein atau apoprotein yang jika bergabung dikenal dengan nama lipoprotein. Setiap lipoprotein terdiri atas kolesterol (bebas atau ester), trigliserida, fosfolipid, dan apoprotein. Terdapat tiga jalur metabolisme lipoprotein yaitu:19
a. Jalur Metabolisme Eksogen
Trigliserida dan kolesterol, baik yang berasal dari makanan maupun kolesterol hepar, akan diserap melalui mukosa usus halus dan dirubah menjadi kilomikron. Di dalam saluran limfe, trigliserida dihidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase (LPL) menjadi asam lemak bebas. Asam lemak
bebas dapat disimpan di adiposit dalam bentuk trigliserida. Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserida akan menjadi
kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati.19 Asam lemak bebas yang disimpan dalam bentuk trigliserida dalam hepar nantinya akan menjadi bagian dari VLDL, sehingga dalam keadaan resistensi insulin VLDL kaya akan TG atau VLDL besar (enriched triglyceride)
VLDL merupakan trigliserida dan kolesterol yang disekresikan dalam sirkulasi. VLDL akan mengalami hidrolisis menjadi intermediate density
lipoprotein (IDL) dengan bantuan enzim LPL. IDL akan mengalami
hidrolisis menjadi LDL, suatu lipoprotein yang kaya akan kolesterol. Sebagian kolesterol akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik, sementara sebagian lagi akan mengalami oksidasi di makrofag melalui reseptor scavenger-A (SR-A). Makrofag yang didalam berisi kolosterol
teroksidasi disebut sebagai foam cell.19
c. Jalur Reverse Cholesterol Transport
HDL nascent merupakan partikel kecil miskin kolesterol yang akan
mengambil kolesterol bebas di dalam makrofag melalui suatu
transporteryang disebut adenosine triphosphate-binding cassete transporter-1 (ABC-1). Kolesterol kemudian akan mengalami proses esterifikasi oleh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT). Sebagian kolesterol ester akan dibawa ke hati, sementara sebagian yang lain akan dipertukarkan dengan trigliserida dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). HDL yang miskin kolesterol ini mudah dikatabolisme oleh ginjal, sehingga jumlahnya menurun dalam darah.19
2.1.3 Yacon (Smallanthus sonchifolus)
efektivitas lebih baik, mengurangi resiko terjadinya efek samping, dan harga jual lebih murah.33
Tabel 2.6 Taksonomi yacon berdasarkan Integrated Taxonomic Information System (ITIS)
Kingdom Plantae
Subkingdom Viridiplantae
Infrakingdom Streptophyta Superdivision Embryophyta
Division Tracheophyta
Subdivision Spermatophytina
Class Magnoliopsida
Superorder Asteranae
Order Asterales
Family Asteraceae
Genus Polymnia
Species Polymnia sonchifolia
Sumber : ITIS.34
Gambar 2.11 Kandungan yacon
Yacon (Samallanthus sonchifolus syn Polymnia sonchifolia)
merupakan tanaman asli pegunungan Andes, Amerika Selatan. Yacon
digunakan sebagai obat tradisional di negara Peru. Tanaman ini mempunyai rasa yang lebih manis dan rendah kalori. Oleh karena itu, yacon menjadi
popular di kalangan masyarakat Jepang dan beberapa negara dunia. Akar tanaman yacon banyak mengandung air dan fruktooligosakarida (FOS),
dikenal sebagai oligofruktosa, yang dapat ditemukan pada banyak tanaman. Keunggulan dari FOS ini yaitu tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan di saliva dan saluran pencernaan, serta meninggalkan tubuh dalam keadaan tidak tercerna. Penelitian pada tikus diabetes membuktikan bahwa teh yang
dipadu dengan daun yacon dapat menurunkan glikemia dan meningkatkan kadar insulin plasma.12
Penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian ekstrak tanaman
yacon kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : adanya stimulasi sel B pankreas sehingga banyak insulin yang disekresikan ke plasma darah, terjadi resistensi pada hormon-hormon peningkat glukosa darah, memperbanyak jumlah dan meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, meningkatkan ambilan glukosa di jaringan maupun organ, menurunkan degradasi glikogen, menurunkan absorpsi glukosa di saluran pencernaan.13 Akan tetapi, efek hipoglikemik tidak berhubungan dengan penurunan asupan makanan maupun gangguan penyerapan glukosa di saluran pencernaan.37
Selain itu, ekstrak yacon cukup aman digunakan. Rentang terapi
cukup besar. Angka kejadian toksisitas akut pada tikus diabetes yang diberi ekstrak hydro-ethanolicyacon secara oral sangat rendah. Meskipun pada dosis
tinggi, 5.000 mg/kgBB, tidak ada kematian atau perubahan lainnya (perubahan kepribadian, postur, exploratory movements, kesadaran, dan
abdominal contortions) yang ditemukan.37
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Aybar, et.al (2001) dikemukakan bahwa terjadi penurunan signifikan kadar glukosa plasma tikus normal yang mendapat terapi ekstrak daun insulin baik secara i.p maupun
gastric tube (sonde).12 Pada penelitian tersebut, dilakukan perbandingan
larutan salin isotonis. Kadar basal glukosa plasma kelompok kontrol yaitu 1,14 ± 0,10 g/l, dan tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara kedua kelompok.Berbeda dengan kelompok kontrol, kadar glukosa plasma kelompok normal yang mendapat injeksi ekstrak yacon 10% 4ml/kgBB
secara i.p mulai menurun 1 jam setelahnya, dan mencapai angka terendah dalam waktu 3 jam (0,7 ± 0,14 g/l). Kemudian kadar glukosa plasma akan normal kembali dalam waktu 6 jam setelah terapi. Sedangkan pada tikus kelompok normal yang mendapat terapi ekstrak yacon 10% 8ml/kgBB
melalui sonde, kadar plasma glukosa mulai menurun setelah 2 jam dan kembali normal pada waktu 7 jam setelah terapi.
(A)(B) (C)
Ket: (A) Kelompok kontrol dengan terapi larutan salin isotonis, (B) Kelompok normal dengan terapi ekstrak yacon 10% 4ml/kgBB i.p., (C) Kelompok normal dengan terapi ekstrak
yacon 10% 8ml/kgBB g.t.
Gambar 2.12 Perbedaan kadar glukosa darah/jam
Sumber : Aybar, et al. HypoglicemicEffect of the Water Extract of Smallanthus sonchifolius (Yacon) Leaves in Normal and Diabetic Rats.11
2.1.4 Streptozotosin (STZ)
Streptozotosin (STZ; N-nitro turunan dari glukosamin) secara alami terdapat dalam tubuh, campuran dalam pembuatan antibiotik spektrum luas, dan mempunyai sifat toksik terhadap pankreas.38 Streptozotosin atau streptozosin atau Izostazin atau Zanosar (STZ) mengandung nitrosourea,
yang mana nitrosourea merupakan terapi pilihan untuk karsinoma sel islet
pankreas dan tumor ganas lainnya.13 dikenal sebagai synthetic antineoplastic
agent yang digunakan banyak digunakan dalam pengobatan kanker37.
Induksi STZ baik i.v maupun i.p bersifat toksik karena menstimulasi terjadinya endogenous chronic oxidative stress.39 Proses inflamasi memicu
makrofag dan sel-sel limfosit menginfiltrasi islet pankreas. Akibatnya sel β
pankreas akan nekrosis secara cepat dan ireversibel, sehingga pankreas tidak dapat menghasilkan insulin layaknya kondisi DM tipe 1.13
Bedasarkan protokol yang diterbitkan oleh Animal Models of Diabetic
Complication Consortium (AMDCC), dosis STZ yang disuntikkan yaitu sebanyak 50mg/kgBB.38 Beberapa penelitian sebelumnya dikatakan bahwa dosis STZ antara 25-100mg/kgBB yang diinjeksi melalui intravena dapat menyebabkan hiperglikemia akibat kerusakan sel β pankreas.40 Dalam jurnal yang sama juga dikatakan bahwa kondisi klinis diabetes dapat terlihat 2-4 hari setelah injeksi STZ 60mg/kgBB secara i.v maupun i.p.
2.3 Definisi Operasional
No Variabel Cara ukur Alat ukur Skala ukur
1. Kadar glukosa darah
Darah didapat dari ekor tikus yang disayat sedikit pada bagian distal.
Glukometer Numerik
2. Kadar HDL Didapatkan melalui
plasma tikus
menggunakan
precipitating reagent
HDL dan reagen
kolesterol. Absorbansi dibaca menggunakan alat spektrofotometer
Spektrofotometer Numerik
3. Berat badan Diukur berat badan
selama pemberian
ekstrak
Timbangan berat badan digital
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan pada bulan September 2014 sampai dengan bulan Februari 2015.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Animal House,
Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Biokimia, dan Laboratorium Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Kertamukti No.05, Pisangan, Ciputat 15419, Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Hewan percobaan yang digunakan yaitu tikus putih jantan strain
Sprague-Dawley berumur 2-3 bulan, dengan rentang berat badan 192-337 gram yang diperoleh dari Departemen Patologi Institut Pertanian Bogor (IPB). Pencahayaan ruangan cukup. Hewan percobaan mendapat makanan cukup dengan penggantian makanan dilakukan sehari sekali. Minuman diganti sebanyak dua kali sehari untuk mencegah dehidrasi hewan percobaan.
3.3.2 Sampel Penelitian
Pada penelitian ini, hewan percobaan akan dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok N (Nomal) sebagai kontrol negatif, kelompok D (diabetes), kelompok D + Ss 100mg (terapi ekstrak yacoon 100mg/dL),
STZ maupun ekstrak. Sedangkan kelompok terapi ekstrak terdiri dari tikus DM yang mendapat salah satu terapi ekstrak yacon 100mg/kgBB atau 300mg/kgBB selama 28 hari
Untuk menentukan jumlah sampel pada setiap kelompok penelitian, digunakan rumus Mead’s Equation Formula. Rumus ini digunakan ketika parameter antar kelompok sulit untuk diketahui maupun tidak diketahui sama sekali.
N 14 – 24 kemudian dibagi menjadi 3 kelompok dengan jumlah yang sama. Didapatkan jumlah sampel adalah 4 - 6.
3.3.1 Kriteria Inklusi
Tikus kontrol negatif : tikus jantan strain Sprague dawley dengan glukosa darah sewaktu < 200mg/dL.
Tikus kontrol positif dan terapi : tikus jantan strain Sprague dawley
3.3.2 Kriteria Eksklusi
Tikus mati Tikus sakit
Tikus jantan strain Sprague dawley yang diinduksi STZ dengan
glukosa darah sewaktu <250mg/dL setelah dilakukan 3 kali pengukuran GDS dengan rentang waktu 3 hari.
3.4. Cara Kerja Penelitian 3.4.1 AlatPenelitian
Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Adaptasi dan pemeliharaan
Kandang tikus, tempat makan, tempat minum, dan alat kebersihan. b) Menghitung BB harian
Timbangan digital dan stoples.
c) Menghitung kadar GDS
Silet, korek api, glukometer merek Easy touch, strip glukosa merek
Easy touch, kapas, alcohol swab,stoples anestesi tikus, dan sarung tangan tebal.
d) Pembuatan ekstrak yacoon dan pemberian ekstrak ke tikus percobaan
Neraca analitik, valcon tube, alat sonde, spuit 3 cc, vortex, dan kulkas.
e) Sacrifice
Minor set, meja operasi, tissue, jarum pentul, toples untuk anestesi, insenerator, tabung EDTA, tabung eppendrof, spuit 3 cc, kulkas suhu -800C, sentrifuge,termos es, ice box, kantong plastik, dan beker glass.
f) Menghitung kadar HDL darah
Micropipet, microtube, spektrofotometer, sentrifuge, stopwatch ,
3.4.2 Bahan Penelitian
Bahan utama untuk penelitian ini merupakan hibah dari penelitan dengan tema yang sama tetapi berbeda dalam pemberian dosisnya. Daun insulin (Smallanthus sonchifolius) yang diperoleh dari Bursa
Bibit Yogyakarta sebanyak 2 kg. Daun insulin kemudian dideterminasi di LIPI Kebun Raya Bogor. Kemudian dilanjutkan proses ekstraksi oleh peneliti sebelumnya di laboratorium Riset dan laboratorium PDR. Selanjutnya hasilnya diolah labih lanjut menjadi ekstrak kering daun insulin di PAU Institut Pertanian Bogor. Daun insulin yang semula sebanyak 2 kg, hanya 750 gram saja yang
dilakukan proses ekstraksi kemudian menyusut jumlahnya saat telah menjadi ekstrak kering, yaitu sekitar 250 gram.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk penginduksian tikus diabetes adalah STZ, buffer sitrat 0,05M pH 4,5, reagen HDL darah merk Sclavo, reagen kolesterol merk Slavo, larutan NaCl 0,9%, sukrosa 10%, dan ether, dan aquades steril.
3.4.3 Adaptasi Hewan Sampel
Proses adaptasi sampel dilakukan selama 14 hari di laboratorium
Animal house. Adaptasi sampel dilakukan baik terhadap tempat tinggal, dan pemberian makanan dan minuman.
3.4.4 Induksi Streptozotosin
Sebelum diinduksi STZ, tikus dipuasakan selama ±16 jam pada hari ke-15. Kemudian tikus diinduksi STZ dengan dosis 55mg/kgBB secara intraperitoneal. Dalam 24 jam pertama setelah diinduksi STZ, hewan diberi makan dan air minum yang cukup. Tikus disonde dengan larutan sukrosa 10% untuk mencegah kematian akibat hipoglikemi fatal. Pengukuran kadar glukosa darah sewaktu dilakukan pada hari ke-5 setelah induksi STZ, darah diambil dari ekor tikus. Tikus dengan kadar glukosa darah sewaktu >250mg/dl dimasukkan dalam penelitian
selama 3 hari untuk dilakukan pengecekan GDS ulang. Batas pengecekan GDS untuk penentuan tikus percobaan mengidap DM sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 3 hari.
3.4.5 Pemberian Ekstrak Daun Insulin Terhadap Tikus
Setelah tikus dinyatakan mengidap DM eksperimental, dilanjutkan dengan pemberian ekstrak daun insulin (Smallanthus sonchifolius)
selama 28 hari dengan dosis 100mg/kgBB/hari dan 300mg/kgBB/hari. Ekstrak daun insulin diberikan menggunakan alat sonde secara oral menggunakan spuit 3cc. Ekstrak daun insulin diganti setiap 3 hari
sekali dan disimpan dalam kulkas. Pembuatan ekstrak daun insulin dilakukan di Laboratorium MPR.
3.4.6 Pengukuran Sampel 3.4.6.1 Berat Badan
Berat badan tikus diukur menggunakan timbangan berat badan digital. Pengukuran BB awal dilakukan sebelum diinduksi STZ, kemudian setelah dinyatakan DM hingga waktu sacrifice. Tujuan dilakukan pengukuran berat badan dengan metode tersebut yaitu untuk mendapatkan hasil perbandingan berat badan tikus DM sebelum dan sesudah diberikan ekstrak.
3.4.6.2 Glukosa Darah Tikus
Pengambilan darah dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu satu kali saat sebelum penyuntikan STZ, dan sisanya dilakukan setiap minggu setelah tikus didiagnosis mengidap DM. Pengukuran dilakukan pada hari ke-1, hari ke-7, hari ke-14, hari ke-21, dan hari ke-28. Kadar glukosa darah yang diukur merupakan glukosa darah sewaktu tikus. Untuk mengurangi rasa sakit, hewan percobaan di bius dalam stoples yang
ditambahkan larutan ether. Stoples ditutup dan tunggu hingga tikus terlihat lemas. Setelah itu, ujung ekor tikus disayat sedikit menggunakan silet hingga mengeluarkan darah. Usahakan darah yang keluar cukup ketika diteteskan ke strip glukosa. Teteskan darah pada glucose strip yang
telah dipasang pada glucometer, tunggu beberapa detik,
kemudian dilakukan pencatatan hasil. Kemudian lakukan desinfeksi menggunakan alcohol swab dan korek api.
3.4.6.3 Kadar HDL
Kadar HDL diukur menggunakan reagen merek Sclavo. Pada waktu pelaksanaan sacrifice, darah tikus diambil menggunakan spuit 3cc dan jarum berukuran 26G dari vena
cava inferior jantung. Untuk mencegah koagulasi, darah dimasukkan ke dalam tabung EDTA dan disimpan dalam
ice box. Kemudian darah tikus dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 5000rpm selama 10 menit. Dengan menggunakan micropipet, plasma dipindahkan ke tabung eppendrof, sedangkan komponen darah lainnya dibuang. Sebelum pemeriksaan HDL, plasma disentrifuge. Kemudian masukkan sample (plasma tikus, aqades, dan standar) ke dalam tabung reaksi sebanyak 100µL. Tambahkan dengan HDL precipitating reagent sebanyak 10µL dan campurkan
dengan menggunakan mikropipet. Lakukan sentrifugasi 3000rpm (1000xg) selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan.
Pisahkan supernatan dari presipitat menggunakan mikropipet. Kemudiaan masukkan sample (supernatan
suhu ruangan (20-250C). Kemudian baca absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 580nm.
Rumus menghitung kadar HDL :
Kadar HDL =
3.5 Alur Penelitian
Persiapan alat dan bahan penelitian
Adaptasi tikus (H1-H14)
Injeksi STZ & pengukuran BB (H15)
3.6 Pengolahan Data dan Analisa Data
Dalam pengambilan data untuk penelitian ini, dilakukan eksperimen langsung terhadap tikus jantan strain Sprague-Dawleydengan berat badan 192-337 gram,
yang telah diberi perlakuan sebelumnya berupa injeksi STZ dan ekstrak yacoon (Smallanthus sonchifolius). Ditambah dengan pencarian literatur dan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Glukosa Darah
Tabel 4.1 Rata-rata gula darah seluruh sample
Sampel GDS Mean±SD (mg/dL)
Hari1 Hari7 Hari14 Hari21 Hari28 N 83.3±10.5 116.8±12 94.3±17.3 117.5±12.6 103.3±7.5 D 481.3±98.2 532.8±91.2 521±102.4 531.5±26.3 600±0 D+Ss 100 mg 539.3±36.8 541.5±58.9 416±223.9 490.3±91.4 494.5±71.5 D+Ss 300 mg 519±51 556.5±48.7 586.5±15.6 565±30.1 517.5±81
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui perbedaan kadar rata-rata glukosa darah sewaktu (GDS) di antara empat kelompok tikus selama 28 hari. Pengecekan glukosa darah dilakukan sebanyak lima kali. GDS kelompok normal hari pertama
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100 mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300 mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Grafik 4.1 Rata-Rata GDS (mg/dL)
Konsensus DM tipe 2 Indonesia tahun 2011 menyatakan bahwa jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. Hal ini sesuai dengan
percobaan yang dilakukan yaitu GDS kelompok diabetes mengalami peningkatan hingga mencapai batas maksimum kadar glukosa yang bisa diukur oleh glukometer, yaitu 600mg/dL
Tabel 4.2 Rerata GDS hari 1 berbanding hari 28
Sampel Hari 1 ± SD % Hari 1 berbanding Hari 28
Hari 28 ± SD (Hari 28-Hari 1)/Hari1*100% N 83.3 ± 10,5 103.3 ± 7,5 24% (naik)
D 481.3 ± 98,2 600 ± 0 24,7% (naik)
D+Ss 100 mg 539.3 ± 36,8 494.5 ± 71,5 8,3% (turun) D+Ss 300 mg 519 ± 51 517.5 ± 81 0,3% (Turun )
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4).
Kedua kelompok yang mendapat terapi ekstrak daun insulin mengalami penurunan kadar GDS dibandingkan hari pertama yang ditunjukkan oleh tabel 4.2. Kelompok yang mendapat terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB cenderung mengalami penurunan kadar glukosa darah sebanyak 8,3% dari hari pertama pengukuran. Sedangkan kelompok dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB hanya mengalami penurunan sebesar 0,3%. Berbeda dengan kelompok diabetes dan normal yang masing-masing mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 24,7% dan 24%.
Simonovska et al. (2003), dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, pelarut yang digunakan dalam pembuatan ekstrak tanaman secara kualitatif/kuantitatif mempengaruhi bahan aktif ekstrak tersebut.38 Baroni et al. (2008), menemukan bahwa ekstrak daun insulin yang dilarutkan dalam etanol dengan dosis 400mg/kgBB selama empat belas hari secara oral, dapat menurunkan glukosa darah secara signifikan pada tikus kelompok diabetes (59%) dan tikus normal (28%).36 Sedangkan penelitian lain yang dilakukan menyatakan bahwa ekstrak daun insulin dosis 300mg/kbBB yang dilarutkan dalam aquades
steril selama empat belas hari secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan (347,75±59,6 mg/dL) jika dibandingkan dengan kelompok diabetes (536,25±42,46 mg/dL), meskipun tidak dapat mencapai rentang normal jika dibandingkan dengan kelompok normal (130,6±8,11 mg/dL).41
dan ginjal yang bertanggung jawab terhadap degradasi insulin, dan meningkatkan efek insulin.11
Penelitian lain mengemukakan bahwa terdapat beberapa mekanisme ekstrak daun insulin dalam menurunkan kadar glukosa darah: peningkatan sekresi insulin melalui stimulasi sel β pankreas, resistensi terhadap hormon glukagon, peningkatan jumlah dan sensitivitas reseptor insulin, dan yang terakhir ialah peningkatan uptake glukosa oleh jaringan dan organ, serta penurunan absorpsi
glukosa di saluran cerna.12
Tabel 4.3 Rata-rata kadar GDS antar kelompok
Sampel Mean ± SD P.value
N 103± .6
0.015
D 533.3±41.8
D+Ss 100 mg 496.3±44.9
D+Ss 300 mg 548.9±28.6
Ket : N= kelompok normal (n=3), D= kelompok diabetes (n=4), D+Ss 100mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 100mg/kgBB (n=4), D+Ss 300mg= kelompok diabetes dengan terapi ekstrak daun insulin 300mg/kgBB (n=4)
Kemudian dialukan uji Anova untuk mengetahui signifikasi perbedaan antar kelompok. Tahap pertama yaitu uji normalitas, dan diketahui bahwa data tidak terdistribusi normal, sehingga harus dilakukan transformasi data. Transformasi data juga tidak menunjukkan data terdistribusi normal sehingga dilakukan uji Kruskal Wallis. Setelah dilakukan uji Kruskal Wallis, didapatkan p
value 0,015 (normal p < 0,05)yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan