EKSISTENSI PERHIASAN TRADISIONAL KARO
BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA BUDAYA
DI BERASTAGI KABUPATEN KARO
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Sains pada
Program Studi Antropologi Sosial
Oleh :
ELVA YENI BR GINTING NIM. 8136151002
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
Elva Yeni Br Ginting. Eksistensi Perhiasan Tradisional Karo Bagi Pengembangan Pariwisata Budaya Di Berastagi Kabupaten Karo. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis, makna dan fungsi perhiasan tradisional Karo yang terdapat di Berastagi, keberadaan dan perhatian masyarakat Karo terhadap perhiasan tradisional Karo di Berastagi dan strategi pengembangan perhiasan tradisional Karo dalam upaya pengembangan pariwisata budaya di Berastagi. Teori yang digunakan adalah teori interaksionisme simbolik. Metode penelitian adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menetapkan informan, mewawancari informan, catatan etnografi, observasi partisipasi, metode dokumentasi dan studi kepustakaan. Hasil penelitian didapat bahwa jenis-jenis perhiasan tradisional Karo dibagi kedalam 12 jenis cincin, 6 jenis gelang, 9 jenis bura (kalung), dan 4 jenis padung (anting). Sedangkan benda-benda pakai lain ialah kancing baju, draham, cimata, bunga palas, gelang keruncung, rudang, sisir rambut dan caping. Setiap jenis perhiasan tradisonal Karo mempunyai beragam motif. Keberadaan dan perhatian masyarakat Karo terhadap perhiasan tradisional Karo di Berastagi ialah jenis-jenis perhiasan tradisional Karo sudah sangat sulit dijumpai bahkan beberapa jenis perhiasan tradisional Karo sudah tidak dijumpai lagi dan sudah hampir punah. Penggunaan perhiasan tradisional Karo terus mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat hampir sudah meninggalkan pemakaian perhiasan tradisional Karo dan beralih pada perhiasan modern. Bentuk perhatian masyarakat Karo terhadap perhiasan Karo juga masih sangat minim bahkan banyak yang tidak peduli lagi dengan perhiasan tradisional Karo. Strategi pengembangan perhiasan tradisional Karo dalam upaya pengembangan pariwisata budaya di Berastagi ialah dengan membuat perhiasan tradisional Karo tetap eksis dengan cara diperjual-belikan kepada wisatawan yang datang di kota Berastagi. Selai itu, cara pengupayaan serta pengoptimalan kepada para pemangku dalam perwujudan pariwisata yang ada di kota Berastagi, seperti halnya museum. Dalam pembuatannya pemerintah diupayakan untuk melakukan investasi kepada pihak penggiat perhiasan tradisional Karo.
ABSTRACT
Elva Yeni Br Ginting. Traditional Jewelry existence Karo For Cultural Tourism Development In Berastagi Karo. Graduate Program, State University of Medan, 2015.
This study aims to determine the type, the meaning and function of traditional jewelery Karo contained in Berastagi, presence and public attention to the traditional jewelry Karo Karo in Berastagi and traditional jewelery Karo development strategy in the development of cultural tourism in Berastagi. The theory used is the theory of symbolic interactionism. The research method is a method of qualitative research with an ethnographic approach. Data collection is done by setting the informant, interviewed informants, ethnographic records, observation of participation, methods of documentation and literature study. The result is that the types of traditional jewelery Karo divided into 12 kinds of rings, bracelets types 6, 9 types bura (necklace), and 4 types padung (earrings). While other disposable objects are buttons, Draham, cimata, flowers palas, bracelets keruncung, rudang, hair combs and hat. Each type of traditional jewelry Karo have a variety of motives. The existence and the public's attention to the traditional jewelry Karo Karo in Berastagi are the kinds of traditional jewelery Karo has been very difficult to find even some types of traditional jewelery Karo has not found again and is almost extinct. The use of traditional jewelery Karo continues to shift along with the times and people almost had to leave the use of traditional jewelery Karo and switch to modern jewelery. Shape the public's attention to the jewelry Karo Karo is also still very low even many do not care anymore with traditional jewelery Karo. Karo traditional jewelery development strategy in the development of cultural tourism in Berastagi is to create traditional jewelery Karo exist by way traded to tourists who come in town Berastagi. Jam it, the way in deploying and optimizing the stakeholders in the embodiment of tourism in the town of Berastagi, as well as a museum. In making the government sought to make an investment to the energizer traditional jewelry Karo.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan dan memberikan ridho-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Eksistensi Perhiasan Tradisional Karo Bagi Pengembangan Pariwisata Budaya di Berastagi Kabupaten Karo” dengan baik dan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Sosial (M.Sos) pada Program Studi Antropologi Sosial Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada orang-orang hebat yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Teristimewa kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi dan banggakan, Ayahanda Sarno dan Ibunda Marianta Br Sembiring, terima kasih untuk segala limpahan kasih sayang, cinta, semangat, dukungan serta motivasi yang sangat membantu penulis selama ini. Terimakasih telah menjadi motivator dan tempat bersandar yang paling indah bagi penulis. Dan penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, antara lain kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan beserta stafnya.
2. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Muin Sibuea, M.Pd selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan beserta stafnya.
3. Bapak Dr. phil. Ichwan Azhari, M.S dan bapak Prof. Usman Pelly, M.A. Ph.D selaku dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis, baik itu waktu, motivasi, serta saran sejak awal sampai akhir penulisan sesuai dengan apa yang diharapkan penulis.
4. Bapak Dr. Hidayat, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Antropologi Sosial dan juga selaku narasumber tesis yang telah banyak memberikan bantuan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penulisan tesis ini 5. Bapak Dr. Daulat Saragi, M.Hum dan ibu Dra. Pujiati, M.Soc, Ph.D selaku
v
6. Bapak/Ibu Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Antropologi Sosial. 7. Teristimewa kepada keluarga penulis yang telah banyak membantu,
mendukung, memotivasi dan selalu ada di sisi penulis dan menjadi orang-orang yang sangat hebat. Terima kasih kepada abang dan adik penulis kasihi dan sayangi, Jhon Ferdinando, S.Pd dan Yesi An Sari yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan sampai saat ini. Begitu juga kepada bibik penulis Midawati Sembiring yang juga telah banyak memberikan bantuan baik motivasi dan materi selama menyelesaikan pendidikan.
8. Teristimewa kepada yang terkasih dan tersayang Ahmad Yani, M.Kom.I yang telah memberikan doa, semangat, perhatian dan dukungan dalam menyelesaikan tesis ini. Terimakasih telah menjadi sosok yang hebat dalam hidup penulis selama ini.
9. Kepada Rekan-Rekan Program Studi Antropologi Sosial Angkatan 2013 khususnya kelas Reguler: Sufriyansyah, Neila Susanti, Fajri Lailatul Jumah, Welly Simbolon dan Achdial Farhan Abus ,dan teristimewa kepada Zusandri Batubara, M.Si yang telah begitu banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini. Dan terimakasih juga kepada kak Anti Sumiyati, Dedy Andriansyah, kak Syafitri dan teman-teman lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih telah menjadikan hari-hari penulis menjadi lebih berwarna.
10. Terkhusus sahabat penulis yang begitu luar biasa, Yosi Pratiwi Tanjung, M.Sos yang telah menjadi teman seperjuangan yang begitu luar biasa, teman berbagi cerita dan teman gila-gilaan. Makasih ya Yosi untuk semua cerita kita selama ini dan tetap menjadi sahabat terbaik.
11. Kepada teman-teman terbaik penulis yang selama ini banyak memberikan dukungan, motivasi, dan semangat, kak Lena, kak Laila, kak Ridha yang telah menjadikan penulis adik termanja. Dan juga kepada seluruh rekan-rekan kerja di SMA Negeri Semadam.
vi
Semoga kebaikan yang mereka berikan mendapat imbalan dari Allah SWT dan semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca khususnya Program Studi Antropologi Sosial.
Medan, 04 September 2015 Penulis
DAFTAR ISI
2.8.1. Teori Interaksionisme Simbolik ... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 170
5.1. Kesimpulan ... 170
5.2. Saran ... 173
DAFTAR PUSTAKA ... 175
GLOSARIUM ... 178
DAFTAR TABEL
74 - 79. Kalung dan Liontin ... 81
80. Padung Raja Mehuli ... 84
81 - 87. Padung Curu-Curu ... 85
88 - 93. Padung-Padung ... 88
94 - 104. Kudung-Kudung ... 91
105 - 107. Kancing Baju ... 95
108. Draham ... 97
109 – 112 . Cimata ... 98
113. Bunga Palas ... 100
114. Gelang Keruncung ... 101
115. Rudang ... 102
116. Sisir Rambut ... 103
117. Caping ... 103
118. Alat dan Tempat Pembuatan Perhiasan Tradisional Karo .... 112
119. Perhiasan yang Dipakai di Masyarakat Karo ... 119
120. Perhiasan ynag Dipakai untuk di badan ... 123
121. Perhiasan yang Dipakai di Badan ... 123
122. Perhiasan yang Dipakai di Badan ... 124
i
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Peta Administrasi Kota Medan ... 179
Lampiran 2. Daftar Wawancara Peneliti Terhadap Pengunjung ... 180
Lampiran 3. Daftar Informan ... 182
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sejak zaman prasejarah, manusia sudah mengenal pemakaian perhiasan.
Peninggalan-peninggalan dari zaman ini menunjukkan bahwa naluri menghias diri
pada manusia tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia itu sendiri. Semakin tinggi peradabannya maka semakin tinggi pula
teknik dan mutu perhiasan yang dihasilkan.
Pada masyarakat yang kehidupannya masih sangat sederhana cara
menghias diri mereka juga dilaksanakan dengan cara yang sangat sederhana pula,
yaitu dengan jalan mencoreng-coreng wajah atau tubuh dengan arang, lumpur atau
dirajah dengan tatto. Semua tindakan menghias diri tersebut tentu memiliki tujuan
tersendiri, sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
tersebut. Adakalanya mereka mencoreng-coreng diri sebagai tanda duka cita atas
meninggalnya seorang keluarga, adakalanya mereka mencoreng-coreng diri
sebagai tanda mengangkat kapak untuk berperang, dan adakalanya mereka
mencoreng-coreng diri sebagai ungkapan suka cita dalam suatu upacara adat.
Perkembangan lebih lanjut menunjukkan adanya usaha untuk cenderung
menggunakan dan memakai benda-benda temuan dari alam untuk digunakan
sebagai perhiasan seperti, kulit kerang, tulang, bulu binatang, kayu, batu dan
lain-lain. Benda-benda tersebut belum diolah bentuknya, dari bentuknya yang asli
Fungsi perhiasan pada masyarakat yang masih sederhana ini sebenarnya
masih jauh dari fungsi kesenangan dan estetis, ia diharapkan untuk mempunyai
fungsi magis sebagai penambah kekuatan dan wibawa si pemakainya. Misalnya
dengan menggantungkan bulu-bulu atau taring-taring binatang buas di lehernya,
seorang kepala suku, dukun akan disegani dalam masyarakat. Masyarakat akan
menyegani keperkasaannya dari jumlah dan jenis perhiasan yang dipakainya,
karena hal tersebut menjadi bukti atas hal yang telah dilakukannya. Dari perhiasan
ini juga akan dapat diketahui status sosial dalam masyarakat, apakah ia sebagai
anggota masyarakat atau sebagai seorang kepala suku atau seorang panglima
perang.
Sesuai dengan perkembangan peradaban manusia dapat dilihat bahwa jenis
dan bentuk perhiasan yang dipakainya pun berkembang. Perhiasan-perhiasan yang
dipakai pun tidak hanya dari hasil temuan di alam (kulit kerang, tulang, bulu
hewan dan lain-lain) tetapi manusia mulai menciptakan bentuk perhiasan dengan
merubah hasil alam. Perhiasan-perhiasan dari tulang dan batu mulai ditinggalkan,
dan kalau pun bahannya dari tulang atau batu bentuknya mulai diperhalus dan
dirubah sesuai dengan keinginan pembuatnya.
Penemuan teknik menuang perunggu atau logam, semakin memperluas
perkembangan pembuatan perhiasan. Batu-batu permata yang indah dapat diberi
kerangka berupa logam, sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Dengan
ditemukannnya teknik menuang logan perkembangan pembuatan perhiasan tidak
Perhiasan-perhiasan tradisional berbagai daerah yang masih dapat
dijumpai saat ini, pada umumnya adalah perhiasan-perhiasan yang digunakan
dalam upacara-upacara adat, bukanlah perhiasan-perhiasan yang memiliki
kekuatan magis sebagai mana yang terdapat pada suku-suku primitif. Teknik
pembuatannya pun sudah maju dengan teknik pengolahan logam yang sempurna.
Adapun bentuk yang dibuat terdapat perbedaan sesuai dengan karakteristik
daerahnya.
Sebagian besar perhiasan-perhiasan tersebut merupakan perhiasan yang
dipakai pada upacara perkawinan, upacara kematian dan berbagai upacara adat
lainnya. Hal ini membuktikan bahwa perhiasan tersebut tidak dapat dipakai pada
sembarang tempat dan waktu.1
Indonesia adalah negara yang memiliki beraneka ragam suku bangsa.
Salah satunya yaitu Suku Batak. Suku Batak merupakan salah satu suku yang
mendiami pulau Sumatera yakni, Sumatera Utara. Suku Batak ini terdiri dari enam
sub suku bangsa yakni, Batak Toba, Batak Pak-Pak, Batak Karo, Batak
Simalungun, Batak Angkola dan Batak Mandailing.2 Sedangkan menurut Baginda
Sirait3:
“Sebagai penduduk asli di Sumatera Utara terdapat tujuh suku bangsa yaitu: Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, Batak Angkola, Mandailing, Melayu, Nias. Pembagian ini dapat diterima kalau ditinjau dari sudut bahasa, adat istiadat dan keseniannya, termasuk
1Departemen Pendidikan dan Kebidayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek
Media Kebudayaan, “ Album Perhiasan Tradisional Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat”, Terjemahan Drs. Sumartono., (1982/1983), h. 1-4.
2 Ginting.Elva Yeni, Skripsi :Studi Etnobotani Penggunaan Perhiasan tradisional Etnis
Karo Di Berastagi Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo, (UNIMED), h. 2.
jenis ornament yang dipergunakan pada rumah adat dan alat-alat pakai suku bangsa Batak sudah berbeda satu sama lainnya sekalipun banyak terdapat kesamaan”
Suku Karo memiliki bentuk struktur sosial, budaya dan kesenian yang
beranekaragam yang menjadi tanda pengenal daerah tersebut agar bisa dikenal
oleh masyarakat luas4. Salah satu hasil kebudayaan Karo adalah benda-benda
perhiasan. Masyarakat Karo sejak dulu sudah mengenal benda-benda perhiasan
tradisional. Benda-benda perhiasan ini terbuat dari logam, seperti: emas, suasa,
perak, kuningan, tembaga dan besi.5 Benda-benda perhiasan ini biasanya dipakai
pada saat upacara-upacara adat.
Dalam kaitannya, salah satu daerah yang masih menyimpan benda-benda
perhiasan tradisional ini adalah Berastagi. Berastagi merupakan daerah wisata
yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegra.
Di Berastagi ada banyak objek wisata yang dapat dikunjungi, mulai dari puncak
gundaling, pasar buah, Bukit Kubu, pemandian air panas Lau Sidebu-debu,
Mickey Holiday, Museum Batak Karo dan lain-lain. Bagi wisatawan yang tertarik
untuk menikmati hasil-hasil budaya, Museum Batak Karo ini dapat menjadi
tujuan perjalanan. Museum ini mengoleksi beberapa perhiasan tradisional karo.
Berastagi sebagai daerah tujuan wisata sebenarnya memiliki kemampuan
untuk mempromosikan produk-produk lokal yang dimilikinya berupa industri
pariwisata berbasis ekonomi kreatif. Salah satu bentuk industri pariwisata yang
ada adalah industri kerajinan cenderamata (souvenir) seperti kerajinan kulit, batik,
4 Sembiring.Sartika, Skripsi: Analisis Makna Simbolis Perhiasan yang Dikenakan
Pengantin Karo dalam Upacara Pesta Perkawinan. (UNIMED),2014, h. 1
perhiasan dan lain-lain. Perhiasan tradisional bisa dijadikan sebagai salah satu
cenderamata yang diminati oleh para penikmat pariwisata budaya. Apalagi pada
saat sekarang ini, penggunaan perhiasan tradisional sudah banyak diminati oleh
masyarakat, terutama kaum wanita. Perhiasan tradisional ini digunakan sebagi
aksesoris untuk mempercantik penampilan mereka.
Namun seiring perkembangan zaman, masyarakat yang ada sekarang
kurang memperhatikan keberadaan perhiasan tradisional ini, sehingga kurangnya
pemahaman mengenai jenis-jenis perhiasan, cara-cara membuat perhiasan, makna
perhiasan, bahan-bahan pembuat perhiasan dan lain-lain.Hal lain yang membuat
benda-benda perhiasan ini sudah sulit ditemukan karena para pembuat perhiasan
ini sudah banyak yang meninggal. Orang sudah mulai tidak mengenali
benda-benda perhiasan tradisional ini. Padahal sebagai daerah tujuan wisata, Berastagi
memiliki potensi untuk mengembangkan salah satu produk wisatanya berupa
perhiasan tradisional yang saat ini mulai diminati oleh penikmat pariwisata
budaya dan masyarakat. Dari uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Eksistensi Perhiasan Tradisional Karo Bagi
Pengembangan Pariwisata Budaya di Berastagi Kabupaten Karo”
1.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan tujuan
penelitian yakni tentang eksistensi perhiasan tradisional karo bagi perkembangan
pariwisata budaya di Berastagi. Peneliti akan meneliti mengenai jenis dan makna
berkaitan dengan fokus penelitian, peneliti menggunakan metode pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara terjun langsung (participan of server) ke lokasi
penelitian dan hasil penelitian ini juga akan dikaitkan dengan pengembangan
pariwisata budaya di Berastagi.
Disamping itu, peneliti juga melakukan metode wawancara (interview)
terhadap beberapa orang masyarakat yang dianggap memiliki pengetahuan
tentang perhiasan tradisional karo. Untuk mendapatkan data yang bisa
dipertanggungjawabkan dan akurat, peneliti akan tinggal di daerah tersebut
selama melaksanakan penelitian. Peneliti akan tinggal disalah satu rumah yang
dijadikan sebagai informan yang mengetahui berbagai jenis perhiasan tradisional
karo. Dengan tinggal di daerah tersebut peneliti bisa lebih mudah untuk
memahami jenisnya perhiasan tradisional karo, makna yang terkandung dalam
benda-benda perhiasan tersebut, perhatian masyarakat dan pemerintah terhadap
benda-benda tradisional Karo, hubungan pariwisata budaya dan pertumbuhan
ekonomi masyarakat di Berastagi, dan hambatan-hambatan perjalanan wisata
budaya di Berastagi.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apa saja jenis, makna dan fungsi perhiasan tradisional karo yang terdapat
di Berastagi?
2. Bagaimana keberadaan dan perhatian masyarakat Karo terhadap perhiasan
3. Bagaimana strategi pengembangan perhiasan tradisional Karo dalam
upaya pengembangan pariwisata budaya di Berastagi?
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui jenis, makna dan fungsi perhiasan tradisional karo yang
terdapat di Berastagi.
2. Untuk mengetahui keberadaan dan perhatian masyarakat Karo terhadap
perhiasan tradisional karo di Berastagi.
3. Untuk mengetahui strategi pengembangan perhiasan tradisional Karo
dalam upaya pengembangan pariwisata budaya di Berastagi.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang eksistensi perhiasan
tradisional karo bagi pengembangan pariwisata budaya di Berastagi.
2. Untuk menambah wawasan mengenai jenis dan makna perhiasan
tradisional Karo di Berastagi.
3. Secara akademis diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
dan pengetahuan tentang Antropologi bagi khazanah keilmuan sosial, serta
dapat memberikan refrensi bagi peminat antropologi.
4. Dapat memberikan masukan dan informasi kepada pemerintah daerah ,
departemen pariwisata dan masyarakat mengenai potensi perhiasan
5. Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Jenis perhiasan tradisional Karo terbagi kedalam jenis cincin, jenis gelang, jenis bura (sertali), jenis padung dan benda-benda pakai lain. Adapun jenis cincin ialah cincin pinta-pinta, cincin ribu-ribu, cincin belah rotan, cincin kerunggun, cincin puting (kurung manik), cincin putur leman, cincin tapak gajah, cincin silima-lima, cincin ketanaken, cincin tumbuk, cincin kepala raja dan cincin manca-manca. Jenis gelang ialah gelang jengker, gelang sarung, gelang giring-giring, gelang teba, gelang Karo dan gelang kecil. Jenis bura ialah sertali layang-layang kitik, sertali rumah-rumah, sertali layang-layang besar, kalung berahmeni, bura (bayang-bayang), bura (aliali), rante, rante singa dan kalung dengan liontin. Jenis padung ialah padung raja mehuli, padung curu-curu (raga-raga), padung-padung dan kudung-kudung. Sedangkan benda-benda pakai lain ialah kancing baju, draham, cimata, bunga palas, gelang keruncung, rudang, sisir rambut dan caping.
tidak dijumpai lagi dan sudah hampir punah. Penggunaan perhiasan tradisional Karo terus mengalami pergeseran seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat hampir sudah meninggalkan pemakaian perhiasan tradisional Karo dan beralih pada perhiasan modern. Pengetahuan masyarakat Karo mengenai perhiasan tradisional Karo saat ini memang masih terbilang belum menyebar dengan baik dan bahkan banyak masyarakat Karo yang tidak tahu tentang perhiasan tradisional Karo. Pengetahuan akan keberadaan perhiasan tradisional Karo ini terbilang sangat minim terlebih pada generasi muda saat ini. keberadaan dari perhiasan tradisional Karo sendiri terbilang masih diluar dari harapan untuk dapat mengetahui jejak dari perhiasan tersebut. Keberadaan saat ini yang hanya ditemukan dalam perhiasan dalam acara pernikahan adat karo juga tentunya hanya sebatas pemakaian saja. Bentuk perhatian masyarakat Karo terhadap perhiasan Karo juga masih sangat minim bahkan banyak yang tidak peduli lagi dengan perhiasan tradisional Karo.
sebagai koleksi untuk mengenal budaya Karo tersebut melalui hasil benda-benda yang memilki nilai budaya yang tinggi.
Salah satu strategi pengembangan perhiassan tradisional Karo ialah dengan membuat perhiasan tradisional Karo tetap eksis dengan cara diperjual-belikan kepada wisatawan yang datang di kota Berastagi. Selai itu, cara pengupayaan serta pengoptimalan kepada para pemangku dalam perwujudan pariwisata yang ada di kota Berastagi, seperti halnya museum. Dalam pembuatannya pemerintah diupayakan untuk melakukan investasi kepada pihak penggiat perhiasan tradisional Karo. Investasi tersebut dilakukan agar dapat memproduksikan perhiasan tradisional karo tersebut dengan bahan yang mungkin lebih sederhana.
5.2. Saran
Sesuai dengan uraian kesimpulan, maka dikemukakan beberapa saran antara lain:
1. Kepada seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat Karo agar tetap menjaga dan melestarikan seluruh jenis-jenis perhiasan tradisional Karo agar tetap lestari dan terjaga sampai nanti dan tetap menjalankan adat istiadat dan tradisi yang ada kaitannya dengan perhiasan tradisional Karo ini.
2. Agar pemerintah/ Dinas Pariwista mengikutsertakan pengrajin, penjual dan penjaga museum berperan dalam mengembangkan pariwisata budaya di bidang perhiasan tradisional Karo supaya dikenal oleh lapisan masyarakat.
3. Bagi para pengrajin atau pembuat perhiasan tradisional Karo agar tetap membimbing dan mengajarkan kepada kaum muda mengenai pembuatan perhiasan tradisional Karo.
4. Dengan memanfaatkan peluang yang begitu luas, pemerintah diharapkan berperan serta untuk lebih intensif menghimbau pengembangan perhiasan tradisional Karo dalam kaitannya dengan pariwisata budaya. Kebijakan-kebijakan untuk lebih memperkenalkan produk perhiasan tradisional kepada wisatawan guna mengangkat potensi yang ada pada setiap perhiasan tradisional tersebut.
175
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: RinekaCipta.
Causey, Andrew. 2006. Danau Toba (Pertemuan Wisatawan dengan Batak Toba
di Pasar Suvenir). Medan: Bina Media Perintis.
Damardjati, Supajar. 1973. Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita.
Departemen Pendidikan dan Kebidayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. (1982/1983), Proyek Media Kebudayaan. “ Album Perhiasan Tradisional
Aceh, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat”,
Terjemahan Drs. Sumartono.
Emmerson, Donald K dan Koentjaraningrat. 1982. Aspek Manusia Dalam
Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT Gramedia.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ginting, Elva Yeni. 2012. Studi Etnobotani Penggunaan Perhiasan Tradisional
Etnis Karo di Berastagi Kecamatan Merdeka Kabupaten Karo. Skripsi.
Medan: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.
Goodman, Douglas J dan George Ritzer. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:Kencana Prenada Media
Herdiansyah, Haris. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.
Kaplan, David & Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Lincoln, Yvonna S. dan Norman K. Denzin. 2010. The Sage Handbook of
Qualitative Research (Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Picard, Michel. 2006. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata.
TerjemahanJean Couteau dan Warih Wisatsana, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
176
Pendit, Nyoman S. 1986. Ilmu Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita
Pitana, I Gde dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata (Kajian Sosiologis Terhadap Struktur, Sistem, dan Dampak-Dampak Pariwisata).
Yogyakarta: Andi Offset.
Pitana, I Gde dan I Ketut Surya Diatra. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.
Yogyakarta: Andi Offset.
Putro, Brahma. 1981. Karo: Dari Jaman Ke Jaman. Jilid 1. Medan: Yayasan Massa.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, 2008. Teori Sosiologi Modern. Terjemahan Alimandan. Jakarta: Kencana.
Rizal, Fachrul, dkk. 2008. Humanika Materi IAD, IBD, ISD cet. II, Jakarta: Hijri Pustaka Utama.
Sajogyo, Pudjiwati. 1985. Sosiologi Pembangunan: Ciri-ciri Masyarakat
Tradisional dan Ciri-ciri Masyarakat Modern, Jakarta: Fakultas Pasca
SarjanaIKIP Jakarta.
Sembiring, Sartika. 2014. Analisis Makna Simbolis Perhiasan yang Dikenakan
Pengantin Karo Dalam Upacara Pesta Perkawinan. Skripsi. Medan:
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Sibeth, Achim.2012, Gold, Silver & Brass: Jewellery of The Batak in Sumatra,
Indonesia. 5 Continents ed.
Sirait, Baginda. 1980, Laporan Penelitian Pengumpulan dan Dokumentasi
Ornamen Tradisional di Sumatera Utara. (Tanpa penerbit)
Sitepu, A.G. 1998, Mengenal Seni Kerajinan Tradisional Karo Seri B, cet. III.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rakawali Press.
Spradley, James. 2007. Metode Etnografi, Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sugiyono, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Tarigan, Sarjani. 2010. Dinamika Peradatan Orang Karo. Medan: Si B N B Press
Widya, Nana. 2011. Aplikasi Teori Fungsional Struktural, dalam http:// teologihindu.blogspot.com.aplikasi-teori-pungsional-struktural.html, diakses pada 5 Desember 2014.
177
(http://tribunnews.com.bisnis-sektor-pariwisata-sumbang-devisa-10-miliar-
dollar-as, diakses pada 22 Septermber 2014).
(http://parekraf.go.id, diakses pada 22 September 2014).
(http://indonesiakaya.com/kanal/detail/kisah-perhiasan-indonesia, diakses pada 22 September 2014).
(httb://kbbi.web.id, diakses pada 12 September 2014).
(http://sorasirulo.com, Indra Ketaren: Karo adalah suku berdiri sendiri, diakses pada 12 Agustus 2014).
(http://raiutama.blogdetik.com/pariwisata-budaya-partisipasi-dan-permberdayaan-
masyarakat, diakses pada 15 September 2014).
(http://madebayu.blogspot.com/2012/02/pariwisata-budaya.html, diakses pada 15
September 2014).
(http://a-research.upi.edu/operator/upload/bab/pdf, diakses pada 12 Desember
2014).
(http://digilib.unila.ac.id.pdf, diakses pada12 Desember)
(http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Undergraduate-26068-JurnalYosef