TESIS
Oleh
RYNA LELI NAIBAHO
127011120/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RYNA LELI NAIBAHO
127011120/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN (STUDI DI KECAMATAN MEDAN BARU)
Nama Mahasiswa : RYNA LELI NAIBAHO
Nomor Pokok : 127011120
Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN)(Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Nama : RYNA LELI NAIBAHO
Nim : 127011120
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : EFEKTIVITAS PENERAPAN YURISPRUDENSI
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 179 K/SIP/1961 DI DALAM PERSAMAAN HAK MEWARIS ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT SUKU BATAK
TOBA PERKOTAAN (STUDI DI KECAMATAN
MEDAN BARU)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
pewarisan pada masyarakat suku Batak Toba, dimana anak laki-laki merupakan ahli waris, sedangkan anak perempuan bukan ahli waris. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian efektivitas penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 penting untuk dilakukan.
Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, bagaimana penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, serta hambatan apa saja yang dihadapi di dalam penerapannya. Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan jenis penelitian yuridis empirisyaitu meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum yang dipengaruhi faktor seperti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, dan perkembangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Jawaban terhadap permasalahan penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba di Kecamatan Medan Baru didahului dengan musyawarah keluarga, jika tidak menemukan solusi dapat di bawa ke lembaga adat, dan jika para pihak masih merasa kurang puas dengan putusan lembaga adat tersebut maka pihak yang bersengketa dapat membawanya ke Pengadilan. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui keberadaan yurisprudensi tersebut diatas, disebabkan yurisprudensi ini hanya dikenal lewat lembaga pengadilan saja. Namun di dalam perkembangannya hukum waris adat Batak Toba telah terjadi pergeseran, dimana yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Adapun hambatan yang dihadapi dalam penerapan yurisprudensi tersebut di atas yaitu masyarakatnya masih taat dan menghargai hukum adat sebagai hukumnya leluhur yang tidak boleh dilanggar, pemahaman masyarakat yang kurang terhadap Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961, dan budaya hukum masyarakat suku Batak Toba yang masih menganggap bahwa hukum waris suku Batak Toba sesuai dengan garis kekerabatan patrilineal. Sehingga dapat dikemukakan saran yaitu, disarankan kepada ketua adat/lembaga adat suku Batak Toba agar dalam menyelesaikan sengketa warisan memperhatikan asas keadilan dan sesuai dengan perkembangan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, disarankan agar para ketua adat/lembaga adat yang selama ini terlibat dalam pembagian harta warisan agar mendukung nilai-nilai keadilan yang ditawarkan oleh Yurisprudensi 179/K/SIP/1961, serta disarankan kepada hakim agar dapat menjelaskan kepada masyarakat hukum adat akan makna pentingnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 sebagai salah satu sumber hukum di dalam persamaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan di kalangan masyarakat Batak.
society, where the boy is the heir, while the daughter is not an heir. Based on the above research, the effectiveness of the implementation of Supreme Court jurisprudence No. 179 / K / SIP / 1961 is important.
The problem in this study is how the custom of inheritance dispute settlement in urban Toba Batak tribal communities in the District of New Medan, how the application of the jurisprudence of the Supreme Court No. 179 / K / SIP / 1961 on the Toba Batak tribe urban communities in the District of New Field, as well as any barriers encountered in the application. To find answers to these problems, the study used a descriptive analytical kind of empirical research that examines the judicial enforceability of the judgment effective or apply a legal rule which affected factors such as changes in society, and the development of values that live in the community .
The answer to the problem of inheritance customary dispute resolution in Toba Batak tribal communities in the District of New Medan preceded by the family council, if it does not find a solution can be brought to the customs agency, and if the party is not satisfied with the decision of the traditional institutions, the parties to the dispute may take him to court. There are still many people who do not know the existence of the above case law, jurisprudence because it is only known through the courts alone. However, in the development of customary inheritance law Toba Batak has been a shift, where the heirs are boys and girls. The obstacles encountered in the implementation of the above jurisprudence that people still obey and respect customary law as a legal ancestry should not be violated, lack of public understanding of the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961, and the legal culture of the tribal community Batak Toba who still think that the Toba Batak tribe inheritance laws in accordance with the line of patrilineal kinship. So as to put forward suggestions which, it is suggested to the chairman of the customary / traditional institutions that the Toba Batak tribe in resolving inheritance disputes upholding fairness and in accordance with the development of values that grow in the community, it is suggested that the chairman of customary / traditional institutions that had been involved in the distribution of inheritance in order to support the values of justice offered by the jurisprudence of 179 / K / SIP / 1961, and recommended to the judge in order to explain to the public the importance of the meaning of customary law jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961 as one of the source of law in the equality between boys and girls in the Batak region.
penulisan tesis yang berjudul “EFEKTIVITAS PENERAPAN YURISPRUDENSI
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/K/SIP/1961 DI
DALAM PERSAMAAN HAK MEWARIS ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK
PEREMPUAN PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN
(STUDI DI KECAMATAN MEDAN BARU)”, dengan harapan agar penelitian
ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan Ilmu
Hukum khusunya di Medan, dan di Indonesia pada umumnya.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
rangka memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu terima kasih
diucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tesis ini,
khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam
penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku anggota
Komisi Pembimbing dan selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Magister
Pembimbing dan selaku Sekertaris Program Studi Pascasarjana Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis
ini.
5. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum, selaku Dosen Penguji pada
Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan,
masukan, dan saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.
6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum, selaku Dosen Penguji pada Program
Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan
saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.
7. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Pascasarjana
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh responden dan nara sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah memberikan bantuan dan informasi bermanfaat dalam penulisan
tesis ini.
9. Rekan-rekan tercinta pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan
orang tuaku, kedua mertuaku, beserta saudara-saudaraku terkasih atas doa,
dukungan, dan motivasi yang diberikan, suamiku tercinta R. Lington dan buah
hati ku Christian Todo Ardiya yang penuh kasih sayang dan kesabaran telah
banyak mendorong, mencurahkan segenap perhatian kepada penulis dalam
menyelesaikan tesis ini.
Disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis
ini membawa kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna
mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa yang akan datang.
Medan, Agustus 2014 Penulis
2. Tempat, Tanggal Lahir : 8 Januari 1972 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Status : Menikah
5. Agama : Kristen Protestan
6. Alamat : Taman Duta Mas, Barcelona Cluster X No. 18-B, Batam
II. KELUARGA
1. Nama Ayah : N.E.P. Naibaho, BA 2. Nama Ibu : Purnama Berliana Siahaan 3. Nama Suami : R. Lington, SE, MM 4. Nama Anak : Christian Todo Ardiya 5. Nama Saudara : Lindawaty Naibaho, SE
Roslila Lisbetty Naibaho Andar Dharma Naibaho, SE Andri Dhani Naibaho
III. PENDIDIKAN
1. SD : SD Immanuel Medan Tahun 1978-1984
2. SMP : SMP Bintang Laut Ternate Tahun 1984-1987
3. SMA : SMA Bintang Laut Ternate Tahun 1987-1990
4. Perguruan Tinggi (SI) : Universitas Merdeka Madiun Tahun 1991-1996
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian... 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15
G. Metode Penelitian... 20
BAB II. PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ADAT PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN DI KECAMATAN MEDAN BARU... 27
A. Gambaran Umum Kecamatan Medan Baru ... 27
B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Batak Toba ... 31
C. Sistem Pewarisan Masyarakat Batak Toba ... 34
1. Harta dalam Perkawinan Adat Batak Toba... 35
2. Subyek dan Obyek Hukum dalam Hukum Waris Adat Batak Toba ... 37
D. Penyebab Timbulnya Sengketa Warisan... 39
E. Para Pihak yang Ada dalam Sengketa Warisan ... 41
F. Penyelesaian Sengketa Harta Warisan ... 43
1. Penyelesaian di Luar Pengadilan ... 43
Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 ... 58
B. Pembagian Harta Warisan pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Baru... 67
C. Perkembangan Kedudukan Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat Batak Toba... 71
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 ... 80
1. Perubahan Masyarakat yang Mempengaruhi Hukum Waris Adat ... 80
2. Faktor Kasih Sayang (holong ni roha)... 86
BAB IV. HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENERAPAN YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/K/SIP/1961 PADA MASYARAKAT BATAK TOBA PERKOTAAN DI KECAMATAN MEDAN BARU... 90
A. Masih Taatnya Penghargaan terhadap Hukum Adat... 90
B. Pemahaman Masyarakat yang Masih Kurang terhadap Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 ... 97
C. Budaya Hukum ... 98
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran... 101
Medan Baru ... 27
Tabel 2. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Medan Baru ... 28
Tabel 3 Jumlah Penduduk menurut Golongan Agama di Kecamatan Medan Baru ... 29
Tabel 4 Jumlah Penduduk berdasarkan Etnis/Suku di Kecamatan Medan Baru ... 30
Tabel 5 Identitas Responden ... 30
Tabel 6 Penyelesaian Sengketa Warisan di Kecamatan Medan Baru ... 55
Tabel 7 Pengetahuan tentang Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 63 Tabel 8 Dasar Pemahaman Masyarakat Batak Toba tentang Persamaan Hak Mewaris antara Anak Laki-laki dan Anak Perempuan... 66
Tabel 9 Alasan Responden Memberikan Hak Waris Kepada Anak Laki-laki dan Perempuan ... 69
Tabel 10 Jawaban Responden dalam Memperoleh Harta Warisan dari Orang Tua... 70
Tabel 11 Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Kepada Ahli Waris ... 70
Tabel 12 Warisan yang Diterima Anak Perempuan ... 75
Tabel 13 Pendapat 10 orang Ketua Adat tentang Pembagian Warisan ... 77
Tabel 14 Dasar Pembagian Warisan terhadap Anak Perempuan ... 87
Tabel 15 Kedudukan Anak Perempuan dalam Hal Pewarisan Jika Orangtua Hanya Mempunyai Anak Perempuan ... 96
pewarisan pada masyarakat suku Batak Toba, dimana anak laki-laki merupakan ahli waris, sedangkan anak perempuan bukan ahli waris. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian efektivitas penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 penting untuk dilakukan.
Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, bagaimana penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, serta hambatan apa saja yang dihadapi di dalam penerapannya. Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan jenis penelitian yuridis empirisyaitu meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum yang dipengaruhi faktor seperti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, dan perkembangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Jawaban terhadap permasalahan penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba di Kecamatan Medan Baru didahului dengan musyawarah keluarga, jika tidak menemukan solusi dapat di bawa ke lembaga adat, dan jika para pihak masih merasa kurang puas dengan putusan lembaga adat tersebut maka pihak yang bersengketa dapat membawanya ke Pengadilan. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui keberadaan yurisprudensi tersebut diatas, disebabkan yurisprudensi ini hanya dikenal lewat lembaga pengadilan saja. Namun di dalam perkembangannya hukum waris adat Batak Toba telah terjadi pergeseran, dimana yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Adapun hambatan yang dihadapi dalam penerapan yurisprudensi tersebut di atas yaitu masyarakatnya masih taat dan menghargai hukum adat sebagai hukumnya leluhur yang tidak boleh dilanggar, pemahaman masyarakat yang kurang terhadap Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961, dan budaya hukum masyarakat suku Batak Toba yang masih menganggap bahwa hukum waris suku Batak Toba sesuai dengan garis kekerabatan patrilineal. Sehingga dapat dikemukakan saran yaitu, disarankan kepada ketua adat/lembaga adat suku Batak Toba agar dalam menyelesaikan sengketa warisan memperhatikan asas keadilan dan sesuai dengan perkembangan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, disarankan agar para ketua adat/lembaga adat yang selama ini terlibat dalam pembagian harta warisan agar mendukung nilai-nilai keadilan yang ditawarkan oleh Yurisprudensi 179/K/SIP/1961, serta disarankan kepada hakim agar dapat menjelaskan kepada masyarakat hukum adat akan makna pentingnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 sebagai salah satu sumber hukum di dalam persamaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan di kalangan masyarakat Batak.
society, where the boy is the heir, while the daughter is not an heir. Based on the above research, the effectiveness of the implementation of Supreme Court jurisprudence No. 179 / K / SIP / 1961 is important.
The problem in this study is how the custom of inheritance dispute settlement in urban Toba Batak tribal communities in the District of New Medan, how the application of the jurisprudence of the Supreme Court No. 179 / K / SIP / 1961 on the Toba Batak tribe urban communities in the District of New Field, as well as any barriers encountered in the application. To find answers to these problems, the study used a descriptive analytical kind of empirical research that examines the judicial enforceability of the judgment effective or apply a legal rule which affected factors such as changes in society, and the development of values that live in the community .
The answer to the problem of inheritance customary dispute resolution in Toba Batak tribal communities in the District of New Medan preceded by the family council, if it does not find a solution can be brought to the customs agency, and if the party is not satisfied with the decision of the traditional institutions, the parties to the dispute may take him to court. There are still many people who do not know the existence of the above case law, jurisprudence because it is only known through the courts alone. However, in the development of customary inheritance law Toba Batak has been a shift, where the heirs are boys and girls. The obstacles encountered in the implementation of the above jurisprudence that people still obey and respect customary law as a legal ancestry should not be violated, lack of public understanding of the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961, and the legal culture of the tribal community Batak Toba who still think that the Toba Batak tribe inheritance laws in accordance with the line of patrilineal kinship. So as to put forward suggestions which, it is suggested to the chairman of the customary / traditional institutions that the Toba Batak tribe in resolving inheritance disputes upholding fairness and in accordance with the development of values that grow in the community, it is suggested that the chairman of customary / traditional institutions that had been involved in the distribution of inheritance in order to support the values of justice offered by the jurisprudence of 179 / K / SIP / 1961, and recommended to the judge in order to explain to the public the importance of the meaning of customary law jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961 as one of the source of law in the equality between boys and girls in the Batak region.
A. Latar Belakang
Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda
hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang
terlihat dan ada yang tidak terlihat, ada yang cepat dan ada yang lambat, dan
perubahan-perubahan itu ada yang menyangkut hal yang fundamental dalam
kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan manusia tidak hanya merupakan kumpulan
sejarah manusia melainkan tersusun dalam berbagai kelompok dan pelembagaan,
sehingga kepentingan masyarakat menjadi tidak sama dan jika ada kepentingan yang
sama maka mendorong timbulnya pengelompokan diantara mereka, maka
dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia.1
Dari segi terbentuknya maka hukum dapat berupa hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis, dan di Indonesia hukum tidak tertulis dikenal dengan Hukum Adat2
yang tumbuh dari cita-cita dan alam pikiran masyarakat Indonesia, dan menurut
Soepomo bahwa corak atau pola-pola tertentu dalam hukum adat yang merupakan
perwujudan dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu
1Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Meda Group,
2005), hal 71
2Ibid hal 19, Menurut Hardjito Notopuro hukum adat adalah hukum tidak tertulis, hukum
adalah:3
1. Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat artinya manusia menurut hukum adat merupakan bentuk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat rasa kebersamaan.
2. Mempunyai corak magis religius yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia.
3. Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan hidup yang konkrit tadi dalam mengatur pergaulan hidup.
4. Hukum adat mempunya sifat visual artinya hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkannya dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.
Bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama yang berbeda-beda
mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang
berbeda-beda.4Secara teoritis sistem keturunan itu berhubungan dengan pembagian harta
warisan yang ada pada masyarakat adat di Indonesia. Adapun sistem kekerabatan
masyarakat adat di Indonesia dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:5
1. Susunan kekerabatan Patrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki (bapak) dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan.
2. Susunan kekerabatan Matrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan (ibu) dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan.
3. Susunan kekerabatan Parental, yaitu dimana garis keturunan pada masyarakat ini dapat ditarik dari pihak kerabat bapak maupun dari kerabat ibu, dimana kedudukan pria maupun kedudukan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan.
3
Soepomo.R, Sistem Hukum Di Indonesia, Sebelum Perang Dunia Kedua, (Jakarta: Prandnjaparamita, Cet. 15, 1997), hal 140-141
4Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal 23
5
Hukum Waris Adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan
proses penerusan dan peralihan kekayaan material dan immaterial dari
keturunan ke keturunan.6
Hukum Waris Adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis
keturunan pada masyarakat bersangkutan yang berpengaruh terhadap penetapan ahli
waris pembagian maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan.
Adapun sistem pewarisan yang dikenal dalam hukum adat yaitu :7
1. Sistem Pewarisan Individual, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan.
2. Sistem Pewarisan Kolektif, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama (kolektif), sebab harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris.
3. Sistem Pewarisan Mayorat, yaitu sistem pewarisan dimana penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta warisan itu dialihkan dalam keadaan tidak terbagi-bagi dari pewaris kepada anak tertua laki-laki (mayorat laki-laki) atau anak tertua perempuan (mayorat perempuan) yang merupakan pewaris tunggal dari pewaris.
Di dalam masyarakat Batak Toba dengan sistem kekerabatan Patrilineal
dengan sistem pewarisan individual masih membedakan gender, yaitu dimana pihak
yang berhak sebagai penerima waris atau ahli waris adalah kaum laki-laki saja, dan di
samping itu masih menganggap bahwa anak laki-laki masih lebih berharga atau lebih
tinggi kedudukannya daripada anak perempuan. Oleh karenanya pada sistem
kekerabatanPatrilinealmenjadikan kedudukan laki-laki lebih menonjol pengaruhnya
6Ter Haar,Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1991), hal 202 7Eman Suparman,Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung:
dari kedudukan wanita dalam hal waris8.
Anak laki-laki dianggap sebagai pembawa keturunan ataupun penerus yang
membawa marga dari orang tuanya, sehingga anak laki-laki saja yang berhak
mewaris karena anak laki-laki dianggap sebagai generasi penerus marga/clan.
Terhadap anak perempuan, adanya hambatan dalam mewaris dari harta peninggalan
orang tuanya karena adanya perkawinan jujur yang berarti perkawinan dimana anak
perempuan dilepaskan dari marganya dan dimasukkan ke dalam marga suaminya,
dengan membayar jujur. Dengan dibayarnya jujur maka status si anak perempuan
dilepaskan dari paguyuban hidup kerabatnya (bapaknya) ke dalam marga suaminya,
sehingga anak perempuan tidak dapat menuntut hak waris.9
Ada beberapa alasan atau argumentasi yang melandasi sistem Hukum Waris
Adat pada masyarakat Batak Toba dengan sistem kekerabatan Patrilineal, sehingga
keturunan laki-laki saja yang berhak mewaris harta peninggalan orangtuanya yang
meninggal, sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mewaris. Hal ini didasarkan
pada anggapan kuno yang memandang rendah kedudukan wanita dalam masyarakat
Batak. Titik tolak anggapan tersebut adalah:10
1. Emas kawin, yang membuktikan bahwa perempuan dijual.
2. Adat leviratyaitu yang membuktikan bahwa perempuan diwarisi oleh saudara dari suaminya yang meninggal.
3. Perempuan tidak mendapat warisan
8Hilman,Op.cit, hal 23
9Tamakiran, S,Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum(Bandung: Pionir Jaya,
1992), hal 68
10Djaja S. Meliala dan Aswin Perangin-angin, Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka
Pada dasarnya menurut hukum adat hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan dalam perorangan adalah sama, hak dari seorang istri sama saja dengan
suaminya, isteri dapat bertindak sendiri dalam bidang hukum tanpa bantuan ataupun
pemberian kuasa dari suaminya. Artinya isteri dapat mengikatkan sendiri dalam
perbuatan hukum tanpa bantuan ataupun kuasa suaminya.11
Namun dalam sistem kekerabatan Patrilineal masyarakat Batak Toba, anak
laki-laki dan anak perempuan memilki tanggung jawab yang berbeda terhadap
clannya. Anak laki-laki sepanjang hidupnya hanya mengenalclanayahnya sedangkan
anak perempuan mengenal duaclan yaituclan ayahnya danclan suaminya. Dengan
demikian dalam rangka hubungannya dengan kedua clan tersebut maka posisi
perempuan adalah ambigu atau tidak jelas karena meskipun berhubungan dengan
keduanya tetapi tidak pernah menjadi anggota penuh dari keduaclantersebut.12
Secara tersirat anak perempuan dipandang mempunyai makna yang sama
dengan anak laki sehingga perlakuan adil harus diberikan sama dengan anak
laki, namun dalam hal pewarisan arti adil tadi tidak diberikan sama antara anak
laki-laki dan anak perempuan. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan konsepRaja Parhata
yaitu ahli waris selalu mengacu kepada anak laki-laki karena dialah yang dianggap
bertanggung jawab besar untuk meneruskan keturunan marga dari ayahnya, kemudian
anak perempuan dianggap menjadi anggota clan suaminya menjadi marga lain dan
11Syafera Mairita Achmad, Tinjauan Yuridis Mengenai Hak dan Kedudukan Janda dan Anak
Perempuan di Bidang Kewarisan Menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata, Tesis Mahasiswa Magister keotariatan Universitas Indonesia, 2003, hal 25
12Sulistyowati Irianto, Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum, Disertasi Antropologi
melipatgandakan marga dari anggota marga lain tersebut dan ikut menikmati warisan
dari mertuanya, dan agar suami dari anak perempuan tidak mengusai tanah terlalu
luas karena suami dari anak perempuan dianggap
marga penumpang.13
Di dalam masyarakat adat Batak Toba dikenal ada beberapa istilah yang
merendahkan martabat anak perempuan antara lain :14
1. Sigoki jabu ni halak do ianggo boru (anak perempuan adalah untuk mengisi rumah orang),
2. Mangan tuhor niboru (anak perempuan dianggap barang dagangan yang diperjualbelikan),
3. Holan anak do sijalo teanteanan (zaman dahulu ada tuntutan untuk mendahulukan anak laki dalam melestarikan marga, sehingga anak laki-laki berhak memiliki serta berbicara mengenai ikatan adat secara hukum.
Jadi yang dapat dianggap sebagai ahli waris dan yang berhak atas harta
warisan berdasarkan urutan-urutan penerima warisan adalah15:
1. Anak laki-laki dari pewaris 2. Bapak dari pewaris
3. Saudara laki-laki dari pewaris 4. Anak dari nomor 3
5. Saudara laki-laki ayah dari pewaris 6. Anak dari nomor 5
7. Bapak dari bapak pewaris 8. Saudara laki-laki dari nomor 7
9. Seseorang yang satu nenek dengan pewaris/satu marga 10. Kasta/kesain
Menurut urut-urutan tersebut di atas terlihat bahwa seorang anak perempuan
sama sekali tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang tuanya.
13Ibid, hal 10 14
J.C.Vergouwen,Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Jakarta:PustakaAzet, 1986), hal 485 15
Secara normatif hukum adat Batak Toba tidak memberikan hak waris kepada anak
perempuan, baik yang berupa tanah, rumah, maupun benda tidak bergerak lainnya.16
Seiring dengan perkembangan zaman, di dalam pembagian harta warisan
adanya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan mulai dirasakan oleh anak perempuan di
dalam sistem kekerabatanPatrilineal, maka melalui pendidikan dan pengetahuannya
kaum wanita melakukan penolakan (resistensi) terhadap sistem kekerabatan
Patrilineal, yaitu mereka tidak begitu saja tunduk kepada ketentuan hukum adat
tradisionalnya, khususnya di dalam pembagian harta warisan. Sehingga banyak
konflik mengenai harta, dan kaum wanita memilih institusi peradilan dalam proses
penyelesaian sengketa warisan, dalam berbagai upaya untuk memperoleh bagian dari
harta ayah ataupun suami yang akhirnya keluarlah berbagai yurisprudensi yang
mengatur tentang hak waris anak perempuan dalam masyarakat dengan sistem
kekerabatanPatriilnealseperti pada masyarakat Batak.17
De-sakralisasi18 hukum adat terjadi melalui lahirnya vonis-vonis hakim
negara yang memberi kemenangan kepada perempuan dengan berbagai dasar
pertimbangan pada dasarnya mengesampingkan substansi Hukum Adat. Putusan yang
memberi win-win solutions (kompromi) kepada semua pihak menunjukkan bahwa
sedang berlangsung proses perubahan dikalangan masyarakat Batak Toba berkenaan
dengan masalah pewarisan, tetapi putusan yang memberikan dampak kekalahan bagi
16Sulistyowati Irianto,Op.cit,hal 2
17Togar Nainggolan,Batak Toba Di jakarta, (Jakarta:BM,1990), hal 210
18W.J.S. Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1984),
perempuan menunjukkan bahwa substansi dari hukum adat masih bertahan dan hal ini
menyebabkan perempuan menunjukkan penolakannya terhadap Patrilineal,
perempuan Batak Toba gigih untuk keluar dari kungkungan adat yang membatasi
aksesnya terhadap harta warisan.19
Perjuangan untuk mendapatkan kedudukan yang sama khususnya dalam hal
pewarisan banyak dilakukan wanita, bahkan telah ada dalam berbagai putusan hakim
di berbagai tingkat pengadilan, yang telah menjadi yurisprudensi, yang memberikan
hak mewaris kepada anak perempuan Batak. Hukum adat selalu menyesuaikan
dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa terus berubah yang
dapat dilihat dari substansinya melalui sumber-sumber hukum yang tersedia yang
dapat tercermin dalam doktrin, perundang-undangan, kebiasaan, dan perumusan
dalam hukum positif dilakukan melalui yurisprudensi. Yurisprudensi20 disebut
sebagai faktor pembentukan hukum yang dalam praktek berfungsi untuk mengubah,
memperjelas, menghapus, menciptakan, atau mengukuhkan hukum,21 yang hidup
dalam masyarakat.
Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa “yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya (judicature rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa dan atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.”22
19Ibid, hal 211
20Soerjono Soekanto,Masalah Kedudukan Dan Peranan Hukum Adat,(Jakarta: Academica,
1979), hal 24, Yurisprudensi adalah putusan hakim yang diikuti hakim lain dalam perkara yang serupa (azas similis similibus)kemudian putusan hakim itu menjadi sumber hukum
21Ibid
22Sudikno Mertokusumo, Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia,
Dengan demikian yurisprudensi adalah putusan pengadilan yang merupakan
produk yudikatif yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak
yang bersangkutan karena itu yurisprudensi yang lahir dari adanya putusan hakim
dalam suatu kasus tertentu dapat dijadikan dasar hukum atau sumber hukum untuk
menyelesaikan kasus-kasus yang serupa dikemudian hari.23
Salah satu sifat hukum adat termasuk hukum waris adat adalah dinamis
artinya selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan pewarisan pada
masyarakat sebagai suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Istilah ini dipakai untuk menyatakan perbuatan meneruskan harta kekayaan yang
akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan
kepada para warisnya, jadi ketika pewaris masih hidup, pewarisan berarti penerusan
atau penunjukan dan setelah pewaris wafat pewarisan berarti pembagian harta
warisan.24.
Perkembangan Hukum Waris adat yang cukup penting untuk diketahui adalah
terkait dengan lahirnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No.
179/K/SIP/1961(selanjutnya Mahkamah Agung Republik Indonesia disingkat
MA-RI) yang melahirkan penemuan hukum adanya persamaan hak mewaris antara anak
laki-laki dan anak perempuan pada masyarakat Patrilineal Batak.
Dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 179/
K/SIP/1961 tersebut dalam perkembangannya telah menjadi suatu yurisprudensi tetap
23Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999),
hal 104
dari Mahkamah Agung. Melalui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No.179/K/Sip/196125, tanggal 23 Oktober 1961 telah terjadi upaya ke arah persamaan
hak pewarisan antara anak laki-laki dengan anak perempuan (suatu putusan atas kasus
di Tanah Karo), meskipun putusan Mahkamah Agung ini banyak mendapat
tantangan, namun tidak sedikit pula pihak-pihak yang justru menyetujui hal tersebut
kemudian diikuti beberapa putusan-putusan Mahkamah Agung yang subtansinya
mengakui dan memberikan kedudukan hak mewaris bagi anak perempuan pada
masyarakat Patrilineal Batak, seperti :
1. Pambaenan (penyerahan tanpa melepaskan hak milik) harus dianggap sebagi usaha untuk memperlunak Hukum Adat di masa sebelum perang dunia ke II, dimana seorang anak perempuan tiada mempunyai hak waris. Hukum Adat di daerah Tapanuli juga telah berkembang ke arah pemberian hak yang sama kepada anak perempuan seperti anak laki-laki, perkembangan mana sudah diperkuat pula dengan sutu yurisprudensi tetap mengenai Hukum Waris di daerah tersebut.26
2. Di Tapanuli Selatan terdapat “Lembaga Holong Ate” yaitu pemberian sebahagian dari harta warisan menurut rasa keadilan kepada anak perempuan apabila seseorang meninggal dunia tanpa keturunan laki-laki.27
Bahwa ini semua merupakan gejala pergeseran hak mewaris anak perempuan
pada masyarakat suku Batak Toba dan yang menjadi tonggak perubahan persamaan
hak mewaris didalam hukum waris adat Batak Toba adalah Yurisprudensi MA-RI
Nomor 179/K/SIP/1961 seperti yang disebutkan di atas.
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak mempunyai
kapasitas dalam hukum adat, namun bagaimanapun kehadirannya mempengaruhi
25Putusan Hakim yang memberi hak mewaris kepada anak perempuan Batak pertama kali
adalah putusan Mahkamah Agung untuk suatu kasus tanah pada tahun 1961 di Tanah Karo
hukum adat tersebut, yaitu memberi hak mewaris bagi anak perempuan, sehingga
memberi pengaruh bagi masyarakatPatrilineal, karena dengan adanya Yurisprudensi
tersebut meningkatkan bargaining power (nilai tawar) anak perempuan, sehingga
saudara laki-lakinya tidak menyepelekan saudara perempuannya.
Adapun yang menjadi pertimbangan dari putusan Mahkamah Agung Nomor
179/K/SIP/1961 dalam putusan tersebut, antara lain:
1. Menimbang, bahwa keberatan-keberatan tersebut berdasarkan atas anggapan, bahwa di Tanah Karo tetap berlaku selaku hukum yang hidup, bahwa seorang anak perempuan tidak berhak sama sekali atas barang warisan yang ditinggalkan oleh orangtuanya.
2. Menimbang, bahwa Mahkamah Agung berdasar selain atas rasa prikemanusiaan dan keadilan umum juga atas hakikat persamaan hak antara wanita dan pria, dalam beberapa keputusan mengambil sikap dan menganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh Indonesia, bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal warisan, bersama-sama berhak atas warisan, dalam arti bahwa anak laki-laki sama dengan anak perempuan. 3. Menimbang, bahwa berhubung dengan sikap yang tetap dari
MahkamahAgung ini, maka juga di Tanah Karo, seorang anak perempuan harus dianggap ahli waris yang berhak menerima bagian warisan dari orangtuanya.
Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
179/K/SIP/1961 di dalam persamaan hak mewaris antara anak laki-laki dan anak
perempuan pada masyarakat suku Batak Toba Perkotaan ini ingin diteliti di
Kecamatan Medan Baru, karena daerah tersebut mempunyai kultur plural tanpa
kultur dominan. Seiring dengan berkembangnya zaman telah mendapat pengaruh
penting dalam perubahan identitas, dimana orang Batak Toba sekarang lebih
mengorientasikan diri kepada perubahan dalam masyarakat sehingga di dalam adat
pelaksanaannya. Karena pengaruh kehidupan kota, kebanyakan dari mereka bersedia
untuk mempersingkat acara adat dan meninggalkan beberapa kewajiban.28
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas maka penelitian mengenai
Efektivitas Penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam
Persamaan Hak Mewaris Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba
Perkotaan Terhadap Hukum Waris Adat Batak Toba (Studi Di Kecamatan Medan
Baru ) ini menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tesis ini.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan
diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat Suku Batak
Toba Perkotaan di Kecamatan Medan Baru?
2. Bagaimana penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di
Kecamatan Medan Baru?
3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan Yurisprudensi
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada
masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di Kecamatan Medan Baru?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian sengketa waris adat
pada masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di Kecamatan Medan
Baru.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat Suku
Batak Toba Perkotaan di Kecamatan Medan Baru.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan apa saja yang
dihadapi dalam penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku Batak Toba
Perkotaan di Kecamatan Medan Baru.
D. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para
akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna
menambah khasanah Ilmu Hukum secara umum dan Hukum Waris Adat
secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi
penyempurnaan penelitian tentang Efektivitas Penerapan Yurisprudensi
Persamaan Hak Mewaris Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba
Perkotaan di Kecamatan Medan Baru.
2. Manfaat Praktis
Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yaitu
masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di Medan yang memiliki
permasalahan, sehingga dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah
pembagian warisan, dan juga bagi para pihak ketua adat untuk mengetahui
perkembangan dalam pembagian Warisan Adat Batak Toba.
E. Keaslian Penelitian
Dari hasil penelusuran kepustakaan diketahui bahwa penelitian tentang
Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan hak Mewaris Anak Laki-Laki dan Anak
Perempuan pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi di Kecamatan
Medan Baru), belum pernah dilakukan.
Namun pada tahun 2003, Herlina Mariaty P. mahasiswa Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara pernah melakukan
penelitian mengenai “Perkembangan Hak Waris Anak Perempuan dan Janda Pada
Masyarakat Batak Toba” (Suatu Penelitian Di Kelurahan Sudi Rejo II Kecamatan
Medan Kota- Kota Medan) yang membahas:
1. Bagaimana prinsip dan asas hukum keluarga adat Batak Toba terhadap hak
2. Bagaimana perkembangan hak waris anak perempuan dan janda dalam hukum
adat keluarga adat Batak Toba dewasa ini ?
3. Bagaimana sikap Mahkamah Agung di dalam menentukan hak mewaris anak
perempuan dan janda terhadap harta peninggalan ?
Kemudian pada tahun 2008, Tiorista, NIM 067011100, mahasiswa Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara pernah melakukan
penelitian juga mengenai Hak Mewaris Anak Perempuan Dalam
Masyarakat Batak Toba (Studi di Kecamatan Panguruan-Kabupaten Samosir)
yang membahas :
1. Bagaimanakah struktur kekerabatan masyarakat Batak Toba dalam kaitannya
dengan kedudukan anak perempuan di Kecamatan Pangururan Kabupaten
Samosir?
2. Bagaimanakah kedudukan anak perempuan dalam hukum waris pada
masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?
3. Apakah ada pergeseran sistem pembagian harta warisan dalam masyarakat
Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara
rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu
untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu
dalam mengungkapkan kebenaran.29
Penelitian ini adalah penelitian yang menyangkut masalah sosial dalam
penerapannya dapat menjadi suatu penelitian hukum, sebab penelitian ini berdasarkan
penelitian lapangan yang dilihat secara empiris dalam kerangka acuan hukum yaitu
Hukum Waris Adat yang hidup dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat itu sendiri.30
Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori
Sociological Jurisprudence. Teori Sociological Jurisprudence adalah teori yang
mempelajari pengaruh hukum terhadap masyarakat dan sebagainya dengan
pendekatan dari hukum ke masyarakat, hukum yang dipergunakan sebagai sarana
pembaharuan dapat berupa undang-undang dan yurisprudensi atau kombinasi
keduanya dan yang menjadi inti pemikiran dalamsociological jurisprudence adalah
hukum yang baik adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat sebab jika ternyata
tidak maka akibatnya secara efektif akan mendapat tantangan.31
Teori ini dikemukan oleh Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “ terdapat
perbedaan antara hukum positif disatu pihak dengan hukum yang hidup didalam
masyarakat dipihak lain yang mana perkembangan hukum itu tidak hanya terletak
29
M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung:CV. Mandar Maju, 1994), hal 27 30
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1988), hal 16
pada undang-undang, ilmu hukum ataupun putusan hakim tetapi pada masyarakat itu
sendiri.”32
Kesadaran hidup dalam masyarakat adalah nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat tentang hukum yang meliputi pemahaman, pemghayatan, dan kepatuhan
atau ketaatan pada hukum, agar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat
keseimbangan antara keinginan untuk mengadakan pembaharuan hukum
perundang-undangan dengan kesadaran untuk memperhatikan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat dengan memperhatikan hukum yang hidup(living law)dalam masyarakat
tersebut.33
Bahwa masyarakat Batak Toba khususnya yang sudah merantau ke perkotaan
dan berpendidikan, selain dari pengaruh Hukum Perdata Nasional yang dianggap
lebih adil bagi semua anak dan adanya persamaan hak antara anak laki-laki dan
perempuan maka pembagian warisan pada saat ini sudah mengikuti kemauan dari
orang yang ingin memberikan warisan.
Adanya perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat adat inilah diantaranya
mengakibatkan pembagian warisan tidak lagi banyak dilakukan lagi secara hukum
adat, walaupun masih ada pembagian warisan tersebut dilakukan berdasarkan hukum
adat yang berlaku, hal ini juga didukung dengan persamaan kedudukan dalam hukum
antara wanita dengan pria yang dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu
dalam Pasal 27 ayat (1) menyatakan, segala warga negara bersamaan kedudukannya
32W.Friedmann, Legal Theory, Terjemahan Muhammad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada Cetakan II,1994), hal 191
di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal ini berarti menjamin persamaan kedudukan
antara pria, wanita di muka hukum dan di dalam segala peraturan perundangan.34 Di
samping itu didukung dengan azas kesamaan dalam Hukum Waris Nasional. Menurut
Hilman Hadikusuma azas kesamaan hak sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang modern, terutama bagi keluarga-keluarga yang telah maju dan bertempat tinggal
di kota-kota dimana alam pikirannya cendrung pada sifat-sifat yang individualistis
telah mempengaruhi dan ikatan kekerabatan sudah mulai renggang.35
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam
penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.36
Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu
pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka),
yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi
belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan
defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.37
34Bambang Sunggono, dan Aries Harianto,Bantuan Hukum dan HAM(1994), hal 88-89 35Hilman Hadikusuma,Op.cit ,hal 3
Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan
beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional
dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai
dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut :
a. Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat dengan sistem kekerabatan
patrilineal38yang bermukim di Medan Baru.
b. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh penggunaan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961
di dalam persamaan hak mewaris anak laki-laki dan anak perempuan dalam
Hukum Waris Adat Batak Toba secara kuantitas dan waktu yang banyak
digunakan pada masyarakat Suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan
Baru, semakin tinggi presentase masyarakat yang menggunakan
Yurisprudensi ini maka semakin tinggi efektivitasnya.
c. Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia adalah putusan Majelis Hakim
Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaidah
hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan memutus perkara dalam
lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga
yang dikualifikasi yang dipergunakan sebagai acuan bagi para hakim untuk
memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber hukum yang
memiliki kekuatan mengikat secara relatif.
d. Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 adalah
putusan Majelis Hakim Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam mengatur
persamaan hak mewaris anak laki-laki dan anak perempuan di dalam Hukum
Waris Adat Batak.
e. Waris adalah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang
masih hidup.39
f. Pewaris adalah menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan
ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan
harta peninggalan yang diteruskan kepada waris.40
g. Harta Warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang
yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang
meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua hutangnya.41
G. Metode Penelitian
Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau
mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya
“jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal
menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.42
39Hilman Hadikusuma,Op.cit,hal 21 40Ibid, hal 17
41Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta:Rineka
Cipta,1997), hal 7
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga
diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala yang bersangkutan.43
Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung
kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan
penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian
Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis44, berarti
menggambarkan serta menjelaskan Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat Suku Batak
Toba dalam kaitannya tentang persamaan hak mewaris anak laki-laki dan anak
perempuan di Medan khususnya di Kecamatan Medan Baru.
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris,45untuk
mengetahui sejauh mana hukum itu dapat mengakibatkan perubahan sosial dilakukan
maka diperlukan suatu pengkajian bagaimana hukum bekerja dapat mengubah
43Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum(Jakarta: UI Press, 2007), hal 43
44Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum; Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada 2001), hal 36
45Ronny Hanitidjo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia
kehidupan sehari-hari yaitu dengan adanya persamaan gender maka menguatkan
keinginan untuk persamaan hak dalam hukum waris adat Batak Toba guna
mendapatkan jawaban tentang penyelesaian pembagian warisan pada masyarakat
Suku Batak Toba Perkotaan khususnya di Kecamatan Medan Baru.
2. Metode Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, didahulukan
dengan meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan bahwa efektif tidaknya
berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan melihat
sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat, yang berfungsi sebagai penunjang
untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan
penelitian dan penulisan hukum.46
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan dan ditetapkan di Kecamatan Medan Baru,
dengan pertimbangan di kecamatan Medan Baru selain masyarakat Batak Toba yang
bermukim di Kecamatan Medan Baru cukup banyak, masyarakatnya bersifat
heterogen, telah mengalami migrasi, dan meskipun telah menetap lebih dari 10 tahun
di Kota Medan namun dalam berintegrasi terikat pada adat leluhur dan
masyarakatnya termasuk kuat menjunjung tinggi adat.
4. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal di
Kecamatan Medan Baru. Responden dalam penelitian adalah keluarga (suami atau
istri) yang tergabung dalam anggota lintas jemaat Gereja Huria Kristen Batak
Protestan (atau disingkat gereja HKBP). Kehadiran komunitas suku Batak Toba di
suatu tempat pada umumnya ditandai oleh berdirinya Gereja HKBP. Di Kecamatan
Medan Baru sendiri gereja ini banyak, namun penelitian akan dibatasi dengan 6
gereja yang berada di masing-masing kelurahan. Tidak semua populasi yang diteliti
diambil. Populasi yang dipilih adalah 30 responden, dengan pertimbangan bertempat
tinggal di Kecamatan Medan Baru lebih dari 10 tahun (1 kelurahan diwakili oleh 5
responden dalam 1 jemaat gereja), memiliki anak, telah mengalami pembagian
warisan, baik secara kekeluargaan, secara adat, maupun lembaga pengadilan, dan
mereka juga mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan hukum waris adat Batak
Toba.
Responden penelitian diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan sehubungan dengan permasalahan diatas. Penetapan responden tersebut
dilakukan melalui penarikan sampel dengan tehnik Non probality sampling yang
cirinya adalah bahwa tidak semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang
sama untuk menjadi responden47 yang bersifatpurposive sampling, yaitu berdasarkan
pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian, jadi dalam hal ini penelitian
menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili
populasi.48Tehnik ini dipergunakan untuk memperoleh informasi dan data yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas, oleh karena itu dari 6 (enam) kelurahan
masing-masing diambil 5 responden.
5. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang
berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber data
tersebut terdiri dari :
a. Studi dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan
hukum waris adat yang ditunjang dengan bahan hukum lainnya. Dalam
penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data sekunder
adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam
bentuk jadi,49yang terdiri dari:
1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat
berupa peraturan perundang-undangan, diantaranya Undang-Undang Dasar
1945, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan hasil
wawancara.
2) Bahan hukum sekunder, yang merupakan bahan-bahan hukum yang erat
kaitannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan
dengan objek yang diteliti, berupa buku-buku, makalah, disertasi, dan
berbagai tulisan lainnya.
49I Made Wirartha,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:
3) Bahan hukum tersier, yang merupakan bahan-bahan hukum yang
memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar hukum
bahasa Indonesia.
b. Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan
membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber yaitu
dua orang Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, dan 10 orang Ketua adat
yang ada di Kecamatan Medan Baru.
c. Daftar Kuisioner yaitu dengan mempergunakan pedoman pertanyaan yang telah
ditetapkan sebanyak 30 responden, yang telah mengalami peristiwa pembagian
warisan dalam keluarganya dan juga mengetahui tentang bagaimana
pelaksanaan hukum waris adat Batak Toba.
6. Analisis Data
Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara kualitatif yaitu
data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan
kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif,
menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan kemudian ditarik
kesimpulan.50Metode penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif
yaitu data primer yang diperoleh setelah dihubungkan dangan aturan-aturan hukum
yang berkaitan dengan hukum waris sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari
hasil penelitian mengenai Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 179/K/SIP/1961 di dalam Persamaan hak Mewaris Anak Laki-laki dan Anak
Perempuan pada masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan yang ada di Kecamatan
BAB II
PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ADAT PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN DI KECAMATAN MEDAN BARU
A. Gambaran Umum Kecamaan Medan Baru 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Secara geografis Kecamatan Medan Baru berada di Wilayah Barat Daya Kota
Medan, merupakan dataran secara sedang sekitar 5-10 M diatas permukaan laut dan
berbatasan dengan Kecamatan :
- Sebelah Utara : Kecamatan Medan Petisah - Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Selayang - Sebelah Timur : Kecamatan Medan Polonia - Sebelah Barat : Kecamatan Medan Sunggal.
Kecamatan Medan Baru terdiri dari 6 kelurahan dan 64 lingkungan berada
pada kawasan perumahan inti kota, merupakan salah satu kecamatan yang memiliki
wilayah terpadat di kota Medan jika dibandingkan jumlah luas wilayah berbanding
dengan jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Medan Baru. Berikut ini tabel data
Kelurahan, luas wilayah dan jumlah lingkungan :
Tabel 1.
Nama Kelurahan, Luas dan Jumlah Lingkungan di Kecamatan Medan Baru
No KELURAHAN LUAS
2. Kependudukan
Data penduduk merupakan salah satu data pokok dalam perencanaan
pembangunan karena penduduk merupakan objek dan subjek dalam pembangunan.
Berikut adalah data jumlah penduduk di Kecamatan Medan Baru didasarkan pada
jenis kelamin.
Tabel 2.
Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Medan Baru
No Kelurahan Jumlah Penduduk TOTAL
Lk Pr
1. Titi Rantai 4521 4691 9212
2. Padang Bulan 2935 2922 5857
3. Merdeka 4592 4667 9259
4. Babura 4958 5235 10193
5. Petisah Hulu 3605 3680 7285
6. Darat 2012 2352 4364
Jumlah 22522 23547 46069
Sumber Data : Profil Kecamatan Medan Baru
3. Agama
Mayoritas jumlah penduduk Kecamatan Medan Baru adalah beragama Kristen
berjumlah 22.080 orang (47,6%), Protestan 11.609 orang (25%), Khatolik 10.471
orang (22,6%), Islam 20.114 orang (43%), Hindu 1.667 orang (3,6%), dan Budha
sebanyak 2.486 (5,3%).
Berikut Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Baru didasarkan Agama
Tabel 3.
Jumlah Penduduk menurut Golongan Agama di Kecamatan Medan Baru
No Kelurahan Jumlah
Penduduk
A g a m a
Islam Kristen Hindu Budha
Protestan Khatolik
1. Titi Rantai 9561 2556 2689 2057 -
-2. Padang Bulan 5839 2187 2708 2042 - 59
3. Merdeka 9376 3476 3875 2109 - 68
4. Babura 10703 4325 2067 2240 20 661
5. Petisah Hulu 7338 2587 2536 2025 857 1098
6. Darat 3252 1983 870 794 790 650
JUMLAH 46069 20114 11609 10471 1667 2486
Sumber Data : Profil Kecamatan Medan Baru
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk di kecamatan Medan Baru
mayoritas adalah Kristen, yaitu Kristen Protestan dan Khatolik yang berjumlah
22.080 penduduk lebih banyak dibandingkan penduduk yang memeluk agama
lainnya.
4. Etnis (Suku)
Penduduk Kecamatan Medan Baru cukup heterogen, terbukti dengan
banyaknya suku/etnis yang hidup dan tinggal di wilayah ini. Adapun suku yang
terbesar adalah suku Batak Toba dengan jumlah 10.703 jiwa dan suku Karo 9.815
jiwa dengan jumlah terkecil adalah suku Minang dengan jumlah 1.355 jiwa.
Berikut ini dapat dilihat tabel Jumlah Penduduk berdasarkan suku yang
Tabel 4.
Jumlah Penduduk berdasarkan Etnis/Suku di Kecamatan Medan Baru
N
o Kelurahan
ETNIS/SUKU Batak
Toba Melayu Karo Simalungun Jawa Dairi Nias Mng Aceh dll
1. Titi Rantai 1035 120 1815 507 1895 1287 187 170 210 35
2. Pd. Bulan 2018 125 1887 303 1290 634 360 93 180 53
3. Merdeka 2512 281 1502 223 2175 1185 765 363 1137 28
4. Babura 2006 975 2745 135 1650 720 125 457 664 681
5. Petisah
Hulu 2012 340 1105 242 1100 15 10 210 112 2955
6. Darat 1120 48 763 212 310 85 25 62 21 667
JUMLAH 10703 1889 9815 1722 8420 3936 1472 1355 2334 4423
Sumber Data : Profil Kecamatan Medan Baru
Bahwa jumlah penduduk Batak Toba di atas tidak seluruhnya dijadikan
sampel sasaran, namun hanya orang-orang yang tergabung dalam lintas jemaat Gereja
HKBP yang dijadikan sampel.
2. KM Pandiangan 67 L SMA Wiraswasta 22 5 1
3. IP br Nainggolan 48 P SMEA Ibu RT 13 3 2
4. D br Simatupang 70 P Sarjana Muda
9. YA Sirait 62 L SMEA Wiraswasta 43 0 3
10. N br Siahaan 49 P Sarjana S2 Notaris 23 2 5
11. IS Simanjuntak 65 L SMA Tidakbekerja 27 1 3
12. C br Sihite 50 P SMA Wiraswasta 12 1 2
13. JH Bakkara 52 L SMEA Wiraswasta 20 1 1
14. KR br Sihombing 55 L SMP Ibu RT 24 2 2
15. S br Manullang 53 P SMP Pedagang 12 3 2
16. KL Sihotang 72 L D3 Pensiunan
PNS 32 2 3
17. L br Tampubolon 55 P SMA Ibu RT 18 4 1
18. T br Sihaloho 58 P SMA Ibu RT 21 2 2
19. RS Silalahi 60 L D3 Wiraswasta 19 2 1
Bidan
21. RL br Ritonga 46 P Sarjana Dokter 26 2 1
22. HB Sitanggang 64 L Sarjana Hakim 15 2 2
23. C br Limbong 56 P D1 Karyawan 23 3 2
24. BL Sijabat 58 L SMEA Dagang 38 2 3
Tabel 5 Lanjutan
25. M br Pasaribu 42 P SMA Ibu RT 20 0 1
26. SC br Hutauruk 59 P SMA Ibu RT 12 2 2
27. MN Turnip 70 L Sarjana Muda
Pensiunan
BUMN 37 1 2
28. LS br Sidabalok 50 P Sarjana Ibu RT 27 1 4
29. B Sidabutar 67 L SPG PensiunanGuru 31 2 2
30. IV br Siallagan 55 P SMA Ibu RT 19 2 3
Keterangan :
1. Responden no. 1-no. 5 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Damai No. 6, Kel. Titi Rantai. 2. Responden no. 6- no. 10 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Jamin Ginting No. 24, Kel.
Padang Bulan
3. Responden no. 11- no. 15 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Sei Asahan, No. 63, Kel. Merdeka.
4. Responden no. 16- no. 20 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Sei Mencirim No. 174, Kel. Babura.
5. Responden no. 21- no. 25 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Pabrik Tenun No. 27, Kel. Petisah Hulu.
6. Responden no. 26- no. 30 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Syailendra, Kel. Darat.
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden terdiri dari laki-laki
berjumlah 13 orang, perempuan berjumlah 17 orang, dimana 6 orang dengan latar
belakang pendidikan sarjana, 6 orang sarjana muda/sederajat, 15 orang dengan
pendidikan SMA/sederajat, dan 3 orang dengan latar belakang pendidikan SMP.
B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Batak Toba
Masyarakat Batak Toba menganut sistem garis kekerabatan patrilineal (garis
keturunan laki-laki). Sistem kekerabatan patrilineal inilah yang menjadi tulang
punggung masyarakat Batak Toba, yang terdiri dari turunan-turunan, marga, dan
kelompok suku, semuanya saling dihubungkan menurut garis laki-laki. Laki-laki
membentuk kelompok kekerabatan, perempuan menciptakan hubungan besan karena
keturunan bapak tersebut dikenal kelompok-kelompok kekerabatan yang disebut
marga. Marga51merupakan suatu bentuk kelompok yang turun temurun mulai dari
satu kakek yang terikat dengan pertalian darah. Menurut Vergouwen bahwa, “marga
adalah kelompok orang-orang yang merupakan keturunan dari seseorang kakek
bersama, dan garis keturunan itu diperhitungkan melalui bapak atau bersifat
patrilineal.52
Semua anggota dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan
sesudah nama kecil. Marga pada mayarakat Batak Toba sangat penting karena nama
panggilan seseorang adalah marganya, bukan namanya.53Dari uraian di atas dapatlah
dipahami bahwa yang meneruskan garis keturunan dalam masyarakat Batak Toba
adalah anak laki-laki saja, sebab anak perempuan akan beralih kepada keluarga
suaminya bila ia kawin.
Garis keturunan dalam masyarakat Batak Toba ditarik berdasarkan dan atau
marga yang mengakibatkan timbulnya hubungan kekeluargaan yang hidup dalam
masyarakat. Oleh sebab itu yang dimaksud dengan sistem kekeluargaan adalah
rangkaian kesatuan dari hubungan kekerabatan yang saling terkait satu dengan yang
lain serta tersusun secara fungsional.
Seluruh hubungan kekerabatan pada masyarakat Batak Toba baik berdasarkan
pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan terkait dengan
51Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta, 2005), hal 715, menyebutkan marga adalah
kelompok kekerabatan yangunilinear(mengikuti satu garis arah)
52Vergouwen,Op.cit,hal 9