• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

RYNA LELI NAIBAHO

127011120/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

RYNA LELI NAIBAHO

127011120/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN (STUDI DI KECAMATAN MEDAN BARU)

Nama Mahasiswa : RYNA LELI NAIBAHO

Nomor Pokok : 127011120

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN)(Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

(5)

Nama : RYNA LELI NAIBAHO

Nim : 127011120

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : EFEKTIVITAS PENERAPAN YURISPRUDENSI

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 179 K/SIP/1961 DI DALAM PERSAMAAN HAK MEWARIS ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK PEREMPUAN PADA MASYARAKAT SUKU BATAK

TOBA PERKOTAAN (STUDI DI KECAMATAN

MEDAN BARU)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

pewarisan pada masyarakat suku Batak Toba, dimana anak laki-laki merupakan ahli waris, sedangkan anak perempuan bukan ahli waris. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian efektivitas penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 penting untuk dilakukan.

Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, bagaimana penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, serta hambatan apa saja yang dihadapi di dalam penerapannya. Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan jenis penelitian yuridis empirisyaitu meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum yang dipengaruhi faktor seperti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, dan perkembangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Jawaban terhadap permasalahan penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba di Kecamatan Medan Baru didahului dengan musyawarah keluarga, jika tidak menemukan solusi dapat di bawa ke lembaga adat, dan jika para pihak masih merasa kurang puas dengan putusan lembaga adat tersebut maka pihak yang bersengketa dapat membawanya ke Pengadilan. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui keberadaan yurisprudensi tersebut diatas, disebabkan yurisprudensi ini hanya dikenal lewat lembaga pengadilan saja. Namun di dalam perkembangannya hukum waris adat Batak Toba telah terjadi pergeseran, dimana yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Adapun hambatan yang dihadapi dalam penerapan yurisprudensi tersebut di atas yaitu masyarakatnya masih taat dan menghargai hukum adat sebagai hukumnya leluhur yang tidak boleh dilanggar, pemahaman masyarakat yang kurang terhadap Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961, dan budaya hukum masyarakat suku Batak Toba yang masih menganggap bahwa hukum waris suku Batak Toba sesuai dengan garis kekerabatan patrilineal. Sehingga dapat dikemukakan saran yaitu, disarankan kepada ketua adat/lembaga adat suku Batak Toba agar dalam menyelesaikan sengketa warisan memperhatikan asas keadilan dan sesuai dengan perkembangan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, disarankan agar para ketua adat/lembaga adat yang selama ini terlibat dalam pembagian harta warisan agar mendukung nilai-nilai keadilan yang ditawarkan oleh Yurisprudensi 179/K/SIP/1961, serta disarankan kepada hakim agar dapat menjelaskan kepada masyarakat hukum adat akan makna pentingnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 sebagai salah satu sumber hukum di dalam persamaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan di kalangan masyarakat Batak.

(7)

society, where the boy is the heir, while the daughter is not an heir. Based on the above research, the effectiveness of the implementation of Supreme Court jurisprudence No. 179 / K / SIP / 1961 is important.

The problem in this study is how the custom of inheritance dispute settlement in urban Toba Batak tribal communities in the District of New Medan, how the application of the jurisprudence of the Supreme Court No. 179 / K / SIP / 1961 on the Toba Batak tribe urban communities in the District of New Field, as well as any barriers encountered in the application. To find answers to these problems, the study used a descriptive analytical kind of empirical research that examines the judicial enforceability of the judgment effective or apply a legal rule which affected factors such as changes in society, and the development of values that live in the community .

The answer to the problem of inheritance customary dispute resolution in Toba Batak tribal communities in the District of New Medan preceded by the family council, if it does not find a solution can be brought to the customs agency, and if the party is not satisfied with the decision of the traditional institutions, the parties to the dispute may take him to court. There are still many people who do not know the existence of the above case law, jurisprudence because it is only known through the courts alone. However, in the development of customary inheritance law Toba Batak has been a shift, where the heirs are boys and girls. The obstacles encountered in the implementation of the above jurisprudence that people still obey and respect customary law as a legal ancestry should not be violated, lack of public understanding of the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961, and the legal culture of the tribal community Batak Toba who still think that the Toba Batak tribe inheritance laws in accordance with the line of patrilineal kinship. So as to put forward suggestions which, it is suggested to the chairman of the customary / traditional institutions that the Toba Batak tribe in resolving inheritance disputes upholding fairness and in accordance with the development of values that grow in the community, it is suggested that the chairman of customary / traditional institutions that had been involved in the distribution of inheritance in order to support the values of justice offered by the jurisprudence of 179 / K / SIP / 1961, and recommended to the judge in order to explain to the public the importance of the meaning of customary law jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961 as one of the source of law in the equality between boys and girls in the Batak region.

(8)

penulisan tesis yang berjudul “EFEKTIVITAS PENERAPAN YURISPRUDENSI

MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/K/SIP/1961 DI

DALAM PERSAMAAN HAK MEWARIS ANAK LAKI-LAKI DAN ANAK

PEREMPUAN PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN

(STUDI DI KECAMATAN MEDAN BARU)”, dengan harapan agar penelitian

ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan Ilmu

Hukum khusunya di Medan, dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam

rangka memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu terima kasih

diucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tesis ini,

khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang

diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing

yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam

penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku anggota

Komisi Pembimbing dan selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Magister

(9)

Pembimbing dan selaku Sekertaris Program Studi Pascasarjana Magister

Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis

ini.

5. Ibu Dr. Idha Aprilyana Sembiring, SH, MHum, selaku Dosen Penguji pada

Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan,

masukan, dan saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

6. Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum, selaku Dosen Penguji pada Program

Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan

saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Pascasarjana

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh responden dan nara sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu,

yang telah memberikan bantuan dan informasi bermanfaat dalam penulisan

tesis ini.

9. Rekan-rekan tercinta pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan

(10)

orang tuaku, kedua mertuaku, beserta saudara-saudaraku terkasih atas doa,

dukungan, dan motivasi yang diberikan, suamiku tercinta R. Lington dan buah

hati ku Christian Todo Ardiya yang penuh kasih sayang dan kesabaran telah

banyak mendorong, mencurahkan segenap perhatian kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

Disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat

kekurangan, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan

saran dan kritik yang membangun demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis

ini membawa kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna

mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2014 Penulis

(11)

2. Tempat, Tanggal Lahir : 8 Januari 1972 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Status : Menikah

5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : Taman Duta Mas, Barcelona Cluster X No. 18-B, Batam

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : N.E.P. Naibaho, BA 2. Nama Ibu : Purnama Berliana Siahaan 3. Nama Suami : R. Lington, SE, MM 4. Nama Anak : Christian Todo Ardiya 5. Nama Saudara : Lindawaty Naibaho, SE

Roslila Lisbetty Naibaho Andar Dharma Naibaho, SE Andri Dhani Naibaho

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Immanuel Medan Tahun 1978-1984

2. SMP : SMP Bintang Laut Ternate Tahun 1984-1987

3. SMA : SMA Bintang Laut Ternate Tahun 1987-1990

4. Perguruan Tinggi (SI) : Universitas Merdeka Madiun Tahun 1991-1996

(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15

G. Metode Penelitian... 20

BAB II. PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ADAT PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN DI KECAMATAN MEDAN BARU... 27

A. Gambaran Umum Kecamatan Medan Baru ... 27

B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Batak Toba ... 31

C. Sistem Pewarisan Masyarakat Batak Toba ... 34

1. Harta dalam Perkawinan Adat Batak Toba... 35

2. Subyek dan Obyek Hukum dalam Hukum Waris Adat Batak Toba ... 37

D. Penyebab Timbulnya Sengketa Warisan... 39

E. Para Pihak yang Ada dalam Sengketa Warisan ... 41

F. Penyelesaian Sengketa Harta Warisan ... 43

1. Penyelesaian di Luar Pengadilan ... 43

(13)

Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 ... 58

B. Pembagian Harta Warisan pada Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Baru... 67

C. Perkembangan Kedudukan Anak Perempuan dalam Hukum Waris Adat Batak Toba... 71

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 ... 80

1. Perubahan Masyarakat yang Mempengaruhi Hukum Waris Adat ... 80

2. Faktor Kasih Sayang (holong ni roha)... 86

BAB IV. HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DALAM PENERAPAN YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 179/K/SIP/1961 PADA MASYARAKAT BATAK TOBA PERKOTAAN DI KECAMATAN MEDAN BARU... 90

A. Masih Taatnya Penghargaan terhadap Hukum Adat... 90

B. Pemahaman Masyarakat yang Masih Kurang terhadap Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 ... 97

C. Budaya Hukum ... 98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran... 101

(14)

Medan Baru ... 27

Tabel 2. Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Medan Baru ... 28

Tabel 3 Jumlah Penduduk menurut Golongan Agama di Kecamatan Medan Baru ... 29

Tabel 4 Jumlah Penduduk berdasarkan Etnis/Suku di Kecamatan Medan Baru ... 30

Tabel 5 Identitas Responden ... 30

Tabel 6 Penyelesaian Sengketa Warisan di Kecamatan Medan Baru ... 55

Tabel 7 Pengetahuan tentang Yurisprudensi MA-RI No. 179/K/SIP/1961 63 Tabel 8 Dasar Pemahaman Masyarakat Batak Toba tentang Persamaan Hak Mewaris antara Anak Laki-laki dan Anak Perempuan... 66

Tabel 9 Alasan Responden Memberikan Hak Waris Kepada Anak Laki-laki dan Perempuan ... 69

Tabel 10 Jawaban Responden dalam Memperoleh Harta Warisan dari Orang Tua... 70

Tabel 11 Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan Kepada Ahli Waris ... 70

Tabel 12 Warisan yang Diterima Anak Perempuan ... 75

Tabel 13 Pendapat 10 orang Ketua Adat tentang Pembagian Warisan ... 77

Tabel 14 Dasar Pembagian Warisan terhadap Anak Perempuan ... 87

Tabel 15 Kedudukan Anak Perempuan dalam Hal Pewarisan Jika Orangtua Hanya Mempunyai Anak Perempuan ... 96

(15)

pewarisan pada masyarakat suku Batak Toba, dimana anak laki-laki merupakan ahli waris, sedangkan anak perempuan bukan ahli waris. Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian efektivitas penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 penting untuk dilakukan.

Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, bagaimana penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan Baru, serta hambatan apa saja yang dihadapi di dalam penerapannya. Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan jenis penelitian yuridis empirisyaitu meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan efektif tidaknya berlaku suatu aturan hukum yang dipengaruhi faktor seperti perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, dan perkembangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Jawaban terhadap permasalahan penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat suku Batak Toba di Kecamatan Medan Baru didahului dengan musyawarah keluarga, jika tidak menemukan solusi dapat di bawa ke lembaga adat, dan jika para pihak masih merasa kurang puas dengan putusan lembaga adat tersebut maka pihak yang bersengketa dapat membawanya ke Pengadilan. Masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui keberadaan yurisprudensi tersebut diatas, disebabkan yurisprudensi ini hanya dikenal lewat lembaga pengadilan saja. Namun di dalam perkembangannya hukum waris adat Batak Toba telah terjadi pergeseran, dimana yang menjadi ahli waris adalah anak laki-laki dan anak perempuan. Adapun hambatan yang dihadapi dalam penerapan yurisprudensi tersebut di atas yaitu masyarakatnya masih taat dan menghargai hukum adat sebagai hukumnya leluhur yang tidak boleh dilanggar, pemahaman masyarakat yang kurang terhadap Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961, dan budaya hukum masyarakat suku Batak Toba yang masih menganggap bahwa hukum waris suku Batak Toba sesuai dengan garis kekerabatan patrilineal. Sehingga dapat dikemukakan saran yaitu, disarankan kepada ketua adat/lembaga adat suku Batak Toba agar dalam menyelesaikan sengketa warisan memperhatikan asas keadilan dan sesuai dengan perkembangan nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat, disarankan agar para ketua adat/lembaga adat yang selama ini terlibat dalam pembagian harta warisan agar mendukung nilai-nilai keadilan yang ditawarkan oleh Yurisprudensi 179/K/SIP/1961, serta disarankan kepada hakim agar dapat menjelaskan kepada masyarakat hukum adat akan makna pentingnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 sebagai salah satu sumber hukum di dalam persamaan hak antara anak laki-laki dan anak perempuan di kalangan masyarakat Batak.

(16)

society, where the boy is the heir, while the daughter is not an heir. Based on the above research, the effectiveness of the implementation of Supreme Court jurisprudence No. 179 / K / SIP / 1961 is important.

The problem in this study is how the custom of inheritance dispute settlement in urban Toba Batak tribal communities in the District of New Medan, how the application of the jurisprudence of the Supreme Court No. 179 / K / SIP / 1961 on the Toba Batak tribe urban communities in the District of New Field, as well as any barriers encountered in the application. To find answers to these problems, the study used a descriptive analytical kind of empirical research that examines the judicial enforceability of the judgment effective or apply a legal rule which affected factors such as changes in society, and the development of values that live in the community .

The answer to the problem of inheritance customary dispute resolution in Toba Batak tribal communities in the District of New Medan preceded by the family council, if it does not find a solution can be brought to the customs agency, and if the party is not satisfied with the decision of the traditional institutions, the parties to the dispute may take him to court. There are still many people who do not know the existence of the above case law, jurisprudence because it is only known through the courts alone. However, in the development of customary inheritance law Toba Batak has been a shift, where the heirs are boys and girls. The obstacles encountered in the implementation of the above jurisprudence that people still obey and respect customary law as a legal ancestry should not be violated, lack of public understanding of the jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961, and the legal culture of the tribal community Batak Toba who still think that the Toba Batak tribe inheritance laws in accordance with the line of patrilineal kinship. So as to put forward suggestions which, it is suggested to the chairman of the customary / traditional institutions that the Toba Batak tribe in resolving inheritance disputes upholding fairness and in accordance with the development of values that grow in the community, it is suggested that the chairman of customary / traditional institutions that had been involved in the distribution of inheritance in order to support the values of justice offered by the jurisprudence of 179 / K / SIP / 1961, and recommended to the judge in order to explain to the public the importance of the meaning of customary law jurisprudence of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No. 179 / K / SIP / 1961 as one of the source of law in the equality between boys and girls in the Batak region.

(17)

A. Latar Belakang

Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang

terlihat dan ada yang tidak terlihat, ada yang cepat dan ada yang lambat, dan

perubahan-perubahan itu ada yang menyangkut hal yang fundamental dalam

kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan manusia tidak hanya merupakan kumpulan

sejarah manusia melainkan tersusun dalam berbagai kelompok dan pelembagaan,

sehingga kepentingan masyarakat menjadi tidak sama dan jika ada kepentingan yang

sama maka mendorong timbulnya pengelompokan diantara mereka, maka

dibentuklah peraturan hukum untuk mengatur kepentingan manusia.1

Dari segi terbentuknya maka hukum dapat berupa hukum tertulis dan hukum

tidak tertulis, dan di Indonesia hukum tidak tertulis dikenal dengan Hukum Adat2

yang tumbuh dari cita-cita dan alam pikiran masyarakat Indonesia, dan menurut

Soepomo bahwa corak atau pola-pola tertentu dalam hukum adat yang merupakan

perwujudan dari struktur kejiwaan dan cara berfikir yang tertentu

1Abdul Manan, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Meda Group,

2005), hal 71

2Ibid hal 19, Menurut Hardjito Notopuro hukum adat adalah hukum tidak tertulis, hukum

(18)

adalah:3

1. Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat artinya manusia menurut hukum adat merupakan bentuk dalam ikatan kemasyarakatan yang erat rasa kebersamaan.

2. Mempunyai corak magis religius yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia.

3. Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya hubungan-hubungan hidup yang konkrit tadi dalam mengatur pergaulan hidup.

4. Hukum adat mempunya sifat visual artinya hubungan-hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkannya dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.

Bangsa Indonesia yang menganut berbagai macam agama yang berbeda-beda

mempunyai bentuk-bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang

berbeda-beda.4Secara teoritis sistem keturunan itu berhubungan dengan pembagian harta

warisan yang ada pada masyarakat adat di Indonesia. Adapun sistem kekerabatan

masyarakat adat di Indonesia dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:5

1. Susunan kekerabatan Patrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki (bapak) dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di dalam pewarisan.

2. Susunan kekerabatan Matrilineal, yaitu yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan (ibu) dimana kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria dalam pewarisan.

3. Susunan kekerabatan Parental, yaitu dimana garis keturunan pada masyarakat ini dapat ditarik dari pihak kerabat bapak maupun dari kerabat ibu, dimana kedudukan pria maupun kedudukan wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan.

3

Soepomo.R, Sistem Hukum Di Indonesia, Sebelum Perang Dunia Kedua, (Jakarta: Prandnjaparamita, Cet. 15, 1997), hal 140-141

4Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal 23

5

(19)

Hukum Waris Adat itu meliputi aturan-aturan hukum yang bertalian dengan

proses penerusan dan peralihan kekayaan material dan immaterial dari

keturunan ke keturunan.6

Hukum Waris Adat di Indonesia sangat dipengaruhi oleh prinsip garis

keturunan pada masyarakat bersangkutan yang berpengaruh terhadap penetapan ahli

waris pembagian maupun bagian harta peninggalan yang diwariskan.

Adapun sistem pewarisan yang dikenal dalam hukum adat yaitu :7

1. Sistem Pewarisan Individual, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa para ahli waris mewarisi secara perorangan.

2. Sistem Pewarisan Kolektif, yaitu sistem pewarisan yang menentukan bahwa ahli waris mewaris harta peninggalan secara bersama-sama (kolektif), sebab harta peninggalan yang diwarisi itu tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris.

3. Sistem Pewarisan Mayorat, yaitu sistem pewarisan dimana penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta warisan itu dialihkan dalam keadaan tidak terbagi-bagi dari pewaris kepada anak tertua laki-laki (mayorat laki-laki) atau anak tertua perempuan (mayorat perempuan) yang merupakan pewaris tunggal dari pewaris.

Di dalam masyarakat Batak Toba dengan sistem kekerabatan Patrilineal

dengan sistem pewarisan individual masih membedakan gender, yaitu dimana pihak

yang berhak sebagai penerima waris atau ahli waris adalah kaum laki-laki saja, dan di

samping itu masih menganggap bahwa anak laki-laki masih lebih berharga atau lebih

tinggi kedudukannya daripada anak perempuan. Oleh karenanya pada sistem

kekerabatanPatrilinealmenjadikan kedudukan laki-laki lebih menonjol pengaruhnya

6Ter Haar,Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1991), hal 202 7Eman Suparman,Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat, dan BW, (Bandung:

(20)

dari kedudukan wanita dalam hal waris8.

Anak laki-laki dianggap sebagai pembawa keturunan ataupun penerus yang

membawa marga dari orang tuanya, sehingga anak laki-laki saja yang berhak

mewaris karena anak laki-laki dianggap sebagai generasi penerus marga/clan.

Terhadap anak perempuan, adanya hambatan dalam mewaris dari harta peninggalan

orang tuanya karena adanya perkawinan jujur yang berarti perkawinan dimana anak

perempuan dilepaskan dari marganya dan dimasukkan ke dalam marga suaminya,

dengan membayar jujur. Dengan dibayarnya jujur maka status si anak perempuan

dilepaskan dari paguyuban hidup kerabatnya (bapaknya) ke dalam marga suaminya,

sehingga anak perempuan tidak dapat menuntut hak waris.9

Ada beberapa alasan atau argumentasi yang melandasi sistem Hukum Waris

Adat pada masyarakat Batak Toba dengan sistem kekerabatan Patrilineal, sehingga

keturunan laki-laki saja yang berhak mewaris harta peninggalan orangtuanya yang

meninggal, sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mewaris. Hal ini didasarkan

pada anggapan kuno yang memandang rendah kedudukan wanita dalam masyarakat

Batak. Titik tolak anggapan tersebut adalah:10

1. Emas kawin, yang membuktikan bahwa perempuan dijual.

2. Adat leviratyaitu yang membuktikan bahwa perempuan diwarisi oleh saudara dari suaminya yang meninggal.

3. Perempuan tidak mendapat warisan

8Hilman,Op.cit, hal 23

9Tamakiran, S,Asas-Asas Hukum Waris Menurut Tiga Sistem Hukum(Bandung: Pionir Jaya,

1992), hal 68

10Djaja S. Meliala dan Aswin Perangin-angin, Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka

(21)

Pada dasarnya menurut hukum adat hak dan kewajiban antara laki-laki dan

perempuan dalam perorangan adalah sama, hak dari seorang istri sama saja dengan

suaminya, isteri dapat bertindak sendiri dalam bidang hukum tanpa bantuan ataupun

pemberian kuasa dari suaminya. Artinya isteri dapat mengikatkan sendiri dalam

perbuatan hukum tanpa bantuan ataupun kuasa suaminya.11

Namun dalam sistem kekerabatan Patrilineal masyarakat Batak Toba, anak

laki-laki dan anak perempuan memilki tanggung jawab yang berbeda terhadap

clannya. Anak laki-laki sepanjang hidupnya hanya mengenalclanayahnya sedangkan

anak perempuan mengenal duaclan yaituclan ayahnya danclan suaminya. Dengan

demikian dalam rangka hubungannya dengan kedua clan tersebut maka posisi

perempuan adalah ambigu atau tidak jelas karena meskipun berhubungan dengan

keduanya tetapi tidak pernah menjadi anggota penuh dari keduaclantersebut.12

Secara tersirat anak perempuan dipandang mempunyai makna yang sama

dengan anak laki sehingga perlakuan adil harus diberikan sama dengan anak

laki, namun dalam hal pewarisan arti adil tadi tidak diberikan sama antara anak

laki-laki dan anak perempuan. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan konsepRaja Parhata

yaitu ahli waris selalu mengacu kepada anak laki-laki karena dialah yang dianggap

bertanggung jawab besar untuk meneruskan keturunan marga dari ayahnya, kemudian

anak perempuan dianggap menjadi anggota clan suaminya menjadi marga lain dan

11Syafera Mairita Achmad, Tinjauan Yuridis Mengenai Hak dan Kedudukan Janda dan Anak

Perempuan di Bidang Kewarisan Menurut Hukum Adat dan Hukum Perdata, Tesis Mahasiswa Magister keotariatan Universitas Indonesia, 2003, hal 25

12Sulistyowati Irianto, Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum, Disertasi Antropologi

(22)

melipatgandakan marga dari anggota marga lain tersebut dan ikut menikmati warisan

dari mertuanya, dan agar suami dari anak perempuan tidak mengusai tanah terlalu

luas karena suami dari anak perempuan dianggap

marga penumpang.13

Di dalam masyarakat adat Batak Toba dikenal ada beberapa istilah yang

merendahkan martabat anak perempuan antara lain :14

1. Sigoki jabu ni halak do ianggo boru (anak perempuan adalah untuk mengisi rumah orang),

2. Mangan tuhor niboru (anak perempuan dianggap barang dagangan yang diperjualbelikan),

3. Holan anak do sijalo teanteanan (zaman dahulu ada tuntutan untuk mendahulukan anak laki dalam melestarikan marga, sehingga anak laki-laki berhak memiliki serta berbicara mengenai ikatan adat secara hukum.

Jadi yang dapat dianggap sebagai ahli waris dan yang berhak atas harta

warisan berdasarkan urutan-urutan penerima warisan adalah15:

1. Anak laki-laki dari pewaris 2. Bapak dari pewaris

3. Saudara laki-laki dari pewaris 4. Anak dari nomor 3

5. Saudara laki-laki ayah dari pewaris 6. Anak dari nomor 5

7. Bapak dari bapak pewaris 8. Saudara laki-laki dari nomor 7

9. Seseorang yang satu nenek dengan pewaris/satu marga 10. Kasta/kesain

Menurut urut-urutan tersebut di atas terlihat bahwa seorang anak perempuan

sama sekali tidak berhak mewarisi harta peninggalan orang tuanya.

13Ibid, hal 10 14

J.C.Vergouwen,Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Jakarta:PustakaAzet, 1986), hal 485 15

(23)

Secara normatif hukum adat Batak Toba tidak memberikan hak waris kepada anak

perempuan, baik yang berupa tanah, rumah, maupun benda tidak bergerak lainnya.16

Seiring dengan perkembangan zaman, di dalam pembagian harta warisan

adanya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan mulai dirasakan oleh anak perempuan di

dalam sistem kekerabatanPatrilineal, maka melalui pendidikan dan pengetahuannya

kaum wanita melakukan penolakan (resistensi) terhadap sistem kekerabatan

Patrilineal, yaitu mereka tidak begitu saja tunduk kepada ketentuan hukum adat

tradisionalnya, khususnya di dalam pembagian harta warisan. Sehingga banyak

konflik mengenai harta, dan kaum wanita memilih institusi peradilan dalam proses

penyelesaian sengketa warisan, dalam berbagai upaya untuk memperoleh bagian dari

harta ayah ataupun suami yang akhirnya keluarlah berbagai yurisprudensi yang

mengatur tentang hak waris anak perempuan dalam masyarakat dengan sistem

kekerabatanPatriilnealseperti pada masyarakat Batak.17

De-sakralisasi18 hukum adat terjadi melalui lahirnya vonis-vonis hakim

negara yang memberi kemenangan kepada perempuan dengan berbagai dasar

pertimbangan pada dasarnya mengesampingkan substansi Hukum Adat. Putusan yang

memberi win-win solutions (kompromi) kepada semua pihak menunjukkan bahwa

sedang berlangsung proses perubahan dikalangan masyarakat Batak Toba berkenaan

dengan masalah pewarisan, tetapi putusan yang memberikan dampak kekalahan bagi

16Sulistyowati Irianto,Op.cit,hal 2

17Togar Nainggolan,Batak Toba Di jakarta, (Jakarta:BM,1990), hal 210

18W.J.S. Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1984),

(24)

perempuan menunjukkan bahwa substansi dari hukum adat masih bertahan dan hal ini

menyebabkan perempuan menunjukkan penolakannya terhadap Patrilineal,

perempuan Batak Toba gigih untuk keluar dari kungkungan adat yang membatasi

aksesnya terhadap harta warisan.19

Perjuangan untuk mendapatkan kedudukan yang sama khususnya dalam hal

pewarisan banyak dilakukan wanita, bahkan telah ada dalam berbagai putusan hakim

di berbagai tingkat pengadilan, yang telah menjadi yurisprudensi, yang memberikan

hak mewaris kepada anak perempuan Batak. Hukum adat selalu menyesuaikan

dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang senantiasa terus berubah yang

dapat dilihat dari substansinya melalui sumber-sumber hukum yang tersedia yang

dapat tercermin dalam doktrin, perundang-undangan, kebiasaan, dan perumusan

dalam hukum positif dilakukan melalui yurisprudensi. Yurisprudensi20 disebut

sebagai faktor pembentukan hukum yang dalam praktek berfungsi untuk mengubah,

memperjelas, menghapus, menciptakan, atau mengukuhkan hukum,21 yang hidup

dalam masyarakat.

Menurut Sudikno Mertokusumo bahwa “yurisprudensi berarti peradilan pada umumnya (judicature rechtspraak) yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terjadi tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apa dan atau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.”22

19Ibid, hal 211

20Soerjono Soekanto,Masalah Kedudukan Dan Peranan Hukum Adat,(Jakarta: Academica,

1979), hal 24, Yurisprudensi adalah putusan hakim yang diikuti hakim lain dalam perkara yang serupa (azas similis similibus)kemudian putusan hakim itu menjadi sumber hukum

21Ibid

22Sudikno Mertokusumo, Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia,

(25)

Dengan demikian yurisprudensi adalah putusan pengadilan yang merupakan

produk yudikatif yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak

yang bersangkutan karena itu yurisprudensi yang lahir dari adanya putusan hakim

dalam suatu kasus tertentu dapat dijadikan dasar hukum atau sumber hukum untuk

menyelesaikan kasus-kasus yang serupa dikemudian hari.23

Salah satu sifat hukum adat termasuk hukum waris adat adalah dinamis

artinya selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan pewarisan pada

masyarakat sebagai suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Istilah ini dipakai untuk menyatakan perbuatan meneruskan harta kekayaan yang

akan ditinggalkan pewaris atau perbuatan melakukan pembagian harta warisan

kepada para warisnya, jadi ketika pewaris masih hidup, pewarisan berarti penerusan

atau penunjukan dan setelah pewaris wafat pewarisan berarti pembagian harta

warisan.24.

Perkembangan Hukum Waris adat yang cukup penting untuk diketahui adalah

terkait dengan lahirnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No.

179/K/SIP/1961(selanjutnya Mahkamah Agung Republik Indonesia disingkat

MA-RI) yang melahirkan penemuan hukum adanya persamaan hak mewaris antara anak

laki-laki dan anak perempuan pada masyarakat Patrilineal Batak.

Dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 179/

K/SIP/1961 tersebut dalam perkembangannya telah menjadi suatu yurisprudensi tetap

23Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1999),

hal 104

(26)

dari Mahkamah Agung. Melalui putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

No.179/K/Sip/196125, tanggal 23 Oktober 1961 telah terjadi upaya ke arah persamaan

hak pewarisan antara anak laki-laki dengan anak perempuan (suatu putusan atas kasus

di Tanah Karo), meskipun putusan Mahkamah Agung ini banyak mendapat

tantangan, namun tidak sedikit pula pihak-pihak yang justru menyetujui hal tersebut

kemudian diikuti beberapa putusan-putusan Mahkamah Agung yang subtansinya

mengakui dan memberikan kedudukan hak mewaris bagi anak perempuan pada

masyarakat Patrilineal Batak, seperti :

1. Pambaenan (penyerahan tanpa melepaskan hak milik) harus dianggap sebagi usaha untuk memperlunak Hukum Adat di masa sebelum perang dunia ke II, dimana seorang anak perempuan tiada mempunyai hak waris. Hukum Adat di daerah Tapanuli juga telah berkembang ke arah pemberian hak yang sama kepada anak perempuan seperti anak laki-laki, perkembangan mana sudah diperkuat pula dengan sutu yurisprudensi tetap mengenai Hukum Waris di daerah tersebut.26

2. Di Tapanuli Selatan terdapat “Lembaga Holong Ate” yaitu pemberian sebahagian dari harta warisan menurut rasa keadilan kepada anak perempuan apabila seseorang meninggal dunia tanpa keturunan laki-laki.27

Bahwa ini semua merupakan gejala pergeseran hak mewaris anak perempuan

pada masyarakat suku Batak Toba dan yang menjadi tonggak perubahan persamaan

hak mewaris didalam hukum waris adat Batak Toba adalah Yurisprudensi MA-RI

Nomor 179/K/SIP/1961 seperti yang disebutkan di atas.

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia tidak mempunyai

kapasitas dalam hukum adat, namun bagaimanapun kehadirannya mempengaruhi

25Putusan Hakim yang memberi hak mewaris kepada anak perempuan Batak pertama kali

adalah putusan Mahkamah Agung untuk suatu kasus tanah pada tahun 1961 di Tanah Karo

(27)

hukum adat tersebut, yaitu memberi hak mewaris bagi anak perempuan, sehingga

memberi pengaruh bagi masyarakatPatrilineal, karena dengan adanya Yurisprudensi

tersebut meningkatkan bargaining power (nilai tawar) anak perempuan, sehingga

saudara laki-lakinya tidak menyepelekan saudara perempuannya.

Adapun yang menjadi pertimbangan dari putusan Mahkamah Agung Nomor

179/K/SIP/1961 dalam putusan tersebut, antara lain:

1. Menimbang, bahwa keberatan-keberatan tersebut berdasarkan atas anggapan, bahwa di Tanah Karo tetap berlaku selaku hukum yang hidup, bahwa seorang anak perempuan tidak berhak sama sekali atas barang warisan yang ditinggalkan oleh orangtuanya.

2. Menimbang, bahwa Mahkamah Agung berdasar selain atas rasa prikemanusiaan dan keadilan umum juga atas hakikat persamaan hak antara wanita dan pria, dalam beberapa keputusan mengambil sikap dan menganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh Indonesia, bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal warisan, bersama-sama berhak atas warisan, dalam arti bahwa anak laki-laki sama dengan anak perempuan. 3. Menimbang, bahwa berhubung dengan sikap yang tetap dari

MahkamahAgung ini, maka juga di Tanah Karo, seorang anak perempuan harus dianggap ahli waris yang berhak menerima bagian warisan dari orangtuanya.

Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

179/K/SIP/1961 di dalam persamaan hak mewaris antara anak laki-laki dan anak

perempuan pada masyarakat suku Batak Toba Perkotaan ini ingin diteliti di

Kecamatan Medan Baru, karena daerah tersebut mempunyai kultur plural tanpa

kultur dominan. Seiring dengan berkembangnya zaman telah mendapat pengaruh

penting dalam perubahan identitas, dimana orang Batak Toba sekarang lebih

mengorientasikan diri kepada perubahan dalam masyarakat sehingga di dalam adat

(28)

pelaksanaannya. Karena pengaruh kehidupan kota, kebanyakan dari mereka bersedia

untuk mempersingkat acara adat dan meninggalkan beberapa kewajiban.28

Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas maka penelitian mengenai

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi MA-RI Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam

Persamaan Hak Mewaris Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba

Perkotaan Terhadap Hukum Waris Adat Batak Toba (Studi Di Kecamatan Medan

Baru ) ini menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian tesis ini.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan

diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana penyelesaian sengketa waris adat pada masyarakat Suku Batak

Toba Perkotaan di Kecamatan Medan Baru?

2. Bagaimana penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di

Kecamatan Medan Baru?

3. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam penerapan Yurisprudensi

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada

masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di Kecamatan Medan Baru?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah :

(29)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis proses penyelesaian sengketa waris adat

pada masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di Kecamatan Medan

Baru.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan Yurisprudensi Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat Suku

Batak Toba Perkotaan di Kecamatan Medan Baru.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan apa saja yang

dihadapi dalam penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik

Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat suku Batak Toba

Perkotaan di Kecamatan Medan Baru.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis

maupun secara praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para

akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna

menambah khasanah Ilmu Hukum secara umum dan Hukum Waris Adat

secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi

penyempurnaan penelitian tentang Efektivitas Penerapan Yurisprudensi

(30)

Persamaan Hak Mewaris Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba

Perkotaan di Kecamatan Medan Baru.

2. Manfaat Praktis

Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yaitu

masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan di Medan yang memiliki

permasalahan, sehingga dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah

pembagian warisan, dan juga bagi para pihak ketua adat untuk mengetahui

perkembangan dalam pembagian Warisan Adat Batak Toba.

E. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan diketahui bahwa penelitian tentang

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor

179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan hak Mewaris Anak Laki-Laki dan Anak

Perempuan pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi di Kecamatan

Medan Baru), belum pernah dilakukan.

Namun pada tahun 2003, Herlina Mariaty P. mahasiswa Magister

Kenotariatan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara pernah melakukan

penelitian mengenai “Perkembangan Hak Waris Anak Perempuan dan Janda Pada

Masyarakat Batak Toba” (Suatu Penelitian Di Kelurahan Sudi Rejo II Kecamatan

Medan Kota- Kota Medan) yang membahas:

1. Bagaimana prinsip dan asas hukum keluarga adat Batak Toba terhadap hak

(31)

2. Bagaimana perkembangan hak waris anak perempuan dan janda dalam hukum

adat keluarga adat Batak Toba dewasa ini ?

3. Bagaimana sikap Mahkamah Agung di dalam menentukan hak mewaris anak

perempuan dan janda terhadap harta peninggalan ?

Kemudian pada tahun 2008, Tiorista, NIM 067011100, mahasiswa Magister

Kenotariatan Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara pernah melakukan

penelitian juga mengenai Hak Mewaris Anak Perempuan Dalam

Masyarakat Batak Toba (Studi di Kecamatan Panguruan-Kabupaten Samosir)

yang membahas :

1. Bagaimanakah struktur kekerabatan masyarakat Batak Toba dalam kaitannya

dengan kedudukan anak perempuan di Kecamatan Pangururan Kabupaten

Samosir?

2. Bagaimanakah kedudukan anak perempuan dalam hukum waris pada

masyarakat Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?

3. Apakah ada pergeseran sistem pembagian harta warisan dalam masyarakat

Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara

rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu

(32)

untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu

dalam mengungkapkan kebenaran.29

Penelitian ini adalah penelitian yang menyangkut masalah sosial dalam

penerapannya dapat menjadi suatu penelitian hukum, sebab penelitian ini berdasarkan

penelitian lapangan yang dilihat secara empiris dalam kerangka acuan hukum yaitu

Hukum Waris Adat yang hidup dan berkembang di tengah-tengah

masyarakat itu sendiri.30

Teori yang digunakan sebagai pisau analitis dalam penelitian ini adalah teori

Sociological Jurisprudence. Teori Sociological Jurisprudence adalah teori yang

mempelajari pengaruh hukum terhadap masyarakat dan sebagainya dengan

pendekatan dari hukum ke masyarakat, hukum yang dipergunakan sebagai sarana

pembaharuan dapat berupa undang-undang dan yurisprudensi atau kombinasi

keduanya dan yang menjadi inti pemikiran dalamsociological jurisprudence adalah

hukum yang baik adalah hukum yang hidup di dalam masyarakat sebab jika ternyata

tidak maka akibatnya secara efektif akan mendapat tantangan.31

Teori ini dikemukan oleh Roscoe Pound yang menyatakan bahwa “ terdapat

perbedaan antara hukum positif disatu pihak dengan hukum yang hidup didalam

masyarakat dipihak lain yang mana perkembangan hukum itu tidak hanya terletak

29

M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian,(Bandung:CV. Mandar Maju, 1994), hal 27 30

Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1988), hal 16

(33)

pada undang-undang, ilmu hukum ataupun putusan hakim tetapi pada masyarakat itu

sendiri.”32

Kesadaran hidup dalam masyarakat adalah nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat tentang hukum yang meliputi pemahaman, pemghayatan, dan kepatuhan

atau ketaatan pada hukum, agar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat

keseimbangan antara keinginan untuk mengadakan pembaharuan hukum

perundang-undangan dengan kesadaran untuk memperhatikan kenyataan yang hidup dalam

masyarakat dengan memperhatikan hukum yang hidup(living law)dalam masyarakat

tersebut.33

Bahwa masyarakat Batak Toba khususnya yang sudah merantau ke perkotaan

dan berpendidikan, selain dari pengaruh Hukum Perdata Nasional yang dianggap

lebih adil bagi semua anak dan adanya persamaan hak antara anak laki-laki dan

perempuan maka pembagian warisan pada saat ini sudah mengikuti kemauan dari

orang yang ingin memberikan warisan.

Adanya perubahan nilai-nilai di dalam masyarakat adat inilah diantaranya

mengakibatkan pembagian warisan tidak lagi banyak dilakukan lagi secara hukum

adat, walaupun masih ada pembagian warisan tersebut dilakukan berdasarkan hukum

adat yang berlaku, hal ini juga didukung dengan persamaan kedudukan dalam hukum

antara wanita dengan pria yang dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu

dalam Pasal 27 ayat (1) menyatakan, segala warga negara bersamaan kedudukannya

32W.Friedmann, Legal Theory, Terjemahan Muhammad Arifin: Teori dan Filsafat Hukum,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada Cetakan II,1994), hal 191

(34)

di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan

itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal ini berarti menjamin persamaan kedudukan

antara pria, wanita di muka hukum dan di dalam segala peraturan perundangan.34 Di

samping itu didukung dengan azas kesamaan dalam Hukum Waris Nasional. Menurut

Hilman Hadikusuma azas kesamaan hak sesuai dengan perkembangan masyarakat

yang modern, terutama bagi keluarga-keluarga yang telah maju dan bertempat tinggal

di kota-kota dimana alam pikirannya cendrung pada sifat-sifat yang individualistis

telah mempengaruhi dan ikatan kekerabatan sudah mulai renggang.35

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam

penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.36

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu

pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka),

yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsi

belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan

defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.37

34Bambang Sunggono, dan Aries Harianto,Bantuan Hukum dan HAM(1994), hal 88-89 35Hilman Hadikusuma,Op.cit ,hal 3

(35)

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan

beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar secara operasional

dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai

dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut :

a. Masyarakat Batak Toba adalah masyarakat dengan sistem kekerabatan

patrilineal38yang bermukim di Medan Baru.

b. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh penggunaan

Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961

di dalam persamaan hak mewaris anak laki-laki dan anak perempuan dalam

Hukum Waris Adat Batak Toba secara kuantitas dan waktu yang banyak

digunakan pada masyarakat Suku Batak Toba perkotaan di Kecamatan Medan

Baru, semakin tinggi presentase masyarakat yang menggunakan

Yurisprudensi ini maka semakin tinggi efektivitasnya.

c. Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia adalah putusan Majelis Hakim

Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaidah

hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan memutus perkara dalam

lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga

yang dikualifikasi yang dipergunakan sebagai acuan bagi para hakim untuk

memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber hukum yang

memiliki kekuatan mengikat secara relatif.

(36)

d. Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 adalah

putusan Majelis Hakim Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam mengatur

persamaan hak mewaris anak laki-laki dan anak perempuan di dalam Hukum

Waris Adat Batak.

e. Waris adalah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan

seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang

masih hidup.39

f. Pewaris adalah menunjukkan orang yang meneruskan harta peninggalan

ketika hidupnya kepada waris atau orang yang setelah wafat meninggalkan

harta peninggalan yang diteruskan kepada waris.40

g. Harta Warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh orang

yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang

meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua hutangnya.41

G. Metode Penelitian

Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau

mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya

“jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal

menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.42

39Hilman Hadikusuma,Op.cit,hal 21 40Ibid, hal 17

41Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, (Jakarta:Rineka

Cipta,1997), hal 7

(37)

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk

kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul di dalam gejala yang bersangkutan.43

Pemilihan suatu metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung

kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan

penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis44, berarti

menggambarkan serta menjelaskan Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 pada masyarakat Suku Batak

Toba dalam kaitannya tentang persamaan hak mewaris anak laki-laki dan anak

perempuan di Medan khususnya di Kecamatan Medan Baru.

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah yuridis empiris,45untuk

mengetahui sejauh mana hukum itu dapat mengakibatkan perubahan sosial dilakukan

maka diperlukan suatu pengkajian bagaimana hukum bekerja dapat mengubah

43Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum(Jakarta: UI Press, 2007), hal 43

44Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum; Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada 2001), hal 36

45Ronny Hanitidjo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: Ghalia

(38)

kehidupan sehari-hari yaitu dengan adanya persamaan gender maka menguatkan

keinginan untuk persamaan hak dalam hukum waris adat Batak Toba guna

mendapatkan jawaban tentang penyelesaian pembagian warisan pada masyarakat

Suku Batak Toba Perkotaan khususnya di Kecamatan Medan Baru.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, didahulukan

dengan meneliti tentang keberlakuan dengan pertimbangan bahwa efektif tidaknya

berlaku suatu aturan hukum sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan melihat

sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat, yang berfungsi sebagai penunjang

untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi temuan bahan non hukum bagi keperluan

penelitian dan penulisan hukum.46

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan dan ditetapkan di Kecamatan Medan Baru,

dengan pertimbangan di kecamatan Medan Baru selain masyarakat Batak Toba yang

bermukim di Kecamatan Medan Baru cukup banyak, masyarakatnya bersifat

heterogen, telah mengalami migrasi, dan meskipun telah menetap lebih dari 10 tahun

di Kota Medan namun dalam berintegrasi terikat pada adat leluhur dan

masyarakatnya termasuk kuat menjunjung tinggi adat.

4. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal di

Kecamatan Medan Baru. Responden dalam penelitian adalah keluarga (suami atau

(39)

istri) yang tergabung dalam anggota lintas jemaat Gereja Huria Kristen Batak

Protestan (atau disingkat gereja HKBP). Kehadiran komunitas suku Batak Toba di

suatu tempat pada umumnya ditandai oleh berdirinya Gereja HKBP. Di Kecamatan

Medan Baru sendiri gereja ini banyak, namun penelitian akan dibatasi dengan 6

gereja yang berada di masing-masing kelurahan. Tidak semua populasi yang diteliti

diambil. Populasi yang dipilih adalah 30 responden, dengan pertimbangan bertempat

tinggal di Kecamatan Medan Baru lebih dari 10 tahun (1 kelurahan diwakili oleh 5

responden dalam 1 jemaat gereja), memiliki anak, telah mengalami pembagian

warisan, baik secara kekeluargaan, secara adat, maupun lembaga pengadilan, dan

mereka juga mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan hukum waris adat Batak

Toba.

Responden penelitian diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan sehubungan dengan permasalahan diatas. Penetapan responden tersebut

dilakukan melalui penarikan sampel dengan tehnik Non probality sampling yang

cirinya adalah bahwa tidak semua elemen dalam populasi mendapat kesempatan yang

sama untuk menjadi responden47 yang bersifatpurposive sampling, yaitu berdasarkan

pertimbangan/penelitian subyektif dari penelitian, jadi dalam hal ini penelitian

menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili

populasi.48Tehnik ini dipergunakan untuk memperoleh informasi dan data yang

(40)

berkaitan dengan masalah yang dibahas, oleh karena itu dari 6 (enam) kelurahan

masing-masing diambil 5 responden.

5. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

informasi-informasi serta pemikiran konseptual dari peneliti pendahulu baik yang

berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Sumber data

tersebut terdiri dari :

a. Studi dokumen yaitu yang terdiri dari bahan hukum yang berkaitan dengan

hukum waris adat yang ditunjang dengan bahan hukum lainnya. Dalam

penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data sekunder

adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam

bentuk jadi,49yang terdiri dari:

1) Bahan hukum primer, yang merupakan bahan hukum yang mengikat

berupa peraturan perundang-undangan, diantaranya Undang-Undang Dasar

1945, Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, dan hasil

wawancara.

2) Bahan hukum sekunder, yang merupakan bahan-bahan hukum yang erat

kaitannya dengan bahan hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan

dengan objek yang diteliti, berupa buku-buku, makalah, disertasi, dan

berbagai tulisan lainnya.

49I Made Wirartha,Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta:

(41)

3) Bahan hukum tersier, yang merupakan bahan-bahan hukum yang

memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan kamus besar hukum

bahasa Indonesia.

b. Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan

membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber yaitu

dua orang Hakim Pengadilan Negeri Tingkat I Medan, dan 10 orang Ketua adat

yang ada di Kecamatan Medan Baru.

c. Daftar Kuisioner yaitu dengan mempergunakan pedoman pertanyaan yang telah

ditetapkan sebanyak 30 responden, yang telah mengalami peristiwa pembagian

warisan dalam keluarganya dan juga mengetahui tentang bagaimana

pelaksanaan hukum waris adat Batak Toba.

6. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara kualitatif yaitu

data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan

kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif,

menggunakan teori maupun hukum positif yang telah dituangkan kemudian ditarik

kesimpulan.50Metode penarikan kesimpulan yang dipakai adalah metode deduktif

yaitu data primer yang diperoleh setelah dihubungkan dangan aturan-aturan hukum

yang berkaitan dengan hukum waris sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan dari

(42)

hasil penelitian mengenai Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor 179/K/SIP/1961 di dalam Persamaan hak Mewaris Anak Laki-laki dan Anak

Perempuan pada masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan yang ada di Kecamatan

(43)

BAB II

PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ADAT PADA MASYARAKAT SUKU BATAK TOBA PERKOTAAN DI KECAMATAN MEDAN BARU

A. Gambaran Umum Kecamaan Medan Baru 1. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Secara geografis Kecamatan Medan Baru berada di Wilayah Barat Daya Kota

Medan, merupakan dataran secara sedang sekitar 5-10 M diatas permukaan laut dan

berbatasan dengan Kecamatan :

- Sebelah Utara : Kecamatan Medan Petisah - Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Selayang - Sebelah Timur : Kecamatan Medan Polonia - Sebelah Barat : Kecamatan Medan Sunggal.

Kecamatan Medan Baru terdiri dari 6 kelurahan dan 64 lingkungan berada

pada kawasan perumahan inti kota, merupakan salah satu kecamatan yang memiliki

wilayah terpadat di kota Medan jika dibandingkan jumlah luas wilayah berbanding

dengan jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Medan Baru. Berikut ini tabel data

Kelurahan, luas wilayah dan jumlah lingkungan :

Tabel 1.

Nama Kelurahan, Luas dan Jumlah Lingkungan di Kecamatan Medan Baru

No KELURAHAN LUAS

(44)

2. Kependudukan

Data penduduk merupakan salah satu data pokok dalam perencanaan

pembangunan karena penduduk merupakan objek dan subjek dalam pembangunan.

Berikut adalah data jumlah penduduk di Kecamatan Medan Baru didasarkan pada

jenis kelamin.

Tabel 2.

Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kecamatan Medan Baru

No Kelurahan Jumlah Penduduk TOTAL

Lk Pr

1. Titi Rantai 4521 4691 9212

2. Padang Bulan 2935 2922 5857

3. Merdeka 4592 4667 9259

4. Babura 4958 5235 10193

5. Petisah Hulu 3605 3680 7285

6. Darat 2012 2352 4364

Jumlah 22522 23547 46069

Sumber Data : Profil Kecamatan Medan Baru

3. Agama

Mayoritas jumlah penduduk Kecamatan Medan Baru adalah beragama Kristen

berjumlah 22.080 orang (47,6%), Protestan 11.609 orang (25%), Khatolik 10.471

orang (22,6%), Islam 20.114 orang (43%), Hindu 1.667 orang (3,6%), dan Budha

sebanyak 2.486 (5,3%).

Berikut Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Medan Baru didasarkan Agama

(45)

Tabel 3.

Jumlah Penduduk menurut Golongan Agama di Kecamatan Medan Baru

No Kelurahan Jumlah

Penduduk

A g a m a

Islam Kristen Hindu Budha

Protestan Khatolik

1. Titi Rantai 9561 2556 2689 2057 -

-2. Padang Bulan 5839 2187 2708 2042 - 59

3. Merdeka 9376 3476 3875 2109 - 68

4. Babura 10703 4325 2067 2240 20 661

5. Petisah Hulu 7338 2587 2536 2025 857 1098

6. Darat 3252 1983 870 794 790 650

JUMLAH 46069 20114 11609 10471 1667 2486

Sumber Data : Profil Kecamatan Medan Baru

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa penduduk di kecamatan Medan Baru

mayoritas adalah Kristen, yaitu Kristen Protestan dan Khatolik yang berjumlah

22.080 penduduk lebih banyak dibandingkan penduduk yang memeluk agama

lainnya.

4. Etnis (Suku)

Penduduk Kecamatan Medan Baru cukup heterogen, terbukti dengan

banyaknya suku/etnis yang hidup dan tinggal di wilayah ini. Adapun suku yang

terbesar adalah suku Batak Toba dengan jumlah 10.703 jiwa dan suku Karo 9.815

jiwa dengan jumlah terkecil adalah suku Minang dengan jumlah 1.355 jiwa.

Berikut ini dapat dilihat tabel Jumlah Penduduk berdasarkan suku yang

(46)

Tabel 4.

Jumlah Penduduk berdasarkan Etnis/Suku di Kecamatan Medan Baru

N

o Kelurahan

ETNIS/SUKU Batak

Toba Melayu Karo Simalungun Jawa Dairi Nias Mng Aceh dll

1. Titi Rantai 1035 120 1815 507 1895 1287 187 170 210 35

2. Pd. Bulan 2018 125 1887 303 1290 634 360 93 180 53

3. Merdeka 2512 281 1502 223 2175 1185 765 363 1137 28

4. Babura 2006 975 2745 135 1650 720 125 457 664 681

5. Petisah

Hulu 2012 340 1105 242 1100 15 10 210 112 2955

6. Darat 1120 48 763 212 310 85 25 62 21 667

JUMLAH 10703 1889 9815 1722 8420 3936 1472 1355 2334 4423

Sumber Data : Profil Kecamatan Medan Baru

Bahwa jumlah penduduk Batak Toba di atas tidak seluruhnya dijadikan

sampel sasaran, namun hanya orang-orang yang tergabung dalam lintas jemaat Gereja

HKBP yang dijadikan sampel.

2. KM Pandiangan 67 L SMA Wiraswasta 22 5 1

3. IP br Nainggolan 48 P SMEA Ibu RT 13 3 2

4. D br Simatupang 70 P Sarjana Muda

9. YA Sirait 62 L SMEA Wiraswasta 43 0 3

10. N br Siahaan 49 P Sarjana S2 Notaris 23 2 5

11. IS Simanjuntak 65 L SMA Tidakbekerja 27 1 3

12. C br Sihite 50 P SMA Wiraswasta 12 1 2

13. JH Bakkara 52 L SMEA Wiraswasta 20 1 1

14. KR br Sihombing 55 L SMP Ibu RT 24 2 2

15. S br Manullang 53 P SMP Pedagang 12 3 2

16. KL Sihotang 72 L D3 Pensiunan

PNS 32 2 3

17. L br Tampubolon 55 P SMA Ibu RT 18 4 1

18. T br Sihaloho 58 P SMA Ibu RT 21 2 2

19. RS Silalahi 60 L D3 Wiraswasta 19 2 1

(47)

Bidan

21. RL br Ritonga 46 P Sarjana Dokter 26 2 1

22. HB Sitanggang 64 L Sarjana Hakim 15 2 2

23. C br Limbong 56 P D1 Karyawan 23 3 2

24. BL Sijabat 58 L SMEA Dagang 38 2 3

Tabel 5 Lanjutan

25. M br Pasaribu 42 P SMA Ibu RT 20 0 1

26. SC br Hutauruk 59 P SMA Ibu RT 12 2 2

27. MN Turnip 70 L Sarjana Muda

Pensiunan

BUMN 37 1 2

28. LS br Sidabalok 50 P Sarjana Ibu RT 27 1 4

29. B Sidabutar 67 L SPG PensiunanGuru 31 2 2

30. IV br Siallagan 55 P SMA Ibu RT 19 2 3

Keterangan :

1. Responden no. 1-no. 5 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Damai No. 6, Kel. Titi Rantai. 2. Responden no. 6- no. 10 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Jamin Ginting No. 24, Kel.

Padang Bulan

3. Responden no. 11- no. 15 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Sei Asahan, No. 63, Kel. Merdeka.

4. Responden no. 16- no. 20 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Sei Mencirim No. 174, Kel. Babura.

5. Responden no. 21- no. 25 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Pabrik Tenun No. 27, Kel. Petisah Hulu.

6. Responden no. 26- no. 30 merupakan anggota Jemaat Gereja HKBP, Jl. Syailendra, Kel. Darat.

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa responden terdiri dari laki-laki

berjumlah 13 orang, perempuan berjumlah 17 orang, dimana 6 orang dengan latar

belakang pendidikan sarjana, 6 orang sarjana muda/sederajat, 15 orang dengan

pendidikan SMA/sederajat, dan 3 orang dengan latar belakang pendidikan SMP.

B. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Batak Toba

Masyarakat Batak Toba menganut sistem garis kekerabatan patrilineal (garis

keturunan laki-laki). Sistem kekerabatan patrilineal inilah yang menjadi tulang

punggung masyarakat Batak Toba, yang terdiri dari turunan-turunan, marga, dan

kelompok suku, semuanya saling dihubungkan menurut garis laki-laki. Laki-laki

membentuk kelompok kekerabatan, perempuan menciptakan hubungan besan karena

(48)

keturunan bapak tersebut dikenal kelompok-kelompok kekerabatan yang disebut

marga. Marga51merupakan suatu bentuk kelompok yang turun temurun mulai dari

satu kakek yang terikat dengan pertalian darah. Menurut Vergouwen bahwa, “marga

adalah kelompok orang-orang yang merupakan keturunan dari seseorang kakek

bersama, dan garis keturunan itu diperhitungkan melalui bapak atau bersifat

patrilineal.52

Semua anggota dari satu marga memakai nama identitas yang dibubuhkan

sesudah nama kecil. Marga pada mayarakat Batak Toba sangat penting karena nama

panggilan seseorang adalah marganya, bukan namanya.53Dari uraian di atas dapatlah

dipahami bahwa yang meneruskan garis keturunan dalam masyarakat Batak Toba

adalah anak laki-laki saja, sebab anak perempuan akan beralih kepada keluarga

suaminya bila ia kawin.

Garis keturunan dalam masyarakat Batak Toba ditarik berdasarkan dan atau

marga yang mengakibatkan timbulnya hubungan kekeluargaan yang hidup dalam

masyarakat. Oleh sebab itu yang dimaksud dengan sistem kekeluargaan adalah

rangkaian kesatuan dari hubungan kekerabatan yang saling terkait satu dengan yang

lain serta tersusun secara fungsional.

Seluruh hubungan kekerabatan pada masyarakat Batak Toba baik berdasarkan

pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan terkait dengan

51Departemen Pendidikan Nasional, (Jakarta, 2005), hal 715, menyebutkan marga adalah

kelompok kekerabatan yangunilinear(mengikuti satu garis arah)

52Vergouwen,Op.cit,hal 9

Gambar

Gambaran Umum Kecamatan Medan Baru...........................
Tabel 1.Nama Kelurahan, Luas dan Jumlah Lingkungan di Kecamatan Medan Baru
Tabel 2.
Tabel 3.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendapatan rata-rata responden dari hasil hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh responden yang diambil dari TNLL pada kedua lokasi penelitian dapat dilihat pada

4.0 KEMAHIRAN YANG DIUKUR DALAM UJIAN APTITUD AM TAHUN 3. Kemahiran yang diukur dalam Ujian Aptitud Am Tahun

235 Figure / Irudia 90 Impact percentage of each life cycle stage with respect to the global impact reduction of the refurbished building during its life cycle

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat sistem yang dapat membantu kinerja guru dalam menentukan jurusan bagi para siswa di SMA Negeri 1 Cikalong yang sesuai

Dari database yang dihasilkan dalam penelitian ini kita juga bisa berharap ada penelitian ini telah memberikan gambaran penting akan kandungan senyawa bioaktif yang dimiliki

 To contribute in the development and education of global managers who will lead their organizations adapting to the future and constant changes with high tolerance to

Namun, faktor yang memengaruhi kemampuan koneksi matematis mahasiswa dalam menyelesaikan masalah open ended tidak hanya kecerdasan linguistik, melainkan juga faktor