• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Perceraian Akibat Intervensi Orang Tua” (Analisis Putusan No. 0118/Pdt.G/Pa Js)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "“Perceraian Akibat Intervensi Orang Tua” (Analisis Putusan No. 0118/Pdt.G/Pa Js)"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Natasha Nicola Anjani Dekock NIM: 1110044200014

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)

i

(Analisis Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS ) SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Natasha Nicola AnjaniDekock 1110044200014

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A 195003061976031001

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “PERCERAIAN AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA (Analisis Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS )” telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Mei 2014 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Keluarga Islam.

Jakarta,

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. H. JM. Muslimin, MA. NIP: 196808121999031014 PANITIA UJIAN

1. Ketua Prodi : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

2. Sekretaris Prodi : Hj. Rosdiana, MA. (...) NIP: 19690610200312201

3. Pembimbing :Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (...) NIP: 195003061976031001

4. Penguji I :Nur Rohim Yunus, LLM (...) NIP: 197904162011011004

(4)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) di Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 April 2014

(5)

iv

Natasha Nicola AnjaniDekock, NIM 1110044200014,“PERCERAIAN

AKIBAT INTERVENSI ORANG TUA (Analisis Putusan

Nomor0118/Pdt.G/2013/PAJS )”, Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam, Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. ix + 54halaman+halaman lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam memutuskan perkara ini yang sesuai dengan Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), penyebab gugat cerai istri ini adalah karena intervensi orang tua sang suami. Yang didalam

Undang-undang Perkawinan dan KHI tidak disebut secara jelas kata “intervensi atau pun ikut campur”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menekankan pada kualitas dengan pemahaman deskriptif pada putusan tersebut. Pendekatan yang penulis lakukan menggunakan pendekatan yuridis-normatif dengan melihat objek hukum berkaitan dengan undang-undang. Adapun bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun pengelolaan bahan hukum dilakukan dengan cara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim dalam memutus perkara perceraian ketika alasan perceraian terutama terkait dengan intervensi tidak diatur dalam undang-undang maupun peraturan lainnya, maka hakimmelandaskan putusan berdasarkan poin-poin lain yang berkaitan pada putusan tersebut.

Kata Kunci : Perceraian, Intervensi.

Pembimbing : Drs.H.A.Basiq Djalil, S.H, M.A

(6)

v



Segala puji, dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik, hidayat dan rahmatnya kepada seluruh hambanya.

Shalawat serta salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kaum muslimin yang senantiasa mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang dalam, penulis menyampaikan terimakasih kepadaBapak:

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H, M.A, selaku ketua Jurusan Prodi SAS

sekaligus Dosen pembimbing skripsi, dan Ibu Hj. Rosdiana, M.A selaku sekretaris jurusan SAS yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Moh. Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Selaku Dosen Pembimbing Akademik dan seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak lupa juga kepada staf perpustakaan,

karyawan.

4. Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menjadi objek penelitian skripsi ini yang telah membantu dalam memberikan informasi yang

dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Kepada kedua orang tua Ayahanda tercinta Nico Irianno Sterro Dekock dan Ibunda tersayang Sri Miharti, sujud abdiku kepada kalian

atas doa, pengorbanan dan memberikan motivasi terbesar kalian selama ini, “allahummagfirlii waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani sogiro”. Adikku tersayang Farah Monica Septyana Dekock dan Caesiovita Indah Virandani, serta saudara-saudaraku yang selalu

(7)

vi

Syukron, Adi Guna, Iqbal Warats, Lala, Novita, Lukman, Azhar, Dea,

Abim, Dini, Dira, Salmi, ika dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu dan seluruh keluarga SAS Angkatan 2010 dan juga 2011 yang tak pernah lelah menyemangati dan membantu dalam kelancaran

penulisan skripsi ini.

7. Yang tersayang, Mohamadiqbal “uchil”, Opah dan Omah sekeluarga terimakasih atas bimbingan, ilmu dan supportnya.

8. Keluarga besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang telah berbagi ilmu yang tidak ternilai, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan

sebagai rujukan penyusunan skripsi lainnya di masa mendatang. Penulis pun

sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini

selanjutnya.

Ciputat, 15April 2014

(8)

vii

BAB II :PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA A. Pengertian Perceraian ... 18

B. Dasar Perceraian... 20

C. Jenis dan Alasan Perceraian ... 21

D. Akibat dan Hikmah Perceraian ... 25

E. Kedudukan Orang tua DalamKeluargaAnak ... 28

BAB III: PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN A. Sejarah Singkat Pengadilan ... 31

B. Letak Geografis Pengadilan ... 37

C. Struktur Organisasi Pengadilan ... 39

(9)

viii

C. Analisis Penulis ... 47

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 51

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Bimbingan Skripsi ... 56

2. Surat Wawancara ke Pengadilan Agama Jakarta Selatan ... 57

3. Salinan Putusan Nomor 0118/Pdt.G/2013/PAJS ... 58

4. Surat Hasil Wawancara ... 68

(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah, makhluk yang lebih dimuliakan dan

diutamakan Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Allah telah

menetapkan adanya aturan tentang perkawinan bagi manusia dengan aturan-aturan

yang tidak boleh dilanggar, manusia tidak boleh berbuat semaunya. Allah tidak

membiarkan manusia berbuat semaunya seperti binatang, kawin dengan lawan jenis

semau-maunya, atau seperti tumbuh-tumbuhan yang kawin dengan perantara angin.

Allah memberikan batas dengan peraturan-peraturanNya, yaitu dengan syari’at yang

terdapat dalam KitabNya dan Hadits Rasulnya dengan hukum-hukum perkawinan,

misalnya mengenai meminang sebagai pendahuluan perkawinan, tentang mahar atau

mas kawin, yaitu pemberian seorang suami kepada isterinya sewaktu akad nikah atau

sesudahnya.1

Allah menciptakan segala sesuatu pasangan, hidup

berpasang-pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia, maka setiap diri

akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk menikah

dan melahirkan generasi baru yang akan memakmurkan kehidupan dimuka bumi ini.

1

(11)

Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat

manusia. Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina

sesuai dengan norma agama dan tata kehidupan umat masyarakat. Dalam rumah

tangga berkumpul dua insan yang berlainan jenis (suami istri), mereka saling

berhubungan agar memperoleh keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang

berada dalam rumah tangga itulah yang disebut “keluarga”. Keluarga yang dicita

-citakan dalam ikatan perkawinan yang sah adalah keluarga sejahtera dan bahagia

yang selalu mendapat ridha dari Allah SWT.

Perkawinan yang dibangun dengan cinta yang semu (tidak lahir batin), maka

perkawinan yang demikian itu biasanya tidak berumur lama dan berakhir dengan

suatu perceraian. Apabila perkawinan sudah berakhir dengan suatu perceraian maka

yang menanggung akibatnya adalah seluruh keluarga yang biasanya sangat

memprihatinkan.2

Manusia dan segala alam lainnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Pencipta.

Makhluk yang mempunyai nyawa (roh) dapat dibagi kepada 3 bagian :

1. Makhluk nabati (tumbuh tumbuhan)

2. Makhluk hewani (segala binatang)

3. Makhluk insani (manusia yang mempunyai akal).

2

(12)

Semua makhluk tersebut terdiri dari dua jenis yang berpasang-pasangan. Bagi

alam nabati dan hewani, ada jenis jantan dan betina dan pasa alam insani, ada

jenis pria dan wanitanya. Adapun hikmah agar diciptakan oleh Tuhan segala jenis

alam atau makhluk itu berpasang-pasangan yang berlainan bentuk dan sifat,

adalah agar masing-masing jenis saling butuh membutuhkan, saling memerlukan,

sehingga dapat hidup berkembang selanjutnya.

Inilah ayat di dalam Al Quran yang menerangkan bahwa manusia itu

diciptakan berasal dari satu jenis, satu jiwa dan dari dirinya itu lahir pula seorang

pasangnya dari jenis wanita untuk teman hidupnya, untuk melahirkan

keturunannya yang akan berkembang biak kelak.

Untuk mempertegas keterangan tersebut, pada surat Ar-Rum, yang

menyatakan:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda

bagi kaum yang berfikir”.3

3

(13)

Dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada pasal 1 dijelaskan

bahwa : “ Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan

kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Dalam Kompilasi Hukum Islam Tentang Dasar-Dasar Perkawinan pada pasal

2 dijelaskan bahwa: “Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu

akad yang sangat kuat atau miitsaaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah.

Ulfatmi dalam bukunya mengatakan bahwa keluarga adalah multibodied

organism, organism yang terdiri dari banyak badan. Keluarga adalah satu kesatuan

(entity) atau organism, mempunyai komponen-komponen yang membentuk organism

keluarga itu. Komponen-komponen itu adalah anggota keluarga.

Melihat pengertian keluarga di atas, nampaknya para ahli ada yang

menerjemahkan keluarga dalam arti sempit dan ada yang menerjemahkan dalam arti

luas. Dalam arti sempit pengertian keluarga didasarkan pada hubungan darah yang

terdiri dari ayah, ibu dan anak, yang disebut dengan keluarga inti. Sedangkan dalam

arti yang luas, semua pihak yang ada hubungan darah sehingga tampil sebagai clan

atau marga yang dalam berbagai budaya setiap orang memiliki nama kecil dan nama

keluarga atau marga.

Sementara itu arti keluarga dalam hubungan sosial tampil dalam berbagai

(14)

yang dikaitkan dengan silsilah, lingkungan kerja, mata pencaharian, profesi dan

sebagainya.4

Alangkah baiknya bagi yang sudah berumah tangga atau yang akan

menempuhnya dapat mengetahui dan memahami tujuan dari suatu perkawinan atau

tujuan dalam hidup berumah tangga, yang pada abad modern ini justru semakin

dikaburkan, dijauhkan oleh generasi yang katanya telah mengenyam pendidikan.

Memang hanya segelintir generasi muda yang telah mengacak-acak dan

menjauhkan arti sesungguhnya tujuan dari suatu perkawinan (pernikahan), dan

mereka pada umumnya juga melanggar aturan-aturan yang telah digariskan oleh

agama. Karena memang mereka telah jauh meninggalkan ajaran-Nya. Tetapi justru

yang segelintir inilah jika didiamkan akan merusak generasi sekarang dan yang akan

datang.

Apa yang membuat mereka begitu, yaitu karena iman mereka telah keropos

atau rapuh, akibat dari terbawa arus kemodernan yang memang memuja hidup dalam

kebebasan. Mereka alergi untuk mengikuti aaturan-aturan yang sudah ditentukan oleh

agama, bagi mereka hidup dalam kebebasan itu lebih nikmat karena tanpa ikatan dan

peraturan.5

4

Ulfatmi, Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam (Studi Terhadap Pasangan Yang Berhasil Mempertahankan Keutuhan Perkawinan di Kota Padang), (Jakarta : Kementrian Agama RI, 2011), h.19-20.

5

(15)

Rumah tangga adalah amanah bersama, yang seharusnya dijadikan sebagai

acuan awal ketika menempatkan masalah rumah tangga sebagai sentral pembinaan

bersama didalamnya apabila terjadi suatu problematika kehidupan dalam rumah

tangga, hal itu dikarenakan masing-masing pihak diantara mereka tidak bisa

memenuhi amanah tersebut.

Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi sesuatu hal yang tidak dapat

dihindari, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk

selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan

akibat-akibatnya.6

Dalam menjalankan perkawinan suatu keluarga harus dijalani dengan konsep

mawaddah wa rahmah, saling cinta mencintai, saling mengasihi, saling memberi dan

menerima, saling terbuka.

Terkadang, dalam menjalankan bahtera rumah tangga itu tidak selalu mulus,

pasti ada kesalahfahaman, kekhilafan, dan pertentangan. Percekcokan dalam

menangani permasalahan keluarga ini ada pasangan yang dapat mengatasinya namun

ada juga yang tidak.

Talak merupakan persoalan yang serius, untuk itu butuh keseriusan untuk

memutuskannya. Islam hanya mengijinkan perceraian karena tidak ada jalan lain

untuk keluar dari lingkaran ketegangan yang terus menerus dalam rumah tangga.

6

(16)

Perceraian atau yang dalam bahasa Arabnya “talak” merupakan isim masdar

dari yang artinya melepaskan, membebaskan atau meninggalkan. Menurut istilah

perceraian adalah: melepas tali perkawinan pada waktu sekarang atau pada waktu

yang akan datang. Secara singkat, perceraian didefinisikan sebgai melepas tali

perkawinan dengan kata talak atau yang sepadan artinya dengan talak.

Perceraian dalam hukum positif ialah: suatu keadaan dimana antara suami dan

istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu

perkawinan, melalui putusan pengadilan setelah tidak berhasil didamaikan.7

Tidak ada suami istri yang secara lengkap dan sempurna kompatibel. Bila

mana saudara mencari jodoh yang cocok dalam segala-galanya dengan saudara

sendiri, saudara boleh mencari seumur hidup dan akhirnya tidak mendapatkannya dan

menjadi bujangan tua. Suami istri yang berbahagia ada saja perbedaan-perbedaannya,

tetapi tidak banyak dan tidak mengenai perkara-perkara yang sangat fundamental,

seperti iman, pandangan hidup dan arah hidup (way of life) yang ingin

diselenggarakan.8

Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh suami istri dalam

mengakhiri ikatan perkawinan setalah mengadakan upaya perdamaian secara

7

Yayan sopyan, Islam-Negara (transformasi hukum perkawinan Islam dalam hukum nasional), (jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011) h.172-174.

8

(17)

maksimal. Perceraian dapat dilakukan dengan kehendak suami atau permintaan istri.

Perceraian yang dilakukan atas permintaan istri disebut cerai gugat.

Salah satu masalahnya datang dari pihak keluarga, yaitu adanya ikut campur

dari orang tua ke kehidupan anaknya. Yang mengakibatkan ketidakharmonisan atau

tidak ada keselarasan antara anak dan orang tuanya. Peristiwa seperti ini sangat amat

disayangkan karena pernikahan yang pada awalnya didasari dari ikatan suci dan

dipupuk dengan rasa kepercayaan hancur begitu saja karena hilangnya unsur-unsur

tersebut.

Ini merupakan salah satu yang banyak terjadi di masyarakat, dalam beberapa

segi atau hal adanya turut campur atau (intervensi) tidak selalu menghasilkan hal

positif, justru dalam kenyataan sosial tidak sedikit perceraian yang terjadi karena

turut campur (intervensi) keluarga, orang tua maupun teman-teman.

Salah satu kenyataan sosial adalah seorang istri yang menggugat cerai

suaminya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan nomor perkara:

0118/Pdt.G/2013/PA JS. Pada putusannya hakim Jakarta Selatan mengesahkan

perceraian yang disebabkan oleh adanya turut campur (intervensi) orang tua.

Kasus ini bertentangan dengan putusnya perceraian dalam Kompilasi Hukum

Islam pada Pasal 116 Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi

(18)

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun atau

hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat yang

membahayakan pihak yang lain.

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri;

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak;

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Di lihat dari latar belakang yang ada, ditakutkan akan ada kasus-kasus

semacam ini di ranah masyarakat dikarenakan kelalaian hakim dalam mengutus suatu

perkara. Oleh karena itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut dan

mencoba menganalisis putusan majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan dalam karya

(19)

INTERVENSI ORANG TUA” (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Selatan No. 0118/Pdt.G/2013/PA JS).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan untuk

mempertajam pembahasan maka penulis akan membatasi masalah tentang

kewenangan orang tua terhadap keluarga anak dan mengetahui apa alasan hakim

dalam memutuskan perkara

2. Perumusan Masalah

Menurut Peraturan tidak ada dinyatakan Intervensi orang tua merupakan

sebab perceraian namun pada kenyataannya hakim Pengadilan Agama memutuskan

perkara perceraian yang berdasarkan intervensi orang tua.

Rumusan masalah tersebut, penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai

berikut :

1. Sejauhmana Intervensi Orang Tua terhadap keluarga anak yang

berakibat terjadinya Perceraian?

2. Dasar Hukum apa yang digunakan Hakim Pengadilan Agama dalam

(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui intervensi orang tua terhadap keluarga anak yang

berakibat terjadinya perceraian.

2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum yang dipakai

Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan Perkara Perceraian

tersebut.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk membuat sebuah karya ilmiah dalam bentuk skripsi, yang

merupakan salah satu persyaratan mendapat gelar Sarjana Syariah

(S.Sy) yang telah ditentukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, bagi mahasiswa dan mahasiswi yang akan

menyelesaikan studinya di Fakultas Syariah dan Hukum khususnya

Konsentrasi Administrasi Keperdataan Islam.

2. Untuk menambah ilmu pengetahuan di bidang ilmu agama terutama

(21)

D. Metode Penelitian

Untuk memudahkan dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini penulis

menggunakan beberapa data dan metode. Adapun data yang digunakan:

1. Data Prime, yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu

organisasi secara langsung melalui objeknya. Pada skripsi ini penulis menggunakan

putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk yang sudah jadi

berupa publikasi. Pada skripsi ini penulis menggunakan buku-buku yang terkait,

koran, media elektronik dan lain-lain.

Sedangkan metode yang digunakan diantaranya:

1. Metode Pengumpulan Data

a. Riset perpustakaan , yaitu penelitian yang dilakukan dengan bantuan

bermacam-macam materi yang terdapat diruang perpustakaan

b. Riset Lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan sesuai dengan

kehidupan sebenarnya, dengan menentukan obyek penelitian yaitu

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Metode Interview

Interview adalah Cara pengumpulan data yang dilakukan dengan

bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber utama

(22)

maksudnya adalah penulis membawakan kerangka-kerangka

pertanyaan untuk disajikan kepada Hakim Pengadilan Agama Jakarta

Selatan.

3. Metode Observasi

Observasi adalah Pengamatan-pengamatan dan pencatatan-pencatatan

dengan sistematika fenomena-fenomena yang diselidiki. Di sini

penulis hanya melakukan pengamatan terhadap obyek yaitu Hakim

Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

4. Metode Penulisan

Dari data-data yang di peroleh di atas, kemudian disusun secara teratur

dan sistematis lalu dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis

penelitian dalam karya ilmiah ini adalah penelitian. Adapun teknik

penulisan, penulisan menggunakan buku “Pedoman Penulisan Skripsi

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2012”.

E. Kerangka Teori

Allah telah membekali syariat dan hukum-hukum islam agar dilaksanakan

manusia dengan baik, guna mencapai kehidupan yang bahagia dan terhindar dari

(23)

Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya sekedar pada batas pemenuhan

nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki tujuan-tujuan penting

yang berkaitan dengan sosial, psikolog dan agama.

Suami-isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat mengambil

keputusan bercerai, karena benang kusut itu sangat mungkin disusun kembali.

Walaupun dalam ajaran Islam ada jalan penyelesaian terakhir yaitu perceraian, namun

perceraian adalah suatu hal yangh meskipun boleh dilakukan tetapi dibenci oleh

Nabi.9

Di dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang

menyebabkan terjadinya perceraian.

Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun

berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau

karena hal lain di luar kemampuannya.

c. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun

atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayan berat

yang membahayakan pihak yang lain.

9

(24)

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau

isteri;

f. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan

pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam

rumah tangga.

g. Suami melanggar taklik talak;

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.10

F. Review Studi Terdahulu

Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak

melakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi terdahulu

dalam bentuk table berikut ini:

1. Faktor Ekonomi Sebagai Alasan Perceraian yang ditulis oleh Surya

Parma Batu Bara/Sas/Peradilan Agama/Fsh/s1/2008

Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Surya Parma Batu Bara

berusaha menjelaskan faktor-faktor perceraian yang diakibatkan

karena ekonomi.

10

(25)

2. Perceraian Akibat Poligami (Studi Kasus Pengadilan Agama

Jakarta Selatan) yang di tulis oleh Shonifah Albani/Sas/Peradilan

Agama/Fsh/s1/2006

Dalam skripsi ini yang ditulis oleh Shonifah Albani berusaha

menjelaskan tentang perceraian yang di akibatkan oleh orang

ketiga, sehingga terjadi atau adanya perceraian.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memberikan gambaran mengenai hal

apa saja yang akan dilakukan maka secara garis besar gambaran tersebut dapat dilihat

melalui sistematika skripsi berikut ini:

BAB KESATU berisi, Pendahuluan yang akan memberikan gambaran umum

dan menyeluruh tentang skripsi ini dengan menguraikan tentang Latar Belakang

Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,

Metode Penelitian, Kerangka Teori, Riview Studi Terdahulu dan Sistematika

Penulisan.

BAB KEDUA berisi, Pengertian Perkawinan, Pengertian Perceraian,

Pengertian Orang Tua.

BAB KETIGA berisi, Gambaran Umum Pengadilan Agama Jakarta Selatan,

Letak Geografis dan Demografi Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Tugas dan Fungsi

(26)

BAB KEEMPAT berisi, Pandangan Hakium Pengadilan Agama Jakarta

Selatan mengenai perceraian, Wawancara Hakim dan Tokoh Agama Jakarta Selatan,

Analisis terhadap Perceraian yang diakibatkan oleh intervensi orangtua.

(27)

BAB II

PERCERAIAN DAN KEDUDUKAN ORANG TUA

A. Pengertian Perceraian

Hidup dalam hubungan perkawinan itu merupakan sunnah Allah dan sunnah

Rasul. Itulah yang dikehendaki oleh islam. Sebaliknya melepaskan diri dari

kehidupan perkawinan itu menyalahi sunnah Allah dan sunnah Rasul dan menyalahi

kehendak Allah menciptakan rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah.

Meskipun demikian, bila hubungan pernikahan itu tidak dapat lagi dipertahankan

dan kalau dilanjutkan juga akan menghadapi kehancuran dan kemudaratan, maka

islam membuka pintu untuk terjadinya perceraian. Dengan demikian, pada dasarnya

perceraian atau thalaq itu adalah sesuatu yang tidak disenangi yang dalam istilah

ushul fiqh disebut makruh. 11

Talak menurut bahasa berarti perpisahan dan melepaskan. Menurut syara’

melepaskan ikatan suami istri yang sah oleh pihak suami dengan lafal tertentu atau

yang sama kedudukannya seketika itu atau masa mendatang. Talak juga merupakan

perbuatan Halal yang Dibenci Allah.

Dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau bersabda:

ُقَاَطلا ِها َدِْع ِلَاَْْا ُضَغْ بَا

11

(28)

Perbuatan halal yang paling dibenci Allah swt. adalah Talak.”

Hadis ini menunjukkan bahwa tidak setiap perbuatan halal itu disukai, tetapi ada

sesuatu yang disukai dan ada yang dibenci. Sedangkan islam sangat menginginkan

ketenangan hidup suami istri dan melindungi kerusakan serta meraih cinta dan

pergaulan yang baik. Wanita yang meminta talak karena mengharapkan suatu

kehidupan yang direncanakan lebih baik, maka ia berdosa dan bau surga haram

baginya.12

Perceraian bukanlah produk baru islam, Ia sudah ada sebelum Islam lahir.

Masyarakat arab jahiliyah telah mempraktikkannya, walau akibat dari perceraian itu

merugikan perempuan. Tradisi perceraian pada jaman Jahiliyah yang bersambung

pada masa permulaan islam. Seperti yang kita ketahui bahwa hukum islam diturunkan

secara bertahap. Salah satu hikmahnya agar apa yang telah diturunkan menjadi

mantap dan dilaksanakan. Dengan turunnya ayat tentang batasan-batasan jumlah talak

yang boleh dirujuk di atas, maka berakhirlah bilangan talak yang tidak terbatas itu.13

Perjanjian (ikatan) yang demikian kuat kokohnya, tidaklah layak dirusak atau

disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan hubungan perkawinan ataupun

12

Ibrahim Muhammad Al-jamal, Fiqih Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 279

13

(29)

melemahkannya, adalah suatu perbuatan yang dibenci islam, karena ia merusak

kebaikan dan menghilangkan kemashlahatan antara suami isteri. 14

Karena itu, setiap usaha untuk merusak perkawinan itu adalah dibenci oleh islam,

sebab ia telah merusak kebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri

dan anak-anak.15

B. Dasar Perceraian

Di dalam Al-Qur’an memang tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang Talak,

namun hanya mengatur bagaimana bila talak terjadi. Ayat-ayat yang mengatur

perceraian seperti berikut: kirimlah seorang hakam (juru pendamai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Argumentasi lain yang menyatakan bahwa hukum asal dari perceraian makruh

adalah perkawinan adalah nikmat Allah. Dan manusia haram untuk mengingkari

14

Majelis Muzakarah Al Izhar. Islam dan masalah-masalah kemasyarakatan. (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983). h.170-171

15

(30)

nikmat Allah. Oleh karena itu, ketika terjadi perceraian dapat diartikan sebagai

bentuk pengingkaran terhadap nikmat Allah. Perceraian hanya boleh dilakukan dalam

keadaan terpaksa.16

Di Indonesia perceraian diatur dalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 pada

pasal 38-41. Pada pasal 38 Undang-undang No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

perkawinan dapat putus karena :

a. kematian

b. perceraian, dan

c. atas putusan Pengadilan

Hal ini sama dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 113.

Di dalam Undang-undang Indonesia perceraian dibedakan antara atas kehendak

suami dan atas kehendak istri. Hal ini dikarenakan karakteristik hukum islam dalam

perceraian memang menghendaki demikian, sehingga proses penyelesaiannyapun

berbeda. Namun hal ini harus dilakukan di depan pengadilan seperti pada pasal 115

Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi: “Perceraian hanya dapat dilakukan di depan

sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak

berhasil mendamaikan kedua belah pihak”.17

16

Yayan Sopyan, Islam-Negara: Hukum Perkawinan Islam dalam UU Perkawinan, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h.179

17

(31)

C. Jenis Dan Alasan Perceraian

1. Jenis Perceraian

a. Cerai Talak (Suami yang Bermohon untuk Bercerai)

Seorang suami yang akan menalak istrinya mengajukan permohonan kepada

pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat termohon. Dalam

permohonan tersebut dimulai identitas para pihak, yaitu pemohon (suami) dan

termohon (istri) yang meliputi: nama, umur dan tempat kediaman serta alasan-alasan

yang mendasari terjadinya cerai talak.

Pemeriksaan permohonan tersebut dilaksanakan oleh Majelis Hakim

selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atas surat permohonan didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Agama.18

Apabila suami yang mengajukan permohonan ke pengadilan untuk mennceraikan

istrinya, kemudian sang istri menyetujuinya disebut cerai talak. Hal ini diatur dalam

pasal 66 UUPA. Sesudah permohonan cerai talak diajukan ke Pengadilan Agama,

Pengadilan Agama melakukan pemeriksaan mengenai alasan-alasan yang menjadi

dasar diajukannya permohonan tersebut. Pertama pemeriksaan permohonan cerai

talak dilakukan oleh Majelis Hakim selambat-lamabatnya 30 (tiga puluh) hari. Hal

ini diatur dalam pasal 68 UUPA dan pasal 131 KHI.

Helai pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai Pencatat

Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan, helai kedua

18

(32)

dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami isttri, dan helai keempat disimpan

oleh Pengadilan Agama.

b. Cerai Gugat (Istri yang Bermohon untuk bercerai)

Cerai gugat adalah ikatan perkawinan yang putus sebagai akibat permohonan

yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama, yang kemudian termohon (suami)

menyetujuinya, sehingga pengadilan Agama mengabulkan permohonan dimaksud.

Oleh karena itu, khulu’ seperti yang telah diuraikan pada sebab-sebab putusnya ikatan

perkawinan termasuk cerai gugat. Khulu’ adalah perceraian yang terjadi atas

permintaan istri dengan memberikan tebusan atau uang iwad kepada dan atas

pertujuan suaminya.

Pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh Majelis Hakim

selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas atau surat gugatan perceraian didaftarkan di

Kepaniteraan Pengadilan Agama.19

Gugatan perceraian diajukan oleh istri atau kuasanya kepada pengadilan yang

daerah hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat, dan untuk hal penggugat dan

tergugat bertempat kediaman di luar negri, maka gugatan diajukan kepada pengadilan

yang daerah hukumnya meliputi perkawinan mereka dilangsungkan atau ke

19

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, h.78

(33)

Pengadilan Agama Jakarta Pusat. Hal ini sesuai dengan yang sebagaimana diatur

dalam Pasal 73 UUPA.20

2. Alasan Perceraian (Talaq)

a. Suami dapat mengajukan gugatan ke pengadilan ketika sang istri

melalaikan kewajiban, ini sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1974 Pasal

34 ayat (3).

b. Ketika salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,

penjudi dan lain-lain maka pihak yang lain bisa mengajukan gugatan

perceraian, ini sesuai dengan PP No.9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf a

dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 huruf a.

c. Ketika salah satu pihak meninggalkan pihak yang lain selama 2 Tahun

berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah maka berhak di gugat, ini

sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf b dan Kompilasi

Hukum Islam Pasal 116 huruf b.

d. Ketika salah satu pihak Permohonan melakukan penganiayaan berat

yang membahayakan pihak lain, ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun

1975 Pasal 19 huruf d dan Kompilasi Hukum Islam pasal 116 huruf a.

e. Ketika salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan

akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya,

20

(34)

ini sesuai dengan PP No. 9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf e dan

Kompilasi Hukum Islam Pasal 166 huruf e.

f. Ketika kedua belah pihak terus menerus berselisih atau bertengakar,

ini sesuai dengan PP No.9 Tahun 1975 Pasal 19 huruf f dan Kompilasi

Hukum Islam Pasal 166 huruf f.21

Selain itu Imam Mazhab: Malik, Syafi’y dan Ahmad bin hanbal juga

menetapkan bahwasanya kantor Pengadilan boleh menjatuhkan Thalaq secara

fasakh karena suami tidak memberikan nafkah, dengan mengambil alasan

Firman Allah swt: membiarkan mereka itu menderita, karena dengan demikian berarti kamu menganiaya mereka. (Q.S Al Baqarah, 231)22

D. Akibat dan Hikmah Perceraian

1. Akibat Perceraian

Akibat hukum yang muncul ketika putus ikatan perkawinann antara seorang

suami dengan seorang istri dapaat dilihat beberapa garis hukum, baik yang tercantum

dalam Undang-undang Perkawinan maupun yang tertulis dalam KHI. Berikut jenis

akibat perceraian:

a. Akibat Cerai Talak

21

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 85-87

22

(35)

Ikatan perkawinan yang putus karena suami mentalak istrinya mempunyai

beberapa akibat hukum, maka bekas seuami wajib memberika mut’ah (sesuatu yang

layak kepada berkas istrinya, member nafkah, makan dan kiswah (tempat tinggal dan

pakaian), melunasi mahar apabila masih terhutang, memberikan biaya hadhanah

untuk anak yang belum mencapai umur 21 Tahun. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal

149 KHI yang bersumber dari Surah Al-Baqarah ayat 235 dan 236.

b. Akibat Cerai Gugat

Cerai gugat didasarkan hadis Nabi Muhammad saw.:

َل ِِ ْدَثَو ٌء اَع ِو َُل ِِْطَب ْتَناَك اَذَ ِِْبا َنِإ ِها ُلْوُسَر اَي ْتَل اَق ُةَأ َرْما َنَا

ُه اَبا َنِاَوُءاٌوَح َُل ىِرْجَحَو ٌء اَقَس ُ

ِِْقَلَط

علص ِها ُلْوُسَراَََ َلاَقَ ف ىِِم َُعِزَْ ي ْنَاَداَراَو

)دوادوباو دما اور( ىِحِكَْ ت ََْاَم ِِب ٌقَحَا َتْنَا م

Seorang perempuan berkata Rasullah saw.: “Wahai Rasulullah saw. Saya yang mengandung anak ini, air susuku yang diminumnya, dan di balikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya telah menceraikanku dan ia ingin memisahkannya dariku”, maka Rasulullah saw. bersabda: “kamu lebih berhak (memelihaaranya, selama kamu tidak menikah”. (Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Hakim mensahihkannya)23

Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya,

kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh

Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu, Ayah, Wanita-Wanita-wanita dalam garis lurus ke

atas dari ayah, Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan, Wanita-wanita dari

kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu, Wanita-wanita dari kerabat sedarah

menurut garis samping dari ayah. ketika sang anak sudah mumayyiz, anak berhak

memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau ibunya. Biaya hadhanah dan

23

(36)

nafkah anak menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya

sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 Tahun). Pengadilan

dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk

pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya. Ini sesuai dengan

Pasal 156 KHI.24

2. Hikmah Perceraian

Pada Prinsipnya, kehidupan rumah tangga harus didasari oleh mawwadah,

rahmah dan cinta kasih. Yaitu bahwa suami istri harus memerankan peran

masing-masing, yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Jika kedua-duanya sudah

tidak lagi saling mempedulikan satu dengan yang lainnya serta sudah tidak

menjalankan tugas dan kewajibannnya masing-masing, kemudian keduanya berusaha

memperbaiki namun tidak kunjung berhasil pula, maka pada saat itu, talak adalah

kata yang paling tepat seakan-akan ia merupakan setrika yang didalamnya terdapat

obat penyembuh, namun ia merupakan obat yang paling akhir diminum. Seandainya

islam tidak memberikan jalan menuju talak bagi suami istri dan tidak membolehkan

mereka untuk bercerai pada saat yang sangat kritis, niscaya hal itu akan

membahayakan bagi pasangan tersebut. Dan hal itu pasti akan berakibat buruk

24

(37)

terhadap anak-anak dan bahkan akan mempengaruhi kehidupan mereka. Karena, jika

pasangan suami istri mengalami kegoncangan, maka anak-anak mereka pun pasti

menderita dan menjadi korban. 25

Dari mereka itu akan lahir masyarakat yang dipenuhi dengan kedengkian, iri

hati, kezhaliman, hidup berfoya-foya dan berbuat hal-hal yang negatif sebagai bentuk

pelampiasan dan pelarian diri dari kenyataan hidup yang mereka alami. Bagi mereka,

rumah itu tidak lain hanyalah seperti penjara yang menjengkelkan dan menyebalkan,

yang menyebabkan seluruh penghuninya lari menjauh agar tidak terperangkap ke

dalam kebencian, adu domba, kesengsaraan dan kesedihan.

Pada saat itu, talak merupakan satu-satunya jalan yang paling selamat. Talak

merupakan pintu rahmat yang selalu terbuka bagi setiap orang, dengan tujuan agar

tiap-tiap suami istri malu, berintrospeksi diri dan memperbaiki kekurangan dan

kesalahan. Orang-orang yang menolak adanya talak telah menutup semua pintu bagi

pasangan suami istri jika rumah tangga mereka sedang goyang dan dalam keadaan

kritis. Maka dengan demikian sebenarnya mereka telah membunuh perasaan cinta,

hati nurani dan kemanusiaan dalam diri mereka. Ketika semua pintu penyelamatan

yang halal bagi suami istri itu di tutup, maka masing-masing akan mencari jalan yang

tidak layak dan tidak pula dibolehkan sehingga mereka terjerumus ke dalam hal-hal

25

(38)

yang diharamkan. Hal semacam itu yang mengakibatkan mereka lupa dengan istri

dan anak-anak mereka.26

E. Kedudukan Orangtua Dalam Keluarga Anak

Islam mempunyai suatu karakter sosial yang mendasar, dan keluarga adalah

inti masyarakatnya. Islam cenderung memandang keluarga sebagai sesuatu yang

mutlak baik dan mendekati suci.

Di samping memberikan ketentraman dan dukungan timbal balik dan saling

pengertian antara suami istri, fungsi yang jelas dari keluarga adalah memberikan

saluran cultural dan legal yang dapat diterima dalam memuaskan naluri seksual

maupun untuk membesarkan anak sebagai generasi baru.27

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan. Namun

dalam masyarakat pengertian orang tua adalah orang yang melahirkan kita yaitu

bapak dan ibu. Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini juga mengasuh

dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik

dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena orang tua adalah kehidupan rohani

anak dan yang telah memperkenalkan anaknya kepada alam dan kehidupan luar,maka

26

Syaikh Hasan Ayyub. Fikih Keluarga. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). h.206

27

(39)

setiap emosi dan reaksi anak dan pemikirannya dikemudian hari terpengaruh oleh

sikapnya terhadap orang terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu. 28

Semua agama menempatkan kedudukan orang tua pada tempat yang

terhormat. Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tiada seorangpun yang nuraninya

bisa mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas dari orang tua mereka. Selama

Sembilan bulan ibu mengorbankan nyawanya sendiri demi anak yang dikandung.

Pada saat melahirkan betapa ibu sangat menderita. Ia tidak memikirkan nyawanya

sendiri. Harapan satu-satunya ialah: “semoga anakku lahir dengan selamat”.29

Orangtua ditempatkan pada kedudukan tertinggi sehubungan dengan kasih

sayang dan ketulusan oleh anak-anak mereka. Dibeberapa tempat, Al-Qur’an

menempatkan kasih sayang (ihsan) pada orangtua langsung setelah iman kepada

Allah.

Yang terpenting dalam hubungan orang tua dan anak adalah kewajiban orang tua dalam memberikan nafkah. Selama anak ini belum dewasa, orang tua wajib memberi nafkah dan penghidupan kepada anak itu. Artinya ketika anak sudah berkeluarga, orang tua sudah tidak wajib lagi dalam memberikan nafkah dan penghidupan kepada anakya, karena seorang anak yang sudah berkeluarga sudah dikatakan dewasa, dan seorang anak yang sudah berkeluarga apabila seorang istri menjadi tanggungan suaminya.

28

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Citra Umbara,Bandung)

29

(40)

Kewajiban anakpun sebenarnya tidak hilang ketika seorang anak ini sudah dewasa dan mempunyai keluarga sendiri, namun kedudukan orang tua terhadap anak yang berubah. Karena ketika anak itu sudah berkeluarga mereka sudah mempunyai kewajiban terhadap keluarganya sendiri. Oleh karena itu kedudukan orang tua terhadap anak yang sudah mempunyai keluarga hanyalah sebatas antara orang tua dan anak, atau orang tua hanya sebatas sebagai penasihat dan menjadi pembimbing dalam keluarga anaknya jika memang dibutuhkan.30

30

(41)

BAB III

PROFIL PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

A.Sejarah Singkat Pengadilan Agama

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya

Pengadilan Agama di wilayah DKI hanya terdapat tiga kantor Cabang yaitu:

1) Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara;

2) Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah;

3) Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai induk;

4) Semua Pengadilan Agama tersebut diatas termasuk Wilayah Hukum

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya

Cabang Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua

pengadialn Agama Propinsi Jawa Barattermasuk pengadilan Agama yang

berada di Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum

Mahkamah Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan

selanjutnya istilah Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi

Agama (PTA).31

31Sayed Usman, “

(42)

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 61

tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta di pindah di Jakarta, akan tetapi

realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara otomatis

Wilayah Hukum Pengadilan Agama diwilayah DKI Jakarta adalah menjadi

Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta.32

Perkembangan dari masa ke masa:

1. PA Jakarta Selatan Berkantor di Serambi Masjid (1967-1979)

Terbentuknya kantor Pengadialn Agama Jakarta Selatan merupakan

jawaban dari perkembangan masyarat jakarta, yang ketika itu pada tahun 1967

merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya yang

berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu adalah

cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan

banyaknya jumlah penduduk dan bertambahnya pemahaman penduduk serta

tuntunan masyarakat Jakarta Selatan yang diwilayahnya cukup luas. Untuk itu

keadaan kantor ketika itu masih dalam keadaan darurat yaitu menempati

gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu di suatu gang kecil yang

32

(43)

sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama Pasar Minggu Jakarta

Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. POLANA.33

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang

warisan masuk kepada Komparisi itu pun mulai tahun 1969 kerjasama dengan

Pengadilan Negeri ayng ketika itu dipimpin oleh Bapak BISMAR SIREGAR,

S.H. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal itu

ditentang oleh pihak keamanan karena bertentangan dengan kewenangannya

sehingga sempat beberapa orang termasuk pak HASAN MUGHNI ditahan

karena penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa Waris ditambah

dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”.34

Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati serambi

Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan Kantor Cabang pun dihilangkan

menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu diangkat pula

beberapa Hakim hoorer yang antaranya adalah Bapak H. ICHTIJANTO,

S.A., S.H. Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala Kandepag Jakarta

33

“ayed Us a , “ejarah Pe gadila Aga a Jakarta “elata , artikel diakses pada 19 Maret 2014 dari www.pa-jaksel.net.

34

(44)

Selatan yang waktu itu dijabat oleh Bapak Drs. H. MUHDI YASIN. Seiring

perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani

tugas-tugas kepaniteraan yaitu ILYAS HASBULLAH, HASAN JAUHARI,

SUKANDI, SAIMIN, TUWON HARYANTO, FATHULLAH AN, HASAN

MUGHNI, DAN IMRON, keadaan penempatan Kantor diserambi Masjid

tersebut bertahan sampai pada tahun 1979.35

2. PA. Jakarta Selatan Berkantor di Gedung Sendiri

a. Pada bulan September 1979 Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya Pondok Pinang dengan

menempati gedung baru dengan tanah yang masih menumpang pada

areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada saat

pengadilan Agama Jakarta Selatan dipinpim oleh Bapak H. ALIM BA

diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk menangani

perkara-perkara yang masuk, mereka diantaranya: KH. YA’KUB, KH.

MUHDATS YUSUF, HAMIM QARIB, RASYID ABDULLAH, ALI

IMRAN, Drs. H. NOER CHAZIN.36

35“ayed Us a , “ejarah Pe gadila Aga a Jakarta “elata , artikel diakses pada 19 Maret

2014 dari www.pa-jaksel.net.

36

(45)

b. Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H.

DJABIR MANSHUR, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan

pindah ke Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu,

Jakarta Selatan dengan menempati gedung baru. Di gedung baru ini

meskipun tidak memenuhi syarat untuk sebuah Kantor Pemerintah

setingkat Walikota, karena gedungnya berada di tengah-tengah

penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun sudah

lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang,

pembenahan-pembenahan fisik terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan

Bapak Drs. H. JAYUSMAN, S.H. Begitu pula

pembenahan-pembenahan administrasi terutama pada masa kepemimpinan Bapak

Drs, H. AHMAD KAMIL, S.H. pada masa ini pula Pengadilan Agama

Jakarta Selatan mulai mengenal computer walaupun hanya sebatas

pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak

Drs, RIF’AT YUSUF.37

c. Pada masa perkembangannya selanjutnya tahun 2000 ketika

kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs.H. ZAINUDDIN FAJARI, S.H.

pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik

diadakan sistem komputerisasi dengan online computer, dan ini terus

dibenahi sampai sekarang oleh ketua pengadilan Agama Bapak Drs.

37

(46)

H. Syed Usman, S.H. yang tujuannya adalah untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan dan menciptakan

peradilan yang mandiri dan berwibawa.

d. Perkembangan selanjutnya tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan

dijabat oleh Bapak Drs. H. A. CHOIRI, S. H., M.H.

pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah

terintegrasi dengan online computer, pada periode ini juga Pengadilan

Agama Jakarta Selatan berhasil pengadaan tanah untuk bangunan

gedung baru seluas 6000 yang terletak di Jl. Harsono RM, Ragunan,

Jakarta Selatan.

e. Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru sesuai

dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan

2 tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 2009 pada saat itu

Pengadilan Agama Jakarta Selatan diketuai oleh Bapak Drs. H.

PAHLAWAN HARAHAP, S.H.,MA.

f. Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Penagdialn Agama

Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru

lainnya di Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah

Agung RI. Kemudian pada awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan

(47)

pada saat itu Ketua Pengadilan Agama Jakarta Selatan dijabat oleh

Drs. H. HAMID, S.H.

g. Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representative

tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan

dalam segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan

maupun dalam hal peningkatan T.I. (Teknologi Informasi) yang sudah

semakin canggih disertai dengan program-program yang menunjang

pelaksanaan tugas pokok, seperti program SIADPA (Sistem Informasi

Administrasi Perkara Pengadilan Agama) Yang sudah berjalan dan

terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen (KIOS-K) serta

beberapa fitur tambahan dari Situs Web

http://www.pa-jakartaselatan.go.id38

B.Letak Geografis Pengadilan Agama

Gedung baru pengadilan Agama Jakarta Selatan kelas 1A yang terletak di

Jalan R.M Harsono RT 07/05 Ragunan Jakarta Selatan dibangun sejak tanggal 21

April 2008 sampai dengan 3 Desember 2008 sampai dengan 3 Desember 2008

(tahap 1) dengan anggaran sejumlah Rp. 6.501.077.000,- (enam miliar lima ratus

satu juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) serta pembangunan taha kedua tanggal 26

Februari 2009 sampai tanggal 3 Desember 2009 dengan anggaran Rp.

38

(48)

6.489.230.980.,- (enam miliar empat ratus delapan puluh Sembilan juta dua ratus

tiga puluh Sembilan ratus delapan puluh rupiah). Yang mencapai luas bangunan 2

lantai seluas 1.500 M2 dan luas tanah 6.144 M2. 39

Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jakarta Selatan mencakup semua wilayah

kota Jakarta Selatan yang meliputi 10 kecamatan dan 65 kelurahan antara lain:

1. Kecamatan Kebayoran Baru terdiri dari Kelurahan Selong, Gunung,

Kramat Pela, Gandaria Utara, Cipete Utara, Pulo, Melawai,

Petogogan, Rawa Barat, Senayan.

2. Kecamatan Kebayoran Lama terdiri dari Kelurahan Grogol Utara,

Grogol Selatan, Cipulir, Kebayoran Lama Utara, Kebayoran Lama

Selatan, Pondok Pinang.

3. Kecamatn Pesanggrahan terdiri dari Kelurahan Ulujami, Petukangan

Utara, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Bintaro.

4. Kecamatan Cilandak terdiri dari Kelurahan Cipete Selatan, Gandaria

Selatan, Cilandak Barat, Lebak Bulus, Pondok Labu.

5. Kecamatan Pasar Minggu terdiri dari Kelurahan Pejaten Barat, Pejaten

Timur, Pasar Minggu, Kebagusan, Jati Padang, Ragunan, Cilandak

Timur.

39

(49)

6. Kecamatan Jagakarsa terdiri dari Kelurahan Tanjung Barat, Lenteng

Agung, Jagakarsa, Ciganjur, Srengseng Sawah, Cipedak.

7. Kecamatan Mampang prapatan terdiri dari Kelurahan Kuningan Barat,

Pela Mampang, Bangka, Tegal Parang, Mampang Prapatan.

8. Kecamtan Pancoran Terdiri dari Kelurahan Kalibata, Rawa Jati, Duren

Tiga, Cikoko, Pengadegan, Pancoran.

9. Kecamatan Tebet terdiri dari Kelurahan Tebet Barat, Tebet timur,

Kebon Baru, Bukit Duri, Manggarai Selatan, Menteng Dalam.

10.Kecamatan Setiabudi, Terdiri Dari Kelurahan Setiabudi, Karet, Karet

Semanggi, Karet Kuningan, Kuningan Timur, Menteng Atas, Pasar

Manggis, Guntur.40

C.Struktur Organisasi Pengadilan Agama

Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan terdiri dari pemimpin

pengadilan agama (yang terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua), hakim

Panitera sekretaris, dibantu oleh wakil panitera yang membawahi tiga kepala sub

kepaniteraan (panitera muda), dan wakil sekretaris yang membawahi tiga kepala

sub bagian, panitera pengganti, jurusita, jurusita pengganti, calon hakim dan

beberapa orang staf/pelaksana serta dibantu orang sebagai tenaga honorer.

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan mengacu pada

Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Surat Keputusan

40

(50)

Ketua Mahkamah Agung Nomor KMA/004/II/92 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama dan KMA

Nomor 5 Tahun 1996 tentang Struktur Organisasi Peradilan.

1. Ketua : Dr. H. Imron Rosyadi, S.H, M.H

2. Wakil Ketua : Drs. H. Abdul Latif, M.H

3. Dewan Hakim :

Drs. Ahmad Busyro,M.H Dra. Hj.Athiroh Muchtar

Drs. Muh. Rusydi Thahir,S.H.,M.H Drs. Sohel,S.H

Dra.Hj.Tuti Ulwwiyah,M.H Dra. Hj.Ida Nursa’adah,S.H.,M.H

Drs. Yusran,M.H Drs. Nasrul,M.A

Drs. Azhar Mayang,M.H.I Drs. Agus Abdullah,M.H

Drs.Agus Yunih,S.H.,M.H.I Dra. Hj. Lelita Dewi,S.H.,M.Hum

Drs. Nurhafizal, S.H., M.H.I Elvin Nailana S.H., M.H

Drs. Saifuddin,M.H Drs.H. Sunardi M. S.H.,M.H.I

4. Panitera/Sekretaris : Ahmad Majid,S.H

5. Wakil Sekretaris : H.Fauzan,S.H.,M.H.,M.M

6. Wakil Panitera : Dra. Aida Yahya

7. Ka. Sub. Keuangan : Djuhdan Muharom. S.H.,M.M

8. Ka.Sub.Kepegawaian : Nur Khaefah

9. Ka.Sub.Umum : Najamudin, S.Ag

(51)

11.Panmud Gugatan : Moh.Hambali,S.H

12.Panmud Hukum : Pahrurozi, S.H

13.Panitera Pengganti :

a. Hj.Rahmi,S.H f. Hamdani,S.H.I

b. Abas g. Junaedi,S.H

c. H.Aswar Nasution,S.H h. Ahlan,S.H

d. Nurhayati,S.H i. Nuraini,S.H

e. Saparanto, S.H.,M.H j. Teguh Magzan

k. Siti Faradilla,S.H.I o. Ahmad Irfan,S.H

l. Sajidan,S.H p. Ahmad Irfan,S.H

m. Hj.Halwan Najah,S.E.,S.H.,M.M q. Siti Makbullah, S.H

n. Neneng Kurniati,S.Ag r. Sumaryani,S.H

14.Jurusita :

a. Wardono c. Zaenal Arifin

b. Ombang Hasyim Azhari,S.Ag d. Gunawan

15.Jurusita Pengganti :

a. Sudiono f. Kunti Septiyanti,A.Md

b. Tati Julianti g. Nining Widiawati

(52)

d. A.Zamrun Najib,S.E i. Rita Suryani,S.H41

e. Ahmad Rumqoni,S.E.,S.H

41

(53)

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN

A. Duduknya Perkara

Menimbang bahwa penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 14

januari 2013 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Jakarta

Selatan, Nomor 0118/Pdt.G/2013/PA JS., telah mengajukan permohonan untuk

melakukan cerai gugat terhadap Tergugat dengan alasan sebagai berikut :

1. Bahwa Pada Hari Minggu, tanggal 5 Nopember 2000 M atau 8

Sya’ban 1421H Pukul 9.00 WIB. Penggugat dengan Tergugat

melangsungkan Pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah

Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kebayoran Baru Jakarta

Selatan, Sebagaimana ternyata dari kutipan akta nikah Nomor

769/22/XI/2000.

2. Bahwa semula kehidupan Rumah Tangga antara Penggugat dan

Tergugat rukun dan harmonis. Setelah menikah Penggugat dan

Tergugat tinggal bersama Ibu Kandung dan Keluarga kakak kandung

Tergugat ditempat kediaman Orang Tua Tergugat di Jl.Daksa 3 No. 9

RT 006/002 Kel. Selong, Kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,

sampai dengan Tergugat rukun baik sebagaimana layaknya suami istri

(54)

3. Bahwa walaupun sebenarnya Penggugat Kurang berkenan untuk

tinggal dikediaman Orang Tua Tergugat tetapi demi untuk

keharmonisan Rumah Tangga, Penggugat akhirnya memutuskan untuk

tinggal bersama dikediaman orang tua Tergugat. Namun kurang lebih

dari tahun 2007 sampai tahun 2010 Perkawinan Rumah Tangga

Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan sering terjadinya

perselisihan perbedaan pendapat yang terus meneru dikarenakan

banyaknya intervensi Keluarga Tergugat dan teman-teman Tergugat

yang datang silih berganti menjadikan komunikasi tidak lancar dan

tidak adanya privasi lagi seperti layaknya rumah tangga pasangan

suami istri.

4. Bahwa setiap saran pendapat Penggugat tidak pernah didengar dan

dihargai lagi. Apalagi didepan keluarga dan teman-teman Tergugat

sehingga seringnya pertengkaran & perselisihan terjadi dan tidak

memungkinkan lagi untuk hidup damai dan tentram seperti sebuah

keluarga pasangan suami istri.

5. Bahwa hubungan antara penggugat dan tergugat menjadi tidak

harmonis lagi dan lama kelamaan membawa dampak yang kurang

baik. Tergugat tidak pernah mau keluar dari kediaman orang tuanya.

Akhirnya 2 tahun lebih sudah telah pisah ranjang sampai sekarang dan

(55)

6. Dengan kejadian tersebut diatas rumah tangga Penggugat dan

Tergugat sudah tidak dapat lagi dibina dengan baik sehingga tujuan

perkawinan untuk membentuk Rumah Tangga Sakinah, Mawadah,

Rahmah tidak bisa tercipta. Maka perceraian adalah alternatif terakhir

bagi penggugat untuk menyelesaikan permasalahan antara Penggugat

dan Tergugat. Oleh karenanya Peerkawinan Penggugat dan Tergugat

secara hukum dapat dinyatakan putus karena perceraian, sesuai dengan

ketentuan Pasal 38 UUD No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan JO pasal

19 / F Peraturan Pemerintah RI No.19 Th. 1975 Tentang Pelaksanaan

UUD No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan.

B. Pertimbangan Majelis Hakim

Menimbang, bahwa Tergugat tidak hadir dan tidak pula menyuruh orang lain

sebagai kuasanya untuk menghadap di persidangan, meskipun menurut relas

panggilan yang dibacakan di persidangan telah dipanggil secara sah dan patut dan

ketidak hadirannya tanpa alasan yang dibenarkan menurut hukum, oleh karena

itu, berdasarkan Pasal 125 ayat (1) HIR, Tergugat harus dinyatakan tidak hadir

dan perkara ini diputus secara verstek;

Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak hadir, maka Majelis Hakim

(56)

dimaksud oleh PERMA RI Nomor 1 Tahun 2008, namun majelis hakim telah

mendamaikan dengan menasehati Penggugat agar mengurungkan niatnya cerai

dari Tergugat, akan tetapi Penggugat tetap pada pendiriannya;

Menimbang, bahwa inti alasan gugatan cerai Penggugat adalah antara

Penggugat dan Tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus

karena Tergugat mempunyai wanita impian lain serta berpisah 2 tahun”, dengan

demikian alasan tersebut yang harus dibuktikan oleh Penggugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan bukti (P.1) yang telah memenuhi ketentuan

sebuah alat bukti surat sehingga mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna dan mengikat, maka terbukti bahwa antara Penggugat dengan Tergugat

telah terikat dalam perkawinan yang sah, sehingga antara Penggugat dan Tergugat

terdapat hubungan hukum dan oleh karena itu Penggugat memiliki kualitas untuk

mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat:

Menimbang, bahwa saksi I dan saksi II, menerangkan bahwa penggugat dan

Tergugat telah berselisih terus menerus, masalah Tergugat mengambil uang

Penggugat dan tidak memberi nafkah kepada Penggugat, serta keduanya berpisah

selama 2 Tahun dan telah diupayakan perdamaian namun tidak berhasil, oleh

karena itu kesaksian keduanya secara formil dapat diterima karena telah

memenuhi unsur Pasal 76 ayat (1) Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa karya ilmiah pada Projek Akhir Arsitektur periode Semester Gasal, 2015/2016 Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain,

Fenomena ini didukung oleh hasil pra-survei kepada 30 jumlah responden pelanggan Telkom speedy yang berada di daerah kota ambon. Dari jumlah responden 30 orang konsumen

The most important modules that you can find here are as follows: • Project model : This is used to work with the Visual Studio project • Text control : This allows you to work

Tingkat pendidikan masyarakat desa Bangsa yang paling banyak adalah lulusan SLTA sebayak 3898 jiwa atau sebesar 37,31%, yang tidak lulus Sekolah Dasar atau buta aksara sebayak

Berdasarkan uraian di atas, tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk: (1) mendeskripsikan bentuk pemakaian kata sapaan berdasarkan keturunan matrilinial

Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan sakit tanpa resep atau nasehat dokter.Obat yang paling banyak digunakan untuk menyembuhkan

siswa dalam mempelajari mungkin disebabkan oleh cara mengajar guru yang.. kurang menarik dan kejelasan guru dalam menerangkan

PENAPISAN DAN KARAKTERISASI AWAL SENYAWA BIOAKTIF LEKTIN ALGA HIJAU PESISIR PANTAI GUNUNGKIDUL,