• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Structured Problem Posing Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Structured Problem Posing Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

Ika Saptiana Nur Azizah

NIM: 1110017000102

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi berjudul Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Structured Problem

Posing Terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatif Matematis

Siswa disusun oleh Ika Saptiana

Nur

Azizah,

NIM.

111001700A1A2, Jurusan Pendidikan

Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai

karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Juni 20i5 Yang mengesahkan.

1 001

Pembimbing II

,-, ft

VA

--'*#

{\r

Finola Marta Putri. M.Pd NIP.

(3)
(4)

Yang bertandatangan di

Nama

NIM Jurusan

Angkatan Tahun

Alamat

1.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

2.

Nama

Dosen Jurusan

SURAT

PERNYATAAN KARYA

ILMIAH

bawah ini:

Ika Saptiana Nur Azizah

1 1 100i7000102

Pendidikan Matematika

201 0

Desa Redisari, RT 06 RW 01, Kec. Rowokele, Kab. Kebumen, Jawa Tengah 54472

MENYATAKAII

DENGAN SESUNGGUIII{YA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendekatan Pembelajaran

Structured Problem

Posing Terhadap

Kemampuan

Berpikir

Kreatif

Matematis Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Dr. Kadir, M.Pd

19670812 t99402 1 00r Pendidikan Matematika

Finola Marta Putri, M.Pd

Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juni 2015

(5)

i

Kreatif Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2015.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pembelajaran Structured Problem Posing terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Penelitian ini dilakukan di SMP Muhammadiyah 17 Ciputat, pada semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental dengan desain penelitian randomized posttest only control group design. Sampel penelitian sebanyak 68 siswa terdiri dari 33 siswa kelas eksperimen dan 35 siswa kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Pengumpulan data kemampuan berpikir kreatif matematis setelah perlakuan menggunakan instrumen tes.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran Structured Problem Posing lebih tinggi daripada kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional (thitung = 2,553 dan p-value = 0,013/2 = 0,007 < 0,05 atau H0 ditolak). Capaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan Structured Problem Posing, pada indikator yaitu elaboration 67,67%, flexibility 77,27%, dan originality 13,13% sedangkan capaian kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan pendekatan konvensional indikator elaboration 57,58%, flexibility 72,73%, dan originality 3,03%. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa pendekatan Structured Problem Posing berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

(6)

ii

Problem Posing Approach through Students’ Mathematical Creative Thinking Skills”, The Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, June 2015.

The purpose of this research was to analyze the effect of structured Problem Posing approach through students’ mathematical creative thinking skills. The research was conducted at SMP Muhammadiyah 17 Ciputat at even semester, academic year 2014/2015. The method used is quasi-experimental method with randomized posttest only control group design. The samples are 68 students, they are 33 students in experimental class and 35 students in conventional class that chosen by cluster random sampling technique. The collecting data of students’ mathematical creative thinking skills used by test instrument.

The result of this research reveal that students’ mathematical creative thinking skills who are taught by Structured Problem Posing is higher than students who are taught by conventional learning. (tstatistics = 2,553 and p-value =

0,013/2 = 0,007 < 0,05). Gain of students’ mathematical creative thinking skills who are taught by Structured Problem Posing on indicators are elaboration is 67,67%, flexibility is 77,27% and originality is 13,13% whereas the gain of students’ mathematical creative thinking skills who are taught by conventional learning are elaboration is 57,58%, flexibility is 72,73% and originality is 3,03%. The conclusion of this research shown that Structured Problem Posing approach has affect to students’ mathematical creative thinking skills.

Key words: structured problem posing, mathematical creative thinking skills are elaboration, flexibility, and originality.

(7)

iii

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kesungguhan hati, perjuangan, doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai Dosen Pembimbing I dan Ibu Finola Marta Putri, M.Pd sebagai Dosen pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, Semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

2. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, “Ibu” dan “Bapak”, Rohani, A.Ma dan Hayat Sholihanto, S.Ag yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Semangat-semangatku, Amel dan Rahma serta seluruh keluarga yang menjadi kekuatan bagi penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

3. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

iv

berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

6. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Kepala SMP Muhammadiyah 17 Ciputat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh dewan guru SMP Muhammadiyah 17 Ciputat, khususnya Ibu Siti Rusdiah, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMP Muhammadiyah 17 Ciputat, khususnya kelas VII.A, VII.B dan VIII.A.

10.Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2010, Flushnewn dan O*ongers, selalu semangat kawan-kawan.

11.Sahabatku di kosan ballans, Ayu Istikomah S.Pd, Winda Ayuningtyas, Fuji, Dani, Ajeng, Isma, Shofwa dll. Terima kasih atas bawelan kalian yang senantiasa mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 12.Richo Dwi Pamungkas yang telah memberikan dukungan, semangat dan

senantiasa memberikan waktu dan materi untuk mengubah mood penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, Juni 2015

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

A. Landasan Teoritis ... 9

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 9

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 9

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 16

2. Pendekatan Pembelajaran Problem Posing ... 20

a. Pengertian Pendekatan Problem Posing... 20

b. Tahapan Pendekatan Problem Posing ... 27

3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional ... 31

B. Hasil Penelitian Relevan ... 31

C. Kerangka Berpikir ... 32

D. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

(10)

vi

G. Teknik Analisis Data ... 45

1. Uji Prasyarat Analisis ... 45

2. Uji Hipotesis ... 47

H. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil Penelitian ... 49

1. Deskripsi Data ... 49

a. Ringkasan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol... 49

b. Perbandingan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Perindikator ... 50

2. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 52

a. Uji Normalitas ... 52

b. Uji Homogenitas ... 53

3. Hasil Uji Hipotesis ... 54

B. Pembahasan ... 55

1. Elaboration (Kerincian) ... 56

2. Flexibility (Keluwesan) ... 58

3. Originality (Keaslian) ... 61

C. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

(11)

vii

Tabel 2.1 Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif ... 17

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 20

Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 36

Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 37

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ... 39

Tabel 3.4 Rubric for Creative Thinking Skills Evaluation ... 40

Tabel 3.5 Hasil Rekapitulasi Uji Validitas Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Mmatematis ... 41

Tabel 3.6 Hasil Rekapitulasi Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Mmatematis ... 43

Tabel 3.7 Hasil Rekapitulasi Uji Daya Beda Instrumen Kemampuan Berpikir Kreatif Mmatematis ... 44

Tabel 4.1 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49

Tabel 4.2 Perbandingan Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

(12)
[image:12.595.109.513.169.558.2]

viii

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian ... 34 Gambar 4.1 Diagram Batang Persentase Skor Kemampuan Berpikir Kreatif

Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 52 Gambar 4.2 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Indikator Elaboration ... 57 Gambar 4.3 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Indikator Flexibility ... 60 Gambar 4.4 Contoh Jawaban Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Indikator Originality ... 62

Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa Kelompok 2 pada Tahap Accepting ... 65

Gambar 4.6 Contoh Jawaban Siswa Kelompok 5 pada format reformulation ... 66 Gambar 4.7 Contoh Jawaban Siswa Kelompok 3 pada format

(13)

ix

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen... 74

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ...109

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ...135

Lampiran 4 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa ...166

Lampiran 5 Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ...167

Lampiran 6 Kunci Jawaban...169

Lampiran 7 Rubrik Penskoran Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ...178

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pokok Bahasan Segiempat Kelas VII SMP ....179

Lampiran 9 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pokok Bahasan Segiempat Kelas VII SMP ....180

Lampiran 10 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pokok Bahasan Segiempat Kelas VII SMP ...181

Lampiran 11 Hasil Uji Daya Beda Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Pokok Bahasan Segiempat Kelas VII SMP ....182

Lampiran 12 Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...185

Lampiran 13 Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Eksperimen Perindikator ...187

Lampiran 14 Hasil Posttest Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa Kelas Kontrol Perindikator ...189

Lampiran 15 Lembar Uji Referensi ...191

Lampiran 16 Surat Permohonan Izin Penelitian ...196

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang unik dan universal. Matematika memiliki ciri khas tersendiri dalam ilmu pengetahuan yaitu alur berpikir yang menggunakan logika dan berkaitan dengan angka-angka. Matematika sering dimanfaatkan oleh ilmu-ilmu pengetahuan yang lainnya sebagai alat bantu menyelesaikan berbagai macam permasalahan. Perkembangan matematika itu sendiri telah terjadi sejak beberapa abad yang lalu. Misalnya matematikawan bangsa Arab yang telah menemukan simbol arab sebagai alat bantu pengganti nilai tertentu yang dikenal dengan angka arab. Selain itu adapula bangsa Eropa yang telah menemukan simbol romawi sebagai pengganti nilai untuk mempermudah perhitungan yang dikenal dengan angka romawi. Dari kedua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa pada masa itu matematikawan memakai prinsip-prinsip matematika untuk menanggapi fenomena-fenomena baru yang mereka temui dikehidupan sehari-hari sebagai langkah mempermudah penyelesaiannya.

Matematika berawal dari keingintahuan seseorang terhadap sesuatu yang menarik perhatiannya, muncullah ide-ide abstrak di dalam otak yang mendorong mereka untuk berpikir mencari solusinya kemudian dituangkan dalam teori-teori yang akhirnya dikenal dan dimengerti orang. Teori-teori yang telah ada pun masih terus dikembangkan oleh tokoh-tokoh pemikir baru yang senantiasa berpikir secara luas untuk mencari kaitan-kaitan teori yang satu dengan yang lain, maupun mencari alternatif solusi yang lebih fleksibel.

(15)

merupakan hasil pemikiran manusia yang diperoleh dari perubahan-perubahan terhadap pengetahuan di dalam dirinya dalam menyelesaikan masalah kehidupan, juga didorong oleh keinginan untuk hidup lebih baik dan sejahtera di tengah kondisi lingkungan yang semakin terbatas. Sumber daya alam semakin berkurang, pertumbuhan manusia yang semakin bertambah dan kompleksitas masalah sosial merupakan tantangan yang menuntut pemikiran kreatif dalam menyiasatinya. Dapat dikatakan bahwa perkembangan teknologi dilandasi oleh perkembangan matematika, dan untuk mencetak penemu-penemu ataupun pemikir di masa depan diperlukan penguasaan matematika. Oleh karena itu, mata pelajaran matematika perlu diajarkan sejak dini di setiap jenjang pendidikan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematika untuk menghadapi, merespon dan menemukan solusi dari suatu masalah ataupun keadaan.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan pendidikan formal, yaitu sekolah. Tujuan pembelajaran matematika pada kurikulum 2006 di Indonesia, yaitu KTSP memiliki beberapa tujuan. Salah satunya mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama.1 Pada tujuan pembelajaran kurikulum ini terlihat bahwa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif adalah salah satu aspek yang penting yang harus dimiliki siswa. Dalam Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencetak generasi bangsa yang beriman dan bertakwa, berbudi luhur, cerdas dan kreatif.2 Dalam mencapai tujuan pendidikan itu diperlukan kurikulum dan pembelajaran di kelas yang memfasilitasi pengembangan generasi bangsa dalam hal ini siswa pada pembelajaran. Aspek kreatif masih menjadi salah satu aspek yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran.

1

Ibrahim, dan Suparni, Pembelajaran Matematika Teori dan Aplikasinya, (Yogyakarta: SUKA-Press, Cet. 1, 2012), h. 38.

2

(16)

Pengembangan terbaru, yaitu kurikulum 2013 mengupayakan peningkatan mutu pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang kreatif dan mampu menghadapi kehidupan pada masa yang akan datang.3 Pengembangan kurikulum ini masih mengupayakan agar siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif yang dapat dikembangkan melalui pendidikan untuk menghadapi tantangan-tantangan kehidupan di masa yang akan datang karena masalah yang akan dihadapi akan lebih kompleks dan rumit.

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, terlihat bahwa pengembangan kemampuan berpikir kreatif di dalam pendidikan merupakan aspek yang sangat penting kaitannya dengan pembentukan peserta didik. Hasil dari pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman dengan mengimplementasikan kemampuan berpikir kreatif tersebut dapat menjawab segala tantangan dan permasalahan yang timbul di dalam kehidupannya kelak.

Kemampuan berpikir kreatif perlu dikembangkan oleh peserta didik karena memiliki banyak manfaat, diantaranya yaitu berpikir kreatif dapat mewujudkan dirinya, karena perwujudan diri merupakan kebutuhan pokok dalam hidup manusia. Maslow menekankan dalam penyelidikan sistem kebutuhan manusia, aspek kemampuan berpikir kreatif yang tinggi merupakan manifestasi dari manusia yang berfungsi sepenuhnya dalam perwujudan dirinya.4 Selain itu kemampuan berpikir kreatif juga memungkinkan peserta didik melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah dalam matematika. Di sekolah, guru melatih siswa pengembangkan pengetahuan, ingatan, dan kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir disini diantaranya merupakan kemampuan menemukan jawaban yang paling tepat, mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan yang merupakan indikator kreatif kelancaran dan keluwesan.

Namun pada kenyataannya, kemampuan berpikir kreatif matematis yang merupakan salah satu tujuan pendidikan tersebut belum tercapai dengan

3

Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 1, 2013), h. v.

(17)

maksimal. Salah satu penelitian berkenaan dengan kemampuan berpikir kreatif secara khusus telah dibahas oleh Fardah yang menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis siswa tingkat sekolah dasar dan menengah masih dalam kategori rendah, yaitu sebesar 46,67%.5 Penelitian ini mengukur kemampuan berpikir kreatif menggunakan tes open-ended yang dirancang sehingga dapat menggambarkan proses berpikir kreatif dengan lebih jelas. Contohnya dalam mengerjakan soal ditekankan pada banyaknya jawaban benar dan banyaknya strategi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah, kemampuan ini merupakan bagian dari indikator keluwesan. Namun mayoritas siswa hanya menjawab dengan satu strategi saja. Hal ini menunjukkan bahwa indikator keluwesan berpikir kreatif siswa masih rendah.

Penelitian selanjutnya mengenai kemampuan berpikir kreatif adalah hasil penelitian Tri Nova tentang implementasi Project-Based Learning (PBL) dengan Peer and Self-Assessment (PSA) terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa SMP kelas VII juga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa masih dalam tahap rendah, yaitu untuk indikator keluwesan atau flexibility dengan metode konvensional hanya sebesar 2,02. Kemudian setelah adanya implementasi PBL dengan PSA indikator tersebut mengalami peningkatan sedikit namun masih dalam kategori rendah. Kemampuan keluwesan siswa hanya sebesar 2,55.6 Indikator ini berkaitan dengan kemampuan siswa menjawab atau memberikan solusi sebanyak mungkin dan berbeda-beda. Siswa masih sulit mengembangkan kemampuan menafsirkan suatu masalah dari berbagai sudut pandang sehingga dihasilkan berbagai solusi yang berbeda.

Martin Prosperity Institute juga melakukan penelitian yang menguatkan bahwa kemampuan berpikir kreatif anak Indonesia masih rendah, yaitu indeks

5

Dini Kinati Fardah, Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended, Jurnal KREANO FMIPA UNNES,Vol. 3, No. 2, 2012.

6

(18)

kreativitas bangsa Indonesia berada pada peringkat ke 81 dari 82 negara.7 Penelitian ini memperlihatkan bahwa sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia belum dapat bersaing dalam perkembangan teknologi dan talenta per individu dikarenakan daya kreativitasnya yang rendah.

Rendahnya kemampuan berpikir kreatif matematis siswa juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran di kelas. Perkembangan kurikulum yang terus menerus diperbaiki tidak diimbangi dengan pelaksanaan nyata di sekolah. Masih banyak guru yang menerapkan metode ceramah dan ekspositori dalam pembelajaran matematika di kelas sehingga kemampuan berpikir kreatif matematis siswa rendah.

Salah satu solusi yang dianggap dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa adalah penerapan pendekatan problem posing pada pembelajaran. Pada pembelajaran ini, siswa diminta untuk membuat masalah atau soal berdasarkan contoh yang diberikan guru dengan mengubah strukturnya. Siswa aktif mengonstruksi permasalahan dan menemukan berbagai alternatif solusi berupa pertanyaan atau soal baru. Penerapan problem posing pada pembelajaran matematika juga telah dianjurkan oleh NCTM (National Council of Teaching of Mathematics) di Amerika. Siswa-siswa diberi kesempatan banyak dalam menginvestigasi dan merumuskan pertanyaan-pertanyaan atau soal dari situasi masalah. English menjelaskan bahwa pendekatan problem posing yang diterapkan pada pembelajaran matematika dapat mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika,8 sebab ide-ide matematika siswa yang dituangkan dalam pembentukan soal dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat mengingkatkan performa siswa dalam pemecahan masalah. Pengajuan soal itu sendiri adalah bentuk produk kreatif siswa dalam matematika. Suryosubroto mengemukakan bahwa salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan

7

Richard Florida, et al., Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index, (Toronto: Martin Prosperity Institute, 2011), p. 40-41.

8Tatag Yuli Eko S., “Pengajuan Soal (Problem Posing) oleh Siswa dalam Pembelajaran Geometri di SLTP ”, prosiding disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dengan judul

(19)

interaktif yakni problem posing atau pengajuan masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan.9 Pendekatan problem posing dimaksudkan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian diupayakan untuk dicari jawabannya baik secara individu maupun kelompok.

Tahap problem posing pada pembelajaran ini, dilakukan siswa melalui proses berpikir kreatif, yaitu keluwesan dan elaborasi. Saat siswa mulai merekonstruksi, hal yang pertama dilakukan adalah membuat rincian informasi apa saja yang ada, maka proses penafsiran terhadap suatu masalah sedang terjadi. Kemudian setelah informasi terkumpul, siswa akan mencari berbagai macam kemungkinan solusi dari permasalahan tersebut agar penyelesaian akhirnya dapat bervariasi dan berbeda dari permasalahan awal. Pada saat siswa mengubah permasalahan awal, siswa dapat menambahkan informasi atau merubah permasalahan yang ada berarti siswa telah mengembangkan atau memprakarya gagasan orang lain yang dalam kasus ini adalah guru sehingga solusi yang dihasilkan pun berubah strukturnya. Pada pembelajaran ini guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator. Siswa berperan aktif dalam inti pembelajaran dengan mencari sumber materi dan juga mencari kaitan materi-materi lain sebelumnya yang telah mereka pelajari dan dapat digunakan dalam materi selanjutnya menggunakan pembelajaran ini.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “PENGARUH PENDEKATAN PEMBELAJARAN

STRUCTURED PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka muncul beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Secara umum kemampuan berpikir kreatif matematis siswa di Indonesia masih rendah.

9

(20)

2. Proses belajar matematika di kelas masih terbatas pada mencatat dan mengerjakan soal-soal konseptual, sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan soal matematika yang lebih kompleks.

3. Kurangnya variasi dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi monoton.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan peneliti agar masalah yang diteliti terfokus dan tidak meluas. Pembatasan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Problem Posing yang dipilih pada penelitian ini adalah tipe Structured Problem Posing, yaitu pembelajaran dengan tujuan siswa membuat pertanyaan atau soal dengan mengubah struktur dari soal yang telah diberikan dan diselesaikan sebelumnya dengan merekonstruksi, memvariasikan maupun mengubah permasalahan awal yang telah diberikan sehingga dihasilkan soal baru yang berbeda.

2. Penggunaan pendekatan Structured Problem Posing ini dlilihat pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang dibatasi pada indikator: keluwesan (Flexibility), kerincian (Elaboration), dan keaslian (Originality).

3. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII, SMP Muhammadiyah 17 Ciputat yang beralamat di Jl. Ir. H. Juanda No. 211, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Penelitian ini dilaksanakan di semester genap tahun ajaran 2014/2015.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah tersebut, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

(21)

2. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran Structured Problem Posing lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pendekatan konvensional?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan pendekatan Structured Problem Posing, serta mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan tersebut terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Manfaat yang didapat dengan adanya penelitian ini, antara lain:

1. Bagi Peneliti, dapat digunakan sebagai pengalaman menulis karya ilmiah dan melakukan penelitian dalam pembelajaran matematika di sekolah.

2. Bagi guru, sebagai alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika di kelas.

(22)

9 A. Landasan Teoritis

1. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Dalam menghadapi atau merespon suatu permasalah, otak manusia akan bekerja dan memunculkan berbagai macam ide yang akhirnya diwujudkan dengan hasil pemikiran berupa tindakan, ucapan, tulisan dll. Proses ini merupakan bentuk berpikir. Proses berpikir merupakan salah satu ciri manusia sebagai homo sapiens atau makhluk sosial, manusia mulai berpikir sejak lahir sampai akhir hayatnya. Manusia berpikir untuk menanggapi segala permasalahan yang dihadapi. Kelebihan manusia dibandingkan hewan adalah kekuatan pikirannya yang secara konsisten ditunjukkan dengan perbuatan melalui proses pemahaman. Seseorang dapat berpikir kapan saja dan dimana saja. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang dapat memperbaiki keadaan dirinya, serta memperbaiki keadaan sekelilingnya sehingga hasil pemikirannya merupakan hal-hal yang berguna dan tidak sia-sia.

Berpikir menurut Pail Mussen dan Mark R. Rossenzweig adalah yang mengacu pada banyak macam aktivitas yang melibatkan manipulasi konsep dan lambang serta penyajian objek. Berpikir menurut Resnick yaitu proses yang melibatkan operasi mental seperti klasifikasi, induksi, deduksi, dan penalaran. Berpikir merupakan proses yang kompleks dan non algoritmik dimulai dengan pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan.1 Berdasarkan beberapa pengertian berpikir tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan proses mental di dalam otak yang melibatkan manipulasi konsep, operasi mental, dimulai dari

(23)

pembentukan pengertian, pembentukan pendapat, sehingga sampai pada penarikan kesimpulan terhadap suatu fenomena yang ada.

Menurut Peter Reason, berpikir adalah proses mental yang lebih dari sekedar mengingat dan memahami. Sedangkan menurut Reason pengertian berpikir mengingat dan memahami lebih bersifat pasif dari kegiatan berpikir, karena proses berpikir menyebabkan seseorang senantiasa bergerak mencari informasi dan terus mengembangkan pemahaman sampai pada proses menemukan solusi baru dari persoalan yang sedang dihadapi.2 Proses mengingat merupakan usaha menemukan kembali memori yang telah disimpan di otak dengan sengaja sedangkan memahami merupakan pembelajaran yang lebih mendalam terhadap sesuatu sehingga ditemukan makna yang tepat.

Perkembangan berpikir bergerak dari kegiatan berpikir konkret menuju kegiatan berpikir secara abstrak. Perubahan cara berpikir ini bergerak sesuai penambahan usia. Terdapat beberapa jenis berpikir, salah satunya adalah proses berpikir yang sangat penting untuk dikembangkan yaitu proses berpikir kreatif. Berpikir kreatif erat kaitannya dengan kreatifitas, karena hasil dari proses berpikir kreatif dapat menghasilkan produk baru yang dikenal dengan kreativitas. Dalam memahami pengertian berpikir kreatif dan kreativitas sering tidak dipisahkan.

Berdasarkan sejarah psikologi kognitif, Wallas menjelaskan bahwa ada 4 tahapan proses kreatif yaitu:

1. Persiapan. Memformulasikan suatu masalah dan membuat usaha awal untuk memecahkannya.

2. Inkubasi. Masa dimana tidak ada usaha yang dilakukan secara langsung untuk memecahkan masalah dan perhatian dialihkan sejenak pada hal lainnya.

3. Iluminasi. Memperoleh insight (pemahaman yang mendalam) dari masalah tersebut.

2

(24)

4. Verifikasi. Menguji pemahaman yang telah didapat dan membuat solusi.3 Pada tahap persiapan, individu berusaha mengumpulkan informasi atau

data untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Kemudian individu memikirikan berbagai macam alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi tersebut. Dengan bekal ilmu pengetahuan yang dimilikinya individu tersebut menjajaki berbagai kemungkinan jalan keluar yang dapat ditempuh, namun pada tahap ini belum ada arah yang tetap.

Pada tahap inkubasi, proses pemecahan masalah dipendam dalam alam bawah sadar, individu seakan melupakannya. Pada tahap ini dapat dimaknai sebagai tahap melepaskan diri untuk beberapa saat dari masalah yang dihadapi (refreshing). Proses inkubasi ini dapat berlangsung lama maupun sebentar sampai akhirnya timbul inspirasi atau gagasan untuk memecahkan masalah itu.

Tahap ketiga yaitu iluminasi, sudah timbul inspirasi atau gagasan baru serta proses-proses psikologis yang mengawali dan mengikuti munculnya inspirasi atau gagasan baru tersebut.

Tahap terakhir yaitu verifikasi, gagasan yang telah muncul dievaluasi secara kritis dan konvergen serta menghadapkannya kepada realitas. Sehingga pemikiran tidak terlepas dari pemikiran kebalikannya. Misalnya pemikiran konvergen harus diikuti dengan pemikiran divergen, pemikiran dan sikap spontan harus diikuti oleh pemikiran selektif dan sengaja, firasat harus diikuti dengan pemikiran logis dsb.

Sedangkan berdasarkan pendekatan psikologis mengenai proses kreatif, Clark menjelaskan konsep kreativitas yang lain, yaitu mencakup sintesis dari fungsi-fungsi thinking, feeling, sensing, dan intuiting.4 Konsep ini berpendapat bahwa kreativitas adalah ekspresi tertinggi keberbakatan dan yang bersifat terintegrasikan, yaitu pengaitan dari semua fungsi dasar manusia. Thinking mencakup kondisi berpikir rasional yang dapat diukur dan dikembangkan melalui latihan-latihan yang dilakukan secara sadar dan

3

Robert L. Solso, et. al., Psikologi Kognitif, (Jakarta: Erlangga, 2007). 4

(25)

sengaja dirancang. Feeling atau perasaan adalah kondisi emosional yang tercermin dari Tuhan untuk diperlihatkan kepada individu lain sehingga memperoleh respon emosional yang diharapkan. Sensing atau penginderaan menunjuk pada suatu keadaan ketika dengan kemampuan yang ada dapat diciptakan produk baru yang dapat dilihat dan didengar orang lain. Konsep ini dapat dikembangkan apabila individu memiliki perkembangan fisik, mental dan keterampilan tinggi di bidang yang sesuai dengan bakatnya. Intuiting adalah kesadaran tertinggi yang menuntut adanya kesadaran dengan cara membayangkan, berfantasi, dan melakukan terobosan ke daerah prasadar dan tak sadar.

Ada beberapa pakar yang menjelaskan tentang pengertian berpikir kreatif antara lain menurut Gie, berpikir kreatif adalah rangkaian tindakan yang dilakukan orang dengan menggunakan akal budinya untuk menciptakan buah pemikiran baru dari kumpulan ingatan yang berisi ide, konsep, pengalaman dan pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif ditandai dengan penciptaan sesuatu yang baru hasil dari ide, konsep, pengalaan dan pengetahuan. Sedangkan menurut Evans, berpikir kreatif diartikan sebagai aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan yang terus menerus, sehingga ditemukan kombinasi yang benar atau sampai seseorang itu menyerah.5 Pengertian ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif akan menghasilkan kombinasi baru hasil dari menghubungkan sesuatu.

Rogers mendefinisikan berpikir kreatif sebagai proses munculnya hasil-hasil baru ke dalam suatu tindakan. Hasil-hasil-hasil baru itu muncul akibat sifat individu unik yang berinteraksi dengan individu lain, pengalaman, maupun keadaan hidupnya. Demikian juga Drevdahl mendefinisikan berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk memproduksi komposisi dan gagasan-gagasan baru yang dapat berwujud aktivitas imajinatif atau sintesis yang mungkin melibatkan pembentukan pola-pola baru dan kombinasi dari pengalaman masa lalu yang dihubungkan dengan yang sudah ada pada situasi sekarang.

5

(26)

Selanjutnya, Rhodes mengelompokkan definisi kreativitas dalam empat kategori yaitu, product, person, process, dan press.6 Kategori product lebih ditekankan pada hasil karya yang baru atau belum pernah ada, maupun kombinasi dari karya-karya yang ada sebelumnya. Kategori person ditekankan pada ciri-ciri yang ditunjukkan oleh seseorang yang kreatif. Kategori process menekankan pada waktu dimulainya pemikiran kreatif apa saja yang dialami sampai timbul perilaku kreatif tersebut. Adapun kategori press lebih ditekankan kepada faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses kreatif tersebut.

Pengertian lain tentang berpikir kreatif dikemukakan oleh Munandar yang merupakan kesimpulan dari beberapa ahli, bahwa berpikir kreatif merupakan kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan atau fleksibilitas, dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci) suatu gagasan.7 Unsur-unsur tersebut membentuk sifat-sifat dasar yang khas dari proses berpikir kreatif, selain itu unsur-unsur ini pula yang membuat pengembangan berpikir kreatif sangat berguna untuk kehidupan, dan dapat menghasilkan produk kreativitas yang tepat guna.

Kreativitas yang ditekankan oleh Munandar adalah keseluruhan kepribadian yang merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Lingkungan merupakan tempat individu tinggal dan berinteraksi dengan individu lain dapat mendukung berkembangnya proses berpikir kreatif, tetapi ada pula yang justru menghambat berkembangnya proses berpikir tersebut. Kemampuan berpikir kreatif kemudian digunakan untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada ketika berinteraksi dengan lingkungannya dan mencari berbagai alternatif pemecahannya sehingga dapat tercapai penyesuaian diri yang tepat.

6

Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet. 5, 2009), h. 42.

7

(27)

Dari beberapa pengertian berpikir kreatif yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan berpikir kreatif merupakan aktivitas mental menggunakan akal budi untuk menyusun, membuat hubungan-hubungan dari berbagai ide, konsep, pengalaman, dan pengetahuan sehingga memunculkan pemikiran baru, maupun kombinasi baru yang terlihat pada kemampuan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas, dan elaborasi.

Seseorang dapat dikatakan kreatif jika memiliki karakteristik atau ciri-ciri tertentu yang menonjol dan tercermin dalam kepribadiannya. Seperti yang dikemukakan Piers sebagai berikut:

1. Memiliki dorongan (drive) yang tinggi. 2. Memiliki keterlibatan yang tinggi. 3. Memiliki rasa ingin tahu yang besar. 4. Memiliki ketekunan yang tinggi.

5. Cenderung tidak puas terhadap kemapanan. 6. Penuh percaya diri.

7. Memiliki kemandirian yang tinggi. 8. Bebas dalam mengambil keputusan. 9. Menerima diri sendiri.

10.Senang humor.

11.Memiliki intuisi yang tinggi.

12.Cenderung tertarik kepada hal-hal yang kompleks. 13.Toleran terhadap ambiguitas.

14.Bersifat sensitif.8

Sedangkan Torrance mengemukakan karakteristik kreativitas sebagai berikut:

1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar. 2. Tekun dan tidak mudah bosan. 3. Percaya diri dan mandiri.

4. Merasa tertantang oleh kemajemukan atau kompleksitas. 5. Berani mengambil resiko.

8

(28)

6. Berpikir divergen.9

Ciri-ciri tersebut juga dapat menjadi acuan sejauh mana seorang individu memiliki kreativitas dalam dirinya. Namun tidak semua individu dapat berpikir kreatif dengan baik. Karena proses kreatif dapat dikembangkan melalui rangsangan dan lingkungannya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses kreatif seseorang, misalnya menurut Munandar faktor-faktor tersebut antara lain adalah usia, tingkat pendidikan orangtua, tersedianya fasilitas, dan penggunaan waktu luang.10 Usia merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kreativitas individu disebabkan perkembangan dan cara berpikir yang berbeda-beda pada tahap anak-anak, remaja, dewasa maupun manula. Tingkat pendidikan orangtua memungkinkan pengaruh awal dalam keluarga yang dapat mendukung proses kreatif maupun sebaliknya menghambat proses kreatif. Dengan tersedianya fasilitas penunjang proses kreatif yang memadai dapat mempengaruhi berkembangnya kreativitas tersebut. Faktor terakhir yaitu penggunaan waktu luang, orang yang kreatif akan menggunakan waktu luangnya untuk terus mencoba memikirkan dan mencari alternatif-alternatif baru karena ketidakpuasannya dengan keadaan sekarang dan ingin mengembangkan kemampuan dirinya secara terus menerus.

Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Bishop menjelaskan bahwa seseorang memerlukan dua model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis. Pendapat ini lebih melihat berpikir kreatif sebagai pemikiran yang intuitif, yaitu pemikiran yang tiba-tiba muncul, tak terduga dan di luar kebiasaan. Pehkonen berpendapat bahwa berpikir kreatif sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan intuisi tetapi masih dalam kesadaran.11 Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, maka pemikiran divergen menghasilkan banyak ide.

9

Ibid., h. 53. 10

Ibid., h. 54. 11

(29)

Pengertian ini menjelaskan bahwa berpikir kreatif memperhatikan pikiran yang logis, intuitif, untuk dapat menghasilkan ide-ide.

Maka berpikir kreatif matematis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan berpikir yang dilakukan seseorang untuk membangun ide dengan menyusun dan membuat hubungan-hubungan dari berbagai ide, konsep, pengalaman dan pengetahuan, sehingga menghasilkan gagasan baru maupun kombinasi baru secara lancar, fleksibel, orisinil, maupun hasil elaborasi. Kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan proses berpikir tingkat tinggi yang dapat dikembangkan dengan pembelajaran yang lebih dari sekedar pengetahuan prosedural, namun dengan menekankan pada pemahaman konseptual, kontekstual dan dikerjakan secara terus menerus.

b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Guilford menyatakan bahwa kreativitas mengacu pada kemampuan yang menandai ciri-ciri orang kreatif, yaitu cara berpikir konvergen dan divergen. Cara berpikir konvergen adalah cara-cara individu dalam memikirkan sesuatu dengan berpandangan bahwa hanya ada satu jawaban yang benar. Sedangkan cara berpikir divergen adalah kemampuan individu untuk mencari berbagai alternatif jawaban terhadap suatu persoalan.12 Berpikir divergen ini memiliki pemahaman bahwa setiap menghadapi suatu persoalan, seseorang perlu memikirkan persoalan tersebut dari berbagai sudut pandang sehingga dapat dihasilkan jawaban yang beragam.

Amal menambahkan bahwa komposisi kapabilitas (rasionalisasi) kreativitas sebagai berikut:

1. Kefasihan/Kelancaran, yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide yang dikeluarkan secara cepat.

2. Keluwesan, yaitu kemampuan untuk mengeluarkan ide yang berbeda, jawaban-jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, juga sikap terhadap sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda.

12

(30)

3. Orisinalitas, yaitu kemampuan untuk menghasilkan gagasan asli. Kemampuan ini berkaitan dengan pemikiran yang menjadi hak miliknya, dan berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh orang lain.

4. Elaborasi, yaitu kemampuan mengembangkan gagasan dengan menambah rincian, atau mengubah rincian sehingga lebih menarik.13 Kelancaran berpikir merupakan kemampuan yang ditekankan pada

kuantitas jawaban, misalnya siswa dapat menjawab beberapa soal dengan cepat dan dalam waktu yang singkat. Keluwesan berpikir memiliki pengertian bahwa orang yang berpikir kreatif akan bersikap terbuka pada pemikiran-pemikiran baru. Dalam prakteknya kemampuan ini bisa dilihat dari banyaknya jawaban siswa yang berbeda dan banyaknya cara yang dipakai siswa dalam menjawab soal. Orisinalitas, merupakan sifat khas, contohnya untuk soal sebutkan kegunaan kertas, mayoritas siswa akan menjawab kegunaan kertas adalah media menulis, sedangkan siswa yang berpikir kreatif akan menjawab beberapa kegunaannya selain sebagai media menulis, kertas juga dapat dipakai untuk membuat pesawat mainan, origami, dll. Elaborasi dalam matematika berkaitan dengan kemampuan menambahkan keterangan, membuat variabel, maupun menambahkan gambar sehingga soal tersebut lebih mudah diselesaikan.

Selain itu, Utami Munandar juga menjelaskan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif yang hampir sama, berikut uraiannya:14

Tabel 2.1 Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kreatif

Pengertian Perilaku Siswa

1. Berpikir lancar:

 Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, atau pertanyaan

 Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal

 Mengajukan banyak pertanyaan  Menjawab dengan sejumlah

jawaban jika ada pertanyaan  Mempunyai banyak gagasan

mengenai suatu masalah,

 lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya

 Bekerja lebih cepat dan

13

Amal A. Al-Khalili, Mengembangkan Kreativitas Anak, Terj. Umma Farida, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 176.

14

(31)

 Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban

melakukan lebih banyak dari anak-anak lain

 Dapat dengan cepat melihat kesalahan dan kekurangan dari suatu objek atau situasi

2. Berpikir luwes:

 Menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi

 Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda

 Mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda  Mampu mengubah cara

pendekatan atau cara pemikiran

 Memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu obyek

 Memberikan bermacam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah

 Menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda

 Memberikan pertimbangan terhadap situasi yang berbeda dari yang diberikan orang lain  Memikirkan bermacam-macam

cara yang berbeda untuk menyelesaikannya

 Mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang bertentangan dengan mayoritas kelompok

 Menggolongkan hal menurut pembagian yang berbeda-beda  Mampu mengubah arah berpikir

secara spontan 3. Berpikir Orisinal:

 Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik

 Memikirkan cara yang tidak lazim digunakan

 Mampu membuat kombinasi tidak lazim dari unsur-unsur

 Memikirkan masalah atau hal yang tidak dipikrikan orang lain  Mempertanyakan cara-cara

lama dan memikirkan cara-cara baru

 Memilih a-simetris dalam menggambar atau membuat desain

 Memiliki cara berpikir yang lain daripada yang lain

 Mencari pendekatan yang baru dari yang streotype

(32)

 Lebih senang mensintesis dari pada menganalisis sesuatu 4. Elaboratif:

 Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk

 Menambah atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga lebih menarik

 Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci

 Mengembangkan atau

memperkaya gagasan orang lain  Mencoba atau menguji

detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh

 Mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana

 Menambahkan garis-garis, warna-warna, dan detil-detil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain

[image:32.595.108.515.113.438.2]
(33)
[image:33.595.110.518.186.542.2]

Pada penelitian ini, indikator kemampuan berpikir kreatif matematis yang diteliti hanya beberapa sub indikator saja, yang akan dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis

Pengertian Perilaku Siswa

1. Berpikir luwes:

 Menghasilkan jawaban-jawaban bervariasi

 Memikirkan berbagai macam cara yang berbeda untuk menyelesaikannya

2. Elaboratif:

 Menambah atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik

 Mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah terperinci

3. Orisinal:

 Memikirkan cara yang tidak lazim digunakan

 Menemukan sendiri solusi dari suatu masalah dengan jawaban yang unik

Pemilihan indikator kemampuan berpikir kreatif tersebut didasari pada pertimbangan materi pelajaran matematika yang akan dipilih dan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih.

2. Pendekatan Pembelajaran Problem Posing

a. Pengertian Pendekatan Problem Posing

Menurut Fontana, belajar adalah suatu proses perubahan yang relatif tetap dari perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. Selanjutnya, Bell Gretler memberikan pernyataan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia dalam upaya mendapatakan aneka ragam kompetensi, skill, dan sikap. Bower dan Hilgard menambahkan bahwa belajar adalah mengacu pada perubahan perilaku atau potensi individual sebagai hasil dari pengalaman dan perubahan tersebut tidak disebabkan oleh insting (the basis of the subject’s native response tendencies), kematangan (maturation) atau kelelahan (fatique), dan kebiasaan (habits).15 Pengalaman disini adalah sesuatu yang

15

(34)

individu alami sendiri dan cara penyelesaiannya membuatnya selalu teringat, karena dipikirkan secara sengaja dan tidak biasa dialami atau dilakukan sebelumnya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan manusia untuk mendapatkan suatu kemampuan, keterampilan (skill), dan sikap (attitude) secara bertahap dan berkelanjutan sepanjang hidupnya dimulai dari bayi sampai manula. Proses belajar terjadi secara terus menerus dan bukan berdasarkan insting, kematangan, kelelahan dll. Belajar merujuk pada perubahan perilaku individu sebagai akibat dari proses pengalaman yang dialaminya. Perubahan perilaku tersebut contohnya pada awalnya tidak dapat berhitung dan menyebutkan angka-angka, menjadi dapat berhitung dan menyebutkan angka-angka. Perubahan ini memerlukan waktu sehingga diperolehlah pengalaman belajar.

Pengalaman belajar dapat diperoleh melalui pendidikan di sekolah dengan mengikuti proses pembelajaran. Kata pembelajaran mengacu pada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Pembelajaran bisa dikatakan diambil dari kata instruction yang berarti serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.16 Kata pembelajaran adalah istilah yang mencakup kegiatan guru dan siswa. Dalam pembelajaran segala kegiatannya berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa, interaksi siswa dengan guru, dengan materi, dan dengan siswa lainnya.

Pasal 1 butir 20 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas juga menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Terdapat lima komponen pembelajaran yang dapat menjadi acuan dalam membuat suatu pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu: interaksi, peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Interaksi mengandung arti hubungan timbal balik antara guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa lainnya. Interaksi tersebut juga berhubungan dengan komponen

16

(35)

pembelajaran yang lainnya bagaimana sumber belajar dikaitkan dengan pembelajaran dan juga lingkungan belajar.17 Lingkungan belajar yang tepat dapat mendorong proses belajar berjalan maksimal.

Tingkat keberhasilan guru dalam mengajar dapat dilihat dari perkembangan kemampuan dan karakter siswanya, sehingga dapat dikatakan bahwa guru yang hebat adalah guru yang dapat menginspirasi siswa-siswanya. Upaya mendorong siswa berinspirasi diperlukan keterampilan mengajar guru dalam membuat pembelajaran yang kreatif sehingga siswa mengetahui makna dan tujuan pembelajaran tersebut. Dimulai dari membuat perencanaan, melaksanakan pembelajaran, sampai melakukan penilaian. Kegiatan pembelajaran di sekolah memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai. Salah satunya yaitu mencetak generasi penerus bangsa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif tinggi, untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut diperlukan pendekatan yang mampu merangsang siswa untuk mengembangkan kemampuannya sehingga dapat menyerap dan memahami pembelajaran.

Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang pendidik terhadap pembelajaran. Pendekatan pembelajaran adalah sekumpulan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran mengacu pada pemilihan teori belajar yang digunakan sebagai prinsip dalam proses belajar mengajar. Sebuah pendekatan pembelajaran memaparkan bagaimana siswa memperoleh pengetahuan dalam pelajaran tertentu.18 Melalui pendekatan pembelajaran, guru dapat menentukan proses pembelajaran yang dipilih di dalam kelas, menurut teori mana yang sesuai dengan materi dan juga keadaan siswa di kelas tersebut.

Menurut Roy Killen, terdapat dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (strudent-centred

17 Ibid. 18

(36)

approaches).19 Pendekatan yang berpusat pada siswa akan mempercepat perkembangan siswa, karena siswa dituntut untuk berperan aktif, mandiri dan juga melakukan proses inkuiri. Pendekatan pembelajaran problem posing atau dalam bahasa Indonesia merupakan pendekatan pembelajaran pengajuan masalah atau pengajuan soal, merupakan contoh pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pendekatan problem posing terfokus pada upaya peserta didik secara sengaja menemukan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru.

Silver mengemukakan bahwa problem posing dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika.20 Sebenarnya tema ini telah menjadi sentral dalam pendidikan matematika sejak lama. Pentingnya problem posing juga telah diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of Matehmatics (NCTM) sebagai reformasi pendidikan matematika,21 sehingga NCTM sangat merekomendasikan penerapan problem posing dalam pembelajaran matematika.

Selanjutnya, Leung dan Silver juga mengemukakan bahwa problem posing mempunyai pengaruh positif pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita, kemudian English menambahkan bahwa problem posing juga memberikan kesempatan untuk menambah wawasan dalam memahami konsep matematika dan prosesnya.22 Oleh karena itu, problem posing sangat diperlukan dalam matematika dan dapat menjadi salah satu pendekatan yang dipakai guru di dalam kelas. Elena Stoyanova mengartikan problem posing sebagai proses yang mana menggunakan dasar pengalaman matematika, siswa mengembangkan interpretasi diri dari situasi kontekstual, dan merumuskannya sebagai masalah matematika yang bermakna. Pengertian

19

Wina Sanjaya, op. cit., h. 127. 20

Tatag Yuli Eko S., op. cit., h. 40. 21

Marios Pittalis, et.al., “A Structural Model For Problem Posing”, Proceedings of the 28th Conference of the International Group for the Psycology of Mathematics Education, vol. 4, 2004, p. 49.

22

(37)

lain problem posing diberikan Silver, yaitu melibatkan pembuatan soal baru dari situasi atau pengalaman yang ada, atau pembuatan soal berdasarkan soal yang telah diselesaikan.23 Pembuatan soal yang baru itu dapat menjadi wadah untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika.

Menurut Suyatno, problem posing dapat diartikan pula sebagai pemecahan masalah dengan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih sederhana sehingga mudah dipahami.24 Pengertian ini mengandung arti bahwa dalam membuat masalah siswa harus memahami masalah awal terlebih dahulu, kemudian merinci bagian-bagiannya sehingga dapat diidentifikasi kekeliruan, maupun alternatif pemecahan masalah yang dapat menjadi acuan penyusunan masalah baru yang lebih sederhana.

Dapat disimpulkan bahwa problem posing merupakan suatu proses pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan siswa berdasarkan pengalaman atau soal yang telah diselesaikan sebelumnya, dengan mengubah situasi, data maupun struktur keduanya. Problem posing mendorong siswa untuk mengumpulkan pengetahuan, merubah, dan mengonstruksi persoalan yang ada sehingga tercipta ide-ide baru yang sesuai. Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Silver, Kilpatrick dan Schlesinger yang mengatakan aktivitas problem posing di dalam kelas bisa mempercepat perkembangan berpikir matematika siswa.25 Karena berpikir kreatif matematis merupakan bagian tak terpisahkan dari berpikir matematika, maka dengan problem posing pun akan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Hal ini diperkuat oleh Utami Munandar yang menyatakan bahwa salah satu cara untuk merangsang daya pikir kreatif yaitu dengan mengajukan

23

Elena Stoyanova and Nerida F. Ellerton, “A Framework for Research into Students’

Problem Posing in School Mathematics”, Articles Technology in Mathematics Education, 1996, p. 518.

24

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, Cet. 1, 2009), h. 62.

25

(38)

pertanyaan yang menantang.26 Sehingga pembelajaran yang menggunakan pendekatan problem posing dapat digunakan sebagai upaya mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Salah satu pakar yang mengembangkan problem posing adalah Silver, ia mengategorikan aktivitas matematika dalam problem posing sebagai berikut. 1. Pre-solution posing. Siswa mengajukan permasalahan dari situasi yang

diberikan oleh guru. situasi yang diberikan oleh guru dapat berupa situasi terbuka atau berupa gambar. Siswa diharapkan merespon situasi yang telah diberikan tersebut.

2. Within-solution posing. Masalah yang diajukan oleh siswa ketika siswa sedang menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru. Guru memberikan masalah untuk diselesaikan oleh siswa, kemudian siswa mengajukan masalah baru ketika menyelesaikan permasalaha yang diberikan oleh guru.

3. Post-solution posing. Guru memberikan masalah untuk diselesaikan oleh siswa, kemudian siswa menyelesaikan masalah tersebut. Setelah siswa menyelesaikan masalah tersebut, lalu siswa mengajukan masalah baru.27 Pemilihan kategori problem posing menurut Silver ini, didasari oleh waktu pembuatan masalah baru. Seperti pada problem posing tipe pre-solution posing misalnya, siswa membuat masalah baru hanya berdasarkan situasi terbuka atau gambar. Pembuatan masalah disini berarti sebelum ada masalah lain yang perlu untuk diselesaikan. Lain halnya dengan within-solution posing, siswa membuat masalah baru dalam kategori ini bersamaan waktunya ketika sedang mengerjakan masalah awal. Selanjutnya untuk tipe post-solution posing, siswa membuat masalah baru setelah menyelesaikan masalah awal terlebih dahulu.

26

Utami Munandar, op. cit., h. 86.

(39)

Berbeda dengan Silver, Elena Stoyanova mengategorikan problem posing berdasarkan pada materi matematika, kemampuan siswa, atau tingkat berpikir siswa. Problem posing menurut Elena dikategorikan menjadi tiga, yaitu Free Problem Posing, Semi-Structured Problem Posing, dan Structured Problem Posing. Pemilihan katerogi ini. Berikut diuraikan masing-masing katerogi tersebut.

1. Free Problem Posing (problem posing bebas), dalam rangka mendorong siswa untuk mencerminkan pengalaman yang pernah mereka alami, siswa diminta untuk membuat soal secara bebas berdasarkan situasi kehidupan sehari-hari, atau membuat soal yang mereka sukai.

2. Semi-Structured Problem Posing (problem posing semi-terstruktur), pembuatan soal pada kategori ini diatur dari situasi masalah yang mengikuti masalah tersebut, namun belum terangkai penuh. Bentuk soalnya hanya berdasarkan gambar, persamaan, perhitungan, atau pertidaksamaan. Siswa diminta untuk mendeskripsikan jenis masalah apa yang dapat dibuat berdasarkan informasi yang diberikan.

3. Structured Problem Posing (problem posing terstruktur), kategori ini berdasarkan masalah tertentu yang telah diselesaikan sebelumnya. Pembuatan soal dimaksudkan untuk membantu siswa mengerti masalah yang serupa dan penyelesaian masalahnya, juga untuk mengeksplorasi kemungkinan hubungan diantara pernyataan masalah dan ide penyelesaiannya. Selama pembuatan soal, siswa akan memikirkan pengaruh bagaimana jika penyelesaiannya diubah, siswa dapat juga menirukan masalah awal tetapi dengan metode penyelesaian yang berbeda, atau dapat pula membuat masalah yang berkebalikan dengan masalah awal.28

Pendekatan problem posing yang digunakan pada penelitian ini adalah structured problem posing. Strategi yang digunakan siswa dalam merancang masalah baru dengan pendekatan Polya. Strategi itu yakni: pertama, mengubah data; kedua, merubah situasinya; dan ketiga, mengubah data dan

28

(40)

situasinya. Brown dan Walter juga merancang formula pembuatan soal berdasarkan soal-soal yang telah diselesaikan dengan memvariasikan kondisi atau tujuan dari masalah yang diberikan.29 Pembelajaran seperti ini mengharuskan guru benar-benar menguasai materi dan memiliki kemampuan pedagogik yang tinggi, sehingga kreativitas yang dimiliki guru dalam membuat pembelajaran ini tinggi pula.

b. Tahapan Pendekatan Problem Posing

Menurut Brown dan Walter, dalam pembuatan atau perumusan soal pada pembelajaran matematika memiliki dua perspektif, perspektif disini dapat dipahami sebagai tahapan kognitif yang dialami siswa. Tahap pertama yaitu tahap accepting (menerima), dan tahap kedua yaitu tahap challenging (menantang). Berikut akan dijelaskan kedua tahap tersebut secara lebih rinci: 1. Tahap accepting (menerima), merupakan suatu kegiatan dimana siswa

menerima tugas yang telah ditentukan oleh guru. Pada tahap ini siswa langsung memberikan respon terhadap tugas yang diberikan sesuai dengan tingkat pengalaman matematikanya.

Contohnya: diberikan persamaan �2+ 2 = 2, jawabannya apa saja? Siswa akan langsung menerima tugas tersebut dan memikirikan jawaban yang tepat. Beberapa jawaban yang mungkin diberikan adalah tiga angka yang ada dalam ingatan mereka. Seperti 3, 4, 5 atau 5, 12, 13. Tahapan ini memberikan asumsi bahwa ketika guru memberikan persamaan tersebut siswa akan mengartikannya sebagai mencari solusi dengan angka yang akan sama dengan persamaan tersebut.

Beberapa contoh yang dapat digunakan pada tahap ini adalah situasi sehari-hari yang dialami siswa, masalah geometri, menggunakan benda nyata, melihat data, dan barisan angka.

2. Tahap challenging (menantang), merupakan suatu kegiatan dimana siswa menantang situasi tugas yang diberikan dalam rangka perumusan soal. Pada tahap ini siswa tidak menerima begitu saja tugas yang diberikan

29

(41)

untuk dikerjakan namun memikirkan maksud lain dibalik tugas tersebut, mengapa demikian, bagaimana jika tugasnya bukan begitu dsb.

Contohnya siswa diberikan suatu bangun datar sebagai berikut:

Kemudian diberikan pertanyaan apakah gambar disamping?

Kebanyakan siswa akan memberikan jawaban bahwa gambar tersebut merupakan enam segitiga yang sama atau merupakan sebuah segienam dengan diagonal-diagonalnya. Namun sedikit siswa akan melihatnya sebagai suatu bangunan berdimensi tiga, bahkan ada yang akan melihat gambar tersebut sebagai tenda apabila dilihat dari atas. Tahap ini siswa memiliki pemahaman lebih terhadap suatu situasi atau masalah dan tertantang untuk mencari arti sesungguhnya dari permasalahn tersebut dan tidak puas hanya dengan menerima kondisi saja. 30

Berdasarkan variasi jawaban-jawaban yang dimunculkan oleh siswa tersebut, Elena Stoyanova mengategorikan tahapan kognitif siswa sebagai berikut:

1. Tahap reformulation (reformulasi), merupakan tahap dimana siswa hanya menyusun kembali soal dengan urutan yang lain. Contohnya untuk soal buatlah masalah sebisa kamu menggunakan kalkulasi berikut:

3 � 25 + 15∶ 5−4

 Jawaban siswa hanya merubah susunan angkanya menjadi:

3 � 25−4 + 15∶5

 Jawaban siswa menambahkan tanda kurung semaunya:

3 � 25 + (15∶5)−4

 Jawaban siswa mengganti operasi dengan bentuk yang lain:

3(25) + 15/5−4

 Jawaban siswa mengganti angka dengan nilai yang hasilnya sama:

[image:41.595.126.514.241.723.2]
(42)

2 + 1 � 16 + 9 + 3 � 5 : (25∶ 5)−4  Kombinasi beberapa jawaban sebelumnya:

−4 + 2 + 1 � 25 + 10 + 5 ∶5

2. Tahap reconstruction (rekonstruksi), merupakan tahap dimana siswa memodifikasi soal sehingga merubah soal sebelumnya. Soal yang dihasilkan memiliki materi yang sama, namun berbeda isi maupun hasilnya. Contohnya masih menggunakan soal sebelumnya, akan menhasilkan kemungkinan-kemungkinan jawaban sebagai berikut:

 Jawaban siswa mengubah urutan angka:

5 � 4 + 3 ∶25−15

 Jawaban siswa mengubah operasinya:

3 + 25 ∶15−5 � 4

 Jawaban siswa mengubah angka dengan angka yang lain:

2∶ 1−15 � 7 + 40

 Jawaban siswa menyusun kembali menggunakan tanda kurung:

3 � {25 + 15∶ 5 −4 }

 Jawaban siswa menggunakan operasi dengan bentuk lain:

3(25 + 15)

5 −4

 Jawaban siswa memisahkan soal awal:

3 � 25 + 15

3−4

 Kombinasi beberapa jawaban sebelumnya:

3 −4

5 + 15 � 25

(43)

- Berapa digit terakhir yang merupakan hasil pengerjaan soal ini

3 � 25 + 15∶ 5−4?

- Berapakah faktor dari hasil perhitungan berikut

3 � 25 + 15 ∶5−4?

- Dimana penambahan kurung yang tepat pada perhitungan berikut

3 � 25 + 15∶ 5−4, sehingga hasilnya paling kecil? 31

Tahap penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan structured problem posing dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami materi: Guru membimbing siswa memahami materi awal dengan meminta siswa mempelajari sendiri materi yang akan dipelajari. 2. Accepting/Penerimaan: Guru memberikan beberapa masalah dalam LKS,

berkaitan materi dan meminta siswa dalam kelompok mencoba mengerjakan terlebih dahulu dengan diskusi. Jika siswa mengalami kesulitan, guru membimbing siswa dalam proses diskusi. Kemudian beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. 3. Challenging/Menantang: Guru meminta siswa dalam kelompok

berdiskusi kembali untuk membuat soal-soal baru berdasarkan contoh soal yang telah diselesaikan, pembuatan soal tersebut terdiri dari dua format, yaitu membuat satu soal dengan mengubah masalah ke dalam bahasa sendiri yang lain dari soal awal (reformulation) dan membuat soal dengan mengubah data, maupun tujuan dari soal awal (reconstruction), kemudian kelompok tersebut juga memilih salah satu soal yang telah dibuat untuk ditukar dan diselesaikan dengan kelompok yang lain.

4. Pembahasan dan kesimpulan: Guru membahas hasil diskusi dan bersama siswa menyimpulkan hasil pembelajaran.

(44)

3. Pendekatan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang masih berlaku dan banyak digunakan oleh guru-guru di sekolah pada umumnya. Pendekatan konvensional pada penelitian ini adalah pembelajaran ekspositori, pada pembelajaran ini guru lebih banyak memberi materi kepada siswa dan siswa hanya menyimak informasi yang diberikan oleh guru.

Pada pembelajaran konvensional, pembelajaran ini lebih menekankan pada pengulangan-pengulangan (drill) terhadapsoal atau masalah yang ditugaskan guru dengan kegiatan utama adalah

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Penelitian .......................................................
gambarnya sendiri atau gambar
Tabel 2.2 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
gambar tersebut sebagai tenda apabila dilihat dari atas. Tahap ini siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

perpindahan kalor, efisiensi, dan efektivitas sirip kerucut dengan diameter sebagai fungsi posisi pada keadaan tak tunak serta memvariasikan nilai koefisien perpindahan

Putusan tersebut merupakan konfirmasi terhadap kekuasaan negara untuk melarang induksi setelah janin mampu hidup di luar rahim, apabila hukum mengatur tentang pengecualian

Konawe Selatan, dengan ini perusahaan tersebut diatas diundang untuk mengikuti tahap pembuktian kualifikasi, Negosiasi dan Klarifikasi yang akan di laksanakan pada :.

(2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat

Sebagaimana penjelasan pada ayat (1), Transmigrasi Swakarsa Mandiri yang dilaksanakan oleh masyarakat baik secara kelompok maupun perseorangan maupun kelompok yang

Metod e research and development merupakan salah satu metode penelitian dari Borg dan Gall yang diperkenalkan dalam makalah ini sebagai metode yang sistem atis d an d ap at d

memperhatikan kondisi sifat fungsi yang lain sehingga pada interval tersebut sketsa yang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak bunga tapak dara berpotensi sebagai antioksidan, hal ini ditandai dengan nilai IC 50 yang diperoleh dan dengan