• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pendidikan berbasis nilai karakter dalam pembelajaran PAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Pendidikan berbasis nilai karakter dalam pembelajaran PAI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

PIPIT SOFANI

NIM 109011000156

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

▸ Baca selengkapnya: contoh deskripsi nilai raport pai k13

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

Kata Kunci:Pendidikan Nilai Karakter, Pembelajaran PAI

Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil. hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam undang-undang dasar no 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran PAI di SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru-Ciputat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dari actor yang terlibat diantaranya adalah siswa kelas 9 (IX) sebanyak 65 siswa.

Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi dan angket. Angket sebagai alat untuk menjaring jawaban siswa, sedangkan wawancara dilakukan terhadap guru Pendidikan Agama Islam dan Kepala Sekolah. Observasi dilakukan dengan melihat guru ketika mengajar di dalam kelas, dan mengamati kondisi sekolah dan segala objek penelitian di sekolah.

Teknik analisa data dilakukan dengan cara pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

(7)

ii

Character education is a system that instill character values in the students, which contains the components of knowledge, individual awareness, determination and the willingness and action to implement the values, both of the one God, yourself, fellow human beings, the environment, and nation, so that will materialize perfect man. This is consistent with the educational objectives set out in the Basic Law No. 20 of 2003 which states that: "The national education serves to develop the ability and character development and a dignified civilization in the context of the intellectual life of the nation, aimed at developing the potential of students to become human the faith and fear of God Almighty, noble, healthy, knowledgeable, skilled, creative, independent, and become citizens of a democratic and accountable.

the purpose of this study to determine how the implementation of character education in learning PAI in SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru-Chester. methods used in this research is descriptive method with qualitative approach. of actors who terlilbat include grade 9 students (IX) of 65 students.

research instrument used in this study is to use interviews, observation, documentation and questionnaires. questionnaire as a tool to capture the responses of the students, while interviews were conducted with Islamic religious education teachers and principals. observations made by looking at the teacher when teaching in the classroom, and observe the condition of the school and all school research object

the data analysis is done by means of data collection, data reduction, data presentation, and conclusion.

(8)

iii

Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji bagi Allah SWT, yang dengan memuji-Nya terbuka pintu segala ilmu, dengan mengingat-Nya keluar segala perkataan yang baik, dengan puji-Nya semua orang beriman merasakan nikmat-Nya di dunia dan akhirat. Dan karena-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Implementasi Pendidikan berbasis nilai karakter dalam pembelajaran PAI”. Skripsi ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam baginda nabi besar Muhammad SAW. Sebagai suri tauladan umat serta pembawa panji-panji kebenaran dan pembaharuan bagi kehidupan umat manusia.

Dengan terselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis tidak menutup mata akan peran serta pihak lain yang pernah membantu dalam penyusunan skripsi ini, sehingga sudah selayaknyalah penulis menghaturkan untaian terima kasih dan penghormatan yang tak ternilai, kepada:

1. Dr. Hj. Nurlena Rifa’i. M.A. Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid, M.Ag, selaku ketua Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

3. Ibu Marhamah Shaleh, Lc. M.A, selaku Sekretaris Jurusan PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat, dorongan dan motivasi kepada penulis.

(9)

iv

7. Orang Tua tercinta, Ayahanda Sofyan dan Ibunda Rohani yang telah tulus, ikhlas, sabar, tabah, mendidik penulis dari kecil hingga seperti sekarang ini. Selalu menghadirkan untaian do’a untuk keberhasilan dan kesusuksesan penulis dalam menuntut ilmu. doa yang luar biasa sehingga penulis diberikan kekuatan untuk tetap mengerjakan skripsi ini. Dan adik-adikku tersayang (Inka Rani dan Raisatunnisa) yang selalu mendo’akan kakaknya agar menjadi sarjana. Skripsi dan gelar sarjana ini penulis persembahkan untuk kalian. 8. Husin M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Islam Al-Falaah, yang telah

mengizinkan penulis melakukan penelitian di SMP Islam Al-Falaah. Segenap guru dan karyawan serta adik-adik SMP Islam Al-Falaah yang telah membantu proses penelitian serta memberikan data-data yang diperlukan peneliti dalam skripsi.

9. Rekan-rekan guru SD Islam Al-Falaah, terima kasih banyak atas motivasi, semangat, dan saran yang telah diberikan, sehingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Ka Arif Subhan, orang yang membuat saya mengerti arti kasih sayang yang tulus. terima kasih banyak atas motivasi, doa dan saran yang diberikan kepada penulis sehingga penulis selalu mendapatkan energi baru dan positif dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabatku tercinta kelas D PAI dan peminatan Sejarah angkatan 2009 yang selalu menjadi motivator dan yang selalu ada membantu dalam setiap langkah pembuatan skripsi ini, semoga kita kompak selalu. Amin. Kalian sungguh luar biasa.

(10)

v

balasan yang lebih besar dari Allah SWT. dengan segala keterbatasan yang ada, penulis mengakui skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, dengan hati terbuka, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kemajuan penulis. Teriring do’a jazakumullah khairan katsiran. Dan mudah-mudahan tugas akhir ini dapat bermafaat. Amin.

Jakarta, 2014

(11)

iv

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL ... iiiv

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

1. Pembatasan Masalah ... 6

2. Perumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Teori 1. Pengertian Pendidikan ... 7

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 8

3. Pengertian Nilai karakter ... 10

4. Pendidikan Berbasis Nilai Karakter ... 14

5. Prosedur Pembelajaran dan Pembentukan Karakter... ... 18

6. Nilai – nilai Pembangunan Karakter ... 20

(12)

v

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

B. Latar Belakang Penelitian ... 27

C. Metode Penelitian ... 27

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 29

E. Interpretasi Data ... 35

F. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ... 36

G. Analisis Data ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran umum SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru Ciputat 1. Sejarah singkat SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru Ciputat ... 39

2. Profil SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru Ciputat ... 40

3. Visi,Misi dan Tujuan ... 41

4. Keadaan Guru dan Karyawan ... 41

5. Keadaan Siswa ... 43

6. Sarana dan Prasarana ... 43

B. Deskripsi Data ... 45

C. Interpretasi Data/Pembahasan Hasil Penelitian ... 56

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Implikasi ... 62

C. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Pendidikan dipandang perlu menjadi pusat dalam proses perkembangan manusia untuk menjadi pribadi yang cerdas dan mempunyai ilmu pengetahuan yang memadai.

Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang menyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1

Jika melihat undang-undang tersebut maka pendidikan merupakan proses kegiatan belajar untuk mendapatkan nilai karakter yang tertuang dalam undang-undang dasar nomor 20 tahun 2003 yang menjelaskan bahwa pendidikan adalah proses belajar mengajar agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.2

1

Subijanto, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balitbang Kemdiknas, 1995), hal 257

2

(14)

Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak hanya dilakukan di dalam kelas saja, tetapi bisa dilakukan diluar kelas. Pendidikan harus menerapkan nilai-nilai karakter, seperti religius, jujur, disiplin, dsb. hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tertuang dalam undang-undang dasar no 20 tahun 2003 yang menyatakan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.3

Pendidikan nilai karakter dapat disampaikan dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung mulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik, sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran tersebut, lewat mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkannya. Metode tak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan, tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik.4

Nilai-nilai pembangun karakter tersebut ada 18, yaitu: 1. Religius

2. Jujur 3. Toleransi 4. Disiplin 5. Kerja Keras 6. Kreatif 7. Mandiri

3

Najib Sulhan, Pengembangan karakter dan Budaya Bangsa, (Surabaya: Jaring Pena, 2011), hal 8

4

(15)

8. Demokratis 9. Rasa Ingin Tahu 10.Semangat kebangsaan 11.Cinta Tanah Air 12.Menghargai Prestasi 13.Bersahabat

14.Cinta Damai 15.Gemar Membaca 16.Pantang Menyerah 17.Peduli Lingkungan 18.Peduli Sesama5

Sejumlah sekolah yang sering disebut sekolah unggul oleh masyarakat, telah lama melakukan implementasi pendidikan karakter sesuai visi dan misi sekolah yang bersangkutan. Sekolah-sekolah unggul yang menerapkan pendidikan karakter tersebut umumnya sekolah swasta yang mandiri. Diantaranya adalah:

1. TK Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya (SAIMS). 2. TK Budi Mulia Dua Pandeansari Yogyakarta. 3. SD Insan Teladan Bogor.

4. SD Al-Hikmah Surabaya 5. SMP Negeri 115 Jakarta 6. SMP Labschool Jakarta

7. SMK Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin Japara. 8. SMK Negeri 7 Semarang.6

Akan tetapi permasalahan yang terjadi, bahwa tidak semua sekolah menerapkan pendidikan karakter. Sehingga sebagian besar sekolah menghasilkan output yang hanya unggul dalam akademik saja atau kognitifnya saja.

5

Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), Hal, 123-212

6

(16)

Oleh karena itu, Sejak tahun 2010 pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional mencanangkan penerapan pendidikan karakter bagi semua tingkat pendidikan, baik sekolah dasar hingga perguruan tinggi. program ini dicanangkan bukan tanpa alasan. Sebab, selama ini dunia pendidikan dinilai kurang berhasil dalam mengantarkan generasi bangsa menjadi pribadi-pribadi yang bermartabat. Dunia pendidikan dinilai hanya mampu melahirkan lulusan-lulusan manusia dengan tingkat intelektualitas yang memadai. Banyak dari lulusan sekolah yang memiliki nilai tinggi (itupun terkadang sebagian nilai diperoleh dengan cara tidak murni), berotak cerdas, brilian, serta mampu menyelesaikan mata pelajaran dengan sangat tepat. Sayangnya tidak sedikit pula diantara mereka yang cerdas itu justru tidak memiliki perilaku cerdas dan sikap yang brilian.7

Padahal, pada hakikatnya pendidikan dilaksanakan bukan hanya sekedar untuk mengejar score (nilai raport) yang tentunya lebih condong diperhatikan adalah kognitifnya saja. melainkan memberikan pengarahan kepada setiap peserta didik agar dapat bertindak dan bersikap benar sesuai dengan kaidah-kaidah dan spirit keilmuan yang dipelajari. Tercapainya prinsip tersebut tentunya sangat berhubungan erat dengan tugas guru sebagai tenaga pendidik. Seorang guru harus benar-benar mampu memberikan penjelasan mengenai tujuan pendidikan dan cara bersikap yang semestinya. Sebab, mendidik adalah kegiatan memberi pengajaran kepada peserta didik, membuatnya mampu memahami sesuatu, dan dengan pemahaman yang dimilikinya, ia dapat mengembangkan potensi dirinya dengan menerapkan sesuatu yang telah dipelajarinya.8

Permasalahan-permasalahan kemerosotan nilai, moral dan akhlak telah menjadi salah satu problematika kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke-21 ini. Merosotnya nilai-nilai moral yang mulai melanda masyarakat kita saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan penanaman nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat secara keseluruhan.

7

(17)

Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan, termasuk di dalamnya Pendidikan Agama Islam.

Padahal mata pelajaran pendidikan agama Islam tidak hanya mengantarkan peserta didik untuk menguasai berbagai ajaran Islam, tetapi yang terpenting adalah bagaimana peserta didik dapat mengamalkan ajaran-ajaran itu dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran pendidikan agama Islam juga menekankan keutuhan dan keterpaduan antara ranah kognitif, psikomotor dan afektifnya.9

Oleh karena itu, pendidikan tidak sekedar membentuk manusia yang cerdas saja, namun membentuk manusia yang utuh memiliki kepribadian dan akhlak mulia.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis termotivasi untuk menyusun sebuah skripsi dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter dalam

Pembelajaran PAI di SMP Islam Al-Falaah Sawahbaru, Ciputat”

B.Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang sudah dikemukakan dapat diidentifikasi masalah antara lain:

1. Merosotnya nilai-nilai karakter pada peserta didik

2. Kurangnya penerapan nilai-nilai Karakter oleh guru PAI dalam diri siswa 3. Kurangnya inovasi dari guru PAI dalam mengajar

4. Kurangnya penerapan tujuan pendidikan yang hakiki oleh pihak sekolah 5. sedikitnya jam belajar untuk pelajaran PAI

C.Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Masalah dalam penelitian perlu dibatasi dengan jelas sehingga dapat mengarahkan perhatian secara seksama pada masalah tersebut. Agar dapat dikaji dan dijawab secara mendalam, maka dalam penelitian ini peneliti

9

(18)

membatasi masalah pada: Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilakukan oleh guru PAI pada semester 1 dalam proses belajar-mengajar.

2. Perumusan masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

Apakah guru PAI mengimplementasikan Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah guru PAI mengimplementasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam disekolah SMP Islam Al-Falaah, Sawah baru Ciputat.

4. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan:

a. Menambah wawasan dan pengalaman bagi penulis dan bagi mereka yang berminat untuk membahas topik ini sebagai penelitian.

b. Menjadi bahan pertimbangan bagi guru PAI khususnya dalam mengajar.

c. Menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi para pendidik dan siswa. d. Menambah pengetahuan orangtua tentang perilaku anak di sekolah. e. Hasil ini merupakan langkah awal dan dapat ditindaklanjuti oleh

(19)

7

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Kajian Teori

1. Pengertian Implementasi dan Pendidikan

Implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.1 Sedangkan pengertian pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional bab 1: Ketentuan Umum ( pasal 1):

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2

Maka dengan adanya UU No 20 tahun 2003 ini mengupayakan pendidikan keagamaan agar dapat tumbuh lebih bermutu serta antisipatif terhadap perkembangan zaman.3

Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik yang berarti “memelihara dan memberi latihan, ajaran, pimpinan mengenai akhlak dan mencerdaskan pikiran.” Kata ini memiliki pengertian yang varian sesuai dengan sudut dan cara pandang yang digunakan para ahlinya. Zainal Arifin mengatakan bahwa pendidikan secara istilah adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi, dalam arti mental.

Sementara menurut Amir Daien Indrakusuma, pendidikan adalah suatu usaha yang sadar, yang tertaut dan sistematis yang dilakukan oleh

1

(20)

orang-orang yang diserahi tanggungjawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.

Ki Hajar Dewantoro mengemukakan pengertian pendidikan sebagaimana dikutip oleh Suwarno adalah sebagai daya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-anak. Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.

Memperhatikan tiga definisi pendidikan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam mempengaruhi orang lain yang bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin. artinya, dengan pendidikan, manusia bisa memiliki kestabilan dalam tingkah laku atau tindakan, kestabilan dalam pandangan hidup dan kestabilan dalam nilai-nilai kehidupan dengan penuh rasa tanggungjawab.4

2. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allah SWT.5

Seperti halnya makna pendidikan secara umum, para ahli juga memberikan pengertian yang variatif mengenai pendidikan Islam. Menurut Moh. Al-Toumy Al-Syaibany, adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha manusia berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan-kemampuan belajar, sehingga terjadi perubahan

4

Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, ( Jakarta: Ciputat pers, 2002), h 4

(21)

didalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan sosial, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana dia hidup. Proses tersebut senantiasa berada didalam nilai-nilai Islami.

Sayyid Sabiq sebagaimana dikemukakan oleh Agus Basri mendefinisikan pendidikan Islam sebagai usaha mempersiapkan anak dalam membentuk kepribadiannya, agar menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam kaitan ini, hasil rumusan seminar-seminar pendidikan Islam se Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan tujuan mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Melalui pendidikan Islam, pertumbuhan jasmani dan rohani dapat dibimbing ke arah kedewasaan dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam serta menggunakan pendekatan psikologis dalam pelaksanaannya.

Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pengenalan dan pengakuan, yang berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan terhadap Tuhan yang tepat.6

Muhammad Fadhil Al-Djamali, menyatakan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar dan kemampuan ajarnya. Argumentasinya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an: maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu....,(Q.S Al-Rum:30) dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pandangan, penglihatan, dan hati,(Q.S Al-Nahl: 78)

6

(22)

Oleh karena itu, menurut pendekatan secara operasional dalam pendidikan mengandung dua aspek: menjaga atau memperbaiki dan aspek menumbuhkan atau membina.

Sedangkan Marwan Saridjo menyatakan: “pendidikan Islam dalam konteks dunia pendidikan di Indonesia pengertiannya mencakup dua hal: pertama, lembaga pendidikan agama atau perguruan/lembaga pendidikan agama(Islam) yang lazim dikenal masyarakat, dan menjadi binaan Departemen Agama, meliputi: Raudatul Athfal, madrasah terdiri dari tingkat ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah negeri dan swasta, pendidikan Guru Agama Negeri, pondok pesantren, madrasah Diniyah/sekolah Agama, terdiri dari tingkat Awaliyah, Wustha dan Aliyah.”

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian pendidikan Islam adalah “suatu proses penanaman nilai-nilai Islam melalui pengajaran, bimbingan, dan latihan yang dilakukan dengan sadar dan penuh tanggungjawab dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan, dan pengembangan pikir, zikir, dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati, yang mampu menngembangkan kehidupannya dengan penuh tanggung jawab dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.”7

3. Pengertian Nilai dan peranannya

Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan. Menurut Zakiah Daradjat, nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang di yakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, dan perilaku.8

Nilai berasal dari bahasa latin vale’re yang artinya berguna mampu akan berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang

7Ibid., h. 36 8

(23)

dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat. Nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika. Nilai merupakan preferensi yang tercermin dari perilaku seseorang. Sehingga seseorang akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu tergantung pada sistem nilai yang dipegangnya.

Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebaikan dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya. yang dimaksudkan dengan nilai adalah standar-standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Tentu saja, nilai-nilai yang baik yang bisa menjadikan orang lebih baik, hidup lebih baik, dan memperlakukan orang lain secara lebih baik. Sedangkan yang dimaksudkan dengan moralitas adalah perilaku yang diyakini banyak orang sebagai benar dan sudah terbukti tidak menyusahkan orang lain, bahkan sebaliknya.”9

Nilai tidak selalu sama bagi seluruh warga masyarakat, karena dalam suatu masyarakat sering terdapat kelompok-kelompok yang berbeda secara sosio-ekonomis, politik, agama, etnis, budaya, dimana masing-masing kelompok yang sering memiliki sistem nilai yang berbeda-beda. Konflik dapat muncul antara pribadi, atau antar kelompok karena sistem nilai yang tidak sama berbenturan satu sama lain. Oleh karena itu, jika terjadi konflik,

9

(24)

dialog merupakan salah satu solusi terbaik sebab dalam dialog terjadi usaha untuk

Saling mengerti, memahami dan menghargai sistem nilai kelompok lain, sehingga dapat memutuskan apakah orang harus menghormati dan bersikap toleran terhadapnya atau menerimanya atau mengintegrasikan dalam sistem nilainya sendiri.

Nilai sebagai sesuatu yang abstrak menurut Raths, mempunyai sejumlah indikator yang dapat kita cermati yaitu:

1. Nilai memberi tujuan atau arah kemana kehidupan harus maju, harus dikembangkan atau harus diarahkan

2. Nilai memberi aspirasi atau inspirasi kepada seseorang untuk hal yang berguna, yang baik yang positif bagi kehidupan

3. Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku (Attitudes), atau bersikap sesuai dengan moralitas masyarakat, jadi nilai itu memberi acuan atau pedoman bagaimana seharusnya seseorang harus bertingkah laku

4. Nilai itu menarik, memikat hati seseorang untuk dipikirkan, untuk direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan dan untuk dihayati.10

Sehubungan dengan peranan nilai dalam kehidupan manusia, ahli pendidikan nilai dari Amerika Serikat, Raths, Harmin dan Simon mengatakan; “valu are general guides to behavior which tend to give direction to life.” Jadi, nilai itu merupakan panduan umum untuk membimbing tingkah laku dalam rangka mencapai tujuan seseorang. Sehubungan dengan tahapan pelaksanaan nilai/moral dalam kehidupan manusia, pengetahuan nilai/moral, sikap nilai/moral dan tindakan nilai/moral sebagai berikut:

pendidikan nilai/moral yang menghasilkan karakter, ada tiga komponen karakter yang baik yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Ketiga komponen itu menunjuk pada tahapan

10

(25)

pemahaman sampai pelaksanaan nilai/moral dalam kehidupan sehari-hari. Ketiganya tidak serta merta terjadi dalam diri seseorang, tetapi bersifat prosesual artinya tahapan ketiga hanya mungkin terjadi setelah tercapai tahapan kedua, dan tahapan kedua hanya tercapai setelah tahapan pertama.

Dalam banyak kasus ketiga tahapan tidak terjadi secara utuh. Mungkin sekali ada orang hanya sampai moral knowing dan berhenti sebatas memahami. Orang lain sampai pada tahap moral feeling, dan yang lain mengalami perkembangan dari moral knowing sampai moral action. Moral knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan.11

Tetapi pendidikan nilai/moral hanya sampai pada awal knowing tidaklah cukup, sebab sebatas pada tahu atau memahami nilai-nilai atau moral tanpa melaksanakannya hanya menghasilkan orang cerdas, tetapi tidak bermoral. Amat penting pendidikan dilanjutkan sampai pada moral feeling. Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada peserta didik yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia bermoral atau berkarakter, yakni nurani, percaya diri, merasakan penderitaan orang lain, mencintai kebenaran, mampu mengontrol diri, kerendahan hati. Namun, pendidikan nilai/moral atau karakter hanya sampai pada moral feeling saja tidaklah cukup, sebab sebatas ingin atau mau, tanpa disertai perbuatan nyata hanya menghasilkan manusia munafik.

Langkah teramat penting adalah adanya pendidikan nilai/moral atau karakter sampai pada moral action. Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi, keinginan dan kebiasaan.

11

(26)

Bahwa ada keterkaitan erat antara pemahaman moral atau nilai seseorang dengan perbuatan atau tindakan yang akan dilakukan tidaklah diragukan. Nilai menjadi acuan dalam menentukan sikap, dan sikap menjadi acuan dalam bertingkah laku.12

4. Pendidikan Berbasis Nilai Karakter

Pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan dengan itu siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.13Istilah pendidikan nilai, moral, etika dalam pandangan masyarakat pada umunya sering dicampuradukkan. Kerancuan pengertian tersebut dapat dimengerti karena nilai, moral, etika, akhlak, budi pekerti bahkan karakter dalam kehidupan sehari-hari memang sering digunakan dalam pengertian yang hampir sama. Pendidikan nilai adalah mengantar peserta didik mengenali, mengembangkan, dan menerapkan nilai-nilai, moral, dan keyakinan agama, untuk memasuki kehidupan budaya zamannya. Pendidikan nilai harus mampu membuat peserta didik menguasai pengetahuan yang berakar pada nilai-nilai tradisionalnya yang mampu menolong menghadapi nilai-nilai modern, berempati dengan persepsi dan perasaan orang-orang yang tradisional, mengembangkan keterampilan kritis dan menghargai nilai-nilai tersebut, mengembangkan diri sehingga berketerampilan dalam membuat keputusan dan berdialog dengan orang lain, dan akhirnya mampu mendorong peserta didik untuk berkomitmen pada masyarakat dan warganya.14

Beberapa pendekatan dalam pendidikan nilai Karakter adalah: 1. Pendekatan perkembangan moral kegnitif

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang telah banyak diuji terutama oleh pakar psikologi perkembangan, seperti Piaget dan Kohlberg. Pendekatan ini dilaksanakan dengan merujuk pada suatu

12

Ibid., h.63

13

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, ( Jakarta: Kencana, 2006), h 274 14

(27)

keadaan yang mengandung konflik nilai dan memerlukan seseorang yang mampu membuat pilihan nilai berdasarkan kesadarannya.

Adapun cara melaksanakan pendekatan perkembangan moral kognitif adalah sebagai berikut:

a. Meminta peserta didik untuk mengemukakan satu masalah yang berkaitan dengan pelanggaran sekaligus memintanya untuk berpikir tentang beberapa alternatif yang dapat diambil sebagai jalan penyelesaian.

b. Meminta peserta didik untuk memilih satu diantara dua aktivitas moral sekaligus memintanya untuk memberikan alasan atas pilihannya tersebut.

c. Meminta peserta didik untuk memberikan informasi tambahan tentang beberapa aktivitas yang bermoral dan tidak bermoral, sehingga hal itu bisa meningkatkan pemikirannya mengenai moral itu sendiri.15

Dengan menggunakan pendekatan ini, guru harus menerima pendapat peserta didiknya dengan pikiran terbuka dan membimbingnya untuk senantiasa meningkatkan tahap ketaatannya terhadap moral. Oleh karena itu, perlu dirumuskan suatu sistem bersama, bukan keputusan sepihak. Sehingga peserta didik dapat menaati moral bukan karena takut terhadap gurunya, melainkan lantaran sistem memang menghendaki demikian.

2. Pendekatan Analisis Nilai

Fokus utama dalam pendekatan analisis nilai adalah membimbing peserta didik agar ia dapat berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan suatu masalah yang mengandung nilai-nilai. Pendekatan ini memerlukan seorang guru yang mampu mengumpulkan fakta persoalan yang relevan.

Berbagai cara yang bisa dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pendekatan analisis nilai adalah sebagai berikut:

15

(28)

a. Memperkenalkan dan menjelaskan kepada peserta didik tentang masalah-masalah nilai, seperti menjelaskan mengenai korupsi, pencurian, dan lain sebagainya. Semakin lengkap guru memberikan penjelasan tentang isu-isu tersebut, semakin kuat pemahaman peserta didik terhadap persoalan yang terjadi di sekitarnya.

b. Membuat penilaian atas fakta-fakta itu, kemudian membuat keputusan bersama sebagai sebuah penyikapan atas masalah tersebut. pendekatan ini harus melibatkan peserta didik secara aktif, terutama dalam proses menganalisis nilai secara objektif yang berasaskan pada fakta yang relevan. Nah, karena pendekatan ini menekankan pada aspek kognitif dibandingkan aspek emosi, maka guru disarankan menggunakan pendekatan lainnya dalam pengajaran dan pembelajaran pendidikan moral.16

3. Pendekatan perilaku Sosial

Pendekatan perilaku sosial merupakan respons atas stimulus. Secara sederhana, pendekatan ini dapat digambarkan dengan model S-R atau suatu kaitan stimulus-respons. Artinya, tingkah laku seperti refleks tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson, kemudian dikembangkan oleh banyak ahli.

Dalam rangka menyelenggarakan pendidikan nilai karakter, sangat penting bagi guru untuk senantiasa melibatkan peserta didiknya dalam berbagai kegiatan yang dapat memancing responnya terhadap kegiatan tersebut. dengan ungkapan lain, guru harus selalu menciptakan suatu kondisi yang membuat peserta didik bisa tergerak untuk memberikan bentuk penyikapan atas sesuatu yang ia hadapi. Sebagai contoh, guru mengajak peserta didik mengunjungi panti asuhan, panti jolmpo, dan lain sebagainya. Selanjutnya, guru mengamati respons peserta didik atas realitas yang ia hadapi. Jika ia menunjukkan respons positif, seperti tergerak untuk membantu, maka guru harus memberikan dorongan dan

16

(29)

penjelasan-penjelasan yang dapat membuat responsnya menjadi mengakar kuat didalam dirinya.

4. Pendekatan Kognitif

Pendekatan kognitif menekankan bahwa tingkah laku merupakan proses mental, yang menunjukkan bahwa individu aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus, lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang ada.

5. Pendekatan Perilaku

Pendidikan yang dikonsepsikan oleh Kemendiknas tahun 2010, yang menjelaskan bahwa secara psikologis dan sosial kultural, pembentukan nilai karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensinya (kognitif, afektif, maupun psikomotorik), dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat), yang berlangsung sepanjang hayat.

Oleh karena itu, Kemendiknas membuat konfigurasi nilai karakter yang dikelompokkan menjadi beberapa bagian berikut:

a. Olah hati (spiritual and emotional development). b. Olah pikir (intellectual development)

c. Olahraga dan kinestetik ( physical and kinesthetic development). d. Olah rasa dan karsa ( affective and creativity development ).17

Contoh SKL, SK, dan KD

SKL (standar kompetensi lulusan)

Standar Kompetensi : Memiliki kemampuan olah hati.

Kompetendi Dasar : Memiliki keimanan dan ketakwaan; memiliki kejujuran kata dan perbuatan; sanggup menjalankan tangggungjawab; memiliki rasa keadilan; berbakti kepada kedua orangtua; memiliki jiwa rela berkorban; berani menghadapi resiko dalam melangkah.

17Ibid

(30)

Standar Kompetensi : Memiliki kemampuan olah rasa/karsa

Kompetensi Dasar : Memiliki rasa peduli dan empati terhadap sesama; memiliki santun dan ramah; memiliki budaya rapi; memiliki jiwa nasionalisme; memiliki kebanggaan terhadap tanah air; memiliki pola pikir yang dinamis; memiliki etos kerja.

Standar Kompetensi : Memiliki kemampuan Olah pikir

Kompetensi Dasar : Memiliki kecerdasan; memiliki sikap yang kritis; memiliki jiwa kratif; memiliki jiwa inovatif; berpikir terbuka; memiliki sikap optimis dan produktif.

Standar Kompetensi : Memiliki kemampuan Olahraga

Kompetensi Dasar : Memiliki jiwa tangguh dan berdaya tahan; menjaga kebersihan dan kesehatan; membiasakan disiplin dalam segala hal;memiliki jiwa sportif.18

Maka, pendidikan nilai karakter merupakan upaya yang dirancang dalam melaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik dalam memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.19

5. Prosedur Pembelajaran dan Pembentukan Karakter

Pada umumnya, kegiatan pembelajaran mencakup pembukaan, kegiatan inti atau pembentukan kompetensi, dan kegiatan penutup.

a. Pembukaan

1) Pembinaan Keakraban

Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:

18

Najib Sulhan, Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa, ( Surabaya: Jaring pena, 2011), h. 31-38

19

(31)

a) Di awal pertemuan pertama, guru memperkenalkan diri kepada peserta didik dengan memberi salam, menyebut nama, alamat, pendidikan terakhir, dan tugas pokoknya di sekolah.

b) Setiap peserta didik memperkenalkan diri dengan memberi salam, menyebut nama, alamat, dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, serta mengapa mereka belajar di sekolah ini.

2) Pre-tes

Pre-tes memiliki banyak kegunaan dalam menjajaki proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Diantaranya:

a) Menyiapkan peserta didik belajar, karena dengan pre-tes pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus dikerjakan.

b) mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembeajaran yang dilakukan. hal ini dapat dilakukan dengan memandingkan hasil pre-tes dengan post-tes.

c) Mengetahui kemampuan awal yang telah dimiliki peserta didik mengenai bahan ajar yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.

d) Mengetahui dari mana seharusnya proses pembelajaran dimulai, kompetensi mana yang telah dikuasai peserta didik, dan kompetensi mana yang perlu mendapat penekanan dan perhatian khusus.

b. Kegiatan inti

Kegiatan inti pembelajaran dan pembentukan karakter perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut aktivitas guru dalam pembentukan karakter dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik maupun sosialnya. Prosedur yang ditempuh dalam pembentukan karakter adalah sebagai berikut:

(32)

2) Guru menjelaskan materi standar secara logis dan sistematis, pokok bahasan dikemukakan dengan jelas atau ditulis di papan tulis. Memberi kesempatan peserta didik untuk bertanya sampai materi standar tersebut benar-benar dapat dikuasai.

3) Membagikan materi standar atau sumber belajar berupa hand out dan fotocopi beberapa bahan yang akan dipelajari.

4) Membagikan lembaran kegiatan untuk setiap peserta didik. Lembaran kegiatan berisi tugas tentang materi standar yang telah dijelaskan oleh guru dan dipelajari oleh peserta didik.

5) Guru memantau dan memeriksa kegiatan peserta didik dalam mengerjakan.20

6. Nilai-Nilai Pembangun Karakter, yaitu:

a. Religius

Religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kerangka character building, aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal. Penanaman nilai religius ini menjadi tanggung jawab orangtua dan sekolah. Di sekolah, ada banyak strategi yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai religius. Pertama, pengembangan kebudayaan religius secara rutin dalam hari-hari belajar biasa. Kedua, menciptakan lingkungan lembaga pendidikan yang mendukung dan dapat menjadi laboratorium bagi penyampaian pendidikan agama. Ketiga, pendidikan agama tidak hanya disampaikan secara formal dalam pembelajaran dengan materi pelajaran agama. Namun, dapat pula dilakukan di luar proses pembelajaran. Guru bisa memberikan pendidikan agama secara spontan ketika menghadapi sikap atau perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Keempat, menciptakan situasi atau keadaan religius. Tujuannya adalah untuk mengenalkan kepada peserta didik tentang pengertian dan tata cara pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari.

20

(33)

b. Jujur

Jujur berarti lurus hati, tidak bohong, tidak curang. Dalam pembinaan nilai jujur ini, guru bisa melakukan metode dialog pada peserta didik, jika ada anak yang menyontek, guru guru bisa melakukan pola pembinaan semacam ini, bukan memberikan hukuman fisik secara langsung. Mengajarkan sifat jujur tidak cukup hanya dengan penjelasan lisan semata. Dibutuhkan pemahaman, metode yang tepat, juga teladan. Guru juga bisa menggunakan metode cerita. Ada banyak tokoh yang dapat diteladani karena sifatnya yang jujur. Salah satunya adalah wakil Presiden pertama Indonesia yaitu Mohammad Hatta. Beliau dikenal sebagai tokoh yang hidup dengan nilai-nilai kebaikan, beliau pemimpin yang jujur, adil, sederhana. Itu misalnya sebagai contoh.

c. Toleransi

Toleransi berarti sikap membiarkan ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap, dan gaya hidup sendiri.21

d. Disiplin

Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku. dalam konteks pembelajaran di sekolah, ada beberapa bentuk kedisiplinan. Pertama, hadir diruangan tepat pada waktunya. Kedisiplinan hadir di ruangan pada waktunya akan memacu kesuksesan dalam belajar. Kedua, tata pergaulan di sekolah. Sikap untuk berdisiplin dalam tata pergaulan di sekolah ini bisa diwujudkan dengan tindakan-tindakan menghormati pendapat mereka, menjaga diri dari perbuatan-perbuatan dan sikap yang bertentangan dengan agama, saling tolong-menolong dalam hal yang terpuji serta harus selalu bersikap terpuji.

e. Kerja Keras

21

(34)

Makna kerja keras yaitu, kita harus bekerja lebih banyak daripada orang lain, lebih produktif, dan menghasilkan lebih banyak dari pada orang lain.

f. Kreatif

Orang kreatif adalah orang yang tidak bisa diam, dalam arti selalu berusaha mencari hal baru dari hal-hal yang telah ada. Kreatif akan menjadikan seseorang tidak pasif.

g. Mandiri

Mandiri pada dasarnya merupakan hasil dari proses pembelajaran yang berlangsung lama. Mandiri tidak selalu berkaitan dengan usia. Bisa saja seorang anak sudah memiliki sifat mandiri karena proses latihan atau karena faktor kehidupan yang memaksanya untuk menjadi mandiri.

h. Demokratis

Beberapa prinsip yang dapat dikembangkan untuk menumbuhkembangkan spirit demokrasi. Pertama, menghormati pendapat orang lain. Artinya, memberikan hak yang sama kepada orang lain untuk berpendapat sesuai dengan karakteristik dan kualifikasi pemahamannya sendiri.22

i. Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu harus ditumbuhkembangkan, dirawat, dan diberi jawaban secara benar.

j. Semangat Kebangsaan

Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat kebangsaan. Pertama, mempertinggi tingkat pendidikan.pendidikan yang semakin tinggi memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menimbang-nimbang informasi yang layak untuk ditiru dan menyeleksi informasi yang harus dibuang. Jadi, pendidikan melahirkan kemampuan menyeleksi terhadap kebudayaan asing.

k. Cinta Tanah Air

22

(35)

Cinta tanah air tidak hanya merefleksikan kepemilikan, tetapi juga bagaimana mengangkat harkat dan martabat bangsa ini dalam kompetensi global.

l. Menghargai Prestasi

Prestasi merupakan hasil capaian yang diperoleh melalui kompetisi. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa meraih prestasi. Hanya orang-orang tertentu yang terseleksi saja yang bisa menjadi juara. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan guru untuk membangkitkan motivasi siswa berprestasi. Pertama, jangan segan-segan memberikan pujian kepada siswa yang melakukan sesuatu yang baik, meskipun hal itu tidak begitu berarti. Siswa yang menjawab sesuatu yang benar, mengajukan pertanyaan, atau mencapai suatu prestasi yang baik perlu dipuji, tetapi tentu saja secara wajar. Pujian dapat diberikan dengan ucapan atau tulisan di buku siswa. Misalnya, dengan mengatakan, “Bagus”, “ Hebat”, Ibu/Bapak guru senang sekali dengan pertanyaanmu.” Kedua, sebaliknya dengan yang pertama, kurangilah kecaman atau kritik yang dapat mematikan motivasi siswa. Ucapan yang kurang atau memberikan sebutan yang kurang menyenangkan kepada siswa dapat membuat siswa malas belajar dan malah akan kurang hormat kepada guru. Berikanlah kritik atau hukuman yang pantas secara bijaksana, jika memang diperlukan, dan jangan mencari-cari kelemahan siswa. 23

m.Bersahabat

Berkaitan dengan menjaga persahabatan agar selalu kompak dan rukun, ada hal penting yang seharusnya diperhatikan, yaitu komunikasi. Komunikasi interpersonal merupakan kegiatan yang dinamis. Sebagai sebuah kegiatan dinamis, komunikasi interpersonal memiliki beberapa ciri. diantaranya komunikasi interpersonal adalah verbal dan nonverbal. Dalam komunikasi selalu mencakup dua unsur pokok yaitu isi pesan dan bagaimana isi itu dikatakan atau dilakukan, baik secara verbal, maupun nonverbal. Untuk efektifnya, kedua unsur itu sebaiknya diperhatikan dan

23

(36)

dilakukan berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi, dan keadaan penerima pesannya.

n. Cinta Damai

Berkaitan dengan usaha mengeliminasi tawuran, pakar pendidikan Prof. Dr. Arif Rahman, M.pd memberikan beberapa langkah praktis. Pertama, memberi informasi kepada kepala sekolah, guru, orangtua, anak, dan masyarakat mengenai tawuran secara objektif. Kedua, memberi kegiatan edukatif, yaitu kegiatan yang melibatkan semua unsur untuk membahas dan memberi alternatif kegiatan yang bernilai pendidikan dan mengandung nilai positif. Ketiga, memberi kegiatan alternatif yang bersifat rehabilitatif bagi pelajar yang mengalami penyimpangan.

o. Gemar membaca

Membaca akan membuat kita berpikir dalam bentuk yang terbaik. Membaca akan melatih kita untuk bertafakur. Bertafakur adalah berpikir secara sistematis, hati-hati, dan dalam. Membaca akan menghindarkan diri kita dari kegiatan asal-asalan dan tidak bertanggung jawab.24

p. Pantang Menyerah

Contoh dalam gagal Ujian Nasional bukan berarti tidak ada masa depan. Masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk kehidupan yang jauh lebih baik. Kegagalan tersebut seharusnya juga menjadi bahan refleksi bersama. Mungkin saja mereka tidak belajar secara serius, atau karena mental yang tidak kukuh menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Kemajuan sebuah bangsa hanya bisa diperoleh jika masyarakatnya tahan banting, kerja keras, tidak menyerah, dan tekun.

q. Peduli Lingkungan

Manusia merupakan makhluk sosial. Ia hidup dan menjadi bagian tidak terpisah dari lingkungannya. Karenanya, manusia tidak bisa sepenuhnya egois dan beranggapan kalau dirinya bisa hidup sendiri tanpa peran serta orang lain. Ada beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk membangun peduli lingkungan. Langkah pertama

24

(37)

dimulai dari kehidupan individu. Orang yang peuli kepada lingkungan idealnya juga telah menerapkan kepedulian tersebut dalam kehidupannya secara pribadi. Tubuhnya selalu bersih, lingkungan rapi, rumahnya bersih, dan lingkungan tempat tinggalnya juga bersih.

r. Peduli Sesama

Peduli sesama harus dilakukan tanpa pamrih. Tanpa pamrih berarti tidak mengharapkan balasan atas pemberian atau bentuk apa pun yang kita lakukan kepada orang lain.25

7. Tujuan Pendidikan Nilai-Karakter adalah:

Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter/budi pekerti (2010): “Pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga untuk memberikan keputusan baik buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.26

Tujuan Pendidikan Nilai Karakter dalam Sekolah:

a. Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;

b. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah;

c. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.27

25Ibid

., h. 207 26

Maswardi Muhamad Amin, Pendidikan Karakter Anak Bangsa, ( Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011), h 29

27

(38)

8. Metode dan Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Suatu metode mengandung pengertian terlaksananya kegiatan guru dan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran.28 Sedangkan strategi pembelajaran merupakan cara pandang dan pola pikir guru dalam mengajar.29 Dan kegiatan pembelajaran adalah satu usaha dan proses yang dilakukan secara sadar dengan mengacu pada tujuan yang sistematik dan terarah pada terwujudnya perubahan tingkah laku.30 metode pembelajaran PAI antara lain adalah: metode ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi, bermain peran, reward & punishment, bercerita, penugasan dan metode observasi.31

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

Heri Nugroho dalam penelitiannya pada tahun 2012 yang berjudul:”Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam di SMAN 3 Semarang.” dilaksanakan dengan dua cara, yakni: intrakulikuler dan ekstrakulikuler.

Dalam implementasinya, Pendidikan Karakter dalam PAI tidak jauh berbeda dengan sebelum adanya pendidikan karakter. Perbedaannya dalam perencanaan pembelajaran ditambah dengan kolom pendidikan karakter.

Adapun rincian implementasi pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang sebagai berikut:

28

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2008) h 26 29

Darmasyah, Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h 18

30

Zurinal dkk, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dan UIN Jakarta press), h 117

31

(39)

a. Kebijakan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang melalui tiga cara, yakni mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;

b. Perencanaan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang dilakukan saat penyusunan perencanaan pembelajaran. Penyusunan rencana pembelajaran dalam bentuk pembuatan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran;

c. Pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI di SMA Negeri 3 Semarang menggunakan dua cara, yakni kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler.

d. Evaluasi pelaksanaan Pendidikan karakter dalam PAI meliputi: input

(masukan), process (proses), output (hasil), dan outcomes (dampak). Input pelaksanaan (siswa maupun guru) termasuk baik. Dalam proses pelaksanaan, dalam pembelajaran PAI memasukkan delapan belas nilai karakter. Hasilnya siswa mempunyai pengetahuan dan kebiasaan nilai-nilai karakter. Adapun dampak pelaksanaan pendidikan karakter dalam PAI bagi siswa adalah memberikan motivasi untuk selalu berbuat jujur setiap saat, tidak berbohong dengan siapapun, lebih menghormati yang lebih tua, bersyukur atas apa yang telah diterima, tidak menyakiti perasaan orang lain, lebih meningkatkan ibadah, karena nanti ada kehidupan akhirat, menghargai karya orang lain, merubah sikap yang kurang menjadi lebih baik, mengetahui menjadi pemimpin masa depan yang kuat.32

32

(40)

27

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMP Islam Al-Falaah Sawah baru-Ciputat, Kota Tangsel. Dan waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai bulan Januari 2014.

B. Latar Belakang Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada mulai tanggal 3 Oktober 2013 hingga 24 Januari 2014. adapun sekolah tempat penelitian adalah SMP Islam Al-Falaah yang berlokasi di jalan Intan No.18, Sawahbaru-Ciputat. Yang akan diteliti disini adalah aktivitas mengajar guru, aktivitas belajar siswa, bagaimana respon siswa terhadap Implementasi Pendidikan nilai karakter yang digunakan oleh guru PAI dalam proses pembelajaran. Adapun yang berperan dalam penelitian ini, meliputi: peneliti sendiri, Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah SMP Islam Al-Falaah Sawahbaru, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dan seluruh siswa kls IX (9).

C. Metode Penelitian

(41)

fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.1

Jadi, Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar, pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu yang dihadapi. Beberapa peneliti menyebutnya sebagai tradisi penelitian ( research traditions).

Suatu metode penelitian memiliki rancangan penelitian tertentu. rancangan ini menggambarkan prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data dan kondisi arti apa data dikumpulkan, dan dengan cara bagaimana data tersebut dihimpun dan diolah. Dan penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan. Penelitian kualitatif bersifat induktif: peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Tujuannya adalah menggambarkan dan mengungkap. Sedangkan desain penelitiannya adalah

case study (studi kasus) merupakan metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan suatu kasus.2 Dan field research

(penelitian lapangan) adalah penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data dari lapangan melalui pengamatan langsung.3 Dalam pendekatan metode kualitatif ini dapat diketahui dengan cara mendalami situasi sosial yang ada di lapangan seperti yang terdapat pada gambar berikut ini:

1

Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 24

2

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal 60-77

3

(42)

Place/tempat

Actor/orang activity/aktivitas Gambar 3.1 Situasi sosial (social situation)4

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Mengumpulkan data berarti mencatat peristiwa, karakteristik, elemen, nilai suatu variabel. Hasil pencatatan ini menghasilkan data mentah yang kegunaannya masih terbatas. Oleh karena itu agar data mentah lebih berguna harus diolah, disarikan, disederhanakan dan dianalisis untuk diberi makna.

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah:

1. Observasi

Agar diperoleh data penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian diperlukan prosedur pengumpulan data yang akurat. Prosedur penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan langkah-langkah: observasi, wawancara, dokumentasi dan triangulasi/gabungan untuk memperoleh data yang ada di tempat penelitian.

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dalam pendekatan penelitian kualitatif. Observasi merupakan langkah awal yang dilakukan peneliti. Dalam observasi ini peneliti akan melihat langsung kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh pihak yang terkait penelitian. Dalam penelitian ini ialah semua yang mencakup ruang lingkup sekolah. Hasil observasi ini akan digunakan untuk sumber data penelitian.

4

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta: 2012), cet: 15, h. 216.

(43)

Dalam observasi, ada tiga komponen yang menjadi obyek penelitian, yaitu: Place (Tempat), Actor (pelaku) dan Activities

(aktivitas).5 Place atau tempat disini adalah lingkungan kelas di Sekolah. Actor atau pelaku disini adalah guru mata pelajaran yang terkait penelitian dan siswa. Activities atau aktivitas disini adalah kegiatan belajar mengajar. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan yaitu di SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru-Ciputat.

a) Place (tempat)

Tempat yang menjadi obyek penelitian disini ialah SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru-Ciputat. Yang berlokasi di jalan Intan no.18 vila mutiara, sawahbaru, ciputat.tangsel.Actor (pelaku)

b) Actor (pelaku)

Pelaku yang diobservasi/diamati dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran PAI dan para siswa di SMP Islam Al-Falaah, Sawahbaru-Ciputat. Jumlah guru yang mengajar di SMP Islam Al-Falaah ‘ini berjumlah 15 orang. secara keseluruhan, ada 2 orang yang mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia, 2 orang mengajar mata pelajaran IPA, 2 orang mengajar bahasa inggris, 2 orang mengajar mata pelajaran matematika, 1 orang mengajar ortakes, 2 orang mengajar mata pelajaran IPS, 2 orang yang mengajar mata pelajaran PKn, 1 orang mengajar mata pelajaran Fiqh/SKI, 2 orang mengajar mata pelajaran Qur’an Hadis, 2 orang mengajar mata pelajaran Aqidah Akhlak, 1 orang mengajar SKI, 2 orang mengajar bahasa Arab, 1 orang mengajar mata pelajaran seni budaya, 1 orang mengajar mata pelajaran TIK dan 1 orang mengajar mata pelajaran Bimbingan Konseling(BK).

Penelitian ini mengambil kelas IX. kelas yang diajarkan sebanyak 3 kelas dalam seminggu. Meliputi kelas IX.1, kelas IX.2, dan kelas IX.3. Masing-masing kelas mendapat pelajaran PAI 2 jam pelajaran dalam seminggu.

5Ibid

(44)

Adapun jumlah siswa SMP Islam Al-Falaah pada tahun ajaran 2013/2014 sebanyak 201 siswa. 100 laki-laki dan 101 perempuan. Dan jumlah siswa kelas IX sebanyak 65 siswa. 33 laki-laki dan 32 perempuan.

c) Activities(aktivitas)

Aktivitas yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan pembelajaran guru PAI yang mengimplementasikan Pendidikan berbasis nilai karakter pada siswa. Para guru di SMP Islam Al-Falaah Sawahbaru-Ciputat ini, hadir di sekolah pada pagi hari sebelum pukul 06.45 WIB. pada hari senin sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung, para guru mengikuti upacara bendera atau upacara pembinaan. Setelah selesai upacara, para guru mengadakan breafing sebentar dipandu oleh kepala sekolah. Pada hari selasa, sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung para siswa dan wali kelas bertadarus selama kurang lebih 30 menit. Lalu, KBM 2 jam, setelah itu siswa dan guru mengikuti salat dhuha berjamaah di masjid. Pada hari rabu, sebelum KBM, seluruh siswa dan guru senam bersama dilapangan. Setelah selesai senam, para guru breafing sebentar dipandu oleh kepala sekolah. Hari Kamis, sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran para guru mengikuti kegiatan tadarusan, dilanjut dengan KBM 2 jam lalu shalat dhuha. pada hari Jum’at, sebelum mulai pelajaran, guru dan siswa bertadarus bersama, dilanjut dengan KBM 2 jam, lalu shalat dhuha bersama.

(45)

Ketika bel tanda kegiatan pembelajaran akan berlangsung para siswa masuk ke kelas masing-masing. Siswa duduk di tempatnya masing-masing. Mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung. Sampai bel tanda istirahat. Ketika bel tanda istirahat berbunyi siswa diperbolehkan keluar kelas sampai waktu istrahat selesai. Para siswa masuk kembali ke kelas dan mengikuti pelajaran selanjutnya sampai waktu salat dzuhur berjamaah tiba. Ketika bel tanda salat berjamaah akan berlangsung siswa dipersilahkan keluar kelas untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan salat dzuhur berjamaah. Setelah selesai salat, siswa dipersilahkan untuk masuk ke kelas kembali untuk melaksanakan pembelajaran selanjutnya. Sampai tanda bel untuk pulang berbunyi. 2. Wawancara

Wawancara yang akan digunakan adalah wawancara tak terstruktur. Wawancara ini mirip dengan percakapan informasi. Metode ini bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk informasi tertentu dari semua informan, tetapi susunan kata dan urutannya disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Wawancara dilakukan guna mengubah data menjadi informasi secara langsung yang diberikan oleh seseorang (subjek). Pendekatan ini memungkinkan untuk mengukur apa yang diketahui oleh seseorang ( pengetahuan dan informasi), apa yang disesuaikan dan apa yang tidak disesuaikan oleh seseorang. Dalam teknik wawancara tak terstruktur ini, peneliti melakukan wawancara berbentuk dialog dengan informan, dengan tetap berpatokan kepada sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan.

Dalam wawancara disini, peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah SMP Islam Al-Falaah yaitu Muhamad Husin M.Pd., W. Kepsek Rais Helmi S.Th.I, dan guru mata pelajaran PAI yaitu Arfan Widadi, S.Sos.I dan Yunit Permadi, S.Pd.I.

3. Dokumentasi

(46)

yang stabil dan akurat sebagai cermin situasi/kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan.6 Dan dokumentasi disini berupa foto-foto, silabus dan rpp dari guru PAI.

4. Angket

Angket adalah suatu alat pengumpul data yang berupa serangkaian pertanyaan yang diajukan pada responden untuk mendapat jawaban7. Angket yang akan disebar adalah dikelas IX (9) karena jumlah siswanya kurang dari 100 orang, maka peneliti menyebarkan angket kepada seluruh siswa kelas IX (9).

Adapun kisi-kisi angket penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Angket

Variabel Indikator Nomor

Soal Untuk Angket, data diolah dengan cara:

a) Editing, yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang diserahkan oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa satu persatu, tujuannya untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan yang telah diselasaikan. Jika ada jawaban

6

Uin Syarif Hidayatullah, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, (Jakarta:KAN, 2013), hal, 65-67

7

(47)

yang diragukan atau tidak dijawab, maka penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk menyempurnakan jawabannya. b) Scoring, yaitu merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir

pernyataan yang terdapat dalam angket. Dalam pengambilan angket menggunakan skala likert, yaitu: Selalu, Sering, Kadang-kadang, dan Tidak Pernah, yang harus dipilih oleh responden. Maka penulis melakukan perhitungan skor rata-ratanya dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 3.2

Skor Alternatif Jawaban

Pilihan Jawaban Skor Pernyataan

Positif (+) Negatif (-)

a. Alternatif jawaban A, dengan bobot nilai 4 b. Alternatif jawaban B, dengan bobot nilai 3 c. Alternatif jawaban C, dengan bobot nilai 2 d. Alternatif jawaban D, dengan bobot nilai 1

c) Tabulating, yaitu proses memindahkan jawaban ke dalam tabel, sehingga diketahui perhitungan prosentasenya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data secara kuantitatif yang dnamakan deskripsi analisis, yaitu menggambarkan apa adanya. Langkah pertama adalah membuat tabel frekuensi dan kemudian dilengkapi dengan persentase. Dalam hal ini penulis menggunakan rumus sebagai berikut:

P

=

(48)

P = Angka persentasi untuk setiap jawaban

F = Frekuensi untuk setiap jawaban

N = Jumlah Responden

100% = Bilangan tetap (konstanta)

Dalam menetapkan ada tidaknya peran kompetensi profesional guru Pendidikan Agama Islam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa, peneliti menentukan kriteria data-data kualitatif berdasarkan nilai-nilai angket yaitu:

Tabel 3.3

Skala Prosentase

No Presentase Penafsiran

1. 100% Seluruhnya

2. 90%-99% Hampir seluruhnya

3. 60%-89% Sebagian besar

4. 51%-59% Lebih dari setengah

5. 50% Setengahnya

6. 40%-49% Hampir setengahnya

7. 10%-39% Sebagian kecil

8. 1%-9% Sedikit sekali

9. 0% Tidak sama sekali

E. Interpretasi Data

Setelah melakukan perhitungan persentase, maka selanjutnya peneliti melakukan interpretasi data, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi atau gambaran masing-masing aspek yang diteliti berdasarkan tanggapan responden.

Untuk menentukan prersentase, digunakan perhitungan sederhana dengan langkah-langkah:

Gambar

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Angket
Tabel 3.2 Skor Alternatif Jawaban
Tabel 3.3 Skala Prosentase
Tabel 3.4 Ketentuan Skala Prosentase
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti memilih informan karena informan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti, Fajar sering bolos sekolah dan bermain game online di

Tabel 6.2 : jumlah murid sekolah, murid, dan guru SMA, MAN¸SMK perkecamatan dikota banda aceh. Tabel 7 : kondisi ketenaga kerjaan di kota banda aceh. Tabel 8 : jumlah penganut

Akhir yang berjudul “ Aplikasi Realisasi Penerimaan RTW ( Rail Tank Wagon ) pada PT Pertamina (Persero) Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Lahat ” ini dengan tepat waktu..

1) Menganggar saiz populasi tikus mondok di keempat-empat kawasan dengan menggunakan Kaedah Jolly-Seber. 2) Mengganggarkan kepadatan tikus mondok di keempat-empat kawasan kajian.

(3) Gaji dan penghasilan lain para anggota Direksi ditetapkan oleh Menteri dengan mengingat ketentuan yang ditetapkan dengan atau berdasarkan Undang- undang. Anggota

(4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Bimbingan (1) Penulisan hasil identifikasi ditulis dengan benar, sistematis dan jelas, yang menunjukkan keterampilan penulisan yang

Karyawan/dosen/Pengajar/mahasiswa dengan kriteria kontak erat, kasus suspek atau konfirmasi positif COVID-19). 1) Tutup ruangan/ area kerja/kantor/kampus/sekolah yang pernah

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara lebih berorientasi pada pelayanan pendidikan yang bermutu dan berkualitas, melakukan penelitian-penelitian