i Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
MELLY AMALIA 106024000936
J U R U S A N T A R J A M A H
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
▸ Baca selengkapnya: bacaan ayat 15 arab
(2)ii Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, berupa pencabutan gelar.
Jakarta, 16 Juni 2010
iii Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh:
Melly Amalia 106024000936
Pembimbing
Ali Hasan Al-Bahar, LC, MA NIP: 197606152003121002
J U R U S A N T A R J A M A H
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
Skripsi berjudul “Penerjemahan Dialog Arab Dalam Film Ayat-Ayat Cinta”
telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 16 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program
Studi Tarjamah.
Jakarta, 16 Juni 2010
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Ikhwan Azizi, M.Ag Ahmad Saekhuddin, M.Ag
NIP: 195708161994031001 NIP: 197005052000031003
Anggota
Ali Hasan Al-Bahar, LC, MA
v rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sastra Jurusan Tarjamah pada Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA. Selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah dan Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. (2) Drs. Ikhwan Azizi, M.Ag. Selaku Ketua Jurusan Tarjamah dan Ahmad
Saekhuddin, M.Ag. Selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah.
(3) Ali Hasan Al-Bahar, LC, MA selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. (4) Dosen Tarjamah: Ibu Karlina Helmanita, M.Ag, Bpk. Syarif Hidayatullah,
M.Hum, Bpk. Dr. Syukron Kamil, MA, Bpk. Irfan Abubakar, MA, dan lainnya. (5) Penguji Bpk Ahmad Saekhuddin, M.Ag, terima kasih ya pa atas masukan dan
saran-saran yang bapak berikan pada saya.
(6) Abah dan mamah, serta kakak dan adik yang telah memberikan doa, perhatian, dan kasih sayangnya dalam penyusunan skripsi ini.
(7) My Soulmate yang saya sayangi, Ahmad Wahyudin dan Wulandari karena telah setia menemani kemanapun, dimanapun dan kapanpun disaat saya membutuhkan. (8) Teman-teman Seperjuangan Tarjamah Angkatan 2006 yang saya cintai, Erna,
Elid, Fufu, Nisa, Meri, Leni, Daus, Ofah, Olis, Aini, Emvi, Ujah, Mida, Suty, Rina, Uton, Yatm, Yuli Yome, dan Yu2n karena telah memberikan bantuan/dukungan/doa dalam segala hal untuk kelancaran penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 16 Juni 2010
vi latin. Transliterasi ini berdasarkan Pedoman Transliterasi Arab-Latin dalam Buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
ا ط t
ب b ظ z
ت t ع ‘
ث ts غ gh
ج j ف f
ح h ق q
خ kh ك k
د d ل l
ذ dz م m
ر r ن n
ز z و w
س s ة h
ش sy ء `
ص s ي y
ض d
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
A. Vokal tunggal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ◌
a Fathahِ◌
----
i Kasrahُ◌
---
u Dammah
B. Vokal rangkap
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
َ◌
---ي ai a dan i
َ◌
---و au a dan u
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
vii
ي ِ◌
---و ُ◌ û u dengan topi di atas
3. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu لا , dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf
syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh : al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwânbukan ad- dîwân.
4. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda--- ّ◌ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah
itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda
syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf
syamsiyyah. Misalnya, kata ةروﺮّﻀﻟاtidak ditulis ad-darûrahmelainkan
al- darûrah, demikian seterusnya.
5. Ta Marbûtah
Jika huruf Ta Marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (contoh no.1). hal yang sama juga berlaku, jika Ta Marbûtah tersebut diikuti oleh (na’t) atau kata sifat (contoh no.2). namun jika huruf Ta Marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (contoh no.3)
No. Kata Arab Alih Aksara
1 ﺔﻘﯾﺮط tarîqah
2 ﺔﯿﻣﻼﺳﻹا ﺔﻌﻣﺎﺠﻟا al-jâmi’ah al-islâmiyah
3 دﻮﺟﻮﻟا ةﺪﺣو wihdat al-wujûd
6. Huruf kapital
viii
PERNYATAAN………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING………... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN………... iv
UCAPAN TERIMA KASIH………... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN………... vi
DAFTAR ISI………... viii
ABSTRAK... x
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang... 1
I.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4
I.3. Tujuan Penelitian ... 4
I.4. Tinjauan Pustaka... 4
I.5. Metodologi Penelitian... 5
I.6. Sistematika Penulisan ... 7
BAB II. TEORI PENERJEMAHAN II.1. Pentingnya Penerjemahan ... 9
II.1.1. Definisi Penerjemahan... 10
II.1.2. Metode Penerjemahan... 12
II.2. Penerjemahan Teks Film ... 17
II.2.1. Subtitling... 18
II.2.2. Dubbing(Sulih Suara) ... 20
II.2.3. Unsur Naratif dan Unsur Sinematik ... 21
II.4. Jenis-jenis Film... 23
II.4.1. Film Dokumenter... 24
II.4.2. Film Fiksi... 24
ix III.1.1. Latar Belakang Pembuatan Film Ayat-ayat Cinta... 29 III.1.2. Kedudukan Film Ayat-ayat Cintadalam Islam ... 31 III.2. Pesan Moral dari Film Ayat-ayat Cinta... 33
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN IV.1. Analisis Data
IV.1.1 Analisis Data Potongan Ayat Al-Qur’an dalam Film Ayat-ayat Cinta.. 35 IV.1.2 Analisis Data Dialog Arab dalam Film Ayat-ayat Cinta... 43 IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Berdasarkan Bentuk Bahasa Arab Fasih (Fushâ) ... 45 IV.2.2 Berdasarkan Bentuk Bahasa Arab Umum (‘Âmiyyah)... 56
BAB V. PENUTUP
V.1. Kesimpulan ... 67 V.2. Saran... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lampiran I Dialog Pendek Pada Film Ayat-ayat Cinta
Lampiran II Dialog Panjang Pada Film Ayat-ayat Cinta
Lampiran III Skenario Yang Terdapat Surat Al-Imran
Lampiran IV Skenario Yang Terdapat Surat Maryam
Lampiran V Skenario Yang Terdapat Surat Annisa dan Hadis Rasul
Lampiran VI Skenario Yang Terdapat Surat Yusuf
Lampiran VII Skenario Yang Terdapat Hadis Rasul
Lampiran VIII Skenario Yang Terdapat Hadis Rasul
x Jakarta: Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Dibawah bimbingan Ali Hasan Al-Bahar, LC, MA
Film merupakan media komunikasi yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan. Disaat film diperkenalkan pertama kali di Indonesia, film dibuat oleh orang-orang belanda dan cina. Tujuannya hanya untuk menghibur semata dan sebagai alat dagang untuk mencapai keuntungan tanpa memperdulikan isi pesan yang ada dalam film tersebut.
Dalam sebuah film pasti terdapat dialog yang merupakan suatu alat sebagai percakapan antar dua karakter atau lebih, kemudian disampaikan secara jelas agar terkesan hidup lebih nyata dari skenario yang dibuat untuk dihafal oleh para pemainnya karena bahasa film merupakan kombinasi antara bahasa suara dan bahasa gambar.
Hasil suatu terjemahan itu dinilai baik atau buruk, jelas atau tidak, sangat bergantung dari siapa yang menerjemahkan, meskipun seorang penerjemah itu adalah sebagai pencipta tetapi ia tidak punya kebebasan seluas kebebasan yang dimiliki penulis naskah aslinya, karena ia harus menciptakan terjemahannya dari dunia ciptaan yang sudah ada. Misalnya dalam penerjemahan film memiliki dialog arab yang merujuk pada skenario.
Permasalahan yang terdapat pada hasil terjemahan dari dialog film
Ayat-ayat Cinta menurut Penulis masih ada yang kurang tepat. Misalnya, penggunaan gaya terjemahan harfiah yang mendominan sehingga hasil terjemahan kurang enak untuk dibaca dan ada beberapa bahasa Arab yang tidak sesuai dengan skenario.
Penulis menarik Kesimpulan bahwa hasil terjemahan dialog film
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Dialog merupakan pembicaraan antar karakter (kadang tidak punya tujuan
storytelling, cuma sekedar chitchat). Menulis skenario dalam sebuah dialog film
tidak semudah para pemain menghafalnya, Dalam budaya yunani kuno
(Aristoteles) Dramaturgi dibangun berdasarkan plot (aksi) yang didalamnya
terdapat aksi dengan meniru aksi dari kehidupan nyata. Yang penting showing,
baru kemudian telling. Dalam film, dianggap penting tapi tanpa dialog storytelling
bisa jalan. Hal ini terjadi pada film Ayat-ayat Cinta.
Adapun berbagai fungsi dialog yaitu mengetahui karakterisasi siapa yang
berbicara, mengetahui ilustrasi hubungan antara siapa yang berbicara dengan
karakter lainnya (termasuk pilihan kata ketika berinteraksi dengan orang lain),
bisa memperkaya aksi dan informasi tentang hasrat pikiran pemain. Dialog
memiliki beberapa teknik didalamnya yang terdiri dari point dialog yang
disampaikan secara jelas agar terkesan hidup realis sebagai pertanyaan untuk
seorang pemainnya, dalam dialog film juga terdapat prinsip-prinsip dialog yang
merupakan alat sebagai pembicaraan antara dua karakter atau lebih, dialek, aksen,
intonasi, diksi yang mengarahkan pitch, loudness, timbre yang sangat terlihat
fonetiknya karena dialog menempel pada bahasa tubuh karakter dimana dalam
dialog itu tidak hanya apa yang dikatakan tetapi bagaimana cara mengatakannya.
Film merupakan sebuah karya seni, yang didalamnya juga terdapat
berbagai macam jenis seni-seni yang lain, seni film lebih menonjol pada
Setelah membaca peran yang akan dijalankan serta penyesuaian dengan skenario
yang telah diatur oleh sutradara. Para pemeran, memerankan apa yang
diperankan dalam skenario sebuah cerita film dengan olah peran penuh ekspresi
yang meyakinkan para penonton.
Di dalam alur cerita film, para aktor maupun aktrisnya akan mengikuti
pada teks skenario yang disodorkan oleh sang sutradara dan sesuai dengan tema
maupun judul dari film yang diputar. Dalam sebuah film terdapat banyak sisi-sisi
kesenian nyata, yang semua sisinya mengandung estetika manifestasi seni. Seni
memang indah serta enjoy, enak bahkan sejuk dilihat, tapi tidak menutup
kemungkinan sifat seni yang liberal, dapat mengesampingkan etika atau moral
seniman. Oleh sebab itu keindahan seni yang diciptakan para seniman harus
equilibrium (seimbang) dengan moral atau etika para pekerja seni.
Dalam mengalihkan pesan dari bahasa ke bahasa lain, yang harus
dipertahankan sedapat mungkin ialah isi, sedangkan bentuk di-nomor-duakan
kecuali dalam kasus-kasus tertentu seperti dalam puisi. Oleh karena itu, agar
pengalihan suatu bahasa terjemahan tersebut dapat dipahami dan dimengerti,
maka harus diperhatikan bentuk bahasa sasarannya. Eugena A. Nida
mengungkapkan bahwa: “menerjemahkan berarti menciptakan padanan paling
dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan Bsu, pertama dalam hal makna dan
kedua pada gaya bahasanya.1
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan pada film ayat-ayat cinta
ini memiliki terjemahan Arab-Indonesia yang sangat berbeda dengan bahasa versi
yang lain, karena dalam setiap percakapan arabnya yang para pemain ucapkan
1
memiliki arti perumpamaan, seperti pada contoh percakapan dalam ucapan berikut
ini:
١
.
ﻢﻜﻴﻠﻋ ﻭ ﺎﻨﻴﻠﻋ
2
Contoh yang ini membalas ucapan seseorang yang mengatakan ucapan
terima kasih kepadanya lalu diartikan dalam film ayat-ayat cinta seperti: “Terima
kasih juga”. Jika dibandingkan dengan arti sebenarnya yaitu: “Untuk kami dan
untuk kalian”.
٣
.
ﻢﻗ ﺍﺭﻮﻧ
...
ﻢﻗ ﺍﺭﻮﻧ
...
ﻢﻗ
3
Pada contoh yang satu ini memiliki kesalahan pada ucapan yang
seharusnya kata
ﻢﻗ
itu merujuk kepada seorang laki-laki tetapi disini kataﻢﻗ
diperuntukan kepada perempuan, jadi dalam film ayat-ayat cinta diterjemahkan
seperti: “Bangun Nauro....Nauro bangun...bangun”. Seharusnya jika kepada
seorang perempuan menggunakan kata
ﻰﻤﻗ
.Dari kedua contoh diatas berasal dari bahasa arab yang diucapkan oleh
para pemain yang memerankan film ayat-ayat cinta dan diubah menjadi tulisan
arab dari apa yang terdengar oleh Penulis dalam kesalahan masing-masing yang
juga memiliki terjemahan yang berbeda pula dalam setiap percakapannya.
2
Dialog tersebut terdapat di dalam film Ayat-ayat Cinta karya Hanung Bramantyo yang sengaja Penulis ubah dalam bahasa Arab dari apa yang terdengar.
3
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis hendak mengkaji lebih jauh
dengan menemukan hal-hal yang unik didalamnya lalu mengangkat judul
“Penerjemahan Dialog Arab dalam Film Ayat-ayat Cinta”.
I.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Mengingat begitu banyaknya percakapan dalam sebuah film layar lebar
pembatasan penelitian ini dilakukan pada beberapa percakapan yang berhubungan
dengan Bahasa Arab saja yaitu dari 80 ucapan menjadi 20 ucapan serta kumpulan
beberapa ayat Alquran dan hadis rasul. Adapun perumusan masalah yang
dilakukan sebagai berikut:
1. Apakah terjemahan dialog arab dalam Film Ayat-ayat Cintasudah tepat?
I.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
a. Penulis ingin menggunakan sebuah metode penerjemahan dalam film.
b. Mengetahui metode apa yang dipergunakan oleh penerjemah dalam
tulisan.
I.4. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan penelitian buku-buku, skripsi, dan tesis yang pernah diteliti
bahwa penelitian yang sama dengan judul ini belum pernah ada yang
membahasnya. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk membahas judul ini
Adapun skripsi yang sudah pernah diteliti yaitu mengenai analisis
penerjemahan Arab-Indonesia terhadap film Al-Risalah karya Mustapha Akkad
yang diteliti oleh Abdul Rohman pada tahun 2009 yang lalu.
I.5. Metodologi Penelitian
Seorang penerjemah haruslah mampu mencarikan padanan yang tepat dari Bsu ke
dalam Bsa. Satu kesalahan bila seorang penerjemah memadankan sebuah kata
atau konteks kalimat ke dalam bahasa sasaran tidak sesuai dengan bahasa sumber,
hal itu dapat mengakibatkan perubahan makna dan dapat memberikan kesalahan
informasi yang diterima oleh pembaca karya terjemahan maupun film-film asing
yang ada terjemahannya. Seorang penerjemah harus cermat dalam menganalisis
teks dan terampil dalam mengolah kata-kata yang sepadan dengan konteks
kalimat yang ditemukan. Kesesuaian dan kesepadanan antara konteks bahasa
sumber dan konteks bahasa sasaran merupakan salah satu syarat penerjemahan.
Selain itu, penguasaan bahasa sasaran yang baik juga merupakan prasyarat
agar semua detil dan nuansa karya asli dapat terwakili dalam karya terjemahan.
Selain kriteria-kriteria tersebut, ada tambahan bagi seorang penerjemah film, baik
subtitle maupun dubbing, yaitu penguasaan teknik dan penyelarasan teks dalam
penerjemahan film.
Proses penelitian ini mengacu pada teks skenario asli dan subtitle pada film Ayat-ayat Cinta karena dari beberapa hal tersebut merupakan rangkuman alur dari seluruh penelitian ini.
2. Penyaringan; kumpulan dialog-dialog arab diseleksi menurut bentuk dan makna pada potongan ayat Al-Qur’an, adapun menurut dialek dan subtitle untuk mengetahui ketepatan.
3. Penganalisisan; setiap dialog arab yang siap dianalisis berdasarkan bentuk, makna serta dialek ataupun ketepatan dalam subtitle.
4. Penyimpulan; penarikan kesimpulan dari hasil analisis, dimana setiap kesimpulan harus menjawab setiap rumusan masalah yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini yang pertama kali dilakukan adalah
pencarian data. Yakni dengan mencari kalimat-kalimat yang berhubungan dengan
bahasa Arab dan penulis menggunakan metode random samplingatau penentuan
sample secara acak, lalu menggunakan metode penelitian studi kasus teks Arab,
yaitu dengan memindahkan apa yang diucapkan para pemain pada film ayat-ayat
cintakemudian data tersebut dianalisa.
Adapun data primer yang digunakan dalam penelitian adalah film
“ayat-ayat cinta”dalam format VCD. Alasannya karena format VCD ini memiliki
rasio layar yang sama dengan layar televisi. Data sekunder yang penulis peroleh
berasal dari literatur buku-buku, internet, koran, kamus serta penelitian-penelitian
terdahulu. Penelitian ini bermaksud mengungkapkan suatu masalah dengan
memberikan penilaian secara menyeluruh, luas dan mendalam dari sudut pandang
ilmu yang relevan.
Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah:
1. Menonton film “ayat-ayat cinta” dalam format VCD.
2. Mengamati keseluruhan cerita beserta dialog-dialog yang dilakukan para
pemain dalam film “ayat-ayat cinta”.
3. Menentukan dialog arab serta mengubahnya kedalam tulisan Arab sesuai
4. Mentranskrip dialog-dialog dalam film “ayat-ayat cinta”.
5. Memilih dialog-dialog yang berhubungan dengan permasalahan yang akan
diteliti dengan menggunakan kamus sebagai alat penerjemahan dari bahasa
sumber kepada bahasa sasaran, kemudian dibahas sesuai dengan kajian.
I.6. Sistematika Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini mengacu kepada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, yang disusun oleh tim UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta”. Adapun sistematika pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan bagian pendahuluan atau berisi pengantar, yang
memuat latar belakang masalah yang menyangkut tentang judul yang dibahas,
yaitu tentang penerjemahan dialog arab dalam film ayat-ayat cinta, perumusan
dan pembatasan masalah yang terdapat didalamnya yaitu tentang pertanyaan dan
jawaban apa yang ditanyakan dan dibahas dalam judul tersebut, tujuan
penelitiannya mengetahui seluk-beluk tentang isi apa yang ingin diketahui oleh
penulis, metode penelitian bersifat kajian pustaka sedangkan metode yang
penulis gunakan adalah menganalisis dengan memberikan gambaran dan
sistematika penulisan.
Bab kedua, membahas tentang pentingnya penerjemahan, definisi
penerjemahan, metode penerjemahan, kemudian kesetiaan dalam penerjemahan
yang akan memberikan pemahaman tentang perbedaan antara bahasa arab dan
bahasa indonesia serta gambaran umum tentang penerjemahan dalam parameter
dimensi zaman. Adapula penerjemahan teks film seperti subtitling dan dubbing
Bab ketiga, berupa gambaran umum pembuatan filmayat-ayat cinta yang
bisa dilihat dari sejarah lahirnya film ayat-ayat cinta dan kedudukan film
ayat-ayat cinta dalam islam, kemudian kita juga dapat mengetahui pesan moral yang
ada dalam film ayat-ayat cintamelaui resensi yang terdapat pada film tersebut.
Bab keempat, membahas yang berkaitan dengan judul yaitu penerjemahan
dialog arab dalam film ayat-ayat cinta. Adapun isi bab tersebut tentang beberapa
ayat Al-Qur’an dalam film tersebut yang juga bisa dilihat dari ketepatan subtitle
dan terjemahan sebenarnya dari dialog film ayat-ayat cinta.
BAB II
TEORI PENERJEMAHAN II.1. Pentingnya Penerjemahan
Perkembangan ilmu teknologi telah berkembang begitu sangat pesat dalam
beberapa dekade terakhir ini. Fenomena ini telah membawa dampak yang
begitu besar terhadap kehidupan umat manusia. Perkembangan ilmu yang
pesat berarti adanya peningkatan kemampuan manusia dalam menguasai
lingkungan telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi kehidupan umat
manusia itu sendiri.
Dalam memasuki abad ke-21 sebagai abad informasi, manusia
dihadapkan dengan arus informasi yang mengalir sangat deras dan dengan
cepat menjangkau hampir seluruh pelosok dunia. Ini berarti bahwa jarak
tempuh antara bagian dunia yang satu dan yang lainnya semakin tidak berarti.
Penerjemahan yang baik hanya bisa dihasilkan oleh seorang
penerjemah yang memiliki kualifikasi yang tinggi karena proses
penerjemahan melibatkan dua bahasa, yaitu bahasa sumber dan bahasa
sasaran. Dengan demikian, penerjemahan juga melibatkan
perbedaan-perbedaan budaya untuk mengungkapkan ide dan makna dari bahasa sumber
ke bahasa sasaran.4
4
II.1.1. Definisi Penerjemahan
Penerjemahan selama ini didefinisikan secara beragam oleh para pakar
bahasa yang bergelut atau berkecimpung dalam penerjemahan. Sebagian pakar
bahasa mendefinisikan terjemahan berdasarkan pada pengalihan bentuk-bentuk
dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Ada juga sebagian pakar bahasa yang
menekankan terjemahan sebagai pengalihan arti dan pesan dari suatu bahasa
sumber (BSu) ke dalam bahasa sasaran (BSa), atau bahkan berdasarkan
perspektif bahwa terjemahan sebagai suatu proses transfer budaya. Berikut ini
beberapa petikan definisi dari pakar bahasa tentang penerjemahan yang kerap
kali dijadikan acuan para penerjemah dan pengamat penerjemahan.
Catford, dalam bukunya A Linguistic Theory of Translation
mendefinisikan terjemahan: translation is the replacement of textual material
in one language by equivalent textual material in another language.5 Dari
definisi tersebut Dia menekankan bahwa wacana alihan haruslah sepadan
dengan wacana aslinya. Karena padanan merupakan kata kunci dalam proses
terjemahan, dengan sendirinya pesan dalam wacana alihan akan sebanding
dengan pesan pada wacana aslinya. Sebaliknya, jika wacana alihan dan wacana
asli tidak sepadan, wacana alihan tidaklah dianggap sebagai suatu terjemahan.6
Berbeda dari Catford, Levy dalam bukunya Translation as A Decition
Process (dikutip dalam Holidaja, 1993: 49) mengemukakan bahwa terjemahan
adalah suatu proses kreatif yang selalu memberi kebebasan atau pilihan kepada
penerjemah dalam menghasilkan makna situasional. Lebih lanjut Levy
5
J. Catford, Linguistic Theory of Translation(London: Oxford University Press, 1978), h. 20.
6
mengatakan sebagai suatu proses kreatif, terjemahan memberi peluang kepada
penerjemah dalam bentuk kebebasan atau otonomi untuk menemukan
kesepadanan yang persis menurut konteks situasi. Dengan otonomi ini, seorang
penerjemah memiliki peluang yang besar dan signifikan dalam
mengembangkan keterampilan dan kebisaannya. Dia bebas untuk berkreasi
menginterpretasikan apa yang telah dituliskan oleh penulis asli selama tidak
keluar dari konteks.
Senada dengan pendapat Levy, Larson, dalam bukunya
Meaning-Based Translation: A Guide to Cross-Language Equivalence, mendefinisikan
terjemahan: translation concist of translating the meaning of the source
language into the receptor language.7Perubahan bentuk dari BSu ke dalam
BSa yang harus dipelihara adalah maknanya. Dia juga memaparkan bahwa
terjemahan terdiri berdasarkan penelusuran leksikon, struktur gramatikal,
situasi komunikasi, dan konteks budaya BSu yang kemudian baru menentukan
makna dan kemudian baru diadaptasikan ke dalam leksikon dan struktur
gramatikal BSa dengan wajar. Dengan kata lain, pengalihan makna harus
dilakukan melalui struktur semantis dan ia harus dipertahankan walaupun
bentuknya berubah.
Dari beberapa pendapat para ahli bahasa tentang penerjemahan di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa terjemahan, baik lisan maupun tulisan,
memberikan penekanan lebih kepada makna atau pesan yang akan
disampaikan. Bukanlah hal masalah prinsipil, apakah hasil terjemahan patuh
7
kepada bentuk bahasa sumbernya, melainkan yang terpenting adalah hasil
terjemahan mempunyai maksud dan makna yang sama persis dengan pesan
bahasa sumbernya. Jadi terdapat keakuratan, kewajaran dan kejelasan makna
antara bahasa sumber dan bahasa sasaran.
II.1.2. Metode Penerjemahan
Dalam proses penerjemahan, perlu kiranya seorang penerjemah
mengetahui metode penerjemahan terdahulu agar ia dapat memilah metode
apa yang perlu diterapkan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Terjemahan itu
banyak ragamnya, begitu pula namanya. Oleh karena itu menurut Newmark
metode penerjemahan ini dapat digambarkan seperti diagram V berikut ini.
BSu BSa katademikata adaptasi
harfiah bebas setia idiomatik semantis komunikatif Diagram V (Newmark 1988:45)
a. Penerjemahan Kata Demi Kata (Word for Word Translation)
Metode penerjemahan ini pada dasarnya kata-kata bahasa sasaran
diposisikan di bawah versi bahasa sumber. Kata-kata bahasa sumber
diterjemahkan diluar konteks dan sangat terkait dalam tatanan kata.
sasaran tanpa mengubah susunan kata bahasa sasaran. Dengan kata lain,
penerjemahannya apa adanya.
Contoh:
ﺐﺘﻛ ﻪﺛﻸﺛ ﻱﺪﻨﻋ ﻭ
Terjemahannya : Dan di sisiku tiga buku-buku.8
b. Penerjemahan Harfiah (Literal Translation)
Kategori ini melingkupi terjemahan-terjemahan yang sangat setia terhadap
teks sumber, seperti urutan-urutan bahasa, bentuk frase, bentuk kalimat dan
sebagainya. Akibat yang sering muncul dari terjemah kategori ini adalah, hasil
terjemahannya menjadi saklek dan kaku karena penerjemah memaksakan
aturan-aturan tata bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Padahal, keduanya
mempunyai perbedaan yang mendasar. Hasilnya dapat dengan mudah
dibayangkan, yakni bahasa Indonesia yang bergramatika bahasa Arab,
sehingga sangat aneh untuk di baca penutur bahasa sasaran (bahasa
Indonesia).9
Contoh:
ﺭﻭﺰﻳ
ﺎﶈﺍ
ﻆﻓ
ﺔﻘﻳﺪﺣ
ﺍﻮﻴﳊﺍ
ﻥ
Terjemahannya: Mengunjungi Gubernur kebun binatang.10
8
. Moch Syarif , Diktat Teori dan Permasalahan Terjemah…, h.5
9
Ibnu Burdah, Menjadi Penerjemah: Metode dan Wawasan Menerjemah Teks Arab (Yogyakarta: Tiara kencana, 2004), h.16.
10
c. Penerjemahan Semantis (Semantic Translation)
Dibandingkan dengan penerjemahan harfiah, penerjemahan semantis lebih
lentur. Karena penerjemahan semantis dapat dikompromikan dengan struktur
gramatikal bahasa sasaran. Selain itu, penerjemahan semantis masih
mempertimbangkan unsur-unsur bahasa sumber selama masih dalam batas
kewajaran. Contoh:
ﻦﻣﻭ
ﻝﺪﺒﺘﻳ
ﺮﻔﻜﻟﺍ
ﻥﺎﳝﻹﺎﺑ
ﺪﻘﻓ
ﻞﺿ
ﺀﺍﻮﺳ
ﻞﻴﺒﺴﻟﺍ
)
ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ
:
١٠٨
(
Terjemahannya: Barangsiapa mengambil kekufuran sebagai pengganti
keimanan, ia tersesat dari jalan yang benar.11
d. Penerjemahan Adaptasi (Adaptation Translation)
Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas dan paling
dekat dengan bahasa sasaran. Biasanya metode ini di pakai dalam
menerjemahkan drama atau puisi, yaitu yang mempertahankan tema, karakter
dan alur. Ini berarti bahwa unsur budaya dalam teks sumber disulih
(substituted) dengan unsur budaya pembaca TSa. .12
Contoh :
ﺖﺷﺎﻋ
ﺓﺪﻴﻌﺑ
ﺚﻴﺣ
ﻻ
ﻮﻄﲣ
ﻡﺪﻗ
ﺪﻨﻋ
ﻊﻴﺑﺎﻨﻴﻟﺍ
ﻰﻠﻋﺎﺑ
ﺮﻬﻨﻟﺍ
11M.Mansyur dan Kustiawan, Pedoman Bagi Penerjemah Arab-Indonesia-Indonesia Arab (Jakarta: Moyo Segoro Agung, 2002), h.47.
12
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan(Jakarta: Pustaka Jaya, 2006), h 64.
13
Terjemahannya : Dia hidup jauh dari jangkauan, diatas gemericik air sungai
yang terdengar jernih. .13
e. Penerjemahan Bebas (Free Translation)
Metode penerjemahan bebas lebih mengutamakan isi dengan
mengorbankan bentuk teks bahasa sumber. Terjemahan bebas, pada umumnya
lebih laik diterima, ketimbang terjemahan harfiah, karena dalam terjemahan
bebas biasanya tidak terjadi penyimpangan makna maupun pelanggaran
norma-norma BSu. Kekurangan teknik penerjemahan bebas ialah bahwa yang
disampaikan oleh terjemahan bebas ke dalam teks BSu bukan padanan makna
BSa, tapi gambaran situasi yang menghasilkan perolehan padanan situasi.14
Contoh :
ﰲ
ﻥﺃ
ﻝﺎﳌﺍ
ﻞﺻﺃ
ﻢﻴﻈﻋ
ﻦﻣ
ﺃ
ﻞﺻ
ﺩﺎﺴﻔﻟﺍ
ﺓﺎﻴﳊ
ﺱﺎﻨﻟﺍ
ﲔﻌﲨﺃ
Terjemahannya: Harta sumber malapetaka.15
f. Penerjemahan Idiomatik (Idiomatic Translation)
Metode ini bertujuan memproduksi pesan dalam teks BSu, tetapi sering
dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak
didapati pada versi aslinya. Dengan demikian, banyak terjadi distorsi nuansa
makna. Beberapa pakar penerjemahan kaliber dunia seperti Seleskovitch
14
Salihen Moentaha, Bahasa dan Terjemahan, Language and Translation the New Millenium Publication (Jakarta: Kesaint Blanc, 2006),h. 52-53
15
menyukai metode penerjemahan ini, yang dianggapnya “hidup” dan “alami”
(dalam arti akrab) .16
Contoh :
ﺎﻣﻭ
ﺓﺬﻠﻟﺍ
ﻻﺇ
ﺪﻌﺑ
ﺐﻌﺘﻟﺍ
Terjemahannya : Berakit-rakit ke hulu, berenang ke tepian.17
g. Penerjemahan Komunikatif
Metode ini mengupayakan mereproduksi makna kontekstual yang
demikian rupa, sehingga baik dari aspek kebahasaan maupun aspek isi
langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Oleh karena itu versi TSa-nya pun
langsung diterima. Sesuai dengan namamya metode ini memperhatikan
prinsip-prinsip komunikasi, yaitu khalayak pembaca dan tujuan
penerjemahan.18
Metode ini adalah yang banyak digunakan dalam penerjemahan.
Dalam metode ini yang di pentingkan adalah penyampaian pesannya,
sedangkan terjemahannya sendiri lebih diarahkan pada bentuk yang berterima
dan wajar dalam BSa.19
Contoh :
ﺭﻮﻄﺘﻧ
ﻦﻣ
ﺔﻔﻄﻧ
ﰒ
ﻦﻣ
ﺔﻘﻠﻋ
ﰒ
ﻦﻣ
ﺔﻐﻀﻣ
16
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 54.
17
Moch Syarif,Diktat Teori dan Permasalahan Terjemah…,h. 5.
18
Machali, Pedoman Bagi Penerjemah, h. 54.
19
Terjemahannya : kita tumbuh dari mani, lalu segumpal darah, dan
kemudian segumpal daging.20
II.2. Penerjemahan Teks Film
Film pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat pada akhir abad
19. film pada masa itu masih berbentuk film bisu, yaitu film yang hanya
menampilkan gambar tapi tidak ada dialognya. Film dan bioskop pertama lahir
di Perancis yang kemudian menyebar dan terus berkembang keseluruh dunia.
Dampak terjemahan karya-karya tertulis dari zaman ke zaman sudah kita lihat.
Kita pun dapat merasakan dampak itu, baik dalam kehidupan biasa sehari-hari,
kehidupan kesenian, maupun kehidupan intelektual. Akan tetapi, memang
diperlukan waktu berabad-abad (bukan sekedar beberapa tahun saja) untuk
terjadinya dampak itu. Kemajuan dibidang percetakan, komunikasi, informasi,
dan transportasi telah menyebabkan penyebaran hasil penerjemahan terjadi
dalam waktu yang cepat. Pengaruh buku terjemah dan film terjemahan pada
masyarakat kita tentunya makin cepat terjadi.21
Stasiun televisi maupun bioskop-bioskop yang bertebaran di setiap
penjuru kota memiliki program acara yang terdiri dari program acara lokal dan
program acara bahasa asing. Untuk membantu penonton memahami suatu film
yang ditayangkan maka sudah tentu diperlukan seorang penerjemah.
Penerjemah berfungsi mengalihbahasakan isi film bahasa sumber (bahasa asing
yang bersangkutan) ke bahasa sasaran (bahasa Indonesia) sehingga pemirsa
dapat menangkap isi yang disampaikan oleh sebuah film.
20
Moch Syarif,Diktat Teori dan Permasalahan Terjemah…,h. 5.
21
Penerjemahan televisi berbeda dengan penerjemahan pada umumnya.
Televisi adalah media audio-visual, karena itu penerjemahan film televisi
bertumpu kepada audio dan visual. Pada dasarnya, penerjemahan film televisi
terbagi atas dua, yaitu subtitlingdan dubbing (sulih suara). Subtitleadalah teks
terjemahan yang muncul di bagian bawah layar televisi. Dubbing adalah sulih
suara, mengganti audio bahasa sumber dengan audio bahasa sasaran.22
II.2.1. Subtitling
Subtitel, yaitu memberikan sebuah terjemahan dari dialog bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran dalam bentuk disinkronkan keterangannya,
biasanya di bagian bawah layar, Subtitling sebagai bentuk foreignisasi
merupakan pendekatan untuk penerjemahan yang dapat digambarkan sebagai
"mengirim pembaca ke luar negeri". Subtitle dapat membawa penonton ke
dalam suasana budaya dan cita rasa bahasa asing tanpa harus pergi ke negara
yang bersangkutan tapi cukup dengan melihat dan menonton film asing
tersebut. Selain itu, dalam dunia industri film, penerjemahan cara subtitle
menjadi pilihan karena secara finansial lebih ekonomis dan praktis.23
Prinsip subtitling adalah membantu pemirsa memahami isi film,
bukan membuat pemirsa sibuk membaca. Oleh karena itu, bahasa subtitling
haruslah merupakan bahasa yang singkat, padat dan tepat sasaran. Bahasa yang
dipergunakan adalah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dibawah ini akan
22
Moch Syarif,Diktat Teori dan Permasalahan Terjemah…,h. 92.
23
disebutkan hal-hal yang harus diperhatikan oleh penerjemah film metode
subtitleyaitu :
1. Nama sutradara, produser, aktor dan tim kru yang muncul di openingdan
ending titletidak perlu diterjemahkan.
1. Lirik lagu hanya diterjemahkan jika merupakan bagian dari isi film. Kalau
sekedar merupakan musik ilustrasi, tidak perlu diterjemahkan.
2. Kalau ada repetisi kata, cukup satu yang diterjemahkan.
3. Kalau kalimatnya tidak jelas, cukup menerjemahkan kalimat yang jelas.
4. Tulisan di papan nama, surat, email, dll. yang ada kaitannya dengan isi
cerita harus diterjemahkan.
5. Ungkapan dan peribahasa jangan diterjemahkan secara harafiah, namun
dicari padanannya dalam bahasa Indonesia.
6. Tidak perlu menerjemahkan semua detil. Kalimat boleh disederhanakan
dengan tetap menganut pola Subyek-Predikat- Obyek.
Dalam subtitling, yang harus diperhatikan adalah dalam timeframe
pemunculan subtitle yang didasarkan pada time code (ukuran waktu dalam
hh:mm:ss:ff). pemunculan subtitleamat ditentukan oleh penentuan in-pointdan
out-point time code. Waktu pemunculan subtitle adalah antara 2-7 detik. Satu
subtitle maksimal terdiri dari 2 baris dan satu baris maksimal 35 karakter.
Pemenggalan kalimat perlu diperhatikan, dengan mempertimbangkan
tatabahasa dan logika dalam satu kalimat.24
24
II.2.2. Dubbing (Sulih Suara)
Dubbing (sulih suara) diketahui menjadi metode yang memodifikasi
sebagian besar teks sumber sehingga menjadikannya biasa dan familiar dengan
penonton melalui domestifikasi. Ini adalah sebuah metode dimana dialog
bahasa asing disesuaikan dengan pergerakan mulut aktor yang terdapat di film
tersebut dengan menggunakan bahasa sasaran (penonton), yang bertujuan
untuk membuat para penonton merasa jika mereka benar-benar mendengarkan
aktor berbicara dengan bahasa target.25Ditinjau dari segi ideologi, kebijakan
sulih suara ini merupakan ideology domestication. Sulih suara film tidak dapat
dilepaskan dari soal penerjemahan, penyelarasan naskah, dan pengarahan
dialog.26
Dalam proses sulih suara ada kegiatan pengisian suara yang
merupakan bagian yang memberikan hasil akhir yang ditonton dan
didengarkan oleh penonton. Dalam kenyataan, proses ini dilakukan di bawah
arahan pengarah dialog yang juga harus menguasai segi kebahasaannya. Secara
teknis sinematografis suara harus sesuai dengan karakter suara tokoh yang
disulih. Pengisi suara harus memahami benar tokoh dan situasi sosial budaya
yang melatarinya. Dalam hubungan ini, kemampuan mengatur artikulasi sangat
penting. Ia harus seperti seorang dalang yang dapat menuturkan
kalimat-kalimatnya dengan karakter sosial dan intonasi serta tekanan yang tepat. Inilah
segi kebahasaan yang harus diterapkan dalam proses pengisian suara.
25
Agnieszka Szarskowska, “The Power of Film Translation”
26
Pengawasan dan pengarahan proses pengisian suara dilakukan oleh pengarah
dialog.27
Dalam sulih suara, bahasa Indonesia yang dipergunakan adalah bahasa
Indonesia yang luwes, baik dan benar. Dalam sulih suara, bahasa Indonesia
yang baik dan benar bukanlah berarti menggunakan bahasa Indonesia yang
formal, tapi menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi, kondisi, konteks
film dan jenis film dengan tetap mengacu kepada kaidah yang berlaku.
Secara garis besar, yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Panjang pendek terjemahan sama dengan panjang pendek kalimat
bahasa sumber.
1. Kalimat terjemahan lip-syncdengan kalimat bahasa sumber.
2. Hubungan antar kalimat tidak terputus.
3. Mengikuti tatabahasa bahasa Indonesia.
4. Kalimat/kata sesuai dengan gambar.
5. Bahasa terjemahan mampu menunjukkan strata sosial pemeran.28
II.2.3. Unsur Naratif dan Unsur Sinematik
Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk yakni, unsur
naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film. Masing-masing
unsur tersebut tidak akan dapat membentuk film jika hanya berdiri sendiri. Bisa
27 Beni Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan,h.108-109.
28
kita katakan bahwa unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah,
sementara unsur sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. 29
Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Setiap film
cerita tidak mungkin lepas dari unsur naratif. Setiap cerita pasti memiliki
unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, serta lainnya. Seluruh
elemen tersebut membentuk unsur naratif secara keseluruhan. Elemen-elemen
tersebut saling berinteraksi serta berkesinambungan satu sama lain untuk
membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan tujuan. Seluruh
peristiwa tersebut terikat sebuah aturan hukum kausalitas (logika- sebab-akibat).
Aspek kausalitas bersama unsur ruang dan waktu adalah elemen-elemen pokok
pembentuk naratif. 30
Mise en scene
Sinematografi
Editing
Suara
Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi sebuah
film. scene adalah segala hal yang berada di depan kamera.
29
Rana Biru, “Film Psychodelic,” artikel diakses pada tanggal 16 Maret 2010 dari http://ranabiru.blogspot.com/2010/02/unsur-unsur pembentuk-film.html
30
Himawan Pratista, Memahami Film(Yogyakarta: Homerian Pustaka,2008), h. 2 FILM
scene memiliki empat elemen pokok yakni, setting atau latar, tata cahaya, kostum
dan make up, serta akting dan pergerakan pemain. Sinematografi adalah perlakuan
terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil.
Editing adalah transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. Sedangkan
suara adalah segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melaui indra
pendengaran. 31
II.3. Jenis-jenis Film
Sebelum lebih jauh masuk ke dalam pembahasan yang lebih rinci kita perlu
mengetahui jenis-jenis film secara umum. Secara umum film dapat dibagi menjadi
tiga jenis, yakni: dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini didasarkan
atas cara bertuturnya yakni, naratif (cerita) dan non naratif (non cerita).
Film fiksi memiliki struktur naratif yang jelas sementara film dokumenter
dan eksperimental tidak memiliki struktur naratif. Film dokumenter yang
memiliki konsep realisme (nyata) berada di kutub yang berlawanan dengan film
eksperimental yang memiliki konsep formalisme (abstrak). Sementara film fiksi
berada persis di tengah-tengah dua kutub tersebut.
Dokumentar Fiksi Eksperimental
(nyata) (rekaan) (abstrak)
II.3.1. Film Dokumenter
Kunci utama dari film dokumenter adalah penyajian fakta. Film
dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang
nyata. Film dokumenter tidak menciptakan suatu peristiwa atau kejadian namun
31
merekam peristiwa yang sungguh-sungguh terjadi atau otentik. Tidak seperti film
fiksi, film dokumentar tidak memiliki plot namun memiliki struktur yang
umumnya didasarkan oleh tema atau argumen dari sineasnya.
Film dokumenter juga tidak memiliki tokoh protagonis dan antagonis,
konflik serta penyelesaian seperti halnya film fiksi. Struktur bertutur film
dokumenter umumnya sederhana dengan tujuan agar memudahkan penonton
untuk memahami dan mempercayai fakta-fakta yang disajikan. 32 Dalam
menyajikan faktanya, film dokumenter dapat menggunakan beberapa metode.
Film dokumenter dapat merekam langsung pada saat peristiwa tersebut
benar-benar terjadi.
II.3.2. Film Fiksi
Berbeda dengan jenis film dokumenter, film fiksi terikat oleh plot. Dari
sisi cerita, film fiksi sering menggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata serta
memiliki konsep pengadeganan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita
film juga terikat hukum kausalitas. Cerita biasanya juga memiliki karekter
protagonis dan antagonis, masalah dan konflik, penutupan serta pola
pengembangan cerita yang jelas.
Dari sisi produksi, film fiksi relatif lebih kompleks ketimbang dua jenis
film lainnya, baik masa pra-produksi, produksi, pasca-produksi. Manajemen
produksinya juga lebih kompleks karena biasanya menggunakan pemain serta kru
dalam jumlah yang besar. Produksi film fiksi juga memakan waktu relatif lebih
32
lama. Persiapan teknis seperti lokasi syuting serta setting dipersiapkan secara
matang baik di studio maupun non studio.33
Film fiksi yang berada di tengah-tengah dua kutub, nyata dan abstrak,
sering kali memiliki tendensi ke salah satu kutubnya, baik secara naratif maupun
sinematik. Seperti telah kita singgung sebelumnya film fiksi sering menggunakan
teknik gaya dokumenter.
II.3.3. Film Eksperimental
Film eksperimental merupakan jenis film yang sangat berbeda dengan dua
jenis film lainnya. Para eksperimental umumnya bekerja di luar industri film
utama (mainstream) dan bekerja pada studio independen atau perorangan. Mereka
umumnya terlibat penuh dalam seluruh produksi filmnya sejak awal hingga akhir.
Film eksperimental tidak memiliki plot namun tetap memiliki struktur.
Strukturnya sangat dipengaruhi oleh insting subyektif seperti gagasan, ide, emosi,
serta pengalaman batin mereka.
Film eksperimental juga umumnya tidak bercerita tentang apapun bahkan
kadang menentang kausalitas. Film-film eksperimental umumnya berbentuk
abstrak dan tidak mudah dipahami. Hal ini disebabkan karena mereka
menggunakan simbol-simbol personal yang mereka ciptakan sendiri. Para
eksperimental kadang mengeksplorasi berbagai kemungkinan dari medium film.34
33
Himawan Pratista, Memahami Film,h. 6.
34
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM AYAT-AYAT CINTA
III.1. Sejarah Lahirnya Film Ayat-Ayat Cinta
Ayat-Ayat Cinta adalah sebuah film Indonesia karya Hanung Bramantyo yang
dibintangi oleh Fedi Nuril, Rianti Cartwright, Carissa Putri, Zaskia Adya Mecca,
dan Melanie Putria. Film ini merupakan film religi hasil adaptasi dari sebuah
novel best sellerkarya Habiburrahman El Shirazy berjudul Ayat Ayat Cinta, dan
melakukan penayangan perdana pada pertama tahun 2008. Walaupun kisah dalam
film dan novel Ayat-Ayat Cinta berlatarkan kehidupan di Kairo, namun proses
pengambilan gambar tidak dilakukan di kota itu.35
Penulis akan menjelaskan beberapa kota yang dipakai sebagai tempat
shooting ketika melakukan pengambilan gambar yang berlatarkan kairo. Ternyata
dalam film itu tidak dilakukan langsung di kairo itu sendiri. Akan tetapi,
dilakukan di kota Semarang yang juga mengikut sertakan menghadirkan seekor
unta dari Kebun Binatang Gembiraloka Jogjakarta. 36 Adapun metro yang
dibangun bangsa Prancis bertempat di stasiun Manggarai. Perpustakaan Al Azhar
dan ruang Talaqi masjid Al Azhar di Gedung Cipta Niaga Jakarta Kota. Yang
dijadikan Flat Fahri, Flat Maria dan Pasar El Khalili sebenarnya berada di kota
lama dan Gedung Lawang Sewu Semarang serta ruang sidang pengadilan Fahri
menggunakan di Gereja Imanuel Jakarta. Kemudian tim ayat-ayat cinta hijrah ke
India untuk menghadirkan Sungai Nil dan Padang Pasir.
35
Ayat-ayat Cinta, “Ayat-Ayat Cinta (film)” diakses pada tanggal 17 februari 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ayat-Ayat_Cinta_(film)
36
Dikisahkan, Maria Girgis (Carissa Putri), putri Tuan Butros dan Maddame
Nafed bertetangga flat (apartemen) dengan Fahri, mahasiswa Indonesia yang
kuliah di Universitas al-Azhar. Maria, terlahir dari keluarga Kristen Koptik,
digambarkan mengagumi Al-Qur'an, karena ayat-ayatnya yang dilantunkan indah,
bersimpati pada Fahri. Simpati yang akhirnya berubah menjadi cinta. Sayang
sekali, Maria tidak pernah mengutarakan perasaan hatinya. Ia hanya
menuangkannya dalam diary saja.
Selain Maria, ada juga Nurul (diperankan Melanie Putri), mahasiswi asal
Indonesia, anak seorang kyai yang cukup kesohor, yang juga menimba ilmu di
Al-Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati kepadanya, tetapi sayang rasa cinta itu
dihalangi oleh perasaan mindernya, karena Fahri hanya anak seorang petani. Cinta
yang akhirnya tak terucapkan. Ada juga tetangga yang selalu disiksa "ayahnya",
dan Fahri ingin menolongnya, tetapi justru itulah yang menjadi awal bencana
baginya. Fahri harus beberapa saat mendekam di penjara, karena tuduhan fitnah
telah memperkosanya. Saat badai fitnah menimpa, saat itu Fahri sudah menikah
dengan Aisha, gadis Turki yang menjadi warga Negara Jerman. Pendekatan
diplomatik Indonesia buntu, gagal membebaskan Fahri.
Tetapi berkat kewarganegaraan Jerman yang dimiliki Aisha, pengadilan
Mesir melunak. Fahri bebas, setelah dibuktikan bahwa tuduhan itu fitnah belaka.
Sebenarnya Fahri hanya difitnah, kesaksian Noura palsu karena dinyatakan di
bawah tekanan Bahadur, "ayah"nya. Padahal Bahadur, yang ternyata bukan ayah
kandungnya, justru dialah yang memperkosanya, dan ingin menjualnya menjadi
seorang pelacur. Sementara itu, Maria sedang sakit, karena tekanan batin yang
dirinya. Tetapi berkat kegigihan Aisha, istri Fahri, Maria berhasil dihadirkan ke
pengadilan. Kedatangannya menolong Fahri, karena ia menjadi saksi ketika Fahri
dan Nurul menyembunyikan Noura di rumah Nurul, demi menyelamatkan Noura
dari amukan Bahadur.
Justru Aisha sendiri, yang ketika Maria terbaring sakit, membaca
diary-nya. Ternyata Maria memendam rindu kepada Fahri, cinta yang dibawanya
sampai ia terbaring sakit. Aisha terharu. Ia akhirnya bersedia "membagi cinta"
dengan Maria. Fahri dan Maria pun menikah atas restunya karena itulah
satu-satunya obat bagi kesembuhannya. Madamme Girgis, ibu Maria, sangat berterima
kasih dengan pengorbanan Aisha. Madamme Girgis memeluk erat Aisha, ketika
wanita keturunan Turki itu menghindar dari akad nikah yang sedang
diselenggarakan antara Fahri dan Maria yang sedang berbaring sakit, karena tidak
bisa menahan gejolak jiwanya.
Beberapa menit terakhir film ini diisi dengan adegan kebersamaan antara
Fahri dengan kedua istrinya. Ada cemburu antara kedua istri Fahri, tetapi
keduanya berusaha keras "menjaga hati". Sementara Fahri mempergumulkan
makna keadilan bagi kedua istrinya. Aisha sedang hamil tua dan menunggu
kelahiran bayinya, sementara Maria kembali jatuh sakit. "Ajarilah aku shalat",
ucap Maria kepada Fahri, "karena aku ingin shalat bersama kalian". Fahri dan
Aisha terkejut luar biasa. Dan dalam keadaan terbaring Maria shalat bersama
Fahri dan Aisha, dan gadis Kristen Koptik itu mengehembuskan nafas terakhirnya
sebagai seorang muslimah.37
37
III.1.1. Latar Belakang Pembuatan Film Ayat-ayat Cinta
Fenomena atas suksesnya film "Ayat-ayat Cinta", arahan Hanung Bramantyo ini
adalah menarik untuk dicermati. Film layar lebar yang diangkat dari novel karya
Habiburrahman el-Shirazy ini dalam waktu singkat telah berhasil meraup pemirsa
lebih dari 3 juta orang di seluruh tanah air. Ada yang menonton karena memang
lebih dahulu sudah membaca novelnya, ada pula yang hanya “sekedar ingin tahu",
karena penyambutan film ini yang cukup luas. Bukan hanya Dr. Din Syamsudin,
Ketua PP Muhammadiyah, akan tetapi juga melibatkan Presiden SBY, Wakil
Presiden Jusuf Kala, yang memberikan sambutan antusias. 38
Ada yang memuji, ada pula yang menanggapi biasa-biasa saja tetapi ada
pula yang serius mencermati kaitan film dan novel ini dengan hubungan
Kristen-Islam di Mesir. Meskipun orang Muslim atau orang Kristen di Mesir sama-sama
berbahasa Arab, tetapi antara keduanya tetap bisa dibedakan. Idiom-idiom
keagamaan mereka berbeda. Di koran-koran berbahasa Arab, ucapan bela
sungkawa orang Kristen biasanya diawali ungkapan : Intiqala ila Amjadis
samawat (Telah berpulang kepada Kemuliaan Surgawi), cukup mudah dibedakan
dengan kaum Muslim: Inna Iillahi wa Inna Ilayhi Raji’un (Sesungguhnya semua
karena Allah dan kepada-Nya pula semua akan kembali).
Beberapa tokoh dalam film ini gagal memerankan tokoh orang Mesir.
Madamme Nafed (Marini), mamanya Maria, saat mengucapkan kata: "bisyur'ah"
(cepat!), tampak kurang ekspresif. Alangkah lebih "Egypt" nuansanya, bila ia
berkata dengan penekanan: "Yala, yala, bisyur'ah, Ya Maria!", misalnya. Begitu
38
juga, sebagai sosok gadis Mesir, Maria yang diperankan Carissa Putri, rasanya
terlalu calm dan "melankolis". Ketika ia mengucapkan "Afwan" (terima kasih
kembali), menjawab kata-kata Fahri ketika menerima kiriman juice mangga yang
dikirim Maria melalui tariakan keranjang kecil dari jendela kamarnya:
“Musyakirin awi’ala ashir Manggo" (Terima kasih banyak atas juice mangga).
Lebih ekspresif, seandainya Maria mengatakan: "Afwan Ya Habibi!".
Malahan dalam suatu pesta perkawinan yang digambarkan dalam film
tersebut, tidak ada bunyi jagreed (suatu bunyi siulan ibu-ibu yang menandai
pe-nyambutan acara-acara kegembiraan mereka). Yang juga tidak kalah penting
untuk dicermati, dialek Arab tokoh Maria ketika bertanya : Qamus 'Arabi?,
diucapkan dalam dialek terlalu "Saudi Arabia": Qomus ‘Arabi? Saya kira ini salah
satu kekhasan mahasiswa Islam asal Indonesia, karena ketika belajar bahasa Arab
di pesantren, lebih mirip dialek Saudi Arabia yang memang lebih "fushah"
(klasik). Tetapi tidak demikian dengan dialek Mesir, mereka tidak mengucapkan:
Subhro, Mubarok, Rohmat, melainkan: Subhra, Mubarak, Rahmat, dan
sebagainya.
Begitu juga, ungkapan salah seorang Mesir ketika melerai pertengkaran:
"Khalash! Khalash!" (sudah, sudah!), lebih "Mesir" lagi kalau diucapkan:
"Khalash, khalash ba'ah!". Begitu juga, biasanya seorang Mesir mengucapkan
kara "La, la, la" (tidak, tidak, tidak!), sambil dengan jari terlunjuk bergerak-gerak,
dan bibir berdecak. Ucapan "ahlan", biasanya diucapkan berkali-kali : "Ahlan,
ahlan, ahlan..." Yang lebih mengganjal lagi, dalam salah satu percakapan, seorang
tokoh mengucapkan dialek Mesir bercampur dengan bahasa Arab klasik: Asyan
bahibik awi. Asyan adalah ucapan cepat dari alashan, sedangkan Ana Bahibak,
Ana bahibik, dalam bentuk klasiknya: Ana uhibuka, Ana uhibuki.
Lokasi syuting yang memang tidak dibuat di Mesir, membuat penonton
tidak bisa secara utuh mengikuti dan membayangkan "suasana Mesir". Mulai
ru-mah-rumah warga kelas menengah ke atas, lengkap dengan mashrabiya-nya,
jalan-jalan kota lama Cairo yang macet, tidak terkecuali Midan Tahrir dengan
wa-rung-warung Asher (juice) segarnya. Masih banyak adat kebiasaan lain, yang
dalam film ini tidak berhasil ditonjolkan dengan baik, sehingga ber-"suasana
Indonesia dan India", ketimbang ber-"suasana Mesir", dan negara-negara Arab di
Timur Tengah pada umumnya.
III.1.2. Kedudukan Film Ayat-ayat Cintadalam Islam
Ini adalah kisah cinta. Tapi bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Ini
tentang bagaimana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islam.
Salah satu topik yang diangkat dalam film yang diambil dari novel karya
Habiburrahman El Shirazy dengan judul yang sama ini mengemukakan mengenai
poligami yang “terpaksa” harus dilakukan oleh Fahri, Aisha dan Maria, dan
bagaimana gejolak rumah tangga mereka bertiga diawal pernikahan keduanya.
Mengapa Fahri sampai melakukan poligami terpapar dengan sangat jelas karena
dengan poligami itu bisa menyelamatkan paling tidak tokoh Maria, Fahri sendiri,
dan masa depan anak Fahri - Aisha.39
Dalam ‘Ayat-ayat Cinta’ disebutkan Ahlu dzimmah adalah semua
non-Muslim yang berada di dalam negara kaum non-Muslimin, masuk secara legal,
39
membayar visa, punya paspor, hukumnya sama dengan ahlu dzimmah, darah dan
kehormatan mereka harus dilindungi. “Barangsiapa menyakiti orang dzimmi, dia
telah menyakiti diriku, dan siapa yang menyakiti diriku berarti dia menyakiti
Allah.” Menempatkan turis asing sebagai dzimmi di negeri Muslim bukan saja
tidak memiliki argumentasi syar’iyah, tetapi juga merusak tatanan syar’i secara
keseluruhan.
Persoalannya, bukan pada perlakuan kasar atau halus terhadap turis,
melainkan pada posisi yang disematkan, bahwa sesungguhnya kedudukan turis
tidak sama dengan ahludz dzimmah, baik hak maupun kewajibannya.
Perbedaan itu antara lain, pertama, ahludz dzimmah (dzimmi) adalah
orang kafir yang menjadi warganegara Negara Islam. Sedangkan turis tidak
memiliki hak kewarganegaraan, tetapi hanya memiliki hak pelayanan sebagai
tamu. Kedua, dzimmi mempunyai hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Bilamana pemerintah tidak bisa memenuhi hak kewarganegaraan orang dzimmi,
maka mereka tidak wajib lagi membayar jizyah (pajak). Sedangkan pembayaran
visa bagi turis yang berkunjung ke sebuah negara Islam tidak dapat dianggap
sebagai jizyah, karena orang Islam yang bukan penduduk negara yang
dikunjunginya juga harus membayar visa.
Ketiga, pada keadaan darurat, pemerintah negara Islam dapat mewajibkan
penduduk dzimmi untuk menjalani wajib militer. Berbeda dengan turis, apabila
datang ke suatu negara yang sedang dalam keadaan darurat perang tidak bisa
dipaksa ikut wajib militer bagi negeri yang dikunjunginya.40
40
III.2. Pesan Moral dari Film Ayat-ayat Cinta
Jika Anda sudah menonton Film Ayat-Ayat Cinta, anda akan memperoleh banyak
pesan moral untuk diri kita sendiri. Film ini becerita tentang kisah cinta. Tapi
bukan cuma sekedar kisah cinta yang biasa. Ini tentang bagaimana menghadapi
turun-naiknya persoalan hidup. Fahri bin Abdillah (Fedi Nuril) adalah pelajar
Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berjibaku
dengan panas-debu Mesir. Berkutat dengan berbagai macam target dan
kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama.
Semua target dijalani Fahri dengan penuh antusiasme kecuali satu:
menikah. Kenapa? Karena Fahri adalah laki-laki taat yang begitu 'lurus'. Dia tidak
mengenal pacaran sebelum menikah. Dia kurang artikulatif saat berhadapan
dengan mahluk bernama perempuan. Hanya ada sedikit perempuan yang dekat
dengannya selama ini. Neneknya, Ibunya dan saudara perempuannya.41
Pesan moral dan spiritual yang ingin disampaikan dalam film ini menurut
pendapat saya adalah sbb :
1. Jangan kita sombong dan selalu menggangap bahwa kita paling benar,
karena kita tidak tahu apa maksud Tuhan dibalik itu semua.
2. Banyak orang yang berpandangan sempit, & menjadikan agama hanya
sebagai alat untuk kepentingan dirinya atau golongannya saja, Padahal agama
salah satunya berfungsi memberikan kebutuhan akan ketenangan hati dan fikiran
kita, bukan hanya simbol untuk dipertentangkan, di film ini agama secara spiritual
dilihat dari sisi Rahamatan Lil Alamin (Menjadikan Kesejahteraan Kepada
41
Seluruh Alam) dan mungkin anda semua masih ingat bahwa semua agama asalnya
dari 1 sumber.
3. Ini berhubungan dengan Entrepreneur yaitu IKHLAS & SABAR, ada
beberapa dari kita yang menganggap semua kesuksesan dalam Usaha/Bisnis
adalah menunjukan kehebatan kita, seolah2 semua tergantung pada kita, sehingga
lupa pada yang menciptakan Alam Semesta, bisa jadi kita berhasil dalam satu
sisi/bidang sekarang ini, tapi kita tidak tahu maksud Tuhan 1,2,4 atau beberapa
puluh tahun kemudian. Kalaupun kita belum berhasil, selain dengan berusaha kita
juga diharuskan untuk Ikhlas & Sabar.
4. Kalau tidak salah ada peribahasa yang berbunyi " Jangan Melihat Buku
Hanya Dari Sampulnya", Makna yang lebih luas saya fikir kita diharuskan melihat
kedalam hati kita yang dalam, bahwa tidak semua yang terlihat diluar begitu juga
dalamnya.
Contoh yang paling segar dalam fikiran kita, ketika kita melihat seorang
artis yang selalu terlihat di Layar Televisi dan terlibat dalam pemakaian narkoba,
meskipun dia sudah beristeri tapi dia selalu terlihat kemana-mana berjalan dengan
wanita lain ditempat-tempat "Keramaian", dan ketika dia tertangkap dan diadili
dengan simbol2nya seolah-olah dia seorang laki-laki baik yang taat kepada
agama.42
42
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
IV.1. Analisis Data
IV.1.1 Analisis Data Potongan Ayat Al-Qur’an dalam Film Ayat-ayat Cinta
Dari 80 sampel penelitian yang diperoleh dalam dialog Arab film Ayat-ayat Cinta
hanya 3 surat dalam Alquran yang kemudian menjadi beberapa potongan ayat
serta beberapa hadis rasul yang terdapat didalamnya. Penulis akan menganalisis
data dalam film tersebut seperti contoh dibawah ini:
Contoh percakapan pertama yang berhubungan dengan Alquran:
٠١
“Katakanlah:Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari
orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(Al-Imran: 26)43
Dalam skenario potongan ayat tersebut hanya ditulis dalam huruf latin
seperti ini: Qulillahuma mulki tu’ta mantasya dan tidak mencakup sampe 1 ayat
atau lebih padahal tertulis dalam skenario bahwa potongan ayat itu berasal dari
Surat Ali Imron ayat 22-23, tetapi ketika ditemukan dalam Alquran potongan ayat
43
tersebut terdapat pada ayat ke-26 Surat Al-Imran. Adapun terjemahan yang
digunakan tidak sesuai dengan apa yang diterjemahkan Departemen Agama RI
karena dalam skenario diterjemahkan menjadi “jika Allah menghendaki, siapapun
bisa menjadi jodohmu. Jangan sekali-kali melangkahi kehendaknya”.
Contoh percakapan kedua yang berhubungan dengan Alquran:
٠٢
“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan
menggendongnya. kaumnya berkata: "Hai Maryam, Sesungguhnya kamu telah
melakukan sesuatu yang Amat mungkar.”(Maryam: 27)44
“Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang
yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.”(Maryam: 28)45
“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. mereka berkata: "Bagaimana
Kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?”
(Maryam: 29)46
Surat Maryam yang dibaca oleh salah satu pemain film tersebut yaitu
Maria adalah seorang gadis kristen koptik yang pintar dan juga banyak memahami
tentang ajaran agama Islam terutama pada hal mengagumi Alquran, ayat-ayat
44
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 307
45
Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 307
46