• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran center for dialogue and cooperation among civilisation dalam rangka pengiuatan ruang publik yang bebas

N/A
N/A
Info

Unduh

Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran center for dialogue and cooperation among civilisation dalam rangka pengiuatan ruang publik yang bebas"

Copied!
125
13
0
Menampilkan lebih banyak ( Halaman)

Teks penuh

(1)

PERANCENTRE FOR DIALOGUE AND COOPERATION AMONG CIVILISATIONS (CDCC) DALAM RANGKA PENGUATAN RUANG

PUBLIK YANG BEBAS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh : Amir Fiqi NIM: 105032201061

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Amir Fiqi, Peran Center for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) Dalam Rangka Penguatan Ruang Publik Yang Bebas, Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2011.

Pasca keruntuhan Orde Baru yang otoriter dan terbentuknya era baru, yaitu era roformasi, ruang publik yang bebas terbuka bagi masyarakat dengan memberikan tempat bagi publik untuk mengekspresikan kebebasan dan otonomi mereka dengan wujud kebebasan pers, bebebasan berpartai, kebebasan berakal sehat, kebebasan berkeyakinan, kebebasan berunjuk rasa, kebebasan membela diri, kebebasan membela komunitas, otonomi daerah, independensi, dan kebebasan berkumpul untuk berdiskusi dan berdialog.

Pada skripsi ini penulis berusaha menjelaskan bagaimana peran Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) dalam rangka penguatan ruang publik yang bebas khususnya dalam segmen dialog. Pada skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan mengamati data-data yang diperoleh di lapangan. Pada skripsi ini, penulis menggunakan observasi partisipasi, wawancara dan dokumen sebagai teknik mengumpulkan data.

Peran yang dilakukan oleh CDCC adalah memfasilitasi ruang publik yang bebas dan independent kepada warga yang berbeda latar belakang agama atau budaya

untuk berbicara, berdiskusi dan berdialog untuk membincangkan masalah-masalah agama bahkan masalah-masalah negara guna melakukan kritik dan kontrol terhadap pemerintah guna terbentuk good governancd.

Dalam melakukan dialog CDCC mengambil segmen masyarakat elit seperti tokoh-tokoh agama, kalangan pemerintahan, aktivis dan budayawan, bukan masyarakat akar rumput. Meskipun mengambil segmen elit akan tetapi mereka tidak bersikap elitis karena pertemuan-pertemuan (dialog) yang diadakan CDCC selalu mendiskusikan masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat bawah yang selalu tersisihkan dengan kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah. CDCC juga konsen dalam dialog-dialog yang berkenaan dengan agama dan keyakinan dengan selalu melakukan pertemuan-pertemuan antar pemeluk agama yang berbeda guna terwujud masyarakat yang pluralis dan toleran.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur terhatur ke hadirat Dzat Yang Maha Ghofur, atas karunia, rahmat,

hidayah dan inayah-Nya, diri ini masih sempat menghirup udara segar dan

menatap juntai panorama yang indah. Atas kebesaran-Nya diri ini masih tabah

menghadang pongahnya kehidupan yang bertabur debu problematika. Atas

bimbingan-Nya, terbatik rasa sadar bahwa hidup ini adalah sebuah ujian bagi

hamba-hamba-Nya yang beriman. Syahdan, atas pertolongan-Nya, skripsi ini

dapat terselesaikan.

Salawat dan salam teriring mahabbah terindah semoga tercurahkan keharibaan

Nabi Agung Muhammad SAW, suri tauladan sepanjang hayat. Semoga kita semua

di padang mahsyar nanti termasuk ke dalam barisan yang berada di balik liwaul

hamdani, di bawah naungan syafa’ah uzma-Nya, sebagai hamba-hamba yang diberi inayah untuk mengikuti segenap petunjuk risalah-Nya.

Penulis sadar bahwa sepenuhnya diri ini berhutang budi kepada banyak pihak

yang telah memberikan dukungan, motifasi, bimbingan dan arahan untuk

terselesaikannya skripsi ini. Lebih dari itu, skripsi merupakan seteguk air segar

dalam kemarau studi yang penulis tempuh selama ini.

Sembah bakti, penulis haturkan kepada Ayah (Kasduri) dan Ibu (Suritah) yang

telah membesarkan dan membimbing penulis hingga sampai sekarang. Mohon

maaf jika anak Ayah dan Ibu belum bisa menjadi apa yang engkau harapkan.

Terimakasih Ayah, karena engkau penulis menjadi anak yang bertanggung jawab

dalam menghadapi masalah dalam hidup ini. Terima kasih Ibu, kasih sayang Ibu

(7)

terik mentari kehidupan dengan do’a-do’a yang selalu ibu panjatkan kepada Allah

SWT di sela-sela sholat mu.

Tak lupa, penulis juga menyampingkan terima kasih tak terhingga kepada

orang-orang yang telah menanamkan jasa dalam diri penulis antara lain:

1. Prof. Dr. Baktiar Efendi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Ahmad Abrori, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah sabar

membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

3. Keluarga besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik beserta segenap dosen,

karyawan, dan seluruh staf yang telah banyak membantu dan memberikan

fasilitas bagi penulis dalam rentang waktu selama di kampus tercinta ini.

4. Terima kasih kepada kakak ku, mba Nur Hidayati yang selalu memberikan

bantuan baik moril dan finansial selama adikmu kuliah, semoga Allah

membalas kebaikan mba, adikmu janji tidak akan mengecewakan mu. Terima

kasih juga untuk mas Guntur, mas Rohidin, mba eti, mba Eli, mas Firman,

dan mba Fatimah, mas Wahyu (kakak ipar) dan adik ku Rifa, kau lah adalah

permata hati ku yang paling berharga dalam hidup ini.

5. Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat:

terima kasih IMM, engkaulah adalah kampus kedua bagiku. Kerenamu, diri

ini mengerti arti penting dari organisasi. Terima kasih juga untuk teman

sejatiku Jajang dan Toto yang selalu menemananiku di kala susah dan senang,

walaupun kadang sengit kepada tingkah-tingkahmu, tapi rasa sengit itu

terkalahkan dengan rasa sayang sebagai sahabat. Terima kasih kepada teman

(8)

setia berjuang mengembangkan IMM dan teman-teman yang lain yang tidak

bisa penulis sebutkan satu persatu.

6. Adik-adikku yang sedang berjuang: Fahmi, Mayang, Amel, Farah, Rina,

Dimas, Beni dan seluruh Pengurus angkatan Fahmi. Jaga komitmen dan

kesolidan untuk kejayaan IMM.

7. Teman-teman mahasiswa Sosiologi Agama angkatan 2005: Jajang, Ade,

Alfan, Ariel, Rosidi, Oji, Wahyu, Iwes, Harum, Zakiyah, Sri, Nuri, Uli,

Nursakinah, dan teman-teman yang lain yang tak tercantum. Penulis bangga

dengan teman-teman, tetap jaga persahabatan kita.

8. Terimakasih yang tak terlupakan kepada Wahyu Ardila (Ia) yang selalu

membantu penulis dalam mencari buku dan selalu memberi motivasi dan

mengingatkan penulis agar cepat-cepat lulus kuliah. Dorongan dari mulah

penulis selalu semangat ketika diri ini lemah.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis memohon, semoga amal shalih yang

(9)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Abstrak

Kata Pengantar Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

A. ... Latar

Belakang Masalah ... 1

B. ... Pemb

atasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. ... Tujua

n dan Manfaat Penelitian ... 5

D. ... Meto

dologi Penelitian ... 5

E. ... Liter

atur Review ... 8

F. ... Siste

matika Penulisan ... 9

Bab II Kajian Teori

A. Peran

1. ... Defin

(10)

2. ... Tinja

uan Sosiologis Tentang Peran ... 13

B. ... Ruan

g Publik dan Civil Society ... 16

C. ... Dialo

g Antar Umat Beragama

1. ... Defin

isi Dialog ... 27

2. ... Urge

nsi Dialog Antar Agama ... 30

3. ... Bent

uk-Bentuk Dialog ... 31

Bab III Gambaran Umum Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC)

A. Profile CDCC

1. ... Latar

Belakang CDCC ... 35

2. ... Misi

CDCC ... 36

3. ... Visi

(11)

4. ... Progr

am CDCC ... 37

5. ...

Nilai-Nilai Perjuangan CDCC ... 40

6. ... Struk

tur Organisasi ... 42

Bab IV Peran Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) Dalam Rangka Penguatan Ruang Publik.

A. ... Latar

Belakang CDCC Membangun Dialog ... 45

B. ... Imple

mentasi Dialog CDCC Dalam Penguatan Ruang Publik ... 54

1. ... Mem

bangun Dialog Antar Umat Beragama ... 57

2. ... Mem

bangun Dialog Politik ... 67

3. ... Mem

bangun Dialog Budaya ... 74

4. ... Mem

bangun Dialog Ekonomi ... 81

Bab V Penutup

A. ... Kesi

(12)

B. ... Saran

93

Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut Muhammad AS. Hikam, konsep Civil Society

merupakan wawasan yang berasal dari Eropa Barat. Menurutnya,

pengertian Civil Society (dengan memegang konsep de’ Tocquiville)

adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan

bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self

generating), dan keswadayaan (self supporting) dan kemandirian

tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitan dengan norma-norma

atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya1.

Sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan, dan refleksi mandiri,

tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material dan tidak terserap

dalam jaring-jaring kelembagaan politik resmi. Oleh dari itu maka di

dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang publik yang bebas (the free

public sphere), tempat di mana transaksi komunikasi yang bebas bisa

1

(13)

dilakukan oleh warga masyarakat.2 Dalam penegakan civil

society pada suatu bangsa maka diperlukan pilar-pilar penegak untuk mewujudkan nya. Pilar penegak tersebut adalah institusi-institusi yang

menjadi bagian dari social control yang berfungsi mengkritiki

kebijakan-kebijakan penguasa yang diskriminatif serta mampu

memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas. Dalam

penegakan Civil Society, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat. Pilar-pilar tersebut antara lain

adalah Lembaga Swadaya Masyarkat (LSM), Pers, Supremasi Hukum,

Perguruan Tinggi dan Partai Politik.3

Pada pembahasan ini kami hanya menekankan pada salah satu dari lima pilar penegak tersebut, yaitu Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM). Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorang ataupun kelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintahan (bahasa Inggris: Non Governmental Organization; NGO).4

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam sebuah komunitas negara mempunyai fungsi mengimbangi dan mampu mengontrol kebijakan negara (Policy of State) yang cenderung memposisikan warganya sebagai subjek yang lemah. Untuk itu, maka diperlukannya penguatan masyarakat sebagai prasyarat untuk mencapai kekuatan bargaining

2 Dede Rosyada, dkk,

Pendidikan Kewarganegaraan (civic education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat (Jakarta: Kencana,2003), h. 141

3

Dede Rosyada , dkk. h. 250-252

4

(14)

masyarakat yang cerdas di hadapan negara tersebut. Oleh karena itu dengan adanya komponen yang penting berupa adanya

lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang mampu berdiri secara mandiri di hadapan negara, terdapat ruang publik dalam mengemukakan pendapat, menguatkan posisi kelas menengah dalam komunitas masyarakat.

Pada skripsi kali ini, penulis akan membahas sebuah tema, yaitu Peran Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) Dalam Rangka Penguatan Ruang Publik Yang Bebas.

Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC)

adalah sebuah LSM yang didirikan pada bulan Juni tahun 2007 oleh

para sarjana dan aktivis dari berbagai lembaga baik dari Lembaga

Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi dan pemerintah. Centre for

Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) bertujuan

untuk memajukan pemahaman yang lebih baik dan hubungan

perdamaian antara agama, budaya, bangsa dan peradaban yang luas.

Centre for dialogue and cooperation among Civilisations (CDCC)

dalam melihat perbedaan peradaban merupakan suatu ancaman dan

pertentangan, oleh karena itu CDCC berupaya menyatukan

pandangan yang berbeda itu menjadi sebuah kesempatan,

kesempurnaan dan penyatuan komponen untuk tumbuh, sehingga

tercapainya perdamaian dunia.

Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC)

menyediakan tempat yang lebih untuk berdialog antara elite dan forum

(15)

Cooperation among Civilisations (CDCC) juga menjembatani konflik

yang ada seperti mencegah beberapa kemungkinan konflik dengan

mempertemukan dan memfasilitasi ruang untuk melakukan dialog dan

diskusi berkenaan dengan masalah yang sedang dihadapi.

Sebagaimana disebutkan dalam profile CDCC, maka CDCC sebagai

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mempunyai perhatian dalam

upaya memberikan ruang publik yang bebas untuk melakukan dialog

dan diskusi yang berkenaan dengan masalah-masalah yang relevan

untuk segera ditangani. Walaupun CDCC dalam pembentukan ruang

publik yang bebas menurut pandangan penulis lebih bersifat elitis akan

tetapi mempunyai peran, khususnya terhadap para tokoh agama,

aktivitis dan akademisi yang aktif dalam diskusi dan dialog.

Sesuai dengan tujuannya, yaitu berusaha mengupayakan

terwujudnya perdamaian dunia dengan menghilangkan sekat-sekat

yaitu berupa agama, kebudayaan dan peradaban, Centre for Dialogue

and Cooperation among Civilisations (CDCC) juga mengupayakan

terciptanya masyarakat yang toleran dan demokratis melalui segmen

dialog dan kerjasama dengan membuka ruang publik yang

seluas-luasnya bagi warga yang ingin melakukan dialog dan berdiskusi untuk

membicarakan masalah yang sedang mereka hadapi untuk segera

ditangani.

(16)

Dari penjelasan latar belakang masalah di atas maka penulis ingin

mengetahui bagaimana peran Centre for Dialogue and Cooperation

among Civilisations (CDCC) dalam rangka penguatan ruang publik

yang bebas. Agar pembahasan skripsi ini tidak terlalu melebar, maka

dalam skripsi ini penulis menekankan dalam sebuah pembatasan dan

perumusan masalah yaitu,

1. Bagaimana peran CDCC dalam rangka penguatan ruang publik yang bebas

terhadap masyarakat dengan mengedepankan sikap toleran dalam

kehidupan beragama melalui segmen dialog dan kerjasama.

2. Sejauh mana peran CDCC dalam melakukan kritik terhadap pemerintah.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan bagaimana

peran yang dilakukan Centre for Dialogue and Cooperation among

Civilisations (CDCC) dalam rangka penguatan ruang publik yang

bebas terhadaap warga masyarakat guna terbentuknya masyarakat yang

toleran dan pluralis serta kritis terhadap pemerintah yang sesuai

(17)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi para akademisi, dapat memberikan sumbangan teoritis untuk

menambah literatur atau bahan, referensi pada studi tentang LSM

2. Bagi para aktivis, khususnya aktivis LSM sebagai masukan atau saran

dalam mengembangkan program-program kegiatan dalam penguatan

ruang publik yang bebas.

D. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metodologi kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati.5 Untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan, maka penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang dilakukan

melalui proses penelitian lapangan. Pada pendekatan ini, penulis

menggunakan metode deskriptif. Dengan metode ini penulis akan

mengemukakan dan menggambarkan bagaimana peran Centre for

Dialogue and Cooperation among Civilisations dalam rangka

penguatan ruang publik yang bebas, yaitu dengan menjelaskan

bagaimana kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh CDCC dan

cara-cara yang dilakukan CDCC dalam upaya menciptakan masyarakat

yang toleran, pluralis dan kritis terhadap pemerintah.

5 Bungin, B,

(18)

2. Unit Analisis.

Pada penelitian kali ini sebagai subjek dalam penelitian adalah

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Centre for Dialogue and

Cooperation among Civilisations (CDCC) sebagai lembaga yang selulu

memfasilitasi ruang untuk berdialog dan berdiskusi guna terbentuknya

ruang publik yang bebas.

3. Teknik Pengumpulan Data.

A. Observasi Partisipasi.

Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan pengindraan di mana observer atau peneliti

terlibat dalam subjek yang akan diteliti.6 Pada penilitian ini, penulis melakukan pendekatan observasi partisipasi dengan cara mengikuti

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh CDCC yaitu berupa kegiatan

dialog dan diskusi yang diadakan oleh CDCC.

B. Interview

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dengan teknik

wawancara. Menurut Imam Suprayogo dan Tabroni wawancara

merupakan metode penggalian data yang paling banyak digunakan,

baik untuk tujuan praktis maupun ilmiah, terutama untuk penelitian

6

(19)

yang bersifat kualitatif.7 Pada penelitian kali ini, penulis akan mewawancari pengurus dari CDCC dan lembaga-lembaga lain yang

aktif dalam dialog dan diskusi yang diselenggarakan oleh CDCC.

C. Dokumentasi :

Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang

berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah

berbentuk surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, foto, dan

sebagainya. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan

dokumentasi guna untuk keberhasilan dan kevalidan data yang penulis

gunakan, yakni dengan menggunakan catatan-catatan yang telah ada

dan mencari artikel-artikel yang bisa membantu dalam penelitian kali

ini.

4. Analisis Data

Analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran data.

Analisis data adalah adalah rangkaian kegiatan penelaahan,

pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar

sebuah fenomena memilki nilai sosial, akademis dan ilmiah.8

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan analisa kualitatif

dengan data-data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi

secara mendalam untuk mendapatkan data yang diharapkan dalam

penelitian ini. Wawancara yang peneliti lakukan, berdasarkan hal-hal

yang kami inginkan dan bersifat tidak terstuktur. Pengamatan yang

7

Suprayogo, Imam dan Tobrani, Metodologi Penelitian Sosial-Agama,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2003)

8 Suprayogo dan Tohorani,

(20)

peneliti lakukan adalah hanya mencari data yang berkaitan tentang

peran yang dilakukan Centre for Dialogue and Cooperation among

Civilisations (CDCC) dalam rangka penguatan ruang publik yang

bebas dan program kerja apa yang dilakukan untuk mencapai semua

itu baik di Indonesia mauapun di luar negeri. Setelah data-data yang

telah kami kumpulkan kemudian kami olah dalam narasi, kemudian

kami analisis dan disajikan secara deskriptif.

Sedangkan data-data dari buku, jurnal, artikel, makalah, dan

karya-karya ilmiah lainnya adalah data-data sekunder yang penulis gunakan

untuk mendukung dan melengkapi data-data primer. Dalam penelitian

yang penulis lakukan adalah análisis data dimulai dari penetapan

masalah, pengumpulan data, penyajian data sampai kepada penarikan

kesimpulan.

E. Literatur Review

Sepanjang penelusuran penulis, sudah ada skripsi yang

membahas tentang CDCC akan tetapi tidak terkait tentang penguatan

ruang publik yang bebas. Pada skripsi yang ditulis oleh Fauzia

Ningtyas, mahasiswi jurusan Komunikasi Penyiaran Islam pada

Fakultas Dakwah dan Komunikasi dengan judul Skripsi “Perspektif

Komunikasi Antar Budaya Untuk Perdamaian Kasus The 2nd World

(21)

mengusung nilai-nilai perdamaian dan berusaha melawan berbagai

tindak kekerasan yang terjadi baik di Indonesia maupun di negara lain.

Skripsi yang ditulis oleh Fauzia Ningtyas lebih membahas

tentang peran CDCC sebagai penyelanggara Forum Perdamaian Dunia

(World Peace Forum) yang membahas tentang tindak kekerasan dan

konflik yang terjadi di berbagai negara, pada forum itu menyimpulkan

bahwa kekerasan dan konflik itu terjadi tidak hanya disebabkan oleh

satu faktor melainkan oleh beberapa faktor berbeda yang saling

mendukung, seperti faktor agama, politik, bangsa, budaya dan bahkan

faktor ideologi pribadi.

Pada penulisan skripsi kali ini, penulis akan membahas tentang

hal yang berbeda. Pada penulisan skripsi ini, Penulis akan

memposisikan tentang peran CDCC sebagai Lembaga Swadaya

Masyarakat dalam rangka penguatan ruang publik yang bebas bagi

masyarakat melalui segmen dialog dan kerjasama demi terciptanya

masyarakat yang toleran dan kritis terhadap pemerintah.

F. Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk karya tulis

skripsi dengan sistematika penulisan seperti dibawah ini :

1. Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini penulis menjelaskan hal- hal seputar

latar belakang yang menerangkan alasan utama kami mengangkat tema ini.

(22)

terlalu melebar dalam penulisan dan dapat menangkap isu dengan jelas

sehingga tidak menimbulkan pertanyaan pertanyaan yang keluar dari

konteks yang sedang kami bahas. Tujuan dan manfaat penelitian

menjelaskan tentang apa tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini.

Metodelogi penelitian menjelaskan tentang bagaimana cara penulis

mengumpulkan data-data yang untuk memperoleh data yang valid.

Diskripsi konsep menjelaskan tentang sekilar teori yang digunakan dalam

penulisan skripsi ini. Pada bab I penulis juga mencantumkan Review studi

terdahu guna menentukan posisi penulis dalam penelitian ini. Dan

sistematika penulisan menjelaskan bagaimana penulis menjelaskan

bagaimana skripsi ini ditulis dari Bab I sampai Bab V

2. Bab II : Kajian Teori. Pada Bab ini penulis membahas tentang definis

peran, dan definisi civil society. Pada ini penulis juga menjelas tentang

ruang publik menurut habermas dan menjelaskan tentang dialog antar

umat beragama. Pada Bab II penulis gunakan sebagai pisau analis penulis

pada Bab IV.

3. Bab III : Gambaran Umum CDCC ( Centre for Dialogue and Cooperation

among Civilisations ). Pada pembahasan bab ini kami membahas tentang

latar belakang berdirinya CDCC, tujuan dan struktur CDCC, dan Visi dan

misi dari CDCC dalam rangka penguatan ruang publik yang bebas.

4. Bab IV: Bab IV ini penulis membahas tentang peran CDCC dalam rangka

penguatan ruang publik. Pada bab ini penulis akan menuangkan data-data

(23)

menjelaskan program- program kerja yang dilakukan oleh CDCC dalam

penguatan ruang publik.

5. Bab V : Penutup. Pada pembahasan bab ini kami akan menjelaskan hasil

dari penelitian yang kami lakukan, berupa kesimpulan. Pada bab ini kami

akan menuangkan berupa saran- saran yang mungkin harus kami

sampaikan dalam penelitian ini.

6. Terakhir kami mencantumkan daftar pustaka sebagai bahan acuan selama

kami menyusun skripsi ini, serta lampiran-lampiran berupa

pertanyaan-pertanyaan yang kami berikan kepada responden untuk memperoleh

(24)

BAB II KAJIAN TEORI A. Peran

1. Definisi Peran

Dalam kamus Bahasa Indonesia, peran diartikan beberapa tingkah laku

yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang berkedudukan di masyarakat dan

harus dilaksanakan.9 Sedangkan menurut Gross, Mason dan A.W.MC, sebagaimana yang dikutip oleh David Barry mendefinisikan peran sebagai

perangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati

kedudukan sosial tertentu.10

Sebagaimana yang telah diterangkan dalam definisi peran diatas, maka

penulis mengambil kesimpulan bahwa definisi peran adalah sesuatu yang lahir

dari interaksi dalam masyarakat, melalui partisipasi dalam memainkan peran

tertentu yang pada akhirnya ada proses penempatan status peranan seseorang

dalam keluarga, masyarakat dan sebagainya.

Seseorang dapat dikatakan berperan atau memiliki peran karena seseorang

tersebut mempunyai status dalam masyarakat, walaupun kedudukan ini

berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain, akan tetapi masing-masing diri

memiliki peran yang sesuai dengan statusnya. Tentunya peran tersebut tidak dapat

9 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Indonesia ( Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 667

10

N. Gross W.S. Mason and A.W. Mc Eachern, Exploritations Role Analysis,

(25)

dipisahkan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi

saling berhubungan antara satu sama lainnya. Karena yang satu dengan yang

lainnya sangat bergantung, maka peran diibaratkan sebagai dua sisi mata uang

yang tidak mungkin bisa dipisahkan.

Dalam hal ini, Sarlito Wirawan Sarwono juga memberikan pengertian

bahwa harapan tentang peran itu adalah harapan-harapan lain yang pada

umumnya mengartikulasikan tentang prilaku-prilaku yang pantas, dan seyogyanya

ditentukan oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.11

2. Tinjauan Sosiologis Tentang Peran

Manusia adalah makluk sosial yang tidak bisa dilepaskan dari sikap

ketergantungan pada manusia lain. oleh kerena itu pada posisi semacam ini peran

sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan

masing-masing dari sosial masyarakat yang berkaitan agar menjalankan hak dan

kewajiban sesuai dengan kedudukan masyarakat dan lingkungan di mana mereka

tinggal.

Gross, Mason, dan Mc Eachern mendefinisikan peran sebagai seperangkat

harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati kedudukan sosial

tertentu.12 Dengan kata lain peranan-peranan tersebut ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat yang mempunyai makna setiap individu dalam setiap

pekerjaannya diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh

masyarakat, keluarga dan pada peranan-peranan yang lain.

11

Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial (CV. Rajawali: Jakarta,1984), Cet. Ke-1, h.235

12 David Berry,

(26)

Di dalam peran terdapat dua macam harapan, yaitu:13

1. Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau

kewajiban-kewajiban dari pemegang peran.

2. Harapan-harapan yang dimilki oleh si pemegang peran terhadap

masyarakat atau terhadap orang yang berhubungan dengannya dalam

menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya.

Sebagaimana penjelasan di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang

dimaksud peran merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan yang dilakukan

seseorang kerena kedudukannya dalam status tertentu pada lingkungan di mana

dia berada. Dan setiap yang mempunyai peran itu biasanya bisa menyesuaikan

dengan peranan tersebut. Misalnya, seseorang ketika berada di rumah ia

mempunyai peran sebagai sebagai kepala rumah tangga, namun ketika di kantor ia

berperan sebagai karyawan dan sebagainya. Peran seperti ini sangat kompleks

tergantung pada mobilitas sosialnya.

Peran mencakup tiga hal, yaitu:14

1. Peran yang meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam

kehidupan bermasyarakat.

2. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

13

Ibid., h. 101

14

(27)

3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Perlu disinggung mengenai fasilitas-fasilitas bagi peran individu.

Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada invidu untuk dapat

menjalankan peran. Lembaga-lembaga kemasyarakatan atau organisasi

merupakan bagian masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk

pelaksanaan peran. Kadang-kadang perubahan struktur suatu golongan

kemasyarakatan menyebabkan fasilitas-fasilitas bertambah.

Bertolak dari sudut-sudut pandang di atas, peran sosial dapat didefinisikan

sebagai bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau

kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah

ditentukan.

Dari ganbaran di atas tentang peran, dapat disimpulkan beberapa aspek

yaitu:15

1. Peran sosial adalah bagian dari keseluruhan fungsi masyarakat. Fungsi

pada umumnya adalah suatu pengertian yang menunjukan pengaruh khas

dari satu bagian terhadap keseluruhan. Masyarakat sebagai keseluruhan

kesatuan hidup bersama mengemban tugas umu, ialah mencakupi

kepentingan umum yang berupa kesejahteraan spiritual dan material, tata

ketentraman dan keamanan.

2. Peran sosial mengandung sejumlah pola kelakuan yang telah ditentukan.

Jika peran sosial ditinjau dari sudut lain yakni bagaimana pelaksanaannya,

15 Hendropuspito,

(28)

peran sosial adalah seperangkat pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang

harus diikuti oleh individu yang bersangkutan. Misalnya, bagaimana

seseorang pengurus lembaga sosial yang fokus terhadap permasalahan

anak jalanan dengan mampu memahami karakter anak-anak jalanan,

bagaimana harus bersikap terhadap mereka.

3. Peran sosial dilakukan oleh perorangan atau kelompok tertentu, misalnya

sebuah LSM atau Yayasan.

4. Pelaku peran sosial mendapatkan tempat tertentu dalam tangga

masyarakat. Seperti halnya dengan suatu pementasan sebuah drama,

pelaku-pelaku yang menjalankan peran sosial diberi tempat dalam tangga

masyarakat.

5. Dalam peran sosial terkandung harapan-harapan yang khas dari

masyarakat. Setiap peranan sosial adalah sejumlah harapan yang hendak

diwujudkan, juga harapan dari orang banyak yang realisasinya diserahkan

kepada seorang atau beberapa pelaku. Isi harapan dari masyarakat adalah

supaya peran (tugas) sosial tersebut dilakukan menurut norma dan

peraturan yang telah ditentukan.

6. Dalam peran sosial ada gaya khaas tertentu. Setiap peran yang dipegang

oleh individu atau kelompok memiliki harapan yang berbeda sesuai

dengan konsennya. Misalnya lembaga yang menangani masalah

kerukunan antar umat beragama, maka penjiwaannya harus seperti

karakterisik orang-orang yang menghargai toleransi dan pluralitas.

(29)

CDCC merupakan bagian dari civil society yang mempunyai peran dalam

penguatan ruang publik yang bebas. Oleh kerena itu pada kajian teori ini penulis

ingin membahas tentang Ruang Publik dan civil society guna membantu dalam

penulisan skripsi ini.

Menurut penulis untuk mewujudkan ruang publik yang bebas maka harus

terbentuknya dulu civil society. Dalam pengembangan konsep civil society dalam

sebuah bangsa akan sangat terkait dengan prakondisi-prakondisi atau modalitas

domestik yang bangsa itu miliki. Sejarah membuktikan, bangsa-bangsa di dunia

yang memiliki tradisi civil society bagus selalu didahului oleh pengalaman sejarah

yang panjang dalam mendefinisikan civil society sesuai dengan konteks ruang dan waktu masing-masing. Artinya, pengembangan tradisi kehidupan civil society

tidak mungkin dilakukan ditengah-tengah ruang historis yang kosong.

Pengaplikasian civil society pada hari ini akan terkait dengan kajadian historis

kemarin, dan pengaplikasian civil society kedepan akan sangat tergantung pada

pengembanagn konsep pada hari ini.16

Untuk mendefinisikan terma civil society sangat bergantung pada kondisi

sosial kultural suatu bangsa, karena bagaimanapun konsep civil society merupakan bangunan terma yang lahir dari sejarah pergulatan bangsa Eropa Barat.

Sebagai titik tolak, di sini akan penulis kemukakan beberapa definisi civil

society sebagaimana yang di paparkan Dede Rosyada.17

16 Masdar Hilmy,

Islam Profetik; Substansi Nilai-Nilai Agama Dalam Ruang Publik (Yogyakarta: Kanisius,2008), h. 41

17

(30)

pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar

belakang kajiannya pada kawasan Eropa Timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan

bahwa yang dimaksud dengan civil society merupakan suatu masyarakat yang

berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang di mana individu dan

perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing, satu sama lain guna mencapai

nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini timbul di antara hubungan-hubungan

yang menyangkut kewajiban mereka terhadap Negara. Oleh karenanya, maka

yang dimaksud civil society adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh dan

kekuasaan Negara. Tiadanya pengaruh keluarga dan kekuasaan Negara dalam

masyarakat ini diekspresikan dalam gambaran masyarakat yang individualisme,

pasar dan pluralisme.

Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung-Joo dengan latar belakang kasus

Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa civil society merupakan sebuah kerangka

hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu, perkumpulan

sukarela yang terbebas dari Negara, suatu ruang publik yang mampu

mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga Negara yang mampu

mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengkuti norma

dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta pada

akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.

Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam kontek

Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan civil society adalah

suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri

(31)

otonom dari Negara, yang merupakan satuan-satuan dasar dari reproduksi dan

masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang

publik, guna menyatakan kepedulian mereka dan menunjukan

kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang

mandiri.

Menurut Muhammad AS Hikam, pengertian civil society dengan

memegang konsep de Tocquiville adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang

terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan, keswasembadaaan, dan

keswadayaan, kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara dan keterkaitan

dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya.18

Sejalan dengan penjelasan definisi civil society yang penulis paparkan di

atas, penulis akan menghubungkan dengan penulisan skripsi ini yang berkaitan

dengan penguatan ruang publik yang bebas. Definisi civil society dalam penelitian

ini adalah suatu lembaga yang murni dibentuk oleh masyarakat sipil yang

menyediakan ruang publik yang bebas dari pengaruh negara dan independent

untuk membicarakan atau mendiskusikan hal-hal yang relevan yang sedang

dihadapi oleh warga negara, baik dalam hal ekonomi, agama dan politik.

Sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang

menjalin berlangsungnya prilaku, tindakan dan refleksi mandiri, tidak

terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terperangkat di dalam

jaring-jaring kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya suatu

ruang publik yang bebas, tempat di mana transaksi komunikasi yang bebas bisa

18

(32)

dilakukan oleh warga masyarakat. Hanya dalam ruang publik yang bebas, secara

normatif tiap individu dalam posisi yang setara dapat melakukan transaksi wacana

dengan dialog atau diskusi dan praksis politik secara sehat, tanpa distorsi dan

represi, baik fisik maupun psikis.

Ruang publik (public sphare) merupakan bagian dari karekteristik Civil

Society. Untuk merealisasikan wacana tersebut diperlukan prasyarat-prasyarat lain

yang menjadi nilai universal dalam penegakan Civil Society. Prasyarat ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain atau hanya mengambil salah satunya saja,

melainkan merupakan satu kesatuan yang integral yang menjadi dasar dan nilai

bagi eksistensi wacana tersebut. Karakteristik tersebut antara lain adalah adanya

Free Public Sphare, Demokrasi, Toleransi, Pluralisme, dan keadilan sosial.19 Tapi

pada pembahasan kali ini penulis lebih menekankan pada masalah ruang publik.

Gagasan ruang publik atau Public Sphere merupakan gagasan yang belum

cukup tua. Dalam hal ini filsuf Jerman Jurgen Habermas (lahir 1929) dianggap

sebagai pencetus gagasan tersebut, sekalipun sebagian orang menganggap

benih-benih pemikiran ruang publik sudah dikemukakan oleh sosilogis dan ekonomis

Jerman Maximilian Carl dan Emil Weber (1864-1920). Jurgen Habermas

mengenalkan gagasan ruang publik melalui bukunya Strukturwandel der

Öffentlichkeit; Untersuchungen zu einer Kategorie der Bürgerlichen Gesellschaft.

Edisi bahasa Inggris buku ini, The Structural Transformation of the Public Sphere:

an Inquiry into a Category of Bourgeois Society, diterbitkan pada 1989.

(33)

Sebenarnya apa arti dari publik itu? Apakah setiap kerumunan massa

dengan sendirinya dapat diidentifikasi sebagai publik? Apakah massa yang diam

dapat disebut publik? Apakah publik dilahirkan secara alamiah, ataukah perlu

dibangun?

Jawaban dari pertanyaan alenia di atas sebagai berikut, Publik adalah

warga negara yang memiliki kesadaran akan dirinya, hak-haknya,

kepentingan-kepentingannya. Publik adalah warga negara yang memiliki keberanian

menegaskan eksistensi dirinya, memperjuangkan pemenuhan hak-haknya, dan

mendesak agar kepentingan-kepentingannya terakomodasi. Sehingga publik

bukanlah kategori pasif, melainkan aktif. Publik bukan kerumunan massa yang

diam (mass of silent), dan publik itu tidak timbul secara alami, publik harus

dibangun dengan kesadaran warga yang kritis terhadap masalah yang dihadapi.20 Sedangkan ruang publik adalah tempat bagi publik untuk mengekspresikan

kebebasan dan otonomi mereka. Ruang publik bisa berwujud kebebasan pers,

kebebasan berpartai, kebebasan berakal sehat, kebebasan berkeyakinan,

kebebasan berunjuk rasa, kebebasan membela diri, kebebasan membela

komunitas, otonomi daerah, independensi, dan keadilan sistem hukum.

Konsep ruang publik dalam filsafat politik Habermas banyak mendapat

inspirasi dari konsep tindakan politiknya Hannah Arendt dalam bukunya The

Human Condition. Tetapi Habermas mengkritik Arendt bahwa konsep politiknya terlalu sempit. Kekuasaan seperti kata Arendt “terjadi di antara manusia-manusia,

20

(34)

jika mereka bertindak bersama, dan lenyap jika mereka bubar”.21 Kekuasaan komunikatif itu terbentuk dalam forum-forum diskusi publik, dalam

gerakan-gerakan sosial, dan juga di dalam DPR/MPR saat legislasi hukum. Di samping itu,

menurut Habermas, Arendt tidak sensitif terhadap kemungkinan adanya

manipulasi komunikasi di antara mereka yang mengaku berjuang demi kedaulatan

rakyat dan HAM. Menurut Habermas, kekuasaan komunikatif itu baru terbentuk

lewat pengakuan faktual atas klaim-klaim kesahihan yang terbuka terhadap kritik

dan dicapai secara diskursif. Dengan kata lain, legitimitas suatu keputusan publik

diperoleh lewat pengujian publik dalam proses deliberasi yang menyambungkan

aspirasi rakyat dalam ruang publik dan proses legislasi hukum oleh lembaga

legislatif dalam sistem politik.22

Ruang publik dalam pemikiran Habermas bertujuan untuk membentuk

opini dan kehendak (opinion and will formation) yang mengandung kemungkinan

generalisasi, yaitu mewakili kepentingan umum. Dalam tradisi teori politik,

kepentingan umum selalu bersifat sementara dan mudah dicurigai sebagai

bungkus kehendak kelompok elit untuk berkuasa. Generalisasi yang dimaksud

Habermas sama sekali bukan dalam arti statistik, melainkan filosofis karena

bersandar pada etika diskursus.23

Ruang publik dalam pemikiran Habermas lebih condong pada ruang

publik politik. Jurgen Habermas mengakui bahwa politik memang mengandung

21

Hannah Arendt, The Human Condition, (Chicago : The Chicaco University Press, 1958), h. 252

22 F. Budi Hardiman,

Menuju Masyarakat Komunikatif; Ilmu, Masyaraakat, Politik dan Postmodernisme Menurut Jurgen Habermas, (Yogyakarta: Kanisius,2009) h. 140

23

(35)

ruang serba mungkin yang besar, tetapi ini tidak berarti bahwa politik hanya bisa

dilegitimasikan. Politik bisa dirasionalkan, sekurang-kurangnya dewasa ini

kecenderungan untuk memberikan pertimbangan-pertimbangan rasional bagi

keputusan kehendak politis itu menunjukan gejala yang disebutnya “pengilmiahan

politik”.24Habermas membaca kecenderuangan ini yang dituangkan dalam sebuah esai The Scientizition of Politics and Public Opinion. Yang menjadi keprihatinan

yang mendasari analisanya adalah terciptanya masyarakat yang demokrasi dan

rasional, artinya membangun masyarakat atas dasar hubungan antar pribadi yang

merdeka dan memulihkan kedudukan manusia sebagai subjek-subjek yang

mengelola sejarahnya.25

Berbicara mengenai “politik” demikian lazimnya anggapan orang, adalah

berbicara mengenai naluri kekuasaan yang dibenarkan secara sosial. Politik dalam

arti yang seluas-luasnya adalah dimensi kekuasaan yang mengatur dan

mengarahkan kehidupan sosial sebagai keseluruhan. Persoalan yang terus muncul

disini adalah siapakah yang berhak mengatur atau mengarahkan kehidupan sosial

itu, dan sebagaimana pengaturan dan pengarahan tersebut dilaksanakan. Secara

lebih mendasar, persoalannya adalah manakah politik yang diterima oleh semua

pihak dalam sebuah masyarakat. Ini menyangkut legitimasi. Sebuah kekuasaan

harus diligitimasi agar efektif pada semua pihak. Kekuasaan itu

sekurang-kurangnya harus tampak benar dihadapan pihak-pihak yang dikuasai.26

Mengapa politik harus dilegitimasikan? Ada banyak jawaban, akan tetapi

kita akan digiring ke sebuah jawaban mendasar bahwa politik itu irasional, dalam

24

Jurgen Habermas, Toward a Rational Socity, (London: Heinemann,1971) h.62

25

F. Budi Hardiman, Menuju Masyarakat Komunikatif; Ilmu, h. 145

(36)

artian unsur-unsur kehendak manusia mengatasi unsur pengetahuannya. Dalam

kehidupan sosial, ada segi kehidupan rutin yang bisa diantisipasi, terjadi dalam

pola-pola yang mapan dan diandaikan begitu saja, tapi ada juga segi kehidupan

yang menghadapkan manusia pada pilihan-pilihan yang serba mungkin untuk

mengubah atau mempertahankan kehidupan sosial itu. Karena serba mungkin,

maka segi politik kehidupan sosial ini menuntut keputusan kehendak. Supaya

keputusan kehendak ini memasuki segi kognitif yang dikuasai, dibutuhkan

legitimasi. Akan tetapi dengan legitimasi, politik bisa saja tetap irasional, sebab

bagaimanapun, ruang serba mungkin yang menuntut keputusan kehendak itu tetap

besar, dan keputusan kehendak tidak selalu didasari oleh pertimbangan rasional.

Rasionalisai kekuasaan pada gilirannya mengangkat isu demokrasi dalam

arti bentuk-bentuk komunikasi umum dan publik yang bebas dan terjamin secara

institusional. Dalam pandangan Habermas, hanya kekuasaan yang ditentukan oleh

diskusi publik yang kritislah yang merupakan kekuasaan yang dirasionalisasikan.

Diskusi semacam itu hanya mungkin dilakukan dalam suatu wilayah sosial yang

bebas dari sensor dan dominasi. Dalam esainya, The public Sphare, Habermas

melihat perkembangan wilayah sosial semacam itu dalam sejarah masyarakat

modern. Wilayah itu disebutnya “Ruang publik”. Semua wilayah kehidupan sosial

kita yang memungkinkan kita untuk membentuk opini publik dapat disebut ruang

publik.27

Dalam karya awalnya, Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Perubahan

Struktur Ruang Publik), Juergen Habermas menjelaskan ruang publik politis

(37)

sebagai kondisi-kondisi komunikasi yang memungkinkan warga negara

membentuk opini dan kehendak bersama secara diskursif.28 Pertanyaannya sekarang, kondisi-kondisi manakah yang diacu oleh Habermas?

Pertama, partisipasi dalam komunikasi politis itu hanya mungkin jika kita

menggunakan bahasa yang sama dengan semantik dan logika yang konsisten

digunakan. Semua warga negara yang mampu berkomunikasi dapat berpartisipasi

di dalam ruang publik politis itu.

Kedua, semua partisipan dalam ruang publik politis memiliki peluang yang

sama untuk mencapai suatu konsensus yang fair dan memperlakukan mitra

komunikasinya sebagai pribadi otonom yang mampu bertanggung jawab dan

bukanlah sebagai alat yang dipakai untuk tujuan-tujuan di luar diri mereka.

Ketiga, harus ada aturan bersama yang melindungi proses komunikasi dari

represi dan diskriminasi sehingga partisipan dapat memastikan bahwa konsensus

dicapai hanya lewat argumen yang lebih baik. Singkatnya, ruang publik politis

harus "inklusif", "egaliter", dan "bebas tekanan". Penulis dapat menambahkan

ciri-ciri lain: pluralisme, multikulturalisme, toleransi, dan seterusnya. Ciri ini

sesuai dengan isi konsep kepublikan itu sendiri, yaitu dapat dimasuki oleh siapa

pun.

Di manakah lokus ruang inklusif, egaliter, dan bebas tekanan itu di dalam

masyarakat majemuk? Jika penulis berfikir seperti analisis Habermas, penulis

membayangkan masyarakat kompleks dewasa ini sebagai tiga komponen besar,

yaitu sistem ekonomi pasar (kapitalisme), sistem birokrasi (negara), dan

28

(38)

solidaritas sosial (masyarakat). Lokus ruang publik politis terletak pada komponen

solidaritas sosial. Dia harus dibayangkan sebagai suatu ruang otonom yang

membedakan diri baik dari pasar maupun dari negara.

Pada era globalisasi pasar dan informasi dewasa ini, sulitlah

membayangkan adanya forum atau panggung komunikasi politis yang bebas dari

pengaruh pasar ataupun negara. Kebanyakan seminar, diskusi publik, demonstrasi,

dan seterusnya didanai, difasilitasi, dan diformat oleh kekuatan finansial besar,

entah kuasa bisnis, partai, atau organisasi internasional dan seterusnya. Hampir

tak ada lagi lokus yang netral dari pengaruh ekonomi dan politik. Jika demikian,

ruang publik politis harus dimengerti secara "normatif", yaitu ruang publik itu

berada tidak hanya di dalam forum resmi, melainkan di mana saja warga negara

bertemu dan berkumpul mendiskusikan tema yang relevan untuk masyarakat

secara bebas dari intervensi kekuatan-kekuatan di luar pertemuan itu. Kita

menemukan ruang publik politis, misalnya, dalam gerakan protes, dalam aksi

advokasi, dalam forum perjuangan hak-hak asasi manusia, dalam perbincangan

politis interaktif di televisi atau radio, dalam percakapan keprihatinan di

warung-warung, dan seterusnya.

Berbeda dari demokrasi dalam masyarakat yang berukuran relatif kecil dan

homogen, demokrasi di dalam masyarakat kompleks seperti yang berukuran

gigantis seperti masyarakat kita tidak dapat berfungsi secara memuaskan hanya

dengan mengandalkan kinerja para wakil rakyat dalam DPR/MPR. Subjek

kedaulatan rakyat dalam masyarakat majemuk tidak boleh dibatasi pada

(39)

politis, dan mereka adalah apa yang kita sebut masyarakat sipil. Mereka terdiri

atas perkumpulan, organisasi, dan gerakan yang terbentuk spontan untuk

menyimak, memadatkan, dan menyuarakan keras-keras ke dalam ruang publik

politis problem sosial yang berasal dari wilayah privat.

Masyarakat sipil bukan hanya pelaku, melainkan juga penghasil ruang

publik politis. Seperti diteliti oleh J Cohen dan A Arato, ruang publik politis yang

dihasilkan para aktor masyarakat sipil itu dicirikan oleh "pluralitas" (seperti

keluarga, kelompok nonformal, dan organisasi sukarela), "publisitas" (seperti

media massa dan institusi budaya), "privasi" (seperti moral dan pengembangan

diri), dan "legalitas" (struktur hukum dan hak-hak dasar).

C. Dialog Antar Umat Beragama.

Dalam rangka pengutan ruang publik yang bebas terhadap warga, CDCC

lebih mengambil segmen dialog dan kerjasama antara agama yang berbeda dan

kebudayaan yang berbeda. Oleh karena itu, pada kajian teori ini penulis

mengangkat tentang dialog antar umat beragama. Dengan melakukan dialog

maka ruang publik akan mudah terbentuk.

1. Definisi Dialog.

Dialog dapat diartikan sebagai komunikasi antara dua orang atau lebih atau

dua pihak yang berbeda pandangan.29 Dalam keperbedaannya masing-masing pihak saling belajar dan berbagai pengalaman satu terhadap yang lainnya.

Sedangkan menurut Swidler, dialog bukanlah debat, bukan pula saling

mengancam, tetapi merupakan suatu percakapan antara dua orang atau lebih

29 Sutan Rajasa,

(40)

tentang suatu masalah bersama namun memiliki pandangan yang berbeda yang

mempunyai tujuan pokok untuk saling mendengar, dan saling belajar satu sama

lain secara terbuka dan simpatik sehingga diharapkan terjadi perubahan sikap

kearah yang lebih positif.30

Mengacu pada definisi kata dialog diatas maka penulis mendefinisikan

dialog merupakan suatu cara dimana dua orang atau lebih (masyarakat) untuk

membicarakan perbedaan atau persamaan dari masing-masing dengan tujuan

untuk saling belajar dan mengetahui dengan cara damai sehingga tercipta

masyarakat yang toleran terhadap perbedaan.

Apabila penulis kaitkan dengan dialog antar umat beragma dari tujuan

dialog yang yang telah dijelaskan oleh Swidler, penulis bisa mengambil

kesimpulan bahwa dialog juga mempunyai tujuan yang lain, yaitu untuk

menunjukan rasa hormat terhadap agama yang berbeda dan perhatian terhadap

kepercayaan dan para pemeluk agama lainnya. Dengan cara ini, sebagai umat

beragama harus senantiasa bersikap hati-hati dalam menentukan

pemikiran-pemikiran apa saja berkenaan dengan pemahaman akan Tuhan yang serupa,

memilki kesamaan ataupun sama sekali berbeda.

Dari sinilah kehadiran forum dialog antar agama menjadi relevan dalam

kehidupan sosial masyarakat. Dialog sangat dibutuhkan dalam menjalani hidup

ditengah pluralisme. Pluralisme itu muncul dalam berbagai macam ragam dan

bentuk yang meliputi: pluralisme kebutuhan, pluralisme keyakinan, pluralisme

keyakinan, pluralisme kepentingan, pluralisme etnis, pluralisme status sosial,

30

(41)

pluralisme agama dan lainnya. Dalam kontek pluralisme agama misalnya,

pluralisme ini juga berkaitan dengan pluralisme kebutuhan dan keyakinan yang

sesekali menampilkan pluralisme budaya sebagai latar belakang yang menjadi

basis pemahaman akan tuhan dan keyakinan keagamaan.31

Penulis dalam memahami pluralisme bukan sekedar bermakna statis, yaitu

dengan adanya kemajumukan atau keberagaman, melainkan juga bermakna

dinamis, yaitu adanya keterlibatan dalam upaya memahami perbedaan dan

kesamaan yang ada, dan sekaligus keterlibatannya dalam kebersamaan untuk

mencapai tujuan bersama. Pluralisme bukan mengingkari adanya perbedaan,

sebaliknya pluralisme mengakui adanya perbedaan namun tidak menjadikan

perbedaan tersebut sebagai penghalang terhadap kebersamaan dan harmoni

kehidupan.

Dari uraian diatas menghantarkan penulis pada salah satu sendi kehidupan

pluralis, yaitu adanya kesadaran kemajemukan (plural awareness) yaitu kesadaran

yang mendalam bahwa kita hidup dalam kemajemukan, dan ingkar kepada

kemajemukan berarti ingkar terhadap ciptaan Tuhan.

Kesadaran akan kemajemukan akan mengikis sikap kemutlakan, subjektif

dan ekslusif, dan akan menimbulkan sikap saling memahami. Berkembangnya

sikap ini akan memungkinkan lahirnya sendi kehidupan pluralis yang lain, yaitu

sikap saling percaya. Sesungguhnya modal trust ini bukan hanya menghindari timbulnya konflik, melainkan juga memungkinkan terjadinya sinergi antar

komunitas yang berbeda.

31

Ruslani, Masyarakat Kitab dan Dialog Antar Umat Beragama

(42)

Sendi dari kehidupan pluralis adalah dialog. Dialog merupakan instrument

utama dalam pengelolaan kehidupan plural yang sehat dan produktif, karena tanpa

ada dialog masing-masing komunitas yang berbeda sangat rentan untuk menjadi

eksklusif dan jatuh jatuh dalam fanatisme yang sempit. Dengan dialog dapat

melahirkan sikap toleran, saling percaya, dan saling menghormati.

Esensi dari dialog adalah adanya penghargaan dan pengenalan timbal balik

(reciprocal recognition) antara pihak yang berdialog . dengan adanya sikap saling

mengenal dan menghargai ini maka mereka benar-benar dapat memahami

pendapat, nilai-nilai kebenaran dan keyakinan mitra dialognya.32

2. Urgensi Dialog Antar Agama.

Dialog lebih memanisfetasikan dirinya sebagai suatu pendirian, orientasi,

atau penunjang komunikasi daripada sebagai suatu metode,teknik atau pola yang

spesifik.33

Ada hal yang harus diingat, kadang kala karakteristik dari dialog

disalahgunakan secara tidak bertanggung jawab. Kejujuran yang blak-blakan

dapat dilakukan untuk menghina orang lain dengan tujuan untuk memuaskan ego

sendiri dan perasaan mementingkan diri sendiri.

32 Ahmad Watik Pratinya, “Pluralisme,

Trust dan Dialog” dalam Ahmad Syafii Maarif, dkk., Ethics and Religious Dialogue In a Globalized World (Jakarta: The Habibie Centre,2010), h. 62

33

(43)

Apabila seseorang yang sadar akan nilai kemanusiaan, maka pasti dia tidak

akan mengganggu atau mengancam manusia lain. penulis teringat yang diutarakan

oleh filsuf moral Frans Magnis Suseno, bahwa “Humanisme tak pernah bisa

menjadi ancaman bagi humanisme lain” artinya, bahwa humanisme Kristiani tidak

mengancam humanisme Islam, begitu sebaliknya humanisme Islam tak

mengancam humanisme Kristiani.34 Demikian juga hal ini berlaku bagi humanisme yang lain yang ada dalam masing-masing agama, baik humanisme

yang terdapat dalam individu maupun kelompok. Konsekuensinya adalah agama

yang tidak humanis bisa menjadi ancaman bagi orang yang tidak beragama,

ancaman bagi orang yang beragama lain, dan bagi saudara-saudari seagama.

Dari sinilah kehadiran forum dialog antar agama menjadi relevan dalam

kehidupan masyarakat kita. Dialog sangat dibutuhkan dalam di tengah-tengah

pluralisme. Pluralisme ini muncul dalam berbagai macam ragam dan bentuk yang

meliputi: pluralisme kebutuhan, pluralisme keyakinan, pluralisme kepentingan,

pluralisme etnis, pluralisme status sosial, pluralisme agama, dan lainnya.

Berkaitan dengan pemahaman pluralisme, berkembanglah upaya-upaya

dialog dalam konteks agama-agama. Dialog antar agama, yang hakekatnya adalah

pertemuan hati dan pikiran antar berbagai macam agama, merupakan aktualisasi

sekaligus pelembagaan semangat pluralisme keagamaan.

Dialog antar agama menjadi ajang komunikasi dua orang atau lebih dalam

tingkatan agamis. Dengan dialog, jalan bersama menuju kebenaran semakin

34

(44)

terbuka.35 Dialog bukan debat, melainkan saling memberi informasi tentang agama masing-masing baik mengenai persamaan maupun perbedaannya.

Dialog sama sekali tidak mengurangi loyalitas dan komitmen seseorang

terhadap kebenaran keyakinan agama yang sudah ia pegang, akan tetapi lebih

memperkaya dan memperkuat keyakinan itu. Dialog juga jauh dari kemungkinan

orang untuk terjerumus ke dalam pandangan sinkretisme. Sebaliknya, dialog

mencegah orang dari sinkretisme karena dengan dialog seseorang akan semakin

mendalami pengetahuannya tentang agama atau kepercayaan lain, dan pada saat

yang sama keyakinannya terhadap kebenaran ajaran agama yang ia peluk akan

semakin teruji dan tersaring.

3. Bentuk-Bentuk Dialog

Dialog antar agama dapat berlangsung dalam beberapa bentuk diantaranya:

dialog kehidupan, dialog kerja sosial, dialog teologis (dialog iman), dan dialog

spritual.36Disamping itu juga ada dialog perbuatan, dialog kerukunan, dialog

sharing pengalaman agama, dialog doa bersama, interfaith dialogue, dialog terbuka, dialog tanpa kekerasan, dialog aksi dan sebagainya.37

Pertama, dialog kehidupan. Dialog kehidupan merupakan bentuk paling

sederhana dari pertemuan-pertemuan antar agama yang dilakukan oleh umat

beragama. Disini pemeluk agama yang berbeda-beda saling bertemu dalam

kehidupan sehari-hari, berbaur, dan melakukan kerjasama dalam berbagai bidang

kegiatan sosial tanpa memandang identitas agama masing-masing.

35 Burhanuddin Daya,

Agama Dialogis; Merenda Dialektika Idealita dan Realita Hubungan Antaragama, (Yogyakarta: Mataram-Minang Lintas Budaya,2004), h. 20

36

Mun’im A Sirry, Fiqih Lintas Agama, Membangun Masyarakat Inklusif-pluralis, (Jakarta: Paramadina,2004), h. 208

37 Burhanuddin Daya,

(45)

Kedua, dialog kerja sosial. Dialog kerja sosial merupakan kelanjutan dari

dialog kehidupan dan telah mengarah pada bentuk-bentuk kerjasama yang

dimotivasi oleh kesadaran keagamaan. Dasar sosiologisnya adalah pengakuan

akan pluralisme sehingga tercipta suatu masyarakat yang saling percaya. Dalam

konteks ini, pluralisme sebenarnya lebih sekedar pengakuan akan kenyataan

bahwa kita majemuk, melainkan juga terlibat aktif dalam kemajemukan itu.

Ketiga, dialog teologis atau dialog iman. Dialog teologis merupakan

pertemuan-pertemuan, baik reguler ataupun non reguler untuk membahas

persoalan-persoalan teologis. Tema yang diangkat misalnya pemahaman kaum

Muslim dan Kristen tentang Tuhan masing-masing atau tentang tradisi keagamaan

seseorang dalam konteks pluralisme dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk

membangun kesadaran bahwa diluar keyakinan dan keimanan dari tradisi

agama-agama selain kita. Jika dalam dialog sosial berangkat dari problem bagaimana kita

menempatkan agama kita di tengah-tengah agama-agama orang lain, maka dialog

teologis berusaha memposisikan iman kita di tengah-tengah iman orang lain.

Keempat, dialog spiritual. Dialog spiritual bertujuan untuk menyuburkan

dan memperdalam kehidupan spiritual di antara berbagai agama. Dialog ini

bergerak dalam wilayah esotoris yaitu sisi dalam agama-agama. oleh karena itu

para pesertanya melampaui sekat-sekat dan batas-batas formalisme agama.

Dialog antar agama paling tidak berlangsung dalam tiga level. Pertama,

dialog wacana, yaitu dialog yang membahas masalah-masalah teologis yang

muncul. Misalnya, konsep Tuhan Allah dengan paham Trinitas Kristen. Kedua,

(46)

menghayati kehidupan orang miskin. Ketiga, dialog dalam level aksi, yaitu dialog

yang para peserta dialog tanpa membeda-bedakan agamanya sama-sama

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat.

Dapat digarisbawahi, muara dialog adalah memberi kesadaran secara

teologis bahwa perbedaan itu bukan buatan manusia tapi desain Tuhan. Oleh

karena itu, saling menghargai dalam perbedaan sangat diperlukan. Bertolak dari

pandangan inklusif-pluralis ini, para pemeluk agama yang berbeda dapat

menjalani kerja sama. Jadi pada prinsipnya dialog antar agama dengan kerja antar

agama adalah dua hal yang sambung-menyambung. Yang satu mengandaikan

yang lain. tidak ada kerja sama tanpa didahului oleh dialog, dan dialog berlanjut

pada kerja sama dan memberikan penguatan bagi kerja-kerja sosial. Aksi-aksi

kolaboratif melibatkan berbagai kalangan agama dalam merespon kebutuhan

(47)

BAB III

GAMBARAN UMUM CENTRE FOR DIALOGUE AND COOPERATION AMONG CIVILISATIONS ( CDCC ) A. Profil Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations

(CDCC)

Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations

(CDCC) adalah sebuah LSM internasional yang bermarkas besar di

Jakarta, yang didirikan pada bulan Juni tahun 2007 oleh para sarjana

dan aktivis dari berbagai lembaga baik dari Lembaga Swadaya

Masyarakat, perguruan tinggi dan pemerintahan, diantaranya adalah

Din Syamsuddin, Bahtiar Effendy, Hajrianto Y. Tohari, Didik J.

Rachbini, Rizal Sukma, Fahmi Darmawansyah, dan Said Umar.

Para tokoh pendiri CDCC meskipun berbeda-beda profesi

seperti Din Syamsudin sebagai akademisi dan sekaligus menjadi Ketua

Umum PP Muhammadiyah, Bahtiar Effendy sebagai akademisi dan

mantan Ketua Bidang Hikmah PP Muhammadiyah, Hajrianto Y.

Tohari sebagai Wakil Ketua MPR dan sebagai mantan ketua Pemuda

Muhammadiyah, Rizal Sukma Sebagai Wakil Direktur Eksekutif

Centre for Strategic and Internasional Studies (CSIS), Didik J. Racbani

sebagai politisi dari partai PAN (Partai Amanat Nasional) dan Fahmi

Darwansah dan Said Umar sebagai pengusaha akan tetapi mereka

semua mempunyai latar belakang organisasi yang sama, yaitu

(48)

Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations

(CDCC) bertujuan untuk memajukan pemahaman yang lebih baik dan

hubungan perdamaian antara agama, budaya, bangsa dan peradaban

yang luas, sehingga tercipta masyarakat yang harmonis dan toleren

tarhadap sesama.

1. Latar Belakang CDCC

Berdirinya Centre for Dialogue and Cooperation among

Civilisations (CDCC) didasarkan oleh beberapa sebab. Sebab yang

paling mendasar adalah seiring dengan meningkatnya jumlah tindakan

kekerasan baik di Indonesia maupun di berbagai belahan dunia

lainnya, yang disebabkan oleh faktor politik, agama, ekonomi, budaya,

dan lain-lain. Hal itu disebabkan karena ada alasan yang utama, yakni

bahwa tindakan kekerasan itu ada karena adanya benturan peradaban

yang berbeda antara satu masyarakat, budaya, dan agama yang satu

dengan yang lain nya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Samuel

Huntington. Tapi sebenarnya teori itu tidak sepenuhnya benar, karena

setiap peradaban memiliki nilai universalitas sendiri yang bisa diterima

oleh peradaban lainnya. Oleh karena alasan itulah CDCC kemudian

berusaha untuk memahami berbagai perbedaan tersebut dan berusaha

untuk mencari titik temunya. Dialog dan kerjasama pun dijadikan

CDCC sebagai jalan untuk mewujudkaan tata dunia yang damai.

Selama ini, berbagai dialog yang ada hanya bersifat

(49)

CDCC berusaha membuat dialog yang konseptual dan menjadi praktis,

sehingga berbagai kerja sama bisa diadakan untuk melawan tindak

kekerasan dan menghindari benturan-benturan peradaban, sehingga

dapat terwujud masyarakat dunia yang damai dan toleran terhadap

peradaban lain.

2. Misi CDCC

Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations

(CDCC) bertujuan untuk mempromosikan pemahaman yang lebih baik

dan hubungan damai antar agama, budaya, bangsa, dan peradaban pada

umumnya. Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations

(CDCC) berusaha untuk memediasi pemisahan yang selama ini ikut

didukung oleh adanya ketakutan dan ketidakpahaman pada dua belah

pihak.38 Maka dibentuklah beberarapa inisiatif untuk membangun dan memperluas dialog dan kerja sama antar agama, antar budaya,

internasional dan antar peradaban, serta memberikan prioritas tinggi

dalam menanggapi permasalahan-permasalahan utama mengenai

kesalahpahaman dan kekerasan melalui beberapa ketentuan studi

permasalahan yang terkait yang komprehensif, objektif, dan tepat.

3. Visi CDCC

Gambar

GAMBARAN UMUM CENTRE FOR DIALOGUE AND

Referensi

Dokumen terkait

berbentuk Kristal Belerang Jenis Lumpur Belerang Jenis Lumpur Pengolahan Belerang secara Sederhana Pengolahan Belerang secara Sederhana... Untuk belerang yang berbentuk

Dari data maupun infromasi yang telah didapatkan, peserta didik diminta menyelesaikan beberapa soal di LKPD, yaitu mencoba untuk menyelesaikan soal yang

siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model Learning Cycle 5E. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data respon positif dan pemahaman siswa. Untuk data

Beberapa penelitian yang relevan, seperti Nurichah dkk (2012) menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan LKPD berbasis keterampilan proses dapat meningkatkan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui isi pesan toleransi agama yang terdapat pada film Aisyah: Biarkan

Kepada para peserta yang berkeberatan atas penetapan pemenang tersebut, diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE kepada

Pelaksanaan Praktik Pengalaman lapangan di SMK Dr.Tjipto Semarang dapat memberikan manfaat yang sangat berarti kepada mahasiswa praktikan agar memiliki kompetensi

L : Kebaktin Pekan Keluarga wari/berngi si pelimaken enda, ibenaken ibas gelar Dibata Bapa si enggo njadiken sinasa kerina tinepa-Na, ibas gelar Jesus Kristus

Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya merupakan dokumen perencanaan dan pemrograman pembangunan

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengaruh variabel self efficacy dan social support terhadap individual performance baik secara langsung atau melalui burnout

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TIME TOKEN UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Gambar III.38 Jembatan yang juga dapat dijadikan area untuk menjual produk 42.. Salah satu indikasi suksesnya ruang publik adalah banyak dikunjungi masyarakat. Daya tarik

Enzim juga dapa diartikan sebagai molekul biopolymer yang tersusun dari seragkaian asam amino dalam kondisi dan susunan rantai yang teratur dan tetap.. Klas Tipe

Kustodian Sentral Efek Indonesia announces ISIN codes for the following securities :..

Windows 8 adalah nama dari versi terbaru Microsoft Windows, serangkaian sistem operasi yang diproduksi oleh Microsoft untuk digunakan pada komputer pribadi,

e-speaking terdiri dari perintah suara membuka program, menutup program, dan perintah suara mendikte kata dalam microsoft word, yang dapat dilakukan pada menu command, menu

Hasil penelitian menunjukkan: (1) penerapan model Group Investigation dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari rata-rata 73,40 dengan daya serap 73,40% dan ketuntasan belajar

Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Pasar dan juga keterbatasan sarana sosialisasi menyebabkan PKL Tlogosari tidak seluruhnya mengetahui program pengaturan dan

Pada bagian bagian duodenum kelompok P1 (dosis 50 mg/kg BB) ditemukan pelebaran lamina propria, penebalan epitel mukus, penyatuan vili, penumpukan limfosit dan

Berdasarkan definisi diatas, persepsi konsumen melihat suatu produk yaitu kafe dengan merek lokal dan kafe dengan merek asing di Kota Bandung dalam hal psikologis berdasarkan

Strategi peningkatan daya saing industri manufaktur untuk dapat meningkatkan kandungan lokal pada pembangunan PLTN di Indonesia meliputi: 1) Komitmen dan

Sedangkan untuk serangan SQL Injection melalui paket HTTP yang disimulasikan menggunakan SQLMap, maka rules SNORT dibuat untuk melakukan inspeksi terhadap paket data

Header P08 ACCOUNT KERANJANG BELANJA CARA PEMBELIAN PROFIL TOKO BERANDA Pencarian AKSI SUB TOTAL JUMLAH PRODUK BERAT UKURAN HARGA /produk NAMA PRODUK MERK KATEGORI NO