• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

PENGUATAN RUANG PUBLIK YANG BEBAS

B. Implementasi Dialog Centre for Dialogue and Cooperation amongs Civilisation (CDCC) Dalam Rangka Penguatan Ruang Publik Yang

6. CDCC, 26 Februari 2009

Membedah Ragam Persoalan ekonomi Indonesia: “Strategi Pengembangan Ekonomi Mikro Untuk Kesejahteraan Rakyat” Aviliani 6. CDCC, 26 Februari 2009 Menuju Pembangunan Ekonomi yang berkualitas Berkelanjutan dan Bermakna: “Langkah-Aviliani, Bomber Pasaribu, Bustanul Arifin,

langkah Pengembangan Ekonomi Alternatif”

Indria Samego, dan M. Fadhil Hasan

Seperti penulis dan kita rasakan bersama ekonomi Indonesia saat ini masih belum mampu mempersembahkan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Ada banyak persoalan yang menuntut untuk dikaji dan mendesak diselesaikan. Dari identifikasi berbagai masalah, baik yang terkait dengan ideologi, strategi, kebijakan, aktor maupun pelaksanaan pembangunan, diskusi berseri para pakar yang diadakan oleh CDCC menggarisbawahi kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah:

1. Pendekatan Jalan Tengah.

Pada daasarnya UUD telah mengamanatkan suatu sistem ekonomi yang mengutamakan keadilan dan pemerataan. Sistem ekonomi ini kerap diacu sebagai ekonomi kerakyatan, ekonomi rakyat, ekonomi pancasila, ekonomi alternatif atau bahkan ekonomi syariah. Tanpa harus menentukan nomenkalturnya, sistem ekonomi Indonesia memang sudah sepatutnya mengacu pada amanat konstitusi tersebut, yang tampak mengedepankan pendekatan jalan tengah, yang tidak ingin terjebak pada titik ekstream kapitalisme maupun sosialisme, tapi justru menyinergikan pendekatan pasar dan pendekatan kelembagaan (peran negara).

2. Pertumbuhan yang Berkualitas dan Berkeadilan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejauh ini tampak belum berkualitas, karena tidak diikuti oleh pemerataan dan berkurangnya angka kemiskinan

dan pengangguran. Pertumbuhan ekonomi tidak menetes ke bawah, dan memang sulit menetes kebawah karena sumber utama pertumbuhan tersebut adalah sektor-sektor padat modal, padat teknologi dan sedikit menyerap tenaga kerja. Sedangkan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, yakni pertanian dan kehutanan, pertambangan dan penggalian, serta industri pengolaan, justru pertumbuhannya memprihatinkan.

3. Perbaikan Struktur Ekonomi dan Struktur Penguasaan Lahan.

Untuk pencapaian pertumbuhan berkualitas, kita perlu memperbaiki struktur ekonomi yang sejak zaman penjajahan masih saja diwarnai ketimpangan yang sangat besar antara usaha besar dan usaha mikro, kecil dan menengah. Struktur yang sehat adalah yang berbentuk belah ketupat, dimana usaha besar dan kecil berjumlah sedikit, sedangkan usaha menengah banyak. Dengan struktur seperti inilah daya tahan kita bisa cukup kuat meskipun ada gejolak dari luar.

Selain itu kita juga perlu memperbaiki struktur kepemilikan lahan yang juga sudah sangat timpang. Selama ini usaha besar cenderung semakin besar dalam penguasaan lahan, sedangkan usaha kecil cenderung mengerut. Jumlah petani gurem, yang menguasai lahan hanya setengah hektar atau kurang, terus meningkat. Akan sangat sulit bagi mereka untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan bila hanya bermodalkan setengah hektar atau kurang. Untuk itu diperlukan reform agraria agar setidaknya bisa menguasai lahan seluas dua hektar.

4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Lapangan Kerja.

Indonesia tengah menghadapi persoalan serius kemiskinan dan pengangguran yang semakin bertambah, dan ketimpangan yang semakin menganga. Ini terjadi karena tidak cukup tersedianya lapangan kerja bagi rakyat. Kerenanya fokus kita semestinya adalah employment based economy. Tugas pemerintah adalah menjamin agar setiap orang bisa mendapatkan pekerjaan dan pekerjaannya memberikan kehidupan yang layak. Untuk itu kita memerlukan adanya man power planning.

Untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran ini, kita sudah saatnya meninggalkan income welfare policy seperti BLT dan Raskin, dan mulai beralih ke asset based welfare policy dan employment based walfare policy di masa akhir RPJP. Kita perlu berkonsentrasi ke program seperti KUR yang produktif dan juga pemberian ketrampilan atau pendidikan yang job oriented.

Untuk menyerap tenaga kerja, kita perlu menaikan pertumbuhan industri. Sinyalemen para ekonom bahwa di Indonesia sudah terjadi deindustrialisasi, karena peertumbuhan perdagangan naik signifikan sementara itu pertumbuhan industri menurun.83

83 Bomber Pasaribu, “Membangun Ekonomi Berbasis Lapangan Kerja”

: Masalah Ketenagakerjaan dan Solusinya dalam Izzah R. Nahrawi, ed., Membangun Masa Depan Ekonomi Indonesia; Sebuah Hasil-Hasil Diskusi Pakar Berseri Tentang Ekonomi Alternatif (Jakarta: CDCC, 2009), h.43-51

5. Kebijakan-Kebijakan Makro yang Selaras dengan Posisi Pertanian Sebagai Basis.

Pertanian telah terlupakan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Keberpihakan APBN/APBD pada pertanian sangatlah kurang. Total kridit untuk pertanian sangatlah kecil (baru 3 persen dari total kridit perbankan). Bangsa kita tidak seperti negara-negara maju menerapkan PPN untuk komoditas pertanian. Padahal pertanian menyumbang hampir separuh (41 persen) penyerapan tenaga kerja, dan dari sektor inilah pintu pemberantasan kemiskinan dan pengangguran bisa lebar terbuka.84

6. Langkah-Langkah Pemihakan Terhadap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Berdasarkan pengalaman banyak negara, tidak ada negara yang mengalami penguatan ekonomi domestik dengan menjalankan kebijakan ekonomi liberal. Karenanya, negara perlu mengambil peran utama dalam sisi-sisi dimana mekanisme pasar belum bekerja dengan baik, seperti UMKM, dengan memberikan affirmative actions. UMKM membutuhkan hal itu karena medan persaingan antara UMKM dan usaha besar tidaklah sama. UMKM tidak hanya butuh modal, tapi juga yang lebih penting pembinaan serta akses pasar. Modal sejauh ini bukanlah masalah utama mereka, melainkan peningkatan mutu dan akses pasar. Sangatlah baik bila misalnya kita menerapkan konsep satu desa satu produk, sehingga di

84 Bustanul Arifin, “Tawaran Pembangunan Pertanian Yang Lebih

Menyesejahterakan”

: pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pertanian dalam Izzah R. Nahrawi, ed.,

Membangun Masa Depan Ekonomi Indonesia; Sebuah Hasil-Hasil Diskusi Pakar Berseri Tentang Ekonomi Alternatif (Jakarta: CDCC, 2009), h.21-26.

setiap desa atau kecamatan dikembangkan satu produk tapi dengan dibina dan diberikan akses ke pasar, dijualkan oleh pemerintah atau diberikan link

ke perusahaan besar.85

7. Pembangunan Berdimensi Regional.

Pembangunan seyogianya berdimensi regional. Masing-masing daerah memiliki potensi dan daya saing yang tidak sama, bahkan cenderung timpang, ada ketimpangan besar antara jawa-luar jawa, kota-luar kota, ataupun Jakarta-luar Jakarta. Otonomi daerah sebetulnya merupakan upaya ke arah pembangunan yang berskala lokal dan spesifik, sesuai dengan karakteristik dan sumber daya yang dimiliki.

8. Revisi Undang-Undang yang kurang Mendukung Pencapaian Kemakmuran.

Berbagai undang-undang yang kurang mendukung munculnya sektor-sektor berbasis tenaga kerja. Undang-undang yang dikeluarkan antara 1999-2003 bahkan sangat mendorong liberalisasi, sehingga pemerintah tidak bisa tidak bisa banyak berbuat untuk mengubah situasi ekonomi saat ini. Di antara yang penting direvisi adalah undang-undang ekonomi daerah, selain undang-undang penanaman modal, devisa bebas, independensi BI, dan liberalisasi migas. Ini membutuhkan keberpihakan dari Dewan Perwakilan Rakyat.

85 Affendi Anwar, “Menajamkan Peran Lembaga Keuangan Mikro Untuk Pengentasan

Kemiskinan”:Pengembangan Keuangan Mikro Untuk Pengentasan Kemiskinan dalam Izzah R. Nahrawi, ed., Membangun Masa Depan Ekonomi Indonesia; Sebuah Hasil-Hasil Diskusi Pakar Berseri Tentang Ekonomi Alternatif (Jakarta: CDCC, 2009), h.72-84.

9. Kemampuan Pemimpin, Partai Politik, dan Birokrasi dalam Pelaksanaan Ide-Ide dan Kebijakan Ekonomi.

Indonesia sebetulnya memiliki banyak orang pintar dengan ide-ide berlian, dan sangat baik dalam dalam membuat undang-undang. Namun, seringkali ide-ide kebijakan-kebijakan ekonomi menguap tak berarti oleh lemahnya operasionalisasi di lapangan. Karena itu kita membutuhkan pemimpin yang mempunyai kapabilitas dalam menciptakan good governance, dan sistem birokrasi yang bisa menjalankan mesinnya hingga ke bawah untuk mengimplementasikan ide, strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi, serta partai politik yang bisa menjembatani antara ide-ide brilian itu dan pelaksanaannya.

Semua hasil dialog berkenaan dengan ekonomi ini, CDCC diabadikan menjadi sebuah buku yang dibagikan oleh aktivis, ekonom, tokoh agama dan yang terpenting diberikan kepada pemerintah sebagai bahan masukan terhadap kebijakan pemerintah berkenaan dengan ekonomi.

Sejalan yang diutarakan oleh salah satu peserta tokoh agama Kristen bahwa buku ini menjadi media terpenting sebagai bahan masukan pemerintah bagaimana membangun konsep ekonomi yang sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.86

Berdasarkan isu-isu dialog yang diangkat oleh CDCC merupakan bagian dari usaha pembentukan civil society, karena CDCC melakukan kontrol dan kritik terhadap kebijakan pemerintahan yang kurang sesuai dengan kehidupan rakyat.

Kehidupan rakyat yang semakin terpuruk dan miskin. Oleh karena itu CDCC memberikan kritik terhadap sistem perekonomian yang kurang tepat.

Sesuai dengan apa yang sudah dibahas pada paaragraf-paragram di atas, maka CDCC berusaha mengkritisi Peraruran Presiden (Perpres) yang dalam perpasaran tidak adil dan tidak merakyat.

Sejalan pernyataan ekonom Didiek J. Rachbini dalam dialog yang diadakan oleh CDCC pada tanggal 7 Januari 2008 mengkritisi bahwa kebijakan pemerintah tentang perpasaran sangat lambat sehingga cenderung merugikan pedagang kecil. Menurutnya, lambatnya Perpres terjadi karena lobi-lobi para pelaku usaha yang punya akses dan dekat kepada penguasa. Akibatnya, terlalu banyak pertimbangan dan kebijakan hitam di atas putih tidak segera keluar. Akibat dari itu para pelaku usah kecil yang tidak memiliki akses masuk dan bahkan dikorbankan.87

Begitulah dampak buruk pemerintah lebih dekat dengan pengusaha besar, semua kebijakan yang akan dibuat terlalu banyak pertimbangan dan cenderung menguntungkan pengusaha besar. Seharusnya pemerintah mempunyai keperpihakan kepada para pedagang kecil dan pasar tradisional yang jelas-jelas merupakan tulang punggung perekonomian nasional.

Untuk melindungi pera pedagang kecil dan pasar tradisional, pemerintah harus membuat kebijakan yang tegas dan prorakyat kecil. Oleh karena itu perlu zonanisasi, dimana boleh didirikan pasar moderen asalkan pengaturan jaraknya

87

CDCC News, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011dari http:// www.cdccfoundation.org

jelas dan tidak mengganggu pasar tradisional. Semuanya itu harus diatur dengan jelas dan tegas dalam kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Selain itu, peraturan terkait dengan persaingan usaha tidak sehat harus dimasukan dalam klausul perpres perpasaran. Dengan begitu, jika nanti ada masalah dan komisi pengawasan persaingan usaha (KPPU) ada dasar pertimbangan lain dalam dalam memutuskan perkara selain UU No.5/1999, dengan begitu mekanisme dan supremasi penegakan hukum di Indonesia terkait perdagangan pasar bisa berjalan adil dan saling menguntungkan.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang peran CDCC dalam rangka penguatan ruang publik, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Alasan yang melatar belakangi gagasan CDCC dibentuk karena ingin membantah tesis Samuel Huntington tentang clash of civilitation. Bahwasanya benturan peradaban ini bisa dihindari dengan melakukan dialog antar peradaban dan agama.

2. CDCC merupakan bagian dari civil society, karena CDCC merupakan lembaga murni yang dibentuk oleh masyarakat sipil yang memiliki tujuan untuk melakukan penguatan ruang publik yang bebas melalui dialog dan kerjasama antara umat beragama, antar kebudayaan dan juga dialog-dialog yang bersifat public education dengan topik-topik yang berkaitan dengan ekonomi, politik dan terutama peradaban dan kebudayaan.

3. Peran yang dilakukan oleh CDCC dalam rangka penguatan ruang publik yang bebas diimplementasikan dan direalisasikan melalui: • Dialog agama: dialog ini CDCC ingin mengupayakan terciptanya

berbeda, sehingga terwujud masyarakat yang menghargai dan tidak saling mencurigai.

• Dialog budaya: dialog ini CDCC ingin mengupayakan masyarakat yang saling mengenal dan menghargai sehingga benturan kebudayaan bisa dihilangkan.

• Dialog politik dan ekonomi: dialog ini sebagai wujud CDCC sebagai bagian dari civil society yang ingin selalu melakukan kritis dan memberi masukan terhadap pemerintah, sehingga pemerintah berjalan sesuai dengan nilai-nilai keadilan.

4. Dampak dari semua kegiatan dialog yang dilakukan CDCC pada saat ini belum tersentuh secara luas sampai ke masyarakat akar rumput, tapi pada tahap masyarakat elit seperti aktivis, tokoh agama, dan pemerintahan. Akan tetapi mungkin di masa akan datang CDCC bisa memberikan kontribusi terhadap perkembangan civil society di Indonesia secara luas.

B. SARAN

Setelah membahas skripsi ini, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:

1. Kepada lembaga CDCC seharusnya lebih gencar lagi dalam kegiatan-kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat akar rumput.

2. Sabagai bagian dari civil society CDCC harus instens mempublikasikan semua kegiatanya ke media massa baik cetak maupun elektronik, sehingga masyarakat luas tahu apa nilai-nilai yang diperjuangkan oleh CDCC.

3. Kepada pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kritik yang diberikan oleh masyarakat sipil demi terwujudnya masyarkat yang adil.