• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

PENGUATAN RUANG PUBLIK YANG BEBAS

B. Implementasi Dialog Centre for Dialogue and Cooperation amongs Civilisation (CDCC) Dalam Rangka Penguatan Ruang Publik Yang

3. Membangun Dialog Budaya

Apabila mengacu pada aliansi peradaban sebagai wujud upanya mengatasi benturan peraban yang dipikirkan oleh Samuel Huntington, dialog antar budaya harus kita lakukan. Seperti yang diutarakan oleh Ali Alatas, mantan menteri Luar Negeri RI, bahwa Aliansi Peradaban-peradaban menegaskan kembali bahwa seluruh bangsa dan masyarakat saling interdependen dan bahkan terkait satu sama lain dalam pembangunan, keamanan, dan kesejahteraan, serta berusaha membangun perasaan saling menghargai dan menempa kemauan politik, serta langkah terencana dan terpadu pada tingkat pemerintah, institusional, dan masyarakat madani untuk mengatasi prasangka.

Untuk memenimalisir perasaan saling curiga dan saling tidak percaya antara budaya yang satu dengan budaya lainnya, maka diperlukannya tempat untuk mempertemukannya. Tempat itu adalah forum dialog antar budaya. Forum dialog itu diharapkan antara budaya yang satu dengan budaya lainnya bisa saling mengenal dan memahami, sehingga perasaan saling curiga bisa terhapuskan.

Sejalan dengan pernyataan Abdul Mu’ti bahwasanya CDCC mepunyai nilai perjuangan yang besrsifat Equality, seperti dalam kutipan wawancara dibawah ini,

“CDCC tidak berada pada posisi yang menyatakan bahwa satu peradaban atau kebudayaan lebih tinggi dari satu kebudayaan dan peradaban yang lain, karena untuk terciptanya suatu dialog dan kerjasama harus ada prinsip

equality dengan mengakui kelemahan-kelemahan dan keunggulan-keunggulan prestasi yang dicapai oleh peradaban-peradaban masyarakat-masyarakat yang ada di belahan dunia yang berbeda-beda. Karena itu pada aspek equality itu melekat dengan plurality atau pluralitas kerena mengakui adanya perbedaan agama, peradaban dan kebudayaan akan tetapi sesungguhnya mereka memiliki kesetaraan atau bahkan dalam

berbagai hal mereka mempunyai kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya”.75

Untuk mewujudkan nialai equqlity tersebut maka CDCC berupaya mewujudkan hal tersebut melalui mempertemuan kebudayaan yang berbeda dengan forum dialog. CDCC merupakan bagian dari Indonesia. Indonesia merupakan bagian dari peradaban dunia yang cukup kaya dan maju sejak beberapa abad lalu, sejak Majapahit, Sriwijaya dan Mataram. Sekarang sebagai negara bangsa yang besar dan kaya dengan sumber daya alam dan modal budaya yang relevan dengan kemajuan. Indonesia sangat potensial untuk bangkit sebagai sub peradaban yang maju. Oleh karena itu, kata Din, peradaban-peradaban dunia lain, seperti Barat, Cina,dan Rusia dapat menjadikan Indonesia sebagai mitra strategis dalam membangun peradaban dunia baru yang maju dan beradab.

Dalam upaya membangun dialog antar kebudayan, CDCC melakukan suatu kegiatan kebudayaan antara Indonesia dan Rusia. Kegiatan tersebut adalah malam apresiasi puisi Rusia. Seperti ungkapan para pepatah tak kenal maka tak sayang, acara apresiasi puisi Rusia ini menjadi media untuk mengetahui secara dekat kebudayaan dan keberadaan masyarakat Rusia.

Pada malam apresiasi puisi ini Rusia diperkenalkan melalui puisi. Pada malam apresiasi ini seniman Rusia memperkenalkan bangsa dan negaranya melalui puisi para pujangganya yang mengisahkan kehidupan masyarakat pada masa perang melawan fasisme dan setelah kemerdekaan.

Puisi merupakan cerminan sebuah bangsa dan negara, karena puisi seseorang bisa mendalami pengetahuan tentang perkembangan sejarah, budaya

dan watak suatu negara. Menurut Duta Besar Rusia untuk Indonesia Alexander Ivanov pada acara malam apreasi puisi tersebut mengutarakan, melalui puisi para pujangga terkenal Rusia yang dibacakan di kantor CDCC seperti Sergay Esenim, Musa Djalil, Robert Rozhdestwensky, David Somailow,dan Igor Saruhanov memberikan informasi perjalanan sejarah bangsa Rusia.76

Di sisi lain Din Syamsudin selaku ketua CDCC mengutarakan bahwa karya puisi pujangga Rusia abad 20-21 itu memiliki dimensi religius yang sangat kuat. Hal ini tercermin pada penggalan puisi “Saya Cuma Orang Sambil Lalu” karya Esenin yang menuliskan bahwa di tengah-tengah dosa-dosa dunia ada kerinduan dan rasa sedih untuk kembali kepada penciptanya dan mengabdi kepada tanah air. Selain itu, juga mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan yang mendalam. Karena itu, melalui apresiasi puisi dan lagu ini antara Indonesia dan Rusia bisa saling mengenal dan mencintai sebagai sesama manusia, sehingga tercapai tata dunia yang damai.

Pada acara malam apresiasi puisi Rusia Veronika Novoseltseva menterjemahkan secara sepontan lagu “Ayat-ayat Cinta” pada pembukaan acara tersebut. Hal ini sebagai wujud usaha saling menghargai antara kebudayaan kedua negara ini. Mengenai hubungan antara Indonesia dan Rusia selama ini sudah tergabung dalam Aliansi Straregi Rusia dan Dunia Islam. Melalu forum ini, permasalahan yang terkait dengan masalah umat dibahas dan dicari solusinya, karena CDCC selalu dikunjungi oleh pemuka agama Rusia, salah satunya adalah petinggi agama Kristen Ortodoks Rusia, termasuk president akademi Rusia untuk

76

CDCC News, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011dari http:// www.cdccfoundation.org

bisnis. Dengan kerjasama ini kedua negara ini bisa saling mengerti dan memahami sehingga terbentuk kerjasama yang damai.

Dalam melakukan dialog tentang kebudayaan, CDCC juga mendorong proses proses perspektif budaya yang tinggi, terbuka dan diterima oleh seluruh aspirasi baik itu minoritas ataupun mayoritas, karena CDCC mempunyai nilai kesetaraan dalam melakukan dialog.

Sejalan dengan pendapat Eep Saefullah Fatah mengutarakan bahwa Publik adalah warga negara yang mempunyai keberanian untuk menegaskan eksistensi dirinya, hal ini menarik untuk kutip.

“Publik adalah warga negara yang memiliki kesadaran akan dirinya, hak-haknya, kepentingan-kepentingannya. Publik adalah warga negara yang memiliki keberanian menegaskan eksistensi dirinya, memperjuangkan pemenuhan hak-haknya, dan mendesak agar kepentingan-kepentingannya terakomodasi. Sehingga publik bukanlah kategori pasif, melainkan aktif. Publik bukan kerumunan massa yang diam (mass of silent).”77

Contoh dari dialog yang terbuka tentang budaya adalah tentang masalah pemanasan global (global warming). CDCC bukan hanya mendiskusi hal ini dengan pakar-pakar yang seperti dilakukan oleh kelompok lain dengan mengundang ahli lingkungan hidup atau dari pemerintahan, tapi CDCC mendorong serta melakukan dialog dengan mengumpulkan tokoh-tokoh adat yang selama ini dipinggirkan untuk membahas tentang masalah pemanasan global, seperti kutipan wawancara di bawah ini,

“Dialog yang pernah lakukan yaitu dalam level elit, seperti isu tentang global warming. CDCC mengumpulkan tokoh-tokoh adat yang salama ini dipinggirkan, mereka dikumpulkan untuk membahas tentang global warming dalam perspektif mereka”.78

77

Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan : Agenda-Agenda Besar Demokratisasi Pasca Orde Baru, (Bandung : Mizan, 2000), h. 269-270.

Hutan merupakan tempat tinggal dari suku-suku yang tertinggal di Indonesia. Hutan yang ada di Indonesia semakin hari semakin berkurang karena terjadi penebangan hutan yang tidak teratur dan terkontrol oleh pemerintah. Dalam dialog ini tokoh-tokoh adat mengeluhkan mengenai pemansan global, dan kecewa terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang memberikan Hak Penebangan Hutan (HPH) terhadap perusahan sangat mudah dan tidak tegas. Dengan memberikan izin yang mudah itu kerusakan hutan dan lingkungan terjadi dimana-mana, serta eksistensi suku-suku yang tertinggal pun akan terancam.

Selama ini suku-suku tertinggal di Indonesia kurang mendapat perhatian dari pemerintah, pemerintah hanya lebih mengutamakan kepentingan perusahaan dengan memberikan HPH yang sangat mudah. Oleh karena itu CDCC sebagai pusat dari dialog memberikan ruang yang bebas terhadap tokoh-tokoh adat untuk meluapkan perasaan yang selama ini mereka rasakan terhadap ketidakadilan pemerintah.

Dalam melakukan dialog tentang kebudayaan CDCC juga mengangkat isu mengenai Palestina-Israel. Biasanya kebayakan kelompok lain dalam membahas isu tentang Palestina-Israel hanya melihat dari sudut politik dan agama, akan tetapi CDCC melihat isu ini dari sudut budaya.79

Kalau melihat kondisi kehidupan sosial masyarakat Palestina, mereka hidup dalam berbagai suku dan agama berbeda. Kehidupan masyarakat Palestina terdiri bukan hanya dari suku arab saja atau dari agama Islam saja, akan tetapi meraka hidup dalam keaneka ragaman, ada Islam, Yahudi dan Nasrani.

Kekejaman Israel memang kalau dilihat dari perspektif agama, terlihat seolah-oleh perang antara Islam melawan yahudi. Tapi kalau dilihat dari perspektif budaya Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan dengan merenggut nyawa dan merampas kebebasan warga Palestina.

Apapun agamanya, setiap orang pasti terpanggil hatinya melihat kekejaman Israel menghancurkan Palestina. Oleh karena itu CDCC dan Partai Damai Sejahtera (PDS) prihatin dengan keadaan rakyat Palestina yang mengenaskan. Kami peduli dengan nasib yang menimpa rakyat Palestina, Sehingga dari hasil dialog tersebut atas nama PDS, Rusyandi Hutasoit selaku Ketua Umum menyerahkan bantuan senilai 1.000 dolar Amerika dan Rp 3 Juta.80

Pada dialog tersebut, dihadiri oleh Ketua MUI, Amidan dan Dubes Palestina untuk Indonesia Fariz Al Mehdawi. Pada dialog ini mereka sepakat bahwa kekerasan yang dilakukan oleh Israel melanggar hak asasi manusia. Pada dialog ini juga merupakan cermin dari kerukunan kehidupan beragama, sehingga ini merupakan pesan damai bagi dunia pada umumnya dan khususnya Israel yang kini membombardir jalur Gaza.

Dalam melakukan dialog budaya CDCC juga melalui seni, yaitu dengan lukisan yang mempunyai tujuan ingin mengeratkan ukhuwah kedua ormas besar di Indonesia dengan melukis kedua tokoh pendiri Muhammadiyah dan tokoh pendiri NU.81

80CDCC News, artikel diakses pada tanggal 12 Januari 2011dari http://

www.cdccfoundation.org

Keinginan menyatukan umat Islam bukan hanya dengan cara mempertemukan mereka secara langsung. Perbedaan pandangan antara satu organisasi keumatan dengan lainnya adalah hal yang lumrah atau sunnatullah. Sebetulnya bukan sesuatu hal yang harus diperdebatkan, misalnya dalam penentuan penaggalan Hijriah. Walaupun belum menentukan suatu formula yang tepat dua ormas besar Muhammadiyah dan NU mencoba menggunakan cara-cara elegan.

Namun ternyata, keinginan untuk lebih merukunkan dua ormas Islam itu tidak hanya keinginan dari Muhammadiyah dan NU sendiri. CDCC memfasilitasi Seorang pelukis asal Jawa Timur, Dukan Wahyudi mencoba menuangkan dalam seni lukis yang bertemakan “The Lamp” dimana pada satu media kanvas berukuran 90x150 cm, tokoh pendiri Muhammadiyah KH. Ahmad Dahlan dan tokoh pendiri Nahdotul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari dilukiskan dalam satu bingkai.

Lukisan ini menceritakan dua tokoh Islam yaitu Ahmad Dahlan dan Hasyim Asy’ari ibaratnya seperti lampu yang menerangi umat dari kegelapan, kalau salah satu lampu ini mati artinya akan muncul perbedaan, karena itu kedua lampu ini harus tetap terjaga memberikan penerangan.

Pada waktu yang sama yang kebetualan hadir Ketua Dewan Tanfidz NU KH. Sholahudin Wahid menanggapi lukisan tersebut. Beliau menyatakan bahwa kedua tokoh itu menunjukan Islam yang moderat rahmatan lil alamin, selain pemikiran-pemikirannya kedua tokoh ini sangat luar biasa, berbeda dengan pejabat yang banyak saat ini belum tentu dapat membimbing umat dengan baik.

Kedua tokoh ini mempunyai kelebihan, mudah-mudahan kita sebagai generasi penerus bisa meneladani mereka. Dengan meneladani mereka semoga kedepan Islam dapat memberikan sumbangsih yang besar kepada bangsa melalui akhlak yang baik.

Disisi lain, Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsudin juga mengutarakan penyandingan dua tokoh utama yang menjadikan dua ormas besar ini ada, harus dijadikan hal yang penting oleh jamaah kedua ormas Islam besar Muhammadiyah dan NU sehingga bisa menjadi penerang, pelita yang terus menyinari umat dan bangsa hampir satu abad lamanya dengan mempererat

ukhuwah islamiyah.

Mendekatkan antara Muhammadiyah dan NU itu sangat penting. Kedua ormas besar ini mutlak berkaloborasi, bersinergi dan bekerjasama dalam membangun umat Islam, kalau umat Islam maju bangsa Indonesia akan mengalami kemajuan. Meskipun ada nuansa-nuansa perbedaan itu lebih karena faktor politik, tetapi perlu diresapi oleh warga Muhammadiyah dan NU harus tetap berada pada jati dirinya sebagai gerakan dakwah dan gerakan kultural yang mencerahkan umat.