DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR
11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK
LEGAL VIEW CONCERNING ELECTRONIC BILL
PRESENTMENT AND PAYMENT WHICH INAPROPRIATE
WITH TRUE INVOICE CONNECTED TO BUKU III BW JUNCTO
UNDANG-UNDANG NUMBER 11/ 2008 ABOUT INFORMATION
AND ELECTRONIC TRANSACTION
Skripsi
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer
Indonesia
Oleh : Vera Ferdyanthi S.
3.16.04.061
Dibawah Bimbingan :
Prof. DR. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
Bismillahirrohmanir aik-baiknya bentuk dan melengkapinya deng am semoga tetap tercurahkan ke haribaan N
SAW yang telah mengubah umat manusia d cara berfikir ilmiah yang dilandasi dengan
ii
tak terhingga kepada Yang Terhormat Bapak Prof. DR. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. serta Ibu Hetty Hassanah, S.H selaku dosen pembimbing yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
Selain itu penulis mengucapkan terima kasih dengan segenap jiwa raga kepada kedua orang tua penulis yaitu ibunda tercinta Ni Putu Oko Arsini dan ayahanda Idang Sumarna yang karena kesabaran dan keikhlasannya, maka penulis dapat menjadi orang yang lebih baik (mudah-mudahan) serta atas dorongan serta motivasinya kepada penulis sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini, baik dorongan moril terutama materil. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat :
1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, Msc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;
2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, M.S, Ak, selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia;
3. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, MA, selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia;
iii
6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia sekaligus Dosen Wali penulis yang telah banyak memberikan motivasi serta dorongan kepada penulis selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
7. Yth. Bapak Budi Fitriadi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
8. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
9. Yth. Ibu Febilita Wulan Sari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
10.
Yth. Ibu Rachmani Puspita Dewi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;11.
Yth. Ibu Hj. Merry Maulin, S.H., M.MKn, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;12.
Yth. Ibu Farida Yulianty, S.H., S.E., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;13.
Yth. Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;iv
16. Yth. Bapak Muray selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;
Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Mama tercinta yang telah memberikan cinta, kasih dan do’a serta perhatian dan materi selama ini kepada penulis dan untuk Keluarga Besar penulis Nenekku tersayang, Jerry (Jry), Dery (Dei) dan Tomy (Omie) yang dengan ikhlas telah banyak mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis;
Untuk suamiku tercinta Ari Rizal Inayat, S.H. yang selalu memenuhi keinginan penulis dan selalu memberikan motivasi serta anak kami tercinta “Aliyya”, terima kasih karena kalian telah membuat hidupku menjadi lebih indah dan lebih berwarna;
Untuk teman-temanku seperjuangan di Fakultas Hukum Bang DQ u’re always the best!!!, Galih (eWox), Gandhi (Gandronk), Agus Mahardika (Abah), Friska (oneng), Bang Rian, Bang Ucok, Dimas, Neneng, Andre Yeremia (Teale), Muslim, Giri (Girong), Darsono (Ono), Wildan (Robot), Asep, Heris Sadela (Wuchink), Pandu, Jamal, Hendra Sinuhaji (Ucok);
v
penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang setimpal kepada mereka sesuai dengan amal perbuatannya bahkan yang berlipat ganda dan menempatkan mereka pada derajat yang tinggi.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini banyak terdapat banyak kesalahan dan kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dan semoga laporan ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, Juli 2009
vi
Halaman Lembar Pengesahan ...
Surat Pernyataan ...
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... vi
Abstrak ... ix
Abstract ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8
D. Kegunaan Penulisan ... 8
E. Kerangka Pemikiran ... 9
F. Metode Penelitian ... 17
G. Sistematika Penulisan ... 20
BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DAN INTERNET BANKING A. Ketentuan Umum Mengenai Perjanjian Menurut Buku III BW ... 23
vii
SESUAI DENGAN TAGIHAN YANG SEBENARNYA
A. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Electronic Bill
Presentment And Payment Dalam Internet Banking .... 56
B. Kasus-Kasus Yang Terkait Electronic Bill Presentment
And Payment Yang Tidak Sesuai Dengan Tagihan Yang
Sebenarnya ... 62
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang
Mengalami Tagihan Electronic Bill Presentment And
Payment Yang Tidak Sesuai Dengan Tagihan Yang
Sebenarnya Berdasarkan Buku III BW Juncto
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ... 69
B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Nasabah
Bank Yang Mengalami Perbedaan Tagihan Electronic
Bill Presentment And Payment Dengan Tagihan Yang
viii BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 89
B. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 92
ix
TINJAUAN HUKUM TERHADAP ELECTRONICBILL PRESENTMENT AND PAYMENT YANG TIDAK SESUAI DENGAN TAGIHAN SEBENARNYA DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
Abstrak
Vera Ferdyanthi S.
Pemanfaatan teknologi dan informasi saat ini telah banyak digunakan oleh orang secara individu maupun oleh lembaga. Hasil kemajuan serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang paling besar pengaruhnya adalah pada lembaga keuangan. Adanya pemanfaatan internet oleh lembaga keuangan yang kini telah dikenal dengan nama internet banking memudahkan nasabahnya dalam melakukan suatu transaksi yang mengedepankan aspek kemudahan, efisiensi, flexibilitas dan kesederhanaan dan salah satu layanan daripada internet banking itu sendiri adalah
Electronic Bill Presentment and Payment yang merupakan penyajian tagihan serta pembayaran secara online. Pada kenyataannya layanan Electronic Bill Presentment and Payment yang dihadirkan suatu bank tidak sesuai dengan tagihan yang sebenarnya yaitu terdapat tagihan ganda atas suatu transaksi yang sama dengan nilai transaksi yang sama serta pada waktu yang sama, hal ini menyatakan bahwa lembaga perbankan tersebut telah lalai dalam melakukan prestasinya yaitu telah keliru atau tidak sesuai dalam mencatat seluruh transaksi yang dilakukan nasabahnya secara tepat sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabahnya. Permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan diantaranya adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah yang dirugikan serta tindakan hukum yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut di atas.
Untuk mencapai tujuan diatas, maka Penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis
dengan menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif. Data hasil penelitian dianalisis secara yuridis kualitatif, yang mana peraturan perundang-undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, serta memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan dan kepastian hukum.
x
LEGAL VIEW CONCERNING ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT WHICH INAPROPRIATE WITH TRUE INVOICE CONNECTED
TO BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NUMBER 11/ 2008 ABOUT INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTION
Abstract
Vera Ferdyanthi S.
The exploiting of information and technology at present has much being used by people individualy and also by institution. The bigest influence of the output progress and technological information and communication development are on the financial institution. Existence of the internet exploiting by financial institution what is recognized as internet banking were facilitating the customer on the transaction which placing forward the easy factor, efficiency, flexibility and simplicity where one of the service on internet banking itself are Electronic Bill Presentment and Payment which were online invoice and payment. Electronic Bill Presentment and Payment what is attended by the bank on reality are inapropriate with the true invoice which is the existence of double invoice on one same transaction with the same value and time of the transaction, it’s showing that the banking institution have neglected in doing its obligation which is wrong or inapropriate on noting entire trnsaction that conducted by the costumers correctly so that causing loss to the costumers. That problems causing some question which one other things is how were the law protection concerning the lossy costumers and what law action could conducted to solving the problems above.
To reach the porpose above, then the writer do some analitycal description research with normative juridical approach. The data has been qualitative juridical analyzed considering the hierarchy of the regulations it self and to achieve law certainness.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan yang selalu berkembang setiap harinya membawa
dampak terhadap perkembangan segala aspek dalam kehidupan manusia
pada umumnya, dan kebutuhan masyarakat akan teknologi dan informasi
yang semakin hari semakin berkembang baik dari segi sarana maupun
prasarana tidak luput dari arus perkembangan ilmu pengetahuan tersebut.
Kebutuhan masyarakat demi terwujudnya pertukaran informasi mendorong
kemajuan teknologi yang semakin pesat. Teknologi yang semakin
berkembang telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless).
Dengan adanya pertukaran informasi yang dapat dilakukan melalui berbagai
media, mulai dari media cetak, radio, televisi, internet dan sebagainya yang
menyebabkan terjadinya pertukaran informasi dan komunikasi baik secara
searah maupun dua arah dan membawa kehidupan manusia yang bersifat
lebih dinamis dan modern serta mengubah pola kehidupan manusia.
Pemanfaatan teknologi dan informasi saat ini telah banyak digunakan oleh
orang secara individu maupun oleh lembaga. Hasil kemajuan serta
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang paling besar
pengaruhnya adalah pada lembaga keuangan. Adanya pemanfaatan internet
banking maka konsumen (nasabah) dapat melakukan suatu transaksi yang
mengedepankan aspek kemudahan, efisiensi, flexibilitas dan kesederhanaan
yang tentunya merupakan media alternatif dalam memberikan kemudahan
bagi nasabah lembaga keuangan bank tersebut1.
Berkembangnya internet banking sebagai suatu layanan keuangan, tidak
terlepas dari beberapa keuntungan yang dapat diraih dengan memanfaatkan
internet banking tersebut. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan
bahwa industri perbankan saat ini banyak mengadopsi konsep internet
banking, diantaranya adalah untuk memperluas jangkauan akses pasarnya,
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap para nasabahnya dan
yang lebih penting bahwa penerapan internet banking ini dapat dijadikan
sebagai sarana strategis untuk melakukan kompetisi antar bank yang sangat
ketat2.
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional
relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya
diantaranya meliputi Automated Teller Machine (ATM), Banking
Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring
Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering
menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk
semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan
perbankan. Istilah lain yang lebih sering digunakan adalah Electronic
1 Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005, hlm. 1.
2
Banking. Electronic Banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi
yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan
layanan perbankan di garis depan atau front end, seperti ATM dan
komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat
back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga
keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check
conversion3.
Saat ini, sebagian besar layanan E-banking terkait langsung dengan rekening
bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai
moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip
dalam smartcard). Semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas
transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan karena fungsi
dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi, contohnya
kartu plastik yang memiliki magnetic strip yang memungkinkan transaksi
terkait dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang
tersimpan dalam sebuah chip, terkadang kedua jenis kartu tersebut disebut
debit card oleh merchant atau vendor4.
Hadirnya layanan E-banking di Indonesia membawa dampak terhadap
perlunya peraturan yang lebih bersifat fleksibel untuk menangani seluruh
aspek yang terkait dengan berlangsungnya layanan E-banking tersebut, dan
peraturan berkaitan dengan E-banking tersebut salah satunya adalah
3
http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana, diakses pada tanggal 28 Februari 2009, pukul 08.45 WIB
4
Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu yang tercantum
dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa usaha bank umum salah satunya
adalah melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku.
E-banking adalah salah satu layanan perbankan yang menggunakan serta
memanfaatkan penyelenggaraan sistem elektronik. Penyelenggaraan sistem
elektronik tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu bahwa setiap
penyelenggaraan elektronik harus diselenggarakan secara andal dan aman
serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik tersebut
sebagaimana mestinya.
Salah satu layanan yang telah digunakan oleh berbagai industri bahkan
lembaga keuangan bank/perbankan yang menggunakan sistem teknologi
informasi Internet adalah Electronic Bill Presentment and Payment yang
memuat tagihan yang akan dikirimkan, dan dibayar melalui internet.
Tagihan elektronik tersebut dapat berupa kiriman e-mail dan catatan dalam
rekening bank .
Membeli produk melalui Internet dengan kartu kredit telah menjadi suatu
kebiasaan, namun untuk melihat tagihan kartu kredit itu sendiri kini telah
dapat dilakukan secara online, yaitu dengan hadirnya layanan Electronic Bill
secara online hingga melakukan pembayaran secara elektronik dari tagihan
online tersebut.
Pada perkembangannya, layanan Electronic Bill Presentment And Payment
memudahkan para nasabah bank untuk mengakses tagihan secara online
yang dapat dilakukan dengan cara yang lebih efisien. Setiap nasabah yang
ingin mengaplikasikan layanan Electronic Bill Presentment And Payment
dalam penerbitan dan penggunaan suatu kartu kredit di suatu lembaga
keuangan perbankan maka nasabah tersebut melakukan perjanjian dalam
suatu klausula baku yang diterbitkan oleh lembaga perbankan tersebut
dengan mengacu pada Buku III BW yaitu Pasal 1313 tentang perjanjian dan
syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW serta kaitannya
dengan Pasal 1338 ayat (1) BW tentang kebebasan berkontrak dan adanya
konsensualisme terhadap perjanjian yang telah saling sepakat tersebut,
namun dalam kenyataanya layanan Electronic Bill Presentment And
Payment juga dapat menimbulkan permasalahan hukum tersendiri, misalnya
terdapat perbedaan tagihan antara tagihan yang sebenarnya dengan
Electronic Bill Presentment And Payment. Contoh kasus yang terjadi adalah
tagihan yang dikirimkan oleh Citibank kepada salah satu nasabahnya yang
menggunakan layanan Electronic Bill Presentment And Payment yaitu
terdapat nominal tagihan elektronik yang tidak sesuai dengan nominal
tagihan sebenarnya, dalam hal ini terdapat tagihan yang tidak sesuai yaitu
dua kali penagihan (tagihan ganda) terhadap barang yang sama pada tanggal
yang termuat dalam electronic statement (bentuk dari layanan Electronic
Bill Presentment And Payment di Citibank yang dikirimkan oleh pihak
Citibank melalui e-mail). Kondisi ini tentu berdampak pada ketidakpuasan
dan ketidakpercayaan nasabah terhadap layanan Electronic Bill Presentment
And Payment yang ditawarkan oleh lembaga keuangan perbankan tersebut.
Pemerintah Indonesia dalam hal ini Bank Indonesia telah mengeluarkan
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan khususnya terdapat dalam
Pasal 6 yang mengatur usaha bank umum dapat melakukan kegiatan lain
atau dalam hal ini adalah menggunakan layanan E-banking dan Peraturan
Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang
Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi
Oleh Bank Umum yang isinya mencabut Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 27/9/UPPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan
Teknologi Sistem Informasi oleh Bank Umum, SK DIR BI No.
31/175/KEP/DIR Tanggal 22 Desember 1998, SE BI No. 31/14/UPPB
Tanggal 22 Desember 1998, PBI No. 1/11/PBI/1999 Tanggal 22 Desember
1999 dan SE BI No. 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan
Manajemen Resiko Pada Aktifitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet
(Internet Banking), yang mengatur tentang penyelenggaraan sistem
elektronik yang salah satunya digunakan oleh lembaga keuangan perbankan,
keuangan bank tersebut serta dalam pelaksanaan dari layanan E-banking
yang memuat mengenai persetujuan serta perjanjian semua pihak yang
terkait, maka peraturan yang digunakan adalah Buku III BW yang mengatur
tentang kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian sebagai
perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian, yaitu antara nasabah dan lembaga keuangan bank
tersebut.
Berdasarkan uraian singkat diatas , maka Penulis mencoba melakukan
penelitian dengan mengambil judul: “TINJAUAN HUKUM TERHADAP
ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT YANG
TIDAK SESUAI DENGAN TAGIHAN SEBENARNYA
DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan tentang Electronic Bill Presentment And
Payment yang tidak sesuai dengan tagihan sebenarnya berdasarkan
Buku III BW Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
2. Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh nasabah bank yang
mengalami perbedaan tagihan antara tagihan Electronic Bill
Presentment And Payment dengan tagihan yang sebenarnya
berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik?
C. Maksud Dan Tujuan Penelitian
Adapun maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:
1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaturan tentang Electronic Bill
Presentment And Payment yang tidak sesuai dengan tagihan
sebenarnya berdasarkan Buku III BW Juncto Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Untuk mengkaji dan menganalisis tindakan hukum yang dapat
dilakukan oleh nasabah bank yang mengalami perbedaan tagihan
antara tagihan Electronic Bill Presentment And Payment dengan
tagihan yang sebenarnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian yang didapat antara lain:
1. Kegunaan secara teoritis
Berdasarkan segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat
mengenai masalah Electronic Bill Presentment And Payment dalam
dunia perbankan.
2. Kegunaan secara praktis
Berdasarkan segi praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
termasuk pihak yang berwenang dalam rangka peningkatan mutu dan
kualitas layanan Electronic Bill Presentment And Payment dalam
dunia perbankan.
E. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alinea keempat
ditegaskan bahwa:
“….Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 di atas menjelaskan
tentang Pancasila yang terdiri dari lima sila dan apabila dilihat secara bulat
atau holistik (satu kesatuan), yaitu dengan melihat dasar pikiran dalam Sila
Pertama, Ketiga dan Kelima, maka keseimbangan (balance) merupakan
dijelaskan dalam keseluruhan silanya adalah keseimbangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat serta kepentingan
penguasa, yang dituntun oleh Sila Ketuhanan5.
Alinea keempat di atas merupakan landasan hukum dalam upaya
melindungi seluruh masyarakat Indonesia tidak terkecuali setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum yang bersinggungan dengan Electronic Bill
Presentment And Payment dalam suatu layanan perbankan yaitu untuk
mendapatkan perlindungan hukum dalam keseimbangan kepentingan antara
kepentingan nasabah dengan kepentingan pelaku usaha dalam hal ini adalah
pihak perbankan.
Pelaksanaan Electronic Bill Presentment And Payment yang dilakukan
secara online, harus berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku guna
terciptanya kepastian hukum seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan
Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa
Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara kekuasaan belaka.
Penyelenggaraan Electronic Bill Presentment And Payment dalam suatu
fasilitas kartu kreditpun tidak terlepas dari ketentuan dari adanya suatu
perjanjian. Perjanjian menurut Pasal 1313 Burgelijk Wetboek (yang
selanjutnya dalam penulisan ini disebut dengan BW), yaitu :
5
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak tentunya berlaku dan mengikat
untuk para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut, hal
ini sesuai dengan asas konsensualitas yang termuat dalam Pasal 1338 ayat
(1) BW, yang berbunyi sebagai berikut:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya.”
Asas konsensualitas merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian
modern dan bagi tercapainya kepastian hukum, yang artinya untuk
melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut dan perjanjian dapat
dikatakan lahir setelah adanya konsensus tersebut6.
Selain asas konsensualitas di atas, terdapat satu asas yang juga sangat
cenderung terhadap perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam Buku III
BW, yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah
kebebasan setiap subjek hukum dalam menentukan setiap bentuk dan isi
perjanjian selama tidak bertentangan dengan agama, kesopanan, kesusilaan
ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6
Menurut hukum perjanjian, ruang lingkup dari asas kebebasan berkontrak
adalah sebagai berikut7:
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjian,
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian
yang akan dibuatnya,
4. Kebebasan untuk menentukkan objek perjanjian,
5. Kebebasan untuk menentukkan bentuk suatu perjanjian,
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi undang-undang yang
bersifat opsional (aanvullend, optional)
Electronic Bill Presentment And Payment adalah wujud dari adanya
kebebasan berkontrak, karena perjanjian mengenai Electronic Bill
Presentment And Payment tersebut tidak diatur dalam Buku III BW, namun
dasar dari dibuatnya perjanjian tersebut mengacu pada Pasal 1338 ayat (1)
yaitu adanya asas kebebasan berkontrak.
Setiap orang yang terlibat dalam suatu perjanjian akan mengakibatkan
adanya hubungan hukum. Hubungan hukum yang berasal dari perjanjian
tersebut adalah hubungan hukum yang terjadi karena telah adanya suatu
persetujuan atau adanya kesepakatan yang dibuat oleh para pihak tersebut
dalam suatu perjanjian. Kesepakatan para pihak merupakan salah satu dari
7
syarat sahnya suatu perjanjian, dan syarat sahnya perjanjian diatur dalam
Pasal 1320 BW, yaitu :
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal”.
Electronic Bill Presentment And Payment adalah bentuk pembayaran
tagihan yang disampaikan atau diinformasikan kepada nasabah atau
pelanggan secara online, misalnya melalui e-mail atau catatan dalam
rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan dapat
membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran secara
elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut8.
Electronic Bill Presentment And Payment merupakan layanan yang
digunakan oleh lembaga keuangan, dalam hal ini adalah bank. Pengertian
bank menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan (yang selanjutnya dalam penulisan ini disebut dengan UU
Perbankan), yaitu :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.
8
Usaha bank menurut Pasal 1 angka 3 UU Perbankan adalah :
“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.
Selanjutnya dalam Pasal 6 UU Perbankan, disebutkan bahwa usaha bank
umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit,
menerbitkan surat pengakuan hutang, membeli, menjual atau menjamin atas
risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya,
memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah, menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau
meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat,
sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya,
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan antar pihak ketiga, menyediakan tempat untuk
menyimpan barang dan surat berharga, melakukan kegiatan penitipan untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak, melakukan penempatan
dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang
tidak tercatat di bursa efek, melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu
kredit dan kegiatan wali amanat, menyediakan pembiayaan dan atau
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, melakukan kegiatan lain
yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kegiatan lain yang dilakukan perbankan misalnya adalah pemberian layanan
perbankan melalui media elektronik atau selanjutnya disebut Electronic
Banking. Electronic Banking menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Resiko dalam Penggunaan
Teknologi Informasi oleh Bank Umumadalah layanan yang memungkinkan
nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan
melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM,
phonebanking, electronic fund transfer, internet banking, mobile phone.
Menurut Karen Furst internet banking, yaitu9:
“Internet Banking is the use of the interest as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account on transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s website”.
Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatnya Efraim Turban, yang
member istilah internet banking dengan istilah online banking, yakni:
“online banking, includes various banking activities conducted from home,
business, or on the road instead of at a physical bank location”.
Berdasarkan pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa
internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh
9
bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara
online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru.10
Layanan perbankan melalui media elektronik tersebut merupakan suatu
sistem elektronik yang dimiliki oleh bank guna memfasilitasi nasabahnya
dengan berbagai fasilitas yang disediakan suatu perbankan. Sistem
elektronik menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah serangkaian
perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
Dasar hukum penyelenggaraan sistem elektronik itu sendiri diatur dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, yang terdapat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 yang berbunyi:
“ (1) Setiap penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan sistem elektroniknya
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik”
Layanan Electronic Bill Presentment And Payment adalah salah satu
layanan yang terdapat dalam internet banking. Layanan ini bertujuan untuk
10
memudahkan para nasabah dalam mengetahui jumlah tagihan yang
disampaikan secara online berikut dengan penyajian pembayaran yang dapat
dilakukan secara online.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan penulis berdasarkan metode penelitian:
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah secara deskriptif analitis,
yaitu suatu metode penelitian dilakukan dengan cara melukiskan dan
menggambarkan fakta-fakta baik berupa data sekunder bahan hukum
primer Buku III BW dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, data sekunder bahan
hukum sekunder yang berupa doktrin atau pendapat para ahli dan data
sekunder bahan hukum tertier seperti data-data yang didapat melalui
artikel majalah dan brosur yang berkaitan dengan Electronic Bill
Presentment And Payment melalui electronic banking.
2. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan dalam Penulisan ini yaitu bersifat yuridis
normatif, yaitu suatu metode hukum dikonsepsikan sebagai norma,
kaidah, asas atau dogma-dogma. Sepanjang penulisan ini, penulis
berdasarkan kata-kata yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan, juga dilakukan pendekatan terhadap bahan hukum non
-Undang-Undang;
3. Tahap penelitian
a. Studi kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan dengan mencari data berupa:
1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan
perundang-undangan yang antara lain: Buku III BW ,
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa
doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka;
3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan
informasi-informasi berupa artikel, majalah, dan makalah.
b. Studi Lapangan, yaitu wawancara terstruktur dengan pihak yang
terkait dan searching melalui situs-situs di internet yang
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan data yang
erat kaitannya dengan Electronic Bill Presentment and Payment yang
diperoleh dari buku-buku teks, perundang-undangan, hasil penelitian,
majalah, artikel dan lain-lain, serta wawancara dengan pihak-pihak
terkait dan mengunjungi situs internet.
5. Metode Analisis Data
Data yang penulis peroleh, dianalisis secara yuridis kualitatif, agar
tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang satu dengan
peraturan yang lainnya serta memperhatikan hirarki bahwa peraturan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi sehingga tercapai kepastian hukum artinya ketentuan
yang berlaku betul-betul dilaksanakan oleh penguasa dan penegak
hukum serta menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan diberbagai tempat, yaitu :
a. Perpustakaan
1) Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl.
2) Perpustakaan Universitas Padjajaran, Jl Imam Bonjol No
21 Bandung.
3) Perpustakaan Bank Indonesia, Jl. Merdeka Bandung.
b. Situs-situs internet, diantaranya:
1) http://www.hukumonline.com
2) http://staffsite.gunadarma.ac.id/bhermana
3) http://www.dakiunta.com
4) http://www.detik.com
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan hukum ini dibagi menjadi 5 bab, yang terdiri dari:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang memberikan
gambaran secara umum dan menyeluruh serta sistematis yang
menguraikan hal-hal yang terdiri dari Latar Belakang,
Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian,
Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian
BAB II : ASPEK HUKUM MENGENAI PERJANJIAN DAN
ELEKTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT
A. Ketentuan Umum Mengenai Perjanjian Menurut Buku
III BW
B. Aspek Hukum Electronic Bill Presentment And Payment.
BAB III : TAGIHAN ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND
PAYMENT MELALUI INTERNET BANKING YANG
TIDAK SESUAI DENGAN TAGIHAN YANG
SEBENARNYA
A. Pihak-Pihak yang terkait dalam Electronic Bill
Presentment And Payment dalam Internet Banking.
B. Kasus-kasus yang Terkait Electronic Bill Presentment
And Payment yang Tidak Sesuai dengan Tagihan yang
Sebenarnya.
BAB IV : ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL
PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK
A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang
Payment Yang Tidak Sesuai Dengan Tagihan Yang
Sebenarnya Berdasarkan Buku III BW Juncto
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Nasabah
Bank Yang Mengalami Perbedaan Tagihan Electronic
Bill Presentment And Payment Dengan Tagihan Yang
Sebenarnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
BAB V : SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
23 BAB II
ASPEK HUKUM MENGENAI PERJANJIAN DAN ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT
A. Ketentuan Umum Mengenai Perjanjian Menurut Buku III BW
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib melaksanakan suatu prestasi8.
Pihak yang berhak atas suatu prestasi dinamakan kreditur atau pihak yang berpiutang sedangkan pihak yang lain yang berkewajiban melaksanakan suatu prestasi dinamakan debitur.
Suatu perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian maupun undang-undang. Menurut Pasal 1352 BW perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang menurut Pasal 1353 BW dibedakan lagi atas perbuatan yang sesuai dengan hukum (zaakwarneming) dan perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatigedaad).
8
Perjanjian menurut Pasal 1313 BW, yaitu :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
Perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana para pihak tersebut saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang kemudian dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bentuk perjanjian tersebut dapat berupa rangakaian kata-kata yang diucapkan secara lisan atau yang sering disebut dengan janji atau dapat berupa kesanggupan yang dibuat secara tertulis, dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber lainnya seperti misalnya undang-undang.
Dengan demikian kata perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perjanjian, karena perikatan itu sendiri bersumber dari perjanjian maupun dari undang-undang.
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Asas kebebasan berkontrak ini dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu9:
1. Kebebasan Berkontrak dalam arti materiil adalah bahwa kita memberikan sebuah persetujuan kepada setiap isi atau substansi yang dikehendaki dan bahwa kita tidak terkait pada tipe-tipe persetujuan tertentu. Kebebasan berkontrak dalam arti meteriil dikenal sebagai sistem terbuka persetujuan-persetujuan.
2. Kebebasan Berkontrak dalam arti formil yaitu suatu suatu persetujuan dapat diadakan menurut cara yang dikehendaki. Pada prinsipnya tidak ada persyaratan apapun tentang bentuk perjanjian. Persesuaian kehendak atau kesepakatan para pihak saja sudah cukup dan kebebasan berkontrak dalam arti formil sering juga dinamakan prinsip konsensualitas.
Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak tersebut antara lain adalah sebagai berikut10:
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ingin membuat suatu perjanjian
9
Op. Cit. Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu. hlm. 99.
10
3. Kebebasan untuk menentukkan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya
4. Kebebasan untuk menentukkan objek perjanjian
5. Kebebasan untuk menentukkan bentuk suatu perjanjian
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvulend, optional)
Selain asas kebebasan berkontrak, dikenal juga asas konsensualisme yang tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) BW.
Pada suatu perjanjian, kita dapat berpegang pada asas konsensualitas yang merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian modern dan bagi terciptanya kepastian hukum11 dan suatu perjanjian tidak dapat ditarik ataupun dibatalkan secara sepihak berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (2) BW.
Selain asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme, dalam melaksanakan suatu perjanjian para pihak haruslah memenuhi ketentuan sesuai dengan isi Pasal 1338 ayat (3) BW yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Maksud dari pasal di atas adalah bahwa pasal tersebut memerintahkan supaya para pihak dalam melaksanakan perjanjian harus dengan itikad baik yang bertujuan mencegah perbuatan yang tidak patut atau sewenang-wenang dalam melaksanakan perjanjian tersebut.
11
Itikad baik pada saat membuat suatu perjanjian berarti kejujuran sedangkan itikad baik dalam melaksanakan suatu perjanjian adalah kepatutan yaitu suatu penilaian baik terhadap tindakan suatu pihak dalam melaksanakan apa yang telah diperjanjikan12.
Pada perkembangannya asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh syarat sahnya perjanjian yang berada dalam ketentuan Pasal 1320 BW yang berbunyi sebagai berikut :
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.”
Dua syarat pertama dikatakan sebagai syarat subjektif karena mengenai orang-orang sebagai subjek hukum yang saling mengadakan perjanjian sedangkan dua syarat yang terakhir disebut juga sebagai syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri sebagai objek dari perbuatan hukum yang dilakukan13.
Apabila salah satu syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat batal karena hukum yang artinya selama para pihak belum meminta pembatalan perjanjian kepada hakim maka perjanjian masih tetap berlaku, tetapi lain halnya apabila salah satu syarat objektif tidak terpenuhi maka sifat perjanjian tersebut dapat batal demi hukum yang artinya sejak semula
12
Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Citra Aditya Bakti. Bandung. 1988, hlm. 18.
13
perjanjian tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah ada perikatan sehingga para pihak tidak memiliki dasar hukum untuk saling menuntut.
Pengertian kesepakatan para pihak yang dimaksud dalam pasal di atas adalah sepakat bagi mereka yang membuat perjanjian dengan adanya kesesuaian dan kehendak dari para pihak serta tidak ada unsur paksaan. Kesesuaian para pihak maksudnya adalah apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya14, sedangkan arti kata tidak ada paksaan diatur dalam Pasal 1323 BW bahwa suatu perjanjian yang dilakukan dengan paksaan merupakan suatu alasan untuk batalnya suatu perjanjian. Paksaan diartikan sebagai tekanan batin yang membuat salah satu pihak tidak bebas menentukan kehendaknya sebagaimana pihak tersebut tidak bebas menentukan kehendaknya dalam hal khilaf atau ditipu mengenai objek perjanjian15, sedangkan kekhilafan dapat terjadi mengenai orang atau mengenai barang (prestasi) yang menjadi tujuan para pihak dalam mengadakan perjanjian tersebut dan penipuan dapat terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak sesuai dengan objek perjanjian yang diperjanjikan yang disertai dengan bujukan-bujukan.
Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada apabila terjadi hal-hal yang tersebut di bawah ini16:
14
Loc.Cit.
15
Op.Cit. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, hlm. 10.
16
1. Adanya kesesatan atau kekeliruan (dwaling) 2. Adanya paksaan (dwaang)
3. Adanya penipuan (bedrog)
4. Dalam perkembangan lebih lanjut, dikenal pula cacat kehendak yang lain, yakni penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandighheiden)
Kecakapan para pihak maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus telah dewasa atau berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah serta sehat mental dan rohani17 yang artinya tidak sedang dibawah pengampuan (curatele). Seseorang yang dinyatakan tak cakap hukum telah diatur dalam Pasal 1330 BW yang menentukan bahwa seseorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, yaitu :
“Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : a. Orang-orang yang belum dewasa;
b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.” Setelah dikeluarkannya fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963 yang menyatakan tidak berlaku lagi Pasal 108 dan Pasal 110 BW tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum bahwa yang dinyatakan sebagai salah satu yang tak cakap hukum yaitu orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.
17
Suatu hal tertentu diartikan sebagai prestasi18. Dalam hal ini perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.
Prestasi yang dimaksud dalam suatu perikatan diatur dalam Pasal 1234 BW adalah sebagai berikut :
“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”
Berdasarkan pasal di atas, prestasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Menyerahkan atau memberikan suatu barang, misalnya dalam suatu perjanjian jual beli, tukar menukar, penghibaan (pemberian), sewa menyewa atau pinjam pakai;
2. Berbuat sesuatu, misalnya perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat sesuatu dan lain sebagainya serta;
3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak menjual suatu barang yang diberikan dan lain sebagainya.
18
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian haruslah memiliki suatu prestasi sebagai objek yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut, dan agar suatu perjanjian memiliki kekuatan yang mengikat dan sah bagi para pihak yang membuat perjanjian, maka suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW.
Sementara itu suatu sebab (oorzark) atau causa yang halal, artinya tidak lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri yang dilakukan dengan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan, selain tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku suatu causa yang halal pun tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, kesopanan, agama serta ketertiban umum sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 BW yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal dapat batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Selain asas yang telah disebutkan di atas terdapat juga asas kepribadian19 yang tercantum dalam Pasal 1340 BW yang berbunyi sebagai berikut :
19
“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317.”
Para pihak dalam melakukan suatu perjanjian, baik pelaku usaha sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur harus memperhatikan asas-asas dari perjanjian yang dibuatnya.
Asas-asas tersebut antara lain adalah sebagai berikut:20
1. Asas Konsensualisme, yaitu suatu asas kesepakatan yang mana suatu perjanjian dianggap berlaku seketika setelah ada kata sepakat antara para pihak yang juga ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW.
2. Asas Kepercayaan (Vertrouwens beginsel), yaitu suatu asas yang harus ditanamkan oleh para pihak dalam melakukan suatu perjanjian, sehingga menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak tersebut dalam melakukan perjanjian.
3. Asas Kekuatan Mengikat, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat seluruhnya pada isi perjanjian yang dibuatnya dan pada kepatutan yang berlaku, artinya selama perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan norma agama,
20
kesusilaan, kesopanan, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Asas Persamaan Hukum, maksudnya adalah setiap orang dalam hal perjanjian tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum, sehingga para pihak tidak boleh dibeda-bedakan baik itu dari segi bangsa, kekayaan, maupun jabatannya.
5. Asas Keseimbangan, maksudnya dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini pihak bank mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan nasabahnya. Namun, pihak bank tersebut memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
6. Asas Kepastian Hukum, maksudnya adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para mereka yang membuatnya.
7. Asas Moral, dalam hal ini sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.
BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.
9. Asas Kebiasaan, maksudnya perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 BW yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.
Selain asas-asas yang telah disebutkan di atas, adapula unsur-unsur yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam hal ini pihak bank dan nasabah sebagai kreditur dalam melakukan suatu perjanjian.
Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:21
1. Unsur Esensialia, merupakan objek dari perjanjian yang harus ada dalam perjanjian. Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel), seperti persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.
21
2. Unsur Naturalia, merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian, sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring).
3. Unsur Aksidentialia, merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak.
Selain unsur-unsur yang telah disebutkan di atas suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW mengandung beberapa unsur, antara lain adalah sebagai berikut22 :
1. Perbuatan,
Penggunaan kata perbuatan pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau sesuai sama lain. Pihak tersebut adalah subjek hukum baik berupa orang secara individu maupun badan hukum;
22
3. Mengikatkan dirinya,
Pada perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan atau dengan kata lain prestasi yang diperjanjikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Pengertian perjanjian yang disebutkan oleh pasal 1313 BW mempunyai kelemahan dan kelemahan tersebut Menurut Abdul Kadir Muhammad antara lain meliputi:23
1. Pengertian tersebut hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu saling mengikatkan diri, sehingga ada konsensus antara para pihak.
2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Pada pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melakukan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus, seharusnya dipakai kata persetujuan.
23
3. Pengertian perjanjian terlalu luas, karena pengertian perjanjian di atas mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harus kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III BW sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.
4. Tanpa menyebut tujuan. Pada perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Berdasarkan uraian di atas suatu perjanjian menimbulkan suatu hubungan hukum lain antara para pihak yang lazim dinamakan perikatan (verbintenis). Perikatan diartikan sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu wajib memenuhi prestasi (yang disebut debitur) dan pihak yang lain berhak atas prestasi (kreditur).
Seorang debitur atau seorang kreditur dalam pelaksanaan perjanjian yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan maka ia dapat dikatakan lalai atau wanprestasi.
Seseorang dapat dikatakan lalai atau wanprestasi apabila ia tidak memenuhi seluruh kewajibannya atau hanya memenuhi sebagian dari kewajibannya atau terlambat memenuhi kewajibannya atau memenuhi tapi tidak seperti yang diperjanjikan24. Kelalaian atau yang disebut dengan wanprestasi harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi, yaitu dengan memberi peringatan (sommatie) yang dilakukan secara tertulis sesuai ketentuan Pasal 1238 BW yang berbunyi sebagai berikut :
“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Menurut ketentuan pasal di atas suatu peringatan harus dilakukan secara tertulis, tetapi apabila dalam suatu kontrak telah ditetapkan waktu dan prestasi apa yang harus dipenuhi maka tidak perlu dilakukan peringatan dalam bentuk tertulis (sommatie) tersebut.
24
Seorang yang dianggap lalai dapat dituntut dengan berbagai kemungkinan, yaitu:
1. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun telah lewat waktu perjanjian.
2. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat meminta penggantian kerugian akibat perjanjian yang tidak atau terlambat dilaksanakan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.
3. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan ganti kerugian sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan suatu perjanjian.
4. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat meminta pembatalan perjanjian kepada hakim disertai dengan penggantian kerugian dalam hal ini perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik.
B. Aspek Hukum Electronic Bill Presentment And Payment.
konsumen, dan hal ini merupakan alat yang powerful dalam portal lembaga keuangan25.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU Perbankan, menurut jenisnya bank dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Berdasarkan jenis bank di atas, maka hanya bank umum saja yang berfungsi memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran yang artinya selain berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat, bank pun berfungsi melakukan penyaluran dana yang dihimpun dari masyarakat dan Electronic Bill Presentment and Payment merupakan salah satu cara yang ditempuh nasabah suatu bank untuk mengetahui jumlah tagihan terhadap penggunaan kartu kredit dan melakukan pembayaran secara online juga.
25
Electronic Bill Presentment and Payment merupakan salah satu bagian dari layanan yang disediakan oleh internet banking dan pengertian internet benking menurut Karen Furst yaitu26:
“Internet Banking is the use of the interest as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account on transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s website”.
Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatnya Efraim Turban yang memberikan istilah internet banking dengan istilah online banking, yakni:
“online banking, includes various banking activities conducted from home, business, or on the road instead of at a physical bank location”.
Berdasarkan pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara
online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru27.
Sejalan dengan keberadaan layanan jasa perbankan dengan media elektronik, disini dapat disampaikan tipe-tipe layanan jasa perbankan melalui media internet, antara lain sebagai berikut 28:
26
Op Cit. Budi Agus Riswandi, hlm. 20.
27
Loc.Cit.
28 Ibid.
1. Informational Web
Tipe layanan jasa perbankan ini merupakan tingkat dasar. Dalam tipe ini, layanan jasa perbankan sudah melalui internet, tetapi hanya menampilkan informasi saja. Risiko dari model layanan jasa perbankan seperti ini relatif lebih rendah. Server dan bank sendiri merupakan jaringan internal. Pada tingkatan ini, layanan internet banking dapat ditetapkan melalui bank atau pihak ketiga. Meskipun risiko relatif lebih rendah, server dan website mungkin mudah diserang untuk diubah (vulnerable to alteration). Oleh karena itu, pengawasan dan pencegahan dari yang tidak berwenang terhadap server bank harus terus dimonitor.
2. Transactional Web
risiko yang sangat besar bagi informasi nasabah dan kemudian dibutuhkan kontrol internal yang sangat kuat.
3. Wireless
Teknologi ini mengizinkan bank untuk menwarkan kepada nasabah tradisional mengenai produk dan jasa baru dengan cara pengembangan channel yang lain. Bank menyediakan produk dan jasa nasabah melalui wireless device, seperti telepon seluler, pager, dan personal digital assistants yang mempunyai akses wireless pada bank. Produk dan jasa yang ditawarkan mulai dari informasi, transaksi, dan membawa buyer dan seller untuk membawa produk dan jasa yang ditawarkan besifat sensitif dan informasi rahasia, keamanan dan pengawasan merupakan hal yang sangat esensial bagi bank yang menyediakan produk dan jasa melalui wireless.
4. PC Banking