• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Electronic Bill Presentment and Payment yang tidak Sesuai dengan Tagihan Sebenarnya Dihubungkan dengan Buku III BW JUNCTO Undang-Undang Nomro 11 Tahun 2008 Tentnag Informasi dan Transaksi Elektornik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Electronic Bill Presentment and Payment yang tidak Sesuai dengan Tagihan Sebenarnya Dihubungkan dengan Buku III BW JUNCTO Undang-Undang Nomro 11 Tahun 2008 Tentnag Informasi dan Transaksi Elektornik"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR

11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK

LEGAL VIEW CONCERNING ELECTRONIC BILL

PRESENTMENT AND PAYMENT WHICH INAPROPRIATE

WITH TRUE INVOICE CONNECTED TO BUKU III BW JUNCTO

UNDANG-UNDANG NUMBER 11/ 2008 ABOUT INFORMATION

AND ELECTRONIC TRANSACTION

Skripsi

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Jurusan Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer

Indonesia

Oleh : Vera Ferdyanthi S.

3.16.04.061

Dibawah Bimbingan :

Prof. DR. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)

Bismillahirrohmanir aik-baiknya bentuk dan melengkapinya deng am semoga tetap tercurahkan ke haribaan N

SAW yang telah mengubah umat manusia d cara berfikir ilmiah yang dilandasi dengan

(3)

ii

tak terhingga kepada Yang Terhormat Bapak Prof. DR. H. R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. serta Ibu Hetty Hassanah, S.H selaku dosen pembimbing yang telah dengan ikhlas meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

Selain itu penulis mengucapkan terima kasih dengan segenap jiwa raga kepada kedua orang tua penulis yaitu ibunda tercinta Ni Putu Oko Arsini dan ayahanda Idang Sumarna yang karena kesabaran dan keikhlasannya, maka penulis dapat menjadi orang yang lebih baik (mudah-mudahan) serta atas dorongan serta motivasinya kepada penulis sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini, baik dorongan moril terutama materil. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, Msc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, M.S, Ak, selaku Pembantu Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, MA, selaku Pembantu Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

(4)

iii

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia sekaligus Dosen Wali penulis yang telah banyak memberikan motivasi serta dorongan kepada penulis selama penulis menempuh perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Bapak Budi Fitriadi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Ibu Febilita Wulan Sari, S.H., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

10.

Yth. Ibu Rachmani Puspita Dewi, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

11.

Yth. Ibu Hj. Merry Maulin, S.H., M.MKn, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

12.

Yth. Ibu Farida Yulianty, S.H., S.E., M.Hum., selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13.

Yth. Anthon F. Susanto, S.H., M.Hum, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

(5)

iv

16. Yth. Bapak Muray selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Mama tercinta yang telah memberikan cinta, kasih dan do’a serta perhatian dan materi selama ini kepada penulis dan untuk Keluarga Besar penulis Nenekku tersayang, Jerry (Jry), Dery (Dei) dan Tomy (Omie) yang dengan ikhlas telah banyak mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis;

Untuk suamiku tercinta Ari Rizal Inayat, S.H. yang selalu memenuhi keinginan penulis dan selalu memberikan motivasi serta anak kami tercinta “Aliyya”, terima kasih karena kalian telah membuat hidupku menjadi lebih indah dan lebih berwarna;

Untuk teman-temanku seperjuangan di Fakultas Hukum Bang DQ u’re always the best!!!, Galih (eWox), Gandhi (Gandronk), Agus Mahardika (Abah), Friska (oneng), Bang Rian, Bang Ucok, Dimas, Neneng, Andre Yeremia (Teale), Muslim, Giri (Girong), Darsono (Ono), Wildan (Robot), Asep, Heris Sadela (Wuchink), Pandu, Jamal, Hendra Sinuhaji (Ucok);

(6)

v

penulis sebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang setimpal kepada mereka sesuai dengan amal perbuatannya bahkan yang berlipat ganda dan menempatkan mereka pada derajat yang tinggi.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam Tugas Akhir ini banyak terdapat banyak kesalahan dan kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca dan semoga laporan ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2009

(7)

vi

Halaman Lembar Pengesahan ...

Surat Pernyataan ...

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... vi

Abstrak ... ix

Abstract ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penulisan ... 8

E. Kerangka Pemikiran ... 9

F. Metode Penelitian ... 17

G. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DAN INTERNET BANKING A. Ketentuan Umum Mengenai Perjanjian Menurut Buku III BW ... 23

(8)

vii

SESUAI DENGAN TAGIHAN YANG SEBENARNYA

A. Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Electronic Bill

Presentment And Payment Dalam Internet Banking .... 56

B. Kasus-Kasus Yang Terkait Electronic Bill Presentment

And Payment Yang Tidak Sesuai Dengan Tagihan Yang

Sebenarnya ... 62

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang

Mengalami Tagihan Electronic Bill Presentment And

Payment Yang Tidak Sesuai Dengan Tagihan Yang

Sebenarnya Berdasarkan Buku III BW Juncto

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik ... 69

B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Nasabah

Bank Yang Mengalami Perbedaan Tagihan Electronic

Bill Presentment And Payment Dengan Tagihan Yang

(9)

viii BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92

(10)

ix

TINJAUAN HUKUM TERHADAP ELECTRONICBILL PRESENTMENT AND PAYMENT YANG TIDAK SESUAI DENGAN TAGIHAN SEBENARNYA DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI

DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Abstrak

Vera Ferdyanthi S.

Pemanfaatan teknologi dan informasi saat ini telah banyak digunakan oleh orang secara individu maupun oleh lembaga. Hasil kemajuan serta perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang paling besar pengaruhnya adalah pada lembaga keuangan. Adanya pemanfaatan internet oleh lembaga keuangan yang kini telah dikenal dengan nama internet banking memudahkan nasabahnya dalam melakukan suatu transaksi yang mengedepankan aspek kemudahan, efisiensi, flexibilitas dan kesederhanaan dan salah satu layanan daripada internet banking itu sendiri adalah

Electronic Bill Presentment and Payment yang merupakan penyajian tagihan serta pembayaran secara online. Pada kenyataannya layanan Electronic Bill Presentment and Payment yang dihadirkan suatu bank tidak sesuai dengan tagihan yang sebenarnya yaitu terdapat tagihan ganda atas suatu transaksi yang sama dengan nilai transaksi yang sama serta pada waktu yang sama, hal ini menyatakan bahwa lembaga perbankan tersebut telah lalai dalam melakukan prestasinya yaitu telah keliru atau tidak sesuai dalam mencatat seluruh transaksi yang dilakukan nasabahnya secara tepat sehingga menimbulkan kerugian bagi nasabahnya. Permasalahan-permasalahan tersebut menimbulkan beberapa pertanyaan diantaranya adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah yang dirugikan serta tindakan hukum yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut di atas.

Untuk mencapai tujuan diatas, maka Penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis

dengan menggunakan metode pendekatan secara yuridis normatif. Data hasil penelitian dianalisis secara yuridis kualitatif, yang mana peraturan perundang-undangan yang satu tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, serta memperhatikan hirarki peraturan perundang-undangan dan kepastian hukum.

(11)

x

LEGAL VIEW CONCERNING ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT WHICH INAPROPRIATE WITH TRUE INVOICE CONNECTED

TO BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG NUMBER 11/ 2008 ABOUT INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTION

Abstract

Vera Ferdyanthi S.

The exploiting of information and technology at present has much being used by people individualy and also by institution. The bigest influence of the output progress and technological information and communication development are on the financial institution. Existence of the internet exploiting by financial institution what is recognized as internet banking were facilitating the customer on the transaction which placing forward the easy factor, efficiency, flexibility and simplicity where one of the service on internet banking itself are Electronic Bill Presentment and Payment which were online invoice and payment. Electronic Bill Presentment and Payment what is attended by the bank on reality are inapropriate with the true invoice which is the existence of double invoice on one same transaction with the same value and time of the transaction, it’s showing that the banking institution have neglected in doing its obligation which is wrong or inapropriate on noting entire trnsaction that conducted by the costumers correctly so that causing loss to the costumers. That problems causing some question which one other things is how were the law protection concerning the lossy costumers and what law action could conducted to solving the problems above.

To reach the porpose above, then the writer do some analitycal description research with normative juridical approach. The data has been qualitative juridical analyzed considering the hierarchy of the regulations it self and to achieve law certainness.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu pengetahuan yang selalu berkembang setiap harinya membawa

dampak terhadap perkembangan segala aspek dalam kehidupan manusia

pada umumnya, dan kebutuhan masyarakat akan teknologi dan informasi

yang semakin hari semakin berkembang baik dari segi sarana maupun

prasarana tidak luput dari arus perkembangan ilmu pengetahuan tersebut.

Kebutuhan masyarakat demi terwujudnya pertukaran informasi mendorong

kemajuan teknologi yang semakin pesat. Teknologi yang semakin

berkembang telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless).

Dengan adanya pertukaran informasi yang dapat dilakukan melalui berbagai

media, mulai dari media cetak, radio, televisi, internet dan sebagainya yang

menyebabkan terjadinya pertukaran informasi dan komunikasi baik secara

searah maupun dua arah dan membawa kehidupan manusia yang bersifat

lebih dinamis dan modern serta mengubah pola kehidupan manusia.

Pemanfaatan teknologi dan informasi saat ini telah banyak digunakan oleh

orang secara individu maupun oleh lembaga. Hasil kemajuan serta

perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang paling besar

pengaruhnya adalah pada lembaga keuangan. Adanya pemanfaatan internet

(13)

banking maka konsumen (nasabah) dapat melakukan suatu transaksi yang

mengedepankan aspek kemudahan, efisiensi, flexibilitas dan kesederhanaan

yang tentunya merupakan media alternatif dalam memberikan kemudahan

bagi nasabah lembaga keuangan bank tersebut1.

Berkembangnya internet banking sebagai suatu layanan keuangan, tidak

terlepas dari beberapa keuntungan yang dapat diraih dengan memanfaatkan

internet banking tersebut. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan

bahwa industri perbankan saat ini banyak mengadopsi konsep internet

banking, diantaranya adalah untuk memperluas jangkauan akses pasarnya,

meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap para nasabahnya dan

yang lebih penting bahwa penerapan internet banking ini dapat dijadikan

sebagai sarana strategis untuk melakukan kompetisi antar bank yang sangat

ketat2.

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi di perbankan nasional

relatif lebih maju dibandingkan sektor lainnya. Berbagai jenis teknologinya

diantaranya meliputi Automated Teller Machine (ATM), Banking

Application System, Real Time Gross Settlement System, Sistem Kliring

Elektronik, dan internet banking. Bank Indonesia sendiri lebih sering

menggunakan istilah Teknologi Sistem Informasi (TSI) Perbankan untuk

semua terapan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan

perbankan. Istilah lain yang lebih sering digunakan adalah Electronic

1 Budi Agus Riswandi, Aspek Hukum Internet Banking, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005, hlm. 1.

2

(14)

Banking. Electronic Banking mencakup wilayah yang luas dari teknologi

yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Beberapa diantaranya terkait dengan

layanan perbankan di garis depan atau front end, seperti ATM dan

komputerisiasi (sistem) perbankan, dan beberapa kelompok lainnya bersifat

back end, yaitu teknologi-teknologi yang digunakan oleh lembaga

keuangan, merchant, atau penyedia jasa transaksi, misalnya electronic check

conversion3.

Saat ini, sebagian besar layanan E-banking terkait langsung dengan rekening

bank. Jenis E-Banking yang tidak terkait rekening biasanya berbentuk nilai

moneter yang tersimpan dalam basis data atau dalam sebuah kartu (chip

dalam smartcard). Semakin berkembangnya teknologi dan kompleksitas

transaksi, berbagai jenis E-banking semakin sulit dibedakan karena fungsi

dan fiturnya cenderung terintegrasi atau mengalami konvergensi, contohnya

kartu plastik yang memiliki magnetic strip yang memungkinkan transaksi

terkait dengan rekening bank, dan juga memiliki nilai moneter yang

tersimpan dalam sebuah chip, terkadang kedua jenis kartu tersebut disebut

debit card oleh merchant atau vendor4.

Hadirnya layanan E-banking di Indonesia membawa dampak terhadap

perlunya peraturan yang lebih bersifat fleksibel untuk menangani seluruh

aspek yang terkait dengan berlangsungnya layanan E-banking tersebut, dan

peraturan berkaitan dengan E-banking tersebut salah satunya adalah

3

http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana, diakses pada tanggal 28 Februari 2009, pukul 08.45 WIB

4

(15)

Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yaitu yang tercantum

dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa usaha bank umum salah satunya

adalah melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang

tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku.

E-banking adalah salah satu layanan perbankan yang menggunakan serta

memanfaatkan penyelenggaraan sistem elektronik. Penyelenggaraan sistem

elektronik tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu bahwa setiap

penyelenggaraan elektronik harus diselenggarakan secara andal dan aman

serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik tersebut

sebagaimana mestinya.

Salah satu layanan yang telah digunakan oleh berbagai industri bahkan

lembaga keuangan bank/perbankan yang menggunakan sistem teknologi

informasi Internet adalah Electronic Bill Presentment and Payment yang

memuat tagihan yang akan dikirimkan, dan dibayar melalui internet.

Tagihan elektronik tersebut dapat berupa kiriman e-mail dan catatan dalam

rekening bank .

Membeli produk melalui Internet dengan kartu kredit telah menjadi suatu

kebiasaan, namun untuk melihat tagihan kartu kredit itu sendiri kini telah

dapat dilakukan secara online, yaitu dengan hadirnya layanan Electronic Bill

(16)

secara online hingga melakukan pembayaran secara elektronik dari tagihan

online tersebut.

Pada perkembangannya, layanan Electronic Bill Presentment And Payment

memudahkan para nasabah bank untuk mengakses tagihan secara online

yang dapat dilakukan dengan cara yang lebih efisien. Setiap nasabah yang

ingin mengaplikasikan layanan Electronic Bill Presentment And Payment

dalam penerbitan dan penggunaan suatu kartu kredit di suatu lembaga

keuangan perbankan maka nasabah tersebut melakukan perjanjian dalam

suatu klausula baku yang diterbitkan oleh lembaga perbankan tersebut

dengan mengacu pada Buku III BW yaitu Pasal 1313 tentang perjanjian dan

syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW serta kaitannya

dengan Pasal 1338 ayat (1) BW tentang kebebasan berkontrak dan adanya

konsensualisme terhadap perjanjian yang telah saling sepakat tersebut,

namun dalam kenyataanya layanan Electronic Bill Presentment And

Payment juga dapat menimbulkan permasalahan hukum tersendiri, misalnya

terdapat perbedaan tagihan antara tagihan yang sebenarnya dengan

Electronic Bill Presentment And Payment. Contoh kasus yang terjadi adalah

tagihan yang dikirimkan oleh Citibank kepada salah satu nasabahnya yang

menggunakan layanan Electronic Bill Presentment And Payment yaitu

terdapat nominal tagihan elektronik yang tidak sesuai dengan nominal

tagihan sebenarnya, dalam hal ini terdapat tagihan yang tidak sesuai yaitu

dua kali penagihan (tagihan ganda) terhadap barang yang sama pada tanggal

(17)

yang termuat dalam electronic statement (bentuk dari layanan Electronic

Bill Presentment And Payment di Citibank yang dikirimkan oleh pihak

Citibank melalui e-mail). Kondisi ini tentu berdampak pada ketidakpuasan

dan ketidakpercayaan nasabah terhadap layanan Electronic Bill Presentment

And Payment yang ditawarkan oleh lembaga keuangan perbankan tersebut.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Bank Indonesia telah mengeluarkan

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan khususnya terdapat dalam

Pasal 6 yang mengatur usaha bank umum dapat melakukan kegiatan lain

atau dalam hal ini adalah menggunakan layanan E-banking dan Peraturan

Bank Indonesia Nomor 9/15/PBI/2007 tanggal 30 November 2007 tentang

Penerapan Manajemen Resiko Dalam Penggunaan Teknologi Informasi

Oleh Bank Umum yang isinya mencabut Surat Keputusan Direksi Bank

Indonesia No. 27/164/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995, Surat Edaran Bank

Indonesia Nomor 27/9/UPPB Tanggal 31 Maret 1995 tentang Penggunaan

Teknologi Sistem Informasi oleh Bank Umum, SK DIR BI No.

31/175/KEP/DIR Tanggal 22 Desember 1998, SE BI No. 31/14/UPPB

Tanggal 22 Desember 1998, PBI No. 1/11/PBI/1999 Tanggal 22 Desember

1999 dan SE BI No. 6/18/DPNP Tanggal 20 April 2004 tentang Penerapan

Manajemen Resiko Pada Aktifitas Pelayanan Jasa Bank Melalui Internet

(Internet Banking), yang mengatur tentang penyelenggaraan sistem

elektronik yang salah satunya digunakan oleh lembaga keuangan perbankan,

(18)

keuangan bank tersebut serta dalam pelaksanaan dari layanan E-banking

yang memuat mengenai persetujuan serta perjanjian semua pihak yang

terkait, maka peraturan yang digunakan adalah Buku III BW yang mengatur

tentang kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian sebagai

perlindungan hukum serta kepastian hukum bagi kedua belah pihak yang

mengadakan perjanjian, yaitu antara nasabah dan lembaga keuangan bank

tersebut.

Berdasarkan uraian singkat diatas , maka Penulis mencoba melakukan

penelitian dengan mengambil judul: “TINJAUAN HUKUM TERHADAP

ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT YANG

TIDAK SESUAI DENGAN TAGIHAN SEBENARNYA

DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK ”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan tentang Electronic Bill Presentment And

Payment yang tidak sesuai dengan tagihan sebenarnya berdasarkan

Buku III BW Juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

(19)

2. Tindakan hukum apa yang dapat dilakukan oleh nasabah bank yang

mengalami perbedaan tagihan antara tagihan Electronic Bill

Presentment And Payment dengan tagihan yang sebenarnya

berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik?

C. Maksud Dan Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah:

1. Untuk mengkaji dan menganalisis pengaturan tentang Electronic Bill

Presentment And Payment yang tidak sesuai dengan tagihan

sebenarnya berdasarkan Buku III BW Juncto Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

2. Untuk mengkaji dan menganalisis tindakan hukum yang dapat

dilakukan oleh nasabah bank yang mengalami perbedaan tagihan

antara tagihan Electronic Bill Presentment And Payment dengan

tagihan yang sebenarnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang didapat antara lain:

1. Kegunaan secara teoritis

Berdasarkan segi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat

(20)

mengenai masalah Electronic Bill Presentment And Payment dalam

dunia perbankan.

2. Kegunaan secara praktis

Berdasarkan segi praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan,

termasuk pihak yang berwenang dalam rangka peningkatan mutu dan

kualitas layanan Electronic Bill Presentment And Payment dalam

dunia perbankan.

E. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 alinea keempat

ditegaskan bahwa:

“….Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 di atas menjelaskan

tentang Pancasila yang terdiri dari lima sila dan apabila dilihat secara bulat

atau holistik (satu kesatuan), yaitu dengan melihat dasar pikiran dalam Sila

Pertama, Ketiga dan Kelima, maka keseimbangan (balance) merupakan

(21)

dijelaskan dalam keseluruhan silanya adalah keseimbangan antara

kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat serta kepentingan

penguasa, yang dituntun oleh Sila Ketuhanan5.

Alinea keempat di atas merupakan landasan hukum dalam upaya

melindungi seluruh masyarakat Indonesia tidak terkecuali setiap orang yang

melakukan perbuatan hukum yang bersinggungan dengan Electronic Bill

Presentment And Payment dalam suatu layanan perbankan yaitu untuk

mendapatkan perlindungan hukum dalam keseimbangan kepentingan antara

kepentingan nasabah dengan kepentingan pelaku usaha dalam hal ini adalah

pihak perbankan.

Pelaksanaan Electronic Bill Presentment And Payment yang dilakukan

secara online, harus berdasarkan pada aturan hukum yang berlaku guna

terciptanya kepastian hukum seperti yang dijelaskan dalam Penjelasan

Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa

Indonesia adalah Negara hukum bukan Negara kekuasaan belaka.

Penyelenggaraan Electronic Bill Presentment And Payment dalam suatu

fasilitas kartu kreditpun tidak terlepas dari ketentuan dari adanya suatu

perjanjian. Perjanjian menurut Pasal 1313 Burgelijk Wetboek (yang

selanjutnya dalam penulisan ini disebut dengan BW), yaitu :

5

(22)

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak tentunya berlaku dan mengikat

untuk para pihak yang mengikatkan dirinya dalam perjanjian tersebut, hal

ini sesuai dengan asas konsensualitas yang termuat dalam Pasal 1338 ayat

(1) BW, yang berbunyi sebagai berikut:

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.”

Asas konsensualitas merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian

modern dan bagi tercapainya kepastian hukum, yang artinya untuk

melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya kata sepakat

mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut dan perjanjian dapat

dikatakan lahir setelah adanya konsensus tersebut6.

Selain asas konsensualitas di atas, terdapat satu asas yang juga sangat

cenderung terhadap perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam Buku III

BW, yaitu asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak adalah

kebebasan setiap subjek hukum dalam menentukan setiap bentuk dan isi

perjanjian selama tidak bertentangan dengan agama, kesopanan, kesusilaan

ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6

(23)

Menurut hukum perjanjian, ruang lingkup dari asas kebebasan berkontrak

adalah sebagai berikut7:

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat

perjanjian,

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian

yang akan dibuatnya,

4. Kebebasan untuk menentukkan objek perjanjian,

5. Kebebasan untuk menentukkan bentuk suatu perjanjian,

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi undang-undang yang

bersifat opsional (aanvullend, optional)

Electronic Bill Presentment And Payment adalah wujud dari adanya

kebebasan berkontrak, karena perjanjian mengenai Electronic Bill

Presentment And Payment tersebut tidak diatur dalam Buku III BW, namun

dasar dari dibuatnya perjanjian tersebut mengacu pada Pasal 1338 ayat (1)

yaitu adanya asas kebebasan berkontrak.

Setiap orang yang terlibat dalam suatu perjanjian akan mengakibatkan

adanya hubungan hukum. Hubungan hukum yang berasal dari perjanjian

tersebut adalah hubungan hukum yang terjadi karena telah adanya suatu

persetujuan atau adanya kesepakatan yang dibuat oleh para pihak tersebut

dalam suatu perjanjian. Kesepakatan para pihak merupakan salah satu dari

7

(24)

syarat sahnya suatu perjanjian, dan syarat sahnya perjanjian diatur dalam

Pasal 1320 BW, yaitu :

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal”.

Electronic Bill Presentment And Payment adalah bentuk pembayaran

tagihan yang disampaikan atau diinformasikan kepada nasabah atau

pelanggan secara online, misalnya melalui e-mail atau catatan dalam

rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan dapat

membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran secara

elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut8.

Electronic Bill Presentment And Payment merupakan layanan yang

digunakan oleh lembaga keuangan, dalam hal ini adalah bank. Pengertian

bank menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan (yang selanjutnya dalam penulisan ini disebut dengan UU

Perbankan), yaitu :

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

8

(25)

Usaha bank menurut Pasal 1 angka 3 UU Perbankan adalah :

“Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran”.

Selanjutnya dalam Pasal 6 UU Perbankan, disebutkan bahwa usaha bank

umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, memberikan kredit,

menerbitkan surat pengakuan hutang, membeli, menjual atau menjamin atas

risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya,

memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan nasabah, menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau

meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat,

sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya,

menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan antar pihak ketiga, menyediakan tempat untuk

menyimpan barang dan surat berharga, melakukan kegiatan penitipan untuk

kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak, melakukan penempatan

dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang

tidak tercatat di bursa efek, melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu

kredit dan kegiatan wali amanat, menyediakan pembiayaan dan atau

(26)

ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, melakukan kegiatan lain

yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan

Undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kegiatan lain yang dilakukan perbankan misalnya adalah pemberian layanan

perbankan melalui media elektronik atau selanjutnya disebut Electronic

Banking. Electronic Banking menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor

9/15/PBI/2007 tentang Penerapan Manajemen Resiko dalam Penggunaan

Teknologi Informasi oleh Bank Umumadalah layanan yang memungkinkan

nasabah Bank untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan

melakukan transaksi perbankan melalui media elektronik antara lain ATM,

phonebanking, electronic fund transfer, internet banking, mobile phone.

Menurut Karen Furst internet banking, yaitu9:

Internet Banking is the use of the interest as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account on transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s website”.

Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatnya Efraim Turban, yang

member istilah internet banking dengan istilah online banking, yakni:

online banking, includes various banking activities conducted from home,

business, or on the road instead of at a physical bank location”.

Berdasarkan pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa

internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh

9

(27)

bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara

online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru.10

Layanan perbankan melalui media elektronik tersebut merupakan suatu

sistem elektronik yang dimiliki oleh bank guna memfasilitasi nasabahnya

dengan berbagai fasilitas yang disediakan suatu perbankan. Sistem

elektronik menurut Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah serangkaian

perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,

mengumumkan, mengirimkan dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

Dasar hukum penyelenggaraan sistem elektronik itu sendiri diatur dalam

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik, yang terdapat dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2008 yang berbunyi:

“ (1) Setiap penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya (2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap

penyelenggaraan sistem elektroniknya

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik”

Layanan Electronic Bill Presentment And Payment adalah salah satu

layanan yang terdapat dalam internet banking. Layanan ini bertujuan untuk

10

(28)

memudahkan para nasabah dalam mengetahui jumlah tagihan yang

disampaikan secara online berikut dengan penyajian pembayaran yang dapat

dilakukan secara online.

F. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan penulis berdasarkan metode penelitian:

1. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang dilakukan adalah secara deskriptif analitis,

yaitu suatu metode penelitian dilakukan dengan cara melukiskan dan

menggambarkan fakta-fakta baik berupa data sekunder bahan hukum

primer Buku III BW dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, data sekunder bahan

hukum sekunder yang berupa doktrin atau pendapat para ahli dan data

sekunder bahan hukum tertier seperti data-data yang didapat melalui

artikel majalah dan brosur yang berkaitan dengan Electronic Bill

Presentment And Payment melalui electronic banking.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan dalam Penulisan ini yaitu bersifat yuridis

normatif, yaitu suatu metode hukum dikonsepsikan sebagai norma,

kaidah, asas atau dogma-dogma. Sepanjang penulisan ini, penulis

(29)

berdasarkan kata-kata yang terdapat dalam peraturan

perundang-undangan, juga dilakukan pendekatan terhadap bahan hukum non

-Undang-Undang;

3. Tahap penelitian

a. Studi kepustakaan (Library Research)

Penelitian ini dilakukan dengan mencari data berupa:

1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan

perundang-undangan yang antara lain: Buku III BW ,

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik;

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa

doktrin atau pendapat para ahli hukum terkemuka;

3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan yang memberikan

informasi-informasi berupa artikel, majalah, dan makalah.

b. Studi Lapangan, yaitu wawancara terstruktur dengan pihak yang

terkait dan searching melalui situs-situs di internet yang

(30)

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan data yang

erat kaitannya dengan Electronic Bill Presentment and Payment yang

diperoleh dari buku-buku teks, perundang-undangan, hasil penelitian,

majalah, artikel dan lain-lain, serta wawancara dengan pihak-pihak

terkait dan mengunjungi situs internet.

5. Metode Analisis Data

Data yang penulis peroleh, dianalisis secara yuridis kualitatif, agar

tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang satu dengan

peraturan yang lainnya serta memperhatikan hirarki bahwa peraturan

yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang

lebih tinggi sehingga tercapai kepastian hukum artinya ketentuan

yang berlaku betul-betul dilaksanakan oleh penguasa dan penegak

hukum serta menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan diberbagai tempat, yaitu :

a. Perpustakaan

1) Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl.

(31)

2) Perpustakaan Universitas Padjajaran, Jl Imam Bonjol No

21 Bandung.

3) Perpustakaan Bank Indonesia, Jl. Merdeka Bandung.

b. Situs-situs internet, diantaranya:

1) http://www.hukumonline.com

2) http://staffsite.gunadarma.ac.id/bhermana

3) http://www.dakiunta.com

4) http://www.detik.com

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan hukum ini dibagi menjadi 5 bab, yang terdiri dari:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bagian pendahuluan yang memberikan

gambaran secara umum dan menyeluruh serta sistematis yang

menguraikan hal-hal yang terdiri dari Latar Belakang,

Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian,

Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian

(32)

BAB II : ASPEK HUKUM MENGENAI PERJANJIAN DAN

ELEKTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT

A. Ketentuan Umum Mengenai Perjanjian Menurut Buku

III BW

B. Aspek Hukum Electronic Bill Presentment And Payment.

BAB III : TAGIHAN ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND

PAYMENT MELALUI INTERNET BANKING YANG

TIDAK SESUAI DENGAN TAGIHAN YANG

SEBENARNYA

A. Pihak-Pihak yang terkait dalam Electronic Bill

Presentment And Payment dalam Internet Banking.

B. Kasus-kasus yang Terkait Electronic Bill Presentment

And Payment yang Tidak Sesuai dengan Tagihan yang

Sebenarnya.

BAB IV : ANALISIS HUKUM MENGENAI ELECTRONIC BILL

PRESENTMENT AND PAYMENT DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BW JUNCTO UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK

A. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Yang

(33)

Payment Yang Tidak Sesuai Dengan Tagihan Yang

Sebenarnya Berdasarkan Buku III BW Juncto

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

B. Tindakan Hukum Yang Dapat Dilakukan Oleh Nasabah

Bank Yang Mengalami Perbedaan Tagihan Electronic

Bill Presentment And Payment Dengan Tagihan Yang

Sebenarnya Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

(34)

23 BAB II

ASPEK HUKUM MENGENAI PERJANJIAN DAN ELECTRONIC BILL PRESENTMENT AND PAYMENT

A. Ketentuan Umum Mengenai Perjanjian Menurut Buku III BW

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib melaksanakan suatu prestasi8.

Pihak yang berhak atas suatu prestasi dinamakan kreditur atau pihak yang berpiutang sedangkan pihak yang lain yang berkewajiban melaksanakan suatu prestasi dinamakan debitur.

Suatu perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian maupun undang-undang. Menurut Pasal 1352 BW perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan yang lahir dari undang-undang saja dan perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang menurut Pasal 1353 BW dibedakan lagi atas perbuatan yang sesuai dengan hukum (zaakwarneming) dan perbuatan yang melawan hukum (onrechtmatigedaad).

8

(35)

Perjanjian menurut Pasal 1313 BW, yaitu :

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Perjanjian adalah suatu peristiwa yang mana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana para pihak tersebut saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang kemudian dari peristiwa tersebut timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Bentuk perjanjian tersebut dapat berupa rangakaian kata-kata yang diucapkan secara lisan atau yang sering disebut dengan janji atau dapat berupa kesanggupan yang dibuat secara tertulis, dengan demikian hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan dan perjanjian adalah sumber perikatan disamping sumber-sumber lainnya seperti misalnya undang-undang.

Dengan demikian kata perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari perjanjian, karena perikatan itu sendiri bersumber dari perjanjian maupun dari undang-undang.

(36)

“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Asas kebebasan berkontrak ini dapat ditinjau dari dua sudut pandang yaitu9:

1. Kebebasan Berkontrak dalam arti materiil adalah bahwa kita memberikan sebuah persetujuan kepada setiap isi atau substansi yang dikehendaki dan bahwa kita tidak terkait pada tipe-tipe persetujuan tertentu. Kebebasan berkontrak dalam arti meteriil dikenal sebagai sistem terbuka persetujuan-persetujuan.

2. Kebebasan Berkontrak dalam arti formil yaitu suatu suatu persetujuan dapat diadakan menurut cara yang dikehendaki. Pada prinsipnya tidak ada persyaratan apapun tentang bentuk perjanjian. Persesuaian kehendak atau kesepakatan para pihak saja sudah cukup dan kebebasan berkontrak dalam arti formil sering juga dinamakan prinsip konsensualitas.

Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak tersebut antara lain adalah sebagai berikut10:

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ingin membuat suatu perjanjian

9

Op. Cit. Johannes Ibrahim dan Lindawati Sewu. hlm. 99.

10

(37)

3. Kebebasan untuk menentukkan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya

4. Kebebasan untuk menentukkan objek perjanjian

5. Kebebasan untuk menentukkan bentuk suatu perjanjian

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvulend, optional)

Selain asas kebebasan berkontrak, dikenal juga asas konsensualisme yang tertuang dalam Pasal 1338 ayat (1) BW.

Pada suatu perjanjian, kita dapat berpegang pada asas konsensualitas yang merupakan syarat mutlak bagi hukum perjanjian modern dan bagi terciptanya kepastian hukum11 dan suatu perjanjian tidak dapat ditarik ataupun dibatalkan secara sepihak berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (2) BW.

Selain asas kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme, dalam melaksanakan suatu perjanjian para pihak haruslah memenuhi ketentuan sesuai dengan isi Pasal 1338 ayat (3) BW yang berbunyi sebagai berikut:

“Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.

Maksud dari pasal di atas adalah bahwa pasal tersebut memerintahkan supaya para pihak dalam melaksanakan perjanjian harus dengan itikad baik yang bertujuan mencegah perbuatan yang tidak patut atau sewenang-wenang dalam melaksanakan perjanjian tersebut.

11

(38)

Itikad baik pada saat membuat suatu perjanjian berarti kejujuran sedangkan itikad baik dalam melaksanakan suatu perjanjian adalah kepatutan yaitu suatu penilaian baik terhadap tindakan suatu pihak dalam melaksanakan apa yang telah diperjanjikan12.

Pada perkembangannya asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh syarat sahnya perjanjian yang berada dalam ketentuan Pasal 1320 BW yang berbunyi sebagai berikut :

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.”

Dua syarat pertama dikatakan sebagai syarat subjektif karena mengenai orang-orang sebagai subjek hukum yang saling mengadakan perjanjian sedangkan dua syarat yang terakhir disebut juga sebagai syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri sebagai objek dari perbuatan hukum yang dilakukan13.

Apabila salah satu syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian dapat batal karena hukum yang artinya selama para pihak belum meminta pembatalan perjanjian kepada hakim maka perjanjian masih tetap berlaku, tetapi lain halnya apabila salah satu syarat objektif tidak terpenuhi maka sifat perjanjian tersebut dapat batal demi hukum yang artinya sejak semula

12

Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Citra Aditya Bakti. Bandung. 1988, hlm. 18.

13

(39)

perjanjian tidak pernah dilahirkan dan tidak pernah ada perikatan sehingga para pihak tidak memiliki dasar hukum untuk saling menuntut.

Pengertian kesepakatan para pihak yang dimaksud dalam pasal di atas adalah sepakat bagi mereka yang membuat perjanjian dengan adanya kesesuaian dan kehendak dari para pihak serta tidak ada unsur paksaan. Kesesuaian para pihak maksudnya adalah apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya14, sedangkan arti kata tidak ada paksaan diatur dalam Pasal 1323 BW bahwa suatu perjanjian yang dilakukan dengan paksaan merupakan suatu alasan untuk batalnya suatu perjanjian. Paksaan diartikan sebagai tekanan batin yang membuat salah satu pihak tidak bebas menentukan kehendaknya sebagaimana pihak tersebut tidak bebas menentukan kehendaknya dalam hal khilaf atau ditipu mengenai objek perjanjian15, sedangkan kekhilafan dapat terjadi mengenai orang atau mengenai barang (prestasi) yang menjadi tujuan para pihak dalam mengadakan perjanjian tersebut dan penipuan dapat terjadi apabila salah satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak sesuai dengan objek perjanjian yang diperjanjikan yang disertai dengan bujukan-bujukan.

Suatu perjanjian dapat mengandung cacat kehendak atau kata sepakat dianggap tidak ada apabila terjadi hal-hal yang tersebut di bawah ini16:

14

Loc.Cit.

15

Op.Cit. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, hlm. 10.

16

(40)

1. Adanya kesesatan atau kekeliruan (dwaling) 2. Adanya paksaan (dwaang)

3. Adanya penipuan (bedrog)

4. Dalam perkembangan lebih lanjut, dikenal pula cacat kehendak yang lain, yakni penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandighheiden)

Kecakapan para pihak maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus telah dewasa atau berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah serta sehat mental dan rohani17 yang artinya tidak sedang dibawah pengampuan (curatele). Seseorang yang dinyatakan tak cakap hukum telah diatur dalam Pasal 1330 BW yang menentukan bahwa seseorang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, yaitu :

“Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.” Setelah dikeluarkannya fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 tanggal 5 September 1963 yang menyatakan tidak berlaku lagi Pasal 108 dan Pasal 110 BW tentang wewenang seorang istri untuk melakukan perbuatan hukum bahwa yang dinyatakan sebagai salah satu yang tak cakap hukum yaitu orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya.

17

(41)

Suatu hal tertentu diartikan sebagai prestasi18. Dalam hal ini perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

Prestasi yang dimaksud dalam suatu perikatan diatur dalam Pasal 1234 BW adalah sebagai berikut :

“Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.”

Berdasarkan pasal di atas, prestasi dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Menyerahkan atau memberikan suatu barang, misalnya dalam suatu perjanjian jual beli, tukar menukar, penghibaan (pemberian), sewa menyewa atau pinjam pakai;

2. Berbuat sesuatu, misalnya perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat sesuatu dan lain sebagainya serta;

3. Tidak berbuat sesuatu, misalnya perjanjian untuk tidak menjual suatu barang yang diberikan dan lain sebagainya.

18

(42)

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian haruslah memiliki suatu prestasi sebagai objek yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut, dan agar suatu perjanjian memiliki kekuatan yang mengikat dan sah bagi para pihak yang membuat perjanjian, maka suatu perjanjian harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 BW.

Sementara itu suatu sebab (oorzark) atau causa yang halal, artinya tidak lain adalah isi dari perjanjian itu sendiri yang dilakukan dengan tidak boleh melanggar peraturan perundang-undangan, selain tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku suatu causa yang halal pun tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan, kesopanan, agama serta ketertiban umum sesuai dengan ketentuan Pasal 1337 BW yang berbunyi sebagai berikut:

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.

Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal dapat batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.

Selain asas yang telah disebutkan di atas terdapat juga asas kepribadian19 yang tercantum dalam Pasal 1340 BW yang berbunyi sebagai berikut :

19

(43)

“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317.”

Para pihak dalam melakukan suatu perjanjian, baik pelaku usaha sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur harus memperhatikan asas-asas dari perjanjian yang dibuatnya.

Asas-asas tersebut antara lain adalah sebagai berikut:20

1. Asas Konsensualisme, yaitu suatu asas kesepakatan yang mana suatu perjanjian dianggap berlaku seketika setelah ada kata sepakat antara para pihak yang juga ditegaskan dalam Pasal 1338 ayat (1) BW.

2. Asas Kepercayaan (Vertrouwens beginsel), yaitu suatu asas yang harus ditanamkan oleh para pihak dalam melakukan suatu perjanjian, sehingga menumbuhkan kepercayaan di antara para pihak tersebut dalam melakukan perjanjian.

3. Asas Kekuatan Mengikat, yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa para pihak yang membuat perjanjian terikat seluruhnya pada isi perjanjian yang dibuatnya dan pada kepatutan yang berlaku, artinya selama perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan norma agama,

20

(44)

kesusilaan, kesopanan, ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Asas Persamaan Hukum, maksudnya adalah setiap orang dalam hal perjanjian tersebut mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum, sehingga para pihak tidak boleh dibeda-bedakan baik itu dari segi bangsa, kekayaan, maupun jabatannya.

5. Asas Keseimbangan, maksudnya dalam melaksanakan perjanjian harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, dalam hal ini pihak bank mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan nasabahnya. Namun, pihak bank tersebut memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

6. Asas Kepastian Hukum, maksudnya adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para mereka yang membuatnya.

7. Asas Moral, dalam hal ini sikap moral yang baik harus menjadi motivasi para pihak yang membuat dan melaksanakan perjanjian.

(45)

BW yang menyatakan bahwa suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang.

9. Asas Kebiasaan, maksudnya perjanjian harus mengikuti kebiasaan yang lazim dilakukan, sesuai dengan isi pasal 1347 BW yang berbunyi hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukkan ke dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. Hal ini merupakan perwujudan dari unsur naturalia dalam perjanjian.

Selain asas-asas yang telah disebutkan di atas, adapula unsur-unsur yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam hal ini pihak bank dan nasabah sebagai kreditur dalam melakukan suatu perjanjian.

Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:21

1. Unsur Esensialia, merupakan objek dari perjanjian yang harus ada dalam perjanjian. Sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta (constructieve oordeel), seperti persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.

21

(46)

2. Unsur Naturalia, merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian, sehingga secara diam-diam melekat pada perjanjian, seperti menjamin tidak ada cacat dalam benda yang dijual (vrijwaring).

3. Unsur Aksidentialia, merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjikan oleh para pihak, seperti ketentuan-ketentuan mengenai domisili para pihak.

Selain unsur-unsur yang telah disebutkan di atas suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW mengandung beberapa unsur, antara lain adalah sebagai berikut22 :

1. Perbuatan,

Penggunaan kata perbuatan pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;

2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,

Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok atau sesuai sama lain. Pihak tersebut adalah subjek hukum baik berupa orang secara individu maupun badan hukum;

22

(47)

3. Mengikatkan dirinya,

Pada perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan atau dengan kata lain prestasi yang diperjanjikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.

Pengertian perjanjian yang disebutkan oleh pasal 1313 BW mempunyai kelemahan dan kelemahan tersebut Menurut Abdul Kadir Muhammad antara lain meliputi:23

1. Pengertian tersebut hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu saling mengikatkan diri, sehingga ada konsensus antara para pihak.

2. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Pada pengertian perbuatan termasuk juga tindakan melakukan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming), tindakan melawan hukum (onrechmatige daad) yang tidak mengandung suatu konsensus, seharusnya dipakai kata persetujuan.

23

(48)

3. Pengertian perjanjian terlalu luas, karena pengertian perjanjian di atas mencakup juga pelangsungan perkawinan, janji kawin, yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harus kekayaan saja. Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III BW sebenarnya adalah perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.

4. Tanpa menyebut tujuan. Pada perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.

Berdasarkan uraian di atas suatu perjanjian menimbulkan suatu hubungan hukum lain antara para pihak yang lazim dinamakan perikatan (verbintenis). Perikatan diartikan sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu wajib memenuhi prestasi (yang disebut debitur) dan pihak yang lain berhak atas prestasi (kreditur).

(49)

Seorang debitur atau seorang kreditur dalam pelaksanaan perjanjian yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kewajibannya sebagaimana yang telah diperjanjikan maka ia dapat dikatakan lalai atau wanprestasi.

Seseorang dapat dikatakan lalai atau wanprestasi apabila ia tidak memenuhi seluruh kewajibannya atau hanya memenuhi sebagian dari kewajibannya atau terlambat memenuhi kewajibannya atau memenuhi tapi tidak seperti yang diperjanjikan24. Kelalaian atau yang disebut dengan wanprestasi harus dinyatakan terlebih dahulu secara resmi, yaitu dengan memberi peringatan (sommatie) yang dilakukan secara tertulis sesuai ketentuan Pasal 1238 BW yang berbunyi sebagai berikut :

“Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”

Menurut ketentuan pasal di atas suatu peringatan harus dilakukan secara tertulis, tetapi apabila dalam suatu kontrak telah ditetapkan waktu dan prestasi apa yang harus dipenuhi maka tidak perlu dilakukan peringatan dalam bentuk tertulis (sommatie) tersebut.

24

(50)

Seorang yang dianggap lalai dapat dituntut dengan berbagai kemungkinan, yaitu:

1. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun telah lewat waktu perjanjian.

2. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat meminta penggantian kerugian akibat perjanjian yang tidak atau terlambat dilaksanakan atau tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

3. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan ganti kerugian sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan suatu perjanjian.

4. Seseorang yang dirugikan karenanya dapat meminta pembatalan perjanjian kepada hakim disertai dengan penggantian kerugian dalam hal ini perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal balik.

B. Aspek Hukum Electronic Bill Presentment And Payment.

(51)

konsumen, dan hal ini merupakan alat yang powerful dalam portal lembaga keuangan25.

Berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU Perbankan, menurut jenisnya bank dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Bank Umum, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

2. Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariat yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Berdasarkan jenis bank di atas, maka hanya bank umum saja yang berfungsi memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran yang artinya selain berfungsi sebagai penghimpun dana dari masyarakat, bank pun berfungsi melakukan penyaluran dana yang dihimpun dari masyarakat dan Electronic Bill Presentment and Payment merupakan salah satu cara yang ditempuh nasabah suatu bank untuk mengetahui jumlah tagihan terhadap penggunaan kartu kredit dan melakukan pembayaran secara online juga.

25

(52)

Electronic Bill Presentment and Payment merupakan salah satu bagian dari layanan yang disediakan oleh internet banking dan pengertian internet benking menurut Karen Furst yaitu26:

Internet Banking is the use of the interest as remote delivery channel for banking services, including traditional services, such as opening a deposit account on transferring funds among different account, as well as new banking services, such as electronic bill presentment and payment, which allow customers to receive and pay bill over bank’s website”.

Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pendapatnya Efraim Turban yang memberikan istilah internet banking dengan istilah online banking, yakni:

online banking, includes various banking activities conducted from home, business, or on the road instead of at a physical bank location”.

Berdasarkan pengertian ini, dapat didefinisikan secara sederhana bahwa internet banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara

online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru27.

Sejalan dengan keberadaan layanan jasa perbankan dengan media elektronik, disini dapat disampaikan tipe-tipe layanan jasa perbankan melalui media internet, antara lain sebagai berikut 28:

26

Op Cit. Budi Agus Riswandi, hlm. 20.

27

Loc.Cit.

28 Ibid.

(53)

1. Informational Web

Tipe layanan jasa perbankan ini merupakan tingkat dasar. Dalam tipe ini, layanan jasa perbankan sudah melalui internet, tetapi hanya menampilkan informasi saja. Risiko dari model layanan jasa perbankan seperti ini relatif lebih rendah. Server dan bank sendiri merupakan jaringan internal. Pada tingkatan ini, layanan internet banking dapat ditetapkan melalui bank atau pihak ketiga. Meskipun risiko relatif lebih rendah, server dan website mungkin mudah diserang untuk diubah (vulnerable to alteration). Oleh karena itu, pengawasan dan pencegahan dari yang tidak berwenang terhadap server bank harus terus dimonitor.

2. Transactional Web

(54)

risiko yang sangat besar bagi informasi nasabah dan kemudian dibutuhkan kontrol internal yang sangat kuat.

3. Wireless

Teknologi ini mengizinkan bank untuk menwarkan kepada nasabah tradisional mengenai produk dan jasa baru dengan cara pengembangan channel yang lain. Bank menyediakan produk dan jasa nasabah melalui wireless device, seperti telepon seluler, pager, dan personal digital assistants yang mempunyai akses wireless pada bank. Produk dan jasa yang ditawarkan mulai dari informasi, transaksi, dan membawa buyer dan seller untuk membawa produk dan jasa yang ditawarkan besifat sensitif dan informasi rahasia, keamanan dan pengawasan merupakan hal yang sangat esensial bagi bank yang menyediakan produk dan jasa melalui wireless.

4. PC Banking

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak konsumen yang dirugikan akibat beredarnya produk makanan impor yang tidak

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH ATAS PEMBERIAN CASH BACK OLEH BANK UMUM YANG TELAH DILIKUIDASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG - UNDANG PERBANKAN DAN UNDANG - UNDANG NOMOR

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan penggunaan dana jaminan dalam transaksi di Bursa Berjangka belum memberikan perlindungan yang optimal terhadap

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dalam penulisan Skripsi ini, disimpulkan bahwa bentuk perlindungan hukum yang tertuang dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan masih

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas mengenai perlindungan hukum bagi ahli waris atas gugatan yang dilakukan oleh pembeli sebagai akibat wanprestasi

Bentuk perlindungan hukum terhadap korban atas tindakan malpraktik kedokteran ialah berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa perlindungan terhadap konsumen didapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999,akibat hukum

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA KAITANNYA DENGAN WANPRESTASI YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN TERHADAP PEKERJA AKIBAT FORCE MAJEURE COVID-19.. Penulisan Hukum