• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha (Studi UU No 5 Tahun 1999)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) Ditinjau Dari Hukum Persaingan Usaha (Studi UU No 5 Tahun 1999)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

i

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

ADE PUTRA INDRAWAN

1111048000051

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)

ii

PENGELOLAAN BADAN PENYELENGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)

DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

(STUDI UU NO 5 TAHUN 1999)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

ADE PUTRA INDRAWAN

1111048000051

Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, MA

NIP. 19500306 197603 1 001

KONSENTRASI HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(3)

iii

SOSIAL (BPJS) DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA (STUDI

UU NO. 5 TAHUN 1999) telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 02 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) pada Program Studi Ilmu Hukum dengan Konsentrasi Hukum Bisnis.

Jakarta, 02 April 2015 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH:

1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. (…………...…..….….) NIP. 19551015 197903 1 002

2. Sekertaris : Arip Purkon, MA. (……....…...….…..)

NIP. 19790427 200312 1 002

3. Pembimbing 1 : Drs.H.A. Basiq Djalil, S.H, M,Ag (………...…….) NIP. 19500306 197603 1 001

4. Penguji 1 : Dr. Mesraini, M.Ag (………..….……...)

NIP. 19760213 2003122 2 001

(4)

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Unversitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hadayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan saya dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Unversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hadayatullah Jakarta

Jakarta, 02 April 2014

(5)

v

Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436H/2015M. xi + 63 halaman + Halaman Lampiran. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penyelengaraan Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) berdasarkan prinsip-prinsip persaingan sehat. Latar belakang penelitian ini adalah bagaimana penyelengaraan BPJS yang mendapat hak monopoli dari pemerintah sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 tahun 1999, dan sebagai landasan hukum bagi para pelaku usaha untuk mendapat kesempatan yang sama bersaing secara sehat. Penelitian ini mengunakan tipe penelitian library research, yang menkaji berbagai dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan adalah metode penulisan yuridis normative dengan mengunakan pendekatan undang-undang (statue approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum dalam penelitian ini yakni baham hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Hasil dari penelitian menujukan bahwa meskipun BPJS mendapat pengecualian dari UU No.5 Tahun 1999 sebagaimana diatur didalam pasal 50 huruf a dan pasal 51, apabila BPJS melakukan kegiatan usaha yang mengarah kepada praktek monopoli maka kegiatan usaha yag dijalankan BPJS tidak lepas dari hukum persaingan usaha dalam hal ini UU No. 5 tahun 1999. Karena yang di kecualikan adalah monopoli bukan praktek monopoli, sebagaimana di jelaskan dalam peraturan komisi (perkom) pasal 51 dikatakan monopoli terkait “stuktur” sedangkan praktek monopoli lebik kepada “prilaku”.

Kata Kunci :Monopoli, Praktek Monopoli, Persaingan Usaha Sehat, Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Pembimbing : Drs. H. Basiq Djalil, S.H, MA

(6)

vi

KATA PENGANTAR

ِمۡسِب

ِهَّل

ِنَمۡحَّل

ِميِحَّل

Syukur Alhamdulillah Penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya yang tak terhingga, yang telah memberikan Penulis

kesehatan dan kekuatan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah

satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S1) di Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Shalawat dan salam tidak lupa Penulis ucapkan kepada Rasulullah

Muhammad SAW, Nabi termulia yang telah menunjukkan jalan keselamatan dan

rahmat bagi seluruh umat manusia. Semoga Allah SWT menjadikan keluarga dan

para sahabat beliau yang senantiasa menjaga amanah sebagai umat pilihan dan ahli

surga.

Terselesaikannya penelitian dan penyusunan skripsi tidak terlepas dari

jasa-jasa orang tercinta yaitu kedua orang tua Penulis yakni, Ayahanda Indra Wijaya

Kusuma dan Ibunda tercinta Innayah yang senantiasa selalu memberikan penulis

kasih sayang, nasehat, perhatian, bimbingan, dan selalu setia mendengarkan segala

keluhan Penulis serta doanya demi keberhasilan Penulis. Atas jasa-jasa yang tak

ternilai dari Ayahanda dan Ibunda tercinta, Penulis hanya bisa mengucapkan banyak

terima kasih dengan segala ketulusan hati. Penulis juga mengucapkan terima kasih

(7)

vii

Melalui kesempatan ini, Penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada

pihak-pihak yang berjasa selama proses penulisan penyempurnaan skripsi Penulis.

Kepada bapak:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Prof.Dr Dede Rosyada.

MA.

2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Bapak Dr. H. Djawahier Hejazziey,

SH,MH,MA.

4. Bapak Drs. H. Basiq Djalil, SH, MA selaku pembimbing yang dengan penuh

kesabaran telah meluangkan waktunya membantu penulis untuk

menyelesaikan penelitian ini.

5. Prof.Dr. Atho Mudzar, MSPD dan Bapak Indra Rahmatullah SHI, MH yang

telah banyak memberikan masukannya kepada penulis

6. Ahmad bactiarm M.Hum sekalu pembimbing akademin penulis

7. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga besar Bpk. Muhammad

Ahmad Syaefudin. S.Sos, MM yang telah membawa penulis kedalam tata

kehidupan intelektual. Khususnya kepada Saudari Fadiah Adlina Ulfah. S,Si

yang menjadi alasan kenapa penulis harus lulus dengan segera. Menukil

(8)

viii

candangan pohon hitam yang menembus ke gua bawah, mencapai

langit-langit stalagtit, dimana waktu dan makna tak melapuk, tapi juga tak mengalir,

namun menumpuk dan mengeras layaknya batu permata yang indah”

8. Kepada rekan-rekan seperjuangan tim SKRIPsweet. Rekan-rekan Angkatan

Muda Peduli Hukum (AMPUH). Rekan-rekan Bisnis Law Community (BLC

UIN) yang banyak memperkenalkan penulis tetang HUKUM PERSAINGAN

USAHA dan team tiga iket yang berkat perjuangan bersama memberikan

(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ... 9

E. Kerangka Konseptual ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA A. Kebijakan persaingan dan Intervensi Pemerintah ... 16

B. Persaingan Usaha, Monopoli, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ... 18

C. Pendekatan dalam Menentukan Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha ... 23

D. Pengecualian dalam UU No. 5 Tahun 1999 ... 27

(10)

x

A. Sejarah Singkat Asuransi Sosial di Indonesia ... 31

B. Pengertian Asuransi Sosial ... 32

C. Pelaksanaan Asuransi Sosial di Indonesia ... 34

BAB IV. PENYELENGGARAAN BPJS

A. Kebijakan Persaingan Usaha Terhadap Penyelengaraan BPJS ... 48

B. Tugas dan Kewenagan KPPU dalam Mengaja Iklim Persaingan

Perusahaan Asuransi di Indonesia ... 52

C. Harmonisasi Penyelengaraan BPJS dengan Prinsip-Prinsip Persingan Usaha

Sehat ... 62

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN

1. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 5 Tahun 2009

tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 50 Huruf a Undang-

Undang No.5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Tidak Sehat ... 75

2. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 3 Tahun 2010

tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang

No.5 Tahun 1999 tentang tentang Larangan Praktek Monopoli dan

(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan salah satu perangkat hukum untuk

menunjang kegiatan bisnis dalam upaya menghadapi sistem ekonomi pasar

bebas. Hukum persaingan usaha merupakan suatu prasyarat bagi negara industri.

Indonesia, sebagai sebuah negara sedang menjalani proses sebagai negara

industri memang sudah saatnya untuk memiliki peraturan Perundang-undangan

yang mengatur menggenai persaingan usaha. Hukum ini pada dasarnya

mempunyai tujuan pokok antara lain menjaga agar persaingan usaha tetap hidup,

agar persaingan yang dilakukan antar pelaku usaha dilakukan secara sehat, dan

agar konsumen tidak di eksploitas oleh pelaku usaha.1

Seiring dengan kebijaksanaan pemerintah dalam memandu laju

perekonomian melalui mekanisme ekonomi pasar, kegiatan usaha pada setiap

lapisan masyarakat serta menyangkut semua kegiatan usaha yang dilakukan oleh

para pelaku usaha, perlu dilandasi oleh kekuatan hukum yang mendorong

bekerjanya mekanisme ekonomi pasar yang baik dan wajar. Undang-undang

Persaingan adalah sintesa dari 2 titik diametral yaitu free fight liberalisme yang

1

Hikmahanto Juwana.Bunga Rampai Hukum Ekonomi dan Hukum Internasional.

(12)

2

menganut kompetisi bebas tanpa batas dan etatisme yang mengedepankan

pemilikan dan kontrol negara dalam ekonomi. Undang-undang persaingan adalah

jembatan yang menjamin persaingan dalam koridor pengaturan.2 Sehingga

dengan hadirnya Undang-undang No. 5 Tahun 1999 diharapkan dapat

menciptakan suasana kondusif bagi pelaku usaha sehingga dapat mengantarkan

negara Indonesia ke dalam kancah globalisasi.3

Dengan demikian adanya Undang-undang No 5 Tahun 1999 bertujuan

untuk menjamin kelompok usaha kecil untuk dapat memiliki kesempatan yang

sama dengan kelompok usaha menengah dan kelompok usaha besar dan/atau

konglomerasi dalam perkembangan sistem perekonomian bangsa. Karena pada

dasarnya persaingan dalam dunia usaha dapat dipahami sebagai kegiatan positif

dan independent dalam upaya mencapai equilibrium. Dalam kehidupan

sehari-hari, setiap pelaku ekonomi yang masuk dalam pasar akan melalui proses

persaingan dimana produsen mencoba memperhitungkan cara untuk

meningkatkan kualitas dan pelayanan dalam upaya merebut pasar dan konsumen.

Ketika keadaan ini dapat dicapai, maka produsen atau pelaku usaha

tersebut berupaya untuk mempertahankan kondisi tersebut atau paling tidak tetap

bertahan menjadi incumbent dengan pangsa pasar tertentu pada pasar

2

A.Juanaedi, Dkk. Negara Dan Pasar Dalam Bingkai Kebijakan Persaingan Usaha. Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, 2011.h.4

3

(13)

bersangkutan.4 Pada keadaan ini konsumen adalah pihak yang di untungkan

karena para pelaku usaha akan cenderung terus meningkatkan kualitas, pelayanan

dan menetapkan tarif yang bersaing dengan pelaku usaha sejenis dengan pasar

yang sejenis. Dilema yang terjadi adalah ketika pelaku usaha menjadi seorang

monopolis di pasar yang mengakibatkan produsen atau pelaku usaha tersebut

menjadi tidak efisien dan mampu meningkatkan hambatan masuk pasar (barrier

to entry) bagi pesaingnya.5 Bila kondisi ini terjadi maka efeknya adalah kualitas

barang atau jasa yang di hasilkan kurang terjamin dan dapat terjadi penetapan

harga yang sewenang-wenang.

Peraturan menggenai persaingan usaha yang sehat menjadi sangat penting

karena apabila tidak ada hukum yang mengatur tentang peraturan usaha yang

sehat sangat mungkin terjadi praktek monopoli dan oligopoli atau penguasaan

pasar oleh satu atau sekelompok orang tertentu terhadap suatu barang dan jasa,

sehingga memungkinkan para pelaku praktek monopoli atau oligopoli ini

menetapkan harga secara sewenang-wenang diatas tingkat harga yang wajar

kerena tidak ada produk alternatif yang di pilih oleh konsumen. Dampak dari pola

yang demikian telah melahirkan konglomerasi yang eksesif merusak tatanan

ekonomi dan menghambat demokrasi ekonomi contohnya yang terjadi dimasa

orde baru sebelum adanya Undang-undang No 5 Tahun 1999.

4

Andi Fahmi Lubis,et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

Konteks.Jakarta:Deutsche Gesellschhaft fur tecnische zusammenarbeit, 2009, h.213

5

(14)

4

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap

pembahasan pembentukan Undang-undang Hukum Persaingan Usaha dan pada

umumnya monopoli merupakan istilah yang dipertentangkan dengan persaingan6.

Padahal monopoli sendiri pada dasarnya bukan merupakan suatu kejahatan atau

bertentangan dengan hukum, apabila diperoleh dengan cara-cara yang fair dan

tidak melanggar hukum. Oleh karena itu monopoli sendiri belum tentu dilarang

oleh hukum persaingan usaha. Yang dilarang adalah perbuatan-perbuatan dari

perusahaan yang mempunyai monopoli dan mengunakan kekuatanya di pasar

bersangkutan yang biasa di sebut praktek monopoli atau monopolizing.7

Praktek monopoli tidak hanya terjadi di kalangan pelaku usaha swasta saja,

tetapi juga terjadi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang biasanya

didukung atau disetujui oleh pemerintah atau karena Undang-undang. Hal ini

sangat jelas dapat dilihat dari pelaksanaan Pasal 33 ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3)

Undang Dasar 1945 yang termaktub kembali dalam Pasal 51

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang mengisyaratkan negara dapat menguasai produk

tertentu berupa barang dan jasa yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk

kemakmuran rakyat.

Pada umumnya pemberian status pengecualian ini di berikan kepada

industri yang di anggap strategis dan lebih baik pengelolaannya diserahkan

6

Arie Siswanto.Hukum Persaingan Usaha.Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002, h.18

7

(15)

kepada negara. Terkait dengan pemberian status pengecualian yang berkaitan

dengan negara dalam hukum persaingan usaha dikenal dengan adanya, “State

action docktrin” yang memungkinkan adanya hak imunitas dan pengecualian dari

hukum persaingan usaha terhadap keadaan-keadaan tertentu. Pengecualian

tersebut diberikan terhadap perbuatan atau tindakan yang dilakukan pemerintah

untuk melaksanakan kegiatan tertentu.

Secara filosofis di bentuknya sistem jaminan sosial yang selanjutnya di

implementasikan melalui sebuah badan penyelenggara jaminan sosial

memberikan peluang kepada seluruh rakyat, dimanapun berada, apapun kegiatan

dan pekerjaannya, bagaimanapun status sosialnya kaya atau miskin, kecuali

mereka yang sedang menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan, dapat

mendapatkan jaminan kesehatan, jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematian, dimanapun dan kapanpun di pelosok negeri.8

Dengan demikian setiap warga Indonesia akan mendapatkan manfaat atas

asuransi ketika sedang menghadapi hal-hal yang mungkin tidak diinginkan. Usaha

yang dimaksud berupa jaminan sosial yang merupakan perlindungan

kesejahteraan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk menjaga

8

(16)

6

dan meningkatkan taraf hidup rakyat9 yang dalam hal ini berwujud jaminan

sosial.

Pada dasarnya asuransi sosial hampir sama dengan asuransi pada

umumnya, tetapi harus ada satu unsur lagi ialah adanya unsur wajib bagi setiap

warga negara untuk menjadi perserta program jaminan sosial. Kewajiban setiap

warga negera sendiri diatur di dalam Pasal 14 sampai 17 UU No. 24 Tahun 2011

tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial. Penyelenggaraan jaminan sosial

merupakan salah satu mekanisme yang dituntut untuk disamakan dengan

penyelenggaraan bisnis. Salah satu hal yang menjadi perdebatan disini adalah

kewajiban setiap masyarakat untuk mengikuti atau menjadi peserta dalam

program BPJS. Masyarakat tidak dibiarkan memilih asuransi mana saja yang

mereka percaya dan mereka senangi, padahal sebelum adanya program SJSN dan

BPJS ini sudah banyak perusahaan yang bergerak baik di bidang asuransi

kesehatan mau asuransi keselamatan kerja dan produk-produk asuransi lainnya.

B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang akan penulis bahas tidak terlalu meluas sehingga

dapat mengakibatkan ketidakjelasan maka penulis membuat pembatasan

masalah yakni, membahas praktik penyelenggaraan Badan Penyelenggara

9

(17)

Jaminan Sosial (BPJS) dan menelaah langkah-langkah yang di lakukan oleh

Komisi Pengawas Persaingan Usaha ketika terjadi Penyalahgunaan posisi

dominan yang dilakukan oleh BPJS

2. Perumusan Masalah

Menurut UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

persaingan tidak sehat pemerintah berkewajiban melalui Undang-undang ini

untuk menjaga iklim persaingan sehat di Indonesia, namun kenyataannya

pemerintah memberikan hak monopoli kepada BPJS melalui Undang-undang

No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

yang bertedensi kepada praktek monopoli yang menimbulkan persaingan

usaha tidak sehat. Rumusan tersebut diatas penulis rinci dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimana Penyelenggaraan BPJS di tinjau dari Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999

b. Bagaimana bentuk penegakan hukum oleh KPPU terhadap

penyalahgunaan posisi monopoli yang dilakukan oleh BPJS

c. Bagaimana bentuk harmonisasi peraturan penyelenggaraan BPJS

terkait hak monopoli dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penulisan adalah untuk mendalami tentang

(18)

8

masalah. Secara khusus tujuan penulisan ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui kesesuaian penyelenggaraan BPJS dengan

prinsip-prinsip persaingan usaha sehat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999 .

b. Untuk mengetahui bentuk penegakan hukum persaingan usaha oleh KPPU

apabila ada penyalahgunaan posisi monopoli yang dilakukan oleh BPJS

c. Untuk mengetahui bentuk harmonisasi penyelenggaraan BPJS yang di beri

hak monopoli dengan prinsip-prinsip persaingan usaha sehat.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memeperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam

hukum bisnis dalam bidang hukum persaingan usaha di Indonesia,

utamanya menggenai segala aspek yang menggenai praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat. Selain dari pada itu adanya tulisan ini dapat

menambah perbendaharaan koleksi karya ilmiah dengan memberikan

kontribusi juga bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia

b. Secara Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan

bagi penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat memberikan masukan

(19)

peraturan tentang praktek penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial tanpa menganggu iklim persaingan usaha perusahaan asuransi

lainnya. Serta menjadi acuan ketika terjadi penyalahgunaan posisi

dominan oleh BPJS dan langkah-langkah yang dapat diambil oleh Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dalam menjaga iklim persaingan.

D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu

1. Sejauh ini belum ada penelitian mengenai PENYELENGGARAAN BPJS

DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA (Studi UU No 5 Tahun

1999). Namun terdapat penelitian terkait yang dibuat oleh mahasiswa

Universitas Indonesia pada tahun 2005 dengan judul “Monopoli Pemerintah

Dalam Pengelolaan Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri Sipil Menurut UU

No 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat” yang hanya membahas urgensi diberikannya hak monopoli

kepada PT. ASKES (BUMN) dengan kepesertaan hanya sebatas para Pegawai

Negeri Sipil. Penelitian ini meninjau penyelenggaraan BPJS sesuai dengan

prinsip-prinsip persaingan usaha sehat, kemungkinan penyalahgunaan posisi

dominan oleh BPJS dari hak monopoli yang dimiliki dan peran Komisi

Pengawas Persaingan Usaha dalam mengawasi kegiatan usaha yang dilakukan

oleh BPJS.

2. Buku yang menjadi rujukan utama penelitian ini adalah buku karangan Andi

Fahmi Lubis, dkk yang berjudul “Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan

(20)

10

ini merupakan buku yang membahas aspek-aspek hukum persaingan usaha

secara komprehensif. Di dalam buku ini di jelaskan secara rinci menggenai

kegiatan monopoli, praktek monopoli dan monopoli alamiah sesuai dengan

Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 serta menjelaskan dan menjabarkan

doktrin-doktrin serta asas-asas yang berkembang di dalam hukum persaingan

usaha.

E. Kerangka Konseptual

Penelitian penulisan ini berangkat dari konsep teoretis mengenai ukuran

Negara sejahtera (welfare state) yang selama ini sering kita dengar, apalagi

dalam konteks Negara yang sedang berkembang. Setiap Negara di dunia ini

berusaha untuk berlomba-lomba menkonsepkan bagaimana seyogyanya sebuah

Negara yang sejahtera secara idealnya. Pada masa sebelum reformasi

perekonomian Indonesia didominasi oleh struktur yang terkonsentrasi. Pelaku

usaha yang memiliki akses terhadap kekuasaan dapat menguasai perekonomian

Indonesia. Para pelaku usaha saat itu berlindung kepada sakralnya pasal 33 yang

mengariskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Akibatnya, kinerja

ekonomi nasional cukup memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dengan

pilihan bagi konsumen yang terbatas, kelangkaan pasokan, harga yang tak

terjangkau, lapangan kerja yang terbatas, pertumbuhan industri yang lambat,

daya saing produk melemah serta kesenjangan ekonomi dalam berbagai

(21)

krisis 1997. Krisis saat itu menjelaskan kepada kita bahwa fondasi ekonomi

Indonesia sangat lemah.

Dalam perkembangan sistem ekonomi di Indonesia, hukum persaingan

usaha adalah salah satu instrumen hukum yang perlu mendapat perhatian secara

khusus. Hal ini di implementasikan dengan dibuatnya Undang-undang No. 5

tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak

sehat. Undang-undang No. 5 Tahun 1999 merupakan tonggak bagi diakuinya

persaingan usaha sehat sebagai pilar ekonomi dalam sistem ekonomi di Indonesia

berdasarkan Pancasila dan Undang Dasar 1945. Lahirnya

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 adalah sejalan dengan semangat Pancasila dan UUD

1945, khususnya Pasal 27, Pasal 31, Pasal 33, dan Pasal 34. Hal ini dapat dilihat

dari bunyi Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang No. 5 Tahun 1999 yang

menyatakan “Pelaku Usaha di Indonesia dalam menjalakan kegiatan usahanya

berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.

Memperhatikan hal-hal diatas, secara konseptual Undang-undang No. 5

Tahun 1999 mengenal adanya pengecualian kepada pelaku usaha tertentu,

kegiatan tertentu dan perjajian tertentu yang di anggap penting bagi negara dan

menguasai hajat hidup orang banyak. Akan tetapi perlu adanya pengawasan agar

kegiatan yang dikecualikan tersebut bersadarkan tujuan diberikannya

pengecualian dan kegiatan usaha yang dilakukan pelaku usaha tidak mengarah

(22)

12

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitiaan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau

penelitian kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka dan bahan

sekunder yang mencakup penelitian asas-asas hukum khususnya yang terkait

dengan hukum persaingan usaha, hukum asuransi khususnya asuransi sosial

yang berkaitan dengan teori negara kesejahteraan welfarestate dimana penulis

mengunakan peraturan perundang-undangan, buku-buku bacaan terkait

dengan judul penelitian, makalah-makalah, dan dokumen-dokumen lainnya.

2. Pendekatan yang Dipakai

Pendekatan Perundang-undangan, berupa:

a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat

c. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (BPJS)

d. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional dan Undang-undang lain yang terkait.

3. Sumber Penelitian (Bahan yang Dijadikan Rujukan)10

a. Bahan Hukum Primer

10

(23)

Bahan hukum primer adalah bahan hukum utama dalam penelitian

hukum normatif, yang berupa peraturan Perundang-undangan, dalam

penulisan bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-undang

No 5 tahun 1999 Tentang Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai kekuatan

mengikat tapi bersifat membahas menjelaskan topik terkait dengan

penelitian berupa buku-buku terkait, artikel dalam majalah/media

elektronik, laporan penelitian/jurnal hukum, makalah yang disajikan

dalam pertemuan kuliah dan catatan kuliah.

c. Bahan Non Hukum

Bahan non hukum dalam penelitian ini yaitu wawancara yang

dilakukan kepada narasumber yang kompeten di bidang hukum persaingan

usaha dan bidang asuransi.

4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data

melalui studi dokumen/kepustakaan (library research) yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan seperti buku-buku

yang berkaitan dengan pasar modal, pendapat sarjana, surat kabar, artikel,

kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari internet.

(24)

14

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis secara deskriptif

kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisa data yang

mengelompokan dan menyeleksi data yang diperoleh dari berbagai sumber

kepustakaan dan peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian, kemudian

dianalisa secara interpretative menggunakan teori maupun hukum positif yang

telah dituangkan, kemudian secara induktif ditarik kesimpulan untuk

menjawab permasalahan yang ada.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman

Penulisan Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang isi skripsi, maka

penulis memberikan sistematikanya secara garis besar. Penulisan penelitian ini di

bagi menjadi lima bab, dimana pada setiap bab akan di bahas secara rinci sebagai

bagian dari keseluruhan penelitian ini. Dengan maksud untuk mempermudah

memahami penulisan penelitian. Adapun susunan sistematika skripsi ini adalah

sebagai berikut :

BAB Pertama Tentang Pendahuluan Meliputi: Latar belakang penulisan,

pokok permasalahan, metode penelitian serta sistematika dalam penulisan

(25)

BAB Kedua Tentang Kebijakan Pemerintah dan Hukum Persaingan

Meliputi: Pengertian menggenai persaingan, monopoli, praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, teori-teori hukum anti monopoli dan aspek-aspek

hukum monopoli. Pengecualian dalam UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat

BAB Ketiga Tentang Profil Asuransi Sosial di Indonesia Meliputi: Profil

asuransi sosial di Indonesia, menggenai pelaksanaan usaha asuransi sosial pra

UU No 24 Tahun 2011 dan pasca UU No 24 tahun 2011. Pada bab ini juga akan

dipaparkan apakah usaha yang di jalankan oleh BPJS sebagai Pelaksana Sistem

Jaminan Sosial Nasional dan kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat.

BAB Keempat Tentang Pengaturan Penyelenggaraan BPJS ditinjau

Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Meliputi: Penyelenggaraan BPJS ditinjau dari

ketentuan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat sebagaimana telah diatur

dalam Undang-undang No 5 Tahun 1999 serta langkah-langkah yang diambil

oleh KPPU dalam rangka menegakan hukum persaingan usaha terkait apabila

ada dugaan praktek monopoli yang dilakukan oleh BPJS atas posisi monopoli

yang dimilikinya.

BAB Kelima Tentang Penutup Meliputi: Yang terdiri dari kesimpulan dan

saran. Dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan dan memberikan

usulan-usulan menggenai permasalahan yang telah dibahas dalam penulisan penelitian

(26)

16 BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN HUKUM PERSAINGAN USAHA

A.Kebijakan Persaingan dan Intervensi Pemerintah

Negara memiliki tujuan untuk melindungi kepetingan umum (public interst).

Oleh sebab itu negara mempunyai peran dalam mentransformasikan pemahaman

akan kompetisi yang sehat diantara pelaku usaha. Negara berperan penting dalam

menciptakan “the right tool” untuk lebih mempromosikan kebijakan hukum

persaingan usaha secara lebih efektif. Peran negara dalam mengatur persaingan

sehat dapat diidentifikasikan dimana negara adalah suatu institusi yang berhak

membuat perundang-undangan untuk mengatur persaingan.11

Namun peran negara sendiri juga harus di awasi karena berdasarkan

pengalaman, praktek monopoli dapat saja terjadi karena persetujuan pemerintah

sendiri (government consent). Beberapa tindakan masa lalu beberapa fakta

menujukan bahwa negara memainkan peran yang cukup signifikan dalam tindakan

yang bersifak praktek monopoli serta tidak membudayakan persaingan sehat12,

seperti :

a. Kemudahan yang diberikan pemerintah oleh beberapa pelaku usaha dimana kemudahan itu tidak pernah di kontrol kembali walaupun pelaku usaha jelas telah melakukan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

11

Hikmahanto Juwana, sekilas tentang Hukum persaingan usaha dan UU No. 5 Tahun 1999, Jurnal Magister Hukum 1 (September 1999) h.31

12

(27)

b. Peran pemerintah yang sedemikian besarnya dalam memberikan kemudahan untuk melakukan monopoli kepada pelaku usaha dari BUMN.

c. Demikian juga tidak ada kejelasan menggenai monopoli alamiah yang diperbolehkan dilakukan oleh pemerinah. Perbuatan ini selalu berlindung dibalik sakralnya Pasal 33 UUD 1945 dimana perbuatan monopolitik yang dilakukan oleh perusahaan milik negara ini mengakibatkan perekonomian biaya tinggi serta tidak efisien.13

Kebijakan persaingan (competition policy) merupakan salah satu bentuk

intervensi pemerintah di pasar selain dari regulasi ekonomi. Selain untuk

meningkatkan efisiensi ekonomi yang relatif bebas nilai yang tidak memihak

kepada produsen atau konsumen. Kebijakan persaingan usaha juga dapat bertujuan

untuk melindungi kepentingan konsumen di pasar atau meningkatkan

kesejahteraan konsumen. Karena sering kali dalam bentuk pasar yang tidak

sempurna, konsumen menjadi pihak yang dirugikan. 14

Dalam keadaan pasar yang tidak sempurna terjadi inefisiensi ekonomi atau

berkurangnya kesejahteraan konsumen disebabkan oleh intervensi baik dari pihak

luar maupun dari pemerintah dan prilaku anti persaingan yang dilakukan oleh

pelaku ekonomi di pasar. Memperbaiki atau merubah struktur pasar ke arah

struktur pasar ke pasar persaingan sempurna dapat membuat pasar menjadi lebih

baik. Perbaikan dari struktur (misalnya membatasi atau melarang kepemilikan

dominan) akan dapat mengurangi praktik-praktik anti persaingan.

13

Munir Fuady Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat. Bandung PT. Citra Aditya Bakti, 1999, dikutip dari Frank Fishwick, “srategi persaingan”, Terjemnahan Mohd.Kurd. DJunaidi, 1995,h. 21

14

(28)

18

Kebijakan persaingan juga di arahkan untuk membatasi prilaku

penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh perusahaan, terutama perusahaan

yang memiliki posisi dominan. Persaingan diarahkan untuk membatasi dan

mengurangi hambatan untuk masuk ke dalam pasar. Yang dapat dilakukaan oleh

perusahaan yang dominan dalam pasar maupun kerena regulasi pemerintah.

Sehingga kebijakan persaingan diharapkan menjadi konsideran utama bagi

pemerintah ketika akan mengeluarkan regulasi yang berpotensi menimbulkan

dampak di pasar.15

B. Persaingan Usaha, Monopoli, Praktek Monopoli, dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat

Secara umum tujuan pokok dari hukum persaingan usaha adalah menjaga

persaingan antar pelaku usaha tetap hidup, dilakukan secra sehat, dan konsumen

tidak di ekploitasi oleh pelaku usaha. Tiga tujuan umum ini sebenarnya ditujukan

untuk mendukung sistem pasar yang dianut oleh suatu negara. Tanpa adanya

hukum persaingan dalam sistem ekonomi pasar, tidak akan terhindarkan

kedudukan monopoli, oligopoli, praktek penetapan harga, dan lain sebagainya.16

Kata persaingan sendiri diambil dari penggantian istilah bahasa inggris yaitu

competition, competition sendiri dijelaskan dalam black’s law Dictionary:

“contest of two rival. The effort of two or more parties, acting independently, to secure the business of a third party by the effort of the

15

Ibid, h.40

16

(29)

most favourite term; also the relation between different buyers or didifferent sellers which result from this effort. It is the struggle between rivals for the same trade at the same time; the act of seeking.”17

“Kontes antara dua saingan, usaha yang dilakukan oleh dua atau lebih pihak

tanpa saling bergantung, untuk mengamankan jalannya usaha atau bisnis dari pihak ketiga dengan memberikan penawaran yang memiliki persyaratan terbaik; suatu perjuangan diantara para saingan dalam satu perdagangan yang sama pada waktu yang sama; tindakan untuk mendapatkan dalam waktu yang bersamaan; berlaku dalam hal mendapatkan atau memperoleh suatu subjek yang sama sebagai hasil akhir oleh dua atau lebih pesaing.”

Monopoli merupakan masalah yang menjadi perhatian utama dalam setiap

pembahasan pembentukan hukum persaingan usaha. Monopoli itu sendiri

sebetulnya bukan merupakan suatu kejahatan atau bertentangan dengan hukum,

apabila diperoleh dengan cara-cara yang fair dan tidak melanggar hukum. Oleh

karenanya monopoli itu sendiri belum tentu dilarang oleh hukum persaingan

usaha, akan tetapi yang dilarang justru praktek monopoli untuk mengunakan

kekuatannya di pasar bersangkutan yang biasanya disebut praktek monopoli atau

monopolizing/monopolisasi.18

Istilah monopoli berasal dari bahasa Inggris yaitu monopoly dan istilah

tersebut menurut sejarahnya berasal dari bahasa Yunani yaitu “monos polein

yang berarti sendirian menjual.19 Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang di

maksud dengan monopoli adalah situasi pengadaan barang daganggan tertentu (di

pasar lokal atau nasional) sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu

17

Bryan A. Gardner, ed. Black’s Law Dictionary. Dallas: West Group, 1991.h. 278

18

Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 127

19

(30)

20

orang atau satu kelompok, sehingga harganya dapat dikendalikan. Sedangkan

menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat:

“Monopoli adalah penggusaan atas suatu produksi dan/atau pemasaran

dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu

kelompok usaha”

UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat melarang monopoli secara rule of reason yang berarti

monopoli akan dilarang jika monopoli tersebut merusak persaingan secara

signifikan dan pertimbangan bahwa monopoli tersebut akan menimbulkan praktek

monopoli.

Praktek monopoli merupakan pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau

lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran

barang atau jasa tertentu sehingga dapat menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.20 Yang dimaksud dengan

pemusatan kekuatan ekonomi diatas sebagaimana dikatankan dalam UU No. 5

tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat

adalah “Penguasaan yang nyata atas suatu pasar bersangkutan oleh satu atau lebih

pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga barang dan/atau jasa”.

20

(31)

Praktek monopoli dapat terbentuk jika hanya satu pelaku mempunyai kontrol

eksklusif terhadap pasokan barang dan jasa disuatu pasar dan demikian juga

terhadap penentuan harga.21 Hal ini dapat terjadi karena dipasar tidak terdapat

barang pengganti atau tidak tersedia lagi barang substitusi atau produk substitusi

yang potensial, terjadinya hambatan masuk ke dalam pasar (to entry barrier) dan

terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menetapkan harga produk

yang lebih tinggi, tanpa mengikuti persaingan pasar atau hukum tentang

penerimaan dan penawaran pasar. 22

Berdasarkan dari uraian di atas maka dapat disimpulkan unsur-unsur praktek

monopoli adalah:23

a. Terjadi pemusatan kekuatan ekonomi pada satu atau lebih pelaku usaha

b. Terdapat penguasaan produksi atau pemasaran barang atau jasa tertentu

c. Terjadi persaingan usaha tidak sehat, serta

d. Tindakan tersebut merugikan kepentingan umum

Adapun pengaruh atau dampak negatif sehubungan dengan dilakukannya

praktek monopoli oleh pelaku atau kelompok pelaku usaha yang dapat merugikan

konsumen atau pelaku usaha lain, yaitu antara lain:24

21

Suyud Margo. Hukum Antimonopoli. Jakrta:Sinar Grafika,2009.h. 5

22

Munir Fuady. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat.h. 4

23

(32)

22

a. Adanya peningkatan harga produk barang maupun jasa tertentu sebagai akibat tidak adanya persaingan sehat, sehingga harga yang tinggi dapat memicu/menyebabkan terjadi inflasi yang merugikan masyarakat luas

b. Pelaku usaha mendapatkan keuntungan secara tidak wajar, dan dia berpotensi untuk menetapkan harga seenaknya guna mendapatkan keuntungan yang berlipat, tanpa memperhatikan pilihan-pilihan konsumen, sehingga konsumen mau tidak mau tetap mengkonsumsi produk atau jasa tertentu yang dihasilkan c. Terjadi eksploitasi terhadap daya beli konsumen dan tidak memberikan hak

pilih pada konsumen untuk mengkonsumsi produk lainnya, sehingga konsumen tidak peduli lagi pada masalah kualitas.

d. Terjafi inefisiensi dan tidak efektif dalam menjalankan kegiatan usaha nya yang pada akhirnya dibebankan kepada masyarakat luas/konsumen berkaitan dengan produk yang dihasilkan karena monopolis tidak lagi mampu menekan AC (average cost) secara minimal.

e. Terjadi entry barrier, dimana tidak ada perusahaan lain yang mampu menembus pasar monopoli untuk suatu produk yang sejenis, sehingga pada gilirannya perusahaan kecil tidak mampu masuk ke pasar monopoli dan akan mengalami kesulitan untuk dapat berkembang secara wajar dan pada akhirnya akan bangkrut.

Untuk meneliti apakah pelaku usaha mempunyai niatan untuk melakukan

praktek monopoli atau tidak. Di Amerika terdapat 2 doktrin yang pertama general

intent test dan yang kedua specific intent test, dalam general intent test pengadilan

harus menguji apakah tindakan yang dilakukan pelaku usaha terdapat usaha

adanya kemungkinan yang jelas bahwa tindakan tersebut akan mengkibatkan

terjadinya praktek monopoli. Sedangkan dalam specific intent test pengadilan

harus menguji apakah tindakan yang dilakukan pelaku usaha mempunyai tujuan

kongkrit/nyata yang mencerminkan adanya kehendak atau niatan untuk melakukan

praktek monopoli atau tidak.25

24

Ahmad Yani dan Gunawan wijaya, Anti Monopoli. Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,1999.h. 30-31

25

(33)

C.Pendekatan dalam Menentukan Pelanggaran Hukum Persaingan

Dalam hubungan dengan aplikasi hukum persaingan usaha kita mengenal

beberapa teori yuridis yang berkembang dalam hukum persaingan usaha untuk

menentukan apakah kegiatan yang dilakukan oleh para pelaku usaha melanggar

ketentuan hukum persaingan atau tidak :.

1. Teori Per Se Illegal

Pendekatan Per se Illegal adalah pendekatan yang menekankan pada

perjanjian atau kegiatan tertentu yang dinyatakan sebagai illegal didalam

Undang-undang hukum persaingan usaha, contoh dalam UU No. 5 tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat dimana

terdapat kalimat “kata dilarang”, tanpa anak kalimat “yang menyebabkan”.26

Artinya suatu perbuatan itu dengan sendirinya telah melanggar ketentuan yang

di atur jika perbuatan itu telah memenuhi rumusan dari Undang-undang tanpa

ada alasan pembenar atau tanpa harus melakukan penelitian secara mendalam

terhadap kondisi pasar.27

2. Rule Of Reason

Pendekatan rule of reason adalah model pendekatan yang menyatakan suatu

kegiatan tertentu dikatakan illegal, setelah melakukan evaluasi ekonomis

26

Tri Anggraini. Konsep Dasar Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Penerapan Pendekatan

“Rule Of Reason dan Per Se Illegal” Dalam Hukum Persaingan. Prosiding rangkaian Lokal Karya

terbatas Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya 17-18 mei 2004. Jakarta : Pusat pengkajian Hukum , 2005.h. 89

27

(34)

24

menggenai akibat yang ditimbulkan terhadap persaingan.28 Artinya penerapan

hukumnya bergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan dari

pelaku usaha tersebut telah menimbulkan praktek monopoli atau praktek usaha

tidak sehat lainnya

3. Analisis Kekuatan Pasar (Market Power Analysis)

Analisis kekuatan pasar ini atau biasa disebut juga analisis struktural

(structural analysis) merupakan suatu pendekatan dimana agar suatu tindakan

dari pelaku usaha dapat dikatakan melanggar hukum persaingan usaha, maka

dalam melakukan analisis terhadap tindakan yang di lakukan dan juga dilihat

kepada kekuatan pasar atau struktur pasar.29 Misalnya jika ada tindakan

penetapan harga bersama (price fixing) di suatu pasar maka yang dilihat bukan

hanya penetapan harga bersama saja. Akan tetapi di tinjau pula efek negatif

terhadap pasar, struktur pasar, cara penetapan harga bersama, dan lain-lain

faktor yang relevan.30

4. Doktrin Pembatasan Tambahan (Ancillary Restraint)

Teori ini mengajarkan bahwa tidak semua monopoli atau pembatasan

persaingan usaha bertentangan dengan hukum. Hanya perbuatan-perbuatan

yang mempengaruhi persaingan secara langsung dan segera (direct and

28

Tri Anggraini. Konsep Dasar Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Penerapan Pendekatan

“Rule Of Reason dan Per Se Illegal” Dalam Hukum Persaingan.h. 89

29

Munir Fuady. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Usaha Sehat, h.48

30

(35)

immediate) yang dapat dianggap bertentangan dengan hukum. Apabila efeknya

terhadap persaingan terjadi secara tidak langsung atau merupakan efek samping

semata-mata, maka tindakan tersebut walaupun menimbulkan efek yang negatif

terhadap persaingan pasar tetap dianggap tidak bertentangan dengan hukum

persaingan usaha. Sebaliknya apabila efeknya terhadap persaingan secara

langsung walaupun tidak tergolong rasionable tetap dikatakan melanggar

hukum persaingan usaha.31

5. Pendekatan Paradigma Harvard

Paradigma SCP tradisional berpendapat bahwa struktur pasar akan

mempengaruhi perilaku perusahaan dalam membuat keputusan untuk

berkompetisi atau berkolusi, misalkan tingkat konsentrasi yang tinggi akan

mendorong perusahaan untuk melakukan kolusi, yang pada gilirannya akan

menentukan kinerja yang dicapai. Kinerja yang baik akan muncul dari struktur

dan perilaku yang kompetitif. Pola hubungan linier yang sederhana ini

menempatkan struktur sebagai pengaruh utama dari keberhasilan fungsi pasar.

Karena hal tersebut, pengikut aliran SCP tradisional dikenal dengan istilah

ekonom „strukturalis‟.32

Kinerja = f (struktur, perilaku dan kondisi dasar)33

31

Ibid,.h.49.

32

Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h.42.

33

(36)

26

Ukuran kinerja yang diambil biasanya tingkat keuntungan, variable struktur

mencakup tingkat konsentrasi dan hambatan masuk, kondisi dasar dapat berupa

kondisi permintaan, pertumbuhan ekonomi dan sebagainya.

6. Paradigma Chicago

Berbeda dengan aliran SCP tradisional yang berbasiskan studi empiric,

tradisi aliran Chicago menekankan pada pentingnya analisis teoritis.

Pandangan-pandangan yang berasal dari paradigm Chicago memiliki banyak

perbedaan dengan aliran SCP tradisional. Perbedaan yang mendasar adalah jika

aliran SCP tradisional menggunakan model persaingan tidak sempurna sebagai

„teropong‟ yang paling tepat dalam memandang perilaku industri, maka aliran

Chicago memilih model persaingan sempurna, karena dianggap memiliki

kekuatan penjelasan (explanatory power) yang lebih baik.34

Dengan kata lain munculnya monopoli atau perilaku anti kompetisi berasal

dari struktur pasar yang timpang (terkonsentrasi). Dengan perilaku strategisnya,

perusahaan-perusahaan besar yang ada di pasar berusaha mencegah masuknya

perusahaan-perusahaan baru untuk ikut berkompetisi dan dapat menetapkan

harga secara tidak wajar. Implikasi dari argument ini adalah pemerintah perlu

turun tangan untuk dapat mencegah dan menghentikan perilaku strategis yang

merugikan pasar tersebut.35

34

Ibid, h.43

35

(37)

D.Pengecualian dalam Undang-undang No 5. Tahun 1999 tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Hukum persaingan usaha adalah element esensial sehingga dibutuhkan

adanya Undang-undang sebagai “code of conduct” bagi pelaku usaha untuk

bersaing di pasar sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku.36

Sehingga ada kepastian hukum bagi para pelaku usaha, dengan kapastian yang

adil dan keadilan yang pasti dan kebergunaan hukum itulah dapat menjamin

kebebasan yang teratur dalam dinamika perekonomian. Sehingga pada

gilirirannya dapat membawa kesejahteraan bersama dalam kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini negara berkepentingan membuat kebijakan persaingan yang

bertujuan menjaga proses keberlangsungan proses kebebasan persaingan itu

sendiri yang di selaraskan dengan freedom of trade (kebebasan berusaha),

freedom of choice (kebebasan untuk memilih), dan access to market (akses untuk

memasuki pasar).

Di samping tujuan tersebut sesuai dengan pancasila dan UUD 1945 secara

ekplisit UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat menegaskan bahwa ada kebijakan persaingan yang

berorientasi pada jaminan kesempatan berusaha yang sama bagi para pelaku

usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. Oleh sebab itu

kebijakan persaingan suatu negara dalam penegakan hukum persaingan akan

36

(38)

28

sangat menentukan efektif atau tidaknya suatu Undang-undang hukum

persaingan.37

Hukum persaingan usaha mengenal adanya pengecualian (exception) untuk

menegaskan bahwa aturan hukum persaingan dinyatakan tidak berlaku bagi jenis

pelaku ataupun prilaku/kegiatan tertentu. Pada umumnya status pengecualian ini

diberikan kepada industri yang dianggap strategis dan lebih baik pengelolaannya

diserahkan kepada negara. Pasal 33 UUD 1945 menghendaki adanya monopoli

negara untuk menguasai bumi dan air berikut kekayaan alam yang terkandung

didalamnya, serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang

banyak.38 Oleh sebab itu perlu adanya suatu acuan yang dipergunakan untuk

pengecualian apakah suatu kegiatan, industry/badan, pelaku usaha yang

bagaimanakah yang dikecualikan dari pengaturan hukum persaingan usaha.

Dalam hal yang dikecualikan dalam hukum persaingan umumnya di dasarkan

kepada beberapa pertimbangan antara lain:

1. Adanya instruksi atau perintah dari UUD Tahun 1945.

2. Adanya instruksi atau perintah dari UU atau peraturan Perundang-undangan

lainnya.

37

Andi Fahmi Lubis et.al. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks.h. 218

38

Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha “Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di

(39)

3. Instruksi atau pengaturan berdasarkan regulasi dalam suatu badan

administrasi.39

Dalam Undang-undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menggenai pengecualian ini di

tentukan dalam Pasal 50 dan ketentuan Pasal 51 yang menyatakan

Pasal 50 Yang dikecualikan dari ketentuan Undang-undang ini adalah:

a. perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;

b. perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;

c. perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;

d. perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;

e. perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;

f. perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia;

g. perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri;

h. pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil; ataukegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani anggotanya.

Dalam Pasal 51 ini diatur menggenai ketentuan monopoli oleh negara:

“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang

39

(40)

30

banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan Undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh

Pemerintah.”

Khusus menggenai pemberian status pengecualian yang berkaitan dengan

negara dalam hukum persaingan dikenal dengan adanya “state action doktrin

dimana perbuatan atau tindakan yang dilakukan pemerintah (atau yang diberikan

kewenang) dari atau yang mewakili pemerintah akan dikecualikan dari ketentuan

peraturan undang-undang hukum persaingan. Doktirn ini banyak memberikan

keuntungan kepada pemerintah sepanjang status ini dipergunakan sesuai

tujuannya terutama efisiensi pada level nasional.40

Disamping dampak positif, perlu diingatkan bahwa adanya dampak negatif

bila pengawasan tidak dijalankan dengan baik sesuai dengan kebijakan persaingan

akan berdampak terhadap ekonomi secara nasional. Oleh sebab kebijakan harus

dibatasi agar pemerintah tidak bertindak oportunis misalnya dengan memastikan

apakah kegiatan tersebut benar-benar bertujuan untuk kepentingsan umum,

kepentingan hajat orang banyak atau memang di perintah oleh konstitusi (active

supervision). Dalam implementasinya pengawasan juga penting untuk

menghindari terjadinya prilaku anti persaingan yang bersifat privat (bukan

negara) tetapi dengan melaksanakan doktrin ini.41

40

Ibid.h 221

41

(41)

31

A. Sejarah Singkat Asuransi Sosial di Indonesia

Usaha asuransi di Indonesia sudah mulai terbentuk pada permulaan abad ke

19, namun jenis asuransi ini belum dapat berkembang secara merata dalam setiap

lapisan masyarakat. Akibatnya sebagian besar masyarakat di pedesaan belum

mengetahui arti dan manfaat asuransi sebagai pengalihan resiko apabila terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan atau diluar dugaan yang menimbulkan kerugian,

namun secara tradisional sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki bentuk atau

cara penyelenggaraan usaha-usaha bantuan untuk kepentingan bersama. Usaha

tersebut dikenal dengan sebutan gotong-royong.42 Gotong-royong merupakan ciri

yang hakiki dari diri kepribadian bangsa Indonesia yang disimpulkan dalam

Pancasila, dan ideology Pancasila ini berakar pada nilai-nilai budaya Indonesia.

Dimasukannya asas gotong-royong dalam asuransi sosial, merupakan salah satu

sebab mengapa asurasi sosial dapat diterima dan berkembang didalam masyrakat.

Dalam hubungan ini dapat menggutip pendapat Von Savighny yang mengatakan

bahwa seharusnya ada hubungan organis antara hukum suatu bangsa dengan jiwa

dan sifat-sifat bangsa itu sendiri.43 Usaha ini merupakan modal atau dasar yang

kuat bagi terwujudnya serta berkembangnya asuransi sosial di Indonesia.

42

(42)

32

Secara formal masuknya asuransi dan lembaga asuransi di Indonesia ialah

sejak berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Belanda di

Indonesia pada tahun 1848. Berlakunya KUHD Belanda di Indonesia ini adalah

atas dasar konkordasi yang dimuat dalam Stb 1943 No.23, yang di undangkan

pada tanggal 30 April 1947 dan mulai berlaku pada 1 Mei 1848.44

B. Pengertian Asuransi Sosial

Asuransi atau dalam bahasa Belanda “verzekering” yang berarti

pertanggungan. Dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu: pihak yang satu

bersedia untuk menjadi penanggung atau penjamin dan pihak yang lain mendapat

pengantian suatu kerugian, yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu

peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum di tentukan

saat akan terjadinya.45

Sedangkan dalam Pasal 246 KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang)

“ Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dimana penangung

dengan menikmati premi dari tertanggung mengikatkan diri untuk memberikan ganti rugi kepadanya karena suatu kehilangan kerugian atau ketidak untungan yang diharapkan yang mungkin dapat diderita olehnya karena suatu peristiwa yang tidak pasti.

43

Bernard l Tanya,dkk,. Teori Hukum “Strategi Terbib Manusia Lintas Ruang dan Generasi”.Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.h. 84

44

Sri Rejeki Hartono. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta:Sinar Grafika,1995.h 51

45

(43)

Dari pengertian asuransi diatas maka dapat diambil beberapa unsur penting

dalam asuransi;

1. Adanya pihak penanggung dan tertanggung, sehinnga ia merupakan perjanjian

timbal balik. Oleh karna itu harus terdapat kesepakatan antara penanggung

dan tertanggung.

2. Peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung karena penanggung

tidak mampu menghadapi risiko yang akan terjadi.

3. Adanya kewajiban membayar premi dari pihak tertanggung kepada pihak

penanggung

4. Adanya peristiwa yang tidak tertentu, yang semula belum jelas terjadi dan

tidak diharapkan terjadinya

5. Adanya ganti kerugian, bilamana peristiwa yang tidak tertentu itu benar-benar

terjadi, maka penanggung berkewajiban mambayar ganti rugi.

Pengertian Asuransi sosial sendiri menurut Mehr dan Cammack dalam buku

yang berjudul “Principil of Insurance” yang ditermahkan oleh A.Hasim dengan

judul “Badan Usaha Asuransi”, memberikan definisi tentang asuransi sosial

adalah “alat untuk menghimpun risiko dengan memindahkan kepada organsasi

yang biasanya adalah organisasi pemerintah, yang diharuskan oleh

Undang-undang untuk memberikan manfaat keuangan atau pelayanan kepada atau atas

(44)

34

yang telah ditetapkan sebelumnya.46 Berdasarkan pengertian di atas asuransi

sosial mempunyai sifat wajib dan besarnya santunan (benefit) pada umumnya di

tetapkan pemerihtah. Golongan asuransi ini tidak ditujukan untuk memperoleh

keuntungan, tetapi lebih banyak ditekankan kepada kepantasan masyarakat (sosial

adequacy). Penyelenggaraan biasanya diselengarakan oleh pemerintah sehinnga

sering pula disebut Social Government Insurance.47

Oleh karena itu Asuransi Sosial memiliki ciri-ciri khusus, yaitu 1. Penanggung (Biasanya organisasi di bawah wewenang pemerintah)

2. Tertanggung (Biasanya masyarakat luar anggota/golongan masyarakat tertentu)

3. Risiko (Suatu kerugian yang sudah di atur dan di tentukan terlebih dahulu) 4. Wajib (Berdasarka suatu ketentuan Undang-undang atau ketentuan lain).48

C. Pelaksanaan Asuransi Sosial di Indonesia

1. Pra BPJS

a. Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil

Sejak tahun 1963 bagi pegawai negeri telah berlaku suatu jenis

asuransi sosial yaitu tabungan dan asuransi sosial pegawai negeri sipil

(Taspen). Setelah mengalami beberapa perubahan, setelah tahun 1981

dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1981 Taspen perubah menjadi

Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil. Dengan penyelenggaraan Persero

46

Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia.Jakarta:PT.Rineka Cipta,2004.h. 339

47

Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga. Bandung: P.T Alumni,2003.h. 89-90

48

(45)

Taspen dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 1981 yang merubah

Perusahaan Umum Taspen menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).49

Perserta Asuransi Pegawai Negeri Sipil adalah semua Pegawai Negeri

Sipil, kecuali Pegawai Negeri Sipil yang berada di lingkungan

Departemen Pertahanan dan Keamanan. Untuk pegawai lain termasuk

Badan Usaha Miliki Negara dapat ditetapkan sebagai perserta Asuransi

Sosial dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pada prekteknya dana

taspen bersumber dari pembayaran premi oleh peserta asuransi sosial ini

sebesar 4,75% dari penghasilan sebulan (gaji pokok+tunjangan keluarga)

berdasarka Kepres No. 8 Tahun 1977.

Program yang dikelola oleh Taspen:

1) Program tabungan hari tua.

2) Program asuransi sosial tenaga kerja.

3) Program pensiun.50

b. Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang

Jenis asuransi sosial diatas diatur dalam Undang-undang No. 33 Tahun

1964 jo Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1965. Asuransi ini

diselengarakan untuk menanggung orang-orang yang menerima ganti rugi

akibat dari suatu kecelakaan atau ongeval yang menggenai tubuh pihak

49

Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia.h.340

50

(46)

36

tertanggung.51 Adapun yang ditunjuk sebagai penyelenggaranya adalah

PT. Persero Asuransi kerugian Jasa Raharja.

Menurut ketentuan diatas, setiap penumpang kendaraan umum baik

darat dan udara diwajibkan membayar iuran wajib kepada PT. Persero

Asuransi Kecelakaan Jasa Raharja disatukan dengan harga tiket. Apabila

terjadi kecelakaan yang menimpa kendaraan tersebut, maka penumpang

atau ahli warisnya akan mendapat satunan dari PT. Persero Asuransi

Kecelakaan Jasa Raharja yang jumlahnya ditetapkan dengan keputusan

Mentri Keuangan.52

c. Dana Kecelakaan Lalu Lintas

Asuransi yang dimaksud untuk memberikan santunan bagi korban

kecelakaan lalu lintas jalan ini diatur didalam Undang-undang No. 34

Tahun 1964 jo Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 ditetapkan

bahwa setiap pengusaha atau pemilik alat angkutan lalu lintas jalan

diwajibkan memberi sumbangan setiap tahunnya untuk dana kecelakaan

lalu lintas jalan. Pada prakteknya pemungutan sembangan disatukan

dengan pembayaran pajak untuk memperoleh/ memperpanjang Surat

Tanda Nomor Kendaraan bermotor (STNK) setiap tahunnya. Adapun

51

Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia, h. 270

52

(47)

yang mendapat santunan adalah korban diluar kendaraan yang mendapat

musibah sebagai pengguna kendaraan tersebut.53

d. Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun

Program pemeliharaan kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan

Peneriman Pensiun atau yang lebih dikenal dengan (ASKES) diatur dalam

Peraturan Pemerinta No. 22 tahun 1984. Untuk memperoleh jaminan

kesehatan dengan sistem asuransi ini, setiap pegawai negeri sipil wajib

membayar iuran setiap bulannya sebesar 2% dari penghasilannya setiap

bulan.54

Pada perkembangannya sejak 23 Desember 1991 Peraturan

Pemerintah No. 22 Tahun 1984 dinyatakan tidak berlaku lagi oleh

Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1991 Tentang Pemeliharaan

Kesehatan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Pejuang

Kemerdekan. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) PP No. 69 Tahun 1991

yang menjadi Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran, Pejuang

Kemerdekan serta keluargannya, selain itu pegawai dan penerima pensiun

badan usaha dan badan lainnya dapat menjadi peserta penyelenggara dapat

menjadi peserta penyelenggaraan yang diselenggarakan oleh askes.55

53

Ibid, h. 118

54

Ibid, h. 199

55

(48)

38

e. Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI)

ASABRI dibentuk tahun 1963, seperti halnya pegawai negeri sipil

anggota ABRI termasuk dalam peserta Taspen yang diatur dalam

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1963. Dengan beberapa pertimbangan

kemudian anggota ABRI dibentuk asuransi sosial sendiri, yaitu ASABRI

dengan Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1971.56

Sejak tanggal 17 Desember 1991 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun

1971 diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1991 yang

mengatur tentang ASABRI. Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerinta No. 67

tahun 1991 program ASABRI terdiri dari satuan asuransi, santunan resiko

kematian, santunan nilai tunai asuransi dan biaya pemakaman.57

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 ini dimaksudkan

Pegawai Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil dan anggota ABRI, dimana

anggota ABRI terdiri dari prajuritTNI dan anggota Polri. Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1974 ini ditindaklanjuti dengan Keppres Nomor 56 Tahun

1974 tentang Pembagian, Penggunaan, Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Besarnya Iuran-iuran yang dipungut dari 4 % sebagaimana tercantum

dalam pasal 1 Keppres tersebut dan diubah menjadi 4,75 % pada Keppres

56

Man Suparman Sastrawidjaja. Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,h.120

57

(49)

Nomor 8 Tahun 1977, untuk Tunjangan Hari Tua dan Perumahan sebesar

3,25 % dan Dana Kesehatan sebesar 2 % dari gaji.58

f. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menggenai asuransi tenaga kerja pengaturannya terdapat dalam

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 dan Peraturan Pemerintah No.

34 tahun 1977. Kemudian sejak tanggal 17 Februari 1992, ASTEK di

ubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 menjadi Jaminan Sosial

tenaga Kerja mengenai kewajiban pembayaran premi berdasarkan

ketentuan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3) PP No. 14 Tahun tentang Jaminan

Sosial Tenaga Kerja, pengusaha menanggung penuh iuran Jaminan

Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan

Kesehatan dan untuk iuran jaminan Hari Tua 3,70% ditanggung oleh

pengusaha dan 2% ditanggung oleh tenaga kerja. yang ruang lingkupnya

meliputi:

1) Jaminan kecelakaan kerja

2) Jaminan hari tua

3) Jaminan kematian

4) Jaminan pemeliharaan kesehatan.59

2. Pasca BPJS

58

http://www.asabri.co.id/index.php/info_syarat/info_pensiun diunduh pada 5 April 2015, Pada pukul 14:30

59

(50)

40

Usaha memajukan kesejahteraan rakyat, berarti suatu usaha untuk

mewujudkan suatu tingkat kehidupan masyarakat yang optimal berupa

kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin dengan kualitas kehidupan yang

dapat memenuhi unsur-unsur kebutuhan dasar manusia diantaranya kesehatan.

Bidang pelayanan kesehatan sebagai salah satu unsur perbekalan kesehatan

merupakan faktor yang paling dominan dalam memenuhi kebutuhan untuk

mewujudkan derajat kesehatan tersebut.60

Status hukum Persero Jamsostek, Taspen, Asabri dan Askes pasca putusan

Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak

Dengan praktek monopoli dimaksudkan adalah sebagai suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh 1 (satu) atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau

Pelaku usaha belum pernah melakukan pelanggaran yang sama atau sejenis terkait larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam

• Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

5 tahun 1999 menyatakan: (1) pelaku usaha dilarang melakukan pengabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

5 tahun 1999 menyatakan: (1) pelaku usaha dilarang melakukan pengabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

Kartel (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak

(5) Unsur yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya