ALDI DWI PRIADI UNIKOM ABSTRACT
Education levels of each employee can be considered still less than
achievement, because there are still employees who are high school educated.
education can improve the knowledge and ability of each employee which leads to
increased competence and performance which are owned by each employee. the
Legal Bureau of West Java Regional Secretariat provide education in the form of
training and educational programs provided to employees who wish to follow the
program. The purpose of this study was to determine the effect of education level
and competency Against Employee Performance.
This research method using descriptive method verification, the unit of
analysis in this study are employees of the Legal Bureau of the Regional Secretariat
of West Java with a total population of 53 people who were taken through
techniques census methods, methods of analysis using path analysis, using SPSS
19.0 for Windows.
the results of path analysis concludes that a significant influence on the level
of education and competence of employees. Education and Competence levels
simultaneously affect the performance of the employee. related to one another very
Latar Belakang Penelitian
Kinerja menurut Armstrong dan Baron (1998 : 15) dalam Wibowo (2009:7)
merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis
organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Lebih jauh
Menurut Moeheriono (2012 : 95) mengatakan bahwa kinerja dapat diketahui dan
diukur jika individu atau sekelompok pegawai telah mempunyai standar
keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi.
Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam
pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin
dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya.
Seorang Pegawai Negeri Sipil yang berkinerja baik maka mereka memiliki
kompetensi yang baik pula. menurut Lyle Spencer & Signe Spencer yang di
terjemahkan oleh Sudarmanto (2009:46) kompetensi merupakan “karakteristik
dasar perilaku individu yang berhubungan dengan kriteria acuan efektif dan kinerja
unggul di dalam pekerjaan atau situasi”.
Kompetensi sebagai karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan
dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar
individu yang memiliki hubungan sebab-akibat yang berarti bahwa seseorang yang
memiliki tingkat kompetensi yang tinggi, maka pegawai tersebut memiliki kinerja
yang tinggi pula.
berkaitan erat dengan kemampuan profesionalitas pegawai yang bersangkutan yang
tercermin pada kualitas pegawai dalam menjalankan fungsi, peran dan tugasnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya kinerja sangat
dipengaruhi oleh kualitas pendidikan pegawai itu sendiri.
Fenomena yang terlihat disini adalah dari tingkat pendidikan pegawai di
Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat yang cenderung masih rendah, Hal ini
dilihat dari latar belakang pendidikan pegawai yang rendah serta tidak sesuai
dengan kebutuhan instansi.
Contohnya masih banyak karyawan yang belum disiplin dan belum tepat
waktu, serta kompetensi yang dimiliki pegawai bisa dikatakan rendah, maka
penanganan dari instansi untuk membantu pegawai dalam meningkatkan
kompetensi serta kinerja mereka, yaitu dengan diadakannya program pendidikan
dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka dari berbagai aspek.
Melihat permasalahan yang terjadi serta kajian teori yang menjadi
pendukung dalam penelitian, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Terhadap Kinerja
di rumuskan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana Tingkat Pendidikan pada pegawai Biro Hukum Sekretariat Daerah
Jawa Barat
2. Bagaimana Kompetensi pada pegawai Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa
Barat
3. Bagaimana Kinerja pegawai pada pegawai Biro Hukum Sekretariat Daerah
Jawa Barat
4. Bagaimana Tingkat Pendidikan berpengaruh terhadap Kompetensi pegawai
pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
5. Apakah Tingkat Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai
pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
6. Apakah Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai pada
Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
7. Apakah Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Secara Simultan berpengaruh
Signifikan terhadap Kinerja Pegawai pada Biro Hukum Sekretariat Daerah
Jawa Barat
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam latar belakang maka penelitian
Jawa Barat
3. Untuk mengetahui kinerja pegawai di Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa
Barat
4. Untuk mengetahui Tingkat Pendidikan berpengaruh terhadap Kompetensi
pegawai di Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
5. Untuk mengetahui Tingkat Pendidikan berpengaruh Signifikan terhadap
Kinerja Pegawai pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
6. Untuk mengetahui Kompetensi berpengaruh Signifikan terhadap Kinerja
Pegawai pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
7. Untuk mengetahui Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Secara Simultan
berpengaruh Signifikan Terhadap Kinerja Pegawai pada Biro Hukum
Sekretariat Daerah Jawa Barat
KAJIAN PUSTAKA
Kajian pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah,
penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian kajian
pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan
digunakan dalam penelitian. Adapun tinjauan pustaka pada penelitian ini meliputi
kepribadian manusia. Menurut Soekidjo (2009 : 27) pendidikan khususnya kepada
pegawai secara tidak langsung berakibat pada meningkatnya kemampuan dalam
melaksanakan tugas atau pekerjaan.
Kompetensi
Kompetensi ialah karakteristik yang mendasari seorang berkaitan dengan
efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik yang mendasari
seseorang berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam pekerjaannya
Kemudian, Moeheriono (2012:5) mengatakan bahwa kompetensi ialah merupakan
sebuah karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap,
dan bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan
oleh seseorang pada waktu periode tertentu.
Kinerja Pegawai
Kinerja ialah perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga
kerja per satuan waktu (lazimnya per jam). Selanjutnya Gomes dalam
Mangkunegara (2009: 9) mengemukakan bahwa kinerja sebagai ungkapan seperti
output, efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas. Maka
diambil kesimpulan bahwa kinerja pegawai adalah merupakan suatu tingkat
kemajuan seseorang pegawai atas hasil dari usahanya untuk meningkatkan
adalah sebagai berikut : “Objek penelitian adalah sarana ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid dan
reliable tentang suatu hal.”
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui
pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga
menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang
diteliti.
POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah seluruh data yang menjadi objek penelitian (Margono,
2010:118). Menurut Sugiyono (2012:115) populasi dapat didefinisikan sebagai
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Biro Hukum
Sekretariat Daerah Jawa Barat yang berjumlah 53 orang yang merupakan jumlah
(indeks validitas) diperoleh hasil uji validitas sebagai berikut:
1. Variabel Tingkat Pendidikan
Hasil Pengujian Validitas Tingkat Pendidikan
Variabel No
Hasil Pengujian Validitas Kompetensi Pegawai
Variabel
Item Validitas Kritis Kesimpulan
Kinerja Pegawai
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa semua butir pernyataan untuk
variabel kinerja pegawai valid dan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian
serta dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.
Hasil Uji Reliabilitas
Berikut adalah hasil uji reliabilitas dari ketiga (3) variabel dalam penelitian
ini yaitu, Tingkat Pendidikan, Kompetensi dan Kinerja Pegawai, yang dapat dilihat
Tingkat
Pendidikan 0,777 0,700 Reliabel
Kompetensi 0,875 0,700 Reliabel
Kinerja 0,912 0,700 Reliabel
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
ketiga (3) variabel dalam penelitian ini dinyatakan reliabel karena hasil uji
reliabilitas variabel berada diatas nilai kritis, yaitu 0,700.
Pengujian Jalur (Path Analysis)
Pada pengujian pertama variabel Tingkat Pendidikan berperan sebagai variabel
independen dan Kompetensi sebagai variabel dependen. Selanjutnya untuk menguji
pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Kompetensi pegawai ditempuh dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghitung Koefisien Jalur
Karena variabel independen hanya satu variabel (Tingkat
Pendidikan), maka nilai koefisien korelasi sekaligus menjadi koefisien jalur.
Tabel 4.23
Koefisien Jalur Tingkat Pendidikan Terhadap Kompetensi Pegawai
Berdasarkan tabel output di atas diperoleh koefisien jalur Px1x2= 0,646 pada
tabel diatas merupakan nilai koefisien jalur penilaian Tingkat Pendidikan terhadap
Kompetensi. Maka koefisien determinasi merupakan kuadrat dari koefisien jalur
yang lainnya sama dengan koefisien korelasi. Dengan demikian maka secara
matematis koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:
2 2
1 2 1 2
x x x x
KDr p
dimana px1x2 : Koefisien jalur, dan
rx1x2 : Koefisien korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2
Berikut adalah nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi hasil
Berdasarkan tabel di atas diperoleh nilai rx1x2 sebesar 0,646 yang lainnya
sama dengan koefisien jalur yang telah disajikan sebelumnya. Dengan demikian
maka koefisien determinasi dapat dihitung sebagai berikut:
20, 646 0, 418 41,8%
KD
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa nilai koefisien determinasi
yang diperoleh sub struktur pertama sebesar 41,8%. Hal ini menunjukan bahwa
tingkat pendidikan memberikan kontribusi pengaruh terhadap kompetensi pegawai
sebesar 41,8%, sedangkan sisanya sebesar 58,2% merupakan pengaruh dari
variabel lain. Dalam arti lain maka tingkat pendidikan yang dimiliki masing-masing
pegawai merupakan faktor penunjang dalam menciptakan kompetensi yang baik
dan dibutukan oleh instansi khususnya Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat.
Dengan demikian, maka diperoleh persamaan jalur sebagai berikut:
Gambar 4.6
terhadap kompetensi pegawai, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan
rumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 : px1x2= 0 Artinya, tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap
kompetensi pegawai di Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat.
H1 : px1x2≠ 0 Artinya, tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap
kompetensi pegawai di Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat.
Dengan taraf signifikansi 0,05
Kriteria : Tolak H0 jika t hitung lebih besar dari t tabel, terima dalam hal lainnya
Dengan menggunakan SPSS statistic 20.0, diperoleh hasil uji hipotesis
Tingkat Pendidikan Terhadap Kompetensi Pegawai sebagai berikut:
Tabel 4.25
Pengujian Hipotesis Tingkat Pendidikan Terhadap Kompetensi Pegawai Koefisien
Jalur thitung ttabel(db:51) p-value H0 H1
0,646 6,047 2,008 0,000 Ditolak Diterima
Berdasarkan tabel di atas diperoleh informasi bahwa nilai t-hitung yang
diperoleh tingkat pendidikan sebesar 6,047. Nilai ini akan dibandingkan dengan
nilai t-tabel pada tabel distribusi t. Dengan α=0,05, df=n-k-1=53-1-1=51, untuk
pengujian dua sisi diperoleh nilai t-tabel sebesar ± 2,008. Dari nilai-nilai di atas
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian menurut Fitra Syabania
Nur (2014) yang menyatakan bahwa Tingkat Pendidikan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kompetensi Pegawai.
Jika disajikan dalam grafik, nilai t-hitung dan t-tabel tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Gambar 4.7
Kurva Hipotesis Tingkat Pendidikan Terhadap Kompetensi Pegawai Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang disertai dengan
teori-teori yang mendukung mengenai “Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Kompetensi
Terhadap Kinerja Pegawai, maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
Daerah Penerimaan H0
Daerah penolakan Ho
t tabel= -2,008 0 t tabel = 2,008
t hitung =6,047 Daerah
dimiliki masing-masing pegawai secara keseluruhan sudah baik dan
menandakan bahwa Jenjang Pendidikan pegawai sesuai dengan standar yang
telah ditentukan instansi, namun masih ada indikator yang memiliki kriteria
cukup tinggi, yaitu Kesesuaian Jurusan, artinya masih ada pegawai yang
kesesuaian jurusannya masih kurang sesuai dengan bidang pekerjaannya saat
ini.
2. Berdasarkan tanggapan responden mengenai Kompetensi Pegawai pada Biro
Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat dengan indikator Intelektual, Emosional
serta Sosial termasuk dalam kriteria baik, artinya kemampuan intelektual dan
emosional serta sosial yang dimiliki masing-masing pegawai sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan instansi.
3. Berdasarkan tanggapan responden mengenai Kinerja Pegawai pada Biro
Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat dengan indikator Kuantitas, Kualitas,
Pengetahuan Kerja, Efisiensi, Keandalan, Sikap Pegawai, Kreatifitas Pegawai
termasuk kedalam kriteria baik, namun masih ada indikator yang memiliki
kriteria baik, yaitu Kuantitas Kinerja Pegawai, artinya sebagian pegawai masih
ragu-ragu dalam melaksanakan tugas pekerjaan, sebagian pegawai menyatakan
bahwa mereka masih ragu apabila jumlah dari pekerjaan mereka masih kurang
5. Berdasarkan pengujian Hipotesis secara simultan, Tingkat Pendidikan serta
Kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Biro Hukum
Sekretariat Daerah Jawa Barat.
6. Berdasarkan pengujian Hipotesis secara parsial, tingkat pendidikan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai di Biro Hukum Sekretariat
Daerah Jawa Barat.
7. Berdasarkan pengujian Hipotesis secara parsial, kompetensi berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai di Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa
Barat.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas di Bab IV dan dari
penarikan kesimpulan di atas mengenai Pengaruh Tingkat Pendidikan dan
Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa
Barat, maka dapat diajukan saran sebagai berikut :
1. Tingkat Pendidikan Pegawai pada Biro Hukum Setda Jabar di nilai tinggi.
Akan tetapi sebaiknya organisasi tersebut diwajibkan selalu untuk
memperhatikan kemampuan dari masing-masing pegawainya, jenjang
pendidikan pegawai serta kesesuaian jurusan yang dimiliki masing-masing
pegawai harus selalu diperhatikan, selain itu pendidikan non formal di dalam
pegawainya dan karyawan memiliki kompetensi yang baik seperti dibutuhkan
instansi.
2. Kompetensi pegawai pada Biro Hukum Setda Jabar di nilai baik. Akan tetapi
seorang pimpinan masing-masing Biro khususnya Biro Hukum diwajibkan
untuk selalu mengukur kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai,
dalam artian peran Intelektual, Emosional serta peran Aspek Sosial pun
menjadi faktor penting dalam membedakan kompetensi yang dimiliki satu
pegawai dengan pegawai lainnya, pegawai yang memiliki kompetensi yang
baik mereka akan selalu terpacu untuk selalu bekerja lebih giat dan mereka
selalu memiliki suatu tanggung jawab akan pekerjaannya. Akan tetapi peran
pendidikan masing-masing pegawai juga merupakan faktor penunjang dalam
menentukan tingkat kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai.
3. Kinerja Pegawai pada Biro Hukum Setda Jabar di nilai baik. Tetapi seorang
pimpinan Biro harus lebih memberikan motivasi untuk para pegawainya, agar
seorang pegawai menjadi seseorang yang memiliki kualitas, kuantitas,
pengetahuan kerja, efisiensi, keandalan, sikap pegawai, serta kreatifitas
pegawai yang baik. Dan secara tidak langsung hal-hal tersebut membantu
instansi dalam mewujudkan visi dan misi yang dimiliki instansi khususnya
yang dimiliki masing-masing pegawai.
5. Tingkat pendidikan serta kompetensi secara simultan berpengaruh terhadap
kinerja pegawai, akan tetapi Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
diwajibkan untuk memperhatikan pengaruh lain faktor yang meningkatkan
kinerja pegawai. Hal ini merupakan bentuk evaluasi serta kemajuan yang
berguna bagi Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat.
6. Hasil pengujian hipotesis secara parsial tingkat pendidikan berpengaruh
signifikan terhadap kinerja pegawai, hal ini menunjukan bahwa Instansi wajib
memberikan program pendidikan serta pelatihan kepada masing-masing
pegawai yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja masing-masing pegawai.
7. Hasil pengujian hipotesis secara parsial kompetensi berpengaruh signifikan
terhadap kinerja pegawai, hal ini menunjukan bahwa instansi diwajibkan
mengevaluasi kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai agar pegawai
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Tingkat Pendidikan 2.1.1.1 Pengertian Pendidikan
Menurut Soekidjo (2009 : 16) mengatakan pendidikan merupakan upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
kemampuan dalam intelektual dan kepribadian manusia. Menurut Soekidjo (2009 :
27) akhir proses dilaksanakannya program pendidikan di dalam suatu organisasi
diharapkan menjadi perubahan dalam bentuk perilaku yang dimiliki masing-masing
pegawai. Yakni meningkatnya kemampuan dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan. Ini berarti bahwa program pendidikan yang dilakukan oleh
masing-masing organisasi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja. Kemampuan
baru (hasil perubahan) itu dirumuskan dalam suatu tujuan pendidikan (educational
objective). Pada dasarnya tujuan pendidikan adalah suatu deskripsi dari
pengetahuan, sikap, tindakan, penampilan, dan sebagainya yang diharapkan akan
memiliki sasaran pelatihan pada periode tertentu.
Kecepatan dan kecermatan pun perlu selalu diperhatikan, ditingkatkan dan
berfungsi untuk terus memperbaiki kinerja agar semakin baik. Maka yang
diuntungkan dari hal itu adalah pegawai itu sendiri, pimpinan dan organisasi.
2.1.1.2 Hal Pokok Pendidikan
Dari pengertian tersebut terdapat tiga hal pokok pendidikan, yaitu :
1. Merupakan suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik dan
metode
2. Sebagai suatu proses, pendidikan merupakan serangkaian kegiatan yang
berlangsung relatif lama dan diselenggarakan dengan pendekatan yang formal
dan structured. Structured artinya pendidikan diselenggarakan oleh satuan
kerja yang melembaga dan kegiatannya diarahkan kepada seseorang atau
sekelompok orang yang dipandang menguasai materi yang hendak dialihkan
kepada orang lain yang mengikuti program pendidikan yang bersangkutan.
3. Melalui serangkaian kegiatan, baik sifatnya stukturer maupun ekstra kurikuler,
yang telah disusun dan dipersiapkan, standar pengetahuan tertentu yang ingin
dialihkan kepada yang akan diajar oleh yang mengajar, artinya sesuatu program
pendidikan diarahkan kepada pemenuhan standar pengetahuan dan akademik
tertentu.
2.1.1.3 Pemberian Pendidikan Terhadap Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Negen Sipil (PNS) sebagai unsur utama Sumber Daya Manusia
(SDM) Aparatur Negara mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sosok PNS yang mampu
diindikasikan dan sikap dan perilakunya yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan
kepada Negara, bermoral, dan bermental baik, profesional, sadar akan
tanggungjawabnya sebagai pelayan publik, serta mampu menjadi perekat persatuan
dan kesatuan bangsa. Untuk dapat membentuk sosok PNS seperti tersebut di atas,
pertu diberikan pendidikan yang mengarah kepada upaya peningkatkan : sikap dan
semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa,
negara, dan tanah air; kompetensi teknis, manajerial, dan atau kepemimpinannya
dan efisiensi, efektifitas, dan kualitas pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan
semangat kerjasama dan tanggung jawab sesuai dengan lingkungan kerja
organisasinya.
2.1.1.4 Tujuan Pemberian Pendidikan Terhadap Pegawai Negeri Sipil
Menurut UU 48 pasal 2 tahun 2009 yang berjudul “PEDOMAN
PEMBERIAN TUGAS BELAJAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL” fungsinya
ialah sebagai berikut:
a. memenuhi kebutuhan akan tenaga yang memiliki keahlian atau kompetensi
tertentu dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi serta pengembangan
organisasi;
b. meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta sikap dan
kepribadian profesional PNS sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam
2.1.1.5 Cara Memperoleh Pendidikan
Terdapat tiga cara Pegawai Negeri Sipil memperoleh pendidikan, yaitu :
1. Program Diklat (Pendidikan dan Pelatihan)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan
dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, kepemerintahan yang baik adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalisme, akuntabilitas, tranparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
2. Program Tugas Belajar
Tugas belajar adalah mengikuti Sekolah Formal untuk melanjutkan ke
jenjang yang lebih tinggi dengan biaya ditanggung oleh Negara. Penyusunan
rencana kebutuhan tugas belajar dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan akan
PNS yang memiliki pengetahuan, kemampuan, keterampilan, serta sikap dan
kepribadian profesional sebagai salah satu persyaratan dalam melaksanakan tugas
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di bidang pendidikan.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas, dapat diketahui bahwa pendidikan
merupakan suatu proses kegiatan untuk memberikan bekal pengetahuan,
keterampilan dan kecakapan tertentu, juga pembentukan sikap atau kepribadian
seseorang dalam jangka waktu yang relatif cukup lama.
3. Program Izin Belajar
Izin belajar adalah mengikuti sekolah formal untuk melanjutkan ke jenjang
mengganggu tugas pekerjaan sehari-hari, program izin belajar menggunakan biaya
masing-masing pegawai dan biaya tidak ditanggung oleh negara. Program ini
bertujuan khususnya pada pegawai yang belum pernah mengikuti jenjang
perkuliahan dan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kedisiplinan
masing-masing pegawai.
Maka dari itu tingkat pendidikan seorang pegawai sangat penting bagi
sebuah perusahaan agar pencapaian visi dan misi perusahaan dapat berkembang
optimal yang disebabkan oleh terciptanya sumber daya manusia yang kreatif dan
memiliki sebuah profesionalitas yang tinggi dari masing-masing individu, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka semakin luas pengetahuan seseorang, akan
semakin tinggi daya analisanya, sehingga pada akhirnya dia akan mampu
memecahkan masalah yang dihadapinya, juga akan lebih besar tingkat tanggung
jawabnya.
2.1.1.6 Indikator Tingkat Pendidikan
Menurut UU SISDIKNAS No. 20 (2003), Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Indikator
tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan, terdiri dari:
1. Pendidikan dasar: Jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama
masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
2. Pendidikan menengah: Jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.
3. Pendidikan tinggi: Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang
mencakup program sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang Tujuannya
ialah untuk mengukur perubahan yang terjadi seperti; rejust turn over rate
(pemecatan pegawai dan memasukan pegawai baru), penurunan biaya-biaya
yang terjadi, peningkatan efisiensi, peningkatan kualitas dan kuantitas kinerja
pegawai.
Kesesuaian jurusan adalah sebelum pegawai direkrut terlebih dahulu
perusahaan menganalisis tingkat pendidikan dan kesesuaian jurusan pendidikan
pegawai tersebut agar nantinya dapat ditempatkan pada posisi jabatan yang sesuai
dengan kualifikasi pendidikannya tersebut. Dengan demikian pegawai dapat
memberikan kinerja yang baik bagi perusahaan.
2.1.2 Kompetensi
2.1.2.1 Pengertian Kompetensi
Pengerian dan arti kompetensi oleh Moeheriono dalam bukunya yang
berjudul “pengukuran kinerja berbasis kompetensi” (2012:5) dapat didefinisikan
bahwa kompetensi ialah sebagai karakteristik yang mendasari seorang berkaitan
mendasari seseorang berkaitan dengan efektifitas kinerja individu dalam
pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau
sebagai sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja
prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu. Menurut Moeheriono
(2012:5) menyebutkan bahwa berdasarkan dari definisi kompetensi diatas, maka
banyak mengandung beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah sebagai
berikut :
1. Karakteristik dasar (underlying characteristic) kompetensi adalah bagian dari
kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta mempunyai
perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas pekerjaan.
2. Hubungan kausal (causally related) berarti kompetensi dapat menyebabkan
atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang artinya jika
mempunyai kompetensi yang tinggi maka akan mempunyai kinerja yang tinggi
pula.
3. Kriteria (criterian referenced) yang dijadikan sebagai acuan, bahwa
kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang agar dapat bekerja
dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar.
Kemudian, ia mengatakan bahwa kompetensi ialah merupakan sebuah
karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan
bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh
seseorang pada waktu periode tertentu. Selanjutnya, ia juga mengatakan bahwa
dari karakteristik dasar tersebut tampak tujuan penentuan tingkat kompetensi atau
mengkategorikan tingkat tinggi atau di bawah rata-rata. Oleh karena itu, penentuan
ambang kompetensi tersebut sangat dibutuhkan dan penting sekali tentunya, karena
akan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan bagi proses rekruitmen, seleksi,
perencanaan, evaluasi kinerja dan pengembangan sumber daya manusia lainnya.
Namun demikian Moeheriono mengungkapkan bahwa kompetensi
sehubungan dengan sikap, watak, kepribadian dan pengetahuan yang diperolehnya.
Sedangkan perspektif lainnya seperti pendekatan US Approach, mengatakan bahwa
kompetensi lebih banyak diwujudkan dalam bentuk sertifikasi dan akreditasi.
Elemen kompetensi diidentifikasikan sebagai fungsi-fungsi yang diperlukan
individu yang kompeten agar mampu menyelesaikan sesuatu.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2004, tentang Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan tentang sertifikasi kompetensi kerja
sebagai suatu proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara
sistimatis dan objektif melalui uji kompetensi yang mengacu kepada standar
kompetensi kerja nasional Indonesia dan atau Internasional
Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor: 46A tahun
2003, tentang pengertian kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan
sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga
Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional,
Dari pengertian kompetensi tersebut di atas, kita simpulkan bahwa
kompetensi ini, merupakan suplemen atau pelengkap terhadap deskripsi jabatan
(job description) atau spesifikasi jabatan (job spesification) yang sudah kita kenal
dalam manajemen sumber daya manusia selama ini. Sebab, pada prinsipnya dalam
model kompetensi ini telah memerinci lebih jauh lagi mengenai pengetahuan,
keterampilan, serta atribut personal individu seseorang, apakah yang dibutuhkan
pada suatu posisi tertentu sudah terpenuhi atau tidak. Akhirnya pihak manajemen
lebih mudah dan leluasa memanage pengembangan sumber daya manusia,
lebih-lebih untuk jenjang karier pegawai selanjutnya.
2.1.2.2 Karakteristik Kompetensi
Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasar pada setiap individu
yang dihubungkan dengan kriteria yang dideferensiasikan terhadap kinerja yang
unggul dan efektif dalam sebuah pekerjaan atau situasi. Spencer and spencer
(1993:9) yang dikutip oleh Wibowo (2009:90) menyatakan bahwa :
Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan
mengindikasikan cara berperilaku atau berfikir, menyamakan situasi, dan
mendukung untuk periode waktu yang cukup lama.
Wibowo (2009:91) menyatakan lima tipe karakteristik kompetensi yang ada
di dalam diri pegawai, yaitu :
1. Motif adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang
yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih
2. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau
informasi. Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik
kompetensi seorang pilot tempur.
3. Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri seseorang. Percaya diri
merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap
situasi adalah bagian dari konsep diri orang.
4. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik.
Pengetahuan ialah kompetensi yang kompleks.
5. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu.
Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berfikir analitis dan
konseptual.
2.1.2.3 Tipe Kompetensi Kerja
Spencer and spencer dalam Dharma (2012:21) menyatakan bahwa
kompetensi dapat dibagi dua kategori yaitu :
1. Threshold Competencies
Merupakan karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keahlian dasar
seperti kemampuan untuk membaca) yang harus dimiliki oleh seseorang agar
dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi tidak untuk membedakan seseorang
2. Differntiating Competities
Merupakan faktor-faktor yang membedakan individu berkinerja tinggi dan
rendah. Misalnya, pegawai yang memiliki motivasi biasanya diperhatikan pada
penetapan tujuan yang melebihi apa yang ditetapkan organisasi.
2.1.2.4 Cara Menentukan Kompetensi
Menurut Moeheriono (2012:7) kerangka dasar untuk menentukan
kompetensi mengacu pada langkah-langkah yang disebut FAC, yaitu singkatan dari
Function kemudian, Activities atau Process, baru kemudian, Competency. Caranya
ialah, misalnya menentukan kompetensi apa saja yang diperlukan pada suatu posisi
pekerjaan tertentu. Pertama, perlu menentukan fungsi-fungsi khusus pada suatu
posisi (function of job) terlebih dahulu. Kemudian, langkah kedua, baru
mempelajari secara khusus bagaimanakah aktivitas dalam proses mengerjakan
pekerjaan tersebut (activities atau process) dapat dilaksanakan. Selanjutnya,
langkah ketiga, baru menentukan kompetensi apa saja yang diperlukan.
(competency) pada posisi jabatan tersebut. Berikut piramida kerangka dasar
kompetensi yang disajikan.
Gambar 2.1
Piramida Kerangka Dasar Kompetensi
Dari gambar tersebut, dapat kita simpulkan bahwa fungsi penting dalam
konsep kompetensi meliputi beberapa aspek antara lain: kerangka acuan dasar
dimana disini kompetensi dikonstruksi dengan melibatkan pengukuran standar
yang diakui oleh perusahaan yang terkait, berupa fungsi dari jabatan yang dimiliki
oleh pegawai lalu aspek selanjutnya kompetensi ini tidak hanya diperlihatkan
kepada pihak lain tapi harus dibuktikan dalam menjalankan fungsi kerja / aktivitas
di mana di sini tiap individu harus menyadari bahwa pengetahuan yang dimilikinya
merupakan nilai tambah dalam memperkuat aktivitas atau proses yang diperlukan
oleh sebuah organisasi. Selain itu kompetensi harus merupakan nilai yang merujuk
pada satisfactory perfomance of individual atau kompetensi harus memiliki kaitan
erat dengan kemampuan melaksanakan tugas yang merefleksikan adanya
persyaratan tertentu.
Standar kompetensi adalah bentuk ketrampilan dan pengetahuan yang harus
dimiliki seseorang untuk dapat melaksanakan suatu tugas tertentu. atau standar
kompetensi adalah pernyataan-pernyataan mengenai pelaksanaan tugas di tempat
kerja yang digambarkan dalam bentuk hasil output. Dalam menetapkan standar
kompetensi perlu melibatkan bebeapa pihak seperti pengusaha, serikat pekerja, ahli
pendidikan, pemerintah serta organisasi profesional terkait.
2.1.2.5 Keuntungan Mengembangkan Sistem Kompetensi
Sistem perkembangan kompetensi pada setiap organisasi wajib dan harus
dikembangkan seluas-luasnya, lebih-lebih pada pada organisasi pemerintahan pada
agar pegawai bisa bersaing dengan pegawai lainnya dan memiliki tanggung jawab
dalam mengerjakan tugasnya, manfaat dan keuntungan dalam pengembangan
sistem kompetensi ini adalah sebagai berikut :
1. Dapat dipakai sebagai acuan kesuksesan awal bekerja seseorang. Model
kompetensi yang akurat ini akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan
serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk keberhasilan dalam suatu
pekerjaan tersebut. Apabila seseorang memegang posisi jabatan tertentu, maka
harus mampu memiliki kompetensi yang dipersyaratkan pada posisinya,
niscaya ia akan diprediksikan sukses dan berhasil dalam mengemban tugas
pekerjaannya.
2. Dapat dipakai sebagai dasar penilaian dan pengembangan pegawai selanjutnya.
Hasil identifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat dapat juga dipakai sebagai
tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem
kompetensi ini dapat diketahui apakah seseorang sudah memiliki kompetensi
tertentu yang dipersyaratkan. Kemudian, apabila belum dilakukan, bagaimana
cara mengembangkannya? Apakah dengan pendidikan dan pelatihan? Ataukah
perlu dimutasikan ke bagian yang lain?
2.1.2.6 Dimensi Kompetensi Kinerja
Menurut Spencer and Spencer (1993:34), dikutip oleh Umi Narimawati
(2007:75) Kompetensi individual dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu:
a. Kompetensi intelektual adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan
pemahaman profesional, pemahaman konseptual dan lain-lain) yang bersifat
relatif stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja, yang dibentuk
dari sinergi antara watak konsepdiri. Motivasi internal, serta kapasitas
pengetahuan konstektual. Spencer and Spencer (1993:34).
b. Kompetensi emosional adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan
kemampuan untuk menguasai diri dan memahami lingkungan secara objektif
dan moralis sehingga pola emosinya relatif stabil dalam menghadapi
permasalahan ditempat kerja, yang dibentuk dari sinergi antara watak
konsepdiri. Motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan emosional. Spencer
and Spencer (1993:35).
c. Kompetensi sosial adalah karakter sikap dan perilaku atau kemauan dan
kemampuan untuk membangun simpul-simpul kerja sama dengan orang lain
yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi permasalahan di tempat kerja
yang terbentuk melalui sinergi antara watak, konsep diri motivasi internal serta
kapasitas pengetahuan sosial konseptual. Spencer and Spencer (1993:36).
2.1.3 Kinerja
2.1.3.1 Pengertian Kinerja
Di bawah ini adalah definisi-definisi tentang kinerja pegawai yang
Pendapat Bambang Kusriyanto dalam Mangkunegara (2009: 9) adalah :
“perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja per satuan
waktu (lazimnya per jam)”. Gomes dalam Mangkunegara (2009: 9)
mengemukakan:
“sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas”
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja pegawai
adalah merupakan suatu tingkat kemajuan seseorang pegawai atas hasil dari
usahanya untuk meningkatkan kemampuan secara positif dalam pekerjaannya.
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Menurut Gibson et.all (dalam Mangkunegara, 2009: 10) terdapat tiga faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja yaitu:
1. Atribut Individu
Dengan adanya berbagai atribut yang melekat pada individu akan dapat
membedakan individu yang satu dengan yang lainnya. Faktor ini merupakan
kecakapan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang telah ditentukan
(capacity to perform) terdiri dari:
a. Karakteristik demografi, misalnya: umur, jenis kelamin dan lain-lain.
b. Karakteristik kompetisi, misalnya: bakat, kecerdasan, kemampuan dan
c. Karakteristik psikologi, yaitu niliai-nilai yang dianut, sikap dan kepribadian.
2. Kemampuan untuk Bekerja
Dengan berbagai atribut yang melekat pada individu menunjukan adanya
kesempatan yang sama untuk mencapai suatu prestasi, hanya untuk mencapai
kinerja yang baik diperlukan usaha atau kemauan untuk bekerja keras karena
kemauan merupakan suatu kekuatan pada individu yang dapat memacu usaha
kerja serta dapat memberikan suatu arah dan ketekunan.
3. Dukungan Organisasi
Dalam mencapai kinerja pegawai yang tinggi diperlukan juga adanya dukungan
atau kesempatan dari organisasi/perusahaan. Hal ini untuk mengantisipasi
keterbatasan baik dari pegawai maupun perusahaan.
Misal: kelengkapan peralatan dan perlengkapan kejelasan dalam memberikan
informasi.
Jadi kesimpulannya adalah tinggi rendahnya kinerja yang dicapai pegawai
dipengaruhi tiga hal kemauan, dukungan serta kesempatan yang diberikan
perusahaan adalah hak yang mutlak diperlukan sedangkan kemampuan
merupakan sesuatu yang ada di dalam diri pegawai sendiri yang dapat
2.1.3.3 Dimensi Dalam Kinerja
Menurut Fuad Mas’ud (2004:40) mengemukakan bahwa kinerja pegawai
mengacu pada prestasi seseorang yang diukur berdasarkan standar dan kriteria yang
ditetapkan oleh perusahaan. Pengelolaan untuk mencapai kinerja sumber daya
manusia tinggi dimaksudkan guna meningkatkan kinerja perusahaan secara
keseluruhan. Lanjut lagi menurut fuad (2004:40) kinerja ialah hasil pencapaian dari
usaha yang telah dilakukan dan dapat diukur dengan indikator. Maka terdapat
indikator-indikator menurut Mas’ud (2004) dalam Dea Irnita Maharani (2011:6)
yaitu :
1. Kuantitas kerja pegawai.
2. Kualitas kerja pegawai.
3. Pengetahuan kerja pegawai.
4. Efisiensi
5. Keandalan
6. Sikap
2.1.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu disajikan untuk menggambarkan sejauh mana tingkat
orisinalitas penelitian ini.
No
Peneliti /
Tahun Judul Kesimpulan Persamaan Perbedaan
Studi Kasus di
PT.Petrokimia
Gresik
2.2 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran menguraikan keterkaitan antar variabel yang menjadi
kasus penelitian, yaitu antara tingkat pendidikan, kompetensi dan kinerja pegawai.
Melalui keterkaitan yang didasarkan pada konsep teoritis maupun empiris tersebut
akan diperoleh gambaran bahwa keterkaitan tersebut telah memperoleh rujukan
kuat dari teori maupun penelitian sebelumnya yang sudah diteliti oleh peneliti lain.
2.2.1 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Kinerja Pegawai
Menurut Soekidjo (2009 : 16) mengatakan pendidikan merupakan upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
kemampuan dalam intelektual dan kepribadian manusia. Menurut Soekidjo (2009 :
27) akhir proses dilaksanakannya program pendidikan di dalam suatu organisasi
diharapkan menjadi perubahan dalam bentuk perilaku yang dimiliki masing-masing
pegawai. Yakni meningkatnya kemampuan dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan. Ini berarti bahwa program pendidikan yang dilakukan oleh
masing-masing organisasi bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai. Kemampuan
baru (hasil perubahan) itu dirumuskan dalam suatu tujuan pendidikan (educational
Kecepatan dan kecermatan pun perlu selalu diperhatikan, ditingkatkan dan
dipelihara oleh para pegawai, sehingga dari kombinasi tersebut dapat selalu
berfungsi untuk terus memperbaiki kinerja agar semakin baik. Maka yang
diuntungkan dari hal itu adalah pegawai itu sendiri, pimpinan dan organisasi.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah faktor untuk membangun kinerja pegawai dalam bentuk perubahan perilaku
serta pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan
tugas atau pekerjaan.
2.2.2 Pengaruh Kompetensi Kerja Terhadap Kinerja Pegawai
Spencer & Spencer dalam Umi Narimawati (2007:75) menyatakan bahwa
kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang terdiri dari knowledge,
skills, dan attitude, yang ada hubungannya sebab-akibatnya dengan kinerja yang
luar biasa dengan efektifitas kerja. Knowledge (pengetahuan) merupakan
kemampuan yang dimiliki pegawai yang berorientasi pada cara pengoperasian
mesin, pemahaman semua aturan dan teori yang berkaitan dengan pekerjaan,
pelayanan yang baik serta berfikir kreatif dan memberikan ide-ide dalam pekerjaan,
skills (keterampilan) merupakan kemampuan pegawai dalam bekerja sama,
memecahkan masalah dan berkomunikasi serta bertanggung jawab dalam pekerjaan
sedangkan attitude (sikap), yaitu perasaan senang-tidak senang, suka-tidak suka
2.2.3 Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Kompetensi Pegawai
Menurut Moeheriono (2012) proses pendidikan terhadap pegawai dirancang
untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan secara khusus untuk
mencapai hasil kerja yang berbasis target kinerja yang telah ditetapkan. Oleh karena
itu pemberian pendidikan terhadap pegawai sangat fleksibel dalam proses
kesempatan untuk memperoleh kompetensi dengan berbagai cara.
The National Training Board Australian dalam upaya mendorong sistem
pelaksanaan pendidikan mengeluarkan standar nasional yang dikembangkan oleh
industri. Tujuan utama pemberian pendidikan terhadap pegawai ialah sebagai
berikut:
1. Pendidikan terhadap pegawai dimaksudkan untuk menghasilkan kompetensi
dalam menggunakan keterampilan yang ditentukan untuk pencapaian standar
pada suatu kondisi yang telah ditetapkan dalam berbagai pekerjaan dan jabatan.
2. Penelusuran (penilaian) kompetensi yang telah dicapai dengan sertifikasi, hasil
pemberian pendidikan terhadap pegawai hendaknya dapat dihubungkan
dengan kebutuhan standar kompetensi yang akan diberikan.
2.2.4 Pengaruh Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Terhadap Kinerja Pegawai
Menurut Soekidjo (2009 : 16) mengatakan pendidikan merupakan upaya
untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
kemampuan dalam intelektual dan kepribadian manusia. Menurut Soekidjo (2009 :
diharapkan menjadi perubahan dalam bentuk perilaku yang dimiliki masing-masing
pegawai. Yakni meningkatnya kompetensi yang dimiliki masing-masing pegawai
yang berujung pada efektivitas kinerja pegawai dalam melaksanakan tugas atau
pekerjaan.
Berdasarkan keterkaitan tersebut, selanjutnya disajikan paradigma
penelitian sebagai berikut :
Tingkat Pendidikan
Kreatifitas Pegawai
Tabel 2.1 Paradigma Penelitian 2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2011:64) menjelaskan tentang hipotesis sebagai berikut :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan
baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta –fakta
empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga
dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,
belum jawaban yang empirik”.
Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat
sementara terhadap masalah penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul dan harus diuji secara empiris. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran
di atas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Tingkat Pendidikan pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat dinilai
cukup baik.
2. Kompetensi Pegawai pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat dinilai
cukup baik.
3. Kinerja Pegawai pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat dinilai
cukup baik.
4. Tingkat Pendidikan berpengaruh cukup baik dan signifikan terhadap
5. Tingkat pendidikan berpengaruh cukup baik dan signifikan terhadap kinerja
pegawai pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat.
6. Kompetensi berpengaruh cukup baik dan signifikan terhadap kinerja pegawai
pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat.
7. Tingkat Pendidikan dan Kompetensi Secara Simultan berpengaruh Signifikan
3.1 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan permasalahan yang diteliti. Objek dari
penelitian ini adalah Tingkat Pendidikan, Kompetensi pengaruhnya terhadap
Kinerja Pegawai. Penelitian ini dilaksanakan pada Biro Hukum Sekretariat Daerah
Jawa Barat. Penulis memilih Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat
memiliki data yang diperlukan untuk penyusunan tugas akhir ini.
Pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2009:38) ialah:“Suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.”
Objek dalam penelitian ini adalah Tingkat Pendidikan (X1), Kompetensi
(X2) dan Kinerja Pegawai (Y). Penelitian Dilakukan di Biro Hukum Sekretariat
Daerah Jawa Barat.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
“Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan, dan dikembangkan
suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah”.
Metode penelitian merupakan cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya. Metode penelitian ini menggunakan metode
deskriptif dan verifikatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui
pengaruh atau hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti sehingga
menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang
diteliti.
Pengertian metode deskriptif menurut Sugiyono (2011:147) adalah sebagai berikut:
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku
untuk umum atau generalisasi”.
Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan rumusan masalah satu
sampai empat. Data yang dibutuhkan adalah data yang sesuai dengan
masalah-masalah yang ada sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga data dapat
dikumpulkan, dianalisis, dan ditarik kesimpulan dengan teori-teori yang telah
Narimawati Umi (2010:29) adalah sebagai berikut:
“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk
menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di
tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”
Metode verifikatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan
alat uji statistik yaitu Analisis Jalur (Path Analysis).
3.2.1 Desain Penelitian
Sebelum melakukan penelitian sangatlah perlu kita melakukan suatu
perencanaan dan perancangan penelitian, agar penelitian yang dilakukan dapat
berjalan dengan lancar dan sistematis.
Desain penelitian menurut Narimawati Umi (2008) adalah sebagai berikut:
“Desain Penelitian adalah Suatu Rencana Struktur, dan Strategi untuk
menjawab permasalahan, yang mengoptimasi validitas”.
Desain penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mencari dan menetapkan fenomena yang terjadi pada perusahaan selanjutnya
menetapkan judul penelitian.
2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi.
3. Merumuskan masalah penelitian termasuk membuat spesifikasi dari tujuan dan
hipotesis untuk diuji. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah Tingkat
5. Menetapkan hipotesis penelitian sesuai dengan fenomena yang terjadi
berdasarkan teori.
6. Menetapkan data-data mengenai Tingkat Pendidikan dan kompetensi
pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai.
7. Melakukan analisis mengenai informasi tentang Tingkat Pendidikan dan
Kompetensi pengaruhnya terhadap Kinerja Pegawai.
TABEL 3.1
T-1 Descriptive Descriptive Survey
Biro Hukum Setda Jabar
Cross Sectional T-2 Descriptive Descriptive
Survey
Biro Hukum Setda Jabar
Cross Sectional T-3 Descriptive Descriptive
Gambar 3.1 Desain Penelitian
3.2.2 Operasional Variabel
a. Variabel Independent (Varibel X)
Definisi variabel bebas menurut Sugiyono (2010:59) merupakan variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependent (terikat). Variabel indefendent dalam penelitian ini adalah Tingkat
Pendidikan (X1), Kompetensi (X2), variable-variabel ini di tentukan dengan skala
ordinal, data- data di peroleh melalui kuisioner.
b. Variabel Dependent (Varibel Y)
Definisi variabel terikat menurut Sugiyono (2010:59) merupakan variabel yang
dipengaruhi oleh variabel lain.Variabel dependent dalam penelitian ini adalah
kinerja pegawai (Y). Tingkat Pendidikan
(X1)
Kompetensi
(X2)
Kinerja
Operasional Variabel Penelitian Tingkat Pendidikan (X1)
variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran No Kuesioner sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana
Operasional Variabel Penelitian Kompetensi (X2)
Kompetensi (X2)
kompetensi merupakan karakteristik dasar seseorang yang terdiri dari
knowledge, skills, dan attitude, yang ada hubungannya sebab-akibatnya dengan kinerja
bersemangat
Operasional Variabel Penelitian Kinerja Pegawai (Y)
Kinerja standar dan kriteria yang ditetapkan oleh perusahaan.
Mas’ud (2004) dalam Dea
7. Kreatifitas
3.2.3 Sumber dan Teknik Pengelompokan Data
3.2.3.1 Sumber data
Menurut Sugiyono (2012:137), sumber data dapat dibagi menjadi dua garis
besar, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder, seperti dijelaskan
sebagai berikut:
1. Data Primer
Sugiyono (2012:137) menyatakan bahwa sumber primer merupakan sumber
data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer
merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti baik
dari pribadi (responden) maupun dari suatu permasalahan yang mengolah data
berhubungan sesuai dengan judul penelitian yang dilakukan.
2. Data Sekunder
Sugiyono (2012:137) menyatakan bahwa sumber sekunder merupakan sumber
data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami
melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku serta dokumen
perusahaan. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari buku dan
artikel-artikel dari jurnal ilmiah.
3.2.3.2 Teknik Pengelompokan Data
Untuk memfokuskan diri pada data yang ingin diperoleh dalam penelitian ini,
peneliti mengelompokan data kedalam satu kelompok yaitu populasi yang sekaligus
merupakan sampel dengan menggunakan metode sensus, maka yang dimaksud
yaitu :
1. Populasi
Populasi adalah seluruh data yang menjadi objek penelitian (Margono,
2010:118). Menurut Sugiyono (2012:115) populasi dapat didefinisikan sebagai
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan
kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Biro Hukum Sekretariat
Daerah Jawa Barat yang berjumlah 53 orang yang merupakan jumlah sampel
Populasi Penelitian
No Bagian Jumlah Pegawai
1 Kepala Biro Hukum Setda Jabar 1
2 Kepala Bagian Biro Hukum Setda Jabar 4
3 Kepala Sub Bagian Biro Hukum Setda Jabar 10
4 Pengkaji dan Pengkonsepan Produk Hukum 7
5 Pelaksana 13
6 Pengacara/Kuasa Hukum 4
7 Adm Kepegawaian 5
8 Koordinator Tata Usaha Biro Hukum Setda Jabar 3
9 Pemeriksa Hasil Pengukuran Kinerja 6
Jumlah 53
Sumber : Tata Usaha Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
3.2.4.1 Uji Validitas
Validitas bertujuan untuk menguji sejauh mana alat ukur, dalam hal ini
kuesioner mengukur apa yang hendak diukur atau sejauh mana alat ukur yang
digunakan mengenai sasaran. Semakin tinggi validitas suatu alat tes, maka alat
tersebut akan semakin mengenai sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang
seharusnya diukur. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pertanyaan mana yang valid
dan mana yang tidak valid dengan mengkonsultasikan data tersebut dengan tingkat
r kritis. Menurut Masrun dalam Sugiyono (2009:134) : “Item yang mempunyai
korelasi yang positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi
menunjukan item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat
minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r=0,3.
Berdasarkan dari pernyataan tersebut maka hal ini dilakukan untuk
mengetahui pernyataan kuesioner mana yang valid dan mana yang tidak valid,
pada kriteria : r hitung < r kritis maka tidak valid r hitung < r kritis maka tidak valid
Pengujian validitas dilakukan dengan menghitung korelasi diantara
masing-masing pernyataan dengan skor total. Adapun rumus dari pada korelasi pearson
adalah sebagai berikut :
Keterangan :
r = koefisien korelasi pearson
x = skor item pertanyaan
y = skor total item pertanyaan
N = jumlah responden dalam pelaksanaan uji coba instrumen
Taraf signifikan ditentukan 5%. Jika diperoleh hasil korelasi yang lebih
besar dari r tabel pada taraf signifikan 0,05 berarti butir pertanyaan tersebut valid.
Apabila koefisien korelasinya > 0,03 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid,
sedangkan jika korelasinya < 0,03 menunjukan bahwa data tersebut tidak valid dan
akan disisihkan dari analisis selanjutnya.
Berikut ini merupakan tabel uji validitas dari masing-masing variabel, yaitu
Hasil uji validitas Tingkat Pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 3.6
Hasil Pengujian Validitas Tingkat Pendidikan Variabel No Item Koefisien
Validitas
( Sumber : Hasil Kuesioner (Diolah))
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa seluruh koefisien validitas pernyataan
variabel Tingkat Pendidikan melebihi titik kritis = 0,300. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa seluruh item pernyataan Tingkat Pendidikan valid.
2. Uji Validitas Kompetensi Pegawai (X2)
Hasil uji validitas Kompetensi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 3.7
Hasil Pengujian Validitas Kompetensi Pegawai Variabel No Item Koefisien
p9 0,743 0,300 Valid ( Sumber : Hasil Kuesioner (Diolah))
Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa seluruh koefisien validitas
pernyataan variabel Kompetensi Pegawai melebihi titik kritis = 0,300. Sehingga
dapat dinyatakan bahwa seluruh item pernyataan Kompetensi Pegawai valid.
3. Uji Validitas Kinerja Pegawai (Y)
Hasil uji validitas Kompetensi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 3.8
Hasil Pengujian Validitas Kinerja Pegawai Variabel No Item Koefisien
Validitas
pernyataan variabel Kinerja Pegawai melebihi titik kritis = 0,300. Sehingga dapat
dinyatakan bahwa seluruh item pernyataan Kinerja Pegawai valid.
3.2.4.2 Uji Reliabilitas
Menurut Cooper (2006:716) dalam Umi Narimawati, Sri Dewi Anggadini
dan Linna Ismawati (2010:43), reliabilitas adalah :
"Reliabilitas adalah karakteristik dari pengukuran dengan akurasi, presisi dan
konsistensi".
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk uji reliabilitas adalah
Split Half Method (Spearman – Brown Correlation), teknik belah dua. Metode ini
menghitung reliabilitas dengan cara memberikan tes pada sejumlah subjek dan
kemudian hasil tes tersebut dibagi menjadi dua bagian yang sama besar
(berdasarkan pemilihan genap – ganjil).
Cara kerjanya adalah sebagai berikut :
1. Item dibagi dua secara acak (misalnya item ganjil/genap), kemudian
dikelompokkan dalam kelompok I dan kelompok II
2. Skor untuk masing – masing kelompok dijumlahkan sehingga skor total untuk
kelompok I dan kelompok II
3. Korelasikan skor total kelompok I dan skor total kelompok II
4. Korelasikan skor total kelompok I dan total kelompok II
2Ґ�
sebagai berikut :
Dimana :
Ґ = reliabilitas internal seluruh item
Ґ� = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua
Selain valid, alat ukur juga harus memiliki keandalan atau reliabilitas, suatu
alat ukur dapat diandalkan jika alat ukur tersebut digunakan berulangkali akan
memberikan hasil yang relatif sama (tidak beberda jauh). Untuk melihat andal
tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui
koefisien reliabilitas. Apabila koefisien reliabilitas lebih besar dari 0.70 maka
secara keseluruhan pernyataan dinyatakan andal (reliabel).
Adapun hasil uji reliabel dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 3.5
berikut ini :
Tabel 3.9 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Koefisien
Reliabilitas Titik Kritis Kesimpulan
Tingkat
Pendidikan 0,777 0,700 Reliabel
Kinerja 0,912 0,700 Reliabel
( Sumber : Hasil Kuesioner (Diolah))
Hasil Pengujian Reliabilitas instrumen dengan metode Split Half Method,
Tingkat Pendidikan (X1) adalah sebesar 0,777, Kompetensi Pegawai (X2) sebesar
0,875 dan Kinerja Pegawai (Y) sebesar 0,912. Karena r hasil perhitungan
menunjukan nilai lebih besar dar r tabel (0,70) sehingga semua variabel yang
digunakan reliabel.
3.2.4.3 Uji MSI (Method of Successive Interval )
Untuk memenuhi syarat data yang digunakan terhadap data yang diperoleh
dari kuesioner dengan skala pengukuran ordinal terlebih dahulu di transformasikan
menjadi skala pengukuran interval menggunakan Method of successive interval
(MSI).
Adapun untuk melakukan transformasi data melalui Method of successive
interval (MSI) dengan Langkah-langkah kerja sebagai berikut (Harun
Al-Rasyid;2003) :
1. Ambil data ordinal hasil kuesioner. Untuk setiap butir pertanyaan tentukan
berapa orang yang mendapat skor 1,2,3,4,5 yang disebut frekuensi.
2. Setiap frekuensi dibagi banyak responden dan hasilnya disebut proporsi (P).
setiap pertanyaan, dihitung proporsi jawaban untuk setiap kategori jawaban
dan hitung proporsi komulatifnya.
3. Menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setiap responden sehingga
Pk = P1 + Pk1
Pk = Pk1 + Pk2
4. Menentukan nilai batas Z untuk pada setiap setiap pilihan jawaban (Untuk data
n>30 diaggap mendekati luas daerah dibawah kurva normal).
5. Untuk setiap nilai Z tentukan nilai Density dengan rumus.
6. Menghitung scale value (SV) untuk masing-masing responden dengan rumus
Dimana :
Density at Lower Limit = Kepadatan Batas Bawah.
Density at Upper Limit = Kepadatan Batas Atas.
Area Under Upper Limit = Daerah di bawah batas atas.
Area Under Lower Limit = Daerah di bawah batas bawah.
7. Merubah scale (SV) terkecil menjadi sama dengan satu (1) dan
mentransformasikan masing-masing skala menurut perubahan skala terkecil
sehingga diperoleh transformed scale value (TSV). Nilai Transformasi = Nilai
Agar penulis dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya maka harus
dilakukan tahapan analisis dan pengujian hipotesis. Untuk melakukan sebuah
analisis data dan pengujian hipotesis, terlebih dahulu penulis akan menentukan
metode apa yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian dan
merancang metode untuk menguji sebuah hipotesis.
3.2.5.1 Rancangan Analisis
Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kadalam pola, memilih mana yang lebih penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain. Peneliti melakukan analisa terhadap data yang telah
diuraikan dengan menggunakan metode deskriftif (kualitatif) dan verifikatif
(Kuantitatif).
1. Analisis Deskriptif (Kualitatif)
Dalam pelaksanaan, penelitian ini menggunakan jenis atau alat bentuk
penelitian deskriptif yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan.
Penelitian Deskriptif adalah jenis penelitian yang menggambarkan apa yang
dilakukan oleh Biro Hukum Sekretariat Daerah Jawa Barat berdasarkan fakta-fakta