• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA HAMIL DAN IBU BALITA DI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA (Suatu Tinjauan Etnolinguistik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GUGON TUHON DALAM MASYARAKAT JAWA PADA WANITA HAMIL DAN IBU BALITA DI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA (Suatu Tinjauan Etnolinguistik)"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

GUGON TUHON

DALAM MASYARAKAT JAWA

PADA WANITA HAMIL DAN IBU BALITA

DI KECAMATAN TINGKIR KOTA SALATIGA

(Suatu Tinjauan Etnolinguistik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh

KHAIRUNNISA NOOR ARIFAH C0105029

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)
(3)

commit to user

(4)

commit to user NIP 19600101 198703 1 004

PERNYATAAN

Nama : Khairunnisa Noor Arifah NIM : C0105029

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga (Suati Tinjauan Etnolinguistik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Februari 2011 Yang membuat pernyataan,

(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Persembahan penuh cinta untuk:

1. Bapak & Ibu atas kasih sayang tiada akhir. 2. Bapak & Ibu mertua atas cinta serta

nasihat-nasihatnya.

(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul Gugon Tuhon dalam masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga (Suatu

Tinjauan Etnolingustik) dapat selesai. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan

dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Drs. Soedarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

2. Drs. Imam Sutarjo, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni RupaUniversitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Drs. Sujono, M.Hum, selaku pembimbing pertama yang telah memberikan kesempatan untuk menulis skripsi ini, memberikan banyak bantuan, dorongan dan ilmu sehingga akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik.

4. Drs. Y. Suwanto, M.Hum, selaku pembimbing kedua dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan ilmu dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum, selaku sekretris jurusan yang telah memberikan

banyak motivasi, perhatian, dorongan, dan ilmu selama menimba ilmu.

(7)

commit to user

vii

7. Seluruh staf dan karyawan Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis. 8. Seluruh staf dan karyawan Tata Usaha Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas

Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu penulis.

9. Ibu Sarmi, ibu Suparmi, ibu Nunik, dan masyarakat Desa Nanggulan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberikan banyak bantuan dan informasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10.Mas Bagus, suamiku, yang nrima, sabar, cinta, perhatian, dan semua hal terbaik yang pernah diberikan, malam-malam begadang untuk menyemangati penulis.

11.Saga Malik Al-Gusha, anakku, atas keajaiban yang bisa bunda percaya. Terima kasih untuk menjadikan bunda seorang ibu dan selalu belajar banyak hal.

12.Mas Kun, dik Fajri, Doel, Eri untuk support dan penyemangat dalam situasi pelik. 13.Teman-teman angkatan 2005 atas semua bantuan dan pertemanan yang diberikan.

Adik-adik kelas yang selalu membantu penulis.

14.Semua pihak dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya segala puji dan syukur, kuasa serta kemuliaan bagi Allah SWT. Penulis menyadari banyak ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap kiranya skripsi ini dapat berguna bagi pembaca sekalian.

Surakarta, Februari 2011

(8)

commit to user DAFTAR ISI

JUDUL ……… i

PERSETUJUAN ………. ii

PENGESAHAN ………..… iii

PERNYATAAN ………. iv

PERSEMBAHAN ……….. v

KATA PENGANTAR ……… vi

DAFTAR ISI ……….…. viii

DAFTAR SINGKATAN ……….………..…. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………..….………..…. xii

ABSTRAK ………..…… xiii

BAB I PENDAHULUAN ……….….… 1

A. Latar Belakang ……….………… 1

B. Batasan Masalah ……….……...….. 8

C. Rumusan Masalah ………..…….….…… 9

D. Tujuan Penelitian ………...……….………. 9

E. Manfaat Penelitian ………...……… 10

1. Manfaat Teoretis ……….…..……. 10

2. Manfaat Praktis ………. 10

F. Sistematika Penulisan ……….. 12

BAB II KAJIAN TEORI ……….. 13

A. Pengertian Gugon Tuhon ………. 13

(9)

commit to user

ix

C. Fungsi Bahasa ……….. 16

D. Pengertian Makna ……….... 18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 20

A. Jenis Penelitian ……… 20

B. Data dan Sumber Data ……… 21

C. Alat Penelitian ………. 22

D. Populasi dan sampel ……….………... 23

E. Metode Pengumpulan Data ………. 24

F. Metode Analisis Data ………..…………. 24

1. Metode Distribusional ……… 24

2. Metode Padan ……… 27

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data ……….... 29

BAB IV PEMBAHASAN ……….. 31

A. Bentuk ………..……… 31

1. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ sebagai Penanda Kalimat Larangan ……….... 31

2. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan mundhak ‘nanti’ sebagai Penanda Sebab Akibat ……….. 35

3. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan ora ilok ‘tidak pantas’ dalam satu kalimat ………. 39

(10)

commit to user

di Depan Kalimat sebagai Penanda Kalimat Perumpamaan ………...… 43

6. GT yang Menggunakan Kata nek ‘kalau’ atau yen ‘kalau’ yang Berada di Depan Kalimat Sebagai Penanda Kalimat Perumpamaan serta Kata mundhak ‘nanti’ Sebagai Penanda Akibat ……… 48

B. Fungsi ………. 52

1. Pendidikan Kepercayaan ……….……….. 53

2. Pendidikan Etika/Moral ………. 56

3. Pendidikan Kesehatan ………... 59

C. Makna Gramatikal dan Kultural ………... 63

1. Wanita Hamil ……….………...………. 63

2. Merawat Bayi ………. 88

BAB V PENUTUP ……….….... 138

A. Simpulan ……….….… 138 B. Saran ………...……. 139

(11)

commit to user

xi

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

A. Daftar Singkatan

1. GT : Gugon tuhon

2. GTBJ : Gugon tuhon bahasa Jawa

B. Daftar Tanda

1. Tanda ‘…’ : mengapit terjemahan dalam bahasa Indonesia.

(12)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

A. Daftar data GTBJ ………..……… 142

B. Data wawancara ………..………….……… 148

1. Data wawancara 1 ……….……… 148

2. Data wawancara 2 ……….……… 150

3. Data wawancara 3 ……….……… 152

4. Data wawancara 4 ……….……… 153

5. Data wawancara 5 ……….……… 156

6. Data wawancara 6 ……….……… 162

7. Data wawancara 7 ……….……… 166

8. Data wawancara 8 ……….……… 170

9. Data wawancara 9 ……….………..…..…… 172

10. Data wawancara 10 ……….………..…… 175

11. Data wawancara 11 ……….………..…… 177

(13)

commit to user

xiii

ABSTRAK

Khairunnisa Noor Arifah. C0105029. 2011. Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga (Suatu Tinjauan Etnolinguistik). Skripsi. Jurusan Sastra Daerah. Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Judul penelitian ini adalah Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah gugon tuhon tentang wanita hamil dan ibu balita yang berkembang di masyarakat Kecamatan Tingkir Kotamadya Salatiga. Data yang dikumpulkan berupa data lisan yang dikumpulkan dari para nara sumber.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah bentuk GTBJ? (2) Bagaimanakah fungsi GTBJ? (3) Makna gramatikal dan kultural GTBJ. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk, fungsi dan makna gramatikal serta kultural Gugon Tuhon Jawa.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, data dikumpulkan dan dianalisis untuk kemudian dideskripsikan. Data dikumpulkan berdasarkan interview dengan nara sumber, yaitu para warga kecamatan Tingkir yang telah melalui kriteria yang ditetapkan. Dari data-data yang didapat tersebut kemudian dikelompokkan, untuk kemudian dianalisis bentuk, fungsi, dan maknanya. Metode analisis data yang digunakan untuk penelitian ini adalah metode distribusional dan metode padan. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik ganti dan teknik lesap. Data dibagi dalam unsur-unsur untuk kemudian suatu unsur tertentu diganti atau dilesapkan untuk mengetahui kadar keintian unsur tersebut.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

“Alah, takhayul!” sebagian besar orang dewasa ini pasti akan berucap demikian

jika diberi nasihat bijak Jawa apalagi jika tidak dijelaskan alasannya. Nasihat-nasihat seperti “Aja metu wayah wengi, ndhuk!” pasti akan dijawab dengan bantahan. Sering kali disertai alasan “Ini kan jaman globalisasi, mbok. Setan ora doyan, dhemit ora ndulit!”

(15)

commit to user

anak, tetapi kita para orang tua yang lebih bertanggung jawab untuk menurunkan kekayaan Jawa ini kepada anak cucu kita. Sangatlah aneh jika seorang Jawa bahkan tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Sering kali karena si anak tidak memahami, justru kita yang akan menuruti si anak dengan selalu menggunakan bahasa Indonesia. Bukan berarti bahasa Indonesia itu buruk, tetapi tanpa kita berusaha berarti kita sudah mulai mematikan budaya Jawa, karena di sekolah-sekolah pastilah anak-anak sudah diajarkan berkomunikasai dengan bahasa Indonesia dan bahkan pada beberapa playgroup menggunakan bahasa Inggris. Tanpa kita sadari, budaya Jawa perlahan mulai luntur dan hilang dalam kehidupan sehari-hari. Bukan karena pengaruh budaya baru yang memaksa masuk, tetapi karena kita yang membuangnya. Parahnya kita menolaknya untuk masuk kembali.

(16)

melakukan apa saja yang mereka ingin lakukan, mempunyai tatanan untuk membentuk masyarakat yang berbudi.

Tetapi lalu seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang memudahkan hidup manusia, semua ketajaman batin itu seolah ikut lenyap. Tradisi yang diberikan turun-temurun ini perlahan-lahan luntur karena manusia pada zaman peralihannya tidak peduli dan tidak menganggap hal ini sesuatu yang dapat dijadikan ilmu hidup, jadi hanya sedikit dari pendukung kebudayaan Jawa yang tetap mempertahankannya. Karena hal inilah, sekarang sedikit dari para orang tua yang tahu dan paham tentang gugon tuhon ini, apalagi mewariskannya kepada anak-cucunya.

Penelitian ini berusaha mencari tahu tentang seberapa paham masyarakat di Kecamatan Tingkir tentang gugon tuhon khususnya gugon tuhon tentang kehamilan dan merawat balita, bagaimanakah mereka menyikapinya dan apakah mereka masih menurunkan sastra lisan ini kepada anak-cucunya. Sehingga diharapkan nantinya mereka mau meneruskannya kepada keturunannya. Selain itu kepada para pemuda agar lebih dapat mengerti dan memahami tentang gugon tuhon Jawa ini, sehingga sastra lisan ini dapat dilestarikan.

(17)

commit to user

1. Suatu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.

2. Suatu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain

3. Suatu kesatuan sistem makna

4. Suatu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.

5. Suatu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh: Perkataan dan kalimat).

6. Suatu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa diakses pada tanggal 17 April 2010 pukul 12.02 WIB)

Menurut pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan, bahwa bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa bisa didapat dari alat ucap manusia ataupun melalui sistem tanda. Yang terpenting adalah bahasa harus dapat dimengerti.

Malinowski mengelompokkan fungsi bahasa ke dalam dua kelompok besar, yaitu pragmatik dan magis (dalam Halliday, 1992: 20). Pragmatik sendiri adalah:

1. Studi tentang maksud penutur 2. Studi tentang makna kontekstual

3. Studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan

(18)

Sedangkan konteks adalah teks yang menyertai teks (Halliday, 1992: 6). Jadi, ada maksud yang menyertai tuturan. Pragmatik mencakup konteks karena pragmatik akan menelusur apa yang dimaksud oleh suatu wacana lebih jauh, dengan banyak unsur yang melatarbelakangi untuk menjelaskan maknanya.

Untuk memaknai GT secara kultural, maka kita harus memahami konteks budaya Jawa yang sedang dimaksudkan oleh penutur dan mitra tutur, memahami budaya dan masyarakatnya terlebih dahulu. Barulah kita tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Etnolinguistik sendiri terbentuk dari dua kata, etnologi dan linguistik. Istilah ‘etnolinguistik’ berasal dari kata ‘etnologi’ yang berarti ilmu yang mempelajari tentang

suku-suku tertentu dan ‘linguistik’ berarti ilmu yang mengkaji seluk-beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa yang lahir karena adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli etnologi (kini antropologi budaya) (Sudaryanto, 1996 : 9).

(19)

commit to user

penyampaiannya ini disebut dengan gugon tuhon. Menurut Purwadi, gugon tuhon yaitu percaya pada adat dan takhayul (Purwadi, 2004 : 139).

Gugon tuhon berasal dari dua kata ‘gugon‟ dan ‘tuhon‟. Kata ‘gugon‟ berasal dari kata ‘gugu‟ yang mendapat akhiran [-an], yang mempunyai arti sifat yang mudah percaya kepada ucapan ataupun cerita, sedangkan ‘tuhon‟ berasal dari kata dasar ‘tuhu‟

dan mendapat akhiran [-an] yang mempunyai arti sifat yang mudah mempercayai ucapan orang lain (terjemahan dari Subalidinata, 1968 :13). Gugon tuhon yaitu:

Gugon tuhon sebenere ngemu piwulang, nanging piwulang iku ora cetha, mung sarana disamar, lumrahe wong angger wis dikandakake ora ilok utawa ora becik banjur pada wedi nerak, mangka larangan iku tujuane kanggo mulang supaya ora nindakake apa kang kasebut ing larangan iku (Subalidinata, 1968 : 13)

‘Gugon tuhon sebenarnya mengandung ajaran, tetapi ajaran itu tidak jelas,

hanya samara-samar, biasanya jika orang sudah dilarang dengan tidak pantas atau tidak baik lantas takut untuk melanggar, maka larangan itu tujuannya untuk mengajar supaya tidak melakukan apa yang disebutkan dalam larangan tersebut’ (Subalidinata, 1968 : 13)

(20)

dilahirkan sehat dan mempunyai moral yang baik. Nasihat ini misalnya aja mateni kewan, mundhak bocah sing lair kaya kewane „ jangan membunuh hewan, nanti anak yang lahir seperti hewan itu’, aja mbunteti leng tikus, mundhak nglairkene angel „ jangan menutup lubang tikus, nanti melahirkannya sulit’, aja adus bengi, mundhak kembar

banyu „jangan mandi malam, nanti ketubannya jadi banyak’, aja nyingkirake barang

nganggo sikil, mundhak bayine lair sungsang (sikil dhisik sing metu) „jangan menyingkirkan sesuatu menggunakan kaki, nanti bayi yang lahir dari kakinya dahulu’,

kudu nyingkirake regedan sing tinemu ing ndalan supaya nglairkene lancar ora ana

alangan „harus menyingkirkan kotoran yang ditemukan di jalan supaya melahirkannya

lancar tidak ada halangan’, bayi kudu digendhong yen surup ‘bayi harus digendong kalau magrib’, yen nggendhong bayi aja disawung „ kalau menggendong anak jangan tidak memakai selendang’, dll. Nasihat-nasihat ini walaupun alasan yang disampaikan kurang

masuk akal, namun jika ditelaah lebih lanjut ada alasan yang lebih logis.

Penelitian sebelumnya yang pernah diteliti adalah:

1. Suwanti, 2008, yang berjudul “Gugon Tuhon Bahasa Jawa” yang mengkaji

tentang bentuk, fungsi dan makna gugon tuhon bahasa Jawa.

(21)

commit to user

Skripsi saudara Suwanti ini mengumpulkan GTBJ yang ada dalam literatur, kemudian mendeskripsikan bentuk, fungsi dan maknanya. Sedangkan penelitian yang akan penulis lakukan ini mengumpulkan data dari para informan daerah setempat untuk mendapatkan ujaran GT yang dimaksud, kemudian menganalisis bentuk, fungsi dan maknanya. Dalam penelitian Suwanti, bentuk GTBJ ini selalu menggunakan pewatas aja, frasa ora ilok, dan kata mundhak yang menyatakan hubungan sebab akibat. Sedangkan

dalam penelitian ini bentuknya dapat tidak hanya menggunakan pewatas aja, frasa ora ilok, maupun kata mundhak saja, namun juga ada kata yen, nek atau tidak meggunakan

semua kata diatas. Penelitian ini diambil dengan alasan :

1. Penelitian GT dalam Masyarakat Jawa pada Wanita Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga ini belum pernah diteliti sebelumnya.

2. Gugon tuhon masyarakat Jawa ini adalah tradisi yang perlu dilestarikan.

3. Agar para anak muda penerus tradisi ini mau menerima ajaran ini, maka perlu dijelaskan makna dari orang tua sehingga para anak muda dapat memahami budayanya.

4. Setiap gugon tuhon yang diajarkan mempunyai ajaran yang adiluhung dan menarik untuk dikaji lebih lanjut.

B.

Pembatasan Masalah

Penelitian yang berjudul “Gugon Tuhon dalam Masyarakat Jawa pada Wanita

Hamil dan Ibu Balita di Kecamatan Tingkir Kota Salatiga“ ini dikaji menggunakan teori

(22)

Agar penelitian ini tidak melebar dari masalah perlu diadakan pembatasan masalah, yaitu pada bentuk, fungsi, makna gramatikal dan makna kultural gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan merawat anak.

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat menentukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk kalimat gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita?

2. Apakah fungsi gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita?

3. Bagaimanakah makna gramatikal dan makna kultural gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita?

D.

Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas, dapat dijelaskan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan bentuk gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita.

2. Mendeskripsikan fungsi gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita.

(23)

commit to user

E.

Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat menberikan manfaat secara teoretis dan praktis.

1. Manfaat Teoretis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan referensi etnolinguistik, mengenai gugon tuhon dalam masyarakat Jawa pada wanita hamil dan ibu balita.

2. Manfaat Praktis.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan makna leksikal dan kultural bagi masyarakat yang bersangkutan sehingga budaya Jawa lebih menarik untuk dipahami dan dapat membantu penelitian serupa selanjutnya.

F.

Kerangka Pikir

Data gugon tuhon yang diteliti dalam penelitian ini menggunakan data lisan sebagai data primer dan data tulis sebagai data sekunder. GT biasanya menyatakan larangan atau dihaluskan menjadi nasihat. Bentuk GT dapat menngunakan pewatas ‘aja‟ ,

frasa ‘ora ilok’ atau tidak menggunakan keduanya sama sekali. Fungsi GT ditelaah dari

(24)

KERANGKA PIKIR

G.

GTBJ

Lisan (Data Primer)

Bentuk GTLBJ - Pewatas aja di depan - Pewatas aja dan mundhak

sebagai penanda sebab akibat

- Pewatas aja dan frasa ora ilok

- Frasa ora ilok

- Kata nek atau yen sebagai penanda kalimat perumpamaan

- kata nek atau yen dan kata mundhak dalam satu kalimat

FUNGSI - Kepercayaan - Pendidikan

Etika/Moral - Pendidikan

Kebersihan

(25)

commit to user

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang akan digunakan oleh penulis adalah sbb :

Bab I : Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan teori, yang meliputi penjelasan dari gugon tuhon, pengertian kalimat, kalimat imperatif, fungsi, dan makna.

Bab III : Metode penelitian, yang meliputi sifat penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, dan metode penyajian hasil penelitian.

Bab IV : Analisis data yang memuat tentang analisis dari bentuk, fungsi, makna gramatikal, dan makna kultural.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

Landasan teori adalah dasar atau landasan yang bersifat teoretis yang relevan dengan pokok permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Landasan teori digunakan sebagai kerangka pikir untuk mendekati permasalahan dan bekal untuk menganalisis objek kajian.

A.

Gugon Tuhon

Gugon tuhon berasal dari kata ‘gugu’ dan ‘tuhu’. Kata ‘gugu’ mendapat akhiran

–an yang berarti sifat yang mudah percaya kepada ucapan ataupun cerita, sedangkan kata ‘tuhon’ berasal dari kata ‘tuhu’ yang juga mendapat akhiran –an, yang mempunyai arti

(27)

commit to user

Takhayul (atau GT) memiliki beberapa syarat, yang terdiri dari tanda-tanda (signs), atau sebab-sebab (causes), dan yang diperkirakan akan ada akibatnya (results) (James Danandjaja, 1984: 154). Sedangkan menurut Dundes, takhayul adalah ungkapan tradisional dari satu atau lebih syarat, dan satu atau lebih akibat; beberapa dari syaratnya bersifat tanda, sedangkan yang lainnya bersifat sebab (Danandjaja, 1984: 155).

Gugon tuhon dibagi menjadi tiga, yaitu 1) gugon tuhon salugu, 2) gugon tuhon

yang berisi pitutur sinandi, dan 3) gugon tuhon yang berbentuk pepali atau wewaler. Dalam penelitian ini dikhususkan pada gugon tuhon yang berisi pitutur sinandi. Pitutur sinandi sendiri berarti kata-kata yang disandikan atau disamarkan.

Gugon tuhon dapat diberi pewatas aja ‘jangan’, seperti :

(1) Aja mateni kewan yen lagi mbobot.

‘Jangan membunuh binatang jika sedang hamil.’

(2) Aja mbampeti leng tikus yen lagi mbobot.

‘Jangan menutup lubang rumah tikus jika sedang hamil.’

Kalimat (1) dan (2) merupakan contoh GTBJ yang menggunakan pewatas aja ‘jangan’. Kalimat (1) mengandung pesan jangan membunuh binatang jika sedang hamil.

(28)

aturan ini juga berlaku untuk suami istri. Jika dilanggar, dikhawatirkan si ibu akan mengalami persalinan yang sulit seperti tertutup jalan lahirnya.

Gugon tuhon juga mempunyai bentuk dengan frasa ora ilok ‘tidak pantas’,

seperti

(3) Ora ilok bayi dilem.

‘Tidak pantas bayi dipuji.’

(4) Ora ilok bayi dipunji, mundhak wani karo wong tuwane.

‘Tidak pantas bayi dipanggul, nanti berani dengan orang tuanya.’

GTBJ pada kalimat (3) dan (4) merupakan bentuk yang menggunakan frasa ora ilok ‘tidak pantas’. Pada kalimat (3) terdapat suatu nasihat bahwa tidak baik jika memuji

bayi karena si anak dapat tumbuh menjadi anak yang tinggi hati karena biasa dipuji dalam keluarganya. Sedangkan pada kalimat (4) mengandung nasihat jika bayi tidak boleh dipanggul karena selain membahayakan jiwa si bayi, menurut kepercayaan Jawa hal itu juga akan membuat si bayi akan berani melawan orang tuanya kelak jika dewasa karena sudah ‘diletakkan’ di atas orang tuanya.

(29)

commit to user

memberi nasihat agar cucu yang akan dilahirkan kelak mempunyai sifat dan budi pekerti yang luhur.

B.

Kalimat

Salah satu unsur bahasa adalah kalimat. Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi (Anton M. Moeliono, 1988: 254).

Kalimat terbentuk dari beberapa unsur: kata, intonasi dan makna. Kalimat tidak ditentukan dari jumlah suku kata. Dengan begitu, satu kata saja dapat didefinisikan sebagai kalimat jika disertai dengan intonasi yang benar dan maknanya dapat dimengerti.

C.

Fungsi

Fungsi bahasa yang sangat dasar adalah sebagai alat komunikasi. Dalam perkembangannya, bahasa mempunyai banyak fungsi sekunder. Bahasa dapat menjelaskan status, daerah asal, pendidikan, bahkan kepribadian seseorang. Penggunaan bahasa yang benar harus disertai etika tutur kata, moral yang dikandung, dan disampaikan dengan sopan-santun. Hal-hal tersebut penting digunakan untuk menciptakan lingkungan yang baik, dan damai.

(30)

sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 2001: 3).

Di bawah ini akan diuraikan mengenai etika, moral, dan sopan-santun.

1. Etika

Etika berarti ilmu yang mempelajari apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat-istiadat (Bertens, 1997: 4). Semua suku bangsa pastilah mempunyai etika. Etika ini berkembang sesuai kebudayaan mereka. Di Jawa, etika diatur berdasarkan banyak hal, salah satunya adalah stratifikasi sosial. Penting untuk menempatkan diri dalam tataran yang tepat dan menyadari tingkatan mereka, sehingga manusia Jawa dituntut untuk luwes dan dapat menempatakn diri pada situasi dan kondisi apapun untuk berbaur dan bertahan di dalamnya.

2. Moral

Moral adalah kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait nilai-nilai baik dan buruk (http://id.wikipedia.org/wiki/Moral diakses pada tanggal 17 April 2010 pukul 12.17 WIB).

(31)

commit to user

Sedangkan ajaran moral maksudnya ajaran, wejangan, ptokan-patokan, kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi lebih baik (Franz Magnis-Suseno, 2001: 15).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa moral adalah perbuatan, pikiran maupun ucapan tentang baik-buruk, benar-salah yang didasarkan pada patokan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

3. Sopan-santun

Norma sopan-santun adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari masyarakat itu. Norma kesopanan bersifat relative, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan, atau waktu (http://id.wikipedia.org/wiki/Sopan-santun diakses pada tanggal 17 April 2010 pukul 12.37 WIB).

(32)

D.

Makna

Semantik adalah studi tentang makna. Pengertian makna (sense) dibedakan dengan arti (meaning) di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata). Makna menurut Palmer (1976: 30) hanya menyangkut intrabahasa. Makna kultural adalah makna yang terdapat dalam masyarakat pada sebuah wacana. Namun demikian, makna kultural yang komplek ini tidak akan dapat dijalankan dengan sempurna jika kita tidak memahami konteks budaya, mitra tutur dan situasi tutur yang sedang terjadi.

1. Makna Gramatikal

Makna gramatikal adalah makna yang dapat berubah sesuai dengan konteks pemakaian. Kata tersebut mengalami proses gramatikalisasi pada pemajemukan, imbuhan dan pengulangan.

2. Makna Kultural

(33)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi adalah cara, alat, prosedur, dan teknik yang dipilih dalam melakukan penelitian. Menurut Djajasudarma (1993:1) metode merupakan cara kerja yang bersistem dalam pelaksanaan suatu kegiatan untuk mempermudah mencapai tujuan penelitian. Sedangkan metode penelitian adalah semua asas, peraturan dan teknik-teknik yang perlu diperhatikan dalam usaha pengumpulan data dan dianalisis. Dalam melakukan suatu penelitian, sebaiknya digunakan suatu metode yang tepat untuk menentukan langkah – langkah dalam penelitian. Dalam metodologi penelitian ini akan dijelaskan jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan sumber data, alat penelitian, populasi, sampel, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

A.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipakai untuk mengkaji GTBJ ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Maksud dari penelitian ini adalah mendiskripsikan dan menjelaskan fenomena yang muncul tanpa menggunakan hipotesa dan data dianalisis serta hasilnya berbentuk deskriptif, fenomena yang tidak berupa angka atau koefisien tentang hubungan antara variable (Aminuddin, 1990: 6).

(34)

Penelitian gugon tuhon ini mengumpulkan data berupa ujaran lisan dan penyajian datanya berupa deskripsi dari olahan data gugon tuhon tersebut.

B.

Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian itu sendiri, dan bahan yang dimaksud bukan bahan mentah, melainkan bahan jadi. Atau dengan rumusan lain data pada hakikatnya adalah obyek sasaran penielitian beserta dengan konteksnya (Sudaryanto,1993:9). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan yang didapat dari narasumber di kecamatan Tingkir, Salatiga. Sumber data adalah pencipta atau penghasil data yang sekaligus tentu saja si penghasil atau pencipta data yang dimaksud, biasanya disebut nara sumber (Sudaryanto, 1990: 35). Data dan sumber data dibagi dalam dua kelompok, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Adapun data dan sumber data dalam penelitian ini:

1. Data dan sumber data primer.

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah penduduk terpilih Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga yang dipandang mengetahui dan paham tentang gugon tuhon kehamilan dan merawat bayi. Sedangkan datanya adalah ujaran tentang gugon tuhon wanita hamil dan merawat balita.

2. Data dan sumber data sekunder.

(35)

commit to user

Sumber data dari penelitian ini adalah penduduk Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga yang memenuhi kriteria yang ditetapkan. Desa ini dipilih karena sebagian besar penduduknya masih tradisional dengan mempertahankan budaya Jawa. Masih banyak ajaran GT yang disebarkan secara lisan. Sebagian besar penduduknya masih mempercayai dan mematuhi GT tersebut. Sumber data lisan berasal dari informan yang berupa tuturan. Adapun kriteria informan adalah sebagai berikut:

1. Penutur asli bahasa Jawa.

2. Penduduk asli daerah setempat.

3. Berusia 21-70 tahun yang dirasa betul-betul mengerti dan memahami GTBJ.

4. Memahami bahasa dan budaya Jawa.

5. Memiliki alat ucap sempurna.

6. Bisa berbahasa Indonesia.

7. Bersedia menjadi informan atau bersedia diwawancara dan mempunyai waktu cukup untuk diwawancarai.

Setelah menetapkan kriteria di atas, diperoleh 9 orang informan yang dirasa dapat dikumpulkan data yang dimaksudkan.

C. Alat Penelitian

(36)

catatan, sedangkan alat bantu elektronik berupa komputer, flasdisk, alat rekam berupa mp3 player.

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah objek penelitian yang pada umumnya adalah keseluruhan individu dari segi-segi tertentu bahasa (Edi Subroto, 1991: 32). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang mengetahui ujaran tentang GTBJ mengenai kehamilan dan merawat bayi.

Sampel adalah sebagian populasi yang dijadikan objek penelitian secara langsung yang mewakili populasi atau mewakili populasi secara keseluruhan (Edi Subroto,1991: 32). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu mengambil sample secara selektif dan benar-benar memenuhi

kepentingan dan tujuan berdasarkan data yang ada (Edi Subroto, 1991: 25). Sampel dalam penelitian ini adalah ujaran yang mengandung GTBJ yang menyangkut nasihat untuk wanita hamil dan merawat bayi yang diucapkan oleh informan. Informan diambil dari masyarakat Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.

(37)

commit to user

E. Metode Pengumpulan Data

Metode merupakan cara mendekati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena (Harimurti Kridalaksana, 2001: 136). Data dikumpulkan dengan metode dasar yaitu teknik sadap. Untuk mendapatkan data pertama-tama si peneliti harus menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993: 133). Adapun mengenai teknik lanjutannya menggunakan teknik simak libat cakap (SLC), teknik rekam, dan teknik catat. Teknik SLC ialah di mana peneliti menyimak pembicaraan calon data dan berpartisipasi dalam dialog (Sudaryanto, 1993: 134). Pengumpulan data juga menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth-interviewing). Cara ini bersifat deskriptif dan eksplanatoris, yaitu peneliti di samping berusaha menjaring informasi deskriptif mengenai fakta atau fenomena sosiolinguistik (linguistik), juga berupaya menggali informasi yang berupa penjelasan munculnya fakta atu fenomena tersebut (Gunawan dalam Mahsun, 2005: 228). Untuk mengabsahkan data yang diucapkan dari para informan tersebut, maka perlu dilakukan teknik rekam agar data yang diperoleh dapat dianalisis dengan baik. Selain itu dapat juga dibantu dengan teknik catat untuk mencatat fenomena yang tidak dapat ditangkap dalam teknik rekam untuk menyempurnakan pengumpulan data.

F. Metode Analisis Data

Pada penelitian ini penulis akan menganalisis data menggunakan metode distribusional dan metode padan.

(38)

Metode distribusional disebut juga dengan metode agih. Metode distribusional adalah metode analisis data yang alat penentunya unsur dari bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993: 15).

Teknik yang digunakan adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi beberapa unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 42). Jika unsur yang dilesapkan membuat kalimat menjadi tidak gramatikal, berarti unsur tersebut mempunyai kadar keintian yang tinggi, sehingga tidak dapat dihilangkan. Teknik lanjutan yang dipakai adalah teknik lesap dan teknik ganti.

Teknik lesap digunakan untuk menganalisis dan mengetahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Jika hasil dari pelesapan itu tidak gramatikal maka berarti unsur yang bersangkutan memiliki kadar keintian yang tinggi atau bersifat inti: artinya, sebagai unsur pembentuk satuan lingual, unsur yang bersangkutan mutlak diperlukan (Sudaryanto, 1993: 42).

Metode distribusional dengan teknik dasar BUL dan teknik lanjutan berupa teknik lesap dan teknik ganti untuk menganalisis bentuk GTBJ, teknik ganti digunakan untuk mengatahui kadar keintian suatu unsur yang diganti. Contoh penerapannya sebagai berikut:

(1) Aja mateni kewan yen lagi mbobot. ‘Jangan membunuh hewan jika sedang hamil’

(39)

commit to user

Untuk mengatahui kadar keintian salah satu unsur, salah satu unsur yang dimaksud dihilangkan atau dilesapkan, yang hasilnya sebagai berikut:

(1a) Ø mateni kewan yen lagi mbobot. ‘Ø membunuh hewan jika sedang hamil’

(2a) Ø bocah dilem. ‘Ø bayi dipuji’

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa unsur aja ‘jangan’ dan ora ilok ‘tidak pantas’ merupakan unsur inti yang tidak dapat dihilangkan maupun dilesapkan.

Karena jika dihilangkan atau dilesapkan, maka kalimat itu menjadi tidak gramatikal dan maknanya menjadi berbeda.

Sedangkan jika menggunakan teknik ganti, hasilnya akan menjadi seperti ini:

(1b) ndeloki

Aja * mateni kewan yen lagi mbobot.

ngopeni

melihat

‘ Jangan *membunuh hewan jika sedang hamil.’ memelihara

(2b) digendhong

Ora ilok bocah disunggi *dilem

digendong

„ Tidak pantas anak dipanggul ‘

(40)

Hasil analisis kalimat (1b) dan (2b) di atas dengan teknik ganti menunjukka bahwa kalimat tersebut masih berterima namun tidak menunjukkan GT yang dimaksud. 2. Metode Padan

Metode padan adalah metode yang dipakai untuk mengkaji untuk menentukan identitasa satuan lingual tertentu dengan alat penentu di luar bahasa (Sudaryanto, 1993: 13). Adapun penerapannya antara lain sebagai berikut:

(1) Ora ilok bayi dipunji, mundhak wani karo wong tuwane.

Fungsi dari GT ini adalah pelajaran dari dua segi, yaitu pendidikan etika/moral dan pendidikan kesehatan. Dari segi moral, menurut konsepsi Jawa, meletakkan anak lebih tinggi dari orang tua atau membiarkan anak memegang kepala orang tuanya secara tidak langsung mengajarkan anak bahwa kedudukan anak lebih tinggi daripada orang tua, maka ketika dewasa si anak akan kurang ajar dengan orangtuanya. Sedangkan dari segi kesehatan, memanggul bayi akan membahayakan jiwa si bayi karena lemah dalam hal keamanan.

Makna gramatikal : tidak pantas bayi digendong di pundak, nanti berani dengan orang tuanya.

(41)

commit to user

tetapi mungkin ada benarnya juga orang tua memberi nasehat, karena anak kecil yang banyak bergerak secara tiba-tiba itu mungkin saja terlepas dari pegangan orang tuanya ketika sedang digendong diatas bahu. Secara logika hal ini dikarenakan ketika berada di atas bahu, pengamanan dan kecekatan tangan orang tua berkurang, dan tidak berada dalam jangkauan mata si penggendong, terlebih si bayi berada di ketinggian jauh diatas tanah, ketika jatuh hal ini bisa berakibat fatal. Oleh karena itu menggendong diatas bahu tidak diperbolehkan karena dari segi manapun tidak aman.

(2) Ora ilok bayi disawung.

Fungsi dari GT ini adalah untuk pendidikan kesehatan dan etika/moral. Menurut orang tua Jawa, menggendong dengan selendang akan mengeratkan tali batin antara ibu-anak. Maka memang seharusnya seorang ibu menjaga anaknya dengan sepenuh hati, selalu mendekatkan kepada anaknya agar kelak ketika si anak dewasa, hubungan antara ibu dan anak tetap erat terjaga. Sedangkan dari segi kesehatan, hal ini akan menjaga si bayi yang banyak bergerak agar tidak mudah terlepas dari gendongan bagitu saja.

Makna gramatikal: tidak pantas bayi digendong tanpa selendang.

Makna kultural dalam GT tersebut adalah bahwa kita harus selalu menggendong bayi dengan memakai selendang (disawung: nggendhong tanpa lendhang) karena:

1) Bayi akan terlepas dan jatuh dengan mudah jika tidak diikat ke badan kita. 2) Menurut orang tua jaman dahulu, menggendong dengan selendang akan

(42)

kontak batin yang kuat antara ibu denagn si anak sampai si anak dewasa kelak.

3) Oleh orang Jawa, menggendong dengan selendang dipercaya agar si bayi tidak mudah terlepas dalam artian diambil keatas (meninggal) sewaktu-waktu.

(wawancara dengan ibu Sarmi, tanggal 3 Pebruari 2010)

(3) Ora ilok bayi diajak nyapu.

Fungsi dari GT ini adalah sebagai pendidikan kesehatan. Jika kita sedang melakukan pekerjaan yang kotor, maka sebaiknya tidak mengajak serta si bayi karena tentu saja si bayi dapat terkena kotoran yang ditimbulkan. Dalam hal ini menyapu yang menimbulkan debu dapat mengganggu pernapasan bayi yang masih rentan. hal ini dapat membuat bayi menjadi asma atau flu, maupun masalah pencernaan.

Makna gramatikal: tidak pantas bayi diajak menyapu (digendong sambil menyapu).

Makna kultural dalam GT ini adalah bahwa kita jangan pernah menggendong si bayi sambil menyapu karena:

1) Debu yang tersapu akan terhirup si bayi sehingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan si bayi yang masih halus.

(43)

commit to user

G. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian analisis data menggunakan metode deskriptif, formal dan informal. Metode deskriptif adalah metode yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena-fenomena secara empiris hidup pada penutur-penuturnya (Sudaryanto, 1993: 62).

(44)

BAB IV

PEMBAHASAN

A.

Bentuk

Subbab ini akan menganalisis bentuk GT untuk mengetahui kadar keintian suatu unsur kalimat, kegramatikalan dan berterima tidaknya kalimat tersebut.

1. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ Sebagai Penanda Kalimat

Larangan.

GT yang menggunakan pewatas aja ‘jangan’ antara lain: (1) Aja ngombe es „jangan minum es’, (2) Aja mateni utawa nyiksa kewan ‘jangan membunuh atau

menyiksa hewan’, (3) Aja ngethok rambut ‘jangan memotong rambut’, (4) Aja mangan

sing panas-panas ‘jangan makan yang panas-panas’, (5) Aja njitheti utawa ndondomi kathok ‘jangan minisik atau menjahit celana’.

Data (1) sampai (5) akan dianalisis menggunakan teknik ganti untuk mengetahui kadar keintian pewatas aja ‘jangan’ sebagai penanda kalimat larangan.

(1a) *Aja ngombe es. *Jangan minum es.’

Ampun Jangan

(2a) *Aja mateni utawa nyiksa kewan. Ampun

‘ *Jangan membunuh atau menyiksa hewan.’

(45)

commit to user

(3a) *Aja ngethok rambut. „ *Jangan memotong rambut.’

Ampun Jangan

(4a) *Aja mangan sing panas-panas.‟ * Jangan makan yang panas-panas.’

Ampun Jangan

(5a) *Aja njitheti utawa ndondomi kathok.‟ *Jangan menisik atau menjahit celana.’ Ampun Jangan

Dari analisis diatas kata aja ‘jangan’ tidak dapat diganti dengan kata ampun ‘jangan’ walaupun bermakna sama. Karena jika diganti maka kalimat tersebut menjadi

tidak gramatikal dan tidak berterima serta tidak menunjukkan GT.

Selanjutnya data (1b) sampai (5b) akan dengan teknik ganti. Adapun yang akan dianalisis adalah objek dari kalimat GT tersebut.

(1b) Aja ngombe *es ‘Jangan minum *es

banyu air

(2b) Aja mateni utawa nyiksa *kewan ‘Jangan membunuh atau menyiksa *hewan ‘

kebo kerbau

(3b) Aja ngethok *rambut ‘Jangan memotong *rambut ‘

kain kain

(4b) Aja mangan sing *panas-panas Jangan memakan yang *panas-panas

kecut-kecut asam-asam

(46)

Jangan munutup atau menjahit *celana sarung

Analisis data (1b) sampai (5b) menunjukkan hasil yang gramatikal namun tidak berterima serta tidak menunjukkan GT walaupun kata yang digunakan mempunyai arti yang hampir sama.

Kalimat (1c) sampai (5c) akan dianalisis penanda negasinya, yaitu pewatas aja ‘jangan’ jika digantikan dengan frasa ora ilok ‘tidak pantas’ dan ora becik ‘tidak baik’.

(1c) *Aja * Jangan

*Ora ilok ngombe es. *Tidak pantas minum es.

*Ora becik *Tidak baik

(2c) *Aja mateni utawa nyiksa kewan. * Jangan membunuh atau * Ora ilok *Tidak pantas menyiksa hewan. *Ora becik *Tidak baik

(3c) *Aja ngethok rambut. *Jangan memotong rambut.

*Ora ilok *Tidak pantas

*Ora becik *Tidak baik

(4c) *Aja mangan sing panas-panas. * Jangan makan yang *Ora ilok *Tidak pantas panas-panas.

*Ora becik *Tidak baik

(47)

commit to user

Hasil analisis data (1c) samapi dengan (5c) menunjukkan bahwa setelah pewatas aja ‘jangan’ diganti dengan frasa ora ilok ‘tidak pantas’ dan ora becik ‘tidak baik’ hasilnya tetap berterima, gramatikal dan menunjukkan GT. Dengan begitu frasa ora

ilok ‘tidak pantas’ dan ora becik ‘tidak baik’ dapat menggantikan fungsi pewatas aja

‘jangan’.

Selanjutnya teknik lesap akan digunakan untuk menganalisis data (1d) sampai (5d). adapun yang akan dianalisis adalah pewatas aja ‘ jangan’.

(1d) Ø ngombe es. ‘Ø minum es.’

(2d) Ø mateni utawa nyiksa kewan. ‘Ø membunuh atau menyiksa hewan.’ (3d) Ø ngethok rambut. „Ø memotong rambut.’

(4d) Ø mangan sing panas-panas. ‘Ø memakan yang panas-panas.’ (5d) Ø njitheti utawa ndondomi kathok. ‘Ø menutup atau menjahit celana.’

Setelah dinalisis dengan teknik lesap, data (1d) sampai (5d) tetap menunjukkan kalimat yang gramatikal dan berterima, tetapi bukan merupakan GT. Oleh karena itu pewatas aja ‘jangan’ adalah penenda yang wajib hadir dalam kalimat larangan.

Yang akan dinalisis selanjutnya adalah verba dalam kalimat diatas. (1e) Aja Ø es. ‘jangan Ø es.’

(2e) Aja Ø kewan. ‘jangan Ø hewan.’ (3e) Aja Ø rambut. jangan Ø rambut.’

(48)

Hasil analisis data (1e) sampai (5e) dengan menggunakan teknik lesap hasilnya dalah tidak berterima dan tidak gramatikal serta tidak menunjukkan GT. Namun untuk nomer (4e) tetap menunjukkan kalimat yang gramatikal dan berima.

2. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan mundhak ‘nanti’ Sebagai

Penanda Sebab Akibat.

GT selain menggunakan kata aja ‘jangan’ juga menggunakan kata mundhak ‘nanti’ sebagai kalimat yang akan menjelaskan suatu akibat yang akan terjadi dari suatu

sebab. Kata ‘nanti’ di sini bukan menunjukkan kata ganti waktu, namun menunjukkan akibat dari suatu perbuatan. GT yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya: (6) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak bayine lair sungsang ‘jangan

menyingkirkan apapun memakai kaki, nanti bayinya lahir sungsang (kakinya keluar terlebih dahulu)’ (7) Aja mangan godhong kates, mundhak ari-arine remuk ‘jangan

makan daun pepaya, nanti ari-arinya hancur’ (8) Aja turu yen bar nglairke, mundhak kelindheh ‘jangan tidur sehabis melahirkan, nanti trans (keadaan tidak sadar hingga dapat menjadi gila atau meninggal)’ (9) Aja mangan pedhes, mundhak bayine ana wiji

lomboke, yen ora lodhoken ‘jangan makan yang pedas, nanti anaknya ada biji cabainya,

atau matanya selalu mengeluarkan kotoran’.

(49)

commit to user

(6a) Aja nyingkirake apa -apa nganggo sikil, *mundhak bayine lair sungsang. mengko

‘Jangan menyingkirkan apapun memakai kaki, *nanti bayinya lahir sungsang’

nanti (7a) Aja mangan godhong kates, *mundhak ari-arine remuk.

mengko

‘Jangan makan daun pepaya, *nanti ari-arinya hancur’

nanti

(8a) Aja turu yen bar nglairke, *mundhak kelindheh. mengko

‘Jangan tidur sehabis melahirkan, *nanti trans’

nanti

(9a) Aja mangan pedhes, *mundhak bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken. mengko

‘Jangan makan pedas *nanti anaknya ada biji cabainya, atau matanya

nanti selalu mengeluarkan kotoran’

Dari hasil analisis diatas, data (6a) sampai (9a) kalimatnya tetap gramatikal dan berterima, namun kata mundhak ‘nanti’ tidak dapat diganti dengan kata mengko ‘nanti’ walaupun artinya sama. Maka jika kata mundhak ‘nanti’ diganti, kalimat tersebut tidak akan menunjukkan kalimat GT.

Selanjutnya data (6b) sampai (9b) akan dianalisis objek di belakang kata mundhak. (6b) Aja nyingkirake apa -apa nganggo sikil, mundhak *bayine lair sungsang.

(50)

‘Jangan menyingkirkan apapun memakai kaki, nanti *bayinya lahir sungsang’

anaknya (7b) Aja mangan godhong kates, mundhak *ari-arine remuk.

ususe

‘Jangan makan daun pepaya, nanti *tembuninya hancur’

ususnya (8b) Aja turu yen bar nglairke, mundhak *kelindheh

keturon

‘Jangan tidur sehabis melahirkan, nanti *trans ‘

ketiduran

(9b) Aja mangan pedhes, mundhak *bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken. bocahe

‘Jangan makan yang pedas, nanti *bayinya ada biji cabainya, atau matanya

anaknya selalu mengeluarkan kotoran’ Dari analisis data (6b) sampai (9b) diatas, menunjukkan bahwa data (6b), (7b), (9b) tersebut masih gramatikal dan berterima, namun tidak menunjukkan GT yang dimaksudkan. Sedangkan data (8b) tidak gramatikal, tidak berterima, serta tidak menunjukkan GT.

Selanjutnya kata mundhak ‘nanti’ pada data (6c) sampai (9c) akan dianalisis dengan menggunakan teknik lesap untuk mengetahui kadar keintian kata tersebut.

(51)

commit to user

(7c) Aja mangan godhong kates, Ø ari-arine remuk ‘jangan makan daun pepaya, Ø ari-arinya hancur’.

(8c) Aja turu yen bar nglairke, Ø kelindheh ‘jangan tidur sehabis melahirkan, Ø trans (keadaan tidak sadar hingga dapat menjadi gila atau meninggal)’.

(9c) Aja mangan pedhes, Ø bayine ana wiji lomboke, yen ora lodhoken ‘jangan makan yang pedas, Ø anaknya ada biji cabainya, atau matanya selalu mengeluarkan kotoran’.

Dari hasil analisis diatas dapat dilihat bahwa kata mundhak ‘nanti’ jika dilesapkan menjadi tidak berterima, tidak gramatikal serta tidak menunjukkan GT. Oleh karena itu dapat disimpulkan kata mundhak ‘nanti’ adalah kata yang wajib ada dalam kalimat larangan yang menunjukkan sebab-akibat.

Selanjutnya verba atau nomina yang berada di belakang kata mundhak ‘nanti’ yang akan dianalisis dengan teknik lesap. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(6d) Aja nyingkirake apa-apa nganggo sikil, mundhak Ø lair sungsang ‘jangan menyingkirkan apapun memakai kaki, nanti Ø lahir sungsang (kakinya keluar terlebih dahulu)’.

(7d) Aja mangan godhong kates, mundhak Ø remuk ‘jangan makan daun pepaya, nanti Ø hancur’.

(8d) Aja turu yen bar nglairke, mundhak Ø ‘jangan tidur sehabis melahirkan, nanti Ø’ (9d) Aja mangan pedhes, mundhak Ø ana wiji lomboke, yen ora lodhoken ‘jangan makan

yang pedas, nanti Ø ada biji cabainya, atau matanya selalu mengeluarkan kotoran’.

(52)

menunjukkan GT. Sedangkan pada data (8d) verba setelah kata mundhak ‘nanti’ tidak dapat dihilangkan atau dilesapkan. Karena jika dilesapkan, maka kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal dan tidak berima.

3. GT yang Menggunakan pewatas aja ‘jangan’ dan ora ilok ‘tidak pantas’ dalam

satu kalimat.

GT dalam penyampaiannya ada juga yang menggunaka kata aja ‘jangan’ pada awal kalimat dan frasa ora ilok ‘tidak pantas’ pada akhir kalimat dalam satu kalimat. Tetapi kata dan frasa ini tidak dapat dipertukarkan letaknya karena kalimatnya akan menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal.

Data (10a) sampai (12a) akan dianalisis penanda negasinya, yaitu kata aja ‘jangan’ untuk mengetahui kadar keintian kata tersebut.

(10a) Aja *mincuk godhong bekas, ora ilok. ‘Jangan *memincuk daun bekas, mbungkus membungkus tidak pantas’

(11a) Aja *mbunteti leng tikus, ora ilok. ‘Jangan *menutup lubang tikus, ngurugi menutup tidak pantas’ (12a) Aja *adus wengi-wengi, ora ilok. ‘Jangan *mandi malam-malam,

ngumbahi mencuci tidak pantas’ Dari analisis diatas dapat dilihat bahwa data (10a) – (12a) setelah dianalisis hasilnya tetap gramatikal dan berterima namun tidak menunjukkan kalimat GT.

(53)

commit to user

(10b) Aja mincuk *godhong bekas , ora ilok. ‘Jangan memincuk *daun bekas , tidak kertas bekas kertas bekas pantas’

(11b) Aja mbunteti *leng tikus ora ilok. ‘Jangan *lubang tikus , tidak pantas.’

angin-angin lubang angin

(12b) Aja adhus *wengi-wengi , ora ilok. ‘Jangan *malam-malam , tidak pantas’ esuk-esuk pagi-pagi

Analisis da (10b) – (12b) diatas menunjukkan jika objek atau adverbianya diganti, maka kalimat tersebut masih gramatikal dan berterima, namun tidak menunjukkan GT.

Selanjutnya data (10b) – (12b) diatas akan dilesapkan penanda negasinya untuk mengetahui kadar keintiannya.

(10b) Ø mincuk godhong bekas, ora ilok. ‘Ø memincuk daun bekas, tidak pantas’. (11b) Ø mbunteti leng tikus, ora ilok. ‘Ø menutup lubang tikus, tidak pantas’.

(12b) Ø adhus wengi-wengi, ora ilok. ‘Ø mandi malam-malam, tidak pantas’.

Analisis diatas menunjukkan bahwa pewatas aja ‘jangan’ jika dihilangkan maka kalimatnya masih tetap gramatikal, tetapi tidak berterima. Namun begitu masih tetap menunjukkan kalimat GT. Dengan kata lain tanpa pewatas aja ‘jangan’ pun masih tetap dapat diucapkan dan mitra tutur mengerti bahwa itu termasuk dalam salah satu GT.

4. GT yang Menggunakan Frasa ora ilok ‘tidak pantas’.

(54)

depan kalimat. Kalimat-kalimat yang termasuk ke dalam kelompok ini antara lain: (13) Ora ilok nggendhong anak disambi nyapu ‘tidak pantas menggendong bayi sambil

menyapu’ (14) Ora ilok bayi dijak ngaca ‘tidak pantas bayi diajak berkaca’ (15) Ora ilok

bayi dilem ‘tidak pantas bayi dipuji’.

Yang akan dianalisis pertama kali adalah frasa ora ilok ‘tidak pantas’ untuk menentukan kadar keintian penanda negasi tersebut. Data (13a) sampai (15a) akan dianalisis menggunakan teknik lesap.

(13a) *ora ilok nggendhong anak disambi nyapu. ‘*tidak pantas menggendong anak ora becik tidak baik sambil menyapu’

ora oleh tidak boleh

(14a) * ora ilok bayi dijak ngaca. ‘ *tidak pantas bayi diajak berkaca’

ora becik tidak baik

ora oleh tidak boleh

(15a) *ora ilok bayi dilem. ‘ *tidak pantas bayi dipuji’

ora becik tidak baik

ora oleh tidak boleh

(55)

commit to user

Data (13b) sampai (15b) akan dianalisis verba dalam kalimat tersebut dengan teknik ganti.

(13a) Ora ilok *nggendhong anak disambi nyapu. nyangking

‘Tidak pantas *menggendong anak sambil menyapu ‘ membawa

(14a) Ora ilok bayi dijak *ngaca ‘Tidak pantas bayi diajak *berkaca ‘ dandan bersolek (15a) Ora ilok bayi * dilem . ‘Tidak pantas bayi *dipuji .

dilokne dikatai

Setelah data (13b) – (15b) dianalisis, hasilnya data (13b) dan (14b) tidak gramatikal dan tidak berterima. Tetapi pada data (15b) kalimatnya gramatikal, berterima serta menunjukkan GT.

Selanjutnya data (13c) – (15c) akan dianalisis penanda negasinya, yaitu frasa ora ilok dengan teknik lesap. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(13c) Ø nggendhong anak disambi nyapu ‘Ø menggendong bayi sambil menyapu’. (14c) Ø bayi dijak ngaca ‘Ø bayi diajak berkaca’.

(15c) Ø bayi dilem ‘Ø bayi dipuji’.

(56)

Kemudian data (13d) – (15d) akan dianalisis objeknya dengan teknik lesap. (13) Ora ilok nggendhong Ø disambi nyapu ‘tidak pantas menggendong Ø sambil

menyapu’.

(14) Ora ilok Ø dijak ngaca ‘tidak pantas Ø diajak berkaca’.

(15) Ora ilok Ø dilem ‘tidak pantas Ø dipuji’.

Setelah dilesapkan objeknya, ternyata data (13d) gramatikal dan berterima serta masih menunjukkan GT. Sedangkan (14d) dan (15d) tidak gramatikal, tidak berterima serta tidak menunjukkan GT.

5. GT yang Menggunakan kata yen ‘kalau’ yang berada di depan kalimat sebagai

penanda kalimat perumpamaan.

Dalam GT yang diucapkan secara langsung dari penutur kepada mitra tutur biasanya ada juga kalimat yang diucapkan dengan kata yen ‘kalau’. Tuturan yang menggunakan kalimat perumpamaan ini antara lain: (16) Yen lelungan aja lali nggawa dlingo bengle karo gunting ‘kalau bepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan

gunting’, (17) Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora

katutan sawan manten ‘kalau mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan bunga pengantin, biar tidak diikuti sawan pengantin’, (18) Yen tilik bayi kudu dijalukne bedhak

bayi ‘kalau menjenguk bayi harus dimintakan bedak bayi’, (19) Yen nduwe anak,

apameneh yen lanang, mesti rambute brodhol ‘kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya rontok’, (20) Yen durung selapan anake ora oleh digawa metu saka

(57)

commit to user

Data (16a) – (20a) akan dinalisis kata penanda kalimat perumpamaannya, yaitu kata yen ‘kalau’. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(16a) *Yen lelungan aja lali nggawa dlingo bengle karo gunting. * Nek

Umpami

‘ *Kalau bepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan gunting’ *Kalau

Kalau

(17a) *Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora * Nek katutan sawan manten.

Umpami

‘ *Kalau mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan bunga pengantin, biar

*Kalau tidak diikuti sawan pengantin’ Kalau

(18a) *Yen tilik bayi kudu dijalukne bedhak bayi. *Nek

Umpami

*Kalau menjenguk bayi harus dimintakan bedak bayi’

*Kalau

Kalau

(19a) *Yen nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti rambute brodhol. *Nek

(58)

*Kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya rontok’

*Kalau

Kalau

(20a) *Yen durung selapan anake ora oleh digawa metu saka omah. *Nek

Umpami

*Kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari rumah’

*Kalau

Kalau

Dilihat dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa kata nek ‘kalau’ dapat menggantikan kata yen ‘kalau’ Karena mempunyai arti yang sama dan sejajar. Sedangkan jika diganti dengan kata umpami ‘kalau’, maka kalimat tersebut menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima serta tidak menunjukkan GT karena kedua kata tersebut tidak sejajar walaupun mempunyai arti yang sama.

Selanjutnya objek nomina pada data (16b) –(20b) akan dianalisis menggunakan teknik ganti.

(16b) Yen lelungan aja lali nggawa *dlingo bengle karo gunting. kunir asem

beras kencur

‘Kalau bepergian jangan lupa membawa *dlingo bengle dan gunting.’

(59)

commit to user

(17b) Yen ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne *kembang manten , ben ora katutan keris manten sawan manten.

kembar mayang

‘Kalau mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan *bunga pengantin , biar tidak

keris pengantin kembar mayang diikuti sawan pengantin.’

(18b) Yen tilik bayi kudu dijalukne *bedak bayi . minyak telon

‘Kalau menjenguk bayi harus dimintakan *bedak bayi. ‘

minyak telon

(19b) Yen nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti *rambute brodol. idepe

‘Kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti *rambutnya rontok.’

bulu matanya

(20b) Yen durung selapan anake ora oleh digawa metu saka *omah ‘ kamar latar ‘Kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari *rumah ‘

(60)

Hasil analisis data (16b) – (20b) diatas menunjukkan hasil yang gramatikal dan berterima, namun tidak menunjukkan GT walaupun kata yang diganti memiliki arti yang sejajar.

Selanjutnya kata yen ‘kalau’ pada data (16c) – (20c) akan dianalisis menggunakan teknik lesap. Hasilnya adalah sebagai berikut:

(16) Ø lelungan aja lali nggawa dlingo bengle karo gunting.

„Øbepergian jangan lupa membawa dlingo bengle dan gunting.’

(17) Ø ngejak bayi nyumbang kudu dijalukne kembang manten, ben ora katutan sawan manten.

„Ø mengajak bayi ke kondangan harus dimintakan bunga pengantin, biar tidak

diikuti sawan pengantin.’

(18) Ø tilik bayi kudu dijalukne bedak bayi.

„Ømenjenguk bayi harus dimintakan bedak bayi.’

(19) Ø nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti rambute brodol. „Ø punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya rontok.’

(20) Ø durung selapan anake ora oleh digawa metu saka omah. „Øbelum 35 hari anaknya tidak boleh dibawa keluar dari rumah.’

Analisis diatas menunjukkan bahwa jika kata yen ‘kalau’ dilesapkan, maka kalimatnya tetap gramatikal, berterima dan menunjukkan GT.

Data (16d) – (20d) akan dianalisis verbanya juga menggunkana teknik lesap. Dan hasilnya adalah sebagai berikut:

(16) Yen lelungan aja lali Ø dlingo bengle karo gunting.

(61)

commit to user

(17) Yen ngejak bayi nyumbang kudu Ø kembang manten, ben ora katutan sawan manten.

‘Kalau mengajak bayi ke kondangan harus Ø bunga pengantin, biar tidak diikuti

sawan pengantin.’

(18) Yen tilik bayi kudu Ø bedak bayi.

‘Kalau menjenguk bayi harus Ø bedak bayi.’

(19) Yen nduwe anak, apameneh yen lanang, mesti rambute Ø. ‘Kalau punya anak, apalagi kalau laki-laki, pasti rambutnya Ø.k

(20) Yen durung selapan anake ora oleh Ø metu saka omah.

‘Kalau belum 35 hari anaknya tidak boleh Ø keluar dari rumah.’

Hasil analisis data diatas menunjukkan data (17d), (18d), dan (19d) tidak gramatikal dan tidak berterima serta tidak menunjukkan GT. Namun data (16d) dan (20d) tetap berterima dan gramatikal serta bermakna GT.

6. GT yang Menggunakan Kata nek ‘kalau’ atau yen ‘kalau’ yang Berada di

Depan Kalimat Sebagai Penanda Kalimat Perumpamaan serta Kata mundhak

‘nanti’ Sebagai Penanda Akibat.

Selain GT yang menggunakan kata yen ‘kalau’ atau nek ‘kalau’ saja, ada juga yang menggunakan kata mundhak ‘nanti’ untuk memberi tahu akibatnya. Kalimat -kalimat tersebut antara lain: (21) Nek mangan aja neng ngarep lawang, mundhak nglairne angel ‘kalau makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit’, (22) Yen

mangan aja nganggo pincuk, mundhak ari-arine kelet ‘kalau makan jangan memakai

(62)

ngomong sing ala-ala, mundhak nyawani ‘kalau datang ke rumah orang yang sedang hamil tidak boleh berbicara yang buruk-buruk, nanti membawa hal buruk’, (24) Yen bayine durung rong taun abrakane aja dibakari, mundhak suleden ‘kalau bayinya belum

dua tahun barang-barangnya jangan dibakar, nanti kulitnya terbakar’.

Karena pada subbab 5 di atas telah dinalisis bahwa kata yen ‘kalau’ dan nek ‘kalau’ adalah sejajar dan dapat saling menggantikan, maka pada subbab ini tidak akan

dianalisis lagi. Pada data (21a) – (24a) di bawah akan dianalisis verbanya untuk mengetahui kadar keintiannya. Dan hasilnya adalah sebagai berikut:

(21a) Nek *mangan aja neng ngarep lawang, mundhak nglairne angel. dhahar

‘Kalau *makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit.’

makan

(22a) Yen *mangan aja nganggo pincuk, mundhak ari-arine kelet. ngombe

‘Kalau *makan jangan memakai takir, nanti ari-arinya lengket.’

minum

(23a) Yen *mara neng ngomahe wong mbobot ora oleh ngomong sing ala-ala, teka mundhak nyawani.

‘Kalau *datang ke rumah orang yang sedang hamil tidak boleh berbicara yang

datang buruk-buruk, nanti membawa hal buruk.’

(63)

commit to user

‘Kalau bayinya *belum dua tahun barang-barangnya jangan dibakar, nanti

belum terkena herpes.’

Setelah dianalisis ternyata menunjukkan data (21a) dan (24a) tidak gramatikal dan tidak berterima karena merupakan ragam bahasa yang berbeda, serta tidak menunjukkan GT. Sedangkan data (22a) gramatikal dan berterima namun tidak menunjukkan GT. Pada data (23a) hasil menunjukkan gramatikal dan berterima serta tetap menunjukkan GT.

Selanjutnya data (21b) – (24b) akan dinalisis objeknya menggunakan teknik ganti. Dan hasilnya adalah sebagai berikut:

(21b) Nek mangan aja neng ngarep *lawang , mundhak nglairne angel. omah

‘Kalau makan jangan di depan *pintu ,nanti melahirkannya sulit.’

rumah

(22b) Yen mangan aja nganggo *pincuk , mundhak ari-arine kelet. piring

‘Kalau makan jangan memakai *takir , nanti ari-arinya lengket.’

piring

(23b) Yen mara neng ngomahe *wong mbobot ora oleh ngomong sing ala-ala, wong nglairake mundhak nyawani.

‘Kalau datang ke rumah *orang hamil tidak boleh berbicara yang

(64)

(24b) Yen bayine durung rong taun *abrakane aja dibakari, mundhak suleden. bandhane

‘Kalau bayinya belum dua tahun *barang-barangnya jangan dibakar, nanti

hartanya kulitnya terbakar.’ Setelah dianalisis, data (21b) – (24b) ternyata hasilnya data (22b) dan (24b) tidak garamatikal, tidak berterima serta tidak menunjukkan GT. Sedangkan data (21b ) dan (23b) gramatikal, berterima serta tetap menunjukkan GT karena ada GT yang menyatakan demikian.

Lalu data (21c) – (24c) akan dianalisis penanda kalimat perumpamaannya, yaitu kata nek ‘kalau’ dan yen ‘kalau’ menggunakan teknik lesap. Hasilnya dalah sebagai berikut:

(21c) Ø mangan aja neng ngarep lawang, mundhak nglairne angel. „Ø makan jangan di depan pintu, nanti melahirkannya sulit.’

(22c) Ø mangan aja nganggo pincuk, mundhak ari-arine kelet. „Ø makan jangan memakai takir, nanti ari-arinya lengket.’

(23c) Ø mara neng ngomahe wong mbobot ora oleh ngomong sing ala -ala, mundhak nyawani.

„Ø datang ke rumah orang yang sedang hamil tidak boleh berbicara yang buruk-buruk, nanti membawa hal buruk.’

(24c) Ø bayine durung rong taun abrakane aja dibakari, mundhak suleden.

(65)

commit to user

Dilihat dari analisis data (21c) – (24c) diatas, dapat disimpulkan jika kata yen ‘kalau’ atau nek ‘kalau’ dilesapkan, maka kalimatnya tetap berterima namun tidak

gramatikal, tetapi tetap menunjukkan GT yang dimaksud. Sedangkan data (24c) hasilnya tidak gramatikal, tidak berterima serta tidak menunjukkan GT, karena jika kata yen ‘kalau’ dihilangkan maka kalimatnya akan diawali dengan nomina dan bukan verba.

Selanjutnya data (21d ) – (24d) akan dianalisis objeknya dengan teknik lesap. Hasilnya sebagai berikut:

(21) Nek mangan aja neng ngarep Ø, mundhak nglairne angel. ‘Kalau makan jangan di depan Ø, nanti melahirkannya sulit.’

(22) Yen mangan aja nganggo Ø, mundhak ari-arine kelet. ‘Kalau makan jangan memakai Ø, nanti ari-arinya lengket.’

(23) Yen mara neng ngomahe Ø ora oleh ngomong sing ala-ala, mundhak nyawani. ‘Kalau datang ke rumah Ø tidak boleh berbicara yang buruk-buruk, nanti membawa

hal buruk.’

(24) Yen bayine durung rong taun Ø aja dibakari, mundhak suleden.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dan leksikal wacana bahasa Jawa dalam KJ di Dusun Ngasem Desa Sringin Kecamatan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk campur kode dalam rubrik Gayeng Kiyi Jagad Jawa Solopos (2) menjelaskan fungsi campur kode dalam rubrik

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan kearifan lokal yang terkandung dalam tembang dolanan tradisional Jawa untuk membentuk karakter anak..

Penelitian ini dilakukan mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan (1) bentuk peribahasa Jawa yang mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal, (2) apa jenis kearifan lokal yang terdapat

27 Relasi konsep manusia Jawa dengan Tuhan, alam, masyarakat dan pribadi terhadap konsep fungsi, bentuk dan makna yang terjadi pada arsitektur lokal Pesisir

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penanda kohesi gramatikal dan leksikal wacana bahasa Jawa dalam KJ di Dusun Ngasem Desa Sringin Kecamatan

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan bentuk campur kode dalam rubrik Gayeng Kiyi Jagad Jawa Solopos (2) menjelaskan fungsi campur kode dalam

Tujuan penelitian ini adalah mengungkap bentuk ungkapan, mengungkap makna budaya dalam kajian semantik kultural, dan mengungkap fungsi ungkapan tradisional Jawa dalam organisasi pencak