• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jenis Dan Persentase Penstabil Terhadap Mutu Cassava Leaf Leather

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jenis Dan Persentase Penstabil Terhadap Mutu Cassava Leaf Leather"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Data pengamatan dan analisis ragam kadar air cassava leaf leather

Data pengamatan analisis kadar air

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(2)

Lampiran 2. Data pengamatan dan analisis ragam kadar abu cassava leaf leather

Data pengamatan analisis kadar abu

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisis ragam kadar abu

(3)

Lampiran 3. Data pengamatan dan analisis ragam total padatan terlarut cassava leaf leather

Data pengamatan analisis total padatan terlarut

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Daftar analisa ragam total padatan terlarut

(4)

Lampiran 4. Data pengamatan dan analisis ragam total asam cassava leaf leather

Data pengamatan analisis total asam

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(5)

Lampiran 5. Data pengamatan dan analisis ragam pH cassava leaf leather

Data pengamatan analisis pH

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(6)

Lampiran 6. Data pengamatan dan analisis ragam kadar serat kasar cassava leaf leather

Data pengamatan analisis kadar serat kasar Kombinasi

Daftar analisis ragam kadar serat kasar

(7)

Lampiran 7. Data pengamatan dan analisis ragam indeks warna cassava leaf leather

Data pengamatan analisis indeks warna

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(8)

Lampiran 8. Data pengamatan dan analisis ragam warna (hedonik) cassava leaf leather

Data pengamatan analisis warna (hedonik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(9)

Lampiran 9. Data pengamatan dan analisis ragam aroma (hedonik) cassava leaf leather

Data pengamatan analisis aroma (hedonik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(10)

Lampiran 10. Data pengamatan dan analisis ragam rasa (hedonik) cassava leaf leather

Data pengamatan analisis rasa (hedonik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(11)

Lampiran 11. Data pengamatan dan analisis ragam tekstur (hedonik) cassava leaf leather

Data pengamatan analisis tekstur (hedonik)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(12)

Lampiran 12. Data pengujian klorofil total dan kadar protein daun singkong, sari daun singkong, dan cassava leaf leather dengan perlakuan terbaik

Pengujian Klorofil Total pada Daun Singkong Mentah, Sari Daun Singkong Mentah, dan Cassava Leaf Leather Perlakuaan Terbaik (P2S2)

Bahan

Klorofil Total

(mg/g bahan) Rataan (mg/g bahan)

Kadar Protein

Rataan (%)

U1 U2 U1 U2

Daun Singkong

Mentah 30,9602 30,9304 30,9453 - - -

Sari Daun Singkong

Mentah 10,1420 10,2632 10,2026 - - -

Cassava Leaf

Leather 3,9283 3,9585 3,9434 3,6768 3,5018 3,5893

Keterangan: U1 : Ulangan 1

(13)

Lampiran 13. Gambar produk cassava leaf leather

Jenis Penstabil Persentase Penstabil

S1 = 0,25% S2 = 0,50% S3 = 0,75% S4 = 1,0%

P1 = Guar Gum

P2 = Locust Bean

Gum

P3 = Xantan Gum

(14)

DAFTAR PUSTAKA

Adbelgader, M. O. dan I. A. Ismail. 2011. Application of Gum Arabic for coating of dried mango slices. Pakistan Journal of Nutrition.10 (5) : 457 462. Aisyah, Y., Rasdiansyah, dan Muhaimin. 2014. Pengaruh pemanasan terhadap

aktivitas antioksidan pada beberapa jenis sayuran. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 6 (2) : 1-6.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical

Chemists. Washington D. C.

Anugerah, H. 2016. 7 Bahaya Daun Singkong Yang Mematikan. http://halosehat.com (diakses 24 Februari 2017).

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Y. Sedarnawati, S. Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Pusat Antar Universitas - Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Astuti, T., E. Widowati, dan W. Atmaka. 2015. Kajian karakteristik sensoris, fisik, dan kimia fruit leather pisang tanduk (Musa corniculata Lour.) dengan penambahan berbagai konsentrasi gum arab. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 8 (1) : 6-14.

Astuti, W. F. P., R. J. Nainggolan, dan M. Nurminah 2016. Pengaruh jenis zat penstabil dan konsentrasi zat penstabil terhadap mutu fruit leather campuran jambu biji merah dan sirsak. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 4 (1) : 65-71.

Badan Standarisasi Nasional. 1994. Kadar Abu. SNI 01-3451-1994. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Agricultural and Food Chemistry. 53 (9) : 3577 3583.

(15)

Chaplin, M. 2001. Water Structure and Science. http://www1.lsbu.ac.uk (diakses 27 Januari 2017).

Cui. 2000. Polysaccharide Gums from Agricultural Products: Processing, Structures and Functionality. CRC Press, United State of America.

Culinarylore. 2015. What Is Gum Arabic (aka Acacia Gum) In Foods? http://culinarylore.com (diakses 28 Februari 2017).

Dangkrajang, S., A. Sirichote, dan T. Suwansichon 2009. Development of roselle leather from roselle (Hibiscus sabdariffa L.) by-product. Asian Journal of Food and Agro-Industry. 2 (4) : 788-795.

Demirci, Z. O., I. Yılmaz, dan A. S. Demirci. 2011. Effects of xanthan, guar, carrageenan and locust bean gum addition on physical, chemical and sensory properties of meatball. Journal of Food Science and Technology. 51(5) : 936 942.

Desrosier, N. W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah: M. Muljohardjo. UI-Press, Jakarta.

Dewi, Y. 2013. Studi deskriptif: Persepsi dan perilaku makan buah dan sayuran pada anak obesitas dan orang tua. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya. 2 (1) : 1-17.

Dexter, L. B. 2002. Xanthan Gum Purified by Recovery with Ethanol GRAS Notification. Ingredients Solutions, United State of America.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhartara Karya Aksara, Jakarta.

DSN-SNI No. 1718. 1996. Syarat Mutu Manisan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Ebi. 2016. CHEBI:30769-Citric Acid. http://ebi.ac.uk (diakses 09 Februari 2017). Estiasih, T., W. D. R. Putri, dan E. Widyastuti. 2015. Komponen Miror dan Bahan

Tambahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Estiasih, Teti dan K. Achmadi. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta.

(16)

Fitantri, A. L., N. H. R. Parnanto, dan D. Praseptiangga. Kajian karakteristik fisikokimia dan sensoris fruit leather nangka (Artocarpus heterophyllus) dengan penambahan karaginan. Jurnal Teknosains Pangan. 3 (1) : 27-34.

Fooducate. 2010. 10 Facts About Xanthan Gum, A Very Popular Food Additive. http://fooducate.com (diakses 28 Februari 2017). kinetics, color, and texture of mango leather. International Journal of Food Properties. 6(2) : 269-279.

Hamman, J. H. 2010. Chitosan Based Polyelectrolyte Complexes as Potential Carrier Materials in Drug Delivery Systems. Journal of Marine Drugs. 8(4) : 1305-1322.

Handayani, L. dan F. Ayustaningwarno. 2014. Indeks glikemik dan beban glikemik vegetable leather brokoli (Brassica oleracea var.Italica) dengan substitusi inulin. Journal of Nutrition College. 4 (3) : 783-790).

Hendry, G.A.F. dan J. P. Grime. 1993. Methods in Comparative Plant Ecology A Laboratory Manual. Chapman & Hall, London

Hui, Y. H. 2005. Handbook of Food Science, Technology, and Engineering - 4 Volume Set. CRC Press, Boca Raton.

Hutchings, J. B. 1999. Food Colour and Appearance Second Edition. Aspen, Gaithersburg.

Iriyani, D. dan P. Nugrahani. 2014. Kandungan klorofil, karotenoid, dan vitamin C beberapa jenis sayuran daun pada pertanian periurban di Kota Surabaya. Jurnal Matematika, Sains, dan Teknologi. 15 (2) : 84-90.

Less R. dan E. B. Jackson. 1973. Sugar Confectinery and Chocolate Manufacture. Blackie Academic & Professional, London.

Leonard, W. A. 1987. Food Composition and Analysis. AVI, New York.

(17)

Lim, V., L. B. S. Kardono, dan N. Kam. 2015. Studi karakteristik dan stabilitas pengemulsi dari bubuk lendir okra (Abelmoschus esculentus). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 4 (3) : 100-107.

Lucidcolloids. 2007. Hydrocolloids Efficient Rheology Control Additives http://lucidcolloids.com (diakses 27 Januari 2017).

Martin, R. L. 2008. Gras Notification for Modified Gum Acacia. Exponent, Washington D. C.

Meiliana, Roekistiningsih, dan E. Sutjiati. 2014. Pengaruh proses pengolahan daun singkong (Manihot esculenta Cranz) dengan berbagai perlakuan terhadap kadar β-karoten. Indonesian journal of Human Nutrition. timbulnya penyakit degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 21 (1) : 61-71.

Muchtadi, T. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta, Bandung.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB Press, Bogor.

Mudgil, D., S. Barak, dan B. S. Khatkar. 2014. Guar gum: processing, properties and food applications—a review. Journal Food Science and Technology. 51 (3) : 409-418.

Nezu, A. M., C. M. Nezu, dan P. A. Geller. 2013. Handbook of Psychology, Health Psychology. John Wiley and Sons, United State of America.

Nussinovitch, A. 1997. Hydrocolloid Applications: Gum Technology In The Food and Other Industries. Springer Science+Business Media Dordrecht, Israel. Ottaway, P. B. 2002. The Stability of Vitamins During Food Processing.

Woodhead, Cambridge.

(18)

Popsugar, 2007. Stretch Island: The Original Fruit Leather. http://popsugar.com (diakses 24 Mei 2016).

Praja, D. I. 2015. Zat Aditif Makanan: Manfaat dan Bahayanya. Garudhawaca, Yogyakarta.

Prasetyowati, D. A., E. Widowati, dan A. Nursiwi. 2014. Pengaruh penambahan gum arab terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris fruit leather nanas (Ananas comosus L. Merr.) dan wortel (Daucus carota). Jurnal Teknologi Pertanian. 15 (2) : 139-148

Prasetyowati, K. P. Sari, dan H. Pesantri. 2009. Ekstraksi pektin dari kulit mangga. Jurnal Teknik Kimia. 4 (16) : 42-49.

Putri, I. R., Basito, dan E. Widowati. 2013. Pengaruh konsentrasi agar-agar dan karagenan terhadap karakteristik fisik, kimia, dan sensori selai lembaran pisang (Musa paradisiaca L.) varietas raja bulu. Jurnal Teknosains. 2 (3) : 112 120.

Ramadhan, K., W. Atmaka, dan E. Widowati. 2015. Kajian pengaruh variasi penambahan xanthan gum terhadap sifat fisik dan kimia serta organoleptik fruit leather kulit buah naga daging super merah (Hylocereus costaricensis). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 8 (2) : 115-122.

Ranganna, S. 1977. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products. Tata-McGraw-Hill, New Delhi.

Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1 : Prinsip, Produksi, dan Gizi. Penerjemah: Catur Herison. ITB Press, Bandung.

Setiari, N dan Y. Nurchayati. 2009. Eksplorasi kandungan klorofil pada beberapa sayuran hijau sebagai alternatif bahan dasar food supplement. Jurnal Bioma. 11 (1) : 6-10.

Shafi’i, S. ., N. Ahmad, M. Z. Abidin, N. M. Hani, dan N. Ismail. 2013. Optimization of hydrocolloids and maltodextrin addition on roselle-based fruit leather using two-level full factorial design. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics. 3 (4) : 387-391.

Shin, H. S., J. G. Zeikus dan, M. K. Jain. 2002. Electrically enhanced ethanol fermentation by Clostridium thermocellum and Saccharomyces cerevisiae. Applied Microbiology and Biotechnology. 58 (4) : 476 481.

(19)

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik: untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhrata Karya Aksara, Jakarta.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Sudarmawan, I. 2011. Pemilihan Hidrokoloid Pada Produk Permen. http://foodreview.co.id (diakses 16 Februari 2017).

Swearengen, K. 2014. Everything You Need to Know About Almond Milk. http:// myhealthwire.com (diakses 28 Februari 2017).

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta.

Toro. 2015. 7 Manfaat Daun Singkong. http://mistercufflink.com (diakses 16 Februari 2017).

Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti. 1991. Bahan Tambahan Makanan (Food Additive). Pusat Antar Universitas-Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Whistler, R. dan J. R. Daniel. 1990. Function of Polysaccharides in Foods. Marcel

Dekker, New York.

Widodo, R. 2009. Pemberian Makanan, Suplemen dan Obat pada Anak. EGC, Jakarta.

Widayanti, A., S.R. Naniek, R. A. Damayanti. 2013. Pengaruh kombinasi sukrosa dan fruktosa cair sebagai pemanis terhadap sifat fisik kembang gula jeli sari buah pare (Momordica charantia L.). Farmasains. 2 (1) : 26 30. Widyaningtyas, M. dan W. H. Susanto. 2014. Pengaruh jenis dan konsentrasi

hidrokoloid (carboxy methyl cellulose, xanthan gum, dan karagenan) terhadap karakteristik mie kering berbasis pasta ubi jalar varietas asekuning. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (2) : 417 423.

Winarno, F. G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarti, S. 2008. Pemanfaatan buah mengkudu (Morinda citrifolia) dan kelopak

bunga rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) untuk pembuatan fruit leather. Agritech. 28 (1) : 22 27.

(20)

Visitchem. 2016. Gum Arabic / Arabic Gum. http://visitchem.com (diakses 28 Februari 2017).

(21)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan JuliAgustus 2016 di Laboratorium Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumppatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah daun singkong yang dibeli dari pedagang di pasar tradisional di Medan. Bahan lain yang digunakan pada penelitian ini adalah gula pasir komersial merek Gulaku®, asam sitrat (Merck®), pektin (Synchem®), zat penstabil yaitu: guar gum (Sigma®), locust bean gum (Sigma®), xantan gum (Sigma®), dan gum arab (Brataco Chemika®), CaCl2,

akuades, phenolptalein, NaOH 0,01 N, larutan buffer (penyangga), H2SO4 0,325 N, NaOH 0,125 N, etanol, alkohol, H2SO4 pekat, HgO, K2SO4,

NaOH-Na2S2O3, HBO3, HCl 0,1 N, dan larutan aseton.

Alat Penelitian

(22)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri dari dua faktor:

Faktor I : Jenis penstabil (P) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: P1 = Guar Gum

P2 = Locust Bean Gum

P3 = Xantan Gum

P4 = Gum Arab

Faktor II : Persentase penstabil (S) yang terdiri dari 4 taraf, yaitu: S1 = 0,25%

S2 = 0,50%

S3 = 0,75%

S4 = 1,00%

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 4 x 4 = 16, dan setiap perlakuan dibuat dalam 2 ulangan sehingga jumlah total sampel adalah 32 sampel.

Model Rancangan

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan model :

ijk = µ + αi+ βj + (αβ)ij + εijk

ijk : Hasil pengamatan dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

dengan ulangan ke-k µ : Efek nilai tengah

(23)

βj : Efek dari faktor S pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor P pada taraf ke-i dan faktor S pada taraf ke-j dalam

ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata atau sangat nyata maka dilanjutkan dengan uji LSR (Least Significant Range).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan sari daun singkong

Daun singkong dipetik dari tangkainya kemudian daun singkong dicuci dengan air mengalir, diblansing uap dengan CaCl2 selama 10 menit, ditiriskan

selama 30 menit. Setelah itu, daun singkong dihaluskan dengan blender selama 2 menit dengan perbandingan air dan daun singkong 6 : 1. Bubur daun singkong yang dihasilkan kemudian disaring dengan menggunakan saringan 60 mesh.

Pembuatan cassava leaf leather

(24)

klorofil total, warna dengan chromameter dan nilai hedonik warna, rasa, dan tekstur.

Parameter Penelitian

Kadar air

Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC, 2005). Sampel sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105°C dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105°C selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan. Kadar air dihitung dengan rumus sebagai berikut:

adar air (% bk) = erat awal sampel g erat akhir sampel (g)- erat akhir sampel (g) 100%

Kadar abu

(25)

adar abu (% ) = erat awal sampel (g) erat akhir abu (g) 100%

Total padatan terlarut

Analisa total padatan terlarut dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang sampel sebanyak 5 g, kemudian ditambah akuades sebanyak 20 ml. Handrefractometer terlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan akuades. Sari yang sudah diencerkan, diteteskan pada prisma handrefractometer dengan menggunakan pipet tetes. Pengamatan terhadap skala handrefractometer dan dicatat nilainya. Kadar total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Total asam

Analisa total asam dilakukan dengan ditimbang sampel sebanyak 10 g dan dimasukkan ke dalam labu ukur, serta ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Campuran tersebut kemudian diaduk hingga merata dan disaring dengan kertas saring. Filtrat kemudian diambil sebanyak 10 ml dengan pipet skala dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer serta ditambahkan phenolptalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Titrasi dilakukan dengan menggunakan NaOH 0,01 N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil (Ranganna, 1977).

Total asam sampel dihitung dengan rumus berikut:

Total asam (%)= ml aO erat sampel g aO 1000 asam dominan valensi asam 100%

Keterangan:

FP : Faktor Pengencer BM : Berat Molekul

(26)

Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan dengan terlebih dahulu menimbang sampel sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi akuades 50 ml sampai sampel hancur dan larut semua. Elektroda dari pH meter dicelupkan ke dalam larutan buffer (penyangga) terlebih dahulu untuk kalibrasi alat. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan sampel yang akan dianalisa keasamannya (pH). Nilai pH sampel adalah nilai yang tertera di layar digital pH meter tersebut (Leonard, 1987).

Kadar serat kasar

Analisa kadar serat kasar dilakukan dengan menggunakan metode hidrolisis asam (Apriyantono, dkk., 1989). Sampel sebanyak 2 g, dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N.

Hidrolisis dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 105 ºC. Sampel yang telah didinginkan ditambahkan NaOH 0,125 N sebanyak 50 ml, kemudian dihidrolisis kembali 15 menit. Sampel disaring dengan kertas Whatman No.41 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-turut dengan akuades panas lalu 25 ml H2SO4 0,325 N, kemudian dengan

akuades panas dan terakhir 10 ml etanol 95%. Kertas saring dikeringkan dalam oven bersuhu 105 ºC selam 1 jam. Lalu kertas saring ditimbang. Kadar serat kasar dihitung dengan rumus:

adar serat kasar % = ( + ) 100%

Keterangan:

A : bobot kertas saring (g) B : berat serat (g)

(27)

Kadar protein

Analisa kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Kjeldahl (AOAC, 2005). Sampel dari hasil pengukuran kadar air sebanyak 0,1 g dikeringkan dan dimasukkan ke dalam labu kjedhal selanjutnya ditambahkan dengan 2 ml H2SO4 pekat, 40 mg HgO dan 1,9 mg K2SO4 sampel dididihkan

selama 1 - 1,5 jam atau hingga cairan berubah warna menjadi jernih. Labu beserta isinya didinginkan dan diencerkan dengan 20 ml akuades secara perlahan kemudian isinya dipindahkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH-Nqwsa2S2O3 (natrium tiosufat), labu erlenmeyer berisi HBO3

diletakkan di bawah kondensor, sebelumnya ditambhakan ke dalamnya 2 - 4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol dengan perbandingan 2 : 1). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam labu larutan HBO3 kemudian dilakukan destilasi hingga sekitar

125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga terjadi perubahan warna. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama. Kadar protein dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

adar protein % = s - b assa sampel (g) l r 6,25 100%

Keterangan: Vb = titrasi blanko (ml) Vs = titrasi sampel (ml) N = normalitas

ArN = berat atom nitrogen

Klorofil Total

(28)

sebanyak 0,5 g, diekstraksi dengan larutan aseton 80% sebanyak 50 ml. Ekstrak disaring dan dijernihkan dalam sentrifuge. Selanjutnya dilakukan pengukuran Optical Density (OD) dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 645 nm dan 663 nm. Kandungan klorofil total daun (mg/g berat bahan) dihitung dengan persamaan:

Klorofil total = (22.7*OD663 + 2.69*OD645) + (12.9*OD645 - 4.68*OD663)

Indeks warna

Analisa indeks warna dilakukan dengan metode Hunter menggunakan alat chromameter Minolta (tipe CR 400, Jepang). Sampel diletakkan pada wadah yang telah tersedia, kemudian ditekan tombol “start” dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran 0 (hitam) sampai ±100 (putih). otasi “a “ menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai “+a” (positif)

dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai “ a “ (negatif) dari 0 sampai 80

untuk warna hijau. otasi “b” menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning

dengan nilai nilai “+b” (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai “ b “ (negatif) dari 0 sampai 80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan ketajaman warna. Semakin tinggi ketajaman warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus seperti yang terdapat dalam Hutchings (1999) sebagai berikut:

o

Hue = tan-1 . Jika hasil yang diperoleh: 18o 54o maka produk berwarna red (R)

54o 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o 126o maka produk berwarna yellow (Y)

(29)

162o 198o maka produk berwarna green (G) 198o 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o 270o maka produk berwarna blue (B)

270o 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o 342o maka produk berwarna purple (P) 342o 18o maka produk berwarna red purple (RP)

Pengujian Organoleptik

Pengujian organoleptik terhadap aroma, rasa, dan tekstur dilakukan dengan uji hedonik. Contoh yang telah diberi kode diuji secara acak oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik (Soekarto, 1985). Skala hedonik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Skala hedonik dan skala numerik

Skala hedonik Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

(30)

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis penstabil dan persentase penstabil memberikan pengaruh terhadap parameter yang diamati dan dapat dilihat di bawah ini.

Pengaruh Jenis Penstabil Terhadap Parameter yang Diamati

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total padatan terlarut (ºBrix), total asam (%), pH, kadar serat kasar (%), indeks warna (Hue), nilai organoleptik hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh jenis penstabil terhadap parameter yang diamati Parameter Tabel 4 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 14,585% dan terendah diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 11,265%.

(32)

diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 42,456 ºBrix dan terendah diperoleh pada

perlakuan P4 sebesar 39,955 ºBrix. Nilai pH tertinggi diperoleh pada perlakuan P1

sebesar 3,448 dan terendah diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 3,268. Kadar serat

kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 sebesar 3,292% dan terendah

diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 2,196%. Indeks warna tertinggi diperoleh

pada perlakuan P2 sebesar 2,196 Hue dan terendah diperoleh pada perlakuan P4

sebesar 87,418 Hue.

Nilai hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 3,492

(agak suka) dan terendah pada perlakuan P4 sebesar 3,225 (agak suka). Nilai

hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 3,817 (agak suka)

dan terendah diperoleh pada perlakuan P4 sebesar 3,575 (agak suka). Nilai

hedonik rasa tertinggi diperoleh pada P2 sebesar 3,775 (agak suka) dan terendah

diperoleh pada P4 sebesar 3,567 (agak suka). Nilai hedonik tekstur tertinggi pada

perlakuan P2 sebesar 3,633 (agak suka) dan terendah pada perlakuan

P4 sebesar 3,467.

Pengaruh Persentase Penstabil Terhadap Parameter yang Diamati

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil persentase penstabil memberikan pengaruh terhadap kadar air (%), kadar abu (%), total soluble solid (ºBrix), total asam (%), pH, kadar serat kasar (%), indeks warna

(33)

Tabel 5. Pengaruh persentase penstabil terhadap parameter yang diamati Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan S4 sebesar 13,417% dan terendah diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 12,294%.

Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan S4 sebesar 0,952% dan terendah

diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 0,906%. Total padatan terlarut tertinggi

diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 42,452 ºBrix dan terendah diperoleh pada

perlakuan S4 sebesar 39,953 ºBrix. Nilai pH tertinggi diperoleh pada perlakuan S4

sebesar 3,470 dan terendah diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 3,245. Kadar serat

kasar tertinggi diperoleh pada perlakuan S4 sebesar 2,761% dan terendah

diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 2,627%. Indeks warna tertinggi diperoleh

pada perlakuan S2 sebesar 87,956 Hue dan terendah diperoleh pada perlakuan S1

sebesar 87,401 Hue.

Nilai hedonik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 3,483

(agak suka) dan terendah pada perlakuan S4 sebesar 3,233 (agak suka). Nilai

hedonik aroma tertinggi diperoleh pada perlakuan S1 sebesar 3,775 (agak suka)

(34)

diperoleh pada S4 sebesar 3,633 (agak suka). Nilai hedonik tekstur tertinggi pada

perlakuan S2 sebesar 3,633 (agak suka) dan terendah pada perlakuan

S4 sebesar 3,475.

Kadar Air

Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air cassava leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap kadar air cassava leaf leather

Jarak LSR Jenis Penstabil Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - P1= Guar Gum 11,349 b B

2 0,2035 0,2804 P2= Locust Bean Gum 11,265 b B

3 0,2134 0,2925 P3= Xantan Gum 14,585 a A

4 0,2196 0,3004 P4= Gum Arab 14,564 a A

Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan P1

terhadap kadar air cassava leaf leather berbeda tidak nyata dengan P2 dan berbeda

sangat nyata dengan P3 dan P4. Pengaruh perlakuan P2 berbeda sangat nyata

dengan P3 dan P4. Pengaruh perlakuan P3 berbeda tidak nyata dengan P4. Kadar air

tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 14,585% dan kadar air

terendah pada perlakuan P2 yaitu sebesar 11,265%. Hubungan jenis penstabil

(35)

Gambar 10. Hubungan jenis penstabil dengan kadar air cassava leaf leather

Gambar 10 menunjukkan bahwa cassava leaf leather dengan jenis penstabil xantan gum memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada guar gum, locust bean gum, dan gum arab. Hal ini disebabkan karena xantan gum memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar dibanding jenis penstabil lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lim, dkk (2015) yang menyatakan bahwa di antara jenis penstabil gum arab, guar gum, dan xantan gum, xantan gum memiliki kemampuan mengikat air yang paling besar. Dan juga sesuai dengan Demirci, dkk (2011) yang menyatakan bahwa xantan gum memiliki kemampuan mengikat air yang lebih besar dibanding locust bean gum.

Pengaruh persentase penstabil terhadap kadar air cassava leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01)

(36)

terhadap kadar air cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh persentase penstabil terhadap cassava leaf leather dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Uji LSR efek utama pengaruh persentase penstabil terhadap kadar air kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan S1 berbeda

sangat nyata dengan S2, S3, dan S4. Pengaruh perlakuan S2 berbeda nyata dengan

S3 dan S4. Pengaruh perlakuan S3 berbeda tidak nyata dengan S4. Kadar air

tertinggi terdapat pada perlakuan S4 yaitu sebesar 13,417% dan kadar air

terendah pada perlakuan S1 yaitu sebesar 12,294%. Hubungan pengaruh

(37)

Gambar 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase penstabil yang digunakan maka semakin tinggi kadar air cassava leaf leather. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyaningtyas dan Susanto (2014) bahwa peningkatan kadar air dikarenakan penambahan hidrokoloid yang mampu meningkatkan kadar air. Semakin tinggi persentase hidrokoloid maka air yang terikat dalam jaringan hidrokoloid lebih banyak pada saat proses pengeringan. Air yang terukur sebagai kadar air adalah air bebas dan air terabsorbsi dimana air terabsorbsi ini merupakan air yang terikat dalam jaringan hidrokoloid (Putri, dkk., 2013).

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap kadar air cassava

leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa interaksi jenis dan persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air cassava leaf leather. Hasil uji LSR pengaruh interaksi perbandingan jenis dan persentase penstabil terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 8.

(38)

Tabel 8. Uji LSR pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap kadar kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

(39)

Kadar Abu

Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu cassava leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu cassava leaf leather

Jarak LSR Jenis Penstabil Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - P1= Guar Gum 0,863 c C

2 0,0349 0,0481 P2= Locust Bean Gum 0,833 c C

3 0,0366 0,0501 P3= Xantan Gum 1,089 a A

4 0,0376 0,0515 P4= Gum Arab 0,930 b B

Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan P1 berbeda

tidak nyata dengan P2 dan berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Pengaruh

perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Pengaruh perlakuan P3

berbeda sangat nyata dengan P4. Hubungan pengaruh jenis penstabil terhadap

kadar air cassava leaf leather dapat dilihat pada Gambar 13.

(40)

Gambar 13. Hubungan jenis penstabil dengan kadar abu cassava leaf leather

Pengaruh persentase penstabil terhadap kadar abu cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap kadar abu

cassava leaf leather

(41)

Total Padatan Terlarut

Pengaruh jenis penstabil terhadap total padatan terlarut cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh persentase penstabil terhadap total padatan terlarut cassava leaf

leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap total padatan terlarut cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa interaksi jenis dan persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Total Asam

Pengaruh jenis penstabil terhadap total asam cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total asam cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

(42)

Pengaruh persentase penstabil terhadap total asam cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total asam cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap total asam

cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa interaksi jenis dan persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total asam cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

pH

Pengaruh jenis penstabil terhadap pH cassava leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap pH cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap pH cassava leaf leather

Jarak LSR Jenis Penstabil Rataan Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - P1= Guar Gum 3,411 a A

2 0,0733 0,1010 P2= Locust Bean Gum 3,448 a A

3 0,0769 0,1054 P3= Xantan Gum 3,268 b B

4 0,0791 0,1082 P4= Gum Arab 3,271 b B

Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan P1 berbeda

(43)

perlakuan P2 berbeda sangat nyata dengan P3 dan P4. Pengaruh perlakuan P3

berbeda tidak nyata dengan P4. pH tertinggi terdapat pada perlakuan P2 yaitu

sebesar 3,4481 dan pH terendah pada perlakuan P3 yaitu sebesar 3,2680.

Hubungan pengaruh jenis penstabil terhadap pH cassava leaf leather dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Hubungan jenis penstabil dengan pH cassava leaf leather

Gambar 14 menunjukkan bahwa cassava leaf leather dengan jenis penstabil locust bean gum dan guar gum memiliki pH yang lebih tinggi daripada xantan gum dan gum arab. Hal ini disebabkan karena digunakan penstabil yang bersifat ionik dan nonionik. Menurut Lucidcolloids (2007), xantan gum dan gum arab merupakan jenis penstabil yang bersifat ionik, sedangkan guar gum adalah jenis penstabil yang bersifat nonionik. Dan menurut Chaplin (2001), locust bean gum merupakan jenis penstabil yang bersifat nonionik. Jenis penstabil yang bersifat ionik cenderung memiliki pH yang rendah disebabkan karena adanya kemungkinan

3,411 3,448

3,268 3,271

0 1 2 3 4

P1= Guar Gum P2= Locust Bean Gum

P3= Xantan Gum

P4= Gum Arab

pH

Jenis Penstabil

(44)

gugus karboksil yang merupakan asam lemah terionisasi sehingga dapat menambah jumlah ion hidrogen, sedangkan jenis penstabil yang bersifat nonionik cenderung memiliki pH yang tinggi karena asam lemah belum tentu terionisasi. Hal ini sesuai dengan Vaclavik dan Christian (2008) yang menyatakan bahwa gugus karboksil (COOH) merupakan asam lemah yang tidak sepenuhnya terionisasi dalam larutan. Pada penelitian pengaruh penambahan xantan gum, guar gum, karagenan, dan locust bean gum terhadap sifat fisik, kimia, dan sensori bakso, rataan pH pada bakso dengan penambahan guar gum, locust bean gum, dan xantan gum masing-masing adalah 6,866; 6,833; dan 6,8. Adapun persentase jenis penstabil yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 0,5%; 1%; dan 1,5%. (Demirci, dkk., 2011). Dan pada spesifik gum arab, pH 5% larutan gum arab berkisar antara 3,5 6,5 (Martin, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa urutan jenis penstabil berdasarkan nilai pH yang tertinggi hingga terendah adalah guar gum, locust bean gum, xantan gum, dan gum arab.

Pengaruh persentase penstabil terhadap pH cassava leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa jenis konsentrsi memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap pH cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh persentase penstabil terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh persentase penstabil terhadap pH cassava leaf leather

Jarak LSR Persentase

Penstabil Rataan

Notasi

0,05 0,01 0,05 0,01

- - - S1= 0,25% 3,261 c C

2 0,0363 0,0500 S2= 0,50% 3,341 b B

3 0,0380 0,0521 S3= 0,75% 3,366 b B

4 0,0392 0,0536 S4= 1,00% 3,429 a A

(45)

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan S1 berbeda sangat

nyata dengan S2, S3, dan S4. Pengaruh perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan

S3 dan berbeda sangat nyata dengan S4. Dan pengaruh perlakuan S3 berbeda

sangat nyata dengan S4. Hubungan pengaruh persentase penstabil terhadap pH

cassava leaf leather dapat dilihat pada Gambar 15.

Nilai pH pada cassava leaf leather berkisar antara 3,26  3,44. Hal ini sesuai dengan Less dan Jackson (1973) yang menyatakan bahwa produk leather memiliki pH kisaran antara 3,20  3,40. Dengan pH kisaran 3,20  3,40 menunjukkan bahwa suatu produk memiliki tingkat keasaman yang tinggi. pH dengan tingkat keasaman yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk sehingga daya simpan produk cassava leaf leather relatif tinggi.

Gambar 15. Hubungan persentase penstabil dengan pH cassava leaf leather

Gambar 15 menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase penstabil yang ditambahkan maka semakin meningkat nilai pH cassava leaf leather. Hal ini

3,261

3,341

3,366

3,429

= 0,211S + 3,217 , r = 0,965

3.2 3.25 3.3 3.35 3.4 3.45 3.5

0 0.25 0.5 0.75 1

pH

(46)

dapat mengikat asam asam organik (Winarno, 1993), sehingga semakin banyak asam organik yang diikat oleh air, jumlah asam organik bebas yang terdapat di dalam bahan akan semakin sedikit karena sebagian besar asam organik sudah terikat dengan air. Dengan demikian, semakin sedikit nilai total asam yang terukur. Total asam semakin menurun, nilai pH semakin meningkat.

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap pH cassava leaf

leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 5) dapat dilihat bahwa interaksi jenis dan persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap pH cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Kadar Serat Kasar

Pengaruh jenis penstabil terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh jenis penstabil terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh jenis penstabil terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather

Jarak LSR Jenis Penstabil Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - P1= Guar Gum 2,517 c C

2 0,0803 0,1107 P2= Locust Bean Gum 2,196 d D

3 0,0843 0,1154 P3= Xantan Gum 3,292 a A

4 0,0867 0,1186 P4= Gum Arab 2,763 b B

(47)

Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan berbeda sangat nyata. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu

3,2918 dan kadar serat kasar terendah pada perlakuan P2 yaitu 2,1958.

Gambar 16. Hubungan jenis penstabil dengan kadar serat kasar cassava leaf leather

Gambar 16 menunjukkan bahwa cassava leaf leather dengan jenis penstabil xantan gum memiliki kadar serat kasar yang lebih tinggi daripada guar gum, locust bean gum, dan gum arab. Hal ini disebabkan karena xantan gum memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada guar gum, locust bean gum, dan gum arab. Kadar serat kasar dapat dihubungkan dengan kadar air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi dan Ayustaningwarno (2010) yang menyatakan bahwa serat dapat mengikat air, sehingga bahan yang tinggi serat juga memiliki kadar air yang tinggi. Dengan adanya serat dalam bahan pangan maka dapat membantu mempercepat sisa-sisa makanan keluar melalui saluran pencernaan.

(48)

Pengaruh persentase penstabil terhadap kadar serat kasar cassava leaf

leather

Berdasarkan daftar analisis ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather yang dihasilkan. Hasil uji LSR pengaruh persentase penstabil terhadap kadar abu dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh persentase terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather

Jarak LSR Persentase

Penstabil

Rataan Notasi

0,05 0,01 (%) 0,05 0,01

- - - S1= 0,25% 2,627 b B

2 0,0803 0,1107 S2= 0,50% 2,667 ab AB

3 0,0843 0,1154 S3= 0,75% 2,711 a AB

4 0,0867 0,1186 S4= 1,00% 2,761 a A

Keterangan : Notasi huruf berbeda menunjukkan pengaruh berbeda pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan S1 berbeda

tidak nyata dengan S2, berbeda nyata dengan S3 dan berbeda sangat nyata S4.

Pengaruh perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan S3 dan S4. Pengaruh perlakuan

S3 berbeda tidak nyata dengan S4. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada

perlakuan S4 yaitu sebesar 2,761% dan kadar serat kasar terendah pada perlakuan

S1 yaitu sebesar 2,627%.

(49)

Gambar 17. Hubungan pengaruh persentase penstabil terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa interaksi jenis dan persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar serat kasar cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Indeks Warna

Pengaruh jenis penstabil terhadap indeks warna cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

(50)

Pengaruh persentase penstabil terhadap indeks warna cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh interaksi jenis dan persentase penstabil terhadap indeks warna

cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa interaksi jenis dan persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap indeks warna cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Nilai Organoleptik Hedonik Warna, Aroma, Rasa, dan Tekstur

Pengaruh jenis penstabil terhadap organoleptik hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur cassava leaf leather

Dari daftar analisis ragam (Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, dan Lampiran 11) dapat dilihat bahwa jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap organoleptik hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur cassava leaf leather yang dihasilkan, sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.

Pengaruh persentase penstabil terhadap organoleptik hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur cassava leaf leather

(51)

Pemilihan Perlakuan yang Menghasilkan Cassava Leaf Leather dengan Mutu Terbaik

Dari penelitian yang telah dilakukan, perlakuan terbaik diambil berdasarkan nilai rataan yang tertinggi pengamatan nilai organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur dihasilkan adalah P2S2. Perlakuan P2S2 yaitu jenis

penstabil locust bean gum dengan persentase 0,50%. Cassava leaf leather yang dihasilkan, dianalisis kandungan klorofil total dan kadar protein.

Klorofil Total

Klorofil total pada perlakuan P2S2 yaitu cassava leaves leather yang

menggunakan jenis penstabil locust bean gum dengan persentase 0,50% adalah 3,9434 mg/g berat bahan (Lampiran 12). Kandungan klorofil total pada perlakuan P2S2 lebih rendah dibandingkan dengan klorofil total pada daun singkong mentah

dan sari daun singkong mentah yang masing-masing memiliki kandungan klorofil total 30,9453 mg/g bahan dan 10,2026 mg/g bahan. Menurut Setiari dan Nurchayati (2009), manfaat kandungan klorofil untuk manusia adalah membantu mengoptimalkan fungsi metabolik, detoksifikasi, sistem imunitas, menyeimbangkan sistem hormonal, dan meredakan radang.

Kadar Protein

Cassava leaf leather dengan perlakuan P2S2 yaitu cassava leaf leather

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian pengaruh jenis dan persentase penstabil terhadap parameter yang diamati dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jenis penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar abu, pH, kadar serat kasar, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut, total asam, indeks warna, total gula, organoleptik hedonik warna, organoleptik hedonik aroma, organoleptik hedonik rasa, dan organoleptik hedonik tekstur.

2. Persentase penstabil memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, pH, memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar serat kadar, dan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar abu, total padatan terlarut, total asam, indeks warna, total gula, organoleptik hedonik warna, organoleptik hedonik aroma, organoleptik hedonik rasa, dan organoleptik hedonik tekstur. Semakin besar persentase penstabil yang ditambahkan maka kadar air, pH, kadar serat kasar semakin meningkat.

(53)

4. Jenis penstabil locust bean gum dengan persentase 0,50% menghasilkan cassava leaf leather dengan mutu terbaik berdasarkan nilai rataan tertinggi parameter karakteristik sensori (nilai organoleptik hedonik warna, aroma, rasa, dan tekstur) karena locust bean gum dengan persentase 0,50% memiliki karakteristik fisik leather yang diharapkan dan disukai oleh para panelis. 5. Cassava leaf leather dengan mutu terbaik memiliki kadar protein sebesar

3,5893% dan total klorofil sebesar 3,9434 mg/g bahan.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap lama penyimpanan cassava leaf leather pada suhu ruang.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang bahan tambahan atau tahapan yang dapat mempertahankan warna hijau daun singkong setelah dijadikan cassava leaf leather.

(54)

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Singkong

Daun singkong merupakan hasil dari tanaman singkong yang pada umumnya diolah sebagai sayur. Proses pengolahan daun singkong memerlukan waktu yang cukup lama karena daun singkong memiliki struktur fisik yang kuat. Daun singkong memiliki kandungan vitamin A yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah mata rabun dan membantu diferensiasi sel (Meiliana, dkk., 2014). Daun singkong juga berguna untuk melancarkan pencernaan dan menghindari sembelit karena memiliki kandungan serat yang tinggi, untuk meningkatkan kecerdasan anak-anak karena memiliki kandungan protein yang tinggi, dapat mencegah anemia dan sebagai penghasil energi karena mengandung zat besi dan kalori, menjaga kesehatan jaringan mata dan kulit karena mengandung vitamin A dan B17, dan berguna untuk pembentukan massa

tulang dan memperkuat tulang dari dalam karena mengandung zat fosfor dan kalsium (Anugerah, 2016). Gambar daun singkong dapat dilihat pada Gambar 1.

(55)

Dalam daun singkong terkandung nilai gizi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia, di antaranya adalah vitamin A yang tergolong cukup tinggi di dalam daun singkong. Kandungan gizi per 100 g daun singkong dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi per 100 g daun singkong

Komposisi Jumlah

Energi (kal) 73,00

Protein (g) 6,8

Lemak (g) 1,2

Karbohidrat (g) 13,00

Kalsium (mg) 165,000

Fosfor (mg) 54,00

Zat Besi (mg) 2,,0

Vitamin A (IU) 11000,,00000

Vitamin B1 (mg) 0,12

Vitamin C (mg) 275,000

Air (g) 77,20

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, 1992.

Fruit Leather dan Vegetable Leather

Fruit leather merupakan produk berbasis buah yang terbuat dari bubur buah, berbentuk lembaran yang tipis dengan tekstur yang elastis sehingga dapat dilipat. Pemberian nama “leather” pada produk ini karena pada saat bubur buah dikeringkan, dihasilkan produk dengan tekstur kulit yang mengkilap. Masa simpan yang cukup dan mudah diproduksi merupakan keunggulan dari produk fruit leather. Dalam pembuatan fruit leather, bubur buah akan membentuk gel (Prasetyowati, dkk., 2014). Proses pembentukan gel dalam fruit leather terjadi selama proses pemanasan karena adanya pengaruh pektin, gula, asam, dan air (Desrosier, 1988).

(56)

dan sibuk dalam beraktivitas. Di Indonesia, Frutaday merupakan fruit leather yang dijual secara komersial dengan varian rasa mangga dan stoberi (Frutaday, 2015). Fruit leather yang dijual secara komersil di kota Washington adalah Stretch Island Fruit Co. varian rasa yaitu nenas, stoberi, anggur, mangga, apel, blackberry, rasberi, dan aprikot (Popsugar, 2007).

Produk leather belum memiliki aturan Standar Nasional Indonesia. Standar mutu produk leather dapat mengacu pada standar mutu manisan kering pada buah-buahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Syarat mutu manisan kering

No. Uraian Persyaratan 1. Keadaan

(kenampakan, bau, rasa dan jamur) normal, tidak berjamur

2. Kadar air maks.25% (b/b)

3. Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) min. 40%

4. Pemanis buatan tidak ada

5. Zat warna yang diizinkan untuk makanan

6. Benda asing

(daun, tangkai, pasir dan lain-lain) tidak ada 7. Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2) maks. 50 mg/kg Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan.

Sumber: DSN - SNI No.1718, 1996.

(57)

kulit dengan tekstur yang plastis dan kenyal, memiliki rasa manis tetapi masih terdapat ciri khas sayur yang digunakan (Handayani dan Ayustaningwarno, 2014). Kriteria yang diharapkan dari vegetable leather yaitu memiliki warna yang menarik, tekstur yang sedikit liat dan kompak, juga memiliki plastisitas yang baik sehingga dapat digulung (tidak mudah patah). Untuk menghasilkan vegetable leather dengan kriteria tersebut maka ditambahkan bahan pengikat yang diharapkan dapat membentuk plastisitas vegetable leather yang baik. Selain itu dilakukan penambahan gula sebagai pengawetan produk (Winarti, 2008).

Guar Gum

Guar gum merupakan jenis penstabil yang dibuat dari endosperma biji Cyamopsis tetragonoloba. Guar gum mengandung unit D manosa yang berikatan

β-1,4. Dalam setiap residu, manosa akan berikatan dengan rantai samping satu molekul galaktosa melalui ikatan -1,6 (Estiasih, dkk., 2015). Guar gum merupakan penstabil yang tingkat viskositasnya tinggi di dalam air sehingga dapat digunakan dalam pembuatan salad dressing dan es krim. Struktur kimia guar gum dapat dilihat pada Gambar 2.

(58)

Dalam suatu penelitian, pembuatan roselle leather dilakukan dengan penambahan guar gum yang persentasenya berbeda-beda yaitu 0%; 0,2%; 0,4%; dan 0,6%. Roselle leather merupakan leather yang dibuat dari bunga rosela. Adapun persentase guar gum yang menghasilkan produk roselle leather terbaik adalah guar gum 0,4% karena warna, rasa, tingkat kelengketan, dan rasa manis pada produk yang dihasilkan memiliki nilai overall acceptance tertinggi (Dangkrajang, dkk., 2009).

Penambahan guar gum pada pembuatan roselle leather memberikan pengaruh terhadap sifat fisik roselle leather. Peningkatan persentase guar gum pada pembuatan roselle leather meningkatkan kekakuan pada tekstur roselle leather. Hal ini dikarenakan molekul polisakarida pada guar gum memiliki kemampuan untuk mengentalkan dan menstabilkan pada pembuatan roselle leather (Fennema, 1985). Penambahan persentase guar gum pada pembuatan roselle leather tidak mempengaruhi rasa dan aroma produk roselle leather. Hal ini dikarenakan guar gum tidak memiliki rasa dan aroma sehingga produk roselle leather yang dihasilkan memiliki rasa dan aroma khas rosela (Dangkrajang, dkk., 2009).

(59)

pembuatan produk fruit leather akan memodifikasi sifat tekstur fruit leather menjadi elastis (Gujral dan Brar, 2003).

Locust Bean Gum

Locust bean gum berasal dari tanaman polong-polongan yaitu biji carob yang tumbuh di negara-negara Mediterania (Cargill, 2016). Dalam pengolahan bahan pangan, locust bean gum memiiki fungsi untuk memperbaiki daya ikat air dalam adonan terutama pada adonan yang memiliki kadar gluten rendah. Pada locust bean gum terdapat 88% galaktomanan yang terdiri dari rantai linier manosa

dengan β-1,4 dan rantai cabang 1 unit galaktosa dengan ikatan

-1,6. Struktur kimia locust bean gum dapat dilihat pada Gambar 3.

Locust bean gum tidak mampu membentuk gel yang kuat tanpa penambahan hidrokolid lain. Kombinasi antara locust bean gum dengan xantan gum akan menghasilkan gel yang membentuk tekstur produk menjadi kaku dan elatis. Kemampuan locust bean gum membentuk gel yang lemah menghasilkan tekstur yang lembut dan tidak berlendir. Oleh karena itu, locust bean gum lebih sering digunakan dalam pembuatan es krim (Molecularrecipes, 2014).

(60)

Locust bean gum digunakan sebagai penstabil dalam pembuatan daging kaleng, sosis, keju, dan es krim. Adapun nama lain dari locust bean gum adalah carob bean (Estiasih, dkk., 2015). Pada suatu penelitian menggunakan percobaan 2 level faktorial penuh, dilakukan optimasi terhadap penambahan hidrokoloid (karagenan, xantan gum, dan locust bean gum) dengan persentase 0-0,5% dan maltodekstrin dengan persentase 1-5% dalam pembuatan rosella-based fruit leather. Adapun komposisi yang menghasilkan produk terbaik dari rosella-based fruit leather tersebut adalah karagenan 0,1%; xantan gum 0,3%; locust bean gum 0,3%; dan maltodekstrin 1,0% karena pada komposisi tersebut dihasilkan analisis

tekstur yang terbaik (Shafi’i, dkk., 2013).

Pada pembuatan roselle-based leather, locust bean gum hanya meningkatkan 5,6% keelastisan tekstur produk roselle-based leather dari tekstur bubur. Hal ini dikarenakan locust bean gum tidak mampu membentuk gel yang membentuk tekstur produk menjadi elastis dan kaku tanpa penambahan hidrokoloid lain. Keelastisan tekstur pada produk fruit leather mampu

mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap konsumen (Shafi’i, 2013).

Xantan Gum

Xantan gum tergolong polisakarida ekstra seluler yang berasal dari bakteri Xanthomonas campestris. Xantan gum adalah turunan dari selulosa dengan rantai

utamanya adalah unit glukosa yang berikatan dengan β-1,4. Terdapat rantai

(61)

Gambar 4. Struktur kimia xantan gum (Nussinovitch, 1997)

Biasanya, xantan gum digunakan sebagai pengental pada makanan kaleng karena memiliki sifat yang stabil terhadap suhu. Dalam pembuatan pudding instan, biasanya xantan gum dicampurkan dengan locust bean gum untuk membentuk gel (Estiasih, dkk., 2015). Penelitian pembuatan fruit leather kulit buah naga daging super merah dilakukan dengan penambahan xantan gum yang persentasenya berbeda-beda yaitu 0%; 0,1%; 0,3%; dan 0,5%. Adapun persentase xantan gum yang menghasilkan produk terbaik dari fruit leather kulit buah naga daging super merah adalah xantan gum 0,1% karena hasil pengujian organoleptiknya menunjukkan tingkat kesukaan terbaik dari panelis (Ramadhan, dkk., 2015).

(62)

tekstur, kadar air, kadar abu, dan pH. Penambahan xantan gum pada pembuatan fruit leather kulit buah naga daging super merah menurunkan nilai kesukaan panelis terhadap warna fruit leather kulit buah naga daging super merah. Hal ini dikarenakan panelis menyukai fruit leather kulit buah naga daging super merah dengan warna merah cerah yang dihasilkan tanpa penambahan xantan gum. Sedangkan pada pembuatan fruit leather kulit buah naga daging super merah dengan penambahan xanthan gum memiliki warna yang kuning (Ramadhan, dkk., 2015).

Penambahan xantan gum pada pembuatan fruit leather kulit buah naga daging super merah mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma terhadap produk fruit leather kulit buah naga daging super merah. Hal ini mungkin dikarenakan adanya penurunan tingkat difusi di media karena peningkatan viskositas atau karena adanya interaksi komponen flavor dan unsur pokok dari matrik hidrokoloid (Bylaite, dkk., 2015). Akan tetapi, penambahan xantan gum pada pembuatan fruit leather kulit buah naga daging super merah tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap rasa. Hal ini dikarenakan xantan gum memiliki rasa yang netral sehingga tidak mempengaruhi rasa fruit leather kulit buah naga daging super merah (Ramadhan, dkk., 2015).

(63)

tergolong polisakarida yang mengandung gugus polar sehingga air dapat membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil (-OH) yang mampu meningkatkan kemampuan pengikatan air oleh xantan gum sehingga meningkatkan kadar air dan air bebas yang teruapkan menjadi berkurang (Cui, 2000).

Penambahan xantan gum dengan persentase yang semakin meningkat akan meningkatkan juga kadar abu pada produk fruit leather kulit buah naga daging super merah. Hal ini dikarenakan xantan gum mengandung mineral berupa kalsium, potassium, dan sodium (Dexter, 2002). Penambahan xantan gum pada pembuatan fruit leather kulit buah naga daging super merah dapat meningkatkan nilai pH. Hal ini dikarenakan pH xantan gum yang netral (pH= 6,95), sehingga jika ditambahkan ke dalam fruit leather akan meningkatkan nilai pH (Ramadhan, dkk., 2015).

Gum Arab

Gum arab merupakan getah yang mengeras yang berasal dari pohon akasian Acacia Senegal dan Acacia Seyal. Rantai utama pada gum arab adalah unit galaktopiranosil yang berikatan dengan β-1,3 dengan rantai samping

berikatan melalui melalui ikatan glikosidik β-1,6. Rantai utama dan rantai cabang

pada gum arab berikatan dengan L-arabinofuranosil, L-rhamnopiranosil,

(64)

Gambar 5. Struktur kimia gum arab (Bakerpedia, 2016).

Gum arab digunakan sebagai stabilizer dalam industri pangan (Praja, 2015). Peningkatan persentase gum arab dalam suatu bahan pangan yang berbentuk cair akan meningkatkan viskositasnya (Tranggono dkk, 1991). Dalam bahan pangan yang telah dilarutkan dalam air ataupun minyak, gum arab sebagai emulsifier bersifat binding agent dalam larutan tersebut (Adbelgader dan Inaam, 2011). Dalam suatu penelitian, pembuatan fruit leather nanas dan wortel dilakukan dengan penambahan gum arab yang persentasenya berbeda-beda yaitu 0%; 0,3%; 0,6%; dan 0,9%. Adapun persentase gum arab yang menghasilkan produk terbaik dari fruit leather nanas dan wortel adalah gum arab 0,6% karena hasil uji organoleptiknya menunjukkan tingkat kesukaan yang terbaik dari panelis (Prasetyowati, dkk., 2014).

(65)

dihasilkan semakin cerah. Hal ini dikarenakan gum arab memiliki warna kuning hingga kuning kecoklatan sehingga warna fruit leather pisang tanduk dengan penambahan gum arab menjadi lebih cerah menyerupai warna pisang tanduk (Astuti, dkk., 2015).

Dalam hal aroma, penambahan gum arab pada pembuatan fruit leather pisang tanduk tidak memberikan pengaruh terhadap produk yang dihasilkan (Whistler dan Daniel, 1990). Hal ini dikarenakan gum arab berfungsi sebagai mikroenkapsulan atau bahan penyalut yang baik sehingga gum arab mampu mempertahankan aroma khas bahan baku pada fruit leather (Glicksman, 1969). Penambahan gum arab pada pembuatan fruit leather pisang tanduk juga tidak memberikan pengaruh terhadap rasa produk yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan gum arab tidak memiliki rasa, sehingga penambahan gum arab dalam produk fruit leather pisang tanduk memiliki rasa khas pisang tanduk yang kuat (Astuti, dkk., 2015).

Penambahan gum arab pada pembuatan fruit leather pisang tanduk menyebabkan tekstur fruit leather pisang tanduk liat dan mudah dikunyah, sedangkan fruit leather pisang tanduk yang tidak ditambahkan gum arab memiliki tekstur yang keras dan kering sehingga sulit untuk dikunyah. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan gel oleh gum arab selama proses pemanasan, sehingga gel yang terbentuk teksturnya kenyal tetapi cukup lembut (Glicksman, 1969).

(66)

protein. Di dalam protein terdapat gugus amino dan gugus hidroksil yang bersifat hidrofilik, gugus ini akan membentuk ikatan hidrogen dengan satu atau lebih molekul air, sehingga mampu menyerap air dan menahannya dalam struktur molekul dan terbentuk koloid yang kental dengan struktur gel (Winarno, 2004).

Kadar abu fruit leather pisang tanduk meningkat seiring adanya peningkatan penambahan gum arab. Hal ini dikarenakan gum arab mengandung garam mineral seperti kalsium, magnesium, dan potassium yang berasal dari asam polisakarida (Astuti, dkk., 2015). Peningkatan gum arab pada fruit leather nanas dan wortel juga menyebabkan kandungan serat pangan pada fruit leather nanas dan wortel semakin meningkat. Hal ini dikarenakan gum arab tergolong serat pangan larut (SDF) dan mengandung 45% galaktosa, 24% arabinosa, 13% rhamnosa dan 16% asam galakturonat (Muchtadi, 2001).

(67)

komponen-komponen yang terdapat dalam bahan sehingga kadar serat kasar dapat dipertahankan. Hal ini menyebabkan semakin besar persentase gum arab maka semakin tinggi kadar serat kasar fruit leather (Estiasih, 2009).

Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam trikarboksilat dan bersifat larut dalam air, serta memiliki rumus molekul C6H8O7. Penambahan asam sitrat dalam

pengawetan bahan pangan salah satunya bertujuan untuk menghambat terjadinya reaksi browning (Winarno, 2004). Mekanisme asam sitrat sebagai penghambat reaksi browning melalui pengikatan logam-logam bivalen. Logam-logam bivalen tersebut adalah Mn, Mg, dan Fe. Logam-logam tersebut akan kehilangan kereaktivitasannya karena telah diikat oleh asam sitrat sehingga tidak mampu melakukan oksidasi dan reaksi browning tidak terjadi (Belitz dan Grosch, 1999). Penelitian Fitantri, dkk., (2014) menunjukkan bahwa penambahan asam sitrat 0,2% akan menurunkan tingkat keasaman puree sehingga umur simpan leather akan lebih lama. Struktur kimia asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur kimia asam sitrat (Ebi, 2016).

Pektin

Gambar

Tabel 3. Skala hedonik dan skala numerik
Gambar 9. Skema pembuatan cassava leaf leather
Tabel 4. Pengaruh jenis penstabil terhadap parameter yang diamati
Tabel 5. Pengaruh persentase penstabil terhadap parameter yang diamati
+7

Referensi

Dokumen terkait

c. Guru memberikan penjelasan tambahan kembali dan penguatan kepada peserta didik tentang “Nabi Muhammad Saw. Peserta didik membaca tentang“Nabi Muhammad Saw. Peserta didik

Inalum Reduction Cell Assessment Repot” KANNAK Report on Assessment of Reduction Cell” PT.. Universitas

Tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari adalah perbuatan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Dengan saling tolong menolong antar individu dalam masyarakat, akan tercipta

Dengan demikian, solusi yang bisa digunakan dalam proses belajar mengajar dimana peserta didik memiliki potensi untuk belajar, berkembang dan berperan aktif dalam

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan karuniaNya berupa pengetahuan, kesehatan dan kesempatan yang diberikan kepada

Pesan menggunakan karakter yang berupa huruf, angka maupun simbol, dimana penggunaan huruf dari setiap kata berbeda jumlah dan frekuensi penggunaannya, begitu pula dengan

The geometry of drainage of different order, longitudinal and across sections, the positions and angle in the joint of watercourses, the geometry of the

The Istanbul Congress offered more to youth: an international youth forum was organized and a summer camp for the students and young professionals was held near the