ABSTRAK
PEMBUATAN DAN UJI KARAKTERISTIK BERAS SINTETIS BERBAHAN DASAR TEPUNG JAGUNG
Oleh
ARIF DWI SANTOSO
Beras sintetis yang terbuat dari tepung jagung memiliki peluang besar untuk dikembangkan sebagai makanan pokok. Masyarakat telah banyak mengkonsumsi beras jagung, namun tidak banyak penelitian yang melaporkan mengenai karakteristik beras jagung yang disukai. Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) membuat serta menguji karakteristik beras sintetis meliputi kadar air, diameter butiran, lama pemasakan dan lama simpan nasi dan 2) menguji preferensi beras sintetis berupa tingkat kesukaan terhadap aroma, tekstur, rasa dan warna nasi. Prosedur dalam penelitian ini diawali dengan pembuatan tepung jagung dilanjutkan dengan pembuatan beras sintetis menggunakan seperangkat mesin pembuat beras sintetis (granulator). Butiran yang telah terbentuk dikukus dan dijemur sampai kering dengan panas matahari normal. Beras dibuat sebanyak 7 jenis/perlakuan yaitu beras jagung murni (100% tepung jagung), tiga jenis beras jagung dengan campuran tepung jagung dan tepung tapioka, serta tiga jenis beras jagung dengan campuran tepung jagung dan tepung terigu dengan perbandingan 95:5, 85:75,dan 75:25. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air beras sintetis adalah sebesar 10,37 hingga 13,79 %. Lama pemasakan beras sintetis bervariasi dari 46 hingga 68 menit. Lama simpan nasi adalah selama 24-26 jam. Pengujian preferensi beras sintetis yang telah dimasak berdasarkan tingkat kesukaannya menunjukkan bahwa beras sintetis dari bahan campuran tepung jagung 95% dan tepung tapioka 5% merupakan beras paling disukai oleh panelis untuk semua tingkat kesukaan yang dinilai.
ABSTRACT
THE PRODUCTION AND CHARACTERISTICS TEST OF SYNTHETIC RICE MADE FROM MAIZE FLOUR
By
ARIF DWI SANTOSO
Synthetic rice made of maize flour has a great opportunity to be developed as a staple food. People used to consume synthetic rice, but only limited studies reported about the preferred characteristic of synthetic rice. The purpose of this study is 1) to produce and examine the characteristic of synthetic rice including moisture content, particle size, storage time and steam duration, and 2) to obtaine the preferred sensory level of synthetic rice based on aroma, texture, flavor and color. The procedure was started by making the maize flour to produce synthetic rice using a granulator machine. The granules was then steamed and dried under the sun light. Seven type of synthetic rice was used in this research, namely pure maize rice (100% maize flour), three mixed synthetic rice of maize flour and wheat flour, and three mixed synthetic rice of maize flour and tapioca flour with three different ratio 95:5, 85:75, and 75:25.). The results showed that the water content of synthetic rice was measured between 10.37 to 13.79%. While the steaming time was reached around 46 to 68 minutes. The rice was able to be stored about 24-26 hour. The organoleptic tests showed that the most favorite synthetic rice was a mixture maize rice of 95% maize flour and 5% of tapioca flour for all level preference of the sensory test.
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA
Saya adalah Arif Dwi Santoso NPM 08140710 28
Dengan ini menyatakan bahwa apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah
hasil kerja saya sendiri yang berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang
telah saya dapatkan. Karya ilmiah ini tidak berisi material yang telah
dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain bukanlah hasil dari plagiat karya
orang lain.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila
dikemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, maka saya siap
mempertanggungjawabkannya.
Bandar Lampung, 01 April 2013 Yang membuat pernyataan
Judul Skripsi : PEMBUATAN DAN UJI KARAKTERISTIK BERAS SINTETIS BERBAHAN DASAR TEPUNG JAGUNG
Nama Mahasiswa : Arif Dwi Santoso Nomor Pokok Mahasiswa : 0814071028
Jurusan : Teknik Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Sugiarto, S.Pd. dan Ibu Pujiasri. Penulis dilahirkan di
Dayamurni, Tulang Bawang Barat pada tanggal 27 Februari 1990.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 01 Makarti pada
tahun 2002, pendidikan tingkat menengah pertama di SMPN 02 Tumijajar pada
tahun 2005, pendidikan tingkat menengah atas di SMAN 01 Tumijajar pada tahun
2008 serta penulis diterima di perguruan tinggi Jurusan Teknik Pertanian,
Universitas Lampung tahun 2008 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
Penulis aktif mengikuti organisasi selama perkuliahan, baik intra-kampus maupun
ekstra-kampus. Organisasi intra-kampus diantaranya yaitu Perhimpunan
Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP) sebagai Sekretaris Umum
(2010-2011), Sekretaris Koordinator Dewan Pembina (2011-2012), FOSI FP sebagai
anggota Staf Dana dan Usaha (2009-2010) dan anggota Ikatan Mahasiswa Teknik
Pertanian Indonesia, IMATETANI (2009-2012). Organisasi ekstra-kampus
diantaranya yaitu Ikatan Mahasiswa Muslim Tulang Bawang (IKAMM TUBA)
sebagai Sekretaris Umum (2009-2011), Forum Persaudaraan Mahasiswa Muslim
Kampung Baru (FPM2KB) sebagai anggota bidang bakat dan kreativitas
Penulis telah melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata) dengan Tema
“Pengembangan Bisnis Perikanan” di Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah
pada Agustus 2011. Penulis juga telah melakukan Praktik Umum (PU) dengan
judul “Mempelajari Proses Pengolahan Singkong Menjadi Tepung Tapioka di
PD. Semangat Jaya (ITTARA)” pada Januari 2012 di Desa Sinar Jati Kecamatan
Negeri Katon Kabupatem Pesawaran, Lampung.
Penulis pernah menjadi Asisten Dosen pada beberapa mata kuliah, yaitu Asisten
mata kuliah Riset Operasi (2011), Asisten mata kuliah Ergonomika (2011),
Asisten mata kuliah Perbengkelan Pertanian (2012 dan 2013), Asisten mata
kuliah Mekanisasi Pertanian (2012), Asisten mata kuliah Traktor Pertanian
(2012), Asisten mata kuliah Energi Terbarukan (2012).
Penulis pernah mengikuti beberapa seminar dan pelatihan, yaitu Seminar Nasional
Pengolahan Limbah sebagai Energi Alternatif tahun 2008 (Lampung),
International Symposium Agricultural Engineering Toward Sustainable
Agriculture in Asia tahun 2009 (Bogor), Pelatihan Hidroponik di Parung Farm,
Bogor tahun 2009, Seminar Nasional Strategi Peningkatan Hasil Produksi Padi
dan Perwujudan Desa Mandiri Energi tahun 2009 (Purwokerto), International
Seminar On Horticulture To Support Food Security tahun 2010 (Lampung),
Seminar Nasional Peran Teknik Pertanian Dalam Menunjang Agroindustri
Bebasis Usaha Tani Rakyat dalam Menunjang Agroindustri Berbasis Usaha Tani
Rakyat tahun 2011 (Padang), Seminar Nasional Peran Teknik Pertanian Seminar
Sains dan Teknologi IV tahun 2011 (Lampung), Seminar Nasional Lingkungan
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Shalawat teriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Pembuatan dan Uji Karakteristik Beras Sintetis Berbahan
Dasar Tepung Jagung” adalah salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Teknologi Pertanian di Universitas Lampung.
Dalam penyusunan Skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak, Ibu dan kakakku tersayang atas segala doa, nasehat, serta yang tak
henti-hentinya memberikan motivasi dan dukungannya kepada penulis.
2. Bapak Warji, S.TP., M.Si., selaku Pembimbing I sekaligus Pembimbing
Akademik yang telah banyak membantu menulis skripsi dan memberikan
nasehat, masukan, saran serta pengarahan kepada penulis selama penulis
menjadi mahasiswa dan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Dwi Dian Novita, S.T.P., M.Si.,selaku Pembimbing II yang telah
memberikan nasehat, saran, serta pengarahan kepada penulis selama
4. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan
saran serta pengarahan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. Selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian
atas perhatian, kepedulian, arahan dan bimbingan yang telah diberikan selama
penulis menjadi mahasiswa dan dalam penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Teknik Pertanian atas bantuan,
pengetahuan, dan arahan yang telah diberikan.
8. Dwi Cahyani atas kebersamaan, motivasi, do’a, semangat serta kesabaran
serta perhatian yag telah diberikan.
9. Keluarga besar TEP 2008 serta teman-teman TEP angkatan 2006, 2007,
2009, 2010 dan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih
atas setiap doa, dukungan, semangat, motivasi dan kebersamaannya selama
ini, serta keluarga besar Asrama Bhinneka atas canda tawanya serta
kebersamaannya selama masuk hingga lulus kuliah.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat kekhilafan
dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis, dan seluruh civitas akademika Teknik Pertanian serta
masyarakat luas.
Bandar Lampung, 01 April 2013 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah... 3
1.3. Tujuan... 4
1.4. Manfaat... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Jagung... 5
2.2. Pati (Starch)... 6
2.3. Tepung ... 8
2.3.1. Tepung Jagung ... 8
2.3.2. Tepung Tapioka ... 10
2.3.3. Tepung Terigu ... 10
2.4. Pembuatan Tepung Jagung... 11
2.5. Karakteristik Bahan Tepung... 12
2.6 Uji Karakteristik Bahan Pangan ... 13
2.7. Uji Organoleptik ... 14
2.8 Karakteristik dan Pengukuran Mutu Pangan ... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 17
3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 17
3.2.1. Alat ... 17
3.2.2. Bahan ... 17
3.3. Metode Penelitian ... 17
3.3.1. Pembuatan Tepung Jagung ... 18
3.3.3. Pengukuran Parameter ... 21
3.3.3.1. Kadar Air ... 22
3.3.3.2. Diameter Butiran Beras Sintetis ... 23
3.3.3.3. Lama Penanakan ... 24
3.3.3.4. Pengujian Preferensi ... 25
3.3.3.5. Lama Simpan Nasi dari Beras Sintetis ... 27
3.4. Analisis Data ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1. Kadar Air ... 28
4.2. Diameter Butiran Beras Sintetis ... 30
4.3. Lama Penanakan ... 33
4.4. Pengujian Preferensi ... 35
4.5. Lama Simpan Nasi dari Beras Sintetis ... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
5.1. Kesimpulan... 48
5.2. Saran ... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN ... 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Teks
1. Proses pembuatan tepung (metode penepungan kering) ... 12
2. Proses pembuatan tepung jagung. ... 19
3. Proses pembuatan butiran beras sintetis ... 20
4. Tahap pengujian beras sintetis ... 21
5. Proses pengukuran lama penanakan beras sintetis ... 25
6. Perbandingan kadar air masing-masing perlakuan ... 28
7. Pengelompokan butiran beras sintetis berdasarkan diameter ... 31
8. Perbandingan banyaknya granul tiap diameter pada setiap perlakuan . 32 9. Lama penanakan beras sintetis menjadi matang ... 34
10. Pengujian preferensi berdasarkan parameter ... 36
11. Grafik poin rata-rata hasil pengujian preferensi ... 36
12. Tingkat kesukaan pada rasa nasi beras sintetis. ... 38
13. Nilai rata-rata tingkat kesukaan rasa nasi beras sintetis ... 38
14. Tingkat kesukaan pada aroma nasi beras sintetis ... 40
15. Nilai rata-rata tingkat kesukaan aroma nasi beras sintetis ... 41
16. Tingkat kesukaan tekstur pada nasi beras sintetis ... 42
17. Nilai rata-rata tingkat kesukaan tekstur nasi beras sintetis... 43
19. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna nasi beras sintetis ... 45
20. Lama simpan nasi beras sintetis ... 46
Lampiran 21. Biji jagung ... 54
22. Hammer mill ... 54
23. Sarangan ukuran 4 mesh ... 54
24. Pembersihan jenjet ... 54
25. Tepung jagung ... 54
26. Granulator ... 54
27. Ayakan tyler ... 54
28. Magiccom ... 54
29. Pembutiran beras sintetis ... 55
30. Timbangan digital ... 55
31. Nasi beras sintetis ... 55
32. Beras sintetis ... 55
33. Pengujian preferensi ... 55
34. Nasi yang telah basi ... 55
35. Granul beras sintetis ... 55
36. Bidang granular ... 55
37. Oven ... 56
38. Semprotan air ... 56
39. Pengukus nasi ... 56
40. Tampah untuk menjemur ... 56
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki beragam produk pertanian sangat
cocok bila bahan pangan pokok penduduknya beranekaragam. Penyediaan bahan
pangan sesuai potensi daerah masing-masing akan sangat memudahkan
masyarakat karena masyarakat dapat mencukupi kebutuhan pangan dengan apa
yang tersedia di daerahnya (Hubeis, 2012). Ketergantungan pangan terhadap satu
komoditas yaitu beras mengandung resiko bahwa pangan nasional akan rapuh.
Beras kenyataannya saat ini menjadi tumpuan pangan kita. Perhatian terhadap
pengembangan komoditas sumber karbohidrat lain masih sangat kurang, padahal
bahan pangan sumber karbohidrat lokal sebagai pendamping beras sangat banyak
sekali ragamnya. Beras yang telah mendominasi di masyarakat, seakan-akan
menutup peluang pengembangan komoditas lain. Berdasarkan kenyataan
tersebut, sudah saatnya komoditas non-beras dikaji lebih dalam peluang
pengembangannya. Hubeis (2012) mengatakan bahwa masyarakat sudah saatnya
diajarkan untuk tidak bergantung pada beras seperti kaitannya dengan program
pemerintah pusat dalam bidang ketahanan pangan yang mengacu pada Perpres
No. 22 tahun 2009 mengenai kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi
pangan berbasis sumber daya lokal serta PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan
2
Jagung merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang perlu
dipertimbangkan. Jagung juga mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Jagung memiliki potensi besar sebagai alternatif makanan pokok selain beras
karena kandungan nutrisi jagung juga merupakan sumber karbohidrat yang baik.
Jagung dapat di tanam setelah masa penanaman padi yaitu pada musim kemarau
sehingga produksi makanan pokok tetap berlangsung. Kandungan gizi utama
jagung adalah pati (72-73%), dengan nisbah amilosa dan amilopektin (25-30%) :
70-75%, kadar gula sederhana jagung (glukosa, fruktosa, dan sukrosa) berkisar
antara 1-3%, dan protein jagung (8-11%) terdiri atas lima fraksi yaitu, albumin,
globulin, prolamin, glutelin dan nitogen non-protein (Suarni dan Widowati, 2007).
Penganekaragaman makanan pokok dengan jagung sebagai alternatif selain beras,
harus diikuti dengan perancangan olahan jagung untuk meningkatkan penerimaan
konsumen. Produk olahan yang sekiranya dapat mencakup beberapa aspek diatas
adalah beras jagung. Beras jagung merupakan hasil proses pemberasan yang
meliputi sortasi, penyosohan, penggilingan dan pembersihan dengan bahan baku
jagung kering pipil.
Pembuatan beras sintetis diharapkan mampu menciptakan alternatif makanan
pokok selain beras. Peluang untuk mengembangkan serta keinginan masyarakat
untuk mencoba mengkonsumsi makanan yang baru, menjadikan beras sintetis
memiliki potensi yang baik sebagai alternatif makanan pokok selain beras.
Berdasarkan kondisi ini, diharapkan beras sintetis dapat menyukseskan program
3
masyarakat Indonesia terhadap beras sehingga menciptakan swasembada pangan
dan ketahanan pangan dapat terwujud (Hubeis, 2012). Pembuatan serta pengujian
karakteristik beras sintetis sangat diperlukan untuk mendapatkan data
sesungguhnya mengenai mutu beras sintetis dari tepung jagung.
1.2. Perumusan Masalah
Beras sintetis dari tepung jagung telah lama dikenal oleh masyarakat dengan
sebutan beras jagung. Kegiatan pengolahan dari bentuk jagung pipil hingga nasi
yang lama, mengakibatkan penerimaannya sebagai bahan pangan pokok lebih
rendah dibandingkan nasi biasa. Pembuatan nasi jagung di masyarakat dilakukan
dengan menggiling biji jagung secara konvensional tanpa membuatnya menjadi
tepung terlebih dahulu. Beras jagung yang diuji ini terbuat dari bahan dasar
tepung jagung dan dibuat menggunakan mesin granulator untuk membentuk
butiran. Pembentukan butiran beras sintetis dari tepung jagung cukup lama
karena sifat tepung jagung yang susah menyatu (amilopektin sedikit). Pengolahan
jagung menjadi beras jagung atau beras sintetis sangat diperlukan untuk
mempersingkat waktu pengolahan jagung menjadi nasi beras sintetis.
Penambahan campuran tepung lain seperti tepung tapioka dan atau tepung terigu
yang memiliki amilopektin sebagai perekat agar tepung jagung mudah dibentuk
butiran perlu dilakukan. Penambahan campuran tepung lain dalam pembuatan
beras sintetis dari tepung jagung berpotensi memiliki kualitas lebih baik (pada
perlakuan tertentu) dari beras sintetis berbahan tepung jagung saja. Pembuatan
serta pengujian karakteristik perlu dilakukan untuk memberikan nilai dan mutu
4
1.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah membuat serta menguji karakteristik beras sintetis
berbahan dasar tepung jagung yang meliputi: kadar air, ukuran diameter, lama
penanakan, pengujian preferensi (aroma, tekstur, rasa dan warna) dan lama
simpan nasi beras sintetis.
1.4. Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi serta acun bagi masyarakat
mengenai pembuatan dan pengujian karakteristik beras sintetis berbahan dasar
tepung jagung meliputi kadar air, ukuran diameter, lama penanakan, pengujian
preferensi (aroma, tekstur, rasa dan warna) dan lama simpan nasi beras sintetis.
Penelitian ini juga sebagai acuan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jagung
Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan.
Siklus hidup tanaman jagung berkisar antara 80-150 hari. Siklus pertama tanaman
jagung merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan siklus kedua merupakan
tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi sesuai
dengan varietasnya. Tanaman jagung umumnya berketinggian 1 m sampai 3 m
(Arianingrum, 2012).
Bunga jantan dan bunga betina tanaman jagung ada dalam satu tanaman akan
tetapi terpisah tempat. Bunga jantan tanaman jagung terletak di bagian ujung atas
tanaman sedangkan bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Tongkol jagung
tumbuh disela-sela pelepah daun dan batang. Satu tanaman jagung akan
menghasilkan satu tongkol produktif walaupun terdapat beberapa bunga betina.
Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini
dibandingkan bunga betinanya.
Arianingrum (2012) mengatakan bahwa biji jagung mengandung karbohidrat yang
cukup banyak, yaitu sekitar 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat yang
merupakan bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan sebagian besar
2
kandungan gizi, tetapi berpengaruh dalam proses pengolahan sebagai bahan
pangan.
Tabel 1. Kandungan gizi jagung per 100 gram jagung manis.
No. Kandungan gizi jagung Jumlah Satuan
1. Magnesium, 37 mg Potasium, 270 mg Air Sumber: Arianingrum (2012)
Jagung memiliki kandungan protein lebih banyak walaupun kandungan
karbohidrat yang lebih rendah pada ukuran yang sama (butiran jagung).
2.2. Pati (Starch)
Pati merupakan karbohidrat kompleks yang berwujud putih, tawar, dan tidak larut
dalam air. Pati merupakan bagian utama tumbuhan hasil dari proses penyimpanan
glukosa berlebih dalam jangka panjang. Pati merupakan sumber utamalain, yaitu
jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain (Kurniawati, 2006). Pati
atau karbohidrat digunakan oleh hewan dan manusia sebagai sumber energi
utama. Pati tersusun atas amilosa dan amilopektin dalam komposisi yang
berbeda-beda. Sifat amilosa keras dan memberikan warna ungu pekat pada tes
3
Pati digunakan sebagai bahan perekat dalam proses pembuatan makanan karena
sifat pati merupakan komponen perekat. Pati juga digunakan sebagai campuran
kertas dan tekstil serta digunakan pada industri, seperti industri kosmetik dan
kimia.
Bentuk butiran pati terdiri dari unit kristal dan unit amorf. Unit kristal akan
bertahan saat diberi perlakuan asam kuat dan enzim, sedangkan unit amorf dapat
menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan
Pati memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Granul pati ada yang
berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak beraturan dengan ukuran granul pati, mulai
kurang dari 1 µ sampai 150 µ ini (Tabel 2).
Tabel 2. Karakteristik granul pati
Sumber Diameter
Kisaran (µm) Rata-rata (µm)
Sumber: Swinkles (1985) dalam Kurniawati (2006)
Tabel 3. Sumber dan bentuk granula beberapa pati
Pati Sumber Bentuk
Bulat (round), poligonal Oval, bulat (spherical)
Poligonal Oval, truncated
Bulat, lenticular
Poligonal, angular Oval, truncated
4
Pati umumnya mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10%
material antara. Sifat-sifat pati ditentukkan oleh sumber pati tersebut. Faktor
yang mempengaruhi sifat pati tersebut, diantaranya adalah gelatinisasi
(Pudjiastuti, 2010). Pati memiliki sifat memantulkan cahaya sehingga saat dilihat
dengan menggunakan mikroskop membentuk bidang warna biru dan kuning.
Sifat memantulkan cahaya ini akan menghilang saat granula mulai pecah (Richana
dan Suarni, 2007).
2.3. Tepung
2.3.1. Tepung Jagung
Tepung jagung merupakan tepung yang berasal dari biji jagung kering dan
digiling halus menggunakan mesin dengan ayakan atau saringan sekitar 80 atau
100 mesh (Merdiyanti, 2008). Bahan baku tepung jagung adalah jagung pipilan
kering (Zea mays spp.) tanpa tambahan bahan lain. Biji jagung memiliki
kandungan zat pati yang lunak.
Penepungan biji jagung terdapat 2 metode, yaitu metode basah dan metode kering.
Penepungan dengan metode basah dilakukan dengan membersihkan biji jagung
kemudian merendamnya dalam air selama semalam, lalu dicuci, ditiriskan, dan
ditepungkan dengan menggunakan mesin penepung (Hammer Mill). Tepung
selanjutnya dikeringkan hingga kadar air di bawah 11%. Penepungan dengan
metode kering dilakukan dengan langsung menepung biji jagung yang telah
dibersihkan tanpa perendaman (Suarni, 2009).
Penepungan dengan metode basah menghasilkan rendemen tepung lebih tinggi
5
memiliki kandungan nutrisi tepung lebih rendah dari penepungan dengan metode
kering (Suarni, 2009). Tepung jagung hasil pemrosesan dengan metode basah
memiliki tekstur halus saat dipegang, sedangkan dengan metode kering memiliki
tekstur agak kasar saat dipegang. Tepung jagung dapat diolah menjadi berbagai
makanan atau mensubstitusi terigu pada proporsi tertentu, sesuai dengan bentuk
produk olahan yang diinginkan.
Tabel 4. Kandungan nutrisi tepung jagung
Kandungan nutrisi Tepung jagung
Kalori (kal)
Sumber: Suarni (2001) dalam BPTP (2006).
Tepung jagung memiliki sifat fleksibel, hal ini dikarenakan sebagai bahan baku
berbagai produk pangan. Tepung jagung relatif mudah diterima masyarakat,
karena telah terbiasa menggunakan bahan tepung, seperti halnya tepung beras dan
terigu. Pemanfaatan tepung jagung komposit pada berbagai bahan dasar pangan
antara lain untuk kue basah, kue kering, mie kering, dan roti-rotian. Tepung
jagung komposit dapat mensubstitusi 30-40% terigu untuk kue basah, 60-70%
untuk kue kering, dan 10-15% untuk roti dan mie (Richana dan Suarni, 2007).
Tepung jagung merupakan salah satu bentuk pemanfaatan jagung yang memiliki
prospek yang baik untuk dikembangkan. Keuntungan lain dari bentuk tepung
jagung adalah lebih mudah dicampur dengan tepung bahan. Penggunaan tepung
6
2.3.2. Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah tepung yang dibuat dari singkong atau ubi kayu. Tepung
tapioka memiliki banyak kegunaan, diantaranya sebagai bahan pembuatan
makanan, campuran pakan ternak dan pembuatan etanol (industri). Tepung
tapioka merupakan pati yang terkandung dalam ubi kayu yang sudah diolah. Ubi
kayu dikupas dan dibersihkan kemudian diparut dan ditambahkan air (10 liter air
banding 1 kg parutan ubi kayu) selanjutnya diperas dengan kain saring. Air hasil
perasan diendapkan selama semalam, kemudian air dibuang dan endapannya
itulah yang disebut tepung tapioka atau aci (Santoso, 2012).
Tepung tapioka yang diinginkan konsumen adalah tepung yang berwarna putih,
bersih, kering, tidak apek, dan tidak mengandung zat-zat yang berbahaya.
Masyarakat mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar yang masih berupa
gumpalan-gumpalan dan tapioka halus yang sudah melalui tahap pengolahan
lanjut dan tidak menggumpal.
2.3.3. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan tepung hasil pemrosesan bulir gandum yang umumnya
digunakan sebagai bahan dasar kue, mie dan roti. Tepung terigu berperan dalam
menentukan kekenyalan makanan yang dibuat dari tepung terigu (Bogasari,
2012). Bogasari mengungkapkan bahwa tepung terigu terdapat 3 jenis yang
masing-masing memiliki kegunaan yang berbeda sesuai dengan kandungan
protein pada tepung terigu. Jenis-jenis tepung terigu tersebut, yaitu:
1. Terigu dengan kandungan protein 12%-14% yang disebut terigu berprotein
7
2. Terigu terigu dengan kandungan protein 10,5%-11,5% yang disebut terigu
berprotein sedang. Tepung terigu jenis ini yang sering digunakan dalam
pembuatan biskuit, pastry/pie dan donat.
3. Terigu terigu dengan kandungan protein 8%-9% yang disebut terigu
berprotein rendah. Tepung jenis ini digunakan untuk membuat kue-kue
yang lembut dan renyah, seperti gorengan, cake dan wafer.
Tepung terigu yang baik adalah kering, tidak menggumpal, berwarna putih,
terbebas dari partikel dan kotoran lainya (Singarimbun, 2008).
2.4. Pembuatan Tepung Jagung
Jagung banyak digunakan dalam industri makanan, minuman, kimia, dan farmasi.
Berdasarkan komposisi kimia dan kandungan nutrisi, jagung mempunyai prospek
sebagai pangan dan bahan baku industri. Bahan baku tersebut biasanya sudah
berbentuk olahan dari jagung yaitu tepung jagung.
Proses pembuatan tepung jagung hampir sama dengan pembuatan tepung-tepung
dari bahan beras atau umbi-umbian. Dimulai dari persiapan bahan yaitu jagung
pipilan, kemudian membersihkan dari kotoran dan menjemur di bawah sinar
matahari 1-2 jam, mengiling jagung dengan mesin penepung, menjemur kembali
tepung yang telah jadi sampai kadar air 15-18 % supaya tidak menjamur,
kemudian melakukan pengayakan tepung dengan ukuran yang diinginkan. Proses
8
Gambar 1. Proses pembuatan tepung (metode penepungan kering) Sumber: BPTP (2006).
2.5. Karakteristik Bahan Tepung
Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7% serta mengandung gula 2,6-12,0%.
Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan
komponen lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula
pereduksi (Richana dan Suarni, 2007). Menurut Rahmawati (2010), penentuan
karakteristik berdasarkan ukuran bahan tepung digolongkan dalam tiga kelas,
yaitu:
1. Kisaran dimensi, yaitu ukuran yang terkecil dari butiran sekitar 3,0175 mm
atau lebih. Butir atau satuan jenis ini dapat diukur dengan teliti dan mudah
dilihat. Contohnya potongan berbentuk kubus.
2. Kisaran saringan, yaitu ukuran terkecil dari butir berkisar dari 3, 0175 mm
sampai 0,0737 mm. Contohnya yaitu butiran pupuk dan makanan giling
untuk ternak.
Jagung pipilan kering
Pembersihan dan penjemuran 1-2 jam
Penggilingan
Pengeringan tepung sampai kadar air 15-18%
9
3. Kisaran mikroskopis, yaitu ukuran terkecil dari butir kurang dari 0,0737 mm.
Contohnya debu, semen, dan serbuk bahan kimia.
Pada praktiknya, untuk mempermudah penggolongan tersebut, maka digunakan
metode yang sederhana dan banyak digunakan yaitu pemisahan atau pengayakan
dengan satu seri saringan Tyler (Rahmawati, 2010).
2.6 Uji Karakteristik Bahan Pangan
Pangan adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia maupun hewan.
Kebutuhan dan pengembagan pangan perlu memperhatikan beberapa faktor,
seperti harga, rasa, mutu gizi dan kaitannya dengan kesehatan. Pengujian
karakteristik bahan pangan digambarkan dalam pengujian sifat-sifat fisik bahan
dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap preferensi pangan. Pengujian
tersebut meliputi sifat struktur bahan, proses termal, sifat-sifat reologi, pengaruh
komponen bahan dan ukuran diameter partikel, serta pendugaan sifat elastisitas
bahan (Hubeis, 2008). Uji karakteristik dilakukan untuk memberikan nilai mutu
suatu bahan sehingga melindungi konsumen dari kesimpangsiuran mutu.
Tabel 5. Kandungan nutrisi, beras jagung, dan tepung jagung
Komposisi/
Tepung metode basah Tepung metode kering
11,12
Tepung metode basah Tepung metode kering
10
Uji karakteristik bahan pangan berkaiatan dengan pengendalian mutu. Metode
pengujian mutu pangan dengan menggunakan alat dikenal dengan metode
pengujian mutu secara obyektif, metode fisik, uji kimia, uji fisiko-kimia, uji
mikrobologi, uji mikro analitik dan histologis. Metode pengukuran mutu dengan
alat adalah metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui karakteristik
atau sifat-sifat mutu pangan. Umur simpan produk pangan dapat dimonitor
dengan mengkorelasi antara hasil uji sensori dengan hasil pengukuran mutu
dengan alat atau instrumen. Hasil korelasi tersebut biasanya memiliki nilai yang
tinggi.
2.7. Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan penilaian terhadap suatu produk makanan
berdasarkan pada penilain indera manusia. Pengujian organoleptik dapat
dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan uji hedonik (tingkat
kesukaan). Uji hedonik dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap bahan
makanan tertentu dengan tingkat kesukaan seseorang terhadap komponen atau
parameter yang diuji untuk mengetahui tingkat penerimaan produk oleh
konsumen, misalnya rasa, aroma, tekstur dan warna.
Menurut Wagiyono (2003), Panel yang umum digunakan dalam pengujian
organoleptik ada lima macam panel, yaitu panel perorangan, panel terbatas, panel
terlatih, panel tidak terlatih, dan panel konsumen.
1. Panel Perseorangan
Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang
11
intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik
dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi,
bias dapat dihindari, dan penilaian efisien.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga
faktor bias dapat diminimalisir. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor
dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh
bahan baku terhadap hasil akhir.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.
panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini
dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.
4. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih jumlahnya tidak tetap, biasanya lebih dari 25 orang yang dapat
dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel
tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana
seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.
5. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target
pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat
12
2.8 Karakteristik dan Pengukuran Mutu Pangan
Pengukuran mutu pangan sangat penting dalam industri pangan karena hasilnya
merupakan pintu terakhir yang menentukan apakah produk tersebut dapat dijual
atau tidak. Mutu pangan hasil pengukuran bahan pangan adalah ciri karakteristik
bahan pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari dua atau lebih
sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra manusia.
Karakteristik mutu yang biasa diuji dengan uji sensori adalah warna, flavor
(kombinasi rasa dan bau), aroma, tekstur, dan kekentalan produk (Hubeis, 2008).
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi kesukaan konsumen adalah persepsi
terhadap faktor penampakan fisik (warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik), faktor
kinestetika (tekstur, viskositas, konsistensi, dan perasaan di mulut atau mouth feel)
dan faktor flavor (kombinasi rasa atau taste dengan bau atau odor). Uji sensori
memiliki 3 macam, yaitu uji pembedaan, uji penerimaan dan uji deskriptif.
Hubeis (2008) mengatakan bahwa uji sensori memiliki keunggulan, yaitu mampu
mendeskripsikan sifat-sifat tertentu yang tidak dapat digantikan dengan cara
pengukuran menggunakan mesin, instrumen ataupun peralatan lain serta memiliki
kelemahan, antara lain bias, kesalahan panelis, kesalahan pengujian,
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012
di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian serta Laboratorium Rekayasa
Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu seperangkat mesin pembuat
beras sintetis (granulator), sprayer, timbangan digital, baskom, ember, nampan,
tampah, kompor, penanak nasi, terpal, stopwatch, magigcom, ayakan, dan oven.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu tepung jagung, tepung tapioka,
tepung terigu, dan air.
3.3. Metode Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu pembuatan tepung jagung,
pembuatan butiran beras sintetis, dan pengukuran parameter (pengukuran kadar
2
3.3.1. Pembuatan Tepung Jagung
Pembuatan tepung jagung dilakukan dengan beberapa tahapan untuk mendapatkan
kualitas yang baik. Proses pembuatan tepung jagung diawali dengan pemipilan
jagung tonggol dengan memilih biji jagung yang bagus (Gambar 21). Jagung
yang sudah dipipil kemudian dipecah dengan mesin hammer mill (Gambar 22)
dengan diberi sarangan ukuran 4 mesh (Gambar 23). Jagung yang sudah dipecah
kemudian disilir dengan cara manual menggunakan kipas angin untuk
memisahkan jenjet (lapisan kulit ari biji jagung). Proses selanjutnya yaitu
merendam jagung yang sudah disilir. Hal ini dilakukan untuk memisahkan jenjet
jagung yang masih bercampur dengan biji jagung (Gambar 24). Bagian-bagian
jenjet tersebut akan terapung dipermukaan air dan mudah untuk dipisahkan saat
direndam. Tahapan berikutnya yaitu membiarkan biji tersebut direndam selama
sehari semalam. Proses berikutnya yaitu meniriskan biji jagung sampai setengah
kering kemudian menggiling biji menggunkan hammer mill dengan saringan
ukuran 60 mesh (Kalsum, 2009). Tepung jagung yang telah jadi selanjutnya
dijemur/dikeringkan sampai kadar air sekitar 12%. Proses pembuatan tepung
jagung dapat dilihat pada Gambar 2.
3.3.2. Pembuatan Butiran Beras Sintetis dari Tepung Jagung
Butiran beras sintetis dibuat dari bahan utama tepung jagung (Gambar 25) dengan
menggunakan mesin granulator (Gambar 26). Butiran beras sintetis yang diuji
memiliki 7 perlakuan dengan kode bahan yang telah ditentukan. Perlakuan
tersebut meliputi 1 perlakuan merupakan beras sintetis yang terbuat dari tepung
3
terbuat dari tepung komposit (campuran tepung jagung dengan tapioka dan
campuran tepung jagung dengan terigu.
Tabel 1. Kode bahan perlakuan
Perlakuan Kode
Bahan
1. Tepung jagung 100% (kontrol) CT
2. Tepung jagung 95% dengan campuran tepung tapioka 5% JTP05 3. Tepung jagung 85% dengan campuran tepung tapioka 15% JTP15 4. Tepung jagung 75% dengan campuran tepung tapioka 25% JTP25 5. Tepung jagung 95% dengan campuran tepung terigu 5% JTR05 6. Tepung jagung 85% dengan campuran tepung terigu 15% JTR15 7. Tepung jagung 75% dengan campuran tepung terigu 25% JTR25
Gambar 1. Proses pembuatan tepung jagung. Penggilingan dengan sarangan kasar
Penirisan Perendaman 1 malam
Penggilingan Mulai
Selesai
Pembersihan dan pencucian
Tepung jagung dijemur Tepung jagung
4
Proses pembuatan beras sintetis diawali dengan pencampuran bahan tepung
hingga homogen berdasarkan perlakuan yang ada. Bahan yang telah homogen
selanjutnya diberi air 400 ml dan diaduk hingga merata. Proses selanjutnya
adalah pembutiran, bahan tepung yang telah homogen dan di beri air tersebut
selanjutnya dimasukkan ke dalam bidang granular (Gambar 36) mesin granulator
kemudian mesin dihidupkan. Bahan tepung tersebut akan berputar mengikuti
putaran bidang granular. Bahan tepung tersebut diberi air kembali menggunakan
semprotan air/sprayer (Gambar 38) sebanyak 300 ml hingga butiran/granul beras
sintetis terbentuk. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan butiran
beras sintetis dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2. Proses pembuatan butiran beras sintetis Penimbangan bahan
Pencampuran sampel hingga homogen
Pengadukan hingga merata Pemberian air hingga merata
Pembutiran dengan granulator Mulai
Selesai
5
Tahap selanjutnya yaitu tahap pengujian butiran beras sintetis. Beras sintetis yang
telah jadi atau menggranul (Gambar 35), kemudian dikukus dengan alat pengukus
atau dandang (Gambar 39) dan menggunakan kompor gas. Beras sintetis yang
telah selesai dikukus di letakkan pada tampah (Gambar 40) dan selanjutnya
dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Beras sintetis yang telah kering
(Gambar 32) selanjutnya di uji sesuai dengan parameter parameter yang telah
ditentukan. Langkah-langkah pengujian yang dilakukan ditunjukkan dalam
Gambar 4.
Gambar 3. Tahap pengujian beras sintetis
3.3.3. Pengukuran Parameter
Pengukuran parameter dilakukan dengan menguji beras sintetis yang sudah jadi,
yaitu beras sintetis yang sudah melalui tahapan penanakan awal dan dikeringkan. Pengukusan beras sintetis
Penjemuran beras sintetis hingga kering
Pengukuran parameter Mulai
Selesai
Butiran beras sintetis yang telah jadi
Beras sintetis matang
6
Beras sintetis yang sudah jadi itulah yang kemudian diuji. Parameter yang diuji
yaitu:
3.3.3.1. Kadar Air
Pengukuran kadar air bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Penelitian ini menggunakan metode oven dalam
penentuan kadar air bahan, yaitu didasarkan atas prinsip perhitungan selisih bobot
bahan (sampel) sebelum dan sesudah pengovenan pada suhu 105oC selama 24
jam. Selisih bobot dibagi bobot awal bahan sebelum pengovenan dan dikalikan
100% dihitung sebagai kadar air bahan. Kadar air yang didapatkan dalam
pengukuran digunakan sebagai dasar awal dalam pengujian-pengujian parameter
lain, seperti lama penanakan bahan.
Pengukuran kadar air menggunakan metode gravimetri dengan cara:
1. Menyiapkan cawan bersih yang akan digunakan dan memberi kode sesuai
kode sampel, dan memanaskan dalam oven (Gambar 37) pada suhu 105oC
selama 1 jam.
2. Memasukkan cawan ke dalam desikator selama ± 15 menit, kemudian cawan
ditimbang.
3. Menimbang sampel sebanyak 10 gram dalam cawan yang telah diketahui
beratnya (W1).
4. Mengoven sampel bahan pada suhu 105oC selama 24 jam atau sampai bobot
konstan.
5. Memasukkan sampel bahan setelah dioven ke dalam desikator ± 15 menit,
7
6. Kadar air dihitung selisih bobot sampel bahan sebelum dan sesudah dioven
dibagi bobot sampel bahan sebelum dioven dikalikan 100%.
Rumus perhitungan kadar air dapat dituliskan sebagai berikut.
Dimana :
W1= Bobot sampel bahan sebelum pengovenan (g)
W2= Bobot sampel bahan setelah pengovenan (g)
WB= Kadar air dengan basis basah (%)
3.3.3.2. Diameter Butiran Beras Sintetis
Pengukuran diameter butiran beras sintetis dilakukan dengan penggolongan
ukuran dengan ayakan tyler (Gambar 27). Butiran beras sintetis ditimbang
sebanyak 1500 g, kemudian dilakukan pengayakan. Pengayakan butiran
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu diameter berukuran lebih dari 5 mm, 3-5
mm, 2-3 mm, dan kurang dari 2 mm. Ukuran granul yang diharapkan adalah
granul dengan ukuran diameter antara 2-5 mm.
Saringan yang digunakan untuk mengayak butiran beras sintetis didasarkan pada
ukuran standar yang umum digunakan. Ukuran diameter saringan yang
digunakan dapat dilihat pada tabel perbandingan ukuran diameter lubang seperti
pada Tabel 7.
8
Tabel 2. Ukuran partikel
Ukuran lubang
Mesh standar Ukuran lubang
Tyler U.S. mm inches
4 4 4,70 0,185
6 6 3,33 0,131
8 8 2,36 0,094
10 12 1,65 0,065
12 14 1,40 0,056
14 16 1,17 0,047
16 18 0,991 0,039
24 25 0,701 0,028
32 35 0,495 0,020
35 40 0,417 0,016
42 45 0,351 0,014
48 50 0,295 0,012
Sumber: www.tramfloc.com/tf12.html (2011)
3.3.3.3. Lama Penanakan
Butiran beras sintetis dari tepung jagung akan dimasak dengan menggunakan
menggunakan magiccom (Gambar 28). Waktu yang diperlukan untuk memasak
beras sintetis diukur menggunakan stopwatch dengan memperhatikan indikator
yang ada pada magiccom. Penanakan dilakukan 2 kali, yaitu penanakan beras
sintetis bobot 250 g dengan pemberian air sebanyak 400 ml dan 500 g dengan
pemberian air sebanyak 800 ml.
Pengukuran lama penanakan dilakukan dengan menghidupkan stopwatch pada
waktu magiccom dihidupkan (saat tombol cooking ditekan) dengan lampu
indikator cook menyala dan stopwatch dimatikan pada saat tombol cooking
kembali kekeadaan normal atau lampu indikator cook mati dan lampu indikator
9
Gambar 4. Proses pengukuran lama penanakan beras sintetis
3.3.3.4. Pengujian Preferensi
Uji preferensi didasarkan pada pengujian organoleptik dimana memberikan
penilaian terhadap suatu bahan atau produk makanan yang didasarkan pada
tingkat penerimaan konsumen (hedonik). Pengujian ini didasarkan pula pada
penggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk.
Pengujian preferensi (Gambar 33) dilakukan dengan menggunakan panelis
konsumen dengan meminta penilaian terhadap beras sintetis yang telah dimasak
kepada 32 orang panelis. Pengujian tersebut meliputi:
3.3.3.4.1. Rasa
Pengujian dilakukan dengan cara, yaitu sampel beras sintetis yang telah matang
diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji pada 32
orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut. Penyiapan magic com dan beras
Di masukkan ke magiccom dan
Magiccom dihidupkan Mulai
Selesai
Stopwatch hidup
Stopwatch mati
10
Tabel 3. Skala uji preferensi aroma
Skala hedonik Skala numerik
Sangat Suka 5
Suka 4
Agak Suka 3
Tidak Suka 2
Sangat Tidak Suka 1
3.3.3.4.2. Aroma
Pengujian dilakukan dengan cara, yaitu sampel beras sintetis yang telah matang
diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji pada 32
orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut.
Tabel 4. Skala uji preferensi aroma
Skala hedonik Skala numerik
Sangat Suka 5
Suka 4
Agak Suka 3
Tidak Suka 2
Sangat Tidak Suka 1
3.3.3.4.3. Tekstur
Pengujian dilakukan dengan cara, yaitu sampel beras sintetis yang telah matang
diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji pada 32
orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut.
Tabel 5. Skala uji preferensi tekstur
Skala hedonik Skala numerik
Sangat Suka 5
Suka 4
Agak Suka 3
Tidak Suka 2
11
3.3.3.4.4. Warna
Pengujian dilakukan dengan cara, yaitu sampel beras sintetis yang telah matang
diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan yang akan diuji pada 32
orang panelis. Penilaian dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut.
Tabel 6. Skala uji preferensi warna
Skala hedonik Skala numerik
Sangat Suka 5
Suka 4
Agak Suka 3
Tidak Suka 2
Sangat Tidak Suka 1
3.3.3.5. Lama Simpan Nasi dari Beras Sintetis
Lama simpan nasi dari beras sintetis dilakukan dengan pengukuran waktu beras
sintetis yang telah matang sampai tidak layak konsumsi/basi (Gambar 34) dengan
menggunakan stopwatch. Beras sintetis yang telah matang akan di letakkan di
meja dengan penutup makanan seperti halnya nasi beras atau makanan lain.
Parameter penentuan nasi yang telah basi, yaitu bau tidak sedap, berlendir,dan
warna berubah pucat.
3.4. Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif serta ditampilkan dalam tabel dan
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kadar Air
Air merupakan komponen penting yang terdapat dalam bahan pangan, karena air
dapat mempengaruhi penerimaan terhadap kenampakan, kesegaran, tekstur, serta
cita rasa pangan (Legowo dkk, 2007). Kadar air bahan merupakan air yang
terkandung dalam bahan.
Kadar air butiran beras sintetis kering hasil pengukuran, yaitu antara 10,37%
sampai 13,76%. Berikut kadar air bahan masing-masing perlakuan yang
didapatkan dari hasil pengukuran (Gambar 6).
Gambar 1. Perbandingan kadar air masing-masing perlakuan 0
CT JTP05 JTP15 JTP25 JTR05 JTR15 JTR25
2
Laju pemberian air dalam pembuatan beras sintetis yaitu 30 ml/menit selama 10
menit. Kadar air butiran setelah jadi sebelum dikukus berkisar antara 47,58%
sampai 48,13%. Kadar air butiran setelah pengukusan dan pengeringan selama 12
jam berkisar antara 10,37% sampai 13,76%. Laju pengeringan butiran beras
sintetis sekitar 3,0% /jam.
Hubeis (2008) mengatakan bahwa kadar air dinilai sebagai faktor yang
menentukan lama simpan bahan makanan/pangan. Kenaikan kandungan air pada
bahan kering dapat mengakibatkan kerusakan bahan, baik akibat reaksi kimia
maupun pertumbuhan mikroba pembusuk (Legowo dkk, 2007). Pengamatan lain
yang berhubungan dengan kadar air, diantaranya lama penanakan beras sintetis
juga dilakukan, hal ini untuk mengetahui pengaruh kadar air terhadap lama
penanakan beras sintetis.
Kadar air butiran dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah proses
pembuatan beras sintetis dan proses pengeringan. Pemberian air yang cukup
banyak pada proses pembuatan beras sintetis, mempengaruhi kadar air butiran
beras sintetis setelah pengeringan menjadi tinggi. Kadar air butiran setelah
pengeringan ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses penyimpanan butiran
beras sintetis. Jika diasumsikan mendekati beras biasa, beras sinetis ini sudah
layak untuk disimpan.
Tepung campuran ini memiliki sifat mudah menyerap atau mengikat air karena
memiliki kandungan gluten yang cukup banyak (Permatasari dkk, 2009). Butiran
3
Waktu yang diperlukan dalam pembuatan butiran beras sintetis relatif lebih cepat
dari pembuatan butiran beras sintetis tanpa tepung campuran.
Pengeringan butiran sintetis yang dilakukan yaitu menjemur langsung di bawah
sinar matahari. Cuaca yang tidak mendukung membuat pengeringan dilakukan
selama 3 hari, yaitu mulai pukul 10.00 sampai dengan pukul 14.00 WIB.
Pengeringan butiran beras sintetis perlu dilakukan dengan menggunakan alat
pengering agar waktu dan suhu pengeringan bisa terukur jelas sehingga kadar air
yang didapatkan setara untuk semua perlakuan.
4.2. Diameter Butiran Beras Sintetis
Pengelompokkan dilakukan dengan melakukan pengayakan butiran beras sintetis
sebanyak 1500 g bahan masing-masing perlakuan dengan menggunakkan ayakan
tyler dengan diameter saringan 5 mm, 3 mm, dan 2 mm. Diameter butiran beras
sintetis tersebut dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu diameter lebih dari
5 mm, 3-5 mm, 2-3 mm dan kurang dari 2 mm. Hasil pengelompokkan atau
pengukuran butiran beras sintetis dengan menggunakan ayakan tyler ditunjukkan
pada Gambar 7.
Pengelompokkan dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah butiran per
diameter butiran beras sintetis untuk masing-masing perlakuan. Pengelompokan
dilakukan juga untuk melihat pengaruh penambahan tepung campuran dalam
4
Gambar 2. Pengelompokan butiran beras sintetis berdasarkan diameter
Ket. a). > 5 mm, b). 3-5 mm, c). 2-3 mm, d). < 2 mm
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengukuran, dapat dilihat bahwa semakin
banyak tepung campuran dalam pembuatan beras sintetis dari tepung jagung,
semakin banyak granul berdiameter besar yang terbentuk. Beras sintetis yang
terbuat dari 100% tepung jagung memiliki jumlah granul berdiameter kurang dari
2 mm paling banyak, hal ini tidak seperti yang diharapkan.
Gambar 8 menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan banyaknya butiran yang
terbentuk pada masing-masing perlakuan. a. b.
5
Gambar 3. Perbandingan banyaknya granul tiap diameter pada setiap perlakuan
Data di atas menunjukkan bahwa granul yang memiliki diameter 5 mm paling
banyak adalah beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung 75% dan
tepung tapioka 25%, hal ini berarti semakin banyak campuran tapioka dalam
pembuatan granul beras sintetis, butiran dengan diameter lebih dari 5 mm semakin
banyak dan diameter ganul kurang dari 2 mm semakin sedikit. Granul atau
butiran beras sintetis dari bahan tepung jagung 100% menghasilkan data
berkebalikan. Granul dari bahan tepung jagung 100%, menghasilkan granul beras
sintetis berdiameter lebih dari 5 mm semakin sedikit, sedangkan granul dengan
diameter kurang dari 2 mm semakin banyak.
Pembentukan granul dalam pembuatan butiran beras sintetis ini dipengaruhi oleh
tepung campuran (tepung tapioka dan terigu) serta pemberian air dan pengukusan.
Penambahan tepung campuran serta pemberian air yang banyak, memberikan
dampak nyata dalam terbentuknya granul, hal ini dikarenakan tepung campuran
memiliki kandungan gluten dan amilopektin yang cukup banyak yang mudah
bereaksi dengan air. Air yang digunakan pada proses pembuatan butiran 0
CT JTP05 JTP15 JTP25 JTR05 JTR15 JTR25
6
berfungsi sebagai aktivator, yaitu air membantu poses pembentukan butiran dan
akan kembali hilang karena proses penguapan.
Butiran beras sintetis yang terbuat dari komposisi tepung campuran banyak,
meningkatkan jumlah butiran beras sintetis yang terbentuk. Beras sintetis yang
terbuat dari campuran tepung jagung dan tepung tapioka maupun tepung terigu,
yaitu perlakuan 95% tepung jagung dengan 5% tepung campuran, perlakuan 85%
tepung jagung dengan 15% tepung campuran, dan perlakuan 75% tepung jagung
dengan 25% tepung campuran terbukti bahwa penambahan tepung campuran
mengakibatkan penambahan jumlah butiran beras sintetis berdiameter lebih dari 5
mm dan pengurangan jumlah butiran beras sintetis berdiameter kurang dari 2 mm.
Penambahan tepung campuran mengakibatkan penambahan jumlah butiran beras
sintetis dengan diameter lebih dari 5 mm, hal ini dikarenakan sifat tepung
campuran sebagai perekat dalam pembutiran beras sintetis, sehingga tepung
mudah merekat saat diberi air. Butiran beras sintetis berukuran lebih dari 5 mm
merupakan campuran antara butiran beras sintetis yang bulat berukuran lebih dari
5 mm dan butiran beras sintetis berukuran kecil yang saling menempel sehingga
membentuk gumpalan besar (Gambar 7). Kaitannya dengan kadar air, butiran
beras sintetis yang berdiameter besar mengalami kesulitan pada proses
pengeringan. Panas kurang mampu mencapai titik terdalam butiran beras
sehingga sehingga kadar air pada butiran besar relatif tinggi.
4.3. Lama Penanakan
Lama penanakan beras sintetis menjadi nasi diuji untuk mengetahui berapa lama
7
matang menjadi nasi. Hasil dari pengujian lama penanakan butiran beras sintetis
diperoleh lama penanakan beras sintetis yang bervariasi. Sampel yang diuji terdiri
dari 2 perlakuan bobot, yaitu 250 gram dan 500 gram. Waktu penanakan sampel
dengan bobot 250 gram, yaitu berkisar antara 45 menit sampai 62 menit,
sedangkan waktu penanakan sampel dengan bobot 500 gram, yaitu berkisar antara
58 menit sampai 68 menit. Lama penanakan beras sintetis dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 4. Lama penanakan beras sintetis menjadi matang
Secara teoritis, kadar air butiran dan pemberian banyaknya air pada saat
penanakan mempengaruhi lama penanakan beras sintetis. Pemberian air yang
lebih sedikit akan membuat waktu penanakan beras sintetis menjadi lebih singkat
karena penyerapan air oleh bahan menjadi semakin cepat. Sebaliknya, pemberian
air dalam jumlah yang banyak akan membuat waktu penanakan beras sintetis
semakin lama. Hal tersebut terjadi karena kemampuan beras sintetis dalam
menyerap air mencapai titik maksimum, sehingga air yang digunakan untuk
menanak nasi tidak terserap secara keseluruhan. Air yang tidak terserap akan 0
CT JTP05 JTP15 JTP25 JTR05 JTR15 JTR25 N.B.
53 57
Bahan Beras Sintetis
8
habis melalui penguapan saat penanakan. Lama penanakan beras dari jagung
menurut Sugiyono dkk (2004) disebabkan karena ikatan homogen antar molekul
amilosa lepas serta sifat amorf pada tepung jagung mengikat molekul air yang
banyak.
4.4. Pengujian Preferensi
Pengujian preferensi merupakan penilaian terhadap suatu produk makanan
berdasarkan tingkat kesukaan/penerimaan konsumen. Penilaian preferensi yang
dilakukan terhadap nasi berbahan dasar tepung jagung dengan uji kesukaan
(hedonik) terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur. Pengujian preferensi
dilakukan dengan meminta penilaian kepada panelis dengan jumlah panelis 32
orang. Panelis masing-masing diberikan borang penilaian preferensi. Borang
tersebut terdiri dari 5 tingkat kesukaan panelis, yaitu sangat suka, suka, agak suka,
tidak suka dan sangat tidak suka.
Berdasarkan parameter penilaian preferensi (rasa, aroma, tekstur, dan warna),
pada Gambar 10 menunjukkan bahwa beras sintetis yang disukai oleh panelis
untuk semua parameter penilaian adalah nasi beras sintetis yang terbuat dari
campuran tepung jagung 95% dan tepung tapioka 5%.
Hasil pengujian preferensi beras sintetis berdasarkan masing-masing parameter
ditunjukkan pada Gambar 10 dan pengujian preferensi berdasarkan rata-rata poin
9
Gambar 5. Pengujian preferensi berdasarkan parameter
Gambar 6. Grafik poin rata-rata hasil pengujian preferensi 2,20
2,60 3,00 3,40 3,80
Aroma
Warna
Rasa Tekstur
10
Hasil uji preferensi terhadap nasi beras sintetis didapatkan bahwa panelis
memiliki kecenderungan menyukai nasi beras sintetis dengan campuran, baik itu
dengan campuran tepung tapioka maupun terigu, sedangkan nasi beras sintetis
yang terbuat dari 100% tepung jagung agak disukai oleh panelis. Nasi beras
sintetis yang paling banyak disukai panelis adalah nasi beras sintetis yang terbuat
dari campuran tepung jagung 95% dan tepung tapioka 5%.
1. Rasa
Rasa merupakan hal yang cukup menentukan penerimaan bahan makanan oleh
konsumen. Rasa yang enak biasanya akan disukai walaupun tampilan kurang
menarik (Hubeis, 2008). Hasil pengamatan pada rasa nasi beras sintetis yang
telah dilakukan dapat di lihat pada Gambar 12.
Data pengujian preferensi terhadap rasa nasi beras sintetis menunjukkan bahwa
nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung dan tepung tapioka
untuk semua perlakuan disukai oleh panelis. Di samping itu, nasi beras sintetis
yang terbuat dari campuran tepung jagung dan tepung terigu, hanya beras sintetis
yang terbuat dari campuran tepung jagung 75% dan tepung terigu 25% yang
disukai oleh panelis. Rasa nasi beras sintetis yang terbuat dari 100% tepung
jagung agak disukai oleh panelis.
Pengujian preferensi rasa pada masing-masing perlakuan didapatkan seperti
terlihat pada Gambar 13. Gambar 13 menunjukkan bahwa rasa nasi beras sintetis
yang paling banyak disukai panelis adalah nasi beras sintetis yang terbuat dari
11
Gambar 7. Tingkat kesukaan pada rasa nasi beras sintetis.
Gambar 8. Nilai rata-rata tingkat kesukaan rasa nasi beras sintetis
Data hasil penilaian rata-rata terhadap rasa nasi beras sintetis dari 7 perlakuan,
hanya ada 1 perlakuan yang disukai yaitu nasi beras sintetis yang terbuat dari
campuran tepung jagung 95% dan tepung tapioka 5%, yaitu dengan skor 3,7.
Nasi beras sintetis berbahan 100% tepung jagung memperoleh skor paling rendah
yaitu 2,9.
CT JTP05 JTP15 JTP25 JTR05 JTR15 JTR25
12
Rasa nasi beras sintetis yang disukai panelis adalah rasa nasi yang netral, dimana
tidak terlalu berasa jagung maupun berasa tepung campuran. Rasa nasi beras
sintetis berbahan dasar tepung jagung rata-rata hanya agak disukai oleh panelis.
Panelis yang belum pernah merasakan nasi beras sintetis berbahan dasar tepung
jagung ini menganggap rasa dari beras sintetis aneh dikarenakan panelis belum
terbiasa dan masih awam terhadap nasi beras sintetis. Panelis diduga akan
menyukai nasi beras sintetis apabila sudah terbiasa makan nasi beras sintetis,
selain itu juga dalam pengujian preferensi rasa ini hanya mencoba merasakan nasi
beras sintetis saja tanpa ada tambahan pelengkap. Penambahan pelengkap (lauk
dan sayur) seperti halnya ketika panelis makan nasi beras biasa dirasa akan
menambah selera panelis.
2. Aroma
Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih
produk yang disukai. Hasil pengujian tingkat kesukaan terhadap aroma pada nasi
beras sintetis ditunjukkan pada Gambar 14. Hasil pengujian preferensi pada
aroma nasi beras sintetis, yaitu nasi beras sintetis berbahan 100% tepung jagung
agak disukai panelis sedangkan nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran
tepung jagung dan tepung tapioka atau terigu rata-rata hanya agak disukai oleh
panelis. Dari 7 perlakuan bahan, hanya 3 perlakuan bahan yang disukai
aromanya. Nasi beras sintetis yang disukai panelis yaitu nasi beras sintetis yang
terbuat dari campuran jagung 95% dan tepung tapioka 5% dan nasi beras sintetis
13
dengan nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung 85% dan
tepung terigu 15%.
Gambar 14 menunjukkan bahwa nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran
tepung jagung 85% dan tepung terigu 15% paling banyak disukai oleh panelis.
Penilaian terhadap aroma nasi beras sintetis yaitu dengan memakan selayaknya
nasi biasa, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian berupa tingkat
kesukaan. Penilaian ini dilakukan juga untuk mengetahui tingkat penerimaan
panelis terhadap aroma nasi beras sintetis.
Gambar 9. Tingkat kesukaan pada aroma nasi beras sintetis
Gambar 15 merupakan nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
nasi beras sintetis. Tingkat kesukaan pada aroma beras sintetis berdasarkan
jumlah panelis, masing-masing perlakuan banyak disukai oleh panelis. Tingkat
kesukaan pada aroma beras sintetis berdasarkan rata-rata penilaian panelis, aroma
nasi beras sintetis hanya agak disukai. Perlakuan yang disukai oleh panelis dari 7 0
10 20 30 40 50 60
Sangat Suka
Suka
Agak Suka Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
14
perlakuan hanya ada 1 perlakuan, yaitu nasi beras sintetis yang terbuat dari
campuran tepung jagung 95% dan tepung tapioka 5%.
Gambar 10. Nilai rata-rata tingkat kesukaan aroma nasi beras sintetis
Nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung 95% dan tepung
tapioka 5% disukai panelis diasumsikan karena aroma nasi beras sintetis pada
perlakuan tersebut beraroma hampir netral, tidak terlalu beraroma jagung dan
tidak terlalu beraroma tepung campuran. Nasi beras sintetis yang terbuat dari
100% tepung jagung masih beraroma jagung dan nasi beras sintetis yang terbuat
dari campuran tepung jagung 85% dan tepung tapioka 15% serta nasi beras
sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung 75% dan tepung tapioka 25%
beraroma tepung tapioka sehingga aromanya kurang disukai oleh panelis.
3. Tekstur
Tekstur pada makanan merupakan suatu komponen yang menjadi penentu dalam
cita rasa makanan. Sensitifitas indera pada cita rasa makanan dipengaruhi oleh
tekstur makanan. Makanan yang memiliki tekstur padat atau kental akan
15
lembut atau lunak akan memberikan rangsangan lebih cepat terhadap indera kita
(Hubeis, 2008).
Hasil pengujian preferensi rasa pada nasi beras sintetis ditunjukkan pada Gambar
16. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap tekstur nasi
beras sintetis sangat bervariasi. Perlakuan nasi beras sintetis sebagian besar
disukai oleh panelis, hanya ada 1 perlakuan nasi beras yang agak disukai.
Perlakuan yang banyak disukai panelis dari 7 perlakuan yang ada yaitu perlakuan
nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung 75% dan tepung
terigu 25%. Penilaian tekstur nasi beras sintetis ini dilakukan dengan merasakan
tekstur butiran nasi beras sintetis saat dimakan serta penampakan nasi beras
sintetis. Tekstur nasi beras sintetis yang dirasakan oleh panelis saat nasi beras
sintetis dimakan yaitu berupa keremahan nasi selanjutnya dinilai oleh panelis itu
sendiri, apakah panelis menerima atau tidak tekstur nasi beras sintetis tersebut.
.
Gambar 11. Tingkat kesukaan tekstur pada nasi beras sintetis 0
10 20 30 40 50 60
Sangat Suka
Suka
Agak Suka Tidak Suka
Sangat Tidak Suka
16
Gambar 12. Nilai rata-rata tingkat kesukaan tekstur nasi beras sintetis
Gambar 17 menunjukkan penilaian tingkat kesukaan terhadap tekstur nasi beras
sintetis berdasarkan nilai rata skor tingkat kesukaan. Penilaian terhadap
rata-rata tingkat kesukaan tekstur nasi beras sintetis hanya ada 1 pelakuan yang disukai
oleh panelis, yaitu nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung
95% dan tepung terigu 5% dengan skor 3,5 sedangkan perlakuan lain hanya agak
disukai oleh panelis karena skor rata-rata hanya 3,1 sampai 3,3. Tekstur nasi
beras sintetis yang disukai memiliki bentuk butiran yang seragam dan tidak terlalu
kenyal atau remah saat dimakan.
4. Warna
Warna merupakan salah satu parameter yang dinilai berdasarkan tingkat kesukaan
konsumen. Pengujian ini dilakukan oleh panelis konsumen yang disebut uji
kesukaan atau uji hedonik. Uji hedonik panelis diminta memberi penilaian
pribadi tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap nasi beras sintetis.
Penentuan mutu bahan makanan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa
faktor diantaranya rasa, warna dan nilai gizinya. Faktor warna biasanya
17
menentukan tingkat kesukaan konsumen. Bahan pangan yang dilihat atau
dipandang kurang menarik, umumnya kurang diminati.
Hasil penilaian uji preferensi warna terhadap nasi beras sintetis ditunjukkan pada
Gambar 18.
Gambar 13. Tingkat kesukaan pada warna nasi beras sintetis
Hasil pengujian preferensi warna pada nasi beras sintetis menunjukkan bahwa
panelis cenderung menyukai warna nasi beras sintetis. Panelis menyukai 4 dari 7
perlakuan yang diuji. Tiga perlakuan hanya agak disukai oleh panelis.
Nasi beras sintetis yang paling banyak disukai oleh panelis adalah nasi beras
sintetis yang terbuat dari campuran tepung jagung 85% dan tepung tapioka 15%.
Nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung lain, ada yang hanya agak
disukai oleh panelis, yaitu nasi beras sintetis yang terbuat dari campuran tepung
jagung 75% dan tepung terigu 25%. nasi beras sintetis yang terbuat dari 100%
tepung jagung dalam pembuatan beras sintetis, agak disukai oleh panelis. 0
10 20 30 40 50 60 70
Sangat Suka
Suka
Agak Suka Tidak Suka
Sangat Tidak Suka