• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fertilitas Spermatozoa Ejakulasi dan Epididimis Domba Garut Hasil Kriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris dengan Berbagai Krioprotektan dan Antioksidan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fertilitas Spermatozoa Ejakulasi dan Epididimis Domba Garut Hasil Kriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris dengan Berbagai Krioprotektan dan Antioksidan"

Copied!
326
0
0

Teks penuh

(1)

DOMBA GARUT HASIL KRiOPRESERVASI MENGGUNAKAN

MODIFIKASI PENGENCER TRiS DENGAN BERBAGAI

KRIOPROTEKTAN DAN ANTIOKSIDAN

MUHAMMAD RIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2005

(2)

MUHAMMAD RIZAL. Fertilitas Spermatozoa Ejakulat dan Epididimis Comba Garut Hasil Kriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengencer Tris dengan Berbagai Krioprotektan dan Antioksidan. Dibimbing oleh MOZES R. TOELIHERE sebagai ketua, TUTY L YUSUF, BAMBANG PURWANTARA, dan POLMER Z. SITUMORANG masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing.

Spermatozoa domba sangat sensitif temadap perubahan suhu yang ekstrim selama proses kriopreservasi semen. Kualitas semen beku domba garut dapat dipertahankan dengan menambahkan berbagai senyawa krioprotektan seperti laktosa dan gliserol serta senyawa antioksidan seperti glutation dan p-karoten. Oemikian pula halnya dengan upaya kriopreservasi spennatozoa asal cauda epididimis yang merupakan salah satu altematif sumber garnet hewan jantan untuk keperiuan penerapan teknobgi reproduksi, karena spennatozoa tersebut telah memiliki motilitas dan

daya

membuahi oosit.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Budidaya Petemakan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Jakarta; Petemakan Domba Laga "Lesan Putra", Bogar, dan Laboratorium Pascapanen Departemen Pertanian, Bogo, dari bulan Juli 2001 hingga bulan April 2004. Tujuan penelitian adalah: (1) menguji konsentrasi optimum laktosa dan gliserol dalam pengencer semen beku

domba

garut, (2) menguji pengaruh penambahan glutation dan セMォ。イッエ・ョ@ dalam berbaga; konsentrasi temadap kualitas semen beku domba garut, (3) menguji pengaruh lama penyimpanan epididimis terhadap kualitas spermatozoa

cauda

epididimis yang telah dibekukan pada domba garut, (4) menguji respons domba garut betina terhadap implan CIDR-GCI dalam merangsang terjadinya estrus, dan (5) menguji kemampuan fertilitas semen baku hasil ejakulasi dan spermatozoa

cauda

epididimis yang telah dibekukan pada

domba

garut. Metode penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian dan dilaksanakan secara bertahap.

Hasil penelitian pada percobaan. pertama tentang karakteristik penampilan reproduks; domba jantan didapatkan bahwa pejantan melakukan ejakulasi pertama, kedua, dan ketiga rata-rata pada detik ke 28.91, .86.5, dan 175.58. Volume, konsentrasi, persentase motilitas, TAU, dan MPU masing-masing rata-rata 0.97 ml, 3954.05 juta/ml, 77.07%,86.74%, dan 87.94%. Kandungan protein, fruktosa, vitamin C, vitamin E, natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor, klorida, dan mangan plasma semen

adalah:

4140, 180,3.2,24, 180, 117, 9, 6.12, 50, 104 dan 5 mg/100 ml. Panjang dan

leba,

kepala serta panjang eko, spermatozoa rata-rata 6.59, 3.99, dan 42.65,.m. Panjang dan leba'testis kanan rata-rata 12.71 dan 6.5 em sama persis dengan ukuran testis kiri, sedangkan lingka, skrotum rata-rata 32.36 em. Setiap pejantan mampu menghasilkan semen baku rata-rata 44 straw mini dengan konsentrasi 200 juta spermatozoa matil dari tiga kali ejakulasi. Dapat disimpulkan semua pejantan memiliki libido yang til1QQi dan mamP!J

menghasilkan semen berkualitas baik. . -"

(3)

persentase motilitas dan spermatozoa hidup tahap setelah thawing ー・セ。ォオ。ョ@ LOJ (43.33% dan 53.61 %) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan LD (35.83% dan 48.05%) dan L.", (38.33% dan 48.50%). Hasil yang sama juga ditunjukkan pada parameter persentase TAU dan MPU. Pada tahap setelah thawing, rata-rata persentase TAU dan MPU セ。ォオ。ョ@ LOJ (44.94% dan 44.22%) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ー・セ。ォオ。ョ@ LD (38.94% dan 40.39%) dan L.", (39.83% dan 38.55%). Pada penakuan gliserol, rata-rata persentase motilitas dan spermatozoa hidup setelah thawing ー・セ。ォオ。ョ@ Go (42.78% dan 52.55%) nyata (P<0.05) lebih tinggi dibandingkan dengan G3 (37.50% dan 48.78%) dan G7 (39.17% dan 48.39%). Hasil yang sarna juga ditunjukkan pada parameter rata-rata persentase TAU dan MPU. Pada tahap setelah thawing, rata-rata persentase TAU dan MPU perlakuan Go (44.78% dan 44.22%) nyata (P<O.05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan G3 (38.94% dan 39.50%) dan G7 (39.61% dan 39.44%). Dapat disimpulkan bahwa penambahan 60 mM laldosa dan 5% gliserol di dalam pengencer Tns merupakan kombinasi terbaik dalam menghasilkan semen baku domba garut.

Hasil penelitian pada percobaan ketiga tentang penambahan bartlagai konsentrasi glutation dan セォ。イッエ・ョ@ di dalam pengencer semen beku menunjukkan

bahwa

rata-rata persentase motilitas dan spermatozoa hidup setelah thawing perlakuan

GIo.05

(52.78% dan 58.78%),

GIo.1O

(53.33% dan 59.67%) dan KID.OO2 (50.55% dan 56.78%) nyata (P<O.05) lebih tinggi dibandingkan dengan ー・セ。ォオ。ョ@

GIo .• 5

(49.44% dan 55.22%), KID.IXI' (48.11% dan 52.89%), KID.OO3 (48.67% dan 53.33%), dan kontrol (48.67% dan 52.33%). Pada tahap setelah thawing, rata-rata persentase TAU dan MPU spermatozoa ー・セ。ォオ。ョ@

GIo.05

(54.22% dan 56.22%),

GIo .•

o (54.00% dan 56.44%),

GIo .• 5

(51.22% dan 53.11%), dan KID.OO2 (51.00% dan 53.78%) nyata (P<O.05) lebih tinggi dibandingkan dengan KID.IXI' (49.00% dan 50.00%), KID.OO3 (48.89% dan 49.67%), dan kontrol (47.11% dan 48.44%). Konsentrasi MDA semen baku setelah thawing perlakuan

GIu05

(2.69 mglkg),

GIo .•

o (2.92 mgA<g),

GIo.'5

(2.74 mglkg), KID.IXI' (3.37 mg/kg), KID.1XlZ (3.60 mgIkg), dan KID.OO3 (4.61 mgA<g) nyata (P<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (5.24 mglkg). Dapat disimpulkan bahwa penambahan dengan konsentrasi 0.05% glutation atau 0.10% glutation atau 0.002% Il-karoten di dalam pengencer Tris merupakan dosis yang optimal dalam meningkatkan kualitas semen baku domba garut.

Hasil penelitian pada percobaan keempat _ng pembekuan spennatozoa epididimis didapatkan konsentrasi spermatozoa rata-rata sebanyak 13993.33 juta/ml. Rata-rata persentase motilitas dan spermatozoa hidup setelah pengenceran ー・セ。ォオ。ョ@

(4)

persyaratan kualitas unbJk digunakan dalam program inseminasi buatan (18) dan produksi embrio secara in vitro.

Hasil penelitian kelima tentang fertilitas semen beku dan spennatozoa cauda

epididimis yang telah dibekukan menunjukkan bahwa fertilitas semen beku hasil ejakulasi

nyata lebih tinggi dibandingkan dengan spanmatozoa cauda epididimis yang telah

dibekukan. Rata-rata 9S.24% betina ュ・ュー。セゥィ。エォ。ョ@ gejala utama estrus, yakni betina

diam saat dinaiki pajantan pengusik (teaser). Persentase esbus

yang

diperoleh adalah

100%, sedangkan waktu awal munculnya Hッョウ・セ@ esbus adalah rata-rata 33.67 jam

setelah pelepasan implan CIDR-G°. Persentase kebuntingan dan kelahiran ー。セ。ォオ。ョ@

GIo.05 (S8.33% dan 58.33%) nyata (P<O.OS) lebih tinggi dibandingkan dengan ー。セ。ォオ。ョ@

Ho (44.44% dan 33.33%). Dapat disimpulkan bahwa spanmatozoa ha .. 1 ejakulasi dan

yang dikoleksi dan cauda epididimis domba garut dan telah dibekukan layak digunakan

dalam program IB secara intracervical serta menghasilkan angka kebuntingan dan

kelahiran yang cukup tinggi.

ABSTRACT

MUHAMMAD RIZAL Fertility of Ejaculate and Epididymal Spanmatozoa of Garut Ram

Cryopreserved using Modified Tns Extender with Various Cryoprotectants and

Antioxidants. Under the suparvision of MDZES R. TOELIHERE as chainman, TUTY

L.

YUSUF, BAMBANG PURWANTARA, and POLMER Z. SITUMORANG as members of the

Supervisory Committee.

Ram sperm are sensitive to extreme changes in temperature during the freeze--thaw process. Quality of frozen semen of garut ram can be maintained

with

the

addition of various concentrations

of

cryoprotectants e.g. lactose and glycerol

and

antioxidants e.g. glutathione and p-carotene. Faze" cauda epididymal

sperm

can be used as an atternative of male gamete source for application in reproductive technok>gy. because the sperm is

motile and have ability for fertilizing the oocyte.

This research had been carried out in the Laboratory of Animal Breeding

Technology of the Agency for Assessment and Application of Technology, Jakarta; "Lesan

Putra" Animal Breeding, Bogar, and Laboratory of Agriculture

Post

Ha ... st of the

Research Institute for AgricuHure Post Harvest of the AgnOJ1tuta1 Ministry, Bogar, from

July 2001 to April 2004. The objectives of this research are: (1) to examine various

optimum concentrations of ladose and glycerol in Tns extender for frozen semen of garut

ram, (2) to examine the effect of addition of glutathione and

p-carotene

in vanous

concentrations on the quality of frozen semen of garut ram, (3) to examine the effect of

storage period of epididymis on the quality of frozen cauda epididymal

spann

of garut ram,

(4) to examine the estrus response of garut ewes on administration of CIOR-GCI• and

(S) to examine the pragnancy and lambing rate of frozen semen from ejaaJlation and

frozen spenm from cauda epididymis of garut ram. Methodology of the research follows

(5)

175.58 seconds, respectively. Fresh semen volume, sperm concentratiOn, percentages

of

motility, intact acrosomal

cap

(lAC), and intact plasma membrane (IPM) were 0.97 ml,

3954.05 million/ml, 77.07%, 86.74%, and 87.94%, respectively. Protein value, fructose, vitamin C, vitamin E, sodium, potassium, calcium, magnesium, phosphor, chloride, and

mangan in the seminal plasma of fresh semen were 4140, 180, 3.2, 24, 180, 117,9,6.12,

50, 104, and 5 mgIml, respectively. The length and width of sperm head and length of

sperm tail were 6.59, 3.99, and 42.65 jJITI, respectively. The length and width

measurement of right and left testis, and scrotal circumference

were

12.71, 6.5, and

32.38 em, respectively. Capacity of each gaM ram

to

produce frozen semen for three

consecutive ejaculations was 44 mini straw with the ooncentration

of

200 million motile sperm per 0.25 ml. In conclusion, all ram had high libido and produce semen with good quality.

Results of the second experiment about addition of various concentrations

of

lactose and glycerol in frozen semen extender showed that there was no interaction

between lactose and glycerol in improving the quality of sperm after dilution, equilibration,

and thawing. Percentages of post thawing motility and live sperm for lID (43.33% and

53.61%) were significanHy (P<0.05) higher than LD (35.83% and 48.05%) and LI20

(38.33% and 48.50%). Percentages of post thawing lAC and IPM for lID (44.94% and

44.22%) were significanHy (P<O.05) higher than LD (38.94% and 40.39%) and LI20

(39.83% and 38.55%). Percentages of post thawing motility and live sperm for

Gs

(42.78% and 52.55%) were sigMicanHy (P<O.05) higher than G3 (37.50% and 48.78%)

and

G7

(39.17% and 48.39%). Percentages of post thawing lAC and IPM for

Gs

(44.78%

and 44.22%) were significanHy (P<0.05) higher than G3 (38.94% and 39.50%) and

G7

(39.61 % and 39.44%). In conclusion, addition of 60 mM lactose and 5% glycerol is the

best combination in Tris extender to produce frozen semen

of

garut ram.

Results of tha third experiment about addition of various concentrations of

glutathione and セM」。イッエ・ョ・@ in frozen semen extender showed that mean percentages of

post thawing motility and Ii"" sperm for GIo.IE (52.78% and 58.78%), GIo.l0 (53.33% and

59.67%), and KID.0J2 (50.55% and 58.78%) were significanHy (P<O.05) higher than GIo.15

(49.44% and 55.22%), KID.IXl1 (46.11% and 52.89%), KiD.(Xl3 (46.67% and 53.33%), and

conlrol (48.67% and 52.33%). Mean percenlages of post thawing lAC and IPM fOr GIo.!E

(54.22% and 58.22%), GIo.l0 (54.00% and 58.44%), GIo.'5 (51.22% and 53.11%)

were

significanHy (P<O.05) higher than KID.OO1 (49.00% and 50.00%), KID.(Xl3 (48.89% and

49.67%), and control (47.11% and 48.44%). Malondialdehide (MDA) concentration of

frozen-thawed semen for GIo.!E (2.69 mglkg), GIo.l0 (2.92 mglkg), GIo.15 (2.74 mgIkg),

KID.OO1 (3.37 mgIkg),

KiD.1Xl2

(3.80 mglkg), and KID.(Xl3 (4.61 mglkg) were significanHy

(P<O.05) lower than conlrol (5.24 mgIkg). In condusion, addition of 0.05% glutathione,

0.10% glutathione, or 0.002% セイッエ・ョ・@ in Tris extender is the optimum dose in

improving frozen semen qualtty

of

garut ram.

Results of the fourth experiment about

cryopreservation

of cauda epididymal sperm

showed that the mean sperm concentration was 13,993.33 million/ml. Mean percenlages

of sperm motility and live sperm for Ho (71.25% and 82.63%) and

HI

(70% and 79.17%)
(6)

cytoplasmic droplet parameters. Mean parcantages of sperm lAC and IPM for

He

(85.83%

and 81.33%) were significantly (P<0.05) higher than

H,

(83.67% and 79.5%),

H2

(78.83%

and 78.17%), and H3 (74.5% and 71.67%). Sperm quality of post equilibration for

He

and

H,

were significantly (P<O.05) higher than

H2

and H3. Mean percentages of post thawing

sperm motility and Ii"" for

He

(45.00% and 54.50%) were significantly (P<O.05) higher than

H,

(36.67% and 47.33%),

H2

(20.63% and 25.00%), and H3 (20.00% and 28.63%). Mean

percentages of post thawing sperm lAC and IPM for

He

(47.83% and 48.63%) were

signif1C8ntly (P<O.05) higher than

H,

(42.67% and 36.50%),

H2

(27.17% and 26.50%), and

H3 (24.67% and 25.00%). In conclusion, freeze-thawed ram epididymal

sperm

collected

from fresh cauda epididymis _ r slaughter can be used for artificial insemination (AI) and

in

vitro

embryo production programs.

ResuHs of the fifth experiment about fertility of thawed semen and

frozen-thawed cauda epididymal sperm showed that fertility of frozen-thawed semen was

significantly higher than frozen-thawed cauda epididymal sperm. Mean percentage of

standing heat as especial symptom of estrus

was

9524%. Percentage of estrus was

100%, and onset estrus was 33.67 hours after release of CIDR-G°. Pregnancy and

lambing rate for Gkla; (58.33% and 58.33%) was significantly (P<O.05) higher than

He

(44.44% and 33.33%). In conclusion, frozen semen from ejaculation and frozen sperm
(7)

Dengan ini Saya menyatakan bahwa disertasi befjudul Fartilitas Spennatozoa Ejakulat dan Epididimis Domba

GaM

Hasil Kriopreservasi Menggunakan Modifikasi Pengenoer Tris dengan Berbagai Krioprolektan dan Antioksiden adalah karya Saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk

apa

pun pads perguruan tinggi mana pun. Sumber infonnasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dilerbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

leks

dan dicantumkan dalam Dattar PUslaka di bagian akhir setiap topik disertas! ini.

Bogor, Januari 2005

(8)

DOMBA GARUT HASIL KRiOPRESERVASI MENGGUNAKAN

MODIFIKASI PENGENCER TRiS DENGAN BERBAGAI

KRIOPROTEKTAN DAN ANTIOKSIDAN

MUHAMMAD RIZAL

Dlsertasi

sebagal salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studl BlolO9I Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

MENGGUNAKAN MODIFIKASI PENGENCER TRIS

DENGAN BERBAGAI KRIOPROTEKTAN DAN

ANTIOKSIDAN

Nama

: Muhammad Rizal

NIM

:995099

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Mozes

R.

Toelibere. M.Sc.

Ketua

---

...

セMMBBGNZZZZZMM

Dr. drh. Bambang Purwantam. M.Sc.

Anggota

Dr. drh. Tuty L. Yusuf. M.S.

Anggota

Dr.

Ir. Po/mer Z. Situmoranq

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Bio/ogi Reproduksi

----Dr. drh. Tuty L Yusuf. M.S.

Tanggal Ujian: 1 Pebruari 2005

Deken Seko/ah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogar

Prof.

Dr.

Ir. Syafrida Manuwoto. M.Sc.

(10)

Penulis dilahirkan di Enrekang, Sulawesi Selatan pada tanggal 28 Pebruali 1965. Penulis merupakan anak kelima di antara sembila" bersaudara

dari

pasangan Muhammad Amin dan Sitti Halidjah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Teladan Nageli 1 Enrekang pada tahun 1977 serta pendidikan menengah di Sekolah Menengah Pertama Nageli 1 Enrekang pada tahun 1981dan Sekotah Menengah Atas Nageli 374 Enrekang pada tahun 1984. Gelar sarjana strata 1 penulis raih

dan

Jurusan Produksi Temak,

Fakultas Petemakan, Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang pada tahun 1989 dan sarjana strata

2

dari Program Studi Biologi Reproduksi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 1998. Sejak tahun 1999 penulis l e _ r sebegai mahasiswa program doklor (strata 3) pada Program Studi Biologi Reproduksi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1991 penulis diangkat sebagai sial pengajar

tetap

pada Jurusan Petemakan, Fakultas Pertanian, Universitas Pattimura, Ambon.

Sebanyak enam artikel dari disertasi ini yang telah dipublikasikan di berbagai

jumal, yakni:

1. Kualitas semen beku domba garut dalam berbagai konsentrasi gliseml. Jumal llmu Temak dan Veteriner 7(3): 194-199, 2002. Diterbitl<an oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Departemen Pertanian, Bogor.

2. Efektivitas berbagai konsentrasi glutation lelihadap kualitas semen yang telah dibekukan

pacta

domba garul Jumal Biosains 7(1): 22-28, 2002. Diterbitl<an oIeh tujuh PUsat Antar Universitas Biosains, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogar, dan Universitas Gadjah Mada.

3. Kriopreservasi semen domba garut dalam pengencer Tns dengan konsentrasi laktosa yang berbada.

Media

Kedolderan Hewan 19(2): 79-83, 2003. Diterbitl<an oleh Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Air1angga, Surabaya.

4. Karaklelistik penampilan repmduksi pejanlan domba garut. Jumalllmu Temak dan Veleriner 8(2): 134-140, 2003. Diterbitl<an oIeh Pusat Penelitian dan Pengembangan Petemakan, Departemen Pertanian, Bogor.

(11)

6. Pengaruh waktu penyimpanan epididimis pada suhu 5

"C

terhadap kualltas spennatozoa epididimis domba garut. Juma/ Veteriner5(3): 95-103, 2004. セイ「セョ@
(12)

Penulis mengucapkan syukur kehadirat Allah Rabbul Alamin karena berKat

rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini

dapat

diselesaikan dengan baik. Oisertasi ini memuat hasil penelitian tentang metode pembekuan (kriopreservasi)

semen hasil ejakulasi dan spennatozoa yang dikoleksi dari cauda epididimis hewan yang telah disembelih dengan menggunakan kombinasi beberapa krioprotektan dan antioksidan serta inseminasi buatan (18) pada domba garut. Penelitian ini dimaksudkan sebagai

upaya untuk meningkatkan produktivitas dan perbaikan mutu genetik temak, pelestanan

sumberdaya temak unggul, hewan-hewan langka,

serta

hewan-hewan yang bermasalah

dalam melakukan proses ejakulasi secara nonnal atau tidak memberikan respons terhadap upaya penampungan semen menggunakan alat bantu serta hewan atau temak

yang mati secara mendadak.

Penelitian ini terdiri atas lima percobaan dan sebagian besar telah dipublikasikan di berbagai jumal ilmiah yang terakreditasi. Bagtan pertama telah dipublikasikan satu buah

artikel beljudul Karaktenstik penampilan reproduksi pejantan domba garut, Jurna/ llmu

Temak dan Veteriner 8(2): 134-140, 2003. Bagian kedua telah dipublikasikan dua buah

artikel beljudul Kualitas semen beku domba garut dalam berbagai konsenlrasi gliserol,

Juma/llmu Temak dan Veteriner 7(3): 194-1gg, 2002 dan Kriopreservasi semen domba

garut dalam pengenoer Tns dengan kOnsentrasi laldosa yang berbeda, Media Kedokteran

Hewan 19(2): 79-83, 2003. Bagian ketiga telah dipublikasikan

satu

buah artikel beljudul

Efektivitas berbagai konsenlrasi glutation terhadap kualitas semen yang

teIah

dibekukan

pada domba garut, Juma/ Biosains 7(1): 22-28, 2002. Bagian keempat telah

dipublikasikan dua buah artikel beljudul Pengaruh waklu penyimpanan epididimis pada

suhu

5

'C

terhadap kualitas spermatozoa epididimis domba garut, Juma/ Veteriner 5(3):

95-103, 2004 dan Penyimpanan epididimis domba pada suhu 5

'C

salama tiga han:

Pengaruhnya

terhadap

kualitas spermatozoa yang telah dibekukan, Media Kedokteran

Hewan 20(2): 57-61, 2004.

Penulis mengucapkan tenma kasih dan penghargaan yang tinggi pada Bapak Prof.

Dr. drh. Mozes R. Toelihere, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing, Ibu Dr. drh. Tuty L.

Yusuf, M.S., Bapak

Dr.

drh. Bambang Purwantara, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Poimer Z.

Silumorang masing-masing sebagai anggata komisi pembimbing alas arahan dan

(13)

M. Agus Setiadi, Bapak Dr. dm. Iman Supriatna, dan Bapak Dr. Ir. I Ketul Sutama, M.Sc., APU sebagai penguji luar komisi yang telah memperkaya disertasi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih

pacta

pimpinan Universitas Pattimura, Institut

Pertanian Bogar,

Sekolah

p。ウ」。ウ。セ。ョ。@ IPB, Program Studi Biologi Reproduksi BPs-IPB,

serta Departeman Reproduksi dan Kebidanan FKH-IPB beserta seluruh slaf alas

kesempatan dan segala fasilitas yang disediakan selama penutis menempuh pendidikan. Ucapan terima kasih disampaikan juga pada tim manajemen Beasiswa Program

p。ウ」。ウ。セ。ョ。@ (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan

Nasional, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta, petemakan

domba Iaga Lesan Putra PT. Sarbi Moemani Lestari Bogor, Pemerintah Prollinsi Sulawesi

Salatan (Sulsel), Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulsel, dan PT. Indofood Sukses

Makmur Jakarta alas bantuan dana,

hewan

percobaan, dan fasilites-fasilitas pendukung

lainnya sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik.

Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan pada Herdis, Ahmad Salamet Aku, Lenlan Djaelani, Endang Triwulanningsih, Bess Tiesnamurti, Arief Boediono,

Noor Aidawati, Marlene Nalley, Odilia Rovara, R. lis Arifiantini, Yulnawati, Takdir Sam, dan

Ristika Handarini atas banbJannya selama penelitian dan penulisan disertasi. Hal yang sama juga disampaikan pada seluruh rekan-rekan. mahasiswa Program Studi Biologi

Reproduksi dan berbagai pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu.

Sebagai ucapan terima kasih dan rasa

cinta, penulis

mendedikasikan kalYa

yang

sederhana ini pada lbunda Sitti Halidjah dan Ayahanda Muhammad Amin serta

kakak-kakak dan adik ... dik ates semua rasa cinte, bimbingan, serta bantuan materi dan

dorongan monl _ingga penulis dapatmenyelesaikan PfOses pendidikan yang berat ini.

Hanya Allah

swr

lah yang mampu membalas semua kebaikan itu.

Akhimya penulis berharap bahwa apa

yang

telah dihasilkan ini dapat bennanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang serta dapat menjadi

bagian dari solusi dalam upaya pengembangan petemakan di Indionesia, khususnya

petemakan domba.

(14)

Halaman

DAFTAR TABEL

...

xiii

DAFTAR GAMBAR

...

xiv

PENDAHULUAN ...

1

Latar Belakang ... ... ... ... ... ... ... 1

Tujuan Penelitian ...

4

Manfaat Penelitian ...

5

Hipotesis ...

5

Dattar Pustaka ... ... ... ... ... ... ... ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... ,'...

6

Domba Garut (Priangan) ... 6

Pengenceran Semen ... _...

6

Kriopreservasi (Pembekuan) Semen ... 8

Krioprotektan ... 9

Jenis dan Peranan Antioksidan dalam Meningkatkan Kualitas Semen 8eku ... ,_ 15 Pembekuan Spennatozoa yang Diaspirasi

dan

Epididimis ...

20

Sinkronisasi Estrus dan Evaluasi Kebuntingan ... ... ... ... 21

Dattar Pustaka ... 22

KARAKTERISTIK PENAMPILAN REPRODUKSI

DOMBA GARUT JANTAN ...

29

Abstrak ... :... 29

Abstract ... 29

Pendahuluan ... _... 30

Bahan dan Metode ... 31

Hasil dan PelTlbahasan ...

35

Ke.sirnpulan ... 51

Dattar Pustaka ... 51

EFEKTIVITAS BERBAGAI KONSENTRASI LAKTOSA DAN GUSEROL

TERHADAP KUAUTAS SEMEN BEKU

DOMBA

GARUT ...

55

Abstrak ... 55

Abstract ... 55

Pendahuluan ... 56

Bahan dan Melode ... 58

Hasil dan Pembahasan ... 61

Kesimpulan ... 72

(15)

Abstrak ... ...

76

Abstract. ... ... ... ... ... ... ... ...

76

Pendahuluan ... ... ... ... ... ... ... 77

Bahan dan Metode ... ... ... ... ... ... ... ... 79

Hasil dan Pembahasan ... ',' ' ... "... ...

82

Kesimpulan .... ... ... ... ... ... ... 91

Dallar Pustaka ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .... ... 92

EFEKTIVITAS WAKTU PENYIMPANAN EPIDIDIMIS TERHADAP KUALITAS

SPERMATOZOA EPIDIDIMIS YANG TELAH DIBEKUKAN

PADA DOMBA GARUT ...

94

Abstrak ...

94

Abstract .. ... ... ... .... ... ... ... ... ... ... ... ... .... .... 95

Pendahuluan ... 95

Bahan dan Metode ... ... ... 97

Hasil dan Pembahasan ... ... .... .... ... ... ... ...

100

Kesimpulan ...

108

Dallar Pustaka . ... . .. . ... .. . .. .. .. . . .. .. .. .. .. . . ... . . .... .. .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .... .. .. .... ... .. .. ... 1 09

FERTIUTAS SPERMATOZOA EJAKULAT DAN EPIDIDIMIS

YANG TELAH DIBEKUKAN PADA DOMBA GARUT ... 111

Abstrak .. ... ...

111

Abstract ...

111

Pendahuluan ... 112

Bahan dan Metode ...

113

Hasil dan Pembahasan ... " ... " ... ,'".. ... .... ... 116

Kesimpulan ... ... ... ... ... ... ... 126

Dallar Pustaka ... 126

PEMBAHASAN UMUM ... 129

Hubungan Antarparameter terhadap Karakleristik Penampiian Reproduksi Oomba Garut Jantan ...

129

Sinergi Antara Senyawa Krioprotektan dan Antioksldan dalam Mempertahankan Kualitas<lan Fertilitas Semen Beku Domba Garut ...

131

Pnospek Penerapan Teknologi IB pada Domba Secara Luas ...

137

Dallar Pustaka ... 139

KESIMPULAN UMUM DAN SARAN ... 140

Kesimpulan Umum ...

140

(16)

Halaman

1. Rata-rata respons tingkah laku kawin (libido) pejantan domba garut ... 36

2. Rata-rata karakteristik sffat fisik semen segar domba garut ... 39

3. Komposisi beberapa senyawa kimia plasma semen domba garut .. ... ... ... 45

4. Ukuran spermatozoa domba garut ... 47

5. Ukuran testis dan skrotum domba garut ... 49

6. Komposisi pengencer dasar ... 58

7. Pengaruh berbagai konsentrasi laktosa dan gliserol terhadap persentase motilitas spermatozoa domba

garut ... ' .. .,

62

B. Pengaruh berbagai kensentrasi laldosa dan gliserol tertladap persentase spermatozoa hidup domba garut ... ... ... ... ... 63

9. Pengaruh berbagai konsantrasi laldosa dan gliserol tertladap persentase TAU spermatozoa domba garut ... 67

10. Pengaruh berbagai kensentrasi laldosan dan gliserol terhadap persentase MPU spermatozoa domba garut .... ... ... ... ... ... .... 68

11. Komposisi modifikasi pengencer Tns ... 80

12. Pengaruh berbagai kensentrasi glutation dan p-karoten terhadap persentase motilitas spermatozoa domba garut .... ... ... ... ... ... ... 83

13. Pengaruh berbagai kensentrasi glutation dan Il-karoten tertladap persentase spermatozoa hidup domba garut ... ... ... ... B4 14. Pengaruh berbagai kensentrasi glutation dan

Jl-broten

terhadap persentase TAU spermatozoa domba garut ... :... 86

15. Pengaruh berbagai kensentrasi glutatien dan I\-k8roIen terhadap persentase MPU spermatozoa domba garut ... ,... 87

16. Rata-rata konsentrasi MDA semen beku domba garut setelah thawing ... 90

17. Kompasisi modifikasi pengencerT,;s ... 9B 18. Pengaruh waktu penyimpanan epididimis tert1adap kualilas spermatozoa asal cauda epididimis domba

garut...

102

19. Pengaruh waktu penyimpanan epididimis terhadap kualilas spermatozoa asal cauda epididimis domba garut setelah proses pengoIahan .. ... ... ... ... ... 105

20. Frekuensi kemunoJlan gejala-gejala estrus pads domba garut betina ... 116

(17)

Halaman

1. Rumus umum gliserol (Vaet dan Vaet 1990) ... 11

2. Mekanisme autooksidasi (Siregar 1992) ... 17

3. Spermatozoa yang hidup dilandai oleh kepala berwama putih (a)

dan spermatozoa yang mati dilandai oleh kepala belWama merah (b) . ... .... 41

4. Spermatozoa dengan membran plasma sel yang utuh dilandai oIeh akor

melingkar (a) dan yang rusak dilandai oleh ekor IUlUs (b) ... 44

5. Spermatozoa dengan tudung akrosom yang utuh dilandai oIeh ujung kepala

belWama hilam pekat (a) dan yang rusak dilandai oleh ujung kepala

belWarna putih (b) ... ... .... ... ... ... ... ... ... ... 44

6. A. Epididimis domba setetah dipisahkan dan testis, caput (a), corpus (b),

cauda (c), dan vas deferens (d). B. Penyimpanan epididimis

di dalam lernan

es...

97 7.

cauda

epididimis yang telah disayat dan dibilas-tekan dengan pengencer Tns .. 99 8. A. Embno (bulalan putih) umur 35 han, B. fetus umur 120 han, dan

C. kotiledon umur kebuntingan 83 han ... ... ... ... ... ... 120

9.

A.

Anak domba hasillB dan semen beku (Gioffi) dan B. Anak domba

hasillB dan spermatozoa epididimis yang telah dibekukan (Ho) ... 122

(18)

Latar Belakang

Domba garut (domba .priangan) merupakan hasil persilangan antara domba merino

dengan domba

kaapstadt

dari Afrika dan domba lokal Indonesia yang terbentuk sejak

tahun 1800-an, sehingga memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap lingl<ungan

Indonesia, terutama di daerah Jawa Bara!. Domba garut juga dikenal sebagai salah saw

jenis domba prolifik di daerah tropik serta memiliki berat badan yang relatif

Iebih

besar

dibandingkan dengan domba Iokal lainnya. MenuM Mason (1980)

domba

priangan

merupakan domba paling prolifik dibandingkan dengan persilangan priangan dan domba

ekor gemuk serta domba ekor gemuk dan domba ekor tipis lokal.

Domba

garut jantan

dewasa memiliki

berat

badan sekitar 60 - 60 kg, bahkan dapat mencapai lebih dari

100 kg, sehingga sangat memungkinkan dijadikan sebagai sumber bibH dan donor semen

dengan tujuan memperbaiki pertormans domba Iokal lainnya melalui pendekatan teknologi

reproduksi, seperti inseminasi buatan (18) atau produksi embrio secara in vitro, dan transfer embrio (TE). Oi samping Hu, !erikait dengan salah satu kebudayaan masyarakat

Jawa Bara!, domba garut memiliki nilai ekonomi yang sanga! tinggi sebagai domba laga.

Domba garut jantan yang telah berikali-kali memenangi lomba adu ketangkasan domba

memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Dengan demikian domba garut memiliki poIensi yang besar untuk dikembangkan

menjadi sebuah petemakan yang modem, produktif, dan efisien.

Potensi dOmba garut yang cukup besar ini seharusnya dapat dioptimumkan untuk

memenuhi berbagai tuntutan kebutuhan ュ。ウケ。イ。ォ。セ@ apabila mendapat perhatian yang

serius dari _ g a i pihak yang terikait langsung sebagai praktisi di bidang petemakan.

Seiring dengan

Hu

juga untuk meningkatkan patensi ekonomi petemak di pedesaan serta

sekaligus menjawab tantangan kemungkinan ekspor daging

domba

di masa yang akan

datang.

Upaya yang harus ditempuh untuk menjawab tantangan tersebut di atas adalah

bagaimana rneningkatkan populasi dalam waklu yang

reIatif

lebih singkat dan

memperbaiki mutu genetik temak secara bertahap. Tantangan tersebut periu didekati

dengan penerapan teknologi di bidang petemakan yang telah berkembang dengan pesat

dewasa ini, khususnya teknologi reproduksi.

Penerapan

teknologi reproduksi pada temak
(19)

perhatian yang memadai dan para peneliti. Hal ini ditandai oIeh langkanya informasi hasil penelitian di bidang reproduksi pada domba garut.

Salah satu teknologi reproduksi yang cukup aplikatif dan efisien untuk diterapkan adalah leknologi lB. IB merupakan teknik yang cukup efektif dan ampuh untuk dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak, namun

khusus pada temak ruminansia keeil termasuk domba garut, teknologi ini belum begitu populer karena terdapat kendala-kendala teknis dalam pelaksanaannya. Deposisi semen saal IB tidak mudah dilakukan karena cervix yang kecil dan struidur lubang yang tidak beraturan serta tidak memungkinkan untuk merogoh rektum seperti yang dilakukan pada ternak ruminansia besar seperti sapi. Dengan demikian untuk meningkatkan keberhasilan 18 pada domba, pertu dilakukan peningkatan kualitas semen (semen cair atau semen beku) dan waktu pelaksanaan IB yang lepa!.

Pengolahan semen merupakan hal yang penting karena lelkail dengan upaya menjaga daya hidup dan kemampuan spermatozoa membuahi oosit Dalam proses

pengotahan semen, lerdapa! beberapa perlakuan yang sebenamya tidak menguntungkan bagi spermatozoa, ten.rtama dalam proses pembuatan semen beku.

Oalam proses pembekuan (kriopreservasi) semen, spermatozoa memperoleh

perJakuan suhu yang ekstrim sangat rendah hingga mencapai -196 °C dan dapat

mengakibatkan dampak negatif lerfladap spennalozoa. Pada suhu rendah di bawah titik beku akan エ・セ。、ゥ@ perubahan-perubahan fisik dan kimiawi di dalam sel spermatoz"," seperti terbentuknya ォイゥウエ。セォイゥウエ。ャ@ es dan meningkatnya konsentrasi elektrolil intraseluler, sehingga menyababkan lerjadinya ooJd shock (kejutan dingin) pada spennatozoa. Untuk

mengurangi pengaruh negatif ini, beberapa ー・セ。ォオ。ョ@ dapat dicobakan seperti dengan menambahkan bertlagai senyawa berupa krioproteIdan dan antioksidan di dalam pengencer semen. Oengan demikian, kerusakan spermatozoa salama proses

kriopreservasi semen dapal ditekan, sehingga kualitas semen beku yang dihasilkan pun lebih baik.

Dikenal dua golongan krioprotektan, yakni krioprotektan ekstraseluler dan intraseluler. Krloprotektan ekstraseluler berupa gula seperti laldosa, maltosa, dan sukrasa tidak dapa! memasuki seI, sehingga mereka melindungi sel dengan cara "membungkus'

(20)

struktur pefTT1ukaan kristal-kristal es sehingga tidak エ・セ。ャオ@ tajam (Supriatna dan Pasaribu

1992). Penggunaan kedua jenis krioprotektan ini secara bersamaan diharapkan akan tercipta suatu sinergi yang baik antara keduanya sehingga lebih optimal dalam melindungi sel spennatozoa dari kerusakan salama proses produksi semen beku.

Penggunaan laktosa dan gliserol sebagai krioprotektan telah dikenal luas dalam

proses kriopreservasi semen berbagai janis hewan temak. Namun pada

domba

garut belum diketahui konsentrasi

yang

optimal dalam mempertahankan kualitas semen beku. Demikian pula halnya dengan penggunaan anOOksidan glutaOOn dan p-karoten dalam

pengencer semen, belurn Iazim digunakan dalam proses kriopreservasi semen terutama semen domba.

Glutation dan P-karoten sebagaisenyawa antioksidan dapat dipahami karena

mampu membersihkan radikal bebas hidroksil (OH") dan singlet oksigen ('D,) (Tuminah

2000) yang sangat reaklif

dan

menyebabkan tOljadinya peroksidasi lipida pada membran

plasma sel, sehingga memungkinkan digunakan di dalam pengencer semen. Namun

demikian, pemakaian glutation dan (l-karoten sebagai antioksidan di dalam

pengencer

semen beku masih jarang dibandingkan dengan antioksidan

lain

seperti vitamin C, vitamin

E (a-Iokoferol), butyfa/ed hydlOxyto/uene (BHT), dan ャ。ゥョセ。ゥョL@ sehingga memerlukan

pengkajian yang lebih mendalam pada semen berbagai jenis hewan. Menurut Suryohudoyo (2000) glulation bersWat hidrofilik dan berperan di dalam sitosol, sedangkan

(l-karoten bersWat lipofilik dan berperan pads membran plasma sal. Dengan demikian

diharapkan

bahwa

kedua senyawa antioksidan ini dapat secara optimal melindungi 501

spelTT1alozoa dari kerusakan akibat .serangan zat OOidan dan radikal bebas salama

proses pengolahan semen.

Sebagai salah satu sumber _fTT1alozoa selain hasil ejakulasi, d - . . i bahwa

spelTT1atozoa asal cauda epididimis telah memiliki kemampuan fisiologik yang kurang lebih

sama dengan spennatozoa hasil ejakulasi, namun ini belum mendapatkan perhatian yang

senus unluk dimanfaatkan. Pemolongan hewan jantan ュ・ョセ@ Iertluangnya

epididimis sebagai salah

satu

sumber spermatozoa, sehingga

pet1u

penelitian dan

pengkajian untuk mengetahui sWat fisiologik _fTT1atozoa tersebut, seperti upaya

kriopreservasi dan penerapan dalam teknologi reproduksi. Upaya ini dHakukan untuk

memanfaatkan secara optimal spefTT1alozoa asal epididimis sebagai model dalam upaya

(21)

Pengolahan spermatozoa yang dikoleksi dan epididimis juga dimaksudkan sebagai antisipasi terhadap pejantan-pejantan domba garut atau hewan-hewan janta" lain yang

mati mendadak, atau bennasalah dalam melakukan ejakulasi secara nonnal, serta tidak memberikan respons dalam upaya menampung semen menggunakan alat bantu, padahal hewan-hewan ini tergolong hewan langka alau memiliki mutu genetik yang unggul.

Metode ini juga dapat manjadi salah satu soIusi dalam upaya pelestarian sumberdaya

hewan-hewan jantan liar atau buas yang sedang ditangkarkan, dengan cara aspirasi

spermatozoa menggunakan

spuit

jarum suntik langsung pada cauda epidtdimis hewan hidup yang sebelumnya telah dianastesL

Dalam lingkup penelitian ini dilakukan serangkaian percobaan yang meliputi: 1 Pengamatan karakieristik penampilan reproduksi domba garutjantan.

2 Penggunaan berbagai konsenlrasi senyawa krioproteklan laklosa dan gliserol di dalam pengencer Tns dalam kriopreservasi semen domba garut.

3 Penggunaan berbagai konsentrasi senyawa antioksidan glutation

dan

Il-karoten di

dalam pengencer Tns dalam kriopreservasi semen domba garut.

4 Upaya pemanfaatan spennatozoa asal epididimis domba garut dengan melakukan kriopreservasi.

5 Uji fertilitas semen

beku

hasil ejakulasi dan spermatozoa beku assl cauda epididimis domba garut melalui IB secara intracervical.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan meningkatkan kebemasilan IB pada domba garut melalui aspek-aspek sebagai berikut:

1 Menguji kensenlrasi optimum krioproteklan laklosa dan glisel'Ol dalam pengencar semen beku domba garut

2 Menguji pengaruh penambahan antioksidan glutation dan P-karoten dalam berbagai konsenlrasi terhadap kualitas semen beku domba garut

3 Menguji pengaruh lama peny;mpanan epididimis temadap kualitas spennatozoa cauda epididimis yang telah dibekukan pada domba garut

4 Menguji respons estrus domba gerut akiba! implan CIDR-Ge.

(22)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1 Mendapatkan paket teknologi 18 pada domba garut dengan penyediaan pengencer

dan teknik kriopreservasi yang baik.

2

Sebagai salah satu upaya untuk melestarikan sumberdaya hewan jantan yang unggul

atau langka, baik yang mampu maupun yang tidak mampu melakukan ejakulasi secara nannal atau yang tidak memberikan respons terhadap upaya penampungan semen dengan alat

bantu

dan hewan yang mati mendadak melalui pemanfaatan spermatozoa asal cauda epididimis yang tetah dibekukan.

Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan mendahului penelitian

ini

adalah sebagai berikut: 1 Penambahan laktosa dan gliserol dengan konsentrasi

yang

optimum di dalam

pengencer Tris akan meningkatkan kualitas semen beku domba garut.

2 Penambahan glutation dan セMォ。イッエ・ョ@ dengan konsentrasi yang optimum di dalam

pengencer Tris akan meningkatkan kualitas semen baku domba garut.

3 Penyimpanan epidtdimis domba garut pada 5uhu

5

°C dalam waldu terbatas dapat

mempertahankan kualitas spermatozoa segar dan yang telah dibek.ukan.

4 Fertilitas semen beku hasil ejakulasi lebih baik dibandingkan dengan spermatozoa

cauda epididimis yang telah dibekukan.

Dattar Pustaka

Mason IL. 1980. Prolific tropical sheep. FAO Animal Production and Health Paper No 17.

Rome: FAO.

Suprietna I, Pasaribu FH. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embria dan Pembekuan

Embrio. Boger. Pusat Antar Uni\'ersitas, Institut Pertanian Boger.

Suryohudoyo P. 2000. Oksidan, antioksidan, dan radikal bebas. Suryohudoyo P datam:

Kapita

Sa/ekta

Ilmu Kedoideran MoIekuier. Jakarila: CV Sagung Seto. Him 31-47.

Tuminah S. 2000. Radikal bebas dan antioksidan,kaitannya dengan nutrisi dan penyakit

(23)

Domba Garu! (Priangan)

Domba garut (priangan) yang terdapat di Provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam domba ekor tipis dan merupakan hasil persilangan antara domba lokal, domba merino dan Australia, dan kaapsladt dari Afrika Selalan yang dilakukan pada masa pemerinlahan

kolonial Belanda sekitar taIlun 1800-an (Mer1<ens dan Soemirat 1926). Persilangan ini

dimaksudkan untuk meningkatkan performans domba lokal sebagai sumber daging, wol,

dan pupuk kandang di areal-areal perkebunan. Oomba priangan ini dilaporkan memiliki kemampuan beranak banyak dengan pertumbuhan yang relatW lebih baik (Mason 1980).

Pengamalan lebih jauh didapatkan bahwa sWat beranak banyak secara genetik diatur oleh

gen mayor FecJ" (fecundity javanese) (Bradford et a/. 1991).

Domba garut memiliki berat badan yang relatW lebih tinggi dibandingkan dengan

domba lokallainnya, betina dewasa memiliki berat anlara 30 - 60 kg, sedangkan pejanlan

dewasa seberat 60 - 80 kg bahkan dapat mencapai lebih dari 100 kg. Seciangkan laju

ovulasi domba priangan rala-rala 2.1 (anlara 1 dan 5) dangan jumlah anak sekelahiran

rala-rala 1.8 (anlara 1 dan 5) (Bradford et a/. 1988). Keunggulan lain domba Iokal

Indonesia antara lain daya tahan tubuh yang relatif tinggi terhadap serangan parasit.

Walau belum dipahami mekanisme ォ・セ。@ gen, akan telapi dikelahui. bahwa domba ekor

tipis Jawa dan Sumatera yang digembalakan di per1<ebunan karet Sumatera Ulara

memiliki daya Iahan tinggi terhadap serangan parasit intemal (Tiesnamurti 2002).

Beberapa sWat unggul yang dimiliki domba ekor tipis ini dapat dimanlaatkan untuk

meningkatkan performans domba-domba Iokal lainnya yang ada di beberapa daerah di

Indonesia.

Pengenceran Semen

Manurut Toelihere (1993), pengencer yang baik harus: (1) mempunyai tekanan

osmosis isotonis dan

dapat

mempertahankan tekanan

isotoni5

itu selama penyimpanan.

(2) memberikan imbangan unsur mineral yang dibutuhkan untuk kahidupan spermatozoa,

(3) menyediakan bahan makanan bagi spermatozoa untuk proses melabolismenya,

(4) memiliki lipoprotein alaU lesiOO untuk melindungi spermatozoa tertladap cekaman

(24)

racun terhadap spennatozoa. (6) merupakan sumber bahan reduksi untuk melindungi

enzim seluler yang mengandung sulfhidril, dan (7) bebas dari substansi produk kuman-kuman atau organisme penyakit menular yang berbahaya terhadap spennatozoa, saturan reproduksi betina, proses ヲ・イエゥセウ。ウゥL@ implantasi dan perkembangan emboo. Pengencer yang dapat digunakan untuk pengenceran semen domba antara lain: pengencer Tris, laktosa dan susu skim.

Hasil penelitian Feradis (1999) menunjukkan bahwa pengencer susu skim lebih baik sebagai pengencer semen beku domba st. croix dibandingkan dengan pengencer Tris sitrat dan lak1Dsa. Hal yang sarna didapatkan oleh Werdhany (1999) pada kambing peranakan Etawah. Sedangkan Amin et a/. (2000) melaporkan pengencer lak1Dsa lebih

baik memperitahankan kualitas semen beku kerbau lumpur dibandingkan dengan pengencer T'fis dan susu skim.

Pengencer Tris

Penggunaan pengencer dengan bahan dasar Tris telah umum dilakukan dalam

upaya pengolahan semen pada berbagai jenis ternak. Menurut Davis

et

a/. (1963) serita Steinbach dan Foote (1967) Tris [Tris(hidroksimetil)aminometana] pada umumnya sebagai komponen utama dalam pengencer untuk kriopreservasi semen sapi. Tris diperkirakan

memiliki kapasitas buffer yang baik dan toksisitas rendah pada konsentrasi tinggi.

Kriopreservasi sel)16f1 domba menggunakan pengencer Tris telah dilaporkan oleh banyak peneliti dlengan tingkat keberhasilan perbaikan kualilas semen yang bervariasi. Penggunaan Tris sebagai bahan ulama pengencer semen domba telah dilakukan oleh

beberapa peneliti pada awal tahun 1970-an (Hahn 1972). Tris sebagai komponen dasar

pengencer untuk kriopreservasi datam bentuk pele! telah dilakukan secara sislematik oIeh

(25)

Kriopreservas; (Pembekuan) Semen

Menurut Salamon dan Maxwell (1995) pendinginan semen yang telah dienoer1<an mendekati 5uhu 0 OC merupakan suatu periode adaptasi spennatozoa untuk mengurangi metabolisme yang biasa disebut periode ekuilibrasi. Secara tradisional, ekuilibrasi telah dianggap sebagai waktu spermatozoa tetap kontak dengan gliserol sebelum pembekuan. Salama itu terjadi penetrasi gliserol ke dalam spermatozoa untuk menciptakan keseimbangan konsentrasi intraseluler dan ekstraseluler. Ekuilibrasi tidak saja untuk

keseimbangan konsentrasi gliserol, tetapi juga untuk komponen pengencer lain yang aktif untuk keseimbangan osmotik.

Pada metoda pembekuan dua tahap, kontak spermatozoa dengan gliserol dHnulai pada sohu 2 hingga 5

'C.

Sedangkan dengan metode satu tahap gliserolisasi dimulai pada sohu 30 'C (suhu kamar). Kadua metode tersebut membutuhkan periode pendinginan pada 5uhu 2 °C hingga

5

°e,

lamanya barvariasi dari satu hingga tiga jam (Salamon dan Maxwell 1995).

Lama ekuilibrasi menentukan kualitas spennatozoa semen beku yang dihasilkan.

Menurut Her,lis (1998) pada proses pembekuan semen kerbsu lumpur, waktu ekuilibrasi

salama 4 jam menghasilkan kualitas semen beku yang lebih baik dibandingkan dengan

2 jam dan 6 jam.

Kelangsongan hidup sel yang telah dibekukan sangat bergantung pada cooling rate (derajat pendinginan) yang diterapkan selama proses pembekuan berlangsung, dan

setiap jenls set memiliki derajat pendinginan yang berbeda·beda. Hal ini karena

berhubungan dengan proses pembentukan dan bentuk kristal es. Menurut

Mazur

(1977) kristal es terbentuk pada ternperatur di antara -6'C dan -15 'C di medium ekstraseIuler, baik spontan atau metalui seeding. Bagian intraseluler tetap tidak membeku tetapi _ dalam keadaan

supetcOOling,

karena membran plasma sel mencegah terbentuknya krislal

es intraseluler.

(26)

ォイゥウエ。セォイゥウエ。ャ@ es yang besar. Proses ini sering disebut rekristalisasi dan bersfat letal

temadap sel. Mekanisme rekristalisasi ini bergantung pada waldu dan suhu. Untuk memperoleh viabilitas sel yang baik, proses rekristalisasi harus dilampaui dengan cooling atau wanning rate yang tinggi, sehingga kristal-kristal es besar yang dapat merusak struktur sel tidak terbentuk (Maxwell dan Watson 1996).

MenuM Supriatna dan Pasaribu (1992) prinsip utama cooling rale adalah

kecepatan optimal yang dapat memberi kesempatan air keluar dan dalam

set

secara kontinu bertahap sebagai respons sel terhadap kenaikan konsentrasi tarutan ekstraseIuler yang semakin tinggi di antara kristal-kristal es yang terbentuk. Ada empat faldor yang

mempengaruhi pasase air melalui membran plasma sel, yakni (1) tipe sel, setiap macam sel memiliki membran セ。ウュ。@ sel yang khas, (2) rasio permukaan terhadap vofume, air akan keluar masuk lebih cepat pada sel yang kedl (spermatozoa) daripada set yang besar

(embrio), (3) waktu dan suhu, air akan keluar masuk lebih cepat pada suhu yang tinggi

daripada suhu rendah, dan (4) perbedaan konsentrasi intra dan ekstraseluler, pasase air

melalui membran plasma sel lebih cepat ke konsentrasi solut yang tinggi daripada yang

rendah.

Colas (1975) menyatakan bahwa pembekuan semen yang dikemas di dalam straw

dilakukan dengan menempatkan straw pada uap nitrogen cair, dan kecepatan pendinginan diatur dengan mengontrol jarak straw dengan permukaan nitrogen cairo

Spermatozoa domba tahan temadap kecepatan pernbekuan dalam

straw

daIam suatu

rentang waktu

tertenw.

Penempatan straw pada

uap

nitrogen cair antara suhu -75

"C

dan

-125

"C

tidak berpengaruh terhadap kelangsungan hidup spennatozoa, \eIapi uep nitrogen cair dangan suhu -55 ·C dapat mengurangi daya hidup spermatozoa.

Krioprotektan

Krioprotektan adalah zat kimia non _ l i t yang berfungsi mereduksi

pengaruh

letal setama proses kriopreservasi set di antaranya baik yang berupa efek larutan meupun

pembentukan kristal as ekstra atau intrasetuier sehingga dapat menjaga

_lias

set

setelah kriopreservasi (Supriatna dan Pasaribu 1992).

Berdasar1<an pefpaduan antara sWat fisika dan kimia (besar moIekuI, poIaritas dan

koligatif) krioprotektan _gan sifat biologis membran plasma sel yang semipenniabel,

(27)

krioprotektan intraseluler. Krioprotektan ekstraseluler adalah krioprotektan yang tidak dapat menembus membra" plasma sel karena memiliki berat molekul yang besar.

sedangkan krioprotektan intraseluler dapat menembus membra" plasma dan masuk ke

dalam sel karena bera! molekulnya kecil (Supriatna dan Pasaribu 1992). Gliseroi

(glisarin), dimethyf sufoxide (DMSO), e!ilen glikol dan 1,2 propanediol merupakan

senyawa-senyawa yang termasuk 901onga" krioprotektan intraseluler. Krioprotektan

ekstraseluler meliputi polyvynilpirrolidone (PVP), gula dengan molekul besar seperti

sukrosa, rafinosa dan laktosa, protein dan lipoprotein, kuning telur, serum darall dan susu. Khusus dalam proses pembekuan semen, krioprotektan intraseluler yang paling umum digunakan adaiah gliserol, sedangkan krioprotektan ekstraseluler yang lumrah

digunakan adalah lipoprotein dan protein (di dalam susu pengencer dan kuning telur) dan berbagai macam gula.

Peranan Gliserot dalam Pengencer Semen

Gliserol mempunyai sitat yang larut dalam jarnak, sehingga dapat langsung masuk ke dalam sel menembus membran plasma dengan keuntungan sabagai berikut: akan

menggantikan air yang keluar dari dalam sal pada

saat

proses pembekuan benangsung,

sehingga keseimbangan konsentrasi elektrolit intra dan ekstraseluler tetap terjaga;

menurunkan titik beku larutan, sehingga memberikan kesempatan kepada sal

mengeluar1<an air dan 'memperpanjang aklimatisasi sal terhadap perubahan suhu yang

drastis _ingga memperi<ecil jumlah air yang membeku intraseluler, mengubah secara

fisik kristal-kristal es yang terbentuk menjadi lebih lembut, dan juga ikut meltndungi

membran plasma sel (Supriatna dan Pasaribu 1992).

Mlenuru1 Voet dan Voet (1990) gliserol umumnya digunakan sebagai セ@ protektif

pada pernbekuan semen. Krioproteklan ini merupakan komponen utama Iipida yang

mengandung tiga atom karton (C) dan tiga gugus OH (Gambar 1) yang dibentuk meIaIui

lipolisis, yakni dWosforilasi dan dioksidasi menjadi dihidroksiaseton fosfat dan selanjutnya

dihidrolisis menjadi gliseraldehida 3-fosfal.

Fungsi krioprotektan adalah mencegah terbentuknya ォイゥウエ。セォイゥウエ。ャ@ es akibat

dehidrasi sel yang berlebihan dari dalam sel

dan

menstabilkan membran plasma sel

sehingga dapat melindungi kerusakan fisik dan lungsional spennalozoa

seIama proses

pembekuan (Leibo 1992) dan memodifikasi struktur kristal sehingga _ merusak

(28)

H H H

I I I

H-C-C-C-H

I I I

OH OH OH

Gambar 1 Rumus umum gliserol (Veet dan Veet 1990).

Toelihere (1993) meyatakan gliserol akan berdifusi menembus membran plasma

sel dan masuk ke sel spermatozoa untuk aktivitas metabolisme oksidatif. menggantikan sebagian air yang bebas dan mendesak keluar elektrolit-elektrolit, menurunkan konsentrasi elektmlit intraseluler, dan mengurangi daya merusaknya terhadap

spennatozoa dengan jalan memodifisir kristal-kristal as yang terbentuk. Sedangkan

menurut ParKs dan Graham (1992) peranan gliserol dalam membran plasma sel

spennatozoa adalah mengikat gugus pusat fosfolipida sehingga menurunkan ketidakstabilan membran plasma dan berinteraksi dengan membran plasma untuk

mengikat protein dan glikoprotein sehingga menyebabkan partikel-partikel intra membran

plasma terkumpul. Dengan demikian gliserol mampu menjaga keh!nturan membran

plasma sel.

Supriatna dan Pasaribu (1992) menyatakan keuntungan penggunaan gliserol

dalam proses pembekuan sel adalah: (1) menurunkan titik baku larutan _ingga

pengeluaran air dari dalam sel baru teojadi pada suhu yang rendah sakali dan

menyebabkan reduksi ""Iume sel di dalam proses pendinginan dapat berkurang

serta

mencegah presipitasi larutan, (2) melindungi membran plasma sal

_ingga

manjadi

lentur, tidak rapuh, dan meningkatkan afinitas lipoprotein membran terhadap ion セL@

(3) menoegah teojadinya dehidrasi karena gliserol memitiki daya ikat yang kuat tertiadap

air, dan (4) memecahkan kristal es yang berukuran besar dan berbentuk tajam yang dapat

merusak sal atau organel sel secara mekanik. Sedangkan manurut Amam (1999) gliserol

memiliki sffat toksisitas yang lebih rendah terhadap sel spemtatozoa dibandingkan dengan

etilen glikol dan OMSO. GHserol juga mampu menurunkan derajat pembentukan kristal es

di dalam sal spermatozoa.

Menurut ParKs dan Graham (1992) dalam pembekuan samen pemakaian gliserol

sabagai krioproteldan lebih baik dibandingkan dengan OMSO karena: (1) gliserol memiliki

daya ikat terhadap air (water binding) yang Iebih tinggi dibandingkan dengan DMSO.

(29)

spermatozoa secara mekanik, (2) kecepatan pasase gliserol ke dalam sel lebih cepat

dibandingkan dengan DMSO. Gliserol butuh waktu hanya sekitar 8 menit untuk mencapai

ekuilibrium, sementara DMSO membutuhkan waktu sekitar 12 menit.

Gliserol dengan kelebihan seperti tersebut di atas, mampu mengikat sebagian air intraseluler sehingga tidak keluar seluruhnya. Oengan demikian tidak

tefjadi

efek solusi (tingginya konsentrasi solut di dalam sel) yang menyebabkan kematian sel. Demikian pula

dengan waktu yang lebih lama OMSO masuk ke sel. ini aka" menyebabkan air memiliki

waktu yang

lebih

panjang unbJk keluar dari dalam sal (sehingga air yang keluar tertalu banyak) dan mengakibatkan efek solusi sehingga sal rusak (Suprlatna dan Pasaribu

1992).

Kemampuan penetrasi krioprotek1an ke dalam sel yang oepat memang dibutuhkan

pada sel kedl seperti spermatozoa. Hal ini karena nisbah antara pennukaan dan \I01ume sal spenmatozoa adalah kedl yang meyebabkan air intraseluler sangat oepat keluar dari

dalam sel, sehingga krioprotaktan pun harus dengan

oepat

masuk ke sel untuk

menggantikan posisi air yang telah keluar. Manurut Supriatna dan Pasaribu (1992)

apabila air yang keluar dan dalam sel melebihi 65%, '!laka sel akan rusak atau bahkan mati.

Proses penambahan gliserol (gliserolisasi) ke dalam pengencer oleh banyak

paneliti disarankan dilakukan pada suhu pengancer sekitar 5

"C.

Akan tetapi pada proses

pembuatan semen beku di lapang yang tidak dilengkapi dengan. mesin pendingin sulit

diterapkan, sehingga di tingkat lapang gliserolisasi dilakukan pada suhu kamar. Metoda

sapeTti ini tetap menghasilkan semen beku dengan kualitas

yang

baik (Toelihare

et

a/.

2000). Hal yang sama dinyatakan oleh Tuli dan Holtz (1994) bahwa penambahan pada

suhu 5

"C

tidak mernberikan keuntungan lebih dilbandingkan dengan penambahan pada

suhu 30

"C.

Konsentrasi Gliserol di dalam Pengencer Semen

Gliserol mampu memberikan ー・セゥョ、オョァ。ョ@

terhadap

sel spenmatozoa, akan tetapi

dapat juga merusak struktur spenmatozoa selama proses pembekuan semen,

menyebabkan osmotic shock dan menimbulkan _ negaIIf terfladap antibiotik di dalam

pengencer semen (Toelihere 1993), sarla menurunkan votume

sal

spermatozoa

sebanyak

setengah dari IIOlume larutan isotonik setelah /hawing (Parks dan Graham 1992). Karena

(30)

metode pendinginan atau pembekuan, komposisi pengencer, dan metode penambahannya (Fahy 1986).

Untuk pembekuan semen domba dengan metode konvensional yang lambat dan menggunakan pengencer yang umumnya hipertonik, kebanyakan peneliti menemukan bahwa konsentrasi gliserol yang optimal adalah dengan rentang 6% - 8% (First et a/.

1961), 3% - 4% (Curry 1995), 7% pada domba

st.

croix (Feradis 1999). Pada kambing

peranakan Etawah penambahan 6% gliserol dalam pengeneer Tris dapat lebill efektif

mempertahankan motilitas, daya hidup dan keutuhan membran plasma sel dibandingkan

dengan 5% dan 7% (Tambing 1999), 3% - 9% (Leboeuf 2000), dan 8% pada kambing

beetal (Singh et a/. 1995). Pada semen sapi dan kerbau, persentase gliserol yang umum

digunakan dalam pembekuan semen adalah sebanyak 7% (Toelihere 1993; Herdis 1998;

Rizal et a/. 1999), 6% - 9% (Curry 1995), dan 4% pada kuda (Curry 1995).

Pada studi tentang pembekuan semen kambing, Singh

et

a/. (1995)

membandingkan antara krioprotektan 8% gliserol dengan 3%, 6%, dan 8% DMSO.

Persentase motilitas yang diperolah setelah thawing pada pertakuan 8% gliserol nyata

lebih tinggi (45.49%) dibandingkan dengan pertakuan DMSO, yakni hanya 15.33% untuk

3% DMSO, 21.66% untuk6% DMSO, dan 19.08% untuk 8% DMSO. Hal yang sama juga

didapatkan pada parameter kerusakan akrosom dan abnormalitas spermatozoa, nyata lebih rendah pada perlakuan gliserol dibandingkan dengan DMSO. Hasil serupa juga

dilaporkan oleh Feradis

et

a/. (2001) yang melakukan penelltian pembekuan spermatozoa

monyet ekor panjang yang diaspirasi dari epididimis. Dilaporkan bahwa krioprotektan

gliserol lebih baik dalam melindungi spermatozoa dibandingkan dangan DMSO dan

propanadiol.

Peranan Kuning Telur di dalam Pengencer

Semen

Kuning telur memberikan perlindungan IBrhadap spermatozoa bila didinginkan

pada suhu

rendah,

tetapi menimbulkan efek toksik pada suhu tinggi. Menurut Glowr dan

Watson (1987) efek toksisitas kuning telur ditandai dengan adanya akumulasi hidrogen

peroksida yang merupakan sebuah produk spennasid (senyawa yang mampu membunuh

spermatozoa) dari asam amino tertentu dan akan menyebabkan kematian spermatozoa.

Manurut Jones dan Martin (1973) kuning telur mampu mempertahankan motilitas

serta integritas akrosom

dan

membran plasma mitokondria spermatozoa. Kuning leIur
(31)

pengencer hipotonik maupun hipertonik. Kuning telur mengandung low-density lipoprotein (LDL), khususnya fosfolipida yang lelah dijdenlifikasi sebagai komponen efektif dalam

melindungi spermatozoa lerhadap pengaruh pendinginan yang cepal (Parks dan Graham 1992), dan menoegah peningkatan aliran ion kalsium yang 「・セ・「ゥィ。ョ@ ke dalam sel yang dapal merusak spermatozoa (WMe 1993).

Komposisi membran plasma sel spermatozoa bertwbungan dengan tingkat kerentanan spennatozoa temadap cakaman dingin, terutama kandungan lipida.

Spermatozoa dari spesies yang mempunyai nisbah asam lemak tak jenuh dan asam

lemak jenuh yang tinggi pada fosfolipida membran plasma cenderung lebih sensilif terhadap cekaman dingin. Kerentanan terhadap cekaman dingin juga berhubungan

dengan nisbah kolesterol dan fosfolipida. Semakin rendah nisbah kok!sterol dan asam lemak lak jenuh, maka sernakin renlan membran plasma tersebut (Quinn

et

al. 1980).

Kuning telur mengandung fosfolipida sehingga mampu menjaga spennatozoa

dan

cakaman dingin. akan

tetapi

mekanisme aksi protektif lipida ini belum diketahui dengan jelas. Beberapa penjelasan dapal dipertimbangkan yaibJ: pertama, lusi

gelembung-gelembung fosfolipida dengan membran plasma spennatozoa atau interpoiasi

(penyisipan) fosfolipid ke dalam membran plasma sehingga merubah nisbah asam lemak tak jenuh ganda dan a5am larnak jenuh pada membran plasma sel; kedua, strukbJr lipida eksogen dapal mengekstrak koleslerol membran plasma sal, dengan demiklan merubah nisbah kolesterol lerhadap fosfolipida pada membran plasma

seI;

ketiga, slNkbJr

fosfolipida dapal bertkaian secara sederhana dengan permukaan membran plasma sel, menyebabkan pengabJran kembali komponen membran plasma sel (unsur pokok) (Quinn et al. 1980).

KandLllQan kolesterol spermatozoa berbagai jenis hewan dan manusla berbeda,

yang berakibal lerdapat perbedaan tingkat kerenlanan masing-masing spennatozoa dalam proses pengolahan semen. Spermatozoa kelinci dan manusia masing-masing mengandung 545 dan 555 I1Q kolesleroll1000 juta sel. kira-kira dua kali Iebih tinggi dartpada spermatozoa domba {266 11QI1000 juta seQ dan sapi {300 11QI1000 juta seQ. Kandungan koleslerol spermatozoa dalam setiap kelompok

tennak

sarna dan digambarkan
(32)

membra" plasma yang lebih kompak dan cenderung lebih resisten terhadap cekaman

dingin (Darrin-Bennett

et

al. 1973).

Krioprotektan Ekstraseluler

Selain protein dan lipoprotein (terdapat di dalam susu dan kuning telur) yang teIah

umum dtgunakan dalam proses pembekuan semen dan ditargetkan berfungsi

sebagai

krioprotektan ekstraseluler, pemakaian beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, den

laktosa untuk tujuan yang sarna juga telah lazim dipakai dalam proses pembek.uan semen.

Pemakaian laktosa sebagai salah satu bahan pengencer selain berfungsi sebagai behan

makanan juga yang terpenting adalah peranannya sebegai krioprotektan ekstraseluler.

Upaya memperbaiki kualitas semen baku dengan cara menambahken beberapa

jenis gula juga dilaporkan oleh beberapa peneliti, seperti 210 mM glukosa di dalam

pengencer Tris pada semen beku domba, dan didapatkan motilitas setelah thawing

sebesar 46,20% (Molinia

et

a/. 1993) dan 184.96 mM glukosa di dalam pengencer Tris

pada semen babi didapetkan motilitas setelah thawing sebesar 58% (de los Reyes 2000).

Pada semen beku kambing peranakan etawah dengan menambahkan 9% wlv raIinosa

(Suwarso 1999), pada semen beku domba pampinla (friesian x corriedale) diperoleh

motilitas sebesar 64% dan 52.10% masing-masing untuk penambahan trehalosa dan

EDTA (Aisen et a/. 2000, 2002). Akan telapi penambahan adonitol, inositol, mannitol,

sorbHol, dan xylitol di dalam pengencer Tris menurunkan motililas semen domba seteIah

thawing (Molini. et a/. 19948).

Singh et

a/.

(1995) melaporkan bahwa pemakaian laktosa sampai 180 mM

(25.92 gl400 ml pengencer) yang dikombinasikan dengan 8% gliserol nyata Iebih baik

dalam menghasilken semen beku kambing dibandingken dengan laktosa 120

mM,

Iak10sa

60 mM, dan hanya gliserol (tanpa Iaktosa). Hasil serupa dilaporkan Amin et aJ. (2000)

bahwa pengencer Iaktosa lebih baik dalam memperlahankan kualitas semen beku _ u

lumpur dibandingkan dengan pengencer Tns sitrat dan susu skim.

Jenis dan Peranan Antioksidan dalam Meningkatkan Kualitas Semen Beku

MenuM Halliweil dan Gutleridge (1990) antioksidan adalah

suatu

substrat

yang

(33)

menunda atau menghambat oksidasi dari substrat terse but. Sedangkan merurut Krinsky (1992) antioksidan adalah suatu senyawa yang melindungi sistem biologi temadap suabJ efek yang berpotensi merusakkan dan suatu proses atau reaksi yang menyebabkan

oksidasi yang meluas. Antioksidan merupakan senyawa nukleofilik atau

yang

mempunyai kemampuan mereduksi, memadamkan atau menekan reaksi radikal bebas.

Menurut Suryohudoyo (2000) dalam meredam dampak negatif senyawa oksidan diterapkan stralegi dua lapis, yakni mencegah timbulnya senyawa-senyawa oksidan secara berlebihan dan mencegah reaksi rantai ber1anjut. Berdasarkan dua mekanisme pencegahan dampak negatif senyawa oksidan ini, senyawa antioksidan dapat dibagi

menjadi dua 9Olongan, yakni antloksidan pencegah dan antioksidan pemu1us rantai reaksi peroksidasi lipid. Senyawa anOOksidan yang tergolong sebagai pencegah reaksi adalah katalase, glutation peroksidase, glutaOOn, dan sislein. Sadangkan yang berfungsi sebagai anOOksidan pemutus reaksi rantai adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askortlat),

p-karoten, glutation, dan sistein.

Dalam proses pembuatan semen beku akao terjadi kontak antara semen dan

oksigen. Okstgen merupakan suatu unsur yang esensial, tetapi ekses atau kelebihan

oksigen menyebabkan kerusakan peroksidatif. Peroksidasi lipida teljadi akibat adanya

radikal bebas, yaitu senyawa kimia yang memiliki elektron tak berpasangan dan bersifat

sangat raakti!. Radikal bebas antara lain berupa superoksida (0,), hidroksil (OW) dan peroksil (ROO·). Oi dalam tubuh, senyawa reaktif ini dapat berasal dan produk samping rantai pemafasan di dalam mitokondna. Oksigen yang masuk ke dalam tubuh sekitar 90%

(34)

Menurut Suryohudoyo (2000) akiba! yang ditimbulkan reaksi rantai peroksidasi

lipida pada membran plasma sel adalah terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang barsitat toksik terhadap sel. Senyawa-senyawa yang terbentuk dan toksik

tersebut adalah antara lain be!bagai macam aldehida seperti malondialdehida (MDA) dan

9-hidroksi-nonenal (HNE), serta bennacam-macam hidrokarbon seperti etana (C2H6) dan

pentana (CsH12).

Pencetusan Perambatan

Terminasi

RH + OH"

-->

R' + H,O

R" +

0,

-->

ROO'

ROO"

+

RH

-->

RooH

+

R"

R" +

R"

-->

RR'

ROO" + ROO"

-->

ROOR +

0,

Gambar 2 Mekanisme autooksidasi (Siregar 1992).

Struktur matriks lipida akan mengammi kerusakan apabila terjadi reaksi rantai peroksidasi lipid yang ber

Gambar

Tabel 2 Rata-rata karakteristik sifat fisik semen segar domba garut
Gambar 3 Spermatozoa hidup dengan kepala berwama putih (a) dan spermatozoa mati dengan kepala berwama merah (b)
Gambar 4 Spermatozoa dengan membran plasma sel yang ubJh ditandai oleh ekor melingkar (a) dan yang rusak ditandai oleh ekor lurus (b)
Gambar 6 A. Epididimis domba garut setelah dipisahkan dan testis, caput (a). corpus (b),
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kaitan ayat diatas dengan kinerja karyawan adalah ketika seorang karyawan melakukan suatu pekerjaan, mereka harus berkomitmen untuk bersungguh-sungguh dan ikhlas

SAVI kepanjangan dari Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual merupakan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang baik dalam

(1)Guru melihat buku ajar sebelum meminta siswa mengerjakan soal yang ada di buku ajar, (2)Guru me- lihat buku ajar sebelum meminta siswa melihat materi yang ada di buku ajar, (3)

Tidak adanya komunikasi yang baik antara kontraktor dengan perencana mengakibatkan terjadi perubahan gambar yang sangat banyak dalam proses pekerjaan pembangunan ramp

Tingkat pemenuhan kebutuhan zat gizi diper- oleh dari jumlah asupan masing-masing zat gizi dari 9 kelompok pangan yang dikonsumsi subjek diban- dingkan dengan Angka Kecukupan

Data primer meliputi karakteristik sampel (umur, jenis kelamin, dan riwayat kesehatan), konsumsi pangan, penyelenggaraan makanan, status gizi, kandungan zat gizi setiap menu. Data

Ang ekspositori ay isang anyo ng diskursong nagpapaliwanag. Anyo ng diskurso kung saan nagpapahayag ang isang tao ng mga ideya, kaisipan at impormasyon na sakop ng kanyang kaalaman

Dalam finansial dan ekonomi, divestasi (divestiture) adalah pengurangan beberapa jenis aset baik dalam bentuk finansial atau barang, dapat pula disebut penjualan