• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN JAM KERJA DAN SHIFT KERJA DENGAN TEKANAN DARAH PADA SUPIR BUS ANTAR KOTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN JAM KERJA DAN SHIFT KERJA DENGAN TEKANAN DARAH PADA SUPIR BUS ANTAR KOTA SKRIPSI"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Febrian Kantata Jati Nugraha G.0009080

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015

(2)

ii

Dengan Tekanan Darah Pada Supir Bus Antar Kota Febrian Kantata J N, G0009080, Tahun 2015

Telah disetujui untuk diuji di hadapan Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari , Tanggal Maret 2016 Pembimbing Utama

Sumardiyono, S.KM.,M.Kes. NIP :19650706 198803 1 002

Pembimbing Pendamping

Prof. dr.Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD NIP : 19551021 199412 1 001

Penguji Utama

Arsita Eka Prasetyawati, dr. M.Kes NIP : 19830621 200912 2 003

Penguji Pendamping

Endang Ediningsih, dr.,M.Kes. NIP : 19530805 198702 2 001

Tim Skripsi

Kusmadewi Eka Damayanti dr., M.Gizi NIP : 19830509 200801 2 005

(3)

iii

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juni 2015

Febrian Kantata J N NIM. G0009080

(4)

iv

Febrian Kantata J N, G0009080, 2016, Hubungan Jam Kerja Dan Shift Kerja dengan Tekanan Darah pada Supir Bus Antar Kota. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Latar Belakang: Keselamatan dan kesehatan kerja di bidang transportasi perlu diperhatikan untuk menghindari kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan. Para sopir bus antar kota sering bekerja dalam jam yang lama dan bekerja pada malam hari. Tekanan kerja yang tinggi, jam kerja yang panjang dan lingkungan yang kurang sehat dapat memicu stres pada seseorang. Stres merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan jam kerja dan shift kerja dengan tekanan darah pada supir bus antar kota.

Metode Penelitian: Jenis penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian sopir bus antar kota berjumlah 60 orang. Alat ukur yang digunakan adalah sphygmomanometer aneroid, kemudian dilakukan analisis data dengan analisis regresi linier ganda.

Hasil Penelitian: Ditemukan adanya hubungan antara lama kerja (b = 2,33; CI 95 % 1,43 hingga 3,24; b = < 0,001) dan shift kerja (b = 17,40 ; CI 95 % 10,41 hingga 24,38; b = < 0,001) dengan tekanan darah sistolik pada sopir bus antar kota. Sehingga sopir bus antar kota yang bekerja lebih lama dan bekerja pada malam hari, memiliki rata-rata tekanan darah sistolik yang lebih tinggi. Serta terdapat hubungan antara lama kerja (b = 0,47; CI 95 % 0,08 hingga 0,85; b = 0,019) dan shift kerja (b = 5,27 ; CI 95 % 2,30 hingga 28,24; b = 0,001) dengan tekanan darah diastolik pada sopir bus antar kota. Sehingga sopir bus antar kota yang bekerja lebih lama dan bekerja pada malam hari, memiliki rata-rata tekanan darah diastolik yang lebih tinggi.

Simpulan Penelitian: Berdasar penelitian, jam kerja yang panjang dan bekerja pada malam hari mempunyai resiko lebih tinggi untuk memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan jam kerja yang lebih pendek dan bekerja pada siang hari pada sopir bus antar kota.

(5)

v

Work Shift With Inter-City Bus Driver Blood Pressure. Mini Thesis Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: Occupational health and safety of the transportation needs to be concerned in order to avoid accidents and health problems. Inter-city bus driver had an important rule. The inter-city bus driver had a long work hour and often work at night shift. High pressure, long shift and unhealthy environment triggered a great deal of stress. Stress is one factor that caused blood pressure to increase. This study aims to analyze correlation between working hour and working shift with inter-city bus driver blood pressure.

Method: This analytic observational study used cross-sectional method. Subject in this study were 60 inter-city bus drivers. Data were obtained from medical check-ups and structured interview. Collected data were analyzed with linear regression.

Result: There were a significant correlation between work hours (b = 2.33; 95% CI 1.43 to 3.24; b = <0.001) and work shift (b = 17.40; 95% CI 10.41 to 24 , 38; b = <0.001) with the inter-city bus driver systolic blood pressure. Inter-city bus drivers who had long work hours and work at night shift had higher average systolic blood pressure. Furthermore, there were a significant correlation between work hour (b = 0.47; 95% CI 0.08 to 0.85; b = 0.019) and work shift (b = 5.27; 95% CI 2.30 to 28.24; b = 0.001) with diastolic blood pressure in the inter-city bus driver as well. Inter-city bus driver who had long work hours and night shift work, had higher average diastolic blood pressure.

Conclusion: Based on the study, bus driver who had long work hour and night shift work have higher risk for hypertension than those who had shorter work hours and day shift work.

(6)

vi

Allah SWT karena berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul: “Hubungan Jam Kerja Dan Shift Kerja dengan Tekanan Darah pada Supir Bus Antar Kota”. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir penulis di tingkat sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Hartono, dr., M.Si, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Sumardiyono, SKM., M.Kes., selaku Pembimbing Utama dalam penelitian ini yang telah menyempatkan waktu untuk membimbing dalam pembuatan skripsi ini.

3. Prof. Bhisma Murti, dr., M.Sc., MPH., PhD., selaku Pembimbing Pendamping dalam penelitian ini yang telah meluangkan banyak waktu memberikan pelajaran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Arsita Eka Prasetyawati, dr. M.Kes., selaku Penguji Utama yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun.

5. Endang Ediningsih, dr.,M.Kes., selaku Penguji Pendamping atas segala kritik, saran, dan koreksi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Kusmadewi Eka Damayanti, dr., M.Gizi dan Ari Natalia Probandari, dr., MPH., PhD selaku Tim Skripsi FK UNS, atas kepercayaan, bimbingan, koreksi dan perhatian yang sangat besar sehingga terselesainya skripsi ini. 7. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendoakan dan mendukung saya

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Sopir bus, kondektur, kernet dan mandor bus Surabaya – Yogyakarta yang bersedia berpartisipasi dalam penyusunan skripsi ini.

9. Alam dan segala keindahannya yang telah memberikan inspirasi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki skripsi ini nantinya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan

Surakarta, Maret 2016 Febrian Kantata J N

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I ...1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3 C. Tujuan Penelitian ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 4 BAB II ...5 A. Tinjauan Pustaka ... 5 1. Shift Kerja ... 5 2. Jam Kerja ... 6 3. Tekanan darah... 8 4. Hipertensi ... 15

5. Hubungan Jam Kerja dan Shift Kerja dengan Tekanan Darah ... 20

B. Kerangka Pemikiran ... 23 C. Hipotesis ... 24 BAB III ...25 A. Jenis Penelitian ... 25 B. Lokasi Penelitian ... 25 C. Subjek Penelitian ... 25 D. Besar Sampel ... 25 E. Teknik Sampling ... 26

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26

(8)

viii

BAB IV ...31

A. Analisis Univariat ... 31

B. Analisis Bivariat ... 32

C. Analisis Multivariat ... 34

1. Tekanan Darah Sistolik ... 34

2. Tekanan Darah Diastolik ... 36

BAB V...39

BAB VI ...43

A. SIMPULAN ... 43

B. SARAN ... 43

(9)

ix

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Joint National Committee VII ... 10 Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi

Indonesia ... 11 Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian Data Variabel Kontinyu ... 31 Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Penelitian Data Variabel Kategorik ... 32 Tabel 4.3 Analisis Bivariat Hubungan antara Tekanan Darah Sistolik dan

Shift Kerja, IMT, dan Kebiasaan Merokok ... 33 Tabel 4.5 Analisis Regresi Linier Ganda Hubungan antara Tekanan Darah

Sistolik Dengan Lama Kerja, Shift Kerja, IMT, dan Kebiasaan

Merokok ... 34 Tabel 4.6 Analisis Regresi Linier Ganda Hubungan antara Tekanan Darah

Diastolik Dengan Lama Kerja, Shift Kerja, IMT, dan Kebiasaan Merokok ... 36

(10)

x

Lampiran 1. Informed Consent dan Panduan Wawancara ... 48

Lampiran 2. Lembar Surat Ijin Penelitian ... 50

Lampiran 3. Lembar Surat Ethical Clereance ... 51

Lampiran 4. Hasil Uji Statisitik ... 52

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia masih dihadapkan pada berbagai permasalahan kesehatan, mulai dari masalah penyakit menular hingga penyakit tidak menular. Prevalensi penyakit menular yang terjadi di masyarakat mulai mengalami penurunan, namun disisi lain terjadi peningkatan pada penyakit tidak menular (Depkes, 2003). Salah satu penyakit tidak menular yang cenderung mengalami peningkatan adalah hipertensi. Seperti diketahui bahwa hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit degeneratif lainnya seperti penyakit jantung koroner, infark miokard, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal dan kematian (Houston, 2009; Hermansen, 2000).

Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia. Prevalensi hipertensi semakin meningkat, banyak penderita yang tidak terdeteksi serta morbiditas dan mortalitas yang tinggi akibat komplikasi hipertensi (Hur et al., 2014). Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah di atas normal 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau diastol sebesar 10 mmHg akan berisiko kematian 2 kali lipat. Data WHO tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 972 juta (26,4%) penduduk dunia menderita hipertensi dan angka tersebut kemungkinan meningkat menjadi 29,2% pada tahun 2025 (Yogiantoro, 2006; Misbach, 2007).

(12)

Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti status gizi, kebiasaan pola makan, pola kerja, aktifitas fisik, dan gaya hidup (Brown, 2005; Zheng, 2014). Faktor jenis pekerjaan seseorang ternyata memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mencetuskan hipertensi. Penelitian di Iran menunjukkan profesi sebagai sopir memiliki risiko lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan pekerjaan lainnya (Nasri dan Moazenzadeh, 2006). Penelitian di Taipei, juga mengambarkan tingginya prevalensi hipertensi pada sopir bus yaitu 56,0% dibandingkan profesi lainnya pada perusahaan bus yang sama (Wang dan Lin, 2001). Di Indonesia prevalensi hipertensi sistolik pada sopir bus sebesar 40,4% dan hipertensi diastolik sebesar 37,6% (Adiwibowo, 2009).

Tingginya kejadian hipertensi pada sopir dipengaruhi oleh beberapa hal seperti aktivitas fisik, stres akibat tekanan kerja, faktor lingkungan dan faktor gaya hidup (Nasri dan Moazenzadeh, 2006). Stres merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Tekanan kerja yang tinggi, jam kerja yang panjang dan lingkungan yang kurang sehat dapat memicu stres pada seseorang (Blom et al., 2012).

Jenis Pekerjaan yang dilakukan sopir bus dengan trayek luar kota yaitu Yogyakarta-Surakarta-Surabaya. Sistem kerja sopir bus PO Sumber Selamat adalah mengangkut penumpang dengan trayek luar kota dengan shift kerja 10 jam dalam sehari.

Pada pengamatan penulis di tempat istirahat sopir bus antar kota di Terminal Tirtonadi, Surakarta, Jawa Tengah, sebagian besar para sopir bekerja

(13)

dengan shift kerja dan lama kerja selama hampir 18 jam, melebihi batasan yang diatur dalam PP No. 44 Tahun 1993 pasal 240 dan pasal 241 sehingga memicu terjadinya stress yang dapat memperbesar resiko terjadinya hipertensi. Berdasar hal tersebut penulis ingin meneliti hubungan jam kerja dan shift kerja dengan tekanan darah pada sopir bus antar kota.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara lama kerja dan tekanan darah pada sopir bus antar kota sehingga semakin lama jam kerja, semakin tinggi rata-rata tekanan darah sopir bus antar kota?

2. Apakah terdapat hubungan antara shift kerja dan tekanan darah pada sopir bus antar kota sehingga sopir bus antar kota yang bekerja di malam hari rata-rata memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada yang bekerja di siang hari.?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan lama kerja dan shift kerja dengan tekanan darah pada sopir bus antar kota.

2. Tujuan Khusus

Menganalisis hubungan lama kerja dan shift kerja siang atau malam sopir bis dengan kejadian hipertensi pada pada sopir bis antar kota.

(14)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan perbandingan terhadap penelitian-penelitian tentang hipertensi dan diharapkan hasil penelitian ini berguna sebagai masukan bagi Ilmu Kesehatan Masyarakat.

2. Manfaat Aplikatif

a. Memberikan informasi sebagai masukan data dan deskripsi kejadian hipertensi di bidang transportasi umum terutama bus antar kota kepada masyarakat.

b. Sebagai salah satu pertimbangan bagi pekerja bus dan para pelaksana kegiatan transportasi umum antar kota dalam menentukan dan melaksanakan program kerja yang sesuai dengan standar kesehatan dan keamanan bagi para pekerja.

(15)

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Shift Kerja

a. Pengertian shift kerja

Menurut Setyawati (2010) menyatakan pekerja dengan

shiftadalah seseorang yang bekerja di luar jam kerja normal selama kurun waktu tertentu. Adapula pengertian lain dari shift kerja yaitu pengaturan jam kerja, sebagai pengganti atau sebagai tambahan kerja pagi dan siang hari sebagaimana yang biasa dilakukan.

Menurut Nurmianto (2004) mendefinisikan pekerja shift adalah seseorang yang bekerja di luar jam normal dalam seminggu.

b. Pembagian shift kerja

Menurut Setyawati (2010), terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam penetuan shift kerja, yaitu:

1) Jenis shift kerja pagi,siang, dan malam. 2) Panjang waktu tiap shift kerja.

3) Waktu dimulai dan diakhrinya suatu shift kerja. 4) Distribusi waktu istirahat.

5) Arah perubahan shift kerja.

Macam shift kerja ada dua macam, yaitu shift kerja berputar yaitu dan shift kerja tetap. Merancang shift kerja ada dua hal utama

(16)

yang harus diperhatikan, yaitu bahwa kekurangan istirahat atau tidur ditekan sekecil mungkin sehingga dapat mengurangi kelelahan kerja disamping menyediakan waktu untuk keharmonisan kehidupan keluarga maupun kontak sosial di masyarakat (Setyawati, 2010). 2. Jam Kerja

Jam kerja adalah waktu yang ditentukan untuk melakukan pekerjaan (Hurriyati, 2013). Harrington (2001) menyatakan bahwa lamanya jam kerja berlebih dapat meningkatkan human error atau kesalahan kerja karena kelelahan yang meningkat dan jam tidur yang berkurang. Pengemudi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yg pekerjaannya memegang kemudi untuk mengatur arah perjalanan perahu, mobil, pesawat terbang, dan sebagainya.

Pemerintah sudah mengatur perihal pengemudi dan pengemudi cadangan pada bus atau angkutan umum yang mempunyai trayek lebih dari 300 km dan atau lebih dari 6 jam perjalanan sesuai waktu kerja, waktu istirahat dan pergantian pengemudi. Hal tersebut tercantum di Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, Pasal 240 dan 241 yang isinya adalah sebagai berikut:

a. Pasal 240

1) Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan, perusahaan angkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi kendaraan umum.

(17)

2) Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah 8 (delapan) jam sehari.

3) Pengemudi kendaraan umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4 (empat) jam berturut-turut, harus diberikan istirahat sekurang-kurangnya setengah jam.

4) Dalam hal-hal tertentu pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dipekerjakan menyimpang dari waktu kerja 8 (delapan) jam sehari, tetapi tidak boleh lebih dari 12 (dua belas) jam sehari termasuk istirahat 1 (satu) jam.

5) Penyimpangan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku bagi pengemudi kendaraan umum yang mengemudikan kendaraaan umum angkutan antar kota.

6) Pengemudi kendaraan umum wajib mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

b. Pasal 241

1) Pengusaha angkutan umum yang mengoperasikan kendaraannya lebih dari waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) harus menyediakan pengemudi pengganti.

2) Pengusaha angkutan umum harus melakukan penggantian pengemudi dengan pengemudi pengganti setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) dilampaui

(18)

Dalam pelaksanaan dari undang-undang tersebut, peraturan mengenai waktu kerja untuk trayek yang menengah atau pendek selama delapan jam dapat ditaati. Namun ketaatan untuk trayek panjang atau super panjang sangat kurang, diperburuk oleh kurangnya kontrol dari aparat. Berbagai studi menyebutkan, terjadi kesalahan pemahaman terhadap perundangan tersebut, misalnya untuk bus antar kota, antar propinsi dan antar pulau. Contohnya bus Surabaya-Yogyakarta-Surabaya yang perjalanannya dilakukan selama sedikitnya 16 jam, sehingga seharusnya ada dua shift sepanjang perjalanan antar dua kota tersebut. Dalam pelaksanaannya terdapat dua pengemudi, tetapi mereka bekerja secara bersamaan, setiap empat jam istirahat kemudian dilanjutkan pengemudi kedua pada jam kesembilan, pengemudi pertama istirahat di bangku paling depan atau tidur di bangku paling belakang. Di lapangan juga ditemukan perusahaan yang hanya menggunakan satu sopir bekerja sepanjang perjalanan(Christwoyanto, 2015).

3. Tekanan darah

a. Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan dinding pembuluh darah tersebut. Bila orang mengatakan bahwa tekanan darah 50 mmHg, ini menunjukkan bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mmHg (Guyton dan Hall, 2007). Menurut Palmer (2005) tekanan darah adalah gaya (dorongan) darah

(19)

ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari jantung ke seluruh tubuh.

Tekanan darah tergantung pada curah jantung dan resistensi perifer total (Sherwood, 2001). Curah jantung atau jumlah darah yang dipompa oleh jantung tiap menit dipengaruhi oleh denyut jantung, isi sekuncup, dan aliran balik vena. Pengaruh denyut jantung terhadap curah jantung tergantung dari keseimbangan rangsangan simpatis dan parasimpatis. Rangsang simpatis dapat meningkatkan denyut jantung sedangkan rangsang parasimpatis memberikan pengaruh sebaliknya. Isi sekuncup adalah jumlah darah yang dapat dikeluarkan oleh ventrikel di tiap denyutnya. Isi sekuncup dipengaruhi oleh volume akhir diastolik, total tahanan perifer dan kekuatan kontraksi ventrikel (Guyton dan Hall, 2007).

Resistensi perifer merupakan tahanan pembuluh darah (terutama arteriol) terhadap tekanan darah. Resistensi ini terutama dipengaruhi oleh jari-jari pembuluh darah dan viskositas darah. Apabila viskositas darah meningkat akan menyebabkan peningkatan resistensi dan apabila jari-jari pembuluh darah semakin kecil maka resistensi semakin besar. Panjang pembuluh darah pada persamaan diatas tidak mempunyai pengaruh yang besar karena pembuluh darah didalam tubuh relatif konstan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jari-jari pembuluh darah yaitu faktor intrinsik (berupa perubahan metabolik lokal dan

(20)

pengeluaran histamin) dan faktor ekstrinsik (berupa kontrol saraf dan hormon). Perubahan metabolik yang dapat menyebabkan relaksasi otot polos arteriol (vasodilatasi) adalah peningkatan karbondioksida (CO2)

dan asam serta osmolaritas, penurunan oksigen (O2), pengeluaran

prostaglandin dan adenosin. Peningkatan aktifitas simpatis menimbulkan vasokonstriksi arteriol di mana serat-serat saraf ini mempersarafi otot polos arteriol di seluruh tubuh, kecuali di otak. Hormon yang berpengaruh terhadap jari-jari pembuluh adalah norepinefrin dan epinefrin yang dihasilkan oleh medulla adrenal yang dirangsang oleh adanya perangsangan simpatis. Selain itu, hormon angiotengsin II dan vasopressin menyebabkan adanya resistensi garam serta air dan vasokontriksi pembuluh darah (Silbenagi dan Lang, 2007).

b. Klasifikasi Tekanan Darah

Tabel 1.Klasifikasi Tekanan Darah Joint National Committee VII

Klasifikasi Tekanan sistole

(mmHg) Tekanan diastole (mmHg) Normal < 120 < 80 Pre Hipertensi 120 – 139 80 – 89 Stadium I 140 – 159 90 – 99 Stadium II ≥ 160 ≥ 100

(21)

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi stadiumI dan stadium II.

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia Klasifikasi Tekanan sistolik (mmHg) Dan/Atau Tekanan Diastolik (mmHg) Normal < 120 Dan < 80

Pre hipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89

Hipertensi tahap 1 140 – 159 Atau 90 – 99

Hipertensi tahap 2 ≥ 140 Atau ≥ 100

Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 Dan < 90 c. Faktor yang Memengaruhi Tekanan Darah

1) Usia

Kondisi kardiovaskuler mengalami penurunan pada usia lanjut sehingga mudah mengalami gangguan fungsi (Kardi, 2004). Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya usia maka tekanan darah semakin tinggi, sebagai oleh karena timbulnya arteriosklerosis.

(22)

2) Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin angiostensin. Secara umum tekanan darah laki-laki lebih tinggi dari perempuan (Purwanto, 2012). 3) Indeks Massa Tubuh (IMT)

Orang dengan obesitas atau IMT lebih dari normal cenderung memiliki tekanan darah tinggi. IMT lebih dari 23 kg/m2 memiliki resiko hipertensi.

4) Aktivitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar kemungkinan aktivitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktivitas fisik membantu mengontrol tekanan darah. Olahraga secara teratur dapat menurunkan tekanan darah (Purwanto, 2012).

5) Merokok

Merupakan faktor resiko mayor terhadap penyakit jantung koroner dan penyakit kardiovaskuler. Zat-zat kimia dalam asap rokok terserap ke dalam aliran darah dan membuat pebuluh darah menyempit serta membuat sel darah merah menjadi lebih lengket sehingga mudah membentuk gumpalan. Jumlah rokok yang dihisap juga berpengaruh, risikonya meningkat sesuai tingkat konsumsi, yaitu ringan (<10 batang sehari), sedang (10-20

(23)

batang sehari), dan perokok berat (>20 batang sehari) (Davidson, 2003).

6) Konsumsi Alkohol

Mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang banyak dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga peluang untuk terkena hipertensi semakin tinggi (Enggar dan Puruite, 2008).

7) Keturunan

Faktor genetik dalam hipertensi termasuk golongan multifaktor, yaitu interaksi sejumlah gen dengan faktor lingkungan(Murray, 2003). Secara umum bila dalam satu keluarga ada yang menderita hipertensi pada anggota keluarga yang lainnya di masa mendatang juga dapat meningkat (Kusmana,2009).

8) Kondisi Psikis

Kondisi psikis seseorang dapat mempengaruhi tekanan darah, misalnya kondisi psikis seseorang yang mengalami stress atau tekanan. Respon tubuh terhadap stres disebut alarm yaitu reaksi pertahanan atau respon perlawanan. Kondisi ditandai dengan peningkatan tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan, dan ketegangan otot. Selain itu stres juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otot-otot angka dan penurunan aliran darah ke ginjal, kulit, dan saluran pencernaan (Guyton dan Hall, 2007).

(24)

9) Asupan

a) Asupan Natrium

Natrium (Na) adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136 sampai 145 mEg/L, Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan konraksi otot (Purwanto,2012).

b) Asupan kalium

Kalium (K) merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium kebalikan dengan Na. Konsumsi K yang banyak akan meningkatkan konsentrasi di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah (Purwanto, 2012). d. Pengukuran tekanan darah

Menurut Siauw (1994) pengukuran tekanan darah dapat diukur dengan alat pengukur tekanan darah elektronik dari sejumlah merk yang banyak digunakan di rumah-rumah.

Pada umumnya alat pengukur tekanan darah dapat digolongkan dalam dua macam :

1) Alat mekanik yaitu yang memerlukan pemakai mendengarkan bunyi melalui stetoskop dan kemudian melihat pengukur presure

(25)

gauge, alat pengukur ini bisanya disebut aneroid dan pengukur yang menggunakan kolom air raksa disebut sphygmomanometer.

2) Alat elektronik yang memakai baterai dan penunjukkannya secara digital .

Tekanan darah perorangan dinyatakan sebagai tekanan darah sistolik/diastolik, contohnya 120/80. Tekanan darah sistolik mewakili tekanan di arteri-arteri ketika otot jantung berkontraksi dan memompa darah ke dalamnya. Tekanan darah diastolik mewakili tekanan di arteri-arteri ketika otot jantung mengendur (rileks) setelah ia berkontraksi (Ningsih, 2012).

4. Hipertensi

a. Definisi Hipertensi

Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmHg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmHg dalam keadaan istirahat (Staessen et al., 2003). Tekanan darah normal tinggi (prehipertensi) yaitu sistolik 130 – 139 mmHg, diastolik 85 – 89mmHg mempunyai resiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok tekanan darah optimal sistolik < 120 mmHg dan diastolik 80 mmHg. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika sistolik/diastolik 140/90 mmHg (Suyono, 2001).

(26)

b. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai kurang lebih 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10 % dari seluruh hipertensi (Lany, 2005).

1) Hipertensi Primer

Merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambah umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 % pasien hipertensi diperkirakan termasuk kategori ini.

2) Hipertensi Sekunder

Hipertensi yang diketahui penyebabnya yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti hipertensi karena penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik (Kaplan, 2004).

c. Gejala Hipertensi

Penyempitan pembuluh nadi atau arteriosklerosis merupakan gejala awalyang umum terjadi pada hipertensi. Karena arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam arteriosklerosis, darah memaksa

(27)

melewati jalan yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Wirakusumah, 2002).

Hipertensi akan memberi gejala lanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pada pembuluh darah jantung), serta penyempitan ventrikel kiri/bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain itu dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes melitus, dan sebagainya (Yundini, 2006).

Menurut Corwin (2001), sebagian besar orang hipertensi tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestesi klinis timbul setelah bertahun-tahun, yang berupa; 1) nyeri kepala saat terjaga, kadang disertai mual dan muntah; 2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina; 3) ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf; 4) nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus; 5) edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. d. Faktor Risiko Hipertensi

Faktor resiko hipertensi dibedakan atas faktor yang tidak dapat diubah atau dikontrol dan faktor yang dapat diubah atau dikontrol. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol adalah; a) umur; b) jenis kelamin; c) riwayat keluarga; d) genetik(Staessen, 2003; Sheps, 2005).

(28)

Sedangkan faktor yang dapat diubah/dikontrol yaitu:

1) Kebiasaan merokok, zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida, 2003). Peningkatan tekanan darah juga dapat disebabkan oleh nikotin yang diserap oleh pembuluh darah kecil di paru-paru dan diedarkan ke aliran darah yang kemudian mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Sheps, 2005). 2) Konsumsi garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh,

karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga akanmeningkatkan volume dan tekanan darah. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari (Kaplan, 2004).

3) Konsumsi lemak jenuh mengakibatkan risiko ateroskelosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah (Sheps, 2005).

4) Konsumsi minum beralkohol menyebabkan kenaikan tekanan darah yang diduga melalui mekanisme peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume serta kekentalan sel darah merah (Nurkhalida, 2003).

(29)

5) Obesitas, di mana IMT > 25 merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktifitas renin plasma rendah. Kelebihan berat badan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air (Yundini, 2006).

6) Olahraga teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Orang yang tidak aktif cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung memompa, makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Sheps, 2005).

7) Stress dapat pula meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stres menjadi berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi lebih tinggi.

e. Diagnosis Hipertensi 1) Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyaklit jantung koroner,penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau

(30)

kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial keluarga, pekerjaan, dan lain-lain) (Mansjoer, 2006). 2) Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontralateral (Mansjoer, 2006).

3) Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi yang bertujuan untuk menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, guia darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakuakan pemeriksaan alin, sperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardografi (Mansjoer, 2006).

5. Hubungan Jam Kerja dan Shift Kerja dengan Tekanan Darah

Menurut Nasri dan Moazenzadeh (2006), kelompok populasi yang memiliki resiko hipertensi yang besar salah satunya adalah sopir bus. Jam kerja yang tinggi dan shift kerja yang tidak teraturdiduga menjadi faktor terjadinya hipertensi. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Yang et al.

(2006) menunjukkan bahwa lama jam kerja mempengaruhi pada kejadian hipertensi yang disebabkan stress kerja. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh

(31)

faktor lingkungan tempat bekerja, seperti paparan panas, debu, ataupun asap, sehingga jika terpapar dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan stres kerja, sedangkan stres merupakan salah satu faktor risiko penyakit hipertensi.

Shift kerja yang tidak teratur juga berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja dan dalam hal ini berhubungan dengan irama circandian rhythm. Circandian rhytm berasal dari bahasa latin, yaitu

circa yang berarti putaran dan dies yang berarti hari (circandian = kira-kira dalam satu hari). Secara praktis, semua fungsi fisiologis dan psikologis manusia digambarkan sebagai sebuah irama selama periode waktu 24 jam, dan menunjukkan adanya fluktuasi harian. Fungsi tubuh yang ditandai oleh circardian adalah tidur, kesiapan untuk kerja, temperatur tubuh, detak jantung dan tekanan darah. Semua fungsi manusia tersebut menunjukkan siklus harian yang teratur. Shift kerja yang tidak teratur atau shift kerja malam dapat menimbulkan akibat yang cukup menggangu, khususnya apabila mengalami kurang tidur (Setyawati,2010). Menurut Nurmianto (2004) mempertegas dalam artikelnya yang berjudul

Shift Work and III-Health menyebutan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Circandian Learning Center di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa para pekerja shift, terutama bekerja di malam hari, dapat terkena berbagai permasalahan kesehatan. Permasalahan kesehatan ini antara lain: gangguan tidur, kelelahan, penyakit jantung, dan tekanan darah tinggi.

(32)

Menurut Setyawati (2010),mengutarakan beberapa pengaruh Shift

kerja terhadap tubuh sebagai berikut :

a. Ada pengaruh pada kualitas tidur. Tidur pada siang hari tidak seefektif tidur pada malam hari biasanya dibutuhkan dua hari istirahat sebagai kompensasi kerja pada malam hari.

b. Kapasitas kerja fisik saat bekerja pada malam hari kurang.

c. Shift kerja pada malam hari juga mempengaruhi kapasitas mental. d. Gangguan kejiwaan dapat terjadi pada pekerja shift malam. e. Ganguan pencernaan dapat terjadi pada pekerja shift malam hari.

Selain jam kerja dan shift kerja, terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi pada sopir bus. Penelitian Chiron (1989) yang menemukan bahwa hipertensi, obesitas, dan merokok adalah masalah kesehatan bagi para sopir truk. Penelitian Yasushi (2000) di Jepang menyebutkan bahwa faktor-faktor resiko terjadinya hipertensi pada supir truk adalah umur, merokok, minuman alkohol, dan IMT. Disamping itu, kebiasan sopir bus minum minuman yang mengandung kafein juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit hipertensi.

(33)

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran.

Keterangan : : Di teliti : Tidak di teliti Resistensi Leptin Status gizi Hiperleptinia

Status Tekanan Darah

Nikotin

Shift kerja Kebiasaan

merokok Tahanan Perifer Kelelahan Eksresi Vasopressin dan CRF Mengaktifkan Modula Adrenal Mengaktifkan Sekresi Adrenalin Retensi Natrium+Air Volume Plasma Naik Curah Jantung Gangguan Metabolisme lemak Sistem Hemodinamik Lama Kerja Sistem Vasomotor Penyempitan pembuluh darah Saraf Simpatis Perubahan Aktifitas Hypotalamus Tingkat Stress Alkohol dan kafein usia Konsumsi lemak Konsumsi garam

(34)

C. Hipotesis

A. Ada hubungan antara lama kerja dan tekanan darah pada sopir bus antar kota. Semakin lama jam kerja, semakin tinggi rata–rata tekanan darah sopir bus antar kota.

B. Ada hubungan antara shift kerja dan tekanan darah pada sopir bus antar kota. Sopir bus antar kota yang bekerja di malam hari rata–rata memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada yang bekerja di siang hari.

(35)

25

n = 15-20 subjek per variabel independen BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survey bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di terminal pemberhentian utama bus Antar Kota Antar Propinsi trayek Surabaya - Surakarta – Yogyakarta yaitu Terminal Bus Bungurasih Surabaya, Terminal Bus Madiun, Terminal Bus Tirtonadi Surakarta, dan Terminal Bus Giwangan Jogja.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sopir bus Antar Kota Antar Propinsi trayek Surabaya - Surakarta – Yogyakarta AC non-patas sesaat setelah tiba di terminal-terminal lokasi penelitian.

D. Besar Sampel

Penelitian ini menggunakan analisis multivariat untuk mengontrol pengaruh faktor perancu (confounding factor) yang dapat menurunkan validitas penelitian. Rasio yang dianjurkan antara ukuran sampel dan jumlah variabel independen (Murti, 2006).

Keterangan: n= jumlah sampel

(36)

Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu lama jamkerja, shift kerja, kebiasaan merokok, dan indeks massa tubuh. Dengan demikian sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar:

Dengan demikian sampel minimal yang dibutuhkan untuk penelitian ini sebesar ≥ 60 subjek.

E. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dimulai dengan observasi dan wawancara populasi sasarandi terminal-terminal lokasi penelitian yang telah ditetapkan. Teknik sampling dilakukan dengan Incidental Quota Sampling sebanyak 60 sampel.

F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas:

a. Lama kerja b. Shift kerja

2. Variabel terikat: Tekanan darah

3. Variabel perancu: Kebiasaan merokok dan indeks massa tubuh. G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Lama Jam Kerja

a. Definisi: Adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang sopir untuk mengemudi dari kota awal ke kota berikutnya.

b. Alat ukur: Observasi dan wawancara. c. Skala pengukuran: kontinyu.

(37)

2. Status Shift Kerja

a. Definisi: Adalah pengaturan jam kerja dengan jangka waktu tertentu atau tambahan waktu kerja diluar jam kerja biasa.

b. Alat ukur: Observasi dan wawancara.

c. Hasil Pengukuran: Shift malam diberi kode 0; Shift siang diberi kode 1. d. Skala pengukuran: kategorikal.

3. Tekanan Darah

a. Definisi: adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung memompakan darah ke seluruh tubuh.

b. Alat ukur: sphygmomanometer aneroid dan stetoskop. c. Skala pengukuran: kontinyu.

4. Indeks Massa Tubuh

a. Definisi: Adalah indeks proporsi tubuh manusia yang dihitung dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2).

b. Alat ukur: Timbangan berat badan dan Mikrotoise staturmeter.

c. Hasil pengukuran : IMT < 25 kg/m2 kode 0: IMT ≥ 25 kg/m2 kode 1. d. Skala pengukuran: kategorikal.

5. Kebiasaan Merokok

a. Definisi : Adalah dalam jangka waktu 30 hari terakhir merokok 1 batang rokok atau lebih.

b. Alat ukur: wawancara.

c. Hasil pengukuran: tidak merokok diberi kode 0; merokok diberi kode 1. d. Skala pengukuran: kategorikal

(38)

H. Rancangan Penelitian

Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.

I. Instrumentasi Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Informed consent danlembar biodata.

2. Daftar panduan wawancara.

3. Alat pengukur tekanan darah dengan menggunakan sphygmanometer

aneroid dan stetoskop.

4. Alat pengukur tinggi badan dan berat badan yaitu microtoise statumeter

dan timbangan berat badan. Sopir Sopir Non-Patas

Kenaikan tekanan darah

(+)

Analisis regresi linier ganda

Kenaikan tekanan darah (-)

Kesimpulan

Shift kerja Lama Jam kerja

Sampel : 60 orang

(39)

J. Cara Kerja

Penelitian dilakukan dengan langkah berikut:

1. Menyiapkan lembar biodata, informed consent, dan daftar panduan wawancara serta mentera alat-alat yang digunakan.

2. Perijinan di UPTD terminal–terminal lokasi penelitian 3. Pengisian informed consent dan lembar biodata oleh sampel.

4. Tim peneliti melakukan observasi dan wawancara terhadap sampel berdasarkan daftar panduan wawancara.

5. Tim peneliti menimbang berat badan dan mengukur tinggi sampel. 6. Tim peneliti mengukur tekanan darah sampel.

K. Teknik Analisis

Karakteristik sampel data konklusi dideskripsikan dalam n, mean, standar deviasi, minimum, dan maksimum. Untuk karakteristik sampel data kategorikal dideskripsikan dalam n dan persen. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi linier berganda dengan program komputer untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara lama kerja dan shift kerja dengan tekanan darah dengan mengontrol sejumlah faktor perancu (confounding factor).

Persamaan model analisis regresi linier ganda :

Keterangan :

Y = Tekanan darah (mmHg) X1 = Lama kerja (jam/hari)

(40)

X2 = Status shift (0= malam; 1= siang)

X3= Indeks massa tubuh (0= <25 kg/m2; 1= ≥25 kg/m2)

X4= Kebiasaan merokok (0= tidak; 1= ya)

a = Konstanta(nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)

b1,b2,b3,b4 = koefisien regresi

Tekanan darah dihitung dan dianalisis masing-masing untuk tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Hubungan variabel yang diteliti ditunjukkan oleh nilai b. Kemudian nilai b di uji dengan uji T. Hasilnya ditunjukkan oleh nilai p.

(41)

31 BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian dengan judul: Hubungan Jam Kerja dan Shift Kerja Dengan Tekanan Darah Pada Supir Bus Antar Kota telah dilaksanakan pada bulan Januari 2016 dan pengambilan data dilakukan di Terminal Bus Bungurasih Surabaya, Terminal Bus Madiun, Terminal Bus Tirtonadi Surakarta, dan Terminal Bus Giwangan Yogyakarta. Sampel penelitian berjumlah 60 orang.

A. Analisis Univariat

Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian Data Variabel Kontinyu

Variabel n Rerata Standar

Deviasi

Minimum Maksimum Tekanan darah sistolik

(mmHg)

60 134,00 17,389 100 170

Tekanan darah diastolik (mmHg)

60 85,83 6,187 70 100

Lama kerja (jam/ hari) 60 5,63 3,778 0 11

Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa, dari 60 orang sopir bus yang menjadi subjek penelitian memiliki tekanan darah sistolik rata-rata 134,00 mmHg yang berada pada rentang 100 mmHg – 170 mmHg, tekanan darah diastolik 85,83 mmHg yang berada pada rentang 70 mmHg – 100 mmHg, dan lama kerja rata-rata 5,63 jam/hari dengan 11 jam/hari sebagai lama kerja maksimum.

(42)

Tabel 4.2 Karakteristik Sampel Penelitian Data Variabel Kategorik

Kelompok Frekuensi Persentase

Shift Kerja Siang 30 50,0 Malam 30 50,0 Total 60 100,0 IMT 47 78,3 < 25 Kg/m2 ≥ 25 Kg/m2 13 21,7 Total 60 100,0 Kebiasaan Merokok 45 75,0 Tidak Ya 15 25,0 Total 60 100,0

Berdasarkan Tabel 4.2, dapat dilihat bawa dari 60 subjek penelitian 30 orang (50%) bekerja pada shift siang, 30 orang (50%) bekerja pada shift malam, 47 orang (78.3%) memiliki IMT < 25 Kg/m2, 13 orang (21.7%)

memiliki IMT ≥ 25 Kg/m2, 45 orang (75%) tidak memiliki kebiasaan merokok, dan 15 orang (25%) memiliki kebiasaan merokok.

B. Analisis Bivariat

Tabel 4.3 Analisis Bivariat Hubungan antara Tekanan Darah Sistolik dan Shift Kerja, IMT, dan Kebiasaan Merokok.

Kelompok n Rerata Nilai Tengah Std. Deviasi p Shift Kerja Siang 60 126.00 120.00 13.025 < 0.001 Malam 60 142.00 140.00 17.695 IMT < 25 Kg/m2 60 133.83 140.00 15.541 0.898 ≥ 25 Kg/m2 60 134.62 140.00 23.670 Kebiasaan Merokok Tidak 60 130.67 140.00 18.696 0.348 Ya 60 135.11 140.00 17.006

(43)

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik pada shift malam yang lebih tinggi 16 mmHg dari shift siang dan nilai p dari variabel shift kerja < 0,05 sehingga shift kerja berpengaruh signifikan terhadap tekanan darah sistolik. Tidak terdapat perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik yang cukup besar yaitu 0,79 mmHg antara sopir bus yang memiliki IMT < 25 Kg/m2 dan ≥ 25 Kg/m2. Tidak terdapat perbedaan rata-rata tekanan darah sistolik yang cukup besar juga yaitu 4,44 mmHg antara sopir bus yang tidak dan memiliki kebiasaan merokok. Nilai p dari variabel IMT dan kebiasaan merokok > 0,05 sehingga IMT dan kebiasaan merokok tidak berpengaruh signifikan terhadap tekanan darah sistolik.

Tabel 4.4 Analisis Bivariat Hubungan antara Tekanan Darah Diastolik dan Shift Kerja, IMT, dan Kebiasaan Merokok

Kelompok n Rerata Nilai Tengah Std. Deviasi p Shift Kerja Siang 60 83,33 80,00 13,025 0,002 Malam 60 88,33 90,00 5,307 IMT < 25 Kg/m2 60 85,74 90,00 6,166 0,984 ≥ 25 Kg/m2 60 86,15 90,00 6,504 Kebiasaan Merokok Tidak 60 84,67 90,00 6,399 0,486 Ya 60 86,22 90,00 6,318

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan rata-rata tekanan darah diastolik pada shift malam yang lebih tinggi 5 mmHg dari shift siang dan nilai p dari variabel shift kerja < 0,05 sehingga shift kerja berpengaruh signifikan terhadap tekanan darah sistolik. Tidak terdapat

(44)

perbedaan rata-rata tekanan darah diastolik yang cukup besar yaitu 0.41 mmHg antara sopir bus yang memiliki IMT < 25 Kg/m2 dan ≥ 25 Kg/m2.

Tidak terdapat perbedaan rata-rata tekanan darah diastolik yang cukup besar juga yaitu 1.55 mmHg antara sopir bus yang tidak dan memiliki kebiasaan merokok. Nilai p dari variabel IMT dan kebiasaan merokok > 0,05 sehingga IMT dan kebiasaan merokok tidak berpengaruh signifikan terhadap tekanan darah diastolik.

C. Analisis Multivariat 1. Tekanan Darah Sistolik

Tabel 4.5 Analisis Regresi Linier Ganda Hubungan antara Tekanan Darah Sistolik Dengan Lama Kerja, Shift Kerja, IMT, dan Kebiasaan Merokok Variabel Independen Koefisien Regresi b Selang kepercayaan 95 % p Batas Bawah Batas Atas

Konstanta 111,57 102,63 120,50 < 0,001

Lama kerja (jam) 2,33 1,43 3,24 < 0,001

Shift kerja malam 17,40 10,41 24,38 < 0,001

IMT ≥ 25 kg/m2 -5,84 -14,38 2,71 0,176

Merokok 2,49 -5,58 10,57 0,539

n observasi = 60

Adjusted R2 = 43,8 %

p = < 0,001

Berdasarkan tabel 4.5 persamaan regresi linier berganda di atas diperoleh nilai konstanta sebesar 111,57. Ini menunjukkan jika tekanan darah sistolik (Y) tidak dipengaruhi oleh keempat variabel bebasnya atau

shift kerja (X1), lama kerja (X2), kebiasaan merokok (X3), dan IMT (X4)

bernilai nol, maka besarnya rata-rata tekanan darah sistol akan bernilai 111,57.

(45)

Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan nilai variabel bebas lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel terikat diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel bebasnya.

Koefisien regresi untuk shift kerja (X1) bernilai positif,

menunjukkan adanya hubungan yang searah antara shift kerja (X1) dengan

tekanan darah sistolik (Y). Koefisien regresi variabel X1 sebesar 17,40

menunjukkan untuk setiap perubahan status shift kerja (X1) akan

menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik (Y) sebesar 17,40. Koefisien regresi untuk lama kerja (X2) bernilai positif,

menunjukkan adanya hubungan yang searah antara lamakerja (X2) dengan

tekanan darah sistolik (Y). Koefisien regresi variabel X2 sebesar 2,33

menunjukkan untuk setiap pertambahan lama kerja (X2) akan

menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik (Y) sebesar 2,33. Koefisien regresi untuk kebiasaan merokok (X3) bernilai positif,

menunjukkan adanya hubungan yang searah antara kebiasaan merokok (X3) dengan tekanan darah sistolik (Y). Koefisien regresi variabel X3

sebesar 2,49 menunjukkan untuk setiap perubahan status kebiasaan merokok (X3) akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah sistolik (Y)

sebesar 2,49.

Koefisien regresi untuk IMT (X4) bernilai negatif, menunjukkan

(46)

darah sistolik (Y). Koefisien regresi variabel X4 sebesar -5,84

menunjukkan untuk setiap perubahan status IMT (X4) akan menyebabkan

menurunnya tekanan darah sistolik (Y) sebesar 5,84.

Nilai Adjusted R2 sebesar 43,8% menunjukkan bahwa variabel yang diteliti (shift kerja, lama kerja, IMT, dan kebiasaan merokok) memberikan pengaruh terhadap tekanan darah sistolik sebesar 43,8% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti.

Nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel-variebel bebas terhadap variabel terikat.

2. Tekanan Darah Diastolik

Tabel 4.6 Analisis Regresi Linier Ganda Hubungan antara Tekanan Darah Diastolik Dengan Lama Kerja, Shift Kerja, IMT,

dan Kebiasaan Merokok Variabel Independen Koefisien Regresi b Selang kepercayaan 95 % p Batas bawah Batas atas

Konstanta 80,28 76,48 84,08 < 0,001

Lama kerja (jam) 0,47 0,08 0,85 0,019

Shift kerja malam 5,27 2,30 8,24 0,001

IMT ≥ 25 kg/m2 -1,42 -5,06 2,21 0,436

Merokok 0,82 -2,62 4,26 0,635

n observasi = 60

Adjusted R2 = 19.6 % p = 0,003

Berdasarkan tabel 4.6 persamaan regresi linier berganda diperoleh nilai konstanta sebesar 80,28. Ini menunjukkan jika tekanan darah diastolik (Y) tidak dipengaruhi oleh keempat variabel bebasnya atau shift

(47)

bernilai nol, maka besarnya rata-rata tekanan darah diastolik akan bernilai 80,28.

Nilai koefisien regresi pada variabel-variabel bebasnya menggambarkan apabila diperkirakan variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan nilai variabel bebas lainnya diperkirakan konstan atau sama dengan nol, maka nilai variabel terikat diperkirakan bisa naik atau bisa turun sesuai dengan tanda koefisien regresi variabel bebasnya.

Koefisien regresi untuk shift kerja (X1) bernilai positif,

menunjukkan adanya hubungan yang searah antara shift kerja (X1) dengan

tekanan darah diastolik (Y). Koefisien regresi variabel X1 sebesar 5,27

menunjukkan untuk setiap perubahan status shift kerja (X1) akan

menyebabkan meningkatnya tekanan darah diastolik (Y) sebesar 5,27. Koefisien regresi untuk lama kerja (X2) bernilai positif,

menunjukkan adanya hubungan yang searah antara lamakerja (X2) dengan

tekanan darah diastolik (Y). Koefisien regresi variabel X2 sebesar 0,47

menunjukkan untuk setiap pertambahan lama kerja (X2) akan

menyebabkan meningkatnya tekanan darah diastolik (Y) sebesar 0,47. Koefisien regresi untuk kebiasaan merokok (X3) bernilai positif,

menunjukkan adanya hubungan yang searah antara kebiasaan merokok (X3) dengan tekanan darah diastolik (Y). Koefisien regresi variabel X3

sebesar 0,82 menunjukkan untuk setiap perubahan status kebiasaan merokok (X3) akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah diastolik

(48)

Koefisien regresi untuk IMT (X4) bernilai negatif, menunjukkan

adanya hubungan yang berlawanan arah antara IMT (X4) dengan tekanan

darah diastolik (Y). Koefisien regresi variabel X4 sebesar -1,42

menunjukkan untuk setiap perubahan status IMT (X4) akan menyebabkan

menurunnya tekanan darah diastolik (Y) sebesar 1,42.

Nilai Adjusted R2 sebesar 19,6% menunjukkan bahwa variabel yang diteliti (shift kerja, lama kerja, IMT, dan kebiasaan merokok) memberikan pengaruh terhadap tekanan darah sistolik sebesar 19,6% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel yang tidak diteliti.

Nilai p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi linier yang diestimasi layak digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel-variebel bebas terhadap variabel terikat.

(49)

39 BAB V PEMBAHASAN

Analisis bivariat yang dilakukan pada variabel yang ditunjukkan pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 menunjukkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara shift kerja dengan tekanan sistolik dan tekanan darah diastolik ( p < 0,05 ). Hubungan Indeks massa tubuh dan kebiasaan merokok dengan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik ( p > 0,05 ).

Hasil analisis regresi linier berganda pada penelitian ini di dapatkan hasil yang bermakna antara hubungan lama kerja dan tekanan darah sistolik pada sopir bus, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Sopir bus yang bekerja satu jam lebih lama memiliki tekanan darah sistolik rata-rata 2,33 mmHg lebih tinggi. (b = 2,33; CI 95 % 1,43 hingga 3,24; b = < 0,001).

Terdapat hubungan antara shift kerja dan tekanan darah sistolik pada sopir bus, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Sopir yang yang bekerja pada malam hari memiliki tekanan darah sistolik rata-rata 17,4 mmHg lebih tinggi dari yang bekerja pada siang hari. ( b = 17,40 ; CI 95 % 10,41 hingga 24,38; b = < 0,001 )

Orang dengan obesitas atau IMT lebih dari normal cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Obesitas, di mana IMT > 25 merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi (Yundini, 2006). Hasil analisis regresi linier pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)

(50)

dengan tekanan darah yang secara statistik signifikan. Sopir bus dengan indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2 memiliki tekanan darah darah lebih rendah rata-rata 5.84

mmHg dari sopir bus dengan IMT < 25 kg/m2.(b = -5,84; CI 95% -14,38 hingga 2,71; b = 0,176).

Terdapat hubungan kebiasaan merokok dengan tekanan darah sistolik pada sopir bus, namun secara statistik tidak signifikan. Sopir bus yang merokok memiliki tekanan darah sistolik rata-rata 2,49 mmHg lebih tinggi. (b = 2,49; CI 95% -5,58 hingga 10,57; p = 0,539).

Analisis regresi linier berganda tekanan darah diastolik dengan shift kerja, lama kerja, IMT, dan kebiasaan merokok di dapatkan hasil yang bermakna antara hubungan shift kerja dan tekanan darah diastolik pada sopir bus, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Terdapat hubungan antara lama kerja dan tekanan darah diastolik pada sopir bus, dan hubungan tersebut secara statistik signifikan. Sopir bus yang bekerja satu jam lebih lama memiliki tekanan darah diastolik rata-rata 0,47 mmHg lebih tinggi. (b = 0,47; CI 95 % 0,08 hingga 0,85; b = 0,019).

Sopir yang yang bekerja pada malam hari memiliki tekanan darah diastolik rata-rata 5,27 mmHg lebih tinggi dari yang bekerja pada siang hari. ( b = 5,27 ; CI 95 % 2,30 hingga 28,24; b = 0,001 )

Hasil analisis regresi linier pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan tekanan darah yang secara statistik signifikan. Sopir bus dengan indeks massa tubuh ≥ 25 kg/m2 memiliki tekanan

(51)

darah darah diastolik lebih rendah rata-rata 1,42 mmHg dari sopir bus dengan IMT < 25 kg/m2.(b = -1,42; CI 95% -5,06 hingga 2,21; b = 0,436).

Terdapat hubungan kebiasaan merokok dengan tekanan darah diastolik pada sopir bus, namun secara statistik tidak signifikan. Sopir bus yang merokok memiliki tekanan darah sistolik rata-rata 0.82 mmHg lebih tinggi. (b = 0,82; CI 95% -2,62 hingga 4,26; p = 0,635).

Penelitian ini menunjukkan bahwa lama jam kerja mempengaruhi pada kejadian hipertensi yang disebabkan stres kerja. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat bekerja, seperti paparan panas, debu, ataupun asap, sehingga jika terpapar dalam waktu yang lama akan dapat mengakibatkan stres kerja, sedangkan stres merupakan salah satu faktor risiko penyakit hipertensi.

Jam kerja yang tinggi pada sopir truk juga dapat menyebabkan kualitas tidur sopir truk menjadi terganggu. Shift Kerja mempengaruhi kejadian hipertensi disebabkan oleh terganggunya bioritme tubuh. Faktor lingkungan ketika bekerja di malam hari juga berperan dalam kejadian hipertensi seperti kondisi jalan yang lebih ramai ataupun kondisi jalan yang tidak terlihat ketika malam sehingga perlu tingkat kewaspasaan yang lebih tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan adanya kesesuaian dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ragland et al menyatakan terdapat bahwa sopir bus memiliki resiko kajadian hipertensi yang lebih tinggi dikarenakan paparan terhadap tekanan pekerjaan dalam mengemudikan bus. Liu Z et al (2015) dalam penelitiannya tentang sopir taksi menyatakan IMT, lama kerja, dan jam kerja merupakan salah satu faktor resiko hipertensi ketika bekerja dalam sistem shift. Lama waktur tidur

(52)

dan jumlah hari libur berperan besar dalam mempengaruhi tingkat faktor resiko terjadinya hipertensi.

Yang et al (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara lama kerja dan hipertensi pada pekerja. Penelitian lain mengenai lama kerja telah dilakukan oleh McCubbin et al. (2010). Penelitian tersebut membuktikan bahwa bekerja pada malam hari dapat berkontribusi terhadap perubahan tekanan darah.

Keterbatasan dalam penelitian ini, kebiasaan merokok dan indeks massa tubuh tidak menunjukkan adanya hubungan dengan tekanan darah. Hal ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang sedikit, metode sampling yang kurang mewakili populasi, dan kesalahan yang timbul ketika pengambilan data oleh tim peneliti.

Bias informasi potensial terjadi karena beberapa pengakuan sopir tidak sesuai dengan keadaan. Oleh sebab itu, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara yang mendalam terhadap responden namun kadangkala jawaban responden hanya mereka-reka atau bahkan menyamakan jawaban dengan teman sejawatnya.

(53)

43 BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A.SIMPULAN

1. Terdapat hubungan antara lama kerja (b = 2,33; CI 95 % 1,43 hingga 3,24; b = < 0,001) dan shift kerja (b = 17,40 ; CI 95 % 10,41 hingga 24,38; b = < 0,001) dengan tekanan darah sistolik pada sopir bus antar kota. Sopir bus antar kota yang bekerja lebih lama dan bekerja pada malam hari, memiliki rata-rata tekanan darah sistolik yang lebih tinggi.

2. Terdapat hubungan antara lama kerja (b = 0,47; CI 95 % 0,08 hingga 0,85; b = 0,019) dan shift kerja (b = 5,27 ; CI 95 % 2,30 hingga 28,24; b = 0,001) dengan tekanan darah diastolik pada sopir bus antar kota. Sopir bus antar kota yang bekerja lebih lama dan bekerja pada malam hari, memiliki rata-rata tekanan darah diastolik yang lebih tinggi.

B. SARAN

1. Perlu sosialisasi oleh dinas terkait tentang aturan lama kerja dan shift kerja terhadap pekerja di bidang transportasi angkutan darat.

2. Pemberiaan sosialisai tentang pengetahuan tentang penyakit yang berhubungan tentang tekanan darah dan hipertensi kepada sopir bus. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang upaya pencegahan penyakit

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwibowo T (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi tekanan darah sopir (studi prevalensi pada paguyuban rukun sentosa Semarang tahun 2009). E-Journal Undip, 4 (1): 3.

Blom K, How M, Dai M, Baker B, Irvine J, Abbey S, Abramson BL, et al. (2012). Hypertension analysis of stress reduction using mindfulness meditation and yoga (the harmony study): Study protocol of a randomised control trial. BMJ, 2 (2): 1-7.

Brown EJ (2005). Nutrition through the Life Cycle. USA: Thomson Wadsworth, pp: 492-493.

Chiron M (1989). Medical survey of French truck-drivers: A cross-sectional study of the most frequent pathologies. Actes INRETS, 23: 2-3.

Christwoyanto J (2015). Kesehatan Kerja Transportasi. http://dokumen.tips/documents/kesehatan-kerja-transportasi.html – Diakses Januari 2015.

Corwin EJ (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 356.

Davidson C (2003). Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Dian Rakyat, pp: 29.

Depkes RI (2003). Indiktor Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten /Kota Sehat. Jakarta. Enggar R, Puruhita N (2008). Hubungan antara Perilaku Makan dan

Minum dengan Tekanan Darah pada Wanita Pekerja Seks.

http://eprints.undip.ac.id/170_Rusdianto_Enggar_Wardhono_G2C0 04274_A.pdf – Diakses 11 Maret 2011.

Guyton AC, Hall JE (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 105-130

Harrington JM (2001). Health effect of shift work and extended hours of work. Journal of Occupational and Environmental Medicine, 58 (1): 68-72.

(55)

Hermansen K (2000). Diet blood pressure and hypertension. British Journal of Nutrition, 83 (1): 113-119.

Houston M (2009). Handbook of Hypertension. USA: Wiley Blackwell, pp: 6-12.

Hür E, ÖziGik M, Ural C, Yildiz G, Magden K, Köse SB, Köktürk F, et al. (2014). Hypervolemia for hypertension pathophysiology: A population-based study. BioMed Research International,2014 (895401): 1-9.

Hurriyati D (2013). Mengatur Waktu Kerja. http://eprints. binadarma.ac.id/1431/1/ERGONOMIKA,PSIKOLOGI%20MATER I%204.pptx – Diakses Januari 2015.

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (2003). The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA, 289: 2560–2571. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2015).Kemudi.http://kbbi.web.id/kemudi-

Diakses Januari 2015.

Kaplan MN (2004). Measurement Of Bloodpressure And Primary Hypertension : Pathogenesis In Clinical Hypertension. 11th Edition.

USA: Elsevier, pp: 28-46.

Kardi (2004). Perbedaan Tekanan Darah Wanita Usia Lanjut yang Mengikuti Senam Lanjut Usia dan Tidak Mengikuti Senam Lanjut

Usia di Desa Semawung Kabupaten Purworejo.

http://eprints.undip.ac.id/4025/1/2046.pdf - Diakses 5 Maret 2011. Kusmana D (2009). Hipertensi : Definisi, Prevalensi, Farmakoterapi, dan

Latihan Fisik.Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran, pp : 9-19. Lany G (2005). Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, pp: 9-19.

Liu Z, Wang Y, Yan F, Wei X, Yu S (2015). Analysis of risk factors for hypertension among taxi drivers on different shifts. Zhonghua Lao Dong Wei Sheng Zhi Ye Bing Za Zh. 2015Apr;33(4) : 263-5

Mansjoer A, Kuspuji T, Rakhmi, Wahyu IW, Wiwiek K (2006). Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK UI, pp: 520.

(56)

McCubbin JA, Pilcher JJ, Moore DD (2010). Blood pressure increases during a simulated night shift in persons at risk for hypertension.

International Journal of Behavioral Medicine, 2010 Dec;17(4) : 314-20.

Misbach J (2007). Ancaman serius hipertensi di Indonesia. Simposia, 34. Murray RK (2003). Biokimia Harper: Dasar Biokimiadan Genetika

Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp:774-89. Murti B (2006). Desain danUkuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif

dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp: 117-118.

Nasri MD, Moazenzadeh (2006). Coronary artery disease risk factors in driving versus other occupations. ARYA Journal, 2 (2): 75-78. Ningsih KW (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tekanan

Darah Pekerja Di Pabrik Kelapa Sawit Sei Galuh Kabupaten Kampar Tahun 2012. Pekanbaru, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah. Thesis.

Nurkhalida (2005). Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: DepkesRI, pp:19-21.

Nurmianto E (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya.Edisi 2. Surabaya: Prima Printing, pp: 301-323.

Purwanto B (2012). Hipertensi.Surakarta : UNS Press, pp 3-29.

Ragland DR, Winkleby MA, Schwalbe J, Holman BL, Morse L, Syme SL, Fisher JM (1987). Prevalence of hypertension in bus drivers.

International Journal Epidemiology. 1987 Jun;16(2) : 208-14. Setyawati L (2010). Selintas Tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta: Amara

Books, pp: 1-2.

Sheps SG (2005) Maya Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: PT Intisari Mediatama, pp:26,158.

Sherwood L (2001). Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 55-80.

Siauw SI(1994). Tekanan Darah Tinggi atau Hipertensi.Edisi 1. Solo: Dabara Bengawan, pp: 12-38.

Gambar

Tabel 1.Klasifikasi Tekanan Darah Joint National Committee VII
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan  Hipertensi Indonesia  Klasifikasi  Tekanan  sistolik  (mmHg)  Dan/Atau  Tekanan  Diastolik (mmHg)  Normal  &lt; 120  Dan  &lt; 80
Gambar 1.Skema Kerangka Pemikiran.
Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian.
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Indonesia terjadi akibat ketidakpastian kebijakan, penambangan liar, konflik dengan masyarakat lokal, sektor pertambangan dan sektor lainnya

[r]

Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan.. BB

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa Kepemilikan institusional dan tingkat pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif terhadap

Sebagai kesimpulan yaitu kombinasi protein kedelai dengan EE dan NETA tidak memberi proteksi terhadap kerusakan jaringan miokardium pascaiskemia pada monyet ekor panjang

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari 13 variabel, yaitu : kepuasan kerja pegawai, sebagai variabel terikat (dependent variable), varibel- variabel sumber kekuasaan

Untuk implementasi kebijakan penertiban pembuangan sampah di Kelurahan Benua Melayu Laut, pihak Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak dan pihak Kelurahan Benua