Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI
LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA
Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt
BANDUNG
Disusun oleh :
Fredi Fadli, S.Farm 073202128
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI
DI
LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt
BANDUNG
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
Disusun Oleh:
FREDI FADLI, S.Farm 073202143
Disetujui oleh :
Pembimbing
Letkol Kes NRP 527570 Drs. Akmal, M. Si, Apt
Mengetahui:
Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara Dekan Fakultas Farmasi
Drs. Roostyan Effendie, Apt Universitas Sumatera Utara,
Dekan
Drs. Purwanto Budi T.Apt.MM
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi di Lembaga Farmasi
TNI Angkatan Udara Bandung dari tanggal 4-29 Agustus 2008.
Penulis menyadari bahwa pelaksanaan Praktek Kerja Profesi sampai
penyusunan laporan ini dapat terlaksana dengan lancar berkat kerjasama, bantuan,
pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Kolonel Kes Drs. Purwanto Budi T., M.M selaku Kepala Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Lanud Husein Sastranegara Bandung yang telah memberikan
kesempatan kepada kami untuk melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
2. Letkol Kes Drs. Akmal, M.Si., Apt., dan Kapten Kes Siswandi, S.Si., Apt.,
selaku pembimbing dari Lembaga Farmasi Angkatan Udara Lanud Husein
Sastranegara Bandung.
3. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra. Apt., selaku Dekan Program Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Drs.
Wiryanto, M.Si., Apt., selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
4. Segenap apoteker, staf dan karyawan Lembaga Farmasi Angkatan Udara yang
telah banyak memberikan bimbingan, dan masukan selama Pelatihan Program
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
5. Orangtua serta saudara tercinta atas dukungan dan doa yang telah diberikan
kepada kami. Rekan-rekan Mahasiswa Program Profesi Apoteker Angkatan
2007 / 2008 Universitas Sumatera Utara.
6. Teman-teman PKPA periode Agustus 2008 dari Universitas Padjajaran
(Sandy, Nicky, Vera), Universitas Sanata Darma (mbak Rasty, mas Vian, mas
Vicky), terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya selama PKPA di
Lafiau.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memberkati dan membalas
semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa
Laporan PKL ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan PKL
ini dapat bermanfaat bagi Almamater dan mahasiswa seprofesi serta sejawat.
Bandung, Agustus 2008
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
DAFTAR ISI
2.1. Pengertian Industri Farmasi ... 5
2.2. Persyaratan Industri Farmasi ... 5
2.3. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi ... 6
2.4. Pembuatan Obat Yang Baik ... 7
2.4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian... 19
2.4.10. Dokumentasi ... 22
2.4.11. Validasi ... 23
2.5. Pengolahan Limbah ... 24
BAB III TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI ... 25
3.1. Sejarah dan Perkembangan Lafiau ... 25
3.2. Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lafiau ... 26
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.3.1. Visi... 27
3.3.2. Misi ... 27
3.4. Organisasi Lafiau ... 28
3.4.1. Kalafiau .. ... 28
3.4.2. Sekretaris Lafiau (Sesla) ... 29
3.4.3. Pelayanan dan Pengurusan Kas/Keuangan (Pekas) ... 29
3.4.4. Bagian Produksi ... 29
3.4.5. Bagian Gudang Pusat Farmasi ... 30
3.4.6. Bagian Pengujian dan Pengembangan ... 32
3.4.7. Bagian Penunjangan ... 33
3.5. Lokasi Gedung dan Bangunan Lafiau ... 34
3.5.1. Lokasi .... ... 34
3.5.2. Bangunan ... 34
3.6. Sumber Daya Manusia... 35
3.6.1. Jumlah Personil dan Penempatan ... 35
3.6.2. Kualifikasi Personil ... 35
3.6.3 Waktu Kerja ... 35
3.7. . Produk Lafiau ... 35
BAB IV. KEGIATAN LEMBAGA FARMASI TNI AU ... 36
4.1. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan ... 36
4.2. Gudang Pusat Farmasi ... 37
4.3. Produksi .... ... 41
4.4 Bagian Pengujian dan Pengembangan ... 48
4.4.1. Unit Pemeriksaan In Process Control dan Pengujian Obat Jadi ... 49
4.4.2 Pengujian Sampel Pertinggal ... 50
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Struktur organisasi LAFIAU ... 65
Lampiran 2 Struktur Jabatan Lafiau ... 66
Lampiran 3 Denah Bangunan LAFIAU ... 67
Lampiran 4 Daerah Ruang Produksi Sediaan Beta Laktam ... 68
Lampiran 5 Denah Ruang Produksi Sediaan Non Beta Laktam ... 69
Lampiran 6 Pengelolahan Limbah Cair ... 70
Lampiran 7 Alur Kegiatan Produksi Tablet ... 71
Lampiran 8 Alur Kegiatan Pembuatan Tablet Salut Gula ... 72
Lampiran 9 Alur Kegiatan Produksi Kapsul ... 73
Lampiran 10 Alur Kegiatan Produksi Sirup ... 74
Lampiran 11 Alur Kegiatan Produksi Salep ... 75
Lampiran 12 Alur Pembuatan Aqua Demineralisata ... 76
Lampiran 13 Pengolahan Limbah Cair ... 77
Lampiran 14 Alur Alokasi Proses Pengadaan dan Penerimaan Barang ... 78
Lampiran 15 Alur Kegiatan Produksi ... 79
Lampiran 16 Alur Proses Penerimaan Obat Jadi dari Produksi ... 80
Lampiran 17 Alur Pengeluaran Obat Jadi dan Alkes oleh Lafiau Bandung ... 81
Lampiran 18 Alur Alokasi Materil Kesehatan ... 82
Lampiran 19 Label Karantina dan Label Obat Jadi... 83
Lampiran 20 Label Produk Diluluskan dan Ditolak... 84
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
Perubahan konsep pelayanan kesehatan dari mengatasi faktor penyebab
penyakit menjadi konsep peningkatan derajat hidup masyarakat, mendorong
farmasis untuk mengubah konsep dari product oriented menjadi patient oriented.
Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang optimal harus didukung oleh seluruh
aspek pelayanan kesehatan baik tenaga kesehatan, sarana kesehatan, perbekalan
farmasi, pembiayaan kesehatan, pengelolaan, penelitian dan pengembangan
kesehatan. Dalam hal ini obat memegang peranan penting, karena itu harus
diperhatikan dengan seksama mulai dari aktivitas di industri farmasi yang
memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan berkualitas tinggi, berkhasiat,
aman, dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan terjangkau
secara ekonomi.
Ketergantungan suatu negara terhadap pemenuhan kebutuhan kesehatan
militer sangat berisiko tinggi, terutama karena tersedianya obat-obatan yang
didatangkan dari pihak lain. Hal ini semakin tidak menguntungkan bagi Tentara
Nasional Indonesia (TNI) karena tingkat mobilitas dan tuntutan kesigapan yang
tinggi dalam menghadapi segala macam kemungkinan yang dapat memperbesar
tingkat kebutuhan terhadap obat-obatan. Kemandirian di bidang kesehatan militer
merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi dalam suatu negara. Kualitas
kesehatan prajurit dapat dipertahankan pada tingkat tertentu untuk menambah
kemampuan pertahanan dan perlawanan suatu negara dalam menjaga kedaulatan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
yang lebih baik. Manfaat lain dari kemandirian kesehatan sektor militer yaitu
semakin meningkatnya kemampuan teknologi kesehatan khususnya di bidang
produksi obat-obatan.
Lembaga Farmasi Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Lafi Diskesau)
merupakan salah satu realisasi untuk mencapai kemandirian tersebut. Lembaga ini
berfungsi memproduksi obat-obatan dengan mutu, khasiat serta keamanan yang
terjamin untuk digunakan oleh prajurit, PNS TNI AU dan keluarganya. Lembaga
yang berada di bawah Dinas Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau) ini berupaya
untuk menerapkan prinsip-prinsip Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tanggal 2 Februari 1988. Aplikasi CPOB
menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk
menjamin produk obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi standar mutu yang
ditetapkan. Sebagai wujud kesadaran terhadap produk yang bermutu maka sampai
saat ini di Lafiau sudah memiliki 15 sertifikat CPOB untuk berbagai proses
produksi dan berbagai jenis sediaan, termasuk sertifikat CPOB untuk kualitas
bangunan yang digunakan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 mengenai ketentuan dan tata cara pelaksanaan
pemberian izin usaha industri farmasi, penanggung jawab produksi dan
pengawasan mutu harus dipimpin oleh seorang apoteker yang memiliki
kemampuan manajerial yang handal serta pengetahuan teknis kefarmasian yang
tenaga-Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
tenaga farmasi yang profesional dan memiliki kualifikasi yang tinggi. Agar
diperoleh tenaga farmasi yang berkualitas di industri farmasi maka seorang
Apoteker perlu memahami konsep CPOB baik secara teoritis maupun praktis di
lapangan. Industri farmasi merupakan tempat pengabdian profesi apoteker yang
akan lebih menuntut profesionalisme dan kreativitas sebagai penanggung jawab
maupun pelaksana kegiatan industri untuk menghasilkan obat bermutu dan aman.
Sehubungan dengan hal tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara telah mengadakan kerjasama dengan beberapa industri farmasi, yang
memberikan kesempatan kepada para calon apoteker untuk melaksanakan Praktek
Kerja Profesi di industri farmasi sehingga diharapkan seorang calon apoteker
mempunyai pengalaman dan pengetahuan agar mengetahui secara pasti tugas dan
fungsinya di industri farmasi.
1.2. Tujuan Latihan Kerja Profesi
Tujuan praktek kerja lapangan mahasiswa Program Profesi Apoteker di
Lembaga Farmasi TNI Angkatan Udara Bandung adalah untuk :
1. Mengetahui dan memahami penerapan mata kuliah farmasi industri misalnya
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan mata kuliah yang lain yang
terkait serta mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dan
pemecahan masalahnya.
2. Memahami dan menguasai aspek-aspek yang ada di Industri Farmasi sehingga
benar-benar mempunyai kompetensi ketika harus terjun secara nyata ke dunia
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3. Mempelajari dan memahami pengelolaan Industri Farmasi yang dilakukan
dengan baik dan profesional.
4. Mengetahui peran dan fungsi Apoteker di Indutri Farmasi sebagai penanggung
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri
bahan baku obat. Industri obat jadi yang menghasilkan suatu produk yang telah
melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku obat
memproduksi bahan baku obat sebagai penunjang obat jadi.
Obat jadi merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap
digunakan untuk mempengaruhi sistem fisiologi atau patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi. Sedangkan industri bahan baku adalah bahan baku
yang diproduksi oleh suatu industri, dimana bahan baku tersebut adalah semua
bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat, yang digunakan dalam
proses pengolahan obat.
Industri farmasi dibagi dalam dua kelompok yaitu industri padat modal
dan industri padat karya. Industri padat modal adalah industri yang menggunakan
mesin-mesin produksi dalam jumlah yang lebih besar dari pada jumlah tenaga
kerjanya, sedangkan industri padat karya lebih banyak menggunakan tenaga
manusia dari pada tenaga mesin.
2.2. Persyaratan Industri Farmasi
Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.245/ Men Kes/SK/V/
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
1. Dilakukan oleh Perusahaan Umum (Perum), Badan Hukum berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi.
2. Memiliki rencana investasi.
3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
4. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sesuai
dengan ketentuan SK Men Kes No. 43 / Men Kes / SK / II / 1988.
5. Memiliki paling sedikit dua orang apoteker yang masing- masing sebagai
penanggung jawab pengawasan mutu dan penanggung jawab produksi
sesuai dengan persyaratan CPOB.
6. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan industri farmasi hanya dapat
diedarkan setelah memperoleh persetujuan sesuai dengan perundang
undangan yang berlaku.
Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan
wewenang pemberian izin dilimpahkan oleh Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (Badan POM). Izin ini berlaku seterusnya selama perusahaan industri
farmasi tersebut masih berproduksi.
2.3. Pencabutan Ijin Usaha Industri Farmasi
Industri farmasi dapat dicabut ijin usaha industrinya apabila melanggar
atau melakukan hal-hal yang telah ditetapkan sebagai berikut:
1. Melakukan pemindah-tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan
perluasan industri farmasi tanpa memiliki izin.
2. Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut tiga kali atau
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpa persetujuan
tertulis terlebih dahulu.
4. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak
memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
5. Tidak memenuhi ketentutan dalam izin usaha industri farmasi.
2.4. Pembuatan Obat Yang Baik
Dalam keputusan Men Kes RI No. 47 / Men Kes / SK / II / 1983 tentang
Kebijakan Obat Nasional disebutkan bahwa yang dimaksud dengan obat adalah
bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki system fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan
kontrasepsi.
Industri farmasi merupakan industri yang menghasilkan/memproduksi
obat yang aman dan berkualitas. Untuk menjamin mutu obat yang berkualitas,
maka industri farmasi melakukan seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
produksinya dengan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
CPOB dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan mengadakan
pengawasan baik sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung
untuk memastikan mutu produk obat agar memenuhi standar yang telah
ditetapkan.
Jadi CPOB adalah suatu konsep dalam industri farmasi mengenai
langkah-langkah atau prosedur yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Practices” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi, sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan
CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu
ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi. Ruang lingkup
CPOB meliputi 12 aspek, yaitu :
2.4.1. Sistem Manajemen Mutu
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin bahwa produk obat
yang dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah disesuaikan
dengan tujuan penggunaannya.
Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk
diperhatikan, yaitu :
a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan
pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan dan personalia.
c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan
pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang
telah ditentukan tetap tercapai.
2.4.2. Personalia
Personalia karyawan semua tingkatan harus memiliki pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan
mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara
professional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan
kesadaran yang tinggi untuk mewujudkan CPOB.
Stuktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan
pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling
bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang
penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif.
Manajer produksi seorang apoteker yang cakap, terlatih dan memiliki
pengalaman praktis yang memadai dibidang industri farmasi dan keterampilan
dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan melaksanakan tugas secara
profesional. Manajer produksi memiliki wewenang dan tanggung jawab khusus
penuh untuk mengelola produksi obat.
Manajer pengawasan mutu seorang apoteker yang cakap, terlatih, dan
memiliki pengalaman praktis yang memadai untuk memungkinkan melaksanakan
tugasnya secara professional. Manajer pengawasan mutu diberi wewenang dan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
penyusunan, verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu.
Manajer pengawasan mutu adalah satu-satunya yang memiliki wewenang untuk
meluluskan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk
tersebut sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan
spesifikasinya, atau bila tidak dibuat sesuai dengan prosedur yang disetujui dan
kondisi yang ditentukan.
Manajer produksi dan pengawasan mutu bersama-sama bertanggung
jawab dalam penyusunan dan pengesahan prosedur-prosedur tertulis, pemantauan
dan pengawasan lingkungan pembuatan obat, kebersihan pabrik dan validasi
proses produksi, kalibrasi alat-alat pengukur, latihan personalia, pemberian
persetujuan dan dalam penyimpanan catatan.
Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan
obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan
mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB.
2.4.3. Bangunan
Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki ukuran, rancangan,
konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai,
sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai
kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan.
Dalam merencanakan pembuatan gedung untuk pembuatan obat perlu
diperhatikan adalah lokasi bangunan harus mencegah terjadinya pencemaran
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kegiatan di dekatnya. Bangunan dirancang dengan baik sehingga dapat terpelihara
dan berfungsi sebagaimana mestinya. Permukaan bagian dalam hendaklah licin,
bebas dari keretakan, dan sambungan terbuka serta mudah dibersihkan. Lantai
terbuat dari bahan kedap air, permukaan rata dan memungkinkan pembersihan
secara cepat dan efisien. Dinding kedap air dan mudah dicuci. Sudut dinding
hendaklah berbentuk lengkungan.
Penerangan pada bangunan hendaknya efektif dan mempunyai ventilasi
yang sesuai. Lampu penerangan posisinya harus rata dengan plafond dan diberi
silicon rubber agar kedap udara. Lampu penerangan sebaiknya diganti/diperbaiki melalui atas plafon agar tidak terjadi pencemaran saat diperbaiki. Dalam penataan
ruangan disesuaikan dengan tujuan penggunaan seperti ruang untuk steril
hendaklah dipisahkan dari ruang produksi lain serta dirancang dan dibangun
secara khusus. Ruangan-ruangan terpisah diperlukan bagi kegiatan-kegiatan
pembukaan kemasan, pencucian, pengolahan, pengisian dan penutupan wadah,
dan ruang ganti pakaian.
Sarana penyimpanan dilengkapi dengan kondisi khusus misalnya suhu,
kelembaban dan keamanan tertentu, sehingga dapat dihindari terjadinya kerusakan
dan pencampuran. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran silang antara produk dan
personil maupun sebaliknya. Bangunan untuk pembuatan obat hendaklah
memiliki ukuran, rancang bangun, kontruksi serta letak yang memadai agar
memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaan yang baik.
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai kesalahan lain yang dapat
menurunkan mutu obat dapat dihindarkan.
Penentuan rancangan bangunan dan penataan gedung dipertimbangkan
kesesuaiannya dengan kegiatan lain untuk menjamin mutu obat dan kelangsungan
produksi. Untuk itu daerah pabrik dibagi atas tiga zona :
1. White area (daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, jumlah
partikel maximum per meter kubik (m3) sebanyak 3.500, sedangkan untuk
kelas II jumlah partikel maximum per meter kubik (m3) 350.000. Meliputi
ruang penyaringan steril, pengolahan, pengisian salep mata, pengisian injeksi,
pengolahan aseptis, dan pengisian bubuk steril.
2. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel
maximum per meter kubik (m3) 3.500.000. Meliputi ruang pengolahan dan
pengemasan obat nonsteril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata.
3. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti
pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal dan
obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat, dan toilet
2.4.4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam produksi obat sebaiknya memiliki
rancang bangun dan kontruksi yang tepat, ukuran yamg memadai serta
ditempatkan dengan tepat. Hal ini dimaksudkan agar tiap produk obat terjamin
keseragamannya dari tiap batch serta memudahkan pembersihan dan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,
produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi yang dapat mengubah identitas
mutu dan kemurniannya dari batas yang telah ditetapkan. Peralatan tidak boleh
menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk dan sebaiknya dapat
dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam maupun bagian luar. Bahan yang
diperlukan untuk tujuan khusus misalnya pelumas tidak boleh bersentuhan
langsung dengan bahan yang diolah.
Setiap peralatan utama hendaknya diberi nomor pengenal yang jelas.
Selain itu juga diberi nomor pengenal untuk saluran air, uap, udara bertekanan
tinggi untuk membedakan satu dengan yang lainnya dan perlu diperhatikan
keamanannya baik terhadap pekerja maupun terhadap peralatan itu sendiri.
Peralatan hendaknya dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap
berfungsi baik dan dapat mencegah terjadinya pencemaran yang dapat mengubah
identitas, mutu atau kemurnian produk. Prosedur-prosedur tertulis untuk
perawatan peralatan hendaknya dibuat dan digunakan.
2.4.5. Sanitasi dan Higiene
Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan,
peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang
dapat menjadi sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran dapat dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Semua karyawan yang berhubungan dengan pembuatan obat harus
memiliki kesehatan yang baik dan menggunakan pelindung badan dan penutup
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dihasilkan dapat terhindar dari pencemaran oleh personal. Karena itu harus
dilakukan higiene perseorangan yang baik, khususnya pada saat penerimaan
karyawan baru.
Gedung yang digunakan untuk pembuatan obat harus dirancang dan
dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik.
Disamping itu tersedia pula toilet dalam jumlah yang cukup dengan ventilasi yang
baik dan tempat cuci bagi karyawan yang letaknya mudah dicapai di daerah kerja,
serta fasilitas yang memadai untuk penyimpanan pakaian karyawan.
Prosedur sanitasi dan higiene harus selalu divalidasi dan dievaluasi secara
berkala untuk memastikan bahwa hasil penerapan prosedur yang bersangkutan
cukup efektif dan memenuhi persyaratan.
2.4.6. Produksi
Produksi obat hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan, yang dapat menjamin obat jadi yang dihasilkan memenuhi
spesifikasi yang ditentukan. Mutu suatu obat tidak ditentukan oleh hasil analisa
obat, melainkan oleh proses produksi. Prosedur produksi dibuat oleh penanggung
jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat
menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi
oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap langkah dilakukan dengan cermat,
tepat dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas. Aspek yang perlu
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
a. Bahan awal
Setiap bahan awal, sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan, hendaklah
memenuhi spesifikasi bahan awal yang sudah ditetapkan dan diberi label
dengan nama yang dinyatakan dalam spesifikasi. Persediaan bahan awal
hendaklah diperiksa dalam selang waktu tertentu. Bahan awal yang cenderung
rusak atau turun potensinya atau aktifitasnya selama dalam penyimpanan
hendaknya ditandai secara jelas, disimpan terpisah dan secepatnya
dimusnahkan atau dikembalikan kepada pemasok
b. Validasi proses
Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tepat. Validasi
hendaklah dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan dan catatan
hasilnya disimpan dengan baik. Perubahan penting dalam proses, peralatan
atau bahan harus divalidasi ulang untuk menjamin bahwa perubahan tersebut
tetap menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan..
c. Sistem penomoran Batch dan Lot
Sistem ini diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan
atau obat jadi suatu batch atau lot dapat dikenali dengan nomor batch atau lot
tertentu dan tidak digunakan secara berulang.
d. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan, atau penghitungan dan penyerahan bahan baku, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan perlu didokumentasikan secara
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
e. Pengolahan
Semua bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan
hendaklah diperiksa terlebih dahulu. Semua kegiatan pengolahan hendaklah
dilaksanakan mengikuti prosedur tertulis yang telah ditentukan. Bahan yang
dapat diolah ulang melalui prosedur tertentu yang disahkan serta hasilnya
memenuhi persyaratan spesifikasi yang ditentukan dan tidak mempengaruhi
mutu dimana semua proses pengolahan ulang hendaklah disahkan dan
didokumentasian. Pencegahan pencemaran silang dilakukam untuk setiap
pengolahan.
f. Produk steril
Produk steril hendaknya dibuat dengan pengawasan khusus dan
memperhatikan hal-hal terinci dengan tujuan untuk menghilangkan
pencemaran mikroba dan partikel lain. Produk steril dapat digolongkan dalam
dua kategori utama, yaitu harus diproses dengan cara aseptis pada semua tahap
dan yang disterilkan dalam wadah akhir yang disebut sterilisasi akhir.untuk
produksi steril harus dilakukan pada ruang terpisah yang selalu bebas debu
dan dialiri udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam
ruangan hendaklah positif dari ruangan di luarnya.
g. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi-bagi dan mengemas produk ruahan
menjadi obat jadi. Proses pengemasan dilaksanakan dibawah pengawasan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dikemas. Obat yang sudah dikemas hendaklah dikarantina sambil menunggu
pelulusan dari bagian pengawasan mutu.
h. Obat kembalian
Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik, misal karena label atau
kemasan luar kotor atau rusak dapat diberi label kembali atau diolah ulang ke
batch berikutnya asalkan tidak ada resiko terhadap mutu produk. Obat jadi
yang dikembalikan dari peredaran dan sudah lepas dari pengawasan pabrik
pembuat dapat dipertimbangkan untuk dijual kembali, diberi label kembali
atau diolah ulang ke batch berikutnya hanya setelah dievaluasi secara kritis
oleh bagian pengawasan mutu.
i. Karantina obat jadi dan penyerahan ke gudang obat jadi
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi
diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan. Setelah bagian pengawasan
bagian pengawasan mutu meluluskan suatu batch atau lot, obat jadi tersebut
hendaklah dipindahkan dari daerah karantina ke tempat gudang obat jadi.
j. Pengawasan distribusi obat jadi
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin obat
jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu.
k. Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi
Bahan disimpan rapi dan teratur untuk mencegah risiko tercampur baur atau
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
l. Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat harus dihindari.
Perhatian khusus diberikan pada masalah pencemaran silang, karena
menunjukkan pelaksanaan pembuatan obat tidak sesuai CPOB.
2.4.7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari CPOB agar tiap
obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisa yang ada di laboratorium,
termasuk pengambilan contoh, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk
antara, produk ruahan, dan produk jadi. Disamping itu juga dilakukan program uji
stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, validasi, dokumentasi suatu batch,
program penyimpanan contoh dan penyusunan serta sertifikasi yang berlaku dari
tiap bahan dan produk termasuk metode pengujiannya.
Bagian pengawasan mutu hendaknya memberikan bantuan yang
diperlukan atau mengambil bagian dalam pelaksanaan validasi berkala oleh
bagian lain, khususnya bagian produksi untuk menjamin bahwa tiap produk yang
dihasilkan selalu memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
2.4.8. Inspeksi Diri
Inspeksi diri bertujuan melakukan penilaian apakah seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
hendaklah dilakukan secara teratur. Seluruh tindakan perbaikan yang disarankan
hendaklah dilaksanakan. Untuk pelaksanaan inspeksi diri ditunjuk tim inspeksi
yang mampu menilai secara objektif pelaksanaan CPOB. Prosedur dan catatan
mengenai inspeksi diri hendaklah didokumentasikan.
Hal-hal yang diinspeksi meliputi karyawan, bangunan, penyimpanan
bahan awal dan obat jadi, peralatan, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi,
perawatan gedung dan peralatan. Inspeksi diri menyeluruh dilakukan
sekurang-kurangnya sekali setahun.
Setelah menyelesaikan setiap inspeksi diri hendaklah dibuat laporan
yang mencakup hasil inspeksi diri, penilaian dan kesimpulan serta usul tindakan
perbaikan
2.4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian
A. Keluhan dan Laporan
Keluhan dan laporan dapat menyangkut kualitas, efek samping yang
merugikan dan masalah medis lainnya. Keluhan dan laporan ditangani secara:
1. Hendaklah dibuat catatan tertulis mengenai semua keluhan dan laporan
yang diterima.
2. Keluhan dan laporan hendaklah ditangani oleh bagian yang bersangkutan
sesuai dengan jenis keluhan dan laporan yang diterima.
3. Terhadap tiap keluhan dan laporan dilakukan penelitian dan evaluasi
secara seksama, termasuk meninjau seluruh informasi yang masuk tentang
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dilakukan pemeriksaan terhadap contoh pertinggal batch yang
bersangkutan dan meneliti kembali semua data serta dokumentasi yang
berkaitan.
Tindak lanjut terhadap keluhan dan laporan:
1. Tindakan perbaikan yang diperlukan termasuk penarikan kembali batch
obat jadi atau seluruh obat jadi yang bersangkutan dan tindak lanjut
lainnya yang sesuai.
2. Hasil pelaksanaan penanganan keluhan dan laporan termasuk evaluasi
penelitian dan tindak lanjut yang diambil hendaklah dicatat dan dilaporkan
kepada bagian yang bersangkutan dan kepada pejabat pemerintah yang
berwenang.
B. Penarikan Kembali Obat Jadi
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa batch atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak
memenuhi persyaratan kualitas atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping
yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.
Penarikan kembali dapat dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau
instruksi instansi pemerintah yang berwenang. Keputusan untuk melakukan
penarikan kembali obat jadi adalah tanggung jawab apoteker penanggung jawab
pabrik dan pimpinan perusahaan. Penarikan kembali obat jadi dapat pula sekaligus
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Pelaksanaan penarikan kembali obat jadi:
1. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui adanya
obat jadi yang tidak memenuhi persyaratan atau mempunyai efek samping
yang tidak diperhitungkan sebelumnya dan membahayakan kesehatan.
2. Obat jadi yang mempunyai resiko besar terhadap kesehatan selain tindakan
penarikan hendaklah segera diambil tindakan khusus agar obat yang
bersangkutan dikenakan embargo untuk tidak digunakan. Dalam hal ini
penarikan dilakukan sampai ke tingkat konsumen.
C. Obat Kembalian
Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar dan kemudian
dikembalikan ke produsen karena adanya keluhan kadaluarsa, masalah keabsahan,
atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah, atau kemasan sehingga
menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, kualitas, dan kuantitas obat jadi
yang bersangkutan.
Pabrik hendaklah membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki, dan
menganalisa obat yang dikembalikan, serta menetapkan apakah obat tersebut
dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan. Terhadap obat kembalian
dilakukan evaluasi yang seksama untuk menentukan apakah obat jadi yang
bersangkutan dapat diolah kembali atau dimusnahkan.
Obat kembalian digolongkan sebagai berikut:
1. Obat kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dan masih dapat
digunakan.
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3. Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang.
Prosedur penanganan obat kembalian dibuat dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
1. Jumlah dan identifikasi obat kembalian harus dicatat.
2. Obat kembalian yang diterima hendaklah dikarantina.
3. Terhadap obat kembalian dilakukan penelitian dan pemeriksaan oleh
bagian pengawasan mutu untuk menentukan tindak lanjut.
4. Keputusan untuk melakukan pengolahan obat kembalian hendaklah
dilakukan oleh pimpinan perusahaan atas dasar pertimbangan yang
seksama dan proses pengolahan harus diawasi secara ketat.
Obat kembalian tidak dapat diolah ulang harus dimusnahkan. Hendaklah
dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup
pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat
tersebut ke tangan orang yang tidak berwenang.
2.4.10. Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen yang meliputi spesifikasi, prosedur, metode dan instruksi, catatan dan
laporan serta jenis dokumentasi lain yang diperlukan dalam perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian kegiatan pembuatan
obat.
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul akibat hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Sistem dokumentasi hendaklah menggambarkan riwayat lengkap dari
setiap batch suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap batch produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi
digunakan pula dalam pemantauan dan pengendalian, misalnya kondisi
lingkungan, perlengkapan, dan personalia.
Dokumentasi meliputi spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk
antara, produk ruahan dan obat jadi; dokumen produksi; dokumen pengawasan
mutu; dokumen penyimpanan dan distribusi; dokumen pemeliharaan,
pembersihan dan pemantauan kondisi ruangan dan peralatan; dokumen
penanganan keluhan terhadap obat, penarikan kembali obat, obat kembalian dan
pemusnahan obat; dokumen untuk peralatan khusus; prosedur dan catatan inspeksi
diri; dan pedoman dan catatan pelatihan CPOB bagi karyawan.
2.4.11. Validasi
Validasi adalah suatu tindakan pembuktikan dengan cara yang sesuai
bahwa setiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, perlengkapan atau mekanisme
yang digunakan dalam proses produksi dan pengemasan akan senantiasa mencapai
hasil yang diinginkan.
Macam pendekatan validasi:
1. Validasi Prospektif (Prospective Validation)
Pelaksanaannya berdasarkan protokol yang direncanakan dengan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2. Validasi Konkuren (Concurrent Validation)
Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan
melalui proses yang sedang berlaku, berlaku untuk produk yang sedang
beredar.
3. Validasi Retrospektif (Retrospektif Validation)
Pelaksanaannya berdasarkan data otentik yang diperoleh dan dikumpulkan
dari proses yang sudah lama berlaku dan dinilai melalui prinsip statistik,
berlaku untuk produk yang sudah lama beredar.
4. Validasi Ulang (Revalidation)
Dilaksanakan apabila terjadi perubahan dalam komponen validasi, seperti:
produk baru, perubahan bahan awal, perubahan sistem/prosedur,
pemindahan peralatan, perbaikan besar.
2.5. Pengolahan Limbah
Semua sarana termasuk daerah produksi, laboratorium, gudang dan daerah
sekitar gudang sebaiknya dijaga agar senantiasa dalam keadaan bersih dan rapi.
Saluran pembuangan sebaiknya berukuran layak, memiliki bak kontrol dan
validasi yang cukup dan setiap saluran yang terbuka dan cukup dangkal agar
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB III
TINJAUAN UMUM LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA 3.1. Sejarah dan Perkembangan Lafiau
Perjalanan sejarah di mulai ketika di Pangkalan Udara belum mempunyai
satuan kesehatan, anggota AURI mendapatkan perawatan dan pengobatan di
poliklinik dan Rumah Sakit Angkatan Darat RI (ADRI). Untuk mengurangi
ketergantungan pada poliklinik dan Rumah Sakit ADRI maka DKAU berusaha
mencukupi kebutuhan obat dan Alkes secara mandiri dengan mendirikan Apotek
di Pangkalan Udara ANDIR dan Cililitan. Keberadaan Apotik tersebut mendorong
Pimpinan untuk mendirikan Depot Obat Pusat (DOP) di Apotek Pangkalan Udara
ANDIR guna mendukung Pelayanan Kesehatan dan Kegiatan Operasional AURI.
Pada tahun 1953 DOP mulai merintis pembuatan obat-obatan dalam bentuk
sediaan cair, salep dan tablet dengan menggunakan peralatan dan sarana
sederhana yang kemampuannya masih terbatas. DOP inilah cikal bakal Lembaga
Farmasi Angkatan Udara (LAFI AU). Pada tahun 1959 DOP mengalami
perubahan nama menjadi Depot Materil 003. Kiprahnya disamping tugas rutin
juga turut serta mengirimkan personel dan logistik dalam operasi Trikora.
Setelah beberapa kali berganti nama dan pimpinan, pada tahun 1963 di
bawah kepimpinan LU I Drs. Roostyan Effendie, Apt mulai dikembangkan
produksi obat-obatan dengan skala lebih besar, dan di datangkan pula peralatan
produksi obat dari USA. Juga di laksanakan renovasi bangunan untuk produksi
obat sesuai dengan persyaratan teknis Farmasi saat itu. Unit Produksi obat di
resmikan oleh Deputi Menteri Bidang Logistik tanggal 16 Agustus 1965.
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
selanjutnya tanggal ini di tetapkan sebagai Hari Jadi Lembaga Farmasi Angkatan
Udara.
Buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie Apt, untuk mulai
memproduksi obat-obatan sesuai ketentuan Farmasi telah memberi dorongan dan
semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk lembaga Farmasi Angkatan
Udara seperti saat ini. Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau di masa lalu dan
sesuai dengan keputusan KASAU No.KEP/95/VII/2007 tanggal 31 juli 2007
maka pada tanggal 1 November 2007, diresmikan LEMBAGA FARMASI
ANGKATAN UDARA ROOSTYAN EFFENDIE di bawah pimpinan Kolonel
Kes. Drs. Purwanto Budi Tjahyono, Apt, MM. dan tanggal 16 agustus 1965 di
tetapkan sebagai hari jadi.
Dalam mengemban peran Farmasi Militer Lafiau tidak hanya berorientasi
kepada produk saja, tetapi juga pada pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care), yang langsung menjangkau personel Angkatan Udara.
Dalam mengemban peran mencerdaskan bangsa, Lafiau aktif membimbing
mahasiswa praktek kerja dan tugas akhir di Lembaga ini, serta ikut menyusun
kurikulum dan mengirim personelnya sebagai dosen pada pendidikan D3 Farmasi
di Poltekkes Ciumbeleuit Bandung.
3.2. Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lafiau
Lafiau adalah pelaksana teknis yang berkedudukan di bawah Dinas
Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau). Lafiau bertugas membina kemampuan
dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas dan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kesehatan bagi anggota Angkatan Udara pada khususnya dan TNI pada umumnya
beserta anggota keluarganya.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lafiau mempunyai kewajiban
sebagai berikut:
1. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari bekal
kesehatan Angkatan Udara.
2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran, dan penghapusan
bekal kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.
3. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan persyaratan teknis
kefarmasian bekal kesehatan dengan cara pengujian dan percobaan serta
penelitian.
4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
3.3. Visi dan Misi Lafiau 3.3.1. Visi
Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota Angkatan Udara dan
keluarganya, berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional,
terlaksananya pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan
aman serta tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya.
3.3.2. Misi
Misi dari Lafiau adalah :
a. Melaksanakan produksi obat jadi dengan menerapkan CPOB secara
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
b. Melaksanakan pembekalan matkes mulai dari penerimaan, penyimpanan,
penyaluran, pencacahan dan penghapusan berdasarkan kebijaksanaan
Diskesau.
c. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu matkes sesuai dengan
persyaratan teknis kefarmasian.
d. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan
dengan mengedepankan profesionalitas, efisien, efektif dan modern.
3.4. Organisasi Lafiau
Organisasi di Lafiau tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan,
eselon pembantu pimpinan/staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu
Kepala Lembaga Farmasi Angakatan Udara (Kalafiau) dan eselon pembantu
pimpinan/staf adalah Sektretaris Lembaga (Sesla) dan Pelayanan dan Pengurusan
Kas (Pekas), sedangkan eselon pelaksana meliputi Kepala Bagian Produksi
(Kabag Prod), Kepala Gudang Pusat Farmasi (Kaguspusfi), Kepala Bagian
Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) dan Kepala Bagian Penunjangan
(KabagJang).
Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah
sebagai berikut :
3.4.1. Kalafiau
Kalafiau adalah pelaksana teknis Diskesau yang bertanggung jawab
kepada Kadiskesau dalam hal pembinaan kemampuan dan pelaksanaan produksi
farmasi yang diperlukan oleh Angkatan Udara, perbekalan kesehatan yang
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
serta pengawas atas kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian bekal kesehatan
Angkatan Udara.
3.4.2. Sekretaris Lafiau (Sesla)
Sekretaris Lafiau (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam
menyelenggarakan perencanaan dan pengendalian pentahapan pelaksanaan
kegiatan produksi, perbekalan, serta program dan dukungan kegiatan Lafiau.
Dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Sesla bertanggungjawab kepada
Kalafiau. Sesla dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh :
1. Kepala Program dan Anggaran (Kaprogar), bertugas melaksanakan
perencanaan dan mengendalikan program kerja dan anggaran.
2. Kepala Pembina Profesi (Kabinprof), bertugas menyelenggarakan tugas dan
fungsi pembinaan profesi kesehatan dan upaya pengembangan profesi
Apoteker dalam frangka pencapaian pengawasan yang optimal guna
mendukung tugas pokok TNI AU.
3. Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam (Kataud), bertugas melaksanakan
perencanaan dan pengendalian tata usaha dan urusan dalam pembinaan
pengadministrasian personil serta administrasi produksi dan perbekalan.
3.4.3. Pelayanan dan Pengurusan Kas/Keuangan (Pekas)
Pekas adalah staf pembantu dan pelaksanan Kalafiau dalam bidang
pelayanan dan pengurusan keuangan
3.4.4. Bagian Produksi
Bagian produksi Lafiau adalah pembantu pelaksana Kalafiau
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Bagian Produksi (Kabagprod) yang bertanggungjawab langsung kepada Kalafiau.
Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam rangka menjalankan tugasnya
adalah : Melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan
penolong dan embalage dalam rangka persiapan proses produksi. Menyiapkan alat pembantu produksi yang diperlukan dalam kegiatan produksi. Menyiapkan bahan
baku dan bahan penolong untuk proses selanjutnya. Menyiapkan embalage yang dibutuhkan. Melaksanakan kegiatan produksi sesuai kebijaksanaan Diskesau
berdasarkan surat perintah pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau.
Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
1. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produk obat jadi dalam
bentuk tablet.
2. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam
bentuk kapsul.
3. Unit produksi khusus yang bertugas melaksanakan produksi khusus, seperti
sirup, salep, cairan, antiseptik, tetes, dan lain-lain.
3.4.5. Bagian Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi)
Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kaguspusfi yang
bertanggungjawab kepada Kalafiau. Kaguspusfi bertugas melaksanakan
penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan, penyaluran serta penghapusan bekal
kesehatan. Kaguspusfi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh :
1. Kepala Unit Gudang Transit (Ka Unit Gutrans), unit ini bertugas menerima
alat kesehatan (alkes) dan perbekalan kesehatan (bekkes) dari hasil
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dari bagian produksi Lafiau, bersama komite penerimaan barang
melaksanakan pemeriksaan terhadap alkes dan bekkes yang diterima dari
hasil pengadaan Disadaau dan obat jadi dari bagian produksi Lafiau,
menuangkan hasil pemeriksaan dalam berita acara pemeriksaan,
mengembalikan alkes dan bekkes yang tidak memenuhi persyaratan pada
kontrak jual beli kepada rekanan yang mengirimkan alkes dan bekkes,
mengirimkan hasil alkes dan bekkes serta bahan baku yang diterima dan
memenuhi syarat ke gudang Palkes dan Guhanjabaku.
2. Kepala unit gudang penyaluran dan pengemasan (Ka Unit Gulur), bertugas
melaksanakan pengemasan/penyiapan barang yang akan dikirim
berdasarkan Surat Perintah Kadiskesau selaku ordonatur materiil
kesehatan, mengusahakan angkutan darat dan udara melalui seksi
Angkatan Udara untuk mendukung kegiatan penyaluran, serta
melaksanakan kegiatan penyaluran barang pada satuan kerja dengan
kelengkapan administrasi melalui sarana yang tersedia.
3. Kepala unit gudang peralatan kesehatan (Ka Unit Gupalkes), bertugas
menerima palkes dari gudang transit sesuai berita acara yang telah
disahkan ordonatur, menyimpan, merawat dan mengeluarkan palkes sesuai
ketentuan dan peraturan yang berlaku, serta melaksanakan administrasi
pergudangan terhadap peralatan yang disimpan memalui pembukuan,
pengkartuan serta penyimpanan dokumen yang berkaitan dengan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
4. Kepala unit gudang obat jadi, bahan baku, embalage (Ka Unit
guhanjabaku), bertugas menerima obat jadi, bahan baku, embalage dari
unit gudang transit sesuai dengan berita acara yang telah disahkan oleh
ordonatur, menyimpan, merawat/memelihara dan mengeluarkan barang
(obat jadi, bahan baku, embalage), serta melaksanakan administrasi
pergudangan terhadap obat jadi, bahan baku, embalage yang disimpan melalui pembukuan, pengkartuan dan penyimpanan dokumen yang
berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran barang.
3.4.6. Bagian Pengujian dan Pengembangan
Bagian Pengujian dan Pengembangan (Uji Bang) adalah pembantu
pelaksana Kalafiau yang bertugas melaksanakan pengujian dan percobaan atas
kualitas bekal kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk
meningkatkan hasil produksi obat jadi dan menyelenggarakan perencanaan serta
pelaksanaan pendidikan dan latihan. Bagian Uji Bang dipimpin oleh Kepala
Bagian Ujibang (Kabag Uji Bang) yang bertanggungjawab kepada Kalafiau.
Kabag Pengujian dan Pengembangan dibantu oleh :
1. Kepala Unit Pengujian dan Percobaan (Ka Unit Uji Coba) yang bertugas
melaksanakan percobaan-percobaan dalam rangka perbaikan dan
pengembangan formula obat jadi yang sudah ada, melaksanakan “In Process Control” dalam setiap tahap produksi, melaksanakan pengujian
terhadap kualitas obat jadi yang dihasilkan oleh Unit Produksi Lafiau,
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
yang disimpan di Unit gudang Lafiau dan di satker (satuan kerja)
kesehatan Angkatan Udara.
2. Kepala Unit Penelitian dan Pengembangan (Ka Unit Litbang) yang bertugas
melaksanakan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan
formula-formula baru dalam rangka pengembangan obat jadi hasil produksi Lafiau,
penelitian dan pengkajian terhadap pustaka-pustaka yang telah teruji
dalam rangka pengembangan potensi yang dimiliki Lafiau, membantu unit
produksi untuk meneliti kerusakan hasil produksi dan memberikan sarana
untuk memperbaikinya dan menyimpan dan menguji “retain sample” sebagai contoh pertinggal obat jadi yang diproduksi Lafiau.
3. Kepala Unit Pendidikan dan Latihan (Ka Unit Diklat) yang bertugas
membuat perencanaan serta melaksanakan penyelenggaraan pendidikan
dan latihan.
3.4.7. Bagian Penunjangan
Bagian penunjangan adalah pembantu pelaksana Kalafiau yang dipimpin
oleh Kepala Bagian Penunjangan (Kabag Jang) yang bertanggungjawab kepada
Kalafiau. Bagian Penunjangan bertugas mendukung kelancaran operasional
Lafiau. Dalam pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh :
1. Kepala Unit Penunjangan Material (Ka Unit Jangmat) bertugas
mendukung kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
2. Kepala Unit Fasilitas dan Material (Ka Unit Harfasmat) bertugas
merencanakan dan menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dan
material dalam rangka mendukung kelancaran operasional Lafiau.
3.5. Lokasi Gedung dan Bangunan Lafiau 3.5.1. Lokasi
Lafiau berlokasi di jalan Nurtanio Utara Komplek Lanud Husein
Sastranegara Bandung, tepat dibelakang gedung poliklinik dan gedung pertemuan
Graha Antariksa.
3.5.2. Bangunan
Lafiau terdiri atas bangunan-bangunan yaitu: bangunan untuk produksi,
gudang, kantor dan laboratorium. Bangunan untuk produksi dibagi lagi menjadi
tiga yaitu bangunan untuk produksi beta laktam, non beta laktam dan sefalosporin.
Bangunan produksi dilengkapi dengan fasilitas pengendali udara Heating Ventilation Air Conditioner (HVAC), dengan kondisi ruang produksi yang sesuai dengan persyaratan CPOB. Sedangkan bangunan untuk gudang dibagi menjadi
empat bagian yaitu gudang transit, gudang bahan baku dan obat jadi, gudang
peralatan kesehatan dan gudang penyaluran. Bangunan kantor memiliki ruang
untuk kantor Kalafiau, ruang rapat, ruang administrasi, ruang pendidikan dan aula.
Selain itu Lafiau juga mempunyai bangunan untuk kantin, ruang ganti,
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
3.6. Sumber Daya Manusia
3.6.1. Jumlah Personil dan Penempatan
Jumlah personil di Lafiau masih tergolong sedikit, dan masing-masing
penempatannya adalah pada bagian produksi, bagian gudang, bagian laboratorium
dan bagian kantor/staff.
3.6.2. Kualifikasi Personil
Personalia di Lafiau didukung oleh personil yang berkompeten di
bidangnya dengan latar belakang pendidikan antara lain: Apoteker S2, Apoteker
S1, S1 Farmasi, D3 Farmasi, Asisten Apoteker, SMK Kimia, SMK Mesin, SMEA
dan umum. Bila dilihat dari status golongan pegawai ada tiga golongan yaitu
Militer (Perwira, Bintara, Tamtama), Pegawai Negeri Sipil, Calon Pegawai.
3.6.3. Waktu Kerja
Waktu kerja di Lafiau yaitu : Senin. Rabu dan Kamis dari jam 06.30 WIB
sampai dengan 15.00 WIB. Untuk Selasa dan Jumat dari jam 07.00 WIB berakhir
pukul 15.15 WIB.
3.7. Produk Lafiau
Obat-obat produksi Lafiau tidak mempunyai nomer registrasi karena
obat-obat diproduksi bukan untuk masyarakat umum, melainkan hanya untuk anggota
TNI AU beserta keluarganya. Namun dalam pelaksanaan produksinya Lafiau
berupaya menerapkan CPOB dan petunjuk serta spesifikasi yang dikeluarkan oleh
Depkes RI. Obat-obat yang telah diproduksi di Lafiau antara lain:
1. Tablet / kaplet : Ampisilin 500 mg, Amoksisilin 500 mg, Antalgin 500
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Plus 100 mg, Laktas calcicus 500 mg, Magtasidau, Neurogesik, Parasetamol,
Papaverin HC1 40 mg, Prednison, Vitamin Bl, Vitamin B6, Vitamin B12,
Vitamin B komplek dan Vitamin C, Tablet Sefadroksil 500 mg.
2. Kapsul : Afostan 250 mg, Ampisilin 250 mg, Amoksisilin 250 mg, Aurobion,
Chloramfenicol 250 mg, dan Tetrasiklin 250 mg, Sefadroksil 250 mg.
3. Produksi Khusus : sirup dipenhidramin-DMP, sirup Prometazin, sirup
Deflugen, salep Chloramphecort, cream Prometazin, salep Terra-cort, salep
Tetrasiklin, larutan antiseptik Lafiodin,, Kenazol cream, Aferson cream dan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
BAB IV
KEGIATAN LEMBAGA FARMASI TNI ANGKATAN UDARA 4.1. Pengelolaan Perbekalan Kesehatan
Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan di Lafiau dilaksanakan
setiap tahun anggaran oleh Dinas Kesehatan TNI AU (Diskesau) dan Pusat
Kesehatan TNI (Puskes). Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan ini
disusun berdasarkan kebutuhan dari satker-satker (satuan kerja) TNI AU.
Pengadaan perbekalan kesehatan dilakukan dengan sistem tender yang diikuti oleh
rekanan yang telah memenuhi persyaratan. Setelah pemenang tender ditentukan,
pengadaan barang dilaksanakan oleh rekanan berdasarkan kontrak jual beli.
Rekanan mengirimkan perbekalan kesehatan ke Lafiau sesuai dengan kontrak jual
beli tersebut.
Perbekalan kesehatan yang dikirimkan ke Lafiau oleh rekanan diterima
oleh Panitia Penerima Barang (PPB). Panitia Penerima Barang ditunjuk oleh
Kalafiau dan diangkat oleh Kadiskesau. Panitia Penerima Barang bertugas
memeriksa perbekalan kesehatan yang diterima meliputi pemeriksaan keutuhan
kemasan, kebenaran identitas, jumlah yang diterima, kesesuaiannya dengan Surat
Pengantar Barang dan Surat Pesanan. Pada saat pemeriksaan barang juga dihadiri
oleh rekanan, sehingga jika ada perbekalan kesehatan yang tidak sesuai kualitas
dan kuantitasnya dapat dikembalikan ke rekanan dan digantikan dengan
perbekalan kesehatan yang sesuai. Untuk bahan baku dilakukan pemeriksaan
laboratorium oleh unit pengujian dan pengembangan untuk kesesuaian spesifikasi
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
berdasarkan persyaratan di pustaka seperti Farmakope Indonesia atau United States Pharmacopeia.
Semua perbekalan kesehatan telah diperiksa dan memenuhi spesifikasi
serta sesuai dengan perjanjian, Panitia Penerima Barang akan mengeluarkan
Berita Acara sebagai bukti penerimaan barang dan sebagai dokumen yang
digunakan oleh rekanan untuk mencairkan dana
Pengadaan obat jadi selain berasal dari Diskesau atau Puskes TNI, juga
dapat berasal dari produksi Lafiau sendiri. Obat jadi ini juga diperiksa oleh panitia
penerima barang dan dibuatkan berita acara. Perbekalan kesehatan yang diterima
dari Diskesau atau Puskes TNI dan hasil produksi Lafiau selanjutnya disimpan di
gudang obat jadi atau bahan baku untuk dialokasikan ke satker-satker AU di
seluruh Indonesia.
4.2. Gudang Pusat Farmasi
Kegiatan di Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi) yaitu :
1. Penerimaan perbekalan kesehatan
Perbekalan kesehatan yang dibawa oleh rekanan diterima oleh Panitia
Penerima Barang dan disimpan di gudang transit untuk diperiksa. Barang yang
belum diperiksa atau dalam tahap pemeriksaan diberi label karantina oleh petugas
gudang transit. Label karantina ini berwarna kuning berisi nama barang, jumlah,
nomor batch atau nomor order, tanggal diterima, unit penerimaan, tanda tangan.
Barang yang diluluskan diberi label “diluluskan” berwarna hijau dan berisi nama
barang, tanggal diterima, jumlah, pembuat/penyalur, nomor batch asal dan data
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
kadaluarsa), sedangkan barang yang ditolak diberi label “ditolak” yang berwarna
merah dan berisi nama barang, jumlah, nomor batch/nomor order, tanggal
diterima dan tanda tangan bagian uji coba.
Bahan baku atau kemasan dianalisis oleh Unit ujibang setelah menerima
Surat Pengiriman contoh bahan baku atau kemasan. Unit Uji Coba bertugas
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap bahan baku atau kemasan
berdasarkan hasil analisis. Bahan baku atau kemasan yang diluluskan, Unit Uji
Coba akan merobek label “karantina”, menempelkan label “diluluskan” yang
berwarna hijau dan ditempatkan di daerah yang diluluskan. Bahan baku atau
kemasan yang ditolak, Unit Uji Coba akan merobek label “karantina” dan
menempelkan label “ditolak” yang berwarna merah serta menempatkan di daerah
ditolak. Khusus bahan baku dan kemasan yang ditolak, Unit Uji Coba harus
membuat surat penolakan kepada pemasok dengan menyebutkan alasan
penolakan. Barang yang sesuai dengan spesifikasi atau persyaratan selanjutnya
disimpan di gudang obat jadi/bahan baku/embalage dan gudang peralatan
kesehatan kemudian dibuat berita acara penerimaan barang.
2. Penyimpanan barang
Barang yang disimpan di gudang memiliki kartu stok baik di gupusfi,
Minbekkes, dan Diskesau. Kartu stok ini berfungsi sebagai kontrol dan
memudahkan pemeriksaan jika ada kekeliruan. Pemeriksaan kartu stok ini
dilakukan setiap enam bulan.
Gudang obat jadi/bahan baku/embalage terdiri dari ruang penyimpanan
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
dikendalikan suhu dan kelembabannya. Penyimpanan obat berdasarkan fungsi
farmakologis obat, alfabetis dan bentuk sediaan guna memudahkan dalam
pencarian obat. Setiap jenis obat disusun berdasarkan tanggal kadaluarsanya,
sehingga obat yang dikeluarkan terlebih dahulu adalah obat yang mendekati
tanggal kadaluarsa. Penyimpanan bahan baku disusun berdasarkan jenis bahan
baku, sedang untuk bahan baku cair disimpan terpisah. Obat jadi golongan
narkotik disimpan di lemari khusus yang dilengkapi kunci. Obat jadi atau bahan
baku yang memerlukan suhu dan kelembaban terkendali seperti cairan infus dan
cangkang kapsul disimpan di ruangan khusus dilengkapi dengan AC. Obat-obatan
yang memerlukan suhu penyimpanan yang rendah disimpan di lemari es.
3. Pengeluaran barang
Pengeluaran barang dari gudang dapat bersifat rutin untuk memenuhi
alokasi barang yang dibutuhkan satker setiap enam bulan sekali, tetapi ada juga
yang bersifat supplisi atau diluar alokasi barang.
Administrasi pengeluaran tetap harus dicatat supaya data pada kartu stok
barang selalu sama dengan persediaan barang di gudang. Sebelum mengeluarkan
barang, Diskesau membuat rencana alokasi atau Surat Perintah Logistik (SPL)
yang dikirim ke Lafiau atau ke bagian Minbekkes. Bagian Minbekkes melakukan
koreksi terhadap persediaan yang ada di Lafiau dengan melihat kartu stok. Bagian
Minbekkes mengirimkan koreksi rencana alokasi ke Diskesau. Diskesau
kemudian mengirimkan Surat Perintah Logistik yang disertai dengan bentuk 051
(nomor kode buku). Bentuk 051 diberikan kepada bagian Minbekkes untuk
Fredi Fadli : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt Bandung, 2009.
Perintah Pengeluaran Barang yang disertai bentuk 051 yang ditujukan kepada
Kepala Gudang Pusat Farmasi, selanjutnya Kepala Gudang Pusat Farmasi
menyerahkan bentuk 051 ke Kepala Unit Gudang Obat Jadi/bahan baku/embalage
atau Kepala Unit Gudang Peralatan Kesehatan untuk mengeluarkan barang sesuai
permintaan alokasi. Barang yang dikeluarkan dari gudang bahan baku/embalage
dan gudang peralatan kesehatan dikirim ke gudang pengemasan untuk dikemas
dan disalurkan ke satker-satker AU yang dituju. Penyaluran perbekalan kesehatan
dapat dilakukan dengan sarana angkutan darat untuk satker di pulau Jawa atau
udara untuk satker yang berada di luar pulau Jawa.
Jika ada permintaan dari satker atau permintaan diluar alokasi, maka
barang dapat dikeluarkan disertai dengan supplisi atau bon sementara yang dibuat oleh Lafiau yang disetujui oleh Kalafiau dan Kepala Unit Pergudangan.
Selanjutnya dibuat bentuk 051 oleh Diskesau untuk mengganti bon semantara dan
bagian Minbekkes dapat mengurangi jumlah perbekalan kesehatan sesuai
permintaan di kartu stok.
4. Penghapusan
Penghapusan perbekalan kesehatan yang disimpan di gudang yang rusak
atau sudah kadaluarsa dilakukan oleh Tim Penghapusan Barang setahun sekali
berdasarkan hasil stok opname. Setelah diadakan penghapusan barang, dibuat
Berita Acara Penghapusan Barang.
5. Pelaporan
Pelaporan persediaan barang dilakukan oleh Minbekkes setiap bulan dan