• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada dan olah raga ringan terhadap faal paru, kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik stabil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada dan olah raga ringan terhadap faal paru, kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik stabil"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMBINASI TINDAKAN FISIOTERAPI DADA

DAN OLAH RAGA RINGAN TERHADAP FAAL PARU,

KAPASITAS FUNGSIONAL DAN KUALITAS HIDUP

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL

T E S I S

Oleh

SUGIONO

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(2)

PENGARUH KOMBINASI TINDAKAN FISIOTERAPI DADA

DAN OLAH RAGA RINGAN TERHADAP FAAL PARU,

KAPASITAS FUNGSIONAL DAN KUALITAS HIDUP

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL

T E S I S

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Persyaratan

Memperoleh Keahlian Dalam Bidang

Ilmu Penyakit Paru

Oleh

SUGIONO

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

(3)

LEMBARAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada dan olah raga ringan

terhadap faal paru, kapasitas fungsional dan kualitas hidup

penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik stabil

Nama

: Sugiono

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi dan

Kedokteran Respirasi

Menyetujui

Pembimbing

Dr. Amira Permatasari Tarigan, Sp.P

NIP. 19691107.199903.2.002

Koordinator Penelitian

Ketua Program Studi

Ketua Departemen

Departemen Pulmonologi Departemen Pulmonologi Departemen Pulmonologi

& Kedokteran Respirasi & Kedokteran Respirasi & Kedokteran Respirasi

Prof. Dr.Tamsil S, SpP(K)

Dr.H.Hilaluddin S,SpP(K), DTM&H

Prof.Dr.H.Luhur Soeroso,SpP(K)

NIP. 19521101.198003.1.005 NIP. 19451007.197302.1.002 NIP. 19440715.197402.1.001
(4)

TESIS

PPDS DEPARTEMEN PULMONOLOGI & KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA /

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

MEDAN

Judul Penelitian : Pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada dan olah raga ringan

terhadap faal paru, kapasitas fungsional dan kualitas hidup

penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik stabil

Nama Peneliti

:

Sugiono

Nip

: 140.365.418

Pangkat/ Golongan : IIIc/ Penata Muda

Fakultas

: Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Departemen Pulmonologi

dan Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu

: 3 (tiga) bulan

Lokasi Penelitian : Poli paru RS. PTPN.II. Tembakau Deli Medan, poli paru RSUP.H.

Adam Malik Medan dan poli paru RS. Pirngadi Medan

Pembimbing

: Dr. Amira Permatasari Tarigan, Sp.P

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMBINASI TINDAKAN FISIOTERAPI DADA DAN OLAHRAGA

RINGAN TERHADAP FAAL PARU, KAPASITAS FUNGSIONAL DAN KUALITAS

HIDUP

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya

juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali

yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan 1 September 2010

(6)

Telah diuji pada :

Tanggal 5 Oktober 2010

Panitia Penguji Tesis

Ketua

: Dr. H. Hilaluddin Sembiring, SpP(K), DTM&H

Sekretaris : Dr. Pantas Hasibuan SpP(K)

Anggota

: - Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K)

-

Dr. Zainuddin Amir, SpP(K)

-

Dr. Pandiaman S Pandia, SpP

(7)

PENGARUH KOMBINASI TINDAKAN FISIOTERAPI DADA DAN OLAHRAGA RINGAN TERHADAP FAAL PARU, KAPASITAS FUNGSIONAL DAN KUALITAS HIDUP

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL

Sugiono, Amira Permatasari Tarigan

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Jumlah penderita PPOK semakin meningkat setiap tahunnya, menurunnya fungsi paru, terbatasnya aktifitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup termasuk keluhan utama penderita PPOK.

Tujuan Penelitian : Meneliti tindakan fisioterapi dada dan olahraga ringan ( latihan jalan kaki ) apakah dapat meningkatkan faal paru (VEP1), kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita PPOK.

Desain Penelitian : Uji klinis

Metode Penelitian : Didapatkan 32 penderita PPOK stabil derajat berat dan sangat berat kemudian di bagi menjadi dua kelompok, 16 orang kelompok kasus mendapatkan tindakan fisioterapi dada dua kali seminggu dan olahraga ringan (latihan jalan kaki) lima kali seminggu selama satu bulan dan 16 orang kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan.

Hasil : Setelah 1 bulan tindakan fisioterapi dada dan olahraga ringan didapatkan hasil VEP1 yang tidak bermakna (p=0,131), perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup yang diukur dengan SGRQ baik gejala, aktifitas, dampak dan total (p=0,001), perbedaan yang bermakna kapasitas fungsional yang diukur dengan uji jalan 6 menit (p=0,001).

Kesimpulan : Tindakan fisioterapi dan dan olahraga ringan selama 4 minggu dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup namun tidak meningkatkan VEP1.

(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas segala rahmat dan

hidayahNya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “ Pengaruh Kombinasi Tindakan

Fisioterapi Dada Dan Olahraga Ringan Terhadap Faal Paru, Kapasitas Fungsional Dan Kualitas

Hidup Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil” yang merupakan salah satu syarat akhir

pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan,

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman

sejawat asisten di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan

nonmedis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Prof. Dr. H. Luhur Soeroso, SpP(K), sebagai Ketua Departemen Pulmonologi dan

Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, yang tiada henti-hentinya

memberikan bimbingan ilmu pengetahuan, senantiasa menanamkan disiplin, ketelitian dan

perilaku yang baik serta pola berfikir dan bertindak ilmiah, yang mana hal tersebut sangat berguna

bagi penulis untuk masa yang akan datang.

Dr. Pandiaman S Pandia, SpP(K), sebagai Sekretaris Departemen Pulmonologi dan

Kedokteran Respirasi FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan

dukungan moral, bimbingan serta nasehat selama penulis menjalani pendidikan sebagai PPDS di

(9)

Dr. H. Hilaluddin Sembiring, SpP(K), DTM&H sebagai Ketua Program Studi Ilmu

Penyakit Paru FK USU/ RS H. Adam Malik Medan yang tidak bosan-bosannya berupaya

menanamkan disiplin, ketelitian, berfikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis

untuk menyelesaikan pendidikan.

Dr. Pantas Hasibuan, SpP(K) sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Penyakit Paru

FK USU/ RS H. Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan motivasi, saran, nasehat, dan

dorongan yang bermanfaat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan.

Dr. Amira Permatasari Tarigan Sp.P, sebagai pembimbing penelitian yang telah banyak

memberikan nasehat, dorongan dan masukan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

penelitian ini.

Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K), yang telah banyak memberikan nasehat yang sangat

berguna dalam menjalani masa pendidikan serta dorongan yang kuat agar dapat menyelesaikan

pendidikan.

Prof . Dr. Tamsil Syafiuddin, SpP(K), sebagai kordinator penelitian ilmiah di Departemen

Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/ RS H. Adam Malik Medan dan Ketua Persatuan

Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan,

motivasi, kritik dan arahan dalam penyempurnaan tulisan ini.

Drs. Abdul Jalik Amri Arma, MKes, sebagai pembimbing statistik yang banyak

memberikan bantuan, bimbingan serta dukungan dalam masalah statistik.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada

(10)

banyak memberikan bimbingan nasihat dan ilmu pengetahuan serta pengalaman selama mengabdi

pada Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/ RSUP H. Adam Malik medan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Usman, SpP.

Dr.Widi Rahardjo, SpP(K), Dr. Fajrinur Syarani, SpP(K), Dr. Parluhutan Siagian, SpP,

Dr. Bintang Sinaga, SpP, Dr. Noni N Soeroso, SpP dan Dr. Setia Putra Tarigan, SpP, yang telah

banyak memberikan bantuan, masukan dan bimbingan selama penulis menjalani pendidikan ini.

Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Syahlan, SpP, sebagai

kepala SMF bagian paru RSUP Pirngadi Medan yang telah memberikan bantuan dan bimbingan

demi kelancaran penelitian.

Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pimpinan dan staff bagian

fisioterapi yang telah memberikan bantuan demi kelancaran penelitian saya.

Izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, TK PPDS FK USU, Direktur RS PTPN II Tembakau Deli, Direktur

RS Materna Medan, Kepala Departemen Kardiologi FK USU/ RS HAM, Kepala Departemen

Patologi Anatomi FK USU, Kepala Departemen Instalasi Perawatan Intensif FK USU / RS HAM,

Kepala Departemen Radiologi FK USU / RS HAM, Kepala Departemen Mikrobiologi FK USU,

yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Pendidikan

Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Paru FK USU, pegawai tata usaha, perawat / petugas poliklinik,

ruang bronkoskopi, ruang rawat inap bagian paru (RA3), Instalasi Perawatan Intensif, Unit Gawat

(11)

Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada

Ayahanda (Alm) H. Suwignyo dan Ibunda Rodiah yang telah membesarkan, mendidik dan

memberikan dorongan semangat serta doa yang tulus kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada mertua

H. Amansyah dan Hj. Nurlela yang telah memberikan dorongan dan semangat serta doa selama

pendidikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada saudara kandung dan saudara ipar penulis.

Demikian juga kepada istriku tercinta Dwi Kurniati, M.Si yang selalu setia dalam suka dan duka,

penuh pengertian, sabar dan terus memberikan dorongan dan doa selama menjalani pendidikan.

Buat anak-anakku tercinta Fathiyah Rahmah, Naufal Aulia Zuhdi, kalian adalah sumber energi

buat saya dalam menjalani pendidikan ini.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan permohonan maaf

yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah penulis

lakukan. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama

menjalani pendidikan dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat berkah dari

Allah SWT.

Medan, 1 September 2010

Penulis

(12)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan

i

Abstrak

v

Kata

Pengantar

vi

Daftar Isi

x

Daftar

Singkatan

xiii

Daftar Tabel

xiv

Daftar Lampiran

xv

Daftar Gambar

xvi

BAB I . PENDAHULUAN

1.1. Latar

belakang

1

1.2.

Rumusan

masalah

5

1.3.

Hipotesis

5

1.4.

Tujuan

Penelitian

6

1.4.1. Tujuan umum 6

1.4.2. Tujuan khusus 6

1.5.

Manfaat

Penelitian

7

BAB

II.

TINJAUAN

PUSTAKA

8

2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

8

2.2. Gangguan fungsi otot pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik 11

2.3. Pemeriksaan faal paru pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

17

2.4. Fisioterapi dada pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

18

(13)

2.6. Kapasitas fungsional pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

26

2.7. Kualitas hidup pada Penyakit Paru

Obstruktif

Kronik

27

2.8. Kerangka Konsep 30

BAB III. MANAJEMEN PENELITIAN

31

3.1.

Desain

Penelitian

31

3.2.

Tempat

dan

Waktu

Penelitian

31

3.3. Populasi dan Sampel 31

3.3.1.

Populasi

31

3.3.2.

Sampel

31

3.3.3. Perkiraan Besar Sampel 32

3.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 33

3.4. Cara Kerja 34

3.4.1. Kerangka operasional 34

3.5. Identifikasi Variabel Penelitian 35

3.5.1. Variabel bebas 35

3.4.2. Variabel terikat 35

3.6. Definisi Operasional 35

3.7. Bahan dan Alat 36

3.8. Manajemen dan Analisis Data Penelitian 37

3.9. Jadwal Penelitian

41

3.10. Biaya Penelitian

42

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan 43

(14)

4.2. Pembahasan Penelitian 57

BAB V. Kesimpulan dan Saran 62

(15)

DAFTAR SINGKATAN

AGDA

=

Analisa

Gas

Darah

Arteri

APE

=

Arus

Puncak

Ekspirasi

ATS

=

American

Thoracic

Society

CRDQ

=

Chronic Respiratory Diseases Questionnaire

CD4

=

Cluster

of

Differentiation-4

CD8

=

Cluster

of

Differentiation-8

ERS

=

European

Respiratory

Society

GOLD

=

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

KVP

=

Kapasitas

Vital

Paru

HRQL

=

Health Related Quality of Life

iNOS = Inducible isoforms NOS

IL8

=

Interleukin

8

IF

γ

=

interferon

NO = Nitric Oxide

NOS = Nitric Oxide Synthase

PPOK

=

Penyakit

Paru

Obstruksi

Kronik

PDPI

=

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

ROS

=

Reactive

oxygen

species

SGRQ

=

St

George

Respiratory Questionnaire

TNF

=

Tumor

nekrosis

factor

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Klasifikasi PPOK

10

Tabel 4.1.1

Karateristik subyek penelitian berdasarkan umur dan Indeks Masa Tubuh

44

Tabel 4.1.2 Karateristik subyek penelitian berdasarkan lama merokok, dan jumlah

rokok yang dihisap dalam setahun

44

Tabel 4.1.3

Karateristik subyek penelitian berdasarkan lama menderita PPOK dan

derajat PPOK

45

Tabel 4.1.4

Karateristik subyek penelitian berdasarkan pendidikan dan suku

46

Tabel 4.1.5

Karateristik subyek penelitian berdasarkan riwayat merokok

46

Tabel 4.1.6

Nilai dasar VEP

1,

dan uji jalan 6 menit

47

Tabel 4.1.7

Nilai dasar St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) pada subyek

penelitian

48

Tabel 4.1.8

Nilai VEP

1,

dan uji jalan 6 menit setelah 30 hari

49

Tabel 4.1.9

Nilai St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) setelah 30 hari

50

Tabel 4.1.10

Perubahan nilai awal (hari ke-1) dan akhir (hari ke-30) VEP1, dan uji jalan

6 menit

51

Tabel 4.1.11

Perubahan nilai awal (hari ke-1) dan akhir (hari ke-30) St. George’s

Respiratory Questionnaire (SGRQ)

52

Tabel 4.1.12

Perubahan jarak tempuh latihan jalan kali (olah raga ringan) pada

kelompok kasus

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Status Pemeriksaan

Lampiran 2. Penilaian Kualitas Hidup

Lampiran 3. Persetujuan Komite Etik Penelitian Bidang kesehatan

Lampiran 4. Formulir latihan jalan kaki

Lampiran 5. Formulir jadwal fisioterapi dada

Lampiran 6. Skala BORG

Lampiran 7. Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian

Lampiran 8. Surat Pernyataan Kesediaan ( Informed Consent )

Lampiran 9. Daftar Riwayat Hidup

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1.

Efek sistemik dan komorbid dari PPOK

11

Gambar 4.1.

Perubahan nilai VEP

1

54

Gambar 4.2.

Perubahan jarak uji jalan 6 menit

54

Gambar 4.3.

Perubahan nilai gejala SGRQ (%) 55

Gambar 4.4.

Perubahan nilai aktifitas SGRQ (%)

55

Gambar 4.5.

Perubahan nilai dampak SGRQ (%)

56

Gambar 4.6.

Perubahan nilai total SGRQ (%)

56

(19)

PENGARUH KOMBINASI TINDAKAN FISIOTERAPI DADA DAN OLAHRAGA RINGAN TERHADAP FAAL PARU, KAPASITAS FUNGSIONAL DAN KUALITAS HIDUP

PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK STABIL

Sugiono, Amira Permatasari Tarigan

Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan

ABSTRAK

Latar belakang : Jumlah penderita PPOK semakin meningkat setiap tahunnya, menurunnya fungsi paru, terbatasnya aktifitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup termasuk keluhan utama penderita PPOK.

Tujuan Penelitian : Meneliti tindakan fisioterapi dada dan olahraga ringan ( latihan jalan kaki ) apakah dapat meningkatkan faal paru (VEP1), kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita PPOK.

Desain Penelitian : Uji klinis

Metode Penelitian : Didapatkan 32 penderita PPOK stabil derajat berat dan sangat berat kemudian di bagi menjadi dua kelompok, 16 orang kelompok kasus mendapatkan tindakan fisioterapi dada dua kali seminggu dan olahraga ringan (latihan jalan kaki) lima kali seminggu selama satu bulan dan 16 orang kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan.

Hasil : Setelah 1 bulan tindakan fisioterapi dada dan olahraga ringan didapatkan hasil VEP1 yang tidak bermakna (p=0,131), perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup yang diukur dengan SGRQ baik gejala, aktifitas, dampak dan total (p=0,001), perbedaan yang bermakna kapasitas fungsional yang diukur dengan uji jalan 6 menit (p=0,001).

Kesimpulan : Tindakan fisioterapi dan dan olahraga ringan selama 4 minggu dapat meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup namun tidak meningkatkan VEP1.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini biasanya progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi abnormal pada jaringan paru terhadap paparan partikel atau gas berbahaya. Hal ini berkaitan dengan variasi kombinasi dari kelainan saluran napas dan parenkim. Adanya gejala sesak napas, berkurangnya kapasitas kerja dan kekambuhan yang sering berulang menyebabkan menurunnya kualitas hidup penderita. 1,2,3,4

Kejadian kesakitan dan kematian yang disebabkan PPOK berbeda pada setiap kelompok atau negara, hal ini tergantung banyaknya jumlah perokok, polusi dari industri dan asap kenderaan yang menjadi faktor resiko dari PPOK. WHO memperkirakan pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus meningkat dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering.Di seluruh dunia terdapat 3 juta kematian akibat PPOK setiap tahunnya.5

Di Amerika Serikat jumlah pasien PPOK tahun 1991 diperkirakan 14 juta orang, meningkat 41,5 % dibandingkan tahun 1982. Angka kematiannya menduduki peringkat ke-4 dari sebab kematian terbanyak yaitu 18,6 setiap 100000 penduduk. Laki-laki dan perempuan angkanya sama sebelum usia 55 tahun, laki-laki terus meningkat dan saat usia 70 tahun menjadi dua kali perempuan. 6

Di Indonesia berdasarkan pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, PPOK menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena PPOK menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.7

(21)

bekerja bahkan akhirnya menjadi tanggung jawab sepenuhnya dan beban orang lain dikarenakan aktifitas yang paling ringan pun telah menyebabkan pasien sesak napas.8,9

Salah satu yang penting manifestasi ekstra paru pada PPOK adalah kelemahan otot skeletal dan penurunan massa otot. Kelemahan otot menyebabkan kelelahan otot, kelelahan otot ini termasuk faktor yang mempengaruhi kapasitas fungsional penderita PPOK yang mengakibatkan berkurangnya toleransi latihan. Lebih lanjut kelelahan otot dan berkurangnya kapasitas latihan pada penderita PPOK menyebabkan peningkatan kunjungan ke sarana kesehatan dan penurunan kualitas hidup.10

Sehingga tujuan dari penatalaksanaan PPOK disamping untuk mempertahankan fungsi paru, mencegah eksaserbasi, yang paling utama adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.7,9,11

Dalam mengelola penderita PPOK, disamping pemberian obat-obatan dan penghentian merokok juga diperlukan terapi tambahan yang ditujukan untuk mengatasi masalah tersebut yakni rehabilitasi paru. Fisioterapi dada termasuk salah satu bagian program rehabilitasi paru dengan tujuan untuk meningkatkan volume paru, menurunkan work of breathing dan pembersihan jalan napas.11

Olahraga bertujuan meningkatkan kesegaran jasmani dan ketahanan fisik yang optimal bagi penderita dalam melakukan kegiatan sehari-harinya, karena pada saat olah raga terjadi kerja sama berbagai otot tubuh yang ditandai oleh perubahan kekuatan otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan, koordinasi gerakan dan daya tahan sistem kardiorespirasi. Perubahan sistem kardiorespirasi akan menyebabkan perubahan ukuran jantung, penurunan frekuensi nadi, peningkatan isi sekuncup, peningkatan volume darah dan perubahan pola pernapasan. Pada sistem pernapasan akan terjadi peningkatan efisiensi ventilasi, menurunkan volume residu dan perbaikan kapasitas difusi.12,13.

(22)

Abidin A, Faisal Y (2008) melaporkan perbaikan kualitas hidup dan kapasitas fungsional yang diukur dengan uji jalan 6 menit 20 penderita PPOK rawat jalan setelah mengikuti program fisioterapi dada 2 kali seminggu dan latihan bersepeda (stationary cycling) 3 kali seminggu, dimana latihan stationary cycling dimulai lamanya dari 2,5 menit dan ditingkatkan 2,5 menit tiap minggu, namun penelitian ini tidak melaporkan pengaruh fisioterapi dada dan latihan bersepeda (stationary cycling) terhadap perubahan fungsi paru .14

Fabio Pitta, Thierry Troosters dan kawan-kawan (2008) melaporkan 29 penderita PPOK rawat jalan yang mengikuti program latihan berjalan, bersepeda (stationary cycling) yang dilakukan 3 kali selama seminggu, yang lama latihannya dimulai dari 2 menit dan ditingkatkan 2 menit tiap minggu dan dinilai setelah 3 bulan didapati perbaikan kapasitas latihan, kekuatan otot, kualitas hidup dan status fungsional.,15.

Patricia Caetano Mota, Ana Paula Vaz dan kawan-kawan (1978) telah meneliti tindakan fisioterapi dada pada 42 penderita PPOK yang rawat jalan selama 6 minggu dan didapatkan pengurangan keluhan sesak napas, berkurangnya batuk dan aktifitas yang bertambah, namun tidak didapatkan perubahan yang bermakna pada faal paru dan analisa gas darah.16

Penelitian terdahulu yang dilakukan di Balai Pengobatan Paru-Paru Medan (BP4) oleh Amira

Permatasari (2003) menunjukkan secara subjektif manfaat fisioterapi dada pada 16 orang penderita PPOK

stabil yang dilakukan 2 kali seminggu selama sebulan yaitu berkurangnya rasa sesak napas, aktivitas

yang bertambah dan pengeluaran dahak yang lebih mudah, namun tidak terjadi peningkatan nilai VEP1 dan

KVP yang bermakna. 17

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin meneliti bagaimana pengaruh kombinasi

fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan melakukan latihan berjalan kaki 5 kali

seminggu selama 4 minggu terhadap faal paru, status fungsional dengan uji 6 jalan menit dan kualitas

hidup penderita PPOK stabil, dimana kualitas hidup diukur dengan menggunakan St George’s Respiratory

(23)

1.2. RUMUSAN MASALAH

Jumlah penderita PPOK semakin meningkat setiap tahunnya. Menurunnya fungsi paru, terbatasnya aktivitas yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup termasuk keluhan utama penderita PPOK. Fisioterapi dada dan olahraga ringan merupakan bagian dari program rehabilitasi paru yang dianjurkan dalam pengobatan penderita PPOK, namun penelitian manfaat atau pengaruh tindakan fisioterapi dada dan olahraga ringan terhadap faal paru, status fungsional dan kualitas hidup penderita PPOK stabil masih sedikit. Selain itu program latihan olahraga masih sering dilakukan di rumah sakit yang biasanya menggunakan alat, contohnya stationary cycling. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian tentang tindakan fisioterapi dada dan olah raga ringan dengan latihan berjalan kaki yang lamanya ditingkatkan tiap minggu apakah memberikan pengaruh terhadap faal paru, kualitas hidup dan status fungsional yang diukur dengan uji jalan 6 menit pada penderita PPOK stabil.

1.3. HIPOTESIS

a. Tidak ada peningkatan faal paru penderita PPOK stabil yang dilakukan tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin selama 4 minggu.

b. Ada peningkatan kapasitas fungsional penderita PPOK stabil dinilai dengan uji 6 jalan menit yang dilakukan tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin selama 4 minggu.

(24)

1.4. TUJUAN PENELITIAN

1.4.1. Tujuan umum

Menilai pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin selama 4 minggu terhadap faal paru, kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita PPOK stabil.

1.4.2. Tujuan khusus

a. Menilai pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin selama 4 minggu terhadap faal paru (VEP1) penderita PPOK stabil.

b. Menilai pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin selama 4 minggu terhadap kapasitas fungsional penderita PPOK stabil yang dinilai dengan uji jalan 6 menit.

c. Menilai pengaruh kombinasi tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin selama 4 minggu terhadap kualitas hidup penderita PPOK stabil dengan menggunakan alat ukur St George’s Respiratory Questionnaaire (SGRQ).

1.5. MANFAAT PENELITIAN

a. Memberi masukan untuk penelitian berikutnya tentang manfaat tindakan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu secara rutin pada penderita PPOK stabil.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebagai penyebab kesakitan dan kematian di dunia yang cukup luas dan menjadi masalah ekonomi dan sosial. PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara di dalam saluran pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis akibat pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam waktu yang cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum.5,9

Respon inflamasi pada PPOK adalah inflamasi kronis yang meliputi saluran napas, parenkim paru dan pembuluh darah paru. Berbagai sel-sel inflamasi terlibat dalam proses tersebut antara lain makrofag, limfosit T ( terutama CD8 ) dan netrofil. Sel inflamasi tersebut melepaskan berbagai mediator yaitu leukotrien, interleukin 8 (IL8), tumor nekrosis factor (TNF) dan berbagai mediator lainnya. Mediator tersebut dapat menyebabkan kerusakan struktur paru akibat inflamasi yang menetap.5,11

Inhalasi asap rokok dan zat partikel lainnya menyebabkan inflamasi pada saluran napas berupa edema, pembentukan proteoglikan dan kolagen di jaringan submukosa dan interstisial, membesarnya sel mukus dan sel goblet serta meningkatnya sekresi mukus, meningkatnya jumlah pembuluh darah kecil yang kemudian berdilatasi, hipertropi dan hiperplasia otot-otot jalan napas, respon inflamasi yang abnormal ini mengakibatkan kerusakan jaringan parenkim (menghasilkan emfisema) dan menganggu mekanisme perbaikan dan pertahanan (menyebabkan fibrosis saluran napas kecil). Perubahan patologi pada PPOK dilihat pada saluran napas sentral , saluran pernapasan perifer, parenkim paru dan pembuluh darah paru.5.18

(26)

tahanan aliran udara dalam saluran napas akan meningkatkan kerja pernapasan juga terdapat penurunan elastisitas parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus pada bronkus dan penebalan pada mukosa bronkus. Akibatnya terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan penurunan faal paru antara lain: kapasitas vital paksa (KVP), volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), Force expiratory flow. Terdapat peningkatan volume residu akibat kehilangan daya elastisitas paru 7,19

Obstruksi saluran napas yang kronis mengakibatkan volume udara keluar dan masuk tidak seimbang sehingga terjadi air trapping. Keadaan yang terus menerus menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif. Sebagai kompensasinya terjadi pemakaian terus menerus otot-otot interkostal dan otot inspirasi tambahan. Napas menjadi pendek dan sukar akhirnya terjadi hipoventilasi alveolar. Terjadi hipoksemia dan hiperkapnia dikarenakan gangguan ventilasi / perfusi serta ditambah hipoventilasi alveolar akibat alur napas yang kecil.20

Akibat sesak napas yang sering terjadi penderita PPOK menjadi panik, cemas dan frustasi sehingga penderita PPOK mengurangi aktifitasnya untuk menghindari sesak napas, dan hal ini yang membuat penderita menjadi tidak aktif. Penderita akan jatuh ke dalam dekondisi fisik yaitu keadaan merugikan akibat aktifitas yang rendah dan dapat mempengaruhi sistem muskuloskletal, respirasi, kardiovaskular dan lainnya. Kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari akan menurun. Keadaan ini menyebabkan kapasitas fungsional menjadi menurun sehingga kualitas hidup juga akan menurun.21,22,23

Karena derajat dari penurunan VEP1 memiliki implikasi prognosis dan berhubungan dengan morbiditi dan mortaliti, maka satu sistem penderajatan berdasarkan tingkatan obstruksi aliran udara dipergunakan oleh internasional untuk klasifikasi PPOK 5

Tabel 2.1. Klasifikasi PPOK berdasarkan GOLD 5

GOLD 2009

(27)

I.PPOK Ringan FEV1/FVC < 70 %

FEV1> 80% prediksi

II.PPOK Sedang FEV1/FVC < 70 %

50% < FEV1 < 80% prediksi

III.PPOK Berat FEV1/FVC < 70 %

30% < FEV1 < 50% prediksi

IV.PPOK Sangat Berat

FEV1/FVC < 70%

FEV1 < 30% prediksi atau FEV1 < 50% prediksi disertai gagal

napas kronis

Pada buku ” PPOK pedoman praktis diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia” yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2004 membuat tujuan penatalaksanaan PPOK yaitu : mencegah progresifiti penyakit, mengurangi gejala, meningkatkan toleransi latihan, mencegah dan mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang, mencegah atau menimalkan pengaruh samping obat, memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru, meningkatkan kualitas hidup penderita, menurunkan angka kematian. Tujuan diatas dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana yaitu : evaluasi dan monitor penyakit, menurunkan faktor resiko, tatalaksana PPOK stabil, tatalaksana PPOK eksaserbasi. Secara umum tatalaksana PPOK stabil meliputi : edukasi, obat-obatan, terapi oksigen, vaksinasi, nutrisi, ventilasi non mekanik dan rehabilitasi.7

(28)

Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan kekuatan otot pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang menganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak (air trapping).24

Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan

fungsinya sebagai otot utama pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume nafas mengecil dan nafas menjadi pendek sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadangan penderita. Frekuensi respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas yang kecil dan menimbulkan sesak nafas yang khas.24,25

(29)

Gambar 2.1.Efek sistemik dan komorbid dari Penyakit Paru Obstruktif kronik. 26

Salah satu yang penting efek sistemik dari PPOK adalah kelemahan otot, dan terkadang disertai kehilangan massa lemak bebas. Kadang kelemahan otot dapat didahului oleh cachexia. Otot skeletal meliputi 40-50% dari dari jumlah total massa tubuh seoarang pria dengan berat badan normal. Penghancuran protein otot skeletal mempunyai proses keseimbangan yang dinamis. Namun banyak penyakit yang akut dan kronis bersama-sama menyebabkan kehilangan massa otot yang berhubungan dengan penghancuran protein. Pada penyakit yang akut seperti trauma yang luas, sepsis, kehilangan massa otot ini cukup luas dan cepat. Pada penyakit kronis seperti pada PPOK kehilangan massa otot berjalan lambat. Beberapa penelitian menunjukkan terjadi perubahan struktur dan fungsi otot skletal pada penderita PPOK. 26.27

(30)

dan berkurang aktifitas. Tidak mengherankan bila kelemahan otot skeletal berpengaruh pada menurunnya status kesehatan penderita PPOK dan pastinya meningkatkan resiko kematian. Pengobatan yang lebih awal dengan program latihan dapat memperbaiki beberapa hilangnya status kesehatan yang berhubungan dengan kelemahan otot, dan meningkatkan kemampuan latihan dan kekuatan fisik.26

Hasil dari analisa biopsi menyatakan pengurangan yang siknifikan pada serat tipe I (lambat, daya tahan, oksidatif) dan meningkat relatif serat tipe II (cepat, glikolisis) dibandingkan orang normal, dimana kemungkinan meningkatkan kelemahan dan mengurangi kekuatan otot pada penderita PPOK, hal ini menunjukkan perubahan proses oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme energi otot rangka penderita PPOK.25 Perubahan metabolisme ini meningkatkan pembentukan asam laktat yang menyebabkan kelemahan dan kelelahan otot lebih cepat.26

Meskipun kelemahan otot diketahui secara luas merupakan efek sistemik dari PPOK namun

mekanisme terjadinya belum begitu jelas. Beberapa mekanisme yang dapat menjelaskan terjadinya

kelemahan otot antara lain :

1. Inflamasi sistemik.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa inflamasi sistemik merupakan faktor yang penting yang terlibat

dalam penurunan berat badan dan kehilangan massa otot. TNF-α merangsang aktivasi nuclear factor

(NF-kB) untuk menghambat diferensiasi otot dengan menekan myoD-mRNA pada pasca transkripsi.

TNF-α dan interferon γ (IF ) mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan terbentuknya serat otot-otot baru, degenerasi serat-serat otot baru dibentuk dan menyebabkan ketidakmampuan

memperbaiki kerusakan otot rangka. Sitokin inflamasi diduga berperan pada pengecilan otot melalui

penghambatan diferensiasi miogen melalui jalur NF-kB dan secara langsung menghambat NF-kB

seperti yang terlihat pada pengurangan otot berhubungan dengan kaheksia.26. 27

NF-kB turut merangsang pembentukan Nitric Oxide (NO) yang merupakan radikal bebas hasil dari

(31)

merupakan bentuk ketiga dari NOS sangat meningkat pada otot penderita PPOK. Peningkatan kadar

iNOS menyebabkan proses penghancuran protein, meningkatkan proses apoptosis dan menyebabkan

kegagalan kontraksi otot sehingga berpotensi sebagai penyebab keterbatasan toleransi latihan pada

penderita PPOK.27.28.29

2. Peningkatan stress oksidatif

Perkembangan dan progresifitas kelemahan otot pada PPOK kuat hubungannya juga dengan

meningginya stress oksidatif. Peninggian oksidatif stress berhubungan dengan peningkatan reactive

oxygen species (ROS). Stress oksidatif semakin meninggi pada otot skeletal penderita PPOK sebagai

peroksida pada plasma penderita PPOK saat istirahat, setelah bekerja dan eksaserbasi. Peningkatan

stress oksidatif juga terlihat pada kelelahan otot rangka, hal ini dapat disebabkan karena hipoksia,

terjadi gangguan metabolisme pada mitokondria dan peningkatan kegiatan cytochrome C-

oxidase pada otot rangka penderita PPOK. Berkurangnya glutamate otot (sebagai prekusor GSH)

terlihat pada penderita PPOK yang berat, yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme glikolisis otot, Rendahnya glutamat, kadar GSH juga rendah mempengaruhi keseimbangan oksidan dan anti oksidan menyebabkan penurunan daya tahan otot penderita PPOK. 26,30.

Reactive oxygen species (ROS) dapat mempengaruhi degradasi protein, meningkatkan proteolisis otot,

menghambat protein otot spesifik dan meningkatkan apoptosis sel otot. Stress oksidatif pada penderita

PPOK dibuktikan dengan peningkatan kadar sitokin sirkulasi dan acute phase reactant termasuk IL-6,

IL-8, TNF-α, CRP dan lipopolisakarida. Semua sel inflamasi ini terlihat lebih aktif pada penderita

PPOK.30

3. Hipoksia dan hiperkapni

Hipoksia yang kronis diketahui mempunyai pengaruh terhadap otot rangka. Hipoksia menyebabkan

berkurangnya kemampuan latihan. Pada penderita PPOK akan berkurang kekuatan dan daya tahan dari

(32)

arteri dan persentase dari serat tipe I pada vastus lateralis. Pada hipoksia perbandingan kapiler / serat

berkurang disebabkan gangguan penghantaran oksigen yang terganggu pada jaringan otot penderita

PPOK. Pada hiperkapnia akut maupun kronis ditandai dengan berkurangnya konsentrasi ATP dan

phospocreatin dan ditemukan asidosis intra seluler. Penderita PPOK dengan hiperkapni kronis terjadi

penurunan kekuatan maksimal otot-otot inspirasi. 28,29

.

4. Nutrisi yang tidak seimbang

Pada penderita PPOK yang mengalami nutrisi yang kurang antara 25-50 % tergantung beratnya

penyakit. Nutrisi yang kurang sangat berhubungan dengan jeleknya kesembuhan penderita PPOK.

Nutrisi yang kurang berhubungan dengan rendahnya energi phospat yang mengandung ATP dan

phosphocreatin dan kation ( magnesium dan potassium). Pengaruh status gizi pada fungsi otot

pernafasan meskipun masih belum jelas diperkirakan menyebabkan kelemahan dan gangguan pada otot

penderita PPOK. 29

2.3. Pemeriksaan Faal Paru Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Pemeriksaan faal paru mempunyai peranan penting pada penyakit paru obstruksi, yaitu untuk menunjang diagnosis, melihat tingkat dan perjalanan penyakit serta untuk menentukan prognosis penyakit. Penentuan derajat obstruksi dapat dilakukan dengan pemeriksaan sederhana sampai dengan pemeriksaan yang rumit. Masing-masing pemeriksaan mempunyai nilai dan arti tertentu. Pengukuran VEP1 dan KVP dengan spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana, akurat, standard dan paling sering dilakukan.6

(33)

Dengan alat spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru yaitu Kapasitas vital paksa (KVP) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal. Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa pada detik pertama, rasio VEP1/KVP. Apabila nilai VEP1 kurang dari 80% nilai dugaan, rasio VEP1/KVP kurang dari 75% menunjukkan obstruksi saluran napas. Kapasitas vital (KV), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal. Pemeriksaan faal paru berguna untuk menilai beratnya obstruksi yang terjadi, dengan demikian dapat ditentukan beratnya kelainan. Pemeriksaan ulangan sesudah pengobatan dapat memberikan informasi perbaikan kelainan. 32,33

2.4. Fisioterapi Dada Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik

Fisioterapi dada merupakan latihan menggunakan metode fisik dengan tujuan utama untuk memperbaiki dan mempertahankan fungsi alat pernapasan dengan cara mengajarkan pasien tentang teknik pernapasan yang baik untuk memperoleh efisiensi maksimal ventilasi dan meningkatkan toleransi latihan serta membantu membersihkan sekret bronkus. Penderita diajarkan suatu pola pernapasan yang adekuat untuk mengoptimalkan kembali kerja otot respirasi utama dengan tujuan meningkatkan ventilasi alveolar dan memelihara pertukaran gas. 34

Fisioterapi dada pada penderita PPOK terdiri dari terapi fisik dada, latihan pernapasan dan teknik relaksasi . 35..36

- Terapi fisik dada bertujuan memperbaiki pembersihan sekresi bronkus sehingga dapat menurunkan tahanan jalan napas, memperbaiki fungsi pertukaran gas, mengurangi kejadian infeksi saluran napas dan meningkatkan sirkulasi pada otot dinding dada sehingga mengoptimalkan kerja otot-otot pernapasan. Termasuk dalam terapi fisik dada tersebut adalah :35.36

(34)

trakea untuk kemudian dibatukkan keluar. Pada penderita PPOK yang banyak memproduksi sekret, cara ini sangat bermanfaat.

2. Perkusi dada : Perkusi dada salah satu cara metode bronchial hygiene dengan menggunakan tangan dalam bentuk cup bergantian secara ritmik di tepukkan di dinding dada. Dengan perkusi sekret akan dilepaskan dari dinding trakeo bronkus dan masuk ke dalam lumen saluran napas. Teknik perkusi saja tidak cukup untuk membersihkan saluran napas, terutama bila sekret banyak dan kental, maka teknik tersebut perlu dibantu dengan teknik batuk. Waktu yang dibutuhkan bisa 3-5 menit atau beberapa jam, tergantung dari kekentalan jumlah sputum. Perkusi dapat dikerjakan bersamaan dengan drainase postural, atau tindakan perkusi dulu kemudian dilanjutkan drainase postural dengan maksud membawa sekret ke bronkus utama, selanjutnya dikeluarkan dengan batuk atau suction.

3. Vibrasi : gerakan cepat yang dilakukan pada dinding dada, dapat dilakukan manual ( dengan memakai ujung jari ) atau dengan alat yang disebut vibrator. Pemberiannya saat penderita melakukan ekspirasi. Tujuannya sama dengan perkusi. Tekniknya adalah napas dalam, tahan beberapa detik vibrasi diberikan saat ekspirasi, satu sesion latihan biasanya diberikan setelah 5-6 napas dalam, setelah tindakan vibrasi dapat dilakukan postural drainage.

4. Teknik batuk: bertujuan untuk mengeluarkan lendir tanpa harus melakukan batuk yang keras agar paru terbebas dari lendir.

- Latihan pernapasan : dilakukan untuk mendapatkan pengaturan napas yang lebih baik dari pernapasan sebelumnya yang cepat dan dangkal menjadi pernapasan yang lebih lambat dan dalam.

Tujuan latihan pernapasan adalah :

a. Mengatur pola pernapasan dan kecepatan pernapasan sehingga mengurangi air trapping. b. Memperbaiki kemampuan pergerakan dinding dada

c. Memperbaiki ventilasi tanpa meningkatkan energi pernapasan d. Melatih pernapasan agar sesak berkurang

e. Memperbaiki pergerakan diafragma

(35)

Teknik latihan napas yang digunakan adalah pursed lip breathing dan pernapasan diafragma. Pernapasan pursed lips breathing bertujuan mengurangi napas pendek, memberikan manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan tegang karena sesak. Pernapasan diafragma melatih kembali penderita unntuk menggunakan diafragma dengan baik dan merelaksasi otot-otot asesoris, dan bertujuan meningkatkan volume alur napas, menurunkan frekuensi respirasi dan residu fungsional, memperbaiki ventilasi dan memobilisasi sekresi mukus pada saat drainase postural.

- Relaksasi : Sasaran yang dicapai dengan terapi relaksasi adalah mengurangi tingkat kecemasan dan stress fisik. Penderita dapat mengontrol dirinya untuk lepas dari dari stress dan frustasi. Prinsip relaksasi adalah merelaksasikan dada bagian atas dan mengurangi bekerjanya otot-otot bantu napas. Latihan dalam suasana tenang dan nyaman, dapat diiringi irama musik.

2.5. Olahraga Ringan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Penderita PPOK dapat merasakan keterbatasannya dalam melakukan beberapa aktivitas. Keterbatasan tersebut dirasakan dalam bentuk sesak napas atau rasa tidak nyaman pada pernapasan, penderita juga dapat merasakan kelelahan ototnya, hingga pada stadium lanjut penderita tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dan selalu memerlukan pertolongan orang lain. Pada perawatan penderita PPOK seharusnya dilakukan secara komprehensif sehingga dapat menurunkan angka mortalitas, dan dapat menangani penderita sesuai dengan derajat fungsionalnya, sehingga penderita dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan tidak menimbulkan rasa rendah diri.12,37

(36)

Yang dimaksud dengan kesegaran jasmani adalah kesanggupan tubuh melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang diberikan kepadanya, berupa kerja yang dilakukan sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Sebaliknya olah raga yang tidak terprogram dengan baik akan menimbulkan masalah bagi si penderita, bahkan dapat timbul komplikasi yang fatal. Adapun sebagai unsur yang paling penting pada kesegaran jasmani adalah daya tahan kardiorespirasi.38

Dalam melakukan kegiatan olahraga dapat menggunakan formulasi FIT (TP), yaitu :39

F = frekuensi ( berapa hari seminggu)

I = intensitas ( ringan, sedang dan intensif)

T = time / waktu ( kuantitas olahraga perhari)

T = Tipe/ jenis olahraga (aerobik, anaerobik, kekuatan, daya tahan)

P = progresifitas / peningkatan

A. Frekuensi : berapa hari dalam seminggu olahraga dilakukan, dianjurkan untuk melakukan olahraga 3-5 hari tiap minggu dengan beban yang dinaikkan secara bertahap.

B. Intensitas : menurut parameter fisiologi ada 3 tingkatan intensitas yaitu :

- Ringan : tahap ringan dapat membakar kalori kurang dari 3.5 kcal/menit. Olahraga pada tahap ini termasuk berjalan lambat. Denyut nadi pada olahraga ringan ini kurang dari 50% denyut nadi maksimal. - Sedang : tahap sedang dapat membakar kalori 3.5 hingga 7 kcal/menit. Olahraga pada tahap ini

termasuk berjalan cepat, bersepeda, renang. Denyut nadi pada olahraga ini 50-70% denyut nadi maksimal. Pada tahap sedang bila olahraga dilakukan secara teratur dapat meningkatkan status kesehatan dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskular.

- Intensif : tahap intensif dapat membakar kalori lebih dari 7 kcal/menit. Olahraga pada tahap ini termasuk berlari / jogging, senam aerobik, renang, sepeda gunung. Denyut nadi pada olahraga ini lebih dari 70 % denyut nadi maksimal.

(37)

Ada beberapa rekomendasi yang dianjurkan lamanya olahraga :

ACSM ( American College of Sports Medicine ) menganjurkan 20-60 menit perhari. Eropa menganjurkan 3-4 hari tiap minggu selama 30 menit dengan 50-80% denyut nadi maksimal atau tiap hari dalam seminggu selama 30 menit dengan denyut nadi maksimal kurang dari 50%.

D. Tipe.

Tipe olahraga secara umum dibagi atas:

- Olahraga aerobik yang bertujuan untuk daya tahan sistem kardiovaskular dan pernafasan. Olahraga ini dengan kegiatan yang bertahap dan waktu yang lama dan terus menerus. Termasuk dalam tipe ini seperti : renang, berlari, bersepeda dan lain-lain.

- Olahraga anaerobik yang bertujuan membangun atau membentuk otot-otot tubuh. Termasuk dalam tipe ini angkat berat, lari cepat dan lain-lain.

E. Progresifitas / peningkatan

Untuk mencapai kesehatan dapat dicapai dengan 3 tahap yaitu : awal, perbaikan dan mempertahankan.

Tahap Minggu Frekuensi

(hari/minggu)

Intensitas (%) Lama (T) (menit)

1 3 40-50 12

2 3 50 14

3 3 60 16

4 3 60-70 18

Awal (start)

5 3 60-70 20

6-9 3-4 70-80 21

10-16 3-4 70-80 24

17-19 4-5 70-80 28

Perbaikan

20-27 4-5 70-80 30

(38)

Olahraga / latihan jasmani pada PPOK ditujukan untuk meningkatkan otot pernapasan yaitu bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga dapat menghasilkan tekanan inspirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Olah raga khusus pada otot pernapasan akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimal, memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi sesak napas. Olah raga pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan akibat meningkatnya kapasitas kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen.38

Perbaikan toleransi latihan merupakan resultante dari efisiensi pemakaian oksigen di jaringan dan toleransi terhadap asam laktat. Pada penderita yang tidak biasa melakukan latihan, lebih aman kalau memberikan program pelatihan secara bertahap.38

Pasien-pasien PPOK yang melakukan kegiatan olahraga secara terprogram umumnya dapat meningkatkan kapasitas kerja mereka 70-80 % dalam waktu 4-6 minggu.Olah raga bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat yaitu di rumah dan di rumah sakit. Bentuk olah raga di rumah dapat berupa latihan dinamik dan menggunakan otot secara ritmis, misalnya jalan, lari (jogging), bersepeda. Program olah raga setiap harinya 15-30 menit, selama 4-7 hari setiap minggu. Memulai olahraga dengan membuat target yang diperkirakan dapat dicapai, kemudian secara bertahap tingkatkan target seiring dengan kemajuan yang dicapai. Sebagai patokan beban yang diberikan kepada penderita PPOK agar mencapai hasil latihan jasmani yang diharapkan yaitu frekuensi jantung harus mencapai 60%-75% dari frekuensi maksimal penderita. Pada penderita yang tidak biasa melakukan latihan, lebih aman kalau memberikan program pelatihan secara bertahap. Setelah 2-3 minggu beban latihan dapat ditingkatkan sampai mencapai 60%-75% frekuensi nadi maksimal atau VO2 max. Jenis olah raga diubah setiap hari. Pemeriksaan frekuensi nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan olahraga oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif.38

(39)

obat-obatan, memperbaiki emosi, bekerja secara optimal, dan memperbaiki sosial ekonomi. Kemampuan tersebut diatas dapat dibuktikan dengan: meningkatnya toleransi terhadap olah raga, berkurangnya kekambuhan, menurunnya depresi atau kecemasan, perbaikan fungsi paru, menurunnya risiko kematian sebelum waktunya.36,38

2.6. Kapasitas Fungsional Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Kapasitas fungsional adalah kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Penilaian obyektif untuk menilai kapasitas fungsional dapat dilakukan dengan uji jalan 6 menit

Pada tahun 1960 Balke mengembangkan uji sederhana untuk mengevaluasi status fungsional dengan mengukur jarak jalan dalam periode waktu tertentu. Pada tahun 1976 McGravin dkk memperkenalkan uji jalan 12 menit untuk mengevaluasi ketidakmampuan pasien PPOK. Kemudian dimodifikasi oleh Guyan dkk dengan uji jalan 6 menit. Uji jalan 6 menit dikembangkan kemudian ternyata hasilnya sebaik uji jalan 12 menit, lebih mudah ditoleransi pasien dan lebih menggambarkan keadaan aktivitas sehari-hari. Indikasi uji jalan 6 menit adalah untuk mengukur status fungsional, memprediksi mortalitas dan morbiditas penyakit serta untuk mengukur respon pengobatan.40

Uji jalan 6 menit mempunyai korelasi bermakna dengan komsumsi oksigen maksimum dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas hidup. Jika dibandingkan dengan pengukuran VEP1 pada PPOK, uji jalan 6 menit mempunyai reproduksibiliti lebih baik.41

(40)

Pada penelitian terhadap 112 penderita PPOK berat yang stabil, perubahan kecil yang bermakna setelah latihan adalah 54 meter (CI:95%,37-71m)42. Finnerty dkk membandingkan hasil uji jalan 6 menit pada kelompok yang mendapat rehabilitasi selama 6 minggu didapatkan hasil peningkatan pada perlakuan dari 245 m menjadi 304 m, dan pada kontrol 273 menjadi 266 m. Penelitian lain mendapatkan hasil peningkatan 238,2 m pada kelompok yang mendapat rehabilitasi selama 12 minggu.43

2.7. Kualitas Hidup Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkup kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup dapat dijadikan hasil pengukuran yang menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada beberapa bidang misalnya kemampuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi.44

Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobiliti, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.44

Konsep pengukuran kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan biasanya merujuk paling sedikit pada salah satu dari 4 pokok atau komponen penting yaitu sensasi somatik, fungsi fisik, status emosi atau psikososial dan interaksi sosial 45

Untuk mengukur kualitas hidup dapat digunakan kuesioner yaitu health-related quality of life (HRQL) dari Wijkstra, Vale dan kawan-kawan. Chronic Respiratory Disease Questionnaire (CRDQ) dari Guyat dan kawan-kawan dan St. George’s Respiratory Questionnaire (SGRQ) yang dikembangkan oleh Jones dan kawan-kawan.46,47

(41)

pengurangan gejala dan peningkatan kualitas hidup 44. Wijkstra dan kawan-kawan melakukan evaluasi penderita PPOK yang melakukan rehabilitasi di rumah dan peningkatan kualitas hidup setelah lebih dari 18 bulan46.

Jones dan kawan-kawan menggunakan SGRQ dalam mengukur kualitas hidup pada penderita PPOK yang rawat inap dan menunjukkan perbaikan setelah penderita PPOK mengikuti program rehabilitasi.47

SGRQ terdiri atas 76 butir pertanyaan terbagi dalam tiga komponen yaitu :

1. Gejala penyakit (symptom) berhubungan dengan gejala sesak napas, frekuensi dan beratnya gejala tersebut.

2. Aktivitas ( activity), berhubungan dengan aktivitas yang menyebabkan sesak atau dihambat sesak

3. Dampak (impact), meliputi suatu rangkaian aspek yang berhubungan dengan fungsi sosial dan gangguan psikologis akibat penyakitnya.

(42)

2.7. Kerangka Konsep

PPOK

Gangguan otot perifer 

Kemampuan latihan berkurang

Penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup

Rehabilitasi Paru 

Fisioterapi dada dan olahraga ringan  Kelemahan fisik 

Anoreksia / malnutrisi  Sesak nafas 

- Inflamasi yang meningkat  - Oksidatif stress dan cytokin 

meningkat  - Hiperinflasi, VEP1 menurun 

- Ventilasi yang terbatas  - Penurunan fungsi paru 

Manifestasi sistemik  Manifestasi lokal 

‐ Pola pernafasan yang teratur 

‐ Mengurangi air trapping 

‐ Memperbaiki pergerakan diafragma 

(43)
(44)

BAB III

MANAJEMEN PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis membandingkan faal paru, kapasitas fungsional dan kualitas hidup penderita PPOK stabil derajat berat dan sangat berat yang dilakukan tindakan fisioterapi dada dan olahraga ringan dengan penderita PPOK stabil derajat berat dan sangat berat yang tidak dilakukan tindakan fisioterapi dada dan olah raga ringan.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di poli paru RS. PTPN II Tembakau Deli Medan, poli paru RS. Haji Adam Malik Medan dan poli paru RS. Pirngadi Medan Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan atau jumlah sampel sudah tercapai.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1 Populasi

Penderita PPOK stabil derajat berat dan sangat berat yang berobat jalan di poli paru RS. PTPN II Tembakau Deli Medan, poli paru RS. Haji Adam Malik Medan dan poli paru RS. Pirngadi Medan

3.3.2 Sampel :

(45)

3.3.3 Perkiraan Besar Sampel

Sampel dipilih secara consecutive sampling sehingga semua kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi menjadi anggota kelompok penelitian. Kelompok penelitian dibagi dua yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Kelompok kasus yaitu pasien PPOK yang mendapat kasus fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan berjalan kaki 5 kali seminggu yang dilakukan rutin selama 4 minggu, sedangkan kelompok kontrol adalah pasien PPOK yang tidak mendapat kasus fisioterapi dada dan olahraga ringan. Besar sampel 16 orang (untuk masing-masing kelompok).

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus uji klinik yaitu :

(Zα + Z )2 SD2

n

=

( X1 - X2 )2

(1,96 + 1,036)2 0,292

n

= = 15,46 = 16 orang 0,222

Keterangan :

1.

Z

α

: nilai baku dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai

α

yang ditentukan,

α

=

0,05

Z

α

= 1,96

2.

Z : nilai baku dari tabel Z yang besarnya tergantung dari nilai yang ditentukan, =

0,15

Z = 1,036

(46)

3.3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

a. Kriteria inklusi :

Pasien PPOK dengan syarat yaitu :

1. PPOK stabil 2. Umur 50-75 tahun

3. Derajat berat, dan sangat berat : VEP1 30 %- 50 %, VEP1 < 30 % prediksi , VEP1/KVP < 70 %

4. Bersedia mengikuti penelitian dengan benar dan menandatangani informed consent. 5. Tidak sedang eksaserbasi

6. Meneruskan obat – obatan dari poli paru b. Kriteria eksklusi :

PPOK dengan disertai salah satu kelainan di bawah ini :

1. Miokard infark yang terjadinya < 1 tahun 2. Menderita kor pulmonal

3. Asma

4. Eksaserbasi akut

5. Sindroma Obstruksi Post TB (SOPT) 6. Mempunyai penyakit sendi

7. Menderita gangguan neurologik (stroke) dan saraf perifer lain 8. Menderita gangguan psikiatri

(47)

3.4. CARA KERJA 3.4.1. Kerangka Operasional

Memenuhi kriteria  inklusi dan eksklusi

‐ Spirometri 

‐ Uji jalan 6 menit 

Randomisasi  Penderita PPOK stabil 

Terapi yang diberikan selama ini  Terapi yang diberikan selama ini 

Kelompok kontrol: 

- Tanpa fisioterapi dada  - Tanpa olah ringan  Kelompok kasus : 

- Olah raga ringan (jalan  kaki 5 kali seminggu)  - Fisioterapi dada 2 kali 

seminggu. 

4 minggu 

(48)

Analisa statistik 

3.5. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

3.5.1. Variabel bebas

a. Fisioterapi dada b. Olahraga ringan

3.5.2. Variabel terikat :

a. Faal paru

b. Kapasitas Fungsional (Uji jalan 6 menit) c. Kualitas hidup.

3.6. DEFINISI OPERASIONAL

1.Kriteria PPOK stabil Pasien PPOK yang tidak sedang mengalami peningkatan gejala batuk, sesak napas lebih dari biasanya dan tidak didapati perubahan warna dahak.

2. Faal paru :

- VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa persatu detik pertama nilai prediksi untuk menentukan ukuran derajat obstruksi dalam persen. - KVP : Kapasitas Vital Paksa yaitu jumlah udara yang dapat

diekspirasikan maksimal secara paksa

(49)

hidup lebih aktif dan lebih produktif

5.Kapasitas fungsional adalah tingkat kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

6.Uji jalan 6 menit Adalah pengukuran kapasitas latihan fungsional dengan mengukur seberapa jauh pasien dapat berjalan dengan cepat pada jalan dengan permukaan rata dan keras dalam waktu 6 menit.

7. Kualitas hidup : Tingkat kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat psikososial yang menggambarkan kemampuan penderita untuk berfungsi dalam berbagai peran di masyarakat

8. Terapi sehari-hari : Terapi yang selama ini dipergunakan secara teratur dan telah digunakan selama > 6 minggu sebelum penelitian. Terapi meliputi inhalasi beta 2-agonist kerja pendek & inhalasi kortikosteroid bila diperlukan, tablet teofilin lepas lambat, antioksidan, dan mukolitik.

9.SGRQ : Kuesioner yang spesifik untuk menilai kualitas hidup penderita PPOK.

3.7. BAHAN DAN ALAT

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Spirometri merek Chest Graph H I – 101

2. Nebuliser merk Maymist, seri 609 ST 3. Infra merah merk Philips, HP 3616 4. Vibrator merk Nicoken, CS 888 5. Lembar kuesioner SGRQ 6. Stop watch

7. Kartu status

(50)

3.8. MANAJEMEN DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

Semua pasien yang memenuhi kriteria dilakukan :

1. Pencatatan data awal peserta, yang dicatat antara lain : jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, tinggi badan, riwayat merokok, pemakaian obat bronkodilator sehari-hari, aktivitas fisik rutin sehari-hari

2. Pengisian lembar kuesioner SGRQ hari pertama dan hari terakhir penelitian

3. Pemberian nebulisasi salbutamol ( ventolin) setiap kunjungan / sebelum fisioterapi dada

4. Pemeriksaan faal paru di awal dan akhir penelitian, yang diukur adalah nilai VEP1 dan VEP1/ KVP.

5. Dilakukan uji jalan 6 menit diawal dan akhir penelitian

6. Kasus diberi fisioterapi dada 2 kali seminggu di RS. Tembakau Deli Medan dan RS. H. Adam Malik Medan.

7. Melakukan olahraga ringan dengan berjalan kaki di rumah 3 kali dan 2 kali saat kunjungan dalam seminggu

Cara mengisi kuesioner SGRQ :

1. Kuesioner diisi langsung oleh peneliti dengan cara wawancara langsung dengan penderita. 2. Hasil dicatat dengan cara :

- Setiap jawaban kuesioner mempunyai bobot 0-100

- Untuk jawaban positif dijumlahkan dengan cara nilai dihitung dengan membagi jumlah bobot dengan nilai maksimum dan dinyatakan dalam persentase

- Nilai yang lebih rendah menggambarkan keadaan kesehatan yang lebih baik. - Cara menghitung skor gejala :

a. Merupakan pertanyaan dari bagian 1 terdiri atas 8 pertanyaan b. Bobot pertanyaan 1-8 dijumlahkan

(51)

d. Bila jawaban banyak ( ganda ) terhadap suatu pertanyaan jumlah bobot diambil nilai reratanya. Bobot tersebut untuk jawaban positif

e. Nilai maksimum 662,5

- Cara menghitung skor aktiviti :

a. Dihitung dari bobot yang dijumlahkan untuk jawaban positif seksi 2 dan 6 bagian II b. Nilai maksimum 1209,1

- Cara menghitung skor dampak : a. Dihitung dari seksi 1,3,4,5,7 bagian II

b. Seksi 127 bagian akhir seksi 7 terdapat 1 jawaban pada pertanyaan yang ada. Bila jawaban ganda bobot tersebut diambil reratanya.

c. Nilai maksimum : 2117,8 - Cara menghitung skor total :

a. Nilai total dihitung dengan menjumlahkan seluruh jawaban positif kuesioner dan dinyatakan hasilnya dalam persentase nilai maksimum seluruh kuesioner

b. Nilai maksimum 3989,4

Uji jalan 6 menit :

1. Pastikan pasien dalam keadaan stabil sebelum melakukan uji jalan 6 menit.

2. Pasien duduk istirahat dikursi dekat tempat start 5-10 menit sebelum uji jalan dilakukan, kemudian diberikan penjelasan tentang uji jalan :

a. Diperkenalkan dengan lokasi, periksa tanda vital. b. Berjalan di koridor sepanjang 30 meter bolak-balik. c. Menempuh jarak sejauh mungkin dalam waktu 6 menit.

d. Penderita harus dapat mengatur sendiri kecepatan jalannya agar nyaman dan tidak cepat lelah atau sesak (skala Borg 3-6).

e. Jika sesak/lelah (skala Borg 7-8) penderita boleh istirahat dan dapat meneruskan uji kembali bila sudah tenang.

3. Set stop watch untuk 6 menit

(52)

5. Jika pasien butuh istirahat waktu stop watch jangan dimatikan. Jika tidak dapat meneruskan lagi maka uji dibatalkan.

6. Uji jalan dihentikan bila stop watch telah berdering dan penderita diistirahatkan. 7. Catat jarak yang ditempuh dalam meter.

Fisioterapi dada

Tindakan fisioterapi dada yang dilakukan pada setiap sesi sesuai urutannya yaitu antara lain : a. Pemanasan dengan infra merah, pada dinding dada dan punggung selama 15 menit. b. Pemijatan otot-otot dada , dilakukan selama 5 menit

c. Clapping, tehnik pemukulan dinding dada dan punggung dengan telapak tangan dilakukan selama 5 menit.

d. Vibrasi, menggetarkan toraks dengan menggunakan alat vibrator selama 5 menit e. Tehnik batuk, dilakukan selama 3 menit

f. Latihan pernapasan selama sekitar 10 menit.

Olah raga ringan

Olah raga ringan dengan melakukan aktifitas berjalan kaki yang lamanya tiap minggu ditingkatkan. 1. Saat memulai latihan pasien dalam keadaan stabil. Diukur tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi

nafas, saturasi oksigen.

2. Ditentukan target heart rate range (THRR) dengan rumus :

THRR = 50 – 85 % x {frekuensi nadi maksimal (HR max)}-frekuensi nadi istirahat (HR rest) } + frekuensi nadi istirahat.

HR max = 220 – umur.

(53)

4. Latihan dilakukan dengan berjalan kaki di jalan sepanjang 20 meter bolak-balik dan jalan mendatar..

5. Pasien harus dapat mengatur sendiri kecepatan jalannya agar nyaman dan tidak cepat lelah atau sesak (skala borg 3-6)

6. Jika sesak/lelah (skala borg 7-8) penderita boleh istirahat dan dapat meneruskan kembali latihan bila sudah tenang.

7. Jarak yang ditempuh dalam dicatat dalam meter. 8. Latihan dihentikan bila terdapat salah satu dari :

a. Kesulitan berbicara atau frkuensi napas > 30 x/ menit b. Skala Borg 7-8

c. Saturasi O2 < 90 %.

d. Frekuensi nadi melebihi THRR

Program olahraga ringan dengan berjalan kaki

Minggu Lamanya latihan

Frekuensi perminggu

Target frekuensi nadi (%)

Jarak yang ditempuh (meter)

I 2,5 menit 5 kali 40-50

II 5 menit 5 kali 50

III 7,5 menit 5 kali 60

IV 10 menit 5 kali 60-70

(54)

3.10. JADWAL PENELITIAN

Jadwal MINGGU

Uraian I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII

Persiapan V V

Pengumpulan Data

V V V V

Analisa Data

V V

Penulisan Laporan

V V V V

Seminar V

3.11. BIAYA PENELITIAN :

Pengumpulan kepustakaan = Rp. 500.000 Biaya transport, snack pasien dll = Rp. 1000.000

Bahan habis pakai : ventolin 100 ampul,dll = Rp. 1000.000 Kuesioner = Rp. 300.000

(55)

Honor tim fisioterapi = Rp. 3000.000 Biaya pembuatan laporan = Rp. 500.000 Biaya penggandaan laporan = Rp. 500.000 Biaya seminar = Rp. 2000.000

Total biaya = Rp. 13.140.000

(56)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Jumlah keseluruhan subyek penelitian adalah sebanyak 32 orang pasien PPOK stabil rawat jalan di poliklinik paru RS. Tembakau Deli Medan, RS Pirngadi Medan dan RS H. Adam Malik Medan dengan jenis kelamin pada kedua kelompok laki-laki. Terbagi atas dua kelompok yaitu kelompok kasus dan kontrol masing-masing 16 orang. Semua penderita selesai mengikuti penelitian. Kelompok kasus adalah adalah pasien PPOK stabil yang mendapatkan fisioterapi dada 2 kali seminggu dan olahraga ringan dengan latihan jalan kaki 3-5 kali seminggu. Kedua kelompok mendapatkan pengobatan yang sama sesuai dengan obat-obatan yang dipakai sehari-hari.

4.1.1. Karateristik subyek penelitian berdasarkan umur dan Indeks Masa Tubuh (IMT).

Rerata umur kelompok kasus 65,3 tahun (SD 5,5) dan kelompok kontrol 63,1 tahun (SD 8,1). Hasil uji statistik umur antara kedua kelompok menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,381).

Rerata IMT kelompok kasus 21,24 (SD 2,7) dan kelompok kontrol 21,63 (SD 3,3). Hasil uji statistik IMT antara kedua kelompok menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,720).

Tabel 4.1.1. Karateristik subyek penelitian berdasarkan umur dan Indeks masa tubuh (IMT).

Kasus Kontrol

Variabel

n X ± SD n x ± SD

p*

(57)

Indeks Masa Tubuh 16 21,24 ±2,7 16 21,63 ±3,3 0,720

*uji T berpasangan

4.1.2. Karateristik subyek penelitian berdasarkan lama merokok, dan jumlah rokok yang dihisap dalam setahun

Rerata lama merokok kelompok kasus 31,8 tahun (SD 4,7) dan kelompok kontrol 28,4 tahun (SD 5,3). Hasil uji statistik lama merokok antara kedua kelompok menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,660).

[image:57.595.60.463.503.620.2]

Rerata jumlah rokok yang dihisap dalam satu tahun kelompok kasus 418,3 batang per tahun (SD 128,2) dan kelompok kontrol 420,8 batang per tahun (SD 129,3). Hasil uji statistik jumlah rokok yang dihisap dalam satu tahun antara kedua kelompok menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p=0,955).

Tabel 4.1.2. Karateristik subyek penelitian berdasarkan lama merokok, dan jumlah rokok yang dihisap dalam setahun

Kasus Kontrol

Variabel

n X ± SD n x ± SD

p*

Lama merokok (tahun)

16 31,8 ± 4,7 16 28,4 ± 5,3 0,660

Jumlah rokok (batang) 16 418,3 ± 128,2 16 420,8 ±129,3 0,95

Gambar

Gambar 2.1.Efek sistemik dan   komorbid dari Penyakit Paru Obstruktif kronik. 26
Tabel 4.1.2. Karateristik subyek penelitian berdasarkan lama merokok, dan jumlah rokok yang dihisap dalam setahun
Tabel 4.1.3.  Karateristik subyek penelitian  berdasarkan lama menderita PPOK dan  derajat  PPOK
Tabel 4.1.4. Karateristik subyek penelitian berdasarkan pendidikan dan suku
+7

Referensi

Dokumen terkait