PERBANDINGAN EFEK QUETIAPINE DAN HALOPERIDOL
TERHADAP SIMTOM POSITIF PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
SITI NURUL HIDAYATI
18147
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP.H.ADAM MALIK
PERBANDINGAN EFEK QUETIAPINE DAN HALOPERIDOL
TERHADAP SIMTOM POSITIF PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
Untuk memperoleh gelar spesialis di Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedoktrean Universitas Sumatera Utara
SITI NURUL HIDAYATI
18147
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP.H.ADAM MALIK
MEDAN
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
Judul Tesis : Perbandingan Efek Quetiapine Dan
Haloperidol Terhadap Simtom Positif Pasien
Skizofrenik
Nama Mahasiswa : Siti Nurul Hidayati
No. CHS : 18147
Program : Spesialisasi
Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Jiwa
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K)
Ketua
Ketua Program Studi Ketua TKP-PPDS
Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ(K) dr. H. Zainuddin Amir, Sp.P(K)
Telah diuji pada
Tanggal: 25Nopember 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : dr. Heriani, Sp. KJ (K) ……….
Sekretaris : dr. Cecep Sugeng Kristanto, Sp. KJ (K) ………..
Anggota : Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K) ………..
PERNYATAAN
PERBANDINGAN EFEK QUETIAPINE DAN HALOPERIDOL
TERHADAP SIMTOM POSITIF PASIEN SKIZOFRENIK
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu
dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar rujukan. Bila terbukti ada maka
saya rela gelar saya dicabut
Medan, Nopember 2010
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, Yang Maha
Pengasih Lagi Maha Penyayang, karena atas berkah limpahan rahmat dan kasih
sayang-Nya maka penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas yang ada sebelumnya dan
memenuhi salah satu syarat untuk melengkapi keahlian dalam bidang ilmu
Kedokteran Jiwa. Saya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya
dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya
tulisan ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya
tentang :
Perbandingan efek quetiapine dan haloperidol terhadap simtom
positif pasien skizofrenik
Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada
saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. dr. Syamsir Bs, Sp. KJ (K), selaku Ketua Departemen Psikiatri FK
USU dan sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan,
pengarahan, pengetahuan, dorongan dan dukungan selama saya
3. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp. KJ (K), selaku Ketua Program Studi PPDS- I
Psikiatri FK USU, dan sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan dan
memberikan buku-buku bacaan yang berharga selama saya menyelesaikan
tesis dan mengikuti pendidikan spesialisasi, baik dalam pertemuan formal
maupun informal.
4. dr. Harun T. Parinduri, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan dan
dukungan selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
5. Alm. dr. Marhanuddin Umar, Sp. KJ (K), sebagai guru yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti
pendidikan spesialisasi.
6. dr. Rahardjo Suparto, Sp. KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan
bimbingan, pengetahuan dan dukungan selama saya mengikuti pendidikan
spesialisasi.
7. Prof. dr. H.M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ-AR (K), sebagai guru yang telah
banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti
pendidikan spesialisasi, terutama di bidang Psikiatri Anak.
8. dr. Elmeida Effendy, Sp. KJ, sebagai Sekretaris Program Studi PPDS I
Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran USU Medan dan sebagai guru
yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya
mengikuti pendidikan spesialisasi.
9. dr. Mustafa M Amin, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak
dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan
spesialisasi.
10. dr. Vita Camellia, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan dan buku-buku bacaan
yang berharga selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
11. dr. M. Surya Husada, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan
selama saya mengikuti pendidikan spesialisasi.
12. dr. Dapot P. Gultom, Sp. KJ, sebagai Direktur Badan Layanan Umum
Daerah RSJ Propinsi Sumatera Utara dan guru penulis, yang telah
memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan
bekerja sama mengikuti pendidikan spesialisasi.
13. dr. Juskitar, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak
memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan
dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti pendidikan
spesialisasi.
14. dr. Mawar G. Tarigan, Sp. KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak
memberikan bimbingan dan pengetahuan selama saya mengikuti
pendidikan spesialisasi.
15. dr. Donald F. Sitompul, Sp. KJ, dr. Rosminta Girsang, Sp. KJ, dr. Artina
R. Ginting, Sp. KJ, dr. Sulastri Effendi, Sp. KJ, dr. Mariati, Sp. KJ, dr.
Evawati Siahaan, Sp. KJ. dr. Paskawani Siregar, Sp. KJ, dr. Citra J.
telah memberikan semangat dan dorongan selama saya mengikuti
pendidikan spesialisasi.
16. dr. Herlina Ginting, Sp. KJ, dr. Freddy S. Nainggolan, Sp. KJ, dr.
Adhayani Lubis, Sp. KJ, dr. Yusak P. Simanjuntak, Sp. KJ, dr. Juwita
Saragih, Sp. KJ, dr. Friedrich Lupini, Sp. KJ, dr. Rudyhard E. Hutagalung,
Sp. KJ, dr. Laila S. Sari, Sp. KJ, dr. Evalina Perangin-angin, Sp. KJ,
sebagai senior yang telah banyak memberikan masukan-masukan,
bimbingan, literatur-literatur dan menjadi rekan diskusi selama saya
mengikuti pendidikan spesialisasi.
17. Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan, Direktur RSU dr. Pirngadi
Medan, Direktur RS Tembakau Deli Medan, Direktur RS Brimob Poldasu,
yang telah memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk
belajar dan bekerja sama mengikuti pendidikan spesialisasi.
18. Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi
FK USU, dan dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K), selaku Ketua Program Studi
Departemen Neurologi FK USU, dr. Kiking Ritarwan MKT, Sp.S dan dr.
Puji P.O.S, Sp.S yang telah memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan
kepada saya selama menjalani stase di Departemen Neurologi FK USU.
19. Prof. Dr. Habibah Hanum Nasution, Sp.PD, K-Psi, selaku Kepala Divisi
Psikosomatik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU, yang telah
menerima dan membimbing saya selama belajar di stase Divisi
Psikosomatik Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
20. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, selaku Kepala Divisi Geriatri
Sp.PD-K.Ger , yang telah menerima dan membimbing saya selama belajar
di stase Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK USU.
21. dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes sebagai konsultan statistik dalam tesis ini
yang telah banyak meluangkan waktu membimbing dan berdiskusi dengan
saya.
22. dr. Suzie Lesmana, selaku Kepala Puskesmas Medan Sunggal yang telah
memberikan izin, kesempatan dan fasilitas kepada saya untuk belajar dan
bekerja selama di stase psikiatri komunitas.
23. Teman-teman sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU : dr. Silvy A.
Hasibuan, dr. Victor E. Pinem, dr. Lailan Sapinah, dr. Herny T.
Tambunan, dr. Mila Astari Harahap, dr. Ira Aini Dania, dr. Baginda
Harahap, dr. Ricky W. Tarigan, dr. M. Yusuf Siregar, dr. Ferdinan Leo
Sianturi, dr. Superida Ginting, dr. Hanip Fahri, dr. Lenni C. Sihite, dr.
Saulina G. Simanjuntak, dr. Endang Sutry Rahayu, dr. Duma M
Ratnawati, dr. Dian Budianti Amalina, dr. Tiodoris Siregar, dr. Andreas
Xaverio Bangun, dr. Nanda Sari Nuralita, dr. Nirwan Abidin, dr. Nauli
Aulia Lubis, dr. Wijaya Taufik Tiji, dr. Alfi Syahri Rangkuti, dr.
Agussyah Putra, dr. Rini Gusya Liza dan dr. Gusri Girsang yang banyak
memberikan masukan berharga kepada saya melalui diskusi-diskusi kritis
baik dalam pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan
dorongan yang membangkitkan semangat saya dalam menyelesaikan
pendidikan spesialisasi.
24. Seluruh perawat dan pegawai Badan Layanan Umum Daerah RSJ Propinsi
Medan, RS Tembakau Deli Medan, RS Brimob Poldasu, Puskesmas
Medan Sunggal, yang telah membantu saya selama mengikuti pendidikan
spesialisasi.
25. Teman-teman di layanan digital perpustakaan USU : Evi Yulifimar, S.Sos,
Yuli Handayani, S.Sos, Diani Hartati, S.Sos, M. Salim A.Md yang telah
membantu saya dalam menyelesaikan tugas selama mengikuti pendidikan
spesialisasi.
26. Perusahaan obat PT. Astra Zeneca yang telah membantu saya selama
penelitian tesis ini sehingga terlaksana.
27. Buat kedua orang tua saya, yang sangat saya hormati dan cintai : Alm. H.
Malikul Saleh Nst, SH dan Almh. Hj. Ansyariah Hara SH atas kasih
sayang sejak dari lahir hingga keduanya meninggal dunia. Demikian juga
kepada abang-abang dan adik-adik : Syafrul Anhar, ST dan Meilina Sari,
SE Ak ; Alm. M. Sabri ; Siti Khairuna, SP dan Makhri Zulfendri, SP ;
Mohd. Arifin Saleh, ST dan Linda Rahmita beserta seluruh keponakan
yang telah banyak memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya
selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
28. Buat kedua mertua : M. Tajuddin Lubis dan Khadijah Daulay, yang saya
hormati dan sayangi, adik – adik ipar : Ahmad Khairul dan Ita ; Ahmad
Ghazali ; Muhammad Taufik dan Sri Wulandari S. Pd beserta keponakan
yang telah banyak memberikan dorongan semangat serta doa kepada saya
selama mengikuti pendidikan spesialisasi.
29. Buat suamiku tercinta Muhammad Khairuddin, S. Ag. M. Pd, tiada kata
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan saya
seorang suami yang baik dan pengertian, terima kasih atas segala doa,
dukungan, dorongan, semangat, kesabaran, dan pengorbanan atas waktu
yang diberikan kepada saya hingga dapat menyelesaikan tesis dan
pendidikan ini.
30. Buat buah hati tersayang : Anique Suvara Dieny dan Fawwaz Taqi, terima
kasih atas doa, dukungan, kesabaran dan pengertian serta pengorbanan atas
segala waktu dan kesempatan yang tidak dapat dihabiskan bersama-sama
kalian dalam suka cita dan keriangan selama bunda menjalani pendidikan
spesialisasi dan menyelesaikan tesis ini.
Akhirnya saya hanya mampu berdoa dan bermohon semoga Allah SWT
memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga, sahabat dan handai tolan yang
tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil,
saya ucapkan terima kasih.
Medan, Nopember 2010
Daftar Rujukan 52
Lampiran 1. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian 55
2. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) 57
3. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) 58
4. Surat Persetujuan Komite Etik 94
5. Data Subjek Penelitian 95
6. Jadwal Penelitian 97
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin 26
Tabel 4.2. Karakteristik berat badan dan BMI pada penggunaan quetiapine dan 27 haloperidol Tabel 4.3. Karakteristik skor PANSS saat pertama kali periksa 28
Tabel 4.4. Karakteristik tingkat keparahan sub skala positif pada saat pertama kali periksa 29
Tabel 4.5. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketiga 30
Tabel 4.6. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketiga 30
Tabel 4.7. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari kelima 31
Tabel 4.8. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari kelima 32
Tabel 4.9. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketujuh 33
Tabel 4.10.Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketujuh 33
Tabel 4.11. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu kedua 34
Tabel 4.12. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu kedua 35 Tabel 4.13. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu ketiga 36
Tabel 4.14. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu ketiga 36 Tabel 4.15. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu keempat 37
Tabel 4.16. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu keempat 38 Tabel 4.17. Efek samping yang dijumpai setelah pemberian obat 39
ABSTRAK
Latar Belakang :Kebanyakan pasien skizofrenik mengalami episode akut (dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Respons pengobatan yang cepat, dapat mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya serta biaya pengobatan, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektifitas dan waktu yang dibutuhkan quetiapine dan haloperidol dalam meredakan simtom positif pada pasien skizofenik.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental two group pretest-posttest design yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi. Penelitian dilakukan di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara periode 1 Juli 2010 sampai 30 September 2010. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik akut dengan simtom positif.
Pemilihan sampel dengan cara non probability sampling jenis consecutive
sampling. Keparahan simtom positif diukur dengan PANSS sub skala positif.
Hasil : Dari uji statistik dengan Mann Whitney setelah hari ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 30,6 (SD 3,3) dan 29,9 (SD 3,2) dengan nilai P = 0,495. Setelah hari kelima pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 27,6 (SD 4,1) dan 28,1 (SD 2,9) dengan nilai P = 0,529. Setelah hari ketujuh pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 23,8 (SD 3,9) dan 26,4 (SD 2,9) dengan nilai P =0,049 Setelah
minggu kedua pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata
penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 19,6 (SD 3,6) dan 23,9 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,001. Setelah minggu ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 16,5 (SD 3,0) dan 20,5 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,0001. Setelah
minggu keempat pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata
penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 12,4 (SD 2,4) dan 16,8 (SD 2,3) dengan nilai P = 0,0001. Nilai P < 0,05 tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna pada hari ketujuh, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat setelah pemberian quetiapine dibandingkan haloperidol. Dari uji statistik dengan chi-square test terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik, diperoleh nilai P = 0,357 pada hari ketiga, P = 0,296 pada hari kelima, P = 0,026 pada hari ketujuh, P = 0,0001 pada minggu kedua, P = 0,004 pada minggu ketiga,
P = 0,057 pada minggu keempat. Quetiapine memberikan hasil bermakna dalam
keempat sudah menunjukkan penurunan tingkat keparahan yang sama pada kedua kelompok.
Kesimpulan : Quetiapine lebih bermakna dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofenik dengan simtom positif dan lebih cepat menurunkan tingkat keparahan sub skala positif dibandingkan dengan haloperidol.
ABSTRAK
Latar Belakang :Kebanyakan pasien skizofrenik mengalami episode akut (dikarakteristikkan dengan tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap. Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi dan tolerabilitas terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga kecepatan onset. Respons pengobatan yang cepat, dapat mengurangi penderitaan pasien dan keluarganya serta biaya pengobatan, sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbandingan efektifitas dan waktu yang dibutuhkan quetiapine dan haloperidol dalam meredakan simtom positif pada pasien skizofenik.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian eksperimental two group pretest-posttest design yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi. Penelitian dilakukan di BLUD Rumah Sakit Jiwa Daerah Propinsi Sumatera Utara periode 1 Juli 2010 sampai 30 September 2010. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik akut dengan simtom positif.
Pemilihan sampel dengan cara non probability sampling jenis consecutive
sampling. Keparahan simtom positif diukur dengan PANSS sub skala positif.
Hasil : Dari uji statistik dengan Mann Whitney setelah hari ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 30,6 (SD 3,3) dan 29,9 (SD 3,2) dengan nilai P = 0,495. Setelah hari kelima pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 27,6 (SD 4,1) dan 28,1 (SD 2,9) dengan nilai P = 0,529. Setelah hari ketujuh pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 23,8 (SD 3,9) dan 26,4 (SD 2,9) dengan nilai P =0,049 Setelah
minggu kedua pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata
penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 19,6 (SD 3,6) dan 23,9 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,001. Setelah minggu ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 16,5 (SD 3,0) dan 20,5 (SD 2,1) dengan nilai P = 0,0001. Setelah
minggu keempat pemberian quetiapine dan haloperidol diperoleh nilai rerata
penurunan skor PANSS sub skala positif masing-masing 12,4 (SD 2,4) dan 16,8 (SD 2,3) dengan nilai P = 0,0001. Nilai P < 0,05 tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan skor PANSS sub skala positif yang bermakna pada hari ketujuh, minggu kedua, minggu ketiga dan minggu keempat setelah pemberian quetiapine dibandingkan haloperidol. Dari uji statistik dengan chi-square test terhadap perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik, diperoleh nilai P = 0,357 pada hari ketiga, P = 0,296 pada hari kelima, P = 0,026 pada hari ketujuh, P = 0,0001 pada minggu kedua, P = 0,004 pada minggu ketiga,
P = 0,057 pada minggu keempat. Quetiapine memberikan hasil bermakna dalam
keempat sudah menunjukkan penurunan tingkat keparahan yang sama pada kedua kelompok.
Kesimpulan : Quetiapine lebih bermakna dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofenik dengan simtom positif dan lebih cepat menurunkan tingkat keparahan sub skala positif dibandingkan dengan haloperidol.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan
ketidakmampuan bagi pasien dan secara signifikan menimbulkan beban yang
berat bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.1
Skizofrenia adalah suatu penyakit mental berat, dikarakteristikkan dengan
penurunan yang progresif terhadap fungsi pasien dan hubungan dengan dunia luar.
Meskipun beberapa pasien sembuh, penyakit biasanya diikuti oleh perjalanan
kronis dan relaps.2
Kebanyakan pasien mengalami episode akut ( dikarakteristikkan dengan
tampaknya kedua simtom psikotik, yaitu simtom positif dan negatif) yang diikuti
oleh periode-periode stabil, dengan remisi yang parsial atau lengkap.
Simtom-simtom positif paling berespons terhadap pengobatan. Simtom-Simtom-simtom negatif
sering tidak memberikan respons terhadap obat antipsikotik standar dan
dihubungkan dengan hasil pasien yang buruk dan lamanya perawatan.3
Penggunaan obat antipsikotik atipikal telah mengalami peningkatan
selama beberapa tahun belakangan ini untuk pengobatan skizofrenia.
Dibandingkan dengan obat antipsikotik standar (misalnya haloperidol,
klorpromazin, dan flupenazin), umumnya antipsikotik atipikal memiliki risiko
lebih rendah terhadap timbulnya simtom ekstrapiramidal akut, diskinesia tardif
dan hiperprolaktinemia.3
Pada umumnya antipsikotik atipikal dipilih sebagai pengobatan lini
masih luas digunakan.4 Quetiapine adalah antipsikotik generasi kedua 5,6 yang
menunjukkan efikasi klinik untuk pengobatan skizofrenia.5 Obat atipikal lini
pertama seperti quetiapine menunjukkan efikasi paling tidak sama dengan obat
konvensional dalam mengurangi simtom-simtom positif. Obat atipikal lini
pertama juga berhubungan dengan meningkatnya tolerabilitas yang dihubungkan
dengan menurunnya efek yang merugikan.4 Antagonis reseptor dopamin
menghasilkan efek yang sangat dramatis terhadap simtom positif pada skizofrenia
( misalnya halusinasi, waham dan agitasi).7
Keputusan mengenai pilihan terapi bukan saja mempertimbangkan efikasi
dan tolerabilitas terhadap beberapa antipsikotik yang tersedia, tetapi juga
kecepatan onset. Aspek pengobatan yang terpenting dari suatu gangguan adalah
pengurangan yang cepat pada gejala-gejala positif, negatif dan kognitif. Respons
yang cepat terhadap pengobatan adalah penting dalam mengurangi penderitaan
pasien dan keluarganya, serta biaya pengobatan. Respons pengobatan dalam 1
sampai 2 minggu pertama juga dapat berhubungan dengan kepatuhan pasien yang
lebih besar dimana pasien mengalami pengurangan gejala-gejala dengan cepat,
sehingga pasien kemungkinan lebih mematuhi pengobatan. Beberapa laporan
menunjukkan bahwa antipsikotik atipikal memiliki onset of action yang lebih
cepat daripada antipsikotik konvensional.8
Penelitian yang dilakukan oleh Small dkk pada tahun 2004 yang meneliti
onset of action quetiapine pada minggu pertama pengobatan skizofrenia. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengobatan pasien dengan quetiapine
menunjukkan respons yang lebih besar terhadap simtom-simtom positif dalam
definisi menyatakan respons bila perbaikan paling sedikit 15%, 20% atau 30%
pada skor simtom positif di dalam BPRS.8
Suatu studi open label yang dilakukan selama 15 bulan menggunakan
quetiapine dengan variable dose yang hasilnya menunjukkan adanya suatu
respons yang cepat dilaporkan dalam butir penurunan permusuhan, kegelisahan
dan gangguan tidur pada hari pertama sampai hari ketiga pengobatan dengan
mengabaikan dosis awal. Juga dilaporkan halusinasi yang mengalami perbaikan
setelah satu minggu dan waham setelah tiga minggu, meskipun dosis >
800mg/hari dilaporkan perlu untuk menghilangkan simtom-simtom ini.9
Penelitian yang dilakukan oleh Stern dkk pada tahun 1993 yang meneliti
lamanya respons pengobatan haloperidol pada pasien skizofrenik, menunjukkan
bahwa adanya perubahan penurunan yang bermakna pada skor total BPRS dan
skor subskala psikosis, ketegangan, anergia dan tidak ada perubahan pada
subskala depresi dan permusuhan pada hari ketiga pengobatan.10
Penelitian yang dilakukan oleh Palao dkk pada tahun 1992 yang meneliti
respons haloperidol terhadap simtom positif dibandingkan simtom negatif pada
skizofrenia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pasien yang diberi
haloperidol dengan fixed dose (10, 20, atau 30 mg/hari) selama 3 minggu
pengobatan mengalami penurunan simtom positif 40 % atau lebih menggunakan
SAPS.11
Dalam dua studi banding tersamar ganda yang terpisah 6 hingga 8 minggu,
quetiapine (300 hingga 600 mg per hari) dibandingkan dengan haloperidol
mengenai efikasi dalam menurunkan simtom-simtom psikotik. Quetiapine dan
dijumpai lebih banyak pasien yang diobati dengan quetiapine menunjukkan
respons klinik (≥ 20 % penurunan dalam skor total PANSS, p = 0,043). Sebagai
tambahan, pasien-pasien yang diobati dengan quetiapine memiliki lebih sedikit
sindroma ekstrapiramidal yang timbul dalam pengobatan yang berhubungan
dengan efek yang merugikan (p<0,001) dibandingkan dengan pasien yang diobati
dengan haloperidol.12
Suatu meta-analysis memperlihatkan data PANSS untuk empat percobaan
acak, tersamar ganda yang membandingkan quetiapine dengan haloperidol pada
pasien skizofrenik. Jumlah persentase menunjukkan perbaikan dari awal hingga
akhir di dalam skor total PANSS ( dengan menggunakan analisa least squares
mean). Quetiapine(n=334) menunjukkan perbaikan yang lebih bermakna bila
dibandingkan dengan haloperidol (n=372) [p<0,05].13
Suatu meta-analysis memperlihatkan percobaan klinis dengan
menggunakan quetiapine sebagai kontrol dibandingkan dengan tiga plasebo dan
lima haloperidol yang hasilnya menunjukkan bahwa quetiapine lebih unggul
secara bermakna (p<0,05) terhadap plasebo dalam memperbaiki simtom psikotik.
Meta-analysis ini mendukung penggunaan quetiapine sebagai lini terdepan
pengobatan untuk skizofrenia.14
Suatu meta-analysis multisentra memperlihatkan lima percobaan acak,
tersamar ganda yang membuktikan bahwa quetiapine sama efektif dengan
haloperidol dalam perbaikan simtom-simtom agitasi pada pasien skizofrenia.13
Pada percobaan acak tersamar ganda, secara keseluruhan quetiapine (≤
750 mg / hari) setidaknya sama efektif dengan klorpromazin(≤ 750 mg / hari) dan
skizofrenia akut. Quetiapine secara umum ditemukan efektif terhadap
simtom-simtom positif dan negatif.1 Pada pasien skizofrenia akut di dalam percobaan
tersamar ganda dengan menggunakan quetiapine hingga 800 mg/hari, atau
risperidon hingga 8 mg/hari, secara umum terdapat perbaikan psikopatologi,
simtom-simtom positif dan negatif pada skizofrenia.3
Baru-baru ini tiga analisa post-hoc yang melakukan percobaan selama 6
minggu, dengan perbandingan terhadap plasebo, dimana quetiapine secara
bermakna memperbaiki hostility dan agresi (p <0,05) serta menurunkan
simtom-simtom positif (p <0,001).15
Pada analisa post-hoc yang melakukan percobaan selama 6 minggu,
multisentra, tersamar ganda, percobaan acak dengan kontrol plasebo,
membandingkan quetiapine dengan haloperidol, hasilnya mendukung bahwa
quetiapine (hingga 750 mg/hari) adalah efektif menurunkan permusuhan dan
agitasi di antara pasien-pasien skizofrenik yang pernah dirawat dengan
eksaserbasi akut.16
1.2. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah pemberian quetiapine lebih baik dalam menurunkan skor PANSS
sub skala positif pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan
haloperidol ?
2. Apakah pemberian quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat dalam
menurunkan tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik
dibandingkan dengan haloperidol ?
1.3. Hipotesis
1. Quetiapine lebih baik dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif
pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan haloperidol
2. Quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat dalam menurunkan tingkat
keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik dibandingkan dengan
haloperidol.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk membandingkan efek quetiapine dan haloperidol dalam
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apakah quetiapine lebih baik dibandingkan haloperidol
dalam menurunkan skor PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik.
2. Untuk mengetahui apakah quetiapine memiliki waktu yang lebih cepat
dibandingkan dengan haloperidol dalam menurunkan tingkat keparahan
sub skala positif pada pasien skizofrenik.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Dengan mengetahui efikasi suatu obat maka kita lebih rasional dalam
memilih obat untuk menurunkan simtom-simtom positif pada pasien
skizofrenik.
2. Respons pengobatan yang cepat, dapat mengurangi penderitaan pasien
dan keluarganya serta biaya pengobatan, sehingga pasien kemungkinan
lebih mematuhi pengobatan.
3. Hasil penelitian ini juga dapat dilanjutkan untuk bahan penelitian lanjutan
yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit psikiatrik yang bersifat kronis dan
menimbulkan ketidakmampuan, dengan prevalensi seluruh dunia kira-kira 1% dan
perkiraan insiden rata-rata pertahun 1 dalam 10.000 orang. 3 Sekitar 90 % pasien
yang mendapat pengobatan untuk skizofrenia berusia antara 15-55 tahun.7
Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi
sedikitnya selama 6 bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan
mengalami waham, halusinasi, pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau
katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun tidak dikenali secara formal
sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah studi-studi
melakukan subkatagori terhadap gejala-gejala gangguan ini ke dalam 5 dimensi,
yaitu simtom positif, simtom negatif, simtom kognitif, simtom agresif /
permusuhan dan simtom depresif / ansietas.17
Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan
fungsi-fungsi yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi, juga
termasuk bahasa dan komunikasi yang terdistorsi atau berlebihan (bicara yang
kacau) dan juga dalam perilaku (perilaku yang kacau, perilaku katatonik atau
perilaku agitasi ). Simtom negatif terdiri dari sedikitnya 5 tipe gejala, yaitu afek
yang datar, alogia, avolisi, anhedonia dan perhatian yang terganggu. Dalam
skizofrenia, simtom negatif sering dipertimbangkan sebagai suatu fungsi normal
yang berkurang seperti afek yang tumpul, emotional withdrawal, rapport yang
dihubungkan dengan gambaran yang tumpang-tindih dengan simtom-simtom
negatif. Gejala kognitif termasuk secara spesifik kedalam gangguan pikiran
skizofrenia dan kadang-kadang menggunakan bahasa yang aneh, termasuk
inkoheren, asosiasi longgar dan neologisme. Perhatian dan proses informasi yang
terganggu merupakan gangguan kognitif spesifik lain sehubungan dengan
skizofrenia. Simtom agresif dan permusuhan dapat tumpang-tindih dengan
simtom positif tetapi secara spesifik menekankan pada permasalahan dalam
mengontrol impuls. Simtom ini meliputi permusuhan yang jelas, seperti perlakuan
kasar baik secara verbal atau fisik ataupun sampai melakukan penyerangan.
Beberapa simtom juga termasuk seperti perilaku melukai diri sendiri, bunuh diri,
membakar rumah dengan sengaja atau merusakkan milik orang lain. Tipe yang
lain dari ketidakmampuan mengontrol impuls seperti sexual acting out, juga
termasuk kedalam katagori simtom agresif dan permusuhan. Simtom depresif dan
ansietas sering sehubungan dengan skizofrenia, tetapi adanya simtom ini bukan
berarti memenuhi kriteria diagnostik untuk komorbid dengan gangguan ansietas
atau gangguan afektif.17
2.2. Simtom Positif Pada Pasien Skizofenik
Hipotesis dopamin skizofrenia, sebagaimana yang pertama kali didalilkan,
mengemukakan bahwa skizofenia dikarenakan aktivitas dopamin berlebihan di
dalam area limbik otak, khususnya nukleus akumbens, sebagaimana pada stria
terminalis, septum lateral dan tuberkel olfaktori.18
Jalur dopamin mesolimbik diproyeksi dari badan-badan sel dopaminergik
seperti nukleus akumbens. Jalur ini telah dipikirkan memiliki peran penting pada
perilaku emosional, khususnya halusinasi pendengaran tapi juga waham dan
gangguan pikiran.17,19
Selama lebih dari 25 tahun, telah diobservasi bahwa gangguan atau
obat-obat yang meningkatkan dopamin akan mempertinggi atau menghasilkan
simtom-simtom positif psikotik dan obat-obat yang menurunkan dopamin akan
menurunkan atau menghentikan simtom positif. Observasi ini telah
diformulasikan ke teori psikosis yang kadang-kadang disebut sebagai hipotesis
dopamin skizofrenia. Mungkin pemakaian istilah modern yang lebih tepat adalah
hipotesis dopamin mesolimbik dan simtom-simtom positif psikotik, sejak diyakini
bahwa hiperaktivitas spesifiknya dari jalur dopamin khusus ini yang memediasi
simtom positif dari psikosis. Hiperaktivitas dari jalur dopamin mesolimbik secara
hipotetik diperhitungkan untuk simtom positif psikotik, apakah simtom sebagai
bagian dari skizofenia atau psikosis yang diinduksi obat-obatan atau apakah
simtom positif psikotik menyertai mania, depresi, atau demensia.17,19
2.3. Farmakoterapi Pada Simtom Positif Skizofrenia
Obat antipsikotik dapat dibagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu antipsikotik
konvensional yang sering disebut juga first-generation antipsycholtics (FGA) atau
dopamine receptor antagonist dan antipsikotik golongan kedua yang sering
disebut juga second-generation antipsychotics (SGA)20-22 atau
serotonin-dopamine antagonist (SDA).20,21 Istilah FGA dan SGA berdasarkan pada teori
bahwa efek antipsikotik dari obat antagonis reseptor dopamin dihasilkan dari
blokadenya sebagai antagonis D2 dan 5-hydroxytryptamine type 2A (5-HT2A).
Antagonis reseptor dopamin selanjutnya lagi dapat dibagi dengan yang berpotensi
rendah, sedang dan tinggi terhadap reseptor D2 dan mempunyai tendensi
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih besar pula. Sedangkan
obat yang potensi rendah akan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang
lebih kecil tetapi lebih sering pula menyebabkan hipotensi postural, sedasi dan
efek antikolinergik.20
2.3.1. Haloperidol
Haloperidol merupakan butirofenon 23 pertama dari antipsikotik utama.24 Kerja
terapeutik obat-obat antipsikotik konvensional adalah menghambat reseptor D2
khususnya di jalur mesolimbik. Hal ini menimbulkan efek berkurangnya
hiperaktivitas dopamin pada jalur ini, yang didalilkan sebagai penyebab simtom
positif pada psikosis.17
Haloperidol adalah salah satu obat yang umumnya digunakan untuk
mengobati pasien agresif dan berbahaya, walaupun mempunyai efek samping
yang berat, termasuk simtom-simtom ekstrapiramidal dan akatisia. Perilaku
agresif kelihatan berhubungan dengan simtom positif pada skizofrenia.25
Semua antagonis reseptor dopamin diabsorpsi dengan baik setelah
pemberian oral, sedangkan pada preparat liquid lebih efisien diabsorpsi
dibandingkan dengan tablet atau kapsul. Puncak konsentrasi plasma biasanya
mencapai 1 hingga 4 jam setelah pemberian oral 7,21,26 dan 30 hingga 60 menit
setelah pemberian parenteral.7,26 Tingkat steady-state tercapai kira-kira dalam 3
dewasa dalam keadaan akut cukup sesuai dengan menggunakan dosis ekivalen
haloperidol 5 hingga 20 mg.7 Haloperidol yang tersedia 0,5; 1; 2; 5; 10; 20 mg
tablet.27
2.3.2. Quetiapine
Quetiapine adalah derivatif dibenzothiazepine,2,3,6,23 merupakan antipsikotik
atipikal 2,3 yang menunjukkan efikasi dalam skizofrenia akut.3 Di dalam
percobaan klinik skizofrenia dimana efikasi memperlihatkan range dosis 150
hingga 750 mg per hari.12 Quetiapine yang tersedia 25, 100, 200 2,7,22,26,27 dan 300
mg tablet bersalut.2,7,27 Tidak ada perbedaan yang ditemukan antara pemberian
dosis dua atau tiga kali sehari, walaupun steady –state waktu paruh 6,9 jam.
Waktu konsentrasi maksimum (T max) setelah pemberian oral adalah kurang dari
2 jam, dengan estimasi waktu paruh 3 sampai 5 jam, level steady state dicapai 48
jam.12Quetiapine dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom P450 3A4 dan dosis
penyesuaian diperlukan jika quetiapine diberikan dengan obat yang
mempengaruhi aktivitas isoenzim ini.2
Quetiapine memiliki afinitas tinggi untuk 5-HT2,6,12,28,29 H1,6,12,23,29
5-HT6, reseptor α1,6,12,28,29 dan α2 ; afinitas sedang untuk reseptor sigma ; dan
afinitas rendah untuk reseptor D1.12,28 Quetiapine juga memiliki afinitas sangat
rendah untuk reseptor M112,29 dan D4.12
Untungnya antagonisme serotonin 2A gagal dalam membalikkan
antagonisme D2 di dalam sistem mesolimbik. Jika antagonisme serotonin 2A
membalikkan, setidaknya sebagian pengaruh antagonisme D2 dalam beberapa
jalur dopamin mesolimbik tidak membalik? Terbukti, pengaruh antagonisme
serotonin di dalam jalur dopamin ini tidak cukup kuat untuk membalikkan
reseptor D2 oleh antipsikotik atipikal ataupun untuk mengurangi
tindakan-tindakan dari antipsikotik atipikal terhadap simtom-simtom positif psikosis.17,19
Efek samping yang paling umum dari quetiapine adalah mengantuk dan
hipotensi postural.26,30 40 Efek samping yang kurang umum termasuk sakit kepala,
konstipasi, mulut kering dan takikardi. Quetiapine kelihatannya tidak
meningkatkan kadar serum prolaktin di atas range normal, apabila kadar serum
prolaktin meningkat mungkin dapat mengakibatkan galaktore atau gangguan
menstruasi pada wanita.30Quetiapine memperlihatkan keunggulan profil
tolerabilitas terhadap antipsikotik atipikal yang lain dan tidak menunjukkan
kejadian simtom ekstrapiramidal atau perubahan konsentrasi prolaktin
dibandingkan placebo dengan dosis hingga 750 mg / hari.31
Dosis regimen terapeutik quetiapine untuk pengobatan pasien skizofrenia
akut menurut expert consensus guidelines adalah 200-800 mg/hari.1 Menurut
rekomendasi dosis standar untuk skizofrenia, titrasi sampai 400 mg / hari
disarankan mengikuti jadwal, diberikan dua kali sehari dalam dosis terbagi : 50
mg pada hari pertama pengobatan, 100 mg sehari pada hari kedua, 200 mg pada
hari ketiga, 300 mg pada hari keempat dan 400 mg pada hari kelima. Pada pasien
yang memberikan respons quetiapine, terapi harus dilanjutkan pada dosis optimal
yang mempertahankan remisi dalam kisaran 150 -750 mg / hari.2 Titrasi yang
cepat dalam beberapa hari, menimbulkan perkembangan yang cepat di dalam
mengurangi durasi sedasi dan hipotensi yang sering diamati pada awal
pengobatan.32
2.3.3. Haloperidol Dibandingkan Quetiapine
Suatu meta-analysis memperlihatkan data PANSS untuk empat percobaan acak,
tersamar ganda yang membandingkan quetiapine dengan haloperidol pada pasien
skizofrenik. Jumlah persentase menunjukkan perbaikan dari awal hingga akhirdi
dalam skor total PANSS ( dengan menggunakan analisa least squares mean).
Quetiapine(n=334) menunjukkan perbaikan yang lebih bermakna bila
dibandingkan dengan haloperidol (n=372) [p<0,05].13
Dalam dua studi banding tersamar ganda yang terpisah 6 hingga 8 minggu,
quetiapine (300 hingga 600 mg per hari) dibandingkan dengan haloperidol
mengenai efikasi dalam menurunkan simtom-simtom psikotik. Quetiapine dan
haloperidol menghasilkan penurunan yang jelas dalam rerata skor PANSS, dan
dijumpai lebih banyak pasien yang diobati dengan quetiapine menunjukkan
respons klinik (≥ 20 % penurunan dalam skor total PANSS, p = 0,043).12
Pada percobaan tersamar ganda yang membandingkan pasien yang diobati
dengan quetiapine (600 mg/hari) cenderung mempunyai angka perbaikan yang
lebih besar di dalam skor PANSS dibandingkan mereka yang menerima
haloperidol (20 mg/hari) setelah 4 minggu pengobatan.33
Penelitian yang dilakukan oleh Arvanitis dkk pada tahun 1996 yang
meneliti tentang perbandingan quetiapine “multiple fixed dose” dengan
haloperidol dan plasebo pada pasien skizofrenik dengan eksaserbasi akut, didapati
secara klinis efektif di dalam pengobatan skizofrenia dan juga lebih unggul
terhadap plasebo maupun haloperidol di dalam mengurangi simtom positif pada
dosis antara 150-750 mg/hari dan mengurangi simtom negatif pada dosis 300
mg/hari.34
Suatu meta-analysis multisentra memperlihatkan lima percobaan acak,
tersamar ganda yang membuktikan bahwa quetiapine sama efektif dengan
haloperidol dalam perbaikan simtom-simtom agitasi pada pasien skizofrenia.13
Suatu percobaan acak, tersamar ganda selama 6 minggu pada pasien
skizofrenik di rumah sakit dengan flexible dosis menemukan bahwa quetiapine
(rerata dosis 455 mg.hari) dan haloperidol (rerata dosis 8 mg/hari) menunjukkan
perbaikan yang sama pada rerata skor PANSS.35
2.4. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS)
Positive and Negative Syndrome Scale merupakan suatu alat ukur yang valid
untuk menilai beratnya simtom yang dialami pasien skizofrenia dan penilaian
terhadap keluaran terapeutik. PANSS mempunyai 30 butir penilaian dengan 3
skala ( skala positif = 7 butir ; skala negatif = 7 butir ; skala psikopatologi umum
= 16 butir ). Masing – masing butir mempunyai rentang nilai dari 1-7, ( 1 = tidak
ada ; 2 = minimal ; 3 = ringan ; 4 = sedang ; 5 = agak berat ; 6 = berat ; 7 = sangat
berat ). Total skor PANSS antara 30 -210.(Lampiran 3)
Selain itu PANSS juga dapat dibagi kedalam 5 komponen, yaitu :
1. komponen negatif (penarikan emosional, penarikan sosial yang pasif /
tidak acuh, kurangnya spontanitas dan arus percakapan, afek tumpul,
retardasi motorik, gangguan kehendak, mannerisme dan membentuk
postur).
2. komponen positif (isi pikiran yang tidak biasanya, waham, kebesaran,
kurangnya pertimbangan dan tilikan, perilaku halusinasi ).
3. komponen gaduh gelisah (gaduh gelisah, pengendalian impuls yang
buruk, ketegangan, permusuhan, ketidakkooperatifan).
4. komponen depresi (ansietas, perasaan bersalah, depresi, kekhawatiran,
somatik, preokupasi).
5. komponen kognitif dan lain-lain (kesulitan berpikir abstrak, disorientasi,
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, yang berbentuk two group
pretest-posttest design, yang merupakan uji klinis tersamar ganda secara
paralel dengan 2 kelompok melakukan randomisasi.37
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian : Instalasi rawat jalan dan rawat inap Psikiatri Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera
Utara.
Waktu Penelitian : 1 Juli 2010 – 30 September 2010
3.3. Populasi Penelitian
3.3.1. Populasi target adalah pasien skizofrenik yang datang berobat ke
BLUD Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara.
3.3.2. Populasi terjangkau adalah pasien skizofrenik yang datang berobat
di BLUD Rumah Sakit Jiwa Propinsi Sumatera Utara periode 1 Juli
2010- 30 September 2010.
3.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
3.4.1. Sampel penelitian adalah pasien skizofrenik pada fase akut dengan
3.4.2. Cara pengambilan sampel dengan non probability sampling jenis
consecutive sampling.38
3.5. Besar Sampel
Besar sampel diukur dengan menggunakan rumus : 39,40
(Zα + Zβ)S 2
n
1 = n2 = 2(X1 – X2)
Zα = tingkat kepercayaan = 95 % ; pada α = 5 % = 1,645 (satu arah)
Zβ = power = 90 % ; pada β = 10 % = 1,282
X1 – X2 = 2
S = 1,63 9
n1 = n2 = 11,4 20
Dengan menggunakan rumus di atas didapati jumlah sampel untuk masing-
masing kelompok 20 orang
3.6. Kriteria Penelitian
3.6.1. Kriteria Inklusi
1. Pasien skizofenik yang memenuhi kriteria diagnostik menurut
PPDGJI-III.32
3. Berat badan ideal ( BMI = 18,50-24,99)
4. Memiliki tingkat keparahan yang sama diukur dengan PANSS skor total
> 60 dan dengan ketentuan sub skala positif skor
≥ 4 pada 1 atau lebihdari item PANSS berikut ini : waham, kekacauan proses pikir, perilaku
halusinasi, kecurigaan/ kejaran.1
5. Fase akut
3.6.2. Kriteria Eksklusi
1. Pasien dengan riwayat tidak respons / hipersensitif terhadap quetiapine
atau haloperidol.
2. Dalam keadaan hamil dan menyusui.
3. Pasien skizofrenik dengan komorbiditas penyakit medis umum, gangguan
mental organik dan atau gangguan psikiatrik lainnya.
4. Tekanan darah sistolik < 100 mmHg
3.7. Ijin Subjek Penelitian
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua atau
pasangan atau keluarga terdekat lainnya setelah terlebih dahulu diberi
penjelasan sebelum diberikan pengobatan dengan quetiapine atau
haloperidol.
3.8. Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etika penelitian di
3.9. Cara Kerja Penelitian
Pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria inklusi mengisi persetujuan
secara tertulis setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas
dari peneliti. Selanjutnya subjek penelitian dipilih yang memiliki
kesamaan rerata dalam hal berat badan, umur dan tingkat keparahan
penyakit (diukur skor PANSS total termasuk sub skala positif). Sebelum
dilakukan intervensi, dilakukan randomisasi terhadap subjek penelitian
untuk menentukan subjek mana yang mendapatkan quetiapine atau
haloperidol dengan menggunakan tabel angka random. Selanjutnya dua
puluh subjek yang akan diteliti diintervensi dengan pemberian quetiapine
dua kali sehari dalam dosis terbagi : 50 mg pada hari pertama pengobatan,
100 mg sehari pada hari kedua, 200 mg pada hari ketiga, 300 mg pada hari
keempat, 400 mg pada hari kelima, 500 mg pada hari ketujuh, 600 mg
pada hari kesembilan, 800 mg pada hari kedua belas, dengan range dosis
200-800 mg/hari.1 Dua puluh subjek yang menjadi kontrol diintervensi
dengan pemberian haloperidol dalam dosis terbagi, dimulai dengan dosis 5
mg/hari pada hari pertama pengobatan, kemudian dosis dinaikkan pada
hari ketiga menjadi 7,5 mg/hari, kemudian dosis dinaikkan pada hari
kelima menjadi 10 mg/hari, pada hari ketujuh dosis dinaikkan menjadi 15
mg/hari, pada hari kesepuluh menjadi 20 mg/hari, dengan range dosis 5 -
20 mg/hari. Dosis 20 mg/hari dipertahankan sampai akhir penelitian.Pada
setiap follow up bila cut off sudah tercapai maka dosis sebelumnya akan
dipertahankan sampai akhir penelitian. Pada penelitian ini baik peneliti
akan dibantu oleh seorang asisten yang sudah dilatih sebelumnya
bagaimana cara pemberian obat tersebut. Kemudian dilakukan follow up
pada hari ketiga, hari kelima, hari ketujuh dengan pemeriksaan skor
PANSS total dan sub skala positif untuk melihat berapa lama waktu yang
diperlukan untuk menurunkan simtom positif pada masing-masing
kelompok sampai pada minggu keempat. Setelah minggu keempat
data-data dikumpulkan, baik dari peneliti maupun dari asisten, sehingga
diketahui mana yang mendapat quetiapine dan mana yang mendapat
haloperidol. Kemudian data dianalisis, hasil skor sub skala positif pada
saat awal sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan dibandingkan pada
kedua kelompok tersebut.
Apabila selama pengobatan pemberian antipsikotik tersebut pasien
mengalami efek samping seperti simtom-simtom ekstrapiramidal maka
diberi terapi trihexyphenidyl dengan kisaran dosis 1-15 mg/hari.
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas : Quetiapine, Haloperidol.
3.11.Definisi Operasional
1. Pasien skizofrenik adalah pasien yang memenuhi kriteria diagnostik
skizofrenia (F20) berdasarkan PPDGJ III.41
2. Simtom positif terdiri dari waham, kekacauan proses pikir, perilaku
halusinasi, gaduh gelisah, waham kebesaran, kecurigaan / kejaran,
permusuhan.
3. PANSS merupakan suatu alat ukur yang valid untuk menilai beratnya
simtom yang dialami pasien dengan skizofrenia dan penilaian terhadap
keluaran terapeutik yang terdiri atas penilaian skala positif (7 butir
penilaian), skala negatif (7 butir penilaian) dan skala psikopatologi umum
(16 butir penilaian). Setiap butir penilaian mempunyai rentang skor 1-7.
Total skor PANSS antara 30-210.36
4. Berat badan dalam rentang normal yang diukur dari indeks massa tubuh
dalam rentang 18,50-24,99
Berat Badan (kg) BMI =
Tinggi Badan (m)2
5. Kelompok umur adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam
6. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan.
7. Memiliki tingkat keparahan yang sama diukur dengan PANSS skor total
>60 dan dengan ketentuan sub skala positif skor ≥ 4 pada 1 atau lebih dari
item PANSS berikut ini : waham, kekacauan proses pikir, perilaku
halusinasi, kecurigaan/ kejaran.1
8. Kemajuan dalam terapi adalah penurunan skor total PANSS ≥ 40%.1
9. Quetiapine adalah antipsikotik atipikal yang merupakan derivatif
dibenzothiazepine,2,3,6,23 dengan range dosis 200-800 mg.1
10. Haloperidol adalah antipsikotik tipikal golongan butirofenon 23, dengan
range dosis 5 - 20 mg.7
11. Fase akut adalah dimana dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya
adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir. Biasanya berlangsung
4-8 minggu.
12. Waktu berkurangnya simtom positif adalah lama yang diperlukan untuk
menurunkan skor PANSS yaitu simtom positif yang dihitung pada hari
ketiga, hari kelima, hari ketujuh, selanjutnya minggu kedua, minggu
13. Tingkat keparahan komponen simtom positif :
Skor PANSS simtom positif 1 - 7 = tidak ada
Skor PANSS simtom positif 8 - 14 = minimal
Skor PANSS simtom positif 15 - 21 = ringan
Skor PANSS simtom positif 22 - 28 = sedang
Skor PANSS simtom positif 29 - 35 = agak berat
Skor PANSS simtom positif 36 - 42 = berat
Skor PANSS simtom positif 43 - 49 = sangat berat
14. Cut off adalah suatu nilai batas.
3.12. Kerangka Operasional
Inklusi Eksklusi Pasien skizofrenik dengan simtom positif
PANSS
Quetiapine
PANSS sub skala positif minggu I, II, III,
IV
Randomisasi Haloperidol
PANSS sub skala positif minggu I, II, III,
3.13. Analisis dan Penyajian Data
Pengolahan dan analisis data dengan menggunakan uji statistik SPSS versi
15,5 dengan uji hipotesis chi-square. Untuk menilai perbandingan skor PANSS
pada pemberian quetiapine dan haloperidol digunakan uji t independen apabila
distribusinya normal.42 Bila data tidak berdistribusi normal digunakan uji Mann
BAB. 4 HASIL PENELITIAN
Empat puluh orang pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria penelitian
dikumpulkan dari instalasi rawat jalan dan rawat inap Psikiatri BLUD Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. Selanjutnya dilakukan randomisasi untuk
menentukan pasien mana yang akan memperoleh quetiapine dan haloperidol.
Pasien yang diikut sertakan pada penelitian ini adalah pasien yang datang berobat
dalam periode 1 Juli 2010 – 30 September 2010.
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan umur dan jenis kelamin
Karakteristik demografi Quetiapine Haloperidol
Tabel 4.1. memperlihatkan karakteristik demografi dari kelompok subjek
yang mendapatkan quetiapine dan haloperidol. Dari uji statistik pada kelompok
umur terhadap pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan
Chi-Square test diperoleh hasil P = 0,324 (P > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan
Tabel 4.1.juga memperlihatkan bahwa subjek penelitian yang
mendapatkan quetiapine berjenis kelamin laki-laki sebanyak 16 orang (80%)
sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (20%).
Selanjutnya, pada subjek penelitian yang mendapatkan haloperidol yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (75%) sedangkan yang berjenis kelamin
perempuan sebanyak 5 orang (25%). Dari uji statistik pada jenis kelamin terhadap
pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan Chi-Square test
diperoleh hasil P = 0,705 (P > 0,05). Tidak dijumpai perbedaan bermakna
proporsi kelompok terapi berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 4.2. Karakteristik berat badan dan BMI pada penggunaan quetiapine dan
haloperidol
Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa diperoleh nilai rerata berat badan pada
kelompok subjek yang mendapatkan quetiapine adalah 63,4 (SD 7,5) kg dan
rerata berat pada kelompok subjek yang mendapatkani haloperidol 65,5
(SD 4,7) kg. Dari uji statistik pada berat badan terhadap pemberian quetiapine dan
haloperidol dengan menggunakan independent sample test diperoleh hasil P =
0,277 (P >0,05) Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan proporsi
berat badan yang bermakna pada kelompok yang akan mendapat quetiapine dan
Pada penelitian diperoleh nilai rerata BMI pada kelompok subjek yang
mendapatkan quetiapine 22,4 (SD 1,8) dan rerata BMI pada kelompok subjek
yang mendapatkani haloperidol 22,7 (SD 1,3). Dari uji statistik pada BMI
terhadap pemberian quetiapine dan haloperidol dengan menggunakan independent
sample test diperoleh hasil P = 0,518 (P >0,05) Hal ini menunjukkan bahwa tidak
dijumpai perbedaan BMI yang bermakna pada kelompok yang akan mendapat
quetiapine dan haloperidol.
Tabel 4.3. Karakteristik skor PANSS saat pertama kali periksa
Quetiapine Haloperidol P* Hari pertama n mean SD n mean SD
PANSS 20 35,4 2,9 20 35,3 3,8 0,963
* t-independent
Tabel 4.3. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS pada pasien
skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine adalah sebesar
35,4 (SD 2,9) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 35,3
(SD 3,8).
Dari uji statistik dengan menggunakan independent samples test terhadap
skor PANSS pada pasien skizofrenik dengan simtom positif pada saat pertama
sekali diperiksa diperoleh nilai P = 0,963 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak dijumpai perbedaan yang bermakna terhadap skor PANSS pada saat pertama
sekali pasien skizofrenik dengan simtom positif diperiksa pada masing-masing
Tabel 4.4. Karakteristik tingkat keparahan sub skala positif pada saat pertama kali
periksa
Quetiapine Haloperidol
Hari pertama P * n (%) n (%)
Agak Berat 10 (50) 9 (45) 0,752
Berat 10 (50) 11 (55)
*Chi- square
Tabel 4.4. memperlihatkan bahwa tingkat keparahan sub skala positif pada
subjek penelitian yang akan mendapat quetiapine dengan kategori agak berat
adalah sebanyak 10 orang ( 50%), berat sebanyak 10 orang (50%). Sementara itu,
tingkat keparahan sub skala positif pada subjek penelitian yang mendapatkan
haloperidol dengan kategori agak berat adalah sebanyak 9 orang (45%), berat
sebanyak 11 orang (55%). Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap
tingkat keparahan sub skala positif saat pertama sekali diperiksa didapatkan hasil
P= 0,752 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perbedaan
bermakna tingkat keparahan sub skala positif pada pasien skizofrenik yang akan
Tabel 4.5. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketiga
Quetiapine Haloperidol P* Hari ketiga n mean SD n mean SD
PANSS sub skala positif 20 30,6 3,3 20 29,9 3,2 0,495
*Mann Whitney
Dari tabel 4.5. dapat dilihat bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien yang mendapatkan quetiapine adalah sebesar 30,6 (SD 3,3)
sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 29,9 (SD 3,2).
Dari uji statistik dengan menggunakan uji Mann Whitney terhadap skor
PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif pada hari
ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,495 (P > 0,05).
Hal ini menunjukkan bahwa tidak dijumpai perubahan skor PANSS sub skala
positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dan haloperidol pada hari
ketiga.
Tabel 4.6. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketiga
Quetiapine Haloperidol
Dari tabel 4.6. memperlihatkan bahwa dalam waktu tiga hari, dari 20
(65%) dan tingkat keparahan berat menjadi 3 orang (15%). Sedangkan dalam
waktu tiga hari , dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien
dengan tingkat keparahan sedang menjadi 8 orang (40%), tingkat keparahan agak
berat menjadi 9 orang (45%), sedangkan jumlah pasien dengan tingkat keparahan
berat masih dijumpai sebanyak 3 orang (15%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat
keparahan sub skala positif dalam tiga hari setelah pemberian quetiapine dan
haloperidol, didapatkan hasil P = 0,357 (P> 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
dalam waktu tiga hari setelah diberikan quetiapine tidak dijumpai perubahan
tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan dengan
pemberian haloperidol.
Tabel 4.7. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari kelima
Quetiapine Haloperidol P* Hari kelima n mean SD n mean SD
PANSS sub skala positif 20 27,6 4,1 20 28,1 2,9 0,529
*Mann Whitney
Dari tabel 4.7. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien yang mendapatkan quetiapine adalah sebesar 27,6 (SD 4,1)
sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah sebesar 28,1 (SD 2,9.).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor
PANSS sub skala positif terhadap pasien skizofrenik dengan simtom positif
setelah hari kelima pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P =
PANSS sub skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dan
haloperidol setelah hari kelima.
Tabel 4.8. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari kelima
Quetiapine Haloperidol
Hari kelima P * Tingkat keparahan n (%) n (%)
Ringan 2 (10) 0 (0)
Sedang 11 (55) 14 (70) 0,296
Agak Berat 7 (35) 6 (30)
*Chi-square
Tabel 4.8. memperlihatkan bahwa dalam waktu lima hari, dari 20 orang
pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan
menjadi 2 orang (10%), tingkat keparahan sedang menjadi 11 orang (55%),
tingkat keparahan agak berat menjadi 7 orang (35%). Sedangkan dalam waktu
lima hari, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien dengan
tingkat keparahan sedang menjadi 14 orang (70%) dan dengan tingkat keparahan
agak berat menjadi 6 orang (30%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat
keparahan sub skala positif dalam waktu lima hari setelah pemberian quetiapine
dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,296 (P > 0,05). Hal ini menunjukkan
bahwa dalam waktu lima hari setelah diberikan quetiapine tidak dijumpai
perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna dibandingkan
Tabel 4.9. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada hari ketujuh
Quetiapine Haloperidol P* Hari ketujuh n mean SD n mean SD
PANSS sub skala positif 20 23,8 3,9 20 26,4 2,9 0,049
*Mann Whitney
Tabel 4.9. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 23,8 (SD 3,9) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah
sebesar 26,4 (SD 2,9).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor
PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah
hari ketujuh pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,049
(P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS sub
skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dibandingkan dengan
pemberian haloperidol setelah hari ketujuh.
Tabel 4.10.Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada hari ketujuh
Quetiapine Haloperidol
Hari ketujuh P* Tingkat Keparahan n (%) n (%)
Ringan 6 (30) 0 (0)
Sedang 11 (55) 17 (85) 0,026
Agak Berat 3 (15) 3 (15)
Tabel 4.10. memperlihatkan bahwa dalam waktu tujuh hari dari 20 orang
yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan ringan 6
orang (30%), tingkat keparahan sedang 11 orang (55%), tingkat keparahan agak
berat 3 orang (15%). Sedangkan dalam waktu tujuh hari, dari 20 orang pasien
yang mendapat haloperidol, pasien dengan tingkat keparahan sedang menjadi 17
orang (85%), tingkat keparahan agak berat menjadi 3 orang (15%).
Dari uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat keparahan sub
skala positif dalam waktu tujuh hari setelah pemberian quetiapine dan haloperidol,
didapatkan hasil P = 0,026 (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dalam waktu
tujuh hari setelah diberikan quetiapine dijumpai perubahan tingkat keparahan sub
skala positif yang bermakna dibandingkan dengan pemberian haloperidol.
Tabel 4.11. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu kedua
Quetiapine Haloperidol P* Minggu kedua n mean SD n mean SD
PANSS sub skala positif 20 19,6 3,6 20 23,9 2,1 0,001
*Mann Whitney
Tabel 4.11. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 19,6 (SD 3,6) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah
sebesar 23,9 (SD 2,1).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor
PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah
skala positif yang bermakna setelah pemberian quetiapine dibandingkan dengan
pemberian haloperidol setelah minggu kedua.
Tabel 4.12. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu kedua
Minggu kedua Quetiapine Haloperidol P*
Tingkat keparahan n (%) n (%)
Minimal 2 (10) 0 ( 0 )
Ringan 12 (60) 0 ( 0 ) 0,0001
Sedang 6 (30) 20 (100)
*Chi-square
Tabel 4.12. memperlihatkan bahwa dalam waktu dua minggu, dari 20
orang pasien yang mendapat quetiapine, jumlah pasien dengan tingkat keparahan
minimal menjadi 2 orang (10%), tingkat keparahan ringan menjadi 12 orang
(60%), tingkat keparahan sedang menjadi 6 orang (30%). Sedangkan dalam waktu
dua minggu, dari 20 orang pasien yang mendapat haloperidol, jumlah pasien
dengan tingkat keparahan sedang menjadi 20 orang (100%).
Dengan menggunakan uji statistik Chi-square terhadap perubahan tingkat
keparahan sub skala positif dalam waktu dua minggu setelah pemberian
quetiapine dan haloperidol, didapatkan hasil P = 0,0001 (P<0,05) . Hal ini
menunjukkan bahwa dalam waktu dua minggu setelah diberikan quetiapine
dijumpai perubahan tingkat keparahan sub skala positif yang bermakna
Tabel 4.13. Perubahan skor PANSS sub skala positif pada minggu ketiga
Quetiapine Haloperidol P* Minggu ketiga n mean SD n mean SD
PANSS sub skala positif 20 16,5 3,0 20 20,5 2,1 0,0001
*Mann Whitney
Tabel 4.13. memperlihatkan bahwa rerata skor PANSS sub skala positif
pada pasien skizofrenik dengan simtom positif yang mendapatkan quetiapine
adalah sebesar 16,5 (SD 3,0) sedangkan yang mendapatkan haloperidol adalah
sebesar 20,5 (SD 2,1).
Dari uji statistik dengan menggunakan Mann Whitney terhadap skor
PANSS sub skala positif pada pasien skizofrenik dengan simtom positif setelah
minggu ketiga pemberian quetiapine dan haloperidol, diperoleh nilai P = 0,0001
(P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa dijumpai perubahan skor PANSS sub skala
positif yang bermakna pada pemberian quetiapine dibandingkan dengan
pemberian haloperidol setelah minggu ketiga.
Tabel 4.14. Perubahan tingkat keparahan sub skala positif pada minggu ketiga
Minggu ketiga Quetiapine Haloperidol P*
Tingkat Keparahan n (%) n (%)
Minimal 5 (25) 0 (0)
Ringan 15 (75) 14 (70) 0,004
Sedang 0 (0) 6 (30)