• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imobilisasi Crude Enzim Papain Yang Diisolasi Dari Getah Buah Pepaya (Carica papaya L) Dengan Menggunakan Kappa Karagenan Dan Kitosan Serta Pengujian Aktivitas Dan Stabilitasnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Imobilisasi Crude Enzim Papain Yang Diisolasi Dari Getah Buah Pepaya (Carica papaya L) Dengan Menggunakan Kappa Karagenan Dan Kitosan Serta Pengujian Aktivitas Dan Stabilitasnya"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA ( Carica papaya L ) DENGAN MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

SKRIPSI

OLEH :

EKO WIBISONO 060802013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA ( Carica papaya L ) DENGAN MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH :

EKO WIBISONO 060802013

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG

DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

Kategori : SKRIPSI

Nama : EKO WIBISONO

Nomor Induk Mahasiswa : 060802013 Program Studi : SARJANA

Departemen : KIMIA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di : Medan, Juli 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc Drs. Firman Sebayang, MS NIP. 19510630 198002 1 001 NIP. 19560726 198503 1 001

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

(4)

PERNYATAAN

IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN MENGGUNAKAN KAPPA

KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa

kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

EKO WIBISONO

(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

berjudul “IMOBILISASI CRUDE ENZIM PAPAIN YANG DIISOLASI DARI

GETAH BUAH PEPAYA (Carica papaya L) DENGAN MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN DAN KITOSAN SERTA PENGUJIAN AKTIVITAS DAN STABILITASNYA”. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda Erni Suryani, ayahanda Aboy, adek Agung Satria Mandala, nenek

Rosmini dan kakek Iwan Wijaya yang sangat penulis cintai. Om Rudi

Purnomo, S.E dan Buk Fauziah, S.Ag serta kedua putrinya ( Sofi dan Nisa ),

dan keluarga penulis lainnya atas doa dan bantuannya baik secara material

maupun moril kepada penulis.

2. Bapak Drs. Firman Sebayang, MS selaku komisi pembimbing I dan Bapak

Prof. Dr. Jamaran Kaban, MSc selaku komisi pembimbing II penulis yang

dengan sabar telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam

melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai.

3. Ketua Departemen Kimia Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS serta Sekretaris

Departemen Kimia Bapak Drs. Firman Sebayang, MS. Serta semua Bapak dan

Ibu dosen pengajar di jurusan kimia di FMIPA USU Medan, khususnya

kepada Bapak dan Ibu dosen bidang Biokimia, Prof.Dr.RA. Harlina SPW,Msc,

Dr.Ribu Surbakti,MS, Drs.Firman Sebayang,MS, Dr.Yuniarti Yusak,MS,

Dr.Rumondang Bulan,MSi, Dra. Emma Zaidar,Msi, atas semua ilmu dan saran

yang diberikan.

4. Teman seperjuangan dalam penelitian, Maria Sylvia Harlim yang telah

memberikan bantuan dan semangat kepada penulis (serta teman dalam insiden

ledakan bersama Suwanto Gullit). Juga kepada semua sahabat di Laboratorium

(6)

Oki, Decy, Erpina, Kak Pia, Kak Fika, Amy, Reni, Jimmy, Nelvi, Nuraida,

Rani, Ester, Tiwi, Febri, Mardiana dan semua teman-teman di Kimia S-1

stambuk 2006 (yang sangat kompak dan istimewa). Serta Irma dkk di

Laboratorium Farmasi Kuantitatif USU.

5. Skripsi ini khusus saya dedikasikan untuk ayahanda saya yang sangat saya

cintai, yang sampai saat ini tidak diketahui kabarnya dan belum juga kembali.

Semoga ayah selalu sehat dan bahagia. Akhirnya saya telah berhasil

menyelesaikan pendidikan sarjana saya sesuai dengan harapan dan

keinginannya.

6. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

banyak memberikan bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tulisan ini. Semoga ALLAH SWT akan membalasnya.

Penulis sadar bahwa tulisan skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu dosen serta

(7)

ABSTRAK

(8)

ABSTRACT

Crude papain enzyme has been isolated from papaya fruit latex (Carica papaya L) with Balls and Lineweaver method, where the crude papain enzyme was immobilized by entrapping the lattice type by using the kappa carrageenan and chitosan, and then tested its activity with the Murachi method. The activity of free crude papain enzyme 82.493 μg/ml at a temperature of 55oC and pH 7, the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan 78.706 μg/ml at a temperature of 60oC and pH 6.5, and the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan and chitosan 89.986

(9)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya 5

2.2. Enzim 6

2.3. Enzim Papain 6

2.3.1. Jenis-jenis Enzim Papain 8

2.3.2. Manfaat Enzim Papain 9

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Papain 10

2.4. Kitosan 11

2.4.1. Struktur Kitosan 11

2.4.2. Sifat Kitosan 13

2.4.3. Kegunaan Kitosan 14

2.5. Karagenan 15

2.5.1. Jenis-Jenis Karagenan 15

2.5.2. Kappa Karagenan 17

2.6. Imobilisasi Enzim 17

2.6.1. Sejarah Imobilisasi Enzim 18

2.6.2. Metode Imobilisasi Enzim 19

BAB III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat 21

3.2. Bahan-Bahan 21

3.3. Prosedur Penelitian 23

3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi 23

3.3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin 25

(10)

Metode Biuret

3.3.4. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L ) 26 3.3.5. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya 26

( Carica papaya L )

3.3.6. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret 26

3.3.7. Imobilisasi Crude Enzim Papain 26

3.3.8. Penentuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi 27 3.3.9. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain 27 3.3.10. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil 28

Pada Suhu dan pH Optimumnya

3.3.11. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada 29 Pemakaian Berulang

3.4. Bagan Penelitian 30

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin 30

3.4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin (BSA) 31 Metode Biuret

3.4.3. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L ) 31 3.4.4. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya 32

( Carica papaya L )

3.4.5. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret 32

3.4.6. Imobilisasi Crude Enzim Papain 33

3.4.7. Penentuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi 35 3.4.8. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain 36 3.4.9. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil 38

Pada Suhu dan pH optimumnya

3.4.10. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada 39 Pemakaian Berulang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian 41

4.1.1. Isolasi Crude Enzim Papain Dari Getah Buah Pepaya 41

4.1.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain 42

4.1.2.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa 42 Karagenan

4.1.2.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa 43 Karagenan Dan Kitosan

4.1.3. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Crude Enzim 44 Papain Terimobil

4.1.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 45 Papain Terimobil pada Pemakaian Berulang

4.2. Pembahasan 46

4.2.1. Isolasi Crude Enzim Papain Dari Getah Buah Pepaya 46

4.2.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain 46

4.2.3. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Crude Enzim 48 Papain Terimobil

4.2.3.1. Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain 48 4.2.3.2. Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain 49 4.2.4. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 50

(11)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 53

5.2. Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kitosan 12

Gambar 2. Kappa karagenan 16

Gambar 3. Iota karagenan 16

Gambar 4. Lamda karagenan 16

Gambar 5. Metode carrier binding 19

Gambar 6. Metode ikat silang 20

Gambar 7. Metode penjebakan tipe kisi 20

Gambar 8. Metode penjebakan tipe mikrokapsul 20

Gambar 9. Pengaruh suhu terhadap aktivitas crude enzim papain 48

Gambar 10. Pengaruh pH terhadap aktivitas crude enzim papain 49

Gambar 11. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 51

Papain Terimobil dengan Kappa Karagenan pada Pemakaian

Berulang

Gambar 12. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 51

Papain Terimobil dengan Kappa Karagenan dan Kitosan Pada

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi 6

yang dikatalisisnya

Tabel 2. Pembuatan Larutan Buffer Phosfat pH 6-8 24

Tabel 3. Data Absorbansi Larutan Standar Bovin Serum Albumin ( BSA ) 41

Tabel 4. Kadar Protein Crude Enzim Papain 42

Tabel 5. Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi Dengan Kappa 42

Karagenan

Tabel 6. Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi Dengan Kappa 43

Karagenan dan Kitosan

Tabel 7. Data Absorbansi Larutan Seri Standar Tyrosin 44

Tabel 8. Data Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas 45

dan Terimobil

Tabel 9. Data Pengaruh pH Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan 45

Terimobil

Tabel 10. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim Papain 46

Terimobil Dengan Kappa Karagenan Pada Pemakaian Berulang

Tabel 11. Data Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Aktivitas Crude Enzim 46

Papain Terimobil Dengan Kappa Karagenan dan Kitosan Pada

Pemakaian Berulang

Tabel 12. Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas Dan Terimobil 47

Tabel 13. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square kurva 57

Kalibrasi

Tabel 14. Penurunan Persamaan Garis Regresi Metode Least Square kurva 58

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Bovin Serum Albumin 57

( BSA )

Lampiran 2. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Tyrosin 58

Lampiran 3. Kurva spektrum λmaks

Lampiran 4. Kurva kalibrasi larutan standar tyrosin 60

larutan standar tyrosin 59

Lampiran 5. Kurva spektrum λmaks

Lampiran 6. Kurva kalibrasi larutan standar bovin serum albumin ( BSA ) 61 larutan standar bovin serum albumin ( BSA ) 60

Lampiran 7. Penentuan Operating Time Untuk Pengukuran Absorbansi Larutan 61

(15)

ABSTRAK

(16)

ABSTRACT

Crude papain enzyme has been isolated from papaya fruit latex (Carica papaya L) with Balls and Lineweaver method, where the crude papain enzyme was immobilized by entrapping the lattice type by using the kappa carrageenan and chitosan, and then tested its activity with the Murachi method. The activity of free crude papain enzyme 82.493 μg/ml at a temperature of 55oC and pH 7, the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan 78.706 μg/ml at a temperature of 60oC and pH 6.5, and the immobilized crude enzyme papain with kappa carrageenan and chitosan 89.986

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pepaya ( Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis.

Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung getah berwarna putih. Getah ini

mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim proteolitik yang disebut papain

( Moehd, 1999 ).

Papain adalah suatu zat ( enzim ) yang dapat diperoleh dari getah tanaman

pepaya dan buah pepaya muda. Getah pepaya tersebut terdapat hampir di semua

bagian tanaman pepaya, kecuali bagian akar dan biji. Kandungan papain paling

banyak terdapat dalam buah pepaya yang masih muda. Getah pepaya ( papain ) cukup

banyak mengandung enzim yang bersifat proteolitik ( pengurai protein ). Sehingga

tepung getah pepaya kering ( papain ) banyak digunakan oleh para pengusaha industri

maupun ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah berbagai macam produk.

Adapun enzim proteolitik bersifat menyerang bahan-bahan protein dalam

makanan. Bila enzim ini dicampurkan dalam makanan maka protein makanan akan

terpecah-pecah menjadi peptida, yang selanjutnya akan terpecah-pecah lagi menjadi

bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang disebut asam amino.

Sebenarnya enzim proteolitik ( protease / pengurai protein ) tidak hanya

terdapat dalam getah papaya, melainkan juga terdapat dalam getah pohon pinus

(disebut fisin) dan sari buah nenas ( disebut bromelin ). Enzim proteolitik yang lain

dihasilkan dari lambung anak sapi ( disebut rennin ). Namun, dari semua jenis enzim

protease tersebut, papain paling banyak digunakan karena lebih mudah didapat dengan

harga relatif murah.Selain dengan cara membeli, papain dapat diperoleh dengan cara

(18)

Kitosan adalah suatu rantai linear dari Glukosamin dan N-Asil

D-Glukosamin yang terangkai pada posisi β (1-4). Kitosan dihasilkan dari deasetilasi

kitin. Karena dalam bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan

membentuk polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah digunakan

dalam bidang biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel,

biodegradasi dan tidak beracun ( Adriana et al., 2003 ).

Kappa karagenan memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate

ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose yang ditunjukan gambar 2. Gugus 6-sulfate ester

mengurangi daya kekuatan gel namun dapat mengurangi kerusakan akibat

pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai

yang lebih baik (

Kemajuan bidang bioteknologi dan industri, memungkinkan dilakukannya

berbagai upaya untuk memanfaatkan proses-proses enzimatis. Enzim mempunyai sifat

yang potensial untuk dimanfaatkan, antara lain daya katalitiknya yang besar dan

spesifitasnya terhadap substrat dari reaksi yang dikatalisisnya ( Lehninger, 1990 ).

Pada proses dan analisa yang melibatkan enzim, umumnya menggunakan cara

bath yaitu mereaksikan substrat dengan enzim yang sudah dilarutkan dalam air,

sehingga enzim bercampur dengan substrat ( Sarah, 2001 ).

Cara ini memiliki kelemahan karena enzim hanya digunkan sekali pakai.

Secara teknis sangat sulit untuk memisahkan enzim dan produk dan mendapatkan

kembali enzim yang aktif diakhir reaksi. Umumnya setelah reaksi selesai, enzim

diinaktifkan dengan pemanasan, pengubahan pH,atau cara lain yang menyebabkan

enzim terdenaturasi ( Chibata, 1978 ).

Salah satu cara mengatasi kelemahan dalam penggunaan enzim tersebut adalah

melalui imobilisasi enzim yaitu mengikatkan enzim pada bahan pendukung yang tidak

larut dalam air. Enzim dapat membentuk ikatan ionik, kovalen, ikatan silang atau

terjebak pada bahan pendukung. Pada saat digunakan, enzim imobil dapat berfungsi

sebagai katalis tanpa ikut terlarut dalam substrat ( Darwis et al., 1990 ).

Metode penjebakan enzim dilakukan kebanyakan dengan menggunakan

karagenan (sejenis polisakarida yang diekstrak dari rumput laut merah) (Chibata,

(19)

Firman Sebayang (1993) telah meneliti Isolasi, Karakterisasi serta Amobilisasi

Enzim Bromelin dari Limbah Bonggol Nenas. Kiling (2002) telah meneliti Imobilisasi

Papain dengan Kitosan dengan Metode Adsorpsi dan Pengikatan Silang dengan

Gutaraldehid. Namun enzim terimobilisasi tersebut menunjukkan nilai aktivitas

spesifik yang rendah. Sari Edi Cahyaningrum (2007) telah meneliti Pemakaian

Kitosan Limbah Udang Windu sebagai Matriks Pendukung pada Imobilisasi Papain.

Tontowi Ismail ( 2009 ) telah meneliti Etanol dari Molases Mengunakan Zymomonas

mobilis yang Diamobilisasi dengan K-karaginan Pada Reaktor Kontinyu

Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengisolasi crude enzim papain dari

getah buah pepaya dan diimobilisasi dengan menggunakan kappa karagenan serta

dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan serta pengujian aktivitas dan

stabilitasnya, sehingga crude enzim papain terimobil yang dihasilkan dapat digunakan

berulang-ulang.

1.2.Permasalahan

1. Bagaimanakah perbandingan aktivitas crude enzim papain bebas dengan crude

enzim papain yang diimobilisasi dengan menggunakan kappa karagenan serta

dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan

2. Berapa kali crude enzim papain terimobil tersebut dapat digunakan secara

berulang-ulang sebelum mengalami kerusakan

3. Bagaimana pengaruh suhu penyimpanan terhadap perubahan aktivitas crude

enzim papain terimobil.

1.3.Pembatasan Masalah

Perbandingan aktivitas dan stabilitas crude enzim papain bebas dengan crude enzim

papain yang diimobilisasi dengan kappa karagenan dan dengan kappa karagenan dan

kitosan pada suhu dan pH optimumnya.

1.4.Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui aktivitas crude enzim papain bebas dan crude enzim papain

yang diimobilisasi dengan kappa karagenan serta dengan kappa karagenan dan

(20)

2. Untuk mengetahui berapa kali crude enzim papain terimobil tersebut dapat

digunakan secara berulang-ulang sebelum mengalami kerusakan

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu penyimpanan terhadap aktivitas

crude enzim papain terimobil.

1.5.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan crude enzim papain terimobil yang

praktis dan bernilai ekonomis, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan

enzim papain dalam bidang bioteknologi dan industri serta dapat memberikan

sumbangan bagi pemanfaatan polimer alam, khususnya kitosan dan kappa karegenan.

1.6.Metodologi Penelitian

Metodelogi penelitian yang digunakan adalah :

Isolasi crude enzim papain dari getah buah pepaya dengan metode Balls dan

Lineweaver, kemudian crude enzim papain ini diimobilisasi dengan metode

penjebakan berbentuk penjebakan kisi atau matriks dengan menggunakan kappa

karagenan serta dengan menggunakan kappa karagenan dan kitosan. Kemudian diuji

aktivitasnya dengan metode Murachi yang dilakukan dengan memvariasikan suhu dan

pH, dimana suhu dan pH optimumnya digunakan untuk pengujian aktivitas dan

stabilitas crude enzim papain terimobil terhadap pemakaian berulang, sehingga dapat

diketahui sampai pemakaian keberapa crude enzim papain terimobil tersebut masih

mempunyai aktivitas.

1.7.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia / KBM dan pengukuran

absorbansinya dilakukan di Laboratorium Farmasi Kuantitatif, Fakultas Farmasi USU

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pepaya

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya ( Carica papaya )

diklasifikasikan sebagai berikut

Kingdom : Plantae ( tumbuh-tumbuhan )

Divisio : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

Subdivisio : Angiospermae ( berbiji tertutup )

Class : Dicotyledonae ( biji berkeping dua )

Ordo : Caricales

Familia : Caricaceae

Genus : Carica

Species : Carica papaya L.

Pepaya ( Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika

tropis. Buah pepaya tergolong buah yang popular dan digemari oleh hampir seluruh

penduduk penghuni bumi ini. Batang, daun, dan buah pepaya muda mengandung

getah berwarna putih. Getah ini mengandung suatu enzim pemecah protein atau enzim

proteolitik yang disebut papain ( Moehd, 1999 ).

Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan, mulai dari daun,

batang, akar, maupun buah. Getah pepaya yang paling banyak terkandung didalam

buah pepaya jenis pepaya Bangkok. Getah pepaya yang sering disebut sebagai papain

dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan, antara lain : penjernih bir,

pengempuk daging, bahan baku industri penyamak kulit, serta digunakan dalam

industri farmasi dan kosmetika (kecantikan). Papain merupakan enzim proteolitik,

(22)

2.2. Enzim

Kata enzim diperkenalkan oleh Kuhne pada tahun 1878 untuk suatu zat yang bekerja

pada suatu substrat. Kata enzim berasal dari bahasa Yunani yang berarti di dalam sel.

Kuhne menjelaskan bahwa enzim bukan suatu sel tetapi terdapat di dalam sel. Definisi

yang dikemukakan adalah enzim merupakan protein yang mempunyai daya katalitik

karena aktivitas spesifiknya ( Dixon, 1979 ). Enzim secara biokimia merupakan suatu

kelompok protein yang berperan sangat penting dalam proses aktivitas biologis.

Tugasnya sebagai katalisator di dalam sel dan bersifat khas. Kerja enzim umumnya

mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi ( Lehninger, 1993 ).

Klasifikasi enzim didasarkan pada jenis reaksi yang dikatalisisnya, seperti

direkomendasikan oleh Commision on Enzyme of the International Union of

Biochemistry ( CEIUB ). Menurut sistem ini, enzim dibagi lagi menjadi beberapa sub

golongan. Penamaan enzim diawali dengan nama substrat, diikuti oleh macam reaksi

yang dikatalisis dan akhiran –ase ( Muchtadi et al., 1992 ). Adapun keenam golongan

enzim tersebut dan reaksi yang dikatalisisnya dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi yang

dikatalisisnya

No Kelas Utama Jenis reaksi yang dikatalisis

1 Oksidoreduktase Pemindahan electron

2 Transferase Reaksi pemindahan gugus fungsional

3 Hidrolase Reaksi hidrolisis (pemindahan gugus fungsional ke air)

4 Liase Penambahan gugus ke ikatan ganda atau sebaliknya

5 Isomerase Pemindahan gugus di dalam molekul menghasilkan isomer

6 Ligase Pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O dan C-N oleh reaksi kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP

Sumber : Lehninger ( 1993 )

2.3.. Enzim Papain

Papain adalah suatu zat ( enzim ) yang dapat diperoleh dari getah tanaman pepaya dan

buah pepaya muda. Getah pepaya tersebut terdapat hampir di semua bagian tanaman

pepaya, kecuali bagian akar dan biji. Kandungan papain paling banyak terdapat dalam

(23)

enzim yang bersifat proteolitik ( pengurai protein ). Sehingga tepung getah pepaya

kering ( papain ) banyak digunakan oleh para pengusaha industri maupun ibu-ibu

rumah tangga untuk mengolah berbagai macam produk ( Warisno, 2003 ).

Papain merupakan enzim proteolitik hasil isolasi dari penyadapan getah buah

pepaya (Carica papaya L.). Getah pepaya mengandung sebanyak 10% papain, 45%

kimopapain dan lisozim sebesar 20% (Winarno, 1995).

Berdasarkan sifat-sifat kimianya, papain digolongkan sebagai protease

sulfhidril (Muchtadi et al., 1992). Papain tersusun atas 212 residu asam amino dengan

sistein-25 tempat gugus aktif thiol (-SH) essensial, yang membentuk sebuah rantai

peptida tunggal dengan bobot molekul 21.000 - 23.000 g/mol. Rantai ikatan tersebut

tersusun atas arginin, lisin, leusin, dan glisin (Harrison et al., 1997). Sisi aktif yang

terdapat di dalam molekul papain terdiri atas gugus histidin dan sistein yang selama

katalisis berlangsung, sisi aktif tersebut berfungsi sebagai ion zwitter (Wong, 1989

diacu dalam Budiman, 2003).

Papain mengandung 212 asam amino dalam suatu rantai polipeptida dan

berikatan silang dengan tiga jembatan disulfida (Kalk, 1975). Berbagai jenis asam

amino ikut menyusun struktur protein papain kecuali metionin. Tidak terdapatnya

metionin dalam rantai polipeptida diduga karena komponen sulfur sebagian besar

berada dalam bentuk asam amino sistein (Glazer, 1971 diacu dalam Muchtadi et al.,

1992). Papain memiliki 6 gugus sulfhidril, tetapi hanya dua gugus sulfhidril yang

aktif. Gugus suflhidril ini mengandung unsur sulfur sekitar 1,2%.

Berdasarkan klasifikasi the international union of biochemistry, papain

termasuk enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat dengan

pertolongan molekul air. Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang

berlangsung pada sisi-sisi aktif papain. Pemisahan gugus-gugus amida yang terdapat

di dalam protein tersebut berlangsung melalui pemutusan ikatan peptida (Wong, 1989

diacu dalam Budiman, 2003). Enzim ini mempunyai aktivitas katalitik sebagai

proteinase dan sanggup menghidrolisis peptida. Berdasarkan sifat-sifat kimia dari

lokasi aktif, papain termasuk protease sulfhidril, karena bagian aktif papain adalah

gugus –SH (Reed, 1975).

Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat

mengkatalisis proses hidrolisis dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam kisaran

(24)

arginil etil ester), pH 6,5 pada substrat kasein, pH 7,0 pada albumin dan pH 5,0 pada

gelatin (Muchtadi et al., 1992). Suhu optimal papain sendiri adalah 50-60 o

Selain pepaya dikenal beberapa jenis tanaman lain yang menghasilkan enzim

protease. Komposisi dan daya aktif masing-masing enzim tersebut akan berbeda.

Berikut ini beberapa jenis tanaman penghasil enzim protease berikut nama enzimnya, C. Papain

relatif tahan terhadap suhu, bila dibandingkan dengan enzim proteolitik lainnya seperti

bromelin dan lisin (Winarno, 1995).

1. Tanaman nenas menghasilkan enzim bromelain

2. Tanaman cemara atau ficus menghasilkan enzim ficin

3. Tanaman Bromelia penguin menghasilkan enzim penguinain

4. Tanaman Asclepia menghasilkan enzim asclapain

Sebagai enzim proteolitik, papain memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak

digunakan dalam industri besar. Meskipun telah diketahui ada beberapa enzim

protease yang dihasilkan dari tanaman lain, ternyata papain merupakan enzim yang

paling banyak dan paling sering digunakan. Oleh karenanya, potensi pasar papain

dalam perdagangan dunia masih cukup besar ( Moehd, 1999 ).

Enzim papain dari getah pepaya dapat disadap dari buahnya yang berumur

2,5-3 bulan dimana dapat digunakan untuk pengempukan daging disamping sebagai

penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit,

industri farmasi dan alat-alat kecantikan ( kosmetik ). Enzim papain memiliki daya

tahan terhadap panas. Suhu optimumnya berkisar 60-70oC. Aktivitasnya berkurang

sekitar 20% pada pemanasan 70oC selama 30 menit pada pH 7. Papain menghidrolisis

serabut otot dan elastin lebih baik dari kolagen. Papain cocok dipergunakan sebagai

pengempukan daging karena aktif pada keadaan pH daging

(http://muhines.blogspot.com).

2.3.1. Jenis-jenis Enzim Papain

Dalam dunia perdagangan, dikenal dua macam papain, yaitu papain kasar ( crude

papain ) dan papain murni ( crystal papain ). Papain kasar ( crude papain ) adalah

getah pepaya yang telah dikeringkan, kemudian dihaluskan hingga menjadi

benrbentuk tepung. Metode-metode yang dapat digunakan dalam isolasi crude enzim

papain ada tiga cara, yaitu Cara Peckolt, Cara Walt dan Cara Balls dan Lineweaver.

(25)

baik adalah cara Balls dan Lineweaver. Dan persen rendemennya selanjutnya dapat

ditentukan. Papain murni ( crystal papain ) adalah hasil pemisahan dan pemurnian

papain kasar menjadi empat macam protein proteolitik, yaitu papain, chimopapain A,

chimopapain B, dan papaya peptidase ( Warisno, 2003 ).

Oleh karena sifat chimopapain A dan chimopapain B sifatnya agak mirip,

maka keduanya dapat disebut sebagai chimopapain saja. Keempat jenis enzim

proteolitik tersebut biasanya disebut papain saja atau papain kasar. Sifat daya

enzimatis papain kasar ini sangat tinggi karena terdiri dari gabungan keempat enzim

tersebut.Papain murni adalah hasil pemisahan pemurnian papain kasar menjadi

keempat enzim proteolitik diatas. Papain murni banyak digunakan dalam industri

farmasi ( Moehd, 1999 ).

2.3.2. Manfaat Enzim Papain

Adapun sifat enzim proteolitik adalah senang menyerang bahan-bahan protein dalam

makanan. Bila enzim ini dicampurkan dalam makanan maka protein makanan akan

terpecah-pecah menjadi peptida, yang selanjutnya akan terpecah-pecah lagi menjadi

bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang disebut asam amino ( Warisno, 2003 ).

Berbagai penelitian kini sedang dilakukan dalam usaha pemanfaatan enzim

papain atau enzim sejenis lainnya pada bidang-bidang industri lain yang belum

digunakan. Prospek pemasaran papain tampaknya kian cerah.

Sejak dulu, penduduk asli di Amerika Tengah dan Amerika Selatan-tempat

tanaman pepaya banyak tumbuh secara liar-telah mengenal manfaat getah pepaya

sebagai pelunak daging. Demikian juga di Indonesia, pemanfaatan getah pepaya

sebagai pelunak daging sudah dikenal sejak dulu. Cara yang umum digunakan adalah

dengan membungkus daging tersebut beberapa saat dengan daun-daun pepaya yang

telah dicacah. Setelah itu, barulah daging dimasak.

Saat ini, enzim papain sebagai pelunak daging mudah dibeli di pasar-pasar,

terutama di pasar swalayan di kota-kota besar. Untuk pelunak daging, pemakaian

papain sangat mudah digunakan. Setelah ditusuk-tusuk dengan garpu, daging ditaburi

dengan tepung papain dan baru kemudian dimasak. Cara lain yang dapat dilakukan

adalah dengan merendam daging dalam larutan papain. Penusukan dengan garpu atau

(26)

Pada kenyataannya yang paling banyak menggunakan papain adalah industri

minuman, tepatnya industri pembuatan bir. Bir yang dibuat tanpa menggunakan

papain menjadi tidak jernih dan berkabut bila disimpan dalam keadaan dingin. Selain

itu, beberapa industri lain juga memanfaatkan daya enzimatis papain ini. Industri

makanan yang menggunakan papain diantaranya industri keju, pengembangan kue,

biskuit dan roti. Industri makanan ternak menggunakan papain untuk menghasilkan

konsentrat protein ikan.Industri farmasi menggunakan papain untuk pengobatan

penderita gangguan saluran pencernaan, penderita dispepsia, dan gastritis

Penggunaan papain pada daging akan menambah nikmat rasa daging. Daging

akan menjadi empuk sehingga mudah dipotong, digigit dan dikunyah. Selain itu,

daging akan mudah dicerna sehingga nilai gizi protein daging yang diserap tentunya

akan meningkat ( Moehd, 1999 ).

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim Papain Keefektifan enzim papain ini dipengaruhi oleh :

1) Konsentrasi enzim

Enzim papain mempunyai kemampuan untuk melunakkan daging dan

menghidrolisis ikatan peptida dari protein. Tingginya konsentrasi enzim yang

digunakan akan mempengaruhi banyaknya substrat yang dapat ditransformasi

(Girindra, 1993). Konsentrasi enzim yang berlebihan akan menyebabkan proses

tersebut menjadi tidak efisien. Derajat kemurnian enzim papain yang tinggi,

mempunyai hubungan linear dengan jumlah enzim dan taraf aktivitas (Lehninger,

1993).

2) Suhu

Reaksi yang dikatalisis oleh enzim sangat peka terhadap suhu. Enzim sebagai

protein akan mengalami denaturasi pada suhu yang tinggi sehingga

mengakibatkan daya kerja enzim tersebut menurun (Girindra, 1993). Enzim akan

semakin aktif apabila suhu dinaikkan (sampai suhu optimumnya), tetapi bila suhu

tersebut terus dinaikkan maka laju kerusakan enzim akan melampaui reaksi

katalisis enzim sehingga menyebabkan reaksi tidak efisien (Winarno, 1987).

3) pH

Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH

(27)

melakukan aktivitasnya. Enzim akan mengalami denaturasi dan mengakibatkan

kehilangan aktivitasnya apabila enzim bekerja di bawah atau di atas selang pH

tersebut. Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim,

karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH.

pH ini juga menyebabkan daerah katalitik dan konformasi enzim menjadi berubah

(Lehninger, 1993).

4) Pengaruh Inhibitor (faktor penghambat)

Inhibitor adalah suatu senyawa atau gugus senyawa yang menghambat aktivitas

enzim. Enzim sangat peka terhadap senyawa atau gugus senyawa yang diikatnya

(Girindra, 1993). Enzim papain sangat sensitif terhadap logam. Adanya logam

akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan gugus katalitik enzim papain.

Keaktifan enzim papain akan hilang bila direaksikan dengan oksidator.

2.4. Kitosan

2.4.1. Struktur Kitosan

Kitosan adalah suatu rantai linear dari D-Glukosamin dan N-Asil D-Glukosamin yang

terangkai pada posisi β (1-4). Kitosan dihasilkan dari deasetilasi kitin. Karena dalam

bentuk kationik, bentuk kitosan yang tidak larut dalam air akan membentuk

polielektronik dengan anion polielektronik. Kitosan telah digunakan dalam bidang

biomedikal dan farmasi karena kitosan bersifat biokompatibel, biodegradasi dan tidak

beracun ( Adriana et al., 2003 ).

Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan

rumus molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan juga

dijumpai secara alamiah di beberapa organisme. Proses deasetilasi kitosan dapat

dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik. Proses kimiawi menggunakan

basa, misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan dengan derajat deasetilasi

yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos et al., 2000). Namun proses kimiawi

menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinnya juga

sangat acak (Martinou et al., 1995 & Tsigos et al., 2000), sehingga sifat fisik dan

kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan

pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan banyak melibatkan banyak reaksi

samping yang dapat menurunkan rendemen (Chang et al., 1997 & Tokuyasu et al.,

(28)

deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan,

sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat

memperluas bidang aplikasinya ( Tokuyasu et al., 1997 ).

Kitosan juga terdapat secara alami dalam beberapa jamur namun tidak

sebanyak kitin. Struktur idealnya dapat dilihat dari gambar 1 :

Gambar 1. Struktur Kitosan

Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan

rotasi spesifik [α]D11 -3 hingga -10o ( pada konsentrasi asam asetat 2% ). Kitosan larut

pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH

lebih besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam

asam mineral pekat seperti HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%,

tetapi tidak larut pada konsentrasi 10%. Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada

berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H3PO4

Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa ≈

6,5) hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan

kitosan :

tidak larut pada konsentrasi 1%,

sementara pada konsentrasi 0,1% sedikit larut. Perlu untuk kita ketahui, bahwa

kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi

spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta

transformasinya ( Purwantiningsih et al., 2009 ).

a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga

dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi

seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.

b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat

(29)

c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya

menyediakan system produksi terhadap efek dekstruksi dari ion

(Meriaty,2002).

Kitosan merupakan hasil deasetilasi kitin, sedangkan kitin dapat diisolasi dari

serangga dan jamur, kerangka dan cangkang hewan golongan Artropoda, Molusca,

Nematoda, dan Crustacea. Pada penelitian ini kitin diisolasi dari cangkang udang.

Pada industri pengolahan udang disamping menghasilkan produk utama berupa udang

bersih juga menghasilkan limbah, berupa cangkang udang yang sangat potensial

sebagai pencemar lingkungan. Limbah udang dapat mencapai 30% sampai 40% dari

berat udang. Limbah cangkang udang ini masih mengandung protein, karbohidrat, dan

mineral. Jika dibuang begitu saja, akan mengalami denaturasi protein dan hidrolisis

secara alami. Proses tersebut menghasilkan bau busuk, meningkatkan BOD air,

sehingga menurunkan kualitas air ( Indra, 1993 ).

2.4.2. Sifat Kitosan

Kitosan adalah padatan amorf putih yang tidak larut dalam alkali dan asam mineral

kecuali pada keadaan tertentu. Kitosan merupakan molekul polimer yang mempunyai

berat molekul tinggi. Kitosan dengan berat molekul tinggi didapati dengan

mempunyai viskositas yang baik dalam suasana asam. Kitosan hasil deasetilasi kitin,

larut dalam asam encer seperti asam asetat, asam formiat, dll. Kitosan dapat

membentuk gel dengan n-metilmorpin n-oksida yang dapat digunakan dalam

formulasi pelepasan obat terkendali. Kandungan Nitrogen dalam kitin berkisar 5-8%

tergantung pada tingkat deasetilasi sedangkan nitrogen pada kitosan kebanyakan

dalam bentuk gugus amino. Maka kitosan bereaksi melalui gugus amino dalam

pembentukan N-asilasi dan reaksi Schiff yang merupakan reaksi yang penting

( Kumar, 2000 ).

Adanya gugus amino dan hidroksil dari kitosan juga menyebabkan kitosan

mudah dimodifikasi secara kimia. Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam

maka keduanya lebih bersifat biokompatibel dan biodegradabel dibanding dengan

polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak

diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total perdagangan bahan-bahan tersebut

(30)

2.4.3. Kegunaan Kitosan

Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri,

kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan

limbah cair, pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna,

residu pestisida, lemak, tannin, PCB ( poliklorinasi bifenil ), mineral dan asam

organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat

alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan

kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan,

kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur pakan ternak, antimikroba,

antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi,

pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan

penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikrob dan antijamur juga diterapkan di

bidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans

dan Staphylacoccus aureus. Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai

antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan

pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan

kondisioner rambut , zat hemostatik, penstabil liposome, bahan ortopedik, pembalut

luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan,

antiinfeksi.

Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain

bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran ( film ). Kitosan sebagai adsorben sering

dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan dalam

mengikat ion logam sangat bergantung pada karakteristik makrostruktur kitosan yang

dipengaruhi oleh sumber dan kondisi pada proses isolasi. Perbedaan bentuk kitosan

akan berpengaruh pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas

permukaan kitosan akan semakin besar, dan proses adsorpsi pun dapat berlangsung

lebih baik.

Pembuatan kitosan dalam bentuk butiran antara lain sebanyak 3 gram kitosan

berbentuk serpihan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1%. Larutan kitosan

yang terbentuk diteteskan pada larutan basa NaOH 4%, sehingga diperoleh butiran

berbentuk bola dengan diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan butiran yang terbentuk

(31)

membentuk kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi

enzim catalase ( Purwantiningsih et al., 2009 ).

2.5. Karagenan

Karagenan merupakan senyawa polisakarida yang tersusun dari unit D-galaktosa dan

L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1-4 glikosilik. Setiap

unit galaktosa mengikat gugusan sulfat. Jumlah Sulfat pada karagenan lebih kurang

35,1% ( Tim Penulis PS, 1999 ).

Karagenan banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan

kosmetik sebagai bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Karagenan dapat

diekstraksi dari protein dan lignin rumput laut dan dapat digunakan dalam industri

pangan karena karakteristiknya yang dapat berbentuk gel, bersifat mengentalkan, dan

menstabilkan material utamanya. Karagenan digunakan dalam industri pangan karena

fungsi karakteristiknya yang dapat digunakan untuk mengendalikan kandungan air

dalam bahan pangan utamanya, mengendalikan tekstur, dan menstabilkan makanan

Rumput laut yang tergolong Rhodophyceae beberapa diantaranya mengandung

bahan yang cukup penting yaitu karagenan. Carragenophyt adalah kelompok

penghasil karaginan dari kelompok Rhodophyceae. Kelompok ini antara lain adalah

Chondrus, Gigartina dan Eucheuma. Dalam dunia industri, karagenan berbentuk

garam bila bereaksi dengan sodium, kalsium dan potassium ( Laode, 1991 ).

2.5.1. Jenis-Jenis Karagenan

Di alam ini, terdapat tiga jenis karagenan yang dapat ditemukan secara luas di

berbagai perairan di dunia. Ketiganya dibedakan berdasarkan struktur molekul yang

mengakibatkan perbedaan sifat fisik dan karakteristik penggunaannya dalam industri

pangan. Ketiga jenis karagenan ini adalah kappa, iota dan lambda. Perbedaan

ketiganya terletak pada perbedaan posisi gugus ester-sulphate dan jumlah residu 3,6

anhydro-D-galaktose.

1. Kappa Karagenan

Karagenan tipe kappa memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus

2-sulfate ester pada 3,6 anhydro-D-galaktose yang ditunjukan gambar. Gugus 6-2-sulfate

(32)

pengolahan dengan menggunakan basa. Hal ini akan memberikan keteraturan rantai

yang lebih baik.

Gambar 2. Kappa karagenan

2. Iota Karagenan

Karagenan tipe iota mengandung gugus 4-sulfate ester dalam semua gugus

D-galaktose dan gugus 2-sulfate ester dalam 3,6 anhydro-D-D-galaktose. Ketidakberaturan

gugus 6-sulfate ester menggantikan gugus ester 4-sulfate dalam D-galaktose. Gugus

ini dapat digantikan dengan pengolahan dalam kondisi basa untuk meningkatkan

kekuatan gel.

Gambar 3. Iota karagenan

3. Lambda Karagenan

Karaginan tipe lambda mengandung residu disulfated-D-galaktose yang tidak

mengandung gugus ester 4-sulfate namun sejumlah gugus ester 2-sulfate

Gambar 4. Lamda karagenan

(33)

2.5.2. Kappa Karagenan

Kappa karagenan memiliki struktur D-galaktose dan beberapa gugus 2-sulfate ester

pada 3,6 anhydro-D-galaktose. Gugus 6-sulfate ester mengurangi daya kekuatan gel

namun dapat mengurangi loss akibat dari pengolahan dengan menggunakan basa. Hal

ini akan memberikan keteraturan rantai yang lebih baik. Struktur kappa karagenan

dapat dilihat pada gambar 2 (

Adapun sifat fisik yang dimiliki karagenan tipe kappa ini adalah dimana kappa

karagenan larut dalam air panas. Penambahan ion kalium menyebabkan pembentukan

gel yang tahan lama, namun rapuh, serta manambah temperatur pembnetukan gel dan

pelelehan. Kuat, gel padat, beberapa ikatan dengan ion K+ dan Ca++ menyebabkan

bentuk helik terkumpul, dan gel menjadi rapuh, gel berwarna transparan, diperkirakan

terdapat 25% ester sulfat dan 34% 3,6-AG. Kappa karagenan tidak dapat larut dalam

sebagian besar pelarut organik, sesuai dengan pelarut yang dapat bercampur dengan

air dan penggunaannya pada konsentrasi 0.02-2.0%

Kegunaan karaginan hampir sama dengan agar-agar, antara lain sebagai

pengatur kesetimbangan, bahan pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Karaginan

digunakan dalam beberapa industri. Dalam industri makanan digunakan sebagai

pembuatan kue, roti, makaroni, jam, jelly, sari buah, bir, es krim, dan gel pelapis

produk daging. Dalam industri farmasi, karaginan digunakan sebagai bahan

pembuatan pasta gigi, obat-obatan, kosmetik, tekstil dan cat ( Tim Penulis PS, 1999).

2.6. Imobilisasi Enzim

Secara konvensional, reaksi enzimatis berlangsung pada reaksi secara batch dengan

menginkubasi campuran substrat dan enzim yang terlarut. Teknik tersebut memiliki

kelemahan yaitu kesulitan untuk merecovery enzim aktif dari campuran enzim

tersebut untuk digunakan kembali.Hal ini karena enzim terlarut dalam larutan

sehingga sulit dipisahkan kembali. Selain karakterisasi enzim yang sangat dipengaruhi

oleh pH dan suhu pemanasan, sehingga enzim bebas mudah terdenaturasi dan

mengalami inaktifasi. Hal ini sangat tidak ekonomis, karena enzim aktif hilang begitu

(34)

Untuk mengeliminasi kelemahan-kelemahan tersebut maka dilakukan

imobilisasi enzim bebas yang telah didapatkan. Dengan begitu enzim akan lebih stabil

pada pengaruh suhu dan pH lingkungan, dan tentunya dapat digunakan lagi setelah

mengkatalis suatu reaksi sintesis tertentu ( Chibata, 1978 ).

Enzim terimobilisasi didefinisikan sebagai enzim yang secara spesifik

ditempatkan dalam suatu ruang tertentu dengan tetap memiliki aktivitas katalitiknya

dan dapat digunakan secara berulang atau secara terus-menerus (Chibata, 1978).

Imobilisasi enzim adalah usaha untuk memisahkan antara enzim dengan

produk selama reaksi dengan menggunakan sistem dua fase, satu fase mengandung

enzim dan fase lainnya mengandung produk, sehingga tidak terjadi saling kontaminasi

antara enzim dan produk (Chaplin, 1990).

Imobilisasi merupakan suatu modifikasi untuk meniru keadaan asalnya di alam

yang diyakini berada dalam keadaan terikat pada membran atau partikelpartikel dalam

sel. Tujuan utama mengimobilisasi enzim adalah untuk mempekerjakan enzim yang

dapat memberikan proses katalitik yang berkesinambungan (Zaborsky, 1973).

2.6.1. Sejarah Imobilisasi Enzim

Teknik imobilisasi enzim pertama kali dilakukan oleh Nelson dan Griffin pada tahun

1916 (Muchtadi et al., 1992, Chibata, 1978) Nelson dan Griffin mengimobilisasi

enzim interfase dari khamir dengan cara adsorpsi pada arang aktif (Chibata, 1978).

Percobaan pertama untuk mengimobilisasi enzim dengan tujuan untuk

memperbaiki sifat-sifat enzim dilakukan oleh Grubhover dan Scheleith pada tahun

1953. Mereka mengimobilisasi karboksipeptidase, diastase, pepsin dan ribonuklease

dengan menggunakan diazotized poliaminopolystirene resin (Chibata, 1978).

Penggunaan enzim terimobilisasi akan memberikan beberapa keuntungan

(Messing, 1975 diacu dalam Smith, 1990) yaitu:

1) enzim dapat digunakan secara berulang;

2) proses dapat dihentikan secara cepat dengan mengeluarkan enzim dari larutan

substrat;

3) kestabilan enzim dapat diperbaiki;

4) larutan hasil proses tidak terkontaminasi oleh enzim;

(35)

2.6.2. Metode Imobilisasi Enzim

Metode imobilisasi enzim ada tiga macam, yaitu :

1. Metode carrier binding

Metode ini didasarkan atas pengikatan enzim langsung pada zat pembawa yang

tidak larut dalam air.

Gambar 5. Metode carrier binding

Metode ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

A. Metode adsorpsi fisik

Berdasarkan pada adsorpsi fisika dari protein enzim pada permukaan pembawa

yang tidak larut dalam air. Metode ini memiliki keburukan dimana enzim yang

diserap dapat bocor dari pembawa selama pemanfaatan karena gaya ikat antara

protein enzim dan pembawah lemah.

B. Metode pengikatan ionik

Berdasarkan pada pengikatan ionik dari protein enzim pada pembawa yang

tidak larut dalam air yang mengandung residu penukar ion. Kebocoran enzim

dari pembawa dapat terjadi dalam larutan substrat dengan kekuatan ionik yang

tinggi atau pada variasi pH.

C. Metode pengikatan kovalen

Berdasarkan pada pengikatan enzim dan pembawa yang tidak larut dalam air

dengan ikatan kovalen. Dalam metode ini diperlukan kondisi reaksi yang sulit

dan biasanya tidak dalam keadaan kamar. Dan dalam beberapa keadaan,ikatan

kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim yang

mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.

2. Metode ikat silang

Metode ikatan silang berdasarkan pembentukan ikatan kimia, seperti dalam

metode ikat kovalen, namun pembawa yang tidak larut dalam air tidak digunakan

(36)

intermolekular diantara molekul enzim dengan penambahan reagen bi- atau

multifungsional.

Gambar 6. Metode ikat silang

3. Metode penjebakan

Metode penjebakan ini berdasarkan pada pengikatan enzim pada kisi-kisi matrik

polimer atau menutupi enzim dengan membran semipermiabel dan dibagi menjadi

tipe kisi dan tipe mikrokapsul.

A. Tipe kisi ( lattice type )

Metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim dalam bidang batas

(interstitial spaces) dari suatu ikat silang polimer yang tidak larut dalam air

sebagai contoh diantara gel matrik.

Gambar 7. Metode penjebakan tipe kisi

B. Tipe mikrokapsul

Tipe penjebakan mikrokapsul meliputi pelingkupan enzim dengan membran

polimer semipermiabel. Enzim mikrokapsul secara umum mempunyai

diameter 1-100 µm.

(37)

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

1. Gelas Beaker pyrex

2. Gelas ukur pyrex

3. Labu takar pyrex

4. Tabung reaksi pyrex

5. Pipet tetes

6. Spatula

7. Corong pyrex

8. Termometer 210o

9. Rak tabung reaksi

C Fissons

10.Magnetik bar Scienceware

11.Kertas saring

12.Oven Vacum Elphor

13.Inkubator Gallenkamp

14.Neraca analitis Mettler Toledo

15.Indikator universal Merck

16.Spektrofotometer UV-VIS Shimadju

17.Cawan Petridis pyrex

18.Pipet takar pyrex

3.2. Bahan-bahan

1. Kappa karaginan Teknis

2. Kitosan Teknis

3. Getah pepaya ( Carica papaya L )

(38)

5. Kasein p.a. E. Merck

6. Akuades

7. Asam trikloroasetat p.a. E. Merck

8. L-Tyrosin p.a. E. Merck

9. Asam asetat glassial p.a. E. Merck

10.HCl(p)

11.KCl

p.a. E. Merck

(s)

12.NaOH

p.a. E. Merck

(s)

13.CuSO

p.a. E. Merck

4.5H2O(s)

14.K-Na-Tartrat

p.a. E. Merck

(s)

15.KI

p.a. E. Merck

(s)

16.Bovin Serum Albumin ( BSA ) p.a. E. Merck p.a. E. Merck

17.NaH2PO4.H2

18.Na

O p.a. E. Merck

(39)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.1.1. Larutan Induk Standar Tyrosin 1000 mg/L

Ditimbang 1 g tyrosin dan ditambahkan HCl 1 N sedikit demi sedikit hingga

larut kemudian dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan diencerkan dengan

akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan. Diperoleh larutan induk standar

tyrosin 1000 mg/L.

3.3.1.2. Larutan Standar Tyrosin 100 mg/L

Dipipet 100 mL larutan induk standar tyrosin 1000 mg/L dan dimasukkan

kedalam labu takar 1000 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

dan dihomogenkan. Diperoleh larutan standar tyrosin 100 mg/L.

3.3.1.3. Larutan Seri Standar Tyrosin

Dibuat konsentrasi larutan seri standar tyrosin bervariasi

10;20;30;40;50;60;70;80;90 mg/L. Masing-masing dipipet sebanyak 2,5 ; 5 ; 7,5 ; 10 ;

12,5 ; 15 ; 17,5 ; 20 ; 22,5 mL larutan standar 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu

takar 25 mL kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan

dihomogenkan.

3.3.1.4. Larutan Kasein 1%

Dilarutkan 1 g kasein dengan buffer phosfat pH 7 kemudian dimasukkan ke

dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.5. Larutan Asam Trikloroasetat 30%

Dilarutkan 30 g asam trikloroasetat dengan akuades kemudian dimasukkan ke

dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.6. Larutan Buffer Phosfat Larutan A : Larutan NaH2PO4.H2

Larutan B : Larutan Na

O ( 3,174 g dalam 100 mL akuades )

(40)

X mL Larutan A + Y mL Larutan B, dimasukkan kedalam labu takar 25 mL dan

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

pH X Y

Tabel 2. Pembuatan Larutan Buffer Phosfat pH 6-8

3.3.1.7. Larutan Crude Enzim Papain 1%

Dilarutkan 1 g crude enzim papain dengan buffer phosfat pH 7 kemudian

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.8. Larutan Alkohol 92%

Dimasukkan 96 mL alkohol 96% dalam labu takar 100 mL kemudian

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.9. Larutan CH3

Dimasukkan 0,57 mL CH COOH 0,1N

3COOH glassial dalam labu takar 100 mL kemudian

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.10. Larutan CH3

Dimasukkan 0,1 mL CH COOH 0,1%

3COOH glassial dalam labu takar 100 mL kemudian

diencerkan dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.11. Larutan NaOH 0,1N

Dilarutkan 0,4 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL dan diencerkan sampai garis tanda.

3.3.1.12. Larutan NaOH 0,2N

Dilarutkan 2 g NaOH dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu

(41)

3.3.1.13. Larutan HCl 1N

Dilarutkan 8,33 mL HCl(p) dalam labu takar 100 mL kemudian diencerkan

dengan akuades sampai garis tanda.

3.3.1.14. Pereaksi Biuret

Dilarutkan 3 g CuSO4.5H2O dan 9 g Na-K-Tartrat dengan NaOH 0,2 N

kemudian dimasukkan kedalam labu takar 500 mL dan diencerkan sampai garis tanda,

kemudian ditambahkan 5 g KI dan dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL dan

diencerkan dengan NaOH 0,2 N sampai garis tanda.

3.3.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin 3.3.2.1. Penentuan λmaks

Diambil larutan seri standar tyrosin 10 mg/L dan diukur λ

Larutan Standar Tyrosin

maks dengan melihat

spectrum puncak serapan maksimum tyrosin kemudian dilakukan pemeriksaan peak

spectrum tyrosin dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum.

3.3.2.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Tyrosin

Dinolkan absorbansinya dengan blanko akuades. Masing-masing larutan seri

standar tyrosin 0;10;20;30;40;50;60;70;80;90 mg/L diukur absorbansinya pada λmaks

274 nm lalu diplotkan konsentrasi dan absorbansi larutan seri standar

3.3.3. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret 3.3. 3.1. Penentuan λmaks

Diambil salah satu konsentrasi larutan standar BSA dan diukur λ

Larutan BSA

maks dengan

melihat spectrum puncak serapan maksimum BSA kemudian dilakukan pemeriksaan

peak spectrum BSA dan diperoleh λmaks pada absorbansi maksimum.

3.3.3.2. Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan BSA

Dinolkan absorbansinya dengan blanko akuades. Dipipet masing-masing

0;0,1;0,2;0,4;0,6;0,8;1 mL larutan standar BSA dan ditambahkan masing-masing

akuades hingga volume total masing-masing menjadi 4 ml kemudian ditambahkan

masing-masing 6 ml pereaksi biuret, diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm lalu

(42)

3.3.4. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L )

Digores buah pepaya Bangkok muda dengan pisau dan ditampung getah buah

pepaya tersebut dalam gelas beaker.

3.3.5. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L ) Sebanyak 7 ml getah buah pepaya ( 26,9685 g ) dimasukkan kedalam gelas

beaker 100 mL, kemudian ditambahkan alkohol 92% sebanyak lima kali dari volume

getah buah pepaya dan diisimpan pada suhu 10oC selama 1 malam kemudian disaring.

Dikeringkan residunya dalam oven vakum pada suhu 40oC sampai berat konstan.

3.3.6. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret

Dipipet 1 mL larutan crude enzim papain 1% dan dimasukkan kedalam gelas

beaker 100 mL dan ditambahkan akuades hingga volume total adalah 4 ml,

ditambahkan 6 ml Pereaksi Biuret dan didiamkan selama 16 menit pada suhu kamar,

dan diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm.

3.3.7. Imobilisasi Crude Enzim Papain

3.3.7.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan

Disediakan 2 gelas beaker, Dalam gelas beaker I dimasukkan sebanyak 0,6 g

Kappa karagenan dan dilarutkan dengan 20 mL akuades, kemudian dipanaskan pada

suhu 70oC sambil diaduk. Kemudian didiamkan hingga suhu 50oC. Dalam gelas

beaker II dimasukkan sebanyak 0,3 g crude enzim papain dan dilarutkan dengan 10

mL buffer phosfat pH 7 dan diaduk. Dicampurkan larutan Kappa karagenan kedalam

larutan crude enzim papain dan dibiarkan dingin pada suhu kamar, kemudian

ditambahkan 10 ml KCl 0,3M dan disimpan pada suhu 10oC selama 1 malam,

dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm dan dicuci dengan akuaes. Kemudian

larutannya diuji dengan metode Biuret.

3.3.7.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan dan Kitosan Disediakan 2 gelas beaker, Dalam gelas beaker I dimasukkan sebanyak 0,9 g

Kappa karaginan dan dilarutkan dengan 30 mL akuades, kemudian dipanaskan pada

suhu 70oC. Kemudian didiamkan hingga suhu 50oC. Dalam gelas beaker II

(43)

dan diaduk kemudian ditambahkan larutan yang berisi 0,3 g crude enzim papain yang

telah dilarutkan dalam 10 mL buffer phosfat pH 7 dan diaduk. Dicampurkan larutan

Kappa karaginan kedalam larutan kitosan-crude enzim papain dan dibiarkan dingin

pada suhu kamar, kemudian ditambahkan 10 ml KCl 0,3M dan disimpan pada suhu

10oC selama 1 malam, dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm dan dicuci dengan

akuaes. Kemudian larutannya diuji dengan metode Biuret.

3.3.8. Penetuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi

Dipipet 1 mL larutan hasil pencucian crude enzim papain terimobil dan

dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan ditambahkan akuades hingga volume

total adalah 4 ml, ditambahkan 6 ml Pereaksi Biuret dan didiamkan selama 16 menit

pada suhu kamar, dan diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm.

3.3.9. Pengujian Suhu dan pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain

3.4.9.1. Pengujian Suhu Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 6 buah gelas

beaker 100 mL dan ditambahkan masing-masing 1 mL crude enzim papain 1% dan

ditambahkan masing 16 mL buffer phosfat pH 7 dan diinkubasi

masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu 45,50,55,60,65,70oC selama 20 menit.

Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi

kembali masing-masing gelas beaker dengan variasi suhu yang sama selama 20 menit

dan disaring.Kemudian masing-masing filtratnya diukur absorbansinya pada λmaks

274 nm.

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa

karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude

enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa

karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi

(44)

3.3.9.2. Pengujian pH Optimum Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan masing-masing kedalam 5 buah gelas

beaker 100 mL dan ditambahkan masing-masing 1 mL crude enzim papain 1% dan

ditambahkan masing-masing 16 mL buffer phosfat dengan variasi pH 6 ; 6,5 ; 7 ; 7,5

;8 untuk masing-masing gelas beaker dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit.

Kemudian ditambahkan masing-masing 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi

kembali pada suhu 55oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian masing-masing

filtratnya diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm.

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa

karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude

enzim papain terimobil dengan kappa karagenan

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa

karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi

2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan

3.3.10. Pengujian Aktivitas Crude Enzim Papain Bebas dan Terimobil Pada Suhu dan pH Optimumnya

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan

ditambahkan 1 mL crude enzim papain 1% dan ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH

7 dan diinkubasi pada suhu 55oC selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam

trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali pada suhu 55oC selama 20 menit dan

disaring. Kemudian filtratnya diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm.

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa

karagenan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi 1,22 g crude

enzim papain terimobil dengan kappa karagenan ( suhu 60, pH 6,5 )

* Dilakukan perlakuan yang sama untuk crude enzim papain terimobil dengan kappa

karagenan dan kitosan dengan mengganti 1 ml crude enzim papain 1% menjadi

2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan kitosan (suhu 65,

(45)

3.3.11. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Pada Pemakaian Berulang

3.3.11.1. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa karagenan Pada Pemakaian Berulang

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan

ditambahkan 1,22 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan

ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 6,5 dan diinkubasi pada suhu 60oC selama 20

menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan diinkubasi kembali

pada suhu 60oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian filtratnya diukur

absorbansinya pada λmaks 274 nm. Kemudian dipisahkan crude enzim papain terimobil dari endapan protein dalam residu tadi dan dimasukkan dalam KCl 0,3M dan

disimpan pada suhu 10oC dan 25oC. Kemudian crude enzim papain terimobil tersebut

digunakan kembali untuk uji aktivitas yang ke-2,3,4, dan 5.

3.3.11.2. Pengujian Stabilitas Crude Enzim Papain Terimobil Dengan Kappa karagenan dan Kitosan Pada Pemakaian Berulang

Sebanyak 1 mL kasein 1% dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL dan

ditambahkan 2,0869 g crude enzim papain terimobil dengan kappa karagenan dan

kitosan dan ditambahkan 16 mL buffer phosfat pH 7 dan diinkubasi pada suhu 65oC

selama 20 menit. Kemudian ditambahkan 2 mL asam trikloroasetat 30% dan

diinkubasi kembali pada suhu 65oC selama 20 menit dan disaring. Kemudian filtratnya

diukur absorbansinya pada λmaks 274 nm. Kemudian dipisahkan crude enzim papain terimobil dari endapan protein dalam residu tadi dan dimasukkan dalam KCl 0,3M

dan disimpan pada suhu 10oC dan 25oC. Kemudian crude enzim papain terimobil

tersebut digunakan kembali untuk uji aktivitas yang ke-2,3,4, dan 5 dengan selang

(46)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi Tyrosin

Ditambahkan HCl 1 N sedikit demi sedikit

hingga larut

Dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL

Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda

Dipipet 100 mL

Dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL

Diencerkan dengan akuades hingga garis tanda

Dipipet 2,5 mL Dipipet masing – masing

Dimasukkan dalam labu 2,5;5;7,5;10;12,5;15;17,5;20;

takar 25 mL 22,5 mL

Diencerkan dengan akuades Dimasukkan dalam labu takar

hingga garis tanda 25 mL

Diukur absorbansinya Diencerkan dengan akuades

hingga garis tanda

Diukur absorbansinya pada

λmaks 274 nm

1 g Tyrosin

Kurva kalibrasi Tyrosin 1000 mg/L

Tyrosin 100 mg/L

(47)

3.4.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Bovin Serum Albumin ( BSA ) Metode Biuret

Dipipet sebanyak 0;0,1;0,2;0,4;0,6;0,8;1 mL dan

dimasukkan kedalam tabung reaksi

Ditambahkan akuades hingga volume total

masing-masing tabung reaksi menjadi 4 mL

Ditambahkan masing-masing 6 mL pereaksi

biuret

Diukur absorbansi Diukur absorbansinya

salah satu konsentrasi BSA pada λmaks

549 nm

3.4.3. Preparasi Sampel Getah Buah Pepaya ( Carica papaya L )

Digores dengan pisau

Ditampung getah buah pepaya dalam gelas

beaker Larutan BSA 5 mg/ml

Kurva kalibrasi Larutan ungu

λmaks = 549 nm

Hasil

(48)

3.4.4. Isolasi Crude Enzim Papain dari Getah Buah Pepaya (Carica papaya L)

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL

Ditambahkan alkohol 92% sebanyak lima kali

dari volume getah pepaya

Disimpan pada suhu 10o

Disaring

C selama 1 malam

Dikeringkan dalam oven vakum pada

Suhu 40oC sampai berat konstan

3.4.5. Penentuan Kadar Protein Crude Enzim Papain Metode Biuret

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL

Ditambahkan akuades hingga volume total

adalah 4 mL

Ditambahkan 6 mL pereaksi Biuret

Dibiarkan selama 16 menit pada suhu kamar

Diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm 7 ml getah buah pepaya ( 26,9685 g )

Residu Filtrat

Crude Enzim Papain ( 4,3171 g )

Hasil

(49)

3.4.6. Imobilisasi Crude Enzim Papain

3.4.6.1. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan

Dimasukkan kedalam gelas Dimasukkan kedalam

beaker 100 mL gelas beaker 100 mL

Ditambahkan 20 mL akuades Ditambahkan 10 mL

Dipanaskan pada suhu 70o

sambil diaduk Diaduk

C buffer phosfat pH 7

Didiamkan hingga suhu menjadi

50oC

Dicampurkan larutan kappa karagenan dan crude

enzim papain

Diaduk

Dituangkan ke cawan Petridis

Dibiarkan dingin pada suhu kamar

Ditambahkan larutan 10 ml KCl 0,3M

Disimpan pada suhu 10o

Dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm C selama 1 malam

Dicuci dengan akuades

Diuji kadar protein

bebasnya dengan metode

Biuret

0,6 g Kappa karagenan 0,3 g Crude enzim papain

Hasil

(50)

3.4.6.2. Imobilisasi Crude Enzim Papain Dengan Kappa karagenan dan Kitosan

Dimasukkan kedalam gelas Dimasukkan kedalam

beaker 100 mL gelas beaker 100 mL

Ditambahkan 30 mL akuades Ditambahkan 10 mL

Dipanaskan pada suhu 70o

sambil diaduk Ditambahkan larutan yang

C Asam asetat 0,1%

Didiamkan hingga suhu berisi 0,3 g crude enzim

menjadi 50o

Diaduk

C papain yang telah

dilarutkan dalam 10 mL

buffer phosfat pH 7

Dicampurkan larutan kappa karagenan dan

kitosan-crude enzim papain

Diaduk

Dituangkan ke cawan Petridis

Dibiarkan dingin pada suhu kamar

Ditambahkan 10 ml larutan KCl 0,3M

Disimpan pada suhu 10o

Dipotong-potong dengan ukuran 5x5x5 mm C selama 1 malam

Dicuci dengan akuades

Diuji kadar protein

bebasnya dengan metode

Biuret

0,9 g Kappa karagenan 0,3 g Kitosan

Hasil

(51)

3.4.7. Penetuan Kadar Crude Enzim Papain Yang Tidak Terimobilisasi

Dimasukkan kedalam gelas beaker 100 mL

Ditambahkan akuades hingga volume total

adalah 4 mL

Ditambahkan 6 mL pereaksi Biuret

Dibiarkan selama 16 menit pada suhu kamar

Diukur absorbansinya pada λmaks 549 nm

Hasil

Gambar

Tabel 1. Penggolongan enzim secara internasional berdasarkan reaksi yang dikatalisisnya
Gambar 1. Struktur Kitosan
Gambar 3. Iota karagenan
Tabel 2. Pembuatan Larutan Buffer Phosfat pH 6-8
+7

Referensi

Dokumen terkait

PENAMBAHAN NATRIUM, BISULFIT PADA KUALITAS ENZIM PAPAIN DARI GETAH PEPAYA..

Pengaruh variasi jumlah serbuk getah pepaya (Carica papaya L.) terhadap karakteristik mikropartikel natrium alginat yang mengandung serbuk getah pepaya yang dipreparasi dengan

Telah dilakukan penelitian uji antibakteri getah pepaya ( Carica papaya L.) dan getah jarak ( Jatropha curcas L.) terhadap pertumbuhan bakteri patogen pada air

Konsentrasi Natrium Klorida (NaCl) dan Lama Perendaman Buffer Fosfat Terhadap Perolehan Crude Papain Dari Daun Papain (Carica Papaya, L.)”, berdasarkan hasil

Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah pepaya, baik dalam buah, batang dan daunnya, sebagai enzim yang berkemampuan memecahkan molekul

GETAH BUAH PEPAYA ( Carica papaya L.) TERHADAP IKAN NILA (Oreochromis

Kandungan kimia dalam buah pepaya (Carica papaya L.) adalah papain yang terdapat dalam getah buah pepaya, yaitu suatu senyawa yang dapat mempercoklat daya cerna pepsin

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ekstrak kasar papain dari daun pepaya (Carica papaya L.) yang meliputi suhu dan pH optimum, pengaruh EDTA