PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH
MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH
MENURUT HUKUM ISLAM
TESIS
Oleh:
RIDWAN BASYIR
087011099/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH
MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH
MENURUT HUKUM ISLAM
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
RIDWAN BASYIR
087011099/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK
SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG
PEMBANTU MEULABOH MENURUT HUKUM ISLAM
Nama Mahasiswa : Ridwan Basyir
NIM : 087011099
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A) Ketua
(Prof. Dr. Sunarmi, S.H.M.Hum) (Prof.Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum
Magister Kenotariatan
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, S.H.M.Hum)
Telah diuji Pada
Tanggal : 1 April 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum
2. Prof.Dr. Tan Kamello, S.H., M.S
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Ridwan Basyir
NIM : 087011099
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK
SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU
MEULABOH MENURUT HUKUM ISLAM
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apa pun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak mana pun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan, Juli 2011
Yang membuat Pernyataan
Nama : Ridwan Basyir
ABSTRAK
Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menyalurkan pinjaman dana bagi masyarakat. Pinjaman yang diberikan oleh perbankan yaitu dengan sistem bunga. Hal ini tidak terlepas dari tujuan lembaga keuangan perbankan tersebut yaitu memperoleh keuntungan. Indonesia merupakan negara mayoritas muslim, dan dalam aktivitas perekonomian membutuhkan sistem yang berlandaskan pada ketentuan syariat Islam. PT. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu lembaga keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu produk pembiayaan pada Bank syariah adalah pelayanan jasa gadai emas BSM dengan sistem syariah. Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh dan bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena metode yang digunakan untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian menghubungkan dengan keadaan atau fenomena dalam praktek. Jenis penelitian yang diterapkan ialah yuridis normatif sebagai pendekatan masalah dengan melihat hubungan antara pelaksanaan gadai pada PT. Bank Syariah Mandiri, serta menganalisis dengan ketentuan berdasarkan hukum Islam, yang telah menjadi acuan dari berbagai kepentingan yang berhubungan dengan gadai syariah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa gadai emas pada BSM dilaksanakan oleh nasabah untuk memperoleh pinjaman dana dari Bank dengan cara menggadaikan benda jaminan berupa emas. Pelunasannya dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus atau dengan cicilan selama jangka waktu yang telah ditentukan oleh Bank. Apabila nasabah tidak dapat melunasi utangnya, maka pihak Bank akan melakukan penjualan/mengeksekusi barang jaminan untuk melunasi utang nasabah tersebut. Ditinjau menurut hukum Islam bahwa pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri adalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dapat dilihat dari ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, maka BSM merupakan salah satu Bank syariah yang dalam menjalankan produk usaha gadai sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam.
Dari hasil penelitian di atas dapat diberikan saran antara lain agar pelaksanaan gadai emas BSM dengan sistem syariah dapat dilaksanakan dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dalam hal penyaluran dana pinjaman kepada nasabah melalui produk gadai emas dan diharapkan penerapan sistem gadai emas BSM berdasarkan pada prinsip syariat islam dan terhindar dari praktek riba.
ABSTRACT
Banking is one of the financial institutions which functions to grant loans to public. The loans have an interest system since they are closely related to the banking as a financial institutions; that is, to gain profit. Indonesia is a country with is based on the Islamic canon law. PT Bank Syariah Mandiri (BSM) is one of the financial institutions which is based on the Islamic principles. One of its services is BSM gold pawning service which is also based on the Islamic canon law. The aim of this research was to know the implementation of the gold pawning system at the KCP (branch office) PT Bank Syariah Mandiri, Meulaboh, and to know whether there is a reletionship between gold pawning system and the Islamic prinsiples.
This research was analytical descriptive because the method used in this research was to describe, analyze, and explain the Islamic principles and the legal provision and their reletionship with what was being practiced in the field. The type of the research was judicial normative approach which was aimed to see the implementation of the gold pawning system at PT Bank Syaiah Mandiri and to analyze its reletionship with the Islamic canon law which has become the reference of various cases which dealt with syariah pawn system.
The result of the research showed that the clients who wanted to get the loan from the BSM through gold pawning system had to pawn their gold collaterals. They could pay off their loans or by installment system the bank would the period of the installment. The bank would foreclose or sell the collaterals if the client could not pay off their loans at the required time. Viewed from the Islamic canon law, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is valid. According to Syariah Banking Law, Bank Syariah runs its business which is based on syariah principles; therefore, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is in accordance with the Islamic canon law.
It was recommended that in the gold pawning system, the management of PT Bank Syariah Mandiri should facilitate the loan system to its client and comply with the Islamic principles in its implementation so that the practice of usury can be avoided.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia
Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan dari penulisan tesis ini guna memenuhi salah satu syarat akademik dalam
menyelesaikan program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., MS., CN., selaku Ketua Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
sekaligus penguji yang telah memberikan dukungan, semangat, dan masukan
kepada penulis;
4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Sekretaris Program
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, M.A., selaku Ketua komisi pembimbing
yang selalu memberi semangat, arahan serta kritik yang membangun kepada
penulis;
6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H, M.Hum., selaku pembimbing yang selalu memberi
arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;
7. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H. MS., selaku pembimbing yang selalu
memberi arahan serta kritik yang membangun kepada penulis;
8. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
9. Seluruh Staf Pegawai Administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, selaku para pihak yang selalu membantu
selama penulis menyelesaikan urusan besar dan urusan kecil yang berhubungan
dengan perkuliahan.
10.Ayahanda Ir. H. Imran Usman dan Ibunda Hj. Nurmalawati, selaku orang
tua terbaik yang selalu mendoakan penulis, sabar, tulus, ikhlas, dan tabah dalam
segala hal dari dulu, sekarang, esok, dan selamanya menjadi bagian terindah
dalam hidup penulis;
11.Abang (Fadhlul Rahman), Kakak (Hafidhah Kausar, S.T), dan Adik (Badriah Munira, S.T), yang telah menjadi motivasi untuk menyelesaikan studi
12.Rekan-rekan satu angkatan 2008 pada Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan
moral maupun material kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini;
13.Dan pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
membantu memberikan data informasi sehingga dapat digunakan dalam penulisan
dan penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan baik dari segi penulisan maupun substansi yang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun demi penyempurnaan penulisan tesis ini.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini dapat
bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.
Amien Ya Rabbal ‘Alamin
Medan, Maret 2011
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Ridwan Basyir
Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh/17 Juli 1982
Alamat : Jl. Prada Utama lr. Kepala No. 4, Lam Gugob
Banda Aceh
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
II. DATA ORANG TUA
Nama Ayah : Ir. H. Imran Usman
Nama Ibu : Hj. Nurmalawati
III. PENDIDIKAN
1. SD : MIN Blang Paseh, Sigli, Kab. Pidie
(Tamat Tahun 1994)
2. SLTP : MTs Jeumala Amal, Loeeng Poetoe, Kab. Pidie
(Tamat Tahun 1997)
3. SLTA : SMA Negeri 3 Banda Aceh
(Tamat Tahun 2000)
4. S-1 : Fakultas Hukum UNSYIAH, Banda Aceh
(Tamat Tahun 2007)
5. S-2 : Magiter Kenotariatan USU, Medan
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian ... 14
F. Kerangka Teori dan konsepsi ... 15
1. Kerangka Teori ... 15
2. Konsepsi ... 20
G. Metode Penelitian ... 22
1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 22
2. Teknik Pengumpulan Data ... 23
3. Lokasi Penelitian ... 24
4. Sumber Data ... 24
5. Alat Pengumpulan Data ... 25
BAB II PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH
A. Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 27
B. Perjanjian (akad) Gadai Emas Pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 43
C. Upaya Penyelesaian Masalah Gadai Emas Pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 46
D. Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Pelaksanaan Gadai Emas Pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh ... 54
BAB III TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH
A. Gadai (Rahn) Menurut Hukum Islam ... 58
B. Perjanjian (akad) Gadai (Rahn) dalam Hukum Islam ... 71
C. Upaya Penyelesaian Masalah Gadai (Rahn) Menurut Hukum Islam ... 89
D. Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Gadai (Rahn) Menurut Hukum Islam ... 97
E. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh ... 99
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 103
ABSTRAK
Perbankan merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menyalurkan pinjaman dana bagi masyarakat. Pinjaman yang diberikan oleh perbankan yaitu dengan sistem bunga. Hal ini tidak terlepas dari tujuan lembaga keuangan perbankan tersebut yaitu memperoleh keuntungan. Indonesia merupakan negara mayoritas muslim, dan dalam aktivitas perekonomian membutuhkan sistem yang berlandaskan pada ketentuan syariat Islam. PT. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu lembaga keuangan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam. Salah satu produk pembiayaan pada Bank syariah adalah pelayanan jasa gadai emas BSM dengan sistem syariah. Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimana pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh dan bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh.
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis karena metode yang digunakan untuk menggambarkan, menelaah dan menjelaskan ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian menghubungkan dengan keadaan atau fenomena dalam praktek. Jenis penelitian yang diterapkan ialah yuridis normatif sebagai pendekatan masalah dengan melihat hubungan antara pelaksanaan gadai pada PT. Bank Syariah Mandiri, serta menganalisis dengan ketentuan berdasarkan hukum Islam, yang telah menjadi acuan dari berbagai kepentingan yang berhubungan dengan gadai syariah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa gadai emas pada BSM dilaksanakan oleh nasabah untuk memperoleh pinjaman dana dari Bank dengan cara menggadaikan benda jaminan berupa emas. Pelunasannya dapat dilakukan dengan cara membayar sekaligus atau dengan cicilan selama jangka waktu yang telah ditentukan oleh Bank. Apabila nasabah tidak dapat melunasi utangnya, maka pihak Bank akan melakukan penjualan/mengeksekusi barang jaminan untuk melunasi utang nasabah tersebut. Ditinjau menurut hukum Islam bahwa pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri adalah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dapat dilihat dari ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah, maka BSM merupakan salah satu Bank syariah yang dalam menjalankan produk usaha gadai sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam.
Dari hasil penelitian di atas dapat diberikan saran antara lain agar pelaksanaan gadai emas BSM dengan sistem syariah dapat dilaksanakan dengan prosedur yang tidak berbelit-belit dalam hal penyaluran dana pinjaman kepada nasabah melalui produk gadai emas dan diharapkan penerapan sistem gadai emas BSM berdasarkan pada prinsip syariat islam dan terhindar dari praktek riba.
ABSTRACT
Banking is one of the financial institutions which functions to grant loans to public. The loans have an interest system since they are closely related to the banking as a financial institutions; that is, to gain profit. Indonesia is a country with is based on the Islamic canon law. PT Bank Syariah Mandiri (BSM) is one of the financial institutions which is based on the Islamic principles. One of its services is BSM gold pawning service which is also based on the Islamic canon law. The aim of this research was to know the implementation of the gold pawning system at the KCP (branch office) PT Bank Syariah Mandiri, Meulaboh, and to know whether there is a reletionship between gold pawning system and the Islamic prinsiples.
This research was analytical descriptive because the method used in this research was to describe, analyze, and explain the Islamic principles and the legal provision and their reletionship with what was being practiced in the field. The type of the research was judicial normative approach which was aimed to see the implementation of the gold pawning system at PT Bank Syaiah Mandiri and to analyze its reletionship with the Islamic canon law which has become the reference of various cases which dealt with syariah pawn system.
The result of the research showed that the clients who wanted to get the loan from the BSM through gold pawning system had to pawn their gold collaterals. They could pay off their loans or by installment system the bank would the period of the installment. The bank would foreclose or sell the collaterals if the client could not pay off their loans at the required time. Viewed from the Islamic canon law, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is valid. According to Syariah Banking Law, Bank Syariah runs its business which is based on syariah principles; therefore, the gold pawning system at PT Bank Syariah Mandiri is in accordance with the Islamic canon law.
It was recommended that in the gold pawning system, the management of PT Bank Syariah Mandiri should facilitate the loan system to its client and comply with the Islamic principles in its implementation so that the practice of usury can be avoided.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan sangat ditentukan partisipasi dan kerjasama yang
baik, antara pihak pemerintah, pengusaha (swasta) dan masyarakat. Masyarakat dapat
berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi, tetapi seringkali dihadapkan pada
masalah dana, baik untuk kebutuhan konsumtif maupun kebutuhan produktif.
Kebutuhan konsumtif, misalnya anak sakit, uang sekolah, biaya kematian. Kebutuhan
produktif, misalnya membeli pupuk/bibit (untuk petani), modal usaha atau
memanfaatkan kesempatan usaha (untuk pedagang), beli bahan baku (untuk industri),
dan masih banyak lagi.1
Kegiatan pinjam-meminjam berupa uang telah lama beredar dan dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Pada zaman dahulu, jika memerlukan pinjaman uang
kebanyakan masyarakat mendatangi lintah darat atau yang biasa dikenal dengan
rentenir dengan memberikan harta benda yang mereka miliki sebagai jaminan, serta
membayar bunga yang sangat tinggi (melampaui batas kewajaran). Sehingga tujuan
mereka yang semula untuk mengatasi masalah keuangan yang sedang dihadapi
akhirnya justru menimbulkan masalah yang baru, sebab disamping harus membayar
uang pokok pinjaman, mereka juga harus membayar bunga uang pinjaman tersebut.2
1 Iin Endang Mardiani, Analisis Faktor Penentu Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah,
Tesis Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta:1994, hal. 34
2 Esther Million, Tugas dan Fungsi Pegadaian Sebagai Lembaga Pembiayaan Dalam
Pemerintah memberikan solusi dengan membentuk lembaga yang dapat
memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan bunga yang sepantasnya seperti
misalnya lembaga keuangan perbankan yang sudah banyak meorientasikan
bidang/kegiatan usahanya dibidang perkreditan. Tetapi ruang lingkup perkreditan
pada bank ini kebanyakan hanya dinikmati oleh masyarakat golongan ekonomi
menengah ke atas. Hal ini tidak terlepas dari tujuan lembaga keuangan perbankan
yang dalam memberikan kredit tersebut tentunya menginginkan adanya keuntungan.
Keuntungan ini diperoleh pihak bank melalui penerapan suku bunga yang relatif
tinggi, yang tentunya hanya mampu dipenuhi oleh masyarakat ekonomi menengah
keatas.3 Di samping itu, untuk melakukan pinjaman melalui lembaga keuangan
perbankan ada kalanya melalui sistem birokrasi yang panjang dan rumit serta harus
melakukan koordinasi dengan berbagai instansi lainnya, seperti Notaris, PPAT,
Kantor Badan Pertanahan, dan berbagai instansi lainnya.4
Untuk menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi, segala potensi, inisiatif
dan kreasi masyarakat dikerahkan dan dikembangkan menjadi suatu kekuatan riil
bagi peningkatan kemakmuran rakyat, pembinaan dan pengawasan perbankan serta
landasan gerak perbankan didasarkan kepada ketentuan Undang-Undang perbankan
yang selalu dikembangkan dan disempurnakan dari mulai Undang-Undang Nomor 14
tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, kemudian menjadi Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 yang disempurnakan lagi menjadi Undang-Undang Nomor 10
tahun 1998 tentang perbankan yang sampai sekarang masih berlaku. Dalam
3 Ibid.
4 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia ,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
undang tersebut belum diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah, kemudian
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah
yang mengatur secara khusus mengenai perbankan yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 1 angka 12
UUPS yang berbunyi sebagai berikut:
“Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah.”5
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syariah, maka Bank Indonesia tetap sebagai pemegang otoritas perbankan
dengan mengeluarkan beberapa ketentuan berkaitan dengan perbankan syariah,
ketentuan itu antara lain:
1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tertanggal 14 Oktober 2004
Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Berdasarkan Prinsip Syariah.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang
Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan kantor Bank berdasarkan Prinsip
Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, perkembangan
lembaga perbankan syariah cukup pesat. Demikian pula lembaga keuangan lain, juga
sudah membuka unit syariah, seperti berbagai maskapai asuransi syariah,
5
penggadaian syariah, reksadana syariah, serta berbagai perusahaan besar
mengeluarkan obligasi syariah guna mencari dana bagi usaha mereka.6
Lembaga keuangan syariah sebagai bagian dari sistem ekonomi syariah,
dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan syariah.
Oleh karena itu, lembaga keuangan syariah tidak akan mungkin membiayai
usaha-usaha yang di dalamnya terkandung hal-hal yang bertentangan prinsip-prinsip
syariah, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat luas, berkaitan
dengan perbuatan mesum/asusila, perjudian, peredaran narkoba, senjata ilegal serta
proyek-proyek yang dapat merugikan syiar Islam. Untuk itu dalam struktur organisasi
lembaga keuangan syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang
bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut. Dalam
operasionalnya, lembaga keuangan syariah berada dalam koridor-koridor prinsip:7
a. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai konstribusi
dan risiko masing-masing pihak;
b. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna
dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling
bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
c. Transparansi, lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui
kondisi dananya;
6 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 58 7
d. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan
dalam masyarakat sesuai prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin.
Gadai yang ada saat ini, dalam praktiknya menunjukkan adanya beberapa hal
yang dipandang memberatkan dan mengarahkan kepada suatu persoalan riba‟ yang
dilarang oleh hukum syara’. Menurut A.A. Basyir,8 riba’ terjadi apabila dalam akad gadai ditemukan bahwa peminjam harus memberi tambahan sejumlah uang atau
persentase tertentu dari pokok utang, pada waktu membayar utang atau pada waktu
lain yang telah ditentukan penerima gadai. Hal ini lebih sering disebut juga dengan
„bunga gadai‟, yang pembayarannya dilakukan setiap 15 hari sekali. Sebab apabila
pembayarannya terlambat sehari saja, maka nasabah harus membayar 2 kali lipat dari
kewajibannya, karena perhitungannya sehari sama dengan 15 hari. Hal ini jelas
merugikan pihak nasabah, karena ia harus menambahkan sejumlah uang tertentu
untuk melunasi hutangnya. Padahal biasanya orang yang menggadaikan barang itu
untuk kebutuhan konsumtif. Namun, apabila dilihat dari segi komersiil pihak
Pegadaian dirugikan, misalnya karena inflasi, atau pelunasan yang tidak tepat waktu,
sementara barang jaminan tidak laku dijual.9 Karena itu aktivitas akad gadai dalam
Islam, tidak dibenarkan adanya praktik pemungutan bunga karena dilarang syara’, dan pihak yang terbebani merasa dianiaya dan tertekan, karena selain harus susah
payah mengembalikan hutangnya, penggadai juga masih berkewajiban untuk
membayar bunganya.
8 A.A. Basyir, Hukum Islam tentang Riba; Utang-Piutang Gadai, Al-Maarif, Bandung , 1983,
hal. 55.
9
Menurut Muhammad Akram Khan, bahwa pinjaman itu sebagai bagian dari
faktor produksi dan memiliki potensi untuk berkembang dan menciptakan nilai, serta
juga menciptakan adanya kerugian. Oleh karena itu, apabila menuntut adanya
pengembalian yang pasti sebagai balasan uang (sebagai modal), maka yang demikian
itu dapat dianggap bunga dan itu sama dengan riba’.10 Mengenai riba’ itu, para ulama telah berbeda pendapat. Walaupun demikian, Afzalurrahman dalam Muhammad dan
Solikhul Hadi, memberikan pedoman bahwa yang dikatakan riba’ (bunga), di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur berikut: 11
a. Kelebihan dari pokok pinjaman;
b. Kelebihan pembayaran itu sebagai imbalan tempo pembayaran; dan
c. Sejumlah tambahan itu disyaratkan dalam transaksi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Keputusan Fatwa Nomor 1 Tahun
2004 tentang Bunga (Interest/Fa’idah) berpendapat:12
1. Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada umumnya berdasarkan persentase.
2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
3. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
10 Muhmmad Akram Khan, Economic Teaching of Prophet Muhammad: A Select Anthology
of Hadith Literature on Economics, Alih Bahasa Team Bank Muamalat, Jakarta: 1996, hal. 180.
11 Muhammad dan Solikhul Hadi, Pegadaian Syariah, Salemba Diniyah, Jakarta, 2003, hal.
64.
12
4. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram, baik di lakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
5. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari‟ah dan mudah di jangkau, tidak diperbolehkan melakukan transaksi yang didasarkan kepada perhitungan bunga.
6. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan syari‟ah, diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip darurat/hajat.
Gadai syariah tidak menganut sistem bunga, namun menggunakan biaya jasa
(ijarah) sebagai penerimaan dan labanya, yang dengan pengenaan biaya jasa itu,
dapat menutupi biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya. Oleh karena itu, untuk
menghindari adanya unsur riba’ (bunga) dalam gadai syariah dalam usahanya pembentukan laba, maka gadai syariah menggunakan mekanisme yang sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah, seperti melalui akad qardhul hasan dan akad ijarah.
Menurut pendapat Muhammad Akram Khan, bahwa keberadaan gadai syariah
tidak hanya digunakan untuk fungsi komersiil (untuk mendapatkan keuntungan) saja,
tetapi juga digunakan untuk fungsi sosial juga.13 Imbalan jasa yang masih digunakan
oleh gadai yang dikenal dengan „bunga gadai‟, sangat memberatkan dan merugikan
pihak penggadai.
Hadirnya pegadaian sebuah lembaga keuangan formal di Indonesia, yang
bertugas menyalurkan pembiayaan dengan bentuk pemberian uang pinjaman kepada
masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai merupakan suatu hal yang
perlu disambut positif. Hadirnya lembaga tersebut diharapkan dapat membantu
masyarakat agar tidak terjerat dalam praktik-praktik lintah darat, ijon dan/atau
pelepas uang lainnya.
13
Lembaga pegadaian di Indonesia dewasa ini ternyata dalam prakteknya belum
dapat terlepas dari berbagai persoalan. Maka diharapkan pegadaian yang selama ini
sudah berlaku di tengah-tengah masyarakat dapat berjalan sesuai tujuan pokoknya,
serta benar-benar akan dapat berfungsi sebagai lembaga keuangan non-Bank yang
dapat memberikan Kemaslahatan sesuai yang diharapkan masyarakat.
Gadai syariah (rahn) merupakan salah satu alternatif pembiayaan dengan
bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan
berdasarkan pada prinsip syariat islam dan terhindar dari praktek riba atau
penambahan sejumlah uang atau persentase tertentu dari pokok utang pada waktu
membayar utang.
Rahn adalah Menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan
pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Secara sederhana
rahn adalah jaminan hutang atau gadai. Biasanya akad yang digunakan adalah akad
qardh wal ijarah, yaitu akad pemberian jaminan dari bank untuk nasabah yang
disertai dengan penyerahan tugas agar Bank menjaga barang jaminan yang
diserahkan.14
Dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 283 dijelaskan bahwa gadai pada
hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah, dimana sikap
menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah
SAW. dari Ummul Mu‟minin „Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana
14 H. Muhammad Nadratuzzaman Hosen, Sunarwin Kartika Setiati, Tuntunan Praktis
nampak sikap menolong antara Rasulullah SAW. dengan orang Yahudi saat
Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut. Maka pada
dasarnya, hakikat dan fungsi pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk
memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk marhun
sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan mengambil
keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.15
Sebelum Perum Pegadaian membuka unit gadai syariah, pelayanan jasa
serupa telah dimulai oleh Bank Syariah Mandiri (untuk selanjutnya disebut BSM)
dengan meluncurkan sebuah produk gadai syariah yang disebut gadai emas BSM,
pada tanggal 1 november 2001 atau bertepatan dengan ulang tahun kedua BSM.
dalam pelaksanaan gadai syariah ini, BSM menerapkan konsep transaksi (akad), yaitu
gadai sebagai prinsip dan akad sebagai tambahan terhadap produk lain, seperti dalam
pembiayaan bai' al-murabahah, yaitu (a) bank dapat menahan barang nasabah
sebagai konsekuensi dari akad yang dilakukannya. Namun bank tidak menahan
jaminan secara fisik, kecuali surat-suratnya saja (secara fiducia); (b) gadai sebagai
produk, yaitu bank dapat menerima dan menahan barang jaminan untuk pinjaman
yang diberikan dalam jangka waktu pendek.16
Gadai emas BSM ketika itu, masih menerapkan fee terhadap jumlah pinjaman
yang diberikan sebesar 4%, yang dialokasikan sebagai pendapatan yang dibagikan
kepada para deposan dan biaya administrasi bank, yang di dalamnya juga termasuk
asuransi. Pelaksanaan gadai dimaksud, mendapat reaksi dari Dewan Syariah Nasional
15 Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. Cit, hal 63.
16 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syariah; Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta:
(DSN) yang menganggapnya tidak lebih sebagai praktik bisnis ribawi dan menyalahi
prinsip dan nilai hukum islam, yang membungakan pinjaman. Oleh karena itu, mulai
bulan Juli 2002, BSM tidak lagi menerapkan praktik gadai konvensional dan
menggantinya dengan skim pembebanan biaya pada penyimpanan barang gadai
(deposit box) yang ditentukan oleh besar dan kecilnya terhadap risiko barang gadai
(marhun), bukan pada besarnya pinjaman.17
Gadai Emas BSM merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan berupa
emas dalam bentuk emas perhiasan sebagai salah satu alternatif memperoleh uang
tunai dengan cepat, aman dan mudah. Cepat dari pihak nasabah dalam mendapatkan
dana pinjaman tanpa prosedur yang panjang di bandingkan dengan produk
pembiayaan lainnya. Aman dari pihak bank, karena bank memiliki barang jaminan
yaitu emas yang bernilai tinggi dan relatif stabil bahkan nilainya cenderung
bertambah. Mudah berarti pihak nasabah dapat kembali memiliki emas yang
digadaikannya dengan mengembalikan sejumlah uang pinjaman dari bank, sedangkan
mudah dari pihak bank yaitu ketika nasabah tidak mampu mengembalikan
pinjamannya (utang) maka bank dengan mudah dapat menjualnya dengan harga yang
bersaing karena nilai emas yang stabil bahkan bertambah.
Dalam perjanjian gadai emas BSM, pihak Bank menggunakan 2 (dua) sistem
akad dalam pelaksanaan gadai (rahn), yaitu akad qardh dan akad ijarah (sewa). Akad
qardh dibuat oleh pihak Bank dengan pihak nasabah dalam hal transaksi gadai emas,
sedangkan akad ijarah (sewa) dilakukan dalam hal penyewaan tempat untuk
menyimpan barang (emas) yang digadaikan pada tempat penyimpanan barang
17
(deposit box). Pelaksanaan akad ijarah tersebut membebankan pihak nasabah untuk
memberikan imbalan jasa atau kompensasi kepada pihak Bank atas penyewaan
tempat.
Dewan Syariah Nasional dalam Fatwa No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang
Rahn emas, menyebutkan bahwa biaya atau ongkos yang ditanggung oleh penggadai
besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan. Artinya,
penggadai harus mengetahui besar rincian dan pengeluaran apa saja yang dikeluarkan
oleh bank untuk melaksanakan akad gadai, seperti biaya materai, jasa penaksiran,
formulir akad, foto copy, print out, dan lain-lain. Hal tersebut di atas yang juga
menyebabkan biaya administrasi harus dibayar di depan.18
Intinya adalah pihak bank tidak diperbolehkan untuk mengambil keuntungan
dari akad gadai syariah. Karena pada dasarnya akad gadai adalah transaksi
pinjam-meminjam (qardh) yang bersifat tabarru’ yang berarti kebaikan atau tolong menolong. Sehingga tidak diperkenankan untuk mengambil keuntungan atau manfaat
dari kegiatan pinjam-meminjam (qardh) karena sifatnya adalah tabarru’. Sedangkan biaya pemeliharaan atau penyimpanan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk
merawat barang gadaian selama jangka waktu pada akad gadai. Sesuai dengan
pendapat para jumhur ulama biaya pemeliharaan atau penyimpanan menjadi
tanggungan penggadai (rahin), karena pada dasarnya penggadai (rahin) masih
18 Royyan Ramdhani Djayusman (IAEI-UGM), Gadai Emas Syariah, diakses dari
menjadi pemilik dari barang gadaian tersebut, sehingga dia bertanggungjawab atas
seluruh biaya yang dikeluarkan dari barang gadai miliknya.19
Penggadai (rahin) menggunakan jasa bank untuk menyimpan atau
memelihara barang gadainya hingga jangka waktu gadai berakhir. Biaya
pemeliharaan/penyimpanan ataupun biaya sewa tersebut diperbolehkan oleh para
ulama dengan merujuk kepada diperbolehkannya akad ijarah. Jadi, pada dasarnya
gadai diberikan untuk menjamin suatu tagihan atau kredit, seperti yang diketahui
kredit diberikan terutama atas dasar integritas atau kepribadian debitur, kepribadian
yang menimbulkan rasa percaya pada diri kreditur bahwa debitur akan memenuhi
kewajibannya untuk melakukan pelunasan dengan baik.20
Jaminan yang diserahkan kepada pihak Bank tidak terbatas semata-mata atas
dasar integritas nasabah saja, tetapi diperlukan untuk lebih meyakinkan Bank
sekaligus menjadi pegangan bagi pihak Bank bila dikemudian hari nasabah ingkar
janji (wanprestasi).
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk membahas dan
meneliti lebih lanjut mengenai “Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah
Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh Menurut Hukum Islam”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, rumusan
masalah yag menjadi dasar pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
19 Ibid.
20 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Adithya Bakti, Bandung,
1. Bagaimanakah pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri Kantor
Cabang Pembantu Meulaboh?
2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada PT.
Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Pembantu Meulaboh
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai emas pada
PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini dapat diklasifikasikan atas manfaat teoritis dan
manfaat praktis, yaitu:
1. Secara teoretis
Hasil penelitian yang diperoleh ini diharapkan dapat memperkaya dan
memperluas kajian ilmu pengetahuan tentang hukum perjanjian, khususnya dalam
perjanjian gadai di perbankan syariah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya
kalangan dunia usaha dan instansi terkait mengenai Perjanjian Pembiayaan gadai
(rahn) emas pada BSM.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan di beberapa
perpustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, diketahui belum
ada suatu penelitian yang khusus memusatkan penelitian mengenai “Pelaksanaan
Gadai Emas pada PT. Bank Syari‟ah Mandiri Kantor Cabang Pembantu Meulaboh
Menurut Hukum Islam”, sehingga penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun penulis ada menemukan beberapa
tesis karya mahasiswa yang menyangkut masalah gadai, namun permasalahan dan
bidang kajiannya berbeda, yaitu :
- Tesis atas nama Rina Dahlina, NIM: 037011072, dengan judul Kedudukan
Gadai Syariah (Ar-rahn) dalam Sistem Perekonomian Islam (Studi di Bank
Muamalat Indonesia Cabang Medan dan BNI Unit Syariah Cabang Medan).
- Tesis atas nama Dessy Hamrina, NIM: 087011035, dengan judul Eksistensi
Parate Eksekusi dalam Perjanjian Gadai di Perum Pegadaian.
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada
metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh
teori.21
Teori adalah ungkapan mengenai hubungan kausal yang logis diantara
perubahan (Variable) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai
kerangka berpikir (Frame of Thingking) dalam memahami serta menangani
segala permasalahan yang timbul dalam bidang tersebut.22
Kerangka Teori yakni kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,
thesis si penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem), yang
bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin ia
setujui ataupun tidak setujuinya.23
Menurut pendapat Sugiyono mengenai fungsi dari kerangka teori selaras
dengan apa yang digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan
untuk menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, setara sebagai dasar untuk
memberikan jawaban sementara terhadap masalah yang diajukan.24
Teori yang dipakai dalam tesis ini adalah Teori Kepercayaan
(vertrouwenstheorie) yaitu Teori yang mengatakan bahwa kata sepakat ini terjadi
pada saat pernyataan kehendak dianggap layak diterima oleh pihak yang
menawarkan.25
21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hal.6.
22 Bintaro Tjokroamidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, Haji Masagung,
Jakarta, 1998, hal.12.
23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 24 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 1983, hal. 200 25
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Asas Kepercayaan merupakan
kemauan untuk saling mengikatkan diri dalam suatu perjanjian, membangkitkan
kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai
etis yang bersumber pada moral.26
Menurut Kasmir, kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberi kredit
bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar
diterima kembali di masa tertentu di masa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh
bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang
nasabah bank baik secara intern maupun dari ekstern. Penelitian dan penyelidikan
tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.27
Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan (Verbintenis),
sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 BW yang berbunyi : “Tiap-tiap perikatan
adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak
berbuat sesuatu”.
Subekti dalam bukunya mengenai Hukum Perjanjian menyebutkan bahwa
suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang
lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.28
Di dalam Islam, kepercayaan berarti amanah (menepati janji). Amanah
berasal dari kata a-mu-na – ya‘munu, yang artinya jujur atau dapat dipercaya.
26 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan,
Alumni, Bandung, 1983, hal. 89.
27 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya , PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001,
hal. 94
28
Secara bahasa, amanah dapat diartikan sesuatu yang dipercayakan atau
kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadi‘ah).29
Menurut Pendapat Ulama Kontemporer yaitu Mujamma‟ Fiqih Islam di
Jeddah dalam keputusan Nomor 2 daurah ke-5 yang diadakan di Kuwait periode
1-6 Jumadal Ula 1409 H memutuskan sebagai berikut:30
Menepati janji menjadi suatu keharusan bagi penjanji secara keagamaan kecuali bila ada ‘udzur (halangan). Ia harus memenuhinya dari sisi penunaian bila terkait dengan sebab dan orang yang diberi janji menghadapi kesulitan akibat janji tersebut. Pengaruh komitmen terhadap kondisi ini dapat dilakukan, baik dengan cara melaksanakan janji tersebut atau mengganti kerugian yang timbul secara langsung akibat tidak dipenuhinya janji tersebut tanpa ‘udzur.
Menurut pendapat Syaikh Asy-Syanqithi, bahwa mengingkari janji tidak
boleh sebab ia merupakan salah satu tanda kemunafikan, akan tetapi bila penjanji
menolak untuk memenuhi janjinya, maka tidak dapat dituntut hukuman apa pun
terhadapnya dan tidak harus dipaksa pula. Tetapi ia mesti diperintahkan untuk
memenuhinya, tidak dipaksa.31
Jaminan merupakan kepercayaan/keyakinan dari Bank atas kemampuan
atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan agunan
diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang
nasabah debitur.
Istilah agunan terdapat dalam Pasal 1 angka 23 Undang-undang Nomor 10
tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
29 Al-Munawwir, Kamus al-Munawir, Pustaka Progressif, Surabaya, 1997.
30 Abualbinjy, Mengenal Tanda Munafik, diakses dari http://abualbinjy.wordpress.
com/2008/03/08/hadits/, pada tanggal 20 Maret 2011.
31
Perbankan, yaitu: “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah
debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah”.
Jadi agunan merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan
adalah untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:32
1. Jaminan tambahan
2. Diserahkan oleh debitur kepada bank
3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan
Dalam Pasal 24 angka 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1967 tentang
perbankan disebutkan “Bank umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada
siapapun juga.”
Dalam Pasal 8 (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan disebutkan mengenai jaminan, yaitu:
”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai
dengan yang diperjanjikan.”
Mengingat agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit,
maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas
kemampuan debitur untuk mengembalikan hutangnya, agunan hanya dapat
32 H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia , PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
berupa barang proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan.33
Dalam Pasal 1131 KUH Perdata disebutkan bahwa segala kebendaan si
penghutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan.
Secara umum jaminan dalam hukum Islam (fiqh) dibagi menjadi dua:
jaminan yang berupa orang (personal guarancy) sering dikenal dengan istilah
kafalah dan jaminan yang berupa harta benda dikenal dengan istilah rahn.
Menurut ulama fiqh, rahn adalah menjadikan harta benda sebagai
jaminan utang, agar utang bisa dilunasi dengan jaminan tersebut, ketika si
peminjam tidak mampu melunasi utangnya. Ulama fiqh juga berpendapat bahwa
Apabila barang jaminan itu telah dikuasai oleh pemberi utang, maka akad
ar-rahn bersifat mengikat bagi kedua belah pihak. Oleh sebab itu, utang itu terkait
dengan barang jaminan, sehingga apabila utang tidak dapat dilunasi, barang
jaminan dapat dijual dan utang dibayar. Apabila dalam penjualan barang jaminan
itu ada kelebihan, maka wajib dikembalikan kepada pemiliknya.34
Dalam pelaksanaan gadai emas pada BSM KCP Meulaboh, pihak Bank
membutuhkan jaminan sebagai kepercayaan atas kemampuan atau kesanggupan
nasabahnya dalam memenuhi kewajiban dari hubungan timbal balik. Penyerahan
33 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia , Andi Offset, Yogyakarta, 2000, hal. 54 34
barang/benda yang dijadikan jaminan gadai adalah untuk melunasi utang nasabah
dan mempermudah proses eksekusi apabila dikemudian hari nasabah wanprestasi.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsepsi
adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya
baru ada dalam pikiran. “peranan konsep dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realistis”.35
Selanjutnya untuk menghindari salah pengertian dan pemahaman yang
berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian
dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut :
1. Gadai
Menurut ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata, gadai adalah hak yang diperoleh
kreditur atas suatu benda bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur
atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang, dan yang
memberikan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari benda
tersebut lebih dahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya
untuk melelang benda tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
pemeliharaan setelah benda itu digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan.
Gadai syariah (Ar-rahn) adalah suaatu jenis perjanjian untuk menahan suatu
barang sebagai tanggungan utang, yang menurut bahasa adalah barang yang
dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya
35
menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak,
tetapi dapat diambil sebagai tebusan.36
2. Gadai Emas
Gadai Emas di perbankan syariah atau disebut juga pembiayaan Rahn emas
merupakan penyerahan jaminan/hak penguasaan secara fisik atas barang
berharga berupa emas perhiasan beserta aksesorisnya kepada Bank sebagai
jaminan atas pembiayaan (qardh) yang diterima, sebagai salah satu alternatif
memperoleh uang tunai dengan cepat, aman dan mudah.
3. Bank Syari‟ah
Adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
4. Bank Syariah Mandiri (BSM)
Merupakan Bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya
pada prinsip syariah, yaitu hasil penggabungan (merger) empat bank (Bank
Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu
bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999.
Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT
Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
36
5. Kantor Cabang Pembantu (KCP)
Adalah Kantor di bawah Kantor Cabang yang kegiatan usahanya membantu
Kantor Cabang induknya.
6. Hukum Islam
Adalah keseluruhan kumpulan hukum syara’ dari berbagai satuan kaidah atau norma-norma hukum yang bersumber pokok kepada alqur-an dan hadist, dan
sumber-sumber tambahan meliputi ijma’ (konsensus), qiyas (analogi), istihsan
(kebijaksanaan hukum), kemaslahatan, ‘uruf (adat kebiasaan), sadduz-zari’ah
(tindakan preventif), istishab (kelangsungan hukum), fatwa sahabat Nabi saw.,
dan syar’u man qablana (hukum agama samawi terdahulu).
G. Metode Penelitian
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan dalam tesis ini bersifat analisis deskriptif.
Bersifat deskriptif maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh
gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan yang akan diteliti.
Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan
dilakukan analisis secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.36 Dalam
hal ini mengenai pelaksanaan gadai emas pada PT. Bank Syariah Mandiri
Kantor Cabang Pembantu Meulaboh, Aceh Barat.
36 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni,
Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada
norma-norma hukum, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.37 Artinya
penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah,
dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan
perundang-undangan yang berlaku,38 yang berkaitan dengan pelaksanaan gadai emas
pada BSM.
Metode pendekatan yuridis normatif disebut demikian karena
penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan atau penelitian dokumen
yang ditujukan atau dilakukan pada Al-quran, hadits, peraturan
perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya yang relevan dengan permasalahan
yang diteliti atau dengan perkataan lain melihat hukum dari aspek normatif
yang kemudian dihubungkan dengan data dan kebiasaan yang hidup
ditengah-tengah masyarakat.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan
konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian
pendahulu yang berhubungan dengan objek telaah penelitian ini, yang dapat
berupa peraturan perundang-undangan, dan karya ilmiah lainnya.
37 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia, Surabaya, 2006, hal. 14. 38
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Pembantu Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh.
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dari penelitian lapangan (field research)
dan penelitian kepustakaan (library research), dengan rincian:
a. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder yang
tidak diperoleh dalam penelitian kepustakaan dan data primer untuk
mendukung analisis permasalahan.
b. Penelitian Kepustakaan
Sumber-sumber data kepustakaan diperoleh dari:
1) Bahan hukum primer, yaitu: KUH Perdata, Peraturan Bank Indonesia
No. 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah,
Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah,
Fatwa DSN Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn, Fatwa DSN
Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan obyek
penelitian adalah merupakan bahan hukum primer.
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti berbagai bahan kepustakaan
dengan Perbankan Syariah yang berhubungan dengan materi
penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya
penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder, seperti berbagai hasil penelitian,
seminar, jurnal hukum yang berkaitan erat dengan BSM dari kesemua
itu dipilih asas-asas hukum, kaedah-kaedah hukum dan
ketentuan-ketentuan hukum yang mempunyai kaitan erat dengan permasalahan
yang diteliti selanjutnya disusun dalam kerangka yang sistematis guna
mempermudah dalam menganalisanya.
5. Alat Pengumpulan Data
1. Wawancara
Untuk mendukung data skunder maka diperlukan wawancara
terhadap informan.
Informan dalam hal ini adalah pimpinan dan pegawai yang
mewakili dari PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Pembantu
Meulaboh.
Sebelum dilakukan wawancara dengan informan tersebut maka
terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara. Pedoman wawancara
ini mengacu pada substansi masalah dalam penelitian. Sehingga, ketika
dilakukan wawancara bisa dapat mengetahui jawaban atas permasalahan
yang diajukan kepada informan tersebut
Yaitu membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan
menganalisis buku-buku/literatur, laporan penelitian, dokumen-dokumen
tertulis, serta sumber-sumber lainnya yang relevan.37 Seperti menganalisis
bahan kepustakaan yang berkaitan dengan perjanjian dan perikatan, bahan
yang berkaitan dengan Perbankan Syariah, berbagai hasil penelitian,
seminar, jurnal hukum, makalah yang berkaitan erat dengan perbankan
syariah.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data
kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat ditemukan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.38
Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun
dari penelitian lapangan, selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Yang dimaksud kualitatif yaitu metode analisis data yang
mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian
lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan
teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban
atas permasalahan yang diajukan.
37 Soejono Soekanto, Op. Cit, hal. 66.
38 Lexy J. Moeloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,
BAB II
PELAKSANAAN GADAI EMAS PADA PT. BANK SYARIAH MANDIRI KANTOR CABANG PEMBANTU MEULABOH
A. Pelaksanaan Gadai Emas pada PT. Bank Syariah Mandiri KCP Meulaboh
Kebutuhan akan dana untuk berbagai kepentingan dalam lalu lintas
perekonomian masyarakat merupakan hal yang biasa kita temukan dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat senantiasa berkembang dan bergerak dengan dinamis dan
tidak bisa terlepas dari aspek perekonomian. Dalam konteks ini keberadaan lembaga
pembiayaan atau perbankan menjadi sangat signifikan. Bank Syariah Mandiri
merupakan suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan bentuk Perseroan
Terbatas (PT), yang bergerak dalam bidang usaha salah satunya adalah peminjaman
uang kepada masyarakat dengan memakai jaminan gadai.
Gadai pada perum pegadaian merupakan perbuatan hukum yang sudah tidak
asing lagi dalam praktek perekonomian di Indonesia. Masyarakat sudah sangat
familiar dengan hal tersebut. Pegadaian sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam
pemenuhan kebutuhan dana untuk berbagai keperluan, khususnya dalam pengamatan
penulis untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa pegadaian dalam skala menengah
dan mikro. Sedangkan gadai pada bank syariah masih jarang dipraktekkan
sedikit. Lebih dari itu, yang tak kalah pentingnya adalah dalam hal sosialisasi dengan
masyarakat bahwa bank syariah kini sudah menerima gadai.39
Pelaksanaan gadai BSM merupakan suatu sistem gadai yang berdasarkan
Syariah Islam atau Hukum Islam. Penggunaan sistem gadai syariah merupakan salah
satu upaya untuk mengembangkan berbagai konsep perekonomian berbasiskan Islam.
Fenomena ini merupakan suatu hal yang wajar mengingat Indonesia merupakan
negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
Pertumbuhan bisnis BSM bisa dilihat dari statistiknya. Saat ini, BSM
memiliki hampir 1 juta rekening, yang tersebar di 278 gerai, 190 kantor layanan di 24
provinsi, dan didukung lebih dari 2 ribu karyawan. Kini, BSM telah menjelma
sebagai salah satu pemain lokal di bisnis perbankan syariah yang berhasil menguasai
27% pasar perbankan syariah di Indonesia yang saat ini nilainya mencapai Rp. 29
triliun atau 2,5% dari total nilai pasar perbankan nasional. Sebagai contoh, di BSM
ada produk Gadai. Produk itu belum tentu bisa diterapkan di bank syariah lain. Ada
skim-skim syariah yang bisa diterapkan atau tidak, tergantung pada inovasi
masing-masing bank untuk bisa menciptakan suatu produk yang comply dengan suatu
peraturan syariah.40
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, BSM KCP Meulaboh memiliki struktur
organisasi yang tertata menurut fungsi dan golongannya. Di setiap perubahan
39 Wawancara dengan Muslim Kepala KCP PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang
Pembantu Meulaboh, tanggal 24 Agustus 2010.
40 A. Mohammad BS, Membangun Sistem TI Andal untuk Bank Syariah, diakses dari
mempunyai struktur organisasi untuk menggambarkan secara jelas unsur-unsur yang
membantu pimpinan dalam menjalankan kegiatan perusahaan.
Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi, tugas dan
wewenang setiap departemen dan bagaimana hubungan antara satu dan lainnya.
Struktur organisasi pada BSM KCP Meulaboh dapat dilihat sebagai berikut:41
Kegiatan usaha yang bertugas dalam pelaksanaan gadai emas pada BSM KCP
a. Officer Gadai (OG),
Fungsi :
Melakukan tugas penerimaan dan pembayaran sesuai dengan ketentuan yang
berlaku untuk kelancaran pelaksanaan operasional, dan memasukkan data
nasabah, taksiran, dan uang pinjaman ke dalam Surat Bukti Gadai Emas BSM
atas permohonan permintaan kredit secara akurat.
Tugas dan wewenangnya adalah:
- Memasukkan data nasabah, barang jaminan, taksiran dan uang pinjaman ke
dalam komputer.
- Memberi nomor pada Surat Bukti Gadai Emas BSM sesuai dengan nomor
yang diterbitkan komputer.
- Memasukkan data bukti gadai ke kas debet/kredit.
- Menerbitkan hasil cetak transaksi barang jaminan dan saldo kas.
- Melakukan penyegelan terhadap barang jaminan
b. Penaksir gadai
Fungsi :
Membantu Officer Gadai (OG) dalam merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi pelaksanaan tugas sesuai dengan keahliannya dalam rangka
penilaian dan penyesuaian taksiran barang jaminan gadai emas sesuai prosedur.
Tugas dan wewenangnya adalah:
- Melayani nasabah melalui kegiatan penaksiran barang jaminan sesuai dengan
- Menentukan harga dasar barang jaminan emas yang ditetapkan oleh desk
pegadaian kantor pusat berdasarkan harga yang ditetapkan oleh PT. Antam
dan acuan dunia;
- Melakukan penaksiran barang gadai mengacu pada Pedoman Penaksiran
Emas (PPE) yang telah ditetapkan
- Mengontrol kelengkapan administrasi gadai di kantor cabang pembantu.
Gadai Syariah yang terdapat pada BSM hadir untuk menjawab kebutuhan
transaksi gadai sesuai Syariah, untuk solusi pendanaan yang cepat, praktis, dan
menentramkan. Oleh karena hanya dalam waktu 15 menit kebutuhan masyarakat
yang memerlukan dana akan terpenuhi, tanpa memerlukan membuka rekening
ataupun prosedur lain yang memberatkan. Customer Bank Syariah cukup membawa
barang-barang berharga miliknya, dan saat itu juga akan mendapatkan dana yang
dibutuhkan dengan jangka waktu hingga 120 hari dan dapat dilunasi sewaktu-waktu.
Jika masa jatuh tempo tiba dan nasabah masih memerlukan dana pinjaman tersebut,
maka pinjaman tersebut dapat diperpanjang hanya dengan membayar sewa simpan
dan pemeliharaan serta biaya administrasi.
Pemberian gadai syariah dapat menentramkan, sesuai dengan moto BSM yaitu
“adil dan menentramkan” dalam pengertian sumber dana BSM murni berasal dari
sumber yang sesuai dengan Syariah yaitu dari sumber yang benar-benar terbebas dari
unsur riba, proses gadai berlandaskan prinsip Syariah, serta didukung oleh
petugas-petugas dan outlet dengan nuansa Islami sehingga lebih syar‟i dan menentramkan.42
42 Hasil wawancara dengan Muslim Kepala KCP PT. Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang