• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di Namorambe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di Namorambe"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di

Namorambe

Oleh:

SITI HAJAR BINTI SHAMSUDIN 070100472

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di

Namorambe

KARYA TULIS ILMIAH

SITI HAJAR BINTI SHAMSUDIN 070 100 472

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Tentang Higiene

dengan Infeksi Balantidium coli di Masyarakat Sekitar Peternakan

Babi di Namorambe

Nama : Siti Hajar Binti Shamsudin

NIM : 070100472

Pembimbing Penguji I

(dr. Lambok Siahaan, MKT) (dr. Datten Bangun, MSc, Sp.FK)

Penguji II

(dr. Rina Amelia, MARS)

Medan, Desember 2010, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahNya, di atas izin-Nya saya telah dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan,

Sikap dan Tindakan Tentang Higiene dengan Infeksi Balantidium coli di

Masyarakat Sekitar Peternakan Babi di Namorambe dengan baik dan tiada

hambatan suatu apapun.

Terima kasih atas bimbingan dosen pembimbing saya, dr. Lambok

Siahaan, MKT dan dosen-dosen Community Research Program di atas bimbingan

dan tunjuk ajar mereka. Tidak dilupakan kepada rakan-rakan dan kedua ibu bapa

saya yang telah banyak memberi sokongan dan dukungan.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Lurah Desa Namorambe

dan seluruh masyarakat di desa tersebut yang sangat membantu saya dalam

menjalankan penelitian ini, samada yang berpartisipasi sebagai subjek ataupun

tidak.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat secara langsung

dan tidak langsung dalam penyelesaian proposal Karya Tulis Ilmiah ini, saya

sampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya. Semoga bantuan yang telah

kalian berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha

Kuasa. Amin.

Akhir kata, saya berharap penelitian ini memberi manfaat kepada semua

pihak.

Medan, 29 November 2010

Penulis,

SITI HAJAR BINTI SHAMSUDIN

(5)

ABSTRAK

Balantidiasis merupakan sebuah infeksi yang disebabkan oleh kista dari protozoa Balantidium coli. Balantidium coli adalah satu-satunya anggota dari divisi ciliate yang diketahui sebagai pathogen ke manusia dan merupakan protozoa terbesar. Saat ini, Balantidium coli didistribusikan ke seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari populasi manusia yang terinfeksi. Babi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi ternak babi yang sangat banyak yang hampir merata mengelilingi kota Medan.

Penelitian dilakukan dengan menjalankan wawancara, kuesioner dan pengamatan kepada subjek dan lingkungannya. Kemudian, sampel tinja diambil untuk mendiagnosa balantidiasis.

Dari penelitian yang telah dilakukan pada 67 subjek dari Desa Namorambe, didapatkan sejumlah tiga kasus balantidiasis yang teridentifikasi. Dari hasil penelitian ini, didapati rata-rata masyarakat Desa Namorambe memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umumnya tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan memiliki hubungan dengan infeksi Balantidium coli.

(6)

ABSTRACT

Balantidiasis is an infection which is caused by cyst of protozoa Balantidium coli. Balantidium coli is the only one of the family member from ciliate division which is known as the pathogen to human and it also is the biggest protozoa. In this moment, Balantidium coli is distributed to worldwide, but less than 1% from human population has been infected. Pig is the main reservoir from the parasite, and human infection more common in where pig and human has interacted. Reported in Medan, the location of pig farm is a lot and distributed well surrounding in Medan. So, the possibility of this infection to happen is high since Balantidium coli is proved in pig hostpes.

Research in done by interviews, questionnaire, and observations on subjects and their surroundings. Then, stool sample is taken to diagnose balantidiasis.

According to this study that was done among 67 subjects who are the people in Desa Namorambe, there was three subjects who has been diagnosed balantidiasis. From the study, in average the people was doing well in knowledge, attitude and action.

Based on the results of the study, there is a relation between the knowledge, attitude and the action of the people to the balantadiasis in Namorambe.

(7)

DAFTAR ISI

2.3.3. Patogenesis, Patologi dan Simptomatologi ... 12

2.3.4. Diagnosis ... 14

2.4.2. Distribusi Lokasi Peternakan Babi ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep ... 18

3.2. Definisi Operasional ... 18

(8)

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 20

5.1.6. Distribusi Kejadian Balantidiasis Berdasarkan Kelompok Sampel ... 31

5.1.7. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Balantidiasis ... 33

5.1.8. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Balantidiasis .... 33

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1. Nilai Validitas dan Reliabilitas 24

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur 26

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin 27

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pekerjaan 27

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan 28

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

(Interpretasi) 28

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap 29

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap (Interpretasi) 29

Tabel 5.8. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan 30

Tabel 5.9. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan

(Interpretasi) 30

Tabel 5.10. Distribusi Frekuensi Kejadian Balantidiasis 31

Tabel 5.11. Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan

Kelompok Umur 31

Tabel 5.12. Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan

Jenis Kelamin 32

Tabel 5.13. Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan

Pekerjaan 32

Tabel 5.14. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian

Balantidiasis 33

Tabel 5.15. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Balantidiasis 33

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan, 18 Sikap dan Tindakan dengan Infeksi Balantidium coli

(11)

ABSTRAK

Balantidiasis merupakan sebuah infeksi yang disebabkan oleh kista dari protozoa Balantidium coli. Balantidium coli adalah satu-satunya anggota dari divisi ciliate yang diketahui sebagai pathogen ke manusia dan merupakan protozoa terbesar. Saat ini, Balantidium coli didistribusikan ke seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari populasi manusia yang terinfeksi. Babi adalah reservoir utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi ternak babi yang sangat banyak yang hampir merata mengelilingi kota Medan.

Penelitian dilakukan dengan menjalankan wawancara, kuesioner dan pengamatan kepada subjek dan lingkungannya. Kemudian, sampel tinja diambil untuk mendiagnosa balantidiasis.

Dari penelitian yang telah dilakukan pada 67 subjek dari Desa Namorambe, didapatkan sejumlah tiga kasus balantidiasis yang teridentifikasi. Dari hasil penelitian ini, didapati rata-rata masyarakat Desa Namorambe memiliki tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa secara umumnya tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan memiliki hubungan dengan infeksi Balantidium coli.

(12)

ABSTRACT

Balantidiasis is an infection which is caused by cyst of protozoa Balantidium coli. Balantidium coli is the only one of the family member from ciliate division which is known as the pathogen to human and it also is the biggest protozoa. In this moment, Balantidium coli is distributed to worldwide, but less than 1% from human population has been infected. Pig is the main reservoir from the parasite, and human infection more common in where pig and human has interacted. Reported in Medan, the location of pig farm is a lot and distributed well surrounding in Medan. So, the possibility of this infection to happen is high since Balantidium coli is proved in pig hostpes.

Research in done by interviews, questionnaire, and observations on subjects and their surroundings. Then, stool sample is taken to diagnose balantidiasis.

According to this study that was done among 67 subjects who are the people in Desa Namorambe, there was three subjects who has been diagnosed balantidiasis. From the study, in average the people was doing well in knowledge, attitude and action.

Based on the results of the study, there is a relation between the knowledge, attitude and the action of the people to the balantadiasis in Namorambe.

(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Balantidiasis merupakan sebuah infeksi yang disebabkan oleh kista dari

protozoa

divisi ciliate yang diketahui sebagai patogen ke manusia dan merupakan protozoa

terbesar, kira-kira 200 μm (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Saat ini,

Balantidium coli didistribusikan di seluruh dunia, namun kurang dari 1% dari

populasi manusia yang terinfeksi (Chijide, V.M., 2008). Babi adalah reservoir

utama dari parasit, dan infeksi manusia lebih sering terjadi di daerah-daerah di

mana babi banyak berinteraksi dengan manusia. Ini termasuk tempat-tempat

seperti Filipina, sebagaimana disebutkan sebelumnya, tetapi juga termasuk

negara-negara seperti Bolivia dan Papua Nugini (Smith, S., 2003).

Infeksi terjadi bila sebuah penjamu memasukkan kista, yang biasanya

terjadi selama kejangkitan konsumsi air atau makanan. Namun, dari diagnosa

Balantidiasis dapat dipertimbangkan bila pasien diare telah digabungkan dengan

kemungkinan sejarah sekarang terpapar amebiasis melalui perjalanan, kontak

dengan orang terinfeksi, atau anal intercourse. Selain itu, dari diagnosa

Balantidiasis dapat dibuat oleh pemeriksaan mikroskopis dari sampel kotoran atau

jaringan (Soedarto, 2008).

Diketahui bahwa di kota Medan terdapat lokasi ternak babi yang sangat

banyak yang hampir merata mengelilingi kota Medan. Dimulai dari Medan

Belawan, Marelan, Helvetia, Sunggal, Selayang, Tuntungan, Amplas, Area, Kota

dan Medan Denai. Jadi, sangat memungkinkan lingkungan sekitar peternakan

babi ini dapat mengontaminasikan masyarakat di sekitarnya memandangkan

(14)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

apakah ada hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang higiene

dengan infeksi Balantidium coli di masyarakat di sekitar peternakan babi di

Namorambe.

1.3. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan tentang

higiene dengan infeksi Balantidium coli di masyarakat di sekitar peternakan babi

di Namorambe.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi Balantidiasis di sekitar peternakan babi.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan penduduk di sekitar peternakan babi

tentang higiene.

3. Mengetahui sikap dan tindakan masyarakat dalam menjaga kebersihan di

sekitar peternakan babi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Memberikan informasi prevalensi kasus Balantidiasis di beberapa daerah

permukiman yang berdekatan dengan peternakan babi di Medan.

2. Memberikan informasi lebih mendalam tentang kaitan tempat tinggal yang

dekat dengan lokasi peternakan babi dengan angka kejadian Balantidiasis.

3. Menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam mendiagnosa infeksi

Balantidiasis.

4. Dijadikan bahan bacaan dan sumber rujukan umum dalam penelitian akan

(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Kesehatan

Masalah kesehatan masyarakat, terutama di negara-negara berkembang

pada dasarnya menyangkut dua aspek utama, yaitu fisik, seperti misalnya

tersedianya sarana kesehatan dan pengobatan penyakit, dan non-fisik yang

menyangkut perilaku kesehatan. Faktor perilaku ini mempunyai pengaruh yang

besar terhadap status kesehatan individu maupun masyarakat. Perilaku manusia

merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia

dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon seorang individu terhadap

stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat

bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif

(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat

dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, dan sikap tentang

kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo

S.,1997).

Keberhasilan upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tergantung pada

kesediaan orang yang bersangkutan untuk melaksanakan dan menjaga perilaku

sehat. Banyak dokumentasi penelitian yang memperlihatkan rendahnya

partisipasi masyarakat dalam pemeriksaan kesehatan, imunisasi, serta berbagai

upaya pencegahan penyakit dan banyak pula yang tidak memanfaatkan

pengobatan modern. Karena itu tidaklah mengherankan bila banyak ahli ilmu

perilaku yang mencoba menyampaikan konsep serta mengajukan bukti-bukti

penelitian untuk menggambarkan, menerangkan, dan meramalkan

(16)

2.1.1. Bentuk Perilaku

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Pada

tahun 1938, menurut Skiner seorang ahli psikologis dalam Notoatmodjo (1997),

merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Respon ini berbentuk dua macam, yakni pertama

adalah bentuk pasif atau respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia

dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir,

tanggapan atau sikap batin, dan pengetahuan. Misalnya seorang anak itu sadar

bahwa bermain di lingkungan yang kotor boleh menyebabkan dirinya terpapar

banyak penyakit, meskipun ia tetap bermain di sana. Contoh lain adalah seorang

yang menganjurkan orang lain untuk menjaga kebersihan lingkungan tempat

tinggal meskipun ia tidak berencana untuk melakukannya. Dari kedua contoh

tersebut terlihat bahwa masyarakat telah mengetahui tentang pentingnya pengaruh

kebersihan dengan kesehatan dan mereka telah mempunyai sikap yang positif

untuk mendukung kelestarian lingkungan yang bersih dan sejahtera meskipun

mereka sendiri belum melakukan secara konkret terhadap kedua hal tersebut.

Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih terselubung (covert behavior)

(Notoatmodjo S.,1997).

Bentuk kedua pula adalah bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas

dapat diobservasi secara langsung. Misalnya pada kedua contoh tersebut, si anak

sudah berhenti dari bermain di tempat yang kotor, dan orang pada kasus kedua

sudah mengikuti langkah-langkah membersihkan lingkungan di sekitarnya

walaupun hanya di sekeliling rumahnya. Oleh karena perilaku mereka ini sudah

tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut “overt behavior”

(Notoatmodjo S.,1997).

2.1.2. Domain Perilaku Kesehatan

Notoatmodjo (1997) berpendapat bahwa perilaku manusia itu sangat

kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Perilaku itu dibagi ke

(17)

mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini dilakukan

untuk kepentingan tujuan pendidikan. Bahwa dalam tujuan suatu pendidikan

adalah mengembangkan atau meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yang

terdiri dari ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan

ranah psikomotor (psychomotor domain). Dalam perkembangan selanjutnya oleh

para ahli pendidikan, dan untuk kepentingan pengukuran hasil pendidikan, ketiga

domain ini diukur dari pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang

diberikan (knowledge), sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi

pendidikan yang diberikan (attitude) dan praktek atau tindakan yang dilakukan

oleh peserta didik sehubungan dengan materi pendidikan yang diberikan

(practice) (Notoatmodjo S.,1997).

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai

pada domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus

yang berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan

baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam

bentuk sikap si subjek terhadap objek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan

yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan

menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau

sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian, di dalam

kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung menimbulkan tindakan.

Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih

dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan kata lain tindakan (practice)

seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau sikap (Notoatmodjo

S.,1997).

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena

itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh

(18)

pengetahuan. Notoatmodjo (1997) mengungkapkan pendapat Rogers di dalam

tulisannya bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di

dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni pertama adalah

Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), kedua Interest (merasa tertarik)

terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai terbentuk.

Ketiga pula ada Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

lagi. Seterusnya ada Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu

sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus dan yang terakhir adalah

Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian dari penelitian

selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu

melewati tahap-tahap tersebut di atas (Notoatmodjo S.,1997).

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat

disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan

atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan

predisposisi tindakan atau perilaku. Dalam bagian lain, menurut Notoatmodjo

(1997), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yakni

kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek; Kehidupan

emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek; dan Kecendrungan untuk

bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah

mendengar penyakit infeksi (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan

(19)

supaya anaknya tidak terkena infeksi. Dalam berfikir ini komponen emosi dan

keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengawal aktivitas

anaknya dan menjaga perilaku yang berhubungan dengan kesehatan keluarganya

untuk mencegah anaknya terkena infeksi (Notoatmodjo S.,1997).

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni

menerima (Receiving) dimana subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan objek, merespon (Responding) yaitu memberikan jawaban apabila

ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan, menghargai

(Valuing) yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

terhadap suatu masalah, bertanggungjawab (Responsible) atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap

dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara

tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis,

kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo S.,1997).

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas.

Sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari

suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut dapat

mengimunisasikan anaknya. Tingkat-tingkat Praktek terdiri dari Persepsi

(Perception), yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil, Respon Terpimpin (Guided Respons) dimana

individu itu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan

contoh, Mekanisme (Mechanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu

kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga, Adaptasi (Adaptation)

yang merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan

itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya

tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni

(20)

atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran langsung dengan mengobservasi

tindakan atau kegiatan responden (Notoatmodjo S.,1997).

2.2. Higiene

Kata ’higiene’ berasal dari bahasa Yunani yang berarti perawatan dan

pemeliharaan kesehatan. Bahan makanan yang diolah tanpa prinsip higiene dapat

mengakibatkan penyakit. Badan manusia merupakan tempat yang sangat

menguntungkan bagi tumbuhnya berbagai macam kuman. Kuman tersebut

berkembang cepat di lingkungan yang hangat seperti di kulit, apalagi jika orang

berkeringat, ia ’menyediakan’ zat dan air bergizi bagi kuman. Pengalih kuman

yang utama adalah tangan. Oleh karena itu, penting sekali mencuci tangan

dengan sabun (Widker, P., 2006).

Dalam Undang-undang Kesehatan, tidak ada penjelasan tentang pengertian

kesehatan lingkungan. Untuk mengetahui pengertian kesehatan lingkungan kita

harus melihat ketentuan hukum sebelumnya yang mengatur tentang materi yang

sama, yaitu dalam Undang-undang No. 11 tentang Higiene/Tahun 1966.

Walaupun kedua undang-undang di atas sudah tidak berlaku lagi sebab sudah

dicabut dengan diberlakukannya UU Kesehatan, namun isinya perlu diketahui

untuk memahami tentang kesehatan lingkungan yang terdapat dalam ketentuan

hukum yang baru. Sebelum istilah kesehatan lingkungan yang dipergunakan

sekarang, dalam undang-undang untuk maksud yang sama dipergunakan istilah

Higiene. Dalam Undang-undang N0. 11 Tahun 1962 tentang Higiene untuk

Usaha-Usaha Bagi Umum dijelaskan : Higiene ialah segala usaha untuk

memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan. Usaha bagi umum ialah

usaha-usaha yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta maupun perseorangan

yang menghasilkan sesuatu untuk atau yang langsung dapat dipergunakan oleh

(21)

2.3. Balantidium coli

Semua anggota dari kumpulan protozoa golongan Ciliata diklasifikasikan

ke dalam subfilum Ciliofora, dimana termasuk organisma satu sel yang dilengkapi

dengan ekstensi pendek seperti bebenang yang merupakan membran ektoplasmik

atau lebih dikenali sebagai silia saat beberapa peringkat siklus hidup mereka.

Satu-satunya spesies yang menarik perhatian di bidang medis dalam famili ini

adalah Balantidium coli, yaitu tergolong dalam Order Spinotrichida, Suborder

Heterotrichina, Famili Balantidiidæ (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Parasit protozoa bersilia yang juga merupakan satu-satunya bersifat

patogenik terhadap manusia ini pertama kali diterangkan oleh Malmsten pada

tahun 1857 (Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Protozoa

ini kemudiannya dinamakan Paramæcium coli yang pada ketika itu dijumpai pada

tinja dua orang pasien yang disenterik yang kemudiannya diobservasi lagi oleh

Leuckart pada tahun 1861 dalam Faust, E.C., and Russel, P.F., (1964) yang

menamakannya sebagai Holophyra coli dan Stein dalam Faust, E.C., and Russel,

P.F., (1964) yang menamakannya sebagai Leukophyra coli pada tahun 1860.

Mereka kemudiannya memindahkan spesies ini ke genus Balantidium yang

dicipta pertama kali oleh Claparède dan Lachmann pada tahun 1858 untuk siliata

yang dijumpai pada usus kodok. Anggota dari genus ini berparasit hanya di

dalam salur pencernaan penjamu vertebrata maupun invertebrata. (Faust, E.C.,

and Russel, P.F., 1964).

2.3.1. Distribusi Geografis

Balantidium coli terdistribusi di seluruh dunia dimana ia pernah dilaporkan

di berbagai negara terutama yang penduduknya banyak menternak babi dan

beriklim panas seperti daerah di Timur Eropah, Asia dan Amerika, contohnya di

Rusia, Asia Tenggara, Indocina, Filipina, Texas serta Carolina Utara dan Selatan

(Smith, S., 2003; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964; Piekarski, G., 1962). Tetapi

infeksi yang ditimbulkan oleh parasit ini atau lebih dikenali sebagai Balantidiasis

mempunyai angka prevalensi yang sangat rendah di kalangan manusia walaupun

(22)

kodok, marmut, kecoa dan lain-lain (Greenwood et. al, 2002; Paniker, C.K.J.,

2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Di Papua Nugini, prevalensi penyakit

ini sekitar 29 persen (Yatim, F.,2001). Infeksi pada manusia dapat juga

ditemukan di daerah-daerah yang lebih dingin kecuali di komunitas yang

masyarakatnya tidak berpendidikan tinggi dengan tingkat higienis personal yang

rendah (Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.2. Morfologi, Biologi dan Siklus Hidup

Balantidium coli merupakan protozoa terbesar yang memparasit manusia,

dimana seiring waktu, ia hampir dapat terlihat hanya dengan mata kasar, yaitu

berukuran kira-kira 50 hingga 150 μm dan ia bermultiplikasi secara pembelahan

ganda dua. Secara umumnya, ia kurang lebih berbentuk bujur, terdiri dari

sitostom yang ketara, mempunyai silia yang membungkus seluruh tubuhnya,

vakuol-vakuol yang kontraktil, makronukleus dan mikronukleus. Siklus hidup

siliata ini mempunyai dua stadium, yaitu trofozoit dan kista (Baron, S., 1996;

Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Pada tinja yang disentrik atau diare, dapat ditemukan trofozoit yang besar

dan berbentuk bujur dimana ia diselubungi oleh silia pendek yang panjangnya

rata-rata hampir sama dan pada organisma hidup ia menghasilkan gerakan yang

konstan dan serentak untuk mendorong protozoa ini bergerak ke hadapan. Bagian

ujung anterior parasit ini agak tajam dan pada satu sisi aksis longitudinalnya

terdapat satu lekukan berbentuk kerucut yang terbalik dan dalam yang merupakan

mulutnya, yaitu sitostom. Di bagian ini juga terdapat peristom dan satu

tenggorokan yang tumpul dan pendek, yaitu sitofaring. Silia di sekitar area mulut

adalah lebih besar (adoral cilia). Manakala bagian posterior pula adalah

berbentuk bulat yang lebar dan terdapat satu pori anus yang kecil yaitu cytopyge.

Trofozoit bervariasi dari segi panjangnya, yaitu dari 50 hingga 200 mikron dengan

lebar dari 40 hingga 70 mikron. Apabila siliata ini difiksasi pada film tinja basah

(wet fecal films) dan diwarnakan dengan warna merah tua menggunakan

(23)

terletak di bawah membran sel. Silia peristomal parasit ini agak panjang (Paniker,

C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Sitoplasma mengandung satu atau dua vakuol kontraktil dan beberapa

vakuol makanan. Sel mempunyai dua inti, yaitu makronukleus yang berbentuk

seperti ginjal, dan di dalam kelekukannya terdapat satu mikronukleus.

Makronukleus mempunyai bentuk seperti kacang yang sempit dan dipadati

dengan granul-granul kromatin dimana tampak seperti hanya satu massa.

Manakala inti yang lebih kecil, yaitu mikronukleus terletak di tengah-tengah

kekelokan makronukleus. Ia merupakan satu massa bundar yang menyerap

pewarnaan dengan sangat tinggi dan dipercayai bahwa ia berfungsi sebagai

sebuah organel yang kinetik (Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F.,

1964).

Habitat alamiah bagi B.coli adalah usus besar manusia, monyet dan babi,

dimana trofozoit organisma ini mendapat makanan dari sel-sel di dinding usus

ataupun bakteri dan mukus seperti parasit lumen (Chijide, V.M., 2008). Di sana,

mereka bermultiplikasi secara belahan ganda transversal, yaitu memproses

mikronukleus, kemudian makronukleus pula membelah diri dan terakhir adalah

sitoplasma yang terpisah menjadi dua organisma lain. Sementara konjugasi

(contohnya pertukaran silang akan materi inti) diobservasi pada B.coli, hal ini

adalah kurang lazim kecuali sebagai untuk homogenitas pada pewarnaan

campuran dan juga berkemungkinan tidak diperlukan dalam menjamin

kelangsungan hidup spesies ini (CDC& P, 2009; Faust, E.C., and Russel, P.F.,

1964; Piekarski, G., 1962).

Enkistasi trofozoit berlangsung saat materi dalam tinja yang dibawa

menuruni usus menjadi dehidrasi, ataupun ia juga boleh terjadi setelah evakuasi

semi-formed dan formed stool. Pada proses ini, organisma akan berkumpul secara

parsial, lalu tanpa penarikan kembali secara sempurna pun silianya akan

mengeluarkan sebuah dinding kista yang sangat kokoh. Tidak seperti proses

enkistasi pada ameba, pada B.coli ini tidak didahului oleh pengeluaran makanan

yang tidak tercerna; sebaliknya tidak seperti kebanyakan ameba yang tidak

(24)

stadium dienkistasi (enycsted) berlangsung, jadi hanya satu organisma yang

muncul saat ekskistasi terjadi (CDC&P, 2009; Paniker, 2002; Faust, E.C., and

Russel, P.F., 1964).

2.3.3 Patogenesis, Patologi dan Simptomatologi

Balantidium coli, setelah ditemukan pada manusia, adalah

berkemungkinan merupakan sebuah penyerang jaringan (invasi). Setelah

ekskistasi dalam usus halus, trofozoit yang bebas akan melewati ke dalam usus

besar dan berkontak dengan permukaan mukosa dalam jangka waktu yang cukup

untuk melobangi sel dan membina koloni di sana. Tindakan ini banyak dibantu

oleh silia yang banyak untuk mempertahankan posisi parasit saat ia berusaha

masuk ke dalam jaringan. Telah dibuktikan bahwa Balantidium coli

menghasilkan enzim hyaluronidase yang memecahkan ikatan substrat hyalurat

jaringan ikat dan hal ini mungkin secara mekanik dan fisiologiknya membantu

dalam kemampuan organisma ini dalam menginvasi jaringan (Chijide, V.M.,

2008; Greenwood et. al, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Selain karakteristik lesi awal pada Balantidiasis yang secara umumnya

menyerupai seperti pada Entamoeba hystolytica, jalan masuk ke mukosa

berdiameter besar, leher ulkus itu pendek dan kuat serta permukaan dasarnya

membulat secara kasar. Infiltrasi seluler ulkus kurang lebih umum terjadi dan

berlangsung awal karena mudahnya bakteri untuk masuk ke dalam ulkus itu

(Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Walaupun B.coli adalah patogen, ia mungkin juga hidup dalam periode

waktu yang terbatas dalam lumen usus manusia tanpa menimbulkan sebarang

simptom. Pada kebanyakan individu yang terinfeksi dapat ditemukan gejala diare

dan pada kasus yang lebih parah dapat juga dijumpai ulserasi usus. Organisma

parasit ini mungkin berpenetrasi ke dalam lapisan epitelial membran mukosa usus

yang sehat; telah dibuktikan bahwa proses penetrasi itu tidak selalunya ditemani

dengan nekrosis atau ulserasi. Di dalam jaringan balantidia ini bermultiplikasi

(25)

dimana seiring waktu ia menyebar ke lapisan otot. Ulkus boleh berbentuk bulat,

ovoidal maupun irregular, dengan pinggiran di bawah dan dasarnya mengandung

pus dan materi nekrotik yang lain. Abses pula biasanya kecil dan apabila diinsisi,

ia dipenuhi dengan material mukoid yang mengandung banyak balantidia

(Greenwood et. al, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

Membran mukosa antara ulkus boleh terlihat normal atau bengkak dan

berdarah (Soedarto, 2008; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964). Seperti pada

infeksi ameba, ulkus boleh berhubungan antara satu sama lain oleh aluan di bawah

membran mukosa ataupun di atas permukaan mukosa. Bagian usus yang

terinfeksi menunjukkan infiltrasi round-cell, koagulasi yang mati dalam dinding

ulkus dan abses, area yang hemoragik dan banyak organisma dalam koloninya di

dalam jaringan atau di dalam kapilari, saluran limfe dan kalenjar limfe yang

bersebelahan. Tanpa bukti penetrasi membran mukosa mungkin hiperemik,

menunjukkan nekrosis superfisial dan area-area yang hemoragik (Faust, E.C., and

Russel, P.F., 1964; Piekarski, G., 1962).

Pada kasus-kasus yang sangat jarang, B.coli memasuki bagian

ekstraintestinal. Pernah dilaporkan dua kasus kematian yaitu peritonitis

balantidial yang diikuti dengan ruptur ulkus kolonik. Ada juga ditemukan

balantidia di saluran kemih seorang pasien wanita yang menderita uretritis, siotitis

dan pyelonefritis dan dijumpai B.coli pada radang vaginitis pada wanita yang

berusia 62 tahun. Ada juga kasus vaginitis balantidial yang didiagnosa di bagian

Utara Amerika. Dan pada setiap kasus ini infeksi di luar sistem pencernaan

diduga merupakan infeksi sekunder dari Balantidiasis kolonik (Faust, E.C., and

Russel, P.F., 1964).

Simptomatologi untuk infeksi B.coli ini bervariasi. Banyak individu tidak

menunjukkan sebarang simptom, tetapi kebanyakan dari kasus diare atau disentrik

ini adalah berkarakteristik, ditemui bersama-sama dengan kolik abdomen,

tenesmus, mual dan muntah. Hilang selera makan, nyeri kepala, insomnia, lemah

otot dan turunnya berat badan juga dapat diobservasi pada penderita infeksi ini

(Chijide, V.M., 2008). Disentri boleh berkembang secara perlahan-lahan atau

(26)

memberi hasil negatif, tetapi biasanya kolon akan menjadi agak lunak dan kedua

membran kulit dan mukosa boleh terlihat anemia. Pada beberapa kasus

simptom-simptomnya adalah seperti pada kasus disentrik tipe ameba yang parah, dan tinja

boleh mengandung darah dan mukus yang banyak, sementara pada penderita yang

lain bisa terjadi konstipasi (Soedarto, 2008; Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C.,

and Russel, P.F., 1964).

2.3.4. Diagnosis

Diagnosa untuk infeksi ini tergantung penemuan B.coli dalam tinja pasien.

Trofozoit yang bisa bergerak (motil) biasanya ditemukan apabila tinja pasien

bersifat diare atau disentrik, sementara kista dapat dijumpai pada semi-formed dan

formed stools (Soedarto, 2008; Paniker, C.K.J., 2002; Faust, E.C., and Russel,

P.F., 1964; Piekarski, G., 1962).

2.3.5. Pengobatan

Pengobatan tuntas pernah dilaporkan untuk kasus Balantidiasis dengan

menggunakan karbason dengan dosis total 5 hingga 10 gram, yaitu diberikan

secara oral sebanyak dua kali sehari dengan dosis 0.25 hingga 0.5 gram selama 10

hari. Tetapi pada tahun itu juga, bahwa karbason juga dikatakan hanya melegakan

gejala untuk sementara sahaja dan diiodohidroksikuin (Diodoquin) dengan dosis

10 tablet dimana setiap tablet mengandung 0.21 gram diberikan setaip hari selama

20 hari adalah efisien dalam menyingkirkan parasit ini. Kemudian, beberapa

tahun kemudian, biniodida raksa digunakan secara intramuskular dalam 9 kasus

yang ditangani dan dilaporkan sembuh total untuk kesemua kasus tersebut,

walaupun satu daripadanya diperlukan enema sebagai tindakan tambahan (Faust,

E.C., and Russel, P.F., 1964).

Tetrasiklin dan antibiotik yang lain yang lebih modern seperti

metronidazol dan nitromidazol juga dapat diberikan ke dalam pengobatan untuk

mengeliminasi infeksi Balantidiasis. Contoh dosis bagi tetrasiklin adalah 500

(27)

dapat diberikan dengan dosis 750 miligram sebanyak tiga kali dalam sehari

selama 5 hari. Selain itu, dapat diberikan juga oksietrasiklin dengan pemberian

500 miligram sebanyak empat kali dalam sehari selama 10 hari (Soedarto, 2008;

Greenwood et. al, 2002; Faust, E.C., and Russel, P.F., 1964).

2.3.6. Prognosis

Pada individu yang sehat infeksi B.coli biasanya hilang secara sendirinya

atau ia boleh menjadi laten. Banyak kasus infeksi dapat diobati. Penderita yang

tidak menunjukkan sebarang simptom biasanya mudah disembuhkan dengan

tindakan terapeutik. Tetapi pada pasien yang lebih lemah infeksi Balantidiasis

boleh menjadi parah sehingga menyebabkan kematian (Faust, E.C., and Russel,

P.F., 1964).

2.3.7. Pencegahan

Penyebaran B.coli dapat dicegah dengan selalu menjaga higiene

perorangan dan kebersihan lingkungan agar tidak tercemar dengan tinja babi.

Memasak makanan dan minuman dengan benar akan mampu untuk mencegah

penularan parasit ini pada manusia (Soedarto, 2008; Ditjen P3L, 2005).

2.4. Kecamatan Namorambe 2.4.1. Demografi

Daerah yang diambil sebagai subjek dalam penelitian ini adalah sebuah

daerah yang diketahui memiliki banyak lokasi penternakan babi, yaitu

Namorambe yang terletak di kabupaten Deli Serdang, Medan. Selain dari

banyaknya jumlah lokasi peternakan, daerah ini juga mempunyai kepadatan

penduduk yang tinggi yang dekat dengan lokasi tersebut dimana hal ini menepati

(28)

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’

Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari

wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah

2.497,72 kilometer. Dari luas Propinsi Sumatera Utara, dengan batas sebagai

berikut; sebelah utara berbatasan dengan Selat Sumatera. Sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Karo. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Serdang Bedagai dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan

Kabupaten Langkat (Pemkab Deli Serdang, 2009).

Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai

Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang

bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal,

berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara

kawasan pantai berhawa tropis pegunungan (Pemkab Deli Serdang, 2009).

Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang

dibedakan atas tiga dataran. Pertama adalah dataran pantai yang terdiri dari 4

kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu).

Kedua pula adalah dataran rendah yang terdiri dari 11 kecamatan ( Sunggal,

Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Patumbak,

Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang) dengan jumlah desa

sebanyak 197 desa/kelurahan. Potensi utama bagi dataran di sini adalah pertanian

pangan, perkebunan besar, perkebunan rakyat, peternakan, industri, perdagangan,

dan perikanan darat. Dataran terakhir yang terkategori adalah dataran

pegunungan yang terdiri dari 7 kecamatan (Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru,

STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah, Bangun Purba) dengan jumlah desa

sebanyak 133 desa (Pemkab Deli Serdang, 2009).

2.4.2. Distribusi Lokasi Peternakan Babi

Untuk Deli Serdang, dari data Dinas Pertanian dan Peternakan yang ada

hampir di semua kecamatan ada peternakan babi. Jumlah babi ternak yang terdata

adalah seperti berikut : Di Gunung Meriah 724 ekor, STM Hulu 1.219 ekor,

(29)

Namorambe 166 ekor, Biru-Biru 461 ekor, STM Hilir 8.319 ekor, Bangun Purba

355 ekor, Galang 524 ekor, Tanjung Morawa 479 ekor, Patumbak 724 ekor,

Delitua 1.228 ekor, Sunggal 2.446 ekor, Hamparan Perak 3.499 ekor, Labuhan

Deli 502 ekor, Percut Sei Tuan 3.047 ekor, Batangkuis 547 ekor, Pantai Labu 828

ekor, Beringin 2.740 ekor, Lubuk Pakam 464 ekor dan Pagar Merbau 47 ekor

(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1. Kerangka konsep hubungan perilaku dan sanitasi lingkungan dengan infeksi Balantidium coli di kalangan masyarakat yang tinggal dekat dengan peternakan babi.

3.2. Definisi Operasional

1. a)Tingkat Pengetahuan diukur dengan mengemukakan pertanyaan mengenai

gejala diare dan sebagainya sebanyak 10 pertanyaan.

b)Sikap diukur dengan mengemukakan pertanyaan mengenai bagaimana

mereka menyikapi tindakan menjaga kebersihan dan sebagainya sebanyak 10

pertanyaan.

c)Tindakan diukur dengan mengemukakan pertanyaan mengenai bagaimana

tindakan mereka dalam menjaga kebersihan sebanyak 10 pertanyaan.

Lalu, ketiga-tiga bagian akan dikategorikan menjadi (Nursalam dan Efendi, F.,

2008) :

1.Buruk, bila jawaban ya <5 soal (< 56%).

2.Cukup, bila jawaban ya 6-8 soal (56-75%).

3.Baik, bila jawaban ya 9-10 soal (76-100%).

2. Infeksi Balantidium coli adalah apabila ditemukan trofozoit atau kista

Balantidium coli pada kotoran segar melalui pemeriksaan tinja subjek

penelitian.

Infeksi Balantidium coli Perilaku kebersihan masyarakat

1. Tingkat Pengetahuan

2. Sikap

(31)

3.3. Hipotesa

Ada hubungan antara perilaku dan higiene sanitasi lingkungan dengan

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan desain penelitian cross sectional

analitik.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di daerah Namorambe, kota Medan dari

bulan Agustus hingga Oktober 2010.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan

peternakan babi di daerah Namorambe, kota Medan. Sampel yang diambil harus

memenuhi kriteria inklusi yaitu haruslah yang berumur dari 12 hingga 30 tahun

dan yang tinggal dekat dengan peternakan babi yaitu dalam jangkauan radius 100

meter. Manakala, kriteria eksklusi adalah apabila subjek penelitian tidak bersedia

memberikan sampel tinja walaupun telah melakukan sesi wawancara atau

sebaliknya.

Perkiraan besar sampel yang minimal pada penelitian ini diambil

berdasarkan rumus di bawah ini, dimana kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5

persen sehingga Zα = 1,64 (Wahyuni, 2007). Sementara selisih proporsi infeksi

minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,1. Maka diperoleh 67

sampel subjek penelitian berdasarkan rumus (Dahlan, 2008; Sastroasmoro,

2008):-

N =

d2 Zα2pq

N = besar sampel minimum

(33)

p = nilai prevalensi dari penelitian sebelumnya. Oleh karena tiada penelitian

sebelumnya, jadi digunakan nilai 0,5

q = 1 - p

= 0,5

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Subjek penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan

penternakan babi di daerah Namurambe. Subjek tersebut akan diwawancara oleh

seorang pewawancara untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan

kebiasaan sehari-hari lalu dikumpulkan tinja untuk pemeriksaan parasitologis

tinja.

Pemeriksaan telur cacing kualitatif secara natif (Direct slide). Dipergunakan

untuk pemeriksaan secara cepat dan baik untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi

ringan sulit ditemukan telur-telurnya. Digunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%)

atau eosin 2%. Eosin 2% dimasukkan untuk lebih jelas membedakan telur cacing

dengan kotoran di sekitarnya. Metode pemeriksaan feses

Cara kerja :

• Pada gelas objek bersih, teteskan 1-2 tetes NaCl 0,9% atau eosin 2%. • Ambil tinja sedikit dengan lidi dan ditaruh pada larutan tersebut.

• Dengan lidi tadi, kita ratakan/larutkan, kemudian ditutup dengan gelas penutup (cover glass)

• Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Perbesaran lensa okuler 10x dan lensa obyektif 10x

• Preparat feses harus cukup tipis/transparan sehingga mudah diamati dengan mikroskop

Data identitas subjek juga akan dicatat sebagai verifikasi atas validitas penelitian

(34)

Dalam penelitian ini, data yang akan digunakan adalah data primer yang

diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner

kepada subjek yang terpilih sebagai sampel yang berisi pertanyaan dan pilihan

jawaban yang telah disiapkan.

Sebelum itu, kuesioner tersebut akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji

validitas akan diuji dengan menggunakan teknik korelasi “product moment”

dengan menggunakan rumus koefisien korelasi (pearson) :

N (∑XY) – (∑X∑Y)

√ {(N∑X2 – (∑X)2 } {(N∑Y2 – (∑Y)2 }

Manakala untuk uji reliabilitas pula menggunakan uji Cronbach

(Cronbach Alpha) dengan menggunakan rumus :

k ∑ Si2 1 - i=1

k-1 ST2

α = koefisien alpha

k = banyaknya butir pertanyaan

Si2 = jumlah varians butir pertanyaan ke-i

ST2 = varians total

Setelah diyakini validitas dan reliabilitasnya, kuesioner tersebut akan

diberikan kepada sampel untuk mengisi respons mereka. r =

[

]

(35)

Peneliti meminta izin kepada Kepala Lurah Desa Namorambe untuk

melakukan penelitian di Kelurahan tersebut. Responden pada penelitian ini

adalah masyarakat Desa Namorambe yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi. Responden telah diminta mengisi kuesioner mengenai pengetahuan,

sikap dan tindakan terhadap penyakit diare, yakni gejala utama dari Balantidiasis.

4.4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan

uji reliabilitas pada setiap pertanyaan pada kuesioner tertutup yang akan diguna

dalam wawancara dengan orang masyarakat Desa Namorambe. Uji validitas

dilakukan adalah untuk mengetahui sejauh mana ukuran yang diperoleh

benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Uji validitas juga suatu

ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan dan kesahihan suatu

instrumen (Arikunto S., 2007).

Validitas dari alat pengumpul data sangat diperlukan agar alat pengumpul

data tersebut dapat memberikan data yang valid dari setiap penelitian yang

dijalankan. Uji reliabilitas bertujuan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur dapat dipercaya atau diandalkan. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan

(36)

Tabel 4.1 Nilai Validitas dan Reliabilitas untuk Pertanyaan Tentang Pengetahuan, Sikap dan Tindakan

Variabel Soal Total Pearson

Correlation Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,686 Valid 0,958 Reliabel

Dari tabel 4.1, didapatkan bahwa kesemua soal mengenai pengetahuan,

sikap dan tindakan adalah valid berdasarkan uji korelasi pearson. Pada uji

reliabilitas, nilai maksimum adalah sebesar 0,960 manakala nilai minimum adalah

sebesar 0,957 dan semua soal ini adalah reliabel jika R>0,650. Dari tabel juga

didapatkan bahwa semua soal tentang pengetahuan, sikap dan tindakan adalah

(37)

4.5. Pengelolaan dan Analisa Data

Data dari setiap subjek akan diperiksa silang oleh supervisor di lapangan.

Setiap ketidak konsistenan akan diperbaiki sebelum pulang. Data diambil secara

manual untuk menentukan persen penduduk yang terkena infeksi balantidiasis.

Data yang diperoleh akan dimasukkan ke dalam bar chart untuk presentasi hasil.

Pada penelitian ini, variabel pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat

tentang kebersihan diri dan lingkungan serta kejadian infeksi akan dianalisa secara

Chi Square yang merupakan analisis bivarat untuk menghubungkan satu variabel

independen dengan variabel dependen. Analisis statistik ini akan dilakukan

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Namorambe, Kecamatan Deli

Serdang, Medan pada bulan November 2010 dengan sampel 67 orang sebagai

subjek di mana jumlah penduduk desa tersebut adalah kira-kira seramai 500 orang

dan jumlah peternakan babi sebanyak 32 buah.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi kelompok umur dari 67

orang yang termasuk ke kelompok umur 1-15 tahun berjumlah 13 orang (19,4%),

kelompok umur 16-30 tahun berjumlah 27 orang (40,3%), kelompok umur 31-45

tahun berjumlah 21 orang (31,3%), dan kelompok umur 46-60 tahun serta 61-75

tahun masing-masing berjumlah 3 orang (4,5%) (tabel 5.1).

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

No Kelompok Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)

1 1-15 13 19,4

2 16-30 27 40,3

3 31-45 21 31,3

4 46-60 3 4,5

5 61-75 3 4,5

(39)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa frekuensi subjek yang

berjenis kelamin laki-laki berjumlah 28 orang (41,8%) dan yang berjenis kelamin

perempuan berjumlah 39 orang (58,2%) (tabel 5.2).

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Laki-laki 28 41,8

2 Perempuan 39 58,2

Jumlah 67 100

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi pekerjaan subjek yang

masih bersekolah berjumlah 13 orang (19,4%), yang bekerja sebagai petani

berjumlah 14 orang (20,9%), yang bekerja sebagai pedagang berjumlah 18 orang

(26,9%), yang bekerja sebagai wiraswasta berjumlah 8 orang (11,9%), yang

bekerja sebagai sopir berjumlah 5 orang (7,5%) dan yang tidak bekerja berjumlah

9 orang (13,4%).

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

1 Siswa 13 19,4

2 Petani 14 20,9

3 Pedagang 18 26,9

4 Wiraswasta 8 11,9

5 Sopir 5 7,5

6 Tidak bekerja 9 13,4

(40)

5.1.3. Tingkat Pengetahuan

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, pada pertanyaan kedua,

seluruh subjek ternyata menjawab benar (skor=1). Namun, pada pertanyaan

ketiga, terdapat 26 orang (38,8%) yang menjawab salah (skor=0) (table 5.4).

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

No Pertanyaan tentang Pengetahuan

Frekuensi Persentase (%) Benar (1) Salah (0) Benar (1) Salah (0)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi subjek berdasarkan

tingkat pengetahuan yang baik adalah seramai 37 orang (55,2%), yang sedang

seramai 21 orang (31,3%) dan yang buruk seramai 9 orang (13,4%) (tabel 5.5).

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tingkat Pengetahuan (Interpretasi) No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 37 55,2

2 Sedang 21 31,2

3 Buruk 9 13,4

(41)

5.1.4. Sikap

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, pada pertanyaan ketujuh,

seluruh subjek ternyata menjawab benar (skor=1). Namun, pada pertanyaan

kesepuluh, terdapat 30 orang (44,8%) yang menjawab salah (skor=0) (tabel 5.6).

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap

No Pertanyaan tentang Sikap Frekuensi Persentase (%) Benar (1) Salah (0) Benar (1) Salah (0)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi subjek berdasarkan

sikap yang baik adalah seramai 35 orang (55,2%), dan yang buruk seramai 3

orang (4,5%) (tabel 5.7).

Tabel 5.7

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Sikap (Interpretasi)

No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 35 55,2

2 Sedang 29 43,3

3 Buruk 3 4,5

(42)

5.1.5. Tindakan

Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner, serta pengamatan pada

beberapa aspek, seluruh subjek ternyata menjawab benar (skor=1) pada

pertanyaan kedua dan kelima. Namun, pada pertanyaan kesepuluh, terdapat 30

orang (44,8%) yang menjawab salah (skor=0) (tabel 5.8).

Tabel 5.8

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan

No Pertanyaan tentang Tindakan

Frekuensi Persentase (%) Benar (1) Salah (0) Benar (1) Salah (0)

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan frekuensi subjek berdasarkan

tindakan yang baik adalah seramai 44 orang (65,7%) (tabel 5.9).

Tabel 5.9

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Tindakan (Interpretasi)

No Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

1 Baik 44 65,7

2 Sedang 20 29,8

3 Buruk 3 4,5

(43)

5.1.6. Distribusi Kejadian Infeksi Balantidium coli Berdasarkan Kelompok Sampel

Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi masyarakat Desa Namorambe

yang positif Balantidiasis yaitu yang terinfeksi protozoa Balantidium coli

sebanyak 3 orang (4,48%) dan yang negatif Balantidiasis sebanyak 64 orang

(95,52%) (tabel 5.10).

Tabel 5.10

Distribusi Frekuensi Kejadian Balantidiasis

No Kejadian Balantidiasis Frekuensi Persentase (%)

1 Positif 3 4,48

2 Negatif 64 95,52

Jumlah 67 100

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi kelompok umur dari 67

orang masyarakat Desa Namorambe yang termasuk ke kelompok umur 1-15 tahun

dan negatif terkena Balantidiasis sebesar 100%, kelompok umur 16-30 tahun dan

negatif terkena Balantidiasis sebesar 100%, dan bagi kelompok umur 31-45 tahun,

46-60 tahun dan 61-75 tahun yang positif terkena Balantidiasis masing-masing

terdapat 1 orang (tabel 5.11).

Tabel 5.11

Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan Kelompok Umur

(44)

Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi masyarakat Desa Namorambe

berjenis kelamin lelaki dan positif Balantidiasis sebanyak 3 orang (10,7%) dan

yang negatif Balantidiasis sebanyak 25 orang (89,3%). Subjek yang berjenis

kelamin perempuan dan negatif Balantidiasis sebanyak 39 orang (100%) (tabel

5.12).

Tabel 5.12

Distribusi Frekuensi Kejadian Balantidiasis

No Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan frekuensi pekerjaan subjek yang

bekerja sebagai sopir dan positif terkena Balantidiasis sebesar 40% dan yang tidak

bekerja dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 11,1% (tabel 5.13).

Tabel 5.13

Uji Silang antara Kejadian Balantidiasis Berdasarkan Kelompok Pekerjaan

(45)

5.1.7. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

Subjek yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan positif

terkena Balantidiasis adalah sebesar 0%. Sedangkan subjek yang mempunyai

tingkat pengetahuan yang buruk dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar

33,3% (tabel 5.14).

Tabel 5.14

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

No Tingkat

5.1.8. Hubungan antara Sikap dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli Subjek yang mempunyai sikap yang baik dan positif terkena Balantidiasis

adalah sebesar 0%. Manakala subjek yang mempunyai sikap buruk dan positif

terkena Balantidiasis adalah sebesar 33,3% (tabel 5.15).

Tabel 5.15

Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

(46)

Hasil uji statistik dengan Chi-square antara variabel sikap dengan kejadian

Balantidiasis didapatkan p-value sebesar 0,019 lebih kecil dari 0,05 (0,019<0,05)

yang artinya ada hubungan antara sikap dengan kejadian Balantidiasis.

5.1.9. Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

Berdasarkan penelitian, subjek yang melakukan tindakan yang baik dan

positif terkena Balantidiasis adalah sebesar 0%. Sementara subjek yang

melakukan tindakan yang buruk dan positif terkena Balantidiasis adalah sebesar

66,7% (tabel 5.16).

Tabel 5.16

Hubungan antara Tindakan dengan Kejadian Infeksi Balantidium coli

No Tindakan

Kejadian Balantidiasis

Total Negatif Positif

n % n %

1 Baik 44 100 0 0 44 100

2 Sedang 19 95,0 1 5,0 20 100

3 Buruk 1 33,3 2 66,7 3 100

Jumlah 64 95,5 3 4,5 67 100

X2 = 5,74 df = 2 p = 0,000

Hasil uji statistik dengan Chi-square antara variabel tindakan dengan

kejadian Balantidiasis didapatkan p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05

(0,000<0,05) yang artinya ada hubungan antara tindakan dengan kejadian

Balantidiasis.

(47)

5.2. Pembahasan Analisa Data 5.2.1. Tingkat Pengetahuan

Setelah dilakukan wawancara, ternyata masyarakat di sekitar peternakan

di Namorambe mempunyai tingkat pengetahuan yang rata-ratanya baik. Setelah

diselidiki, ternyata ramai di antara subjek penelitian yang memiliki taraf

pendidikan yang baik, contohnya memiliki sarjana sehingga tingkat pengetahuan

mereka juga baik. Bagi subjek anak-anak yang berumur di bawah 12 tahun pula,

mereka juga memiliki pengetahuan yang memuaskan memandangkan telah

dididik oleh orang tua mereka dengan baik.

Seluruh subjek mengetahui tentang ciri-ciri orang yang mengalami diare,

yaitu lemah dan lesu. Namun, apabila ditanya mengenai penyebabnya, masih ada

sebagian yang menjawab dikarenakan oleh musim hujan, memandangkan saat

penelitian dijalankan, ternyata ramai dari subjek yang sedang menderita diare dan

memang pada saat itu musim hujan. Selain itu, jumlah subjek yang masih

menganggap bahwa kandang ternak dan sekitarnya yang kotor itu biasa masih

tinggi yaitu seramai 18 orang. Seramai 19 orang dari jumlah subjek mengatakan

bahwa banyakkan buah merupakan penanganan awal dari gejala diare.

Tingkat pengetahuan individu itu biasanya cenderung mempengaruhi

tindakan seseorang. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena itu, dari pengalaman dan

penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebagai contoh, apabila

seseorang itu tahu tentang menjaga kebersihan itu penting untuk menghindari

(48)

agar kebersihan diri dan tempat tinggalnya terjaga untuk menghindari infeksi

tersebut.

5.2.2. Sikap

Kesadaran dalam mencari tahu penyebab diare itu penting disetujui oleh

sebagian besar subjek, yaitu seramai 61 orang. Hal ini menunjukkan bahwa

mereka telah mulai mementingkan tingkat kesehatan mereka. Namun, masih

ramai yang menganggap bahwa penyakit diare itu tidak termasuk berat atau

serius. Selain itu, sebagian dari jumlah subjek yaitu seramai 30 orang menyetujui

bahwa tindakan menjaga kebersihan dilakukan hanya untuk mensukseskan

program pemerintah, bukannya demi kebaikan mereka itu sendiri.

Sebagian masyarakat desa tersebut bersetuju bahwa tindakan menjaga

kebersihan itu dilaksanakan hanya untuk mensukseskan program pemerintah

karena pihak pemerintah daerah telah pun menugaskan para pekerja untuk

membersihkan kawasan kampung pada setiap dua minggu sekali. Jadi, mereka

yakni masyarakat desa ini tidak lagi bersikap peduli, sebaliknya hanya

menyerahkan tugas membersihkan tersebut kepada orang-orang yang telah

ditugaskan.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan presisposisi tindakan atau perilaku. Suatu contoh misalnya, seorang

ibu telah mendengar penyakit infeksi (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya

dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha

supaya anaknya tidak terkena infeksi. Dalam berfikir ini komponen emosi dan

(49)

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan keluarganya untuk mencegah

anaknya terkena infeksi.

5.2.3. Tindakan

Sebagian besar subjek mencatat angka yang tinggi dalam skor tingkat

pengetahuan dan sikap, namun rendah dalam skor tindakan. Hal ini menunjukkan

bahwa kebanyakkan dari mereka tahu dan sedar akan kepentingan dan bagaimana

menjaga kebersihan diri dan higiene sanitasi lingkungan mereka, namun mereka

masih tidak mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini mungkin

dikarenakan kebiasaan yang mereka lakukan dari dulu sehingga mereka

mendapati agak sulit dalam mempraktekkannya, misalnya hal-hal kecil seperti

memotong kuku dan memakai alas kaki.

Selain itu, saat pengamatan dilakukan, terdapat beberapa area tempat

tinggal yang memenuhi kriteria dari indikator nasional tentang higiene sanitasi

lingkungan yang baik. Contohnya masih ada beberapa rumah yang tidak memiliki

jamban yang layak, sebaliknya keluarga tersebut membuang air besar di sumur.

Namun begitu, hal ini tidak menyumbang kepada terjadinya infeksi

memandangkan perilaku mereka dalam menjaga kebersihan diri rata-rata baik.

Contohnya mereka tetap mencuci gelas atau piring dengan memakai sabun dan

memasak air minum dengan baik. Selain itu, lantai dalam rumah mereka dalam

(50)

Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata, diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas.

Sikap ibu yang sudah positif terhadap menjaga kebersihan harus mendapat

konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas yang mudah memungkinkan agar ibu

tersebut dapat menjaga rumahnya tetap bersih. Di samping itu, ada juga

kemungkinan sebagian individu yang tidak mengaplikasikan pengetahuan dan

sikapnya yang positif dalam mencegah infeksi ke dalam bentuk tindakan, namun

jumlahnya sedikit. Secara umumnya, tindakan sesorang itu dalam menjaga

kebersihan diri dan higiene sanitasi lingkungan juga menyumbang kepada

terjadinya infeksi.

5.2.4. Infeksi Balantidium coli

Setelah dilakukan penelitian, didapatkan data seramai tiga orang yang

positif terkena Balantidiasis. Dua orang dari yang positif itu adalah merupakan

sopir truk dan memiliki tingkat pengetahuan yang buruk. Salah seorang

daripadanya memiliki sikap yang sedang dan tindakan yang buruk, manakala

seorang lagi memiliki sikap yang buruk dan tindakan yang sedang. Hal ini

mungkin dikarenakan pekerjaan mereka yang menuntut mereka untuk bepergian

ke banyak tempat sehingga mereka dapati agak sulit untuk menyikapi dan

mempraktekkan tindakan-tindakan yang baik dalam aspek kebersihan. Selain itu,

tiadanya gejala diare yang dialami membuat mereka semakin memandang mudah

(51)

Seterusnya, satu lagi subjek penelitian yang positif terkena Balantidiasis

merupakan lansia, yaitu berumur 67 tahun. Walaupun kondisi tubuhnya secara

fisik masih baik, yaitu masih mampu berjalan sendiri, namun status mentalnya

yang mulai pikun mungkin berperan dalam tindakannya yang ternyata buruk.

Ketiga-tiga subjek yang positif ini ternyata tidak mengalami gejala utama

dari Balantidiasis, yaitu diare. Hal ini dikarenakan mereka merupakan inang

pembawa (carrier) dimana protozoa Balantidium coli ini menginfeksi mereka

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan

dengan kejadian infeksi Balantidium coli.

6.2. Saran

Saran yang dapat diajukan sebagai berikut :

1) Adanya kebijaksanaan Pemerintah Kota Desa Namorambe Kabupaten Deli

Serdang dalam menyediakan saluran air dan ketersediaan jamban yang layak

buat masyarakat sekitar.

2) Peningkatan kerjasama antara masyarakat desa dengan pemerintah setempat

untuk melaksanakan pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi

lingkungan sekitar rumah dan peternakan dalam upaya menurunkan prevalensi

penyakit diare.

3) Diharapkan adanya peran serta orang tua dalam usaha pencegahan dan

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., 2003. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja Tentang Imunisasi. Universitas Sumatera Utara. Available from :

2010]

Arikunto, S., 2007. Analisis Data Penelitian Deskriptif dalam Manajemen Penelitian. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 268-273

Baron, S., 1996. Balantidium coli. University of Texas Medical. Available from :

[Accessed 13 April 2010]

Centers for Disease Control & Prevention, 2009. Balantidiasis. National Center for Zoonotic, Vector-Borne, and Enteric Diseases. Division of Parasitic Diseases. Available from :

2010]

Chijide, V.M., 2008. Balantidiasis. University of Saskatchewan, Available from :

2010]

Dahlan, SM., 2008. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Sagung Seto. Jakarta : 65-68

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Pedoman Program Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga, Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah : 12

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan R.I., 2005. Balantidiasis. Available from :

http://www.pppl.depkes.go.id/catalogcdc/Wc6dec6d45c4f4.htm [Accessed 30 April 2010]

Gambar

Gambar 1. Kerangka konsep hubungan perilaku dan sanitasi lingkungan dengan infeksi Balantidium coli di kalangan masyarakat yang tinggal dekat dengan peternakan babi
Tabel 4.1 Nilai Validitas dan Reliabilitas untuk Pertanyaan Tentang Pengetahuan, Sikap dan Tindakan
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Pekerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan dengan Kejadian Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan, Karya Tulis Akhir, Fakultas

Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian mengenai hubungan antara pengetahuan, sikap dan tindakan petani dalam penggunaan pestisida dengan tingkat keracunan

memberikan kemudahan dan petunjuk dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penggunaan Pestisida dengan Tingkat Keracunan

Dari hasil penelitian terlihat bahwa prosentase responden yang mempunyai perilaku yang baik dalam pembuangan sampah lebih banyak pada responden dengan sikap yang Positif

P value sebesar 0,013 dengan nilai korelasi sebesar 0,443 menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan hubungan sedang yaitu bahwa semakin tinggi nilai pengetahuan maka

sikap positif melakukan tindakan perawatan organ reproduksi, = 0,006 berarti ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan tindakan perawatan organ reproduksi

Hasil penelitian diketahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian tuberkulosis di Kota Pekalongan bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah pada

Adapun simpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku berisiko ibu dengan kejadian infeksi VHB pada ibu hamil, tidak terdapat hubungan