• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

INTERAKSI DAN PEMANFATAN HASIL HUTAN

OLEH MASYARAKAT SEKITAR

TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER

(Studi Kasus: Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok)

SKRIPSI

Fahmi Tanaka Purba 101201118 Manajemen Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus: Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok).

Nama : Fahmi Tanaka Purba

Nim : 101201118

Program Study : Kehutanan

Jurusan : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing :

Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si Dodi Sumardi, S.Hut., M.T., M.P.P Ketua Anggota

Mengetahui

(3)

ABSTRAK

FAHMI TANAKA PURBA : Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus: Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok) Dibimbing oleh : Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Bapak

Dodi Sumardi, S.Hut., M.T., M.P.P.

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan suatu kawasan konservasi yang di dalamnya tersimpan kekayaan alam yang berlimpah. Dimana berkat keberadaanya mampu memberikan manfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya, baik itu manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis hasil hutan apa yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan bentuk interaksi dalam pemanfaatannya. Metode yang digunakan adalah dengan mengkombinasikan Metode Telaahan Dokumentasi (Documentation Study) dan Metode langsung (Direct Methods) dengan teknik wawancara dan observasi lapangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk memperoleh gambaran dari setiap tujuan yang diinginkan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Leuser adalah air, asam glugur, daun rumbia, burung kacer, ikan jurung, tanaman setekep, tanaman tiga urat, kayu dan kayu bakar. Interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan terjadi sepanjang tahun namun dengan intensitas pengambilan yang berbeda-beda. Hasil hutan tersebut dimanfaatkan secara konsumtif maupun produktif oleh masyarakat. Lokasi interaksi masyarakat dalam pengambilan hasil hutan berasal dari tanah milik masyrakat dan dari kawasan taman nasional.

(4)

ABSTRACT

FAHMI TANAKA PURBA : Interaction and Utilization of Forest Products Community Around Mount Leuser National Park (Case Study: Zone Gunung Leuser National Park National Park Management Section Bahorok Region V) In guided : Mr Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si and Mr Dodi Sumardi, S.Hut., MT, M.P.P

Mount Leuser National Park is a conservation area with saved abundant natural resources. Where thanks to its existence is able to provide benefits to the people who live in the vicinity, it benefits both directly and indirectly. This study aims to determine what types of forest products used by local communities and form of interaction in their utilization. The method used combination of Documentation Study and Direct Methods with interview techniques and field observations. The carried out descriptive from data analysis to obtain a description of each purpose of the research conducted. The results of this study indicate that forest products are used by people around the Gunung Leuser National Park is water, acid Glugur, sago palm leaves, kacer birds, fish jurung, setekep plants, plant three veins, timber and firewood. Community interaction in the utilization of forest products occurs throughout the year but with intensity varying retrieval. The forest products used are the consumptive and productive society. Location of community interaction in the retrieval of forest products derived from the possession of the society and of the national park.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Fahmi Tanaka Purba, dilahirkan di Tiga Lingga, Kabupaten Dairi pada tanggal 10 Februari 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Robinsius Purba dan ibu Menneria Tampubolon. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Panti Budaya Kisaran dan lulus tahun 2004, tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Pertama di SMP N 2 Kisaran, tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Kisaran. Setelah selesai dari SMA, penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Perguruan Tinggi, dan lulus di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis mengambil Program Study Kehutanan dengan konsentrasi pada jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian.

Selama menuntut ilmu di Program Study Kehutanan Universitas Sumatera Utara penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di kawasan Tahura Bukit Barisan. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Kepulauan Seribu Jakarta selama 1 bulan. Penulis juga mengikuti organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Silva) yang menjadi organisasi mahasiswa jurusan. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif menulis di berbagai media cetak seperti Harian Analisa, SIB, Medan Bisnis, Sindo, dan Galamedia Bandung.

(6)

KATA PENGHANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik

Penelitian yang berjudul “Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Study Kasus : Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua penulis yaitu bapak dan ibu (Robinsius Purba dan Menneria Tampubolon) atas dukungan baik semangat, materi, maupun doa hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

2. Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan bapak Dodi Sumardi, S.Hut., MT., M.P.P yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

3. Bapak Oding Afandi, S.Hut., M.P yang telah membimbing, memberikan masukan dan arahan pada penelitian ini.

4. Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser dan beserta seluruh jajaran stafnya yang telah menerima dan mengijinkan penulis untuk dapat melakukan kegiatan penelitian di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

5. Bapak Iskandar selaku pihak Pengendali Ekosistem Hutan yang telah mendampingi dan membantu penulis dalam mengumpulkan data di lapangan.

(7)

7. Sara Karunia Delfia Situmorang, S.E yang telah meluangkan waktu, pikiran, semangat dan motivasi yang tiada henti kepada penulis dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.

8. Kak Elsye, Bang Benni, dan seluruh keluarga penulis yang telah meluangkan waktu memberi bantuan moril maupun materi hingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata, semoga penelitian ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Oktober 2014

(8)

DAFTAR ISI

Kondisi Umum Taman Nasional Gunung Leuser Letak dan luasan ... 11

Teknik Pengambilan Sampel Desa dan Responden Sampel desa ... 20

(9)

Analisis data ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga Umur kepala rumah tangga ... 24

Tingkat pendidikan ... 25

Mata pencaharian ... 27

Kepemilikan lahan usaha tani ... 29

Peranan anggota rumah tangga ... 33

Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ... 35

Interaksi Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan ... 44

Ekowisata di kalangan masyarakat ... 51

Lokasi interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi hasil kepemilikan jenis lahan usaha tani responden ... 21

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan golongan kepemilikan lahan ... 22

Tabel 3. Distribusi responden menurut persentase anggota rumah tangga yang bekerja... 22

Tabel 4. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan ... 23

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan umur kepala keluarga ... 24

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 25

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian utama ... 27

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan usaha tani ... 29

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan luasan kepemilikan lahan ... 32

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan persentase anggota rumah tangga yang bekerja ... 33

Tabel 11. Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ... 36

Tabel 12. Bentuk interasksi dalam pemanfaatan hasil hutan di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser ... 45

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ladang yang dimiliki masyarakat di desa Bukit Lawan ... 30 Gambar 2. Persawahan masyarakat di Desa Timbang Jaya ... 31 Gamabr 3. Air yang digunakan masyarakat untuk dialirkan ke persawahan .. 37 Gambar 4. Aliran sungai yang ada di desa sekitar kawasan TNGL... 37 Gambar 5. Asam glugur yang telah dipotong dan dijemur masyarakat ... 38 Gambar 6. Pemanfaatan daun rumbia sebagai atap hunian dari hasil

kerajinan tangan oleh masyarakat ... 39 Gambar 7. Wawancara yang dilakukan pada salah seorang masyarakat yang

pernah memanfaatkan hasil hutan kayu ... 43 Gambar 8. Kayu bakar yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan ... 44 Gambar 9. Wawancara terhadap masyarakat yang memanfaatkan hasil

hutan asam glugur ... 47 Gambar 10. Kegiatan kerajinan tangan masyarakat dalam pemanfaatan

daun rumbia ... 48

Gamabar 11. Wawancara terhadap masyarakat yang hendak melakukan

(12)

ABSTRAK

FAHMI TANAKA PURBA : Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Leuser (Studi Kasus: Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Bahorok) Dibimbing oleh : Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si dan Bapak

Dodi Sumardi, S.Hut., M.T., M.P.P.

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan suatu kawasan konservasi yang di dalamnya tersimpan kekayaan alam yang berlimpah. Dimana berkat keberadaanya mampu memberikan manfaat bagi masyarakat yang hidup di sekitarnya, baik itu manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis hasil hutan apa yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan bentuk interaksi dalam pemanfaatannya. Metode yang digunakan adalah dengan mengkombinasikan Metode Telaahan Dokumentasi (Documentation Study) dan Metode langsung (Direct Methods) dengan teknik wawancara dan observasi lapangan. Analisis data dilakukan secara deskriptif untuk memperoleh gambaran dari setiap tujuan yang diinginkan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Leuser adalah air, asam glugur, daun rumbia, burung kacer, ikan jurung, tanaman setekep, tanaman tiga urat, kayu dan kayu bakar. Interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan terjadi sepanjang tahun namun dengan intensitas pengambilan yang berbeda-beda. Hasil hutan tersebut dimanfaatkan secara konsumtif maupun produktif oleh masyarakat. Lokasi interaksi masyarakat dalam pengambilan hasil hutan berasal dari tanah milik masyrakat dan dari kawasan taman nasional.

(13)

ABSTRACT

FAHMI TANAKA PURBA : Interaction and Utilization of Forest Products Community Around Mount Leuser National Park (Case Study: Zone Gunung Leuser National Park National Park Management Section Bahorok Region V) In guided : Mr Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si and Mr Dodi Sumardi, S.Hut., MT, M.P.P

Mount Leuser National Park is a conservation area with saved abundant natural resources. Where thanks to its existence is able to provide benefits to the people who live in the vicinity, it benefits both directly and indirectly. This study aims to determine what types of forest products used by local communities and form of interaction in their utilization. The method used combination of Documentation Study and Direct Methods with interview techniques and field observations. The carried out descriptive from data analysis to obtain a description of each purpose of the research conducted. The results of this study indicate that forest products are used by people around the Gunung Leuser National Park is water, acid Glugur, sago palm leaves, kacer birds, fish jurung, setekep plants, plant three veins, timber and firewood. Community interaction in the utilization of forest products occurs throughout the year but with intensity varying retrieval. The forest products used are the consumptive and productive society. Location of community interaction in the retrieval of forest products derived from the possession of the society and of the national park.

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem dalam kehidupan memberikan banyak manfaat terhadap kelangsungan hidup manusia dari jaman dulu sampai sekarang. Semua spesies yang berada di hutan mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat setempat dan berpotensi menjadi gudang sumberdaya genetis bagi tanaman pertanian. Disamping itu, hutan dan masyarakat lokal memiliki hubungan dan interaksi yang bersifat sosio-kultural. Kedekatan masyarakat secara fisik dan emosional akan melahirkan pengetahuan mengenai hutan itu sendiri sehingga menciptakan kearifan tradisional. Kearifan tradisional yang merupakan modal sosial masyarakat lokal dapat digunakan sebagai landasan untuk pengelolaan sumberdaya hutan (Triyanto, 2009).

Mangandar, 2000 dalam (Karisma, 2010) keterkaitan (interaksi) antar masyarakat dengan hutan telah berlangsung cukup lama karena hutan telah memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat. Keberadaan hutan juga memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk bekerja terutama dalam hal pembukaan lahan, penebangan kayu, pembersihan lahan, sehingga memperoleh upah yang lumayan. Selain itu, bagi masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumber-sumber dasar yang terdapat di hutan seperti kayu bakar dan hasil hutan lainnya akan memberikan nilai tambah terutama bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan hutan.

(15)

pengelolaan sistem pengembangan hutan untuk peningkatan kesejahteraannya tanpa harus mengorbankan fungsi hutan itu sendiri. Dengan demikian diperlukan partisipasi masyarakat dalam menyelamatkan fungsi hutan, tanah, air serta unsur lainnya sehingga terhindar dari kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan (Putri, 2003).

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu sumber penyokong kehidupan dalam memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat pinggir hutan sehari-hari. Ketergantungan yang sangat tinggi terlihat dari pemanfaat jasa hutan secara langsung misalnya pengambilan kayu bakar, jasa ekowisata, perolehan air bersih dan lain-lain dan manfaat tidak langsung berupa supply udara bersih, pemberi kesejukan dan keindahan masyarakat pinggir hutan (BBTNGL, 2010)

Sejak 1972 hingga 2001, Bukit Lawang merupakan tempat rehabilitasi orangutan. Dalam kurun waktu ini, 229 orangutan bekas peliharaan yang disita dari perdagangan satwa sudah direhabilitasi di lokasi ini. Bukit Lawang hingga kini diakui sebagai pintu gerbang terbaik untuk menikmati keindahan TNGL yang mempesona. Walaupun bukan lagi sebagai tempat rehabilitasi dan pelepasliaran orangutan, hutan di sekitar kawasan Bukit Lawang masih menyisakan peluang untuk mengamati orangutan dan juga spesies flora dan fauna lainnya (OIC, 2009)

Rumusan Masalah

(16)

kebutuhan hidup sehari-hari. Interaksi masyarakat dengan sumber daya hutan dapat dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi masyarakat sekitar yang menjadi faktor pendorong dalam pemanfaatan hasil hutan. Sumber daya hutan dalam pemanfaatannya ada yang dimanfaatkan secara konsumtif (untuk kehidupan sehari-hari) maupun produktif (untuk dapat diperjual belikan), sumber daya hutan juga dimanfaatkan sepanjang tahun dan ada pula yang dimanfaatkan sewaktu-waktu saja. Hal ini menunjukkan bahwa adanya interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan yang menunjukkan ketergantungan masyarakat akan hasil hutan tersebut. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi alasan bahwa penelitian tentang “Interaksi dan Pemanfaatan Hasil Hutan Oleh Masyarakat Sekitar Taman Nasional” ini dilakukan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui jenis hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

2. Mengetahui interaksi masyarakat sekitar hutan dengan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).

Manfaat Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Keberadaan Taman Nasional

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam Hutan dan ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai berikut : Taman Nasional adalah suatu kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sistem zonasi, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) terletak di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Area seluas 1.094.692 hektar (ha) ini ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai taman nasional pada tahun 1980. Nama TNGL diambil dari Gunung Leuser yang membentang di kawasan tersebut dengan ketinggian mencapai 3.404 meter (m) diatas permukaan laut (dpl). Bersama dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Taman Nasional Kerinci Seblat, TNGL ditetapkan oleh UNESCO pada tahun 2004 sebagai situs warisan dunia, Tropical Rainforest Heritage of Sumatra pada tahun 2004. Sebelumnya, TNGL juga telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Cagar Biosfer pada tahun 1981, dan ASEAN Heritage Park pada tahun 1984 (OIC, 2009).

(18)

nasional karena itu, pemanfaatan hasil hutan harus dilakukan dengan cara-cara yang benar, sehingga kelestariannya dapat terjamin (Souhuwat, 2006).

Soekmadi, 2005 dalam (Souhuwat, 2006) berdasarkan hasil kongres WCPA terakhir pada tahun 2003, diamandatkan bahwa pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Masyarakat tersebut akan termotivasi berperan serta untuk kepentingan pengelolaan kawasan dalam jangka panjang. Hal ini akan berimplikasi terbukanya akses bagi masyarakat terhadap pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan secara berkesinambungan.

Analisis terhadap perkembangan lingkungan eksternal di sekitar Balai TNGL sangat penting untuk memnetukan arah organisasi nanti ke depan. Perkembangan yang dimaksud antara lain: perubahan penggunaan lahan (misalnya perluasan perkebunan kelapa sawit, pembangunan jalan); perubahan kebijakan (pembangunan kabupaten, provinsi dan nasional pasca reformasi dan pasca perjanjian damai di NAD, ditetapkannya UU No 11/2006 tentang Pemerintah Aceh); dinamika politik (lahirnya beberapa kabupaten baru dan pilkada); perubahan peta strategis industri perkayuan (meningkatnya permintaan kayu pada tingkat regional dan global, kebijakan soft landing industri perkayuan nasional). Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari proses-proses dinamis langsung dan tidak langsung mempengaruhi arah dan pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser ke depan (TNGL, 2006).

(19)

menyatakan: Ada dua hal yang mempengaruhi aktivitas implementasi dalam proses politik dan administrasi yaitu contents of policy dan contexs of implementation”. Adapun dimaksud contents of policy yaitu kepentingan yang dipengaruhi (interests affected), tipe manfaat (type of benefits), derajat perubahan yang diharapkan (extent of change envisioned), letak pengambilan keputusan (site of decision making), pelaksana program (program implementator) dan sumber daya yang dilibatkan (resources commited). Sedangkan yang dimaksud contexs of implementation yaitu kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat (power, interest and strategies of actors), karakteristik lembaga dan penguasa (institution and regime characteristic) dan kepatuhan dan daya tanggap (compliance and responsiveness).

Masyarakat Sekitar Hutan

Masyarakat sekitar hutan adalah masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan hutan pada umumnya sangat bergantung pada sumberdaya hutan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan ekonomi dan budayanya. Baik yang memanfaatkan secara langsung ataupun tidak langsung dari hasil hutan tersebut. Sebagian dari mereka melakukan kegiatan budidaya pertanian di dalam kawasan hutan. Lainya hanya memetik hasil hutan non kayu seperti rotan, getah, sarang burung, dan tanaman obat-obatan. Sebagain lainya hanya mencari kayu bakar, menyabit rumput, atau menggembalakan ternaknya di dalam kawasan hutan (Susilawati, 2008)

(20)

a. Masyarakat di dalam kawasan hutan (forest dweller) yang dapat dikatakan sebagai komponen alami dari ekosistem hutan, karena sudah turun-temurun tinggal di dalam hutan, meski tidak memiliki tempat tinggal yang tetap. Secara umum masyarakat di dalam kawasan hutan merupakan masyarakat peramu (gatherers) dan atau pemburu (hunters), walaupun ada yang mulai bercocok tanam dan beternak dengan cara sederhana (cultivators).

b. Masyarakat desa di lingkungan hutan (rural people) yang merupakan masyarakat yang tinggal secara tetap (desa) baik di dalam maupun di sekitar hutan. Pada umumnya mereka bermata pencaharian sebagai petani/peladang (farmers), tetapi ada juga pengrajin (craftman) dan pedagang (traders).

Adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mempunyai akses langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan hutan serta memanfaatkan sumberdaya hutan adalah suatu realita yang tidak bisa diabaikan. Kondisi ini tentunya akan berdampak positif maupun negatif terhadap kelestarian hutan. Kegagalan pengelolaan hutan yang terjadi selama ini bukan disebabkan oleh faktor teknis semata namun lebih disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu, pengelolaan hutan yang baik tidak hanya memperhatikan aspek teknis pengelolaan hutan, namun juga harus memperhatikan aspek sosial (Nurrochmat, 2005).

Interaksi Masyarakat

(21)

masyarakat desa dengan kawasan hutan tercermin dari kegiatan-kegiatan masyarakat seperti, antara lain: mengumpulkan hasil hutan berupa bahan pangan, kayu bakar, pakan ternak, umbi-umbian serta hasil dari jenis jasa hutan lainnya Widianto, 2008 dalam (Istichomah, 2011).

Menurut MacKinnon et al, 1993 dalam (Marliani, 2005) interaksi masyarakat dengan kawasan yang dilindungi dapat diarahkan pada suatu tingkat integrasi dimana keperluan masyarakat akan sumberdaya alam dapat dipenuhi tanpa mengganggu atau merusak potensi kawasan. Salah satu alternatifnya adalah membentuk daerah penyangga sosial yaitu daerah penyangga yang berguna untuk mengalihkan perhatian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga mereka tidak merugikan hutan tersebut. Daerah penyangga juga dapat berfungsi sebagai usaha pertanian intensif, tempat untuk mengembangkan dan membina hubungan tradisional antara manusia dengan alam. Keberhasilan pengelolaan banyak bergantung pada kadar dukungan dan penghargaan yang diberikan kepada kawasan yang dilindungi dipandang sebagai penghalang, penduduk setempat dapat menggagalkan pelestarian. Tetapi bila pelestarian dianggap sebagai sesuatu yang positif manfaatnya, penduduk setempat sendiri yang akan bekerjasama dengan pengelola dalam melindungi kawasan itu dari pengembangan yang membahayakan.

Beberapa penyebab terjadinya interaksi yang cukup penting antara manusia dan sumberdaya hutan Alikodra, 1985 dalam (Marliani, 2005) adalah:

a. Tingkat pendapatan masyarakat di sekitar kawasan relatif rendah. b. Tingkat pendidikannya relatif rendah

(22)

d. Laju pertumbuhan penduduk yang pesat dengan kepadatan cukup tinggi. Secara umum interaksi masyarakat dengan hutan, tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Bentuk interaksi masyarakat dengan hutan membentuk 2 pola kegiatan yaitu legal (kegiatan positif) dan illegal (kegiatan negatif). Kegiatan legal terdiri dari pengumpulan rencek, pemanfaatan rumput untuk makanan ternak, buah-buahan, tanaman obat, dan hasil-hasil hutan lainnya. Kegiatan illegal terdiri dari pencurian kayu, penggarapan liar (bibrikan), pengembalaan liar dan pendudukan atau penyerobotan lahan untuk berbagai kepentingan (Nurrochmad dan Birgantoro, 2007).

Hasil Hutan yang Dimanfaakan Masyarakat

Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta

memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya (PP No. 6 tahun 2007).

(23)

antara lain; kemampuan hutan untuk memberikan pemandangan alam, menyerap, dan menyimpan karbon, dan lain-lain.

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan salah satu sumber penyokong kehidupan dalam memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat pinggir hutan sehari-hari. Ketergantungan yang sangat tinggi terlihat dari pemanfaat jasa hutan secara langsung misalnya pengambilan kayu bakar, jasa ekowisata, perolehan air bersih dan lain-lain dan manfaat tidak langsung berupa supply udara bersih, pemberi kesejukan dan keindahan masyarakat pinggir hutan (BBTNGL, 2010)

Alikodra et al, 1986 dalam (Ardiansyah, 2008) Kegiatan memungut hasil hutan dan hasil laut bagi masyarakat desa sekitar kawasan konservasi merupakan pekerjaan tambahan. Pengambilan setiap komoditi hutan biasanya dilakukan secara bersamaan dalam periode yang sama, misalnya pengambilan kayu bakar dilakukan sekaligus pada waktu pengambilan rumput, atau pengambilan kayu bakar dilakukan pada waktu penangkapan nener. Bagi buruh tani pada musim kemarau banyak yang mencari hasil hutan (ules, ramban, asam, rumput, rotan) dan hasil laut (nener, benur) untuk menambah penghasilan.

Kondisi Umum Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

Letak dan luasan

Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) merupakan satu kesatuan kawasan pelestarian alam, seluas 1.094.692 Ha yang terletak di dua provinsi, yaitu Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara.

(24)

dengan 9 kabupaten (Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Tamiang, Langkat, Dairi dan Karo). Secara geografis kawasan Taman Nasional Gunung Leuser terletak pada kordinat 96° 35”- 98° 30” BT dan 2° 50” – 4° 10” LU.

Topografi, iklim dan tanah

Ditinjau dari segi topografi, kawasan TNGL memiliki topografi mulai dari 0 meter dari permukaan laut (mdpl) yaitu daerah pantai hingga ketinggian lebih lebih dari 3000 mdpl, namun secara rata-rata hampir 80% kawasan memiliki kemiringan di atas 40%.

Kawasan TNGL dalam pengaruh inter-tropical convergence zone. Oleh karena itu sebagian besar klasifikasi iklimnya masuk ke dalam kategori Klas A, yaitu wet and hot tropical rainforest climate. Dalam tipe iklim ini, temperatur bulanan mencapai 18°C dan curah hujan tahunan lebih besar dari pada evaporasi tahunan aktual.

Jenis tanah di kawasan TNGL cukup beragam dari jenis aluvial, andosol, komplek podsolik, podsolik coklat, podsolik merah kuning, latosol, litosol, komplek rensing, organosol, regosol, humus, tanah gambut, tanah sedimentasi dan tanah vulkanik (www.gunungleuser.or.id).

Fauna dan flora

(25)

(Helarctos malayanus), harimau sumatera (Phantera tigris Sumatraensis). Satwa herbivora yang ada di taman nasional ini adalah gajah sumatera (Elephas maximus), badak sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), dan rusa sambar (Cervus unicolor).

Ada sekitar 89 spesies langka dan dilindungi yang berada di Taman Nasional Gunung Leuser, di antaranya: orangutan sumatera (Pongo pygmaeus abelii), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus), beruang madu (Helarctos malayanus), rangkong papan (Buceros bicornis), ajag (Cuon Alpinus), siamang (Hylobates syndactylus).

Sedikitnya terdapat 8,500 spesies tumbuhan yang berbeda hidup di berbagai

habitat di TNGL. Di pantai dan hutan rawa akan ditemukan pohon-pohon

kasuarina(Casuarina sp.), pala hutan (Myristica sp.), camphor atau kapur barus

(Dryobalanops aromatica), pohon nibung, rotan (Calamus sp.), pohon bakau atau

api-api (Avicennia sp.) dan pandan (Pandanus sp.). pohon matoa (Pometi pinnata)

tumbuh di sepanjang tepi sungai. Di hutan dataran rendah, pepohonan seperti

meranti (Shorea sp.), keruing (Dipterocarpus sp.), camphor dan damar (Hopea

sp.) dan beberapa pohon buah liar, seperti durian hutan (Durio zibethinus),

mangga (Mangifera indica), pisang hutan, buah leci dan buah cempedak hutan

tumbuh melimpah ruah. Di pegunungan dan hutan cemara, tumbuh beberapa

spesies lumut dan bunga-bunga hutan: anggrek gentians, bunga primula, stroberi,

tanaman obat-obatan, dan anggrek-anggrek hutan juga ditemukan. Rafflesia

(26)

Kondisi Umum Desa Lokasi Penelitian

Desa Bukit Lawang

Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok memiliki luas ± 21,69 Km², yang terdiri dari 7 dusun. Ketinggian daerah di atas permukaan laut adalah 108 mdpl, suhu rata-rata harian 23-33ºC, curah hujan di desa yaitu 4500-5000 mm/thn, jarak dari desa ke kecamatan sekitar 11 kilometer, jarak desa ke kabupaten sekitar 88 km, jarak dari desa ke ibu kota provinsi sekitar 98 km. Batas-batas wilayah Desa Bukit Lawang yaitu:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Air Tenang Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Timbang Lawan Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Bungaran

Sebelah Timur : berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Desa Bukit Lawang memiliki jumlah penduduk 2.606 orang yang terdiri dari 1.296 laki-laki dan 1.310 perempuan dengan jumlah 712 kepala keluarga. Tingkat kepadatan penduduk di desa Bukit Lawang adalah 124 jiwa/Km². Jumlah tenaga kerja di Desa Bukit Lawang terdiri dari karyawan 265 orang, petani 155 orang, pedagang 86 orang, peternak 57 orang, gaet 125 orang, pengrajin 2 orang, wiraswasta 41 orang, TNI 8 orang, polisi 4 orang, PNS 19 orang, dokter 2 orang, perawat 6 orang, dan pekerjaan lainya 1.833 orang.

(27)

Jumlah sekolah setingkat SD terdapat 1 SD negeri dengan jumlah murid 117 orang dengan 8 orang guru pengajar, 1 Madrasah Ibtidaiyah (swasta) dengan jumlah murid 428 orang dengan 10 orang guru pengajar, sedangkan untuk sekolah setingkat SMP dan SMA tidak ada. (Kecamatan Bahorok dalam angka, 2013)

Desa Sampe Raya

Desa Sampe Raya, Kecamatan Bahorok memiliki luas ± 168,62 Km², yang terdiri dari 6 dusun. Ketinggian daerah di atas permukaan laut adalah 100 mdpl, suhu rata-rata harian adalah 30 ºC, dengan curah hujan 5000 mm/thn. Jarak dari desa ke kecamatan sekitar 9 km, dan jarak dari desa ke kabupaten sekitar 80 km, jarak dari desa ke ibu kota provinsi sekitar 94 km. Batas-batas wilayah Desa Sampe Raya yaitu:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Sei Musam Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Timbang Lawan

Sebelah Barat : berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser Sebelah Timur : berbatasan dengan perkebunan Bungara

Desa Sampe Raya memiliki jumlah penduduk 2.579 orang yang terdiri dari 1.302 orang laki-laki dan 1.277 orang perempuan dengan jumlah 757 orang kepala keluarga. Jumlah tenaga kerja di Desa Sampe Raya terdiri dari 325 orang petani, 282 orang buruh tani, 43 orang PNS, guru 3 orang, pedagang 56 orang, gaet 20 orang, wiraswasta 232 orang, karyawan 20 orang.

(28)

orang Batak, 108 orang Melayu, 33 orang Minang, 921 orang Jawa, 21 orang Mandailing, 3 orang Manado.

Jumlah sekolah setingkat SD terdapat 2 SD negeri dengan jumlah murid 484 orang dengan 23 orang guru pengajar, sedangkan untuk sekolah setingkat SMP dan SMA tidak ada. (Kecamatan Bahorok dalam angka, 2013)

Desa Timbang Jaya

Desa Timbang Jaya, Kecamatan Bahorok memiliki luas ± 7.098 Ha, desa ini merupakan pemekaran dari Desa Timbang Lawan. Ketinggian daerah di atas permukaan laut adalah 75-120 mdpl, suhu rata-rata 30 ºC, dengan curah hujan 4500-5000 mm/thn. Jarak dari desa ke kecamatan sekitar 7 km, jarak dari desa ke kabupaten sekitar 78 km, dan jarak dari desa ke ibu kota sekitar 90 km. Batas-batas daerah dari Desa Timbang Jaya yaitu:

Sebelah Utara : berbatasan dengan Perkebunan Bukit Lawang Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Timbang Lawan

Sebelah Barat : berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Timbang Lawan

Desa Timbang Lawan memiliki jumlah penduduk 3.789 orang yang terdiri dari 1.905 laki-laki dan 1884 orang perempuan, dengan jumlah 1.021 orang kepala keluarga. Jumlah tenaga kerja yang ada di Desa Timbang Jaya terdiri dari 694 orang petani, 580 orang buruh tani, PNS 25 orang, pengrajin industri rumah tangga 10 orang, TNI/POLRI 2 orang, pengusaha kecil dan menengah 224 orang.

Jumlah perbandingan penduduk dengan agama yang diyakini adalah 3634 beragama Islam, 155 orang beragama Kristen. (Buku profil desa Timbang Jaya)

(29)

Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok memiliki luas ± 100,85 Km². Ketinggian daerah di atas permukaan laut adalah 70-100 mdpl, suhu rata-rata 30ºC, dengan curah hujan 4500-5000 mm/thn. Jarak dari desa ke kecamatan sekitar 4 km, jarak dari desa ke kabupaten sekitar 75 km, dan jarak dari desa ke ibu kota sekitar 88 km. Batas-batas daerah dari Desa Timbang Lawan yaitu: Sebelah Utara : berbatasan dengan Perkebunan Bungara

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Lau Damak Sebelah Timur : berbatasan dengan pekan Bahorok Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Timbang Jaya

Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok memiliki jumlah penduduk sekitar 4.595 orang, dengan jumlah laki-laki 2.240 orang, perempuan 2.355 orang, dengan jumlah 1.141 kepala keluarga. Jumlah tenaga kerja yang ada di desa Timbang Lawan ini yaitu petani 765 orang, 660 orang buruh tani, PNS 24 orang, TNI/POLRI 5 orang, pengusaha kecil menengah 147 orang, karyawan 107 orang, peternak 3 orang.

Jumlah perbandingan penduduk dengan agama yang diyakini adalah 4.385 orang beragama Islam, 177 orang beragama Kristen Protestan, 33 orang beragama Khatolik. Perbandingan etnis suku di masyarakat Desa Timbang Lawan yaitu 74 orang etnis Aceh, 294 orang etnis Batak, 998 orang etnis Batak Karo, 290 orang etnis Melayu, 17 orang etnis Minang, 2.864 rang etnis Jawa, 58 orang etnis Banjar.

(30)
(31)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2014 sampai dengan Juni 2014.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis yang digunakan untuk mencatat informasi maupun data, dan kamera digital yang digunakan dalam pengdokumentasian kegiatan di lapangan. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisoner sebagai isian data bagi kuisoner.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksploratif, pengumpulan data dilakukan dengan mengkombinasikan Metode Telaahan Dokumentasi (Documentation Study) dan Metode Langsung (Direct Methods) yaitu pengumpulan data primer di lapangan dengan teknik wawancara dan observasi lapangan.

Ruang Lingkup Penelitian

(32)

hasil hutan yang dimanfaatkan dalam kurun waktu setiap waktum ataupun pemanfaatan yang dilakukan dalm kurun waktu terus menerus.

Teknik Pengambilan Sampel Desa dan Responden

1. Sampel desa

Pendekatan yang digunakan dalam menentukan desa lokasi penelitian adalah metode purposive sampling (penarikan contoh secara bertujuan) pada empat desa di sekitar lokasi penelitian. Desa-desa sampel yang dipilih dari populasi dengan kriteria: desa berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), masyarakat desa berinteraksi dengan kawasan TNGL.

2. Sampel responden

Responden yang diambil dalam kajian ini adalah Kepala Keluarga (KK) pada desa sampel terpilih. Responden diambil secara acak sederhana (Simpel random sampling) dengan jumlah responden per desa sebanyak 20 KK. Responden kunci (key information) adalah pejabat pemerintah, instansi terkait, tokoh masyarakat, dan LSM. Key information diambil secara purposive sampling yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

(33)

responden dan peneliti. Sebagai upaya untuk memperolah data yang akurat, digunakan metode wawancara mendalam dan FGD (Focus Group Discussion).

b. Observasi. Kegiatan yang dilakukan pada observasi adalah melihat kehidupan sehari-hari masyarakat setempat, bentuk pemungutan dan pemanfaatan hasil hutan, kondisi lahan, dan cara pengelolaan lahan.

c. Studi pustaka, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder, dokumentasi dan literature yang ada terkait dengan penelitian.

Karakteristik data

Data yang diambil dari lapangan yaitu meliputi umur, mata pencaharian, lahan usaha tani yang dimiliki, luas lahan yang dimiliki, dan perbandingan anggota rumah tangga yang bekerja, dan jenis hasil hutan yang dimanfaatkan.

Data karakteristik sosial ekonomi rumah tangga di Desa penelitian adalah: 1. Lahan usaha tani yang dimiliki

Distribusi responden dihitung berdasarkan kategori jenis lahan yang dimiliki masyarakat, baik ladang, sawah, maupun pekarangan.

Tabel 1. Distribusi hasil kepemilikan jenis lahan usaha tani responden.

\

2. Luas lahan yang dimiliki

Distribusi responden dihitung untuk masing-masing kategori sebagai berikut:

Lahan Usaha Tani Jumlah Responden Persentase % Sawah

Ladang

Sawah dan Ladang Pekarangan

(34)

Tabel 2. Ditribusi responden berdasarkan golongan kepemilikan lahan.

Golongan Luas (Ha)

Jumlah Responden

Persentase % I Lebih dari 0,5

II 0,25-0,5 III Kurang dari 0,25 IV 0

Jumlah

3. Perbandingan anggota rumah tangga yang bekerja dengan total anggota rumah tangga.

Perbandingan anggota rumah tangga yang bekerja dengan total anggota rumah tangga dihitung dengan rumus:

mw= x 100%

Keterangan:

mw= Persentase anggota rumah tangga yang bekerja m = Jumlah anggota rumah tangga yamng bekerja (jiwa) M = Total anggota rumah tangga (jiwa)

Tabel 3. Ditribusi responden menurut persentase anggota rumah tangga yang bekerja.

Anggota rumah tangga

yang bekerja (%) Jumlah responden

Persentase (%) > 50%

≤ 50% 0% Jumlah

4. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan

(35)

Tabel 4. Jenis Hasil hutan yang dimanfaatkan

No Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan Pemanfaatan 1

2 3 4 5

Analisis data

Berdasarkan pada pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam (Dairiana, 2011), bahwa analisis data kualitatif mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan,

Keseluruhan data baik primer dan sekunder yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan, wawancara dengan para responden, serta studi pustaka kemudian dilakukan analisis dengan mencakup reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosial Ekonomi Rumah Tangga

Karakteristik sosial ekonomi rumah tangga pada penelitian ini meliputi meliputi umur, mata pencaharian, lahan usaha tani yang dimiliki, luas lahan yang dimiliki, dan perbandingan anggota rumah tangga yang bekerja dengan total anggota rumah tangga dan jenis hasil hutan yang dimanfaatkan. Hal ini didukung oleh pernyataan menurut Alikodra ,1987 yaitu interaksi masyarakat desa dengan hutan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: adat-istiadat dan budaya masyarakat, jenis mata pencaharian, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat pertumbuhan penduduk.

Umur kepala keluarga

Kepala keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah yang berumur 17-25 tahun yaitu 1 responden dengan persentase 1,25 %, berumur 26-55 tahun yaitu 56 responden dengan persentase 70 % dan yang berumur lebih dari 50 tahun yaitu 23 responden dengan persentase 28,75 %. Data tersebut disajikan pada tabel yang ada di bawah ini:

Tabel.5 Distribusi responden berdasarkan umur kepala keluarga

Umur (thn) Jlh responden Persentase (%)

< 17 0 0

17-25 1 1,25

26-55 56 70

> 55 23 28,75

(37)

Dari tabel. 5 dapat dilihat bahwa persentase tertinggi distribusi responden berdasarkan umur kepala keluarga yaitu berkisar umur 26-55 tahun dengan persentase 70%, dimana ini mununjukkan bahwa kisaran umur yang menjadi responden dalam umur yang produktif dalam bekerja maupun dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bakir dan Maning dalam Girsang (2006) mengemukakan bahwa usia produktif untuk bekerja di

negara-negara berkembang, pada umumnya adalah 15-55 tahun. Umur mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengambil manfaat hasil hutan, karena kemampuan kerja produktif akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia seseorang.

Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan terakhir yang diemban respon (kepala rumah tangga). Tingkat pendidikan merupakan salah satu hal yang dapat menentukan tinggi rendahnya status seseorang di masyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang dalam suatu masyarakat maka status sosialnya akan semakin tinggi (Girsang, 2006). Tingkat pendidikan kepala keluarga pada desa penelitian dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini:

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%)

Tidak Sekolah 3 3,75

SD 30 37,5

SMP 13 16,25

SMA 31 38,75

Perguruan Tinggi 3 3,75

Jumlah 80 100

(38)

Dari hasil Tabel. 6 di atas bahwa dapat dilihat kepala keluarga yang menjadi responden, mencakup dari berbagai tingkat pendidikan yang ada, yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Kepala keluarga yang tidak mengikuti jenjang pendidikan adalah 3 responden dengan persentase 3,75%. Kepala keluarga yang memiliki tingkat pendidikan setingkat SD adalah 30 responden dengan persentase 37,5%, setingkat SMP 13 responden dengan persentase 16,25%, setingkat SMA 31 responden dengan persentase 38,75%, setingkat Perguruan Tinggi 3 responden dengan persentase 3,75%. Data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan kepala keluarga yang tertinggi adalah SMA, walaupun tidak berbanding jauh dengan jumlah responden dengan tingkat pendidikan SD, dimana selisihnya hanyalah 1 orang saja. Sebaran tingkat pendidikan kepala responden baik SD, SMP, SMA tersebar merata pada masing-masing desa, di sini dimaksudkan bahwa di setiap desa kepala keluarga ada yang mengenyam pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA. Hal ini merupakan hal yang positif, bahwa akan ada saling berbagi informasi, kemampuan maupun pengalaman di kalangan masyarakat dalam hal keterampilan maupun pengembangan teknologi baik dalam pemanfaatan hasil hutan dan pengelolaannya. Hal ini didukung oleh pernyataan (Nurrochmat dan Birgantoro, 2007) tidak semua masyarakat di tiap-tiap dusun berlatar belakang pendidikan rendah, ada sebagian masyarakat yang telah mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini sangat positif karena kondisi ini baik secara langsung maupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya transfer ilmu pengetahuan, keterampilan dan informasi pasar.

(39)

Mata pencaharian yang digeluti masing-masing kepala keluarga tentunya berbeda-beda, hal ini bisa didasarkan atas tingkat pendidikan, keterampilan maupun kreativitas dari setiap orangnya. Mata pencaharian kepala keluarga di desa penelitian ini akan disajaikan pada Tabel.7 di bawah ini:

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian utama

Mata Pencaharian

Jumlah

Responden Persentase (%)

Peternak 1 1,25

Buruh 5 6,25

Buruh Tani 9 11,25

Pemandu 2 2,5

Karyawan Swasta 9 11,25

Petani 21 26,25

Petani Penggarap 10 12,5

Petani Kebun 6 7,5

PNS 3 3,75

Supir 2 2,5

Wiraswasta 12 15

Jumlah 80 100

Pada Tabel. 7 diatas dapat dilihat bahwa mata pencaharian kepala keluarga sangat beragam pada desa penelitian yaitu mulai dari peternak, buruh, buruh tani, gaet, karyawan, petani, petani penggarap, petani kebun, PNS, supir, dan wirausaha. Dimana persentae tertinggi kepala keluarga adalah bermata pencaharian sebagai petani dengan jumlah responden 21 orang dengan persentase 26,25%.

(40)

Mata pencaharian sebagai buruh tani ada 9 orang dengan persentase 11,25%, dimana buruh tani disini dimaksudkan adalah masyarakat yang bekerja sebagai buruh di lahan pertanian pemilik lahan dalam hal membantu si pemilik lahan dalam hal pengelolaan lahannya, baik ketika menanam bibit, perawatan, maupun pada saat pemanenan, dimana buruh diupah perhari. Perempuan diupah Rp. 40.000 – Rp. 50.000 ribu per hari, sedangkan untuk pria diupah Rp. 50.000 – Rp. 60.000 ribu per hari.

Responden dengan mata pencaharian petani penggarap berjumlah 10 orang dengan persentase 12,5%, dimana petani penggarap yang dimaksudkan adalah petani yang mengusahakan lahan orang lain dengan nanti hasil panen dibagi 2 yaitu kepada petani dan sang pemilik lahan. Mata pencaharian sebagai petani kebun berjumlah 6 orang dengan persentase 7,5 %, dimana petani kebun yang dimaksudkan adalah petani yang menanam tanaman jenis-jenis perkebunan, seperti kelapa sawit.

(41)

mencari penghasilan tambahan baik itu dengan membuka warung, dan beternak di pekarangan rumah.

Kepemilikan lahan usaha tani

Kepemilikan lahan usaha tani yang dimiliki oleh masyarakat di desa-desa penelitian menunjukan kepemilikan lahan yang berbeda-beda, yaitu ada yang memiliki ladang, sawah, ladang dan sawah, pekarangan, ladang dan pekarangan, sawah dan pekarangan. Hal ini didukung oleh pernyataan (Darwis, 2009) yang menyatakan bahwa badan pusat statistik membagi sumberdaya lahan pertanian atas 2 kategori yaitu (1) lahan sawah, (2) lahan kering. Lebih lanjut lahan kering dibedakan atas: (a) lahan pekarangan yaitu lahan kering yang berada di sekitar rumah, (b) lahan tegalan atau ladang yaitu lahan kering yang dimanfaatkan untuk tanaman semusim terutama padi dan palawija (c) lahan kebun yaitu lahan kering ang digunakan untuk tanaman perkebunan dan (d) hutan rakyat yaitu lahan kering yang digunakan untuk tanaman kayu-kayuan dan tanaman tahunan lainnya. Data kepemilikan lahan usaha tani responden disajikan dalam Tabel. 8 di bawah ini: Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan lahan usaha tani

Jenis Lahan Usaha Tani

Jumlah

Responden Persentase (%)

Ladang 35 43,75

Sawah 13 16,25

Ladang dan Sawah 9 11,25

Pekarangan 8 10

Ladang dan Pekarangan 7 8,75

Sawah dan Pekarangan 5 6,25

Tidak memiliki lahan 3 3,75

Jumlah 80 100

(42)

dalam kegiatan perladangan maupun persawahan. Masyarakat yang memiliki kepemilikan lahan dalam perladangan yaitu 35 responden dengan persentase 43,75%, dimana komoditi yang ditanam adalah seperti jagung, coklat, karet, sawit, tanaman buah-buahan seperti rambutan, pisang, durian. Masyarakat dalam menanam di ladang mengunakan pola tumpang sari, dimana dalam satu lahan namun dapat ditanam dengan berbagai jenis tanaman kecuali dengan tanaman sawit dimana tanaman sawit ditanam pada satu lahan tanpa melakukan tumpang sari.

Masyarakat yang memiliki kepemilikan lahan usaha tani dalam persawahan yaitu 13 orang dengan persentase 16,25%. Pada desa penelitian ada salah satu desa yang dulunya terkenal sebagai penghasil dan pemasok padi terbaik yaitu desa Timbang Lawan yang sekarang sudah mengalami pemekaran menjadi Timbang Jaya. Disamping itu masyarakat yang memiliki kepemilikan ladang dan sawah yaitu 9 orang dengan persentase 11,25%.

(43)

Gambar 2. Persawahan masyarakat di Desa Timbang Jaya

Masyarakat yang memanfaatkan pekarangan pada desa penelitian ini adalah untuk kegiatan peternakan ataupun kegiatan pertanian adalah 8 orang dimana dengan persentase 10% . Kegiatan beternak seperti beternak bebek, ayam, entok, kambing, lembu. mebuat kolam dengan memelihara ikan dengan jenis lele, gurami, ikan mas, ikan nila, untuk kegitan pertanian seperti menanam tanaman seperti ubi, cabe, kacang panjang, timun, gambus, kangkung, tanaman-tanaman ini disamping dijual juga sebagai tambahan konsumsi rumah tangga. Masing-masing kepemilikan lahan ladang dan pekaragan, sawah dan pekarangan yang dimiliki masyrakat adalah 7 orang dan 5 orang dengan masing-masing persentase 8,75% dan 6,25%.

(44)

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan luasan kepemilikan lahan

Golongan Luas (Ha) Jumlah

Responden Persentase (%)

I Lebih dari 0,5 27 33,75

II 0,25-0,5 13 16,25

III Kurang dari 0,25 37 46,25

IV Tidak memiliki lahan 3 3,75

Jumlah 80 100

Dari Tabel. 9 di atas menunjukkan bahwa kepemilikan luasan lahan masyarakat yang tertinggi yaitu pada golongan III dengan luasan < 0,25 Ha dimana dengan jumlah responden 37 orang dengan persentase 46,25%, dimana dengan luasan kurang dari 0,25 Ha ini sering digunakan dalam kegiatan pertanian dan persawahan. Sedangkan untuk kepemilikan lahan golongan I lebih dari 0,5 Ha dengan jumlah responden 27 orang dengan persentase 33,75%. Luasan lebih dari 0,5 Ha ini digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan menanam sawit dan karet dan juga kegiatan pertanian dan persawahan lainnya. Masyarakat yang memiliki luasan kepemilikan lahan golongan II dengan luasan 0,25-0,5 Ha adalah 13 orang dengan persentase 16,25% yang umumnya juga digunakan untuk kegiatan pertanian dan persawahan maupun perkebunan, sedangkan masyarakat yang tidak memiliki lahan ada 3 orang dengan persentase 3,75%.

(45)

masukan paling esensial dalam keberlangsungan proses produksi; (2) secara sosial, eksistensi lahan pertanian terkait dengan eksistensi tatanan kelembagaan masyarakat petani dan aspek budaya lainnya dan; (3) secara lingkungan, aktivitas pertanian pada umumnya relatif lebih selaras dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan.

Peranananggota rumah tangga

Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dimana ayah sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban dalam memenuhi kebutuhan hidup ataupun kebutuhan rumah tangga, namun ada juga peran anggota keluarga yang dapat membantu kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup ataupun kebutuhan rumah tangga, dimana anggota keluarga baik itu dengan bekerja sendiri ataupun membantu pekerjaan kepala rumah tangga di ladang ataupun di sawah. Anggota keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bapak, ibu dan anak. Berikut tabel distribusi responden berdasarkan persentase anggota rumah tangga yang bekerja yang disajikan pada Tabel.10 di bawah ini:

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan persentase anggota rumah tangga yang bekerja

Anggota Rumah Tangga yang

Bekerja Jumlah Responden Persentase

Lebih dari 50% 31 38,75

Lebih kecil sama dengan 50% 49 61,25

0% 0 0

Jumlah 100

(46)

menunjukkan bahwa 49 kepala keluarga berperan penting ataupun menjadi aktor tunggal dalam memenuhi kebutahan hidup ataupun kebutuhan rumah tangga sehari-hari, sedangkan 31 kepala keluarga dibantu oleh anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari ataupun kebutuhan rumah tangga.

Anggota keluarga yang bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup ataupun membantu kebutuhan keluarga yaitu yang mencari pekerjaan sendiri seperti berdagang, gaet, buruh, petani penggarap, dan buruh tani. Anggota keluarga yang bekerja ada yang bekerja di desa penelitian namun ada juga yang pergi ke luar kota untuk merantau.

(47)

rumah tangga maka semakin banyak pula kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Kondisi ini tentu akan berpengaruh terhadap peningkatan pemanfaatan sumber daya hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan maka diperoleh hasil bahwa hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Leuser adalah air, asam glugur, daun rumbia, kayu, kayu bakar, burung kacer, ikan jurung, dan tanaman setekep, tanaman tiga urat. Pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan secara perorangan. Hal ini didukung oleh pernyataan Ardiansyah, 2008 yang menyatakan bahwa bagi masyarakat sekitar hutan keberadaan hutan sangat berarti untuk keberlangsungan hidupnya, mereka bergantung pada sumberdaya sumberdaya yang ada di hutan seperti kayu bakar, bahan makanan, bahan bangunan dan hasil-hasil hutan lainnya, yang akan memberikan nilai tambah bagi kehidupannya. Berikut tabel hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel. 11 di bawah ini:

Tabel 11. Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat

No Jenis Hasil Hutan yang Dimanfaatkan Pemanfaatan

(48)

Air merupakan sumber daya alam yang paling melimpah yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ini. Hal ini lantah memberikan manfaat yang cukup besar buat keberadaan masyarakat yang ada di sekitarnya. Keberadaan air yang melimpah digunakan masyarakat sebagai pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, baik itu untuk kebutuhan rumah tangga seperti air minum, mandi dan mencuci pakaian. Kegiatan mandi dan mencuci pakaian kerap dilakukan oleh masyarakat di aliran irigasi sungai yang dilakukan di sore hari. Air juga digunakan oleh masyarakat untuk mengairi sawah-sawah masyarakat yang ada sekitar kawasan. Desa Timbang Lawan pada lokasi penelitian dulunya merupakan salah satu desa yang terkenal sebagai penghasil dan pemasok padinya Namun, kualitas air yang ada di kawasan ini, jika musim hujan tiba makan warna air akan sedikit kotor atau keruh, namun jika tidak musim penghujan maka kualitas air yang ada cukup bersih dan segar.

(49)

Gambar 4. Aliran sungai yang ada di desa sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser

(50)

untuk dilakukan, namun jika kondisi matahari tidak memadai, proses pengeringan akan memakan waktu yang relatif lama. Masyarakat dalam menjual asam glugur, ada yang langsung menjualnya, ke pasar atau ke pekan namun ada juga pembeli yang langsung mengambilnya ke rumah masyarakat.

(51)

pembeli yang hanya membutuhkan beberapa keping saja. Namun, jika pembeli membutuhkan dalam jumlah yang banyak maka harus dipesan terlebih dahulu, agar pengrajin dapat mempersiapkan bahan dan menyelesaikannya.

Gambar 6. Pemanfaatan daun rumbia sebagai atap hunian dari hasil kerajinan tangan masyarakat

Burung kacer (copsychus saularis) merupakan salah satu satwa yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan taman nasional ini. Klasifikasi ilmiah dari hewan ini adalah :

Kerajaan : Animalia Divisi : Chordata Kelas : Aves

Bangsa : Passeriformes Suku : Muscicapidae Marga : Copsychus

Spesies : Copsychus saularis

(52)

tangga. Satwa ini juga terkenal dengan suara kicauannya dan sering juga untuk dipertandingkan. Masyarakat dalam menjual burung dengan harga Rp. 100.000 rupiah untuk jenis burug kacer yang masih kecil atau belum mampu untuk makan sendiri. Untuk jenis burung yang sudah lumayan besar maupun sudah mampu makan sendiri dijual dengan harga Rp. 300.000-500.000 rupiah. Jenis burung kacer umumnya masyarakat mencari dan mengambilnya di sekitar perkebunan sawit masyarakat.

Ikan jurung (Tor) merupakan ikan yang ditemukan di sekitar aliran sungai yang ada di Taman Nasional Gunung Leuser ini. Klasifikasi ilmiah dari jenis hewan ini adalah:

Kerajaan : Animalia Divisi : Chordata Kelas : Actinopterygii Bangsa : Cypriniformes Suku : Cyprinidae Marga : Tor

Spesies : Tor sp

(53)

setelah bencana banjir bandang yang pernah melanda daerah Bukit Lawang beberapa waktu lalu.

Setekep (elastotema umbellatum) merupakan jenis tanaman yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pengobatan-pengobatan tradisional. Klasifikasi ilmiah dari tanaman ini adalah:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Bangsa : Urticales Suku : Urticaceae Marga : Elastostema

Spesies : Elastostema umbellatum

Tanaman ini tergolong jenis perdu-perduan yang ditemukan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ini. Masyarakat mencarinya secara perorangan ketika membutuhkannya. Khasiat dari tanaman ini adalah untuk mengobati penyakit-penyakit pada anak-anak, seperti bisul maupun mencret. Bagian yang dimanfaatkan adalah mulai dari daun, batang dan akarnya, dimana tanaman ini direbus lalu diminum air rebusannya.

Tiga urat (melastoma malabathricum) juga merupakan jenis perdu-perduan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan untuk pengobatan tradisional. Klasifikasi ilmiah dari tanaman ini adalah :

Kerajaan : Plantae

(54)

Bangsa : Myrtales

Suku : Melastomataceae Marga : Melastoma

Spesies : Melastoma malabathricum

Jenis tanaman ini ditemukan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Khasiat dari tanaman ini adalah untuk mengobati masuk angin, ataupun pegal-pegal pada badan, yang dialami oleh masyarakat, bagian yang dimanfaatkan mulai dari daun, batang dan akar, dimana tanaman tersebut direbus lalu diminum air rebusannya. Dalam pemanfaatan maupun pengambilan tanaman obat yang dilakukan oleh masyarakat, pengambilan dilakukan hanya ketika membutuhkan saja, dimana jika ada anggota rumah tangga yang sedang sakit.

(55)

Gambar 7. Wawancara yang dilakukan pada salah seorang masyarakat yang pernah memanfaatkan hasil hutan kayu

Pemanfaatan kayu bakar yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan secara perorangan, dimana pencarian dan pengambilan kayu bakar dilakukan baik di dalam kawasan maupun yang ada di ladang-ladang masyarakat. Pemanfaatan kayu bakar dimanfaatkan oleh masyarakat secara konsumtif, dimana digunakan untuk kebutuhan pribadi atau rumah tangga. Kayu bakar digunakan sebagai energi rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, baik digunakan untuk keperluan memasak ataupun keperluan lainnya, walaupun sebahagian masyarakat sekitar juga sudah ada menggunakan kompor gas untuk keperluan energi rumah tangganya.

(56)

Gambar 8. (a) dan (b); Kayu bakar yang dimanfaatkan masyarakat sekitar kawasan

Interaksi Masyarakat di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser

Interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan

Dari hasil yang diperoleh dari lapangan maka dapat dilihat bahwa bentuk interaksi yang terjadi pada masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser ada dalam bentuk konsumtif dan produktif. Konsumtif yang dimana dimaksud adalah dimana hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dimanfaatkan secara pribadi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan produktif adalah dimana hasil hutan yang dimanfaatkan disamping untuk kebutuhan pribadi namun dapat dimanfaatkan masyarakat untuk diperjual belikan untuk memberi tambahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jenis hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu air, asam glugur, daun rumbia,burung kacer, ikan jurung, tanaman setekep, tanaman tiga urat, kayu, dan kayu bakar. Hal ini didukung dengan pernyataan Ngakan dkk, 2006 dalam (Batubara dan Oding, 2013) menyatakan bahwa hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: (a) produktif, yaitu yang diperjualbelikan di pasar, dan (b) konsumtif, yaitu yang dikonsumsi sendiri dan tidak dijual. Interaksi sosial masyarakat desa dengan hutan, dapat terlihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan akan sumber-sumber kehidupan dasar seperti air, sumber energi (kayu bakar dan bahan-bahan makanan yang dihasilkan dari hutan), bahan bangunan, dan lain-lain.

.Berikut bentuk interaksi masyarakat yang dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini.

(57)

Interaksi Masyarakat

Waktu

Pengambilan Pemanfaatan Frekuensi Jumlah/Satuan

Pemanfaatan air

(58)

Air yang ditarik dan dialirkan untuk ke kamar mandi masyarakat untuk mempermudah kegiatan-kegiatan rumah tangga, sehingga masyarakat tidak harus melakukan aktifitas untuk ke sungai. Air juga dimanfaatkan oleh masyarakat demi memenuhi kebutuhan air yang diperlukan oleh masyarakat untuk menagairi sawah.

Asam glugur yang dimanfaatkan oleh masyarakat dimanfaatkan secara konsumtif dan produktif. Kegiatan pencarian dan pengambilan asam glugur dilakukan oleh masyarakat seminggu sekali baik itu di ladang masyarakat maupun di sekitar kawasan. Kegiatan pengambilan asam glugur oleh masyarakat dilakukan dengan berjalan kaki. Dalam intensitas pencarian maupun pengambilan seminggu sekali yang dilakukan oleh masyarakat, biasanya memperoleh 1 kantong plastik buah asam glugur yang didapatkan. Kemudian asam gelugur yang telah diambil dipotong berbentuk pipih. Setelah dipotong kemudian dijemur hingga kering. Proses pengeringan yang dilakukan adalah dengan bantuan sinar matahari sehingga, lama proses pengeringan sangat tergantung tehadap kondisi ketersediaannya matahari, jika dalam kondisi musim penghujan, maka proses pengeringan juga pasti akan lebih lama dilakukan.

(59)

Gambar 9. Wawancara terhadap masyarakat yang memanfaatkan hasil hutan asam glugur

(60)

Gambar 10. Kegiatan kerajianan tangan masyarakat dalam pemanfaatan daun rumbia

Burung Kacer (copsychus saularis) yang dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk kebutuhan konsumtif maupun produktif. Satwa ini biasanya dicari oleh masyarakat disekitar perkebunan sawit masyarakat. Masyarakat dalam menangkapnya, ada yang dengan menjerat maupun dengan menembak. Pengambilan biasa dilakukan dengan intensitas 2 minggu sekali di sela-sela waktu kosong. Dalam proses pengambilan setiap 2 minggu sekali yang dilakukan masyarakat bisa memperoleh 1-2 ekor burung, namun jika kurang beruntung, masyarakat hanya pulang tanpa memperoleh hasil apa-apa. Kegiatan tersebut disamping dilakukan sebagai hobbi juga dapat memberikan hasil tambahan bagi keluarga, karena burung yang diperoleh dapat diperjual belikan. Burung yang dijual dalam kondisi anakan atau belum mampu untuk makan sendiri dijual seharga Rp. 100.000 rupiah, namun jika kondisi satwa sudah beranjak besar atau sudah mampu untuk makan sendiri dapat dijual dengan harga Rp. 300.000-500.000 rupiah.

(61)

cara memancing di sungai. Intensitas pengambilan yang dilakukan oleh masyarakat biasanya dilakukan 2 miggu sekali dan hasil yang diperoleh sekitar 2-3 ekor ikan. Ikan jurung ini terkenal dengan dagingnya yang tebal dan lezat dimana dalam mitosnya bahwa jenis ikan ini adalah makanan para raja-raja dulunya. Ikan jurung disamping dikonsumsi oleh masyarakat, ikan jurung juga diperjualbelikan. Ikan jurung dijual per kilonya dengan harga Rp.200.000 rupiah. Stekep (elastotema umbellatum) merupakan jenis tanaman perdu-perduan yang dikonsumsi oleh masyarakat sebagai obat-obatan tradisional. Masyarakat umumnya mencari tanaman ini di dalam kawasan taman nasional. Masyarakat mencarinya dengan berjalan kaki masuk ke dalam kawasan, tidak ada waktu tertentu untuk mencari jenis tanaman ini, karena masyarakat hanya membutuhkannya ketika ada anggota rumah tangga yang sedang sakit. Untuk sekali pengambilan biasanya masyarakat mengambil 3-5 batang. Tanaman yang diambil untuk dikonsumsi oleh anak-anak sebagai obat untuk bisul maupun sakit perut. Caranya dengan merebus bagian daun, batang dan akar lalu diminum air rebusannya.

(62)

Pengambilan kayu yang dilakukan oleh masyarakat yaitu secara konsumtif, dimana hasil tersebut hanya dimanfaatkan secara pribadi. Intensitas pengambilan kayu yang dilakukan oleh masyarakat hanya satu kali, dan hal itu terjadi ketika bencana banjir bandang yang pernah melanda daerah Bukit Lawang beberapa tahun lalu. Ketika itu masyarakat memanfaatkan kayu yang tumbang di sekitar wilayah masyarakat. Pemanfaatan kayu oleh salah seorang masyarakat ini, dilakukan karena keterbatasan biaya yang dimilikinya untuk membangun rumahnya. Untuk jenis kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat, tidak diketahui jenis kayu apa, namun kayu yang pernah diambil tidak dalam ukuran diameter yang besar, melainkan hanya diameter 5-10 meter, dengan jumlah kayu yang dimanfaatkan sejumlah tiga batang. Dalam kegunaannya kayu tersebut digunakan sebagai peranca dalam pembangunan rumah. Namun dalam kehidupan hidup sehari-harinya, masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser, tidak ada memanfaatkan kayu baik itu untuk keperluan sehari-hari maupun untuk diperjual belikan.

(63)

bakar rumah tangga, namun sudah ada juga masyarakat yang sudah beralih dengan menggunakan pemakaian gas dalam rumah tangga.

Gambar 11. Wawancara terhadap masyarakat yang hendak melakukan kegiatan pencaharian kayu bakar

Ekowisata di kalangan masyarakat

Keberadaan pihak Taman Nasional Gunung Leuser memberi manfaat dan peranan penting bagi masyarakat. disamping kegiatan pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan oleh masyarakat keberadaan Taman Nasional dan masyarakat juga memiliki ikatan mitra kerja. Ikatan mitra kerja ini dilakukan oleh pihak Taman Nasional sebagai wujud pengembangan dan demi mensejahtrerakan perekonomian masyarakat setempat.

Kegiatan mitra kerja yang dimaksudkan adalah dimana ketika masyarakat menemukan suatu tempat ataupun objek di wilayah sekitar Taman Nasional Gunung Leuser yang di mana objek tersebut berpotensi sebagai ekoswisata yang dapat dikembangkan. Masyarakat dapat melaporkannya kepada pihak Taman Nasional, dimana masyarakat akan dibimbing, diarahkan, demi proses pengembangannya.

(64)

pemandu sebagi nilai tambahan bagi pendapatan masyarakat setempat. Dan dengan begitu juga masyarakat akan lebih sadar dalam mejaga ekosistem sekitar, disamping manfaat jasa lingkungan yang diberikannya, keberadaan Taman Nasionla juga bisa sebagi penghasilan pendapatan bagi masyrakat melalui kegiatan-kegiatan ekowisatanya.

Lokasi interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan

Berikut daftar lokasi interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan yang disajikan pada Tabel. 13 di bawah ini:

Tabel. 13. Lokasi interaksi masyarakat dalam pemanfaatan hasil hutan

NO Jenis Hasil Hutan

Lokasi interaksi pemanfaatan hasil hutan

Tanah Milik Hutan 1 Air Tanah milik TNGL 2 Asam glugur Tanah milik TNGL 3 Daun rumbia Tanah milik TNGL 4 Brung kacer Tanah milik

5 Ikan jurung TNGL 6 Setekep TNGL 7 Tiga urat TNGL 8 Kayu TNGL

9 Kayu bakar Tanah milik TNGL

(65)

pemanfaatan hasil hutan umumnya hasil hutan yang diperoleh berasal dari kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Dari hasil penelitian di lapangan bahwa pemanfaatan asam glugur dan daun rumbia, dan kayu bakar ada yang berasal dari lahan-lahan masyarakat atau tanah milik namun ada juga yang berasal dari kawasan taman nasional. Hal ini terjadi karena tidak selamanya lahan milik masyarakat mampu memenuhi kebutuhan yang diperlukan, sehingga mereka juga mau mencari kebutuhan di dalam kawasan taman nasional. Sedangkan untuk jenis burung kacer lokasi interaksi yang terjadi umumnya di tanah milik masyarakat, hal ini dikarenakan bahwa masyarakat umumnya menemukan jenis burung ini di perkebunan-perkebunan sawit milik masyarakat.

(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Jenis Hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Leuser adalah air, buah asam glugur, daun rumbia, burung kacer, ikan jurung, tanaman setekep, tanaman tiga urat, kayu dan kayu bakar.

2. Interaksi masyarakat yang terjadi dalam pemanfaatan hasil hutan adalah konsumtif dan produktif, dimana hasil hutan yang dimanfaatkan secara konsumtif adalah air, tanaman setekep, tanaman tiga urat, kayu, kayu bakar sedangkan hasil hutan yang dimanfaatkan secara konsumtif dan juga produktif adalah buah asam glugur, daun rumbia burung kacer dan ikan jurung.

Saran

Saran yang perlu diberikan dari penelitian ini adalah:

1. Perlu dilakukan kajian maupun penelitian lanjutan mengenai nilai ekonomi dari hasil hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, serta bentuk interaksi masyarakat yang terjadi di wilayah lain di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser demi melihat ketergantungan hidup masyarakat dalam memanfaatkan dan menjaga ekosistem hutan serta demi pengembangan kawasan Taman Nasional Gunung Leuser nanti kedepannya.

(67)

Gambar

Tabel 1. Distribusi hasil kepemilikan jenis lahan usaha tani responden.
Tabel 2. Ditribusi responden berdasarkan golongan kepemilikan lahan.
Tabel 4. Jenis Hasil hutan yang dimanfaatkan
Tabel.5 Distribusi responden berdasarkan umur kepala keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kebijakan pengembengan wilayah wilayah masyarakat dalam UU ini di sebutkan dalam pasal 3 (f) “ menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang

lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu utama ortogonal denah struktur gedung secara keseluruhan. 5) Sistem struktur gedung tidak

[r]

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

• Pasal 263 ayat (3) UU Pemda “RPJMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran,

Kemaslahatan yang terdapat nas} secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya dan terdapat dalil untuk memelihara dan melindunginya. Contohnya, dalil nas

Seven aspects of bias are excessive optimism, representativeness, overconfidence, herding effect, availability, confirmation, and framing in making life insurance purchasing

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Ganda Perempuan Pedagang di Pasar Jalan Trem Pangkalpinang menunjukkan sudah terjadi begitu saja dan tanpa ada