• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Tarik Dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (Tbs) Sawit Tipe Jaring

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Tarik Dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (Tbs) Sawit Tipe Jaring"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT

TIPE JARING

QONIURROCHMATULLOH

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

QONIURROCHMATULLOH. Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring. Dibimbing Oleh MAD YAMIN dan SAM HERODIAN.

Pengujian beberapa macam tali dilakukan untuk mengetahui karakter fisik dan kemampuan mekanis tali sebagai informasi utama pembuatan jaring pada alat penampung TBS (tandan buah segar) tipe jaring. Tali yang digunakan adalah tali nilon, prusik, dan PE dengan diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm. Perlakuan khusus diberikan kepada tiap tali yaitu dengan perendaman air tidak kurang dari 12 jam, dengan suhu air 20 ± 2˚C. Beberapa pengujian yang dilakukan meliputi uji gaya putus, regangan longitudinal, energi yang mampu diserap tali, dan uji impact tali. Dari hasil pengujian tarik, diperolehlah gaya putus dan regangan longitudinal, dan energi yang mampu diserap tali. Sedangkan untuk pengujian impact tali, digunakan alat uji impact untuk mengukur seberapa kuat tali menahan beban tiba-tiba. Hasil menunjukkan bahwa tali PE memiliki nilai gaya putus terbesar dengan nilai rata-rata 105.95 kgf dan 105.99 kgf (perlakuan kering dan basah pada diameter 4 mm), dan juga tidak terpengaruh perlakuan perendaman air. Tali prusik memiliki nilai regangan longitudinal paling tinggi dengan nilai rata-rata 0.96 m/m dan 0.90 m/m (perlakuan kering dan basah pada diameter 4 mm), dan nilai penyerapan energi terbesardengan nilai rata-rata 321.09 J/m dan 323.97 J/m (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Tali nilon menyerap air sehingga adanya perlakuan perendaman mempengaruhi nilai hasil pengujian. Tali yang paling kuat pada uji impact adalah tali PE, membutuhkan rata-rata 10.20 kali dan 10.00 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Sedikit berbeda dengan nilai uji impact tali prusik yang membutuhkan rata-rata 10.00 kali dan 9.60 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Pemilihan tali terbaik menggunakan metode nilai indeks sifat berbobot. Tali yang paling cocok sebagai bahan jaring adalah tali nilon dengan nilai indeks 0.86.

(5)

ABSTRACT

QONIURROCHMATULLOH. Rope Tensile and Endurance Test for Oil Palm Fresh Fruit Bunches (FFB) Catcher Equipment Net Type. Supervised by MAD YAMIN dan SAM HERODIAN.

Testing on physical character and mechanical ability for some types of rope in order to give main information on designing oil palm fresh fruit bunches (FFB) catcher equipment net type. Some types of rope is used for test, they are nylon, prusik, and PE rope with 2 mm, 3 mm, and 4 mm diameter in each. Specific treatment applied on the rope sample is immersing in tap water not less than 12 hours under 20 ± 2˚C water temperature. Those several testing parameter are breaking strength, elongation, energy absorbed by rope, and rope impact endurance. From tensile test result, can be obtain breaking force, elongation, and energy absorbed value of each rope. While for the impact testing, the rope measured for how strong they resist the sudden load. Result showing that PE rope has the highest average value of breaking strength with 105.95 kgf and 105.99 kgf (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter), and it is not influenced by wet treatment. Prusik rope has the highest average value of elongation with 0.96 m/m and 0.90 m/m (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter), and highest average value of energy absorbed with 321.09 J/m and 323.97 J/m (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Nylon rope is water absorbant, so that the testing value is influenced by wet treatment. The strongest rope on impact testing result is PE, need 10.20 cycle and 10.00 cycle under the sudden load until it is broken (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Little higher than impact testing result of prusik rope with 10.00 cycle and 9.60 cycle under the sudden load until it is broken (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Selection of the best rope is using weighted - properties index value. Then the most suitable rope for net material is nylon rope with index value 0.86.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG

TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT

TIPE JARING

QONIURROCHMATULLOH

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring

Nama : Qoniurrochmatulloh NIM : F14100086

Disetujui oleh

Ir Mad Yamin, MT Pembimbing I

Dr Ir Sam Herodian, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat

dan ridho Nya sehingga penelitian dan skripsi dengan judul “ Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring ” dapat diselesaikan. Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik ini penulis persembahkan untuk ayah, ibu dan semua orang yang telah mendukung saya selama ini dengan cinta, kasih sayang, bimbingan, pengorbanan, dan doa yang senantiasa menyertai perjalanan penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Ir Mad Yamin MT dan Dr Ir Sam Herodian MS selaku dosen pembimbing

akademik yang telah memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat.

2. Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran selama pelaksanaan tugas akhir.

3. Orang tua, Puri, adik-adik, dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan perhatian.

4. Aswin, Weni, Sigit, Reza, rekan kontrakan Safari Balebak dan seluruh teman - teman Antares 47 yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta senantiasa membantu saya selama pengerjaan penelitian ini.

5. Teknisi dan laboran di laboratorium RDBK dan lapangan Siswadhi Soepardjo yang senantiasa membantu, mengarahkan dan mendukung penelitian saya. 6. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong terselesaikannya kegiatan

penelitian, serta kerjasamanya dalam penyusunan laporan penelitian ini. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, 23 Februari 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Tandan Buah Kelapa Sawit 3

Pemanenan Kelapa Sawit 3

Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Tipe Jaring 4

Tali 5

METODE PENELITIAN 9

Waktu dan Tempat 9

Alat dan Bahan 9

Tahapan Penelitian 9

Prosedur Analisis Data 12

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

1 Ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat 21

2 Nilai indeks sifat berbobot ( ) 21

3 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 2 mm 25 4 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 3 mm 25 5 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 4 mm 26 6 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 2 mm 27 7 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 3 mm 27 8 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 4 mm 28 9 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 2 mm 29 10 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 3 mm 29 11 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 4 mm 30 12 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 2 mm 31 13 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 3 mm 31 14 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 4 mm 31 15 Nilai numerik sifat untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering 41 16 Pemberian faktor pembobot (w) untuk tali diameter 2 mm perlakuan

kering 41

17 Nilai sifat berskala ( ) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering 41 18 Hasil perhitungan nilai indeks sifat berbobot ( ) untuk tali diameter 2

mm perlakuan kering 42

DAFTAR GAMBAR

1 Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan

kelapa sawit 1

2 Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit 2 3 (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping (b)

Tampak atas 4

4 Hubungan energi yang diserap pada tali dengan beban - regangan

longitudinal 6

5 (a) Gulungan tali nilon (b) Konstruksi tali nilon 7

6 (a) Gulungan tali PE (b) Konstruksi tali PE 8

7 (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik 8

8 Diagram alir penelitian 10

9 Alat uji tarik yang berada di lab RDBK 11

10 Alat uji impact hasil desain 11

11 Luasan trapesoidal 12

12 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan kering 14 13 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan basah 15 14 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter

(13)

15 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter

berbeda dengan perlakuan basah 17

16 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter

berbeda dengan perlakuan kering 18

17 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter

berbeda dengan perlakuan kering 18

18 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali

pada dimater berbeda dengan perlakuan kering 20

19 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali

pada dimater berbeda dengan perlakuan basah 20

20 Grafik perbandingan gaya putus tali nilon antara perlakuan basah dan

kering 32

21 Grafik perbandingan gaya putus tali PE antara perlakuan basah dan

kering 32

22 Grafik perbandingan gaya putus tali prusik antara perlakuan basah dan

kering 32

23 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali nilon antara perlakuan

basah dan kering 33

24 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali PE antara perlakuan

basah dan kering 33

25 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali prusik antara perlakuan

basah dan kering 33

26 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali nilon antara

perlakuan basah dan kering 34

27 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali PE antara

perlakuan basah dan kering 34

28 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali prusik antara

perlakuan basah dan kering 34

29 Grafik perbandingan ketahanan impact tali nilon antara perlakuan basah

dan kering 35

30 Grafik perbandingan ketahanan impact tali PE antara perlakuan basah

dan kering 35

31 Grafik perbandingan ketahanan impact tali prusik antara perlakuan

basah dan kering 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data nilai gaya putus pada tali nilon, PE, dan prusik 25 2 Data nilai regangan longitudinal pada tali nilon, PE dan prusik 27 3 Data energi yang diserap pada tali nilon, PE dan prusik selama

penarikan 29

4 Data jumlah tumbukan pada tali nilon, PE dan prusik hingga putus 31 5 Perbandingan gaya putus masing-masing tali antara perlakuan kering

dan basah 32

6 Perbandingan regangan longitudinal masing-masing tali antara

(14)

7 Perbandingan energi yang diserap masing-masing tali antara perlakuan

kering dan basah 34

8 Perbandingan banyak tumbukan masing-masing tali antara perlakuan

kering dan basah 35

9 Waktu jatuh bebas yang pada penumbukan tali 36

10 Kriteria nilai kerusakan pada uji impact 37

11 Perhitungan uji impact tali 39

12 Contoh perhitungan nilai indeks sifat berbobot ( ) 41

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanenan TBS (tandan buah segar) kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan paling intensif dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Pemanenan TBS secara manual menggunakan alat dodos untuk memisahkan TBS dari pohon dan langsung jatuh ke tanah. Pemanenan dengan sistem menjatuhkan langsung tandan kelapa sawit, akan menyebabkan banyak buah yang membrondol atau terpisah dari tandannya. Hal ini menyebabkan loses (kerugian) bagi perkebunan kelapa sawit yang bersangkutan.

Menurut Pahan (2006), selama kegiatan panen dan pengangkutan tandan, asam lemak bebas (ALB) dapat naik dengan cepat. Apabila buah dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan khusus, dalam waktu 24 jam kandungan ALB dapat mencapai 67% (Ponten 1994). Peningkatan ALB akan memperbesar loses rendemen. Sedangkan untuk mengurangi loses tersebut, para pekerja harus memungut brondolan secara manual.

Pemungutan brondolan ini, tentunya memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak efektif untuk dilakukan pada seluruh areal perkebunan.Putranti (2013) menjelaskan dari hasil wawancara untuk memilih manakah elemen pekerjaan yang paling melelahkan dan membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan kelapa sawit dengan pemanen sebagai responden. Data mengenai hal tersebut disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Alat pemanen TBS sawit tipe jaring mampu menampung brondolan kelapa sawit agar pemanen tidak perlu lagi memungut secara manual brondolan sawit. Alat ini diharapkan dapat mengurangi loses serta mempercepat waktu pemanenan pada tiap areal pemanenan. Untuk membuat alat pemanen TBS sawit yang baik diperlukan adanya pengetahuan akan karakteristik dari bahan yang pembuatan. Salah satu bahan yang paling penting adalah tali untuk jaring itu sendiri.

(16)

2

Gambar 2 Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit (Putranti 2013)

Pemilihan tali merupakan hal yang penting dilakukan agar jaring dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Macam-macam tali memiliki sifat fisik dan mekanis yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian khusus seperti pengujian tarik dan ketahanan terhadap tumbukan untuk menentukan kemampuan beberapa macam tali yang dianggap mampu dijadikan bahan pembuatan jaring dalam pembuatan alat penampung TBS.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan dan menganalisis karakteristik fisik dan mekanik tali berupa gaya tarik, regangan longitudinal, besar energi yang mampu diserap dan ketahanan impact untuk alat penampung TBS sawit tipe jaring.

2. Menentukan bahan tali untuk jaring yang terbaik.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pedoman pemilihan tali untuk jaring dalam proses rancang bangun alat penampung TBS sawit tipe jaring.

Ruang Lingkup Penelitian

Agar perhatian dalam pemecahan masalah dapat terpusat maka perlu dilakukan pembatasan masalah, beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas yaitu :

1. Pengukuran karakteristik fisik dan mekanik pada tiga macam tali (nilon, PE, dan prusik).

2. Tali yang akan dilakukan pengukuran merupakan bahan jaring untuk alat penampung tandan buah segar (TBS) sawit tipe jaring.

(17)

3 mesokarp (sabut), dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp sedangkan biji terdiri atas endokarp (cangkang) dan inti (kernel). Inti terdiri atas endosperm (putih lembaga) dan embrio. Bagian-bagian buah yang menghasilkan minyak adalah mesokarp dan inti. Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk panen) sekitar 5 - 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Warna buah bergantung pada varietas dan umurnya (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008).

Kelapa sawit berkulit tebal misalnya varietas dura yang persentase kulitnya 20 – 40 % atau bahkan lebih tinggi. Ketebalan kulitnya adalah 2 – 8 mm. Proporsi kernelnya cukup besar yaitu 7 – 20 % sedangkan presentase mesocarp-nya relatif rendah. Kelapa sawit berkulit tipis misalnya varietas tenera yang proporsi kulitnya kira-kira 5 – 20 % dan ketebalan kulitnya tipis (0,5 -3,0 mm). Kernel atau inti sawitnya lebih kecil daripada varietas dura yaitu 3 - 12% dari berat buah (Hadi, 2004). Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9 - 12 m diukur dari permukaan tanah. Dan diameter tandan 45 - 65 cm. Berat satu buah tandan buah segar panen bisa mencapai 30 kg. Tandan buah sawit memiliki duri-duri yang berukuran besar di antara buahnya yang bergerombol (Tomimura 1992).

Kusuma (2010) menyatakan bahwa bobot TBS di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan berkisar antara 15-30 kg. Di Kabupaten Kampar, Riau bobot TBS berkisar 25 - 35 kg (Enny R et al. 2008). Dalam vandamecum bidang tanaman PTP X Lampung (1993) dalam Zulfahrizal (2005), bobot rata-rata TBS berkisar antara 4-25 kg tergantung umur tanaman. Zulfahrizal (2005), menyatakan bobot rata-rata TBS di PTPN V Pekanbaru, Riau berkisar antara 3-42 kg. Nazzamudin (2013) dalam Rusnadi (2013) menyatakan bahwa energi potensial dari jatuhnya TBS berkisar antara 0.44-4.44 kJ dengan bobot berkisar antara 16-32 kg di Medan.

Pemanenan Kelapa Sawit

Proses pemanenan tandan buah segar (TBS) terdiri dari beberapa tahapan pekerjaan yaitu: (1) Tahap pemanenan, yang terdiri dari pemotongan pelepah dan TBS, memasukkan TBS ke dalam angkong, dan membawa TBS dengan angkong ke TPH dan (2) Pemuatan TBS ke dalam truk pengangkut (Hendra dan Rahardjo 2009). Pemotongan pelepah dan TBS biasanya menggunakan egrek. Saat pemanenan inilah banyak buah sawit yang bengkak dan mengeluarkan enzim lipase yang berujung terbentuknya asam lemak bebas (Hadi 2004). Brondolan buah sawit seringkali rontok saat tandan buah segar (TBS) dipanen. Pengumpulan berondolan buah sawit membutuhkan banyak waktu dan tenaga dari pekerja.

(18)

4

kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan, dan lain-lain.

Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Tipe Jaring

Alat penampung TBS tipe jaring merupakan alat yang digunakan untuk menangkap berondolan buah sawit yang tercecer dari tandannya. Semakin banyak buah yang membrondol berarti buah semakin matang. Kondisi seperti inilah yang menjadi salah satu kriteria dalam penentuan buah yang akan dipanen. Buah sawit brondolan ini harus dikutip dan dikumpulkan untuk diproses di pabrik kelapa sawit. Penempatan alat penampung TBS tipe jaring dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

Gambar 3 (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping (b) Tampak atas

Alat ini merupakan salah satu modifikasi dari alat-alat yang telah dibuat untuk menampung tandan buah sawit. Salah satunya adalah platform penangkapan buah (fruit catchment platform) yang dirancang oleh D. Adetan pada tahun 2007. Platform ini berupa jaring yang yang terdiri dari beberapa lapis bahan plastik dan pada bagian ujungnya diikatkan pada batang pohon sawit. Dari penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata jarak TBS yang jatuh dari pohon sawit adalah 1.06 m dan bentuk platform untuk menampung TBS adalah persegi dengan ukuran 2 m × 2 m. Pada alat yang dikembangkan ini ditemukan kelemahan seperti alat sulit untuk untuk dipindahkan dari suatu pohon ke pohon lainnya dalam waktu yang singkat, lapisan plastik yang tebal membuat alat ini berat dan sulit untuk dilipat sehingga masih menyulitkan pemanen dilahan. Kondisi diatas memerlukan pengembangan alat yang berupa jaring yang mudah dioperasikan dikebun sawit dan terbuat dari tali yang kuat dan ringan.

Pohon kelapa sawit

(19)

5

Tali

Tali merupakan bahan yang digunakan untuk membuat jaring. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford dalam McKenna et al. (2004), tali merupakan sebuah garis atau jalinan yang kuat dan kokoh, biasanya terbuat dari benang rami yang dipilin, lanen, atau bahan berserat lainnya, tetapi juga dari potongan kulit, ranting lentur, kawat logam, dll.

Karakteristik tali dalam McKenna et al. (2004): 1. Densitas tali (Rope density)

Densitas tali atau kepadatan tali diketahui dari densitas linear tali sesuai dengan rumus pada persamaan 1 berikut :

……….(1)

Keterangan :

DL = Densitas tali, kg/m3

DLT = Densitas linear tali, kg/m

LT = Luas penampang tali, m2

2. Kekuatan dan berat (Strength and weight)

Untuk tali yang digunakan, perhitungan mekanis yang penting adalah kekuatan putus (breaking strength), umumnya dinyatakan dalam bentuk gaya putus (breaking force) kgf, kN, atau lbf. Kebanyakan juga nilai kekuatan putus dinyatakan dalam satuan Pa atau pound/inci2.

3. Regangan longitudinal (Elongation)

Semua tali akan memanjang saat diberi beban. Regangan longitudinal merupakan sifat mekanik yang menyatakan sejauh mana tali akan meregang saat diberi beban. Satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan regangan longitudinal adalah m/m.

4. Penyerapan energi (Energy absorption)

(20)

6

Gambar 4 Hubungan energi yang diserap pada tali dengan beban - regangan longitudinal (McKenna et al. 2004)

5. Kelelahan (Fatigue)

Kemampuan untuk melawan kerusakan progresif dari yang berulang atau pembebanan jangka panjang secara statis. Sifat ini penting untuk banyak aplikasi.

6. Ketahanan gores (External abrasion resistance)

Ketahanan gores merupakan suatu pengujian terhadap ketahanan dari suatu material atau contoh uji sampai rusak keseluruhan, bila bergesekan pada suatu permukaan benda. Untuk percobaan dapat didefinisikan sebagai sifat (kemampuan) dari suatu material untuk menahan goresan (abrasion) di bawah kondisi percobaan yang ditentukan, seyogyanya semirip mungkin dengan keadaan atau kegunaan praktisnya (Klust 1983). Ketahanan tali (External abrasion resistance) sulit untuk diukur dan tidak ada alat ukur standar industrinya.

7. Friksi (Friction)

(21)

7

8. Penyusutan (Shrinkage)

Beberapa tali dapat menyusut akibat terkena uap. Pembengkakan serat memperluas diameter, tali menjadi lebih pendek.

9. Kemampuan mempertahankan ikatan (Knot retention)

Kemampuan mempertahankan ikatan pada tali dapat menjadi keperluan penting bagi beberapa orang karena tidak diinginkan terjadi slip seperti kru penyelamat dan pemanjat gunung.

10. Kemampuan disambung (Spliceability)

Ini berkaitan dengan kemampuan tali untuk disambung dan membentuk mata di ujung tali.

Bahan jaring dipilih berdasarkan karakteristik masing-masing tali di atas. Beberapa tali tersebut antara lain :

Tali Nilon

Nilon (Gambar 5) adalah senyawa polimer yang memiliki gugus amida pada setiap unit ulangnya, sehingga nilon disebut juga senyawa poliamida (Grupta 1989). Nilon bersifat kristalin, kuat, dan tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu, nilon sangat memungkinkan untuk dipakai sebagai bahan termoplastik pada mesin yang memiliki kemampuan setara atau lebih baik daripada logam (Suhedi 2007). Selain itu, nilon juga dapat dijadikan membrane yang memiliki sifat fisik, kimia, dan mekanik yang sangat baik, antara lain memiliki ketahanan terhadap pH ekstrim dan suhu tinggi (Moerniati et al.1998).

(a) (b)

Gambar 5 (a) Gulungan tali nilon (b) Konstruksi tali nilon

Bentuk ikatan molekul nilon menyebabkan memiliki titik leleh di atas 260˚C (McKenna et al. 2004). Disebutkan dalam USDA Forest Service (2005) bahwa nilon 6.6 memiliki titik leleh sebesar 500˚F (β60˚C), lebih besar dari nilon 6 sebesar 419˚F (β15˚C). Tali nilon memiliki kekuatan tarik yang besar tergantung ukurannya dan ketahanan abrasi yang tinggi ketika kering. Ketika basah, kekuatan tariknya berkurang hingga 10 persen.

Tali PE (Polyethylene)

(22)

8

terbuat dari polimer sintetis polyolefin. Tali PE yang biasa dipakai untuk keperluan umum adalah tali HDPE. Interaksi antar molekul sangat lemah, sehingga titik lelehnya rendah. PE meleleh pada 310˚F (154.4˚C), namun mulai

lunak dan lembek pada 100˚F (γ7.8˚C). Temperatur tersebut akan mudah tercapai saat tali terkena gesekan dan goresan. Beberapa sifat tali PE antara lain, kekuatan tinggi, fleksibilitas tinggi, ringan dan mengambang di permukaan air, mampu meredam getaran, tahan abrasi, tahan bahan kimia, mudah disambungkan, mudah disimpulkan, dan cengkraman kuat.

(a) (b)

Gambar 6 (a) Gulungan tali PE (b) Konstruksi tali PE

Tali Prusik atau Cord

Merupakan salah satu jenis tali kernmantle (Gambar 7), yaitu tali yang umumnya digunakan untuk keperluan pemanjatan gunung dan penyelamatan. Tali ini memiliki selubung serat yang dianyam (mantle) menyelubungi inti paralel (kern). Konstruksi kernmantle sangat cocok untuk aplikasi di mana tingkat keamanan yang tinggi dibutuhkan. Bagian inti menyediakan sebagian besar kekuatan, sementara serat selubung melindungi inti dari abrasi atau goresan bagian tali.

(a) (b)

Gambar 7 (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik

McKenna et al. (2004) menyebutkan tali kernmantle dibagi menjadi dua macam, static dan dynamic. Dynamic lebih elastis daripada static yang memiliki regangan longitudinal lebih rendah. Kernmantle dynamic dibuat dari nilon dan bagian core biasanya menyusut dan distabilkan oleh uap untuk menambah perpanjangan karena beban dan untuk menghilangkan perubahan setelah menjadi basah. Kernmantle aksesoris untuk digunakan pada kegiatan penyelamatan dan

Mantle

(23)

9 pendakian gunung juga dibuat dalam konstruksi kernmantle dan berbagai ukuran mulai dari 4 hingga 8 mm.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga Desember 2014. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium RDBK (Rancangan Desain Bangunan Kayu), Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Program pengolah data

7. Instron Universal Testing Machine (UTM)

8. Alat uji impact Adapun bahan-bahan yang diperlukan antara lain: 1. Tali prusik Informasi tambahan: 210D / 4

3. Tali PE

Merk dagang : Arida

Ukuran : Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm Informasi tambahan: -

Tahapan Penelitian

(24)

10

Persiapan bahan uji

Persiapan sepesimen termasuk memotong tali sepanjang 50 cm sebagai spesimen pengujian tarik. Sedangkan untuk persiapan spesimen uji impact, tiap tali dipotong sepanjang 15 cm. Tali yang dipersiapkan adalah tali prusik, tali nilon, dan tali PE (Polyethylene) dengan diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm.

Sebelum pengujian, menurut BSN (2010) dilakukan dua macam perlakuan yakni dengan perlakuan basah dan kering. Kriteria perlakuan basah adalah perendaman tali dilakukan tidak kurang dari 12 jam, dengan suhu air 20 ± 2 oC. Kelebihan kandungan air harus dibuang. Perlakuan ini diaplikaskan untuk kedua macam pengujian.

Gambar 8 Diagram alir penelitian

Pengujian Tali

a. Uji Tarik

Pengujian tali dilakukan dengan menggunakan Instron Universal Testing Machine (Gambar 9). Pengujian dilakukan dengan meletakkan masing-masing ujung tali pada genggaman atas dan bawah, kemudian ditarik hingga putus. Tali

Pemilihan tali Mulai

Persiapan bahan

Pengujian

Uji impact

Analisis data

Selesai Uji tarik

(25)

11 dikaitkan dengan genggaman menggunakan simpul yang kuat. Besar beban dan perpanjangan pada tiap pembebanan sampai putus akan tercatat pada komputer yang terhubung dengan mesin tersebut. Data yang dicatat berupa satuan kgf dan perpanjangan dalam mm. Menurut BSN (2010), dalam pengujian tarik setidaknya sepuluh uji tunggal yang sah pada masing-masing contoh uji harus dilakukan.

Gambar 9 Alat uji tarik yang berada di lab RDBK

b. Uji Impact

Pengujian pemberian tumbukan impact horizontal secara tiba-tiba dengan ketinggian 25 cm dan beban sebesar 7.5 kg. Tali dibentangkan di bagian bawah dan beban dijatuhkan bebas. Setiap satu kali ulangan akan dicatat sebagai data. Masing-masing sampel bahan tali akan diuji sebanyak 5 kali. Tali akan diuji dengan menggunakan alat uji impact (Gambar 10).

(26)

12

Prosedur Analisis Data

a. Gaya putus dan regangan longitudinal tali

Besarnya gaya putus dan regangan longitudinal tali diperoleh dari hasil pengujian tarik tali menggunakan instron universal testing machine berupa data pembebanan dan perpanjangan tali. Dari data-data ini dapat diperoleh nilai gaya putus, dan regangan longitudinal tali. Gaya putus diperoleh dari nilai pembebanan maksimal oleh alat sebelum akhirnya tali putus. Putusnya tali dapat dilihat dari pola grafik yaitu memuncaknya pembebanan hingga akhirnnya turun lagi. Di titik puncak itulah diketahui sebagai gaya putus dan regangan longitudinal tali. Semakin besar nilai gaya putus dan regangan longitudinal, semakin baik tali tersebut.

b. Energi yang mampu diserap tali

Untuk mengetahui energi yang dapat diserap tali searah serat tali, dapat diperoleh dari luasan bidang di bawah grafik beban -regangan longitudinal. Untuk mencari luasan bidang di bawah grafik menggunakan metode trapesoidal. Dengan menggunakan data beban-regangan longitudinal yang mewakili sumbu y dan x (Gambar 11), dapat dihitung luasan seluruh wilayah dibawah grafik dari kondisi awal sampai putus.

Gambar 11 Luasan trapesoidal

Pengukuran luasan di bawah kurva dengan menggunakan hukum trapesoidal:

n n 1- n yn 1 yβ n ……….(2)

Keterangan :

An = Luas daerah ke-n

xn = Axis ke-n

yn = Ordinat ke-n

(27)

13 dikalikan dengan percepatan gravitasi (9.81 m/s2) menjadi satuan J/m. Nilai satuan J/m ini menyatakan bahwa tali mampu menyerap atau menahan energi sebesar sekian satuan Joule per meter panjang tali.

c. Uji impact tali

Tali yang diberi beban impact akan mengalami kerusakan. Banyaknya perulangan penumbukan beban impact sampai tali rusak dihitung sebagai bahan utama analisa kemampuannya menahan kerusakan akibat beban impact tali. Semakin banyak perulangan tumbukan sampai rusak total, semakin bagus tali tersebut.

Tiap beberapa kali pengulangan penumbukan tali akan dilakukan pengambilan gambar untuk dinilai tingkat kerusakannya. Hal ini juga dilakukan sebagai pembanding untuk masing-masing kerusakan tali. Tingkat kerusakan tali dibagi menjadi beberapa kriteria kerusakan.

d. Pemilihan tali

Pemilihan tali menggunakan metode indeks sifat berbobot. Metode ini digunakan untuk pemilihan benda berdasarkan beberapa sifat yang dimilikinya. Sifat-sifat yang menjadi acuan akan diberikan faktor pembobotan (w) menurut seberapa besar pengaruhnya dalam pemilihan benda tersebut. Kemudian nilai sifat berskala dihitung menggunakan persamaan:

B = Nilai terbesar yang dipertimbangkan K = Nilai terkecil yang dipertimbangkan

Persamaan 3 digunakan untuk sifat yang diharapkan besar seperti gaya tarik, regangan longitudinal, kemampuan menyerap energi, banyak tumbukan impact, dan titik leleh. Persamaan 4 digunakan untuk sifat yang diharapkan rendah seperti densitas tali dan kemampuan menyerap air. Nilai indeks sifat berbobot dihitung menggunakan persamaan :

i i………...(5)

Keterangan :

= Nilai indeks sifat berbobot

i = Nilai sifat berskala sifat ke-i

(28)

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gaya putus tali

Hasil dari uji tarik yang berupa nilai gaya putus tali pada masing masing tali digunakan untuk pemilihan bahan yang sesuai untuk jaring alat penampung TBS, di mana hasil tersebut disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Nilai gaya putus tali dengan diameter 2 mm terbesar dimiliki oleh tali nilon baik perlakuan kering maupun basah yaitu 45.60 kgf (perlakuan kering) dan 40,55 kgf (perlakuan basah). Setelah nilon, nilai gaya putus terbesar kedua dimiliki oleh tali PE dengan 34.44 kgf (perlakuan kering) dan 34.49 kgf (perlakuan basah). Nilai gaya putus terkecil dimiliki tali prusik dengan 18.89 kgf (perlakuan kering) dan 17.96 kgf (perlakuan basah).

Tali berdiameter 3 mm, nilai gaya putus paling besar dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan kering maupun basah. Besar nilai gaya putus tali prusik sebesar 76.45 kgf (perlakuan kering) dan 76.06 kgf (perlakuan basah). Gaya putus tali kedua terbesar dimiliki oleh nilon dengan 57.93 kgf (perlakuan kering) dan 54.49 kgf (perlakuan basah). Gaya putus paling lemah ukuran 3 mm dimiliki oleh tali prusik sebesar 38.58 kgf (perlakuan kering) dan 39.00 kgf (perlakuan basah).

Untuk ukuran 4 mm, tali PE memiliki nilai gaya putus tali terbesar yakni 105.95 kgf (perlakuan kering) dan 105.99 kgf (perlakuan basah). Gaya putus tali terbesar kedua dimiliki oleh tali prusik dengan 94,64 kgf (perlakuan kering) dan 99.43 kgf (perlakuan basah). Tali nilon memiliki gaya putus yang paling lemah yakni 80.82 kgf (perlakuan kering) dan 73.22 kgf (perlakuan basah).

Gambar 12 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan kering

0

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

(29)

15

Gambar 13 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan basah Secara keseluruhan, dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13, perbedaan dari nilai gaya putus tali perlakuan kering dan basah. Tali nilon mengalami penurunan nilai gaya putus dari perlakuan kering ke basah. Nilai gaya putus tali nilon kering untuk semua ukuran, lebih besar dari nilai yang basah. Berbeda dengan tali nilon, tali prusik hasilnya berbeda. Tali prusik mengalami kenaikan nilai gaya putus dari perlakuan kering ke basah untuk semua diameter, kecuali pada diameter 2 mm.

Menurut R.K. Evans (1983) nilon merupakan serat yang paling umum digunakan sistem tali kapal yang membutuhkan penyerapan energi yang besar dan nilon juga memiliki satu kelemahan yaitu menyerap air, dimana akan mengurangi gayanya. McKenna et al. (2004) menjelaskan bahwa nilai gaya putus basahnya akan berkurang paling tidak 10% dari yang kering, serta akan kembali pulih saat telah kering.

Adanya perlakuan basah dan kering membuat nilai gaya putus tali berbeda, di mana pada diameter 2 mm tali prusik, PE dan juga nilon nilai gaya putus perlakuan basah lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kering. Pada perlakuan diameter 3 mm, tali nilon dan PE memiliki nilai gaya putus di mana perlakuan kering lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan basah. Sedangkan pada tali prusik perlakuan basah lebih kuat dibandingkan dengan perlakuan kering. Tali dengan diameter 4 mm tali prusik dan PE pada perlakuan basah lebih tinggi dari pada perlakuan kering, sedangkan untuk tali nilon nilai gaya putus nya lebih tinggi pada perlakuan kering. Perbedaan nilai gaya putus tali PE pada seluruh ukuran, pada perlakuan kering dan basah tidak lebih dari 1 kgf sehingga perlakuan kering dan basah tidak berpengaruh pada gaya putus tali PE.

Rentang nilai bobot TBS terbesar berdasarkan literatur adalah 42 kg (Zulfahrizal 2005). Tali harus mampu untuk menahan bobot TBS tersebut. Dibandingkan dengan hasil gaya putus (kgf) yang diperoleh, seluruh tali tunggal ukuran 2 mm tidak mampu menahan bobot tersebut. Namun, akan berbeda jika tali tersebut dibuat menjadi sebuah jaring. Sedangkan untuk ukuran 3 mm, hanya

0

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

(30)

16

tali prusik yang memiliki nilai gaya putus lebih rendah dari 42 kg. Semua tali dengan ukuran 4 mm memiliki nilai gaya putus lebih besar dari 42 kg.

Berdasarkan hasil pengujian, semakin besar diameter tali maka semakin besar gaya putus yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena semakin besar diameter tali, maka semakin banyak juga serat talinya. Serat-serat inilah yang menyusun gaya tali.

Regangan longitudinal

Berdasarkan pengujian tarik, didapatkan bahwa hampir semua tali mengalami penurunan regangan longitudinal pada perlakuan kering dan basah dimana perlakuan kering lebih tinggi regangan longitudinalnya dari pada perlakuan basah, kecuali pada tali nilon dengan diameter 3 mm dan 4 mm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan basah dan kering berpengaruh pada regangan longitudinal tali. Tali dengan diameter ukuran 2 mm, regangan longitudinal tali paling besar dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai 0.96 m/m dan 0.90 m/m untuk masing-masing. Begitu pula diameter 3 mm dan 4 mm, regangan longitudinal prusik paling besar di antara semua tali. Besar regangan longitudinal untuk tali diameter 3 mm sebesar 1.12 m/m dan 0.93 m/m berturut-turut untuk perlakuan kering dan basah. Tali dengan diameter 4 mm, regangan longitudinal tali sebesar 0.91 m/m dan 0.81 m/m berturut-turut untuk perlakuan kering dan basah.

Dilihat dari Gambar 14 dan Gambar 15, dapat disimpulkan bahwa secara umum prusik merupakan tali yang memiliki regangan longitudinal paling besar dari pada tali lain. Tali dengan diameter 2 mm dan 3 mm memiliki regangan longitudinal perlakuan kering terkecil adalah tali nilon, sedangkan perlakuan basah terkecil dimiliki tali PE. Tali dengan diameter 4 mm regangan longitudinal terkecil terjadi pada tali PE.

Gambar 14 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

(31)

17

Gambar 15 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan basah

Perubahan regangan longitudinal karena perubahan diameter secara signifikan dapat terlihat. Regangan longitudinal tali nilon bertambah seiring bertambah besarnya diameter tali. Sedangkan regangan longitudinal tali PE berubah semakin kecil seiring bertambahnya diameter. Berbeda dengan tali prusik, regangan longitudinal yang paling besar sampai terkecil dimiliki tali yang berdiameter 3 mm, kemudian 2 mm, dan terakhir 4 mm.

Dijelaskan oleh McKenna et al. (2004), dalam sebuah uji serat tunggal, titik akhir pada saat putus adalah jelas. Pada sebuah benang, titik putusnya akan bervariasi terkait bentuk uji specimen. Begitu juga regangan longitudinal, nilai yang diperoleh sangat bervariasi karena tali merupakan kumpulan benang-benang yang dililit sedemikian rupa menjadi satu.

Tali yang baik sebagai bahan pembuat jaring alat penampung tandan buah segar adalah yang mimiliki regangan longitudinal yang besar. Karena regangan longitudinal yang besar nantinya dibutuhkan agar jaring lebih fleksibel saat tertimpa beban oleh tandan sawit. Karena fleksibilitas ini, tandan tidak sampai membuat tali putus karena kurangnya regangan longitudinal.

Energi yang diserap

Energi yang diserap merupakan salah satu karakter tali yang penting. Karena dengan mengetahui kemampuan serap energi pada tali, dapat diperhitungkan secara matematis suatu tali cukup kuat atau tidak untuk menerima beban benda berenergi. Jika dalam perhitungan diperoleh bahwa kemampuan serap energi oleh tali lebih kecil dari energi yang diterima karena suatu benda, maka tali tersebut tidak layak digunakan untuk keperluan menahan beban benda tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika diperoleh bahwa kemampuan tali menyerap energi lebih besar dari pada energi dari benda, tali layak digunakan.

Energi yang diserap oleh tali saat penarikan searah serat tali memiliki nilai yang berbeda-beda pada masing-masing tali. Gambar 16 dan Gambar 17

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

(32)

18

menunjukkan energi yang diserap oleh tali selama pengujian. Penurunan nilai energi yang diserap tali karena adanya perlakuan basah terjadi pada perlakuan tali PE dan prusik, sedangkan pada tali nilon besarnya energi yang diserap mengalami peningkatan. Nilai terbesar energi yang mampu diserap dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai masing-masing 321.09 J/m dan 323.97 J/m. Sedangkan nilai terkecil energi yang diserap dimiliki tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai masing-masing 67,49 J/m dan 62.35 J/m.

Adanya perbedaan diameter seperti yang disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16, juga berpengaruh pada besarnya energi yang mampu diserap oleh tali. Setiap jenis tali mengalami pertambahan nilai yang signifikan seiring bertambahnya diameter tali. Hal tersebut terjadi karena tali yang lebih besar memiliki serat tali yang lebih banyak dari padi tali yang lebih kecil.

Gambar 16 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering

Gambar 17 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering

0

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

0

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

2 mm 3 mm 4 mm

(33)

19

Rentang besar energi potensial jatuhnya TBS berkisar 0.44-4.44 kJ menurut Nazamudin (2013) dalam Rusnadi (2013). Nilai terbesar energi potensial jatuhnya TBS sebesar 4.44 kJ atau sebesar 4 440 J. Tidak ada jenis tali tunggal sepanjang satu meter yang mampu menahan energi tersebut. Bahkan nilai terkecil energi potensial sebesar 0.44 kJ atau 440 J, tidak ada jenis tali tunggal sepanjang satu meter yang mampu menahannya. Akan berbeda jika panjang tali lebih dari satu meter atau tali dijadikan sebuah jaring, sangat dimungkinkan energi potensial dari TBS ditahan. Misalnya sebuah tali prusik yang memiliki nilai kemampuan menahan energi sebesar 172.05 J/m sepanjang 3 meter akan memiliki nilai kemampuan menahan energi sebesar = 172.05 J/m x 3 m = 516.15 J. Dengan begitu, tali tersebut akan mampu menahan energi jatuhnya TBS.

Besarnya nilai energi yang diserap berkaitan dengan regangan longitudinal dan gaya putus. Besarnya nilai energi yang diserap merupakan luasan di bawah grafik regangan longitudinal-gaya putus. Semakin besar regangan longitudinal dan gaya putus semakin besar energi yang mampu diserap tali tersebut. Semakin besar nilai energi yang mampu diserap tali, semakin cocok tali tersebut digunakan dalam bahan pembuat jaring penampung tandan buah segar.

Uji Impact Tali

Pengujian impact tali berguna untuk mengetahui seberapa kuat tali menahan beban tertentu yang diberikan secara tiba. Beban yang dijatuhkan secara tiba-tiba menyebabkan kerusakan baik berupa akibat gesekan dan lepasnya untaian tali. Kuatnya tali diketahui dari seberapa banyak tumbukan yang mampu diterima tali hingga putus atau hancur. Semakin kuat tali menahan beban ini, semakin cocok dia digunakan sebagai bahan pembuat jaring.

Pengujian menggunakan alat uji impact dengan pemberian beban pada mata penumbuk sebesar 7.5 kg dan ketinggian 25 cm. Besar energi potensial yang dimiliki mata penumbuk sebesar 18.39 J. Permukaan mata penumbuk berupa besi baut, sedangkan tatakan bawah berupa baja. Mata penumbuk yang digunakan untuk menumbuk semua macam tali tetap sama.

Besar tekanan diberikan oleh mata penumbuk berbeda pada tali yang berbeda ukuran, karena tekanan yang diberikan oleh beban terhadap tiap jenis tali berbeda tergantung luasan kontak tali dengan mata penumbuk. Luas kontak diukur dari diameter tali dikali panjang penampang yang bersentuhan saat tumbukan.

(34)

20

Gambar 18 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali pada diamater berbeda dengan perlakuan kering

Gambar 19 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali pada diamater berbeda dengan perlakuan basah

Pengujian impact di sini, merupakan pengujian yang paling sesuai dilakukan dalam memilih tali yang paling cocok sebagai bahan jaring karena mirip dengan kegunaan sesungguhnya yakni jaring (tali yang dianyam) dibentangkan pada tanah yang akan menangkap jatuhnya tandan buah segar di tanah. Jatuhnya tandan buah segar dari atas pohon sawit dapat membuat tali putus baik karena gesekan maupun tekanan. Sehingga harus dipilih tali yang paling tahan dengan beban tiba-tiba tersebut.

Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan secara umum bahwa terdapat perbedaan nilai hasil rataan data banyaknya tumbukan antara perlakuan basah dan kering. Hampir keseluruhan tali mengalami penurunan banyaknya tumbukan karena adanya perlakuan basah kecuali tali PE diameter 2 mm. Data yang diperoleh dari hasil pengujian impact cukup bervariasi. Dapat dilihat pada Lampiran 4, dimana varian data sangat beragam antara 0.00 sampai 4.00.

0

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

0

Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik)

2 mm 3 mm 4 mm

(35)

21 Terlihat pula untuk semua jenis tali, semakin besar diameter tali, semakin kuat pula tali menahan beban impact dari alat uji. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19, semakin besar diameter, semakin banyak pula tumbukan yang harus dilakukan untuk membuat tali yang sejenis menjadi putus atau hancur.

Hasil pengujian pada lampiran 4 menunjukkan bahwa tali paling kuat pada uji impact karena beban tiba-tiba adalah tali PE berdiameter 4 mm yang membutuhkan 10.20 kali tumbukan hingga putus. Sedikit berbeda dengan nilai uji impact tali prusik yang membutuhkan rata-rata 10.00 kali dan 9.60 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm).

Pemilihan Tali

Tali terbaik dipilih menggunakan metode nilai indeks sifat berbobot. Kriteria atau sifat yang digunakan antara lain gaya putus, regangan longitudinal, kemampuan menyerap energi, ketahanan beban impact, suhu leleh, kemampuan penyerapan air dan densitas tali. Suhu leleh ditambahkan dalam penilaian karena dalam rencana kegunaannya di lapang, tali akan banyak mengalami goresan yang akan membuat temperatur meningkat sehingga akan cepat merusak tali. Penyerapan air dipilih karena saat tali terkena air, dalam jumlah besar akan sulit untuk memindahkan tali akibat banyak air yang diserap karena bertambahnya bobot tali. Berikut adalah ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat (Tabel 1):

Tabel 1 Ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat Gaya

Penilaian indeks sifat berbobot dihitung dalam kelompok-kelompok (kelompok kering 2 mm, basah 2 mm, kering 3 mm, basah 3 mm, kering 4 mm, dan basah 4 mm) kemudian dijadikan hasil rata-rata. Jenis tali yang memiliki nilai indeks sifat berbobot terbesar merupakan yang paling baik secara umum dari ketiga jenis tali dan tiga ukuran berbeda. Hasil perhitungan dari pemilihan tali menggunakan metode nilai indeks berbobot (contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12) disajikan dalam Tabel 2 :

(36)

22

Untuk diameter 2 mm dan 3 mm, tali nilon memperoleh nilai rata-rata nilai indeks terbesar dengan nilai indeks masing-masing 0.88 dan 0.86. Sedangkan untuk diameter 4 mm, tali prusik memperoleh nilai rata-rata terbesar yaitu 0.92. Nilai rata-rata total keseluruhan ukuran diameter dari indeks sifat berbobot terbesar dimiliki oleh tali nilon dengan angka 0.86, diikuti oleh tali PE dengan dengan 105.95 kgf. Sedangkan regangan longitudinal terbesar tali diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm berurutan dimiliki tali prusik dengan 0.96 m/m, tali prusik dengan 1.13 m/m, dan tali prusik dengan 0.92 m/m. Untuk tali dengan nilai energi yang diserap terbesar ukuran 2 mm, 3 mm, dan 4 mm, berurutan dimiliki oleh tali PE dengan 141.86 J/m, tali PE dengan 279.96 J/m, dan tali prusik dengan 323.97 J/m. Tali yang paling tahan pengulangan tumbukan dengan beban impact untuk ukuran diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm berurutan adalah tali nilon dengan rata-rata 4.20 kali, tali nilon dengan 7.40 kali, dan tali PE dengan 10.20 kali. Tali PE tidak mengalami perubahan sifat fisik tali meskipun adanya perendaman dengan air. Tali nilon memiliki nilai terkecil dari semua hasil pengujian, dan juga menyerap air sehingga terpengaruh adanya perlakuan perendaman. Tali yang paling kuat pada uji impact adalah tali PE, membutuhkan rata-rata 10.20 kali dan 10.00 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm).

2. Tali terbaik secara umum sebagai bahan jaring alat penampung tandan kelapa sawit (TBS) tipe jaring adalah tali nilon dengan nilai indeks 0.86. Untuk tali berdiameter 2 mm dan 3 mm, tali nilon memiliki nilai indeks sifat berbobot terbesar, masing-masing dengan nilai 0.88 dan 0.86. Untuk tali berdiameter 4 mm, tali prusik memiliki nilai indeks sifat berbobot terbesar dengan nilai 0.92.

Saran

(37)

23

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Alat Penangkap Ikan Berbahan Jaring – Penentuan Gaya Putus dan Gaya Putus Simpul Benang Jaring. Jakarta (ID): BSN.

[USDA Forest Service] United States Department of Agriculture Forest Service. 2005. National Tree Climbing Guide 2005 Edition. Missoula (US) : USDA Forest Service.

Adetan DA, Adekoya LO, Oladejo KA. 2007. An improved pole-and-knife method of harvesting oil palms. Agricultural Engineering International: The CIGR E J. Dublin (IRE). hlm.60.

Enny R, Pauliz BH, dan Jusuf B. Kajian Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Lahan Yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di PT. SAM. 1 Kabupaten Kampar Riau. Buletin Ilmiah Institut Pertanian Instiper Yogyakarta Vol. 15 No.1.2008. Hlm. 24-47.

Evans RK. Selecting and Testing Heavy-duty Synthetic Ropes. MATERIALS & DESIGN, VoI. 4 OCTOBER/NOVEMBER. 1983. Hlm.885-888.

Gupta SK. 1989. Nylon Polymerization. Didalam: Cheremisinoff NP, editor. Handbook of Polymer Science and Technology. New York (US): Marcel Dekker. Hlm. 211-213

Hadi M M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Adicita Karya Nusa.

Hendra RS. 2009. Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Depok (ID) : Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM-UI.

Klust G. 1983. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan.Edisi ke-2.(Penerjemah Team BPPI Semarang).Terjemahan dari Netting Materials for Fishing Gear. Semarang (ID): BPPI Semarang. Hlm 187.

Kusuma IP. 2010. Studi Pemanfaatan Biomassa Limbah Kelapa Sawit sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kalimantan Selatan (Studi Kasus Kabupaten Tanah Laut).[Skripsi]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Indonesia. Pematang Siantar (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat.

McKenna HA, Hearle JWS, dan O’Hear N. 2004. Handbook of Fibre Rope Technology. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Ltd. 408 hlm.

Moerniati S, Aspiyanto, Aiman S, Wahab YB, Nurhasanah. 1998. Preparasi Membran Poliamida dengan Menggunakan Proses Phase Inversion [Laporan Penelitian]. Serpong (ID): Puslitbang Kimia Terapan LIPI.

Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Ponten M. 1994. Studi Karakteristik Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit. (ID): PDII-umu.

(38)

24

Rusnadi.2013. Desain Konseptual Mesin Penangkap dan Pengangkut Tandan Buah Sawit di Dalam Kebun.[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Suhendi Akbar. 2007. Pencirian membran mikrofiltrasi nilon-6. [Skripsi]. Bogor

(ID) : Institut Pertanian Bogor.

Tomimura. 1992. Chemical Characreistics of Palm Trunk, J. Japan Agric. 2. Wong R.1981. Strength, Elongation, and Energy Absorption of Synthetic Fiber

Ropes. Boston , Massachusetts (US) : Samson Ocean Systems. hlm 8–81. Zulfahrizal. (2005). Konsep Desain Lengan Mesin Pemanen Tandan Sawit (Elaeis

(39)

25

Lampiran 1 Data nilai gaya putus pada tali nilon, PE, dan prusik

Tabel 3 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 2 mm

Jenis Tali Perlakuan Gaya Putus (kgf)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

40.09 44.31 43.98 46.82 45.09 48.77 50.66 42.97 45.37 47.92 45.60 PE 36.32 33.41 33.72 31.72 38.70 33.17 33.06 36.48 39.95 34.94 35.15 Prusik 18.11 17.21 16.24 19.10 18.89 21.97 19.50 20.08 19.44 18.87 18.94

Nilon

Basah

38.16 44.31 35.13 46.82 45.09 40.29 34.85 38.76 45.37 36.71 40.55 PE 35.73 38.75 36.06 35.45 32.04 31.88 34.31 37.16 35.38 32.79 34.95 Prusik 20.70 15.17 17.87 16.76 18.22 15.77 19.87 17.95 19.44 19.32 18.11

Tabel 4 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 3 mm

Jenis Tali Perlakuan Gaya Putus (kgf)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

55.92 47.60 54.93 50.21 48.02 71.87 65.22 73.86 56.92 54.79 57.93 PE 80.45 69.01 78.24 80.91 79.47 73.55 78.26 64.60 78.65 81.37 76.45 Prusik 41.71 39.41 32.13 39.29 39.79 34.83 40.78 39.04 39.22 40.24 38.64

Nilon

Basah

57.95 52.20 62.04 54.07 44.25 52.75 44.47 53.91 58.40 64.85 54.49 PE 73.07 74.10 80.81 72.92 69.18 69.44 80.74 78.38 84.93 77.03 76.06 Prusik 37.15 39.90 40.42 38.62 39.85 34.77 39.37 38.45 37.44 42.44 38.84

(40)

26

Tabel 5 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 4 mm

Jenis Tali Perlakuan Gaya Putus (kgf)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

80.40 55.04 75.32 87.32 92.20 81.81 83.96 91.67 68.08 92.42 80.82 PE 118.44 101.72 95.94 109.65 100.94 107.77 105.80 104.55 99.15 115.57 105.95 Prusik 100.57 92.91 96.45 92.09 96.95 73.65 101.70 94.22 99.75 103.19 95.15

Nilon

Basah

61.23 84.49 78.53 72.54 63.10 81.81 83.96 65.19 67.16 74.19 73.22 PE 104.32 104.97 98.46 105.16 103.72 117.84 107.96 108.14 100.64 106.39 105.76 Prusik 109.86 96.83 97.38 102.73 87.10 94.67 109.24 97.65 119.51 99.45 101.44

(41)

27

Lampiran 2 Data nilai regangan longitudinal pada tali nilon, PE dan prusik

Tabel 6 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 2 mm Jenis

Tali Perlakuan

Regangan longitudinal (m/m)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

0.58 0.67 0.63 0.72 0.66 0.79 0.74 0.63 0.68 0.70 0.68

PE 0.73 1.09 0.85 0.70 0.97 0.81 0.74 0.81 1.28 0.81 0.88

Prusik 1.08 0.92 0.81 0.94 1.02 1.16 0.79 1.05 0.93 0.88 0.96

Nilon

Basah

0.69 0.67 0.62 0.72 0.66 0.67 0.57 0.70 0.68 0.56 0.66

PE 0.65 0.73 0.60 0.58 0.48 0.52 0.57 0.63 0.59 0.53 0.59

Prusik 1.12 0.85 0.84 0.73 0.95 0.84 0.99 0.89 0.93 0.92 0.91

Tabel 7 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 3 mm Jenis

Tali Perlakuan

Regangan longitudinal (m/m)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

0.72 0.53 0.75 0.73 0.66 1.00 0.92 1.10 0.81 0.75 0.80

PE 0.84 0.76 0.84 0.91 0.82 0.73 0.84 0.76 0.84 1.06 0.84

Prusik 1.33 1.31 0.83 1.02 1.24 1.07 0.96 1.19 1.17 1.19 1.13

Nilon

Basah

0.80 0.79 0.96 0.63 0.71 0.71 0.79 0.71 0.75 0.88 0.77

PE 0.84 0.76 0.84 0.91 0.82 0.73 0.84 0.76 0.84 1.06 0.84

Prusik 0.85 1.19 1.10 0.99 0.99 0.74 0.90 0.76 0.87 0.74 0.91

(42)

28

Tabel 8 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 4 mm Jenis

Tali Perlakuan

Regangan longitudinal (m/m)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

0.78 0.62 0.71 0.81 0.90 0.79 0.86 0.84 0.64 0.93 0.79

PE 0.76 0.71 0.60 0.67 0.57 0.64 0.61 0.61 0.61 0.71 0.65

Prusik 1.02 1.06 0.81 0.92 0.90 0.66 1.01 0.82 1.02 1.02 0.92

Nilon

Basah

0.78 0.84 0.85 0.78 0.67 0.79 0.86 0.80 0.75 0.87 0.80

PE 0.59 0.50 0.61 0.60 0.52 0.64 0.59 0.53 0.71 0.63 0.59

Prusik 0.84 0.81 0.81 0.84 0.72 0.87 0.77 0.77 0.86 0.84 0.81

(43)

29

Lampiran 3 Data energi yang diserap pada tali nilon, PE dan prusik selama penarikan.

Tabel 9 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 2 mm Jenis

Tali Perlakuan

Energi yang diserap (J/m)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

93.83 122.56 122.27 134.36 116.70 148.25 147.67 110.23 122.11 134.03 125.20 PE 122.29 194.17 124.94 112.88 163.48 115.64 108.15 142.97 222.42 111.60 141.86 Prusik 69.77 66.40 50.86 64.64 65.16 86.78 56.28 82.36 68.45 65.16 67.58

Nilon

Basah

104.55 138.54 90.29 125.70 105.25 105.69 78.11 109.60 111.90 81.43 105.11 PE 117.67 146.39 106.55 101.38 74.92 85.29 98.08 117.53 105.46 90.74 104.40 Prusik 69.77 66.40 50.86 64.64 65.16 86.78 56.28 82.36 68.45 65.16 67.58

Tabel 10 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 3 mm Jenis

Tali Perlakuan

Energi yang diserap (J/m)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

150.95 147.34 162.07 135.22 123.22 254.84 226.92 282.18 172.43 153.70 180.89 PE 295.93 219.55 282.10 301.67 290.85 256.83 296.39 201.35 299.14 355.79 279.96 Prusik 224.64 199.62 101.58 148.82 181.05 151.49 163.67 183.71 181.03 184.92 172.05

Nilon

Basah

170.26 153.76 205.89 115.55 115.64 135.01 132.93 140.70 154.08 200.58 152.44 PE 182.79 185.02 222.80 177.33 179.61 154.97 229.01 222.72 253.99 207.31 201.55

(44)

30

Tabel 11 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 4 mm Jenis

Tali Perlakuan

Energi yang diserap (J/m)

U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata

Nilon

Kering

227.64 129.12 212.76 252.59 307.86 240.02 248.01 278.84 172.31 304.60 237.38 PE 382.23 278.58 254.34 328.96 251.17 297.54 279.55 267.68 271.14 374.73 298.59 Prusik 401.04 367.79 289.50 286.78 325.19 177.36 355.54 278.02 372.97 356.69 321.09

Nilon

Basah

176.30 257.98 241.12 192.52 159.32 252.09 211.65 207.47 174.28 231.04 210.38 PE 247.28 230.26 235.89 272.07 255.11 241.35 281.10 256.60 254.60 232.82 250.71 Prusik 363.57 302.05 315.68 322.19 255.95 325.08 324.87 266.61 420.02 343.70 323.97

(45)

31

Lampiran 4 Data jumlah tumbukan pada tali nilon, PE dan prusik hingga putus

Tabel 12 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 2 mm Jenis Tabel 13 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 3 mm

Jenis Tabel 14 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 4 mm

(46)

32

Lampiran 5 Perbandingan gaya putus masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah

Gambar 20 Grafik perbandingan gaya putus tali nilon antara perlakuan basah dan kering

Gambar 21 Grafik perbandingan gaya putus tali PE antara perlakuan basah dan kering

Gambar 22 Grafik perbandingan gaya putus tali prusik antara perlakuan basah dan kering

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

2 mm 3 mm 4 mm

2 mm 3 mm 4 mm

(47)

33

Lampiran 6 Perbandingan regangan longitudinal masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah

Gambar 29 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali nilon antara perlakuan basah dan kering

Gambar 24 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali PE antara perlakuan basah dan kering

Gambar 25 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali prusik antara perlakuan basah dan kering

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0,0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0,0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

2 mm 3 mm 4 mm

2 mm 3 mm 4 mm

(48)

34

Lampiran 7 Perbandingan energi yang diserap masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah

Gambar 26 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali nilon antara perlakuan basah dan kering

Gambar 27 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali PE antara perlakuan basah dan kering

Gambar 28 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali prusik antara perlakuan basah dan kering

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

2 mm 3 mm 4 mm

2 mm 3 mm 4 mm

(49)

35

Lampiran 8 Perbandingan banyak tumbukan masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah

Gambar 29 Grafik perbandingan ketahanan impact tali nilon antara perlakuan basah dan kering

Gambar 30 Grafik perbandingan ketahanan impact tali PE antara perlakuan basah dan kering

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

0

Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah)

2 mm 3 mm 4 mm

2 mm 3 mm 4 mm

(50)

36

Lampiran 9 Waktu jatuh bebas pada penumbukan tali

Ulangan Hasil akhir (detik)

1 0.292

2 0.292

3 0.292

4 0.333

5 0.292

6 0.292

7 0.292

8 0.250

9 0.333

10 0.333

(51)

37

Lampiran 10 Kriteria nilai kerusakan pada uji impact

(52)

38

No.

Kondisi Kerusakan

(%)

Gambar Keterangan

9 80

Kerusakan terjadi membuat tali akan putus namun satu

ulir tali hanya terkoyak di permukaannya saja

10 90

Tali hampir putus 100% dengan bagian

satu ulir semakin gepeng dan hanya tertinggal beberapa benang yang belum

putus

(53)

39

Lampiran 11 Perhitungan uji impact tali

Besarnya energi dari satu kali tumbukan dapat dihitung dari energi mekanis yang dia miliki saat akan jatuh bebas dari kondisi diam:

Ketinggian tumbukan = 25 cm

= 0.25 m

Massa beban = 7.5 kg Percepatan gravitasi = 9.81 m/s²

1 1 1

1 1 0

1 mgh

1 7.5 9.81 (0.β5)

1 18.γ9 oule Kecepatan saat terjadi tumbukan :

1 β Besar impuls dari tumbukan diperoleh:

m m( β 1)

m( β 0)

7.5 β.β1 16.61 kg m s

Gaya yang diberikan oleh beban impact dapat dihitung menggunakan persamaan impuls: tergantung luasan kontak tali dengan mata penumbuk.

 Untuk tali dengan diameter 2 mm :

Panjang (panjang penampang yang bersentuhan) = 1.5 cm

(54)

40

 Untuk tali dengan diameter 3 mm :

Panjang (panjang penampang yang bersentuhan) = 1.5 cm

= 0.015 m

Lebar (diameter tali ) = 3 mm

= 0.003 m

F

(55.γ7) 0.015 0.00γ 1β γ04.0β a

Besar tekanan yang diterima tali berdiameter 3 mm adalah

1β γ04.0β a

 Untuk tali dengan diameter 4 mm :

Panjang (panjang penampang yang bersentuhan) = 1.5 cm

= 0.015 m

Lebar (diameter tali ) = 4 mm

= 0.004 m

F

(55.γ7) 0.015 0.004 9 ββ8.01 a

Besar tekanan yang diterima tali berdiameter 4 mm adalah

(55)

41

Lampiran 12 Contoh perhitungan nilai indeks sifat berbobot ( )

Tabel 15 Nilai numerik sifat untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering

Bahan

Angka di atas nama sifat mewakili nama sifat. Pemberian faktor pembobot berdasarkan ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat. Jika ranking sifat a < ranking sifat b maka nilainya 1.0, jika = niilainya 0.5, dan > nilainya 0.0.

Tabel 16 Pemberian faktor pembobot (w) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering

(56)

42

Tabel 18 Hasil perhitungan nilai indeks sifat berbobot ( ) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering

Bahan w

0.05 0.21 0.14 0.29 0.21 0.05 0.05

Nilon 1.00 0.71 0.88 1.00 1.00 0.25 0.63 0.87 PE 0.77 0.92 1.00 0.57 0.59 1.00 0.54 0.74 Prusik 0.42 1.00 0.48 0.29 1.00 0.20 1.00 0.66 Contoh perhitungan untuk nilai indeks sifat berbobot pada tali PE :

i i

0.05 0.77 0.β1 0.9β 0.14 1.00 0.β9 0.57 0.β1 0.59 0.05 1.00 (0.05 0.54)

(57)

43

(58)
(59)

45

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 1 Agustus 1992 dari

ayah bernama hmad Sonhaji dan ibu bernama ayyinatul f’idah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Diterima seleksi di Institut Pertanian Bogor dengan mayor Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB sebelum lulus dari MAN Insan Cendekia Serpong pada tahun 2010. Penulis juga menerima beasiswa Bidik Misi selama menjadi mahasiswa dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Gambar

Gambar 2  Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit
Gambar 3  (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping
Gambar 4  Hubungan energi yang diserap pada tali dengan beban - regangan longitudinal (McKenna et al
Gambar 7  (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji penggunaan paket alsintan budidaya di lahan dengan petakan sempit dari segi aspek agroteknis dan biaya pada tanaman tebu sampai

Memahami bahwa tarbiyah adalah bagian dari solusi menyelesaikan problemetika umat dalam bidang SDM dan strategi, sehingga ia dapat menyebutkan beberapa

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan penyembelihan secara baik dan benar dapat menghasilkan daging yang berkualitas baik (daging yang sehat). Hal ini

Berikut disajikan hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak total kulit kayu massoy dan ketiga fraksi dengan kepolaran berbeda terhadap bakteri Gram positif maupun

Engine terdiri dari komponen-komponen engine dan bagian-bagian pendukung kerja engine. Yang dimaksud komponen-komponen engine meliputi: Blok silinder, kepala silinder,

Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran dituangkan dalam kompetensi-kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar

Menurut studi epidemiologi bahwa permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan yang ditemukan paling banyak di masyarakat adalah rendahnya tingkat pendidikan dan

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa